Post on 01-Oct-2021
KADAR BAKTERI Escherichia coli PADA MAKANAN JAJANAN
SEKOLAH DI KELURAHAN PALEDANG, KECAMATAN BOGOR
TENGAH, KOTA BOGOR TAHUN 2014
Hani Aqmarina, Ema Hermawati
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
hani.aqmar@gmail.com
Abstrak
Sebagian besar kasus kematian akibat diare terjadi karena makanan atau minuman yang terkontaminasi
mikroorganisme patogen. Makanan jajanan berisiko tinggi terkontaminasi mikroorganisme karena diolah dan
disajikan dalam keadaan tidak higiene. Escherichia coli merupakan organisme indikator adanya pencemaran
fekal di makanan. Faktor makanan, penjamah makanan, dan TPM merupakan sumber-sumber yang harus
dikendalikan agar tidak terjadinya kontaminasi bakteri E. coli di makanan/minuman. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perbedaan kadar bakteri Escherichia coli pada makanan jajanan sekolah di Kelurahan
Paledang Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan desain studi kros-seksional dengan metode kuesioner,
observasi, dan pengambilan sampel makanan/minuman. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2014 dengan
jumlah sampel yang diambil sebanyak 42 sampel makanan/minuman. Sebesar 64,3% makanan/minuman
terkontaminasi bakteri E.coli. Namun, faktor penjamah makanan (pelatihan higiene sanitasi, pengetahuan terkait
higiene sanitasi, perilaku mencuci tangan) dan faktor TPM (sarana air bersih, kualitas fisik air cuci peralatan,
sarana pembuangan sampah, dan pencucian alat) tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kontaminasi
bakteri Escherichia coli.
PRESENCE OF Escherichia coli IN STREET FOOD NEAR SCHOOL IN
KELURAHAN PALEDANG, KECAMATAN BOGOR TENGAH, BOGOR, 2014.
Abstrack
Most death cases of diarrhea is a result of food/water that contaminated by pathogenic microorganism. Street
food has high risk of contamination because they often cook and serve in unhygienic condition. Escherichia coli
is considered as an indicator organism for fecal contamination in water and foods. The food, food handler, and
sanitation facility are the sources that should be controlled in order to prevent Escherichia coli contamination in
food or water. The purpose of the present study is to know the difference of Escherichia coli’s presence in street
food near school in Paledang year 2014. This research is using a cross-sectional study. Researcher collect data
by using queastionnair, observation method, and food sampling. The data is conducted on May 2014 with the
total sample of food/drink is 42. This study found 64,3% food/drinks are contaminated with Escherichia coli
bacteria. But, food handler’s factor (food training, knowledge about food hygiene and sanitation, and hand
washing habit) and sanitation facility factor (clean water for preparing food, water’s physical quality for
washing kitchen utensils, solid waste disposal, and method of washing kitchen utensils are not statistically
correlated with Escherichia coli contamination
Keyword: contaminastion; Escherichia coli; food handler; sanitation facility; street food.
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014
Pendahuluan
Makanan jajanan atau street foods berisiko tinggi terkontaminasi mikroorganisme yang dapat
merugikan konsumen. Analisis yang dilakukan pada beberapa sampel makanan street foods
menunjukkan tingginya kontaminasi bakteri koliform dan pada beberapa sampel terdapat
bakteri patogen seperti Salmonella sp., Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, dan
Vibrio cholera (Hanoshiro, et al., 2004; Ghosh, et al., 2004; dalam WHO, 2010).
Makanan jajanan memegang peranan penting dalam menyediakan makanan yang mudah
diakses dan bersifat low-cost. Namun, buruknya sanitasi lingkungan tempat pengolahan
makanan, infrastruktur yang tidak memadai, dan penanganan yang tidak tepat merupakan
faktor-faktor risiko utama pada pedagang makanan kaki lima (WHO, 2010).
Murid sekolah dasar di Kota Bogor diberitakan mengonsumsi jajanan berbahaya yang
beredar di sekitar sekolah. Hal ini disebabkan karena hampir semua sekolah dasar yang ada di
Kota Bogor belum memiliki kantin yang mampu menyediakan makanan sehat karena
keterbatasan sarana sehingga murid terpaksa mengonsumsi jajanan di luar sekolah (Astuti,
2011).
Banyaknya makanan jajanan yang dijual disekitar sekolah membutuhkan perhatian khusus
karena dikonsumsi oleh anak usia sekolah yang sedang masa pertumbuhan sehingga asupan
yang cukup dan keamanan pangan harus diperhatikan. Kelurahan Paledang memiliki jumlah
sekolah terbanyak di Kecamatan Bogor Tengah. Belum adanya penelitian mengenai kualitas
makanan jajanan sekolah di daerah ini membuat penulis tertarik untuk melakukan suatu
penelitian dengan judul “Kadar Bakteri Escherichia coli pada Makanan Jajanan Sekolah di
Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor Tahun 2014”.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar bakteri Escherichia
coli pada makanan jajanan sekolah. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui distribusi frekuensi kontaminasi bakteri E. coli pada makanan jajanan sekolah;
mengetahui gambaran faktor penjamah makanan (pengetahuan terkait higiene, pelatihan
higiene sanitasi, dan perilaku cuci tangan) dan faktor TPM (sarana air bersih, kualitas fisik air
cuci peralatan, sarana pembuangan sampah, dan pencucian alat) pada pedagang makanan
jajanan sekolah; mengetahui hubungan faktor penjamah makanan dengan keberadaan bakteri
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014
E. coli pada makanan jajanan; mengetahui hubungan faktor TPM dengan keberadaan bakeri
E. coli pada makanan jajanan.
Tinjauan Teori
Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan
perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan
kesehatan (Kepmenkes RI Nomor 942 tahun 2003). Prinsip-prinsip higiene sanitasi makanan
dan minuman adalah teori praktis tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku manusia dalam
menaati azaz kesehatan, kebersihan, dan azaz keamanan dalam menangani makanan (PP&PL,
2010).
Bakteri yang menjadi organisme indikator adanya kontaminasi fekal pada makanan atau air
adalah Escherichia coli. Bakteri ini (E.coli) termasuk ke dalam famili Enterobacteriaceae
yang hidup di usus besar manusia dan hewan, tanah, air, dan dapat juga ditemukan pada
dekomposisi material. E. coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus
besar manusia sebagai flora normal. Karena hidup sebagai flora normal di dalam usus
manusia, kuman ini sering disebut kuman enterik. Kuman enterik akan menimbulkan
penyakit pada tiap jaringan tubuh manusia bila terjadi perubahan pada host atau bila ada
kesempatan masuk bagian tubuh yang lain (FKUI, 1994). Bakteri E. coli dapat ditemukan di
air, bahan makanan mentah, dan peralatan makanan yang telah terkontaminasi bakteri.
Kotoran manusia memegang peranan penting dalam penyebaran infeksi ini karena rendahnya
higiene dan sanitasi.
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penjamah makanan, dapat
dilakukan pelatihan/kursus higiene sanitasi makanan. Pelatihan/kursus higiene sanitasi
makanan dapat diselenggarakan oleh kementerian kesehatan, dinas kesehatan provinsi, dinas
kesehatan kabupaten/kota, atau lembaga/institusi lain sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. (Permenkes RI, 2011).
Pelatihan atau edukasi pada penjamah makanan dibutuhkan sebagai informasi pengetahuan
dan meningkatkan kesadaran penjamah makanan akan keamanan makanan (WHO, 2006).
Pendidikan dan pelatihan tentang keamanan makanan menjadi pilihan yang efektif untuk
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014
mencegah penyakit bawaan makanan (Asworth A, et al., 1985 dalam WHO, 2005). Pelatihan
keamanan makanan dan lingkungan kerja yang mendukung merupakan faktor integral untuk
memastikan budaya keamanan makanan (NDSC, 2004).
Pendidikan bagi penjamah makanan dan konsumen mengenai cara-cara menyiapkan makanan
yang aman sangatlah peting untuk menjamin agar makanan tidak terkontaminasi oleh mereka
sendiri, menghilangkan atau mengurangi kontaminan yang mungkin ada dalam bahan pangan,
mencegah pertumbuhan mikroorganisme, dan menghindarai makanan yang telah
terkontaminasi berat (WHO, 2005). Kebersihan pekerja atau penjamah makanan amatlah
penting untuk mencegah kontaminasi pada makanan. Manusia sehat juga dapat menjadi
sumber mikroorganisme berbahaya. Oleh karena itu, higiene personal menjadi hal yang
esensial bagi penjamah makanan (David McSwane, 2000).
Makanan jajanan disajikan dalam bentuk sarana penjaja. Berdasarkan Kepmenkes RI No. 942
tahun 2003, sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk penanganan makanan
jajanan baik menetap maupun berpindah-pindah. Konstruksi sarana penjaja harus mudah
dibersihkan dan tersedia tempat untuk air bersih, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan
makanan jadi/siap disajikan, penyimpanan peralatan; tempat cuci (alat, tangan, bahan
makanan), dan tempat sampah. Berdasarkan Departemen Kesehatan RI tahun 2003, air yang
digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang memenuhi standar dan
persyaratan higiene sanitasi yang berlaku bagi air bersih dan air minum. Air bersih yang
digunakan untuk membuat air minum harus dimasak sampai mendidih.
Fasilitas tempat sampah juga dibutuhkan untuk menampung sampah sementara dibuat dari
bahan kuat, kedap air, tidak mudah berkarat, memiliki tutup, dan memakai kantong plastik
untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk (PP&PL, 2010).
Tempat sampah yang tidak memenuhi persyaratan tersebut dapat menjadi sarang vektor yang
dapat menjadi media pembawa penyakit bila hinggap di makanan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi kros-seksional. Studi ini melakukan observasi atau
pengukuran variabel independen dan dependen pada saat bersamaan. Penelitian ini dilakukan
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014
pada penjual makanan/minuman yang menggunakan sarana gerobak dan pikulan di
lingkungan sekolah yang berada di Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota
Bogor. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 12, 19, dan 21 Mei 2014. Populasi
penelitian ini adalah 115 pedagang kaki lima makanan/minuman yang berjualan di sekitar
sekolah selama jam belajar sekolah.
Perhitungan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus perhitungan sampel untuk
estimasi proporsi dengan populasi terbatas (Lemeshow, Hosmer, Klar, & Lwanga, 1997).
n = ( )
( ) ( )
Dengan
n = besar sampel minimal yang dibutuhkan
Z1- /2 = 1,96 pada tingkat kepercayaan 95%
d = derajat presisi yang diinginkan 10%
N = besar populasi PKL makanan/minuman = 115 PKL
P = perkiraan proporsi makanan/minuman PKL yang terkontaminasi bakteri
Escherichia coli = 18,8% (Djaja, 2008)
Maka diperoleh besar sampel minimal sebagai berikut
n =
( ) ( ) = 39,08 sampel
Untuk mengantisipasi adanya kesalahan atau faktor yang tidak diinginkan, besar sampel
ditambahkan 10% sehingga besar sampel yang diambil sebanyak 42 sampel. Berdasarkan
lokasi sekolah yang berdekatan, pengambilan responden terbagi ke dalam empat lokasi.
Lokasi pertama adalah SMPN 1, SMAN 1, dan SD/SMP/SMA Budi Mulia. Lokasi ke dua
adalah SDN Polisi 1. Lokasi ke tiga adalah SDN Polisi 2, SDN Polisi 3, SDN Polisi 4, SDN
Polisi 5. Dan lokasi ke empat adalah SMPN 7 dan SD/SMP BPK Penabur. Pengambilan
jumlah sampel di masing-masing lokasi diambil berdasarkan proporsi jumlah pedagang yang
dimiliki. Berdasarkan hasil penghitungan didapatkan lokasi pertama diambil 15 sampel,
lokasi ke dua 10 sampel, lokasi ke tiga 12 sampel, dan lokasi ke empat 5 sampel. Jenis
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014
makanan yang diambil terbagi menjadi makanan basah/kering dan banyak dijual di
lingkungan sekolah.
Wawancara menggunakan kuesioner dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
identitas responden, pengetahuan terkait higiene, keterpaparan akan pelatihan, kebiasaan cuci
tangan, sarana air bersih yang digunakan, dan cara pencucian alat. Observasi dilakukan untuk
melihat langsung kualitas fisik air cuci peralatan dan sarana pembuangan sampah responden.
Pengujian sampel makanan/minuman untuk mengetahui keberadaan bakteri E. coli di
makanan/minuman. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Departemen Kesehatan
Lingkungan FKM UI. Enumerasi dilakuakn oleh tenaga laboran. Analisis sampel
makanan/minuman menggunakan metode TPC (Total Plate Count).
Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat
dilakukan untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi dari variabel independen dan variabel
dependen dari penelitian ini. Hasil uji analisis univariat akan menghasilkan jumlah dan
persentase masing-masing variabel yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel. Analisis
biavariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen. Variabel-variabel dalam penelitian ini merupakan variabel jenis kategorik
sehingga analisis dilakukan dengan uji Chi Square atau Kai Kuadrat. Analisis bivariat
dilakukan menggunakan software komputer SPSS
Hasil Penelitian
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kontaminasi Bakteri Escherichia coli di Makanan/Minuman Jajanan
Sekolah Kelurahan Paledang Kota Tahun 2014
Variabel Kategori Jumlah
Sampel Persentase (%)
E. coli di Makanan
dan Minuman
Negatif 15 35,7
Positif 27 64,3
Total 42 100
E. coli di Makanan
Negatif 14 41,2
Positif 20 58,8
Total 34 100
E. coli di Minuman
Negatif 1 12,5
Positif 7 87,5
Total 8 100
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014
Tabel 1 menunjukkan hasil pemeriksaan bakteriologis E. coli pada sampel makanan dan
minuman. Dari 42 sampel makanan dan minuman yang diuji, lebih dari setengahnya, yaitu 27
sampel (64,3%) terkontaminasi oleh bakteri E. coli. Hal ini tidak sesuai dengan keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1096/MENKES/SK/VI/2011 yang mensyaratkan angka kuman
E. coli 0/gr sampel makanan.
Tingginya kontaminasi bakteri E. coli pada makanan dan minuman dapat disebabkan karena
sampel makanan yang diambil lebih banyak sampel yang berjenis makanan basah. Hal ini
dapat terjadi karena makanan kering dapat disimpan pada suhu 25oC – 30
oC, sedangkan
makanan yang bersifat basah atau memiliki kandungan air tinggi harus disimpan pada suhu
diatas 60oC. Salah satu kondisi yang menguntungkan bakteri untuk berkembang biak adalah
ketersediaan air. Sehingga, bakteri akan tumbuh lebih cepat pada makanan yang bersifat
basah. Kontaminasi pada minuman dapat terjadi akibat penggunaan es balok yang tidak
memenuhi syarat. (Survey PP&PL, 2012)
Pengambilan sampel makanan dilakukan di sekitar sekolah SD, SMP, dan SMA. Namun,
kelompok paling berisiko akan penyakit bawaan makanan akibat kontaminasi bakteri E. coli
di makanan merupakan siswa SD karena siswa SD belum dapat memahami makanan jajanan
sehat.
Tabel 2. Analisis Hubungan Faktor Penjamah Makanan terhadap Kontaminasi Bakteri E. coli di
Makanan Jajanan Sekolah kelurahan Paledang Tahun 2014
Variabel Jumlah (%)
Kontaminasi E. coli Nilai
P
OR
(95% CI) Negatif Positif Total
n (%) n (%) n (%)
Pelatihan
- Pernah 11 (26,2) 1 (9,1) 10 (90,9) 11 (100) 0,075
0,121
(0,014 - 1,068) - Tidak Pernah 31 (73,8) 14 (45,2) 17 (54,8) 31 (100)
Tingkat Pengetahuan
- Baik 14 (33,3) 3 (21,4) 11 (78,6) 14 (100) 0,306
0,364
(0,083 - 1,597) - Kurang Baik 28 (66,7) 12 (42,9) 16 (57,1) 28 (100)
Perilaku Mencuci Tangan
- Baik 6 (14,3) 2 (33,3) 4 (66,7) 6 (100) 1
0,885
(0,142 - 5,507) - Kurang Baik 36 (85,7) 13 (36,1) 23 (63,9) 36 (100)
Pelatihan Penjamah Makanan. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara pelatihan higiene sanitasi makanan dengan kontaminasi bakteri E. coli pada
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014
makanan dan minuman. Pada penelitian ini, pedagang yang pernah mendapatkan pelatihan
makanan menyatakan pernah mendapatkan materi berupa kebersihan makanan, cara
pengolahan makanan, dan cara penyajian makanan. Dari 11 pedagang yang pernah mengikuti
pelatihan higiene sanitasi makanan, sebanyak 10 pedagang memiliki makanan/minuman yang
terkontaminasi bakteri E. coli. Hal ini menunjukkan pelatihan yang diikuti oleh pedagang
tidak terlalu memberikan hasil pada kualitas bakteriologis makanan. Pelatihan atau
pendidikan merupakan faktor predisposisi dalam membentuk perilaku. Faktor ini harus
didukung oleh faktor pemungkin (enabling factor) seperti ketersediaan sarana dan prasarana
dan faktor penguat (reinforcing factor) seperti regulasi agar pengembangan perilaku higiene
dapat terjadi.
Pengetahuan Higiene Sanitasi. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara tingkat pengetahuan penjamah makanan dengan kontaminasi bakteri E. coli
di makanan/minuman. Namun, dapat dilihat proporsi makanan/minuman yang terkontaminasi
bakteri E. coli lebih besar pada penjamah makanan yang berpengetahuan kurang baik terkait
higiene sanitasi makanan.
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, sebagian besar responden yang mengetahui agen
pencemar makanan menjawab debu adalah agen yang dapat mencemari makanan. Selain itu,
bahan kimia non food-grade seperti borax dan formalin sebagai agen yang dapat mencemari
makanan. Hanya satu pedagang yang menjawab agen biologi (bakteri dan virus) sebagai
pencemar makanan. Hal ini menunjukkan masih rendahnya pengetahuan pedagang mengenai
agen biologi sebagai pencemar makanan. Hanya sedikit pedagang yang mengetahui bahwa
makanan dapat menjadi media penularan penyakit. Responden yang mengetahui bahwa
makanan dapat menyebarkan penyakit menjawab diare sebagai penyakit yang dapat
ditularkan melalui makanan/minuman.
Menurut WHO tahun 2000, faktor penting yang menentukan prevalensi penyakit bawaan
makanan adalah kurangnya pengetahuan di pihak penjamah atau konsumen makanan dan
ketidakpedulian terhadap pengelolaan makanan yang aman. Sejumlah survei terhadap KLB
penyakit bawaan makanan di seluruh dunia memperlihatkan bahwa sebagian besar kasus
penyakit bawaan makanan terjadi akibat kesalahan penanganan pada saat penyiapan makanan
baik di rumah, jasa katering, kantin, rumah sakit, sekolah, dll. Hasil analisis dapat dilihat
pada tabel 2.
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014
Perilaku Mencuci Tangan. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara perilaku mencuci tangan penjamah makanan dengan kontaminasi bakteri E. coli di
makanan/minuman. Namun, dapat dilihat proporsi makanan/minuman yang terkontaminasi
bakteri E. coli lebih besar pada penjamah makanan yang berperilaku cuci tangan kurang baik
(tabel 2). Berdasarkan hasil observasi di lapangan, pedagang mencuci tangan dengan
menggunakan air di ember yang juga digunakan untuk mencuci peralatan makan. Pedagang
juga tidak selalu mencuci tangan setiap akan mengolah makan. Pedagang menyatakan,
mereka mencuci tangan ketika tangan terasa kotor saja atau ketika mencuci peralatan makan.
Minimnya fasilitas yang dimiliki oleh pedagang kaki lima mengakibatkan tidak tersedianya
sarana air mengalir.
Tersedianya fasilitas merupakan faktor pemungkin (enabling factor) agar penjamah makanan
dapat mencuci tangan dengan benar. Selain itu, tidak adanya hubungan antara perilaku
mencuci tangan mungkin terjadi karena sebagian besar responden tidak melakukan
pengolahan makanan menggunakan tangan secara langsung melainkan menggunakan
peralatan masak. Penelitian yang dilakukan oleh Susanna, Indrawani, dan Zakianis (2010)
menemukan pedagang kaki lima masih belum mempunyai kesadaran untuk mencuci tangan
karena ketidaktahuan, harga sabun yang tidak terjangkau oleh pedagang kaki lima dan air
bersih yang tidak cukup di tempat penjualan.
Mencuci tangan merupakan salah satu hal terpenting untuk mencegah keracunan makanan.
Beberapa penelitian menunjukkan mencuci tangan secara rutin adalah salah satu cara paling
efektif untuk mencegah penyebaran berbagai infeksi dan penyakit, termasuk penyakit bawaan
makanan (Beach, 2011)
Sarana Air Bersih. Penelitian ini tidak dapat melihat hubungan sarana air bersih dengan
kadar bakteri E. coli di makanan/minuman karena seluruh responden bersifat homogen,
menggunakan sarana air bersih yang memenuhi syarat (tabel 3). Secara univariat dapat dilihat
meskipun seluruh pedagang menggunakan sarana air bersih yang baik, terdapat 27 makanan
(64,3%) yang terkontaminasi bakteri E. coli. Berdasarkan Depkes RI (2009), sumber air
terbagi menjadi dua, yaitu sumber air terlindung dan tidak terlindung. Sumber air terlindung
terdiri dari air kemasan, ledeng, perpipaan, sumur terlindung, mata air terlindung, dan air
hujan. Sumber air tak terlindung terdiri dari mata air tidak terlindung, sumur tak terlindung,
air sungai, dll. Meskipun sarana air yang dimiliki oleh responden seluruhnya memenuhi
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014
syarat, kontaminasi pada makanan/minuman mungkin terjadi karena sarana air yang
digunakan telah terkontaminasi oleh bakteri E. coli. Jika air yang digunakan telah
terkontaminasi bakteri E. coli dan proses pemasakan makanan/minuman tidak dilakukan
dengan sempurna dapat menyebabkan bakteri E. coli tetap hidup dan berkembang biak di
makanan/minuman tersebut.
Air yang digunakan dalam penanganan makanan harus air yang memenuhi standar dan
persyaratan higiene sanitasi yang berlaku bagi air bersih dan air minum. Air yang mengalami
kontak langsung dengan makanan harus memenuhi syarat bahan baku air untuk minum. Suhu
dalam proses pengolahan makanan harus dikontrol dengan baik (Hardinsyah & Sumali, 2001).
Tabel 3. Analisis Hubungan Faktor Tempat Pengolahan Makanan terhadap Kontaminasi Bakteri E.
coli di Makanan Jajanan Sekolah Kelurahan Paledang Tahun 2014
Variabel Jumlah (%)
Kontaminasi E. coli Nilai
P
OR
(95% CI) Negatif Positif Total
n (%) n (%) n (%)
Sarana Air Bersih untuk
Memasak
- Baik 42 (100) 15 (35,7) 27 (64,3) 42 (100) - -
- Kurang Baik 0 (0) 0 0 0 (0)
Kualitas Fisik Air Cuci
Alat
- Memenuhi Syarat 26 (61,9) 11 (42,3) 15 (57,7) 26 (100)
0,33 2,2
(0,557 – 8,686) - Tidak Memenuhi
Syarat
16 (38,1) 4 (25) 12 (75) 16 (100)
Sarana Pembuangan
Sampah
- Baik 2 (4,8) 0 (0) 2 (100) 2 (100) 0,53 -
- Kurang Baik 40 (95,2) 15 (37,5) 25 (62,5) 40 (100)
Pencucian Alat
- Baik 1 (2,4) 1 (100) 0 (0) 1 (100) 0,357 -
- Kurang Baik 41 (97,6) 14 (35,7) 27 (65,9) 41 (100)
Kualitas Fisik Air Cuci Peralatan. Kualitas air memenuhi syarat fisik dalam penelitian ini
adalah air yang digunakan bersifat tidak berwarna/keruh, tidak berbau, atau tidak berasa.
Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kualitas air cuci
peralatan secara fisik dengan kontaminasi bakteri E. coli di makanan/minuman. Berdasarkan
hasil observasi di lapangan, hampir seluruh pedagang mencuci peralatan menggunakan air di
dalam wadah ember. Wadah ember terbagi menjadi dua yang berisi air dan air yang diberi
sabun. Kualitas fisik air tersebut kurang memenuhi syarat karena dalam keadaan keruh dan
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014
kotor. Hal ini terjadi karena air dalam ember tersebut digunakan untuk beberapa kali
pencucian.
Meskipun sarana air bersih yang digunakan oleh seluruh responden merupakan sarana air
bersih yang baik, kontaminasi bakteri E. coli pada makanan/minuman dapat terjadi akibat
pencucian alat yang tidak menggunakan air mengalir dan pemakaian air cuci peralatan yang
berulang-ulang. Penelitian yang dilakukan oleh Susanna dan Hartono (2003) menemukan
adanya koloni bakteri E. coli pada air pencuci peralatan, piring, dan sendok pedagang
makanan penjual gado-gado dan ketoprak di Kampus UI tahun 2003. Proses pencucian yang
dilakukan pedagang tersebut tidak menggunakan air bersih yang mengalir. Proses seperti ini
mempunyai kerentanan yang cukup besar terhadap kontaminasi kuman pada peralatan makan
yang digunakan.
Sarana Pembuangan Sampah. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara sarana pembuangan sampah dengan kontaminasi bakteri E. coli di
makanan/minuman. Berdasarkan hasil observasi lapangan, pedagang membuang sampah ke
dalam sebuah plastik kresek yang digantungkan ke gerobak. Sampah yang dihasilkan berupa
plastik dan bahan-bahan makanan seperti sayur-sayur yang tak terpakai dan kulit telur.
Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi sumber pencemar yang berakibat
pada jumlah lalat yang banyak di sekitar sampah sehingga lalat dapat mengontaminasi
makanan pedagang kaki lima (Susanna, Indrawani, dan Zakianis, 2010).
Keadaan tempat sampah para pedagang kaki lima tersebut kurang memenuhi syarat seperti
yang dianjurkan karena menurut Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011, tempat
sampah harus dipisahkan kegunaannya antara sampah basah dan sampah kering. Selain itu,
tempat sampah harus tertutup, anti lalat, kecoa, tikus, berkapasitas cukup, dan selalu diangkat
setiap penuh. Pengolahan sampah yang baik akan mengurangi ketertarikan serangga, hewan
pengerat, dan hama lain untuk bersaran di tempat sampah tersebut (David McSwane, et al.,
2000). Lalat, kecoa, semut, dan hama serangga lain dapat memindahkan organisme dari
sumber yang tercemar patogen ke dalam makanan. Lalat merupakan vektor yang paling
sering ditemukan karena lalat berhubungan dengan area pengolahan makanan dan area yang
tercemar seperti toilet dan tempat sampah (Adams & Motarjemi, 2003).
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014
Pencucian Alat. Pencucian alat pada penelitian menggambarkan tingkat kebersihan
berdasarkan pencucian alat menggunakan air mengalir dan sabun, serta disimpan di wadah
yang tertutup. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara sanitasi
alat dengan keberadaan bakteri E.coli di makanan/minuman. Berdasarkan hasil observasi
lapangan, pedagang mencuci peralatan dengan menggunakan dua ember yang dipisah sebagai
air bersih dan air yang telah diberi sabun. Di dalam ember ini, pedagang akan mencuci
peralatan makan dengan air yang sama untuk beberapa kali pakai. Beberapa pedagang,
khususnya pedagang minuman, tidak menggunakan sabun dalam mencuci peralatan makanan.
Namun, penulis tidak dapat mengetahui frekuensi penggantian air pencucian alat karena
keterbatasan instrumen yang dimiliki penulis. Minimnya fasilitas yang dimiliki oleh
pedagang kaki lima menyebabkan minimnya upaya untuk sanitasi makanan.
Pencucian alat memegang peranan penting dalam menjaga kebersihan makanan. Peralatan
yang terkontaminasi mikroba merupakan sumber kros-kontaminasi dalam pengolahan
makanan maupun penyajian makanan (David McSwane, et al., 2000).
Kesimpulan
1. Sebesar 64,3% makanan/minuman yang dijual oleh pedagang kaki lima di sekitar sekolah
di Kelurahan Paledang terkontaminasi oleh bakteri Escherichia coli.
2. Dari hasil penelitian diperoleh pedagang yang pernah mendapat pelatihan higiene sanitasi
makanan sebesar 26,2%, pedagang dengan tingkat pengetahuan terkait higiene sanitasi
makanan yang baik sebesar 33,3%, pedagang dengan perilaku mencuci tangan yang baik
sebesar 14,3%, pedagang dengan sarana air bersih yang baik 100%, pedagang dengan air
cuci memenuhi syarat fisik sebesar 61,9%, pedagang dengan sarana pembuangan sampah
yang baik 4,8%, dan pedagang dengan pencucian alat yang baik 2,4%.
3. Pada penelitian ini, faktor penjamah makanan (pelatihan higiene sanitasi, pengetahuan
terkait higiene sanitasi, perilaku mencuci tangan) dan faktor TPM (sarana air bersih,
kualitas fisik air cuci peralatan, sarana pembuangan sampah, dan pencucian alat) tidak
memiliki hubungan terhadap kontaminasi bakteri Escherichia coli pada makanan makanan
jajanan sekolah di Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor.
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014
Saran
1. Bagi Pedagang Makanan/Minuman
Mengikuti penyuluhan atau pelatihan terkait higiene sanitasi makanan/minuman.
Memahami dan menerapkan higiene dan sanitasi dalam pengelolaan makanan/minuman.
Menjaga kebersihan lingkungan dan berperilaku bersih untuk mencegah kontaminasi
kotoran ke makanan.
2. Bagi Pihak Sekolah
Melakukan pengawasan terhadap pedagang makanan/minuman yang berjualan di
lingkungan sekolah.
Memberi edukasi kepada siswa mengenai jajanan sehat dan selektif dalam memilih
makanan jajanan.
Mengikuti secara aktif program-program keamanan makanan yang dilakukan oleh dinas
kesehatan.
3. Bagi Dinas Kesehatan Kota Bogor
Melakukan pendataan, penyuluhan dan pelatihan rutin terkait higiene sanitasi makanan,
dan sertifikasi pedagang makanan/minuman yang berjualan di sekitar sekolah.
Melakukan kerja sama dengan pihak sekolah untuk melakukan penyuluhan terkait
makanan jajanan sehat kepada pedagang makanan jajanan di sekitar sekolah
Melakukan inspeksi rutin untuk mengetahui kualitas makanan/minuman yang
dihasilkan oleh pedagang makanan/minuman di sekitar sekolah.
Adanya bantuan teknis seperti pemberian sarung tangan atau celemek kepada pedagang
kaki lima untuk menjaga kebersihan makanan.
Menggerakkan program kantin sehat di sekolah agar menghasilkan makanan jajanan
yang aman untuk dikonsumsi anak sekolah.
Daftar Referensi
Adams, M., & Motarjemi, Y. (2003). Dasar-dasar Keamanan Makanan untuk Petugas
Kesehatan. Jakarta: EGC.
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014
Astuti, Kimi Dwi. (2011). Ribuan Murid SD Rentan Konsumsi Jajanan Berbahaya. Diakses 5
Maret 2014 Pukul 12.40 WIB, dari http://www.pikiran-rakyat.com/node/146706
Beach, Michael J. (2011). Fighting Food Poisoning: One of The Most Important Things You
Can Do. Diakses 11 Juni 2014 pukul 23.45 WIB, dari
http://www.foodsafety.gov/blog/handwashing.html
David McSwane, et al. (2000). Essentials of Food Safety & Sanitation. New Jersey: Prentice-
Hall, Inc.
Depkes RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Diakses 7 Juli 2014 Pukul 23.00 WIB,
dari http://www.depkes.go.id
Hardinsyah dan Sumali. (2001). Pengendalian Mutu Keamanan Pangan. Jakarta: Pergizi
Pangan.
Kepmenkes RI. (2003). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan
Jajanan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. (2010). Kumpulan Modul Kursus Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Dirjen PP&PL.
Lemeshow, S., Hosmer, D. W., Klar, J., & Lwanga, S. K. (1997). Besar Sampel dalam
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
National Disease Surveillance Centre. (2004). Preventing Foodborne Disease: A Focus on
the Infected Food Handler. Irlandia: National Disease Surveillance Centre.
Permenkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Jakarta: Peraturan
Menteri Kesehatan RI.
Susanna, D., Zakianis, & Indrawani, Y. M. (2010). Kontaminasi Bakteri Escherichia coli
pada Makanan Pedagang Kaki Lima Sepanjang Jalan Margonda Depok Jawa Barat ,
Jurnal Makara Kesehatan, Vol. 5 No. 3, 110-115.
Susanna, D., Hartono, Budi. (2003). Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak dan Gado-
Gado di Lingkungan Kampus UI Depok, Melalui Pemeriksaan Bakteriologis. Jurnal
Makara Kesehatan, Vol 7 No. 1, 21-29
WHO. (2005). Penyakit Bawaan Makanan: Fokus Pendidikan Kesehatan. (A. Hartono,
Penerjemah.) Jakarta: EGC.
WHO. (2006). Five Keys to Safer Food Manual. Diakses 14 maret 2014 pukul 11.58 WIB,
dari http://www.who.int/foodsafety/publications/consumer/manual_keys.pdf
WHO. (2010). Basic Steps to Improve Safety of Street-vended Food. Diakses 17 Februari
2014 pukul 12.30 WIB, dari http://www.who.int
Kadar bakteri..., Hani Aqmarina, FKM UI, 2014