HIPERBILIRUBINEMIA baru
-
Upload
anita-sylvia-suryali -
Category
Documents
-
view
242 -
download
1
description
Transcript of HIPERBILIRUBINEMIA baru
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Ikterus Neonatorum adalah iketrus yang mempunyai dasar patologis / kadar
bilirubin yang mencapai nilai yang disebut Hyperbilirubinemia (Purnawan Junaedi
;1995)
Mahasiswa profesi perawat dalam melaksanakan praktek tentang
Perawatan Maternitas harus mampu menguasai tehnik perawatan dengan
melakukan kompetensi sesuai dengan tugasnya yaitu melaksanakan asuhan
keperawatan secara komprehensif agar klien dapat meningkatkan derajat
kesehatan yang optimal.
B. Ruang Lingkup Masalah
Dalam laporan ini ditetapkan cara-cara pengkajian data dasar kepada
pasien setelah menetapkan pengkajian diteruskan dengan menegakkan
diagnosa keperawatan, dilanjutkan dengan menetapkan tujuan, intervensi dan
diimplementasikan lalu membuat evaluasinya.
Berdasarkan deskripsi mata kuliah Perawatan maternitas yang berisi
kompetensi yaitu mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan klien
sesuai dengan kebutuhannya :
a. Melakukan pengkajian
b. Menegakkan diagnosa keperawatan
c. Menetapkan intervensi keperawatan
d. Melaksanakan implementasi
e. Membuat evaluasi dan catatan perkembangan
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mendapatkan pengalaman nyata dalam membuat dan
melaksanakan asuhan keperawatan.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pasien.
2. Mahasiswa mampu menganalisis data dan membuat prioritas masalah
3. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan.
4. Mahasiswa mampu membuat perencanaan tindakan keperawatan
5. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan perawatan sesuai perencanaan.
6. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan.
7. Mahasiswa mampu membuat dokumentasi asuhan keperawatan.
D. Rumusan Masalah
a. Konsep dasar penyakit dan penatalaksanaan asuhan keperawatan
b. Asuhan Keperawatan sesuai kebutuhan dasar manusia
E. Metode Penulisan
Laporan ini disusun secara narasi deskriptif yang diperoleh berdasarkan
metode studi lapangan dengan menggunakan Ruang Nursery sebagai lahan
praktek, anamnesa, observasi dan pemeriksaan fisik, juga studi dokumentasi
dengan melihat catatan medik klien, dan studi literatur dengan menggunakan
buku-buku sumber sebagai bahan acuan praktek.
2
F. Sistematika Penulisan
Bab Satu membahas pendahuluan yang mengemukakan tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika
penulisan. Bab Dua membahas tinjauan teoritis mencakup konsep dasar
penyakit, etiologi, penatalaksanaan, patologi, pengobatan dan penatalaksanaan
asuhan keperawatan. Bab Tiga menguraikan proses keperawatan dari
pengkajian, diagnosa, rencana keperawatan, pelaksanaan tindakan, evaluasi
dan catatan perkembangan. Bab Empat membahas penutup yang terdiri dari
kesimpulan dan saran.
3
II KERANGKA TEORI
DEFINISI
Hiperbilirubinemia merupakan keadaan di mana kadar bilirubin total
mencapai 12 mg/dl atau lebih pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi
kurang bulan kadarnya lebih dari 10 mg/dl.
Berdasarkan penelitian dan pengamatan di RSCM Jakarta (Monintja dkk,
1981), suatu keadaan dianggap hiperbilirubinemia bila ditemukan:
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G6PD dan sepsis)
e. Ikterus yang disertai keadaan berikut:
o berat lahir kurang dari 2000 gram
o masa gestasi kurang dari 36 minggu
o asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan nafas
o infeksi
o trauma lahir pada kepala
o hipoglikemia, hiperkarbia
o hiperosmolaritas darah
ETIOLOGI
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan
seperti:
a. Produksi yang berlebihan
Keadaan ini ditemukan pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, ABO, defisiensi G6PD, piruvat kinase, memendeknya umur
eritrosit, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, terdapatnya peningkatan
siklus enterohepatis, perdarahan tertutup, dan sepsis.
4
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler Najjar), defisiensi
protein-Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel
hepar atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain,
misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mulai melekat ke
sel otak.
d. Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi
dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab
lain.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut
kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan
pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan
neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila
pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
5
hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau
infeksi.
Berikut adalah algoritme yang kini digunakan untuk menentukan etiologi dari
hiperbilirubin:
6
Sumber: Manual of Neonatal Care
7
MEASURE BILIRUBIN
BILIRUBIN ≥ 12 MG/DL& INFANT < 24 HOURS
OLD
BILIRUBIN < 12 MG/DL& INFANT > 24 HOURS
OLD
FOLLOW BILLIRUBINCOOMBS TEST
POSITIVE COOMBS NEGATIVE COOMBS
IDENTIFY ANTIBODY:RH, ABO, KELL,ETC DIRECT BILIRUBIN
DIRECT BILIRUBIN >2; CONSIDER:
HEPATITIS, INTRAUTERINE, VIRAL OR TOXOPLASMIC INFECTION, BILIARY OBSTRUCTION, SEPSIS, GALACTOSEMIA, α-1-NTITRPSIN DEFICIENCY, CYSTIC FIBROSIS, TYROSINOSIS, CHOLESTASIS, HYPERALIMENTATION?,SYPHILLIS, HAEMOCHROMATOSIS
DIRECT BILIRUBIN < 2
HEMATOCRITE
HIGH (POLYCYTHEMIA)
NORMAL OR LOW
RBC MORPHOLOGYRETICULOCYTE
COUNT
ABNORMAL:SFEROSITOSIS, ELIPTOSITOSIS, STOMATOCYTOSIS, PYKNOCITOSIS, ABO INCOMP, RCE DEF, α THAL, DRUGS, DIC
NORMAL:ENCLOSED HAEMORHG, INCREASED CIRC. HEAPTIC, BREAST MILK, HYPOTHIRODISM, CRIGGLER-NAJJAR, RDS, ASPHYXIA, INFANT OF DIAB MOTHER,INF, GILBERT’S, DRUGS, GALACTOSEMIA
CLINICAL JAUNDICE
PATOFISIOLOGI
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada
neonatus. Perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada janin dan
neonatus. Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan
dari tubuh. Metabolisme bilirubin mempunyai beberapa tingkatan sebagai
berikut:
1. Produksi
Sebagian besar bilirubin berasal dari degradasi hemoglobin darah pada
sistim retikuloendotelial (RES) dan sebagian lagi dari heme bebas atau
proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai
dengan proses oksidasi oleh microsomal enzyme heme oxygenase yang
menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Reaksi ini melepaskan
karbonmonoksida (yang dilepaskan melalui paru-paru) dan zat besi (yang
dipakai kembali). Biliverdin inilah yang mengalami reduksi oleh enzim bilirubin
reduktase dan menjadi bilirubin bebas. Katabolisme 1 molekul hemoglobin
menghasilkan sebuah molekul CO dan bilirubin. Bilirubin bebas ini disebut
bilirubin indirek yang sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak karena
mempunyai sifat lipofilik yang sulit dieksresi dan mudah melalui membran
biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin ini disebut indirek
karena bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi Hymans van
den Bergh).
2. Transportasi
Bilirubin indirek ini diikat oleh albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar
terjadi mekanisme ambilan sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran
sel hati dan masuk ke dalam sel hati sementara albumin tidak. Beberapa obat
yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin yang dapat
meningkatkan toksisitas bilirubin: sulfonamid, moxalatam, aspirin, apazone,
tolbutamid, fucidic acid, pemberian infus ampicillin cepat, pemberian albumin
preservatif yang cepat, asam lemak bebas rantai pendek. Segera setelah ada
dalam sel hati, bilirubin akan terikat terutama pada ligandin (protein-Y,
8
protein-Z, glutation) yang dibawa ke dalam retikulum endoplasma hati, tempat
terjadinya konjugasi. Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin
sedangkan albumin tidak.Proses ini merupakan proses 2 arah.
3. Konjugasi
Dalam sel hepar, bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin direk oleh
enzim glukoronil transferase. Bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada
kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal
4. Ekskresi
Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus
hepatikus ke dalam usus dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar
dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorpsi kembali
oleh mukosa usus dan terbentuklah siklus enterohepatis. Pada neonatus
karena aktifitas enzim β glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak
yang tidak diubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisis menjadi
bilirubin indirek meningkat dan terabsorpsi sehingga sirkulasi enterohepatis
pun meningkat.
9
JENIS HIPERBILIRUBINEMIA
Ada 2 jenis hiperbilirubinemia pada neonatus yaitu:
1. Hiperbilirubinemia fisiologis
Pada neonatus ditemukan kadar serum bilirubin indirek lebih dari 2 mg/dl
pada minggu pertama dan mencapai puncaknya pada hari ketiga (6-8 mg/dl).
Kenaikan mencapai 12 mg/dl adalah hal yang fisiologis. Pada neonatus
kurang bulan, kenaikan bilirubin 10-12 mg/dl pada hari kelima setelah
kelahiran dapat mencapai 15 mg/dl tanpa ada kelainan metabolisme bilirubin.
Bilirubin kurang dari 2 mg/dl tidak terlihat sampai usia 1 bulan baik pada
neonatus cukup bulan dan kurang bulan. Hiperbilirubinemia fisiologis ini
ditemukan pada keadaan:
peningkatan produksi bilirubin
peningkatan sirkulasi enterohepatik yang disebabkan meningkatnya
kadar β-glukoronidase dalam usus dan menurunnya flora normal pada
usus
gangguan uptake
gangguan konjugasi
penurunan eksresi bilirubin
2. Hiperbilirubinemia nonfisiologis
Hiperbilirubinemia nonfisiologis tidak mudah dibedakan dengan
hiperbilirubinemia fisiologis. Keadaan ini ditemukan:
a. Keadaan umum seperti onset ikterus sebelum usia 24 jam, peningkatan
serum bilirubin lebih 0,5 mg/dl/jam, ikterus yang menetap selama 8 hari
pada neonatus cukup bulan atau menetap selama 14 hari pada neonatus
kurang bulan.
b. Riwayat:
Ikterus dalam keluarga, anemia, splenektomi, penyakit kantung
empedu
10
Galaktosemia, defisiensi α-1-antitripsin, tirosinosis, Gilbert’s disease,
Criggler-Najjar syndrome,
Etnik dan geografi: Asia Timur, Yunani, Indian Amerika memiliki
pengaruh genetik terhadap hiperbilirubinemia
Keluarga dengan riwayat ikterus atau anemia dengan inkompatibilitas,
breast-milk jaundice atau Lucey Driscoll syndrome
Penyakit kehamilan seperti infeksi TORCH kongenital dan ibu yang
diabetik
Obat-obat yang dipakai selama masa kehamilan: sulfonamid,
nitrofurantoin dan anti malaria (menyebabkan hemolisis pada neonatus
dengan defisiensi G6PD)
Asfiksia pada masa kelahiran
Pemberian ASI
o Breast-milk jaundice
o Breastfeeding jaundice
DIAGNOSIS
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal
ini anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar
atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian. Ikterus dapat diperiksa dengan menekan kulit dengan
menggerakkan jari ke arah cephalocaudal untuk memeriksa kulit dan jaringan
subcutan. Selain kuning, penderita sering memperlihatkan gejala lain seperti
tampak lemah dan nafsu minum berkurang.
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam
diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus
mempunyai kaitan yang erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
11
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan bilirubin direk dan indirek berkala
b. Penentuan golongan darah ibu dan bayi serta skrining darah bayi untuk
antibodi. Pemeriksaan golongan darah ini rutin dilakukan pada ibu dengan
golongan darah O rhesus + untuk melihat apakah ada inkompatibiliti ABO.
c. Pemeriksaan darah tepi lengkap dan hitung retikulosit untuk mengetahui
penyebab hasil tes Coombs negatif.
d. Penentuan konsentrasi hemoglobin atau hematokrit atau keduanya untuk
mendeteksi adanya polisitemia dan adanya darah yang hilang dari
perdarahan yang tersembunyi.
e. Pemeriksaan penyaring G6PD yang sangat bermanfaat terutama pada
neonatus etnik Afrika, Asia, Eropa Selatan. Mediteranian, dan Timur Tengah.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatal adalah untuk
mengendalikan kadar bilirubin serum agar tidak mencapai nilai yang dapat
menimbulkan kernikterus/ ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab
langsung ikterus.
Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan
antar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan
dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat
seperti luminal atau agar.
Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin
(plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian
kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga
dapat mengendalikan kadar bilirubin.
Terapi sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer
sejak 1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar
tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan
12
terjadinya isomerasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang
berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin
yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam
plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hati ke dalam saluran empedu.
Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya
pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus
meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus. Itulah
sebabnya terapi sinar ini secara klinis terlihat tidak bekerja efektif apabila
terdapat gangguan peristaltik seperti obstruksi usus atau bayi dengan
enteritis.
Di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM FK UI, terapi sinar dilakukan
pada semua penderita dengan kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg/dl dan
pada bayi dengan proses hemolisis yang ditandai oleh adanya ikterus pada
hari pertama kelahiran. Indikasi dilakukan terapi sinar pada neonatus:
a. bila kadar bilirubin mencapai kadar yang membahayakan dan ada
kecenderungan meningkat
b. terapi sinar profilaksis untuk neonatus BBLR. Pada neonatus dengan
penyakit hemolitik, terapi sinar dimulai ketika ditemukan kadar bilirubin
yang meningkat dan pada neonatus yang direncanakan transfusi darah
tukar.
Kontraindikasi terapi sinar adalah neonatus dengan peningkatan bilirubin
direk yang disebabkan penyakit hepar. Terapi sinar dapat menyebabkan
bronze baby syndrome. Apabila bilirubin direk dan indirek meningkat maka
transfusi darah tukar lebih aman.
Peralatan yang digunakan terdiri dari 10 buah lampu neon yang
diletakkan secara paralel dan dipasang dalam kotak yang berventilasi. Agar
bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (350-470 nanometer), lampu
diletakkan pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang
pleksigas biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak
bermanfaat untuk penyinaran.
13
Kini ada lampu biru khusus dengan panjang gelombang mencapai
425-475 nm yang sangat efisien untuk terapi sinar. Lampu putih dingin
dengan panjang gelombang 380-700 nm cukup adekuat untuk perawatan.
Terapi sinar dengan fiberoptik (selimut terapi sinar) juga dapat menurunkan
kadar bilirubin walau paparannya pada kulit terbatas.
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar
dapat seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi
sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena
cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata dan gonad bayi ditutup dengan
bahan yang dapat memantulkan cahaya. Selama penyinaran kadar bilirubin,
kadar hemoglobin bayi dipantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila
kadar bilirubin menurun kurang dari 10 mg/dl. Tercapainya kadar ini
tergantung dari tingginya kadar bilirubin saat mulainya penyinaran. Lamanya
penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan
apabila ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang
perlu diperhatikan antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit
(ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini
biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat
diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
Transfusi tukar
Bahaya hiperbilirubin adalah terjadinya ensefalopati biliaris yang dapat
menimbulkan kelainan menetap pada bayi. Kelainan ini terjadi apabila
bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Keadaan ini perlu dihindari
dan transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan
dengan cepat bilirubin indirek dalam tubuh.
Tujuan transfusi tukar, selain menurunkan kadar bilirubin indirek, juga
bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang telah terhemolisis dan membuang
antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun transfusi tukar ini sangat
14
bermanfaat, efek samping dan komplikasi yang mungkin timbul perlu
diperhatikan dan tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi.
Tindakan transfusi tukar ini dilakukan apabila dijumpai kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg/dl. Beberapa keadaan lain yang memerlukan
transfusi tukar dini bila ditemukan kadar bilirubin tali pusat lebih dari 4 mg/dl
dan kadar hemoglobin kurang dari 10 mg/dl atau apabila terdapat peninggian
bilirubin yang terlalu cepat (1mg/dl tiap jam). Pada bayi yang menderita
asfiksia, sindrom gawat napas, asidosis metabolik, tanda kelainan susunan
saraf pusat dan bayi dengan berat badan kurang dari 1500 gram perlu
dipertimbangkan untuk melakukan transfusi tukar walaupun kadar bilirubin
belum mencapai 20 mg/dl.
Dalam melakukan transfusi tukar perlu diperhatikan jenis golongan
darah yang diberikan dan cara pemberiannya. Apabila hiperbilirubinemia
yang terjadi oleh karena inkompatibilitas golongan darah Rhesus maka
transfusi tukar dilakukan dengan menggunakan golongan darah O Rhesus
negatif.
Pada inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipakai golongan
darah O Rhesus positif. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan
proses aloimunisasi, sebaiknya dipergunakan golongan darah yang sama
dengan bayi.
Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai golongan darah O
yang kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat
digunakan golongan darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah
(kurang dari 1/256).
Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-
180 ml/kgBB. Dalam melakukan transfusi tukar, tempat dan peralatan yang
diperlukan harus dipersiapkan dengan teliti. Transfusi tukar sebaiknya
dilakukan dalam ruangan yang steril dilengkapi dengan alat yang dapat
memantau tanda vital bayi dan mengatur suhu lingkungan.
Transfusi sebaiknya dilakukan melalui pembuluh darah umbilikus. Alat
yang digunakan adalah kateter tali pusat, infus 3 cabang, dan jarum spuit
15
yang dibilas dengan larutan NaCl heparin (4000 U heparin dalam 500 ml
NaCl) untuk mencegah terjadinya infeksi dan timbulnya bekuan darah.
Sebelum dilakukan transfusi tukar dilakukan pengambilan darah bayi
sebanyak 10-20 ml. Selanjutnya transfusi dilakukan dengan menyuntikkan
darah secara perlahan-lahan sebanyak darah yang dikeluarkan. Pengeluaran
dan penyuntikkan darah dilakukan secara bergantian sebanyak 10-20 ml
setiap kali dan dilakukan berulang-ulang sampai sedian darah habis.
Kemungkinan terjadinya komplikasi transfusi tukar adalah asidosis,
bradikardi, atau henti jantung. Pasca transfusi kemungkinan komplikasi yang
ditemukan hiperkalemia, hipernatremia, atau hipoglikemia dan keadaan ini
sering dijumpai pada bayi BBLR atau bayi yang sakit berat. Tindakan ini
dapat dilakukan bila bilirubin indirek pasca transfusi masih di atas 20 mg/dl.
Pemberian senyawa Sn-protoporfirin
Pemberian senyawa Sn-protoporfirin yang mencegah pembentukan
bilirubin dari senyawa heme terhadap neonatus dengan inkompatibilitas ABO
ternyata dapat menurunkan kejadian hiperbilirubin. Sn-protoporfirin
merupakan inhibitor kompetitif poten terhadap enzim heme oksigenase.
Heme oksigenase merupakan enzim katabolik yang mencegah heme menjadi
bilirubin. Pada cara konvensional sebelumnya, Sn-protoprofirin mencegah
pembentukan bilirubin dari heme, sedangkan yang sekarang dengan
mengeluarkan bilirubin yang sudah terbentuk dalam tubuh bayi.
PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa
kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan
lain-lain.
c. Pencegahan dan pengobatan hipoksia pada janin dan neonatus
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
16
e. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini
g. Pencegahan infeksi
KOMPLIKASI
Hiperbilirubinemia akan berpengaruh buruk bila bilirubin indirek telah
melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini pasien dinyatakan menderita
kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera
terlihat pada masa neonatus atau tampak setelah beberapa lama kemudian.
Pada masa neonatus gejala sangat ringan yaitu mata yang berputar, letargi, tak
mau menghisap, dan tonus otot meninggi. Selanjutnya bayi mungkin kejang
spastik, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Pada stadium lanjut ditemukan
adanya atetosis, gangguan pendengaran, dan kemungkinan retardasi mental di
kemudian hari.
17
BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI.A
DENGAN ICTERUS NEONATORUMDI RUANG NURSERY RS. ADVENT BANDUNG
I. PENGKAJIAN
A. Biodata
Nama : By. A
Tgl lahir : 10 Oktoberber 2015 (4 hari)
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak ke : Satu
Tgl masuk RS : 10 – 10 - 2015
Tgl dikaji : 14 – 10 - 2015
Diagnosa medis : Icterus neonatorum
No Reg : 34-28-41
Penanggung jawab
Nama Bapak : Tn. M
Umur : 32 thn
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
18
Pekerjaan : wiraswasta
Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Jl. Cibogo Atas, Sukajadi
Nama Ibu : Ny. D
Umur : 26 thn
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
B. Alasan Masuk Rumah Sakit
Bayi lahir di ruang bersalin RSA, bayi tampak kuning dan hasil laboratorium
menunjukkan bayi mengalami hyperbilirubinemia.
C. Keluhan Utama
Dua hari setelah lahir bayi terlihat kuning dan lemah, hingga bayi malas minum,
warna kuning terlihat jelas terutama di daerah wajah dan sklera.
D. Riwayat Penyakit
1. Riwayat Penyakit Yang Lalu
Ibu mengatakan bayinya tidak mempunyai penyakit apapun sejak dilahirkan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu mengatakan bayinya terlihat kuning dan menjadi lemah sejak usia dua
terakhir, hingga bayi tidak mau minum asi, warna kuning terlihat jelas di daerah
wajah dan sklera
19
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarga belum pernah ada yang menderita
penyakit menular baik pernafasan ataupun pencernaan, tidak ada riwayat
gangguan kardiovaskuler, tidak ada riwayat penyakit keturunan dan tidak ada
riwayat hepatitis.
F. Riwayat Kehamilan
1. Pre Natal
a. Kehamilan : merupakan kehamilan yang pertama dan sangat diharapkan.
b. Penerimaan Kehamilan : Ibu sangat senang dengan kehamilannya dan
sangat diharapkan.
c. Gizi Ibu Selama Hamil : Baik, Ibu mengatakan selama hamil selalu
mengkonsumsi makanan bergizi (sayuran, ikan, susu, buah).
d. Kesehatan Ibu Selama Hamil : Saat hamil ibu dalam keadaan baik, tidak
mengalami gangguan kesehatan.
e. Makanan Yang Dipantang : Tidak ada, kecuali makanan pedas.
f. Pertambahan BB ibu selama hamil 11,5 kg.
g. Keluhan Selama Hamil : Ibu mengeluh mual dan muntah pada trimester
pertama, pada trimester selanjutnya ibu mengeluh aktifitas terganggu
dengan perutnya yang besar.
h. Obat-obat Yang Pernah Diminum : Ibu mengkonsumsi zat besi 1x1 tab.
i. Penyakit Kehamilan : Ibu mengatakan tidak menderita penyakit apapun
selama hamil.
j. Imunisasi TFT :
20
1). TFT I pada umur kehamilan 5 bulan
2). TFT II pada umur kehamilan 6 bulan
2. Natal
a. Bayi lahir ditolong oleh dokter di RS Advent Bandung.
b. Jenis persalinan cectio caesaria.
c. Keadaan waktu bersalin : Ibu dalam keadaan sehat.
d. APGAR score : 1 menit (8), 5 menit (9).
e. BB Lahir : 2150 gr.
f. PB Lahir : 41 cm.
3. Post Natal
a. Kesehatan Ibu : Setelah melahirkan ibu tidak mengalami gangguan
kesehatan, tidak mengalami perdarahan atau komplikasi lainnya.
b. Kesehatan Bayi : Bayi lahir dengan sehat, bayi langsung menangis.
c. Nutrisi (colostrum) : Diberikan segera setelah lahir.
d. Reflek Fisiologis :
1. Moro : Ada
2. Sucking : Ada, kurang
3. Grasping : Ada
4. Rooting : Ada
5. Tonick Neck : Ada
6. Babinski : Ada
G. Data Biologis Ibu
1. Nutrisi
21
a. Makan
- Frekuensi : 3x sehari
- Jenis : Nasi, sayur, lauk, buah.
- Porsi : 1 porsi habis
- Makanan Pantangan : Tidak ada
b. Minum
- Frekuensi : 6-8 x sehari
- Jenis : Air putih dan susu
- Jumlah : 1500-2000 ml/hari
2. Istirahat Tidur
- Tidur Malam : 5-6 jam
- Tidur Siang : 1-2 jam
- Gangguan : Ada, bayi sering menangis
3. Aktifitas : Ibu Rumah Tangga
H. Data Biologis Anak
No Pola Kebiasaan Di RS1 2 3
1 Nutrisi
a. Jenis susu yang diberikan
b. Cara pemberian
c. Umur mendapat mak- anan
tambahan
d. Reaksi pada waktu
menetek
Eliminasi
ASI
Ad libitum
Belum mendapat makanan
tambahan
Tidak ada reaksi muntah dan
refleksucking baik.
22
2a. BAB
Frekuensi
Konsistensi
Warna
Bau
b. BAK
Frekuensi
Warna
Bau
1 – 2 x/hari
lembek
Kuning tengguli
Tidak berbau
10 – 11 x/hari
Jernih
Tidak berbau
3
4
5
Istirahat dan tidur
a. Tidur malam
b. Gangguan tidur
c. Tidur siang
d. Tidur dengan siapa
e. Kebiasaan sebelum tidur
Bermain dan rekreasi
Kebersihan
9-10 jam
Tidak ada
8-10 jam
Dalam inkubator
Menetek
Belum tampak
Perawat hanya menyeka bayinya
2x sehari dan mengganti
pakaian/popok setiap habis
mandi/BAB/BAK
I. Tumbuh Kembang/DDST
1. Motorik Kasar : Belum nampak
2. Motorik halus : memandang, bersuara tetapi bukan menangis
3. Perkembangan bicara dan bahasa : Belum nampak
4. Perkembangan emosi dan hubungan sosial : Belum nampak
J. Riwayat Imunisasi
23
Bayi belum mendapat imunisasi dasar maupun ulangan
K. Kepribadian dan Riwayat Sosial
Yang mengasuh/merawat anak : Ibu kandung
L. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Baik, kesadaran compos mentis
2. Antropometri :
a. BB : 2150 gr
b. TB : 41 cm
c. LK : 29 cm
d. LLA : 10 cm
e. LD : 28 cm
f. LP : 32 cm
3. Tanda Vital :
S : 36,50C N : 136 x/mnt
R : 45 x/mnt TD : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Pemeriksaan Umum
a. Kepala
Bentuk tampak simetris, rambut hitam, tidak nampak cephal haematoma,
LK 29 cm, tidak tampak hydrocephalus, fontanel belum menutup, caput
cecudanum ada.
b. Mata
- Bentuk dan gerak mata : bentuk simetris, reflek mengedip dan melirik masih
kurang.
24
- Konjunctiva : tidak anemis
- Sklera : ikterik
- Pupil : reflek cahaya baik
- Lensa : tampak bening
- Kelopak mata : tampak simetris, dapat menutup rapat, reflek mengedip ada
c. Hidung
- Mukosa : lembab, tidak tampak lesi atau massa
- Septum : simetris
- Bulu hidung : tampak distribusi merata
- Penyumbatan, perdarahan, sekret : tidak nampak
d. Mulut
- Warna : merah muda
- Lidah : tampak simetris, warna merah muda, tidak nampak lesi, massa atau
beslag
- Gigi : belum tumbuh
- Bibir : Tampak simetris, warna merah muda, tidak tampak lesi atau massa
e. Telinga
- Bentuk dan besar : tampak simetris dan proporsional
- Letak : kanan dan kiri, spina sejajar dengan ujung mata
- Daun telinga : tampak menonjol
- Tidak nampak ada benjolan massa
- Membran telinga : tampak utuh, bening/transparan
25
- Tidak tampak sekret dan tidak bau
f. Leher
- Gerakan leher : menengok ke kanan atau ke kiri, reflek tonick neck ada
- KGB / Kelenjar tiroid : tidak teraba
- Vena jugularis : tidak meningkat
- Tidak tampak oedem, massa / lesi.
g. Dada
Gerak dan bentuk simetris, tidak tampak retraksi dinding dada, tidak
tampak lesi/massa. Pola nafas teratur, bunyi nafas vesikuler, frekuensi
nafas 45 x/mnt, tidak terdengar wheezing, ronchi, krepitasi/stridor.
h. Perut
- Inspeksi : warna kulit sama dengan permukaan tubuh yang lain, tampak
ikterik, kelembaban baik, tampak cembung, simetris, tali pusat sudah lepas,
tidak tampak lesi.
- Auskultasi : bising usus 10 – 11 x/mnt
- Perkusi : bunyi perkusi pekak
- Palpasi : tidak teraba massa, hepar atau lien
i. Kulit
Tampak ikterik diseluruh tubuh terutama wajah, kelembaban baik.
j. Ekstremitas
- Atas : Gerak aktif, jumlah jari dan kuku lengkap, tidak tampak
sianosis, reflek grasping baik.
26
- Bawah : Gerak aktif, jumlah jari dan kuku lengkap, tidak tampak
sianosis, reflek babinski baik, tidak tampak lesi.
k. Genetalia dan Rectum
Tidak ada kelainan, labia mayora menutup labia minor, lubang anus ada.
M. Reaksi Hospitalisasi
Bayi tampak bergerak-gerak seperti gelisah.
N. Data Penunjang
Tanggal 10 – 10 – 2015 Nilai Normal Interpretasi
- Bilirubin Total 8,87 mg/dL 0,3-1,3 mg/dl Abnormal
- Bilirubin Direct 0,59 mg/dL 0-0,25 mg/dl Abnormal
Tanggal 14 – 10 – 2015
- Bilirubin Total 14,72 mg/dL Abnormal
- Bilirubin Direct 2,14 mg/dL Abnormal
O. Therapi
- ASI
- Fototerapi
27
II. ANALISIS DATA
No Data Kemungkinan Penyebab Masalah1 2 3 4
1.
DO :
Sklera ikterik
Wajah dan
permukaan kulit
tubuh yang lain
tampak ikterik
Bilirubin total
14,72 mg/dL
Bilirubin Direct
2,14 mg/dL
DS :
Ibu mengatakan
bahwa bayinya sejak
usia 3 hari terlihat
kuning
Fungsi hepar belum sempurna
Proses metabolisme bilirubin terganggu
Bilirubin darah meningkat
Ikterus
Gangguan Metabolisme: Pertukaran Gas
2.DO :
- Reflek sucking
kurang
- Bayi tampak malas
minum
- BB : 2150gr
menjadi 2050 gr
Bayi malas minum
Reflek sucking kurang
Nutrisi kurang
BB turun
Resiko tinggi
terjadinya
dehidrasi.
28
DS :
Ibu mengatakan bayi
nya malas minum
3Bayi mendapat
fototrapi
Fototerapi
Ultra Violet
Sel-sel berubah bentuk
Kerusakan organ penglihatan dan genetalia
Resiko tinggi
kerusakan
mata dan
genetalia
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan :
Diagnosa I : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan
bilirubin
Tujuan Keperawatan : Pertukaran gas kembali adekuat setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
a. bayi tidak sesak napas
b. Leukosit dalam batas normal.
c. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
Intervensi dan Rasional
a. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam. Rasional : Untuk mengetahui
perubahan tanda-tanda vital
29
b. Monitor kedalaman dan frekuensi pernapasan. Rasional : Untuk evaluasi
derajat distress
c. Observasi kulit dan membran mukosa. Rasional: Untuk mengetahui
sianosis perifer ( pada kuku) dan sianosis sentral ( pada sekitar bibir).
d. Atur posisi tidur semi fowler/ nyaman menurut pasien. Rasional :
Menurunkan tekanan diafragma dan melancarkan O2
e. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian O2. Rasional :
Memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi TBC. Rasional:
Mencegah perkembangbiakan dan mematikan mikrobakterium tuberkulosis.
Diagnosa II : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake cairan,
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat.
Kriteria hasil :
a. Turgor kulit baik.
b. Mukosa lembab.
c. Mata tidak cekung
d. Tidak ada penurunan urine out put ( 1-3 cc/kg/BB/jam).
e. Penurunan BB dalam batas normal.
f. Tidak ada perubahan kadar elektrolit tubuh.
Intervensi Dan Rasional
a. Pemberian cairan dan elektolit sesuai protokol. Rasional :Memenuhi
kebutuhan cairan sehingga tubuh akan terpenuhi untuk menjamin keadekuatan
30
b. Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor, membran mukosa. Rasional :
Dapat menentukan tanda-tanda dehidrasi dengan tepat.
c. Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan. Rasional :Mengetahui
keseimbangan antara masukan dan pengeluaran.
d. Monitor TTV. Rasional : Mengetahui status perkembangan pasien.
e. Kaji hasil test elektrolit. Rasional : Perpindahan cairan atau elektrolit,
penurunan fungsi ginjal dapat meluas mempengaruhi penyembuhan pasien.
31
DAFTAR PUSTAKA
Cloherty, John P. et al. Manual of Neonatal Care. Fifth edition. Lippincott
Williams and Wilkins. Philadelphia. 2004.
Hassan, Rusepno, et al (ed). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Jakarta. 1985.
Markum, AH (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Fakultas Kedokteran
UI. Jakarta. 1991.
Nelson. Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak,
Ed. 15, Vol. 1, Jakarta: EGC, 1996; 562-72
32