Post on 31-Dec-2015
description
FISIOLOGI SISTEM UROGENITALIA
Fungsi Umum Ginjal
Ekskresi metabolisme protein
Metabolisme protein
Gugus NH2 yang dilepas oleh protein sebelum dikonversi menjadi energi, lemak dan
karbohidrat.
Apabila NH2 bergabung dengan ion hydrogen amoniak NH2 + H+ NH3 , amoniak ini
merupakan suatu zat yang sangat beracun, maka perlu untuk diekskresikan dari dalam
tubuh. Amoniak dikeluarkan dari tubuh dalam 3 bentuk:
1. Amoniotelik lansung dieksresi dalam bentuk amoniak
2. Ureotelik dikonversi dulu menjadi urea dalam hepar
3. Uricotelik dikonversi menjadi asam urat
Selain zat-zat diatas hasil metabolism protein juga bisa berupa kalium, fosfat, sulfat
anorganik, juga dikeluarkan melalui ginjal. Oleh karena itu bila terjadi kerusakan ginjal
akan terjadi penimbunan zat-zat hasil metaolisme tersebut dengan akibat terjadi azotemia,
hiperkalemia, hiperfosfaternia, hiperurisemia, dan lain-lain dengan segala akibatnya.
Ketiga zat diatas diekskresikan dalam tubuh melalui ginjal
Menjaga keseimbangan asam basa
Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan mengeluarkan urin yang asam
atau yang basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan
ekstraseluler, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari cairan
akstraseluler.
Keseluruhan mekanisme sekresi urin asam atau basa oleh ginjal adalah sebagai
berikut:
Sejumlah besar ion bikarbonat disaring secara terus menerus ke dalam tubulus, dan
bila ion bikarbonat diekskresikan ke dalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari
darah. Sebaliknya, sejumlah besar ion hydrogen juga disekresikan ke dalam lumen ubulus
oleh sel- sel epitel tubulus. Jadi menghilangkan asam dari darah.
Bila lebih banyak ion hydrogen yang disekresikan daripada ion bikarbonat yang
disaring, akan terdapat kehilangan asam dari cairan ekstraseluler. Sebaliknya bila lebih
banyak bikarbonat yang disaring daripada hydrogen yang disekresikan, akan terdapat
kehilangan basa.
Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 mEq asam yang tiak menguap terutama
dari metabolisme protein. Asam basa tersebut disebut tidak menguap karena mereka
bukan H2CO3 dan oleh karena itu tidak dapat diekskresikan oleh paru-paru. Mekanisme
primer untuk menghilangkan asam – asam tersebut dari tubuh adalah melalui ekskresi
ginjal. Ginjal juga harus mencegah kehilangan bikarbonat dalam urin. Setiap hari ginjal
menyaring sekitar 4320 mEq bikarbonat dan dalam kondisi normal hampir semuanya
direabsorpsi dari tubulus.karena ion bikarbonat harus bereaksi dengan satu ion hydrogen
yang disekresikan untuk membentuk H2CO3 sebelum dapat reabsorpsi, 4320 mEq ion
hydrogen harus disekresikan setiap hari hanya untuk mereabsorpsi bikarbonat yang
disaring.
Bila terdapat pengurangan konsentrasi ion hydrogen cairan ekstra seluler (alkalosis)
ginjal gagal mereabsorpsi semua bikarbonat yang disaring, sehingga meningkatkan
ekskresi bikarbonat. Karena ion bikarbonat normalnya menyangga hidrogen dalam cairan
ekstraseluler. Oleh karena itu pada alkalosis pengeluaran ion bikarbonat akan
meningkatkan konsentrasi ion hydrogen cairan ekstraseluler kembali menuju normal.
Pada asidosis ginjal tidak dapat mengekskresikan bikarbonat ke dalam urin tetapi
mereabsorpsi semua bikarbonat yan disaring dan menghasilkan bikarbonat baru, yang
ditambahkan kembali ke cairan ekstraseluler. Hal ini mengurangi konsentrasi ion
hydrogen cairan ekstra seluler kembali menuju normal.
Jadi ginjal mengatur konsentrasi ion hydrogen cairan ekstraseluler melalui tiga
mekanisme dasar:
sekresi ion hydrogen
reabsorpsi ion –ion bikarbonat yang disaring
produksi ion – ion bikarbonat baru.
Regulasi volume cairan tubuh
Organ yang berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan meliputi:
• Ginjal
Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam pengaturan
kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat pada fungsi ginjal, yakni sebagai pengatur
air, pengatur konsentrasi garam dalam darah. pengatur keseimbangan asam-basa darah,
dan ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini, diawali oleh kemampuan bagian
ginjal seperti glomerulus sebagai penyaring cairan. Rata-rata setiap satu liter darah
mengandung 500 c-c plasma yang mengalir melalui glomerulus, 10 persennya disaring
keluar. Cairan yang tersaring (filtrat glomerulus), kemudian mengalir melalui tubuli
renalis yang sel-selnva menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Keluaran urine yang
diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan rata-rata 1 ml/kg/
bb/jam.
Fungsi-fungsi utama ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan:
- Pengaturan volume dan osmolalitas CES melalui retensi dan eksresi selektif cairan
tubuh.
- Pengaturan kadar elektrolit dalam CES dengan retensi selektif substansi yang
dibutuhkan .
- Pengaturan pH CES melalui retensi ion-ion hidrogen.
- Ekskresi sampah metabolik dan substansi toksik.
Oleh karena itu gagal ginjal jelas mempengaruhi keseimbangan cairan, karena ginjal
tidak dapat berfungsi.
Kulit
Kulit merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang terkait dengan proses
pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi oleh
vasomotorik dengan kemanpuan mengendalikan arteriol kutan dengan cara vasodilatasi
dan vasouonstriksi. Proses pelepasan panas dapat dilakukan dengan cara penguapan.
Jumlah keringat yang dikeluarkan tergantung pada banyaknya darah yang mengalir
melalui pembuluh darah dalam kulit. Proses pelepasan panas lainya dilakukan melalui
cara pemancaran yaitu dengan melepaskan panas ke udara sekitarnya. Cara tersebut
berupa cara konduksi, yaitu pengalihan panas ke benda yang disentuh dan cara konveksi,
yaitu dengan mengalirkan udara yang telah panas ke permukaan yang lebih dingin.
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah pengendalian saraf
simpatis. Melalui kelenjar keringat ini, suhu dapat diturunkan dengan cara pelepasa.n air
yang jumlahnya kurang lebih setengah liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat yang
dihasilkan dapat diperoleh dari aktivitas otot, suhu lingkungan, melalui kondisi tubuh
yang panas.
Jantung dan pembuluh darah
Kerja pompa jantung mensirkulasi darah melalui ginjal di bawah tekanan yang sesuai
untuk menghasilkan urine. Kegagalan pompa jantung ini mengganggu perfusi ginjal dan
karena itu mengganggu pengaturan air dan elektrolit.
Paru-paru
Melalui ekhalasi paru-paru mengeluarkan air sebanyak +300L setiap hari pada orang
dewasa. Pada kondisi yang abnormal seperti hiperpnea atau batuk yang terus-menerus
akan memperbanyak kehilangan air; ventilasi mekanik dengan air yang berlebihan
menurunkan kehilangan air ini.
Gastrointestinal
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan yang berperan dalam
mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi
normal, cairan yang hilang dalam sistem ini sekitar 100-200 ml/ hari.
Sistem Endokrin
a. ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus
yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan
osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel.
b. Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di
tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan
konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin renin.
c. Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi
merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan
pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur
sirkulasi ginjal.
d. Glukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
e. Mekanisme Rasa Haus
Mekanisrne rasa haus diatur dalam rangka memenuhi kebutuhan cairan dengan cara
merangsang pelepasan renin yang dapat menimbulkan produksi angiotensin II,
sehingga merangsang hipotalamus sehingga menimbulkan rasa haus.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan
1. Usia
Dengan bertambahnya usia, semua organ yang mengatur keseimbangan akan menurun
fungsinya, hasilnya fungsi untuk mengatur keseimbangan juga menurun. Misalnya:
gagal ginjal, gagal jantung, dll.
2. Temperatur Lingkungan
Lingkungan yang panas bisa menyebabkan kita berkeringat banyak sehingga cairan
banyak keluar
3. Diet
Diet tinggi natrium akan berfungsi meretensi urine, demikian juga sebaliknya.
4. Obat-Obatan
Seperti steroid, diuretik.
5. Stress
Mempengaruhi metabolisme sel, meningkatkan gula darah, meningkatkan osmotik dan
ADH akan meningkatkan sehingga urine menurun
6. Sakit
Seperti bahan bakar, dalam keadaan sakit jelas mengeluarkan air yang banyak, seperti
gagal ginjal.
Endokrin
Eritropoetin
- Faktor utama yang dapat merangsang produksi sel darah merah adalah hormone
dalam sirkulasi yang disebut eritropoetin yaitu suatu glikoprtein dengan berat
molekul kira –kira 34.000 . bila eritropeitin tidak ada maka keadaan hipoksia tidak
akan berpengaruh atau pengaruhnya sedikit sekali dalam perangsangan produksi sel
darah merah.. sebaliknya bila system eritropoeitin berfungsi maka hipoksia akan
dengan nyata meningkatkan produksi eritropoeitin dan eritropoeitin akan
memperkuat produksi sel darah merah sampai keadaan hipoksia teratasi.
Peran ginjal dalam pembentukan eritropoeitin
Pada orang normal kira – kira 90 persen dari seluruh eritropeitin dibentuk di ginjal,
sisanya dibentuk di hati namun masih belum jelas bagian ginjal yang mana yang dapat
menghasilkan eritropoeitin ini. Tetapi kemungkinan bahwa sel – sel epitel tubulus ginjal
yang mensekresi eritropoeitin. Karena darah yang anemic tidak dapat mengirim cukup
banyak oksigen dari kapiler peritubular ke sel – sel tubular yang memakai banyak sekali
oksigen, jadi dengan demikian dapat merangsang produksi eritropoeitin .
Pada suatu saat keadaan hipoksia pada bagian tubuh yang lain selain ginjal akan juga
merangsang eritropeitin, hal ini menunjukkan bahwa di ginjal terdapat beberapa sensor
nonginjal yang mengirimkan sinyal tambahan pada ginjal untuk memproduksi hormone.
Terutama norepinefrin dan epinefrin serta prostaglandin yang dapat merangsang produksi
eritropoeitin.
Pengaturan tekanan darah
Pengaruh ginjal terhadap tekanan darah, besar dipengaruhi oleh adanya
konsentrasi plasma atau cairan darah. Keseimbangan cairan dalam tubuh dipengaruhi
oleh ADH (anti diuretic hormone). ADH dibentuk dalam nucleus supraoptik
hipotalamus dan berjalan ke bawah di sepanjang serabut saraf menuju hipofisis
posterior tempat ADH disimpan untuk dilepaskan kemidian.
Pengeluaran ADH dirangsang oleh peningkatan osmolalitas atau penurunan
volume plasma. Peningkatan osmolalitas atau penurunan volume plasma dapat
disebabkan oleh factor seperti kekurangan air, kehilangan cairan karena muntah, diare,
berkeringat atau pergeseran cairan karena asites.
Kerja ADH dalam ginjal meniongkatkan proses utama yang terjadi dalam
lengkung henle melalui dua mekanisme yang berhubungan satu dengan yang lain.
Aliran darah melalui vasa rekta di medulla berkurang bila terdapat ADH sehingga
memperkecil pengurangan zat dalam interstitium
ADH meningkatkan permeabilitas duktus pengumpul dan tubulus distal sehingga
mekin banyak air yang berdifusi keluar untuk membentuk keseimbangan dengan
cairan interstitial yang hiperosmotik.
Jadi semakin banyak ADH maka tubulus distal dan duktus pengumpul bersifat
permeable terhadap air sehingga air berdifusi ke dalam interstitial kemudian masuk ke
dalam bagian asenden vasa recta dan dikembalikan ke sirkulasi umum, sehingga urine
memiliki volume kecil namun tinggi konsentrasi osmotiknya.
Sebaliknya dalam keadaan tanpa ADH, tubulus distal dan duktus pengumpul
tidak bersifat permeable sehingga urin yang dikeluarkan bervolume besar dan encer.
Kadar plasma dan cairan tubuh dapat dipertahankan dalam batas-batas yang sempit
melalui pembentukan urin yang lebih pekat atau lebih encer dibandingkan plasma.
Cairan yang banyak diminum menyebabkan cairan rubuh menjadi encer. Urin menjadi
encer dan kelebihan air akan diekskresikan dengan cepat. Sebaliknya, pada waktu
tunuh kehilangan air atau asupan zat terlarut berlebihan menyebabkan cairan tubuh
menjadi pekat, maka urin akan sangat pekat sehingga banyak zat terlarut yang
terbuang dalam kelebihan air.
Hormon-hormon yang mempengaruhi reabsorpsi air, yaitu :
Hormon aldosteron adalah suatu hormon steroid yang dihasilkan oleh cortex
adrenal sebagai respons terhadap kadar kalium darah yang tinggi, terhadap
kadar natrium darah yang rendah, atau terhadap penurunan tekanan darah.
Bila aldosteron merangsang reabsorpsi ion Na+, air akan ikut terabsorpsi dari
filtrate kembali ke dalam darah. Hal ini membantu mempertahankan volume
dan tekanan darah tetap normal.
Atrial natriuretic hormone (ANH), merupakan antagonis dari aldosteron
yang disekresikan oleh atrium jantung saat dinding atrium teregang oleh
tekanan darah yang tinggi atau oleh volume darah yang besar. ANH
menurunkan reabsorpsi ion Na+ dan air oleh ginjal, sehingga ditemukan dalam
filtrate untuk diekskresikan. Dengan peningkatan pembuangan natrium dan
air, ANH membantu menurunkan volume dan tekanan darah.
Hormon antidiuretik (ADH) atau Vasopresin, adalah suatu peptide yang
dilepaskan oleh kelenjar pituitary posterior saat jumlah air di dalam tubuh
turun. Di bawah pengaruh ADH, tubulus kontortus distal dan tubulus
kolektivus mampu mereabsorpsi lebih banyak air dari filtrate ginjal. Hal ini
membantu mempertahankan volume dan tekanan darah tetap normal, dan juga
memungkinkan ginjal memproduksi urine yang lebih pekat daripada cairan
tubuh. Produksi urine yang pekat penting untuk mencegah kehilangan air
secara berlebihan, tetapi tetap mengekskresikan semua zat yang harus
dibuang.
Jika jumlah air dalam tubuh meningkat, sekresi ADH akan berhenti dan
ginjal akan mereabsorpsi lebih sedikit air. Urine menjadi lebih encer dan air
dibuang samapi jumlahnya di dalam tubuh kembali normal. Hal ini dapat
terjadi setelah mengonsumsi air secara berlebihan.
Hormon paratiroid (PTH),) adalah suatu protein yang dihasilkan oleh
kelenjar parathyroid, yang pada ginjal dapat meningkatkan ekskresi P,
reabsorpsi Ca, dan produksi vitamin D.
Keseimbangan ca2+ dan fosfor
Regulasi ginjal terhadap Ca
Konsentrasi normal Ca dalam cairan ekstrasel adalah 2.4 mEq. Di plasma Ca dapat
ditemukan dalam 3 bentuk, yaitu:
dalam bentuk terionisasi sebanyak 50 %, dalam bentuk inilah Ca dapat
melakukan aktivitas biologisnya
terikat pada protein plasma sebesar 40 %
berikatan dengan ion lain, seperti dengan P, sebesar 10 %
Regulasi Ca dilakukan oleh hormon PTH, dengan cara:
dengan merangsang resorpsi tulang
peningkatan rangsangan aktivasi vitamin D peningkatan reabsorpsi Ca
intestinal
peningkatan reabsorpsi ginjal secara langsung di tubulus ginjal
Sebagian ekskresi Ca melalui feses, tapi Ca juga diekskresikan lewat ginjal. Ca yang
diekskresikan di ginjal besarnya dapat dihitung dengan rumus:
= Ca yang difiltrasi – Ca yang direabsorpsi
Jumlah Ca yang ada di plasma yang dapat difiltrasi di glomerulus adalah 50 % karena
Ca yang terikat pada protein plasma tidak dapat melewati glomerulus.Dari semua
jumlah Ca yang masuk ke glomerulus 99% nya direabsorpsi lagi. 65 % direabsorpsi
di TCP, 25-30% di loop Henle, dan 4-9% di TCD dan tubulus koligentes.
Ekskresi Ca di ginjal dipengaruhi oleh:
Ekskresi Ca Turun Naik
Kadar PTH
Volume CES
Tekanan darah
Kadar fosfat plasma
Asidosis metabolik Alkalosis metabolik
Vit D
Regulasi Phospat oleh ginjal
Mekanisme pengaturan ekskresi P diatur oleh mekanisme luapan. Tubulus ginjal
mempunyai transpor maksimal normal untuk mereabsorpsi P sebesar 0.1 mM/menit.
Jadi bila ditemukan kadar P yang kurang dari nilai ini dalam filtrat glomerulus maka,
maka semua P yang difiltrasi akan direabsorpsi. Sebaliknya, bila nilai P melebihi nilai
tersebut, maka kelebihannya akan diekskresikan. Oleh karena itu, secara normal P akan
mulai masuk ke dalam urin saat konsentrasinya dalam cairang ekstrasel meningkat
diatas kadar ambang sekitar 0.8 mM/L, yang memberikan muatan fosfat pada tubulus
sekitar 0.1 mM/L, dengan menganggap GFR sebesar 125 ml/menit.
Pengaturan juga dilakukan oleh PTH dimana jika ada peningkatan PTH maka
reabsorpsi fosfat turun dan sebaliknya. PTH mengatur kadar P dengan 2 cara yaitu:
PTH meningkatkan resorpsi tulang dimana akan terjadi pembuangan P ke
ekstrasel dari garam tulang
PTH menurunkan nilai transpor maksimal di tubulus sehingga banyak P yang
terbuang karena kadar P plasma dianggap berlebihan.
Proses Pembentukan Urine
Filtrasi glomerolus
Reabsorpsi dari tubulus ke darah
Sekresi dari darah ke tubulus
Kecepatan ekskresi urine = laju filtrasi – laju reabsorpsi + laju sekresi
Darah glomerolus kapsul bowman filtrate ( bebas protein, bebas elemen
seluler, bebas RBC, bebas molekul dengan muatan negative ) tubulus reabsorpsi
sekresi ekskresi
A. 100 % di ekskresi ( hanya difiltrasi ) kreatinin, urea, asam urat, garam asam urat
B. Difiltrasi dengan direabsorpsi sebagian Na, Cl, HCO3
C. 100% tidak di ekskresi ( difiltrasi dengan direabsorpsi total ) asam amino, glukosa
D. Difiltrasi dengan disekresi
Komposisi Filtrat Glomerulus : air dan bahan-bahan lain seperti natrium, glukosa,
inulin, mioglobin, albumin, asam amino, kecuali protein dan sel darah merah.
Membran kapiler glomerulus : terdiri dari tiga lapisan (dari dalam ke luar), yaitu
- Membrane endotel yang terdiri dari ribuan fenestrate
- Membran basalis, terdiri dari kolagen dan fibril proteoglikan
- Epitel dengan tonjolan seperti kaki panjang (podosit) dengan celah namanya slit pores
Semua lapisan membran kapiler glomerulus sama-sama membentuk sawar filtrasi tapi
membran dasar atau membran basalis yang merupakan sawar bagi protein plasma karena
muatan listrik negatif kuat yang berkaitan dengan proteoglikan.
Kemampuan filtrasi zat terlarut tergantung dari dua hal yaitu:
1. Berat Molekul.
Semakin berat dan besar molekul maka semakin sulit untuk lewat atau terfiltrasi.
2. Muatan Molekul.
Semakin negatif maka semakin sukar untuk lewat. Sukar lewat karena muatan
negatif dan tolakan elektrostatiknya didesak oleh muatan negatif proteoglikan
membran dasar.
GFR (180 liter / hari = 125 ml / menit) naik Volume urine naik
Keuntungan GFR tinggi
o Ginjal mampu menyingkirkan produk buangan dari tubuh dengan cepat
o Semua cairan dapat difiltrasi dan diproses oleh ginjal sepanjang waktu tiap hari
o Mengatur volume dan komponen cairan tubuh dengan cepat dan tepat
GFR ditentukan oleh :
o Keseimbangan kekuatan osmotic koloid dan hidrostatik lintas membrane
kapiler
o Koefisien filtrasi ( Kf ) hasil permeabilitas dan daerah permukaan filtrasi
kapiler
GFR = Kf x Tekanan filtrasi akhir
Tekanan filtrasi akhir = tekanan hidrostatik glomerolus ( 60 mmHg ) – Tekanan
kapsula bowman ( 18 mmHg ) – Tekanan osmotic / onkotik koloid glomerolus ( 32
mmHg ) = 10 mmHg
Yang mempengaruhi GFR :
o Kf naik GFR naik
o Kf turun ( saat ada penyakit yang menurunkan fungsi, ketebalan membrane
kapiler glomerolus, konduktivitas hidrolik ginjal ) GFR turun ( merusak,
menghancurkan ginjal )
o Tekanan hidrostatik kapsula bowman naik, GFR turun
o Tekanan osmotic / onkotik koloid glomerolus naik, GFR turun
o Tekanan hidrostatik glomerolus naik, GFR naik
- Ditentukan oleh : Tekanan arteri, tahanan arteriol aferen, tahanan arteriol
eferen
- Tekanan arteri naik, tekanan hidrostatik glomerolus naik, GFR naik
- Tahanan arteriol aferen naik, tekanan hidrostatik glomerolus turun, GFR
turun
- Tahanan arteriol eferen naik :
- Akut tekanan hidrostatik glomerolus naik, GFR naik
Kronis ( jika konstriksi arteriol eferen > 3X kenaikan tahanan arteriol
eferen ) tekanan osmotic koloid naik kekuatan akhir filtrasi turun
GFR turun
Aliran darah ginjal digunakan untuk nutrisi, membuang produk buangan, dan untuk
filtrasi. Rumus dari aliran darah ginjal adalah
Aliran darah dalam vasa rekta medulla renal < daripada aliran dalam korteks renal
GFR ditentukan oleh tekanan hidrostatik glomerolus dan tekanan osmotic koloid
kapiler glomerolus. Hal ini dipengaruhi oleh simpatis, hormone, autokoid ( zat
vasoaktif dalam ginjal yang bekerja local di ginjal ), dan kontrol umpan balik dalam
ginjal (intrinsic).
o Simpatis naik konstriksi arteriol renal aliran darah ginjal turun GFR
turun (gangguan akut, parah, rekasi pertahanan, iskemia otak, perdarahan
hebat).
o Hormone
- Norepinefrin / epinefrin ( dari medulla adrenal ) konstriksi arteriol GFR
turun
- Endotelin ( peptide yang dilepas saat sel endotel vascular ginjal / jaringan lain
rusak )
Pembuluh darah terluka endotel rusak endotelin keluar vasokonstriksi
bantu homeostasis kehilangan darah turun GFR turun
- Angiotensin II ( dibentuk dalam ginjal dan sirkulasi sistemik )
Tekanan arteri turun / volume turun angiotensin II naik konstriksi arteriol
eferen cegah GFR turun reabsorpsi Na + air naik
- Oksida nitrit dari endotel cegah vasokonstriksi berlebihan memudahkan ren
untuk ekskresi Na + air
- Prostaglandin ( PGE2 / PGI2 ) + bradikinin ( efek utamanya pada arteriol aferen )
vasodilatasi GFR naik
Autoregulasi
- untuk petahankan GFR kontrol ekskresi air + zat terlarut
- Menyediakan aliran darah lebih tinggi daripada yang dibutuhkan
- Mencegah perubahan yang besar pada GFR
- Menaikkan reabsorpsi saat GFR naik ( keseimbangan glomerolus )
- Perubahan tekanan arteri ( naik ) menyebabkan efek ekskresi air ( diuresis
tekanan ) dan efek ekskresi Na ( natriuresis tekanan ) yang berlangsung parallel
Filtrate glomerolus masuk ke tubulus ginjal, meliputi TC I, ansa henle, TC II, tubulus
collegentes, duktus collegentes
Filtrasi + reabsorpsi > sekresi ( banyak zatnya )
Filtrasi glomerolus tidak selektif kecuali pada protein plasma dan zat yang terikat pada
protein, sedangkan reabsorpsi tubulus sangat selektif
Tubulus proximal
reabsorpsi tubulus hingga 65 % dari reabsorpsi total karena banyak mengandung
mitokondria, brush border, labirin intraseluler, saluran basal luas yang menyediakan
energi dan luas permukaan yang tinggi
Ansa henle
o Terdiri dari bagian tipis descenden, tipis ascenden, dan tebal ascenden.
o Bagian tipis baik descenden maupun ascenden memiliki sedikit mitokondria
dan tidak memiliki brush border
o Tipis descenden 20 % air direabsorpsi
o Tebal ascenden 25 % impermeable terhadap air, hanya reabsorpsi zat
terlarut
Tubulus distal segmen pengencer
Reabsorpsi Na, K, Cl, impermeable terhadap air + ureum
Tubulus distal bagian akhir dan tubulus collegentes kortikalis
o Impermeable terhadap ureum
o Terdiri dari sel prinsipalis dan sel intercalated berperan dalam regulasi asam
basa
Duktus collegentes medulla
o ADH mulai bekerja di segmen ini
o Reabsorpsi ureum
o 10 % reabsorpsi Na + air
o Sekresi ion hydrogen regulasi asam basa
Aliran masuk naik muatan tubulus naik kecuali reabsorpsi naik
keseimbangan glomerolus
Reabsorpsi tubulus dipengaruhi hormon dan saraf
o Hormon
o Saraf simpatis
Simpatis konstriksi arteriol GFR turun reabsorpsi Na di TC I,
tebal ascenden ansa henle naik pipis sedikit, pekat
Simpatis renin + angiotensin II naik reabsorpsi naik + sekresi
turun pipis sedikit, pekat
Urine pekat butuh
o ADH yang tinggi
o Osmolaritas cairan interstisial medulla yang tinggi pula ( hiperosmotik medulla
renalis ), ditentukan oleh :
Transport aktif Na, K, Cl keluar tebal ascenden ansa henle
Transport aktif ion dari ductus collegentes
Difusi pasif urea dari medulla ductus collegentes
Difusi air dari tubulus medulla < reabsorpsi zat terlarut ke dalam
interstisium medulla
Resirkulasi ureum bantu membuat hiperosmotik medulla renalis
TC II, ductus collegentes berperan dalam ekskresi urine pekat karena ADH
bekerja di sini
Konsentrasi urine
Pengonsentrasian urine
Pengaturan sekresi ADH
o Jika ADH tinggi mekanisme haus teraktivasi ( selain itu juga diaktivasi oleh
kekeringan mulut dan angiotensin II )
Simpatis
o Konstriksi arteriol GFR turun reabsorpsi naik
o Reabsorpsi tubulus naik
o Rennin, aldosteron, angiotensin II tersekresi reabsorpsi naik
o Regangan baroreseptor arterial turun di sinus karotikus dan arcus aorta
karena volume darah turun, tekanan arteri sistemik turun
Kalium direabsorpsi di TC I, ascenden ansa henle dan sekresinya di TC II, ductus
collegentes. Sekresi kalium oleh sel prinsipalis dirangsang oleh alkalosis, [K+]
extracell tinggi, aldosteron tinggi, dan laju aliran tubulus naik.
Kalsium
Keseimbangan Asam Basa
Ion hydrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hydrogen. Molekul
yang mengandung atom – atom hydrogen yang dapat melepaskan ion – ion hydrogen dalam
larutan yang disebut asam. Pengaturan keseimbangan ion hydrogen dalam beberapa hal sama
dengan pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Untuk mencapai homeostasis harus ada
keseimbangan antara asupan atau produksi ion hydrogen.
Pengaturan ion hidrogen ini penting karena hampir semua aktivitas system enzim dalm
tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi ion hydrogen. Konsentrasi normal ion hydrogen=
0,00004mEq/liter.
Misalnya HCL yang berionisasi dengan air membentuk ion – ion Hidrogen dan ion
klorida. Demikian juga asam karbonat berionisasi dalam air membentuk ion hydrogen dan ion
bikarbonat. Sedangkan basa adalah molekul yang dapat menerima ion hydrogen.
Protein – protein dalam tubuh juga berfungsi sebagai basa karena beberapa asam amino
yang membangun protein dengan muatan akhir negative siap menerima ion –ion hydrogen.
Protein Hemoglobin dalam sel darah merah dan protein dalam sel – sel tubuh yang lain
merupakan basa – basa tubuh yang paling penting.
Molekul yang mengandung atom hidrogen yang dapat melepaskan ion hidrogen dalam
larutan disebut zat asam. Misalnya HCl dan H2CO3 .
Istilah basa sering disebut dengan alkali. Alkali adalah suatu molekul yang terbentuk dari
kombinasi satu atau lebih logam alkali – natrium, kalium, lithium- dengan ion yang mendasar
sepeti ion hidroksil. Bagian dasar dari molekul ini bereaksi sangat cepat dengan ion –ion
hydrogen untuk menghilangkannya dari larutan dan oleh karena itu merupakan basa – basa
yang khas. Contoh zat basa adalah HCO3- ; HPO4
2- ; protein-protein dalam tubuh.
Istilah alkalosis adalah kelebihan pengeluaran ion-ion hydrogen dari cairan tubuh,
sebaliknya penambahan ion –ion hydrogen yang berlebihan disebut asidosis.
Keadaan keasaman dalam tubuh dijaga tetap stabil diantara nilai 7.35–7.45
Setiap pergeseran pH akan berakibat sangat berbahaya karena H+ berpengaruh terhadap
stabilitas membran sel, struktur protein dan kerja enzim. Mekanisme kontrol pH dipengaruhi
oleh tiga buffer mayor dalam tubuh yaitu:
1. Protein buffer system. Buffer ini berkontribusi terhadap keseimbangan pH intraseluler
maupun ekstraseluler.
Jika kondisi asam atau saat pH turun maka ion karboksilat dan grup amino dapat
bertindak sebagai basa lemah dan menerima hidrogen membentuk gugus karboksil (-
COOH) dan ion amino(-NH3+). Efek ini secara terbatas kepada asam amino bebas dan
asam amino terakhir merupakan rantai polipeptida, karena carboksil dan gugus amino
dalam ikatan peptida tidak dapat berfungsi sebagai buffer.
Buffer dalam darah merah mempunyai perkecualian yaitu dengan menggunakan buffer
hemoglobin. Sistem hemoglobin mencegah perubahan drastis pH akibat penurunan
atau kenaikan pCO2.
2. Sistem Buffer asam karbonat dan bikarbonat.
Peran utama dari sistem ini adalah untuk mencegah perubahan pH akibat dari asam
organic dan asam tetap dalam ECF. Tetapi buffer ini mempunyai tiga keterbatasan
Sistem ini tidak dapat melindungi perubahan pH ECF akibat kenaikan atau
penurunan kadar CO2. Penambahan CO2 akan membuat reaksi bergeser ke kanan
yang akan nantinya akan membuat H2CO2 berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-
sehingga pH akan menjadi turun.
Sistem ini hanya dapat berfungsi jika sistem respirasi dan pusat kontrol sistem
respirasi berjalan normal. Hal tersebut dikarenakan sistem respirasi dibutuhkan
untuk membuang CO2 yang dihasilkan.
Kemampuan sistem buffer asam terbatas pada ketersidiaan ion bikarbonat. Setiap
ion hidrogen yang dilepas dari darah membutuh ion bikarbonat. Ketika semua ion
bikarbonat habis maka sistem buffer ini tidakakan berjalan (walaupun hal ini
sangat jarang).
3. Sistem buffer phospat
Sistem ini hanya sebagai sistem pembantu pada ECF tetapi mempunyai peranan yang
penting dalam ICF dan dalam menyetabilkan pH urin.
Gangguan Keseimbangan Asam Basa
Acid-base
imbalancePlasma pH Primary disturbance Compensation
Respiratory
acidosis
- low - increased pCO2 - increased renal net acid
excretion with resulting increase
in serum bicarbonate
Respiratory
alkalosis
- high - decreased pCO2 - decreased renal net acid
excretion with resulting decrease
in serum bicarbonate
Metabolic
acidosis
- low - decreased HCO3- - hyperventilation with resulting
low pCO2
Metabolic
alkalosis
- high - increased HCO3- - hypoventilation with resulting
increase in pCO2
Asam kuat : kuat melepas H+ ex: HCl
Asal lemah : kurang kuat melepas H+ ex: H2CO3
Basa kuat : bereksi cepat dengan H+ ex: OH-
Basa lemah : bereaksi lemah dengan H+ ex: HCO3-
Asam lemah dan basa lemah inilah yang berperan dalam pengaturan
kesimbangan asam basa
Asidosis: pH turun
Alkalosis : pH naik
Perubahan keseimbangan asam basa diatur oleh 3 hal:
1. Sistem penyangga asam basa dalam cairan tubuh
2. Pusat pernapasan
3. Ginjal
a. Sistem penyangga asam basa dalam cairan tubuh
BIKARBONAT
Terdiri dari larutan air yang mengandung 2 zat :
- asam lemah : H2CO3
- garam bikarbonat : NaHCO3
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-
karbonik anhidrase
bila ditambah ASAM KUAT (HCl H+ + Cl-)
H+ + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O
CO2 yang berlebihan akan merangsang pernapasan (CO2 dikeluarkan dari
cairan ekstraselular)
bila ditambah BASA KUAT ( NaOH Na+ + OH-)
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-
+ NaOH + Na
HCO3- : diekskresikan oleh ginjal
Karena digunakan untuk membentuk H2CO3 , CO2 akan turun dari aliran darah
sehingga menyebabkan pernapasan terhambat agar laju pengeluaran CO2 juga
turun
pH = 6,1 + log HCO3-
0,03 x PCO2
pCO2 = 40mm Hg , HCO3 = 24 mM ,
pH = 6.1 + log(24/(0.03 x 40))
= 6.1 +log (20/1)
= 7.4
Jadi, Normal plasma pH = 7.4 (Range: 7.35 - 7.45)
Bikarbonat
Turun : asidosis metabolic
Naik : alkalosis metabolik
PCO2
Naik : asidosis respiratorik
Turun : alkalosis respiratorik
FOSFAT
Diatur oleh H2PO42- dan HPO4
-
Ditambah ASAM KUAT
HCl + Na2HPO4 NaH2PO4 + NaCl
Ditambah BASA KUAT
NaOH + NaH2PO4 NaHPO4 + H2O
Kekuatan penyangga fosfat ini hanya sekitar 8% dari penyangga bikarbonat
Namun sangat berperan pada:
- tubulus ginjal
- cairan intraselular
PROTEIN
Protein berkonsentrasi tinggi terutama di dalam sel
a. Pusat pernapasan
Garis pertahanan kedua terhadap gangguan asam basa adalah pengaturan
konsentrasi CO2 cairan ekstraseluler oleh paru-paru. Sesuai dengan persamaan
Henderson-Hasselbach peningkatan PCO2 cairan ekstraseluler akan
menurunkan pH, sedangkan penurunan PCO2 akan meningkatkan pH.
Oleh karena itu, untuk mencapai suatu keseimbangan, apabila suatu saat
konsentrasi ion hidrogen meningkat di atas normal (pH turun), sistem
pernapasan dirangsang dan ventilasi alveolus meningkat. Keadaan ini
menurunkan PCO2 cairan ekstrasel dan mengurangi konsentrasi ion hidrogen
kembali menuju normal.
Sebaliknya, bila konsentrasi ion hidrogen turun di bawah normal (pH turun),
pusat pernapasan menjadi tertekan, ventilasi alveolus menurun dan konsentrasi
ion hidrogen meningkat kembali menuju normal.
b. Ginjal
Ginjal mengontrol keseimbangan asam-basa dengan mengeluarkan urin yang
asam atau yang basa.
Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan
ekstraseluler
Pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari cairan ekstraseluler.
Keseluruhan mekanisme ekskresi urin asam atau basa oleh ginjal adalah
sebagai berikut:
Di ginjal, sejumlah ion bikarbonat dapat difiltrasi secara terus-menerus ke dalam
tubulus, dan bila ion bikarbonat diekskresikan ke dalam urin, keadaan ini
menghilangkan basa dari darah.
Sebaliknya, sejumlah besar ion hidrogen juga dapat disekresikan ke dalam lumen
tubulus oleh sel-sel epitel tubulus, jadi menghilangkan asam dari darah.
Apabila lebih banyak ion hidrogen yang disekresikan daripada ion bikarbonat yang
disaring, akan terdapat kehilangan asam dari cairan ekstraseluler.
Apabila lebih banyak bikarbonat yang disaring daripada hidrogen yang
disekresikan, akan terdapat kehilangan basa.
Respon Ginjal Terhadap Asidosis dan Alkalosis
Acidosis terjadi saat buffer plasma normal tertekan oleh kelebihan ion hidrogen. Saat pH
turun akibat produksi asam organik dan volatile maka respon ginjal terbatas pada:
1. Sekresi H+
2. Aktifitas buffer pada cairan tubular
3. Pelepasan CO2
4. Dan rearbsorpsi NaHCO3
Ketika terjadi alkalosis maka:
1. Jumlah sekresi H+ turun
2. Sel tubulus tidak menggunakan ion bikarbonat dalam cairan tubuler
3. Transport HCO3- ke dalam cairan tubulus saat pelepasan HCl kedalam cairan
peritubular.
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Keseimbangan Air
Keseimbangan cairan dalam tubuh mengarah kepada interaksi cairan ekstra selular dengan
lingkungan di luar tubuh tanpa melihat adanya pengaruh elektrolit. Perpindahan cairan
tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini
Keseimbangan Air
Sumber Input Harian (ml)
Air dalam bentuk makanan 1000
Air dalam bentuk liquid 1200
Air hasil dari metabolisme 300
Total 2500
Metode Eliminasi Output Harian (ml)
Urination 1200
Evaporasi lewat kulit 750
Evaporasi lewat paru 400
Feses 150
Total 2500
Kehilangan air secara rutin secara kasar sekitar 2500 ml setiap harinnya melalui urin,
feses dan penguapan secara tidak sengaja. Penguapan secara sengaja melalui aktifitas dapat
mengakibatkan defisit air secara signifikan karena dapat mencapai sekitar 4 liter air yang
hilang.
Kenaikan temperatur melalui demam. Demam dapat meningkatkan kehilangan air
sekitar 200 ml di atas normal.
Intake Air. Intake secara kasar sekitar 2500 ml per hari atau sekitar 40ml/kgBB. Salah
satu sumber untuk memenuhi hal tersebut adalah pembentukan air lewat metabolisme. Dalam
metabolisme air didapat melalui reaksi fosforilasasi oksidatif dalam mitokondria. Saat sel
memecah 1 gram lipid sekitar 1,7 ml air dibuat (0.41ml/g untuk protein dan 0.55ml/g untuk
karbohidrat). Melalui cara ini sekitar 12 % kebutuhan tubuh terpenuhi.
Kelebihan air dan Kekurangan Air
Air dalam tubuh tidak gampang dimonitor dari luar. Tetapi konsentrasi Na+ dalam plasma
merupakan indikator yang sangat berguna. Ketika air meningkat dan cukupkuat untuk
membuat konsentrasi Na+ dibawah 130 mEq/l maka muncul kondisi hiponatremia. Ketika
konsentrasi melebihi 150 mEq/l maka muncul kondisi hipernatremia.
Hyponatremia merupakan tanda dari overhidrasi atau kelebihan air. Penyebab dari
overhidrasi adalah:
1. Ingesti volume yang besar lewat fresh water atau infusion
2. Ketidakmampuan membuang air karena gagal ginjal kronis, gagal jantung, dan
cirrhosis.
3. Penyakit endokrin yang menyebabkan over produksi ADH
Kadar natrium yang rendah menyebabkan air berpindah menuju ICF yang berefek utama
ke sistem saraf pusat. Intoksikasi air merupakan hal yang jarang tetapi sangat berbahaya.
Proses yang cepat halusinasi, kejang, koma kemudian kematian dapat terjadi.
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan diuretik dan pemberian natrium
Hypernatremia merupakan tanda dari dehydrasi karena kekurangan air. Kehilangan air
menyebabkan rasa haus, kulit berkerut dan kering, penurunan volume plasma dan tekanan
darah yang dapat menyebabka shock pada sistem sirkulasi. Penatalaksanaan yang dilakukan
adalah dengan pemberian carian hypotonic secara enteral maupun parentral.
Keseimbangan Elektrolit
Keadaan tubuh berada dalam keseimbangan asam dan basa. Hal tersebut menjadi penting
karena
Konsentrasi elektrolit total berpengaruh kepada keseimbangan cairan
Konsentrai elektrolit dapat mempengaruhi fungsi sel.
Dua kation yang patut diperhatikan adalah Na+ dan K+ karena
1. Kontribusi mereka yang besar dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler
2. Mereka mempunyai efek langsung dalam fungsi sel
Keseimbangan Natrium di pengaruhi 2 faktor yaitu:
1. Uptake ion natrium lewat saluran pencernaan. Ion natrium melewati epitel saluran
pencernaan melalui difusi dan carrier mediated transport
2. Ekskresi Ion Natrium pada ginjal dan tempat lain. Kehilangan natrium secara primer
di ekskresi melalui urin dan melalui penguapan.
Keseimbangan Kalium
Secara kasar 98% kalium pada tubuh manusia berada dalam ICF. Sel mencurahkan
energinya untuk melindungi ion kalium agar tetap berada di dalam karena mereka berdifusi
keluar sitoplasma ke ECF. Sama seperti natrium, kadar konsentrasi ion kalium di ECF berada
dalam keseimbangan karena keseimbangan antara penyerapan pada epitel saluran cerna dan
pembungan pada ginjal. Pembuangan kalium dalam urine diatur oleh pompa ion pada tubulus
distal dan kolektivus.
Ion K+ yang terbuang lewat urin biasanya dibatasi oleh jumlah yang diarbsorpsi pada
epitel pencernaan yaitu sekitar 50-150 mEq/hari. Ratio sekresi K+ merupakan respon dari tiga
faktor berikut
1. Perubahan konsentrasi K+ pada ECF. Secara umum semakin besar konsentrasi kalium
pada cairan ekstraseluler semakin besar rasio sekresinya.
2. Perubahan PH. Saat PH turun maka PH pada cairan tubular juga turun maka kation
yang disekresikan cenderung ke H+ daripada K+ untuk mengganti ion natrium yang
hilang.
3. Kadar aldosteron. Jumlah ion kalium yang terbuang melalui urin sangat dipengaruhi
oleh aldosteron, karena pompa ion yang sensitif oleh hormon ini mengrearbsorpsi Na+
dan ditukar oleh K+ dari cairan peritubular.
Aldosteron dipengaruhi oleh angitensin II sebagai bagian dari pengontrol volume
darah, tetapi kadar K+ yang tinggi juga berpenogaruh langsung terhadap sekresi
aldosteron.
Hypokalemi
Saat konsentrasi potasium turun dibawah 2mEq/l maka suatu kelemahan otot yang parah
akan muncul yang kemudian diikuti oleh paralisis. Penyebab dari hipokalemi meliputi:
1. Intake inadekuat K+ yang tidak dapat mengimbangi output dari urin
2. Pemberian diuretik. Beberapa diuretik menyebabkan hipokalemi walaupun kadar
kalium dalam urine tetap sedikit. Hal tersebut dikarenakan volume yang banyak dari
urin juga menyebabkan kalium yang terbuang juga bertambah banyak
3. Sekresi aldosteron yang berlebihan. Sekresi aldosteron akan meningkatkan retensi
natrium yang berakibat pada peningkatan sekresi kalium
4. Peningkatan PH dalam ECF. Penurunan ion hidrogen dalam ECF akan menyebabkan
pelepasan ion hidrogen dalam sel, sebagai kompensasinya ion kalium dalam ECF akan
berpindah ke dalam sel untuk mempertahankan PH cairan intra seluler. Hal tersebut
tentu saja membuat kadar kalium plasma akan turun.
Hiperkalemi
Saat konsentrasi K+ melebihi 8mEq/l maka aritmia yang parah akan timbul. Faktor-faktor
yang mempengaruhinya adalah
1. Gagal ginjal. Gagal ginjal karena trauma maupun penyakit kronis akan menghambat
sekrese ion kalium.
2. Pemberian diuretik yang menghambat retensi Na+. Saat penyerapan natrium berjalan
lambat maka sekresi kalium juga berjalan lambat.
3. Penurunan pH ECF. Saat terjadi penurunan pH maka ginjal cenderung mensekresi H+
dari pada ion kalium. Kombinasi dari masuknya ion kalium dan penurunan sekresi
kalium akan menyebabkan hiperkalemi yang berlangsung sangat cepat dan berbahaya.
Sistem RAA
Sistem renin-angiotensin-aldosteron berperan dalam pengaturan keseimbangan kadar
natrium tubuh. Sistem ini berhubungan dengn aparatus jukstaglomerulus (JGA) yang terdiri
dari 3 macam sel, yaitu jukstaglomerulus (JG) atau sel granular (yang memproduksi dan
menyimpan renin), makula densa (tubulus distal), dan mesangial ekstraglomerular atau sel
lacis.
Mekanisme pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron terjadi apabila terdapat
keadaan hipotensi atau hipovolemia, yang mana keadaan tersebut mempengaruhi laju perfusi
ginjal (hipoperfusi ginjal). Hipoperfusi ginjal menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal
dalam arteriol aferen dan menurunnya hantaran NaCl ke makula densa di tubulus distal.
Kedua keadaan tersebut merangsang sel JG untuk melepaskan renin. Renin kemudian diubah
menjadi Angiotensin 1 dan Angiotensin 1 diubah menjadi Angiotensin II oleh Angiotensin
Converting Enzym (ACE). Terbentuknya Angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk
melepaskan aldosteron, peningkatan laju reabsorpsi Na dan air, serta peningkatan volume
ECF. Selain itu, juga menyebabkan vasokonstriksi perifer. Akibat efek Angiotensin II
tersebut, menyebabkan peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah akhirnya juga
meningkatkan laju perfusi ginjal.
Aktivasi vitamin D
Mengubah vitamin D inaktif menjadi bentuk aktif (1,25 dihidroksivitamin D3),
hormon yang merangsang absorpsi kalsium di ususSintesis amonia dari asam amino untuk
pengaturan imbangan asam-basaSintesis glukosa dari sumber non-glukosa saat puasa
berkepanjangan Menginaktivasi beberapa hormon: angiotensin II, glukagon, insulin, hormon
paratiroid.
Regulasi Hormonal dan Neural
Kontrol pada ginjal terdiri dari :
1. Hormonal dan aukaroid, yang mempengaruhi
a. Filtrasi
b. Reabsorbsi
2. Neural (otonom), yang juga mempengaruhi
a. Filtrasi
b. Reabsorpsi
3. Autoregulasi
PENJELASAN :
1. Hormon dan Aukaroid
a. Filtrasi
Epinephrine, Norepinephrine,endotelin
untuk meminimalkan kehilangan darah
Konstriksi asteriol aferen dan eferen => menurunkan GFR
Angiotensin II
Konstriksi erteriol aferen yang akan menurunkan aliran di kapiler
peritubulus (reabsorpsi Na dan air meningkat) serta meningkatkan
Phidros glomerulus
Terjai pada penurunan tekanan darah yang menurunkan GFR
Oksida nitrit
Mencegah hipokonstriksi => ekskresi air dan Na normal
PGE2 dan bradikinin
Mengurangi efek konstriktor ginjal dari angiotensin II
b. Reabsorpsi
Aldosteron
Pada sel prinsipal ductus colingentes kortikalis
Meningkatkan reabsorpsi Na dan air
Meninhkatkan sekresi K
Angiotensin II
Di tubulus proksimal
Meningkatkan reabsorpsi Na dan H20
Meningkatkan sekresi H
ADH
Pada tubulus distal atau ductus colingentes
Meningkatkan reabsorpsi air
PNA
Tubulus distal atau ductus colingentes => menurunkan reabsorpsi
NaCl
PTH
Tubulus proksimal, segmen tebal ascendens, tubulus distal
Menurunkan reabsorpsi PO4 => meningkatkan reabsorpsi Ca+2
2. Sistem saraf otonom (simpatis)
a. Filtrasi
Kuat
Konstriksi arteriol renal
Aliran darah ginjal menurun bukan peran utama
GFR menurun
Sedang
Hanya mempunyai efek yang sedikit
b. Reabsorpsi
Konstriksi arteriol aferen dan eferen => menurunkan GFR
Menurunkan ekskresi Na dan air
Meningkatkan absorpsi Na di tubulus proksimal dan segmen tebal
ascendens
Aktivasi RAA
3. Autoregulasi
Fungsi : Mencegah perubahan drastis pada GFR
Tekanan arteri menurun => Phidrostatik menurun => GFR menurun => NaCl
di makula densa menurun sementara reabsorpsi NaCl proksimal meningkat =>
activasi renin dan penurunan tahanan arteriolar aferen.