Post on 02-Dec-2015
LAPORAN KASUS
VERTIGO
disusun oleh:
Maghfirani 080100003
Syifa Khairunnisa Nst 080100029
Wika Lydia 080100074
Hendrik 080100097
Winny 080100190
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas
berkat-Nya sehingga laporan kasus ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang berkontribusi dalam
pembuatan laporan ini.
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah memenuhi tugas
kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu Penyakit Saraf, Rumah Sakit Haji
Adam Malik Medan. Besar harapan kami, melalui laporan kasus ini, pengetahuan
dan pemahaman kita tentang penyakit saraf yang sering menggangu aktifitas
sehari-hari, yaitu vertigo.
Kami menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu kami mohon maaf. Kami juga sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan laporan kasus selanjutnya. Terima kasih.
Medan, Juni 2012
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... iKATA PENGANTAR.................................................................................. iiDAFTAR ISI................................................................................................. iiiDAFTAR TABEL......................................................................................... ivDAFTAR GAMBAR.................................................................................... v
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ 11.1. Latar Belakang................................................................... 11.2. Tujuan................................................................................ 21.3. Manfaat.............................................................................. 2
BAB II LAPORAN KASUS..................................................................... 32.1 Anamnesis.......................................................................... 32.2. Riwayat Perjalanan Penyakit............................................. 32.3. Pemeriksaan Jasmani......................................................... 52.4. Pemeriksaan Neurologis.................................................... 72.5. Pemeriksaan Penunjang..................................................... 132.6. Kesimpulan........................................................................ 142.7. Diagnosis............................................................................ 152.8. Penatalaksanaan................................................................. 15
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 183.1. Definisi............................................................................... 183.2. Epidemiologi...................................................................... 183.3. Etiologi............................................................................... 183.4. Patogenesis dan Patofisiologi............................................. 193.5. Klasifikasi.......................................................................... 213.6. Manifestasi Klinik.............................................................. 253.7. Prosedur Diagnostik........................................................... 263.8. Diagnosis Banding............................................................. 283.9. Penatalaksanaan................................................................. 293.10. Prognosis............................................................................ 29
BAB IV DISKUSI KASUS......................................................................... 31
BAB V KESIMPULAN............................................................................ 33
BAB VI SARAN.......................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 35
3
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 3.1 Perbedaan Gejala klinis antara Vertigo Periferal dan
Vertigo Sentral............................................................................. 25
4
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Hasil CT Scan......................................................................... 13
5
BAB 1PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Vertigo merupakan salah satu dari keluhan yang paling banyak didapat
dalam bidang kedokteran, dimana mempengaruhi 20% sampai 30% dari populasi
umum.1 Vertigo merupakan suatu gejala klinis yang nonspesifik, berupa sensasi
berputar baik dirinya sendiri ataupun lingkungan sekitar, dan dapat diakibatkan
oleh banyak sistem organ. Oleh karena itu, diagnosis banding pada pasien vertigo
harus mencakup penyebab medikal, neurologik, dan otologik.2
Untuk dapat mempertahankan postur tegak kita, diperlukan kombinasi 3
sistem, yaitu visual, propioceptive, dan labirin, yang secara tidak sadar
dikoordinasikan oleh sistem saraf pusat. Gangguan pada salah satu dari 3 sistem
yang disebutkan di atas ataupun gangguan koordinasi di sistem saraf pusat, dapat
menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan.3
Vertigo sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil
(giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness) yang umumnya disebabkan
oleh gangguan pada sistem keseimbangan.4 Tidak ada definisi yang disepakati
untuk istilah vertigo, tetapi rasa subjektif akan ketidakseimbangan dapat dianggap
identik dengan vertigo sehingga definisi ini dianggap komprehensif dan tidak
mengecualikan lesi dalam sistem vestibular, yang terdiri dari labirin perifer, saraf
vestibular dan inti vestibular.3
Beberapa penelitian telah mencoba untuk menilai epidemiologi
vertigo, baik vestibular vertigo maupun non-vestibular vertigo. Insiden
keseluruhan vertigo, dan ketidakseimbangan adalah 5-10%, dan mencapai 40%
pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Insiden meningkat menjadi 25% pada
pasien dengan usia lebih tua dari 65 tahun.. Sebuah laporan pada unit gawat
darurat USA dari 1995-2004 menunjukkan bahwa vertigo memiliki angka
kejadian sebanyak 2,5%.5 Benign paroxysmal positional vertigo, Penyakit
Meniere, Neuritis vestibularis, dan Vertigo akibat obat merupakan beberapa
6
penyebab vertigo yang paling sering.4 Vertigo memberikan dampak yang cukup
berarti bagi individu dan sosial, vertigo dapat menyebabkan gangguan aktivitas
sehari-hari pada 40% individu yang terkena, cuti sakit 41% dan 19% menghindari
meninggalkan rumah.1
Berdasarkan uraian diatas, penyusunan laporan kasus ini bertujuan untuk
menjelaskan lebih dalam tentang vertigo dan ditujukan untuk dokter muda, dokter
umum, serta praktisi klinis yang membaca laporan kasus ini. Diharapkan setelah
membaca laporan kasus ini, pembaca dapat sedikit ataupun lebih banyak mengerti
tentang vertigo dan tentang tatalaksananya di rumah sakit.
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk lebih mengerti dan
memahami tentang vertigo dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Rumah Sakit Tingkat II Rumkit,
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis
dan pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umum agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai vertigo
.
7
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1. Anamnesis
Identitas Pribadi
No. Rekam Medis : 51.68.76
Nama : Legiyem
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 43 tahun
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Dusun Pelita Pegajahan Kab Serdang Bedagai
Status : Kawin
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal Masuk : 30 Mei 2012
Tanggal Keluar : 3 Juni 2012
2.2. Riwayat Perjalanan Penyakit
2.2.1. Keluhan
Keluhan Utama : Hoyong
Telaah : Hal ini dialami os sejak ± 2 minggu yang lalu
semakin lama semakin memberat dan tidak
dipengaruhi oleh perubahan posisi. Os juga
mengeluh mual dan muntah sejak ± 2 minggu yang
lalu. Hoyong bersifat terus menerus dan berkurang
apabila os menutup mata. Riwayat trauma (-).
Riwayat infeksi telinga (-). Riwayat hipertensi (-),
DM (-), penyakit jantung(-).
Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak jelas
Riwayat penggunaan obat : Tidak jelas
8
2.2.2. Anamnesa Traktus
Traktus Sirkulatorius : nyeri dada (-), hipertensi (-)
Traktus Respiratorius : tidak dijumpai gangguan, sesak (-), batuk (-)
Traktus Digestivus : tidak dijumpai kelainan, mual (-), muntah (-),
Traktus Urogenitalis : BAB dan BAK normal
Penyakit Terdahulu : tidak dijumpai
dan Kecelakaan : tidak dijumpai.
Intoksikasi dan Obat-obatan : (-)
2.2.3. Anamnesa Keluarga
Faktor Herediter : -
Faktor Familier : -
Lain-lain : -
2.2.4. Anamnesa Sosial
Kelahiran dan Pertumbuhan : lahir normal, pertumbuhan baik
Imunisasi : tidak jelas
Pekerjaan : tidak tamat SD
Perkawinan dan Anak : sudah menikah
2.3. Pemeriksaan Jasmani
2.3.1. Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah : 110/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Frekuensi Nafas : 24 x/menit
Temperatur : 36,8°C
Kulit dan Selaput Lendir : sianosis (-), efloresensi primer dan sekunder (-),
dalam batas normal
Kelenjar dan Getah Bening : tidak teraba
Persendian : dalam batas normal
9
2.3.2.Kepala dan Leher
Bentuk dan Posisi : normosefalik, bulat, dan medial
Pergerakan : bebas, dalam batas normal
Kelainan Panca Indera : tidak dijumpai
Rongga Mulut dan Gigi : dalam batas normal
Kelenjar Parotis : dalam batas normal
Desah : tidak dijumpai
Dan Lain-lain : -
2.3.3. Rongga Dada dan Abdomen
Rongga Dada Rongga Abdomen
Inspeksi : simetris fusiformis simetris
Palpasi : SF ka=ki, kesan normal soepel, H/L/R ttb
Perkusi : sonor timpani
Auskultasi : SP vesikuler, ST (-), SJ dbn Peristaltik(+) normal
2.3.4. Genitalia
Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan
2.4. Pemeriksaan Neurologis
2.4.1. Sensorium : compos mentis, GCS 15 E4M6V5
2.4.2. Kranium
Bentuk : bulat
Fontanella : tertutup
Palpasi : pulsasi a. temporalis (+), a. carotis (+), normal
Perkusi : cracked pot sign (-)
Auskultasi : desah(-)
Transilumnasi : tidak dilakukan pemeriksaan
10
2.4.3. Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)
2.4.4. Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah Proyektil : (-)
Sakit Kepala : (-)
Kejang : (-)
2.4.5. Saraf Otak/Nervus Kranialis
Nervus I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : (+) (+)
Anosmia : (-) (-)
Parosmia : (-) (-)
Hiposmia : (-) (-)
Nervus II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Visus : tdp tdp
Lapangan Pandang
Normal : (+) (+)
Menyempit : (-) (-)
Hemianopsia : (-) (-)
Scotoma : (-) (-)
Refleks Ancaman : (+) (+)
Fundus Okuli
Warna : tidak dilakukan pemeriksaan
Batas : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekskavasio : tidak dilakukan pemeriksaan
Arteri : tidak dilakukan pemeriksaan
Vena : tidak dilakukan pemeriksaan
11
Nervus III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Gerakan Bola Mata : (+) (+)
Nistagmus : tidak dilakukan pemeriksaan
Pupil
Lebar : Ø 3 mm Ø 3 mm
Bentuk : bulat bulat
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya tidak Langsung: (+) (+)
Rima Palpebra : 7 mm 7 mm
Deviasi Konjugate : (-) (-)
Fenomena Doll’s Eye : tdp tdp
Strabismus : (-) (-)
Ptosis : (-) (-)
Nervus V Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut : dalam batas normal dalam batas normal
Palpasi otot masseter dan temporalis : dalam batas normal dalam batas normal
Kekuatan gigitan : dalam batas normal dalam batas normal
Sensorik
Kulit : dalam batas normal dalam batas normal
Selaput lendir : dalam batas normal dalam batas normal
Refleks Kornea
Langsung : (+) (+)
Tidak Langsung : (+) (+)
Refleks Masseter : (+) (+)
Refleks bersin : (+) (+)
Nervus VII Kanan Kiri
Motorik
Mimik : Sudut mulut simetris Sudut mulut simetris
12
Kerut Kening : (+) (+)
Menutup Mata : (+) (+)
Meniup Sekuatnya : (+) (+)
Memperlihatkan Gigi : Simetris Simetris
Tertawa : Simetris Simetris
Sensorik
Pengecapan 2/3 Depan Lidah : (+) (+)
Produksi Kelenjar Ludah : (+) (+)
Hiperakusis : (-) (-)
Refleks Stapedial : (+) (+)
Nervus VIII Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran : (+) (+)
Test Rinne : tidak dilakukan pemeriksaan
Test Weber : tidak dilakukan pemeriksaan
Test Schwabach : tidak dilakukan pemeriksaan
Vestibularis
Nistagmus : sulit dinilai
Reaksi Kalori : tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo : (+) (+)
Tinnitus : (-) (-)
Nervus IX, X
Pallatum Mole : dalam batas normal
Uvula : medial
Disfagia : (-)
Disartria : (-)
Disfonia : (-)
Refleks Muntah : (+)
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : (+)
13
Nervus XI Kanan Kiri
Mengangkat Bahu : (+) (+)
Fungsi Otot Sternocleidomastoideus : (+) (+)
Nervus XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : medial
24.6. Sistem Motorik
Trofi : eutrofi
Tonus Otot : normotoni
Kekuatan Otot : ESD : 55555/55555 ESS: 55555/55555
EID : 55555/55555 EIS : 55555/55555
Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring): tdp-tdp-baik
Gerakan Spontan Abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetotis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Dan Lain-lain : (-)
14
2.4.7. Tes Sensibilitas
Eksteroseptif : dalam batas normal
Proprioseptif : dalam batas normal
Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas
Stereognosis : (+)
Pengenalan Dua Titik : (+)
Grafestesia : (+)
2.4.8. Refleks Kanan Kiri
Refleks Fisiologis
Biceps : (+) (+)
Triceps : (+) (+)
Radioperiost : (+) (+)
APR : (+) (+)
KPR : (+) (+)
Strumple : (+) (+)
Refleks Patologis
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Kaki : (-) (-)
Refleks Primitif : (-) (-)
2.4.9. Koordinasi
Lenggang : sulit dinilai
Bicara : (+)
Menulis : sulit dinilai
15
Percobaan Apraksia : dalam batas normal
Mimik : sudut mulut simetris
Test Telunjuk-Telunjuk : (-)
Test Telunjuk-Hidung : (-)
Diadokhokinesia : (-)
Test Tumit-Lutut : (-)
Test Romberg : (+)
2.4.10. Vegetatif
Vasomotorik : dalam batas normal
Sudomotorik : tidak dilakukan pemeriksaan
Pilo-Erektor : dalam batas normal
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
Potens dan Libido : tidak dilakukan pemeriksaan
2.4.11. Vertebra
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : dalam batas normal
Pinggang : sulit dilakukan penilaian
2.4.12. Tanda Perangsangan Radikuler
Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Test Lhermitte : (-)
Test Naffziger : (-)
16
2.4.13. Gejala-Gejala Serebelar
Ataksia : (+)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : sulit dinilai
Fenomena Rebound : (-)
Vertigo : (+)
Dan Lain-lain : (-)
2.4.14. Gejala-Gejala Ekstrapiramidal
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan Lain-lain : (-)
2.4.15. Fungsi Luhur
Kesadaran Kualitatif : compos mentis
Ingatan Baru : dbn
Ingatan Lama : dbn
Orientasi
Diri : dbn
Tempat : dbn
Waktu : dbn
Situasi : dbn
Intelegensia : dbn
Daya Pertimbangan : dbn
Reaksi Emosi : dbn
Afasia
Ekspresif : (-)
Represif : (-)
Apraksia : (-)
Agnosia
17
Agnosia visual : (-)
Agnosia Jari-jari : (-)
Akalkulia : (-)
Disorientasi Kanan-Kiri : (-)
2.5. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 30 Mei 2012Jenis
PemeriksaanSatuan Hasil Nilai Normal
HematologiHemoglobin g/dl 12,2 13-18Eritrosit 103/mm3 6,38 4000-11.000Trombosit 103/mm3 240 150.000-450.000Kimia KlinikFaal Hati
AST/SGOT U/L 48 < 32ALT/SGPT U/L 41 < 31
KarbohidratGlukosa darah (puasa)
mg/dL 102,5 <200
GinjalUreum mg/dL 28,6 <50Kreatinin mg/dL 0,68 0,5-0,9Urea Acid mg/dL 2,9 <5,7
Elektrolit
Natrium (Na) mEq/l 136 135-155Kalium(K) mEq/l 4,0 3,6-5,5Klorida (Cl) mEq/l 107 96-106
Hasil head CT Scan dengan kontras 26 Mei 2012
Kesan:SOL di cerebellum kiri, susp astrocytoma + hydrocephalus
18
Gambar 2.1. Hasil Head CT-Scan
2.6. Kesimpulan
Keluhan Utama : Hoyong
Telaah : Hal ini dialami os sejak ± 2 minggu yang lalu
semakin lama semakin memberat dan tidak
dipengaruhi oleh perubahan posisi. Os juga
mengeluh mual dan muntah sejak ± 2 minggu yang
lalu. Hoyong bersifat terus menerus dan berkurang
apabila os menutup mata. Riwayat trauma (-).
Riwayat infeksi telinga (-). Riwayat hipertensi (-),
DM (-), penyakit jantung(-).
Riwayat penyakit terdahulu : Tidak jelas
Riwayat penggunaan obat : Tidak jelas
Status Presens
Sens : kompos mentis
Tekanan Darah : 110/90 mmHg
Nadi : 88x/menit
Frekuensi Nafas : 24x/menit
Temperatur : 36,8 °C
Nervus Kranialis
N. I : normosmia
N. II,III : refleks cahaya +/+, pupil isokor Ø=3mm
N. III,IV,VI : gerakan bola mata (+)
N. V : buka tutup mulut (+)
N. VII : sudut mulut simetris
N. VIII : pendengaran (+)
N. IX, X : uvula medial
N. XI : angkat bahu (+)
N. XII : lidah medial
19
STATUS NEUROLOGIS
Sensorium : compos mentis
Peningkatan TIK : Sakit kepala (-)
Muntah proyektil (-)
Kejang (-)
Rangsang Meningeal : (-)
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
B/T : +/+ +/+
APR/KPR : +/+ +/+
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : -/- -/-
Babinski : - -
Kekuatan Motorik : ESD : 55555/55555 ESS: 55555/55555
EID : 55555/55555 EIS : 55555/55555
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium : dalam batas normal
2.7. Diagnosis
DIAGNOSIS FUNGSIONAL : Vertigo sentral
DIAGNOSIS ETIOLOGIK : SOL intracranial
DIAGNOSIS ANATOMIK : cerebellum
DIAGNOSIS BANDING :
DIAGNOSIS KERJA :Vertigo Sentral ec SOL intracranial
+Hydrocephalus
2.8. Penatalaksanaan
2.8.1. Penatalaksanaan Awal
- IVFD R Sol 20 gtt/i
20
- Inj Dexamethasone 2 amp bolus- Inj Ranitidine 1amp/12 jam- Betahistine mesilet tab3x1- Vit B comp 3x1- Fluranizin 1x10 mg mlm
2.8.2. Follow-up Pasien
HasilFollow-up
30 Mei 2012 31 Mei 2012 1 Juni 2012
Keluhan utama
Hoyong Hoyong Hoyong
Keluhan tambahan
Mual Muntah Mual muntah Mual muntah
Status presens
Sens:composmentisTD : 140/80mmHgHR : 82 x/iRR : 22 x/iT : 36,7 °C
Sens : compos mentisTD : 140/80 mmHgHR : 82x/iRR : 22 x/iT : 36,7 °C
Sens : compos mentisTD : 100/70 mmHgHR : 82 x/iRR : 20 x/iT : 36,7 °C
Diagnosis Vertigo Sentral Vertigo Sentral Vertigo Sentral Terapi - IVFD R Sol 20
gtt/i- Inj
Dexamethasone 2 amp bolus
- Inj Ranitidine 1amp/12 jam
- Betahistine mesilet tab3x1
- Vit B comp 3x1- Fluranizin 1x10
mg mlm
- IVFD R Sol 20 gtt/i
- Inj Dexamethasone 2 amp bolus
- Inj Ranitidine 1amp/12 jam
- Betahistine mesilet tab3x1
- Vit B comp 3x1- Fluranizin 1x10 mg
mlm
- IVFD R Sol 20 gtt/i
- Inj Dexamethasone 2 amp bolus
- Inj Ranitidine 1amp/12 jam
- Betahistine mesilet tab3x1
- Vit B comp 3x1- Fluranizin 1x10 mg
mlm- PCT 3x500
Hasil Follow-up
2 Juni 2012
Keluhan utama
Hoyong
Keluhan Mualmuntah
21
tambahanStatus presens
Sens : compos mentisTD : 140/80 mmHgRR : 20 x/iHR : 76 x/iT : 36,8 °C
Diagnosis Vertigo SentralTerapi - IVFD R Sol 20
gtt/i- Inj
Dexamethasone 2 amp bolus
- Inj Ranitidine 1amp/12 jam
- Betahistine mesilet tab3x1
- Vit B comp 3x1- Fluranizin 1x10
mg mlm- PCT 3x500
22
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti
rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya
terasa berputar (vertigo objektif) atau badan yang berputar (vertigo subjektif).
Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere”= memutar. Vertigo termasuk kedalam
gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyangan,
rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik. Vertigo yang paling
sering ditemukan adalah Benign paroxysmal positional Vertigo (BBPV). Menurut
penelitian pasien yang datang dengan keluhan pusing berputar/vertigo, sebanyak
20 % ialah BPPV, walaupun begitu BPPV sering disalah diagnosakan sebab
BPPV biasanya tidak berdiri sendiri tetapi diikuti oleh penyakit lainnya seperti
telinga atau mulut.6
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau
seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya
disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung
hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari.
Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus
berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.6
3.2. Epidemiologi
Insiden keseluruhan vertigo, dan ketidakseimbangan adalah 5-10%, dan
mencapai 40% pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Insiden meningkat
menjadi 25% pada pasien dengan usia lebih tua dari 65 tahun.. Sebuah laporan
pada unit gawat darurat USA dari 1995-2004 menunjukkan bahwa vertigo
memiliki angka kejadian sebanyak 2,5%.5
3.3. Etiologi
1. Keadaan lingkungan6
23
Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan6
Alkohol
Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi
Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena
berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri
vertebral dan arteri basiler.6
4. Kelainan di telinga6
Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam
telinga bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional
vertigo).
Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri
Herpes zoster
Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
Peradangan saraf vestibuler
Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis6
Sklerosis multiple
Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin,
persarafannya atau keduanya
Tumor otak
Tumor yang menekan saraf vestibularis
3.4. Patogenesis dan Patofisiologi
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan
tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya
dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang
berusaha menerangkan kejadian tersebut :4
a) Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
24
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemis kanalis semi sirkularis sehingga fungsinya
terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.4
b) Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal
dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum
dan proprioseptik, atau ketidak-seimbangan/asimetri masukan sensorik
dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan
kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat
berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan
(gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang
berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan,
teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai
penyebab.4
c) Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori
ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu;
sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai
dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan
saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-
ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur angsur tidak
lagi timbul gejala.4
d) Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga
usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistem
simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai
berperan.4
e) Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin, teori dopamine, dan terori serotonin yang
masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
25
mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala
vertigo.4
f) Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan
stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor);
peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat
di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang
menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat
dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.4
3.5. Klasifikasi
Berdasarkan gejala klinis yang menonjol, vertigo dapat dibagi atas vertigo
paroksismal, vertigo kronis, vertigo serangan mendadak/akut berangsur
berkurang. Sedangkan guna kepentingan praktis, vertigo terdiri atas vertigo
berhubungan dengan gangguan telinga, vertigo berhubungan dengan susunan
saraf pusat, vertigo berhubungan dengan gangguan psikiatrik, dan vertigo dengan
penyebab tak jelas. Berdasarkan lokasinya vertigo terbagi atas perifer dan sentral
yang secara umum dapat dibedakan dari riwayat penyakit. Vertigo perifer
melibatkan baik bagian akhir vestibula (kanalis semi sirkularis) atau neuron
perifer termasuk nervus VIII pars vestibula. Vertigo sentral dihasilkan dari
kelainan yang terjadi pada batang otak (nucleus vestibularis, fasikulus
longitudinalis medialis), serebellum (lobus flokulonodularis atau traktus
vestibuloserebellaris) dan korteks lobus temporalis.7
1. Vertigo Perifer
Terdapat tiga jenis vertigo perifer yang paling sering dialami yaitu BPPV,
vestibularis neuritis dan penyakit Meniere.7
26
a. Benign Paroxysmal Posisitioning Vertigo (BPPV)
BPPV merupakan satu dari penyebab yang terbanyak vertigo dan yang
paling mudah diobati. Keluhan vertigo yang berakhir kurang dari 1 menit,
biasanya terjadi pada pagi hari saat bangun atau kepala berpaling di tempat
tidur. Mekanisme patofisiloginya dipercaya akibat debris di kanalis semi
sirkularis (63,6% di posterior) atau di kupula. Sering disertai gejala mual,
muntah, dan nistagmus perifer. Konfirmasi diagnosis dengan adanya gejala
dan tanda karakteristik selama dilakukan tes Dix-Hallpike. Gordon dkk
melaporkan adanya kasus BPPV atipikal, dimana pasien mengeluh mirip ‘III
define’ berupa rasa mau jatuh, rasa berat, rasa menekan, membakar atau
tingling di dalam kepala. Juga adanya sifat paroksismal dan pencetus
posisional sentral yang disebabkan kelainan di batang otak, atau serebelum,
dimana dengan tanda khas nistagmus vertical yang tak membaik dengan
pengulangan posisi.7
b. Vestibular neuritis
Vertigo rotasional yang berat dengan onset akut, disertai nistagmus
spontanm ketidakstabilan postur, dan nausea tanpa diikuti disfungsi auditorik.
Gejala biasanya mencapai puncak dalam 24 jam, membaik setelah beberapa
hari minggu. Meski kerusakan berupa hilangnya fungsi vestibular unilateral
permanen, tetap terjadi perbaikan dengan adanya kompensasi otak. Vestibular
neuritis dianggap sebagai akibat virus, meski sulit untuk membuktikan.7
c. Penyakit Meniere
Serangan yang khas diawali dengan rasa penuh di telinga, penurunan daya
pendengaran serta tinnitus, sebelum muncul vertigo rotasional. Disertai
keluhan ketidakstabilan postur, nistagmus, dan mual selama beberapa menit-
beberapa jam. Penyakit Meniere disebabkan oleh hidrops endolimfatik yang
berakhir dengan generasi sel-sel rambut pada koklea dan neuro epitel di
kanalis semi sirkularis. Sering terjadi pada usia 30-50 tahun. Penyebab vertigo
perifer lainnya yang juga muncul yaitu fistel perilymph, labirintitis, obat
ototoksis, trauma kapitis dan neuroma akustikus.7
d. Neuroma Akustikus
27
Neuroma akustikus (schwanoma) merupakan tumor infratentorial yang
lain, biasanya mengenai usia 40-50 tahun dan lebih sering pada wanita. Tumor
ini tumbuh dari pars vestibularis nervus VIII di kanalis auditorius internus,
dengan gejala awal berupa kehilangan pendengaran unilateral. Pada tahap
berikutnya akan timbul vertigo, nistagmus, dan gangguan keseimbangan.
Dengan bertambahnya ukuran tumor akan menyebabkan kompresi struktur
batang otak yang berfungsi dalam kompensasi kerusakan saraf perifer yang
progresif.7
e. Labirintis
Pada viral labirintis hamper sama dengan vestibular neuritis, tetapi pada
penyakit ini lebih dari 50% penderita menunjukkan gangguan pendengaran.
Sering muncul 10-14 hari setelah penyakit morbilli, parotitis, varicella, herpes.
Selain itu labirintitis juga dapat sebagai komplikasi dari otitis media kronik
atau mastoiditis, juga operasi telinga tengah. Semua bentuk labirintitis ini
dapat menimpulkan gejala vertigo dan gangguan pendengaran.7
2. Vertigo Sentral
Pada sebagian besar kasus sindroma vertigo sentral disebabkan disfungsi
dari induksi suatu lesi, tapi sebagian kecil disebabkan proses patologis dari
berbagai struktur mulai dari nukleus sampai kortek vestibularis. Beberapa
penyakit yang dapat menimbulkan vertigo sentral adalah:7
a) Vaskular
Insufisiensi Vertebrobasilar
Insufisiensi vertebrobasilar merupakan penyebab penting dari vertigo
dan disekuilibrium pada orang lanjut, karena memberi kontribusi baik
komponen perifer maupun sentral dari system vestibuler. Biasanya
dihasilkan dari atherosclerosis dengan insufisiensi sirkulasi kolateral.
Juga dapat terjadi akibat penekanan pada arteri vertebralis oleh
spondilosis servikalis, hipotensi postural atau oleh subclavian steal
syndrome.7
Infark Sistem Vertebrobasilar
28
Aterosklerosis disebut sebagai lesi yang paling banyak didaptkan. Lesi
pada sistem vertebrobasillar tersebut sebagian besar berlokasi di
pangkal a. vertebralis, a. vertebralis intracranial, bagian proksimal dan
medial a.basilar, bagian proksimal a. serebri posterior.7
Infark Serebelum
Infark akut serebellar dapat muncul dalam bentuk vertigo, muntah dan
ataksia. Karena tanda tipikal gangguan lateral batang otak tidak
tampak, kesalahan mendiagnosis sebagai kelainan akut labirin dapat
terjadi. Kunci untuk membedakan adalah pada kelaianan serebellar
dijumpai ataksia yang berat dan nistagmus yang berubah arahnya
sesuai perubahan lirikan mata.7
Perdarahan Serebellum
Perdarahan serebellum biasanya terjadi pada satu hemisfer (umumnya
pada regio nukleus dentate) yang berkembang dalam beberaoa jam,
jarang disertai penurunan kesadaran.7
Migren Vertebrobasilar
Serangan migren basilar terjadi secara tiba-tiba dan predominan pada
gadis remaja. Vertigo, nistagmus dan ataksia merupakan kunci gejala
dari aura yang berakhir beberapa menit hingga 1 jam dan sering
berkombinasi dengan gejala territorial dari a. basilar dan a. serebri
posterior, yaitu: disartria, parestesi ekstremitas bawah, serangan jatuh,
dan scotoma atau halusinasi visual. Nyeri kepala yang terjadi
kemudian predominansi di oksipital. Serangan vertigo dihubungkan
dengan terjadinya iskemi labirin atau traktus vestibularis di batang
otak, akibat instabilitas vasomotor dan gangguan metabolism primer
serotonin.7
b) Epilepsi
Epilepsi vestibuler yang disebabkan baik oleh lesi fokal di lobus
temporalis girus superior (korteks primer keseimbangan) atau korteks
asosiasi parietal, yang menerima proyeksi vestibular bilateral dari
29
thalamus ipsilateral, akan membangkitkan serangan dengan gejala
dilukiskan sebagai perasaan melayang/berputar seperti mau jatuh.7
c) Tumor
Tumor ventrikel IV, tumor serebellum, tumor serebri.7
d) Trauma
Traumatik vertigo merupakan sekuele yang paling sering setelah
mengalami trauma kepala dan leher serta barotrauma.7
e) Multiple Sclerosis
Penyakit inflamasi dan demielinisasi dengan lesi multiple pada substansia
alba system saraf pusat yang banyak ditemukan pada usia muda.7
3.6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis antara vertigo sentral dan vertigo periferal dapat berbeda
oleh karena gangguan yang terjadi pada sistem yang berbeda dari pengaturan
keseimbangan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1. Perbedaan Gejala klinis antara Vertigo Periferal dan Vertigo
Sentral6
No Vertigo Periferal (Vestibulogenik) Vertigo Sentral (Non-Vestibuler)
1 Pandangan gelap Penglihatan ganda
2 Rasa lelah dan stamina menurun Sukar menurun
3 Jantung berdebar Kelumpuhan otot-otot wajah
4 Hilang keseimbangan Sakit kepala yang parah
5 Tidak mampu berkonsentrasi Kesadaran Terganggu
6 Perasaan seperti mabuk Tidak mampu berkata-kata
7 Otot terasa sakit Hilangnya koordinasi
8 Mual dan muntah-muntah Mual dan muntah-muntah
9 Memori dan daya pikir menurun Tubuh terasa lemah
30
10 Sensitif pada cahaya terang dan suara
11 Berkeringat
3.7. Prosedur Diagnostik
1) Anamnesis4
Bentuk vertigo: melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, rasa naik
perahu, dan sebagainya.
Keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala
dan tubuh, keletihan, ketegangan,
Waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksimal, kronik, progresif atau membaik.
Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya
menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis.
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat,
antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan
adanya penyakit sistemik seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi,
hipotensi, penyakit paru, trauma akustik.
2) Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan
darah diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri; bising karotis,
irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.4
3) Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:
Fungsi vestibular/serebelar
a. Uji Romberg: penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan,
mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan
31
pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa
penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan
bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler
hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka
badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler
badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.4
b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki
kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti
berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan
menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan
cenderung jatuh.4
c. Uji Unterberger: berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke
depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi
mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi
penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan
seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah
lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi
lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus
dengan fase lambat ke arah lesi.4
d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany): dengan jari telunjuk
ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat
lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh
telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang
dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan
terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.4
e. Uji Babinsky-Weil: pasien dengan mata tertutup berulang kali
berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang
32
seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral,
pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.4
Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli
konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli,
dan Schwabach memendek.4
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness
Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.4
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus,
okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi
menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik
(hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara berjalan).4
4) Pemeriksaan Penunjang4
Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan
lain sesuai indikasi.
Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
Neurofisiologi: Elektroensefalografi (EEG),Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).
Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging
(MRI).
3.8. Diagnosa Banding8
Anemia Akut
Anemia Kronik
Anxiety
Benign Positional Vertigo
33
Encephalitis
Headache, Migraine
Herpes Simplex
Herpes Simplex Encephalitis
Labyrinthitis
Mastoiditis
Meniere Disease
Meningitis
Multiple Sclerosis
Brain Neoplasma
Stroke Hemoragik
Stroke Iskemik
Subarachnoid Hemoragik
Subdural Hematoma
Vestibular Neuronitis
3.9. Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada penyebabnya. Obat untuk mengurangi vertigo
yang ringan adalah meklizin, dimenhidrinat, perfenazin dan skopolamin.
Skopolamin terutama berfungsi untuk mencegah motion sickness, yang terdapat
dalam bentuk plester kulit dengan lama kerja selama beberapa hari. Semua obat
diatas bisa menyebabkan ngantuk, terutama pada usia lanjut. Skopolamin dalam
bentuk plester kulit memiliki efek mengantuk yang paling efektif.6
3.10. Prognosis
Kelainan ini dapat mempengaruhi semua usia, namun proses degeneratif
yang berhubungan dengan usia, seperti kerusakan pembuluh darah dapat
memberikan efek yang negatif pada aspek klinis tertentu dari gangguan ini,
terutama waktu penyembuhan, fase aktif, maupun jumlah kejadian relaps.9
34
BAB 4
DISKUSI KASUS
35
Pada kasus ini, pasien didiagnosa mengalami vertigo sentral. Hal ini
ditegakkan pada pasien ini dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dimana
ditemukan:
1. Hoyong yang semakin lama semakin memberat
2. Bersifat terus menerus dan tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi
3. Mual dan muntah dijumpai
TEORI KASUS
KLASIFIKASI
Menurut teori, vertigo dibagi menjadi vertigo perifer dan sentral berdasarkan dari lokasinya. Vertigo perifer melibatkan baik bagian akhir vestibula atau neuron perifer termasuk nervus VIII pars vestibula. Vertigo sentral dihasilkan dari kelainan yang terjadi pada batang otak, serebellum, dan korteks lobus temporalis
Gangguan pada pasien ini berada pada daerah cerebellum, oleh sebab itu os di diagnosa sebagai vertigo sentral
DIAGNOSIS
Berdasarkan teori, untuk mendiagnosa vertigo diperlukan anamnesa yang menyeluruh, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis untuk menentukan apakah ada gangguan pada sistem keseimbangan pasien,
Pada kasus, berdasarkan anamnesa, ditemukan bahwa pasien mengalami gangguan keseimbangan berupa hoyong dan juga pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis yang mendukung.
Pemeriksaan penunjang lainnya, seperti pemeriksaan darah dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa banding. Selain itu, pemeriksaan Computed Tomography-Scan(CT Scan) atau pencitraan lainnya dapat dilakukan jika dicurigai ada lesi di daerah sentral
Pada kasus, telah dilakukan pemeriksaandarah rutin dan beberapa pemeriksaan darah lainnya yang dibutuhkan. Tidak dijumpai adanya kelainan pada pemeriksaan yang dilakukan namun berdasarkan dari hasil CT-Scan dengan kontras yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit, ditemukan adanya gambaran SOL pada cerebellum kiri dengan susp astrocytoma+hydrocephalus
Berdasarkan teori, dokter juga memeriksa Pada kasus telah dilakukan pemeriksaan
36
kadar hemoglobin untuk menyingkirkan diagnosa banding seperti anemia pada pasien yang mengeluhkan pusing
hemoglobin, hasil pemeriksaan menunjukkan kadar hemoglobin sedikit lebih rendah dari batas normal yaitu 12,2 g/dL (N 13-18)
PENATALAKSANAAN
Pengobatan tergantung pada penyebabnya. Obat untuk mengurangi vertigo yang ringan adalah meklizin, dimenhidrinat, perfenazin dan skopolamin. Sedangkan untuk mengurangi gejala vertigo sentral dapat digunakan antihistamin dan benzodiazepin
Dalam kasus ini pasien diresepkan betahistine mesilet yang merupakan analog histamin. Obat ini mampu memperlancar mikrosirkulasi kapiler sehingga dapat meredakan tekanan dalam telinga tengah juga merelaksasi otot polos.
37
BAB 5
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologi serta
pemeriksaan penunjang, os didiagnosa dengan vertigo sentral ec SOL intrakranial.
Pada kasus ini, pasien mengalami hoyong selama 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Hal ini dirasakan semakin lama semakin memberat dan tidak dipengaruhi
oleh perubahan posisi. Os juga mengeluh mual dan muntah sejak ± 2 minggu yang
lalu. Hoyong bersifat terus menerus dan berkurang apabila os menutup mata.
Diagnosa pasien ini berasal dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan neurologis, dan hasil CT Scan dengan kontras sehingga akhirnya di
diagnosa sebagai vertigo sentral ec SOL intrakranial+hydrocephalus.
Terapi kasus ini adalah dengan pemberian obat untuk mengurangi gejala
vertigo seperti betahistine mesilet dan fluranizin. Terapi umum lainnya yang
diberikan, seperti cairan untuk memperbaiki hemodinamik pasien, ranitidine
untuk mencegah stress ulcer, dexamethasone sebagai terapi edema serebri, dan
suplemen vitamin seperti Vitamin B complex.
38
BAB 6
SARAN
Pasien ini perlu di konsul ke departemen bedah saraf untuk pertimbangan
bedah dalam pengobatan kausal dari vertigo sentral ini dan pengobatan sementara
untuk pasien tetap dilanjutkan untuk meredakan gejala vertigo sebelum
pembedahan dilaksanakan.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Lempert T. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular migraine. J
Neurol 2009; 3148:1-5
2. Furman JM. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. The New England
Journal of Medicine 1999; 341:1590-1595
3. Kerr AG. Assessement of Vertigo. Ann Acad Med Singapore 2005;
34:285-8
4. Wreksoatmodjo BR. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia
Kedokteran 2004; 144: 41-46.
5. Sammy HM. 2010. Dizziness, Vertigo, and Imbalance. Diambil dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1159385-overview [Diakses
tanggal 5 juni 2012].
6. Israr YA. 2008. Vertigo. Diambil dari:
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/vertigo_files-of
drsmed.pdf [Diakses tanggal 6 Juni 2012]
7. Bintoro AC. 2000. Kecepatan Rerata Aliran Darah Otak sistem
Vertebrobasilar pada Pasien Vertigo Sentral. Diambil dari:
http://eprints.undip.ac.id/12209/1/2000FK643.pdf [Diakses tanggal 5 Juni
2012]
8. Marill KA. 2011. Central Vertigo. Diambil dari:
http://emedicine.medscape.com/article/794789-overview#showall
[Diakses tanggal 6 Juni 2012]
9. Faralli M, Ricci G, Molini E, Bressi T, Simoncelli C, Frenguelli A.
Paroxysmal Positional Vertigo: The Role of Age as A Prognostic Factor.
Acta Otorhinolaryngol Ital 2006; 26: 25-31.
40