GIMUL (PPT Jurnal ADR in Orofacial)+Cover
-
Upload
prananingrum-dwi-oktarina -
Category
Documents
-
view
183 -
download
4
description
Transcript of GIMUL (PPT Jurnal ADR in Orofacial)+Cover
BERBAGAI EFEK SAMPING OBAT DI RONGGA MULUTJurnal Reading: Adverse Drug Reactions in the Orofacial Region
BERBAGAI EFEK SAMPING OBAT DI RONGGA MULUTJurnal Reading: Adverse Drug Reactions in the Orofacial Region
Anisa Rizka 22010112210097
Annindita Kartika Febri22010112210098
Dian Putri Utami 22010112210099
Valentino Rangga 22010112210124
Sugeng Pramono 22010112210128
Pembimbing : drg. Etis Duhita R
BERBAGAI EFEK SAMPING OBAT DI RONGGA MULUT
BERBAGAI EFEK SAMPING OBAT DI RONGGA MULUT
Jurnal Reading: Adverse Drug Reactions in the Orofacial RegionJurnal Reading: Adverse Drug Reactions in the Orofacial Region
Berbagai obat kadang dapat menimbulkan banyak kejadian efek samping pada oroafasial, khususnya mulut kering, gangguan pengecapan, ulserasi mukosa oral, dan/atau pembengkakan ginggiva
Obat yang berhubungan dengan Kelainan Kelenjar Saliva
Obat yang berhubungan dengan Gangguan pengecapan
Obat Yang berhubungan dengan Gangguan Mucosa
Obat yang berhubungan dengan Pigmentasi Mukosa
Obat yang berhubungan dengan Pembengkakan
Obat yang berhubungan dengan Cheilitis
Obat yang berhubungan dengan Neuropati
Obat yang berhubungan dengan Halitosis
Obat yang berhubungan dengan Perubahan Warna Gigi
1. Obat yang berhubungan dengan Kelainan Kelenjar Saliva
Xerostomia
Pembesaran kelenjar saliva
Nyeri kelenjar saliva
Hipersalivasi
Diskolorisasi saliva
Xerostomia atau mulut keringXerostomia atau mulut kering
Variasi penyebab xerostomia• Kebiasaan merokok tembakau, penggunaan alkohol
(termasuk dalam pencuci mulut), konsumsi minuman yang mengandung kafein (kopi, beberapa minuman ringan
• Penggunaan obat-obatan merupakan penyebab tersering• Xerostomia paling banyak dikeluhkan pasien yang
mendapatkan terapi hipertensi, psikiatri, atau problem urin• Usia dan pengobatan memperlihatkan peran yang penting
terhadap seseorang dengan kejadian hiposalivasi, sedangkan jenis kelamin wanita dan faktor psikologis merupakan faktor yang penting pada individu dengan kejadian xerostomia. Insidensi xerostomia pada wanita > pria.
Xerostomia : mekanisme terjadinya xerostomia paling banyak didasari oleh penggunaan antikolinergik. M3 reseptor muskarinik (M3R) menghubungkan neurotransmitter parasimpatik kolinergik ke glandula salivarius
Xerostomia : mekanisme terjadinya xerostomia paling banyak didasari oleh penggunaan antikolinergik. M3 reseptor muskarinik (M3R) menghubungkan neurotransmitter parasimpatik kolinergik ke glandula salivarius
Antidepresan Antipsikotik Antihistamin Antagonis reseptor muskarinik
yang digunakan untuk terapi overactive bladder
Antagonis reseptor alfa yang digunakan untuk terapi overactive bladder
Diuretik Dekongestan dan “cold cures” Bronkhodilator Antihipertensi
Penekan nafsu makan Relaksan otot skelet Antimigrain Opioid, benzodiazepine,
hypnotics, dan drugs of abuse Antagonis reseptor H2 dan
Inhibitor pompa proton Obat-obatan sitotoksik Retinoid Obat-obatan anti HIV Cytokines
Tabel 1. Obat yang berhubungan dengan Xerostomia
Antidepresan Antidepresan
Antidepresan generasi lama• antidepressant tricyclic (TCAs)
menghambat histamin, kolinergik, dan reseptor alfa-adrenergik, sehingga menyebabkan xerostomia
Antidepresan generasi baru• selective serotonin re-uptake
inhibitors (SSRIs)
Fluoxetine: perubahan salivasi tidak signifikan
Paroxetine: xerostomia << dibanding TCAs
• multiple-receptor antidepressants (venlafaxine, mirtazapine, bupropion, trazodone, and nefazodone)-
Gambar 1. Xerostomia
Antipsikotik• Pengobatan jangka panjang
dari skizofrenia dengan antipsikotik konvensional fenotiazin seperti fluphenazine paling sering berhubungan dengan mulut kering
• Antipsikotik atipikal lain: Olanzepin, tiapride, litium, quetiapin, risperidone
Antihistamin• antihistamin generasi lama
dihubungkan dengan efek sedasi pada sistem saraf pusat (SSP) dan efek antimuskarinik termasuk xerostomia
• Pada penggunaan Antihistamin non-sedasi (antagonis histamin reseptor H1 seperti acrivastine, astemizole, cetirizine, ebastine, fexofenadine, loratadine, mizolastine, dan terfenadine) angka kejadian xerostomia lebih rendah
pembesaran kelenjar salivapembesaran kelenjar saliva
• Fenilbutazone, oxyphenobutazone, chlorhexidine
• Naproxen• Media kontras radiologi intravena• Anti psikotik (clozapine)
Betanidine
Bretylium
Cimetidine
Clonidine
Clozapine
Deoksisiklin
Famotidine
Guanetidine
Insulin
Interferon
Isoprenalin
Metildopa
Naproxen
Nicardipine
Nifedipine
Nitrofurantin
Oksifenobutazon
Fenilbutazon
Fenitoin
Ranitidine
Ritodrine
Trimepramine
Tabel 2. Obat yang berhubungan dengan nyeri dan pembesaran kel saliva
nyeri kelenjar salivanyeri kelenjar saliva
• antihipertensi, • agen anti-tiroid, • chlorhexidine, • sitotoksik, • agen blocking ganglion, • iodida, • fenotiazine• sulfonamide
hipersalivasihipersalivasi
Tabel 3. Obat yang berhubungan dengan hipersalivasi
Alprazolam
Amiodarone
Buprenorfin
Busipirone
Clonazepam
Diazoxide
Etionamid
Gentamisin
Guanetidin
Haloperidol
Imipenem/cilastatin
Iodida
Kanamisin
Ketamin
Lamotrigine
L-dopa
Asam mefenamat
Merkuri
Nicardipine
Niridazole
Pentoxifylline
Remoxipride
Risperidone
Rivastigmine
Tacrine
Tobramisin
Triptorelin
Venlafaxine
Zaleplon
Antikolinesterase adalah penyebab utama hipersalivasi. Clozapine antipsikotik generasi baru mempunyai efek samping hipersalivasi. Kondisi tersebut dapat diperbaiki dengan pemberian atropin (eye drop).
diskolorisasi salivadiskolorisasi saliva
Diskolorisasi saliva (saliva merah atau oranye) maupun cairan tubuh lainnya dapat dilihat pada pasien dengan terapi clofazimin, levodopa, rifampisin, dan rifabutin
Clofazimin L-Dopa Rifabutin Rifampin
Tabel 4. Obat yang berhubungan dengan diskolorisasi saliva
2. Obat yang berhubungan dengan gangguan pengecapan
Hipogeusi (hilangnya ketajaman pengecapan)
Disgeusi (distorsi pengecapan)
Ageusi (hilangnya indra pengecapan)
ACE inhibitor, anti-tiroid, antibiotik beta-lactam, biguanide, chlorhexidine, opium, dan protease inhibitor adalah obatan-obatan yang terlibat (meskipun jarang).
3.Obat yang berhubungan dengan Gangguan Mukosa
Ulkus oral
Lesi putih
a. lepuh oral a. lepuh oral
• Deskuamasi oral atau ulkus dapat mengikuti lesi lepuh yang terjadi karena pengunyahan agen-agen penyebab yaitu:
- lime
- aplikasi lokal aspirin
- terapi sakit gigi
- tablet potasium
- suplemen pankreas
- asam trichloracetic
- hidrogen peroxida
- Sodium lauryl sulfat
- aplikasi kokain
Obat yang berhubungan dengan ulkus oralObat yang berhubungan dengan ulkus oral
b. ulkus seperti aphtousb. ulkus seperti aphtous
• Banyak laporan penggunaan agen-agen berikut berakibat pada ulkus yang menyerupai ulkus aphtosa:
- Sodium
- beta blocker seperti labetalol
- beberapa obat anti inflamasi non steroid (NSAID)
- mycophenolate atau protease inhibitors
- tacrolimus
- sulfonamide
• Mekanisme patologis yang pasti pada obat-obat ini masih belum jelas.
c. Fixed drug eruptionsc. Fixed drug eruptions
• Fixed drug eruptions (stomatitis kontak atau stomatitis venenata) terdiri dari ulkus yang berulang pada satu tempat yang sama karena respon obat tertentu dan dapat diakibatkan oleh:
• obat anestesi, antiseptik, barbiturat, chewing gum, kosmetik, material dental, pasta gigi, mouthwash, phenatecin, sulphonamide, tetrasiklin, parasetamol, barbiturat, phenacetin, derivat pyrazolone, cinnamon
• Lesi mungkin terlokalisasi di mulut atau dapat dihubungkan dengan lesi pada lokasi mukokutan yang lain dan bermanifestasi sebagai ulkus, bulla, patch eritematosus, atau erosi superfisial. Awalnya, lesinya soliter, tapi dengan ekposur obat yang berulang, lesinya dapat menjadi multipel.
\
Gambar 2. Ulkus terinduksi NSAID
d. mucositisd. mucositis
• Obat sitotoksik sering dihubungkan dengan mucositis dan ulserasi, yang meningkat secara konsisten khususnya yang menggunakan methotrexate, 5-fluorouracil, doxorubicine, melphelan, mercaptopurine, atau bleomisin.
• Pada beberapa keadaan, reaksi tersebut dapat menjadi semakin berat bila obat dihentikan. Ulserasi yang luas meningkat dimulai dari permulaan terapi, rasa sakit kadang membutuhkan terapi opioid dan/atau penggantian atau penghentian dari kemoterapi.
• Ulserasi dapat menjadi pintu masuk dari infeksi dan karena itu potensial menjadi septikemia.
• Obat-obatan seperti phenylbutazone dapat menjadi penyebab agranulositosis yang juga memicu ulkus oral
• Infeksi oportunistik sekunder karena kemoterapi sitotoksik dapat menyebabkan ulserasi oral.
• Ulkus pada individu imunocompromise iatrogenik mungkin etiologi penyebabnya karena herpesvirus, atau kadang-kadang agen infektif lainnya. Biasanya, herpes simpleks virus 1, varicella zoster, dan cytomegalovirus meningkatkan ulserasi oral
• Lebih jarang ulserasi terjadi karena infeksi bakteri gram negatif (pseudomonas, klebsiella, Escherichia coli, enterobacter, atau proteus) atau bakteri eksogen seperti tuberculosis atau karena jamur seperti mucormycosis atau kadang candidiasis
Tabel 6.
Gambar 3. Ulkus terinduksi Phenylbutazone
e. neoplasma dan lesi potensial malignae. neoplasma dan lesi potensial maligna
• Ada peningkatan prevalensi displasia dan lesi bibir maligna pada resipien transplantasi renal dan resipien transplant hati yang terimunosupresi.
• Leukoplakia oral berkembang dengan cepat menjadi squamous cell carcinoma dilaporkan pada pasien terimunosupresi
• Penyakit post transplant limfoproliferatif, non-Hodkin's or MALT lymphoma, biasanya bermanifestasi pada ulserasi ginggiva, fauces atau palatum, atau lebih jarang, sarkoma kaposi dapat menjadi komplikasi dari terapi imunosupresif jangka panjang, dan bahkan sudah ada laporan adanya resolusi dari lesi saat imunosupresan dikurangi.
f. reaksi seperti pemfigoid dan gangguan bullosa yang lainf. reaksi seperti pemfigoid dan gangguan bullosa yang lain
• Sedikitnya ada 30 obat yang dapat meningkatkan kondisi yang menyerupai bulla atau pemfigoid membran mukosa seperti ACE-inhibitors, furosemide, NSAIDs, penicillamine, psoralens, sulphonamida, agen kardioaktif, antibiotik yang mengandung penisilin.
• Mukosa oral sering terpengaruh oleh obat yang menginduksi pemfigus, khususnya penyakit akibat penicillamine, dan dapat hanya mempengaruhi permukaan mukosa, walaupun pasien juga sering mempunyai lesi di daerah kutan.
• Selain lesi mukosa oral yang frekuensinya tinggi, gambaran pembeda secara klinis lainnya dari obat yang berhubungan dengan pemfigoid dibandingkan dengan pemfigus idiopatik (autoimun), hanya umur pasien yang lebih muda dan resolusi dari penyakit terjadi karena penghentian dari agen penyebab.
g. pemfigusg. pemfigus
• obat yang mempunyai kemampuan menginduksi pemfigus dibagi menjadi dua golongan berdasarkan struktur kimianya -- obat yang mengandung sulfhydryl radical (thiol atau SH) dan non-thiol atau obat lainnya yang sering mempunyai grup amida aktif di molekulnya
• Obat-obatan yang terlibat termasuk peniccilamine, phenol drugs, rifampicin, diclofenac, dan lebih jarang captopril, ACE inhibitor yang lain dan obat lainnya (tabel 8).
• Peran diet dalam etiologi penyebab pemfigus direview di banyak tempat tetapi bawang putih secara khusus dapat menyebabkan kasus pemfigus yang jarang
h. eritema multiformeh. eritema multiforme
• Banyak obat dapat memberi reaksi terjadinya eritema multiforme, dan secara klinis tidak mungkin untuk membedakan eritema multiforme akibat obat dengan penyakit akibat sebab lain.
• Barbiturat, cephalosporin, NSAID, estrogen, phenotiazine, progesteron, protease inhibitor, sulfonamide, derivat sulphonylurea, dan tetrasiklin
• Lesi eritema multiforme khas mempengaruhi mukosa oral, bibir, dan konjungtiva bulbi. Ruptur bulla awal mengakibatkan pseudomembran hemoragik pada bibir dan ulkus oral superfisial yang luas. Permukaan mukokutan yang lain yang jarang terpengaruh yaitu mukosa nasofaring, respirasi dan genital.
i. toxic epidermal necrolisisi. toxic epidermal necrolisis
• Toxic epidermal necrolisis (TEN; Lyell syndrome) secara klinis dikarakterisasikan sebagai epidermolisis mukokutan ekstensif yang didahului oleh eksantem dan enantem makula atau makulopapular.
• Pada intra oral, ada rasa panas yang luas dan ulserasi pada seluruh permukaan mukosa.
• Toxic epidermolisis dihubungkan dengan penggunaan antimikroba (sulfonamide, thiacetazone), analgesik (phenazone), anti epilepsi, alopurinol, chlormezanone, rifampisin, fluconazole, dan vancomisin
j. kelainan mirip lupusj. kelainan mirip lupus
• SLE dapat dipicu oleh berbagai obat yang berbeda• Lebih dari 70 agen dapat terli bat• Agen paling sering = procainamide dan hydralazine• Patogenesis SLE harus memiliki dasar imunogenetik• Pasien yang terkena memiliki beberapa tampilan imunologikal dari
SLE klasik
Obat yang berhubungan dengan Lesi PutihObat yang berhubungan dengan Lesi Putih
a. Luka bakar
• Erupsi yang mirip dengan lichen planus mukokutan• Muncul sejak penggunaan terapi anti malaria pada PD II• Obat yang paling sering = NSAID dan inhibitor angiotensin-
converting enzyme• Dapat timbul akibat penggunaan multiple drugs• Patogenesis belum diketahui secara pasti• Identifikasi
• Klinik (subjektif) tendensi unilateral dan erosif pada lesi oral tidak bermakna
• Histologi infiltrat limfositik yang lebih difus, eosinofil (+), sel plasma (+), colloid bodies > LP klasik tidak spesifik
• Imunostaining antibodi sel basal (+) kurang handal• Reaksi hilang ketika withdrawal dan muncul ketika pemberian
agen patient safety• Material restorasi mungkin berhubungan reaksi alergi ,
akumulasi plak• Material yang mungkin berhubungan
• Merkuri• Emas• kobalt
b. Erupsi likenoid
c. Reaksi lupoid
• muncul pada terapi :• kali kedua dengan antibiotik spektrum luas• kortikosteroid (sistemik / inhalan)• resimen imunosupresif lain (cyclosporin)• terapi sitotoksik• mucormycosis dan aspergillosus pada terapi
imunosupresif jangka panjang
d. Candidosis
• Infeksi human papilloma virus• mirip dengan pertumbuhan kutil• muncul pada pasien dengan terapi
imunosupresif jangka panjang
e. Papilloma
• biasanya merusak perbatasan dorsal dan lateral dari lidah dan dasar mulut
• Dapat menjadi akibat dari infeksi virus epstein-barr• Berhubungan dengan:
• kortikosteroid (topikal dan sistemik)• Ciclosporin• regimen imunosupresif jangka panjang lain
f. Hairy leukoplakia
• Faktor resiko:• Pemakaian tembakau• Pemakaian alkohol• Sanguinarine• pasien imunosupresi iatrogeniik
g. leukoplakia
4.Obat yang berhubungan dengan pigmentasi mukosa
Diskolorisasi superficial sementara
Pigmentasi intrinsik
Obat yang Berhubungan dengan Diskolorisasi Superficial SementaraObat yang Berhubungan dengan Diskolorisasi Superficial Sementara
• Dapat muncul dalam berbagai warna (kuning, coklat)• Etiologi:
– makanan dan minuman (kopi dan teh)– Kebiasaan (merokok,pemakaian kokain,sirih)– Pemakaian obat (garam
besi,bismut,chlorhexidine,AB, agen pemicu xerostomia, lanzoprazole + AB, lanzoprazole)
• Black hairy tongue = diskolorisasi nyata pada lidah bagian posterior dorsal dengan papila filiformis memanjang berlebihan dan terdapat noda coklat gelap atau hitam
Obat yang berhubungan dengan pigmentasi intrinsikObat yang berhubungan dengan pigmentasi intrinsik
• Amalgam → pigmentasi lokal pada mukosa
• Mahkota dengan paduan klogam atau emas → pigmentasi ginggiva
• Garam logam berat → pigmentasi tepi ginggiva
• Antimalaria, phenotiazine, phenytoin
→ pigmentasi mukosa berwarna biru, biru keabuan, atau kecoklatan
• Amiodarone
→pigmentasi keabuan pada orofasial dan mukosa oral
• Minocycline
→ penyebaran luas pigmentasi biru, biru keabuan, atau kecoklatan pada gingiva dan mukosa secara bertahap.
• Kontrasepsi oral, cyclophosphamide, busulphan, dan ACTH → pigmentasi melanotik (jarang)
• Pada penyakit HIV
→ obat yang memicu pigmentasi melanotik dapat meningkat seiring terapi dengan clofazimine zidovudine dan/atau ketoconazole
→ variasi pigmentasi berbentuk sebaran atau seperti makular.
• Sarkoma Kaposi pada mulut
→ komplikasi immunosupressan (jarang terjadi)
Manifestasi: makula, papul, nodul, atau daerah ulkus yang berwarna biru, merah atau ungu, khas pada palatum atau gingiva, tetapi dapat mempengaruhi daerah mukosa oral lain
ACTH Chlorhexidine Besi Phenothiazines
Amodiaquine Chloroquine Lead Quinacrine
Antikonvulsan Clofazimine Manganese Quinidine
Arsenik Tembaga Mepacrine Perak
Betel Cyclophosphamide Methyldopa Thallium
Bismuth Doxorubicin Minocycline Timah
Bromine Emas Kontrasepsi oral Vanadium
Busulphan Heroin Phenolphtalein Zidovudine
Tabel 13. Obat yang berhubungan dan pigmentasi mukosa mulut
Biru Coklat
(hipermelanosis)
Hitam Abu-abu Hijau
Amiodarone Aminophenazone Amiodiaquine Amiodiaquine Tembaga
Antimalaria Betel nut Betel nut Chloroquine Timah/Zinc
Bismuth Bismuth Bismuth Fluoxetine
Mepacrine Busulphan Methyldopa Hydroxychloroquinine
Minocycline Clofazimine Minocycline Lead
Phenazopyridine Kontrasepsi Perak
Quinidine
Perak
Sulphasalazine
Tabel 14. Obat yang berhubungan dengan pigmentasi mukosa mulut; pada warna yang berbeda
5. Obat yang berhubungan dengan pembengkakan
Pembesaran ginggiva
Pembengkakan mukosa dan bibir
Pembesaran ginggivaPembesaran ginggiva
Sering disebabkan: Phenytoin, ciclosporin, dan calcium-channel-blocker nifedipine, diltiazem, verapamil, dan amlodipine
Secara umum, pembesaran gingiva timbul dalam hitungan bulan sejak permulaan terapi obat.
• Sebagian berhubungan dengan higienitas oral yang buruk dan akumulasi plak, serta respon tergantung pada pengendalian plak dan/atau penghentian dan pengurangan terapi obat.
• Obat lain yang kadang dapat menyebabkan pembesaran gingiva: eritromisin, sodium valproate, phenobarbitone dan vigabatrin.
Obat yang paling sering terlibat Obat yang kadang-kadang terlibat
Amlodipine Co-trimoxazole Nitrendipine
Ciclosporin Erythromycin Norethisterone
Diltiazem Diphenaxylate + mestranol
Felodipine Ethosuximide Phenpbarbitone
Lacidipine Interferon-alpha Primidone
Nifedipine Ketoconazole Sertraline
Kontrasepsi oral Lamotrigine Topiramate
Phenytoin Lithium Valproate
Verapamil Mephenytoin Vigabatrin
Tabel 15. Obat yang berhubungan dengan pembengkakan ginggiva
Pembengkakan mukosa dan bibirPembengkakan mukosa dan bibir
• Obat yang memicu pembengkakan mukosa terutama mempengaruhi bibir dan lidah khas disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I.
• Penicillin, agen anestesi lokal, turunan cephalosporin, angiotensin-converting enzyme inhibitors, aspirin, dan barbiturates → meningkatkan angio-edema
• Hipersensitivitas terhadap latex
→ menyebabkan angio-edema dengan onset cepat pada pasien yang rentan.
• Pembengkakan non-alergik
→ terapi ACE inhibitor.
→ 0,1-0,7 %
→ khas muncul pada minggu awal terapi, dapat terjadi dalam beberapa jam sejak permulaan terapi/setelah terapi jangka panjang
→ biasanya mengenai bibir, walaupun dapat terlokalisir pada lidah
• Plasmasitosis akibat pasta gigi pengendali tartar → pembesaran lokal pada gingiva, lidah, dan mukosa oral lain
ACE inhibitor Clonidine Indometacin Turunan penicillin
Asparaginase Co-trimoxazole Ketoconazole Turunan pyrazolone
Aspirin Disulphite sodium Mianserin Quinine
Captopril Droperidol Miconazole Streptomycin
Carbamazepine Enalapril Naproxen Sulphonamides
Cephalosporins Epoetin alpha Nitrofurantoin Thiouracil
Clindamycin Ibuprofen Penicillamine
Tabel 16. Obat yang berhubungan dengan angio-edema
Pada umumnya cheilitis disebabkan oleh reaksi kontak terhadap kosmetik atau makanan, tetapi obat juga dapat terlibat, khususnya agen sitotoksik, phenothiazine, protease inhibitor, psoralens, dan retinoid
6. Obat yang berhubungan
dengan Cheilitis
Tabel 17. Obat yang berhubungan dengan Cheilitis
Aktinomisin Cyancobalamin Isotretinoin Streptomisin
Atorvastatin Ethyl alcohol Lithium Sulphasalazine
Busulphan Etretinate Menthol Tetracycline
Busulphan Emas Methyldopa Vitamin A
Clofazimine Indinavir Penicillamine
Clomipramine Isoniazid Selegiline
7. Obat yang berhubungan dengan neuropati
Neuropati trigeminal
Gerakan muka yang tidak disadari
Nyeri orofasial dan disestesia oral
Neuropati Trigeminal
• Interferon alfa, acetazolamide, labetalol, sulthiame, vincristine, mefloquine, dan agen lain (vaksinasi hepatitis B) dan beberapa protease inhibitor → parestesi, hipestesi, atau anestesi trigeminal
• Anestesi lokal seperti articaine dan procaine dapat menunjukkan neurotoksiksitas derajat kecil.
Gerakan muka yang tidak disadari• Butyrophenone,
phenothiazine, tricyclic antidepressant, dan obat lain
• Antipsikotik → tardive dyskinesia sekunder
• Metoclopramide → distonia• Gerakan abnormal yang
terbatas pada lidah-contohnya, distonia sekunder karena terapi carbamazepine.
Acetazolamide Interferon alpha Nitrofurantoin Streptomisin
Amitryptiline Isoniazid Pentamidine Sulphonylureas
Articaine Labelatol Phenytoin Sulthiame
Chlorpropamide Mefloquine Prilocaine Tolbutamide
Colistin Methysergide Propofol Tricyclics
Ergotamine Monoamine oxidase inhibitors Propanolol Trilostane
Analog GnRH Asam nalidixic Prothionamide Vincristine
Hydralazine Asam nikotonik Stilbamidine Streptomisin
Tabel 18. Obat yang berhubungan dengan parestesia atau hipestesia trigeminal
Carbamazepine Methyldopa Phenytoin
L-dopa Metoclopramide Tetrabenazine
Lithium Metirosine Trifluoroperazine
Tabel 19. Obat yang berhubungan dengan gerakan muka yang tidak disadari
Nyeri orofasial dan disestesia oralNyeri orofasial dan disestesia oral
Beberapa obat, terutama vinca alkaloid seperti vincristine, dapat menyebabkan nyeri orofasial (Tabel 20).
Enalapril dan terkadang ACE inhibitor lain, seperti captopril dan lisinopril, dapat menyebabkan, walaupun jarang, sensasi pada mulut seperti tersiram air panas.
Nyeri orofasial juga dapat menjadi akibat obat pemicu tardive diskinesia namun jarang terjadi.
Benztropine Lithium Stilbamidine
Biperidine Penicillins Ticarcilin
Griseofulvin Phenothiazines Vitamin A
Tabel 20
8. Obat yang berhubungan dengan halitosis8. Obat yang berhubungan dengan halitosis
Tidak langsung Langsung• isosorbide dinitrate,
dimethyl sulphoxide, atau disulfiram
• Obat yang menyebabkan xerostomia
Dimethyl sulphoxide
(DMSO)
Disulfiram Isorbide dinitrate
Tabel 21.
9. Obat yang berhubungan dengan perubahan warna gigi
• Chlorhexidine, fluoride, iron, dan kebiasaan seperti merokok dan pengunaan betel, serta antibiotik dan minyak tertentu → perubahan warna pada gigi superfisial
• Perubahan warna intrinsik tampak menonjol saat tetrasiklin diberikan pada anak di bawah 12 tahun, tetapi obat lain, terutama ACE inhibitor, juga dapat menghasilkan perubahan pada warna gigi (lihat tabel )
Enalapril Pentamidine Ramipril
Etidronate Perindopril Terbinafine
Fosinopril Propafenone Trandolopril
Lisinopril Quinapril Zopiclone
Tabel 22.
KesimpulanKesimpulanJurnal Reading: Adverse Drug Reactions in the Orofacial RegionJurnal Reading: Adverse Drug Reactions in the Orofacial Region
Obat dalam spektrum yang luas dapat meningkatkan sejumlah manifestasi merugikan pada orofasial.
Reaksi yang paling sering terjadi adalah mulut kering, gangguan pengecapan, dan pembengkakan gingiva.
Obat yang memicu ulserasi mukosa oral juga sering terjadi, terutama pada kemoterapi kanker. Selain itu, ada banyak reaksi lain yang terkadang terjadi.
Klinisi harus berhati-hati dalam menanyakan riwayat obat dan selalu mengeksklusi obat yang menyebabkan tanda dan gejala pada oral dan peri-oral.
TERIMA KASIH