Post on 07-Feb-2016
description
LAPORAN PENDAHULUAN
SINDROM GUILLAINE BARE
Untuk Memenuhi Tugas KMB III
Anggota :
Karlina Oktaviani A ( P272200 12 124)
Krishna Adi N ( P272200 12 125)
Lina Puji Astuti ( P272200 12 126)
Muhammad Nur PP ( P272200 12 127)
Nadia Ulfa Ramadhani ( P272200 12 129)
Niken Farahdiba ( P272200 12 130)
Oktaviana Kurniawati ( P272200 12 131)
Ramdhani Nuzul P ( P272200 12 132)
Riska Fitriana D ( P272200 12 133)
Rizka Sugmawati D ( P272200 12 134)
Rizki Setya D ( P272200 12 135)
D III BERLANJUT D IV KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2013/2014
A. Pengertian
Guillain Barre Syndrom (GBS) merupakan suatu sindroma klinis
yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan
dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan
nervus kranialis. ( Bosch, 1998 ). GBS merupakan sindrom klinik yang
penyebabnya tidak diketahui yang menyangkut saraf tepi dan kranial
( Suzzane C. Smeltzer dan Brenda G, 2002 ).
B. Etiologi
Kondisi yang khas adalah adanya kelumpuhan yang simetris secara
cepat yang terjadi pada ekstremitas yang pada banyak kasus sering
disebabkan oleh infeksi viral. Tetapi dalam beberapa kasus juga terdapat
data bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan autoimun.
Penyebab yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Tetapi pada banyak
kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Virus yang paling sering
menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV), HIV, Measles
dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri paling
sering oleh Campylobacter jejuni. Lebih dari 60% kasus mempunyai
faktor predisposisi antara satu sampai beberapa minggu sebelum onset,
antara lain:
1. Peradangan saluran napas bagian atas
2. Vaksinasi
3. Diare
4. Kelelahan
5. Peradangan masa nifas
6. Tindakan bedah
7. Demam yang tidak terlalu tinggi
C. Patofisiologi
Akson bermielin mengonduksi impuls saraf lebih cepat dibanding
akson tidak bermielin. Sepanjang perjalanan serabut bermielin terjadi
gangguan dalam selaput (Nodus Ranvier) tempat kontak langsung antara
membran sel akson dengan cairan ekstraselular. Membran sangat
permiable pada nodus tersebut sehingga konduksi menjadi baik.
Gerakan ion-ion masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan
cepat banyak pada nodus ranvier sehingga impuls saraf sepanjang serabut
bermielin dapat melompat dari satu nodus ke nodus lain (konduksi
saltatori) dengan cukup kuat. Kehilangan selaput mielin pada GBS
membuat konduksi saltatori tidak mungkin terjadi dan transmisi impuls
saraf batalkan. ( Suzzane C. Smeltzer dan Brenda G, 2002 ).
D. Manifestasi Klinis
Penyakit infeksi dan keadaan prodromal : Pada 60-70 % penderita
gejala klinis SGB didahului oleh infeksi ringan saluran nafas atau saluran
pencernaan, 1-3 minggu sebelumnya . Sisanya oleh keadaan seperti
berikut : setelah suatu pembedahan, infeksi virus lain atau eksantema pada
kulit, infeksi bakteria, infeksi jamur, penyakit limfoma dan setelah
vaksinasi influenza.
Masa laten, waktu antara terjadi infeksi atau keadaan prodromal
yang mendahuluinya dan saat timbulnya gejala neurologis. Lamanya masa
laten ini berkisar antara satu sampai 28 hari, rata-rata 9 hari (4). Pada masa
laten ini belum ada gejala klinis yang timbul. Keluhan utama
Keluhan utama penderita adalah prestasi pada ujung-ujung ekstremitas,
kelumpuhan ekstremitas atau keduanya. Kelumpuhan bisa pada kedua
ekstremitas bawah saja atau terjadi serentak pada keempat anggota gerak.
Gejala Klinis
1. Kelumpuhan
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas
tipe lower motor neurone. Pada sebagian besar penderita
kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian
menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf
kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai
secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis.
Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau
arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal
lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau
bagian distal lebih berat dari bagian proksimal (2,4).
2. Gangguan sensibilitas
Parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka
juga bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral . Defisit sensoris
objektif biasanya minimal dan sering dengan distribusi seperti pola
kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering
dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering
ditemui seperti rasa nyeri setelah suatu aktifitas fisik.
3. Saraf Kranialis
Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan
otot-otot muka sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera
menjadi bilateral, sehingga bisa ditemukan berat antara kedua sisi.
Semua saraf kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia
bisa terjadi akibat terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X
terkena akan menyebabkan gangguan berupa sukar menelan, disfonia
dan pada kasus yang berat menyebabkan kegagalan pernafasan
karena paralisis n. laringeus.
4. Gangguan fungsi otonom
Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita SGB9 .
Gangguan tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus
bradikardi, muka jadi merah (facial flushing), hipertensi atau
hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic profuse
diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai .
Gangguan otonom ini jarang yang menetap lebih dari satu atau dua
minggu.
5. Kegagalan pernafasan
Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat
berakibat fatal bila tidak ditangani dengan baik. Kegagalan
pernafasan ini disebabkan oleh paralisis diafragma dan kelumpuhan
otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita.
6. Papiledema
Kadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui
dengan pasti. Diduga karena peninggian kadar protein dalam cairan
otot yang menyebabkan penyumbatan villi arachoidales sehingga
absorbsi cairan otak berkurang .(Brunner and suddart, 2002)
E. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi lebih diakibatkan oleh paralisis jangka
panjang, antara lain sebagai berikut:
1. Paralisis otot persisten
2. Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik
3. Aspirasi
4. Retensi urin
5. Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas
6. Nefropati, pada penderita anak
7. Hipo ataupun hipertensi
8. Tromboemboli, pneumonia, ulkus
9. Aritmia jantung
10. Ileus (Gareth J.Parry and Joel S Steinberg,2007)
F. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis GBS sangat bergantung pada:
1. Riwayat penyakit dan perkembangan gejala-gejala klinik.
2. Tidak ada satu pemeriksaan pun yang dapat memastikan GBS;
pemeriksaan tersebut hanya menyingkirkan gangguan.
3. Lumbal pungsi dapat menunjukkan kadar protein normal pada awalnya
dengan kenaikan pada minggu ke-4 sampai ke-6. Cairan spinal
memperlihatkan adanya peningkatan konsentrasi protein dengan
menghitung jumlah sel normal.
4. Pemeriksaan konduksi saraf mencatat transmisi impuls sepanjang
serabut saraf. Pengujian elektrofisiologis diperlihatkan dalam bentuk
lambatnya laju konduksi saraf.
5. Sekitar 25% orang dengan penyakit ini mempunyai antibodi baik
terhadap citomegalovirus atau virus Epstein-Barr. Telah ditunjukkan
bahwa suatu perubahan respon imun pada antigen saraf tepi dapat
menunjang perkembangan gangguan.
6. Uji fungsi pulmonal dapat dilakukan jika GBS terduga, sehingga dapat
ditetapkan nilai dasar untuk perbandingan sebagai kemajuan penyakit.
Penurunan kapasitas fungsi pulmonal dapat menunjukkan kebutuhan
akan ventilasi mekanik.
G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama merawat klien dengan GBS adalah memberikan
pemeliharaan fungsi sistem tubuh, dengan cepat mengatasi krisis-krisis
yang mengancam jiwa. Mencegah infeksi dan komplikasi imobiitas serta
memberikan dukungan psikologis untuk klien dan keluarga.
GBS dipertimbangan sebagai kedaruratan medis dan klien diatasi
di unit perawatan intensif. Klien yang mengalami masalah pernapasan
yang memerlukan ventilator, kadang-kadang untuk periode yang lama.
Plasmaferesis (perubahan plasma) yang menyebabkan reduksi antibiotik
ke dalam sirkulasi sementara, yang dapat digunakan pada serangan berat
dan dapat mebatasi keadaan yang memburuk pada klien dan dieliminasi.
Diperlukan pemantauan EKG kontinu, untuk kemungkinan adanya
perubahan kecepatan atau ritme jantung. Disritmia jantung disebabkan
keadaan abnormal otonom yang diobati dengan propanolol untuk
mencegah takikardi dan hipertensi. Atropin dapat diberikan untuk
menghindari episode bradikardia selama pengisapan endotrakeal dan terapi
fisik.
H. Asuhan keperawatan
1. Pola fungsional :
a. Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan piñata laksanaan
kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang
praktek kesehatan.
Komponen:
1) Gambaran kesehatan secara umum dan saat ini
2) alasan kunjungan dan harapan
3) gambaran terhadap sakit dan penyebabnya dan penanganan
yang dilakukan,
4) Kepatuhan terhadap pengobatan
5) Pencegahan/tindakan dalam menjaga kesehatan
6) Penggunaan obat resep dan warung,
7) Penggunaan produk atau zat didalam kehidupan sehari-hari
dan frekuensi (misal : rokok, alkohol)
8) Penggunaan alat keamanan dirumah/sehari-hari, dan faktor
resiko timbulnya penyakit
b. Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan intake makanan, keseimbangan cairan dan
elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6
bulan terakhir, kesulitan menelan, mual / muntah, kebutuhan julah
zat gizi, masalah / penyembuhan kulit, akanan kesukaan.
Komponen
1) Gambaran yang biasa dimakan (Pagi,siang,sore,snack)
2) Tipe dan intake cairan
3) Gambaran bagaimana nafsu makan, kesulitan dan keluhan
yang mempengaruhi makan dan nafsu makan
4) Penggunaan obat diet
5) Makanan Kesukaan, Pantangan,alergi
6) Penggunaan suplemen makanan
7) Gambaran BB, perubahan BB dalam 6-9 bln,
8) Perubahan pada kulit (lesi, kering, membengkak,gatal)
9) Proses penyembuhan luka (cepat-lambat)
10) Adakah faktor resiko terkait ulcer kulit (penurunan
sirkulasi, defisit sensori,penurunan mobilitas)
c. Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit.
Komponen
1) Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin
2) Adakah masalah dalam proses miksi, adakah penggunaan
alat bantu untuk miksi
3) Gambaran pola BAB, karakteritik
4) Penggunaan alat bantu
5) Bau bdn, Keringat berlebih,lesi & pruritus
d. Aktivitas-Latihan
Menggambarkan pola aktivitas dan latihan, fungsi pernafasan dan
sirkulasi.
Komponen
1) Gambaran level aktivitas, kegiatan sehari-hari dan olahraga
2) Aktivitas saat senggang/waktu luang
3) Apakah mengalami kesulitan dalam bernafas, lemah, batuk,
nyeri dada,palpitasi,nyeri pada tungkai, gambarkan!
Gambaran dalam pemenuhan ADL
1) Level Fungsional (0-IV)
2) Kekuatan Otot (1-5)
e. Tidur-Istirahat
Menggambarkan pola tidur-istirahat dan persepsi pada level
energi.
Komponen
1) Berapa lama tidur dimalam hari
2) Jam berapa tidur-Bangun
3) Apakah terasa efektif
4) Adakah kebiasaan sebelum tidur
5) Apakah mengalami kesulitan dalam tidur
f. Kognitif-Persepsi
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap, taktil,
penciuman, persepsi nyeri, bahasa, memori dan pengambilan
keputusan.
Komponen
1) Kemampuan menulis dan membaca
2) Kemampuan berbahasa
3) Kemampuan belajar
4) kesulitan dalam mendengar
5) Penggunaan alat bantu mendengar/melihat
6) Bagaimana visus
7) Adakah keluhan pusing bagaimana gambarannya
8) Apakah mengalami insensitivitas terhadap dingin,
panas,nyeri
9) Apakah merasa nyeri(Skala dan karaketeristik)
g. Persepsi Diri – Konsep Diri
Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap
kemampuan,harga diri,gambaran diri dan perasaan terhadap diri
sendiri.
Komponen
1) Bagaimana menggambarkan diri sendiri
2) Apakah ada kejadian yang akhirnya mengubah gambaran
terhadap diri
3) Apa hal yang paling menjadi pikiran
4) Apakah sering merasa marah, cemas, depresi, takut,
bagaimana gambarannya
h. Peran – Hubungan
Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan
keluarga-lainnya.
Komponen
1) Bagaimana gambaran pengaturan kehidupan (hidup
sendiri/bersama)
2) Apakah mempunyai orang dekat?Bagaimana kualitas
hubungan?Puas?
3) Apakah ada perbedaan peran dalam keluarga, apakah ada
saling keterikatan
4) Bagaimana dalam mengambil keputusan dan penyelesaian
konflik
5) Bagaimana keadaan keuangan
6) Apakah mempunyai kegiatan sosial?
i. Seksualitas – Reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi.
Komponen
1) Apakah kehidupan seksual aktif
2) Apakah menggunakan alat bantu/pelindung
3) Apakah mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan
kebutuhan seks
4) Khusus wanita : TMA, gambaran pola haid, usia menarkhe/
menopause riwayat kehamilan, masalah terkait dengan haid
j. Koping – Toleransi Stres
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres dan
menggunakan sistem pendukung.
Komponen
1) Apakah ada perubahan besar dalam kehidupan dalam bbrp
thn terakhir
2) Dalam menghadapi masalah apa yang dilakukan?efektif?
3) Apakah ada orang lain tempat berbagi?apakah orang
tersebut ada sampai sekarang?
4) Apakah anda selalu santai/tegang setiap saat
5) Adakah penggunaan obat/zat tertentu
k. Nilai – Kepercayaan
Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan
tujuan dalam hidup.
Komponen
1) Apakah anda selalu mendapatkan apa yang diinginkan
2) Adakah tujuan,cita-cita,rencana di masa y.a.d
3) Adakah nilai atau kepercayaan pribadi yang ikut
berpengaruh
4) Apakah agama merupakan hal penting dalam hidup?
Gambarkan
2. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah berhubungan dengan kelemahan otot
baik kelemahan fisik secara umum maupun lokalis seperti
melemahnya otot-otot pernapasan.
3. Riwayat Penyakit Saat Ini
Keluhan yang paling sering ditemukan pada klien GBS dan
merupakan komplikasi yang paling berat dari GBS adalah gagal
napas. Melemahnya otot pernapasan membuat klien dengan gangguan
ini berisiko lebih tinggi terhadap hipoventilasi dan infeksi pernapasan
berulang. Disfagia juga dapat timbul, mengarah pada aspirasi.
Keluhan kelemahan ekstrimitas atas dan bawah hampir sama seperti
keluhan klien yang terdapat pada klien stroke. Keluhan gangguan
sistem saraf otonom pada klien GBS yang dapat mengakibatkan
disritmia jantung atau perubahan drastis yang mengancam kehidupan
dalam tanda-tanda vital.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang
meliputi pernahkah klien mengalami ISPA, infeksi gastrointestinal,
dan tindakan bedah saraf. Pengkajian pemakaian obat-obat yang
sering digunakan klien, seperti pemakaian obat kortikosteroid,
pemakaian jenis-jenis antibiotik dan reaksinya (untuk menilai
resistensi pemakaian antibiotik) dapat menambah komprehensifnya
pengkajian. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji
lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian psikologi klien GBS meliputi beberapa penilaian yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respon emisi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien,
yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar bisa
digunakan klien selama masa stres meliputi kemampuan klien untuk
mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan
perubahan perilaku akibat stres.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan
dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga
memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
Prespektif keperawatan dalam mengkaji terdiri dari dua masalah,
yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam
hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang
akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem
dukungan individu.
6. Rencana Intervensi
a. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan
progresif cepat otot-otot prnapasan dan ancaman
gagalpernapasan.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan
tindakan pola napas kembali efektif.
KH : Secara subjektif sesak napas (-), RR 16-20 x/mnt. Tidak
menggunakan otot bantu napas, gerakan dada normal.
Intervensi
1) Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas tambahan, perubahan
irama dan kedalaman,penggunaan otot-otot aksesori.
2) Evaluasi keluhan sesak napas baik secara verbal dan
nonverbal
3) Beri ventilasi mekanik
4) Lakukan Pemeriksaan kapasitas vital pernapasan
5) Kolaborasi pemberian humidifikasi oksigen 3l/mnt
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
akumulasi sekret dengan kemampuan batuk menurun akibat
peurunan kesadaran
Tujuan : Dalam waktu 3x 24 jam setelah diberikan tindakan
jalan napas kembali efektif
KH : secara subyektif sesak nafas (-), RR 16-20 x/mnt, tidak
menggunakan otot bantu nafas, retraksi ICS (-), ronkhi (-/-), mengi
(-/-) dapat mendomenstrasikan cara batuk efektif
Intervensi
1) Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan
irama dan kedalaman penggunaan otot-otot aksesori, warna,
dan kekentalan sputum
2) Atur posisi fowler dan semi fowler
3) Ajarkan cara batuk efektif
4) Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada
5) Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan
pertahankan intake cairan 2500mL/hari
6) Lakukan pengipasan lendir di jalan napas
c. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan frekuensi, irama, dan konduksi listrik jantung.
Tujuan : Penurunan curah jantung tidak terjadi
KH : Stabilitas hemodinamik baik (tekanan darah di dalam
batasnormal, curah jantung kebali meningkat, intake dan output
sesuia, tidak menunjukkan tanda-tanda disritmia).
Intervensi
1) Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam
keadaan berbaring, duduk, atau berdiri bila memungkinkan
2) Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi
3) Catat murmur
4) Pantau frekuensi jantung dan irama
5) Kolaborasi berikan O2 tambahan sesuai indikasi
d. Resiko gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidakmampuan mengunyah dan menelan makanan
Tujuan : Pemenuhan nutrisi klien terpenuhi
KH : Setelah dirawat selama 3 hari klien tidak terjadi
komplikasi akibat penurunan nutrisi
Intervensi
1) Kaji kemampuan klien dalampemenuhan nutrisi oral
2) Monitor komplikasi akibat paralisis akibat insufisiensi
aktifitas parasimpatis
3) Berikan nutrisi via NGT
4) Berikan nutrisi via oral bila paralisis menelan berkurang
e. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot, penurunan
kesadaran.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan
mobilitas klien meningkat atau teradpatasi
KH : Peningkatan kemampuan tidak terjadi, trombosis vena
profunda dan emboli paru merupakan ancaman klien paralisis
yang tidak mampu menggerakan ekstremitas, dekubitus tidak
terjadi.
Intervensi
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik
2) Dekatkan alat dan sarana yang dibutuhkan klien dalam pemenuhan
aktifitas sehari0hari
3) Hindari faktor yang memungkinkan terjadinya trauma pada
saat klien melakukan mobilisasi
4) Sokong ektremitas yang mengalami paralisis
5) Monitor kompilkasi gangguan mobilitas fisik
6) Kolaborasi dengan tim fisioterapis
f. Cemas berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit
yang buruk
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah tindakan,
kecemasan hilang atau berkurang
KH : Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab
atau fkator yang mempengaruhinya dan menyatakan cemas
berkurang
Intervensi
1) Bantu klien mengespresikan perasaan marah, kehilangan dan
takut
2) Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan dan dampingi
klien, dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku
merusak.
3) Hindari konfrantasi
4) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan, beri
lingkunan yang tenang dan beri suasana penuh istirahat.
5) Tingakatkan kontrol sensasi klien
6) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
dihasilkan
7) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
kecemasannya.
8) Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat
g. Koping individu dan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi
kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi,
ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah tindakan harga
diri klien meningkat
KH : Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan
orang terdekat tenntang situasi dan perubahan yang sedang terjadi,
mampu menyatakan penerimaan terhadap situasi, mengakui dan
menggabungkan perubahan ke dlama konsep diri dengan cara
yang akurat tanpa harga diri yang negatif
Intervensi
1) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan
dengan derajat kemampuan.
2) Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien
3) Anjurkan klien untuk mengespresikan perasaan termasuk
permusuhan dan kemarahan
4) Catat ketika klien menyatakan pernyataan pengakuan
terhadap penolakan tubuh, seperti sekarat atau mengingkari dan
menyatakan ingin mati
5) Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling
bila ada indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddart. 2002. Medical practical nursing, 1st editionMarilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta
Gareth J. Parry and Joel S. Steinberg. 2007. Gullaine-Bare Syndrome : fro, diagnosis to recovery. USA : AAn Enterprises
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta