Post on 23-Jun-2015
Laporan Diskusi Kelompok
Blok Emergency
Semester V
NAMA : MIRNA RAMZIE
NIM : 070100217
KELAS TUTORIAL: A 15
FASILITATOR : dr. Dina Kumala Sari, MGZ, Sp.GK
PEMICU : Ke - 1
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENDAHULUAN
Penyakit saraf tidak hanya sebagai penyebab angka kematian yang utama, tetapi
juga sebagai penyebab angka kesakitan. Mengingat bahwa penyakit serebrovaskular
masih merupakan penyebab kematian dan penyebab kecacatan yang menempati
peringkat dalam data kesehatan nasional.
Kemajuan penatalaksanaan penyakit saraf mulai dari diagnostik, terapi medik,
terapi surgikal, dan rehabilitasi menyebabkan jumlah penderita penyakit saraf yang
ditangani semakin baik dan meningkatkan harapan hidup penderita. Meskipun
demikian hal ini tidak menyelesaikan masalah karena adakalanya meninggalkan
sekuele pada penderita sehinga mengurangi produktivitas kerja dan kualitas hidup.
Selain itu semuanya memerlukan biaya yang sangat besar, dan sumber daya manusia
yang terampil dalam penatalaksanaannya.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit saraf perlu ditingkatkan karena selain
murah dan mudah, dapat dilakukan di mana saja, kapan saja dan oleh siap saja, tetapi
memerlukan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia terhadap penyakit saraf.
Faktor resiko dari penyakit saraf terutama serebrovaskular perlu mendapat perhatian
khusus, karena resiko hari ini merupakan penyakit di masa yang akan datang. Selain
memfokuskan perhatian pada mereka yang telah menderita penyakit, kita juga perlu
memusatkan peratian pada mereka yang belum menderita tetapi mempunyai resiko
untuk menderita penyakit.
2
DAFTAR ISI
Pendahuluan...........................................................................................2
Daftar Isi.................................................................................................3
Pemicu.....................................................................................................4
Tujuan Pembelajaran............................................................................5
Pertanyaan..............................................................................................5
Kejang Demam.......................................................................................5
Etiologi....................................................................................................6
Faktor Resiko.........................................................................................6
Klasifikasi...............................................................................................7
Patofisiologi............................................................................................7
Manifestasi Klinis...................................................................................9
Diagnosa Banding..................................................................................10
Pemeriksaan Penunjang........................................................................11
Penatalaksanaan....................................................................................11
Komplikasi..............................................................................................12
Interpretasi More Info........................................................................12
Ulasan......................................................................................................14
Kesimpulan.............................................................................................15
Daftar Pustaka.......................................................................................15
Lampiran............................................................................................16
3
1. Nama atau tema blok:
Emergency
2. Fasilitator/ Tutor: dr. Dina Kumala Sari, MGZ, Sp.GK
3. Data pelaksanaan:
A. Tanggal Tutorial: 01 Maret 2010, Pukul: 07.00 – 09.30
04 Maret 2010 Pukul: 14.00 – 16.30
B. Pemicu ke-1
C. Ruangan: Ruangan Diskusi Fisika 8
4. Pemicu:
Tn R. 30 tahun dibawa ke IGD RSUP Adam Malik dengan keluhan sesak napas
dan gelisah. Keluhan ini terjadi sejak 3 jam lalu, setelah mengalami kecelakaan
jatuh dari sepeda motor karena ditabrak dari belakang. Pasien mengalami benturan
di daerah dada sebelah kanan. Selain itu dijumpai juga adanya patah tulang yang
terbuka pada paha kanan.
Dari pemeriksaan dijumpai:
- Kesadaran : Respon terhadap verbal
- Laju Nafas : 40x/ menit, dangkal
- Suara Nafas : Mengorok (snorring)
- Tekananan Nafas : 80/40 mmHg
- Denyut Nadi :120x/ menit, halus dan teratur
- Perfusi Perifer : dingin, pucat, basah
Apa yang harus anda lakukan terhadap Tn R. sebagai dokter layanan
primer?
Apa dasar pertimbangan etik untuk tindakan tersebut?
4
More Info
Darah Rutin :
• Hemoglobin : 8,3 gr %
• Hematokrit : 24,3 gr %
• Leukosit : 11.000
• Trombosit : 150.000
Analisa Gas Darah Arteri (AGDA) : (FiO₂ = 30%)
• pH : 7,27
• PCO₂ : 45 mmHg
• PO₂ : 80 mmHg
• BE : -3
• SaCO₂ : 90%
KGD :
• KGD Adrandom : 150 mg %
Ro Thorak :
Kesan : Pneumothorax sebelah kanan
5.Tujuan pembelajaran:
A. Mampu merumuskan masalah kesehatan pasien.
B. Mampu menjelaskan patofisiologi dan mekanisme suatu kelainan atau keadaan
patologik dalam Brain and Mind System.
D. Mampu menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding penyakit Brain and Mind
System.
E. Mampu menyusun tata laksana kelainan atau gangguan Brain and Mind System.
F. Mampu menjelaskan prognosis suatu Brain and Mind System beserta alasan
yang mendasari.
6.Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat:
1. Penanganan awal pada pasien gawat darurat
5
2. Pneumotoraks
3. Syok
4. Jenis dan penatalaksanaan fraktur terbuka (disertai
perdarahan)
5. Etik kegawat daruratan
7.Jawaban atas pertanyaan:
1. Penanganan Awal Pasien Gawat Darurat
Primary Survey ( A-B-C-D-E)
A. Airway and Cervical Spine Control:
Penilaian:
• Kelancaran atau patensi jalan nafas.
• Jika pasien dapat berbicara maka jalan nafasnya bersih atau bebas.
• Pemeriksaan adanya obstrusi jalan nafas yang disebabkan oleh benda asing,
fraktur tulang wajah, fraktur mandibula dan maksila, fraktur laring atau trakea.
Resusitasi:
1. Proteksi servikal dengan inline immobilisation/ kolar servikal.
Asisten berdiri di arah puncak kepala penderita sambil menjepit kepala
penderita dengan kedua lengan bawah, sedangkan masing-masing tangan
memegang bahu penderita dengan ibu jari mengarah ke atas.
2. Melakukan chin lift atau jaw thrust.
3. Mengeluarkan benda asing dan cairan dengan menggunakan suction.
4. Melakukan pemasangan orofaringeal tube atau nasofaringeal tube.
5. Memasang airway definitif
- Intubasi oro atau naso tarkeal
- krikotiroidotomi dengan pembedahan.
B. Breathing dan Ventilasi
Penilaian:
1. Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi toraks.
- Inspeksi dan palpasi unutk memperlihatkan kelainan dinding dada yang
mungkin menganggu ventilasi, misalnya adanya deviasi trakea, ekspansi
6
toraks simetris atau asimetris, pemakaian otot tambahan dan tanda cidera
lainnya.
- Perkusi : untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura.
- Auskultasi : untuk memastikan masuknya idara ke dalam paru.
2. Mengenal tension pneumotoraks, massive haemotoraks, dan open
pneumotoraks.
Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
Tension
Pneumotoraks
ICR flat Stem fermitus ↓ Hipersonor Suara pernafasan ↓
Massive
pneumotoraks
ICR flat Stem fermitus ↓ Beda Suara pernafasan ↓
Open
penumotoraks
Normal Stem fermitus ↓ Hipersonor Suara pernafasan ↓
Resusitasi
a. Memberikan oksigen dengan kecepatan 10-12 L/menit
b. Tension Pneumotorax: needle insertion dengan iv cath no.14 di ICR II linea
midklavikularis.
c. Massive haematothorax: pemasangan chest tube
d. Open Pneumothorax : luka ditutup dengan kain kasa yang diplester pada tiga
sisi (flutter-type valveefect).
e. Memasang sensor CO2 dari kapnograf pada ETT
f. Memasang pulse oksimeter
g. Surgical airway (cricothyroidotomy) dapat dilakukan bila intubasi endotrakeal
tidak memungkinkan atau kontraindikasi atau karena masalah teknis.
C. Circulation dengan Kontrol Perdarahan
Penilaian:
a. Mengenal adanya perdarahan eksternal
b. Menilai status haemodinamik: tingkat kesadaran, warna kulit dan pulse.
7
Resusitasi:
a. Bila ada perdarahan eksternal lakukan penekanan pada sumber perdarahan
secara manual atau dengan perban elastis.
b. Memasang 2 IV line untuk pemberian larutan RL hangat sebanyak 2L
sesegera mungkin.
c. Memasang indwelling kateter untuk monitoring produksi urine bila tidak ada
kontraindikasi.
D. Disability: Status Neurologis
Penilaian:
a. Memeriksa diameter dan refleks cahaya pupil
b. Menilai tingkat kesadaran dengan metode AVPU
A : Alert
V : Respon to Verbal
P : Respon to Pain (dengan penekanan pada nail bed)
U : Unrespon
E. Exposure dengan pencegahan Hipotermia
Penilaian:
a. Membuka semua pakaian penderita
b. Melihat kelainan pada semua bagian tubuh
c. Memasang selimut dan mematikan AC
Secondary Survey
Dilakukan setelah primary survey selesai.
Evaluasi Head-to-Toe
Re-evaluasi pemeriksaan tanda vital
Anamnesis
A : Alergi
M : Medikasi
P : Past Illnes (penyakit penyerta) / Pregnancy
L : Last Meal (makan terakhir kali)
8
E : Event / Enviroment related to injury
Pemeriksaan fisik: Kepala dan tengkorak, maksilo-fasial dan intra-oral, toraks,
abdomen (termasuk punggung), perineum/rektum/vagina, muskulo-skeletal,
pemeriksaan neurologis lengkap.
Tambahan pada secondary survey
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika
penderita dalam keadaan stabil :
1. CT-scan
2. Pemriksaan ronsen dengan kontras
3. Foto ektremitas
4. Endoskopi dan USG
2. Pneumotoraks
Defenisi
Terperangkapnya dan terakumulasinya udara pada rongga antara pleura
parietal dan visceral.
Etiologi
- Traumatik, bisa yang tumpul atau yang tembus
- Artifisial, sengaja dibentuk atas tindakan atau tujuan tertentu
- Spontan, akibat penyakit seperti TB milier, bronkhitis, status asmatikus,
fibrosis emfisema.
Epidemiologi
- Lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan (5:1)
- Paling sering terjadi akibat penyakit dasar
- 12% dari angka kejadian, menyebabkan kematian
- Prevalensi bertambah pada musim penyakit yang berat
Faktor risiko
- Laki-laki
- Merokok
- Umur
- Penyakit paru yang menyertai
9
Gejala klinis
- Sesak nafas
- Nyeri dada
- Batuk
Patofisiologi
Tension Pneumotoraks
• Berkembang ketika terbentuk one-way-valve (katup satu arah) yang
mengakibatkan Ventil Mechanism.
• Saat inspirasi udara masuk ke paru dan akan langsung mengalir ke rongga
pleura yang kemudian akan terperangkap di rongga pleura karena katup
bersifat satu arah.
• Seiring dengan inspirasi berikutnya, udara akan semakin berakumulasi di
rongga pleura sehingga tekanan intra pleura hemithorax ipsilateral akan
semakin meningkat mengakibatkan kolaps paru ipsilateral.
Pergeseran mediastinum mengakibatkan penekanan pada vena kava inferior
dan superior sehingga mengurangi venous return.
• Kolapsnya paru akan mengakibatkan penurunan ventilasi sehingga terjadi
hipoksi dan hiperkabia yang merangsang pusat nafas untuk meningkatkan laju
pernafasan.
• Hipoksia akut akan segera direspon, salah satuya oleh konstriksi vaskularisasi
paru sehingga venous return akan semakin menurun.
• Penurunan cardiac output.
• Syok dengan segera.
Open Pneumotoraks
• Mengakibatkan sucking chest wound.
• Defek atau luka besar pada dinding toraks menyebabkan tekanan pleura sama
denga tekanan atmosfer. Jika defek melebihi 2/3 diameter bronkus, maka
udara cenderung lebih banyak yang masuk melalui luka (sucking wound), dan
hanya sedikit yang melalui jalan nafas .
• Akibatnya ventilasi tidak adekuat à pertukaran gas minimal dan pasien akan
mengalami hipoksia.
10
Flail Chest
• Terjadi ketika ada fraktur multi iga pada dinding toraks sehingga kontinuitas
toraks terputus.
• Segmen yang mengalamidefek akan mengalami pembatasan gerak sehingga
tampak salah satu bagian dada tertinggal saat inspirasi (gerakan paradoksikal)
dan dalam keadaan berat, udara akan berpindah dari salah sau paru ke paru
kontralateral jika parenkim paru ikut terluka.
• Nyeri akibat fraktur juga membatasi usaha bernafas pasien sehingga ventilasi
semakin menurun dan mengakibatkan hipoksia.
Diagnosis dan pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik
2. Foto toraks
3. Analisa Gas Darah
4. Endoskopi
5. Torakoskopi
6. Pemantauan tekanan intra pleura
Diagnosis pasti dari pneumotoraks jenis tertutup, terbuka atau
ventilberdasarkan atas tekanan udara yang terdapat di dalam rongga pleura.
Diagnosis banding
- Emfisema paru
- Asma bronkial
- Infark miokard
- Emboli paru
- Pneumonia
Komplikasi
Dapat terjadi kegagalan respiratori akut, henti jantung paru dan kematian.
Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip dasar penatalaksanaannya adalah:
- Observasi dan pemberian tambahan oksigen
11
- Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan
atau tanpa pleurodesis
- Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bulla
- Torakotomi
Prognosis
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan
mengalami kekambuhan. Namun hal ini jarang terjadi pada pasien-pasien yang
dilakukan torakotomi terbuka.
Umumnya jarang ditemukan komplikasi tetapi, perhatian lebih
diberikan kepada pasien dengan PPOK sebagai penyebabnya.
3. Syok
Defenisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini
muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius.
Etiologi Syok
No. JENIS SYOK ETIOLOGI
1 Syok hipovolemik 1. Perdarahan .
2. Kehilangan plasma (misal pada
luka bakar).
3. Dehidrasi, misal karena puasa
lama, diare, muntah, obstruksi usus dan
lain-lain.
2 Syok Anafilaktik 1. Antibiotic
Penisilin, sofalosporin,
kloramfenikol, polimixin,
ampoterisin B
2. Biologis
12
Serum, antitoksin, peptide, toksoid
tetanus, dan gamma globulin.
3. Makanan
Telur, susu, dan udang/kepiting.
4. Lain-lain
Gigitan binatang, anestesi lokal.
3 Syok Neurogenik 1. Disfungsi saraf simpatis,
disebabkan oleh trauma tulang
belakang dan spinal syok (trauma
medulla spinalis dengan
quadriflegia atau para flegia)
2. Rangsangan hebat yang tidak
menyenangkan, misal nyeri hebat
3. Rangsangan pada medulla spinalis,
misalnya penggunaan obat anestesi
4. Rangsangan parasimpatis pada
jantung yang menyebabkan
bradikardi jantung mendadak. Hal
ini terjadi pada orang yang pingan
mendadak akibat gangguan
emosional
4 Syok Sepsis 1. Infeksi bakteri gram negative,
misalnya: eschericia coli, klibselia
pneumonia, enterobacter, serratia,
proteus, dan providential.
2. Kokus gram positif, misal:
stafilokokus, enterokokus, dan
streptokokus.
5 Syok
Kardiogeni
k
1. Aritmia
- Bradikardi / takikardi
2. Gangguan fungsi miokard
- Infark miokard akut, terutama
infark ventrikel kanan
13
- Penyakit jantung arteriosklerotik
- Miokardiopati
3. Gangguan mekanis
- Regurgitasi mitral/aorta
- Rupture septum interventrikular
- Aneurisma ventrikel massif
- Obstruksi:
- Out flow : stenosis atrium
- Inflow : stenosis mitral, miksoma
atrium kiri/thrombus.
Klasifikasi shock:
1. Syok Hemoragik (Syok Hipovolemik)
Syok hipovolemik adalah terganggunya system sirkulasi akibat dari volume
darah dalam pembuluh darah yang berkuran. Perdarahan adalah penyebab syok
yang paling umum setelah trauma, dan hampir semua penderita dengan trauma
multiple ada komponen hipovolemia.
2. Syok non-Hemoragik
a. Syok Kardiogenik
Adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantuk sistemik pada
keadaan volume intravascular yang cukup dan dapat mengakibatkan hipoksia
jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi vntrikel kiri yang berat, tetapi
dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri cukup baik.
b. Tension Pneumotoraks
Merupakan keadaan gawat darurat bedah yang memerlukan diagnosis dan
penanganan segera. Tension pneumotoraks terjadi bila ada udara yang masuk
ke rongga pleura tetapi karena suatu mekanisme ventil mencegah aliran
keluarnya.
14
c. Syok Neurogenik
Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau
vasokonstriksi kulit. Tekanan nadi yang mengecil tidak akan terlihat pada jenis
syok ini. Penderita yang diduga atau diketahui punya syok neurogenik pada
awalnya harus dirawat untuk hipovoleminya.
d. Syok Septik
Syok yang timbul akibat infeksi. Jarang terjadi tetapi bila kedatangan
penderita tertunda selama beberapa jam masalah ini mungkin saja terjadi.
Syok septik dapat terjadi pada penderita dengan cedera perut yang tembus
serta kontaminasi rongga peritoneal dengan isi usus. Gejala yang dapat dilihat
pada pasien septic yang hipotensif dan afebril sering sekali sangat sulit
dibedakan dengan syok hemoragik.
Patofisiologi
15
Gejala dan Tanda Klinis
Kardiovaskuler:
- gangguan sirkulasi perifer: pucat, ekstremitas dingin (kurangnya pengisian
vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah).
- nadi cepat dan halus.
- tekanan darah rendah, biasa ada mekanisme kompensasi sampai terjadi
kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
- vena perifer kolaps. Penilaian vena leher lebih baik.
- CVP rendah.
Respirasi.
- perubahan mental sangat bervariasi. TD rendah dapat hipoksia otak, pasien
menjadi gelisah sampai tidak sadar.
Gastrointestinal.
- mual dan muntah.
Genitourinary.
- produksi urine berkurang. Normal pasien dewasa 60 ml/jam (1/5-1
ml/kg/jam)
Dermatology.
- turgor menurun, mata cekung dan mukosa lidah kering.
Syok hipovolemik
hipovolemia ringan (<20 % volume darah): takikardia ringan.
hipovolemia sedang (20-40% volume darah): lebih cemas dan takikardia lebih
jelas dan bisa ditemukan pada posisi berbaring.
16
hipovolemia berat: tekanan darah menurun drastis dan tidak stabil walau posisi
berbaring, takikardia hebat, oliguria dan agitasi (bingung).
Syok kardiogenik
Keluhan timbul berkaitan dengan etiologi:
- infark miokard akut: keluhan nyeri dada akut dan punya riwayat jantung
koroner.
- aritmia: palpitasi, presinkop, sinkop atau merasa irama jantungyang berhenti
sejenak dapat letargi akibat berkurangnya perfusi susunan saraf pusat.
-
8. Ulasan :
Tidak dijumpai perbedaan dalam menyelesaikan topik dari berbagai sumber buku
teks. Dalam diskusi pakar, ada beberapa hal yang tidak diutarakan pada saat diskusi
kelompok di kelas, yaitu :
Klasifikasi yang digunakan untuk mendiagnosa jenis kejang adalah
berdasarkan kriteria Livingston.
Pungsi Lumbal merupakan salah satu indikasi yang harus dilakukan pada
bayi bila terdapat kecurigaan bayi mengalami infeksi serebral, untuk
menyingkirkan meningitis.
Penatalaksanaan dalam Kejang Demam yang utama adalah memberantas
kejang secepat mungkin menggunakan diazepam per rectal dengan dosis 0,3
– 0,5 mg/kgBB.
17
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat, yaitu obat
antiepileptik dengan daya kerja lebih lama misalnya, fenobarbital atau
difenilhindantoin.
Pada profilaksis intermitten, untuk mencegah terulangnya kejang kembali
dikemudian hari, penderita kejang demam sederhana diberikan obat
campuran antikonvulsan dan antipiretika, bila anak memderita demam lagi.
9.Kesimpulan:
Bayi A mengalami Kejang Demam Sederhana menurut kriteria Livingstone dan
untuk penatalaksanaannya adalah gabungan antara antipiretik dan antikonvulsan.
10. Daftar Pustaka
Nelson. Waldo E. Kejang Demam. Ilmu Kesehatan Anak Ed.15 Vol. 3.
Jakarta: EGC 1999 ; 2059-2060.
Staff Pengajar IKA FK UI. Kejang Demam. Resupno Hassan. Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Info Medika 2007; 847-854.
www.emedice.com
18