Post on 25-Dec-2019
30 November2017
PROSIDINGSKF2017
Arus Terpolarisasi Elektron Bergantung Spin pada Spin-
FET
Tisa I. Ariani1,a), Hantika Mardianti1, Yudi Darma1,b), Fatimah A. Noor 1,c) dan
Khairurrijal1,d)
1Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik, Program Studi Fisika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung,
Jl. Ganesha No. 10 Bandung, Indonesia, 40132
a) tistiqomahariani@gmail.comb)yudi@fi.itb.ac.id
c) fatimah@fi.itb.ac.idd)krijal@fi.itb.ac.id
Abstrak
Pada makalah ini dilakukan perhitungan untuk mendapatkan arus elektron terpolarisasi spin pada spin-FET.
Divais dimodelkan sebagai sumur kuantum trapezoid dengan struktur Fe-AlAs-Fe. Polarisasi spin pada
bahan terjadi akibat efek bulk inversion asymmetry. Perhitungan dilakukan dengan terlebih dahulu mencari
nilai transmitansi dan polarisasi bergantung spin dengan menggunakan metode matriks transfer, kemudian
nilai arus dihitung dengan menggunakan metode Gauss-Laguerre. Nilai arus untuk keadaan spin up lebih
besar daripada keadaan spin down. Semakin tinggi temperatur dan semakin sempit lebar penghalang,
semakin naik nilai arus. Namun, semakin besar sudut datang elektron, semakin rendah nilai arus.
Kata-kata kunci: Arus, Dresselhauss, Gauss-Laguerre, matriks transfer, spin
PENDAHULUAN
Dunia elektronika terus mengalami perkembangan pesat tiap tahunnya, saat ini telah muncul divais
elektronik yang menggunakan sifat spin elektron untuk membantu mengatur perpindahan elektron. Divais
tersebut dikenal sebagai divais spintronik. Salah satu divais spintronik yang sedang dikembangkan saat ini
adalah spin-FET. Divais ini pertama kali diusulkan oleh Supriyo Datta dan Biswajit Das pada tahun 1989,
namun baru berhasil dibuat pada tahun 2010 oleh tim ilmuwan internasional dari Laboratorium Hitachi
Cambridge di Inggris, Universitas Texas A&M, Universitas Cambridge dan Nottingham di Inggris, serta dari
Akademi Sains dan Universitas Charles di Republik Ceko[1]. Prinsip kerja dari spin-FET mirip dengan
transistor lain, seperti MOSFET, hanya saja ada tambahan pengaruh spin dalam penggunaannya.
Yang diinginkan pada spin-FET adalah arus terpolarisasi spin dimana elektron mengalir dengan spin yang
dapat dikendalikan. Salah satu cara untuk mengendalikan spin adalah dengan menggunakan material yang
dapat mempolarisasi spin. Voskoboynikov dkk. mengusulkan pemakaian bahan semikonduktor non-magnetik
untuk aplikasi
divais spintronik[2]. Walaupun bahan tersebut tidak memiliki sifat magnetik yang umumnya digunakan
untuk mempolarisasi spin, polarisasi spin tetap dapat terjadi akibat efek inversion asymmetry yang terdapat
pada semikonduktor non-magnetik[3].
ISBN: 978-602-61045-3-3 122
30 November2017
PROSIDINGSKF2017
Gambar 19. (a)Konfigurasi umum spin-FET[4] dan (b) Model potensial transmitansi elektron berbentuk trapezoid[5]
Penelitian mengenai divais spintronik, khususnya spin-FET, membutuhkan biaya tinggi dan alat yang
canggih sebab berkenaan dengan spin elektron yang sulit untuk diamati secara langsung. Pemodelan divais
dilakukan terlebih dahulu sebelum mengadakan eksperimen supaya eksperimen yang nantinya dilakukan
tidak memakan waktu dan biaya lebih serta dapat meminimalisir kegagalan. Pada makalah ini, akan
dilakukan pemodelan spin-FET dengan memanfaatkan teori kuantum.
Arus pada spin-FET dapat dihitung dengan terlebih dahulu melakukan perhitungan transmitansi elektron
bergantung spin. Model potensial yang digunakan dalam perhitungan ini merupakan heterostruktur
berpenghalang tunggal seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1(b). Bahan di daerah I dan daerah III adalah
sumber dan cerat berbahan logam dan kanal AlAs pada daerah II, yang merupakan semikonduktor dengan
struktur kristal zinc-blende. AlAs dianggap sebagai penghalang potensial dengan lebar L. Representasi
matematis dari sumur kuantum trapezoid adalah sebagai berikut
0, daerah I
( ) , daerah II
, daerah III
b
b
qVV z z
L
qV
(1)
Efek inversion asymmetry yang digunakan dalam perhitungan adalah efek BIA (Bulk Inversion
Asymmetry). Efek ini disebabkan oleh asimetri pada struktur kristal AlAs yang berupa zinc-blende. Oleh
karena itu, dalam Hamiltonian sistem ada tambahan suku Dresselhauss[3][5][6]: 2 2 2 2 2 2{ ( ) ( ) ( )}D x x y z y y z x z z x yH k k k k k k k k k
(2)
Model potensial yang digunakan memiliki penghalang setinggi ϕ yang berbentuk trapezoidal akibat
pemberian tegangan listrik eksternal Vb dan muatan elektron q. Meskipun energi elektron lebih rendah
daripada tinggi penghalang, elektron tetap berpeluang untuk berpindah dari daerah I ke daerah III dengan
syarat fungsi gelombang elektron tidak nol. Perpindahan elektron melewati penghalang potensial ini
merupakan efek terobosan kuantum.
TRANSMITANSI ELEKTRON DENGAN METODE MATRIKS TRANSFER
Penghalang pada model potensial trapezoid dibagi menjadi segmen-segmen dengan jumlah N. Segmen-
segmen tersebut masing-masing memiliki nilai potensial yang tetap. Untuk tiap segmen, dicari solusi dari
persamaan Schroedinger dengan tambahan Hamiltonian Dresselhaus sehingga diperoleh solusi umum
persamaan Schroedinger untuk seluruh segmen adalah
1 1 1 1exp( ) exp( ),ik z B ik z (3)
exp( ) exp( ),j j j j jA ik z B ik z (4)
exp( ),N N NA ik z (5)
dengan j menunjukkan segmen ke-2 sampai segmen N-1, A dan B adalah konstanta. A1 ditetapkan bernilai
sama dengan satu untuk memudahkan perhitungan dan BN bernilai sama dengan nol sebab tidak ada
gelombang yang dipantulkan pada segmen terakhir (segmen ke-N).
(b) (a)
ISBN: 978-602-61045-3-3 123
30 November2017
PROSIDINGSKF2017
Solusi seluruh segmen harus memenuhi syarat kontinuitas Ben-Daniel-Duke[7] pada bidang batas
antarmuka segmen. Dengan menerapkan syarat batas tersebut, didapatkan koefisien transmisi elektron yaitu
Nt A . (6)
Transmitansi kemudian dapat dihitung dengan mengalikan koefisien transmisi yang diperoleh dengan
konjugasinya, *t tt . (7)
Lalu, polarisasi elektron didefinisikan sebagai berikut
𝑃 ≡𝑇+−𝑇−
𝑇++𝑇−× 100%. (8)
ARUS ELEKTRON DENGAN METODE GAUSS-LAGUERRE
Rapat arus pada spin-FET dihitung dengan menggunakan rumus[8]
1
2 3 0
1 exp ( )( ) ln
2 1 exp
F z
z z z
F z b
E E kTqm kTJ T E dE
E E qV kT
,
(9)
dimana Ez adalah energi elektron, T(Ez) adalah hasil penjumlahan dari transmitansi spin up dan spin down, m1
adalah massa elektron pada daerah I, T adalah temperatur, k adalah konstanta Boltzmann, q adalah muatan
elektron, EF adalah energi Fermi,dan Vb adalah tegangan listrik eksternal.
Metode Gauss-Laguerre menggunakan integrasi numerik untuk mendapatkan hasil aproksimasi dari
sebuah integral dengan memanfaatkan suatu fungsi yang mirip dengan fungsi yang ada pada integral tersebut
namun memiliki nilai integral yang telah diketahui[9]. Aproksimasi ini dapat dituliskan sebagai[9]
1
( )n
i i
i
f d w f x
, (10)
dimana nilai wi (bobot) dan xi (bergantung rentang integral) didapatkan dari dekomposisi nilai eigen dari
matriks Jacobi berikut[10]
0 1
1 1 2
2
2 1
1 1
n
n n
n n
a b
b a b
J b
a b
b a
. (11)
Dari hubungan three-term reoccurence diperoleh 2 1na n dan 2
nb n . Nilai an dan bn kemudian
disubstitusikan ke persamaan (11) untuk mendapatkan nilai matriks Jn. Kemudian matriks Jn digunakan untuk
mendapatkan nilai wi dan xi yang lalu disubstitusikan ke persamaan (10) untuk menyelesaikan persamaan (9).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan transmitansi dan arus elektron dilakukan dengan menggunakan software MATLAB.
Parameter yang digunakan adalah tinggi penghalang potensial ϕ 1,16 eV[11], massa efektif AlAs yaitu 0,15
kali massa elektron diam[11], konstanta Dresselhaus ɤ untuk AlAs bernilai 11,55 meVÅ[12], dan tegangan bias
Vb 0,55 eV.
ISBN: 978-602-61045-3-3 124
30 November2017
PROSIDINGSKF2017
Gambar 2. Transmitansi terhadap energi elektron dengan L = 10 nm
Gambar 2 menunjukkan hasil perhitungan transmitansi terhadap energi elektron. Untuk energi elektron
yang lebih rendah dari tinggi penghalang (E < 1,16 eV), transmitansi elektron cenderung bernilai mendekati
atau sama dengan nol. Hal ini menandakan bahwa hampir tidak ada elektron yang dapat melewati penghalang
dikarenakan elektron belum memiliki energi yang cukup untuk menerobos penghalang. Sedangkan, untuk
energi elektron yang lebih besar dari tinggi penghalang (E > 1,16 eV), nilai transmitansi elektron untuk kedua
keadaan spin mengalami osilasi dan ada beberapa energi resonansi untuk tiap keadaan spin. Nilai puncak
transmitansi untuk keadaan spin up cenderung lebih besar daripada puncak keadaan spin down. Hal tersebut
sesuai dengan kemunculan efek BIA yang mempengaruhi perhitungan sehingga massa efektif elektron
dengan keadaan spin down lebih besar daripada massa efektif elektron dengan keadaan spin up. Maka,
elektron dengan keadaan spin down lebih sulit untuk menembus penghalang.
Gambar 3. Polarisasi terhadap energi elektron dengan L = 10 nm
Pada Gambar 3, polarisasi menandakan keadaan spin yang mendominasi pada rentang energi tertentu.
Polarisasi bernilai positif ketika energi elektron lebih rendah daripada tinggi penghalang (E < 1,16 eV), yang
berarti pada rentang energi tersebut elektron dengan keadaan spin up lebih dominan. Untuk energi elektron
yang lebih besar dari tinggi penghalang (E > 1,16 eV), nilai polarisasi berosilasi, menandakan bahwa
dominasi keadaan spin up dan spin down bergantian pada rentang energi tertentu.
ISBN: 978-602-61045-3-3 125
30 November2017
PROSIDINGSKF2017
Gambar 4. Rapat arus terpolarisasi spin dengan T = 300 K, θ = 0°, dan L = 10 nm
Seiring dengan bertambahnya tegangan listrik eksternal yang diberikan, semakin meningkat rapat arus
untuk kedua spin, seperti yang terlihat pada Gambar 4. Rapat arus untuk spin up lebih besar daripada rapat
arus untuk spin down. Hal ini sesuai dengan Gambar 2, dimana jumlah elektron yang ditransmisikan
melewati penghalang lebih besar pada keadaan spin up sehingga rapat arus yang diperoleh pun lebih besar
pada keadaan spin up. Rapat arus terpolarisasi spin pada spin-FET diperoleh dengan menjumlahkan rapat
arus kedua keadaan spin.
Gambar 5. Rapat arus terpolarisasi spin dengan variasi temperatur, θ = 0°, dan L = 10 nm
ISBN: 978-602-61045-3-3 126
30 November2017
PROSIDINGSKF2017
Rapat arus terpolarisasi spin pada keadaan panas (T tinggi) memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan
keadaan suhu kamar ataupun suhu dingin, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5. Temperatur lingkungan
yang lebih tinggi menyebabkan elektron memiliki tambahan energi yang lebih besar untuk dapat menerobos
penghalang. Sehingga jumlah elektron yang ditransmisikan pun bertambah besar dan rapat arus yang
dihasilkan juga bertambah. Namun, meskipun temperatur tinggi dapat menghasilkan rapat arus yang lebih
besar, perlu diperhatikan bahwa temperatur yang terlalu tinggi dapat merusak divais spintronik.
Gambar 6. Rapat arus terpolarisasi spin dengan variasi sudut datang elektron, L = 10 nm, dan T = 300 K
Gambar 6 memperlihatkan rapat arus sebagai fungsi tegangan bias dengan variasi sudut datang. Dapat
dilihat bahwa sudut datang mempengaruhi rapat arus. Semakin besar sudut datang, semakin kecil rapat arus
yang diperoleh. Rapat arus maksimum didapatkan ketika elektron datang dalam arah tegak lurus penghalang,
yaitu θ = 0°. Hal ini dikarenakan apabila sudut datang elektron terhadap penghalang terlalu besar, elektron
akan terhambur dan lebih sulit untuk menerobos penghalang.
Gambar 7. Rapat arus terpolarisasi spin dengan variasi lebar penghalang, θ = 0°, dan T = 300 K
Rapat arus terpolarisasi spin mengecil ketika lebar penghalang semakin besar, seperti yang tampak pada
Gambar 7. Penghalang dengan lebar yang besar akan menyebabkan elektron semakin sulit untuk menerobos,
sehingga berakibat pada penurunan jumlah elektron yang ditransmisikan. Hal ini berdampak pula pada
penurunan rapat arus yang diperoleh.
KESIMPULAN
Untuk spin-FET dengan heterostruktur Fe-AlAs-Fe, diperoleh nilai transmitansi dan polarisasi yang
berosilasi untuk kedua keadaan spin ketika energi elektron lebih besar dari tinggi penghalang. Rapat arus
akan bertambah besar ketika lebar penghalang diperkecil dan temperatur bertambah tinggi, namun rapat arus
akan mengecil ketika sudut datang elektron bertambah besar.
ISBN: 978-602-61045-3-3 127
30 November2017
PROSIDINGSKF2017
REFERENSI
1. Jorg Wunderlich, et al. Spin Hall Effect Transistor. Science, Vol. 330, p.1801 (2010).
2. A. Voskoboynikov, S. S. Liu, dan C. P. Lee. Spin Dependent Tunneling at Zero Magnetic Field.
Physical Review B (1998).
3. M. E. Flatte, J. M. Byers, dan W. H. Lau. Spin Dynamics in Semiconductors. di dalam Semiconductor
Spintronics and Quantum Computation. Eds. oleh: D. D. Awschalom, D. Loss, dan N. Samarth.
Springer (2002).
4. H. Modaressi. The Spin Field-Effect Transistor: Can It Be Realized?. Universitas Groningen (2009).
5. A. B. Suryamas. Polarisasi Spin Elektron pada Heterostruktur Semikonduktor Berpenghalang Tunggal
dan Ganda. Sekolah Pasca Sarjana ITB (2007).
6. M. P. Nowak and B. Szafran. Coupling of Bonding and Antibonding Electron Orbitals in Double
Quantum Dots by Spin-Orbit Interaction. arXiv:1004.1250v1 (2010).
7. D. J. BenDaniel dan C. B. Duke. Space-Charge Effects on Electron Tunneling. Physical Review (1966).
8. F. A. Noor, M. Abdullah, Sukirno, dan Khairurrijal. Analysis of Electron Direct Tunneling Current
through Very-Thin Gate Oxides in MOS Capacitors with the Parallel-Perpendicular Kinetic Energy
Components and Anisotropic Masses. Brazilian Journal of Physics (2010).
9. W. Gautschi. The Interplay between Classical Analysis and (Numerical) Linear Algebra – A Tribute to
Gene H. Golub. Electronic Transitions on Numerical Analysis (2002).
10. J. A. Gubner. Gaussian Quadrature and The Eigenvalue Problem (2014).
11. C. Berthod, N. Binggeli, dan A. Baldereschi. Schottky Barrier Heights at Polar Metal/Semiconductor
Interfaces. Physical Review B (2003).
12. L. Gao. Spin Polarized Current Phenomena in Magnetic Tunnel Junctions. Universitas Stanford (2009).
ISBN: 978-602-61045-3-3 128