Post on 02-Jun-2018
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
1/27
1
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA
REFERAT
HIPERBILIRUBINEMIA
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RumahSakit Umum Daerah Ambarawa
DiajukanKepada :
Pembimbingdr. Endang Prasetyowati, Sp. A
DisusunOleh :
Nima Ulya Darajah NRP. 1320221122
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran UPN VETERAN JAKARTA
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Periode Oktober Desember 2014
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
2/27
2
BAB I
PENDAHULUAN
Peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) merupakan masalah yangsering dijumpai pada minggu pertama kehidupan. Keadaan ini dapat merupakan kejadian
sesaat yang dapat hilang spontan. Sebaliknya, hiperbilirubinemia dapat juga merupakan
hal yang serius, bahkan mengancam jiwa. Sebagian besar bayi cukup bulan yang kembali
ke rumah sakit dalam minggu pertama kehidupan berhubungan dengan keadaan
hiperbilirubinemia. Dengan kondisi perawatan yang memulangkan neonatus secara dini,
dapat meningkatkan resiko terjadinya kern ikterus pada bayi cukup bulan apabila
dipulangkan dalam 48 jam setelah lahir. Alpay dan kawan-kawan melaporkan bahwaterdapat hubungan yang signifikan antara penurunan lama tinggal dan resiko kembali ke
rumah sakit, dan penyebab utama kembalinya ke rumah sakit selama periode awal
neonatus adalah hiperbilirubinemia. Terlepas dari penyebabnya, peningkatan kadar
bilirubin serum dapat bersifat toksik terhadap bayi baru lahir. (Abdurrahman, 2014)
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
3/27
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Ikterus (jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah,
sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada
orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L),
sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86mol/L).
(Etika, Harianto, Indarso, & Damanik)
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah
ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin.
Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non
patologis sehingga disebut Excessive Physiological Jaundice . Digolongkan sebagai
hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum
bilirubin terhadap usia neonatus > 95 % menurut Normogram Bhutani. (Etika, Harianto,
Indarso, & Damanik)
Kadar bilirubin terhadap usia neonatus
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
4/27
4
II.1.1. METABOLISME BILIRUBIN
Bilirubin adalah produk akhir katabolisme protoporfirin besi atau heme, yang
sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar (enzim sitokrom,
katalase, dan heme bebas), mioglobin otot, serta eritropoiesis yang tidak efektif di
sumsum tulang. Metabolisme bilirubin terdiri dari tahapan (Martiza, 2012):
1. Transport bilirubin
2. Pengambilan bilirubin oleh sel hati
3. Konjugasi
4. Sekresi bilirubin terkonjugasi
5. Sirkulasi enterohepatik
Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan
bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel
hati dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang digunakan kembali
untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang dieksresikan ke dalam
paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin
reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air secara cepat akan diubah menjadi bilirubin
melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilikdan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan
mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin (Abdurrahman,
2014)
Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme
haemoglobin dari eritrosit sirkulasi. 1 gram haemoglobin akan menghasilkan 34 mg
bilirubin dan sisanya 25% disebut early labelled bilirubin yang berasal dari pelepasan
heamoglobin karena eritropoiesis yang tidak efektif di dalam sumsum tulang, jaringanyang mengandung protein heme (mioglobin, sitokrom, katalase, peroksidase), dan heme
bebas. Bayi baru lahir akan memproduksi 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa
sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan
masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa
(120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga
reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat melalui sirkulasi enterohepatik
(Abdurrahman, 2014).
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
5/27
5
Transportasi bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai
kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang
rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang berikatan dengan albumin
tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non toksik. Selain itu, albumin juga
mempunyai afinitas tinggi terhadap obat-obatan bersifat asam seperti penisilin dan
sulfonamid. Obat-obatan tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk
bilirubin sehingga bersifat kompetitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan
albumin. Obat-obatan yang dapat melepaskan bilirubin dari albumin dengan cara
menurunkan afinitas albumin adalah digoksin, gentamisin, furosemid, dll.
Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:
Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk
sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum
Bilirubin bebas Bilirubin terkonjugasi (terutama monoglukoronida dan diglukoronida)
yaitu bilirubin yang siap diekskresikan melalui ginjal atau sistem bilier.
Bilirubin terkonjugasi yang terikat dengan albumin serum ( -bilirubin)
Pada 2 minggu pertama kehidupan, -bilirubin tidak akan tampak.Peningkatan kadar -bilirubin secara signifikan dapat ditemukan pada bayi
baru lahir normal yang lebih tua dan pada anak. Konsentrasinya meningkat
bermakna pada keadaan hiperbilirubinemia terkonjugasi persisten karena
berbagai kelainan pada hati.
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,
albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditransfer melalui selmembran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan
sitosolik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, dari
sintesis de novo , resirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar jaringan,
pengambilan bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi
bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal.
Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan
berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan hal ini
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
6/27
6
terjadi karena adanya defisiensi ligandin, tetapi hal itu tidak begitu penting dibandingkan
dengan defisiensi konjugasi bilirubin dalam menghambat transfer bilirubin dari darah ke
empedu selama 3-4 hari pertama kehidupan.
Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut
dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronyl
transferase (UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini akan mengubah formasi menjadi bilirubin
monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida.
Bilirubin ini kemudian dieksresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu
molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke dalam retikulum endoplasmik untuk
rekonjugasi berikutnya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang dihantarkan ke
hati akan terjadi retensi bilirubin tak terkonjugasi seperti halnya pada keadaan hemolisis
kronik yang berat pigmen yang tertahan adalah bilirubin monoglukoronida.
Ekskresi (Sekresi )Bilirubin dan Sirkulasi Enterohepatik
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam
kandung empedu kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses.
Proses ekskresinya sendiri merupakan proses yang memerlukan energi. Setelah berada diusus halus, bilurubin terkonjugasi tidak langsung diresorbsi, kecuali jika dikonversikan
kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat
dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk
dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.
Terdapat perbedaaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa
usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim -glukoronidase yang dapat
mengidrolisia monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang takterkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir,
lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi
sterkobilin.
Bayi baru lahir mempunyasi konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif
tinggi di dalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat, hidrolisis
bilirubin glukoronida yang berlebih dan konsentrasi bilirubin yang tinggi ditemukan di
dalam mekonium. Pada bayi baru lahir, kekurangan relatif flora bakteri untuk mengurangi
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
7/27
7
bilirubin menjadi urobilinogen lebih lanjut akan meningkatkan pool bilirubin usus
dibandingkan dengan anak yang lebih tua atau orang dewasa. Peningkatan hidrolisis
bilirubin konjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh aktivitas -glukoronidase mukosa
yang tinggi dan ekskresi monoglukoronida terkonjugasi. Pemberian substansi oral yang
tidak larut seperti agar atau arang aktif yang dapat mengikat bilirubin akan meningkatkan
kadar bilirubin tinja dan mengurangi kadar bilirubin serum, hal ini menggambarkan peran
kontribusi sirkulasi enterohepatik pada keadaan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada
bayi baru lahir (Abdurrahman, 2014).
II.1.2. IKTERUS NEONATORUM (NEONATAL JAUNDICE)
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah
keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera
akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus lebih mengacu pada
gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih
mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
8/27
8
Secara umum tidak ada bayi yang jaundice sejak lahir, walaupun jaundice akan
timbul segera setelahnya. Hal ini dikarenakan kemampuan plasenta untuk membersihkan
bilirubin dari sirkulasi fetus dalam beberapa hari berikutnya, hampir semua bayi
mengalami peningkatan bilirubin serum (>1,4 mg/dl). Dengan meningkatnya bilirubin
serum kulit menjadi jaundice dengan urutan sefalo-kaudal. Mula-mula ikterus tampak di
kepala dan bergerak ke arah kaudal ke telapak tangan dan telapak kaki. Hal ini ditentukan
oleh kramer yang menentuka kadar bilirubin indirek di dalam serum.
Kramer 1: kepala-leher = 4-8 mg/dl Kramer 2: tubuh sebelah atas = 5-12 mg/dl Kramer 3: tubuh sebelah bawah dan paha = 8-16 mg/dl Kramer 4: lengan dan tungkai bawah = 11-18 mg/dl
Kramer 5: telapak tangan dan telapak kaki = > 15 mg/dl
Cara untuk melihat jaundice adalah dengan cara menekan kulit secara hati-hati dengan jaridibawah penerangan yang cukup.
II.1.2.a. KLASIFIKASI
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-
hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu
pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus,
masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
9/27
9
Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 3 dan mencapai puncaknya
pada hari ke 5 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 14. Kadar
bilirubin pun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 mol/L) pada bayi kurang bulan dan 7mg/dl. Hiperbilirubinemia dapat disebabkan
oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya
atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang
dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi
hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin
tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-
2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.
Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice (Etika, Harianto, Indarso, & Damanik).
II.1.2.d. PENCEGAHAN dan TATALAKSANA
Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin, sering
menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang kestabilan bakteri flora
normal, dan merangsang aktifitas usus halus.
Strategi Pencegahan hiperbilirubinemia:
1) Pencegahan primer- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari
beberapa hari pertama
- Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dextrose atau air pada bayi
yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
15/27
15
2) Pencegahan sekunder
- Harus melakukan penilaian sistematis terhadap resiko kemungkinan terjadinya
hiperbilirubinemia berat selama periode neonatal
o Golongan darah : semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah
ABO dan rhesus
Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif,
dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan
darah dan tipe Rh darah tali pusat bayi
Bila golongan darah ibu O, Rh positif terdapat pilihan untuk
dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs atau tidak.
o Penilaian klinis : harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin
dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol bayi
secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus
3) Evaluasi laboratorium
- Pengukuran bilirubin dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus
dalam 24 jam pertama setelah lahir.
- Pengukuran bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus berlebihan
- Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur bayi dalam jam
4) Penyebab kuning
- Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus
dilakukan analisis dan kultur urin.
- Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan
pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untukmengidentifikasi adanya kolestasis
- Bila kadar bilirubin direk atau konjugasi meningkat, dilakukan evaluasi
tambahan untuk mencari penyebab kolestasis
- Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase dehydrogenase (G6PD)
direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi.
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
16/27
16
5) Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan
- Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap resiko
berkembangnya hiperbilirubinemia berat berdasarkan kadar bilirubin atau
berdasarkan penilaian faktor klinis. Penilaian ini penting pada bayi yang
pulang sebelum umur 72 jam.
6) Kebijakan dan prosedur rumah sakit
- Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orang tua saat keluar RS
- Semua bayi harus diperiksa oleh petugas beberapa hari setelah keluar RS :
Bayi keluar RS Harus dilihat saat umur
Sebelum umur 24 jam 72 jam
Antara umur 24 dan 47.9 jam 96 jam
Antara umur 48-72 jam 120 jam
- Untuk bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam diperlukan 2 kunjungan yaitu
yang pertama antara 24-72 jam dan kedua antara 72-120 jam.
7) Pengelolaan bayi dengan ikterus
Pengelolaan bayi ikterus dini ( early jaundice ) yang mendapat ASI
1. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses tidak keluar
dalam 24 jam
2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui sering dengan waktu yang singkat lebih
efektif dibandingkan dengan menyusui lama dengan frekuensi jarang.
3. Tidak dianjurkan pemberian air, dextrosa atau formula pengganti
4. Observasi berat badan, BAK, dan BAB5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang pengeluaran produk
ASI dengan cara memompa, dan menggunakan fototerapi
6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI, sehingga penghentianmenyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat
>20 mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
17/27
17
Hiperbilirubinemia merupakan alasan paling sering bayi dibawa kembali ke rumah
sakit pada umur beberapa minggu. Langkah paling penting penanganan jaundice adalah
menentukan penyebabnya. Selain itu, tujuan utama dalam penatalakasannanya adalah
untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menimbulkan kernikterus. Jika fraksi bilirubin tak terkonjugasi meningkat, langkah-
langkah penangangan harus diambil adalah mencegah pemberian zat-zat pengikat albumin.
Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi
bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang
terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal).
Obat-obatan seperti sulfonamid dan seftriakson diketahui dapat menggeser bilirubin
sehingga potensial untuk menyebabkan bilirubin ensefalopati. Untuk itu pilihan terapi
untuk menurunkan kadar bilirubin tidak terkonjugasi antara lain foto terapi, exchange
transfusion , pemutusan sirkulasi enterohepatik dan induksi enzim (Martiza, 2012).
Penggunaan farmakoterapi
Digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan merangsang induksi enzim-enzim
hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghancuran heme, atau untuk mengikat
bilirubin dalam usus halus sehingga reabsorpsi enterohepatik menurun, antara lain:
- Immunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang beratdan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan
tindakan transfusi ganti.
- Fenobarbital memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas dan
konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan
bilirubin. Namun secara umum tidak direkomendasikan digunakan setelah lahir.
- Metalloprotoporphyrin untuk mencegah hiperbilirubinemia. Zat ini analog sintesis
heme. Protoporphyrin terbukti efektif sebagai inhibitor kompetitif dari hemeoksigenase. Enzim ini dibutuhkan untuk katabolisme heme menjadi biliverdin.
Dengan zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan secarah utuh
dalam empedu.
Terapi Sinar (Fototerapi)
Fototerapi terdiri dari sinar radiasi bayi jaundice dengan lampu energi foton yang
akan merubah struktur molekul bilirubin. Pengaruh sinar terhadap ikterus telah
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
18/27
18
diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai
pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar
menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang
berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang
merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih
mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer
dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus,
sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus
halus. Terapi sinar dilakukan pada semua penderita dengan kadar bilirubin indirek >12
mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus
pada hari pertama kelahiran. Secara umum fototerapi digunakan untuk mencegah agar
bilirubin tidak mencapai kadar yang memerlukan exchange transfusion. Pada
penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan
sesudah transfusi dikerjakan.
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu
neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berventilasi. Agar
bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada
jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi
untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilahlampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala.
Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area
sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke
arah bayi.
Pilihan lampu yang digunakan masih diperdebatkan. Sinar biru khusus
tampaknya lebih baik daripada sinar putih atau hijau. Saat ini tersedia fototerapi dengan
menggunakan woven fibrotic pads yang efektif (dibandingkan dengan fotokonvensional) dan aman.
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat
seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-
ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua
mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin
dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar
bilirubin
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
19/27
19
jam Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila
ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan
antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan
iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran
dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
Komplikasi Foto terapi
Setiap cara pengobatan selalu akan disertai efek samping. Di dalam penggunaan
terapi sinar, penelitian yang dilakukan selama ini tidak memperlihatkan hal yang dapat
mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi, baik komplikasi segaera ataupun efek lanjutyang terlihat selama ini ebrsifat sementara yang dapat dicegah atau ditanggulangi dengan
memperhatikan tata cara pengunaan terapi sinar yang telah dijelaskan diatas. Kelainan
yang mungkin timbul pada terapi sinar antara lain :
a) Peningkatan insensible water loss pada bayi : Hal ini terutama akan terlihat pada
bayi yang kurnag bulan. Kehilangan ini dapat meningkat 2-3 kali lebih besar dari
keadaan biasa. Untuk hal ini pemberian cairan pada penderita dengan terapi sinar
perlu diperhatikan dengan sebaiknya. b) Frekuensi defekasi yang meningkat : Banyak teori yang menjelaskan keadaan ini,
antara lain karena meningkatnya peristaltik usus. Diare tersebut merupakan akibat
efek sekunder yang terjadi pada pembentukan enzim lactase karena meningkatnya
bilirubin indirek pada usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan
mengurangi timbulnya diare.
c) Timbulnya kelainan kulit yang sering disebut flea bite rash di daerah muka,
badan dan ekstremitas. Kelainan ini segera hilang setelah terapi dihentikan. Pada
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
20/27
20
beberapa bayi dilaporkan pula kemungkinan terjadinya bronze baby syndrome. Hal
ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi
sinar. Perubahan warna kulit yang bersifat sementara ini tidak mempengaruhi
proses tumbuh kembang bayi.
d) Gangguan retina : Kelainan retina ini hanya ditemukan pada binatang percobaan
Penelitain Dobson dkk 1975 tidak dapat membuktikan adanya perubahan fungsi
mata pada umumnya. Walaupin demikian penyelidikan selanjutnya masih
diteruskan.
e) Gangguan pertumbuhan : Pada binatang percobaan ditemukan gangguan
pertumbuhan. Lucey (1972) dan Drew dkk (10976) secara klinis tidak dapat
menemukan gangguan tumbuh kembang pada bayi yang mendapat terapi sinar.
Meskipun demikian hendaknya pemakaian terapi sinar dilakukan dengan indikasi
yang tepat selama waktu yang diperlukan.
f) Kenaikan suhu : Beberapa penderita yang mendapatkan terapi mungkin
memperlihatkan kenaikan suhu, Bila hal ini terjadi, terapi dapat terus dilanjutkan
dengan mematikan sebagian lampu yang dipergunakan.
g) Beberapa kelainan lain seperti gangguan minum, letargi, iritabilitas kadang-kadang
ditemukan pada penderita. Keadaan ini hanya bersifat sementara dan akan
menghilang dengan sendirinya.h) Beberapa kelainan yang sampai saat ini masih belim diketahui secara pasti adalah
kelainan gonad, adanya hemolisis darah dan beberapa kelainan metabolisme lain.
Sampai saat ini tampaknya belum ditemukan efek lanjut terapi sinar pada bayi.
Komplikasi segera juga bersifat ringan dan tidak berarti dibandingkan dengan manfaat
penggunaannya. Mengingat hal ini, adalah wajar bila terapi sinar mempunyai tempat
tersendiri dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
Transfusi Tukar ( Exchange Tr ansfusion )
Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat
bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit
yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis.
Indikasi exchange transfusion beragam dan dapat berhubungan dengan adanya
anemia maupun peningkatan kadar bilirubin serum dan walaupun transfusi tukar ini
sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu di
perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi Kriteria melakukan
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
21/27
21
transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin
terhadap albumin.
Yang dimaksud ada komplikasi apabila :
1. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5
2. PaO2 < 40 torr selama 1 jam
3. pH < 7,15 selama 1 jam
4. Suhu rektal 35 o C
5. Serum Albumin < 2,5 g/dL
6. Gejala neurologis yang memburuk terbukti
7. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis
8. Anemia hemolitik
9. Berat bayi 1000 g
Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin
(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee onHyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or
more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294)
Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang
akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila
hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah
ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain
Usia
Terapi
sinar
Transfusi tukar
Bayi sehat Faktor Risiko* Bayi sehat Faktor Risiko* mg/dL mol/L mg/dL mol/L mg/dL mol/L mg/dL mol/L
Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 1
260 13 220
Hari 2 15 260 13 220 2
425 15 260
Hari 3 18 310 16 270 3
510 20 340
Hari 4 dst 20 340 17 290 3
510 20 340
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
22/27
22
yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang
bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai
darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada,
maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah
darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB.
Macam Transfusi Tukar:
1. Double Volume artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat
mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb
bayi.
2. Iso Volume artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat
mengganti 65% Hb bayi.
3. Partial Exchange artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus
polisitemia atau darah pada anemia.
Volume Darah pada Transfusi Tukar
* Volume darah bayi cukup bulan 85 cc / kg BB
* Volume darah bayi kurang bulan 100 cc /kg BB(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia.
Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation.
Pediatrics 2004; 114 : 294)
Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus
dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan yang aseptik yang
dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
23/27
23
dapat mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya
komplikasi transfusi tukar seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung.
Untuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berat dimana fasilitas sarana dan tenaga
tidak memungkinkan dilakukan terapi sinar atau transfusi tukar, penderita dapat dirujuk
ke pusat rujukan neonatal setelah kondisi bayi stabil ( transportable ) dengan
memperhatikan syarat- syarat rujukan bayi baru lahir risiko tinggi.
Pemutusan Sirkulasi Enterohepatik
Adapun pendekatan farmakologis untuk mencegah dan mengobati
hiperbilirubinemia neonatal, sirkulasi enterohepatik dapat diinterupsi dengan pemberian
parenteral. Zat-zat yang dapat mengikat bilirubin dalam intestinum mencegah resorbsi
zat-zat ini antara lain adalah agar, kolestiramin, charcoal aktif, dan kalsium fosfat.
Mungkin akan meningkatkan peristaltik usus sebagai suatu upaya untuk mempersingkat
waktu absorbsi bilirubin. Pemberian makanan yang sering dan stimulasi rektal
berhubungan dengan penurunan kadar bilirubin serum. Pemberian bilirubin oksidase
parenteral, suatu enzim yang memecah bilirubin menjadi biliverdin, diperol dan produk
lainnya, merupakan cara lain untuk menghambat sirkulasi enterohepatik, yang sampai
saat ini masih diuji coba (Martiza, 2012).
Induksi Enzim
Aktivitas BUGT hepatik neonatal masih rendah, tidaklah mengherankan bahwa
induksi BUGT hepatik menyebabkan penurunan kadar bilirubin. Induksi semacam ini
pada neonatus dapat dilakukan dengan pemberian fenobarbital atau difenilhidantoin pada
ibu sebelum melahirkan, bahkan bayi dengan berat badan lahir rendah (
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
24/27
24
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
25/27
25
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
26/27
26
8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima
27/27
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdurrahman, S. (2014). Hiperbilirubinemia. Dalam A. Y. M. Sholeh Kosim, Buku
Ajar Neonatologi (hal. 147-169). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. Etika, R., Harianto, A., Indarso, F., & Damanik, S. M. (t.thn.).
HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS (HYPERBILIRUBINEMIA IN
NEONATE). Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr.
Soetomo - Surabaya , 1-14.
3. (2014). Anemia dan Hiperbilirubinemia. Dalam K. J. Marcdante, R. M. Kliegman, H.
B. Jenson, & R. E. Behrman, Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial (Indonesian
Edition) (hal. 274-277). Elsevier.
4. Martiza, I. (2012). Ikterus. Dalam M. Juffrie, S. S. Soenarto, H. Oswari, S. Arief, I.
Rosalina, & N. S. Mulyani, Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi (hal. 263-284).
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
5. American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia.
Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of
gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294