Volume 3 Nomor 2 Desember 2017
Amri
Analisis Perilaku Konsumen Maskapai
Penerbangan Dalam Melakukan Pembelian Tiket
Pesawat Melalui E-Commerce
Adinda Chandralela dan Ahmad Yani Hazir
Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan, dan
Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai
Alam Surya Wijaya
Luas Tanah, Jenis Bibit, Pemupukan, Pemiliharan
Kebun dan Harga Kelapa Sawit Mempengaruhi
Kondisi Kesejahteraan Petani Sawit
Hamdan dan Afrizal
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta
Dampaknya pada Pengangguran Dan Kemiskinan
di Kota Pangkalpinang
Suhardi
Telaah Kepemilikan Kebenaran Ilmiah Pada
Pengembangan Pengetahuan Akuntansi
Oktarina
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan
Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Mengajar
Guru
Teguh Afrianto, Chandra Suwondo dan
Wargianto
Pengaruh Motivasi, Disiplin dan Komitmen
Pegawai terhadap Prestasi Kerja pada PT. Jasa
Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung
Eka Rafida dan Adrian Radiansyah
Pengaruh Kepemimpinan Transformasional,
Budaya Organisasi, Lingkungan kerja, dan
Keterlibatan Karyawan terhadap Organizational
citizenship behavior (OCB) yang Berdampak
Terhadap kinerja pelayanan publik di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten
Bangka Tengah
ISSN: 2443-2164 dan e-ISSN 2621-2358
DIPUBLIKASIKAN OLEH
PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN STIE PERTIBA PANGKALPINANG
JEM Jurnal Ekonomi dan Keuangan terbit sebagai media komunikasi dan informasi ilmiah ekonomi dan
manajemen, yang memuat tentang hasil ringkasan penelitian, survei dan tulisan ilmiah populer eknomi dan
manajemen. Redaksi menerima sumbangan tulisan para ahli, staf pengajar perguruan tinggi, praktisi, mahasiswa
yang peduli terhadap pembangunan ekonomi. Redaksi dapat menyingkat atau memperbaiki tulisan yang akan
dimuat tanpa mengubah maksud dan isinya.
DEWAN REDAKSI JURNAL JEM
Editor in Chief
Dr. Hamdan, S.Pd.,M.M
Editor
Juhari
Reviewer
Dr. Mohamad Makrus, SE., M.Acc
STIE Pertiba Pangkalpinang
Ahmad Yani, SE, M.Si, Ph.D
STIE Pertiba Pangkalpinang
Dr. Andy Yusfany, SE, M.Si
STIE Pertiba Pangkalpinang
Erwin, SE.,M.M., Ph.D
Universitas Bangka Belitung
Dr. Yolanda, S.E.,M.M
Universitas Borobudur
Dr. Pudji Astuty, SE.,MM
Universitas Borobudur
Dr. David Oktaviandi, M.Si
Bappelitbangda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Dr. Adrian Radiansyah, SE,M.M
Econom Bank BTN
Dr. Amri., MM
STIE Pertiba Pangkalpinang
Dr. Afrizal, MM
STIE Pertiba Pangkalpinang
Redaksi:
STIE Pertiba Pangkalpinang
Jl. Adyaksa 9 Kacang Pedang Pangkalpinang,
Telp/Fax :+62 717-422384/+62717-439289 E-mail: [email protected]
ISSN: 2443-2164 dan e-ISSN 2621-2358
DAFTAR ISI
Analisis Perilaku Konsumen Maskapai Penerbangan dalam Melakukan Pembelian Tiket Pesawat Melalui E-Commerce
Amri .......................................................................................................................... 1-15
Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan, dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Pegawai
Adinda Chandralela dan Ahmad Yani Hazir ........................................................... 16-36
Luas Tanah, Jenis Bibit, Pemupukan, Pemiliharan Kebun dan Harga Kelapa Sawit
Mempengaruhi Kondisi Kesejahteraan Petani Sawit
Alam Surya Wijaya ................................................................................................... 37-48
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya pada Pengangguran Dan
Kemiskinan di Kota Pangkalpinang
Hamdan dan Afrizal .................................................................................................. 49-67
Telaah Kepemilikan Kebenaran Ilmiah Pada Pengembangan Pengetahuan Akuntansi
Suhardi ...................................................................................................................... 68-79
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja
Mengajar Guru
Oktarina .................................................................................................................... 80-93
Pengaruh Motivasi, Disiplin dan Komitmen Pegawai terhadap Prestasi Kerja pada PT.
Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung
Teguh Afrianto, Chandra Suwondo dan Wargianto ............................................... 94-105
Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi, Lingkungan kerja, dan
Keterlibatan Karyawan terhadap Organizational citizenship behavior (OCB) yang
Berdampak Terhadap kinerja pelayanan publik di Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kabupaten Bangka Tengah
Eka Rafida dan Adrian Radiansyah .................................................................... 106-128
ISSN: 2443-2164
1
ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MASKAPAI PENERBANGAN DALAM
MELAKUKAN PEMBELIAN TIKET PESAWAT MELALUI E-COMMERCE
Amri Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pertiba Pangkalpinang
Abstract Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis
terhadap perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat
melalui e-Commerce. Populasi dalam penelitian ini merupakan pelanggan maskapai penerbangan Lion
Air yang pernah melakukan pembelian e-tiket di Wilayah Pulau Bangka yang berjumlah 250 responden.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan metoda regresi berganda.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis berpengaruh
signifikan dan positif terhadap perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan
pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce, variabel budaya terbukti mempunyai pengaruh signifikan
dan positif terhadap perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian
tiket pesawat melalui e-Commerce, variabel sosial terbukti mempunyai pengaruh signifikan dan positif
terhadap perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat
melalui e-Commerce
Keywords: e-Commerce, cultur, social, personal and psychology
1.1 Latar Belakang Masalah
Internet sebagai suatu teknologi komunikasi dan informasi adalah suatu yang
menyempurnakan platform perusahaan di dalam industri untuk membawa informasi
tentang produk atau jasa kepada pelanggan di seluruh penjuru dunia secara langsung
yang menjadikan waktu lebih efektif dan berbiaya rendah.
Gagasan “One Stop Shopping” dalam suatu industri atau penyelenggara bisnis
merupakan respon terhadap kecenderungan perilaku manusia (human psychology)
dalam melakukan pembelian. Meneliti berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku
pelanggan akan dapat mendukung gagasan tersebut. Perubahan atau pengembangan
sistem layanan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, khususnya
mengupayakan pelayanan terbaik agar konsumen dapat melakukan transaksi
perdagangan dengan nyaman, aman dan efisien. Perubahan perilaku konsumen dalam
melakukan transaksi pembelian harus dapat disikapi dengan baik. Analisis mengenai hal
ini sangat penting terutama bagi perusahaan yang ingin tetap eksis dalam iklim
persaingan yang ada. Perubahan perilaku yang salah satunya dibentuk oleh lingkungan
sosial budaya ini akan mempengaruhi paradigma penepatan, perumusan, dan
implementasi strategi bersaing.
Perilaku manusia terjadi apabila berinteraksi dengan lingkungannya dapat bersifat
komplek atau sederhana. Oleh karena itu munculnya pengaruh individu satu terhadap
individu lainnya, salah satu faktor yang mempengaruhi tindakan dan perilaku konsumen
dalam memutuskan untuk membeli dan mengkonsumsi sebuah produk atau jasa adalah
perubahan lingkungan sosial budaya yang dapat membentuk perilaku konsumen.
Analisa mengenai hal ini sangat penting terutama bagi perusahaan yang ingin
melakukan ekspansi. Lingkungan sosial budaya ini akan membentuk perilaku
konsumen, termasuk didalamnya budaya daerah, personal value, demografi, dan
kepedulian konsumen yang semakin meningkat terhadap manfaat sosial.
Menurut Beurekat, (2005 Vol. 03 No.02, hal. 59-68), perilaku konsumen juga
dipengaruhi oleh sikap konsumen. Apabila konsumen memiliki sikap positif terhadap
suatu produk atau jasa maka konsumen akan berupaya membeli atau menggunakan jasa
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 1-15
2
tersebut. Dengan kata lain berdasarkan pendapat di atas bahwa proses keputusan
pembelian yang dilakukan konsumen secara langsung maupun tidak langsung akan
dipengaruhi oleh faktor sosial budaya masyarakat secara luas dan konsumen biasanya
bertindak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Dengan
melakukan identifikasi dan eksplorasi karakteristik dari target market melalui proses
segmentasi yang sesuai dapat membantu perusahaan menghadapi persaingan bisnis
yang selalu mengalami perubahan.
Dalam konteks bisnis, banyak faktor mengapa perusahaan melakukan migrasi ke
media on-line diantaranya adalah untuk memenuhi ekspektasi customer based dan
perubahan lingkungan baik teknologi maupun lingkungan industri (Purbo, 2001, h. 23).
Agar proses migrasi dapat berjalan baik, setidaknya terdapat beberapa hal yang harus
mendapat pertimbangan perusahaan diantaranya membangun knowledge dalam upaya
menciptakan awareness kepada setiap penggunanya baik itu penguna internal maupun
eksternal.
Upaya membangun pengetahuan atau mengedukasikan konsumen terdapat
beberapa faktor yang berperan diantaranya kepribadian, kondisi sosial ekonomi dan
kebebasan dalam memperoleh informasi (Assael, 1995, h. 46). Kombinasi faktor
tersebut akan sangat berperan dalam membangun knowledge dan terciptanya awareness,
sebagai contoh pada faktor kebiasaan. Pelanggan yang sudah terbiasa memperoleh
informasi melalui media internet kemungkinan besar akan dengan mudah menyesuaikan
diri dengan mekanisme pembelian secara online, sehingga upaya meningkatkan
kesadaran (awareness) konsumen dalam penggunaan on-line bahwa penggunaan e-
commerce membuat waktu berbelanja menjadi singkat, tidak lagi berlama-lama
mengunjungi lokasi untuk mencapai atau memesan barang/jasa yang diinginkan, akan
menjadi lebih mudah jika dibandingkan dengan konsumen yang tidak terbiasa
berhubungan dengan teknologi informasi.
Menurut Kotler yang diterjemah oleh Benyamin Molan (2001, h.144), dalam
memahami perilaku konsumen perlu dipahami siapa konsumen, sebab dalam suatu
lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian, kebutuhan, pendapat, sikap dan
selera yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah
faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Sebagian faktor-faktor tersebut tidak
diperhatikan oleh pemasar tetapi sebenarnya harus diperhitungkan untuk mengetahui
seberapa jauh faktor-faktor perilaku konsumen tersebut mempengaruhi pembelian
konsumen.
Dari uraian diatas jelas bahwa faktor-faktor tersebut seperti faktor budaya, faktor
pribadi, faktor sosial dan faktor psikologis memiliki peran terhadap pembentukan
preferensi konsumen terhadap pembelian secara online. Semakin mapan kondisi
ekonomi pelanggan biasanya akan cenderung mencari kemudahan dalam melakukan
berbagai transaksi, dan transaksi online yang memiliki keunggulan khususnya efisiensi
dan efektivitas penggunaan waktu, tentu menjadi pilihan terbaik jika dibandingkan
dengan cara konvensional. Secara keseluruhan memang masih dapat dikatakan bahwa
infrastruktur untuk melaksanakan perdagangan di internet relatif baru dikenal oleh
masyarakat Indonesia dan frekuensi pemakainya pun belum terlalu banyak. Namun
perkembangan pelanggan dan pengguna internet di Indonesia telah menunjukkan
perkembangan yang cukup signifikan.
Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia yang lebih maju, seperti Singapura,
Taiwan dan Hongkong, Indonesia masih ketinggalan jauh. Indikasi yang kuat adalah
masih terbatasnya jumlah pelanggan internet yaitu baru sebesar 2.000.000 pelanggan
Analisis Perilaku Konsumen Maskapai Penerbangan Dalam Melakukan Pembelian Tiket Pesawat
Melalui E-Commerce
3
pada tahun 2007 (APJII) atau tidak lebih 13 persen dari total jumlah rumah tangga di
perkotaan. Dibandingkan dengan negara-negara Asia seperti Singapore memiliki
pelanggan sebanyak 47,4 persen, Taiwan 40 persen, dan Hongkong 26,7 persen dari
jumlah rumah tangga, maka kondisi pasar intenet di Indonesia masih ketinggalan jauh
(Newbyte, 2001, 42). Ditinjau dari gambaran statistik diatas maka tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa masyrakat pengguna internet di Indonesia masih baru taraf pengenalan
atau masih merupakan pasar baru muncul (mulai), (Purbo, 2001, h. 59).
Pengembangan layanan maskapai penerbangan Lion Air guna meningkatkan
layanan kepada para pelanggan pada bulan September tahun 2009 membangun website
Lion Air yang juga digunakan sebagai media komunikasi dan informasi tentang jasa
yang ditawarkan oleh Lion Air berdampak cukup signifikan. Hal ini terlihat dari
tendensi kenaikan jumlah transaksi pembelian e-tiket secara online, bahwa sejak
diberlakukannya penjualan e-tiket pada bulan September 2009 hingga bulan Mei 2010
tranksaksi e-tiket terus mengalami peningkatan, peningkatan tertinggi terjadi pada bulan
Desember 2009 yaitu meningkat sebesar 2.790,57 % jika dibandingkan dengan bulan
sebelumnya peningkatan yang sangat signifikan ini disebabkan oleh hari libur lebaran
Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru pada bulan yang sama. Pada bulan Oktober 2009
dimana transaksi e-tiket meningkat sebesar 1.359,26 % jika dibandingkan pada awal
diberlakukannya e-tiket. Tendensi kenaikan transaksi e-tiket di atas mengindikasikan
bahwa respon pelanggan maskapai pernerbangan Lion Air terhadap transaksi online
sangat positif.
Adanya kecenderungan pelanggan maskapai penerbangan Lion Air memanfaatkan
fasilitas transaksi online disamping karena faktor kemudahan, dan juga harga yang lebih
murah jika dibandingkan dengan pelanggan yang melakukan pembelian secara langsung
diloket penjualan tiket Lion Air. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis terhadap perilaku konsumen maskapai
penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
II. TEORI DAN HIPOTESIS
2.1. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen menyangkut masalah keputusan yang diambil seseorang dalam
persaingannya dan penentuan untuk mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa.
Perilaku konsumen dapat juga diartikan tindakan-tindakan dan hubungan sosial yang
dilakukan oleh konsumen perorangan, kelompok maupun organisasi untuk menilai,
memperoleh dan menggunakan barang-barang serta jasa melalui proses pertukaran atau
pembelian yang diawali dengan proses pengambilan keputusan yang menentukan
tindakan-tindakan tersebut.
Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari.
Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen secara amat rinci
untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka
membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka
membeli. Pemasar dapat mempelajari apa yang dibeli konsumen untuk mencari jawaban
atas pertanyaan mengenai apa yang mereka beli, dimana dan berapa banyak, tetapi
mempelajari mengenai alasan tingkah laku konsumen bukan hal yang mudah,
jawabannya seringkali tersembunyi jauh dalam benak konsumen.
Pengertian perilaku konsumen seperti diungkapkan oleh Mowen (2002)
mengatakan: “Studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang
melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan, barang, jasa, pengalaman serta ide-
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 1-15
4
ide”. Engel et. Al (1994) mengatakan tindakan yang langsung terlibat dalam perolehan,
pemakaian dan pengaturan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan mengikuti tindakan ini.
2.1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
Dalam memahami perilaku konsumen perlu dipahami siapa konsumen, sebab dalam
suatu lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian, kebutuhan, pendapat, sikap
dan selera yang berbeda.
Menurut Kotler, Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah
kebudayaan, faktor sosial, pribadi, psikologis. Sebagian faktor-faktor tersebut tidak
diperhatikan oleh pemasar tetapi sebenarnya harus diperhitungkan untuk mengetahui
seberapa jauh faktor-faktor perilaku konsumen tersebut mempengaruhi pembelian
konsumen.
Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar untuk
mendapatkan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dari lembaga-lembaga penting
lainnya. Faktor kebudayaan memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada tingkah
laku konsumen. Pemasar harus mengetahui peran yang dimainkan oleh Budaya, sub
Budaya dan kelas sosial.
Kelas sosial merupakan Pembagian masyarakat yang relatif homogen dan
permanen yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya menganut nilai-nilai,
minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti
pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan,
kekayaan dan variabel lain. Dalam beberapa sistem sosial, anggota dari kelas yang
berbeda memelihara peran tertentu dan tidak dapat mengubah posisi sosial mereka.
Tingkah laku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, yaitu Kelompok,
keluarga serta peran dan status.
Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik psikologis seseorang yang
berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan
bertahan lama terhadap lingkungan. Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi, yaitu usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi dan
gaya hidup, kepribadian dan konsep diri. Sedangkan Faktor psikologis sebagai bagian
dari pengaruh lingkungan dimana ia tinggal dan hidup pada waktu sekarang tanpa
mengabaikan pengaruh dimasa lampau atau antisipasinya pada waktu yang akan datang.
Pilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh faktor psikologi yang
penting adalah motivasi, persepsi, pengetahuan dan keyakinan dan sikap
2.2. Electronic Commerce Internet merupaka jaringan raksasa yang menghubungkan semua komputer diseluruh
dunia. Kemunculan Internet diawali pada 1969, ketika ARPA (Advance Research
Project Agency), Departemen Pertahanan Amerika, memperkenalkan ARPAnet.
ARPAnet merupakan jaringan riset dan pertahanan yang dibuat untuk riset jaringan dan
komunikasi, yang pada waktu itu diadakan riset untuk menghubungkan sejumlah
komputer sehingga membentuk jaringan organik. Kehadiran Internet membuat
perubahan yang asngat besar terhadap lingkungan, ketika pada 1991, Tim Berners Lee
menemukan program editor dan browser yang bisa menjelajah antara satu kompuer
dengan komputer lainnya yang membentuk jaringan tersebut. Program inilah yang
disebut World Wide Web (WWW). Dibandingkan dengan media penyebaran informasi
Analisis Perilaku Konsumen Maskapai Penerbangan Dalam Melakukan Pembelian Tiket Pesawat
Melalui E-Commerce
5
lainnya. Internet dan WWW memperlihatkan waktu yang paling cepat untuk
menyebarkan 10 juta konsumen (Turban, 2000).
Berkembangnya Internet serta ditemukannya Web telah mendorong
berkembangnya bisnis melalui Internet. Berbagai macam istilah baru bermunculan
sebagai perwujudan munculnya model-model bisnis baru dengan memanfaatkan
perkembangan teknologi informasi ini. E-commerce, e-business, e-government, e-
publish, m-commerce, dan masih banyak istilah lain yang terus bermunculan.
Lebih lanjut, transaksi melalui internet bisa di klasifikasikan berdasarkan
karakteristik transaksi menjadi enam jenis (Turban, Et al, 2000), yaitu: B2B (Business
to Business), meliputi transaksi pasar elektronik (electronic market transactions) antar
organisasi. Tipe-tipe IOS antara lain berupa EDI, extranets, electronic funds transfer,
electronic forms, intergrated messaging, shared databases, dan supply chain
management. Hingga saat ini tipe B2B adalah yang paling dominant dalam praktek e-
business; B2C (Business to Customer), yaitu transaksi ritel dengan pembeli individual;
C2C (Customer to Customer), dimana konsumen menjual produk secara langsung
kepada konsumen lainnya. Biasanya individu mengiklankan produk, jasa, pengetahuan,
maupun keahliannya disalah satu situs lelang atau classified ads; C2B (Customer to
Business), meliputi individu yang menjual produk atau jasa kepada organisasi, serta
individu yang mencari penjual, bertransaksi dengan penjual tersebut, dan melakukan
transaksi. Non-Business electronic Commerce: terdiri dari institusi non bisnis seperti
lembaga pendidikan, organisasi nirlaba, organisasi keagamaan, organisasi sosial, dan
instansi pemerintah.
E-commerce telah menjadi bagian yang penting dari sektor bisnis khusus
(private) dan umum (public) (Purbo, 2001). E-commerce sebagai bagian model bisnis
baru dengan menggunakan teknoogi informasi dan telekomunikasi telah memberikan
pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tata social dan ekonomi masyarakat.
Dijelaskan juga bahwa e-commerce secara umum menunjukkan seluruh bentuk
transaksi yang berhubungan dengan aktifitas-aktifitas perdagangan, termasuk organisasi
dan perorangan yang berdasarkan pada pemosesan dan transmisi data digital termasuk
teks, suara, dan gambar-gambar visual (OECD, 1997). Definisi e-commerce bisa
ditinjau dari lima perspektif, yaitu: on-line, purchasing, digital communication, service,
business process, dan market of one perspective (Chandra, 2001).
3.1. Hipotesis
1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor budaya, sosial, pribadi dan
psikologis secara simultan terhadap perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion
Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor budaya terhadap perilaku
konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket
pesawat melalui e-Commerce.
3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor sosial terhadap perilaku konsumen
maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui
e-Commerce.
4. Terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor pribadi terhadap perilaku
konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket
pesawat melalui e-Commerce.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 1-15
6
5. Terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor psikologis terhadap perilaku
konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket
pesawat melalui e-Commerce .
III. METODOLOGI PENELITIAN
1.1 Populasi, Sampel dan Sampling
Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah pelanggan maskapai penerbangan
Lion Air yang pernah melakukan pembelian e-tiket di Wilayah Bangka Belitung.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006:131). Untuk
menentukan besarnya sampel yang digunakan, peneliti menggunakan rumus dari Paul
Leedy karena peneliti tidak mengetahui secara pasti jumlah populasi pelanggan
maskapai penerbangan Lion Air yang pernah melakukan pembelian e-tiket di Wilayah
Bangka Belitung.
Berdasarkan pertimbangan peneliti mengambil sejumlah 250 orang atau
pelanggan maskapai penerbangan Lion Air yang pernah melakukan pembelian e-tiket di
Wilayah Bangka Belitung yang dijadikan sebagai responden dan dianggap representatif
atau mewakili seluruh populasi penelitian.
1.2. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis membuat penelitian dengan menggunakan empat variabel
bebas (independent variable) yaitu budaya(X1), sosial (X2), pribadi (X3) dan psikologis
(X4) dan satu variabel terikat (dependent variable) yaitu Perilaku Konsumen(Y).
1.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penyebaran kuesioner melalui email yang ditujukan kepada
sebagian pengguna jasa Lion Air yang melakukan transaksi pembelian tiket melalui
internet. Cara pengumpulan data dilakukan dengan drop-off survey yaitu kuesioner
dikirim via email kepada responden untuk di isi, kemudian setelah responden
memberikan jawaban, responden akan mengirim kembali dan peneliti akan memeriksa
emal secara berkala untuk mengambil kuesioner yang telah diisi oleh responden. Waktu
pengumpulan data dilakukaj peneliti pada bulan Oktober-Desember 2017.
1.4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner.
Sumber Informasi dalam teknik ini adalah orang-orang yang biasa disebut responden.
Peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertulis yang bertujuan menggali informasi.
Dalam penelitian ini penyebaran kuesioner melalui email yang ditujukan kepada
sebagian pengguna jasa Lion Air yang melakukan transaksi pembelian tiket melalui
internet. Cara pengumpulan data dilakukan dengan drop-off survey yaitu kuesioner
dikirim via email kepada responden untuk di isi, kemudian setelah responden
memberikan jawaban, responden akan mengirim kembali dan peneliti akan memeriksa
emal secara berkala untuk mengambil kuesioner yang telah diisi oleh responden.
1.5. Teknik Analisis Data
1. Uji Validitas
Uji validitas diperlukan untuk mengukur seberapa valid atau tidaknya suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi, uji validitas
menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur
(Jogiyanto, 2004). Rumus yang digunakan dalam uji validitas ini adalah Korelasi
Analisis Perilaku Konsumen Maskapai Penerbangan Dalam Melakukan Pembelian Tiket Pesawat
Melalui E-Commerce
7
Pearson (pearson correlation) dengan cara mengkorelasikan jawaban pada setiap butir
pertanyaan dengan skor total. Kriteria penilaian uji validitas adalah:
a. Apabila r hitung > r tabel (pada taraf signifikansi 5 %), maka dapat dikatakan item
kuesioner tersebut valid.
b. Apabila r hitung < r tabel (pada taraf signifikansi 5 %), maka dapat dikatakan item
kuesioner tersebut tidak valid.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah menguji apakah hasil kuesioner dapat dipercaya atau tidak.
Pengujian reliabilitas instrument dapat dilakukan secara internal maupun eksternal.
Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-
butir yang ada pada instrument dengan teknik tertentu. Secara eksternal dapat dilakukan
dengan test retest (stability), equivalent, dan gabungan keduanya. Perhitungan uji
reliabilitas pada penelitian ini menggunakan analisis yang dikembangkan oleh Alpha
Cronbach. Instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien yang
diperoleh >0,60 (Imam Ghozali, 2009).
3. Uji Asumsi Klasik
Bagian penting dari prosedur statistik mengenai model dari data adalah menetapkan
seberapa baik model tersebut secara nyata cocok (goodness of fit), sekaligus mendeteksi
kemungkinan penyimpangan asumsi yang diperlukan dalam data yang dianalisis. Untuk
itu, dalam penelitian ini ada tiga formula yang dipergunakan (Data diolah dengan
menggunakan program SPSS versi 17), yaitu:
a. Uji Normalitas Data
Untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau mendekati normal bisa
dilakukan dengan melihat grafik normal probability plot yang membandingkan
distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi
normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data
akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis
yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Sedangkan
jika terlihat titik-titik menyebar jauh disekitar garis diagonal, maka data tidak
memenuhi asumsi normalitas (Imam Ghozali, 2009).
b. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan linier yang sangat kuat antara variabel
bebas dalam regresi. Model regresi mengasumsikan tidak adanya multikolinearitas atau
tidak adanya hubungan (korelasi) yang sempurna antara variabel bebas yang satu
dengan variabel bebas yang lain. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat
dilakukan dengan cara melihat nilai koefisien korelasi antara variabel bebas, dimana
terdapat nilai korelasi yang sangat kuat (r > 0,9), maka terdapat gejala multikolinearitas
dalam model regresi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dapat
dilakukan dengan cara melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-
masing variabel bebas. Nilai VIF lebih kecil dari 10, maka dalam model regresi tidak
terdapat gejala multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Masalah serius lain yang mungkin timbul dalam analisa regresi berganda adalah
heterokedastisitas (heteroscedasticity).Hal ini timbul pada saat asumsi bahwa varians
dari faktor galat adalah konstan untuk semua variabel bebas yang tidak terpenuhi. Jika
varians tidak sama, dikatakan terjadi heterokedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya
heterokedastisitas dalam model regresi dapat juga digunakan analisis residual berupa
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 1-15
8
grafik dengan dasar pengambilan keputusan jika pola tertentu seperti titik-titik yang ada
membentuk suatu pola tertentu yang teratur, maka terjadilah heterokedastisitas atau
sebaliknya (Imam Ghozali, 2009, h. 38).
4. Analisis Regresi Berganda
Data-data yang telah ada dianalisis secara kuantitatif menggunakan sistem model
statistik dalam program komputer (SPSS Versi 17.0) dengan metode analisis regresi
berganda (multiple regression analysis). Analisis regresi berganda digunakan untuk
menganalisis pengaruh variabel bebas yang terdiri dari budaya (X1), sosial(X2), pribadi
(X3) dan psikologis (X4) terhadap variabel terikat yaitu perilaku konsumen (Y).
Persamaan model analisis regresi berganda dalam penelitian ini dapat dirumuskan:
Yi= b0 +b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Dimana:
Yi = Prilaku Konsumen
X1 = Budaya
X2 = Sosial
X3 = Pribadi
X4 = Psikologis
b0 = Konstanta
b1- b4 = Koefisien regresi untuk X1- X4
e = error term (kesalahan estimasi)
5. Uji Hipotesis
Untuk membuktikan hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini dilakukan dengan
uji serempak (uji F) dan uji parsial (uji t). Dalam penelitian ini ditetapkan tingkat
signifikansi (significance level) = 95% (α = 0,05)
a. Uji Serempak (Uji F)
Pengujian terhadap model regresi menggunakan uji serempak (uji F), dimana tingkat
signifikansi (significance level) yang dipilih adalah tingkat keyakinan 95% (α = 0,05)
dan mendukung suatu hipotesis dan menggunakan probabilitas kesalahan sebesar 5%.
Langkah-langkah pengujian hipotesis:
H0= b1, b1 ≠ 0 (Ada pengaruh yang signifikan antara budaya (X1), sosial(X2), pribadi
(X3) dan psikologis (X4) secara simultan (serempak) terhadap perilaku konsumen (Y).
Untuk menguji hipotesis apakah diterima atau ditolak yaitu dengan membandingkan
nilai F hitung dengan F tabel.
1) Jika F hitung > F tabel atau probabilitas < 5% maka H0 ditolak dan H1 diterima,
artinya variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
2) Jika F hitung < F tabel atau probabilitas kesalahan > 5% maka H0 diterima dan H1
ditolak, artinya variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikat.
b. Uji t
Uji digunakan untuk menguji keberartian pengaruh masing- masing variabel bebas
(secara parsial) terhadap variabel terikat
Kriteria pengujian dinyatakan dengan: H0: b1 = 0 (Tidak ada pengaruh yang signifikan antara budaya (X1), sosial(X2), pribadi
(X3) dan psikologis (X4) secara parsial terhadap perilaku konsumen (Y))
H0: b1 ≠ 0 (ada pengaruh yang signifikan antara budaya (X1), sosial(X2), pribadi (X3)
dan psikologis (X4) secara parsial terhadap perilaku konsumen (Y))
Analisis Perilaku Konsumen Maskapai Penerbangan Dalam Melakukan Pembelian Tiket Pesawat
Melalui E-Commerce
9
Untuk menguji hipotesis apakah diterima atau ditolak yaitu dengan membandingkan
nilai t hitung dengan t tabel.
1) Jika t hitung > t tabel atau probalitas < 5% maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya
secara parsial variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
2) Jika t hitung < t tabel atau probalitas kesalahan > 5% maka H0 diterima dan H1
ditolak, artinya secara parsial variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap
variabel terikat.
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Hubungan Budaya Terhadap Perilaku Konsumen
Berdasarkan hasil analisis data hubungan budaya terhadap perilaku konsumen seperti
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7 Uji korelasi 1
Dari tabel di atas dapat di lihat hasil koefisien korelasi antara variabel budaya (X1)
dengan variabel perilaku konsumen(Y) sebesar 0,568. Hal ini berarti bahwa budaya
(X1) mempunyai pengaruh yang cukup kuat dan positif terhadap perilaku konsumen(Y)
maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-
Commerce. Sedangkan berdasarkan uji determinasi (R2) didapatkan besarnya pengaruh
variabel budaya(X1) terhadap variabel perilaku konsumen (Y) sebesar 32,26%.
B. Hubungan Sosial Terhadap Perilaku Konsumen
Berdasarkan hasil analisis data pengaruh sosial terhadap perilaku konsumen seperti pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.8. Uji korelasi 2
Correlations
X2 PK
X2 Pearson Correlation 1 .639**
Sig. (2-tailed) .000
N 100 100
PK Pearson Correlation .639**
1
Sig. (2-tailed) .000
N 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari tabel di atas dapat di lihat hasil koefisien korelasi antara variabel sosial (X2)
dengan variabel perilaku konsumen(Y) sebesar 0,639. Hal ini berarti bahwa sosial (X2)
mempunyai pengaruh terhadap perilaku konsumen(Y) maskapai penerbangan Lion Air
Correlations
X1 PK
X1 Pearson Correlation 1 .568**
Sig. (2-tailed) .000
N 100 100
PK Pearson Correlation .568**
1
Sig. (2-tailed) .000
N 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 1-15
10
dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce. Sedangkan
berdasarkan uji determinasi (R2) didapatkan besarnya pengaruh variabel sosial (X2)
terhadap variabel perilaku konsumen (Y) maskapai penerbangan Lion Air dalam
melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce sebesar 40,83 %.
C. Hubungan Pribadi Terhadap Perilaku Konsumen
Berdasarkan hasil analisis data pengaruh pribadi terhadap perilaku konsumen seperti
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9. Uji korelasi 3 Correlations
X3 PK
X3 Pearson Correlation 1 .498**
Sig. (2-tailed) .000
N 100 100
PK Pearson Correlation .498**
1
Sig. (2-tailed) .000
N 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari tabel di atas dapat di lihat hasil koefisien korelasi antara variabel pribadi
(X3) dengan variabel perilaku konsumen(Y) sebesar 0,498. Hal ini berarti bahwa
pribadi (X3) mempunyai pengaruh terhadap perilaku konsumen(Y) maskapai
penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
Sedangkan berdasarkan uji determinasi (R2) didapatkan besarnya pengaruh variabel
pribadi (X3) terhadap variabel perilaku konsumen (Y) maskapai penerbangan Lion Air
dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce sebesar 24,80 %.
D. Hubungan Psikologis Terhadap Perilaku Konsumen
Berdasarkan hasil analisis data pengaruh psikologis terhadap perilaku konsumen seperti
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.10. Uji korelasi 4 Correlations
X4 PK
X4 Pearson Correlation 1 .556**
Sig. (2-tailed) .000
N 100 100
PK Pearson Correlation .556**
1
Sig. (2-tailed) .000
N 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari tabel di atas dapat di lihat hasil koefisien korelasi antara variabel
psikologis(X4) dengan variabel perilaku konsumen(Y) sebesar 0,556. Hal ini berarti
bahwa psikologis (X4) mempunyai pengaruh terhadap perilaku konsumen(Y) maskapai
penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
Sedangkan berdasarkan uji determinasi (R2) didapatkan besarnya pengaruh variabel
psikologis (X4) terhadap variabel perilaku konsumen (Y) maskapai penerbangan Lion
Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce sebesar 30,91 %.
Analisis Perilaku Konsumen Maskapai Penerbangan Dalam Melakukan Pembelian Tiket Pesawat
Melalui E-Commerce
11
E. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara variabel budaya,
sosial, pribadi dan psikologis dengan perilaku konsumen. Dari pengujian diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.12 Analisis Regresi Berganda
MODEL UNSTANDARDIZED COEFFICIENTS
B Std. Error
Constant 0,950 0,969
Budaya 0,160 0,046
Sosial 0,266 0,052
Pribadi 0.166 0,065
Psikologis 0,130 0,064
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disusun persamaan regresi berganda sebagai
berikut:
Yi= 0,950 + 0,160X1 + 0,266X2 + 0,166 X3 + 0,130 X4 + e
Persamaan diatas menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara
variabel budaya, sosial, pribadi dan psikologis terhadap perilaku konsumen maskapai
penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
H. Analisis Koefisien Determinasi (R2)
Analisis koefisien determinasi digunakan untuk menunjukkan proporsi variabel
dependen yang dijelaskan oleh variabel independen. R2 mampu memberikan informasi
mengenai variasi nilai variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh model regresi yang
digunakan. Apabila R2 mendekati angka satu berarti terdapat hubungan yang kuat. Nilai
R2 yang diperoleh dijelaskan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.13. Analisis Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .759a .576 .558 .876
a. Predictors: (Constant), X4, X3, X1, X2
b. Dependent Variable: PK
Tabel diatas menunjukkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,576 artinya
bahwa 57,6% variasi dari variabel perilaku konsumen dapat dijelaskan oleh variabel
budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Sedangkan 42,4% lainnya dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak masuk dalam model penelitian ini.
I. Uji F
1. Uji F. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh budaya, sosial,
pribadi dan psikologis secara simultan terhadap perilaku konsumen maskapai
penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
Hasil pengujian F dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.14 Nilai F- Hitung Model Sum of
squares
Df Mean
Squares
F Sig
Regression
Residual
Total
99.264
72.976
172,240
4
95
99
24.816
0.768
32.306 .000a
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 1-15
12
Tabel di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai F hitung sebesar
32,306 Sedangkan F tabel pada taraf signifikan α= 5%, derajat pembilang (k-1, 5-1=4),
derajat penyebut (n-k, 100-4=96), maka didapat F tabel sebesar 2,37 dan F hitung > F
Tabel Atau pada tabel ANOVA terlihat nilai signifikansi 0,000 untuk seluruh variabel,
sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan
bahwa secara bersama-sama ada pengaruh antara budaya, sosial, pribadi dan psikologis
terhadap perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan
pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
2. Uji t
Uji t ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh budaya, sosial, pribadi
dan psikologis secara parsial terhadap perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion
Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce. Hasil uji parsial
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.15. Uji t Model Unstandaridized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error
(Constant) 0.950 0.969 0.981 0.019
Budaya 0.160 0.046 3.468 0.001
Sosial 0.266 0.052 5.146 0.000
Pribadi 0.166 0.065 2.565 0.012
Psikologis 0.130 0.064 2.473 0.028
a) Pengaruh Variabel budaya terhadap perilaku konsumen
Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.15 di atas diperoleh nilai t-hitung variabel
budaya (3,468) > nilai t tabel (1,985) atau signifikansi 0,001 < 0,05, maka Ho
ditolak dan H1 diterima. Berarti variabel budaya terbukti mempunyai pengaruh
signifikan dan positif secara parsial terhadap perilaku konsumen maskapai
penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-
Commerce.
b) Pengaruh Variabel sosial terhadap perilaku konsumen
Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.15 di atas diperoleh nilai t-hitung variabel
sosial (5,146) > nilai t tabel (1,985) atau signifikansi 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak
dan H1diterima. Berarti variabel sosial terbukti mempunyai pengaruh signifikan dan
positif secara parsial terhadap perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air
dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
c) Pengaruh Variabel pribadi terhadap perilaku konsumen
Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.15 di atas diperoleh nilai t-hitung variabel
pribadi (2.565) > nilai t tabel (1,985) atau signifikansi 0,012 < 0,05, maka Ho
ditolak dan H1diterima. Berarti variabel pribadi terbukti mempunyai pengaruh
signifikan dan positif secara parsial terhadap perilaku konsumen maskapai
penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-
Commerce.
d) Pengaruh Variabel psikologis terhadap perilaku konsumen
Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.15 di atas diperoleh nilai t-hitung variabel
psikologis (2.473) > nilai t tabel (1,985) atau signifikansi 0,028 < 0,05, maka Ho
ditolak dan H1diterima. Berarti variabel psikologis terbukti mempunyai pengaruh
signifikan dan positif secara parsial terhadap perilaku konsumen maskapai
Analisis Perilaku Konsumen Maskapai Penerbangan Dalam Melakukan Pembelian Tiket Pesawat
Melalui E-Commerce
13
penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-
Commerce.
J. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data, dapat dilihat bahwa pencarian sampel responden
untuk memperoleh informasi tentang pengaruh budaya, sosial, pribadi dan psikologis
terhadap perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan
pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce dapat memenuhi persyaratan data yang
akurat dan valid.
Hasil pengujian pada instrumen penelitian menunjukkan bahwa butir pertanyaan
100% valid dan pertanyaan pada tiap variabel menunjukkan pertanyaan yang reliabel
(handal), instrumen sah untuk dilakukan dalam analisis berikutnya.
Dari hasil analisis regresi berganda Yi= 0,950 + 0,160X1 + 0,266X2 + 0,166 X3 +
0,130 X4 + e, bahwa budaya, sosial, pribadi dan psikologis mempunyai pengaruh positif
terhadap perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan
pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
Dari hasil analisis secara simultan, bahwa variabel budaya, sosial, pribadi dan
psikologis mempunyai pengaruh positif terhadap perilaku konsumen maskapai
penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
Hal ini, sesuai dengan pendapat Heri Kurniawan (2006) yang menyatakan secara
simultan bahwa variabel budaya, sosial, pribadi dan psikologis mempunyai pengaruh
positif terhadap perilaku konsumen. Sedangkan dari hasil analisis secara parsial, bahwa
variabel budaya terbukti mempunyai pengaruh positif terhadap perilaku konsumen
maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-
Commerce. Hal ini, sesuai dengan pendapat Heri Kurniawan (2006) yang menyatakan
secara parsial variabel budaya mempunyai pengaruh positif terhadap perilaku
konsumen.
Secara parsial, variabel sosial terbukti mempunyai pengaruh positif terhadap
perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket
pesawat melalui e-Commerce. Hal ini, sesuai dengan pendapat Heri Kurniawan (2006)
yang menyatakan secara parsial variabel sosial mempunyai pengaruh positif terhadap
perilaku konsumen. Secara parsial, variabel pribadi terbukti mempunyai pengaruh
positif terhadap perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan
pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce. Hal ini, sesuai dengan pendapat Heri
Kurniawan (2006) yang menyatakan secara parsial variabel pribadi mempunyai
pengaruh positif terhadap perilaku konsumen.
Secara parsial, variabel psikologis terbukti mempunyai pengaruh positif terhadap
perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket
pesawat melalui e-Commerce. Hal ini, sesuai dengan pendapat Heri Kurniawan (2006)
yang menyatakan secara parsial variabel psikologis mempunyai pengaruh positif
terhadap perilaku konsumen.
Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi diketahui bahwa koefisien determinasi
(R2) sebesar 0,576 artinya bahwa 57,6% variasi dari variabel perilaku konsumen dapat
dijelaskan oleh variabel budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Sedangkan 42,4%
lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model penelitian ini.
Berdasarkan uji determinasi variabel yang dominan mempengaruhi perilaku
konsumen adalah variabel sosial. Hal ini, menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan,
pengalaman dari anggota keluarga dan mengikuti teman dianggap penting dalam
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 1-15
14
menentukan perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan
pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis
mempunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap perilaku konsumen maskapai
penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce,
variabel budaya terbukti mempunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap perilaku
konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat
melalui e-Commerce, variabel sosial terbukti mempunyai pengaruh signifikan dan
positif terhadap perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan
pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
Berdasarkan hasil analisis secara parsial didapatkan bahwa variabel pribadi
terbukti mempunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap perilaku konsumen
maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-
Commerce, variabel psikologis terbukti mempunyai pengaruh signifikan dan positif
terhadap perilaku konsumen maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan
pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
Bebererapa saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan dalam penelitian ini, diantaranya untuk melihat perilaku konsumen
maskapai penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-
Commerce, maka perlu diperhatikan faktor psikologis dari pembeli yaitu: motivasi,
persepsi dan pengetahuan dari pembeli, karena pengaruhnya lebih kecil dari variabel
sosial, pribadi dan budaya., kepada pihak Penerbangan Lion Air diharapkan untuk
menyediakan perangkat atau sistem yang lebih mudah lagi bagi konsumen untuk
melakukan transaksi secara e-commerce sehingga dapat memacu minat konsumen untuk
melakukan transaksi yang lebih intensif, perlunya kajian atau penelitian lebih lanjut
terhadap faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi perilaku konsumen maskapai
penerbangan Lion Air dalam melakukan pembelian tiket pesawat melalui e-Commerce.
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, I (1985). “From intentions to actions: a theory of planned behavior”, in Kuhl, J
and Beckman, J. (Eds), Action-Control: From Cognition Behavior, Springer,
Heidelberg, pp. 11-39
Anoraga, Pandji, (2000), Manajemen Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Assael, H (1995), “Costumer Behavior and marketing action”. International Thompson
Publising, Cincinnati Ohio.
Assauri, Sofjan. 1999. Manajemen Pemasaran. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada
Jakarta.
Battacherjee, A. (2000), “Acceptance of e-commerce services: the case of electronic
brokerages”, IEEE Transaction on Systems, and Cybernetics-Part A: System and
Humans, Vol. 30 No.4, pp.411-20.
Better Business Bureau (2001), “Third-party assurance boosts online
purchasing”,available at: www.bbbline.org//about/press/2001/
Analisis Perilaku Konsumen Maskapai Penerbangan Dalam Melakukan Pembelian Tiket Pesawat
Melalui E-Commerce
15
Beurekat, (2005), Faktor Lingkungan Sebagai Penentu Perilaku Konsumen, Jurnal
Ilmiah Manajemen dan Bisnis, Vol. 03 No.02, pp. 59-68.
Engel, James F.,dkk, (1994), Perilaku Konsumen, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta.
Ghozali, Imam. 2009. Ekonometrika: Teori, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS 17.
Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
Green, H. (2002), “Lessons of the cyber survivor”, Business Week, April 22, p. 42.
Harrison, D.A., Mykytyn, P.P. and Riemenshneider, C.K. (1997), “Executive decisions
about adoption of information technology in small business: theory and empirical
tests”, Information Systems Research, Vol. 8 No.2, pp. 171-95.
Horrigan, J.B. (2002), “Getting serious online”, Pew Internet & American Life Project,
available at: www.pewinternet.org
Husaini, Usman., (2004), Metodologi Penelitian Sosial, Cetakan Kelima, Penerbit Bumi
Aksara, Jakarta.
Jarvenpaa, S.L. and Todd, P.A. (1997), “Is there a future for retailing on the Internet” ,
in Peterson, R.A. (Ed.), Electronic Marketing and the Consumer, Sage, Thousand
Oaks, CA, pp. 139-54
Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-
pengalaman. Yoyakarta: BPFE.
Jupiter Research (2003), “online retail spending to soar in the US”, available at:
www.nua.net
Kotler, Philip, Killer. 2007. Manajemen Pemasaran. Diterjemah oleh Benyamin Molan.
Editor oleh: Bambang Sarwiji. Edisi 12. Jakarta: PT. Index.
Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid 2. Bumi Aksara. Jakarta.
Kurniawan, Heri. 2006. Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen Terhadap
Pembelian Produk Mie Sedap. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka.
Malang.
Purbo, Onno W., Wahyudi, Aang Arif. (2001). Mengenal e Commerce. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.
Rakmat, Jallaluddin., (1999), Metode Penelitian Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya,
Cetakan Ketujuh, Bandung.
Suhardi dan Darus Altin. 2013. Analisis Kinerja Keuangan Bank BPR Konvensional di
Indonesia Periode 2009 sampai 2012. Pekbis Jurnal. Vol. 5, No.2, Juli 2013: 101-
110.
Tjiptono, Fandy. 2002. Strategi Pemasaran. Edisi Kedua. Cetakan Ke enam. Penerbit.
Andy. Yogyakarta.
Turban, Efraim., Lee, Jae., King, David., and Chung, Michael H. (2000). Electronic
Commerce A Managerial Perspective. New Jersey: Prentice Hall International
Promasanti, Ira. 2001. “One-Stop Surfing Yogyakarta Dot Com Virtual Enterprise.”
Seminar Nasional E-Business: Application and Strategy form Small and Medium
Business, 5 Mei 2001 dilaksanakan oleh Magister Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta
Wicaksana, I Wayan S., dan Wiryana, I Made, (1999). Web Sebagai Media Marketing.
[on-line]. Available: http://www.ngelmu.dhs.org
Winardi, (1999), Marketing dan Perilaku Konsumen, Mandar Madju, Jakarta.
ISSN: 2443-2164
16
PENGARUH KOMUNIKASI, KEPEMIMPINAN,
DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI
Adinda Chandralela DPPKAD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Ahmad Yani Hazir Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pertiba Pangkalpinang
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan adalah untuk menganalisis pengaruh komunikasi, kepemimpinan, dan budaya
organisasi terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset
Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Populasi yang dijadikan sampel yang digunakan adalah
sebanyak 117 Pegawai Negeri Sipil Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner, yang disusun dalam
skala 1-5, skor 1 untuk tanggapan yang sangat tidak setuju dan skor 5 untuk tanggapan yang sangat
setuju. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji validitas, uji reabilitas, uji normalitas, dan
pengujian hipotesis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi dan kepemimipinan berkontribusi secara
simultan dan signifikan terhadap budaya organisasi serta kepemimpinan dan budaya organisasi juga
berkontribusi dan simultan terhadap kinerja pegawai.
Keywords: komunikasi, kepemimpinan, budaya organisasi, kinerja pegawai
1.1. Latar Belakang
Pesatnya perkembangan teknologi informasi sejak tahun 1980-an memiliki pengaruh
yang sangat dominan terhadap perubahan manajemen pemerintahan. Akibatnya,
birokrasi pemerintahan kekurangan sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari
segi kepemimpinan, manajemen, kemampuan, maupun keterampilan teknis yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan. Pembagian tugas yang tidak jelas menyebabkan
ketidak-efisienan penggunaan Sumber Daya Manusia dan hanya penumpukan pegawai
dalam satu unit kerja atau instansi (Sundarso, 2007).
Suatu organisasi terdiri atas bagian atau departemen yang saling bekerja sama
dan tergantung satu sama lain (Sunyoto, 2011). Secara umum, semakin besar organisasi,
semakin besar kebutuhan untuk desentralisasi pengambilan keputusan. Hal ini terjadi
karena pertanyaan kompleks yang harus dijawab paling baik diatasi oleh beragam orang
dengan area keahlian yang berbeda. (Bessie, 2010). Oleh karena itu, komunikasi sangat
penting untuk keberhasilan kepemimpinan dan manajemen. Seorang pemimpin
mempunyai kewenangan dan tanggung jawab formal untuk berkomunikasi dengan
banyak orang dalam organisasi. Keragaman budaya dan teknologi komunikasi yang
berkembang dengan pesat juga menambah kompleksitas komunikasi dalam organisasi
ini. Karena kompleksitas ini, pemimpin harus memahami setiap situasi unik dengan
cukup baik agar dapat memilih jaringan atau saluran komunikasi internal yang paling
tepat. (Bessie, 2010)
Dalam lingkungan instansi pemerintah, dikenal adanya budaya kerja aparatur
negara. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 tanggal 09 Juli 2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja, budaya organisai adalah sistem nilai
bersama dalam suatu organisasi yang menjadi acuan bagaimana para pegawai
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan atau cita-cita organisasi. Hal ini biasanya
dinyatakan sebagai visi, misi, dan tujuan organisasi. Budaya organisasi dikembangkan
dari kumpulan norma, nilai, keyakinan, harapan, asumsi, dan filsafat orang di dalamnya.
Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai
17
Oleh karena itu, budaya organisasi budaya organisasi juga menjadi dasar praktik di
dalam organisasi.
Deal dan Kennedy (1950) mengatakan bahwa untuk menciptakan organisasi
yang memiliki kinerja tinggi, perlu dibangun budaya yang kuat dan terpadu dalam
berbagai cara agar tercipta hasil yang luar biasa (Romli, 2012). Ruang lingkup dalam
penelitian ini adalah di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah
Prov. Kep. Bangka Belitung, yaitu sebuah instansi pemerintah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung yang meliputi bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset
Daerah yang keseluruhan aktivitas bisnisnya sangat mengandalkan manusia. Kegiatan
organisasi mencakup aktivitas tujuh inti, yaitu sekretariat, pajak, anggaran, akuntansi
dan pelaporan, perbendaharaan dan verifikasi, retribusi dan pendapatan lain-lain, serta
asset daerah.Hingga saat ini sebagian besar masih mengandalkan otak dan tenaga
manusia. Karena karakteristik semacam ini, pengelolaan organisasi haruslah sejauh
mungkin memperhatikan aspek manusia. Banyak kendala yang dihadapi oleh DPPKAD
Prov. Kep. Bangka Belitung dalam upaya untuk menciptakan kinerja pegawai yang
efektif.
Dari pengamatan peneliti, terdapat indikator penurunan kinerja pegawai
DPPKAD Provinsi Kep. Bangka Belitung. Hal ini diindikasikan dengan masih ada
pegawai yang datang terlambat ikut apel pagi dan sore. Padahal, kepala dinas
menghimbau agar para pimpinan memantau kehadiran apel pagi dan sore setiap harinya.
Sanksi pun sudah ditetapkan bagi yang tidak mentaati peraturan tersebut. Selain itu,
masih banyak karyawan yang sering meninggalkan tempat pada jam kerja untuk
kegiatan di luar kantor. Tingkat kedisiplinan menurun terutama setelah istirahat makan
siang, masih banyak pegawai yang belum berada di tempat untuk kembali bekerja.
Belum terpenuhinya target kinerja yang ditetapkan oleh bidang pada organisasi, seperti
pembuatan laporan kerja bulanan yang tidak tepat waktu. Indikator tersebut berkaitan
dengan komunikasi dalam organisasi, kepemimpinan, dan budaya organisasi, dan hal
tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
Berdasarkan tabel 1.1 dan tabel 1.2, dapat dilihat bahwa kehadiran pegawai
untuk mengikuti apel pagi dan apel sore belum maksimal. Padahal, baik apel pagi
maupun sore, diwajibkan bagi pegawai negeri sipil daerah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, termasuk pada DPPKAD Prov. Kep. Bangka Belitung, yang diatur dalam
Peraturan Gubernur No. 3 Tahun 2012 tanggal 20 Januari 2012 tentang Pemberian
Tambahan Penghasilan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun Anggaran 2012. Pada pasal 3, dinyatakan
bahwa bagi pegawai yang tidak melaksanakan apel pagi dan apel sore tanpa ada
pemberitahuan, baik lisan maupun tulisan kepada atasan, diadakan pemotongan 2,5%
per hari yang didasarkan pada daftar kehadiran apel. Secara langsung atau tidak
langsung, terbentuk suatu budaya dengan menumbuhkan rasa tanggung jawab pegawai
untuk mengikuti apel. Dalam hal ini, apel dapat menjadi ajang komunikasi dan
interaksi, baik antar pimpinan dengan pegawai maupun sebaliknya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan menganalis pengaruh komunikasi dan kepemimpinan
terhadap budaya organisasi.
II. TEORI DAN HIPOTESIS
2.1.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen merupakan suatu proses yang kompleks, menantang dan menarik.
Perubahan yang cepat dalam lingkungan usaha dewasa ini mengharuskan manajer untuk
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 16-36
18
mengikuti kesempatan bisnis dan tren yang terjadi. Griffin (2004) menjelaskan bahwa
manajemen (management) adalah sebagai suatu rangkaian aktivitas (termasuk
perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengendalian) yang diarahkan pada sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik
dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien. Efisien (efficient) berarti menggunakan berbagai sumber daya secara bijaksana
dan dengan cara yang hemat biaya sedangkan efektif (effective) berarti membuat
keputusan yang tepat dan mengimplementasikannya dengan sukses. Daft (2003)
mendefinisikan manajemen (management) sebagai suatu pencapaian tujuan organisasi
dengan cara yang efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian sumber daya organisasi. Terdapat dua ide penting dalam
definisi di atas: (1) keempat fungsi, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengendalian, serta (2) pencapaian tujuan organisasi dengan cara yang efektif dan
efisien. Manajer menggunakan berbagai keterampilan untuk melakukan fungsi ini.
Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan,
pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai, baik tujuan
individu maupun organisasi. Menurut Flippo dalam Hasibuan (1980), pengertian
manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai
berbagai tujuan individu, organisasi masyarakat. Menurut Hasibuan (2005), manajemen
sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga
kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya perusahaan, karyawan dan
masyarakat. Fungsi manajemen sumber daya manusia terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengembangan kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian. Dalam manajemen sumber daya
manusia, fokus kajian dalam hal ini adalah tenaga kerja manusia yang diatur menurut
urutan fungsinya, agar efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat.
2.1.3. Kinerja Pegawai
Menurut Iswanto (2005), kinerja didefinisikan sebagai catatan outcomes yang dihasilkan
pada fungsi atau aktivitas pekerjaan tertentu (Bernardin dan Russel, 1998). Menurut
Bernadin dan Russel (1998), ada enam kriteria untuk menilai suatu kinerja, yaitu
(Iswanto, 2005): 1) Kualitas, Tingkat seberapa sempurna suatu proses atau hasil dari
melaksanakan suatu pendekatan baik itu berkaitan dengan penyesuaian terhadap suatu
cara pelaksanaan aktivitas yang ideal atau memenuhi tujuan aktivitas yang diharapkan,
2) Kuantitas, Jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah sejumlah unit, jumlah
siklus aktivitas yang diselesaikan, 3) Ketepatan batas waktu, Tingkat seberapa sempurna
atau lengkap suatu aktivitas diselesaikan atau menghasilkan produk pada waktu tercepat
dari waktu yang diinginkan, baik dilihat dari koordinasi dengan keluaran lain maupun
dari maksimisasi waktu yang tersedia bagi aktivitas lain 4) Keefektifan biaya, Tingkat
seberapa maksimum penggunaan sumber daya organisasi (manusia, uang, teknologi,
dan material) dalam kaitannya untuk mencapai keuntungan paling tinggi atau
mengurangi kerugian pada setiap unit atau instansi yang menggunakan sumber daya, 5)
Kebutuhan terhadap supervise, Tingkat seberapa perlu pegawai yang dinilai tersebut
terhadap bantuan atau intervensi supervisor dalam melaksanakan fungsi pekerjaannya,
dan 6) Dampak interpersonal, Tingkat seberapa meningkat perasaan percaya diri, nama
Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai
19
baik, dan kekooperatifan di antara mitra kerja dan bawahan sehingga pegawai
mempunyai komitmen kerja dengan perusahaan dan tanggung jawab kerja dengan
perusahaan.
2.1.4. Komunikasi dalam Organisasi dan Kinerja Pegawai
Komunikasi merupakan perpindahan dan pemahaman makna (Robbins, 2010). Hal ini
berarti bahwa jika informasi atau ide belum disampaikan, komunikasi belum dilakukan.
Komunikasi antara para atasan dan para pegawai adalah penting karena komunikasi
memberikan informasi yang diperlukan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dalam
organisasi.
Komunikasi merupakan salah satu elemen penting dalam kehdupan organisasi.
Fungsi manajemen mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, sampai
dengan pengawasan, semuanya melibatkan komunikasi. Komunikasi membantu para
anggota organisasi untuk mencapai tujuan individu dan tujuan organisasi, merespons
dan mengimplementasikan perubahan organisasi, mengoordinasikan aktivitas
organisasi, serta ikut berperan dalam semua tindakan organisasi yang relevan.
Komunikasi efektif juga membantu organisasi dalam mencapai sasaran atau tujuannya
(Sunyoto, 2011). Menurut Sunyoto (2011), elemen dasar yang membentuk komunikasi
terdiri dari komunikator, pengkodean, pesan, media perantara, pengurai-pesan, umpan
balik, dan noise yang dijelaskan sebagai berikut (lvancevich, et. al., 2007; Kreitner dan
Kinicki, 2005).
2.1.5. Kepemimpinan dan Kinerja Pegawai
Kepemimpinan yang mendukung menghasilkan kinerja pegawai dan tingkat
kepuasan yang tinggi ketika bawahan mengerjakan pekerjaan terstruktur. Dalam situasi
ini, pemimpin hanya perlu mendukung bawahannya, bukan memerintahkan apa yang
harus dilakukan (Robbins, 2010). Mengapa bawahan harus mempercayai
pemimpinnya? Penelitian telah membuktikan bahwa rasa percaya di dalam
kepemimpinan itu sangat berhubungan dengan hasil kerja yang positif, termasuk
kinerja, perilaku anggota organisasi, kepuasan kerja dan komitmen terhadap
organisasi (Robbins, 2010).
Kepercayaan sangat terkait dengan konsep kredibilitas, bahkan, kedua terminologi
ini dapat saling bertukar fungsi. Rasa percaya (trust) didefinisikan sebagai keyakinan di
dalam integritas, karakter, dan kemampuan seorang pemimpin. Bawahan yang
mempercayai pemimpinnya bersedia menerima perbuatan pemimpin karena mereka
yakin bahwa hak dan kepentingan mereka tidak akan disalahgunakan. Penelitian
telah mengidentifikasi lima dimensi yang mendasari konsep rasa percaya (Robbins,
2010): Integritas-kejujuran dan kebenaran; Kompetensi-pengetahuan dan keahlian
teknis serta keahlian interpersonal; Konsistensi-dapat diandalkan, dapat diprediksi,
dan penilaian yang baik dalam menangani situasi; Loyalitas-kemauan untuk
melindungi seseorang, baik secara fisik maupun emosi; dan Keterbukaan-kemauan
untuk berbagi ide dan informasi. Dari lima dimensi tersebut, integritas merupakan hal
yang sangat penting di saat seseorang menilai hal yang dapat dipercaya dari orang lain.
Perubahan tempat kerja telah memperkuat mengapa kualitas kepemimpinan
tersebut sangat penting. Sebagai contoh, kecenderungan terhadap pemberdayaan dan
kelompok kerja yang dikelola sendiri telah mengurangi jumlah mekanisme kendali
tradisional yang digunakan dalam mengawasi para pegawai. Jika kelompok kerja itu
bebas membuat jadwal kerjanya sendiri, mengevaluasi kinerjanya sendiri, dan bahkan
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 16-36
20
membuat keputusan atas perekrutan diri mereka sendiri, rasa percaya menjadi aspek
yang sangat penting. Pegawai harus percaya bahwa pimpinan akan memperlakukan
mereka dengan adil, dan pimpinan juga harus percaya bahwa pegawai dapat memenuhi
tanggung jawabnya.
2.1.6. Budaya Organisasi
Robbins dan Judge mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna
bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi
tersebut dengan organisasi yang lain. (Sunyoto, 2012). Para peneliti berusaha untuk
mengidentifikasi berbagai tipe budaya organisasi dengan tujuan untuk mempelajari
hubungan antara tipe efektivitas budaya dan organisasi. Pencarian ini didorong oleh
adanya anggapan bahwa budaya tertentu lebih efektif daripada budaya yang lain
(Sunyoto, 2012).
Menurut Robbins, (2000) mengajukan sepuluh karakteristik budaya organisasi
yang meliputi dimensi struktural dan perilaku, yaitu meliputi:
a. Inisiatif individual; tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan independensi yang
dimiliki individu.
b. Toleransi terhadap tindakan berisiko; sejauh mana para anggota dianjurkan untuk -
bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil risiko.
c. Arah; sejauh mana organisasi tersebut menciptakan sasaran dan harapan mengenai
prestasi dengan jelas.
d. Integrasi; sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan
cara yang terkoordinasi.
e. Dukungan dari manajemen; sejauh mana para manajer dapat berkomunikasi dengan
jelas, memberi bantuan serta dukungan terhadap bawahan mereka.
f. Kontrol; sejumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan perilaku anggota.
g. Identitas; sejauh mana para anggota mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan
dengan organisasimya ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau dengan
bidang keahlian profesional.
h. Sistem imbalan; sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji dan
promosi) didasarkan atas kriteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dan
senioritas, sikap pilih kasih dan sebagainya.
i. Toleransi terhadap konflik; sejauh mana para pegawai didorong untuk
mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.
j. Pola komunikasi; sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki
kewenangan formal.
2.1.7. Komunikasi dalam Organisasi dan Budaya Organisasi
Robbins dan Judge mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna
bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi
tersebut dengan organisasi yang lain. (Sunyoto, 2012). Para peneliti berusaha untuk
mengidentifikasi berbagai tipe budaya organisasi dengan tujuan untuk mempelajari
hubungan antara tipe efektivitas budaya dan organisasi. Pencarian ini didorong oleh
adanya anggapan bahwa budaya tertentu lebih efektif daripada budaya yang lain
(Sunyoto, 2012)
Budaya organisasi adalah sistem simbol dan interaksi unik pada setiap
organisasi. Ini adalah cara berpikir, berperilaku, berkeyakinan yang sama-sama dimiliki
Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai
21
oleh anggota unit. Berbagi tujuan dan budaya organisasi membutuhkan komunikator
yang jelas, efektif, dan antusias (Marquis, 2010).Budaya organisasi adalah keseluruhan
nilai organisasi, bahasa, riwayat, jaringan komunikasi formal dan informal, ritual, dan
―sapi suci‖—beberapa hal yang ada dalam institusi yang tidak pernah dibahas atau
diubah. Sebagai contoh, logo rumah sakit yang dirancang oleh dewan komisaris awal
adalah item yang tidak mungkin dapat diperbarui atau diubah. Bagan organisasi
membantu membentuk budaya institusi (Marquis, 2010).
Budaya organisasi sering keliru dengan iklim organisasi—bagaimana pegawai
memersepsikan organisasi. Sebagai contoh, pegawai dapat memersepsikan organisasi
tersebut adil, ramah, dan informal atau formal dan sangat terstruktur. Persepsi mungkin
akurat atau tidak akurat, dan orang dalam organisasi yang sama mungkin memiliki
persepsi yang berbeda tentang organisasi yang sama (Marquis, 2010). Menurut Sunyoto
(2011), sosialisasi merupakan salah satu cara penting untuk menanamkan budaya
organisasi. Sosialisasi adalah proses yang mengadaptasi pegawai atau individu dengan
budaya organisasi. Ketika pegawai pertama kali bergabung dengan suatu organisasi,
mereka belum memahami secara benar budaya organisasi, sehingga dapat mengganggu
kegiatan organisasi. Oleh sebab itu organisasi membantu para pegawai baru tersebut agar
dapat beradaptasi dengan budaya organisasi melalui sosialisasi (Robbins dan Jugde,
2007).
Selanjutnya, dalam Sunyoto (2011), Daniel Feldman seorang peneliti perilaku
organisasional, mengusulkan model tiga tahap sosialisasi, yaitu: Tahap 1, sosialisasi
anti sipasi/anticipatory socialization, proses belajar yang dilakukan sebelum bergabung
dengan organisasi. Sosialisasi organisasi biasanya dimulai sebelum individu ber-
gabung dengan organisasi. Informasi sosialisasi dapat datang berbagai sumber seperti
iklan atau cerita yang tersebar luas. Semua informasi tersebut dapat membantu individu
mengantisipasi kenyataan organisasi. Tahap 2, pertemuan/encounter. Nilai, keterampilan
dan perilaku mulai berubah ketika pegawai baru menemukan seperti apa sebenarnya
organisasi tersebut. Tahap ini dimulai ketika kontrak kerja sudah ditandatangani. Banyak
organisasi yang menggunakan kombinasi antara pelatihan dan orientasi untuk men-
sosialisasikan para pegawai selama tahap pertemuan. Selama tahap ini individu dituntut
untuk dapat menyelesaikan berbagai macam konflik yang terjadi antara pekerjaan dan
kepentingan di luar. Tahap 3, perubahan dan pemahaman yang bertambah/acquisition.
Pegawai menguasai keterampitan, peran, dan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai dan
norma kelompok kerja.
2.1.8. Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Menurut Marquis (2010), Wolf dan rekan (1994) mendefinisikan kepemimpinan trans-
formasional sebagai ―hubungan interaktif, berdasarkan pada kepercayaan, yang secara
positif berdampak pada pemimpin dan pengikutnya. Tujuan pemimpin dan pengikutnya
menjadi terfokus, menciptakan kesatuan, tujuan menyeluruh dan kolektif‖. Kinerja
pemimpin transformasional yang tinggi menampilkan komitmen yang kuat pada profesi
dan organisasi serta mampu mengatasi hambatan dengan menggunakan kelompok
belajar. Kepercayaan diri ini datang dari rasa terkendali yang kuat. Pemimpin
transformasional ini juga mampu menciptakan lingkungan sinergis yang mempercepat
perubahan. Perubahan terjadi karena pemimpin transformasional memiliki fokus nilai
kreativitas dan inovasi ke masa depan. Pemimpin transformasional juga memiliki nilai
budaya organisasi dan nilai yang kuat, mempertanggungjawabkan nilai yang sama dan
perilaku tersebut pada stafnya.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 16-36
22
2.1.9. Budaya Organisasi dan Kinerja Pegawai
Hasil sosialisasi budaya organisasi dapat berupa hasil tingkah laku dan hasil yang
bersifat afektif. Hasil tingkah laku berupa pegawai dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik, memiliki komitmen untuk tetap berada di organisasi, dan berinovasi serta
bekerjasama secara spontan. Sementara itu hasil yang bersifat afektif (berhubungan
dengan kinerja) berupa adanya rasa puas secara umum, memiliki motivasi untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaan, dan terlibat dalam pekerjaan yang membutuhkan
kemampuan tinggi (Sunyoto, 2011).
Dari sudut pandang pegawai, budaya memberi pedoman bagi pegawai akan
segala sesuatu yang penting untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Wheelen & Hunger dalam Nimran (1997). Sejumlah peran
penting yang dimainkan oleh budaya organisasi adalah (Romli, 2011):
a. Membantu pengembangan rasa memiliki jati diri bagi pegawai
b. Dipakai untuk mengembangkan keterkaitan pribadi dengan organisasi
c. Membantu stabilitas organisasi sebagai suatu sistem sosial
d. Menyajikan pedoman perilaku sebagai basil dan norma perilaku yang sudah
dibentuk.
Budaya organisasi yang terbentuk, dikembangkan, diperkuat atau bahkan
diubah, memerlukan praktik yang dapat membantu menyatukan nilai budaya anggota
dengan nilai budaya organisasi. Praktik tersebut dapat dilakukan melalui induksi
(Kempton, 1995, dalam Nurfarhati, 1999) atau sosialisasi, yaitu melalui proses
transformasi budaya organisasi (Robert, 1994, dalam Nurfahati, 1999). Sosialisasi
organisasi merupakan serangkaian aktivitas yang secara substantif berdampak kepada
penyesuaian aktivitas individual dan keberhasilan organisasi, antara lain komitmen,
kepuasan, dan kinerja (Nelson, 1991: Young & Lunberg, 1996, dalam Nurfahati, 1999).
Ada tiga tipe budaya organisasi, yaitu budaya konstruktif, budaya pasif-defensif,
dan budaya agresif-defensif, serta masing-masing tipe berhubungan dengan
seperangkat keyakinan normatif yang berbeda. Keyakinan normatif menunjukkan
pemikiran dan keyakinan individu mengenai bagaimana anggota dari suatu kelompok
atau organisasi diharapkan menjalankan tugasnya dan berinteraksi dengan orang lain
(Sunyoto, 2012). Menurut Luthans (1995), beberapa langkah sosialisasi yang dapat
membantu dan mempertahankan budaya organisasi adalah melalui seleksi calon
pegawai, penempatan, pendalaman bidang pekerjaan, penilaian kinerja dam pemberian
penghargaan, penanaman kesetiaan pada nilai luhur, perluasan cerita dan berita,
pengakuan kinerja, dan promosi (Romli, 2011). Menurut Romli (2011), berbagai
praktik tersebut dapat memperkuat budaya organisasi dan memastikan pegawai yang
bekerja sesuai dengan budaya organisasi, memberi imbalan sesuai dukungan yang
diberikan. Sosialisasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan kerja, komitmen
organisasi, rasa percaya diri pada pekerjaan, mengurangii tekanan, serta kemungkinan
keluar dari pekerjaan (Peters, 1997, dalam Nurfarhati, 1999).
2.2. Penelitian Terdahulu
Kegunaan penelitian terdahulu adalah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya, sehingga bisa dijadikan sebagai studi pembanding untuk penelitian
ini. Deskripsi beberapa hasil penelitian terdahulu. Pada tabel 2.1 dapat dilihat dan
dibandingkan pengaruh komunikasi, gaya kepemimpinan, budaya organisasi, terhadap
kinerja pegawai yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Apakah variabel
tersebut memiliki kesamaan atau mungkin terdapat perbedaan satu dengan yang lain.
Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai
23
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti,
Tahun Judul Persamaan Perbedaan
1. Laras Tris Ambar
Suksesi
Edwardin, 2006
Analis Pengaruh Kom-
petensi Komunikasi,
Kecerdasan Emosional,
dan Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja
Karyawan. (Studi Kasus
pada PT. Pos Indonesia,
Semarang)
Path Analysis
Budaya
organisasi
Kinerja
pegawai
Tahun
penelitian
2006
Sistem
statistik
AMOS
2. Setyaningsih,
Sumarni, dan
RTS Ratnawati,
2009
Pengaruh Budaya
Organisasi, Kepuasan
Kerja, dan Motivasi
Terhadap Kinerja Pegawai
pada Dinas Tenaga Kerja,
Kependudukan, dan
Catatan Sipil Kota Jambi
Path Analysis
Budaya
organisasi
Kinerja
pegawai
Tahun
penelitian
2009
3. Ida Ayu
Brahmasari dan
Agus Suprayetno,
2008
Pengaruh Motivasi Kerja,
Kepemimpinan, dan
Budaya Organisasi
Terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan serta
Dampaknya pada Kinerja
Perusahaan (Studi Kasus
pada PT. Pei Hai
International Wiratama
Indonesia)
Path Analysis
Budaya
organisasi
Kepemimpinan
Tahun
penelitian
2008
4. Hsin Kuang Chi,
Huery Ren Yeh,
dan Chiou Huei
Yu, 2006
The Effects of
Transformation
Leadership, Organizational
Culture, Job Satisfaction on
the Organizational
Performance in the Non-
Profit Organization
Path Analysis
Budaya
organisasi
Kepemimpinan
Organisasi
nonprofit
Tahun
penelitian
2006
5. Peter Lok dan
John Crawford,
1999
The relationship between
commitment and
organizational culture,
subculture, leadershipstyle
and job satisfaction in
organizational change and
development
Path Analysis
Budaya
organisasi
Kepemimpinan
Tahun
penelitian
1999
6. Hui wang, Anne
S. Tsui, dan
Katherine R. Xin,
2011
CEO Leadership behaviors,
organizational
performance, and
employees’ attitudes
Path Analysis
Kepemimpinan
Tahun
penelitian
2011
7. Pankaj Tiwari,
2011 Impact of Selected HRM
Practices on Perceived
Employee
Performance:Employee
Kinerja
pegawai Tahun
penelitian
2010
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 16-36
24
Performance: An Empirical
Study Regresi
8. Somaye
Gharibvand, 2012 The Relationship between
Malaysian Organizational
Culture, Participative
Leadership Style, and
Employee Job Satisfaction
among Malaysian
Employees from
Semiconductory Industry
Path Analysis
Budaya
organisasi
Kepemimpinan
Tahun
penelitian
2012
Sumber: Data Sekunder
Hipotesis Penelitian
1. Terdapat pengaruh yang signifikan dan simultan antara komunikasi dan
kepemimpinan terhadap budaya organisasi DPPKAD Prov. Kep. Bangka Belitung.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara komunikasi terhadap budaya organisasi
DPPKAD Prov. Kep. Bangka Belitung.
3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan terhadap budaya
organisasi DPPKAD Prov. Kep. Bangka Belitung.
4. Terdapat pengaruh yang signifikan dan simultan antara komunikasi, kepemimpinan,
dan budaya organisasi terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil DPPKAD Prov. Kep.
Bangka Belitung.
5. Terdapat pengaruh yang signifikan antara komunikasi terhadap kinerja Pegawai
Negeri Sipil DPPKAD Prov. Kep. Bangka Belitung.
6. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan terhadap kinerja Pegawai
Negeri Sipil DPPKAD Prov. Kep. Bangka Belitung.
7. Terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi terhadap kinerja
Pegawai Negeri Sipil DPPKAD Prov. Kep. Bangka Belitung.
8. Untuk mengetahui dan menganalis pengaruh signifikan antara kepemimpinan
terhadap budaya organisasi DPPKAD Prov. Kep. Bangka Belitung.
9. Untuk mengetahui dan menganalis pengaruh komunikasi, kepemimpinan, dan
budaya organisasi secara signifikan dan simultan terhadap kinerja Pegawai Negeri
Sipil DPPKAD Prov. Kep. Bangka Belitung.
10. Untuk mengetahui dan menganalis pengaruh komunikasi secara signifikan terhadap
kinerja Pegawai Negeri Sipil DPPKAD Prov. Kep. Bangka Belitung.
11. Untuk mengetahui dan menganalis pengaruh kepemimpinan secara signifikan
terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil DPPKAD Prov. Kep. Bangka Belitung.
12. Untuk mengetahui dan menganalis pengaruh budaya organisasi secara signifikan
terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil DPPKAD Prov. Kep. Bangka Belitung.
III. METODOLOGI PENELITIAN
1.1.1. Desain Penelitian
Berkaitan dengan tujuan penelitian ini, termasuk penelitian penjelasan atau explanatory
research atau menjelaskan hubungan klausal atau sebab akibat antara variabel dan
penguji hipotesa.
1.1.2. Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2011), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai
25
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Riduwan
(2011), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah pegawai DPPKAD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Untuk menghasilkan yang representatif, digunakan teknik Sampling Jenuh atau
Sensus yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel (Sugiyono, 2011). Jumlah pegawai DPPKAD Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung per Oktober 2015 adalah 119 orang. Dengan dikurangi kepala dinas dan
peneliti, populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 117 orang.
1.1.3. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat tiga variabel, yaitu variabel independen (X1 dan X2),
variabel intervenning (X3), dan variabel dependen (Y). Berdasarkan permasalahan dan
hipotesis yang diajukan, maka variabel penelitian diklasifikasikan sebagai berikut
(Sugiyono, 2011): Variabel Independen/bebas, Variabel independen sering disebut
sebagai variabel stimulus, predictor, antecedent atau variabel bebas karena variabel ini
merupakan variabel yang menjadi sebab pengaruh terhadap variabel independen yaitu
variabel komunikasi dalam organisasi (X1) dan variabel kepemimpinan (X2)., Variabel
intervening adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara
variabel independen dengan dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak
dapat diamati dan diukur. Variabel ini merupakan variabel penyela/antara yang terletak
di antara variabel independen dan dependen sehingga variabel independen tidak
langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel dependen. Dalam
penelitian ini, variabel yang dimaksud adalah budaya organisasi (X3) dan Variabel
dependen/terikat Variabel dependen sering disebut variabel output, kriteria, konsekuen
atau variabel terikat karena variabel ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat dari adanya variabel independen, yaitu kinerja pegawai (Y).
Data dikumpulkan dengan metdoa kuesioner dengan menyusun daftar
pernyataan yang diberikan kepada responden untuk mengetahui kenyataan yang terjadi
di lapangan. Penyebaran kuesioner bersifat tertutup guna mendapatkan data tentang
pengaruh komunikasi dalam organisasi, kepemimpinan, dan budaya organisasi dalam
meningkatkan kinerja pegawai DPPKAD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Pengukuran variabel penelitian dilakukan dengan menggunakan skala likert
yang bersifat interval yakni skala 5 nilai yang akan mengukur pandangan responden
melalui pernyataan pada dua sisi yang berbeda. Skala ini memungkinkan responden
untuk mengeresikan intensitas perasaan mereka melalui pernyataan (kuesioner) yang
sesuai dengan masing-masing variabel yang diteliti. Pilihan dibuat berjenjang mulai dari
intensitas yang paling rendah sampai dengan paling tinggi dengan penjelasan sebagai
berikut: Sangat Setuju (SS) = skor 5, Tidak Setuju (TS) = skor 4, Netral (N)= skor 3,
Tidak Setuju (TS)= skor 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) = skor 1.
1.1.4. Teknik Analisis Data
2.3.6.4 Analisis Korelasi Berganda
Koefisien korelasi adalah indeks atau bilangan yang digunakan untuk
mengukur derajat hubungan, meliputi kekuatan hubungan dan bentuk atau arah
hubungan tersebut (Iqbal, 2002:99). Untuk kekuatan hubungan, nilai koefisien korelasi
berada +1 dan – 1. Untuk bentuk atau arah hubungan, nilai koefisien korelasi
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 16-36
26
dinyatakan dalam positif (+) dan negatif (-) atau (-1 ≤ KK ≤ +1). Ada 4 pedoman
pengambilan keputusan dalam menjelaskan koefisien korelasi:
1. Jika koefisien korelasi bernilai positif, variabel berkorelasi positif. Artinya, jika
variabel yang satu naik atau turun, variabel yang lain juga sama. Semakin dekat
nilai dari koefisien korelasi ke +1, semakin kuat korelasi positifnya.
2. Jika koefisien korelasi bernilai negatif, variabel berkorelasi negatif. Artinya, jika
variabel yang satu naik atau turun, variabel yang lain juga sama. Semakin dekat
nilai dari koefisien korelasi ke -1, semakin kuat korelasi negatifnya.
3. Jika koefisien korelasi bernilai 0 (nol), variabel tidak menunjukan korelasi.
4. Jika koefisien korelasi bernilai +1 atau -1, variabel menunjukan korelasi positif atau
negatif sempurna.
2.3.6.5 Analisis Jalur (Path Analysis)
Menurut Riduwan (2007:2-3), path analysis digunakan untuk menganalisis pola
hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui, baik pengaruh langsung
maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat
(endogen).
Kategori hubungan dan pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel
dpenden dalam model, ditetapkan pada tabel berikut: Analisis ini akan digunakan
peneliti untuk menguji besarnya kontribusi yang ditunjukan oleh koefisien jalur dan
mengetahui derajat komunikasi (X1), kepemimpinan (X2), dan budaya organisasi (X3)
terhadap kinerja pegawai (Y) berdasarkan hasil kuesioner yang telah diuji denga
program SPSS. Persamaan struktural untuk diagram jalur, yaitu (Ghozali, 2011:221):
Y = ƥyx1 x1 + ƥyx2 x2 + ƥyx3 x3 + ƥyx4 x4 + ε1
Z = ƥzyy + ε2
Keterangan:
ƥ = koefisien jalur (path coefficient), yang menunjukan pengaruh langsung variabel
eksogen terhadap variabel endogen
ε = faktor residual, yang menunjukan pengaruh variabel lain yang tidak diteliti atau
kekeliruan pengukuran variabel
2.3.6.6 Pengujian Hipotesis
1. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Dalam penelitian ini, uji F digunakan
untuk mengetahui tingkat siginifikansi pengaruh variabel independen secara
bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005). Dalam
penelitian ini, hipotesis yang digunakan adalah:
Ho: Variabel bebas, yaitu komunikasi, kepemimpinan, dan budaya organisasi tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap variabel
terikatnya yaitu kinerja pegawai.
Ha: Variabel bebas, yaitu komunikasi, kepemimpinan, dan budaya organisasi
mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap variabel
terikatnya yaitu kinerja pegawai.
Dasar pengambilan keputusannya (Ghozali, 2005) adalah dengan menggunakan
angka probabilitas signifikansi, yaitu:
a. Apabila probabilitas signifikansi > 0.05, Ho diterima dan Ha ditolak.
b. Apabila probabilitas signifikansi < 0,05, Ho ditolak dan Ha diterima.
Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai
27
2. Analisis Koefisien Determinasi (R²), Koefisien determinasi (R²) pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
terikat (Ghozali, 2005). Nilai Koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai
R² yang kecil berarti kemampuan variabel bebas (komunikasi, kepemimpinan, dan
budaya organisasi) dalam menjelaskan variasi variabel terikat (kinerja pegawai)
sangat terbatas sehingga berdampak terhadap kinerja. Begitu pula sebaliknya, nilai
yang mendekati satu berarti variabel bebas memberikan hampir semua informasi
yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat.
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap
jumlah variabel bebas yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu
variabel bebas, R² pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel terikat. Oleh karena itu, banyak peneliti
menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R² pada saat mengevaluasi mana
model regresi yang terbaik. Tidak seperti R², nilai Adjusted R² dapat naik atau turun
apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model.
3. Uji Signifikasi Pengaruh Parsial (Uji t), Uji t digunakan untuk menguji signifikansi
hubungan antara variabel X dan Y, apakah variabel X1, X2, dan X3 (komunikasi,
kepemimpinan, dan budaya organisasi) benar-benar berpengaruh terhadap variabel Y
(kinerja pegawai) secara terpisah atau parsial (Ghozali, 2005). Hipotesis yang
digunakan dalam pengujian ini adalah:
Ho: Variabel bebas (komunikasi, kepemimpinan, dan budaya organisasi) tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (kinerja
pegawai).
Ha: Variabel bebas (komunikasi, kepemimpinan, dan budaya organisasi) mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (kinerja pegawai).
Dasar pengambilan keputusan (Ghozali, 2005) adalah dengan menggunakan angka
probabilitas signifikansi, yaitu:
a. Apabila angka probabilitas signifikansi > 0,05, Ho diterima dan Ha ditolak.
b. Apabila angka probabilitas signifikansi < 0,05, Ho ditolak dan Ha diterima.
IV. ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.4. Analisis Korelasi Berganda
Salah satu persyaratan yang penting dan dan harus dipenuhi dalam pengujian model
adalah adanya korelasi yang signifikan antara variabel yang terkait. Pedoman
pengambilan keputusan dalam menjelaskan koefisien korelasi:
1. Jika koefisien korelasi bernilai positif, variabel berkorelasi positif. Artinya, jika
variabel yang satu naik atau turun, variabel yang lain juga sama. Semakin dekat nilai
dari koefisien korelasi ke +1, semakin kuat korelasi positifnya.
2. Jika koefisien korelasi bernilai negatif, variabel berkorelasi negatif.Artinya, jika
variabel yang satu naik atau turun, variabel yang lain juga sama. Semakin dekat nilai
dari koefisien korelasi ke -1, semakin kuat korelasi negatifnya.
3. Jika koefisien korelasi bernilai 0 (nol), variabel tidak menunjukkan korelasi.
4. Jika koefisien korelasi bernilai +1 atau -1, variabel menunjukkan korelasi positif
atau negatif sempurna.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 16-36
28
Tabel 4.7 Hubungan Korelasi Antar Variabel
Y X1 X2 X3
Y Pearson Correlation 1 .594**
.769**
.788**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000
N 86 86 86 38
X1 Pearson Correlation .594**
1 .525**
.826**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000
N 86 117 117 38
X2 Pearson Correlation .769**
.525**
1 .692**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000
N 86 117 117 38
X3 Pearson Correlation .788**
.826**
.692**
1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000
N 38 38 38 38
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Data diolah peneliti (2013).
Berdasarkan penghitungan SPSS pada tabel 4.7, diketahui bahwa hubungan
korelasi antar variabel sebagai berikut:
1) Korelasi antara komunikasi dengan kinerja sebesar 0,594, dengan kriteria sedang
positif, dengan signifikansi 0,000 atau 0%, yang berarti sangat signifikan.
2) Korelasi antara komunikasi dengan kepemimpinan sebesar 0,525, dengan kriteria
sedang positif, dengan signifikansi 0,000 atau 0%, yang berarti sangat signifikan.
3) Korelasi antara komunikasi dengan budaya organisasi sebesar 0,826, dengan
kriteria kuat positif, dengan signifikansi 0,000 atau 0%, yang berarti sangat
signifikan.
4) Korelasi antara kepemimpinan dengan kinerja sebesar 0,769, dengan kriteria kuat
positif, dengan signifikansi 0,000 atau 0%, yang berarti sangat signifikan.
5) Korelasi antara kepemimpinan dengan budaya organisasi sebesar 0,692, dengan
kriteria sedang positif, dengan signifikansi 0,000 atau 0%, yang berarti sangat
signifikan.
6) Korelasi antara budaya organisasi dengan kinerja sebesar 0,788, dengan kriteria
kuat positif, dengan signifikansi 0,000 atau 0%, yang berarti sangat signifikan.
7) Korelasi antara budaya organisasi dengan komunikasi sebesar 0,826, dengan
kriteria kuat positif, dengan signifikansi 0,000 atau 0%, yang berarti sangat
signifikan.
4.1 Analisis Jalur (Path Analysis)
Dari hasil diperoleh lima buah koefisien jalur, yaitu ρx3x1, ρx3x2, ρyx1, ρyx2, danρyx3
danenam buah koefisien korelasi, rx1X2, rx1X3,rx1Y, rx2X3, rx2Y, danrx3X4. Hasil koefisien
korelasi yang diperoleh (tabel 4.7) dihitung dan diuji keberartiannya dengan
menggunakan statistik t dan apabila jalur tersebut menunjukkan nilai koefisien yang
tidak berarti atau tidak signifikan, jalur tersebut dihilangkan dan kemudian koefisien
jalurnya dihitung lagi tanpa menyertakan yang sudah dihilangkan tersebut (Sandjojo,
2011: 98).
Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai
29
4.2.1.1. Substruktur 1
Hasil pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak SPSS pada substruktur
tersebut dapat dirangkum hasil perhitungan dan pengujian koefisien jalur pada tabel
4.11
1) Pengujian secara simultan (keseluruhan)
Tabel 4.8 merupakan hasil penghitungan Anova komunikasi dan kepemimpinan
terhadap budaya organisasi, yang menunjukkan uji secara keseluruhan atau uji F pada
substruktur 1.
Tabel 4.8 Anova Model 1- Sub Struktur 1 ANOVA
b
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3329.961 2 1664.981 62.863 .000a
Residual 927.012 35 26.486
Total 4256.974 37
a. Predictors: (Constant), Kepemimpinan, Komunikasi
b. Dependent Variable: Budaya Organisasi
Dari Tabel 4.8, diperoleh nilai F untuk Model 1 sebesar 62,863 dengan nilai
probabilitas (sig)=0,0000. Karena nilai sig < 0,005, keputusannya adalah Ho ditolak
sehingga pengujian secara individual dapat dilakukan dan dilanjutkan.
2) Pengujian secara individual sub-struktur 1
Tabel 4.9 merupakan hasil penghitungan koefisien komunikasi dan kepemimpinan
terhadap budaya organisasi. Tabel 4.9 Koefisien Model 1- Sub Struktur 1
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -
46.103
14.322 -
3.219
.003
Komunikasi 3.070 .439 .640 6.989 .000
Kepemimpinan 1.070 .267 .367 4.011 .000
a. Dependent Variable: Budaya Organisasi
3) Komunikasi berkontribusi secara signifikan terhadap budaya organisasi
Dari Tabel 4.9, pada kolom signifikan didapat nilai 0,000. Karena nilai sig lebih besar
dari nilai probabilitas atau 0,05>0,000, Ha diterima dan Ho ditolak, yang berarti
koefisien analisis jalur adalah signifikan. Jadi, komunikasi berkontribusi secara
signifikan terhadap budaya organisasi. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa komunikasi
berpengaruh langsung terhadap budaya organisasi.
4) Kepemimpinan berkontribusi secara signifikan terhadap budaya organisasi
Dari Tabel 4.9, pada kolom signifikan didapat nilai 0,000. Karena nilai sig lebih kecil
dari nilai probabilitas atau 0,05>0,000, Ha diterima dan Ho ditolak, yang berarti
koefisien analisis jalur adalah signifikan. Jadi, kepemimpinan berkontribusi secara
signifikan terhadap budaya organisasi. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa kepemimpinan
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 16-36
30
berpengaruh langsung terhadap budaya organisasi. Berdasarkan tabel 4.9, masing-
masing diperoleh nilai:
ρx3x1 = Beta = 0,640 (t = 6,989 dan probabilitas [sig] = 0,000)
ρx3x2 = Beta = 0,367 (t = 4,011 dan probabilitas [sig] = 0,000)
Tabel 4.10 Rangkuman Model 1- Sub Struktur 1
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .884a .782 .770 5.146
a. Predictors: (Constant), Kepemimpinan, Komunikasi
Hasil analisis membuktikan bahwa semua koefisien jalur signifikan sehingga model
pada gambar 4.2 tidak perlu diperbaiki dengan metode trimming. Berdasarkan hasil
analisis pada tabel 4.11, diperoleh nilai koefisien jalur X1 terhadap X3 sebesar ρx3x1=
0,640 dan X2 terhadap X3sebesar ρx3x2= 0,367. Berdasarkan tabel 4.10, koefisien
determinan atau kontribusi X1 dan X2 terhadap X3adalah Rsquare = R2x3x2x1=0,782. Hal ini
berarti bahwa 78,2% variabel budaya organisasi dapat dijelaskan oleh variabel
komunikasi dan kepemimpinan. Besar koefisien residu yang merupakan pengaruh
variabel lain di luar X1 dan X2 dapat dihitung sebagai berikut:
ρx3ε1 = √1 – R x3x2x1
ρx3ε1 = √1 – 0,782
ρx3ε1 = √0,218
ρx3ε1 = 0,467 Tabel 4.11 Rangkuman Hasil Perhitungan dan Pengujian
Koefisien Jalur Sub Struktur 1
Jalur Koefisien
Jalur
thitung ttabel Keterangan
α = 0,05 α = 0,01
ρx3x1 .640 6.989 1,67 2,39 Signifikan
ρx3x2 .367 4.011 1,67 2,39 Signifikan
Kerangka hubungan kausal empiris antara X1, X2, terhadap X3dapat dibuat
melalui persamaan struktural sebagai berikut:
Struktur: X3 = ρx3x1X1 +ρx3x2 X2 +ρx3ε1
= 0,640X1 +0,367X2 +0,467ε1
4.2.1.2 Substruktur 2
1) Pengujian secara simultan (keseluruhan)
Tabel 4.12 merupakan hasil penghitungan Anova komunikasi, kepemimpinan, dan
budaya organisasi terhadap kinerja pegawai, yang menunjukkan uji secara keseluruhan
atau uji F pada substruktur 2.
Tabel 4.12 Anova Model 1 - Sub Struktur 1 Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 27.522 3 9.174 27.554 .000a
Residual 11.320 34 .333
Total 38.842 37
Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai
31
a. Predictors: (Constant), Budaya, Kepemimpinan, Komunikasi
b. Dependent Variable: Kinerja
Dari Tabel 4.12 diperoleh nilai F untuk Model 2 sebesar 27,554 dengan nilai
probabilitas (sig)=0,000. Karena nilai sig < 0,05, keputusannya adalah Ho ditolak
sehingga pengujian secara individual dapat dilakukan dan dilanjutkan.
2) Pengujian secara individual
Tabel 4.13 Koefisien Model 1 - Sub Struktur 1 Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 14.676 1.828 8.028 .000
Komunikasi -.031 .076 -.067 -.406 .687
Kepemimpinan .111 .036 .399 3.072 .004
Budaya Organisasi .054 .019 .568 2.862 .007
a. Dependent Variable: Kinerja
Dari Tabel 4.13, pada kolom signifikan didapat nilai 0,687. Karena nilai sig lebih besar
dari nilai probabilitas 0,05 atau 0,05 <0,687, Ha ditolak dan Ho diterima, yang berarti
koefisien analisis jalur adalah tidak signifikan. Jadi, komunikasi tidak berkontribusi
secara signifikan terhadap kinerja pegawai. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa komunikasi
berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja pegawai.
3) Kepemimpinan berkontribusi secara signifikan terhadap kinerja pegawai
Dari Tabel 4.13, pada kolom signifikan didapat nilai 0,004. Karena nilai sig lebih kecil
dari nilai probabilitas 0,05 atau 0,05 >0,004, Ha diterima dan Ho ditolak, yang berarti
koefisien analisis jalur adalah signifikan. Jadi, kepemimpinan berkontribusi secara
signifikan terhadap kinerja pegawai. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa kepemimpinan
berpengaruh langsung terhadap kinerja pegawai.
4) Budaya organisasi berkontribusi secara signifikan terhadap kinerja pegawai
Dari Tabel 4.13, pada kolom signifikan didapat nilai 0,007. Karena nilai sig lebih kecil
dari nilai probabilitas 0,05 atau 0,05 >0,007, Ha diterima dan Ho ditolak, yang berarti
koefisien analisis jalur adalah signifikan. Jadi, budaya organisasi berkontribusi secara
signifikan terhadap kinerja pegawai. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa budaya organisasi
berpengaruh langsung terhadap kinerja pegawai.
Tabel 4.14 Rangkuman Model 1 - Sub Struktur 1
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .884a .782 .770 5.146
a. Predictors: (Constant), Kepemimpinan, Komunikasi
Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat dua koefisien jalur yang signifikan,
yaitu koefisien jalur antara kepemimpinan dengan kinerja pegawai (ρyx2)dan koefisien
jalur antara budaya organisasi dengan kinerja pegawai (ρyx3) serta satu koefisien jalur
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 16-36
32
yang tidak signifikan, koefisien jalur antara komunikasi dengan kinerja pegawai (ρyx1).
Berdasarkan hasil analisis jalur substruktur 2 (X1, X2, X3, dan Y) yang terlihat pada
Tabel 4.13 Coefficient Model 1- Sub Struktur 2, masing-masing diperoleh nilai:
ρyx1 = Beta = –0,67 (t = –0,406 dan probabilitas [sig] = 0,687)
ρyx2 = Beta = 0,399 (t = 3,072 dan probabilitas [sig] = 0,004)
ρyx3 = Beta = 0,568 (t = 2,862 dan probabilitas [sig] = 0,007)
Hasil analisis membuktikan bahwa karena ada koefisien jalur yang tidak
signifikan, yaitu antara komunikasi (X1) dengan kinerja pegawai (Y), model yang ada
pada gambar 4.4 perlu diperbaiki melalui metode trimming.Perbaikan yang perlu
dilakukan adalah dengan tidak menyertakan variabel komunikasi (X1)dalam
penghitungan berikutnya karena hasil analisis koefisien jalurnya tidak signifikan.
Kemudian, model tersebut diuji ulang atau diuji kembali tanpa menyertakan variabel
komunikasi (X1). Hasil perhitungan ditunjukkan pada tabel 4.15 sampai dengan tabel
4.17. Tabel 4.15 merupakan hasil penghitungan Anova kepemimpinan dan budaya
organisasi terhadap kinerja pegawai, yang menunjukkan uji secara keseluruhanatau uji F
pada model 1-substruktur 2.
Tabel 4.15 Anova Model 2- Sub Struktur 2
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 27.467 2 13.734 42.258 .000a
Residual 11.375 35 .325
Total 38.842 37
a. Predictors: (Constant), Budaya Organisasi, Kepemimpinan
b. Dependent Variable: Kinerja
Dari Tabel 4.15 diperoleh nilai F untuk Model 1 Sub Struktur 2 sebesar 42,258
dengan nilai probabilitas (sig)=0,000. Karena nilai sig < 0,05, keputusannya adalah Ho
ditolak sehingga pengujian secara individual dapat dilakukan dan dilanjutkan. Berikut
ini koefisien kepemimpinan (X2) dan Budaya Organisasi (X3) terhadap Kinerja Pegawai
(Y), yang merupakan penghitungan individual atau uji t.
Tabel 4.16 Koefisien Model 2- Sub Struktur 2
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 14.063 1.017 13.834 .000
Kepemimpinan .113 .035 .407 3.214 .003
Budaya Organisasi .048 .012 .506 3.998 .000
a. Dependent Variable: Kinerja
Berdasarkan tabel 4.16, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi kepemimpinan
lebih kecil dari 0,05 atau 0,05 > 003 sehingga kepemimpinan berkontribusi secara
signifikan terhadap kinerja pegawai. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa kepemimpinan
berpengaruh langsung terhadap kinerja pegawai. Demikian juga dengan budaya
Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai
33
organisasasi yang nilai signifikansinya lebih kecil dari kinerja pegawai sehingga dapat
ditafsirkan bahwa budaya organisasi secara signifikan dan berpengaruh langsung
terhadap kinerja pegawai.
Tabel 4.17 RangkumanModel 2- Sub Struktur 2
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .841a .707 .690 .570
a. Predictors: (Constant), Budaya Organisasi, Kepemimpinan
b. Rangkuman Hasil Uji Substruktur 2 Tabel 4.18 Rangkuman Anova Model 1 dan2- Sub Struktur 2
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1* Regression 27.522 3 9.174 27.554 .000a
Residual 11.320 34 .333
Total 38.842 37
2*
*
Regression 27.467 2 13.734 42.258 .000a
Residual 11.375 35 .325
Total 38.842 37
*Predictors: (Constant), Budaya Organisasi, Kepemimpinan
** Predictors: (Constant), Budaya Organisasi, Kepemimpinan
b. Dependent Variable: Kinerja
Tabel 4.19 Rangkuman Koefisien Model 1 dan2-Sub Struktur 2
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 14.676 1.828 8.028 .000
Komunikasi -.031 .076 -.067 -.406 .687
Kepemimpinan .111 .036 .399 3.072 .004
Budaya Organisasi .054 .019 .568 2.862 .007
2 (Constant) 14.063 1.017 13.834 .000
Kepemimpinan .113 .035 .407 3.214 .003
Budaya Organisasi .048 .012 .506 3.998 .000
a. Dependent Variable: Kinerja
Tabel 4.20 Rangkuman Model 1 dan2- Sub Struktur 2
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1* .884a .782 .770 5.146
2** .841a .707 .690 .570
*Predictors: (Constant), Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Komunikasi
**Predictors: (Constant), Budaya Organisasi, Kepemimpinan
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 16-36
34
Tabel 4.21 Rangkuman Hasil Perhitungan dan Pengujian
Koefisien Jalur Sub Struktur 2
Jalur Koefisien
Jalur
thitung ttabel Keterangan
α = 0,05 α = 0,01
ρyx2 .407 3.214 1,67 2,39 Signifikan
ρ yx3 .506 3.998 1,67 2,39 Signifikan
Berdasarkan tabel 4.21, semua koefisien jalur signifikan pada α = 0,05 karena
semua thitung lebih besar daripada ttabel. Berdasarkan hasil analisis jalur substruktur 2 (X2,
X3, dan Y) pada Tabel 4.21,masing-masing diperoleh nilai:
ρyx2 = Beta = 0,407 (t = 0,3214 dan probabilitas [sig] = 0,003)
ρyx3 = Beta = 0,506 (t = 0,3998 dan probabilitas [sig] = 0,000)
Besar koefisien determinan (kontribusi) kepemimpinan (X2) dan budaya
organisasi (X3) secara simultan terhadap kinerja pegawai (Y)adalah Rsquare =
R2Yx3x2=0,707 (lihat Tabel 4.10), yang berarti bahwa 70,7% variabel kinerja pegawai
(Y) dapat dijelaskan oleh variabel kepemimpinan (X2) dan budaya organisasi (X3).
Besar koefisien residu yang merupakan pengaruh variabel lain di luar X2 dan X3 dapat
dihitung sebagai berikut:
ρYε2= √1 - RYx3x2
ρYε2= √1 – 0,707
ρYε2= √0,293
ρYε2= 0,541
Hasil koefisien jalur pada substruktur 1dan substruktur 2 berubah menjadi
persamaan struktur, yaitu:
X3 = ρx3x1 X1 +ρx3x2 X2 +ρx3ε1 dan R2x3x1
= 0,640X1 +0,367X2 +0,467ε1 dan R2x3x1 = 0,782
Y = ρyx2X2 + ρyx3X3 +ρyε2 dan R2
yx3x2
= 0,407X2 + 0,506X3 +0,541ε2 dan R2
yx3x2= 0,707
4.3 Analisis Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Antar Variabel
Berdasarkan hasil analisis pengujian yang disimpulkan p pengaruh (direct effect)
pengaruh tidak langsung (indirect effect) antara variabel bebas dengan variabel terikat
serta pengaruh total(total effect):
1. Pengaruh langsung
a. Pengaruh langsung variabel komunikasi terhadap budaya organisasi (ρx3x1) adalah
0,640.
b. Pengaruh langsung variabel kepemimpinan terhadap budaya organisasi (ρx3x2)
adalah 0,367.
c. Pengaruh langsung variabel komunikasi terhadap kinerja pegawai adalah 0.
d. Pengaruh langsung variabel kepemimpinanterhadapkinerja pegawai(ρYx2) adalah
0,407.
e. Pengaruh langsung variabel budaya organisasi terhadap kinerja pegawai (ρYx3)
adalah 0,506.
2. Pengaruh tidak langsung
a. Pengaruh tidak langsung variabel komunikasi (X1) dan kinerja pegawai (Y)
melalui budaya organisasi(X3) (X1--X3--Y) adalah 0 x 0,506 = 0.
b. Pengaruh tidak langsung variabel kepemimpinan(X2) dan kinerja pegawai (Y)
melalui budaya organisasi(X3) (X2--X3--Y) adalah 0,367 x 0,506 = 0,1857.
3. Pengaruh total
Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai
35
a. Pengaruh tidak langsung variabel kepemimpinan(X2) dan kinerja pegawai (Y)
melalui budaya organisasi(X3) (X2--X3--Y) adalah 0,367 + 0,506 = 0,873.
b. Pengaruh langsung variabel kepemimpinan terhadap kinerja pegawai (ρYx2) adalah
0,407.
c. Pengaruh langsung variabel budaya organisasi terhadap kinerja pegawai (ρYx3)
adalah 0,506.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa komunikasi dan
kepemimpinan berkontribusi signifikan terhadap budaya organisasi. Pengujian juga
menyimpulkan kepemimpinan dan budaya organisasi berkontribusi signifikan terhadap
kinerja pegawai.
Beberapa saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah karena
komunikasi dan budaya organisasi berkontribusi terhadap kinerja pegawai, untuk
menghasilkan kinerja yang optimal, maka organisasi perlu menguasai teknik
berkomunikasi sehingga dapat membentuk suatu budaya organisasi yang kuat dalam
bekerja; Komunikasi, kepemimpinan, dan budaya organisasi berkontribusi signifikan
terhadap kinerja pegawai, sebaiknya organisasi perlu untuk memperhatikan teknik
kepemimpinan sehingga tidak terbentuk suatu kesenjangan komunikasi, baik antara
sesama pemimpin, antara pemimpin dan bawahan, maupun antara bawahan dan
bawahan.
Penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti pada objek dan setting yang berbeda
sehingga konsep yang dimodelkan dapat ditingkatkan generalisasinya dan memberikan
gambaran yang lebih luas. Penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel lain
yang belum ada dalam penelitian ini sehingga dapat menyempurnakan pemahaman
terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja.
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Michael & Helen Murlis. 2003. Manajemen Imbalan. Strategi dan Praktik
Remunerasi. Buku Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer.
Boulter, Nick, Murray Dalziel dan Jackie Hill (Editor). 2003. Manusia dan Kompetensi.
Panduan Praktis untuk Keunggulan Bersaing. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer untuk
Gramedia Direct Selling.
Brahmasari, Ida Ayu dan Agus Suprayetno. 2008. Pengaruh Motivasi Kerja,
Kepemimpinan, dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi Kasus pada PT. Pei Hai
International Wiratama Indonesia). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan.
Vol.10, No. 2, September 2008: 124-135.
Chi, Hsin Kuang, Huery Ren Yeh dan Chiou Huei Yu. 2006. The Effects of
Transformation Leadership, Organizational Culture, Job Satisfaction on the
Organizational Performance in the Non-Profit Organization.
Ghozali, Imam, 2011, Ekonometrika Teori, Konsep dan Aplikasi SPSS, Cetakan Kedua.
Semarang: Badan Penerbit Undip.
Griffin, Ricky W. 2004. Manajemen. Edisi Ketujuh. Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Gharibvand, Somaye, 2012. The Relationship between Malaysian Organizational
Culture, Participative Leadership Style. and Employee Job Satisfaction among
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 16-36
36
Malaysian Employees from Semiconductory Industry. International Journal of
Business and Social Science. Vol. 3 No. 16 [Special Issue–August 2012]
Iswanto, Yun. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Universitas
Terbuka.
Lok, Peter dan John Crawford, 1999. The relationship between commitment and
organizational culture, subculture, leadershipstyle and job satisfaction in
organizational change and development. Leadership & Organization Development
Journal 20/7 [1999]. MCB University Press.
Lestari, Endang & MA, Maliki.2009. Komunikasi yang Efektif. Modul Pendidkan dan
Pelatihan Prajabatan Golongan III (Edisi Revisi III). Jakarta: LAN.
Madlock, Paul E. The Link Between Leadership Style, Communicator Competence,
And Employee Satisfaction. Journal of Business Communication.Volume 45,
Number 1, January 2008 61-78.
Mulyodiharjo, Sumartono. 2010. Komunikasi, Kekuatan Dasyat untuk Menjadi
Spektakuler. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo.
Oei, Istijanto. 2010. Riset Sumber Daya Manusia. Cara Praktis Mengukur Stres,
Kepuasan Kerja, Komitmen, Loyalitas, Motivasi Kerja dan Aspek-Aspek Kerja
Karyawan Lainnya (Edisi Revisi). Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Panggabean, Mutiara S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Penerbit
Ghalia Indonesia.
Poels, Frans. 2003. Strategi Evaluasi Kerja dan Renumerasi. Jakarta: Penerbit PT.
Bhuana Ilmu Populer.
Romli, Khomsahrial. 2011. Komunikasi Organisasi Lengkap. Jakarta: Grasindo.
Sandjoyo, Nidjo. 2011. Metode Analisis Jalur (Path Analysis) dan Aplikasinya. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Sembiring, Masana. 2012. Budaya dan Kinerja Organisasi (Perspektif Organisasi
Pemerintah). Bandung: Fokusmedia.
Sunyoto, Danang & Burhanuddin. 2011. Perilaku Organisasional. Jakarta: Penerbit
CAPS.
Sunyoto, Danang. 2012. Metode Analisis Jalur untuk Riset Ekonomi. Bandung:
Penerbit Yrama Widya.
Suhardi, Suhardi. (2015). Persepsi Pemakai Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Terhadap Independensi Auditor Badan Pemeriksa Keuangan. Jurnal Akuntansi
Universitas Jember, 10 (2), 1-29. doi:10.19184/jauj.v10i2.1249.
Suhardi dan Darus Altin. 2013. Analisis Kinerja Keuangan Bank BPR Konvensional di
Indonesia Periode 2009 sampai 2012. Pekbis Jurnal. Vol. 5, No.2, Juli 2013: 101-
110.
Timpe, A. Dale. 1993. Memotivasi Pegawai. Jakarta: Penerbit PT Elex Media
Komputindo.
Tiwari, Pankaj, 2011. Impact of Selected HRM Practices on Perceived Employee
Performance:Employee Performance: An Empirical Study. Global Management
Journal.
Wang, Hui, Anne S. Tsui, dan Katherine R. Xin. 2011. CEO Leadership behaviors,
organizational performance, and employees’ attitudes. The Leadership Quarterly.
22 (2011) 92–105.
Yuan, Cheng-Kang, Chuan-Yin Lee. 2011. Exploration of a construct model linking
leadership types, organization culture, employees performance and leadership
performance. Procedia - Social and Behavioral Sciences. 25 (2011) 123 – 136.
ISSN: 2443-2164
37
Luas Tanah, Jenis Bibit, Pemupukan, Pemiliharan Kebun dan Harga Kelapa
Sawit Mempengaruhi Kondisi Kesejahteraan Petani Sawit
Alam Surya Wijaya Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pertiba Pangkalpinang
Abstract Minyak kelapa sawit salah satu kebutuhan rumah tangga yang tidak bisa dihindarkan karena minyak ini
sangat diperlukan oleh tubuh manusia yang merupakan salah satu asupan gizi manusia. Minyak kelapa
sawit didapati dari tandan buah segar dari kelapa sawit
Kelapa sawit selain ditanam oleh perusahaan-perusahaan besar, menengah dan sekarang ini
petani-petani di Provinsi kepulauan Bangka Belitung juga menanam kelapa sawit yang dijadikan untuk
menaikan sumber penghasilan bagi petani selain karet. Menaikkan sumber penghasilan dengan
menanam kelapa sawit sangat bergantung pada luas tanah yang dimiliki oleh petani kelapa sawit, jenis
bibit, jenis pupuk, cara pemeliharaan kebun kelapa sawit dan tingkat penetapan harga sangat
mempengaruhi penghasilan para petani kelapa sawit di provinsi kepulauan Bangka Belitung selain itu
juga dipengaruhi oleh pelemahan harga minyak mentah kelapa sawit (CPO) dunia atau internasional.
Jenis bibit tanaman kelapa sawit, jenis pupuk dan pemiliharaan kebun kelapa sawit harus
menjadi perhatian utama bagi petani kelapa sawit kalau tidak akan menghasilkan buah kelapa sawit
yang mutunya rendah, semuanya ini akan berimbas menurunkan harga jual TBS dari masyarakt petani
kelapa sawit dan akhirnya penghasilan petani kelapa sawit akan menurun.
Kata kunci: Luas tanah, jenis bibit, pemupukan , pemeliharaan dan harga.
I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang masalah
Perkebunan Kelapa sawit ini keberdaannya sudah di seluruh Indonesia mulai pulau
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Ambon, Papua dan termasuk di Kepulauan
Bangka Belitung.
Kebun kelapa sawit selain dimiliki oleh PT, CV, Koperasi dan ada yang dimilik
oleh rakyat pribadi atau petani sawit. Dalam petani sawit ini harga-harga kelapa sawit
selalu menjadi persoalan besar dan ini selalu dinantikan-nantikan oleh petani sawit
kerena menyangkut persoalan kebutuhan sehari-hari terutama untuk memenuhi
kebutuhan pokok yang selalu merangkak naik.
Penetapan harga buah sawit sangat penting karena memiliki pengaruh multifilier
efek bagi ekonomi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jika harga buah sawit segar
naik akan berdampak pada ekonomi masyarakat, semua yang dijual oleh masyarakat
akan dibeli oleh masyarakat yang memiliki penghasilan perkebunan kelapa sawit,
pembangunan akan terjadi, tenaga kerja akan terserap, angkutan darat, laut dan udara
akan terjadi mubilitasnya.
Menurut Basu Swasta dan Ibnu Sutojo (2003:241) ”harga adalah sejumlah uang
(ditambah beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan
sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya.”
Harga sawit buah segar didapati dari hasil keputusan bersama rapat Tim
Penetapan Harga TBS (Tandan Buah Segar) dilaksanakan di Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada (15/6) yang
dihadiri oleh delapan pabrik kelapa sawit (PKS) yaitu P.T. GML, P.T. GSBL, P.T.
SWK, C.V. MAL, P.T. SNS, P.T. PBM, P.T. FLD, P.T. BSSP, Dinas yang membidangi
perkebunan Kabupaten, Dinas/instansi Provinsi terkait, serta Perkebunan/Koperasi
Mitra.
Luas Tanah, Jenis Bibit, Pemupukan, Pemiliharan Kebun dan Harga Kelapa Sawit Mempengaruhi
Kondisi Kesejahteraan Petani Sawit
38
Petani sawit buah segar ini tidak bisa menetapkan harga buah sawit dan pabrik
minyak kelapa sawit ini juga tidak bisa menetapkan harga minyak mentah (CPO) sangat
tergantung pada harga minyak mentah (CPO) dunia, selain itu TBS juga dipengaruhi
oleh penurunan nilai rendemen kelapa sawit karena nilai rendemen ini menunjukkan
mutu buah sawit yang dihasilkan. ”Harga minyak mentah sawit (CPO) dunia tertimbang
untuk penjualan Juni 2016 sebesar Rp 7.950,93 per Kg atau mengalami penurunan
sebesar 1,59 dari bulan sebelumnya” Bangka Pos (2016:13). Hitungan harga TBS
tertuang dalam Permentan no: 14 Tahun 2013.
II. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data dalam analisis ini yaitu:
Menurut Sugiono (2010: 134) ” data merupakan kumpulan angka, fakta, fenomena atau
keadaan yang merupakan hasil pengamatan, pengukuran,atau pecacahan terhadap
karakteristik atau sifat dari objekyang dapat berfungsi untuk membedakan objek yang
satu dengan yang lainnya pada sifat yang sama”.
a. Obsevasi ( data primer)
Penelitian secara langsung yaitu dengan cara mendatangi daerah petani sawit dan
mengamati secara langsung pada petani sawit.
b. Wawancara (data primer) yaitu pengumpulan data dengan melakukan wawancara
langsung dengan petani sawit.
Data yang dikumpulkan pada saat penelitian ini meliputi:
1. Data primer.
Menurut Sugiyono (2010:139) data ”primer adalah data yang yang dikumpulkan
langsung dari objeknya dan diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan”
seperti observasi dan wawancara.langsung diperoleh dari petani sawit di lokasi
petani sawit/kebun sawit, guna mendapatkan informasi yang berguna untuk
melengkapi keterangan-keterangan yang dapat mendukung analisis ini.
2. Data sekunder
Menurut Sugiono (2010: 139) ”data sekunder adalah merupakan sumber data yang
diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain
yang bersumber dari literatur, buku serta dokumen perusahaan”.
Untuk memperoleh data sekunder tersebut penulis menggunakan teknik
pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:
a. Dokumentasi yaitu menemukan informasi melalui catatan-catatan yang dimiliki
perusahaan melalui laporan tahunan, dokumen dan sebagainya.
Seperti dalam penelitian ini yaitu koran Bangka Pos Pangkalpinang halaman 13
tanggal 18 Juni 2016.yang menjadi inspirasi peneliti dalam penulisan karya ini.
b. Literatur-literatur yaitu buku-buku yang ada hubungannya dengan permasalahan
yang dibahas.
Tabel. II.1 Harga Rata-rata per bulanTBS Kelapa Sawit
Provinsi Bangka Belitung Selama Tahun 2016
Umur Kelapa Sawit Harga TBS bulan Juni
3 Tahun Rp 1,344,42
4 Tahun Rp 1.395,83
5 Tahun Rp 1.447,92
6 Tahun Rp 1.506,42
7 Tahun Rp 1.575,83
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 37-48
39
8 Tahun Rp 1.597,58
9 Tahun Rp 1.598,33
10-20 Tahun Rp 1.607,50 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan telah diolah peneliti.
III. LANDASAN TEORI 1. Tanah
Menurut Putranto Adi (2015:34) ”Kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis
tanah sepertik podzolik, latosol, hidmorfik kelabu, aluvial atau regosol, tanah
gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai dengan tingkat keasaman (ph) yang
optimum untuk sawit adalah 5,0-5,5.”
Intinya, kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik diberbagai jenis tanah asal
tidak kekurangan air pada musim kemarau dan tidak tergenang air pada musim
penghujan. Kelapa sawit memang pada dasarnya bisa tumbuh di berbagai jenis
tanah, namun jika tumbuh di tanah yang kurang cocok, walaupun bisa hidup, kelapa
sawit tersebut kurang bisa tumbuh dan berkembang secara cepat. Kualitas
panenpun akan turun yang menimbulkan kerugian bagi petani sawit. Oleh sebab itu
petani sawit diharap dapat memilih lahan yang cocok dan menghindari lahan yang
kurang cocok untuk ditanami kelapa sawit.
Berikut ini ciri-ciri tanah yang kurang cocok ditanam kelapa sawit menurut
Putranto Adi (2015:35) sebagai berikut ”
a. Tanah-tanah dengan drainase buruk yang disebabkan permukaan air tanah yang
tinggi, dekat dengan sungai dan rawa-rawa.
b. Tanah-tanah laterik yang kandungan batuan besinya tinggi. Adanya batuan besi
menyebabkan pembatas pertumbuhan akar sehingga volume akar kecil. Pada
musim kemarau, tanah laterik akan cepat kering sehingga tanam menderita
kekeringan.
c. Tanah-tanah berpasir di pantai. Kelapa sawit tidak tumbuh dengan baik di tanah
pasir pantai. Jika ditanam di pasir pantai, memang bisa hidup, tetapi
pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat lambat.
d. Gambut yang dalam. Pada tanah gambut sedalam 120 cm, kelapa sawit masih
dapat hidup dengan baik. Namun, pada tanah gambut sedalan 250 cm atau
lebih, kelapa sawit tumbuh kurang baik karena akar sulit mencapai tanah dan
tanaman akan mudah roboh. Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsur hara
dalam jumlah besar untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Oleh karena itu
untuk mendapatkan produksi yang tinggi dibutuhkan kandungan unsur hara
yang tinggi juga. Selain itu ph tanah sebaiknya bereaksi asam dengan kisaran
nilai 4,0-6,0 dan ber ph optimum5,0-5,5.”
2. Jenis bibit
Ada dua jenis kelapa sawit yaitu:
a. Elaeis guineensis.
Jenis ini memiliki produksi yang sangat tinggi.
b. Elaeis oleifera.
Jenis ini memiliki tinggi tanaman yang rendah
Para pembudidaya sawit sekarang ini banyak mencoba menyilang kedua spesies
ini untuk mendapatkan spesies yang tinggi produksi dan mudah dipanen.
Luas Tanah, Jenis Bibit, Pemupukan, Pemiliharan Kebun dan Harga Kelapa Sawit Mempengaruhi
Kondisi Kesejahteraan Petani Sawit
40
Indonesia banyak memiliki jenis varietas kelapa sawit. Varietas-varietas
tersebut dapat dibedakan berdasarkan marfologinya. Setiap varietas mempunyai
ciri khas tersendiri. Ada tiga jenis varietas kelapa sawit yaitu:
a. Varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah diantaranya yaitu: Dura,
Pisifera, Tenera dan Macro Carya.
b. Varietas berdasarkan warna kulit buah.
Varietas Negrescens, Albescent.
c. Varietas Unggul
Varietas unggul adalah varietas yang banyak dicari dan ditanam oleh para
pembudidaya kelapa sawit untuk memperoleh hasil yang berkualitas dan
memuaskan. Bibit kelapa sawit yang unggul ini diperolah dengan cara
penyilangan Dura dan Pisifera. Hasil persilangan ini telah terbukti memiliki
kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lainnya.
Menurut Putranto Adi (2015: 28,29) bibit unggul kelapa sawit sebagai berikut:
1. DXP Yangambi.
Potensi produksi TBS: 39 ton/ha/th. Produksi rata-rata: 25-28 ton/ha/thn. Potensi
hasil (CPO): 7,5 ton/ha/th. Produksi CPO rata-rata: 5,8-7,3 ton/ha/th. Rendemen
minyak 23-26%. Produksi minyak inti (PKO): 0,62 ton/ha/th. Kerapatan
tanaman 130 pohon/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,60-0,75 m/th. Pertumbuhan
meninggi: 0,60-0,75 m/th.
2. DXP Lame.
Potensi produksi TBS: 36 ton/ha/th. Produksi TBS rat-rata 26-27 ton/ha/th.
Potensi hasil (CPO): 7,9 ton/ha/th. Produksi CPO rata-rata: 5,9-7,0 ton/ha/th.
Rendemen minyak: 23-26%. Produksi minyak inti: 0,60 ton/ha/th. Kerapatan
tanaman: 143 pohon/ha/th. Pertumbuhan meninggi: 0,55-0,70 m/th.
3. DXP Simalungun
Potensi produksi TBS: 33ton/ha/th. Produksi TBS rata-rata:28,4 ton/ha/th.
Potensi hasil (CPO): 7,9 ton/ha/th. Potensi CPO rata-rata: 8,7 ton/ha/th.
Rendemen minyak: 26,5%. Produksi minyak inti: 0,51 to/ha/th. Kerapatan
tanaman: 130-135 pohon/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,75-0,80 m/th.
4. DXP Jambi
Potensi produksi TBS: 32 ton/ha/th. Produk TBS rata-rata: 22-24 ton/ha/th.
Potensi hasil (CPO): 7,4 ton/ha/th. Produksi CPO rata-rata: 5,7-6,2 ton/ha/th.
Rendemen minyak: 23-26%. Produksi minyak inti: 0,65 ton/ha/th. Kerapatan
tanaman; 130 pohon/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,65-0,85 m/th.
5. DXP Dolok Sinumbah
Potensi produksi TBS: 31 ton/ha/th. Produksi TBS rata-rata: 24-27 ton/ha/th.
Potensi hasil (CPO): 7,7 ton/ha/th. Produksi CPO rata-rata: 6,0-6,75
ton/ha/th.Rendemen minyak: 23-25%. Produksi minyak inti: 0,56 ton/ha/th.
Kerapatan tanaman: 130 pohon/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,65-0,85 m/th.
6. DXP AVROS.
Potensi produksi TBS: 30 ton/ha/th. Produksi TBS rata-rata: 24-27 ton/ha/th.
Potensi hasil (CPO); &,8 ton/ha/th. Produksi CPO rat-rata: 5,5-7,0 ton/ha/th.
Rendemen minyak: 23-26%. Produksi minyak inti: 0,54 ton/ha/th. Kerapatan
tanaman: 130 m/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,6-0,8 m/th.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 37-48
41
3. Pemupukan
Pemupukan bertujuan menyediakan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman
kelapa sawit untuk pertumbuhan yang lebih sehat sehingga diperoleh hasil yang
optimal. Untuk mengetahui dosis pupuk yang tepat sebaiknya dilaksanakan.
Analisis tanah dan daun, guna mengetahui keadaan hara teralkhir dalam tanah
terssebut, sehingga dapat ditetapkan dosis pemupukan yang harus diaplikasikan.
Menurut Putranto Adi (2015:74, 75) ”jenis pupuk yang diberikan N, P, K, Mg,
dan B (Urea, TSP, KCL, Kiserit dan Borax). Dosis tabel pemupukan tanaman
kelapa sawit yang belum menghasilkan yang berumur 0-3 tahun sebagai
berikut”.
Tabel. II. 2 Dosis pemupukan pada tanaman kelapa sawit
belum menghasilkan
Jenis pupuk Dosis (Kg/ph/th Keterangan
Urea 0,40-0,60 Diberi 2 X aplikasi
KCL 0,20-0,50 Diberi 2 X aplikasi
Kiserit 0,10-0,20 Diberi 2 X aplikasi
SP-36 0,25-0,30 Diberi 2 X aplikasi
Borax 0,020-0,05 Diberi 2 X aplikasi Sumber Putranto (2015:75)
Tabel.II.3 Dosis pemupukan tanaman kelapa sawit yang
sudah menghasilkan
Jenis pupuk Dosis (kg/ph/th) Keterangan
Urea 2,0-2,5 Diberikan 2 X aplikasi
KCL 2,5-3,0 Diberikan 2 X aplikasi
Kiserit 1,0-1,5 Diberikan 2 X aplikasi
SP-36 0,75-1,0 Diberikan 2 X aplikasi
Borax 0,05-0,1 Diberikan 2 X aplikasi
Sumber: Putranto (2015: 76)
4. Pemeliharaan
Penyiangan
Kelapa sawit sejak pembibitan hingga panen terus menerus perlu pemeliharaan
yang baik sehingga hasilnya maksimal. Salah satu pemeliharaan dengan cara
penyiangan atau pembersihan dari tumbuhan pengganggu tanaman kelapa sawit.
Menurut Putranto Adi (2015:70) ”gulma merupakan tumbuhan pengganggu
tanaman pokok perkebunan sehingga perlu dilakukan tindakan pengendalian.”
Keberadaan gulma disekitar tanaman kelapa sawit akan menimbulkan kerugian
tumbuhan tanaman kelapa sawit karena ada persaingan dengan tanaman gulma
dalam soal mendapat sinar matahari.
Pemangkasan daun
Daun-daun tua yang tidak produktif perlu pembuangan, pada tanaman muda
sebaiknya tidak dilakukan pemangkasan tapi yang sudah tua perlu dibuang. Menurut
Putranto Adi (2015:77) ada tiga macam pemangkas daun yaitu:
a. Pemangkasan pasir
Luas Tanah, Jenis Bibit, Pemupukan, Pemiliharan Kebun dan Harga Kelapa Sawit Mempengaruhi
Kondisi Kesejahteraan Petani Sawit
42
Pemangkasan pasir dilakukan terhadap tanaman yang berumur 16-20 bulan
dengan maksud untuk membuang daun-daun kering dan buah-buah pertama
yang busuk.
b. Pemangkasan produksi
Daun yang dipangkas adalah sunggo dua (daun yang tumbuhnya saling
menumpuk satu sama lainnya), juga buah-buah yang membusuk.
c. Pemangkasan pemeliharaan
Pemangkasan pemeliharaan dilakukan setelah tanaman berproduksi dengan
maksud membuang daun-daun soggo dua sehingga setiap saat pada pokok
hanya terdapat daun sejumlah 28-54 helai.
5. Harga
Dari data sekunder diatas bahwa data tersebut menjelaskan ada beberapa tingkat
harga TBS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berdasarkan rapat tim penetapan
harga pembelian TBS kelapa sawit Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan
harga rata-rata perbulan selama tahun 2016 menurut tingkat umur kelapa sawit
tersebut. Berdasarkan tabel II. 1 diatas ada delapan tingkat harga umur kelapa
sawit.
Menurut studi yang dilakukan oleh Husein Umar (2000: 32) ”Harga adalah
sejumlah nilai yang ditukar konsumen dengan manfaat dari memiliki atau
menggunakan produk atau jasa yang nilai ditetapkan oleh pembeli atau penjual
melalui tukar menukar atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama
terhadap semua pembeli”. Indriyo Gitosudarmo (2008:182) menjelaskan bahwa”
harga merupakan satu-satunya unsur marketing mix yang menghasilkan penerimaan
penjualan, sedangkan unsur lainnya hanya unsur biaya saja”
”Harga adalah jumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa,
jumlah nilai yang diperlukan konsumen untuk manfaat yang dimiliki dengan
menggunakan produk atau menggunakan jasa ” Kotler (2012:439). ”Harga minyak
inti sawit (PKO) rerata tertimbang sebesar Rp 6.352,40 atau mengalami kenaikan
2,94% dari bulan sebelumnya” Bangka Pos (2016:13). Dari berbagai difinisi diatas
dapat disimpulkan bahaw harga merupakan nilai suatu barang atau jasa yang diukur
dengan sejumlah nilai untuk mendapatkan sejumlah kombinasi input, proses,
output, pelayanan, pajak dan laba yang diinginkan, serta terjangkau untuk dibeli
dimana produk atau jasa tersebut memberi manfaat bagi konsumen.
III. Metodologi Penelitian
Dalam kajian ini peneliti menggunakan data sekunder yang peneliti dapat dari
Dinas Perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan koran Bangka Poas
yang terbitnya seriap hari yang diolah oleh penulis.
Menurut Ronny Kountur (2009:178) adalah ” data yang bersumber dari hasil
penelitian orang lain yang dibuat untuk maksud yang berbeda. Data tersebut dapat
berupa fakta, tabel, gambar dan lain-lain terkadang laporan tersebut tersdia bagi
umum dan tidak membutuhkan dana untuk memperolehnya.”
Data sekunder biasanya telah dikumpulkan oleh perusahaan, lembaga
pengumpul data lembaga yang berwenang dan dipublikasikan kepada masyarakat
pengguna data atau melalui massmedia. Bentuk penelitian ini dilakukan peneliti
adalah dengan riset diskripsi, dimana penelitian ini menjelaskan penetapan harga
yang dilakukan berdasarkan rapat antara Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 37-48
43
Belitung dengan pemilik pabrik minyak mentah sawit (CPO) atau PKO terhadap
kesejahteraan petani sawit. Selain itu informasi yang peneliti dapati melalui
wawancara langsung kepada petani kelapa sawit, pengumpul buah sawit dan sopir-
sopir pembawa kelapa sawit. Bentuk penelitian ini dilakukan peneliti menggunakan
rumus-rumus statistik seperti ” dengan ukuran pemusatan dengan menggunakan
ukuran letak persentil” menurut Suharyadi dan purwanto (2009: 82). Menurut
Suhardi dan purwanto (2009: 82) ”Persentil juga merupakan bagian dari ukuran
letak. Persentil adalah ukuran letak yang membagi data yang telah diurutkan atau
data yang berkelompok menjadi 100 bagian yang sama besarnya, atau setiap bagian
dari desil sebesar 1%.”
Rumus mencari letak persentil untuk data tidak berkelompok sebagai
berikut:
Tabel. III.1 Rumus ukuran letak
Rumus Ukuran Letak
Data Tidak Berkelompok
Persentil 1 (P1) [ 1 (n + 1)]/100
Persentil 2 (P2) [ 2 (n + 1)]/100
Persentil 3 (P3) [ 3 (n + 1)]/100
Danseterusnya
Ukuran Letak
Guna melihat biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang didapati oleh
petani.sawit melalui urutan peletakan harga agar pemerintah dapat juga memberikan
subsidi kepada petani kelapa sawit yang lebih tepat.
IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Untuk menganalisis daftar harga TBS kelapa sawit Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung tahun 2016, maka penulis tampilkan daftar harga yang mempengaruhi tingkat
pendapatan dan subsidi yang benar-benar diberikan kepada petani pada tingkat harga
tertentu.
Tabel. IV. 1 Rekapitulasi Rata-Rata
Harga TBS Kelapa Sawit Provinsi Bangka Belitung
Tahun 2016
No
Umur Kelapa Sawit
Harga rata-rata kelapa sawit
Tahun 2016
1 3 Tahun Rp 1.344,42 P15
2 4 Tahun Rp 1.395,83 P25
3 5 Tahun Rp 1.447,92
4 6 Tahun Rp 1.506,42
5 7 Tahun Rp 1.575,83 P75
6 8 Tahun Rp 1.597,58
7 9 Tahun Rp 1.598,33 P95
8 10-20 Tahun Rp 1.607,5
Rata-rata harga CPO Rp 7.406,66
Minyak Inti Sawit (PKO) Rp 5.796,67
Nilai Indeks K 85,97%
Luas Tanah, Jenis Bibit, Pemupukan, Pemiliharan Kebun dan Harga Kelapa Sawit Mempengaruhi
Kondisi Kesejahteraan Petani Sawit
44
Sumber: Dari dinas perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang diolah oleh
peneliti
Kita inginkan melihat harga terendah, menengah, tertinggi TBS kelapa sawit
diposisi diletakkan pada pemusatan harga yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dengan pemilik pabrik dan beserta dinas terkait dengan
perhitungannya sebagai berikut:
Kita lihat angka 15%, 25%, 75%, 95%.
Letak P15 = [15(n + 1)] / 100 = [15(8+1)] / 100 = 135/100 = 1,35.
Letak P25 = [25(n + 1)] / 100 = [25(8+1)] / 100 = 225/100 = 2,25.
Letak P75 = [75(n + 1)] / 100 = [75(8+1)] / 100 = 675/100 = 6,75.
Letak P95 = [95(n + !)] / 100 = [95(8+1)] / 100 = 855/100 = 8,55
Kita melihat peletakan pemusatan harga yang dicari dengan menggunakan metode
persentil dari rumus statistik diatas maka ditemui harga terendah dariTBS kelapa sawit
Provinsi Kepulauan BangkaBelitung kita temui letak/posisi nomor urut 1 (satu) dengan
rang 15% yaitu P15 = 1,35,- sebesar Rp 1.344,42,- dan harga rendah 25% terletak
pada posisi nomor urut 2 (dua) P25 = 2,25 sebesar Rp = 1.395,83,- menuju ke menengah
sebesar Rp1.575,83,- sedangkan harga menengah keatas 75% terletak pada posisi P75 =
6,75 sebesar Rp 1.575,83,- dan harga tertinggi dari TBS kelapa sawit dengan rang 95%
dengan umur mencapai 9 tahun P95 = 8,55 terletak pada posisi nomor urut 7(tujuh)
dengan harga Rp 1.598,33,-
Berikut ini kami sampaikan analisis biaya yang dikeluarkan 1 hektar kelapa sawit
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor: 191/Kpts/RC.
110/7/2014 Tentang Satuan Biaya Maksimum Per Hektar Pembangunan Kebun Peserta
Program Revitalisasi Perkebunan Tahun 2014. Besar biaya yang dikeluarkan Wilayah II
yang terdiri dari Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, Sumbar, dan Bangka
Belitung sebagai berikut:
Tabel. IV. 2 Besarnya Biaya Pembukaan Lahan dan Penanaman Kelapa Sawit
Wilayah II Serta Biaya Pemeliharaan Sampai Tahun 3 (Tiga) N0 Kegiatan Wilayah II
1 PO Pembukaan lahan dan penanaman.
- Tenaga kerja
- Infrastruktur/Terasering
- Bahan dan Alat
- Biaya Pengolahan
- Serifikasi Lahan
Rp 24.342.000,-
Jumlah PO Rp 24.342.000,-
2
3
4
P1 Pemeliharaan Tahun Pertama
- Tenaga Kerja
- Bahan dan Alat
- Biaya Pengolahan
P2 Pemeliharaan Tahun Kedua
- Tenaga kerja
- Bahan dan Alat
- Biaya Pengelolaan
P3 Pemeliharaan Tahun Ketiga
- Tenaga Kerja
- Bahan dan Alat
- Biaya Pengolahan
Rp 11.276.000,-
Rp 10.247.000,-
Rp 11.197.000,-
Jumlah PO+P1+P2+P3 Rp 57.062.000,-
Sumber : Lampiran Sk Direktur Jenderal Perkebunan N 191/Kpts/RC. 110/7/2014 Tanggal : 2 Juli 2014.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 37-48
45
Dalam 1 (satu) hektar luas tanah untuk ditanam kelapa sawit sebanyak 135 batang
sawit, menurut Putranto Adi (2015:114-115) hasil buah sawit dapat yang dihasilkan
seperti dalam tabel dibawah ini:
Tabel. IV. 3 Umur Tanaman Kelapa Sawit dan Produksi TBS Kelapa Sawit
Rata- rata Per Tahun 2016
Umur
Tanaman
(Tahun)
Produksi TBS
(Ton)
Produksi Minyak Sawit
(Ton)
Produksi Inti Sawit
(Ton)
3 4,00 0,52 0,11
4 7,00 1,20 0,18
5 9,67 1,80 0,40
6 11,75 2,30 0,52
7 13,40 2,72 0,59
8 14,67 3,03 0,65
9 17,67 3,37 0,78
10 19,67 4,23 0,87 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Putranto Adi (2015:114-
115) yang diolah oleh peneliti.
Berikut ini ditampilkan tabel penjualan kelapa sawit dari tahun ke 3 (tiga) sampai
tahun ke 10 (kesepuluh) penghasilan sawit petani sebagai berikut:
Tabel. IV. 4 Hasil penjualan kelapa sawit tahun 2016
NO
Tahun
Hasil Produksi
(kg)
Harga
(Rp)
Hasil penjualan
(Rp)
1 3 4.000 1.344,42 5.377.680,00
2 4 7.000 1.395,83 9.770.810,00
3 5 9.670 1.447,92 14.001.386,00
4 6 11.750 1.506,42 17.700.435,00
5 7 13.400 1.575,83 21.116.122,00
6 8 14.670 1.597,58 23.436.499,00
7 9 17.670 1.598,33 28.242.491,00
8 10 19.670 1.607,50 31.619.525,00 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Putranto Adi (2015:114-
115) yang diolah oleh peneliti.
Kita lihat penghasilan petani sawit di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, biaya
yang dikeluarkan untuk 1 Ha sawit diperlukan dana sebesar Rp 57,062.000,- dengan
umur tanam kelapa sawit 3 tahun berdasarkan Sk. Direktur Jendral Perkebunan nomor:
191/Kpts/RC. 110/7/2014 tanggal 2 Juli 2014.
Sawit baru bisa dipanen bila berumus 3 tahun keatas. Umur 3 tahun itu kelapa
sawit baru belajar berbuah atau masih menghasilkan buah pasir yang kadar minyaknya
masih rendah. Jika diamati dan dihitung petani sawit ini baru bisa menikmati hasil
panen sawitnya apabila telah mencapai umur 7 (tujuh) tahun keatas itupun dengan
pemeliharaan yang baik yaitu mengikuti standar-standar yang telah ditetapkan oleh
Luas Tanah, Jenis Bibit, Pemupukan, Pemiliharan Kebun dan Harga Kelapa Sawit Mempengaruhi
Kondisi Kesejahteraan Petani Sawit
46
pemerintah dalam hal ini dinas perkebunan daerah setempat. Dasar perhitungannya
dapat kita lihat sebagai berikut:
Umur kelapa sawit mencapai umur 3 (tiga) tahun sampai dengan umur 7 (tujuh)
tahun dapat menghasilkan produksi sebesar 13.400 kg per tahun. Jika harga TBS kelapa
sawit pada umur 7 (tujuh) pada tabel diatas sebesar Rp 1.575,83, maka hasil penjualan
kelapa sawit yang diperoleh petani sebesar Rp 67.966.433,- sedangkan biaya
pembukaan lahan, penanaman dan pemeliharaan berdasarkan Sk. Direktur Jendral
perkebunan nomor: 191/Kpts/RC.110/7/2014 tanggal 2 Juli 2014, sebesar Rp
57.062.000,- sedangkan biaya pemeliharaan rata-rata 1(satu) tahun sebesar Rp
10.906.666,67.- berdasarkan Sk. Direktur Jendral diatas.
Dengan demikian biaya pemeliharaan yang dikeluarkan petani sawit perbulan
sebesar Rp 10.906.666,67: 12 = Rp 908.888,92,- Mari kita lihat berdasarkan analisis
letak pada posisi P15 umur kelapa sawit 3 (tiga) tahun dengan harga rata-rata TBS
kelapa sawit di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diposisi harga sebesar Rp 1.344,
42,- rata-rata buah kelapa sawit yang dihasilkan petani sebanyak 4.000 kg per tahun,
maka petani sawit menerima penghasilan setahun sebesar Rp 5.377.680,-, dengan
demikian petani menerima penghasilan 1(satu) bulan sebesar Rp 5.377.680: 12 = Rp
448.140,- karena pada umur 3 (tiga) tahun kelapa sawit belum dibebankan biaya
pemeliharaan.
Pada posisi P25 umur kelapa sawit 4 (tahun) dengan harga rata-rata TBS kelapa
sawit di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar Rp 1.395,83,- Petani panen
kelapa sawit menghasilkan TBS-nya sebanyak 7.000 kg per tahun dengan menjual
buah kelapa sawit petani menghasilan uang 1 (satu) tahun sebesar Rp 9.770.810,-
maka petani menerima penghasilan 1 (satu) bulan sebesar Rp 9.770.810: 12 = Rp
814.234,-
Pada umur kelapa sawit 5(lima) tahun dengan harga rata-rata TBS kelapa sawit di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar Rp 1.447,92,- Petani panen kelapa sawit
menghasilkan TBS sebanyak 9.670 kg per tahun dengan menjual buah kelapa sawit
petani menghasilkan uang 1(satu) tahun sebesar Rp 14.001.386,- dengan penghasilan
1(satu) bulan sebesar Rp 14.001.386: 12 = Rp 1.166.782,16,-
Pada posisi umur kelapa sawit 6(enam) tahun dengan harga rata-rata TBS kelapa
sawit di Provinsi Kepulauan bangka Belitung sebesar Rp 1.506,42,- Petani panen kelapa
sawit menghasilkan TBS sebanyak 11.750 kg per tahun dengan menjual buah kelapa
sawit petani menghasilkan uang 1 (satu) tahun sebesar
Rp 17.700.435,- dengan penghasilan 1(satu) bulan sebesar Rp 17.700.435: 12 =
Rp 1.475.036,25,- Demikian seterus perhitungannya.
Tabel. IV. 5 Penghasilan Petani per Tahun dan Per Bulan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
NO
Umur
Kelapa
Sawit
Produksi
Kg
Harga
Penghasilan
1Tahun
Penghasilan 1 Bulan
1 3 4.000 Rp 1.344,42 Rp 5.377.680,- Rp 448.140,-
2 4 7.000 Rp 1.395,83 Rp 9.770.810,- Rp 814.234,-
3 5 9.670 Rp 1.447,92 Rp 14.001.386,- Rp 1.166.782,16
4 6 11.750 Rp 1.506,42 Rp 17.700.435,- Rp 1.475.036,25,-
5 7 13.400 Rp 1.575,83 Rp 21.116.122,- Rp 1.759.676,83,-
6 8 14.670 Rp 1.597,58 Rp 23.436.499,- Rp 1.953.041,55
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 37-48
47
7 9 17.670 Rp 1.598,33 Rp 28.242.491,- Rp 2.353.540,92
8 10-20 19.670 Rp 1.607,50 Rp 31.619.525,- Rp 2.634.960,42 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Putranto Adi (2015:114-115) yang
diolah oleh peneneliti.
Tabel. 1V. 6 Penghasilan Petani per Bulan dan UMR per Bulan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Dalam Kondisi pada Tahun 2016
No
Umur sawit
UMR Provinsi Babel
Penghasilan Petani per bulan
1 3 Tahun Rp 2.535.000,- Rp 448.140,-
2 4 Tahun Rp 2.535.000,- Rp 814.234,-
3 5 Tahun Rp 2.535.000,- Rp 1.166.782,16
4 6 Tahun Rp 2.535.000,- Rp 1.475.036,25,-
5 7 Tahun Rp 2.535.000,- Rp 1.759.676,83,-
6 8 Tahun Rp 2.535.000,- Rp 1.953.041,55
7 9 Tahun Rp 2.535.000,- Rp 2.353.540,92
8 10-20 Tahun Rp 2.535.000,- Rp 2.634.960,42 Sumber: Data dari Provinsi Bangka Belitung yang diolah oleh peneliti..
Kalau dilihat dari tabel 10 diatas penghasilan petani kelapa sawit di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung ternyata umur kelapa sawit 3 tahun dan 4 tahun petani
kelapa sawit menerima penghasilan jauh masih dibawah UMR yang ditetapkan Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung yaitu umur kelapa sawit 3 tahun dan 4 tahun hanya
menerima penghasilan per bulan per ha masing-masing sebesar Rp 448.140,- dan Rp
814.234,- sedangkan UMR Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar Rp
2.535.000,- per bulan. . Dengan menggunakan metode statistik yaitu menggunakan
rumus persentil ternyata petani yang terletak pada posisi P15 dan P25 perlu diberi subsidi.
Berdasarkan tabel 10 diatas umur kelapa sawit 5 tahun – 9 tahun penghasilan
petani sawit tetap masih dibawah UMR Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tetapi
penghasilan ini jauh lebih baik dibandingkan penghasilan petani kelapa sawit yang
masih berumur 3 tahun dan 4 tahun. Petani sawit apabila memiliki umur kelapa sawit
10-20 tahun baru petani kelapa sawit menerima penghasilan diatas UMR yang
ditetapkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, per ha kebun kelapa sawit.per bulan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN.
a. Kesimpulan
1. Luas tanah yang subur, pemilihan bibit yang unggul yang memiliki sertifikat,
pemupukan yang tepat dengan komposisi racikan yang tepat sesuai dengan
kondisi tanah didukung dengan pemeliharaan yang baik menurut standar ilmu
pertanian serta diimbangi dengan harga yang baik tentu didukung dengan
produktivitas buah yang banyak dan kualitas buah yang tinggi akan menaikan
kesejahteraan petani kelapa sawit.
2. Berdasarkan perhitungan diatas petani kelapa sawit yang memiliki kebun
kelapa sawit baru mencapai umur 3 tahun dan 4 tahun harus diberi subsidi oleh
pemerintah.
3. Petani kelapa sawit yang memiliki umur tanam kelapa sawit 5 – 9 tahun
penghasilannya jauh diatas yang memiliki umur atanam kelapa sawit 3 – 4
tahun.
Luas Tanah, Jenis Bibit, Pemupukan, Pemiliharan Kebun dan Harga Kelapa Sawit Mempengaruhi
Kondisi Kesejahteraan Petani Sawit
48
4. Umur tanam kelapa sawit 10 - 20 tahun penghasilan petani kelapa sawit
menerima penghasilan sebulan per ha diatas UMR Provinsi Kepulauan Bangka
belitung. Dapat dilihat pada tabel 10 diatas.
b. Saran
1. Petani sawit yang kurang mampu baru permulaan ingin menjadi petani kelapa
sawit harus dibantu sebidang tanah guna menjalani sebagai petani kelapa sawit
yang diberi kepala desa atau pemerintah untuk penanam kelapa sawit.
2. Petani kelapa sawit yang kurang mampu serta baru permulaan menanam kelapa
sawit perlu dibantu bibit kelapa sawit dan pupuk.agar petani kelapa sawit dapat
berkembang dengan baik sekurang-sekurangnya perlu dibantu umur kelapa
sawit mencapai 3 tahun dan 4 tahun.
3. Tanah didesa perlu dilindungi jangan dijual kepada pengusahan sawit agar
petani didesa tidak merasa kekurangan tanah untuk pertanian atau tidak
memiliki tanah, ini akan berdampak pada kemiskinan yang berkepanjang pada
masyarakat desa.
4. Setiap satu kecamatan harus memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit sehingga
kualitas minyak tetap terjaga, tidak perlu membawa kelapa sawit ketempat
yang jauh untuk pengolahan TBS yang dapat mengurangi kadar minyak kelapa
sawit itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Putranto. 2015. Kaya Dengan Bertani Kelapa Sawit, Penerbit Pustaka Baru Press.
Gitosudarmo, Indriyo. 2008. Pengantar Bisnis, Edisi Kedua, Yogyakarta: BPFE.
Kotler, P dan Keller. 2012. Marketing Management. 14th, Edison, USA, Prentice Hall.
Kountur Ronny. 2009. Metode Penelitian Untuk penulisan Skripsi dan tesis. Edisi
Rivisi, Percetakan Buana Printing, Jakarta.
Keputusan Direktur Jendral Perkebunan Nomor: 191/KPTS/RC 110/7/2014, tentang
Satuan Biaya Maksimum per Hektar Pembangunan Kebun peserta Program
Revitalisasi Perkebunan Tahun 2014.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Bisnis, Indeks Jakarta
Suharyadi dan Purwanto 2009, Statistika, Edisi 2, Jakarta: Salemba Empat.
Swasta, Basu dan Sutojo, Ibnu. 2003. Pengantar Bisnis, Yogyakarta, Liberty.
Umar, Husein. 2000. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis, Bisnis, Cetakan
Kelima, Jakarta. P.T. Raya Grafindo Persada.
Surat Kabar Harian Bangka Pos 2016,halaman 13, sabtu 18 Juni 2016, Penerbit: P.T.
Bangka Media Grafika.
ISSN: 2443-2164
49
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI SERTA
DAMPAKNYA PADA PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI KOTA
PANGKALPINANG
Hamdan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pertiba Pangkalpinang
Afrizal Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pertiba Pangkalpinang
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh transportasi, kjumlah kunjunga wisata dan jumlah
terhadap Inflasi baik secara simultan maupun secara parsial. Selanjutnya untuk menganalisis
pengaruh inflasi terhadap pengangguran dan tingkat kemiskinan. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder di kota Pangkalpinang. Data yang dianalisis berbentuk time series
pada periode 2005 – 2017. Data penelitian dianalisis dengan teknik analisis regresi, yang
pengelolahannya dilakukan melalui perangkat lunak Eviews.
Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif dan tidak signifikan secara simultan
transportasi, jumlah kunjungan wisata dan jumlah penduduk terhadap inflasi. Secara parsial bahwa
transportasi dan kunjungan wisata dapat menurunkan inflasi sedangkan jumlah penduduk dapat
menaikkan tingkat inflasi.
Kata Kunci: Transportasi, jumlah kunjungan wisata, jumlah penduduk, inflasi, pengangguran dan
tingkat Kemiskinan
1. PENDAHULUAN
Salah satu tolok ukur ekonomi makro yang digunakan untuk melihat stabilitas
perekonomian suatu negara atau daerah adalah tingkat inflasi. Perubahan tingkat
inflasi akan berdampak terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi. Dalam pandangan
teori ekonomi, inflasi merupakan gejala moneter dalam suatu negara dimana naik
turunnya tingkat inflasi cenderung mengakibatkan terjadinya gejolak ekonomi
Terjadinya krisis moneter di Indonesia diawali dengan terdepresiasinya secara
tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika, yang
mengakibatkan domino effect salah satunya akbatnya terjadi lonjakan harga barang-
barang yang diimpor Indonesia dari luar negeri. Lonjakan harga barang-barang impor
ini menyebabkan harga barang yang dijual di dalam negeri meningkat baik secara
langsung maupun secara tidak langsung. Karena pemerintah gagal mengatasi krisis
moneter yang terjadi dalam jangka waktu yang singkat, maka menyebabkan kenaikan
tingkat harga terjadi secara umum dan semakin tak terkendalikan. Akibatnya angka
inflasi nasional melonjak cukup tajam. Lonjakan yang cukup tajam terhadap angka
inflasi nasional yang tanpa diimbangi oleh peningkatan pendapatan nominal
masyarakat, telah menyebabkan pendapatan riil rakyat semakin merosot. Juga,
pendapatan per kapita penduduk merosot relatif sangat cepat sehingga mengakibatkan
Indonesia kembali masuk dalam golongan negara miskin. Menurut (Prastyo, 2010)
inflasi telah menyebabkan semakin beratnya beban hidup masyarakat, khususnya pada
masyarakat ekonomi lemah akibat dasyatnya pengaruh lonjakan angka inflasi di
Indonesia (akibat dari imported inflation yang dipicu oleh terdepresiasinya nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing) terhadap perekonomian nasional, maka dirasa perlu
untuk memberikan perhatian ekstra terhadap masalah inflasi ini dengan cara mencermati
kembali teori-teori yang membahas tentang inflasi; faktor-faktor yang menjadi sumber
penyebab timbulnya inflasi di Indonesia; serta langkah-langkah apakah yang sebaiknya
diambil untuk dapat keluar dari perangkap inflasi ini.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
50
Akibatnya angka inflasi nasional melonjak cukup tajam berimbas kepada
seluruh daerah di Indonesia termasuk provinsi kepulauan Bangka Belitung khususnya
Kota Pangkalpinang yang merupakan pusat transaksi jasa, pusat bisnis dan dan pusat
perdagangan. Dari kutipan Kepala Biro Ekonomi Babel, Ahmad Yani didampingi
Kepala Unit Bank Indonesia Perwakilan Babel, saat memberikan sambutan di acara
Capacity Buiding untuk Wartawan Ekonomi di Ballroom Nagoya Hill, Batam,
bangkapos.com, Batam, Kamis (4/5/2017) bahwa inflasi di Bangka Belitung sebesar
6,75 persen, Secara tahunan, inflasi Kota Pangkalpinang sebesar 9,26 persen, ternyata
menjadi sorotan nasional karena inflasi nasional 3,02 persen pada Desember 2016. Hal
ini dikarenakan inflasi di Pangkalpinang tertinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota
lainnya di Indonesia. Berikut adalah gambaran inflasi yang terjadi di Pangkalpinang.
Tabel 1.1
Laju inflasi Pangkalpinang periode tahun 2005-2017 (%) Tahun Nasional Kep.Babel Pangkalpinang
2005 17,11 13, 11 13, 11
2006 6,60 6,20 6,20
2007 6,59 2,64 2,64
2008 11,06 18,40 18,40
2009 2,78 2,50 2,50
2010 6,96 9,36 9,36
2011 3,79 5,00 5,00
2012 4,30 5,16 6,57
2013 8,38 8,38 8,71
2014 8,36 9,06 6,81
2015 3,35 3,27 4,65
2016 3,02 6,75 7,43
2017 3,61 6,50 9,26
Sumber: BPS Babel 2017 (diolah)
Dari tabel 1.1 terlihat bahwa kota pangkalpinang mengalami tingkat inflasi
tertinggi setiap tahun, hal ini akan berdampak pada pembangunan terutama yang
mengakibatkan pengangguran. Memang masalah pokok yang dihadapi semua negara
adalah salah satunya pengangguran. Menurut (Hapsari, 2015) mengemukakan bahwa
pengangguran yang tinggi berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap
kemiskinan, kriminalitas dan masalah-masalah sosial politik yang juga semakin
meningkat. Dengan jumlah angkatan kerja yang cukup besar, arus migrasi yang terus
mengalir, serta dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini, membuat
permasalahan tenaga kerja menjadi sangat besar dan kompleks. Pengangguran terjadi
disebabkan jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja.
Sempitnya lapangan pekerjaan dikarenakan karena faktor kelangkaan modal untuk
berinvestasi. Dari hasil kajian dan didukung data pada statistik tersebut Kota
pangkalpinang mempunyai peluang terjadinya penggangguran yang tinggi dan akan
diikuti oleh kemiskinan meningkat. Data pengangguran seperti yang disajikan berikut
mempunyai trend yang kurang baik. Berikut tabel penulis sajikan yang diambil dari
BPS Bangka Belitung.
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
51
Tabel 1.2
Laju pengangguran di Pangkalpinang periode tahun 2005-2017 (%) Tahun Nasional Kep.babel Pangkalpinang
2005 11,24 8.10 10,02
2006 10,28 8.99 10,05
2007 9,11 6.49 10,81
2008 8,39 5.99 11,03
2009 7.87 6.14 11,05
2010 7,14 5.63 9,37
2011 6,96 3.61 5,63
2012 6,37 3.49 5,25
2013 5.88 3.70 6,66
2014 5,70 5.14 8,84
2015 5,81 6.29 10,64
2016 5,50 2.60 10,81
2017 5,33 3.78 5,80
Sumber: BPS 2018 (diolah)
Dari tabel 1.2 di atas memperlihatkan bahwa pengangguran di Kota
Pangkalpinang cukup tinggi, pada tahun 2005 tinggkat pengangguran sebesar 10,02
persen, provinsi kepulauan Bangka Belitung sebesar 8,10 persen sedangkan secara
nasional 11,24 persen. Penggangguran secara nasional terus menunjukan penurunan
yang cukup signifikan dari tahun 2005 sebesar 11,24 persen terus menurun sampai pada
tahun 2017 hanya sebesar 5,33 persen. Begitu juga dengan Provvinsi Kepulauan Bangka
Belitung dari tahun 2005 sebesar 8,10 persen juga terus menurun hingga tahun 2017
hanya 3,78 persen, walaupun pada tahun 2015 ada kenaikan sebesar 6,29 persen. Beda
masalahnya dengan Kota Pangkalpinang bahwa tingkat pengangguran sejak tahun 2005
sampai dengan tahu 2017 cenderung stagnasi dan hanya sedikit sekali penurunannya
jika kita bangdingkan dengan tingkat nasional dan provinsi. Pada tahun 2005 ada
kecenderungan naik dari 10,02 persen menjadi 11,05 persen kemudian turun pada tahun
2012 sebesar 5,25 persen, dan naik kembali pada tahun 2016 menjadi 10,81persen
sedangkan Provinsi kepulauan Bangka Belitung pada tahun yang sama hanya sebesar
2,60 persen. Pada tahun 2017 Pangkalpinang tetap merupakan tingkat pengangguran
yang tertinggi secara nasional maupun tingkat provinsi di kepulauan Bangka Belitung.
Penulis berasumsi bahwa pengangguran mempunyai dampak yang luas terhadap
kehidupan sosial ekonomi terutama akan mempengaruhi tingkat kemiskian. Menurut
Yacoub, 2012) bahwa tingkat pengangguran berpengaruh signifikan terhadap tingkat
kemiskinan dan selalu menunjukkan pola hubungan yang tidak selalu searah antara
tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan. Sedangkan menurut (Muslim, 2014)
bahwa kesempatan kerja yang ada dengan angkatan kerja terjadi kesenjangan yaitu
peningkatan jumlah kesempatan kerja tidak sebanding dengan peningkatan angkatan
kerja yang meningkat lebih cepat, hal ini akan berdampak pada terciptanya
pengangguran Pengangguran yang terjadi akan memiliki dampak terhadap kehidupan
sosial yaitu tingkat kriminal dan kekerasan, hal ini akan berpengaruh pada stabilitas dan
pembangunan ekonomi akan terhambat serta kesehjateraan akan berkurang.
Penganguran merupakan permasalahan yang terjadi di berbagi daerah di Indonesia
termasuk pangkalpinang. Dari data yang penulis temukan pada BPS Provinsi kepulauan
Bangka Belitung adalah sebagai berikut:
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
52
Tabel 1.3
Laju penduduk miskin di Pangkalpinang periode tahun 2005-2017 (%) Tahun Nasional Kep.babel Pangkalpinang
2005 11,13 9,74 6,63
2006 10,86 10,91 7,60
2007 12,52 9,54 6,85
2008 11,65 7,89 5,74
2009 10,72 7,37 5,79
2010 9,87 6,51 6,02
2011 9,23 5,16 4,15
2012 8,60 5,37 4,29
2013 8,52 5,25 4,15
2014 8,16 4,97 4,04
2015 8,22 5,40 4,97
2016 7,73 5,22 5,02
2017 7,26 5,30 4,80
Sumber: BPS 2018 (diolah)
Dari tabel 1.3 terlihat bahwa laju kemiskinan di pangkalpinang setiap tahun
masih dibawah kemiskinan provinsi kepulauan Bangka Belitung dan Nasional. Tetapi
jangkauan penurunan kemiskinan hanya 3,56 persen sedangkan jangkauan penurunan
mencapai 5,94 persen dan begitu juga dengan penurunan tingkat kemiskinan dengan
jangkauan sebesar 5,26 persen. jika kita bandingkan angka kemiskinan dipangkalpinang
belum begitu baik jika dibangdingkan dengan provinsi kepulauan Bangka Belitung. Jika
kita bandingkan dengan angka pengangguran secara umum lebih banyak dari pada
angka kemiskinan. Hal ini menjadi sebuah paradigma penulis untuk meneliti apakah ada
hubungannya antara pengangguran dan kemiskinan. Sebagai contoh pada tahun 2016
angka pengangguran sebesar 10,81 persen sedangkan angka kemiskinan sebesar 5,02
persen dengan jumlah penduduk dengan hitungan yang sama.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh Tranportasi, kunjungan wisata, jumlah penduduk, secara
simultan terhadap Inflasi di Kota Pangkalpinang.
2. Bagaimanakah pengaruh Tranportasi, kunjungan wisata, jumlah penduduk, secara
parsial terhadap Inflasi di Kota Pangkalpinang.
3. Bagaimanakah pengaruh inflasi terhadap Pengangguran.
4. Bagaimanakah pengaruh inflasi terhadap Kemiskinan.
B. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Tranportasi, kunjungan wisata,
jumlah penduduksecara simultan terhadap Inflasi di Kota Pangkalpinang
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Tranportasi, kunjungan wisata,
jumlah penduduksecara parsial terhadap Inflasi di Kota Pangkalpinang
3. Untuk mengetahuidan menganalisispengaruh Inflasi terhadap Pengangguran.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Inflasi terhadap kemiskinan.
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
53
2. KAJIAN TEORI
2.1.Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Ilmu Ekonomi Wilayah dan Perkotaan sampai saat ini telah jauh berkembang. Menurut
Perroux dalam Ijaiya, Gaffar T. (2011,15), secara umum terdapat tiga teori
pertumbuhan yang cukup terkenal dan bersifat dominan. Masing-masing teori model
menggunakan variabel dan formulasi tersendiri, sehingga menghasilkan analisis dan
kesimpulan berbeda tentang faktor penentu pertumbuhan ekonomi regional. Dalam
praktiknya penerapan model-model ini dapat dilakukan secara utuh atau ada pula dalam
bentuk penggabungan dari beberapa model tertentu, tergantung dari kondisi wilayah
yang bersangkutan. Tentunya para pengambil kebijakan harus dapat memilih secara
tepat, model mana yang sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang terdapat di
daerahnya masing-masing. Berikut inidiuraikan ide pokok dan formulasi dari model
pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.
2.1.1. Model Neo Klasik
Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan sangat ditentukan oleh
kemampuan wilayah tersebut untuk meningkatkan kegiatan produksinya. Sedangkan
kegiatan produki pada suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi daerah yang
bersangkutan, tetapi juga ditentukan pula oleh mobilitas tenaga kerja dan mobilitas
modal antar daerah. Karena kunci utama pertumbuhan ekonomi daerah adalah
peningkatan kegiatan produksi, dengan mengikuti pandangan Richardson (2001), maka
model Neo-klasik ini dapat diformulasikan yang diawali dari fungsi produksi. Dengan
menganggap bahwa fungsi produksi adalah bentuk Cobb-Douglas, maka dapat ditulis:
𝒀 = 𝑨𝑲𝜶𝑳𝜷, 𝜶 + 𝜷 = 𝟏 dimana Y melambangkan PDRB, K dan L masing-masingnya adalah modal dan tenaga
kerja. Karena analisis menyangkut pertumbuhan, maka semua variabel dianggap adalah
fungsi waktu (t). Dengan mengambil turunan matematika persamaan (2.8) terhadap
variabel t dapat diperoleh persamaan berikut ini: y=a+ αk+(1-α) dimana, y=dY/dt
menunjukkan peningkatan nilai PDRB (pertumbuhan ekonomi), a=dA/dt adalah
perubahan teknologi produksi secara netral (neutral technical change), k=dK/dt
menunjukkan penambahan modal (investasi), dan l=dL/dt menunjukkan penambahan
jumlah dan kualitas tenaga kerja. Persamaan (2.9) memberikan kesimpulan pertama
yang sangat penting dari model Neo-klasik yaitu pertumbuhan ekonomi suatu daerah
ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu kemajuan teknologi (a), penambahan modal
atau investasi (k) dan peningkatan jumlah serta kualitas tenaga kerja (1).
2.1.2. Teori Struktur Ekonomi
Proses pembangunan ekonomi yang sudah berlangsung cukup lama dan telah
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya disusul dengan suatu
perubahan mendasar dalam sruktur ekonominya. Perubahan struktur ekonomi terjadi
akibat perubahan sejumlah faktor, menurut sumbernya dapat dibedakan antara faktor-
faktor dari sisi permintaan agregat (AD), faktor-faktor dari sisi penawaran agregat (AS),
atau dari kedua sisi pada waktu yang bersamaan. Selain itu, perubahan struktur ekonomi
juga dipengaruhi secara langsung/tidak langsung oleh intervensi pemerintah di dalam
kegiatan ekonomi sehari-hari.
Dari sisi penawaran agregat (AS), faktor-faktor penting di antaranya adalah
pergeseran keunggulan komperatif, perubahan teknologi, peningkatan pendidikan atau
kualitas SDM, penemuan sumber-sumber bahan baku baru (new resources) untuk
produksi, dan akumulasi barang modal. Semua ini memungkinkan untuk melakukan
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
54
inovasi dalam produk atau proses produksi dan pertumbuhan produktivitas sektoral dari
faktor-faktor produksi yang digunakan. Ada dua teori utama yang umum digunakan
dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi, yakni teori migrasi dari Arthur Lewis
dan teori transformasi struktural dari Hollis Chenery. Teori Arthur Lewis (dalam
Jhingan 2004, h, 30 ) pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang
terjadi di daerah pedesaan (rural) dan di daerah perkotaan (urban). Dalam teorinya,
Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi
menjadi dua, yaitu perekonomian tradisional dipedesaan yang didominasi oleh sektor
pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama.
Di pedesaan karena jumlah penduduk yang tinggi, maka terjadilah kelebihan supply
tenaga kerja, dan tingkat kehidupan masyarakat berada pada kondisi subsisten akibat
perekonomian yang sifatnya juga subsistem.
2.1.3. Teori Pertumbuhan Solow Implisit dengan Pengangguran
Model ini dibangun dengan mengadopsi kerangka dasar model Solow, hanya saja
dimodifikasi dengan meliputi didalamnya ada pengangguran. Fungsi produksi dengan
menambah tenaga kerja dan memperbesar kemajuan teknologi direpresentasikan sbb:
Y = F (AN,K)
dimana:
Y = Output
N = Tenaga Kerja yang bekerja
K = Stok Modal
A = Efisiensi Tenaga Kerja.
Dengan asumsi bahwa fungsi tenaga kerja merupakan fungsi tujuan dengan constant
returns to scale, maka dapat ditulis:
y = f (n) dimana y adalah output perunit kapital dan n adalah efisiensi tenaga kerja perkapital,
sehingga:
𝒚 ≡𝑌
𝐾, 𝑛 ≡
𝐴𝑁
𝐾
Fungsi f(n) diasumsikan biasanya memiliki prilaku yang baik. Dengan model Solow
diasumsikan konstan yang proportional terhadap pendapatan yang ditabungkan sebagai
kapital, maka tingkat pertumbuhan kapital diberikan sebagai berikut:
𝑲∗
𝑲= 𝜹𝒇 𝒏 − 𝝈𝑲
dimana δ adalah pendapatan yang ditabungkan dan ζ adalah tingkat penghapusan dari
capital. Tenaga kerja dengan kemajuan teknologi yang diasumsikan menghasilkan
tingkat yang konstan, pada α;
𝑨∗
𝑨= 𝜶
2.2.Hubungan Teoritis Pendapatan Nasional, Pengangguran dan Kemiskinan
Apabila kaum klasik memandang penentu kegiatan ekonomi negara dari sisi penawaran,
yaitu berupa penggunaan faktor-faktor produksi untuk menjalankan kegiatan ekonomi
suatu negara, maka Keynes justru memandang dari sisi permintaan. Menurut Keynes,
yang menentukan kegiatan perekonomian suatu negara adalah tingkat permintaan
efektif, yaitu permintaan yang disertai oleh kemampuan untuk membayar barang dan
jasa yang diminta. Dengan demikian, dalam jangka pendek, tinggi rendah tingkat
pengangguran tergantung dari tinggi rendahnya permintaan efektif. Manakala
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
55
permintaan efektif semakin besar yang berarti daya beli masyarakat semakin tinggi
maka produsen akan mengimbanginya dengan cara memperbesar produksinya dan
untuk itu dibutuhkan tenaga kerja yang baru. Sebaliknya manakala permintaan efektif
menurun, maka perusahaan akan menurunkan produksinya dan ini tentu saja akan
mengurangi jumlah tenaga kerja yang terpakai (bandingkan dengan temuan Phillips
yang tergambarkan melalui kurva Phillips yang melihat hubungan antara tingkat inflasi
dan pengangguran).
Dalam análisis permintaan efektif, Keynes menganalisis permintaan dari berbagai
pelaku ekonomi dalam suatu negara (Bukan faktor ekonomi sebagaimana hal nya kaum
klasik). Sehingga analisis Keynes sering disebut sebagai permintaan aggregat
(menyeluruh). Untuk perekonomian tertutup sederhana, Keynes membagi permintaan
aggregat menjadi dua, yaitu sektor yaitu pengeluaran rumah tangga (C) dan pengeluaran
swasta berupa investasi (I). sedangkan untuk tiga sektor ditambah dengan pengeluaran
pemerintah (G). untuk perekonomian terbuka,Keynes memasukkan faktor luar negeri,
yaitu berupa ekspor dan impor, yang sering disebut sebagai ekspor neto ( X - M ).
Keynes membagi konsumsi rumah tangga menjadi dua macam, yaitu konsumsi
manakala pendapatan sama dengan nol atau Y = 0, dan konsumsi sehubungan dengan
tingkat pendapatannya yang sering dinotasikan sebagai C = a + bY atau dalam literatur
lain menggunakan notasi C = Co + c Y, dimana Co adalah konsumsi pada saat Y = 0,
dan c adalah koefisien penentu tingkat konsumsi (Marginal Propensity to Consums)
sehubungan dengan tingkat pendapatan. Makin besar tingkat pendapatan maka makin
besar pula konsumsi. Namun, besarnya perubahan konsumsi menurut Keynes masih
lebih kecil dari besarnya perubahan pendapatan. Kelebihan pendapatan, yang tidak
dikonsumsi ditabung dan ini adalah sumber untuk investasi. Tingkat investasi
sebagaimana telah dijelaskan di atas menurut Keynes bukan saja dipengaruhi oleh suku
bunga, tetapi juga tergantung dari harapan keuntungan di masa yang akan datang.
Dalam hal ceteris paribus, maka besarnya tabungan akan mempengaruhi besarnya
tingkat investasi. Untuk perekonomian dua sektor, besarnya investasi sama dengan
besarnya tabungan, karena memang hanya tabunganlah sumber dana yang tidak
digunakan untuk konsumsi, sedangkan untuk perekonomian 3 sektor, besarnya investasi
tergantung dari besarnya tabungan masyarakat dan pengeluaran pemerintah.
2.3.Ukuran Kemiskinan
Kemiskinan dapat dikaitkan dengan jenis tertentu dari konsumsi seperti mempunyai
rumah miskin atau makanan kurang bergizi dan kesehatan yang buruk. Definisi
kemiskinan dapat diukur dari nutrisi atau angka melek huruf atau literacy (Haughton
dan Kandker, 2009). Sedangkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi dimana seseorang atau
sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan
dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar yang harus terpenuhi
antara lain: (a) kebutuhan pangan; (b) kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air
bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup; (c) rasa aman dari
perlakuan atau ancaman tindak kekerasan; dan (d) hak untuk berpartisipasi dalam
kehdupan sosial-politik. Menurut pandangan beberapa peneliti, kemiskinan
didefinisikan dalam konteks yang sangat luas, seperit tidak dapat memenuhi “kebutuhan
dasar”. Kebutuhan dasar berkaitan secara fisik (makanan, kesehatan, pendidikan dan
perumahan) dan non fisik (partisipasi, identitas).
Kemiskinan dapat juga didefinisikan menurut pendekatan kemiskinan absolut
dan kemiskinan relatif (Abdul Hakim, 2009). Kemiskinan absolutditentukan
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
56
berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum seperti
pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan yang diperlukan untuk dapat
hidup dan bekerja. Kebutuhan dasar minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial
dalam bentuk uang dan nilainya dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk
yang memiliki rata-rata pendapatan/pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis
kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.
3. METODOLGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan selama 3 (tiga ) bulan yang dimulai pada bulan Januari 2018
hingga bulan Maret 2016, yang dimulai dari proses penentuan judul penelitian,
penyusunan proposal, izin wilayah penelitian, penentuan unit yang akan dianalisis,
pengumpulan data dan fakta dilapangan sampai dengan pengolahan dan analisis data.
Tempat atau obyek data penelitian dilakukan di Kota Pangkalpinang Provinsi kepulauan
Bangka Belitung. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
pengumpulannya berupa runtut waktu selama 13 tahun yaitu dari tahun 2005 sampai
dengan 2017. Penelitian dilakukan dengan memperoleh data sekunder dari instansi
berikut:
1. Badan Pusat Statistik Nasional
2. Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
4. Dinas Perdagangan dan Industri Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
5. Dinas Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
6. Dinas perhubungan darat dan laut
3.1.Populasi dan Sampel
Pengertian populasi adalah keseluruhan orang, keseluruhan data yang menjadi sasaran
penelitian. Dari keseluruhan penelitian populasi yang sangat luas diambil sebagian yang
disebut populasi target. Sampel adalah sebagian kecil dari populasi yang dianggap dapat
mewakili populasi secara keseluruhan (Mukhtar, 2013, hal 93).
Dapat disimpulkan bahwa populasi adalah seluruh data dalam penelitian
merupakan seluruh wilayah yang diteliti. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
populasi adalah seluruh data variabel penelitian yang berhubungan dengan pengaruh
terhadap inflasi, pengangguran dan kemiskinan di Pangkalpinang. Sedangkan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini data variabel mpenelitian yang berhubungan
dengan pengaruh Tranportasi, kunjungan wisata, jumlah penduduk, Pertumbuhan
Ekonomi wilayah sekitar dan Kredit Modal UMKM terhadap Inflasi, pengangguran,
kemiskinan di Kota Pangkalpinang selama 13 (tiga belas) tahun penelitian yaitu periode
tahun 2005 sampai dengan tahun 2017.
3.2. Prosedur, Variabel dan Operasionalisasi Variabel
Terkait dengan penelitian ini maka variabel penelitian diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Variabel Independen/Bebas
Adapun variabel bebas dalam penelitian ini meliputi: Tranportasi (X1), kunjungan
wisata (X2), jumlah penduduk (X3) Pertumbuhan Ekonomi wilayah (X4), Kredit
Modal UMKM (X5)
2) Variabel Dependen/Output/Kriteria/Konsekuen/Terikat
Adapun variable terikat dalam penelitian ini adalah Inflasi(Y), pengangguran (Z1)
dan kemiskinan (Z2).
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
57
3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi Operasional Variable Penelitian ebagaai berikut:
1) Transportasi (X1) adalah banyaknya kedatang alat transportasi kapal laut dan
pesawat ke kota Pangkalpinang
2) Kunjungan wisata (X2) adalah banyaknya wisatawan datang ke pangkalpinang
3) Jumlah Penduduk (X3) adalah jumlah penduduk pangkalpinag setiap tahun
4) Pertumbuhan ekonomi sekitar (X4) adalah rata-rata PDRB di kabupaten Bangka,
kabupaten Bangka Tengah dan Kabupaten Bangka Selatan
5) Kredit Modal UMKM (X5) adalah jumlah modal yang diberikan pemerintah kepada
UMKM setiap tahun
6) Inflasi (Y) adalah jumlah uang beredar di masyarakat.
7) Pengangguran (Z1) adalah pesentase jumlah penduduk yang masuk dalam
angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum
mendapatkannya kota Pangkalpinang
8) Kemiskinan (Z3) adalah persentase penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan (poverty line), di Pangkalpinang.
3.4.ANALISIS DATA DAN PENGUJIAN HIPOTESIS
Analisa data yang digunakan adalah analisa kuantitatif dengan menggunakan analisis
regresi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan alat bantu program pengelola data
yaitu eviews versi 8.
3.5.Pengujian Data dengan Asumsi Klasik/BLUE
3.5.1. Uji Normalitas
Uji asumsi normalitas dapat diketahui dari beberapa cara yang akan menghasilkan
kesimpulan yang hampir sama pula. Asumsi normalitas dapat dideteksi dari plot sebaran
data maupun uji statistik. Adapun beberapa cara untuk mendeteksi normalitas data,
seperti: (1). menggunakan histogram; (2). uji yang dikembangkan oleh Jarque-Bera (J-
B). Menurut Widarjono (2009, 49) menyebutkan bahwa dengan uji Jarque – Bera dapat
menggunakan perhitungan skewness dan kurtosis. Adapun formula uji statistic Jarque-
Bera adalah sebagai berikut:
S2
( k – 3 )2
JB = +
6 24
Keterangan:
S = Koefisien Skewness
k = Koefisien Kurtosis
Jika nilai JB lebih kecil dari nilai chi-Square maka menerima hipotesis
nol bahwa residual berdistribusi normal, sebaliknya jika nilai JB lebih besar dari nilai
chi Square maka menolak hipotesis nol bahwa residual berdistribusi tidak normal.
Dengan makna lain, jika nilai jarque-Bera lebih kecil dibandingkan nilai X2 tabel, maka
data dinyatakan berdistribusi normal. sebaliknya jika nilai Jarque-Bera lebih besar
dibandingkan dengan nilai X2 tabel, maka diduga data dinyatakan tidak berdistribusi
normal.
3.5.2. Uji Mulktikolinieritas Ghozali (2010, 95) mengemukakan bahwa uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen).Untuk model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
58
variabel independen. Widarjono (2009, 106-107) menyebutkan bahwa menggunakan
koefisien korelasi parsial antar variabel independen untuk menguji ada tidaknya
multikolinieritas jika koefisien korelasi cukup tinggi katakan di atas 0,85 maka diduga
ada multikolinieritas dalam model. Cara lain uji multikolinieritas adalah dengan regresi
auxiliary yaitu dengan melakukan regresi setiap variabel independen (X) dengan sisa
veriabel indepeden (X) yang lain, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
variabel independen (X) yang satu berhubungan dengan variabel independen (X) yang
lainnya.
3.5.3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dianjurkan oleh Halbert White. White dalam Mudrajad Kuncoro
(2010, 96) berpendapat bahwa uji X2 merupakan uji umum ada tidaknya misspesikasi
model karena hipotesis nol yang melandasi adalah asumsi bahwa: (1) residual adalah
homoskedastisitas dan merupakan variabel independen; (2) spesifikasi linier atas model
sudah benar. Dengan hipotesis nol tidak ada heteroskedastisitas, jumlah observasi (n)
dikalikan R2 yang diperoleh dari regresi auxiliary secara asimtotis akan mengikuti
distribusi chi–square dengan degree of freedom sama dengan jumlah variabel
independen ( tidak termasuk konstanta). Bila salah satu atau dua asumsi ini tidak tidak
terpenuhi akan mengakibatkan nilai statistik t yang signifikan. Namun sebaliknya, nilai
statistik t tidak signifikan berarti kedua asumsi di atas dipenuhi. Artinya, model yang
digunakan lolos dari masalah heteroskedastisitas. Dengan makna lain, jika nilai Obs*R-
squared lebih kecil dibandingkan nilai X2
tabel, maka tidak terjadi masalah
Heteroskedastisitas, sebaliknya jika nilai Obs*R-squared lebih besar dari nilai X2
tabel,
maka diduga model telah terjadi masalah Heteroskedastisitas.
3.5.4. Uji Autokorelasi
Ghozali (2010, h. 99) mengemukakan bahwa uji autokorelasi bertujuan menguji apakah
dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Adapun dalam penelitian
ini penulis menggunakan uji autokorelasi dengan uji Breusch-Godfrey atau nama
lainnya uji Lagrange-Multiplier. Kriteria pengujian jika nilai Obs*R-squared lebih kecil
dibandingkan nilai X2
tabel, maka tidak terjadi masalah autokorelasi, sebaliknya jika
nilai Obs*R-squared lebih besar dari nilai X2
tabel, maka diduga model telah terjadi
masalah auto korelasi.
3.4.Analisis Regresi
Telah dikemukakan di bab sebelumnya bahwa dalam penelitian inimenggunakan data
times series.Riduan & Kuncoro (2007, h. 115) mengemukakan bahwa analisis regresi
merupakan model structural yang bertujuan untuk menguji besarnya sumbangan
(kontribusi) yang ditunjukan oleh koefisien regresi setiap variabel penelitian pada
diagram regresi yang telah ditetapkan. Dalam analisis regresi yang telah ditetapkan
dalam penelitian ini akan diperoleh besaran hubungan kausal variabel bebas (X)
terhadap variabel (Y) serta dampaknya pada variabel (Z). Berdasarkan kerangka
pemikiran penelitian, maka model analisis regresi dilihat gambar berikut:
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
59
Gambar 3.1. Analisis Regresi
Keterangan:
X1 = Transportasi
X2 = kunjungan wisata
X3 = jumlah penduduk
X4 = pertumbuhan Ekonomi wilayah sekitar
X5 = Kredit Modal UMKM
Y = Inflasi
Z1 = pengangguran
Z2 = Kemiskinan
βxiy= Koefisien regresi Variabel X terhadap Variabel Y
βyz i= Koefisien regresi Variabel Y terhadap Variabel Z
Berdasarkan Analisis Regresi di atas, maka dapat dirumuskan, beberapa persamaan
sebagai berikut:
f(X) = Y
Y = βo + βx1y X1 + βx2y X2+βx3y X3+ βx4y X4+ +ε1
Z1 = β01 + β𝑌 + ε2
Z2 = β02 + βY + ε3
Z3 = β03 + β𝑌 + ε4
3.5. Uji Kelayakan Model Penelitian
Wirasasmita (2008, 7-8) mengemukakan bahwa karateristik yang diukur dalam uji
kelayakan model meliputi:
X1
kerja(X2)
X2
kerja(X2)
Y
kerja(X2)
Z1
kerja(X2)
Z3
kerja(X2)
X3
kerja(X2)
X4
kerja(X2)
X5
kerja(X2)
β𝑌 z1
βx1y
βx3y
βx4yβ𝑌 Z3
ε1
ε2
ε4
βx2y
β𝑌 z3
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
60
1) Theoretical plausibility. Artinya arah pengaruh hasil uji hipotesis sesuai dengan
teori yang menjadi dasar pemikirannya
Table:
Teori Kelayakan Model Penelitian
Hubungan antar Variabel Pra estimasi Pasca estimasi
(X1, X2,X3,X4, X5)Y +
Y Z1 +
Y Z2 +
2) Accuracy of the estimates of the parameter. Apakah estimator parameter hipotesis
akurat (tidak bias) dan signifikan yang ditandai dengan terpenuhinya asumsi analisis
yang dipersyaratkan dan probalitas kesalahan statistik model (p-value) yang lebih
kecil daipada tingkat signifikansi alpha sebesar 0,05.
3) Explanatory ability. Apakah model penelitian memiliki kemampuan menjelaskan
hubungan antar fenomena ekonomi yang ditandai dengan standard error of
estimations yang rendah (lebih kecil dari 1⁄2 kali estimator).
4) Forecasting ability. Apakah model penelitian memiliki kemampuan prediksi atas
perilaku variabel akibat (respons) yang ditandai dengan koefisien determinasi yang
tinggi atau bernilai lebih dari 50%.
4. Hasil Penelitian
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data time series, serta penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk
mengetahui pengaruh dari variabel bebas (X) yaitu transportasi (X1), kunjungan wisata
(X2)dan jumlah penduduk (X3), terhadap Inflasi (Y) maka dilakukan analisis dengan
teknik regresi linier berganda serta untuk mengetahui dampaknya variabel lainnya
yakni antara variabel Inflasi (Y) terhadap pengangguran (Z1), dan tingkat Kemiskinan
(Z2) dilakukan analisis dengan teknik regresi linier sederhana. Dikarenakan analisis
data menggunakan data sekunder dalam satuan rasio, maka untuk penganalisaan analisis
regresi linier dapat dilakukan perhitungan langsung, dalam artian tidak perlu melakukan
konversi data.
4.1. Analisis Pengaruh variabel X terhadap variabel Y Sesuai dengan model yang telah ditetapkan yang dilandasi oleh teori. Maka penelitian
ini dibatasi terhadap 3 variabel bebas X yaitu transportasi (X1), kunjungan wisata
(X2)dan jumlah penduduk (X3), terhadap Inflasi (Y) Sesuai dengan hasil pengujian
asumsi klasik diatas, maka dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi
berganda. Hasil analisis yang diolah menggunakan aplikasi Eviews versi 8.0 for
Windows dengan hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut:
Dalam penelitian ini model analisisnya menggunakan model sebagai berikut:
model common effect, fixed effect dan random effect. Dari ketiga model tersebut untuk
selanjutnya peneliti menentukan mana yang tepat dengan data yang ada di penelitian ini.
Menurut pendapat para ahli Ekonometrika dalam Nacrowi dan hardius Usmab ( 2006, h,
318) dan menurut Judge, et al dalam Setiawan dan Dwi Endah Kusrini (2010, h, 192)
mensyaratkan sebagai berikut: (1) jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah
waktu (T) lebih besar dibandingkan jumlah individu (N) maka disarankan untuk
menggunakan model efek tetap ( fixed effect); (2) jika data panel yang dimiliki
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
61
mempunyai waktu (T) lebih kecil dibandingkan jumlah individu (N), maka disarankan
untuk menggunakan model efek random ( random effect). Namun apabila kita yakin
bahwa setiap jumlah individu (N) tidak diambil secara acak, maka model efek tetap (
fixed effect) lebih sesuai. Sebaliknya jika setiap individu (N) diambil secara acak, maka
model efek random (random effect) lebih sesuai. Oleh karena dalam penelitian ini setiap
individu (N) tidak diambil secara acak, maka untuk menganalisis regres dengan panel
dalam penelitian ini menggunakan efek tetap (fixed effect). Adapun hasil uji model
substruktur I dengan model efek tetap peneliti sajikan di tabel berikut
Tabel 4. 7 Pengujian dengan Model Efek Tetap
( Fixed Effect) Sub Struktur I
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 03/03/18 Time: 08:10
Sample (adjusted): 2006 2017
Included observations: 12 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.678615 33.61779 -0.020186 0.9844
X1 -0.000577 0.000789 -0.731392 0.4854
X2 -2.70E-05 6.07E-05 -0.444202 0.6687
X3 9.05E-05 0.000210 0.430263 0.6784
R-squared 0.090275 Mean dependent var 7.294167
Adjusted R-squared -0.250872 S.D. dependent var 4.181680
S.E. of regression 4.676890 Akaike info criterion 6.184345
Sum squared resid 174.9864 Schwarz criterion 6.345981
Log likelihood -33.10607 Hannan-Quinn criter. 6.124502
F-statistic 0.264622 Durbin-Watson stat 3.346201
Prob(F-statistic) 0.849102
Untuk selanjutnya berdasarkan tabel tersebut di atas maka dapat diformulasikan bentuk
persamaan regresi berganda sebagai berikut:
Y = 𝑓(X1, X2, X3, X4)
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3+ ε1
Y = -0,678 – 0,00057X1 – 2,7000X2 + 9,0500X3+ ε1
t-statistik = (-0.7313) (-0.4442) (0,4302)
R-squared = 0,090275
Adjusted R-squared = -0,250872
F-statistic = 0,2646
N = 13
Keterangan:
β0 = konstanta
βn = koefisien, n = 1,2,3,4
X1 = transportasi
X2 = kunjungan wisata
X3 = jumlah penduduk
Y = Inflasi
Berdasarkan pada persamaan regresi tersebut di atas dapat dimaknai sebagai berikut:
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
62
1) Besaran konstanta -0,678 mempunyai makna apabila variabel independen (X) yaitu transportasi (X1), kunjungan wisata (X2), jumlah penduduk (X3) bernilai 0 (nol)
maka besaran variabel dependen (Y) yaitu inflasi mengalami peningkatan
pertumbuhan secara konstan sebesar -0,678 satuan dan besaran konstanta tersebut
signifikan
2) Besaran koefisien β1 = – 0,00057 mempunyai makna apabila variabel independen yaitu transportasi (X1) meningkat sebesar 1 satuan dimana variabel kunjungan
wisata (X2) dan jumlah penduduk (X3) dan dianggap konstan, maka besaran
variabel dependen (Y) yaitu inflasi mengalami peningkatan pertumbuhan -0,67857
satuan dan besaran koefisien tersebut signifikan dan sebaliknya
3) Besaran koefisien β2 =– 2,7000 mempunyai makna apabila variabel independen
yaitu kunjungan wisata (X2) meningkat sebesar 1 satuan dimana variabel
transportasi (X1) dan jumlah penduduk (X3) dianggap konstan, maka besaran
variabel dependen (Y) yaitu inflasi di Pangkalpinang mengalami kenaikan sebesar
2,7000 satuan dan besaran koefisien tersebut signifikan dan sebaliknya.
4) Besaran koefisien β3 = 9,0500 mempunyai makna apabila variabel independen yaitu jumlah penduduk (X3) meningkat sebesar 1 satuan dimana variabel sektor
transportasi (X1) dan jumlah kunjungan wisata (X2) dianggap konstan, maka
besaran variabel dependen (Y) yaitu inflasi di Pangkalpinang mengalami
peningkatan 9,0500 satuan dan besaran koefisien tersebut signifikan dan
sebaliknya
5) Besaran koefisien determinasi Adjusted R-squared 0,2508720 atau 25,08 persen mempunyai makna bahwa variabel inflasi secara bersama sama di pengaruhi oleh
variasi independen transportasi (X1), kunjungan wisata (X2), jumlah penduduk
(X3) sedangkan sisanya 74, 92 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang
tidak dimasukan dalam model tersebut.
6) Dari empat variabel independen yang diteliti koefisien terbesar adalah varabel jumlah penduduk (β3 = 9,0500), dimana nilai koefisien ini menunjukan bahwa
perubahan jumlah penduduk banyak membawa dampak pada peningkatan inflasi
(elastis), sedangkan yang terkecil adalah koefisien variabel (β1 = – 2,7000 ), artinya
perubahan sektor ini tidak banyak membawa dampak pada peningkata inflasi
bahkan akan mengurani dampak inflasi.
4.2. Analisis pengaruh variabel Y terhadap Z1
Sesuai dengan model yang telah ditetapkan yang dilandasi oleh teori maka peneliti
menetapkan dampak dari variabel inflasi (Y) terhadap pengangguran (Z1.) di
Pangkalpinang. Adapun hasil uji model substruktur II dengan Model Efek Tetap(
Fixed Effect), peneliti sajikan tabel sebagai berikut:
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
63
Tabel 4.8 Pengujian dengan Model Efek Tetap( Fixed Effect)
Sub Struktur II tahun 2005-2017
Dependent Variable: Z1
Method: Least Squares
Date: 03/04/18 Time: 06:26
Sample (adjusted): 2006 2017
Included observations: 12 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 8.800332989531693 1.464764791431428 6.00801783399753
0.0001307044482534
977
Y 0.003838731013591846 0.1760385734839338 0.02180619245896234 0.9830315346326291
R-squared 4.75487419654419e-05 Mean dependent var 8.828333333333334
Adjusted R-squared -0.09994769638383794 S.D. dependent var 2.327924683775945
S.E. of regression 2.441489959259818 Akaike info criterion 4.774105826912453
Sum squared resid 59.60873221166509 Schwarz criterion 4.854923601877119
Log likelihood -26.64463496147472 Hannan-Quinn criter. 4.744184191367561
F-statistic 0.0004755100295583034 Durbin-Watson stat 0.8852552613200315
Prob(F-statistic) 0.9830315346326291
Sumber: data sekunder
Berdasarkan tabel 4.8 tersebut di atas maka dapat diformulasikan bentuk
persamaan regresi sebagai berikut:
Z1 = 𝑓( 𝑌 )
Z1= β0 + β1𝑌 + ε2
Z1 = 8,800 + 0,008 𝑌 + ε2
t statistic = 0,021
R-squared = 47.54 persen
n = 13
keterangan:
β0 = konstanta
β1 = koefisien
Z1 = penganguran
Y = inflasi
Berdasarkan pada persamaan regresi tersebut di atas dapat dimaknai sebagai berikut:
1) Besaran konstanta 8,800 mempunyai makna apabila variabel Inflasi bernilai konstan maka besaran pengangguran sebesar 8,800 satuan, besaran konstanta
tersebut signifikan dan sebaliknya
2) Besaran koefisien β1 = 0,008 mempunyai makna apabila variabel inflasi sebesar 1 satuan, maka besaran penggangguran naik sebesar 0,008 satuan dan besaran
koefisien tersebut signifikan dan sebaliknya
3) Besaran koefisien determinasi (R2) adalah 47,54 persen. Hal ini bermakna bahwa
variabel pengguran dipengaruhi oleh inflasi sebesar 47,54 persen, sedangkan
sisanya 52,46 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukan
dalam model tersebut.
4) Uji t tabel = 1,77 lebih besar dari t hitung = 0,21 ini berarti bahwa inflasi tidak
berpengaruh terhadap pengangguran.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
64
4.3. Analisis Pengaruh variabel Y tergadap variabel Z2 Sesuai dengan model yang telah ditetapkan yang dilandasi oleh teori maka peneliti
menetapkan dampak dari variable Y.yaitu Inflasi terhadap tingkat kemiskinan (Z2) di
Pangkalpinang. Adapun hasil uji model substruktur III dengan Model Efek Tetap( Fixed
Effect), peneliti sajikan tabel sebagai berikut:
Tabel 4.9 Pengujian dengan Model Efek Tetap( Fixed Effect)
Sub Struktur III tahun 2005-2017 Dependent Variable: Z2
Method: Least Squares
Date: 03/04/18 Time: 07:01
Sample: 2005 2017
Included observations: 13
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 5.259719 0.707045 7.439015 0.0000
Y 0.016630 0.080508 0.206565 0.8401
R-squared 0.003864 Mean dependent var 5.388462
Adjusted R-squared -0.086694 S.D. dependent var 1.154764
S.E. of regression 1.203780 Akaike info criterion 3.349448
Sum squared resid 15.93994 Schwarz criterion 3.436363
Log likelihood -19.77141 Hannan-Quinn criter. 3.331583
F-statistic 0.042669 Durbin-Watson stat 0.497231
Prob(F-statistic) 0.840124
Sumber: data sekunder (diolah)
Berdasarkan tabel tersebut di atas maka dapat diformulasikan bentuk persamaan
regresi sebagai berikut:
Z3 = 𝑓 (𝑌
Z3 = β0 + β1𝑌 + ε3
Z3 = 5,25 + 0,0166Y+ ε3
t statistic = 0,206
R-squared = 0,0038
n = 13
keterangan:
β0 = konstanta
β1 = koefisien
Y. = Inflasi
Z2 = tingkat kemiskinan
Berdasarkan pada persamaan regresi tersebut di atas dapat dimaknai sebagai berikut:
1) Besaran konstanta 5,25 mempunyai makna apabila variabel Inflasi bernilai konstan maka tingkat kemiskinan sebesar 5,25 satuan, besaran konstanta tersebut
signifikan
2) Besaran koefisien β1 = 0,0166 mempunyai makna apabila variabel inflasi
meningkat sebesar 1 satuan , maka besaran tingkat kemiskinan 0,0166 satuan dan
besaran koefisien tersebut signifikan dan sebaliknya
3) Besaran koefisien determinasi (R2) adalah 0,38 persen. Hal ini bermakna bahwa
variasi tingkat kemiskinan di pengaruhi oleh inflasi sebesar 0,38 persen, sedangkan
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
65
sisanya 99, 62 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukan
dalam model tersebut.
4) Nilai uji ttabel = 1,77 lebih besar dari uji t hitung = 0,206 ini membuktikan hipotesis di tolak bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap kemiskinan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dengan mengacu pada hasil penelitian serta temuan lainnya yang diperoleh selama
penelitian berlangsung, beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
1. Tranportasi, kunjungan wisata dan jumlah penduduk berpengaruh secara simultan dan tidak signifikan terhadap Inflasi di kota pangkalpinang
2. Tranportasi, kunjungan wisata dan jumlah penduduk secara parsial berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap inflasi. Dari tiga variabel independen yang
diteliti faktor yang paling dominan adalah jumlah penduduk, dimana jumlah
penduduk banyak membawa dampak pada peningkatan inflasi (elastis), sedangkan
yang terkecil transportasi artinya perubahan sektor ini tidak banyak membawa
dampak pada perubahan inflasi yang positif dikota Pangkalpinang. Koefisien
regresi bertanda positif (+) dan negatif (-), artinya semua koefisien menunjukkan
berlawanan arah.
3. Inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penggangguran di kota Pangkalpinang
4. Inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran di kota Pangkalpinang
5.2. Saran - saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, penulis memberi saranbagi pengembangan
pariwisata di kota Pangkalpinang sebagai berikut:
1. Memastikan keterprogramnya selain sektor transportasi, kunjungan wisata yang
merupakan hal yang dapat menekankan inflasi begitu juga dengan jumlah penduduk
merupakan faktr yang paling dminan terjadinya inflasi.
2. Dalam upaya optimalisasi pengembangan sumber daya pariwisata, baik alami
maupun budaya, perlu dibuat portofolio strategi pariwisata yaitu: portofolio
pasar/customer (personal, business, international) dan portofolio product (alam,
budaya, buatan manusia). Lakukan pemetaan pariwisata, terutama segmentasi, target
dan posisi pasar, dan berikutnya tetapkan strategi implementasi pemasaran.
3. Membuat konsensus stakeholders di tingkat nasional, provinsi, dan kota/kabupaten
(pemerintah, swasta, dan masyarakat) untuk pengembangan pariwisata daerah serta
menyiapkan rencana pengembangan kawasan terpadu (master plan) untuk Kawasan
Pariwisata Strategis. Kepedulian stakeholders ini dengan sendirinya akan
meningkatkan investasi sektor pariwisata dan kesempatan kerja yang pada
gilirannya akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
4. Sebagai penelitian awal untuk daerah tentang inflasi mulai menggeliat, kiranya
penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk kajian
yang sama dengan menitik beratkan pada variabel-variabel yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, S. (2011). Terhadap Pengangguran Terbuka Dan, 173–182.
Amaliyah, R., & Witiastuti, R. S. (2012). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
66
Literasi Keuangan di Kalangan UMKM Kota Tegal. Management Analysis
Journal, 1(2), 252–257.
Atmadja, A. S. (2004). INFLASI DI INDONESIA : SUMBER-SUMBER PENYEBAB
DAN PENGENDALIANNYA. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan.
Barika. (2013). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah,
Pengangguran dan Inflasi terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Se Sumatra.
Jurnal Ekonomi Dan Perencanaan Pembangunan, 5(1), 27–36.
Brata, A. G. (2005). Investasi Sektor Publik Lokal, Pembangunan Manusia, Dan
Kemiskinan. Jurnal Ekonomi Bisnis, Vol 5(stikubank), 5.
Ekonomi, F., Bisnis, D. A. N., Islam, U., & Alauddin, N. (2016). Pengaruh Jumlah
Penduduk Dan Inflasi Terhadap Pengangguran di Kota Makssae 2002-2014.
Fajri Arif Wibawa. (2015). INFLASI. Economic.
Firdaus, R. B. P. dan M. F. (2009). Pengaruh infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi
wilayah di indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Pembangunan, 2, 222–236.
Giri, M., Henny, P. M., & Dewi2, U. (1994). PENGARUH INFLASI DAN INVESTASI
TERHADAP PENGANGGURAN DI PROVINSI BALI TAHUN 1994-2013. E-
Jurnal EP Unud, 5(1), 69–95.
Hapsari, N. A. (2015). Dampak Pengangguran Terhadap Perekonomian Indonesia.
jakarta.
Kadir, A. (2006). Tranportasi : Peran dan Dampaknya Dalam Pertumbuhan Ekonomi
Nasional. Jurnal Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah Wahana Hijau, 1(3),
121–131.
Mahsunah, D. (2013). Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendidikan Dan
Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Jawa Timur. Jurnal Pendidikan Ekonomi
(JUPE), 1(3), 1–17.
Maryanne, D. M. Della. (2009). PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, SUKU
BUNGA SBI, VOLUME PERDAGANGAN SAHAM, INFLASI DAN BETA
SAHAM TERHADAP HARGA SAHAM. Jurnal Ekonomi, Bisnis &
Entrepreneurship.
Muslim, M. R. (2014). Pengangguran Terbuka Dan Determinannya. Jurnal Ekonomi
Dan Studi Pembangunan Volume 15, Nomor 2, 15(2), 171–181.
Qomariyah, I. (2011). Pengaruh tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap
tingkat pengangguran di jawa timur. Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE), 1(3).
Rahmasari, M. K. L. (2015). Website sebagai Media Pemasaran Produk-Produk
Unggulan UMKM di Kota Semarang. JURNAL APLIKASI MANAJEMEN. ISSN:
1693-5241, 13(2), 186–196.
Rizki, K., & Indonesia, E. D. I. (2016). PENGARUH INFLASI DAN TINGKAT
PENGANGGURAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI
INDONESIA Aziz, 2(1).
Sari, E. R. (2014). Pengaruh Penyaluran Kredit UMKM terhadap Pertumbuhan UMKM
di Indonesia dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional (Periode 2008-
2012). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB.
Siregar, H., & Wahyuni, D. (2007). Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Economics Development, (pertumbuhan
ekonomi dan penduduk miskin), 1–28.
Tandris, R., Tommy, P., & Murni, S. (2014). Suku Bunga, Inflasi dan Nilai Tukar
Pengaruhnya Terhadap Permintaan Kredit Perbankan di Kota Manado. Jurnal
Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 2(1), 243–253.
Widodo, A. W., & Mahmudy, W. F. (2010). Penerapan Algoritma Genetika pada
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
67
Sistem Rekomendasi Wisata Kuliner. Jurnal Ilmiah Kursor, 5(4), 205–211.
Wulandari Widia. (2014). DAMPAK KEBIJAKAN PERIZINAN INVESTASI
BIDANG PARIWISATA (OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA) TERHADAP
PEREKONOMIAN KOTA WISATA BATU TAHUN 2010-2013. Ilmiah.
Yacoub, Y. (2012). Pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan
Kabupaten / Kota di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Ekonomi Sosial, 8(3), 176–
185.
ISSN: 2443-2164
49
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI SERTA
DAMPAKNYA PADA PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI KOTA
PANGKALPINANG
Hamdan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pertiba Pangkalpinang
Afrizal Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pertiba Pangkalpinang
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh transportasi, kjumlah kunjunga wisata dan jumlah
terhadap Inflasi baik secara simultan maupun secara parsial. Selanjutnya untuk menganalisis
pengaruh inflasi terhadap pengangguran dan tingkat kemiskinan. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder di kota Pangkalpinang. Data yang dianalisis berbentuk time series
pada periode 2005 – 2017. Data penelitian dianalisis dengan teknik analisis regresi, yang
pengelolahannya dilakukan melalui perangkat lunak Eviews.
Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif dan tidak signifikan secara simultan
transportasi, jumlah kunjungan wisata dan jumlah penduduk terhadap inflasi. Secara parsial bahwa
transportasi dan kunjungan wisata dapat menurunkan inflasi sedangkan jumlah penduduk dapat
menaikkan tingkat inflasi.
Kata Kunci: Transportasi, jumlah kunjungan wisata, jumlah penduduk, inflasi, pengangguran dan
tingkat Kemiskinan
1. PENDAHULUAN
Salah satu tolok ukur ekonomi makro yang digunakan untuk melihat stabilitas
perekonomian suatu negara atau daerah adalah tingkat inflasi. Perubahan tingkat
inflasi akan berdampak terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi. Dalam pandangan
teori ekonomi, inflasi merupakan gejala moneter dalam suatu negara dimana naik
turunnya tingkat inflasi cenderung mengakibatkan terjadinya gejolak ekonomi
Terjadinya krisis moneter di Indonesia diawali dengan terdepresiasinya secara
tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika, yang
mengakibatkan domino effect salah satunya akbatnya terjadi lonjakan harga barang-
barang yang diimpor Indonesia dari luar negeri. Lonjakan harga barang-barang impor
ini menyebabkan harga barang yang dijual di dalam negeri meningkat baik secara
langsung maupun secara tidak langsung. Karena pemerintah gagal mengatasi krisis
moneter yang terjadi dalam jangka waktu yang singkat, maka menyebabkan kenaikan
tingkat harga terjadi secara umum dan semakin tak terkendalikan. Akibatnya angka
inflasi nasional melonjak cukup tajam. Lonjakan yang cukup tajam terhadap angka
inflasi nasional yang tanpa diimbangi oleh peningkatan pendapatan nominal
masyarakat, telah menyebabkan pendapatan riil rakyat semakin merosot. Juga,
pendapatan per kapita penduduk merosot relatif sangat cepat sehingga mengakibatkan
Indonesia kembali masuk dalam golongan negara miskin. Menurut (Prastyo, 2010)
inflasi telah menyebabkan semakin beratnya beban hidup masyarakat, khususnya pada
masyarakat ekonomi lemah akibat dasyatnya pengaruh lonjakan angka inflasi di
Indonesia (akibat dari imported inflation yang dipicu oleh terdepresiasinya nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing) terhadap perekonomian nasional, maka dirasa perlu
untuk memberikan perhatian ekstra terhadap masalah inflasi ini dengan cara mencermati
kembali teori-teori yang membahas tentang inflasi; faktor-faktor yang menjadi sumber
penyebab timbulnya inflasi di Indonesia; serta langkah-langkah apakah yang sebaiknya
diambil untuk dapat keluar dari perangkap inflasi ini.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
50
Akibatnya angka inflasi nasional melonjak cukup tajam berimbas kepada
seluruh daerah di Indonesia termasuk provinsi kepulauan Bangka Belitung khususnya
Kota Pangkalpinang yang merupakan pusat transaksi jasa, pusat bisnis dan dan pusat
perdagangan. Dari kutipan Kepala Biro Ekonomi Babel, Ahmad Yani didampingi
Kepala Unit Bank Indonesia Perwakilan Babel, saat memberikan sambutan di acara
Capacity Buiding untuk Wartawan Ekonomi di Ballroom Nagoya Hill, Batam,
bangkapos.com, Batam, Kamis (4/5/2017) bahwa inflasi di Bangka Belitung sebesar
6,75 persen, Secara tahunan, inflasi Kota Pangkalpinang sebesar 9,26 persen, ternyata
menjadi sorotan nasional karena inflasi nasional 3,02 persen pada Desember 2016. Hal
ini dikarenakan inflasi di Pangkalpinang tertinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota
lainnya di Indonesia. Berikut adalah gambaran inflasi yang terjadi di Pangkalpinang.
Tabel 1.1
Laju inflasi Pangkalpinang periode tahun 2005-2017 (%) Tahun Nasional Kep.Babel Pangkalpinang
2005 17,11 13, 11 13, 11
2006 6,60 6,20 6,20
2007 6,59 2,64 2,64
2008 11,06 18,40 18,40
2009 2,78 2,50 2,50
2010 6,96 9,36 9,36
2011 3,79 5,00 5,00
2012 4,30 5,16 6,57
2013 8,38 8,38 8,71
2014 8,36 9,06 6,81
2015 3,35 3,27 4,65
2016 3,02 6,75 7,43
2017 3,61 6,50 9,26
Sumber: BPS Babel 2017 (diolah)
Dari tabel 1.1 terlihat bahwa kota pangkalpinang mengalami tingkat inflasi
tertinggi setiap tahun, hal ini akan berdampak pada pembangunan terutama yang
mengakibatkan pengangguran. Memang masalah pokok yang dihadapi semua negara
adalah salah satunya pengangguran. Menurut (Hapsari, 2015) mengemukakan bahwa
pengangguran yang tinggi berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap
kemiskinan, kriminalitas dan masalah-masalah sosial politik yang juga semakin
meningkat. Dengan jumlah angkatan kerja yang cukup besar, arus migrasi yang terus
mengalir, serta dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini, membuat
permasalahan tenaga kerja menjadi sangat besar dan kompleks. Pengangguran terjadi
disebabkan jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja.
Sempitnya lapangan pekerjaan dikarenakan karena faktor kelangkaan modal untuk
berinvestasi. Dari hasil kajian dan didukung data pada statistik tersebut Kota
pangkalpinang mempunyai peluang terjadinya penggangguran yang tinggi dan akan
diikuti oleh kemiskinan meningkat. Data pengangguran seperti yang disajikan berikut
mempunyai trend yang kurang baik. Berikut tabel penulis sajikan yang diambil dari
BPS Bangka Belitung.
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
51
Tabel 1.2
Laju pengangguran di Pangkalpinang periode tahun 2005-2017 (%) Tahun Nasional Kep.babel Pangkalpinang
2005 11,24 8.10 10,02
2006 10,28 8.99 10,05
2007 9,11 6.49 10,81
2008 8,39 5.99 11,03
2009 7.87 6.14 11,05
2010 7,14 5.63 9,37
2011 6,96 3.61 5,63
2012 6,37 3.49 5,25
2013 5.88 3.70 6,66
2014 5,70 5.14 8,84
2015 5,81 6.29 10,64
2016 5,50 2.60 10,81
2017 5,33 3.78 5,80
Sumber: BPS 2018 (diolah)
Dari tabel 1.2 di atas memperlihatkan bahwa pengangguran di Kota
Pangkalpinang cukup tinggi, pada tahun 2005 tinggkat pengangguran sebesar 10,02
persen, provinsi kepulauan Bangka Belitung sebesar 8,10 persen sedangkan secara
nasional 11,24 persen. Penggangguran secara nasional terus menunjukan penurunan
yang cukup signifikan dari tahun 2005 sebesar 11,24 persen terus menurun sampai pada
tahun 2017 hanya sebesar 5,33 persen. Begitu juga dengan Provvinsi Kepulauan Bangka
Belitung dari tahun 2005 sebesar 8,10 persen juga terus menurun hingga tahun 2017
hanya 3,78 persen, walaupun pada tahun 2015 ada kenaikan sebesar 6,29 persen. Beda
masalahnya dengan Kota Pangkalpinang bahwa tingkat pengangguran sejak tahun 2005
sampai dengan tahu 2017 cenderung stagnasi dan hanya sedikit sekali penurunannya
jika kita bangdingkan dengan tingkat nasional dan provinsi. Pada tahun 2005 ada
kecenderungan naik dari 10,02 persen menjadi 11,05 persen kemudian turun pada tahun
2012 sebesar 5,25 persen, dan naik kembali pada tahun 2016 menjadi 10,81persen
sedangkan Provinsi kepulauan Bangka Belitung pada tahun yang sama hanya sebesar
2,60 persen. Pada tahun 2017 Pangkalpinang tetap merupakan tingkat pengangguran
yang tertinggi secara nasional maupun tingkat provinsi di kepulauan Bangka Belitung.
Penulis berasumsi bahwa pengangguran mempunyai dampak yang luas terhadap
kehidupan sosial ekonomi terutama akan mempengaruhi tingkat kemiskian. Menurut
Yacoub, 2012) bahwa tingkat pengangguran berpengaruh signifikan terhadap tingkat
kemiskinan dan selalu menunjukkan pola hubungan yang tidak selalu searah antara
tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan. Sedangkan menurut (Muslim, 2014)
bahwa kesempatan kerja yang ada dengan angkatan kerja terjadi kesenjangan yaitu
peningkatan jumlah kesempatan kerja tidak sebanding dengan peningkatan angkatan
kerja yang meningkat lebih cepat, hal ini akan berdampak pada terciptanya
pengangguran Pengangguran yang terjadi akan memiliki dampak terhadap kehidupan
sosial yaitu tingkat kriminal dan kekerasan, hal ini akan berpengaruh pada stabilitas dan
pembangunan ekonomi akan terhambat serta kesehjateraan akan berkurang.
Penganguran merupakan permasalahan yang terjadi di berbagi daerah di Indonesia
termasuk pangkalpinang. Dari data yang penulis temukan pada BPS Provinsi kepulauan
Bangka Belitung adalah sebagai berikut:
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
52
Tabel 1.3
Laju penduduk miskin di Pangkalpinang periode tahun 2005-2017 (%) Tahun Nasional Kep.babel Pangkalpinang
2005 11,13 9,74 6,63
2006 10,86 10,91 7,60
2007 12,52 9,54 6,85
2008 11,65 7,89 5,74
2009 10,72 7,37 5,79
2010 9,87 6,51 6,02
2011 9,23 5,16 4,15
2012 8,60 5,37 4,29
2013 8,52 5,25 4,15
2014 8,16 4,97 4,04
2015 8,22 5,40 4,97
2016 7,73 5,22 5,02
2017 7,26 5,30 4,80
Sumber: BPS 2018 (diolah)
Dari tabel 1.3 terlihat bahwa laju kemiskinan di pangkalpinang setiap tahun
masih dibawah kemiskinan provinsi kepulauan Bangka Belitung dan Nasional. Tetapi
jangkauan penurunan kemiskinan hanya 3,56 persen sedangkan jangkauan penurunan
mencapai 5,94 persen dan begitu juga dengan penurunan tingkat kemiskinan dengan
jangkauan sebesar 5,26 persen. jika kita bandingkan angka kemiskinan dipangkalpinang
belum begitu baik jika dibangdingkan dengan provinsi kepulauan Bangka Belitung. Jika
kita bandingkan dengan angka pengangguran secara umum lebih banyak dari pada
angka kemiskinan. Hal ini menjadi sebuah paradigma penulis untuk meneliti apakah ada
hubungannya antara pengangguran dan kemiskinan. Sebagai contoh pada tahun 2016
angka pengangguran sebesar 10,81 persen sedangkan angka kemiskinan sebesar 5,02
persen dengan jumlah penduduk dengan hitungan yang sama.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh Tranportasi, kunjungan wisata, jumlah penduduk, secara
simultan terhadap Inflasi di Kota Pangkalpinang.
2. Bagaimanakah pengaruh Tranportasi, kunjungan wisata, jumlah penduduk, secara
parsial terhadap Inflasi di Kota Pangkalpinang.
3. Bagaimanakah pengaruh inflasi terhadap Pengangguran.
4. Bagaimanakah pengaruh inflasi terhadap Kemiskinan.
B. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Tranportasi, kunjungan wisata,
jumlah penduduksecara simultan terhadap Inflasi di Kota Pangkalpinang
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Tranportasi, kunjungan wisata,
jumlah penduduksecara parsial terhadap Inflasi di Kota Pangkalpinang
3. Untuk mengetahuidan menganalisispengaruh Inflasi terhadap Pengangguran.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Inflasi terhadap kemiskinan.
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
53
2. KAJIAN TEORI
2.1.Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Ilmu Ekonomi Wilayah dan Perkotaan sampai saat ini telah jauh berkembang. Menurut
Perroux dalam Ijaiya, Gaffar T. (2011,15), secara umum terdapat tiga teori
pertumbuhan yang cukup terkenal dan bersifat dominan. Masing-masing teori model
menggunakan variabel dan formulasi tersendiri, sehingga menghasilkan analisis dan
kesimpulan berbeda tentang faktor penentu pertumbuhan ekonomi regional. Dalam
praktiknya penerapan model-model ini dapat dilakukan secara utuh atau ada pula dalam
bentuk penggabungan dari beberapa model tertentu, tergantung dari kondisi wilayah
yang bersangkutan. Tentunya para pengambil kebijakan harus dapat memilih secara
tepat, model mana yang sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang terdapat di
daerahnya masing-masing. Berikut inidiuraikan ide pokok dan formulasi dari model
pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.
2.1.1. Model Neo Klasik
Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan sangat ditentukan oleh
kemampuan wilayah tersebut untuk meningkatkan kegiatan produksinya. Sedangkan
kegiatan produki pada suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi daerah yang
bersangkutan, tetapi juga ditentukan pula oleh mobilitas tenaga kerja dan mobilitas
modal antar daerah. Karena kunci utama pertumbuhan ekonomi daerah adalah
peningkatan kegiatan produksi, dengan mengikuti pandangan Richardson (2001), maka
model Neo-klasik ini dapat diformulasikan yang diawali dari fungsi produksi. Dengan
menganggap bahwa fungsi produksi adalah bentuk Cobb-Douglas, maka dapat ditulis:
𝒀 = 𝑨𝑲𝜶𝑳𝜷, 𝜶 + 𝜷 = 𝟏 dimana Y melambangkan PDRB, K dan L masing-masingnya adalah modal dan tenaga
kerja. Karena analisis menyangkut pertumbuhan, maka semua variabel dianggap adalah
fungsi waktu (t). Dengan mengambil turunan matematika persamaan (2.8) terhadap
variabel t dapat diperoleh persamaan berikut ini: y=a+ αk+(1-α) dimana, y=dY/dt
menunjukkan peningkatan nilai PDRB (pertumbuhan ekonomi), a=dA/dt adalah
perubahan teknologi produksi secara netral (neutral technical change), k=dK/dt
menunjukkan penambahan modal (investasi), dan l=dL/dt menunjukkan penambahan
jumlah dan kualitas tenaga kerja. Persamaan (2.9) memberikan kesimpulan pertama
yang sangat penting dari model Neo-klasik yaitu pertumbuhan ekonomi suatu daerah
ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu kemajuan teknologi (a), penambahan modal
atau investasi (k) dan peningkatan jumlah serta kualitas tenaga kerja (1).
2.1.2. Teori Struktur Ekonomi
Proses pembangunan ekonomi yang sudah berlangsung cukup lama dan telah
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya disusul dengan suatu
perubahan mendasar dalam sruktur ekonominya. Perubahan struktur ekonomi terjadi
akibat perubahan sejumlah faktor, menurut sumbernya dapat dibedakan antara faktor-
faktor dari sisi permintaan agregat (AD), faktor-faktor dari sisi penawaran agregat (AS),
atau dari kedua sisi pada waktu yang bersamaan. Selain itu, perubahan struktur ekonomi
juga dipengaruhi secara langsung/tidak langsung oleh intervensi pemerintah di dalam
kegiatan ekonomi sehari-hari.
Dari sisi penawaran agregat (AS), faktor-faktor penting di antaranya adalah
pergeseran keunggulan komperatif, perubahan teknologi, peningkatan pendidikan atau
kualitas SDM, penemuan sumber-sumber bahan baku baru (new resources) untuk
produksi, dan akumulasi barang modal. Semua ini memungkinkan untuk melakukan
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
54
inovasi dalam produk atau proses produksi dan pertumbuhan produktivitas sektoral dari
faktor-faktor produksi yang digunakan. Ada dua teori utama yang umum digunakan
dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi, yakni teori migrasi dari Arthur Lewis
dan teori transformasi struktural dari Hollis Chenery. Teori Arthur Lewis (dalam
Jhingan 2004, h, 30 ) pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang
terjadi di daerah pedesaan (rural) dan di daerah perkotaan (urban). Dalam teorinya,
Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi
menjadi dua, yaitu perekonomian tradisional dipedesaan yang didominasi oleh sektor
pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama.
Di pedesaan karena jumlah penduduk yang tinggi, maka terjadilah kelebihan supply
tenaga kerja, dan tingkat kehidupan masyarakat berada pada kondisi subsisten akibat
perekonomian yang sifatnya juga subsistem.
2.1.3. Teori Pertumbuhan Solow Implisit dengan Pengangguran
Model ini dibangun dengan mengadopsi kerangka dasar model Solow, hanya saja
dimodifikasi dengan meliputi didalamnya ada pengangguran. Fungsi produksi dengan
menambah tenaga kerja dan memperbesar kemajuan teknologi direpresentasikan sbb:
Y = F (AN,K)
dimana:
Y = Output
N = Tenaga Kerja yang bekerja
K = Stok Modal
A = Efisiensi Tenaga Kerja.
Dengan asumsi bahwa fungsi tenaga kerja merupakan fungsi tujuan dengan constant
returns to scale, maka dapat ditulis:
y = f (n) dimana y adalah output perunit kapital dan n adalah efisiensi tenaga kerja perkapital,
sehingga:
𝒚 ≡𝑌
𝐾, 𝑛 ≡
𝐴𝑁
𝐾
Fungsi f(n) diasumsikan biasanya memiliki prilaku yang baik. Dengan model Solow
diasumsikan konstan yang proportional terhadap pendapatan yang ditabungkan sebagai
kapital, maka tingkat pertumbuhan kapital diberikan sebagai berikut:
𝑲∗
𝑲= 𝜹𝒇 𝒏 − 𝝈𝑲
dimana δ adalah pendapatan yang ditabungkan dan ζ adalah tingkat penghapusan dari
capital. Tenaga kerja dengan kemajuan teknologi yang diasumsikan menghasilkan
tingkat yang konstan, pada α;
𝑨∗
𝑨= 𝜶
2.2.Hubungan Teoritis Pendapatan Nasional, Pengangguran dan Kemiskinan
Apabila kaum klasik memandang penentu kegiatan ekonomi negara dari sisi penawaran,
yaitu berupa penggunaan faktor-faktor produksi untuk menjalankan kegiatan ekonomi
suatu negara, maka Keynes justru memandang dari sisi permintaan. Menurut Keynes,
yang menentukan kegiatan perekonomian suatu negara adalah tingkat permintaan
efektif, yaitu permintaan yang disertai oleh kemampuan untuk membayar barang dan
jasa yang diminta. Dengan demikian, dalam jangka pendek, tinggi rendah tingkat
pengangguran tergantung dari tinggi rendahnya permintaan efektif. Manakala
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
55
permintaan efektif semakin besar yang berarti daya beli masyarakat semakin tinggi
maka produsen akan mengimbanginya dengan cara memperbesar produksinya dan
untuk itu dibutuhkan tenaga kerja yang baru. Sebaliknya manakala permintaan efektif
menurun, maka perusahaan akan menurunkan produksinya dan ini tentu saja akan
mengurangi jumlah tenaga kerja yang terpakai (bandingkan dengan temuan Phillips
yang tergambarkan melalui kurva Phillips yang melihat hubungan antara tingkat inflasi
dan pengangguran).
Dalam análisis permintaan efektif, Keynes menganalisis permintaan dari berbagai
pelaku ekonomi dalam suatu negara (Bukan faktor ekonomi sebagaimana hal nya kaum
klasik). Sehingga analisis Keynes sering disebut sebagai permintaan aggregat
(menyeluruh). Untuk perekonomian tertutup sederhana, Keynes membagi permintaan
aggregat menjadi dua, yaitu sektor yaitu pengeluaran rumah tangga (C) dan pengeluaran
swasta berupa investasi (I). sedangkan untuk tiga sektor ditambah dengan pengeluaran
pemerintah (G). untuk perekonomian terbuka,Keynes memasukkan faktor luar negeri,
yaitu berupa ekspor dan impor, yang sering disebut sebagai ekspor neto ( X - M ).
Keynes membagi konsumsi rumah tangga menjadi dua macam, yaitu konsumsi
manakala pendapatan sama dengan nol atau Y = 0, dan konsumsi sehubungan dengan
tingkat pendapatannya yang sering dinotasikan sebagai C = a + bY atau dalam literatur
lain menggunakan notasi C = Co + c Y, dimana Co adalah konsumsi pada saat Y = 0,
dan c adalah koefisien penentu tingkat konsumsi (Marginal Propensity to Consums)
sehubungan dengan tingkat pendapatan. Makin besar tingkat pendapatan maka makin
besar pula konsumsi. Namun, besarnya perubahan konsumsi menurut Keynes masih
lebih kecil dari besarnya perubahan pendapatan. Kelebihan pendapatan, yang tidak
dikonsumsi ditabung dan ini adalah sumber untuk investasi. Tingkat investasi
sebagaimana telah dijelaskan di atas menurut Keynes bukan saja dipengaruhi oleh suku
bunga, tetapi juga tergantung dari harapan keuntungan di masa yang akan datang.
Dalam hal ceteris paribus, maka besarnya tabungan akan mempengaruhi besarnya
tingkat investasi. Untuk perekonomian dua sektor, besarnya investasi sama dengan
besarnya tabungan, karena memang hanya tabunganlah sumber dana yang tidak
digunakan untuk konsumsi, sedangkan untuk perekonomian 3 sektor, besarnya investasi
tergantung dari besarnya tabungan masyarakat dan pengeluaran pemerintah.
2.3.Ukuran Kemiskinan
Kemiskinan dapat dikaitkan dengan jenis tertentu dari konsumsi seperti mempunyai
rumah miskin atau makanan kurang bergizi dan kesehatan yang buruk. Definisi
kemiskinan dapat diukur dari nutrisi atau angka melek huruf atau literacy (Haughton
dan Kandker, 2009). Sedangkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi dimana seseorang atau
sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan
dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar yang harus terpenuhi
antara lain: (a) kebutuhan pangan; (b) kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air
bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup; (c) rasa aman dari
perlakuan atau ancaman tindak kekerasan; dan (d) hak untuk berpartisipasi dalam
kehdupan sosial-politik. Menurut pandangan beberapa peneliti, kemiskinan
didefinisikan dalam konteks yang sangat luas, seperit tidak dapat memenuhi “kebutuhan
dasar”. Kebutuhan dasar berkaitan secara fisik (makanan, kesehatan, pendidikan dan
perumahan) dan non fisik (partisipasi, identitas).
Kemiskinan dapat juga didefinisikan menurut pendekatan kemiskinan absolut
dan kemiskinan relatif (Abdul Hakim, 2009). Kemiskinan absolutditentukan
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
56
berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum seperti
pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan yang diperlukan untuk dapat
hidup dan bekerja. Kebutuhan dasar minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial
dalam bentuk uang dan nilainya dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk
yang memiliki rata-rata pendapatan/pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis
kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.
3. METODOLGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan selama 3 (tiga ) bulan yang dimulai pada bulan Januari 2018
hingga bulan Maret 2016, yang dimulai dari proses penentuan judul penelitian,
penyusunan proposal, izin wilayah penelitian, penentuan unit yang akan dianalisis,
pengumpulan data dan fakta dilapangan sampai dengan pengolahan dan analisis data.
Tempat atau obyek data penelitian dilakukan di Kota Pangkalpinang Provinsi kepulauan
Bangka Belitung. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
pengumpulannya berupa runtut waktu selama 13 tahun yaitu dari tahun 2005 sampai
dengan 2017. Penelitian dilakukan dengan memperoleh data sekunder dari instansi
berikut:
1. Badan Pusat Statistik Nasional
2. Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
4. Dinas Perdagangan dan Industri Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
5. Dinas Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
6. Dinas perhubungan darat dan laut
3.1.Populasi dan Sampel
Pengertian populasi adalah keseluruhan orang, keseluruhan data yang menjadi sasaran
penelitian. Dari keseluruhan penelitian populasi yang sangat luas diambil sebagian yang
disebut populasi target. Sampel adalah sebagian kecil dari populasi yang dianggap dapat
mewakili populasi secara keseluruhan (Mukhtar, 2013, hal 93).
Dapat disimpulkan bahwa populasi adalah seluruh data dalam penelitian
merupakan seluruh wilayah yang diteliti. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
populasi adalah seluruh data variabel penelitian yang berhubungan dengan pengaruh
terhadap inflasi, pengangguran dan kemiskinan di Pangkalpinang. Sedangkan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini data variabel mpenelitian yang berhubungan
dengan pengaruh Tranportasi, kunjungan wisata, jumlah penduduk, Pertumbuhan
Ekonomi wilayah sekitar dan Kredit Modal UMKM terhadap Inflasi, pengangguran,
kemiskinan di Kota Pangkalpinang selama 13 (tiga belas) tahun penelitian yaitu periode
tahun 2005 sampai dengan tahun 2017.
3.2. Prosedur, Variabel dan Operasionalisasi Variabel
Terkait dengan penelitian ini maka variabel penelitian diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Variabel Independen/Bebas
Adapun variabel bebas dalam penelitian ini meliputi: Tranportasi (X1), kunjungan
wisata (X2), jumlah penduduk (X3) Pertumbuhan Ekonomi wilayah (X4), Kredit
Modal UMKM (X5)
2) Variabel Dependen/Output/Kriteria/Konsekuen/Terikat
Adapun variable terikat dalam penelitian ini adalah Inflasi(Y), pengangguran (Z1)
dan kemiskinan (Z2).
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
57
3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi Operasional Variable Penelitian ebagaai berikut:
1) Transportasi (X1) adalah banyaknya kedatang alat transportasi kapal laut dan
pesawat ke kota Pangkalpinang
2) Kunjungan wisata (X2) adalah banyaknya wisatawan datang ke pangkalpinang
3) Jumlah Penduduk (X3) adalah jumlah penduduk pangkalpinag setiap tahun
4) Pertumbuhan ekonomi sekitar (X4) adalah rata-rata PDRB di kabupaten Bangka,
kabupaten Bangka Tengah dan Kabupaten Bangka Selatan
5) Kredit Modal UMKM (X5) adalah jumlah modal yang diberikan pemerintah kepada
UMKM setiap tahun
6) Inflasi (Y) adalah jumlah uang beredar di masyarakat.
7) Pengangguran (Z1) adalah pesentase jumlah penduduk yang masuk dalam
angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum
mendapatkannya kota Pangkalpinang
8) Kemiskinan (Z3) adalah persentase penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan (poverty line), di Pangkalpinang.
3.4.ANALISIS DATA DAN PENGUJIAN HIPOTESIS
Analisa data yang digunakan adalah analisa kuantitatif dengan menggunakan analisis
regresi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan alat bantu program pengelola data
yaitu eviews versi 8.
3.5.Pengujian Data dengan Asumsi Klasik/BLUE
3.5.1. Uji Normalitas
Uji asumsi normalitas dapat diketahui dari beberapa cara yang akan menghasilkan
kesimpulan yang hampir sama pula. Asumsi normalitas dapat dideteksi dari plot sebaran
data maupun uji statistik. Adapun beberapa cara untuk mendeteksi normalitas data,
seperti: (1). menggunakan histogram; (2). uji yang dikembangkan oleh Jarque-Bera (J-
B). Menurut Widarjono (2009, 49) menyebutkan bahwa dengan uji Jarque – Bera dapat
menggunakan perhitungan skewness dan kurtosis. Adapun formula uji statistic Jarque-
Bera adalah sebagai berikut:
S2
( k – 3 )2
JB = +
6 24
Keterangan:
S = Koefisien Skewness
k = Koefisien Kurtosis
Jika nilai JB lebih kecil dari nilai chi-Square maka menerima hipotesis
nol bahwa residual berdistribusi normal, sebaliknya jika nilai JB lebih besar dari nilai
chi Square maka menolak hipotesis nol bahwa residual berdistribusi tidak normal.
Dengan makna lain, jika nilai jarque-Bera lebih kecil dibandingkan nilai X2 tabel, maka
data dinyatakan berdistribusi normal. sebaliknya jika nilai Jarque-Bera lebih besar
dibandingkan dengan nilai X2 tabel, maka diduga data dinyatakan tidak berdistribusi
normal.
3.5.2. Uji Mulktikolinieritas Ghozali (2010, 95) mengemukakan bahwa uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen).Untuk model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
58
variabel independen. Widarjono (2009, 106-107) menyebutkan bahwa menggunakan
koefisien korelasi parsial antar variabel independen untuk menguji ada tidaknya
multikolinieritas jika koefisien korelasi cukup tinggi katakan di atas 0,85 maka diduga
ada multikolinieritas dalam model. Cara lain uji multikolinieritas adalah dengan regresi
auxiliary yaitu dengan melakukan regresi setiap variabel independen (X) dengan sisa
veriabel indepeden (X) yang lain, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
variabel independen (X) yang satu berhubungan dengan variabel independen (X) yang
lainnya.
3.5.3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dianjurkan oleh Halbert White. White dalam Mudrajad Kuncoro
(2010, 96) berpendapat bahwa uji X2 merupakan uji umum ada tidaknya misspesikasi
model karena hipotesis nol yang melandasi adalah asumsi bahwa: (1) residual adalah
homoskedastisitas dan merupakan variabel independen; (2) spesifikasi linier atas model
sudah benar. Dengan hipotesis nol tidak ada heteroskedastisitas, jumlah observasi (n)
dikalikan R2 yang diperoleh dari regresi auxiliary secara asimtotis akan mengikuti
distribusi chi–square dengan degree of freedom sama dengan jumlah variabel
independen ( tidak termasuk konstanta). Bila salah satu atau dua asumsi ini tidak tidak
terpenuhi akan mengakibatkan nilai statistik t yang signifikan. Namun sebaliknya, nilai
statistik t tidak signifikan berarti kedua asumsi di atas dipenuhi. Artinya, model yang
digunakan lolos dari masalah heteroskedastisitas. Dengan makna lain, jika nilai Obs*R-
squared lebih kecil dibandingkan nilai X2
tabel, maka tidak terjadi masalah
Heteroskedastisitas, sebaliknya jika nilai Obs*R-squared lebih besar dari nilai X2
tabel,
maka diduga model telah terjadi masalah Heteroskedastisitas.
3.5.4. Uji Autokorelasi
Ghozali (2010, h. 99) mengemukakan bahwa uji autokorelasi bertujuan menguji apakah
dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Adapun dalam penelitian
ini penulis menggunakan uji autokorelasi dengan uji Breusch-Godfrey atau nama
lainnya uji Lagrange-Multiplier. Kriteria pengujian jika nilai Obs*R-squared lebih kecil
dibandingkan nilai X2
tabel, maka tidak terjadi masalah autokorelasi, sebaliknya jika
nilai Obs*R-squared lebih besar dari nilai X2
tabel, maka diduga model telah terjadi
masalah auto korelasi.
3.4.Analisis Regresi
Telah dikemukakan di bab sebelumnya bahwa dalam penelitian inimenggunakan data
times series.Riduan & Kuncoro (2007, h. 115) mengemukakan bahwa analisis regresi
merupakan model structural yang bertujuan untuk menguji besarnya sumbangan
(kontribusi) yang ditunjukan oleh koefisien regresi setiap variabel penelitian pada
diagram regresi yang telah ditetapkan. Dalam analisis regresi yang telah ditetapkan
dalam penelitian ini akan diperoleh besaran hubungan kausal variabel bebas (X)
terhadap variabel (Y) serta dampaknya pada variabel (Z). Berdasarkan kerangka
pemikiran penelitian, maka model analisis regresi dilihat gambar berikut:
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
59
Gambar 3.1. Analisis Regresi
Keterangan:
X1 = Transportasi
X2 = kunjungan wisata
X3 = jumlah penduduk
X4 = pertumbuhan Ekonomi wilayah sekitar
X5 = Kredit Modal UMKM
Y = Inflasi
Z1 = pengangguran
Z2 = Kemiskinan
βxiy= Koefisien regresi Variabel X terhadap Variabel Y
βyz i= Koefisien regresi Variabel Y terhadap Variabel Z
Berdasarkan Analisis Regresi di atas, maka dapat dirumuskan, beberapa persamaan
sebagai berikut:
f(X) = Y
Y = βo + βx1y X1 + βx2y X2+βx3y X3+ βx4y X4+ +ε1
Z1 = β01 + β𝑌 + ε2
Z2 = β02 + βY + ε3
Z3 = β03 + β𝑌 + ε4
3.5. Uji Kelayakan Model Penelitian
Wirasasmita (2008, 7-8) mengemukakan bahwa karateristik yang diukur dalam uji
kelayakan model meliputi:
X1
kerja(X2)
X2
kerja(X2)
Y
kerja(X2)
Z1
kerja(X2)
Z3
kerja(X2)
X3
kerja(X2)
X4
kerja(X2)
X5
kerja(X2)
β𝑌 z1
βx1y
βx3y
βx4yβ𝑌 Z3
ε1
ε2
ε4
βx2y
β𝑌 z3
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
60
1) Theoretical plausibility. Artinya arah pengaruh hasil uji hipotesis sesuai dengan
teori yang menjadi dasar pemikirannya
Table:
Teori Kelayakan Model Penelitian
Hubungan antar Variabel Pra estimasi Pasca estimasi
(X1, X2,X3,X4, X5)Y +
Y Z1 +
Y Z2 +
2) Accuracy of the estimates of the parameter. Apakah estimator parameter hipotesis
akurat (tidak bias) dan signifikan yang ditandai dengan terpenuhinya asumsi analisis
yang dipersyaratkan dan probalitas kesalahan statistik model (p-value) yang lebih
kecil daipada tingkat signifikansi alpha sebesar 0,05.
3) Explanatory ability. Apakah model penelitian memiliki kemampuan menjelaskan
hubungan antar fenomena ekonomi yang ditandai dengan standard error of
estimations yang rendah (lebih kecil dari 1⁄2 kali estimator).
4) Forecasting ability. Apakah model penelitian memiliki kemampuan prediksi atas
perilaku variabel akibat (respons) yang ditandai dengan koefisien determinasi yang
tinggi atau bernilai lebih dari 50%.
4. Hasil Penelitian
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data time series, serta penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk
mengetahui pengaruh dari variabel bebas (X) yaitu transportasi (X1), kunjungan wisata
(X2)dan jumlah penduduk (X3), terhadap Inflasi (Y) maka dilakukan analisis dengan
teknik regresi linier berganda serta untuk mengetahui dampaknya variabel lainnya
yakni antara variabel Inflasi (Y) terhadap pengangguran (Z1), dan tingkat Kemiskinan
(Z2) dilakukan analisis dengan teknik regresi linier sederhana. Dikarenakan analisis
data menggunakan data sekunder dalam satuan rasio, maka untuk penganalisaan analisis
regresi linier dapat dilakukan perhitungan langsung, dalam artian tidak perlu melakukan
konversi data.
4.1. Analisis Pengaruh variabel X terhadap variabel Y Sesuai dengan model yang telah ditetapkan yang dilandasi oleh teori. Maka penelitian
ini dibatasi terhadap 3 variabel bebas X yaitu transportasi (X1), kunjungan wisata
(X2)dan jumlah penduduk (X3), terhadap Inflasi (Y) Sesuai dengan hasil pengujian
asumsi klasik diatas, maka dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi
berganda. Hasil analisis yang diolah menggunakan aplikasi Eviews versi 8.0 for
Windows dengan hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut:
Dalam penelitian ini model analisisnya menggunakan model sebagai berikut:
model common effect, fixed effect dan random effect. Dari ketiga model tersebut untuk
selanjutnya peneliti menentukan mana yang tepat dengan data yang ada di penelitian ini.
Menurut pendapat para ahli Ekonometrika dalam Nacrowi dan hardius Usmab ( 2006, h,
318) dan menurut Judge, et al dalam Setiawan dan Dwi Endah Kusrini (2010, h, 192)
mensyaratkan sebagai berikut: (1) jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah
waktu (T) lebih besar dibandingkan jumlah individu (N) maka disarankan untuk
menggunakan model efek tetap ( fixed effect); (2) jika data panel yang dimiliki
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
61
mempunyai waktu (T) lebih kecil dibandingkan jumlah individu (N), maka disarankan
untuk menggunakan model efek random ( random effect). Namun apabila kita yakin
bahwa setiap jumlah individu (N) tidak diambil secara acak, maka model efek tetap (
fixed effect) lebih sesuai. Sebaliknya jika setiap individu (N) diambil secara acak, maka
model efek random (random effect) lebih sesuai. Oleh karena dalam penelitian ini setiap
individu (N) tidak diambil secara acak, maka untuk menganalisis regres dengan panel
dalam penelitian ini menggunakan efek tetap (fixed effect). Adapun hasil uji model
substruktur I dengan model efek tetap peneliti sajikan di tabel berikut
Tabel 4. 7 Pengujian dengan Model Efek Tetap
( Fixed Effect) Sub Struktur I
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 03/03/18 Time: 08:10
Sample (adjusted): 2006 2017
Included observations: 12 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.678615 33.61779 -0.020186 0.9844
X1 -0.000577 0.000789 -0.731392 0.4854
X2 -2.70E-05 6.07E-05 -0.444202 0.6687
X3 9.05E-05 0.000210 0.430263 0.6784
R-squared 0.090275 Mean dependent var 7.294167
Adjusted R-squared -0.250872 S.D. dependent var 4.181680
S.E. of regression 4.676890 Akaike info criterion 6.184345
Sum squared resid 174.9864 Schwarz criterion 6.345981
Log likelihood -33.10607 Hannan-Quinn criter. 6.124502
F-statistic 0.264622 Durbin-Watson stat 3.346201
Prob(F-statistic) 0.849102
Untuk selanjutnya berdasarkan tabel tersebut di atas maka dapat diformulasikan bentuk
persamaan regresi berganda sebagai berikut:
Y = 𝑓(X1, X2, X3, X4)
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3+ ε1
Y = -0,678 – 0,00057X1 – 2,7000X2 + 9,0500X3+ ε1
t-statistik = (-0.7313) (-0.4442) (0,4302)
R-squared = 0,090275
Adjusted R-squared = -0,250872
F-statistic = 0,2646
N = 13
Keterangan:
β0 = konstanta
βn = koefisien, n = 1,2,3,4
X1 = transportasi
X2 = kunjungan wisata
X3 = jumlah penduduk
Y = Inflasi
Berdasarkan pada persamaan regresi tersebut di atas dapat dimaknai sebagai berikut:
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
62
1) Besaran konstanta -0,678 mempunyai makna apabila variabel independen (X) yaitu transportasi (X1), kunjungan wisata (X2), jumlah penduduk (X3) bernilai 0 (nol)
maka besaran variabel dependen (Y) yaitu inflasi mengalami peningkatan
pertumbuhan secara konstan sebesar -0,678 satuan dan besaran konstanta tersebut
signifikan
2) Besaran koefisien β1 = – 0,00057 mempunyai makna apabila variabel independen yaitu transportasi (X1) meningkat sebesar 1 satuan dimana variabel kunjungan
wisata (X2) dan jumlah penduduk (X3) dan dianggap konstan, maka besaran
variabel dependen (Y) yaitu inflasi mengalami peningkatan pertumbuhan -0,67857
satuan dan besaran koefisien tersebut signifikan dan sebaliknya
3) Besaran koefisien β2 =– 2,7000 mempunyai makna apabila variabel independen
yaitu kunjungan wisata (X2) meningkat sebesar 1 satuan dimana variabel
transportasi (X1) dan jumlah penduduk (X3) dianggap konstan, maka besaran
variabel dependen (Y) yaitu inflasi di Pangkalpinang mengalami kenaikan sebesar
2,7000 satuan dan besaran koefisien tersebut signifikan dan sebaliknya.
4) Besaran koefisien β3 = 9,0500 mempunyai makna apabila variabel independen yaitu jumlah penduduk (X3) meningkat sebesar 1 satuan dimana variabel sektor
transportasi (X1) dan jumlah kunjungan wisata (X2) dianggap konstan, maka
besaran variabel dependen (Y) yaitu inflasi di Pangkalpinang mengalami
peningkatan 9,0500 satuan dan besaran koefisien tersebut signifikan dan
sebaliknya
5) Besaran koefisien determinasi Adjusted R-squared 0,2508720 atau 25,08 persen mempunyai makna bahwa variabel inflasi secara bersama sama di pengaruhi oleh
variasi independen transportasi (X1), kunjungan wisata (X2), jumlah penduduk
(X3) sedangkan sisanya 74, 92 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang
tidak dimasukan dalam model tersebut.
6) Dari empat variabel independen yang diteliti koefisien terbesar adalah varabel jumlah penduduk (β3 = 9,0500), dimana nilai koefisien ini menunjukan bahwa
perubahan jumlah penduduk banyak membawa dampak pada peningkatan inflasi
(elastis), sedangkan yang terkecil adalah koefisien variabel (β1 = – 2,7000 ), artinya
perubahan sektor ini tidak banyak membawa dampak pada peningkata inflasi
bahkan akan mengurani dampak inflasi.
4.2. Analisis pengaruh variabel Y terhadap Z1
Sesuai dengan model yang telah ditetapkan yang dilandasi oleh teori maka peneliti
menetapkan dampak dari variabel inflasi (Y) terhadap pengangguran (Z1.) di
Pangkalpinang. Adapun hasil uji model substruktur II dengan Model Efek Tetap(
Fixed Effect), peneliti sajikan tabel sebagai berikut:
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
63
Tabel 4.8 Pengujian dengan Model Efek Tetap( Fixed Effect)
Sub Struktur II tahun 2005-2017
Dependent Variable: Z1
Method: Least Squares
Date: 03/04/18 Time: 06:26
Sample (adjusted): 2006 2017
Included observations: 12 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 8.800332989531693 1.464764791431428 6.00801783399753
0.0001307044482534
977
Y 0.003838731013591846 0.1760385734839338 0.02180619245896234 0.9830315346326291
R-squared 4.75487419654419e-05 Mean dependent var 8.828333333333334
Adjusted R-squared -0.09994769638383794 S.D. dependent var 2.327924683775945
S.E. of regression 2.441489959259818 Akaike info criterion 4.774105826912453
Sum squared resid 59.60873221166509 Schwarz criterion 4.854923601877119
Log likelihood -26.64463496147472 Hannan-Quinn criter. 4.744184191367561
F-statistic 0.0004755100295583034 Durbin-Watson stat 0.8852552613200315
Prob(F-statistic) 0.9830315346326291
Sumber: data sekunder
Berdasarkan tabel 4.8 tersebut di atas maka dapat diformulasikan bentuk
persamaan regresi sebagai berikut:
Z1 = 𝑓( 𝑌 )
Z1= β0 + β1𝑌 + ε2
Z1 = 8,800 + 0,008 𝑌 + ε2
t statistic = 0,021
R-squared = 47.54 persen
n = 13
keterangan:
β0 = konstanta
β1 = koefisien
Z1 = penganguran
Y = inflasi
Berdasarkan pada persamaan regresi tersebut di atas dapat dimaknai sebagai berikut:
1) Besaran konstanta 8,800 mempunyai makna apabila variabel Inflasi bernilai konstan maka besaran pengangguran sebesar 8,800 satuan, besaran konstanta
tersebut signifikan dan sebaliknya
2) Besaran koefisien β1 = 0,008 mempunyai makna apabila variabel inflasi sebesar 1 satuan, maka besaran penggangguran naik sebesar 0,008 satuan dan besaran
koefisien tersebut signifikan dan sebaliknya
3) Besaran koefisien determinasi (R2) adalah 47,54 persen. Hal ini bermakna bahwa
variabel pengguran dipengaruhi oleh inflasi sebesar 47,54 persen, sedangkan
sisanya 52,46 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukan
dalam model tersebut.
4) Uji t tabel = 1,77 lebih besar dari t hitung = 0,21 ini berarti bahwa inflasi tidak
berpengaruh terhadap pengangguran.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
64
4.3. Analisis Pengaruh variabel Y tergadap variabel Z2 Sesuai dengan model yang telah ditetapkan yang dilandasi oleh teori maka peneliti
menetapkan dampak dari variable Y.yaitu Inflasi terhadap tingkat kemiskinan (Z2) di
Pangkalpinang. Adapun hasil uji model substruktur III dengan Model Efek Tetap( Fixed
Effect), peneliti sajikan tabel sebagai berikut:
Tabel 4.9 Pengujian dengan Model Efek Tetap( Fixed Effect)
Sub Struktur III tahun 2005-2017 Dependent Variable: Z2
Method: Least Squares
Date: 03/04/18 Time: 07:01
Sample: 2005 2017
Included observations: 13
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 5.259719 0.707045 7.439015 0.0000
Y 0.016630 0.080508 0.206565 0.8401
R-squared 0.003864 Mean dependent var 5.388462
Adjusted R-squared -0.086694 S.D. dependent var 1.154764
S.E. of regression 1.203780 Akaike info criterion 3.349448
Sum squared resid 15.93994 Schwarz criterion 3.436363
Log likelihood -19.77141 Hannan-Quinn criter. 3.331583
F-statistic 0.042669 Durbin-Watson stat 0.497231
Prob(F-statistic) 0.840124
Sumber: data sekunder (diolah)
Berdasarkan tabel tersebut di atas maka dapat diformulasikan bentuk persamaan
regresi sebagai berikut:
Z3 = 𝑓 (𝑌
Z3 = β0 + β1𝑌 + ε3
Z3 = 5,25 + 0,0166Y+ ε3
t statistic = 0,206
R-squared = 0,0038
n = 13
keterangan:
β0 = konstanta
β1 = koefisien
Y. = Inflasi
Z2 = tingkat kemiskinan
Berdasarkan pada persamaan regresi tersebut di atas dapat dimaknai sebagai berikut:
1) Besaran konstanta 5,25 mempunyai makna apabila variabel Inflasi bernilai konstan maka tingkat kemiskinan sebesar 5,25 satuan, besaran konstanta tersebut
signifikan
2) Besaran koefisien β1 = 0,0166 mempunyai makna apabila variabel inflasi
meningkat sebesar 1 satuan , maka besaran tingkat kemiskinan 0,0166 satuan dan
besaran koefisien tersebut signifikan dan sebaliknya
3) Besaran koefisien determinasi (R2) adalah 0,38 persen. Hal ini bermakna bahwa
variasi tingkat kemiskinan di pengaruhi oleh inflasi sebesar 0,38 persen, sedangkan
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
65
sisanya 99, 62 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukan
dalam model tersebut.
4) Nilai uji ttabel = 1,77 lebih besar dari uji t hitung = 0,206 ini membuktikan hipotesis di tolak bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap kemiskinan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dengan mengacu pada hasil penelitian serta temuan lainnya yang diperoleh selama
penelitian berlangsung, beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
1. Tranportasi, kunjungan wisata dan jumlah penduduk berpengaruh secara simultan dan tidak signifikan terhadap Inflasi di kota pangkalpinang
2. Tranportasi, kunjungan wisata dan jumlah penduduk secara parsial berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap inflasi. Dari tiga variabel independen yang
diteliti faktor yang paling dominan adalah jumlah penduduk, dimana jumlah
penduduk banyak membawa dampak pada peningkatan inflasi (elastis), sedangkan
yang terkecil transportasi artinya perubahan sektor ini tidak banyak membawa
dampak pada perubahan inflasi yang positif dikota Pangkalpinang. Koefisien
regresi bertanda positif (+) dan negatif (-), artinya semua koefisien menunjukkan
berlawanan arah.
3. Inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penggangguran di kota Pangkalpinang
4. Inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran di kota Pangkalpinang
5.2. Saran - saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, penulis memberi saranbagi pengembangan
pariwisata di kota Pangkalpinang sebagai berikut:
1. Memastikan keterprogramnya selain sektor transportasi, kunjungan wisata yang
merupakan hal yang dapat menekankan inflasi begitu juga dengan jumlah penduduk
merupakan faktr yang paling dminan terjadinya inflasi.
2. Dalam upaya optimalisasi pengembangan sumber daya pariwisata, baik alami
maupun budaya, perlu dibuat portofolio strategi pariwisata yaitu: portofolio
pasar/customer (personal, business, international) dan portofolio product (alam,
budaya, buatan manusia). Lakukan pemetaan pariwisata, terutama segmentasi, target
dan posisi pasar, dan berikutnya tetapkan strategi implementasi pemasaran.
3. Membuat konsensus stakeholders di tingkat nasional, provinsi, dan kota/kabupaten
(pemerintah, swasta, dan masyarakat) untuk pengembangan pariwisata daerah serta
menyiapkan rencana pengembangan kawasan terpadu (master plan) untuk Kawasan
Pariwisata Strategis. Kepedulian stakeholders ini dengan sendirinya akan
meningkatkan investasi sektor pariwisata dan kesempatan kerja yang pada
gilirannya akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
4. Sebagai penelitian awal untuk daerah tentang inflasi mulai menggeliat, kiranya
penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk kajian
yang sama dengan menitik beratkan pada variabel-variabel yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, S. (2011). Terhadap Pengangguran Terbuka Dan, 173–182.
Amaliyah, R., & Witiastuti, R. S. (2012). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 49-67
66
Literasi Keuangan di Kalangan UMKM Kota Tegal. Management Analysis
Journal, 1(2), 252–257.
Atmadja, A. S. (2004). INFLASI DI INDONESIA : SUMBER-SUMBER PENYEBAB
DAN PENGENDALIANNYA. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan.
Barika. (2013). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah,
Pengangguran dan Inflasi terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Se Sumatra.
Jurnal Ekonomi Dan Perencanaan Pembangunan, 5(1), 27–36.
Brata, A. G. (2005). Investasi Sektor Publik Lokal, Pembangunan Manusia, Dan
Kemiskinan. Jurnal Ekonomi Bisnis, Vol 5(stikubank), 5.
Ekonomi, F., Bisnis, D. A. N., Islam, U., & Alauddin, N. (2016). Pengaruh Jumlah
Penduduk Dan Inflasi Terhadap Pengangguran di Kota Makssae 2002-2014.
Fajri Arif Wibawa. (2015). INFLASI. Economic.
Firdaus, R. B. P. dan M. F. (2009). Pengaruh infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi
wilayah di indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Pembangunan, 2, 222–236.
Giri, M., Henny, P. M., & Dewi2, U. (1994). PENGARUH INFLASI DAN INVESTASI
TERHADAP PENGANGGURAN DI PROVINSI BALI TAHUN 1994-2013. E-
Jurnal EP Unud, 5(1), 69–95.
Hapsari, N. A. (2015). Dampak Pengangguran Terhadap Perekonomian Indonesia.
jakarta.
Kadir, A. (2006). Tranportasi : Peran dan Dampaknya Dalam Pertumbuhan Ekonomi
Nasional. Jurnal Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah Wahana Hijau, 1(3),
121–131.
Mahsunah, D. (2013). Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendidikan Dan
Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Jawa Timur. Jurnal Pendidikan Ekonomi
(JUPE), 1(3), 1–17.
Maryanne, D. M. Della. (2009). PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, SUKU
BUNGA SBI, VOLUME PERDAGANGAN SAHAM, INFLASI DAN BETA
SAHAM TERHADAP HARGA SAHAM. Jurnal Ekonomi, Bisnis &
Entrepreneurship.
Muslim, M. R. (2014). Pengangguran Terbuka Dan Determinannya. Jurnal Ekonomi
Dan Studi Pembangunan Volume 15, Nomor 2, 15(2), 171–181.
Qomariyah, I. (2011). Pengaruh tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap
tingkat pengangguran di jawa timur. Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE), 1(3).
Rahmasari, M. K. L. (2015). Website sebagai Media Pemasaran Produk-Produk
Unggulan UMKM di Kota Semarang. JURNAL APLIKASI MANAJEMEN. ISSN:
1693-5241, 13(2), 186–196.
Rizki, K., & Indonesia, E. D. I. (2016). PENGARUH INFLASI DAN TINGKAT
PENGANGGURAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI
INDONESIA Aziz, 2(1).
Sari, E. R. (2014). Pengaruh Penyaluran Kredit UMKM terhadap Pertumbuhan UMKM
di Indonesia dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional (Periode 2008-
2012). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB.
Siregar, H., & Wahyuni, D. (2007). Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Economics Development, (pertumbuhan
ekonomi dan penduduk miskin), 1–28.
Tandris, R., Tommy, P., & Murni, S. (2014). Suku Bunga, Inflasi dan Nilai Tukar
Pengaruhnya Terhadap Permintaan Kredit Perbankan di Kota Manado. Jurnal
Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 2(1), 243–253.
Widodo, A. W., & Mahmudy, W. F. (2010). Penerapan Algoritma Genetika pada
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Serta Dampaknya Pada Pengangguran Dan Kemiskinan di
Kota Pangkalpinang
67
Sistem Rekomendasi Wisata Kuliner. Jurnal Ilmiah Kursor, 5(4), 205–211.
Wulandari Widia. (2014). DAMPAK KEBIJAKAN PERIZINAN INVESTASI
BIDANG PARIWISATA (OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA) TERHADAP
PEREKONOMIAN KOTA WISATA BATU TAHUN 2010-2013. Ilmiah.
Yacoub, Y. (2012). Pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan
Kabupaten / Kota di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Ekonomi Sosial, 8(3), 176–
185.
ISSN: 2443-2164
68
TELAAH KEPEMILIKAN KEBENARAN ILMIAH PADA PENGEMBANGAN
PENGETAHUAN AKUNTANSI
Suhardi
Universitas Bangka Belitung
Abstract
This article aims to examine the conflicting paradigm in accounting research and
development from the point of view of the philosophy of science. Each adherent is both
mainstream and alternative, assuming that their point of view is the most scientific
approach and more suitable for developing the discipline of accounting scholarship.
This article also agrees on the use of a multiparadigm approach as a space for
researchers so that it does not have to be trapped in a single point of view, it would be
better to paradigm each other interact and synergize to produce strength. Accounting
research and development can be approached from the point of view of the philosophy
of science. From any point of view the paradigm used in researching and developing
whether the mainstream or accounting alternative is a product of knowledge that has no
absolute truth, so it is not necessary to differentiate the way of view in researching
accounting into a contradiction that can negate the essence of epistemology, ontology,
and axiology Keywords: scientific truth, multiparadigmatik, philosophy of science.
A. PENDAHULUAN
Dewasa ini, pengetahuan akuntansi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal
ini ditandai dengan kemunculan jurnal-jurnal internasional yang semakin banyak guna
menampung hasil penelitian akuntansi, tercatat American accounting Association
(AAA) memiliki 19 jurnal dan Emerald Group Publishing dalam lamannya mewadahi
31 jurnal, dan tentunya masih banyak lagi jurnal dan media publikasi lain yang
menampung perkembangan dalam penelitian akuntansi saat ini.
Namun, sampai saat ini akuntansi belum bisa melepaskan diri darimembentuk
bidang ilmu mandiri sehingga kita tidak bisa katakan akuntansi sebagai suatu ilmu
melainkan pengetahuan (knowledge). Pengetahuan akuntansi berkembang dengan pesat
karena peran dari akademisi, peneliti dan praktisi akuntansi dalam memberikan
kontribusi pemikiran melalui kegiatan riset dan pengembangan. Perkembangan
akuntansi dewasa ini juga kerap meminjam teori pada disiplin ilmu lain seperti
manajemen, sosiologi, kajian organisasi, psikologi bahkan ilmu kedokteran.
Perkembangan pesat akuntansi tidak hanya dalam kuantitas dan kualitas
publikasi saja, namun pergeseran juga terjadi dalam dominasi paradigma dari
pendekatan klasik (mainstream) atau disebut juga positivismeke pendekatan radikalis
atau mereka menyebut sebagai pendekatan alternatif. Paradigma Positivisme
menekankan pengembangan akuntansi pada aspek empirik, praktis, rasional, fungsi dan
objektivitas yang tinggi dengan mengasumsikan bahwa objek yang diketahui (knower).
Peneliti dan praktisi dalam paradigma ini mencoba untuk melakukan pengukuran-
pengukuran (measurements) yang akurat terhadap teori dan praktik akuntansi yang
ditelitinya. Pendekatan mainstream (arus utama) melihat dan mengukur sebuah realitas
kehidupan manusia secara objektif dan terlepas dari subjektivitas (value free).
Sedangkan Paradigma alternatif menekankan pada sebuah cara pandang yang
memberikan keanekaragaman cara berpikir yang meliputi Marxisme Barat,
Telaah Kepemilikan Kebenaran Ilmiah Dalam Pengembangan Pengetahuan Akuntansi
69
strukturalisme Prancis, nihilisme, kritikal, etnometodologi, romantisisme, populisme
dan hermeneutika. Paradigma alternatif juga mencoba menyatukan teori (atau praktik)
akuntansi yang dianggap dikhotomis dalam dunia modern (seperti: akal dan intuisi,
agama dan ilmu, ilmu dan etika, bentuk dan substansi, egoistik dan sltruistik, kompetisif
dan kooperasif) ke dalam jaringan sinergis. Dengan demikian posmodernisme bersifat
mutually inclusive dan holistik. Pemahaman yang utuh dari multi-paradigma (paradigma
posmodernisme) adalah membebaskan seseorang dari pola pikir reduksionis-parsial-
mekanis dan mencerahkan seseorang untuk sampai pada kearifan yang menyejukkan.
Dengan kata lain bahwa, paradigma ini menganggap keberadaan dunia (sains) bersifat
objektif dan bebas nilai. Bersifat objektif dan bebas nilai (value free).
Sesungguhnya ilmu pengetahuan pada dirinya sendiri peduli terhadap nilai-nilai
tertentu, yaitu nilai kebenaran dan kejujuran. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan
tuntutan agar ilmu pengetahuan bebas nilai di sini hanya dimaksudkan bahwa ilmu
pengetahuan bebas dari nilai lain di luar nilai-nilai yang diperjuangkan ilmu
pengetahuan, karena ilmu pengetahuan itu sendiri harus tetap peduli pada nilai
kebenaran dan kejujuran.
Namun perkembangan akuntansi masih menyisakan persoalan, dengan
pertentangan paradigma antara mainstream dan alternatif. Persoalan yang menjadi
perdebatan terletak pada klaim paradigma mana yang layak dikatakan sebagai ilmiah
dan tidak ilmiah. Artikel ini akan membahas perkembangan akuntansi serta paradigma
yang menyertainya serta menelaah secara logis paradigma manakah yang dapat
dikatakan ilmiah serta tidak ilmiah, dengan harapan bahwa pengembangan akuntansi
yang pesat dewasa ini tidak menyisakan klaim berlebih para penelitinya serta
universitas yang menjadi naungan mereka berkarya.
B. PERKEMBANGAN TERKINI AKUNTANSI
Akuntansi dapat dipandang sebagai praktik dan teori, hal ini pada akhirnya dapat
bermanfaat pada berbagai bidang karena laporan keuangan digunakan sebagai
pengambil keputusan. Akuntansi yang dipraktikkan dalam suatu wilayah negara
merupakan suatu hasil rancangan dan pengembangan untuk mencapai suatu tujuan
sosial tertentu. Praktik akuntansi tersebut tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan, seperti faktor sosial, ekonomi, politis, dan sebagainya. Tonggak awal akuntansi diperkenalkan di negara Italia oleh Luca Pacioli pada
abad 14 dan 15. Luca Pacioli mempublikasikan pemikirannya pada tahun 1494 tentang
prinsip dasar pencatatan transaksi berpasangan dalam salah satu bagian bukunya yang
berjudul "Summa the arithmetica geometria proportioni et proportionalita". Akuntansi
modern dimulai ketika double entry accounting ditemukan dan digunakan secara luas
dalam aktivitas bisnis. Kemudian, selang waktu besamaan para filsuf bisnis Belanda
mempertajam cara perhitungan pendapatan periodik dan pemerintahan Perancis
menerapkan seluruh sistem didalam perencanaan serta akuntabilitas pemerintahan.
Tahun 1850, prinsip akuntansi ini menyebar di Inggris yang memunculkan
tumbuhnya masyarakat akuntansi serta profesi akuntan publik yang telah terorganisir di
Skotlandia dan Inggris pada 1870. Praktik akuntansi pun menyebar dengan cepat ke
wilayah Amerika Utara dan semua negara wilayah persemakmuran Inggris. Termasuk
juga teknik akuntansi yang di bawa belanda sehingga mencapai Indonesia.
Pada Paruh pertama di abad 20, dengan bertumbuhnya kekuatan ekonomi USA,
kerumitan permasalahan akuntansi muncul secara bersamaan, hingga kemudian
Akuntansi diakui menjadi suatu disiplin ilmu akademik tersendiri, setelah usainya
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 68-79
70
perang dunia ke dua, pengaruh akuntansi makin terasa dibelahan dunia khususnya dunia
barat.
Setelah masa yang cukup panjang, US dengan dominasi kekuatan ekonominya
turut meletakkan kekuatan akuntansi dunia dengan US GAAP-nya. Namun saat ini,
akuntansi dunia bertumpu pada dua kekuatan besar yaitu US-GAAP dan IFRS yang
sebelumnya dikenal sebagai International Accounting Standard Committee (IASC).
Pada April 2001, IASC melakukan restrukturisasi dengan membentuk IASB
(International Accounting Standard Board) sebagai menjadi pengganti IASC sebagai
standard setter, sementara IASC menjadi foundation. Pada saat itu juga diputuskan
bahwa IASB akan melanjutkan pengembangan IAS yang telah diterbitkan sebelumnya,
dan memberi nama standard baru yang diterbitkannya dengan nama IFRS (International
Financial Reporting Standards).
Perkembangan IFRS yang digadang-gadang sebagai standar tunggal dunia, telah
mengukuhkan peran penting pengetahuan akuntansi sebagai bagian suatu elemen tak
terpisahkan dari suatu sistem bisnis serta keuangan global. Keputusan yang bersumber
dari informasi akuntansi, pengetahuan akan isu-isu dalam akuntansi internasional
menjadi hal yang penting untuk memperoleh intepretasi serta pemahaman yang tepat di
dalam komunikasi bisnis internasional.
C. PARADIGMA PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Paradigma dalam ilmu sosial berbeda dengan paradigma dalam ilmu alam. Pada ilmu
alam, paradigma lama tidak lagi digunakan setelah ditemukan paradigma baru.
Perkembangan revolusioner ilmu pengetahuan dalam ilmu alam dapat terlihat dengan
jelas. Sementara pada ilmu-ilmu sosial muncul beragam paradigma, dan masing-masing
berkembang, pada saat yang bersamaan. Di sini konsep paradigma Kuhn-ian tidak
sekedar digunakan dalam arti perkembangan revolusioner ilmu-ilmu sosial, melainkan
juga dalam arti perbedaan cara pandang terhadap suatu realitas sosial.
Gibson Burrell dan Gareth Morgan dalam bukunya Sociological Paradigm and
Organisational Analysis (1985), menyatakan bahwa bahwa ada dua dimensi kunci
analisis, yaitu: Pertama, asumsi tentang sifat ilmu (nature of science) yang
meliputi dimensi Objektif dan dimensi Subjektif, dan Kedua, asumsi tentang
sifat/hakikat masyarakat (nature of society) yang diistilahkan dengan “regulasi”
(regulation) dan dimensi “perubahan radikal” (radical change).
Pengetahuan dibangun berdasarkan asumsi-asumsi filosofis, menurut Burrel dan
Morgan (1979), asumsi–asumsi tersebut adalah ontologi, epistemologi, hakikat
manusia, dan metodologi. Ontologi berkaitan dengan hakikat atau realitas objek yang
akan di investigasi. Epistemologi berkaitan dengan sifat, bentuk dan bagaimana
mendapatkan serta menyebarkan ilmu pengetahuan tersebut. Asumsi mengenai
sifat manusia merujuk pada hubungan antara manusia dengan lingkungannya.
Sedangkan metodologi diartikan sebagai suatu cara menentukan teknik yang tepat untuk
memperoleh pengetahuan.
Paradigma keilmuan Barat oleh Burell dan Morgan (1979) disusun berdasar
empat paradigma utama, yaitu fungsionalisme, interpretif, radikal humanis dan radikal
strukturalis. Sedangkan dalam akuntansi misalnya dibagi dalam paradigma positif,
interpretif dan kritis (Chua, 1986; untuk pembagian berbeda lihat Belkaoui 2000).
Muhadjir (2000) melakukan pembagian yang berbeda, yaitu positivis, post-positivis (di
dalamnya termasuk interpretif dan kritis) dan postmodernisme. Sedangkan turunan
metodologinya, biasanya paradigma positivis menggunakan metodologi kuantitatif,
Telaah Kepemilikan Kebenaran Ilmiah Dalam Pengembangan Pengetahuan Akuntansi
71
sedangkan di luar itu menggunakan metodologi kualitatif atau lainnya. Penjelasan
berikut memberikan pemahaman bagaimana beberapa paradigma yang telah dibangun
oleh Burrell dan Morgan (1979).
1. Functionalist Paradigm (Objective-Regulation), Paradigma ini merupakan
paradigma yang dominan pada studi organisasi. Paradigma ini menyediakan
penjelasan yang rasional tentang masalah kemanusiaan. Pada dasarnya paradigma
ini bersifat pragmatis dan mengakar kepada konsep positivisme. Hubungan-
hubungan yang ada bersifat konkret dan bisa diidentifikasi, dipelajari, dan diukur
melalui media ilmiah. Paradigma ini dipengaruhi oleh idealis dan marxis.
2. Interpretive Paradigm (Subjective-Regulation), Paradigma inimenjelaskan tentang
kestabilan perilaku dalam pandangan seseorang individual. Paradigma ini
memfokuskan pada pemahaman mengenai dunia yang diciptakan secara subjektif
apa adanya serta prosesnya. Filosofer seperti Kant membentuk dasar dari
paradigma ini, sementara Weber, Husserlm dan Schutz melanjutkannya sebagai
ideologi.
3. Radical Humanist (Subjective-Radical Change), dalam pandangan paradigma ini,
kesadaran seseorang didominasi oleh struktur ideologinya, cara pandang hidupnya
dan interaksinya dengan lingkungan. Hal ini akan mengarahkan hubungan kognitif
antara dirinya dan kesadaran sebenarnya, sehingga mencegah pemenuhan kepuasan
pada manusia. Para pendukung teori ini memfokuskan pada pembentukan batasan
sosial yang mengikat potensial. Filosofer yang mendukung teori ini antara lain
Kant, Hegel dan Marx. Paradigma ini dapat dipandang sebagai paradigma yang anti
organisasi.
4. Radical Structuralist (Subjective-Radical Change), Paradigma ini mempercayai
bahwa perubahan radikal dibentuk pada sifat struktur sosial. Masyarakat
kontemporer dapat dikarakteristikan dengan konflik fundamental yang akan
menghasilkan perubahan radikal melalui krisis politik dan ekonomi. Paradigma ini
berdasarkan pada Marx, yang diikuti oleh Engles, Lenin, dan Bukharin. Paradigma
ini memiliki sedikit perhatian di Amerika diluar teori konflik.
Ketika kita mengukur paradigma akuntansi (modern), maka dapat dikatakan
bahwa beberapa model paradigma yang diutarakan sebelumnya adalah bersumber atau
lumrah digunakan dalam penelitian sosial, antara lain:
1. Paradigma positivistik. Paradigma ini disebut juga dengan paradigma fakta sosial
yang menggunakan pendekatan positivisme August Comte. Yaitu fenomena sosial
difahami dari perspektif luar (other perspective) berdasarkan teori-teori yang ada.
Tujuannya untuk menjelaskan (eksplanasi), penjajakan (eksplorasi), penggambaran
(deskripsi) dan Pengujian (verifikasi) tentang fenomena mengapa suatu peristiwa
terjadi, bagaimana frekuensinya (intensitasnya), proses kejadiannya, hubungan antar
variable, rekaman perkembangan, diskripsi, bentuk dan polanya.
2. Paradigma naturalistik. Disebut juga paradigma definisi sosial, paradigma non
positivistik dan paradigma mikro atau pemberdayaan. Paradigma ini dikembangkan
oleh Max Weber dengan mengembangkan sosiologi interpretatif bertujuan
memberikan pemahaman interpretative mengenai tindakan sosial, dan dimaksud
dengan tindakan sosial adalah semua perilaku manusia sejauh individu yang
bertindak itu memberikannya suatu arti yang subjektif (lihat Jonson, 1994:54).
Aliran aliran yang tercakup dalam paradigma ini adalah: fenomenologi,
intraksionisme simbolik dan etnometodologi.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 68-79
72
3. Paradigma rasionalistik, disebut juga paradigma verstehen. Realitas sosial
dipandang sebagaimana dipahami oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang ada dan
didialogkan dengan pemahaman subjek yang diteliti/data empirik. Paradigma
rasionalistik ini bisa juga disebut gabungan dari dua paradigma yang ada atau
paradigma strukturasi menurut Gidden. Paradigma penelitian ini banyak digunakan
antara lain dalam penelitian filsafat, bahasa, agama dan komunikasi. Metode yang
digunakan biasanya verstehen, hermeneutika (filologi), analisis isi (content
analysis).
D. AKUNTANSI SEBAGAI PENGETAHUAN
Penelitian akuntansi didasarkan pada sekumpulan asumsi umum tentang ilmu normal
dengan paradigma-paradigma bersaing yang berusaha menegakkan dominasi. Penelitian
akuntansi didasarkan pada sekumpulan asumsi umum tentang ilmu dan masyarakat
sosial, dan telah menghasilkan perdebatan yang sehat tentang bagaimana memperkaya
dan mengembangkan pemahaman kita tentang praktik akuntansi. Paradigma
mainstream memandang secara sejajar antara ilmu fisik, sosial dan akuntansi, justifikasi
dalam proses penghitungan hypotetico-deductive dari penjelasan secara ilmiah dan
perlunya konfirmasi terhadap hipotesis tersebut. Pertanyaan pertama adalah apakah
akuntansi sebagai ilmu tidak pernah mampu menjawab secara memadai.
Definisi ilmu dari Buzzel adalah: seperangkat pengetahuan yang tersusun secara
sistematis, mengatur satu atau lebih teori pokok dan sejumlah prinsip umum yang
biasanya ditunjukkan secara kuantitatif. Pengetahuan yang memungkinkan prediksi dan
dalam kondisi kondisi tertentu dapat mengontrol keadaan di masa depan.
Akuntansi memenuhi kriteria di atas. Akuntansi secara jelas membedakan
pokok-pokok masalah dan memasukkan keseragaman serta keteraturan yang mendasari
hubungan empirik, penyamarataan secara otoratif, konsep-konsep, prinsip, aturan-aturan
maupun teori-teori. Akuntansi secara jelas dapat dikategorikan sebagai suatu ilmu.
Apabila seseorang menganut argumen keseragaman ilmu, metode keilmuan yang
tunggal sama-sama dapat diaplikasikan dalam akutansi atau ilmu-ilmu lainnya.
Idealnya ilmu tentang metodologi dalam hal mengkonfirmasi suatu pengetahuan
seharusnya dapat diterima secara umum. Hal ini dikarenakan karena metodologi ini
tergantung pada penentuan apakah secara prinsip nilai yang benar dapat ditentukan
dalam suatu hipotesis yang kemudian dapat disangkal, dikonfirmasikan, dipalsukan atau
diverifikasi. Hipotesis yang dapat dikonfirmasi maupun yang dapat disangkal diperoleh
dari pernyataan-pernyataan tunggal yang yang hanya mengacu pada fenomena-
fenomena tertentu yang terikat oleh waktu dan tempat.
Model pasar modal, model prediksi akuntansi dari kejadian ekonomi, teori
akuntasi positif, model pemrosesan informasi sumberdaya manusia dan sebagian besar
penelitian empirik cocok dengan uraian tersebut. Apabila data ada yang kontradiktif
dengan hipotesis yang diperoleh dari teori atau model-model tersebut, para pengguna
hipotesis tersebut selalu mengajukan alasan pembenaran seperti data yang
terkontaminasi atau ukuran sampel yang kecil atau bias.
E. TELAAH KEBENARAN ILMIAH
Kebenaran sebagai obyek pikir manusia telah lama menjadi bahan penyelidikan.
Manusia berupaya mencari kebenaran, karena kebenaran merupakan nilai utama dalam
kehidupan manusia. Jika manusia berpegang pada kebenaran, maka manusia juga akan
terdorong untuk melaksankan kebenaran itu, tanpa melaksankan kebenaran, manusia
Telaah Kepemilikan Kebenaran Ilmiah Dalam Pengembangan Pengetahuan Akuntansi
73
akan mengalami pertentangan batin serta konflik psikologis. Karena di dalam kehidupan
manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dan manusia juga akan
berusaha mencari kenyataan dalam hidupnya yang selalu ditunjukkan oleh kebenaran.
Pertanyaannya apa itu kebenaran? Setidaknya terdapat empat teori kebenaran
dalam filsafat (Keraf, 2001), yaitu: a) Teori Kebenaran Persesuaian. Menurut teori
kebenaran persesuaian, bahwa kebenaran merupakan persesuaian antara apa yang
dikatakan dengan kenyataan. Dengan kata lain apa yang diketahui oleh subjek sebagai
benar harus sesuai atau harus cocok dengan subjek. Dalam pandangan teori ini suatu
ide, konsep atau teori yang benar harus mengungkapkan realitas yang sebenarnya.
Kebenaran terjadi pada pengetahuan, pengetahuan terbukti benar dan menjadi benar
oleh kenyataan yang sesuai dengan apa yang diungkapkan pengetahuan itu. Oleh karena
itu, mengungkapkan realitas adalah hal yang pokok bagi kegiatan ilmiah. Peletak dasar
teori ini adalah Aristoteles, dengan kata-katanya hal yang ada sebagai tidak ada atau
yang tidak ada sebagian ada, adalah salah. Teori ini dianut oleh kaum empiris. b) Teori
Kebenaran Sebagai Keteguhan. Teori ini berpandangan bahwa kebenaran tidak
ditemukan dalam kesesuaian antara proposisi dengan kenyataan, melainkan dalam relasi
antara proposisi baru dengan proposisi yang sudah ada. Penganut teori ini adalah kaum
rasionalis, seperti Descartes, Spinoza, Hegel, serta Lebniz. Teori ini berpendapat bahwa,
pengetahuan, teori, proposisi atau hipotesis dianggap benar jika sejalan dengan
pengetahuan, teori, proposisi atau hipotesis lainnya, yaitu kalau proposisi itu
meneguhkan proposisi atau konsisten dengan proposisi sebelumnya yang dianggap
benar. c) Teori Kebenaran Pragramtis. Teori ini perkenalkan oleh filsuf-filsuf
pragmatis Amerika seperti Charles S. Pierce dan William James, teori ini memandang
kebenaran sama dengan kegunaan. Jadi ide, konsep, pernyataan, atau hipotesis yang
benar adalah ide yang tepat guna dan berhasil memecahkan permasalahan. Kebenaran
bagi kaum pragmatis juga berarti suatu sifat yang baik, hal ini berarti suatu ide atau teori
tidak pernah benar kalau tidak baik untuk sesuatu. d) Teori Kebenaran Performatif.
Penganut teori ini beranggapan bahwa suatu pernyataan dianggap benar kalau
pernyataan itu menciptakan relitas. Jadi pernyataan yang benar bukanlah pernyataan
yang mengungkapkan realitas tapi justeru dengan pernyataan itu tercipta suatu realitas
sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Pendukung teori ini adalah filsuf
seperti Frank Ramsey, John Austin, dan Peter Strawson.
Menurut filsafat ilmu, pengetahuan (knowledge) merupakan bagian dari ilmu
(science), Pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah dapat
dikategorikan kepada pengetahuan yang bersifat ilmiah, atau (pengetahuan ilmiah), atau
ilmu. Untuk mengatakan akuntansi sebagai suatu ilmu dalam artian ilmu murni masih
memerlukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut. Memang akuntansi belum dapat
dikategorikan sebagai ilmu dalam artian ilmu pengetahuan murni, tetapi akuntansi
bukanlah pula semata-mata sebagai pengetahuan teknik dan mekanik yang isinya hanya
tentang bagaimana cara mencatat dan menyusun laporan keuangan saja (Suwardjono,
2006), tetapi di dalamnya terdapat konsep-konsep yang fundamental, prinsip dan
standar yang dihasilkan dari suatu proses pemikiran yang ilmiah atau menggunakan
metodologi yang ilmiah. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana
seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada
persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan
ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
Pertama objektif, persyaratan ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 68-79
74
kelompok masalah yang memiliki kesamaan sifat maupun hakikatnya. Objek suatu ilmu
dapat bersifat ada, atau mungkin keberadaanya masih perlu pengujian. Dalam mengkaji
objek, yang dicari adalah kebenaran, yaitu persesuaian antara tahu dengan objek. Kedua
metodis, ilmu secara umum memiliki metode tertentu yang digunakan dan umumnya
merujuk pada metode ilmiah adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Ketiga sistematis,
dalam mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terjabarkan dan terumuskan
dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti
secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan hubungan sebab-akibat terkait
objeknya. Keempat universal, kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran
universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu).
F. STRUKTUR PENGETAHUAN ILMIAH
Sebuah hipotesis yang telah teruji secara formal diakui sebagai pernyataan ilmiah yang
baru yang memperkaya khasanah ilmu yang telah ada. Sekiranya pengetahuan ilmiah itu
kemudian dinyatakan salah oleh kelengahan dalam perjalanan prosesnya, maka
pengetahuan itu akan sendirinya tersesat. Tidaklah benar asumsi bahwa ilmu hanya
dikembangkan oleh innovator yang jenius seperti Einstein, newton dan lain-lain akan
tetapi ilmu itu adalah secara kuntitatif dikembangkan oleh masyarakat.
Menurut Bacon Pengetahuan ilmiah itu pada dasarnya mempunyai tiga fungsi
yaitu menjelaskan, meramalkan dan mengedalikan (control). Secara garis besar terdapat
empat jenis pola penjelasan ilmiah ilmu (Nagel, 1961), yaitu: 1) deduktif, 2)
probabilistik, 3) fungsional atau teologis, 4) genetik. Penjelasan deduktif menggunakan
cara berfikir deduktif dalam menjelaskan suatu gejala dengan menarik kesimpulan
secara logis dari premis-premis yang telah ditetapkan sebelumnya, probabilistik
merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus yang dengan
demikian tidak memberikan kepastian seperti penjelasan deduktif melainkan penjelasan
yang bersifat seperti kemungkinan, kemungkinan besar atau hampir dapat dipastikan,
sedangkan fungsional atau teologis merupakan penjelasan yang meletakkan sebuah
unsur dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan yang mempunyai karakteristik
atau arah perkembangan tertentu, sedangkan genetik menggunakan faktor-faktor yang
timbul sebelumnya dalam menjelaskan gejala yang muncul kemudian (suriasumantri,
2005). Untuk dapat melakukan kegiatan berfikir ilmiah, maka diperlukan sarana yang
berupa bahasa, logika, matematika dan statistika.
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses
berfikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berfikir dan alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut pada orang lain. Dilihat dari pola berpikirnya
maka ilmu merupakan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu maka
penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif.
Matematika adalah proses bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial
dan baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa itu, maka
matematika hanya merupakan kesimpulan rumus yang mati. Matematika menggunakan
bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara
kuantitatif.
Para pelopor statistika telah mengembangkan theory of error (Abraham
Demoivra) dimana konsep sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah
dalam suatu populasi tertentu. Teknik kuadrat terkecil (least square) simpangan baku,
Telaah Kepemilikan Kebenaran Ilmiah Dalam Pengembangan Pengetahuan Akuntansi
75
standard error of the mean, dikembangkan Karl Friedrich Gaus (1977-1855), dan Ronal
Plylmer Fisher (1880-1962), di samping analysis of variance dan covariant, distribusi z,
distribusi t, uji signifikansi dan theory of estimation. Penelitian ilmiah, baik yang berupa
survei maupun eksperimen dilakukan dengan cermat dan teliti.
Semua pernyataan ilmiah adalah bersfiat faktual, dimana konsekuensinya dapat
diuji baik dengan jalan menggunakan panca indera, maupun dengan menggunakan alat-
alat membantu panca indera tersebut (Kneller, 1964). Pengujian secara empiris
merupakan salah satu mata rantai dalam metoda ilmiah yang membedakan ilmu dari
pengetahuan-pengetahuan yang lain. Pengujian mengharuskan kita menarik kesimpulan
yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Kesimpulan mana
berdasarkan logika induktif. Dipihak lain maka penysusunan hipotesis merupakan
penarikan kesimpulan pula yang bersifat khas dari pernyataan yang bersifat umum
denngan menggunakan deduksi. Kedua penarikan kesimpulan itu tidak bisa
dicampuradukkan. Logika deduktif berpaling pada matematika, sedangkan logika
induktif berpaling pada statistika. (Suriasumatri, 2005).
Para peneliti mengedepakan argumentasinya berdasarkan pengamatannya,
seperti logika induktif dibenarkan oleh (Chalmers, 1978) sedangkan Karl Poppeer tidak
puas lalu memperkenalkan Falsificationism yang menyatakan bahwa tujuan penelitian
ilmiah adalah membuktikan kesalahan (falsify) hipotesis, bukannya membuktikan
kebenaran hipotesis tersebut. Selanjutnya Thomas Kuhn (1972) yang dikenal dengan
paradigma dan revolusinya, menyatakan bahwa kemajuan pengetahuan bukan
merupakan hasil evolusi seperti dianut oleh induktibisme dan falsifikasinisme.
Kemajuan pengetahuan adalah merupakan hasil revolusi. Teori ini dapat diganti dengan
teori lain yang tidak cocok dengan teori tersebut. Kemajuan pengetahuan merupakan
kemajuan-kemajuan yang berakhir terbuka (open ended progress).
Di dalam akuntansi revolusi kuhn (1972) hanya digunakan sebagai metode
scintific dalam proyek riset. Wells (1976), Belkoui (1981, 1985) telah menggunakannya
menggambarkan bahwa akuntansi sebagai multiparadigm science. Namun banyak
peneliti meganggap induktivist interpretation merupakan filsafat ilmu yang relevan
untuk akuntansi, karena peneliti merumuskan hipotesis dan berusaha membuktikan
kebenaran hipotesis tersebut. Argumen terbuka makin berkembang, sampai wells (1976)
dan Flamholtz (1979) berpendapat bahwa revolusi kuhn (1972) sangat relevan untuk
digunakan dalam memahami perkembangan akuntansi saat ini. Sebab Kuhn (1972)
menyatakan bahwa revolusi science terjadi dalam lima tahap, yaitu: (1) akumulasi
anomali, (2) periode kritis, (3) perkembangan dan perdebatan alternatif ide, (4)
identifikasi alternatif dari berbagai pandangan, (5) paradigma baru yang mendunia.
Kebenaran Logis Dan Kebenaran Empiris
Kant berpendapat bahwa manusia tidak memikirkan dunia noumena, sedangkan reason
dan sains yang sebatas fenomena tidak dapat menjangkaunya. Makna yang terkandung
dalam pikiran Kant adalah bahwa ilmu pengetahuan merupakan sebuah perspektif yang
membuat peneliti peka terhadap dunia yang alami, fenomental tetapi perspektif ini tidak
dapat membuat diri manusia peka terhadap dunia yang lain.
Manusia memiliki dua dunia sekaligus, yaitu fenomena dan noumena. Fenomena
dalam konteks ini digambarkan manusia terkait dengan hukum-hukum alam, terbuka
bagi penyelidikan ilmu pengetahuan dan pada sebab alami, sedangkan dalam konteks
noumene, manusia mempunyai jiwa, paling tidak sebagian dari diri manusia memiliki
kemauan bebas. Kebenaran dapat juga dipandang sebagai kebenaran logis serta
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 68-79
76
kebenaran empris, kebenaran logi bercirikan mementingkan objek, menghargai cara
kerja induktif serta mengutamakan pada pengamatan inderawi. Sedangkan kebenaran
logis lebih mementingkan subek, mementingkan cara kerja deduktif serta
mengutamakan penalaran akal budi.
Kebenaran Logis Kebenaran Empiris
Mementingkan Objek Mementingkan subjek
Menghargai cara kerja induktif dan
aposteriori
Mementingkan cara kerja deduktif dan
apriori
Lebih mengutamakan pengamatan indra Lebih mengutamakan penalaran akal budi
Dengan demikian pengetahuan dapat saja mengandung empat hal berikut:
1. Mengandung kebenaran empiris, tetapi tidak mengandung kebenaran logis
2. Mengandung kebenaran logis dan kebenaran empiris
3. Mengenadung kebenaran logis maupun kebenaran empiris
4. Mengandung kebenaran logis, tapi tidak mengandung kebenaran empiris
G. ARAH PENGEMBANGAN AKUNTANSI DALAM PERTENTANGAN
PARADIMA
Teori akuntansi dapat didefinisikan sebagai seperangkat koherent prinsip-prinsip yang
hipotesis, konseptual dan pragmatis yang membentuk suatu rerangka umum untuk
menyelidiki sifat akuntansi (webster, 1961). Pembentukan suatu teori umumnya berawal
dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan manusia. Fenomena yang menimbulkan
suatu pernyataan yang membutuhkan jawaban.
Lima pertanyaan mendasar dirumuskan menjadi beberapa dimensi, yaitu: (a)
dimensi ontologis, pertanyaan yang haus dijawab oleh seorang ilmuwan adalah apa
sebenarnya hakikat dari sesuatu yang dapat diketahui (knowable), atau apa sebenarnya
hakihat dari suatu realitas (reality). Dengan demikian dimensi yang dipertanyakan
adalah hal yang nyata (what is nature of reality), (b) dimensi epistemologis, oleh
seorang ilmuwan adalah: apa sebenarnya hakihat hubungan atarara pencari ilmu
(inquirer) dan objek yang ditemukan (know atau knowable?), (c) dimensi axiologis,
yang mempermasalahkan peran-peran nilai dalam suatu kegiatan penelitian, (d) dimensi
retorika, yang membahas masalah bahasa yang digunakan dalam penelitian, (e) dimensi
metodologis yang digunakan seorang peneliti untuk menjawab pertanyaan bagaimana
cara atau metodologi yang dipakai seseorang dalam menemukan kebenaran? Jawaban
terhadap kelima dimensi pertanyaan ini, akan menemukan posisi paradigma ilmu untuk
menentukan paradigma apa yang akan dikembangkan seseorang dalam kegiatan
keilmuan (Muslih, 2004).
Teori harus diekspresikan dalam bentuk bahasa yang baik yang bersifat verbal
dan matematis. Teori dapat dinayatakan dalam bentuk kata dan simbol, yang disebut
dalam filsafat pengetahuan dengan istilah semiology. Semiology terdiri dari tiga unsur
yaitu: (a) sintetik, studi tentang tata bahasa atau hubungan antara simbol dengan simbol,
(b) semantik, menunjukkan hubunga makna atau hubungan antara kita, tanda atau simbol dengan objek yang ada di dunia nyata, (c) pragmatik, menunjukkan hubungan
pengaruh kata-kata atau simbol terhadap seseorang. Dalam kaitannya dengan akuntansi,
aspek pragmatis berkaitan dengan bagaimana konsep dan praktik akuntansi
memengaruhi perilaku seseorang (Chariri dan Ghozali, 2001).
Telaah Kepemilikan Kebenaran Ilmiah Dalam Pengembangan Pengetahuan Akuntansi
77
Seperti telah diuraikan di atas, akuntansi modern berkembang dengan pesat
didukung setidaknya oleh tiga paradigma, yaitu: positivistik, naturalistik dan
rasionalistik. Sedangkan Triyuwono (2013) menyatakan bahwa variasi pemahaman
Paradigma penelitian akuntansi dibagi ke dalam lima bagian yakni paradigma
positifisme, interpretif, kritis, posmodernis dan spiritualis. Menurut Ghozali (2004)
perkembangan akuntansi dapat di bagi ke dalam tiga dekade yakni perkembangan teori
akuntansi normatif, teori akuntansi positif serta pendekatan sosiologi akuntansi.
Tidak dapat dipungkiri kemunculan maupun perkembangan pengetahuan
akuntansi merupakan perpanjangan rezim ekonomi kapitalis, yang mengagung-
agungkan filsafat materialisme, mereka memahami bahwa realitas sesungguhnya
terletak pada materi, sehingga semua hal yang tidak dapat di indera dianggap sebagai
hal yang mustahil atau tidak memiliki eksistensi. Demikian juga dengan keberadaan
manusia yang memiliki kemampuan untuk menggunakan inderanya sehingga manusia
menjadi subyek diantara realitas yang ada. Paradigma tersebut mulai dikritik, karena
dianggap belum memuaskan para ilmuwan sosial, terlebih bagi mereka yang meyakini
wahyu sebagai suatu kebenaran. Bagi mereka, realitas sosial bukan hanya terdiri dari
realitas empiris, realitas logis, dan realitas etis, namun juga perlu mempertimbangkan
realitas wahyu, yakni realitas normatif.
Gaffikin (2005a, 2005b, 2005c, 2006) telah meneliti akuntansi sebagai ilmu,
dengan upaya untuk menggunakan metodologi ilmiah, sebagai ekspresi murni teknis
dari teori ekonomi, didominasi oleh penelitian di bidang keuangan, dan sebagai bagian
dari "hukum", meskipun hukum (peraturan) sangat dipengaruhi oleh ideologi ekonomi
dan politik yang dominan. Diskusi yang mengungkapkan bahwa semua perspektif ini
memiliki banyak kekurangan. Untungnya, ada perspektif lain tentang akuntansi yang
dapat memberikan lebih bermanfaat. Walaupun paradigma yang ada tidak
menyelesaikan persoalan pengembangan pengetahuan akuntansi, namun sungguh
disayangkan jika kritikan tersebut harus menyisakan pertentangan paradigma. Dengan
mengindikasikan bahwa paradigma mereka merupakan paradigma yang paling layak
dikatakan ilmiah dan bersandar pada kepemilikan keilmuan yang lebih baik, sementara
paradigma lainnya tidak memenuhi kaidah-kaidah ilmiah. Jika masing-masing pihak
mengatakan bahwa mereka yang paling berhak mewakili kebenaran ilmiah, manakah
klaim kepemilikan tersebut yang paling tepat?
Tentu sebagai otokritik atas pertentangan kepemilikan kebenaran dari kedua
aliran pemikiran tersebut tidak akan menyentuh kebenaran hakiki. Kebenaran hakiki
merupakan kebenaran yang diakui oleh siapapun, inilah kebenaran yang sebenarnya.
Akan tetapi, kebenaran ini belum pernah tersentuh, belum pernah terjamah dan belum
pernah dimengerti juga belum pernah dibuktikan. Kebenaran dengan segala misteri
yang ada didalamnya, menyatu dengan hati nurani. Kebenaran yang dicari dengan
metode ilmiah, yang temuannya selalu terbantahkan oleh temuan berikutnya. Kebenaran
yang dihindari oleh kebenaran relatif karena ketidak mengertiannya. Kebenaran yang di
klaim sebagai kebenaran ideologis tapi yang akhirnya berbenturan sesama kebenaran
ideologis sendiri karena perbedaan penafsiran. Kebenaran hakiki memang tidak akan
pernah tersentuh, akan tetapi keyakinan akan adanya kebenaran hakiki hanya akan
ditemukan dengan petunjuk yang diyakini kebenarannya.
Berangkat dari hal tersebut, tidak ada paradigma yang paling unggul dalam
pengembangan pengetahuan akuntansi, semua paradigma memiliki kelemahan dan
kelebihannya masing-masing, yang tentunya tidak bisa hanya di dekatkan dengan logika
benar-salah atau ilmiah-tidak ilmiah. Pendekatan yang paling cocok adalah pendekatan
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 68-79
78
holistik atau menyeluruh. Hal ini berarti untuk dapat memahami realitas praktik
akuntansi, kita dapat memandang dari berbagai sudut pandang (multiparadigma).
Dengan adanya ilmu pengetahuan yang berbasis multiparadigma maka segala masalah
yang terdapat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pengembangan
praktik akuntansi dapat diselesaikan dengan berbagai pandangan, tidak hanya cukup
dengan satu pandangan.
Permasalahan kebenaran dalam ilmu pengetahuan tidak bisa hanya diselesaikan
dengan satu pandangan semata, tetapi juga menurut cara pandang orang lain.
Pentingnya pondasi utama dalam berpikir multiparadigma yaitu meyakini adanya
kebenaran relatif. Dengan pengembangan praktik akuntansi berbasis multiparadigma,
maka paradigma–paradigma yang ada tidak akan saling menjegal atau menyatakan
paradigma sayalah yang paling cocok dengan menegasikan paradigma yang lain. Akan
lebih baik lagi semua paradigma saling berinteraksi dan bersinergi sehingga
menghasilkan suatu kekuatan paradigma keilmuan.
H. KESIMPULAN
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan secara sistematik dapat diuji
dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Di pandang dari
sudut epistemologi filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berpikir lebih jauh
mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Akuntansi adalah disiplin yang multiparadigmatik, ditengah kekuatan arus
utama dalam penelitian dan pengembangan akuntansi, muncul pendekatan alternatif
yang mengisi ruang kajian akuntansi. Perspektif-perspektif dalam ilmu pengetahuan
sosial, terutama sosiologi, mampu membuka ruang yang lebih luas bagi para peneliti
atau calon peneliti akuntansi untuk mengkaji masalah atau problema dalam ilmu
akuntansi dari sisi-sisi lain yang selama ini tidak terperhatikan (Djamhuri, 2011).
Penelitian dan pengembangan akuntansi dapat didekati dari sudut pandang
filsafat ilmu. Hasil penelitian akuntansi tidak perlu dipandang sebagai suatu nilai yang
meragukan atau secara teoretik belum sempurna. Dari sudut pandang manapun
paradigma yang digunakan dalam meneliti dan mengembangkan apakah mainstream
atau alternatfif akuntansi merupakan produk pengetahuan yang tidak memiliki
kebenaran mutlak, sehingga tidaklah perlu perbedaan cara pandang dalam meneliti
akuntansi menjadi suatu pertentangan yang justeru dapat mengeyampingkan hakikat
epistemologi, ontologi dan aksiologi.
REFERENSI
Asy’arie, Musa. 1999. Filsafat Islam: Sunah Nabi dalam Berpikir, Jogyakarta, LESFI.
Burrell, G dan G. Morgan. 1979. Sociological Paradigms and Organisational Analysis:
Elements of the Sociology of Corporate Life. Heinemann Educational Books,
London.
Chua, Wai Fong. 1986. Radical Developments in Accounting Thought. The Accounting
Review, Vol 61, No 4.
Creswell, John, W. 2007. Qualitative Inquiry & Research Design Choosing Among Five
Approaches. Sage Publication. New Dehli.
Djamhuri, Ali. 2011. Ilmu pengetahuan sosial dan berbagai paradigma dalam kajian
akuntansi.
Telaah Kepemilikan Kebenaran Ilmiah Dalam Pengembangan Pengetahuan Akuntansi
79
Gaffikin, Michael. 2005. Creating a Science of Accounting: accounting theory to 1970.
UOW: School of Accounting & Finance. NSW 2522.
Kuhn, Thomas. 2005. The Structure of Scientific Revolutions (Peran Paradigma Dalam
Revolusi Sains). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Maksum, Ali. 2011. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme,
Jakarta, AR Ruzz Media.
Neuman, W Lawrence. 1997. Social Research Methods. Allyn and Bacon USA. Suhardi, Suhardi. (2015). Persepsi Pemakai Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap
Independensi Auditor Badan Pemeriksa Keuangan. Jurnal Akuntansi Universitas Jember,
10 (2), 1-29. doi:10.19184/jauj.v10i2.1249.
Suhardi dan Darus Altin. 2013. Analisis Kinerja Keuangan Bank BPR Konvensional di
Indonesia Periode 2009 sampai 2012. Pekbis Jurnal. Vol. 5, No.2, Juli 2013: 101-
110. Suwardi, Herman. 1999. Roda Berputar Roda Bergulir. Bandung, Bakti Mandiri.
Suriasumantri, Jujun S. 1995. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta.
Pustaka Sinar Harapan.
Suriasumantri, Jujun S. 2001. Ilmu dalam perspektif: Sebuah kumpulan karangan
tentang Hakekat Ilmu. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Jogyakarta, Kanisius.
Suwardjono. 2006. Teori Akuntansi. BPFE. Yogjakarta.
Triyuwono, Iwan. 2006. Perspektif Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah.
RadjaGrafindo Persada. Jakarta.
ISSN: 2443-2164
80
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi terhadap Kinerja
Mengajar Guru
Oktarina STKIP Muhammadiyah Bangka Belitung
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kemampuan manajerial kepala
sekolah dan iklim organisasi terhadap kinerja mengajar guru SMP Negeri di Kecamatan
Toboali Kabupaten Bangka Selatan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan instrumen angket. Karena dalam penelitian ini diperlukan data tentang
”Kemampuan manajerial kepala sekolah, iklim organisasi, dan kinerja mengajar guru”, maka
angket dibuat dalam tiga bagian dengan jumlah sampel 56 guru, kepala sekolah dan pengawas
yang terdiri dari 5 (lima) Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di Toboali Bangka
Selatan. Teknik analisa data menggunakan program SPSS.
Hasil analisa data menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif kemampuan
manajerial kepala sekolah dengan kinerja mengajar guru, terdapat pengaruh positif iklim
organisasi dengan kinerja mengajar guru, serta terdapat pengaruh positif kemampuan
manajerial kepala sekolah dan iklim organisasi secara bersama-sama dengan kinerja mengajar
guru.
Kata Kunci: Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah, Iklim Organisasi, Kinerja Mengajar
Guru
1. LATAR BELAKANG
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang bersifat formal, non formal dan informal yang
tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, guna mengajari, mengelola dan
mendidik peserta didik melalui bimbingan yang diberikan oleh tenaga pendidik.
Program pendidikan bagi anak dengan tujuan dan aturan yang jelas untuk membina
anak yang berkualitas sebagaimana diharapkan oleh masyarakat.
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen dikatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru
berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,
serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,
agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status
sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta
nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain tugas guru di atas ada juga aspek penting yang harus diperhatikan yaitu
peran kepemimpinan. Peran kepemimpinan dalam pendidikan adalah memberdayakan
para guru dan memberikan wewenang yang luas untuk meningkatkan kinerja mengajar
guru sehingga proses pembelajaran para pelajar dapat mencapai hasil yang optimal.
Seperti yang dikemukakan oleh Stanley Spanbauer (Sallis, 2008:174) bahwa:
“Pemimpin institusi pendidikan harus memandu dan membantu pihak lain (guru dan
staf) dalam mengembangkan karakteristik serupa. Sikap tersebut mendorong terciptanya
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi terhadap Kinerja Mengajar Guru
81
tanggung jawab bersama-sama serta sebuah gaya kepemimpinan yang melahirkan
lingkungan kerja yang interaktif. Dia menggambarkan sebuah gaya kepemimpinan
dimana pemimpin harus menjalankan dan membicarakan mutu serta mampu memahami
perubahan terjadi sedikit demi sedikit, bukan dengan serta merta.”
Secara eksplisit dinyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan proses pembelajaran di dalam kelas adalah kompetensi guru, metode
pembelajaran yang di pakai, kurikulum, sarana dan prasarana, serta lingkungan
pembelajaran baik lingkungan alam, (psiko) sosial dan budaya (Depdikbud, 1994).
Dapat diartikan disini bahwa lingkungan sosial pembelajaran di kelas maupun di
sekolah (kantor, guru dan staf tata usaha) mempunyai pengaruh baik langsung maupun
tak langsung terhadap proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Dari data yang didapatkan kehadiran guru, kelulusan siswa, siswa yang masuk
SMA Negeri dan nilai rata-rata kelulusan siswa untuk membuktikan kinerja mengajar
guru,
Data tahunan SMP Negeri tahun 2013/2014
Kehadiran guru
PNS dan non PNS
Kelulusan siswa Siswa masuk SMA
Negeri
Nilai rata-rata
kelulusan siswa
PNS 25 Laki-laki 76 SMA N 109 Tertinggi 9,00
Non PNS 12 Perempuan 83 SMA S 50 Terendah 2,50
Jumlah 37 guru Jumlah 159 siswa Jumlah 109 siswa Rata-rata 19,46
100% 100% 109 100%
Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat bahwa kemampuan seorang kepala
sekolah dan iklim organisasi memiliki hubungan yang positif dan berkontribusi
terhadap kinerja mengajar guru. Sementara kenyataan yang penulis lihat dan ditemui di
lapangan seperti guru-guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Bangka
Selatan seperti subjek penelitian, bahwa kinerja mengajar guru dilapangan masih
mengalami:
1. Kelemahan dalam memilih dan mengembangkan bahan pengajaran.
2. Banyak yang tidak memiliki persiapan dalam pengajaran (tidak membuat perangkat
pembelajaran).
3. Kelemahan dalam menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi
yang diajarkan.
4. Kelemahan dalam berinteraksi dengan siswa.
5. Sering kali tidak merangkum materi pelajaran dalam mengakhiri pembelajaran, dan
6. Guru dalam melaksanakan evaluasi hampir tidak pernah melakukan analisis soal
yang akan diujikan.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas menunjukkan bahwa kinerja
mengajar guru tidak terlepas dari kemampuan manajerial kepala sekolah dan iklim
organisasi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
kemampuan manajerial kepala sekolah dan iklim organisasi terhadap kinerja mengajar
guru SMP Negeri di Kecamatan Toboali Kabupaten Bangka Selatan.
2. KAJIAN TEORI
2.1. Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah
Menurut Wahjosumidjo (dalam Karweti, 2010: 80) mendefinisikan kepala sekolah
sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu
sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi
interaksi antara guru yang memberi
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 80-93
82
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Kemampuan manajerial kepala sekolah berdasarkan Permendiknas Nomor 13
Tahun 2007 tentang standar kepala sekolah mencakupkompetensi kepribadian,
kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan
kompetensi sosial. Indikator-indikator kompetensi tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut: Indikator kompetensi kepribadian meliputi kompetensi: berakhlak mulia;
mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia
bagi komunitas di sekolah; memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin; memiliki
keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah; bersikap terbuka
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi; mengendalikan diri dalam menghadapi
masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah: memiliki bakat dan minat jabatan
sebagai pemimpin pendidikan.
Seorang kepala sekolah, di samping harus mampu melaksanakan proses
manajemen yang merujuk pada fungsi-fungsi manajemen, juga dituntut untuk
memahami sekaligus menerapkan seluruh substansi kegiatan pendidikan. Wayan Koster
mengemukakan bahwa dalam konteks Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS), kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan: 1) menjabarkan
sumber daya sekolah untuk mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar, 2) kepala
administrasi, 3) sebagai manajer perencanaan dan pemimpin pengajaran, dan 4)
mempunyai tugas untuk mengatur dan mengorganisir dan memimpin keseluruhan
pelaksanaan tugas-tugas pendidikan di sekolah. Dikemukakan pula bahwa sebagai
kepala administrasi, kepala sekolah bertugas untuk membangun manajemen sekolah
serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan keputusan manajemen dan kebijakan
sekolah (Admin, 2008:1).
Sedangkan Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2002) dengan mengutip dari
Dirawat mengemukakan tentang pemikiran Bogdan bahwa dalam perspektif
peningkatan mutu pendidikan terdapat empat kemampuan yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin pendidikan, yaitu, 1) kemampuan mengorganisasikan dan membantu
staf di dalam merumuskan perbaikan pengajaran di sekolah dalam bentuk program yang
lengkap, 2) kemampuan untuk membangkitkan dan memupuk kepercayaan pada diri
sendiri dari guru-guru dan anggota staf sekolah lainnya, 3) kemampuan untuk membina
dan memupuk kerja sama dalam mengajukan dan melaksanakan program-program
supervisi, dan 4) kemampuan untuk mendorong dan membimbing guru-guru serta
segenap staf sekolah lainnya agar mereka dengan penuh kerelaan dan tanggung jawab
berpartisipasi secara aktif pada setiap usaha-usaha sekolah untuk mencapai tujuan-
tujuan sekolah itu sebaik-baiknya (Admin, 2008:1).
2.2. Iklim Organisasi
Stephen P. Robbins (dalam Wirawan, 2007:2-3) Robbins mengemukakan bahwa
organisasi merupakan social entity, unit-unit dari organisasi terdiri atas orang atau
kelompok orang yang saling berinteraksi. Interaksi tersebut terkoordinasi secara sadar,
artinya dikelola dalam upaya mencapai tujuannya. Pola interaksi yang diikuti oleh orang
dalam organisasi bukan muncul seketika, tetapi telah direncanakan secara matang
sebelumnya. Pola interaksi antara anggota organisasi seimbang dan harmonis untuk
meminimalkan redundansi, sehingga menjamin tugas-tugas kritikal dapat terlaksana.
Dengan demikian, diperlukan adanya suatu koordinasi pola interaksi.
Menurut Taiguri dan Litwin (dalam Wirawan, 2007: 121) mengatakan bahwa
iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi terhadap Kinerja Mengajar Guru
83
terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi dan mempengaruhi perilaku mereka
serta dapat dilukiskan dalam satu set karakteristik atau sifat organisasi. Kualitas
lingkungan organisasi ini dialami oleh pada karyawan di dalam organisasinya tersebut
dalam bentuk nilai, ciri atau sifat organisasinya.
Iklim organisasi merupakan suasana dalam suatu organisasi yang diciptakan
oleh pola hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) yang berlaku. Pola
hubungan ini bersumber dari hubungan antara guru dengan guru lainnya, atau mungkin
hubungan antara guru dengan kepala sekolah atau sebaliknya antara kepala sekolah
dengan guru. Pola hubungan antara pegawai dengan pemimpin (kepala sekolah)
membentuk suatu jenis kepemimpinan (leadership style) yang ditetapkan oleh
pemimpin dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinannya.
Iklim dapat mempengaruhi perilaku dalam organisasi. Iklim organisasi dapat
menyenangkan dapat pula tidak menyenangkan, oleh karena iklim organisasi dibangun
melalui kegiatan dan mempunyai akibat atau dampak bagi organisasi. Menurut Croft,
iklim organisasi yang berkualitas ditandai adanya suasana penuh semangat dan adanya
daya hidup, memberikan kepuasan kepada anggota organisasi (Sagala, 2008:129).
Menurut Fred Luthans, iklim organisasi merupakan keseluruhan perasaan yang
disampaikan dengan pengaturan yang bersifat fisik, cara peserta berinteraksi, dan cara
anggota organisasi berhubungan dengan pelanggan dan individu dari luar.
Jadi, iklim organisasi adalah serangkaian sifat lingkungan kerja, yang dinilai
langsung atau tidak langsung oleh karyawan yang dianggap menjadi kekuatan utama
dalam mempengaruhi perilaku karyawan. Iklim organisasi mengacu pada persepsi
anggota organisasi terhadap lingkungan kerjanya secara umum yang dipengaruhi oleh
organisasi formal, organisasi informal, kepribadian partisipan, dan kepemimpinan
organisasi.
2.3. Kinerja Mengajar Guru
Menurut Hasibun (2005:94) menyatakan bahwa: “Kinerja adalah suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.
Smith (Mulyasa, 2007:136) menyatakan bahwa kinerja adalah „......output drive
from prosesses, human or otherwise’, jadi kinerja merupakan hasil atau keluaran dari
suatu proses. Sedangkan menurut LAN (Mulyasa, 2007:136) menyatakan bahwa
„kinerja atau performansi dapat diartikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja,
pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk kerja.
Menurut Smith (dalam Sanjaya, 2008:208) bahwa: “Mengajar adalah
menanamkan pengetahuan atau keterampilan (teaching is imparting knowledge or
skill)”. Menanamkan pengetahuan disini terjadi karena adanya proses penyampaian
pengetahuan dari guru kepada siswa.
Bruce Weil (dalam Sanjaya, 2008:216-217) mengemukakan tiga penting dalam
proses pembelajaran. Pertama proses pembelajaran adalah membentuk kreasi
lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa. Tujuan
pengaturan lingkungan ini dimaksudkan untuk menyediakan pengalaman belajar yang
memberi latihan-latihan penggunaan fakta-fakta. Kedua, berhubungan dengan tipe-tipe
pengetahuan yang harus dipelajari. Ada tiga tipeyang masing-masing memerlukan
situasi yang berbeda dalam mempelajarinya. Pengetahuan tersebut adalah pengetahuan
fisis, sosial, dan logika. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari
suatu objek atau kejadian, seperti bentuk, besar, berat, serta bagaimana objek itu
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 80-93
84
berinteraksi satu dengan lainnya. Pengetahuan sosial berhubungan antara manusia yang
dapat mempengaruhi interaksi sosial. Pengetahuan logika berhubungan dengan berpikir
matematis, yaitu pengetahuan yang dibentuk berdasarkan pengalaman dengan suatu
objek dan kejadian tertentu. Ketiga, dalam proses pembelajaran harus melibatkan peran
lingkungan sosial. Melalui hubungan sosial itulah anak berinteraksi dan berkomunikasi,
berbagai pengalaman dan lain sebagainya, yang memungkinkan mereka berkembang
secara wajar.
Upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengefektifkan pembelajaran, secara
garis besar mencakup tiga tahap, yaitu, 1) persiapan atau perencanaan, 2) pelaksanaan,
dan 3) penilaian/evaluasi (Sutikno, 2005:44). Sedangkan Moore (Sutikno, 2005:40)
menjelaskan enam langkah yang berkesinambungan dalam suatu model pembelajaran
yang efektif, yaitu, 1) memahami situasi dalam belajar, 2) perencanaan pembelajaran, 3)
merencanakan tugas-tugas, 4) melaksanakan kegiatan belajar, 5) mengevaluasi kegiatan
belajar, dan 6) menindaklanjuti.
Berdasarkan uraian diatas, dimensi kinerja mengajar guru yang akan dijadikan
kajian dalam penelitian ini meliputi kinerja mengajar guru dalam 1) merencanakan
pembelajaran, 2) melaksanakan pembelajaran, dan 3) mengevaluasi pembelajaran.
Kerangka berpikir adalah dasar pemikiran dari penelitian yang disintesiskan dari
fakta-fakta, observasi dan telaah kepustakaan. Oleh karena itu, kerangka berfikir
memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian.
Uraian dalam kerangka berfikir menjelaskan hubungan dan keterkaitan antara variabel
penelitian. Variabel-variabel penelitian dijelaskan secara mendalam dan relevan dengan
permasalahan yang di teliti, sehingga dapat dijadikan dasar untuk menjawab
permasalahan (Riduwan, 2005:34-35). Kerangka berfikir juga menggambarkan alur
pemikiran penelitian dan memberikan penjelasan kepada pembaca. Kerangka berfikir
dapat disajikan dengan bagan yang menunjukkan alur fikir peneliti serta keterkaitan
antar variabel yang diteliti.
Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini dibuat kerangka pemikiran yang
menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif korelasional, sebab penelitian ini akan mendeskripsikan hubungan
sebab akibat antara variabel bebas dan variabel terikat melalui uji statistik. Penelitian ini
terdiri dari tiga variabel, yaitu variabel bebas (independen) kemampuan manajerial
kepala sekolah (X1) dan iklim organisasi (X2), dengan satu variabel terikat (dependen),
yaitu kinerja mengajar guru (Y).
Gambar 2.2
Kerangka berpikir
Kesimpulan dari kerangka berfikir adalah keterkaitan antara kemampuan
manajerial kepala sekolah (X1) dengan iklim organisasi (X2) untuk menghasilkan
kinerja mengajar guru yang bermutu.
X2
Y
X1
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi terhadap Kinerja Mengajar Guru
85
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikiran diatas diuraikan hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat kontribusi yang signifikan antara Kemampuan manajerial kepala sekolah
terhadap kinerja mengajar guru SMP Negeri di Kecamatan Toboali Kabupaten
Bangka Selatan.
2. Terdapat kontribusi yang signifikan antara Iklim organisasi sekolah terhadap
kinerja mengajar guru SMP Negeri di Kecamatan Toboali Kabupaten Bangka
Selatan.
3. Terdapat kontribusi yang signifikan antara kemampuan manajerial kepala sekolah
dan iklim organisasi secara bersama-sama terhadap kinerja mengajar guru SMP
Negeri di Kecamatan Toboali Kabupaten Bangka Selatan.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif adalah
penelitian yang mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya
(Sugiyono, 2006:11). Dalam penelitian ini variabel yang dimaksud adalah kemampuan
manajerial kepala sekolah, iklim organisasi dan kinerja mengajar guru.
Berdasarkan jenis datanya, penelitian ini menggunakan metode penelitian
kuantitatif. Dalam penelitian ini data yang digunakan dan diolah adalah data kuantitatif,
yaitu data berbentuk angket atau data kualitatif data yang diangkakan (Sugiyono,
2006:14)
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Penelitian ini yang menjadi populasi adalah guru-guru SMP Negeri di Kecamatan
Toboali Kabupaten Bangka Selatan yang terdiri dari 5 sekolah. Adapun penyebaran
sekolah SMP Negeri tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.2
Penyebaran Populasi Guru SMP Negeri
NO SEKOLAH JENIS GURU JUMLAH
PNS NON PNS
1 SMP NEGERI 1 24 15 39
2 SMP NEGERI 2 27 11 38
3 SMP NEGERI 3 9 7 16
4 SMP NEGERI 4 5 14 19
5 SMP NEGERI 5 6 7 13
JUMLAH 125
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka Selatan Tahun 2014
3.2.2 Sampel
Penarikan sampel dari suatu populasi memiliki aturan atau teknik tersendiri. Dengan
menggunakan teknik yang tepat memungkinkan peneliti dapat menarik data realbiel.
Karena itu ketentuan-ketentuan dalam menarik sampel menjadi penting dalam setiap
kegiatan penelitian ilmiah. Sugiyono (2006:91) menyatakan bahwa: “Sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi”. Sedangkan Arikunto (2006:131) mengatakan: “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”.
Sementara itu Nurgiyantoro dkk (2004:21) mengatakan bahwa: “Sampel adalah sebuah
kelompok anggota yang menjadi bagian populasi sehingga juga memiliki karakteristik
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 80-93
86
populasi”. Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel adalah bagian
dari populasi yang memiliki ciri-ciri tertentu yang akan diteliti. Karena itu ketentuan-
ketentuan penarikan sampel dalam setiap kegiatan penelitian menjadi penting.
Mohammad Ali (1985:55) menyatakan bahwa: “Dalam pengambilan sampel dan
populasi memerlukan suatu teknik tersendiri. Sehingga sampel yang diperoleh dapat
representatif atau mewakili populasi dan kesimpulan yang dibuat dapat tepat atau valid
dan dapat dipercaya (signifikan)”.
Menentukan jumlah sampel dari populasi, penulis merujuk pada rumus dari Taro
Yamane atau Slovin (Ridwan dan Akdon, 2007:254):
n = 𝑁
𝑁𝑑2+1
keterangan:
N = ukuran populasi
n = ukuran sampel minimal
d2 = presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 90%)
Berdasarkan data diatas sampel penelitian diambil sebanyak 56 guru dari
jumlah guru yang ada di kecamatan Toboali Kabupaten Bangka Selatan.
Tabel 3.3
Sampel Penelitian No Nama Sekolah Jumlah Guru
1 SMP NEGERI 1 17
2 SMP NEGERI 2 16
3 SMP NEGERI 3 9
4 SMP NEGERI 4 7
5 SMP NEGERI 5 7
Jumlah 56
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini merupakan gambaran umum mengenai masing-masing variabel
sebagai pembanding dalam anasis data hasil penelitian yang meliputi: (1) deskripsi data
penelitian meliputi variabel bebas, yaitu kemampuan manajerial kepala sekolah dan
iklim organisasi, sedangkan variabel terikat adalah kinerja mengajar guru, (2) pengujian
persyaratan analisis data, yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji
linieritas, (3) uji hipotesis dengan menggunakan statistika regresi.
4.1.1 Deskripsi Data
Data penelitian ini meliputi tiga variabel, (1) variabel bebas terdiri dari kemampuan
manajerial kepala sekolah (X1) dan iklim organisasi (X2) dan variabel terikat yaitu
kinerja mengajar guru (Y). Dari data 3 variabel tersebut terdiri dari 37 butir angket
untuk varibel kemampuan manajerial kepala sekolah, 36 butir angket untuk variabel
iklim organisasi, dan 35 butir angket untuk variabel kinerja mengajar guru. Angket-
angket penelitian tersebut diberikan kepada sampel sebanyak 56 responden. Dari
pemeriksaan yang telah dilakukan, seluruh data memenuhi syarat untuk diolah dan dianalisis. Secara singkat data tersebut dinyatakan dengan statistik deskriptif yaitu:
sampel (N), nilai rata-rata (mean), simpangan baku (standard deviation), nilai terendah
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi terhadap Kinerja Mengajar Guru
87
(minimum) dan nilai tertinggi (maximum). Data statistik tersebut dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 4.1
Deskripsi Data Statistics
Kemampuan Manajerial
Kepala Sekolah
Iklim Organisasi
Kinerja Mengajar
Guru
N Valid 56 56 56
Missing 0 0 0 Mean 155.6607 149.0893 148.7500 Std. Error of Mean .79130 1.13053 .87023 Median 156.0000 150.0000 149.0000 Mode 154.00 142.00 149.00 Std. Deviation 5.92154 8.46012 6.51223 Variance 35.065 71.574 42.409 Kurtosis -.101 .012 .196 Std. Error of Kurtosis .628 .628 .628 Range 25.00 41.00 29.00 Minimum 141.00 126.00 132.00 Maximum 166.00 167.00 161.00 Sum 8717.00 8349.00 8330.00
Sumber : Output SPSS
4.1.2 Uji Normalitas
Analisis uji normalitas dalam penelitian ini bertujuan utuk menguji apakah data yang
diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Pengujian normalitas
penyebaran nilai atau data dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov.
Taraf signifikansinya yang digunakan sebagai dasar menolak atau menerima keputusan
dengan acuan alpha 0,05 atau pada taraf kepercayaan 95%. Hipotesis yang diajukan
untuk uji normalitas ini adalah sebagai berikut.
H0 : Data tidak berdisribusi normal.
H1 : Data berdistribusi normal,
Dasar pengambilan keputusan:
Terima H0, jika nilai asyimotic signifikansi < nilai signifikansi alpha (0,05).
Terima H1, jika nilai asyimtotic signifikansi > nilai signifikansi alpha (0,05).
Tabel 4.2
Hasil Uji Normalitas Variabel X1, X2, dan Y One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kemampuan Manajerial
Kepala Sekolah Iklim Organisasi Kinerja
Mengajar Guru
N 56 56 56 Normal Parameters
a,b Mean 155.6607 149.0893 148.7500
Std. Deviation 5.92154 8.46012 6.51223 Most Extreme Differences Absolute .112 .085 .105
Positive .075 .085 .061 Negative -.112 -.081 -.105
Test Statistic .112 .085 .105 Asymp. Sig. (2-tailed) .076
c .200
c,d .194
c
Sumber : Output SPSS
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, nilai signifikansinya untuk variabel kemampuan
manajerial kepala sekolah (X1) sebesar 0,076 > 0,05 dan variabel iklim organisasi (X2)
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 80-93
88
sebesar 0,2 > 0,05, sedangkan uji signifikansi pada variabel kinerja guru (Y) sebesar
0,194 > 0,05, Berdasarkan landasan pengambilan keputusan di atas, maka H1 diterima
dan H0 ditolak. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa data kemampuan manajerial
kepala sekolah, iklim organisasi, dan kinerja mengajar guru dalam penelitian ini sebaran
membentuk distribusi normal.
4.1.3 Uji Linieritas
Uji linieritas adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah masing-masing data
variabel kemampuan manajerial kepala sekolah (X1) dan iklim organisasi (X2)
cenderung membentuk garis linier terhadap variabel kinerja mengajar guru (Y)
responden. Rumusan hipotesis yang diajukan untuk persyaratan uji linieritas sebagai
berikut.
HO : tidak terdapat pengaruh yang linier antara variabel bebas dan variabel terikat,
H1 : terdapat pengaruh yang linier antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut.
HO diterima : jika nilai signifikansi > nilai signifikansi alpha (0,05).
H1 ditolak : jika nilai signifikansi < signifikansi alpha (0,05).
Hasil uji kelinieran antara variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan
SPSS.
Tabel 4.3
Uji Linieritas Variabel X1 terhadap Y
Pengaruh Perhitungan Jumlah
kuadrat
Rata-
Rata
Kuadrat
Nilai Uji F Nilai
Signifikan
Kemampuan manajerial
kepala sekolah terhadap
kinerja mengajar guru
Nilai linieritas 677.721 677.721 20.789 0.000
Deviasi dari
nilai linieritas 513.771 27.041 0.829 0.661
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, dapat diketahui bahwa nilai signifikansinya
kelinieran variabel X1 terhadap variabel terikat Y sebesar 0,000. Karena signifikansinya
kurang dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel terikat Y dan variabel
bebas X1 terdapat hubungan yang linier.
Tabel 4.4
Uji Linieritas Variabel X2 terhadap Y
Pengaruh Perhitungan Jumlah
kuadrat
Rata-Rata
Kuadrat Nilai Uji F
Nilai
Signifikan
Iklim organisasi
terhadap kinerja
mengajar guru
Nilai linieritas 475.570 475.570 11.276 0.002
Deviasi dari
nilai linieritas 507.313 23.060 0.547 0.929
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, dapat diketahui bahwa nilai signifikansinya
kelinieran variabel X2 terhadap variabel terikat Y sebesar 0,002. Karena signifikansinya
kurang dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel terikat Y dan variabel
bebas X2 terdapat pengaruh yang linier.
4.1.4 Pengujian Hipotesis
Pengujian ketiga hipotesis yang diajukan yaitu terdapat pengaruh kemampuan
manajerial kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru dan terdapat pengaruh iklim
organisasi terhadap kinerja mengajar guru baik secara masing-masing maupun secara
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi terhadap Kinerja Mengajar Guru
89
bersama-sama. Melihat pengaruh tersebut menggunakan analisis regresi sederhana dan
regresi berganda sebagai berikut:
a) Analisis Regresi Linier Sederhana (Parsial)
Analisis regresi linear sederhana adalah untuk melihat pengaruh linear antara variabel
bebas X1 terhadap variabel terikat Y dan variabel X2 terhadap variabel Y. Selain itu
untuk memprediksi nilai variabel terikat apabila variabel bebas diketahui (nilai variabel
bebas mengalami kenaikan atau penurunan). Hipotesis yang akan diuji adalah H0 : tidak
terdapat pengaruh secara signifikansinya antara variabel X1 dan varibel X2 terhadap Y
dan H1 : tidak terdapat pengaruh secara signifikansinya antara variabel X1 dan varibel
X2 terhadap Y. Hasil analisis regresi dengan menggunakan SPSS dapat dilihat pada
Tabel di bawah ini.
Tabel 4.5
Pengujian Kemampuan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru Model Summary
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square Change F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .539a .291 .277 5.53571 .291 22.116 1 54 .000
a. Predictors: (Constant), Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah
Sumber: Diolah oleh Peneliti
Berdasarkan Tabel di atas, di dapat nilai R = 0,539 dan nilai R square sebesar
0,291. Dengan demikian, terdapat pengaruh antara kemampuan manajerial kepala
sekolah terhadap kinerja mengajar guru yang besarnya adalah 0,291 x 100% = 29,1%.
Dari hasil di atas, menunjukkan bahwa nilai signifikansinya sebesar 0,00, karena nilai
signifikansinya lebih kecil daripada taraf signifikansinya 5% (0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima berarti secara signifikansi bahwa
terdapat pengaruh kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap kinerja mengajar
guru.
Tabel 4.6
Pengujian Iklim Organisasi terhadap Kinerja Mengajar Guru Model Summary
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square Change F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .452a .204 .189 5.86409 .204 13.830 1 54 .000
a. Predictors: (Constant), Iklim Organisasi
Sumber: Diolah oleh Peneliti
Berdasarkan hasil pengujian variabel iklim organisasi dengan kinerja mengajar
guru diperoleh nilai R = 0,452 dan nilai R square sebesar 0,240. Dengan demikian
terdapat pengaruh antara iklim organisasi terhadap kinerja mengajar guru yang besarnya
adalah 0,240 x 100% = 24%. Nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,00. Karena
nilai signifikansinya lebih kecil dari pada taraf signifikansinya 5% (0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima berarti secara signifikansi bahwa terdapat pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja mengajar guru.
Selanjutnya, dilakukan perhitungan nilai koefesien dan nilai konstanta pada
masing-masing variabel yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 80-93
90
Tabel 4.7
Regresi Linear Sederhana Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah terhadap Kinerja
Mengajar Guru Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 56.474 19.636 2.876 .006
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah
.593 .126 .539 4.703 .000
a. Dependent Variable: Kinerja Mengajar Guru
Sumber: Diolah oleh Peneliti
Data pada tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai konstanta variabel
kemampuan manajerial kepala sekolah sebesar 56,474 dan koefisien regresi sebesar
0,593 sehingga persamaan regresi antara variabel X1 (kemampuan manajerial kepala
sekolah) dan Y (kinerja mengajar guru) adalah Y = 0,593 X + 56,474. Dari nilai
koefesien 56,474, berarti setiap kenaikan 1 poin skor kemampuan manajerial kepala
sekolah maka skor kinerja mengajar guru akan bertambah sebesar 0,593. Tabel 4.8
Regresi Linear Sederhana Iklim Organisasi terhadap Kinerja Mengajar Guru Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 96.930 13.956 6.945 .000
Iklim Organisasi .348 .093 .452 3.719 .000
a. Dependent Variable: Kinerja Mengajar Guru
Sumber: Diolah oleh Peneliti
Data pada Tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai konstanta sebesar variabel
iklim organisasi sebesar 96.930 dan koefisien regresi sebesar 0,348 sehingga persamaan
regresi antara variabel X2 (iklim organisasi) dan Y (kinerja mengajar guru) adalah Y =
0,348X + 96.930. Dari nilai koefesien 0,348, berarti setiap kenaikan 1 poin skor iklim
organisasi maka skor kinerja mengajar guru akan bertambah sebesar 0,348.
b) Analisis Regresi Linear Berganda (R)
Hasil perhitungan data regresi ganda untuk variahel bebas X1 dan X2 terhadap variabel
terikat Y dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 4.9
Hasil Model Sumari Analisis Korelasi Ganda Antara Iklim organisasi dan Kemampuan
Manajerial Kepala Sekolah Model Summary
Model R R
Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Chang
e df1 df2 Sig. F
Change
1 .620a .384 .361 5.20502 .384 16.547 2 53 .000
a. Predictors: (Constant), Iklim Organisasi, Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah
Sumber: Diolah oleh Peneliti
Data pada tabel di atas, diperoleh angka korelasi berganda R sebesar 0.620. Hal
ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang kuat antara variabel bebas X1 dan X2
secara bersama-sama terhadap variabel terikat Y. Persentase pengaruh variabel bebas
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi terhadap Kinerja Mengajar Guru
91
(X1 dan X2) secara bersama-sama terhadap variabel terikat (Y) sebesar 38,4% dan
sisanya dipengaruhi faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini, sedangkan
banyak kesalahan terhadap kinerja mengajar guru sebesar sebesar 5,20502. Karena
standar eror of the estimate (5,308) kurang dari standar deviasi variabel terikat, maka
persamaan regresi semakin baik dalam memprediksi kinerja mengajar guru.
Data pada tabel di atas, menunjukkan nilai F tes hitung adalah 16.547 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,000, Oleh karena probabilitas (0,00) lebih kecil dari 0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas X1 dan X2 berpengaruh terhadap variabel
terikat Y. Untuk hasil analisis korelasi berganda dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.10
Regresi Linear Berganda (R) Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 35.851 19.837 1.807 .076
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah
.489 .124 .445 3.942 .000
Iklim Organisasi .247 .087 .321 2.842 .006
a. Dependent Variable: Kinerja Mengajar Guru
Sumber: Diolah oleh Peneliti
Berdasarkan Tabel 4.9 di atas, diketahui nilai konstanta yang terbentuk sebesar
35.851, sedangkan koefisen persamaan garis regresi variabel kemampuan manajerial
kepala sekolah sebesar 0.489 dan iklim organisasi 0.247, Sehingga diperoleh persamaan
garis regresi antara variabel X1 dan X2 adalah Y = 35.851 + 0.489X1 + 0.247X2. Dari
Persamaan regresi mengindikasikan bahwa jika variabel X1 dan X2 masing-masing
ditingkatkan sebesar 1 satuan, maka nilai Y akan naik sebesar 0.489 (1) + 0.247 (1) =
0,756.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan pada bab IV, diperoleh temuan
sebagai berikut.
1) Terdapat pengaruh positif kemampuan manajerial kepala sekolah belajar dengan
kinerja mengajar guru, dengan koefesien regresi 0,291. Dengan perkataan lain,
makin tinggi kemampuan manajerial kepala sekolah, akan tinggi kinerja mengajar
guru.
2) Terdapat pengaruh positif iklim organisasi dengan kinerja mengajar guru dengan
koefesien regresi 0,204. Dengan perkataan lain, makin tinggi iklim organisasi, akan
makin tinggi kinerja mengajar guru.
3) Terdapat pengaruh positif kemampuan manajerial kepala sekolah, dan iklim
organisasi secara bersama-sama dengan kinerja mengajar guru responden, dengan
koefesien regresi berganda sebesar 0,384. Dengan perkataan lain, makin tinggi kemampuan manajerial kepala sekolah dan iklim organisasi secara bersama-sama
akan makin tinggi kinerja mengajar guru.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 80-93
92
5.2 Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang ditunjukan kepada berbagai
pihak yang diharapkan dapat memanfaatkan dan menindaklanjuti hasil penelitian ini,
guru, responden, peneliti lain, serta pihak yang terlibat dalam mengajar ilmu pendidikan
hendaknya memberikan masukan dalam meningkatkan kinerja mengajar guru.
1. Kepala Sekolah
Kepala sekolah perlu meningkatkan pemahaman dan pengetahuan, serta
mengembangkan kemampuan manajerial agar dapat bertugas melaksanakan proses
belajar mengajar secara efektif dan efisien, baik dalam menyusun perencanaan,
mengorganisasikan kegiatan, mengarahkan kegiatan, mengkoor-dinasikan kegiatan,
melaksanakan pengawasan, melakukan evaluasi terhadap kegiatan, menentukan
kebijaksanaan, dan lain sebagainya, guna mendapatkan hasil yang optimal.
2. Pengajar (Guru)
Pengajar (guru) perlu meningkatkan kemampuan kompetensi khususnya pada
kemampuan mengajar sehingga penerapan pembelajaran dapat berjalan sesuai yang
diinginkan. Selain itu, hendaknya guru juga memahami fungsi dan tugasnya, serta
memiliki keterampilan keguruan guna dapat mengimplemen-tasikan tugasnya sebagai
guru.
DAFTAR PUSTAKA
Admin, 2008. Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah. Artikel Pendidikan.
[Online].Tersedia:https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/05/02/kemampua
n-manajerial-kepala-sekolah/
Akdon, Ridwan. 2007. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung : Alfabeta.
Ali, Mohammad.1985. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa
Bandung.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 13 / 2007 tanggal 17 April 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah, Jakarta: BNSP.
Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar (GBPP). Depdikbud. Jakarta.
Hasibun, M. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Ketujuh, Jakarta: Bumi
Aksara.
Mulyasa, E. 2007. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosdakarya.
Nurgiyantoro Burhan dkk. 2004. Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press Karweti. 2010. Pengaruh Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Faktor yang
Mempengaruhi Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru SLB di Kabupaten
Subang. Jurnal Penelitian Vol. 11 No. 2.
Republik Indonesia. 2005. Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.
Ridwan. 2005. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung : Alfabeta
Sagala, S. 2007. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Sanjaya, W. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi terhadap Kinerja Mengajar Guru
93
Sallis, E. 2008. Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu Pendidikan.
Cetakan ke 8. Alih Bahasa oleh A. R. Ahmad dan Fahrurrozi. Jogjakarta:
IRCiSoD.
Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. Mataram: NTP Pres.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi dilengkapi dengan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Wirawan. 2007. Budaya dan Iklim Organisasi: Teori Aplikasi dan Penelitian. Jakarta:
Salemba Empat.
ISSN: 2443-2164
94
PENGARUH MOTIVASI, DISIPLIN DAN KOMITMEN PEGAWAI
TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI PADA PT. JASA RAHARJA
(PERSERO) CABANG BANGKA BELITUNG
Teguh Afrianto PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung
Chandra Suwondo STIE Pertiba Pangkalpinang
Wargianto STIE Pertiba Pangkalpinang
Abstrak
Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh motivasi, disiplin dan komitmen pegawai
terhadap prestasi kerja pegawai pada PT. Jasa Raharja (PERSERO) Cabang Bangka Belitung.
Metode penelitian digunakan metode survey. Responden penelitian adalah seluruh pegawai PT.
Jasa Raharja (PERSERO) Cabang Bangka Belitung sejumlah 32 orang. Variabel yang
digunakan adalah prestasi kerja, motivasi, disiplin dan komitmen pegawai. Penelitian ini
menggunakan analisis kuantitatif. Data penelitian ini adalah primer hasil penelitian langsung
di lapangan. Data penelitian dianalisis dengan teknik analisis regresi yang pengelolahannya
dilakukan melalui perangkat lunak SPSS versi 17.
Hasil penelitian ini adalah 1) Terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel
motivasi terhadap prestasi kerja pegawai pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka
Belitung. 2) Terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel disiplin terhadap prestasi kerja
pegawai Pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung. Terdapat pengaruh positif
dan signifikan variabel komitmen pegawai terhadap prestasi kerja pegawai pada PT Jasa
Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung 4) Terdapat pengaruh positif dan signifikan
variabel motivasi, disiplin dan komitmen pegawai secara bersama-sama terhadap prestasi kerja
pegawai pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung.
Keywords: motivasi, disiplin, komitmen pegawai, kinerja.
1. PENDAHULUAN
Perkembangan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai bagian dari organisasi
dihadapkan pada kenyataan yang kurang mengenakan, dimana sering kita jumpai
adanya pegawai dengan kualitas yang tidak memadai. Kondisi yang menunjukan
bahwa kinerja pegawai pada sebuah perusahaan sedikit mengalami kemunduran, sering
dijumpai para pegawai yang kurang bekerja dengan sungguh-sungguh bahkan terkesan
seadanya, sehingga berpengaruh buruk secara tidak langsung terhadap kinerja
perusahaan secara keseluruhan. Ini tentu saja menjadi dilema bagi manajemen, dimana
seharusnya pegawai merupakan salah satu asset yang sangat penting bagi
keberlangsungan perusahaan.
Kondisi pegawai PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung saat ini
tetap berusaha bekerja sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) perusahaan
yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab kesehariaannya
serta memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Namun tentu saja pada kondisi
tertentu terdapat pegawai yang kurang bersikap profesional dengan berbagai alasan,
yang tentu saja hal tersebut tidak boleh dilakukan oleh para pegawai. Bahwa dalam
kondisi apapun pegawai harus menunjukan kualitas kerja dan dedikasi tinggi terhadap
perusahaan.
Peningkatan prestasi kerja pegawai pada dasarnya terletak pada semangat kerja
yang dimiliki oleh personil yang ada, baik, cukup atau kurangnya semangat kerja
Pengaruh Motivasi, Disiplin Dan Komitmen Pegawai Terhadap Prestasi Kerja
95
personil sangatlah tergantung pada “motivasi” yang dimiliki oleh personil oleh personil
itu sendiri. Menurut Nasrih, M. L. (2010) menjelaskan bahwa motivasi sejati adalah
dorongan kerja yang asalnya dari diri orang itu sendiri, bukan karena tekanan atau bujuk
rayu. Motivasiinilah yang mendorong timbulnya semangat kerja manusia supaya
kemampuan yang dimiliki digunakan secara semaksimal mungkin. Maka dari itu
pemberian motivasi bagi pegawai PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung
perlu diatur dan dibenahi kembali. Jika pimpinan kurang memperhatikan terhadap
pemberian motivasi kepada para pegawai, maka berdampak pada rendahnya prestasi
kerja pegawai. Kurangnya motivasi pegawai tercermin pada turunnya pendapatan
perusahaan di sektor IWKBU (Iuran Wajib Kendaraan Bermotor Umum) yang
merupakan salah satu instrumen pendanaan sesuai dengan UU 33 tahun 1964 jo PP no
17 tahun 1965. Untuk tahun 2015 pendapatan yang dicapai hanya 68,5% dari anggaran
yang telah ditetapkan, sedangkan untuk kecepatan pelayanan santunan secara rata-rata
adalah selama 6,76 hari kerja. Memang hal tersebut masih dibawah batas target yang
ditetapkan perusahaan secara nasional yaitu selama 7 hari kerja. Namun jika
dibandingkan dengan pencapaian tahun 2015 khusus hal kecepatan pelayanan santunan
mengalami penurunan sebesar 0,26 hari kerja (data tercermin dari laporan aktivitas
perbandingan pelayanan 2015-2016 PT. Jasa Raharja Cabang Bangka Belitung). Hal
tersebut banyak disebabkan oleh berbagai faktor, dan salah satunya adalah motivasi
kerja pegawai yang sedikit menurun. Sehingga menurut evaluasi dari Satuan Pengawas
Intern (SPI) bahwa pada periode beberapa bulan tertentu pada tahun 2016, terdapat
kinerja kantor cabang yang dibawah target atau tidak tercapainya target yang telah
ditetapkan, baik dari sektor pendanaan khususnya untuk IWKBU dan Percepatan
Pelayanan Santunan. Kemungkinan besar karena faktor pegawai yang mulai mengendur
motivasinya. Dengan kondisi ini terbuka bagi Kepala Cabang PT Jasa Raharja
(Persero) Cabang Bangka Belitung untuk segera membenahi cara-cara pemberian
motivasi kepada pegawai, agar mereka merasa diperhatikan, tetap bekerja dengan penuh
semangat atau tetap termotivasi bekerja dengan sepenuh hati dan selanjutnya diharapkan
bersedia meningkatkan prestasi kerja.
Menurut Suryanto, E., Hasiolan, L. B., & Fathoni, A. (2010) mengatakan bahwa
kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting, karena semakin baik disiplin
pegawai, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan
yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Pendapat lain
menurut (Rivai, 2006 ), disiplin adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk
berkomunikasi dengan pegawai agar mereka bersedia untuk mengubah suatu prilaku
serta sebagai suatu upaya meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati
semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku. Hal tersebut sedikit
banyaknya tercermin pada prilaku para pegawai PT Jasa Raharja (Persero) Cabang
Bangka Belitung, mereka memiliki sikap disiplin yang baik namun jika dilihat dari
akumulasi penilaian pegawai PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung untuk
semester I dan semester II tahun 2016, yang dilakukan oleh Kepala Cabang. Bloudan Boal dalam (Robbins, 119) mendefinisikan komitmen sebagai suatu
keadaan dalam mana seseorang karyawan memihak padasuatu organisasi tertentu dan
tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi tersebut.
Komitmen merupakan keinginan pegawai untuk tetap mempertahankan keanggotaan
dirinya dalam organisasi dan bersedia melakukan usaha yang tinggi bagi pencapaian
tujuan organisasi. Komitmen pegawai dicerminkan oleh kemauan pegawai, kesetiaan
pegawai dan kebanggaan pegawai terhadap organisasi. Pegawai yang memiliki
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 94-105
96
komitmen yang tinggi akan menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Dengan
adanya komitmen pegawai ini dapat tercermin dari tingkah laku serta sikap pegawai itu
pada saat dilingkungan perusahaan dalam menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan
kepadanya. Komitmen pegawai dapat berdampak pada baiknya kinerja suatu
perusahaan, dikarenakan adanya dukungan yang baik dari semua unsur elemen
perusahaan yang ada didalamnya terutama pegawai perusahaan itu sendiri. Dengan
tingginya komitmen pegawai tersebut diharapkan berdampak kepada kualitas pekerjaan
para pegawai dan pencapaian target perusahaan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Apalagi di tahun 2012 ini yang merupakan tahun ke 51 PT Jasa Raharja (Persero)
mengabdi pada masyarakat, dimana manajemen mencanangkan suatu perubahan agar
terciptanya kondisi dimana perusahaan memberikan pelayanan terbaik atau excellent
service kepada masyarakat dengan menggunakan konsep pelayanan “PRIME” (Proaktif,
Ramah, Ikhlas, Mudah dan Empati). Yang pada dasarnya merupakan penajaman sikap
dan prilaku yang harus ditingkatkan dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat
yang mengalami musibah kecelakaan baik darat, laut maupun udara. Hanya saja
sesekali walau telah menunjukan sikap yang profesional namun pegawai acapkali lupa
menunjukan rasa empati sebagai salah satu konsep dari PRIME tersebut, empati dalam
artian bahwa pegawai seyogyanya menempatkan diri merasa sebagai orang yang
mengalami musibah kecelakaan. Dengan keadaan tersebut maka baik manajemen
maupun pimpinan untuk terus memberikan pengarahan kepada seluruh pegawai PT Jasa
Raharja khususnya untuk Cabang Bangka Belitung agar tetap memegang komitmen
untuk bersikap dan bekerja dengan profesional dan mengedepankan konsep PRIME
tersebut dalam bekerja.
Kaitan fungsional antara pemberian motivasi, disiplin kerja dan komitmen
pegawai oleh manajemen maupun pimpinan dapat menggerakan gairah kerja para
pegawai untuk meningkatkan prestasi kerjanya merupakan keadaan yang mengugah
penulis untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Motivasi, Disiplin dan Komitmen
Pegawai Terhadap Prestasi Kerja Pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka
Belitung.
1.1. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah Motivasi Kerjaberpengaruh positif dan signifikan terhadap Prestasi kerja pegawaipada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung?
b. Apakah Disiplin Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Prestasi kerja
pegawaipada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung?
c. Apakah Komitmen Pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap Prestasi kerja pegawaipada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung?
d. Apakah Motivasi kerja, Disiplin kerja dan Komitmen pegawai secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap Prestasi kerja pegawai pada PT Jasa
Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung?
1.2. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh Motivasi Kerja terhadap Prestasi kerja
pegawaipada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung.
2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh Disiplin Kerja terhadap Prestasi kerja
pegawaipada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung.
Pengaruh Motivasi, Disiplin Dan Komitmen Pegawai Terhadap Prestasi Kerja
97
3. Mengetahui dan menganalisis pengaruh Komitmen pegawai terhadap Prestasi kerja
pegawaipada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung.
4. Mengetahui dan menganalisis variabel Motivasi, Disiplin dan Komitmen Pegawai
secara bersama-sama berpengaruh terhadap Prestasi Kerja pegawaipada PT Jasa
Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung.
2. KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut (Husein Umar, 2004), merupakan
bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur Sumber
Daya Manusia (SDM). Adalah tugas MSDM untuk mengelola unsur manusia secara
baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya. Dengan demikian kita
dapat mengelompokan tugas MSDM atas tiga fungsi, yaitu fungsi manajerial:
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Fungsi operasional:
pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan
hubungan kerja. Fungsi ketiga adalah kedudukan MSDM dalam pencapaian tujuan
organisasi perusahaan secara terpadu.
Berdasarkan penjelasan diatas lebih lanjut (Husein Umar, 2004) mengartikan
MSDM sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas
pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan
hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara
terpadu.
2.2. Motivasi Motivasi berasal dari kata latin ”movere” yang berarti dorongan atau daya penggerak
(Hasibuan, 2000). Motivasi hanya diberikan kepada manusia khususnya kepada para
bawahan atau pengikut.Motivasi mempersoalkan bagaimana mendorong gairah kerja
bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuannya
dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan atau organisasi.
Selanjutnya menurut (Siagian, 2001) motivasi dapat didefinisikan sebagai berikut:
“ bahwa keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian
rupa, sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi
dengan efisiensi dan ekonomis.Motivasi diberikan oleh pemimpin kepada semua
karyawan agar mereka mengerjakan tugas-tugasnya yang menjadi tanggung jawabnya
dengan sebaik-baiknya.
Peterson dan Plowman dalam (Manullang,1984), menyebutkan keinginan-
keinginan tersebut, adalah:
1) The desire to live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari
setiap orang sehingga manusia bekerja untuk dapat makan dan minum guna
melanjutkan hidupnya.
2) The desire for posession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan
keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau
bekerja.
3) The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan
selangkah diatas keinginan untuk memiliki, mendorong atau mau bekerja.
4) The desire for recognition, keinginan akan pengakuan merupakan jenis terakhir dari
kebutuhan dan juga mendorong orang mau bekerja.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 94-105
98
Dengan demikian setiap pekerja mempunyai motif tertentu dan mengharapkan
kepuasan dari hasil pekerjaannya. Lebih lanjut (Gitosudarmo, 2000) menyatakan bahwa
"Motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan
mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu." Sehingga motivasi yang
terdapat pada diri seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada
tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan. Menurut (Mangkunegara ,2001) “motivasi
adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari
motifnya. Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan
dorongan dalam diri”.
2.3. Disiplin Kerja
Disiplin kerja adalah sikap tingkah laku dan perbuatan sesuai dengan peraturan yang
berlaku didalam organisasi. Pegawai itu mentaati semua peraturan-peraturaan dan
norma-norma yang secara sukarela mematuhinya, pegawai itu melaksanakan
pekerjaannya atau tugasnya bukan karena terpaksa, selalu datang dan pulang tepat
waktu dan tidak suka membolosatau dengan kata lain disiplin adalah kegiatan
manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasi.
Menurut Malayu (S.P. Hasibuan, 2000) mengatakan bahwa kedisiplinan
merupakan fungsi MSDM yang terpenting, karena semakin baik disiplin pegawai,
semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang
baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal.Disiplin yang baik
mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang
diberikan kepadanya.Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja dan terwujudnya
tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.Oleh karena itu setiap manajer selalu
berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik, kedisiplinan adalah
keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan perusahaan dan norma-norma sosial
yang berlaku.
Menurut (Rivai, 2006 ), disiplin adalah suatu alat yang digunakan para manajer
untuk berkomunikasi dengan pegawai agar mereka bersedia untuk mengubah suatu
prilaku serta sebagai suatu upaya meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang
mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Sedangkan menurut (L. Mathis, 2006 ) yang dimaksud dengan disiplin adalah bentuk
pelatihan yang menjalankan peraturan organisasional.
2.4. Komitmen Pegawai Salah satu maksud dan tujuan dari komitmen yang dilakukan antara pemimpin dengan
karyawan adalah agar karyawan mempunyai motivasi yang tinggi terhadap organisasi.
Dengan demikian tujuan organisasi di satu pihak dapat dicapai dan prestasi kerja
karyawan di lain pihak dapat lebih ditingkatkan.
Dalam kaitannya dengan komitmen, Porter dan Smith dalam (Steers, 1991)
mendefinisikan komitmen sebagai sifat hubungan seorang individu dengan organisasi
yang memungkinkan seseorang yang mempunyai komitmen yang tinggi
memperlihatkan (1) keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi yang
bersangkutan; (2) kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan
organisasi tersebut, dan (3) kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai
dan tujuan organisasi.
Kemudian Blou dan Boal dalam (Robbins, 2001) mendefinisikan komitmen
sebagai suatu keadaan dalam mana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi
Pengaruh Motivasi, Disiplin Dan Komitmen Pegawai Terhadap Prestasi Kerja
99
tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaannya dalam
organisasi tersebut.Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa komitmen
pegawai/karyawan sebagai suatu sikap yang diambil karyawan/pegawai bagaimanapun
juga akan menentukan perilakunya sebagai perwujudan dari sikap. Konsekuensi
perilaku yang muncul sebagai perwujudan tingginya komitmen pegawai/karyawan pada
organisasi antara lain: rendahnya tingkat pergantian (keluar masuk) pegawai/karyawan,
rendahnya tingkat kemangkiran (absensi), tingginya motivasi kerja, puas terhadap
pekerjaan yang dilaksanakan dan berusaha mencapai prestasi kerja yang tinggi.
2.5. Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja pada dasarnya merupakan salah satu faktor kunci guna
mengembangkan organisasi secara efektif dan efisien.Dengan mengadakan penilaian
prestasi kerja berarti suatu organisasi telah memanfaatkan sumber daya manusia yang
ada dalam organisasi tersebut dengan baik. Prestasi kerja seorang pegawai/karyawan
pada dasarnya adalah hasil kerja seorang pegawai/karyawan selama periode tertentu
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target atau sasaran yang
telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama.
Menurut (Hasibuan, 2000) prestasi kerja diartikan sebagai hasil kerja yang
dicapai seorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja
merupakan gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang
pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan
tingkat motivasi seorang pekerja.Semakin tinggi ketiga faktor diatas semakin besarlah
prestasi kerja seseorang.Menurut (Husein Umar, 2004) manajemen maupun karyawan
perlu umpan balik tentang hasil kerja mereka. Hasil penilaian prestasi kerja
(performance apprasial) karyawan dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia
dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Hal
ini cukup sejalan dengan pengertian prestasi kerja menurut Siswanto dalam (Saputra,
2007) "prestasi kerja diartikan sebagai hasil akhir yang merumuskan dari pekerjaan
yang dilakukan seseorang dapat dilakukan dengan mengukur atau menilai kinerjannya.
Adapun unsur-unsur yang dinilai adalah kejujuran, tanggung jawab, kerja sama,
kreativitas dan kedisiplinan."
2.6. Kerangka Pikiran
2.6.1. Hubungan antara motivasi dengan prestasi kerja
Tugas pimpinan salah satunya adalah memotivasi para bawahan agar mau bekerja
dengan efektif dan efisien.Motivasi adalah kekuatan, penggerak atau pendorong bagi
para bawahan dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhannya dengan meningkatkan
hasil kerjannya.Jadi hubungan motivasi kerja dengan prestasi kerja pegawai merupakan
sesuatu yang positif, karena kinerja atau prestasi kerja tergantung adanya motivasi kerja,
selain itu ada juga kemapuan kinerja sangat ditentukan oleh interaksi kemampuan dan
motivasi.
PRESTASI KERJA = MOTIVASI x KEMAMPUAN
2.6.2. Hubungan antara disiplin dengan prestasi kerja
Disiplin kerja merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang untuk mentaati semua
peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku, sedangkan prestasi
kerja merupakan proses pelaksanaan kerja pegawai yang indikatornya mengenai
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 94-105
100
penguasaan peraturan kualitas dan kuantitas kerja, komunikasi, inisiatif, disiplin kerja,
kecepatan kerja, kerja sama, penggunaan waktu dan kemandirian.Jadi hubungan disiplin
kerja dengan prestasi kerja pegawai adalah sesuatu yang positif, karena prestasi kerja
tertanggung dengan disiplin kerja pegawai, tanpa adanya disiplin kerja maka kinerja
akan menjadi tidak baik.
2.6.3. Hubungan antara komitmen dengan prestasi kerja
Suatu bentuk komitmen bukan hanya bersifat loyalitas pasif, tetapi juga melibatkan
hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan segala
usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan. Adanya komitmen atau
keterikatan membantu memberikan sekiranya empat hasil yang berkaitan dengan
efektifitas, pertama: para karyawan yang benar-benar menunjukkan komitmen terhadap
tujuan dan nilai-nilai organisasi kemungkinan yang lebih besar untuk menunjukkan
tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan organisasi, kehadiran mereka umumnya
juga sangat tinggi, kedua; karyawan yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki
keinginan yang kuat untuk tetap bekerja agar dapat terus mencapai tujuan yang mereka
inginkan, ketiga; karyawan yang kuat komitmennya akan sepenuhnya melibatkan diri
pada pekerjaan karena pekerjaan tersebut adalah mekanisme kunci dan saluran individu
untuk memberikan sumbangannya bagi pencapaian tujuan organisasi, keempat;
karyawan yang komitmennya tinggi akan bersedia mengerahkan cukup banyak usaha
demi kepentingan organisasi (Robbins, 2001:89).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun kerangka konseptual variabel
penelitian sebagai berikut:
Kerangka Konseptual Penelitian
H1
Gambar
Kerangka Konseptual Penelitian
2.7. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
a. Diduga motivasi kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap prestasi
kerja pegawai (H1).
b. Diduga disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja
pegawai (H2).
Motivasi
Kerja
Disiplin
Kerja Prestasi
Kerja
Komitmen
Pegawai
Pengaruh Motivasi, Disiplin Dan Komitmen Pegawai Terhadap Prestasi Kerja
101
c. Diduga komitmen pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi
kerja pegawai (H3).
d. Diduga motivasi kerja, disiplin kerja dan komitmen pegawai secara bersama-sama
berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja pegawai (H4).
3. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan metode eksplanatif untuk menjelaskan
hubungan kausalitas antara motivasi, disiplin dan komitmen pegawai terhadap prestasi
kerja pegawai PT. Jasa Raharja (persero) Cabang Bangka Belitung. Untuk menguji
hipotesis yang diajukan, peneliti mengumpulkan data dengan teknik survei.
Terbatas pada kajian manajemen sumber daya manusia dengan kajian aspek
Pegawai PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung, terkait dengan motivasi,
disiplin dan komitmen pegawai dalam usaha meningkatkan prestasi kerja pegawai PT
Jasa Raharja (persero) Cabang Bangka Belitung.
3.1. Populasi dan Sampel Obyek penelitian adalah pegawai yang bekerja pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang
Bangka Belitung. Jumlah populasi yang terdapat dalam obyek penelitian adalah 32
orang. Pengambilan sampel dilakukan secara sensus, yaitu semua anggota populasi
dijadikan sampel. Hal tersebut sesuai menurut (Purwanto, 2011) dimana jika populasi
objek penelitian kurang dari 100 orang, maka seluruh populasi dijadikan sampel.Maka
jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 32 orang sesuai dengan jumlah populasi pada
PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung.
3.2. Variabel Peneltian
Pada penelitian ini terdapat 4 (tiga) variabel utama, yaitu: motivasi kerja, disiplinkerja,
komitmen pegawai dan prestasi kerja pegawai. Motivasi, disiplin dan komitmen
pegawai ditetapkan sebagai variabel independen (X) sedangkan prestasi kerja sebagai
variabel dependen (Y). Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti meliputi: Variabel
bebas (Xi), terdiri dari: X1 = Motivasi , X2 = Disiplin, X3 = Komitmen Pegawai.
Variabel tak bebas(Y) = Prestasi Kerja.
3.3. Analisis Regresi Berganda
Model yang digunakan untuk menganalisis data adalah regresi linier berganda,
digunakan untuk mengetahui pengaruh motivasi, disiplin dan komitmen pegawai secara
simultan terhadap prestasi kerja pegawai.Model regresi linier berganda yang digunakan
dapat dituliskan sebagai berikut (Umar Husein, 2004):
Y = a + b1X1 + b2X2 +b3X3+ e
Dimana:
Y= Prestasi kerja
X1= Motivasi karyawan
X2= Disiplin karyawan
X3= Komitmen karyawan
b1= Koefisien regresi motivasi karyawan
b2= Koefisien regresi disiplin karyawan
b3= Koefisien regresi komitmen karyawan
a = Konstanta
e = Faktor lain yang tidak di teliti
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 94-105
102
4. HASIL PENELITIANPENGUJIAN PERSYARATAN ANALISIS
4.1. Persamaan Regresi
Hasil perhitungan dengan menggunakan bantuan komputer, diperoleh nilai persamaan
regresi linear berganda antara variabel bebas X, yaitu motivasi (X1),disiplin(X2) dan
komitmen pegawai (X3), sedangkan variabel terikat yaitu nilai dari prestasi kerja (Y).
Untuk lebih jelasnya nilai-nilai dari koefisien masing-masing variabel dapat dilihat
dalam tabel berikut ini
Table Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 57.640 16.093 3.582 .001
Motivasi .458 .271 .176 6.949 .000
Disiplin .263 .210 .234 5.253 .000
Komitmen Pegawai .151 .207 .047 5.248 .001
Sumber: Data diolah peneliti
Dari tabel koefisien tersebut di atas, maka nilai persamaan regresi berganda
dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = α0 + b1X1 + b2X2 + b3X3
Y = 57.640 + 0.458 X1 + 0.263 X2 + 0.151 X3
Angka-angka yang terdapat di dalam kurung adalah merupakan besarnya nilai
signifikan dari masing-masing variabel bebas dimana koefisien regresi < α (0,05) berarti
berpengaruh signifikan variabel motivasi (X1),disiplin (X2) dan komitmen pegawai (X3)
nilainya adalah positif, artinya hubungan tersebut dengan prestasi kerja (Y) adalah
searah, sehingga apabila variabel-variabel bebas tersebut mengalami kenaikan, maka
nilai variabel terikat juga akan mengalami kenaikan atau sebaliknya. Sedangkan nilai
intersep dan nilai koefisien dari masing-masing variabel diantaranya motivasi (X1),
disiplin (X2), Komitmen Pegawai (X3) dan prestasi kerja (Y) dalam persamaan tersebut
di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Intersep: 57,640 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel motivasi (X1), disiplin
(X2) dan komitmen pegawai (X3) maka prestasi kerja pegawai pada PT Jasa Raharja
(Persero) Cabang Bangka Belitung adalah 57,640 satuan .
b. Untuk motivasi (X1): 0.458 artinya apabila variabel motivasi meningkat 1 satuanmaka akan meningkatkan prestasi kerja sebesar 0.458 satuan.
c. Untuk disiplin (X2): 0,263 artinya apabila variabel disiplin meningkat 1 satuan maka akan meningkatkan prestasi kerja (Y) sebesar 0,263 satuan.
d. Untuk komitmen pegawai (X3): 0,151 artinya apabila variabel komitmen pegawai meningkat 1 satuan maka akan meningkatkan prestasi kerja (Y) sebesar 0,151
satuan.
4.2. Pengaruh Motivasi, Disiplin, Komitmen Pegawai Terhadap Prestasi Kerja
Pegawai Pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung
Pengaruh Motivasi, Disiplin Dan Komitmen Pegawai Terhadap Prestasi Kerja
103
Secara statistik yang diperoleh hasil perhitungan dan pembahasan didapatkan hasil
bahwa secara simultan dan secara parsial variabel motivasi, disiplin dan komitmen
pegawai berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai pada PT Jasa Raharja (Persero)
Cabang Bangka Belitung baik diuji dengan membandingkan F/ttabel dengan F/thitung dan
dengan menuji nilai sig pada output SPSS.
Variabel motivasi, disiplin dan komitmen pegawai berpengaruh terhadap
prestasi kerja pegawai pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung.
Peningkatan motivasi yang tinggi, penegakan disiplin sesuai aturan yang berlaku serta
komitmen pegawai dalam melaksanakan tugas akan meningkatkan prestasi pegawai
pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung.
Secara parsial maupun simultan motivasi, disiplin dan komitmen pegawai
berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang
Bangka Belitung. Hal ini menjelaskan bahwa variabel motivasi, disiplin serta komitmen
pegawai berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai pada PT Jasa Raharja (Persero)
Cabang Bangka Belitung. Secara umum, variabel motivasi, disiplin dan komitmen
pegawai perlu ditingkatkan dalam upaya meningkatkan prestasi kerja pegawai, sehingga
berperan besar dalam pencapaian target yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Pengaruh Motivasi, Disiplin
dan Komitmen Pegawai Terhadap Prestasi Kerja pegawai pada PT Jasa Raharja
(Persero) Cabang Bangka Belitung, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel motivasi terhadap prestasi kerja pegawai pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung dengan nilai
thitung (3.670) > ttabel (2.04227) dan koefisien determinasi sebesar 35,1%
b. Terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel disiplin terhadap prestasi kerja
pegawai Pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung dengan nilai
thitung (5.373) > ttabel (2.04227) dan koefisien determinasi sebesar 24,3%
c. Terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel komitmen pegawai terhadap prestasi kerja pegawai pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung
dengan nilai thitung (6.287) > ttabel (2.04227) dan koefisien determinasi sebesar
12,4%
d. Terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel motivasi, disiplin dan komitmen pegawai secara bersama-sama terhadap prestasi kerja pegawai pada PT Jasa
Raharja (Persero) Cabang Bangka Belitung dengan nilai Fhitung (14,907) > Ftabel
(2.950) dan persamaan regresi hubungan antar variabel adalah Y = 57,640 + 0,458
X1 + 0,263 X2 + 0,151X3. Serta nilai koefisien determinasinya sebesar 63,6% dan
sisanya sebesar 36,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan
kedalam penelitian ini yaitu budaya kerja, pelatihan dan kepemimpinan.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Syaifuddin. 2000. Reliabilitas danValiditas. Edisi Ketiga. Cetakan Kedua.
Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Dessler, Gary. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kesepuluh. Jilid 1.
Penerbit PT. Indeks.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 94-105
104
Canggih Pristian, Ridha. 2011. Pengaruh Motivasi dan Disiplin Terhadap Kinerja
Pegawai Pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Jepara. Tesis.
Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.
Gitosudarmo, Indriyo. 2000. Perilaku Keorganisasian. Edisi Pertama. Cetakan Kedua.
Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Handoko. T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi II.
Cetakan Keempat Belas. Jogjakarta: Penerbit BPFE.
Kountur, Ronny. 2007. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Edisi
revisi. Jakarta: Penerbit PPM.
Luthans, S. Fried. 2002. Organization Behaviors. Mc. GrawHil. Japan: International
Book Company.
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2001, Manajemen Sumberdaya Manusia Perusahaan,
Cetakan ketiga, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Mathis Robert L dan Johan H. Jackson. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi
4. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Noerhayati, Endah. 2011. Pengaruh Motivasi dan Komitmen Organisasi Terhadap
Kinerja Karyawan pada CV Tirta Makmur Unggaran. Tesis. Program
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
Nawawi, Hadari. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia: Untuk Bisnis Kompetitif.
Cetakan Keempat. Yogyakarta: Penerbit Gajdah Mada University Press.
Nasrih, M. L. (2010). Analisis Hubungan Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja
Karyawan. Membudayakan Etos Kerja Islami, 2(1), 155–180.
Nurgiantoro, Burhan. 2000. Statistik Terapan Untuk Penelitian-Penelitian
Sosial.Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press.
Purwanto. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Cetakan I. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Ranihusna, Desti. 2007. Pengaruh Motivasi dan Komitmen Organisasi Terhadap
Prestasi Kerja karyawan PT. Kereta Api (Persero) Daerah Operasional IV
Semarang. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Negri Semarang.
Rivai, Veithzak. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan.Cetakan
1. Jakarta: Murai Kencana.
Robbins, Stephen, 2001, Perilaku Organisasi, Alih Bahasa Hadyana Pujaatmaka dan
Benyamin Molan, Jakarta: Penerbit Prenhallindo.
Saputra, Bambang. 2007. Pengaruh Motivasi dan Disiplin Terhadap Prestasi Kerja
Karyawan Pada PT Petrokopindo Cipta Selaras. Tesis. Program Pascasarjana.
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya Jawa Timur.
Sastrodiningrat Soebagio, 1999. Kapita Selecta Manajemen & Kepemimpinan, Jakarta.
Ind-Hill-Co,
Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Edisi Ketiga.
Bandung: C.V. Mandar Maju.
Siagian, SP, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Kesembilan, Jakarta:
PT. Bumi Aksara,
Steers, Richard M and Lyman W. Porter, 1991, Motivation and Work Behavior, New
York: McGraw Hill Book Co.
Sumodiningrat, Gunawan, 1999, Ekonometrika Pengantar, Edisi Pertama, Cetakan
Kelima, Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Suhardi, Suhardi. (2015). Persepsi Pemakai Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Terhadap Independensi Auditor Badan Pemeriksa Keuangan. Jurnal Akuntansi
Universitas Jember, 10 (2), 1-29. doi:10.19184/jauj.v10i2.1249.
Pengaruh Motivasi, Disiplin Dan Komitmen Pegawai Terhadap Prestasi Kerja
105
Suhardi dan Darus Altin. 2013. Analisis Kinerja Keuangan Bank BPR Konvensional di
Indonesia Periode 2009 sampai 2012. Pekbis Jurnal. Vol. 5, No.2, Juli 2013: 101-
110.
Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sujianto Agus Eko. 2009. Aplikasi Statistik dengan SPSS 16. Jakarta: Penerbit Prestasi
Pustaka Publisher
Suryanto, E., Hasiolan, L. B., & Fathoni, A. (2010). Pengaruh Kepuasan Kerja dan
Disiplin Kerja terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada C.V. Jaya Motor semarang.
Artikel Fakultas Ekonomi Universitas Pandanaran. Semarang.
Umar, Husein. 2004. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Edisi Revisi.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Wijaya Toni, 2011, Cepat Menguasai SPSS 19. Jogjakarta: Penerbit Universitas Atma
Jaya
Winardi. 2000. Kepemimpinan dalam Manajemen, Cetakan ke 2, Jakarta: Rineka Cipta.
Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia: teori, aplikasi dan penelitian.
Jakarta: Salemba Empat.
ISSN: 2443-2164
106
PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, BUDAYA
ORGANISASI, LINGKUNGAN KERJA, DAN KETERLIBATAN KARYAWAN
TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) YANG
BERDAMPAK TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK
DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
KABUPATEN BANGKA TENGAH
Eka Rafida Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka Tengah
Adrian Radiansyah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pertiba Pangkalpinang
ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional, budaya
organisasi, lingkungan kerja, dan keterlibatan karyawan, terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB) yang Berdampak pada kinerja pelayanan publik di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka Tengah. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode penelitian survey. Jumlah sampel dan populasi sebanyak 47 orang
dari. Instrumen penelitian ini terdiri dari kuisioner kepemimpnan transformasional, budaya
organisasi, lingkungan kerja, dan keterlibatan karyawan terhadap Organization Citizenship
Behavior (OCB) yang berdampak pada kinerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). pengaruh Kepemimpinan Transformasional,
Budaya Organisasi, Lingkungan Kerja, dan Keterlibatan Karyawan, secara simultan terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB), 2) pengaruh Kepemimpinan Transformasional
terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB), 3). pengaruh Budaya Organisasi
terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB), 4). pengaruh Lingkungan Kerja terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB), 5). pengaruh Keterlibatan Karyawan terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB), 6). pengaruh Organizational Citizenship Behavior
(OCB) terhadap Kinerja.
Keywords: Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi, Lingkungan Kerja,
Keterlibatan Karyawan, Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan Kinerja
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Pelayanan Publik (secara resmi bernama Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik) adalah Undang-Undang yang
mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas
fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. Pelayanan publik yang dilakukan oleh
pemerintahan atau korporasi yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi
manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi
kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber
daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.
Dewasa ini pembangunan bidang pemerintahan khususnya dalam rangka
meningkatkan pelayanan masyarakat semakin banyak mendapat sorotan, tidak
terkecuali di Kabupaten Bangka Tengah. Dalam rangka mewujudkan tertib administrasi
kependudukan secara nasional, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada
hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan
status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 106-128
107
penting yang dialami oleh penduduk. Dengan ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil bertugas dan berkewajiban memberikan pelayanan Administrasi Kependudukan
yang profesional, memenuhi standar teknologi informasi, dinamis, tertib dan tidak
diskriminatif dalam pencapaian standar pelayanan minimal menuju pelayanan prima
yang menyeluruh untuk mengatasi permasalahan kependudukan.
Dalam mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan
keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan di Kabupaten Bangka Tengah perlu didukung oleh sumber daya yang
tersedia dengan mempraktekkan prinsip-prinsip good governance merupakan prasyarat
bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan tuntutan
masyarakat dalam rangka mencapai tujuan serta cita-cita berbangsa dan bernegara.
Dalam rangka itu diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban
yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasil guna, bersih dan
bertanggung jawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme dan tercipta
Pemerintahan Kabupaten Bangka Tengah yang bersih dan mampu menyediakan public
goods and service.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka Tengah merupakan
salah satu fasilitator pemerintah daerah dalam hal pelayanan administrasi kependudukan
di wilayah Kabupaten BangkaTengah. Terwujudnya tertib administrasi kependudukan
guna menunjang pembangunan sebagai amanah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang administrasi kependudukan menjadi acuan dan tujuan utama dalam setiap
kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kabupaten Bangka Tengah, jumlah personil/pegawai yang ada di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil terhitung sampai dengan per 31 Juli 2015
berjumlah 23 personil Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 24 personil Non PNS (Pegawai
Harian Lepas/PHL), dengan klasifikasi dan kualifikasi sebagaimana dilihat pada tabel
berikut:
Survei awal di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka
Tengah terhadap 10 responden dalam kinerja pegawainya belum menunjukkan kinerja
yang optimal karena penyelesaian pekerjaan secara tepat waktu, teliti, cermat dan akurat
belum dapat terpenuhi sehingga berpengaruh terhadap pelayanan administrasi
kependudukan kepada masyarakat Bangka Tengah. Hal tersebut terjadi dikarenakan
beberapa permasalahan internal diantaranya adalah rasa ketidakadilan perlakuan dari
pimpinan dalam organisasi, kebijakan dan hubungan pimpinan dengan bawahan,
hubungan yang kurang harmonis antar bidang dimana terdapat perbedaan persepsi dan
kebijakan, kurangnya keterlibatan pegawai dalam fungsi organisasi, sarana dan
prasarana kantor yang kurang memadai sehingga menimbulkan ketidaknyamanan baik
dari segi pegawai maupun masyarakat yang mengurus dokumen, dan berakibat kepada
menurunnya kinerja pegawai, rendahnya kesadaran untuk bekerja secara efektif dan
efisien dimana terjadi tingkat kesalahan yang tinggi dalam pembuatan dokumen,
kurangnya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, Standar Operasional Prosedur yang
tidak sesuai.
Sikap negatif dari pegawai dan ego yang besar yaitu tidak bisa menerima sistem
kerja baru yang diterapkan oleh atasan juga dapat menghambat kinerja pelayanan
kepada masyarakat. Kurangnya rasa kebersamaan dan kerjasama tim dalam
penyelesaian pekerjaan juga menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja sehingga
Pengaruh kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, lingkungan kerja, dan keterlibatan
karyawan terhadap organizational citizenship behavior
108
pelayanan kepada masyarakat tidak maksimal dan sikap petugas pelayanan menjadi
tidak ramah.
Dalam kaitannya dengan kinerja pegawai, hal tersebut tentunya harus segera
dibenahi agar dapat memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.
Permasalahan eksternal yaitu kurangnya kesadaran masyarakat dalam pembuatan
dokumen kependudukan seperti KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga),
dan AKTA dimana masyarakat baru membuat jika dokumen tersebut baru akan
digunakan seperti dalam pengurusan BPJS, nikah, dan bank. Pemasalahan lainnya yaitu
dari segi data, dimana masih banyak ditemukan data ganda dari penduduk sehingga hal
tersebut dapat menghambat pengurusan dokumen bagi masyarakat dan juga jumlah data
kependudukan menjadi tidak akurat. Minimnya pengetahuan masyarakat terkait
persyaratan dalam pembuatan dokumen kependudukan juga merupakan permasalahan
karena masyarakat sering menyalahkan pelayanan dari Dinas, padahal kesadaran dari
masyarakat sendirilah yang kurang sehingga berpengaruh besar terhadap pelayanan.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka
Tengah dengan judul Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi,
Lingkungan Kerja, dan Keterlibatan Karyawan Terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB) Yang Berdampak Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka Tengah.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah di
atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi,
Lingkungan Kerja, dan Keterlibatan Karyawan, secara simultan terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB)?
2. Bagaimanakah pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB) di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka Tengah?
3. Bagaimanakah pengaruh Budaya Organisasi terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka
Tengah?
4. Bagaimanakah pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka
Tengah?
5. Bagaimanakah pengaruh Keterlibatan Karyawan terhadap Organizational
Citizenship Behavior (OCB) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Bangka Tengah?
6. Bagaimanakah pengaruh Organizational Citizenship Behavior (OCB) terhadap
Kinerja pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka
Tengah?
II. KAJIAN TEORITIK
2.1. Kepemimpinan Transformasional
Robbins dan Judge (2011: 90) mengemukakan Kepemimpinan Transformasional
menginspirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka
demi kebaikan organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 106-128
109
diri para pengikutnya. Hughes et al. menyatakan (2012:542) bahwa pemimpin
transformasional memiliki visi, keahlian retorika, dan pengelolaan kesan yang baik dan
menggunakannya untuk mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan
pengikutnya, sehingga mendorong tergugahnya emosi pengikut serta kesediaan mereka
untuk bekerja mewujudkan visi sang pemimpin.
Yukl dalam Rahmi (2013:23) mengemukakan bahwa para pemimpin
transformasional membuat para pengikut menjadi lebih menyadari kepentingan dan
nilai dari pekerjaan dan membujuk pengikut untuk tidak mendahulukan kepentingan diri
sendiri demi organisasi.Para pemimpin mengembangkan keterampilan dan keyakinan
pengikut untuk menyiapkan mereka mendapatkan tanggung jawab yang lebih banyak
dalam sebuah organisasi yang memberikan wewenang. Para pemimpin memberikan
dukungan dan dorongan saat diperlukan untuk mempertahankanantusiasme dan upaya
menghadapi halangan, kesulitan dan kelelahan. Dengankepemimpinan transformasional,
para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan penghormatan
terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang
awalnya diharapkan dari mereka.
Kepemimpinan Transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang
melibatkan perubahan dalam organisasi. Nawawi dalam Mulia (2014:40).
Kepemimpinan ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang lebih menekankan
pada kegiatan pemberdayaan (empowerment) melalui peningkatan konsep diri
bawahan/anggota organisasi yang positif. Wibowo (2015:301) menyatakan bahwa
kepemimpinan transformasional adalah perspektif kepemimpinan yang menjelaskan
bagaimana pemimpin mengubah tim atau organisasi dengan menciptakan,
mengomunikasikan dan membuat model visi untuk organisasi atau unit kerja dan
memberi inspirasi pekerja untuk berusaha mencapai visi tersebut. Adapun dimensi
Kepemimpinan Transformasional menurut Bass dalam Wibowo adalah: Charisma,
inspiration, intellectual stimulation (stimulasi intelektual), dan individualized
consideration (pertimbangan individual).
2.2. Budaya Organisasi
Budaya Organisasi adalah “The set of shared values and norms that controls
organizational members interactions with each other and with suppliers, customers and
other people outside the organization” (Set nilai-nilai dan norma-norma bersama yang
mengontrol interaksi anggota organisasi satu sama lain dan dengan pemasok, pelanggan
dan orang-orang lain di luar organisasi) (Jones, 2010). Wibowo (2011) mengatakan
budaya organisasi adalah filosofi dasar organisasi yang memuat keyakinan, norma-
norma dan cara melakukan sesuatu dalam organisasi.
Gibson (2012:31) menyatakan budaya organisasi adalah “What the employees
perceive and how this perception creates a pattern of beliefs, values and expectations”
(Cara pandang karyawan dan bagaimana cara pandang tersebut menciptakan keyakinan,
nilai dan harapan). Robbins and Coulter (2013:80) dalam bukunya menyatakan bahwa
budaya organisasi adalah “Shared values, principles, traditions, and ways of doing
things that influence the way organizational member act”(Nilai, prinsip tradisi bersama
dan cara melakukan sesuatu yang mempengaruhi cara anggota organisasi bertindak).
Adapun dimensi dari Budaya Organisasi menurut Robbins dan Coulter (2013:80)
adalah: detail, berorientasi kepada hasil, berorientasi kepada orang lain, berorientasi
kepada tim, agresif, stabil, berinovasi dan berani mengambil resiko. Mc Shane dan
Glinow dalam Sumual (2015:3), budaya organisasi adalah “Consists of the values and
Pengaruh kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, lingkungan kerja, dan keterlibatan
karyawan terhadap organizational citizenship behavior
110
assumptions shared within an organization” (Terdiri dari nilai-nilai dan asumsi bersama
dalam sebuah organisasi).
2.3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja fisik menurut Sedarmayanti (2009:31) adalah semua keadaan
berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi
karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Sedangkan lingkungan
kerja nonfisik adalah semua keadaan yang terjadi berkaitan dengan hubungan kerja,
baik hubungan dengan atasan maupun dengan rekan kerja, ataupun hubungan dengan
bawahan. Adapun dimensi dari lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2009:31)
adalah: lingkungan fisik dan non fisik seperti yang telah dijelaskan diatas.
Lingkungan Kerja seperti yang dinyatakan oleh Ahyari dalam Soentoro (2013:2)
bahwa lingkungan kerja adalah berkaitan dengan segala sesuatu yang berada disekitar
pekerjaan dan yang dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugasnya .
Nitisemito dalam Kakinsale, dkk (2015:901) mengemukakan lingkungan kerja adalah
segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya
dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankannya.
Lingkungan kerja adalah suasana dimana karyawan melakukan aktivitas setiap
harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan
karyawan untuk dapat bekerja optimal. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja
dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah ditempat kerjanya, melakukan
aktivitasnya sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Menurut Sutrisno dalam
Manaf dkk (2015:83) lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana yang
ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan pekerjaan. Lingkungan kerja meliputi: tempat bekerja, fasilitas dan alat
bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja
antara orang-orang yang ada di tempat tersebut.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah
segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja/karyawan yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga akan diperoleh
hasil kerja yang maksimal, dimana dalam lingkungan kerja tersebut terdapat fasilitas
kerja yang mendukung karyawan dalam penyelesaian tugas yang dibebankan kepada
karyawan guna meningkatkan kerja karyawan dalam suatu perusahaan.
2.4. Keterlibatan Karyawan
Federman dalam Mangundjaya (2012:187) mendefinisikan “Employee engagement is
the degree to which people commit to an organization and the impact that commitment
has on how profoundly they perform and their length of tenure” (Keterlibatan karyawan
adalah sejauh mana orang berkomitmen untuk organisasi dan dampak bahwa komitmen
memiliki tentang cara mendalam mereka melakukan dan panjangnya masa jabatan).
Galuup dalam Arsawan dan Wirga (2012:194) menyatakan keterlibatan karyawan
sebagai keterlibatan dengan dan antusiasme untuk bekerja. Robbins and Coulter
(2013:403) mendefinisikan keterlibatan karyawan adalah “Employees to be connected
to, satisfied with and enthusiastic about their jobs” (Karyawan merasa terhubung, puas
dan antusias dengan pekerjaan mereka). Dimensi dari keterlibatan karyawan menurut
Robbins and Coulter (2013:406) adalah: penghargaan, jenis pekerjaan, keseimbangan
dalam pekerjaan, pelayanan yang baik, gaji layak, rekan kerja, keuntungan, potensi
karir, pelatihan dan pengembangan, serta jam kerja yang fleksibel.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 106-128
111
Karyawan dengan keterlibatan yang tinggi bersemangat dan secara mendalam
terhubung dengan pekerjaannya. Karyawan dengan keterlibatan yang rendah pada
dasarnya akan keluar dan tidak perduli. Mereka masuk bekerja tetapi tidak mempunyai
gairah dalam pekerjaan. MacLeod and Clarke dalam Truss, et.al (2013:2659) dalam
laporannya kepada pemerintah Inggris mendefinisikan keterlibatan adalah “A workplace
approach designed to ensure that employees are committed to their organisation’s
goals and values, motivated to contribute to organisational success, and are able at the
same time to enhance their own sense of well-being” (Pendekatan tempat kerja yang
dirancang untuk memastikan bahwa karyawan berkomitmen untuk tujuan dan nilai-nilai
organisasi mereka, termotivasi untuk memberikan kontribusi bagi keberhasilan
organisasi, dan mampu pada saat yang sama untuk meningkatkan rasa kesejahteraan
mereka sendiri).
Definisi tersebut menyarankan bahwa keterlibatan bisa mempunyai berbagai arti,
dan bukan hanya pernyataan positif dari pikiran, seperti yang juga dinyatakan oleh
Shuck dan Wollard dalam Gupta dan Sharma (2015:1282) keterlibatan karyawan adalah
“An individual’s employee cognitive, emotional and behavioural state towards the
organization desired outcomes” (Perilaku kognitif individu, emosional dan pernyataan
perilaku terhadap organisasi yang menginginkan keluaran).
2.5. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Golparvar dan Javadian (2012:1) menyatakan: “OCB is defined as those extra role
behaviors which go above and beyond the routine duties prescribed by job
descriptions”. Pendapat ini mengungkapkan bahwa OCB adalah perilaku ekstra peran
yang mampu diperankan oleh karyawan, dimana karyawan bekerja tidak hanya terbatas
pada deskripsi tugas semata. Robbins and Coulter (2013:401) menyatakan
Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah “Discretionary behavior that is not
part of an employee’s formal job requirements, but which promotes the effective
functioning of the organization” (Perilaku tidak biasa yang bukan merupakan bagian
dari pekerjaan, tetapi mempunyai fungsi yang efektif bagi organisasi).
Organ dalam Darto (2014:13) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu
yang bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan sistem reward dan
bisa meningkatkan fungsi efektifitas organisasi. Adapun dimensi OCB seperti yang
dinyatakan oleh Organ dalam Darto (2014:13) adalah: altruism, conscientinousness,
sportsmanship, civic virtue, dan courtesy. Pengertian OCB menurut Turnley dan
Bloodgood dalam Lubis (2015:75) adalah perilaku karyawan yang bersedia bekerja
melebihi peran atau tugas yang diwajibkan dan tidak secara langsung diakui oleh system
reward. Peran atau tugas seorang karyawan telah digariskan secara formal pada job
description. Selanjutnya kinerja karyawan tersebut didasarkan pada sejauh mana ia
mampu melaksanakan tugas sesuai dengan job description tadi.
Dalam keadaan normal, barangkali bila semua karyawan telah maksimal bekerja
sesuai dengan job description maka kinerja organisasi akan maksimal pula. Namun
dalam kenyataan tidak selalu kondisi normal itu berjalan sebagaimana mestinya. Ada
saja masalah yang terjadi seperti karyawan berhalangan karena sebab-sebab tertentu.
Bila terjadi gangguan pada kinerja seseorang karyawan didalam sebuah team work,
maka agar system pekerjaan secara keseluruhan tidak terganggu diperlukan kesediaan
karyawan lainnya untuk berperan ekstra mengambil alih pekerjaan demi
terselesaikannya tugas-tugas secara keseluruhan. Peran ektra ini berada diluar job
Pengaruh kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, lingkungan kerja, dan keterlibatan
karyawan terhadap organizational citizenship behavior
112
description-nya. Kontribusi seorang karyawan yang diluar diskripsi kerjanya inilah yang
disebut Organizational Citizenship Behavior.
Organisasi akan dapat menghasilkan kinerja dengan baik bilamana terdapat suatu
kelaziman dimana karyawan tidak hanya melakukan tugas pokoknya saja, namun juga
mau melakukan tugas-tugas ekstra seperti mau bekerja sama, tolong menolong,
memberikan saran sesama karyawan, berpartisipasi aktif, memberikan pelayanan ektra
dan mau menggunakan waktu kerja secara efektif. Jika diuraikan kembali, berbagai
pengertian tentang OCB yang telah dikemukakan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut: Pertama; OCB merupakan perilaku yang tergolong bebas tidak sesuai dengan
tugas formal yang ditetapkan organisasi, bersifat sukarela, tidak untuk kepentingan diri
sendiri, bukan tindakan yang terpaksa dan mengedepankan pihak lain (rekan kerja,
lembaga atau organisasi). Kedua; OCB merupakan perilaku individu sebagai wujud dari
kepuasan berdasarkan performance, (kinerja) dan tidak diperintahkan secara formal
namun manfaatnya sangat penting bagi efektifitas pencapaian tujuan organisasi. Ketiga ;
OCB tidak berkaitan secara langsung dengan kompensas atau sistem reward formal
karena karakteristik perilakunya yang voluntir atau sukarela.
2.6. Kinerja
Mangkunegara (2012:97) mengatakan bahwa istilah kinerja berasal dari kata ”job
performance” atau ”actual performance” yaitu unjuk kerja atau prestasi sesungguhnya
yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab
yang diberikan kepadanya. Kinerja menurut Armstrong dan Baron dalam Sofyan
(2013:3) adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan
tersebut, kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara
mengerjakannya. Proses yang dilakukan, khususnya mengenai bagaimana proses
pekerjaan tersebut dilakukan agar mencapai pada hasil yang diharapkan, dapat
dituangkan dalam suatu konsep manajemen kinerja yang mengarah pada pencapaian
tujuan suatu organisasinya.
Mahmudi dalam Manaf, dkk (2015:81) mengemukakan Kinerja adalah hasil
pencapaian tujuan-tujuan strategi organisasi, kepuasan masyarakat dan kontribusi bagi
kemajuan ekonomi. Hughes,et.al dalam Sumual (2015:1) kinerja atau performance
“Concerns those behaviors directed toward the organizations’s mission or goals or
products and services resulting from those behaviors” (Memperhatikan perilaku secara
langsung melalui misi atau tujuan organisasi atau produk dan layanan sebagai hasil dari
perilaku tersebut).
Kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh karyawan. Dimensi kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan
pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut: kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu.
Mathis dan Jackson dalam Fitrianasari dkk (2015:15)
Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat
ditafsirkan bahwa kinerja pegawai erat kaitannya dengan hasil pekerjaan seseorang
dalam suatu organisasi, hasil pekerjaan tersebut dapat menyangkut kualitas, kuantitas,
dan ketepatan waktu. Kinerja pegawai tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan dan
keahlian dalam bekerja, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh semangat kerjanya.
2.7. Pelayanan Publik Pelayanan Masyarakat (publik) adalah segala bentuk pelayanan sektor publik yang
dilayani aparat pemerintah, pelaku bisnis swasta dalam bentuk barang dan jasa, karena
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 106-128
113
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mahmudi (2010: 228) menyatakan bahwa prinsip-prinsip pelayanan publik tersebut,
terdiri dari “kesederhanaan prosedur, kejelasan, kepastian waktu, akurasi produk
pelayanan publik, kelengkapan sarana dan prasarana, keamanan, tanggung jawab,
kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, serta kenyamanan”.
Dengan mengacu pada prinsip-prinsip pelayanan tersebut, maka pemberian
pelayanan kepada publik sebagai pengguna jasa layanan dimaksud dapat berjalan secara
optimal dan terciptanya pelayanan prima sesuai dengan tujuan dari organisasi publik
pada umumnya, yaitu dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
pengguna jasa layanan secara optimal.
Sinambela dalam Pasolong (2013:128) mendefinisikan Pelayanan Publik sebagai
setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang
memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan,
dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara
fisik. Prinsip pelayanan publik yang dinyatakan Moenir dalam Sofyan (2013:5)
meliputi: penetapan standar pelayanan, terbuka, memperlakukan seluruh masyarakat
sebagai pelanggan secara adil, mempermudah akses kepada seluruh masyarakat,
membenarkan sesuatu hal dalam proses pelayanan ketika hal tersebut menyimpang,
menggunakan semua sumber-sumber yang digunakan untuk melayani masyarakat
pelanggan secara efisien dan efektif dan selalu mencari pembaharuan dan
mengupayakan peningkatan kualitas pelayanan.
Menetapkan standar pelayanan, dalam hal ini standar tidak hanya menyangkut
standar atas produk pelayanan, tetapi juga standar prosedur pelayanan dalam kaitan
dengan pemberian pelayanan yang berkualitas standar pelayanan akandapat menunjukan
kinerja terhadap pelayanan publik. Kurniawan dalam Aryani (2014:1013) mengatakan
bahwa pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain
atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan
pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
2.7. Kerangka Teoritik
A. Kepemimpinan Transformasional dan Organizational Citizenship Behavior
(OCB)
Organizational Citizenship Behavior (OCB) dilihat secara luas sebagai faktor yang
memberikan sumbangan pada hasil kerja organisasi secara keseluruhan. Pemimpin
memainkan peran penting dalam mendorong pencapaian OCB dengan cara
meningkatkan sikap positif karyawan (misalnya: melalui komitmen organisasi, keadilan,
dan kepuasan kerja).
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi individu yang
mendalam melebihi tuntutan peran ditempat kerja dan di-reward oleh perolehan kinerja
tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi: perilaku menolong orang lain,
menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-
prosedur ditempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan "nilai tambah karyawan"
dan merupakan salah satu bentuk perilaku pro-sosial, yaitu perilaku sosial yang positif,
konstruktif dan bermakna membantu.
Tugas-tugas pimpinan akan menjadi lebih ringan jika terdapat karyawan-
karyawan dengan OCB tinggi, sehingga konsekuensinya akan meningkatkan
produktivitas dan kesuksesan dirinya.Selanjutnya, tindakan pimpinan akan sangat
berpengaruh terhadap perilaku dimana pola-pola kebiasaan yang telah diciptakan bisa
Pengaruh kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, lingkungan kerja, dan keterlibatan
karyawan terhadap organizational citizenship behavior
114
diterima maupun ditolak oleh pegawai atau anggota organisasi yang ada. Dalam
pengertian lain bahwa bentuk sosialisasi akan tergantung kesuksesan yang dicapai
dalam menerapkan nilai-nilai dalam proses kinerja. Dalam penelitian Lembono (2013)
Kepemimpinan Transformasional berpengaruh signifikan dan positif terhadap
organizational citizenship behavior (OCB). Hal ini berarti bahwa kepemimpinan
transformasional yang tinggi dapat meningkatkan Organizational Citizenship Behavior
(OCB) karyawan.
B. Budaya Organisasi dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Budaya Organisasi memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku Sumber
Daya Manusia (SDM) yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk
menghadapi berbagai tantangan dimasa yang akan datang. Manfaat dari penerapan
budaya organisasi yang baik adalah dapat meningkatkanjiwa gotong royong,
meningkatkan kebersamaan saling terbuka satu sama lain, meningkatkan jiwa
kekeluargaan, meningkatkan rasa kekeluargaan, membangun komunikasi yang lebih
baik, meningkatkan produktivitas kerja, tanggap dengan perkembangan dunia luar, dan
lain sebagainya, yang sebagian besar merupakan bagian dari Organizational Citizenship
Behavior (OCB).Semakin positif pegawai dalam menilai budayaorganisasi dan semakin
terlibat ia dalam organisasi yang ada di instansinya, maka kecenderungannya
Organizational Citizenship Behavior (OCB) akan meningkat pula. Untuk mewujudkan
terlaksananya budaya organisasi yang ada di instansi, sangat diperlukan dukungan dan
partisipasi dari seluruh pegawai yang ada dalam lingkup organisasi tersebut. Adanya
persepsi pegawai mengenai kenyataan terhadapbudaya organisasi menjadi dasar
pegawai tersebut berperilaku.
Penelitian yang dilakukan Oemar (2013) menyatakan bahwa budaya organisasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior
(OCB) pegawai pada Bappeda Kota Pekanbaru. Pengaruh positif dan signifikan ini
memberi arti bahwa apabila budaya organisasi berjalan sangat baik atau meningkat
maka Organizational Citizenship Behavior (OCB) pegawai di lingkungan Bappeda
Kota Pekanbaru juga mengalami kecenderungan peningkatan. Demikian pula
sebaliknya, bila budaya organisasi tidak berjalan dengan baik atau mengalami
penurunan, maka kecenderungan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pegawai
juga mengalami penurunan.
C. Lingkungan Kerja dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Lingkungan Kerja menciptakan kenyamanan tinggi bagi karyawan. Kenyamanan yang
tercipta dari lingkungan kerja ini berpengaruh terhadap keseriusan karyawan dalam
bekerja sehingga mendorong karyawan untuk bisa bekerja lebih baik karena dukungan
lingkungan. Dengan adanya lingkungan kerja yangmemadai tentunya akan membuat
karyawan betah bekerja, sehingga akan timbul semangat kerja dan kegairahan
kerjakaryawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini tentunya sangat berpengaruh
juga terhadap OrganizationalCitizenship Behavior (OCB).
D. Keterlibatan Karyawan dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Keterlibatan Karyawan secara positif berpengaruh terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB) karena karyawan yang mempunyai keterlibatan terhadap pekerjaannya
bukan hanya mampu menyelesaikan pekerjaan sehari-hari tetapi juga mempunyai kerja
ekstra untuk melakukan aktivitas melebihi tuntutan peran. Dalam penelitian yang
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 106-128
115
dilakukan Anusha Sridhar dan Dr. T. Thiruvenkadam (2014) keterlibatan karyawan
mempunyai pengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Hasil penelitiannya menyarankan bahwa suatu organisasi dapat membangun
Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan berfokus kepada keterlibatan
karyawan.
E. Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan Kinerja Secara sederhana, OCB dapat berbentuk karyawan yang membantu memecahkan
permasalahan orang lain yang diluar kewenangan dan tanggungjawab pekerjaannya.
Sebagai contoh, karyawan yang secara aktif berpartisipasi dalam pertemuan tim ketika
membicarakan perbaikan dan pembenahan pekerjaan, atau karyawan senior (telah
berpengalaman) yang memberikan pelatihan kepada karyawan baru diluar jam kerjanya.
Perilaku-perilaku tersebut secara normatif dapat berkontribusi pada peningkatan kinerja
baik secara teamwork maupun organisasional.
Aktivitas menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan
kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas kinerja rekan tersebut.
Seiring dengan berjalannya waktu, karyawan dapat saling tolong menolong dalam
menyelesaikan masalah dalam pekerjaannya sehingga tidak mengganggu kinerjanya.
Perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan akan berkontribusi meningkatkan ki-
nerja karyawan. Sebagai contoh: karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam
pelatihan dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya
untuk keperluan tersebut. Selain itu, dapat juga membantu karyawan baru untuk cepat
mencapai target kinerja yang sudah ditentukan oleh Organisasi.
Hasil analisis dan pembahasan diatas menunjukkan bahwa OCB mampu
meningkatkan kinerja karyawan. Hal ini mengindikasikan, bahwa karyawan telah
membentuk perilaku OCB dalam dirinya, dapat dilihat dari sikap karyawan yang
berperilaku menggantikan orang lain dalam bekerja, berperilaku melebihi persyaratan
minimal, kemauan bertoleransi, terlibat dalam fungsi organisasi dan dapat menyimpan
informasi.
F. Hubungan antara Kinerja dengan Pelayanan Publik Instansi penyedia pelayanan publik dalam memberikan pelayanan harus memperhatikan
prinsip-prinsip pelayanan publik, menurut Mahmudi (2010:228) bahwa prinsip-prinsip
pelayanan publik tersebut, terdiri dari: kesederhanaan prosedur, kejelasan, kepastian
waktu, akurasi produk pelayanan publik, kelengkapan sarana dan prasarana, keamanan,
tanggungjawab, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, serta
kenyamanan. Kinerja pegawai erat kaitannya dengan hasil pekerjaan seseorang dalam
suatu organisasi, hasil pekerjaan tersebut dapat menyangkut kualitas, kuantitas, dan
ketepatan waktu dan berpengaruh terhadap pelayanan publik, dengan mengacu pada
prinsip-prinsip pelayanan tersebut, kinerja sangatlah penting dalam pemberian
pelayanankepada publik sebagai pengguna jasa layanan dimaksud dapat berjalan secara
optimal dan terciptanya pelayanan prima sesuai dengan tujuan dari organisasi.
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi,
Lingkungan Kerja, dan Keterlibatan Karyawan secara simultan terhadap
Pengaruh kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, lingkungan kerja, dan keterlibatan
karyawan terhadap organizational citizenship behavior
116
Organizational Citizenship Behavior (OCB) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kabupaten Bangka Tengah.
2. Terdapat pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Organizational
Citizenship Behavior (OCB) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Bangka Tengah.
3. Terdapat pengaruh Budaya Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior
(OCB) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka Tengah.
4. Terdapat pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior
(OCB) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka Tengah.
5. Terdapat pengaruh Keterlibatan Karyawan terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka
Tengah.
6. Terdapat pengaruh Organizational Citizenship Behavior (OCB) terhadap Kinerja
Pelayanan Publik di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka
Tengah.
Model Hipotesis Penelitian Ket:
X1 = Kepemimpinan Tranaformasional
X2 = Budaya Organisasi
X3 = Lingkungan Kerja
X4 = Keterlibatan Karyawan
Y = Organizational Citizenship Behavior
(OCB)
Z = Kinerja
III. METODOLOGI PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan penelitian ini, tujuan umum penelitian ini adalah
memperoleh data empiris mengenai variabel yang berhubungan dengan Kepemimpinan
Transformarsional, Budaya Organisasi, Lingkungan Kerja, Keterlibatan karyawan,
Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan kinerja, secara khusus tujuan
X4
X1
Y KINERJA
X2
X3
Z
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 106-128
117
penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh Budaya Organisasi, Lingkungan
Kerja, dan Keterlibatan Karyawan secara simultan terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB), (2) pengaruh pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB), (3) pengaruh Budaya Organisasi terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB), (4) pengaruh Lingkungan Kerja terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB), dan (5) pengaruh Keterlibatan Karyawan
terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB), (6) pengaruh Organizational
Citizenship Behavior (OCB) terhadap Kinerja
Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan metode analisa regresi linier
berganda yang dilakukan untuk menjelaskan secara menyeluruh hubungan antar
variabel dan digunakan bertujuan memeriksa dan membenarkan model struktural dan
model pengukuran dalam bentuk diagram yang berdasarkan teori.
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Dalam penelitian ini populasi adalah seluruh pegawai Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Bangka Tengah yang berjumlah 47 orang yang sekaligus sebagai sampel
karena jumlahnya dibawah 100 orang. Instrumen penelitian untuk mengumpulkan
informasi yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
kuesioner. Kuesioner yang digunakan untuk variabel Kepemimpinan Transformasional,
Budaya Organisasi, Lingkungan Kerja, Keterlibatan karyawan, Organizational
Citizenship Behavior (OCB) dan Kinerja. Instrumen yang digunakan terlebih dahulu
diujicobakan kepada 120 orang tutor. Kuisioner didisain dalam bentuk dalam bentuk
skala peringkat berupa pernyataan-pernyataan yang diajukan dilengkapi dengan
alternatif jawaban dengan bobot peringkat sebagai berikut; 5 = sangat setuju, 4 = setuju,
3 = netral, 2 = tidak setuju, 1 = sangat tidak setuju. Pengujian instrumen dilakukan
untuk melihat tingkat keabsahan (validity) digunakan rumus korelasi Pearson Product
Moment.sedangkan keandalan (reability) digunakan rumus Alpha Cronbach.
IV. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN
4.1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar
pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Uji validitas sebaiknya dilakukan pada
setiap butir pertanyaan di uji validitasnya. Hasil r hitung kita bandingkan dengan r tabel
dimana df = n-2 dengan sig 5%. Jika r tabel < r hitung maka valid (Sujarweni: 108). Untuk
pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item yaitu mengkorelasikan skor tiap
butir dengan skor total yang merupakan jumlah skor tiap butir. Syarat minimum untuk
dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3”. Jadi kalau korelasi antara butir dengan
skor total kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.
Bila koefisien korelasi sama dengan 0,3 atau lebih (paling kecil 0,3). Maka butir
instrumen dinyatakan valid (Sugiyono, 2014: 187-189).
a. Uji Validitas Variabel Kepemimpinan Transformasional (X1)
Variabel X1 diukur melalui butir pertanyaan 1 sampai 15 dengan menggunakan bantuan
program SPSS versi 20, dan hasil yang diperoleh sebagaimana dalam Tabel 4.2
Pengaruh kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, lingkungan kerja, dan keterlibatan
karyawan terhadap organizational citizenship behavior
118
Tabel 4.2
Uji Validitas Untuk Variabel Kepemimpinan Transformasional (X1)
Sumber: Diolah Peneliti, 2015
Dari pengolahan data sebanyak 46 responden melalui penyebaran kuisioner, diperoleh
hasil bahwa seluruh butir pertanyaan pada variabel kepemimpinan transformasional
(X1) dinyatakan valid karena r hitung > r tabel dan lebih besar dari 0,3. Maka seluruh butir
pertanyaan tersebut dapat digunakan dalam penelitian.
b. Uji Validitas Variabel Budaya Organisasi (X2)
Variabel X2 diukur melalui butir pertanyaan 1 sampai 7 dengan menggunakan bantuan
program SPSS versi 20, dan hasil yang diperoleh sebagaimana dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3
Uji Validitas Untuk Variabel
Budaya Organisasi (X2)
Sumber: Diolah Peneliti, 2015
Dari pengolahan data sebanyak 46 responden melalui penyebaran kuisioner, diperoleh
hasil bahwa seluruh butir pertanyaan pada variabel budaya organisasi (X2) dinyatakan
valid karena r hitung > r tabel dan lebih besar dari 0,3. Maka seluruh butir pertanyaan
tersebut dapat digunakan dalam penelitian.
c. Uji Validitas Variabel Lingkungan Kerja (X3)
Variabel X3 diukur melalui butir pertanyaan 1 sampai 13 dengan menggunakan bantuan
program SPSS versi 20, dan hasil yang diperoleh sebagaimana dalam Tabel 4.4.
Variabel No Pertanyaan r-hitung r-tabel Keterangan
Kepemimpinan
Transformasional
(X1)
46 responden
1 ,582 ,300 Valid
2 ,605 ,300 Valid
3 ,605 ,300 Valid
4 ,653 ,300 Valid
5 ,494 ,300 Valid
6 ,665 ,300 Valid
7 ,511 ,300 Valid
8 ,683 ,300 Valid
9 ,631 ,300 Valid
10 ,655 ,300 Valid
11 ,743 ,300 Valid
12 ,565 ,300 Valid
13 ,767 ,300 Valid
14 ,560 ,300 Valid
15 ,551 ,300 Valid
Variabel No
Pertanyaan r-hitung r-tabel Keterangan
Budaya
Organisasi
(X2)
46 responden
1 ,595 ,300 Valid
2 ,665 ,300 Valid
3 ,595 ,300 Valid
4 ,499 ,300 Valid
5 ,828 ,300 Valid
6 ,779 ,300 Valid
7 ,619 ,300 Valid
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 106-128
119
Tabel 4.4
Uji Validitas Untuk Variabel
Lingkungan Kerja (X3)
Variabel No
Pertanyaan r-hitung
r-
tabel Keterangan
Lingkungan
Kerja (X3)
46 responden
1 ,570 ,300 Valid
2 ,714 ,300 Valid
3 ,556 ,300 Valid
4 ,593 ,300 Valid
5 ,856 ,300 Valid
6 ,836 ,300 Valid
7 ,862 ,300 Valid
8 ,771 ,300 Valid
9 ,639 ,300 Valid
10 ,664 ,300 Valid
11 ,732 ,300 Valid
12 ,639 ,300 Valid
13 ,664 ,300 Valid
Sumber: Diolah Peneliti, 2015
Dari pengolahan data sebanyak 46 responden melalui penyebaran kuisioner, diperoleh
hasil bahwa seluruh butir pertanyaan pada variabel Lingkungan Kerja (X3) dinyatakan
valid karena r hitung > r tabel dan lebih besar dari 0,3. Maka seluruh butir pertanyaan
tersebut dapat digunakan dalam penelitian.
d. Uji Validitas Variabel Keterlibatan Karyawan (X4)
Variabel X4 diukur melalui butir pertanyaan 1 sampai 13 dengan menggunakan bantuan
program SPSS versi 20, dan hasil yang diperoleh sebagaimana dalam Tabel 4.5. Tabel 4.5
Uji Validitas Untuk Variabel
Keterlibatan Karyawan (X4)
Variabel No
Pertanyaan r-hitung r-tabel Keterangan
Keterlibatan
Karyawan
(X4)
46 responden
1 ,887 ,300 Valid
2 ,884 ,300 Valid
3 ,860 ,300 Valid
4 ,721 ,300 Valid
5 ,913 ,300 Valid
6 ,780 ,300 Valid
7 ,881 ,300 Valid
8 ,737 ,300 Valid
9 ,648 ,300 Valid
10 ,664 ,300 Valid
Sumber: Diolah Peneliti, 2015
Dari pengolahan data sebanyak 46 responden melalui penyebaran kuisioner, diperoleh
hasil bahwa seluruh butir pertanyaan pada variabel Keterlibatan Karyawan (X4)
dinyatakan valid karena r hitung > r tabel dan lebih besar dari 0,3. Maka seluruh butir
pertanyaan tersebut dapat digunakan dalam penelitian.
e. Variabel Y diukur melalui butir pertanyaan 1 sampai 10 dengan menggunakan
bantuan program SPSS versi 20, dan hasil yang diperoleh sebagaimana dalam Tabel
4.6.
Pengaruh kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, lingkungan kerja, dan keterlibatan
karyawan terhadap organizational citizenship behavior
120
Tabel 4.6
Uji Validitas Untuk Variabel Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Y)
Variabel No
Pertanyaan r-hitung r-tabel Keterangan
Organizational
Citizenship
Behavior
(OCB)
(Y)
46 responden
1 ,861 ,300 Valid
2 ,516 ,300 Valid
3 ,755 ,300 Valid
4 ,673 ,300 Valid
5 ,665 ,300 Valid
6 ,482 ,300 Valid
7 ,608 ,300 Valid
8 ,490 ,300 Valid
9 ,655 ,300 Valid
10 ,544 ,300 Valid
Sumber: Diolah Peneliti, 2015
Dari pengolahan data sebanyak 46 responden melalui penyebaran kuisioner, diperoleh
hasil bahwa seluruh butir pertanyaan pada variabel Organizational Citizenship Behavior
(OCB) (Y) dinyatakan valid karena r hitung > r tabel dan lebih besar dari 0,3. Maka seluruh
butir pertanyaan tersebut dapat digunakan dalam penelitian.
f. Variabel Y diukur melalui butir pertanyaan 1 sampai 15 dengan menggunakan
bantuan program SPSS versi 20, dan hasil yang diperoleh sebagaimana dalam Tabel
4.7. Tabel 4.7
Uji Validitas Untuk Variabel Kinerja Pelayanan Publik (Z)
Variabel No
Pertanyaan r-hitung r-tabel Keterangan
Kinerja
Pelayanan
Publik
(Z)
46 responden
1 ,759 ,300 Valid
2 ,687 ,300 Valid
3 ,854 ,300 Valid
4 ,542 ,300 Valid
5 ,611 ,300 Valid
6 ,742 ,300 Valid
7 ,748 ,300 Valid
8 ,558 ,300 Valid
9 ,482 ,300 Valid
10 ,542 ,300 Valid
11 ,720 ,300 Valid
12 ,665 ,300 Valid
13 ,595 ,300 Valid
14 ,621 ,300 Valid
15 ,810 ,300 Valid
Sumber: Diolah Peneliti, 2015
Dari pengolahan data sebanyak 46 responden melalui penyebaran kuisioner, diperoleh
hasil bahwa seluruh butir pertanyaan pada variabel Kinerja Pelayanan Publik (Z)
dinyatakan valid karena r hitung > r tabel dan lebih besar dari 0,3. Maka seluruh butir
pertanyaan tersebut dapat digunakan dalam penelitian.
4.3.1.2. Uji Reliabilitas
Untuk menguji reliabilitas salah satu metodenya adalah Alpha Cronbach’s. Uji
reliabilitas dilakukan dengan menghitung cronbach’s alpha dari masing-masing
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 106-128
121
instrumen dalam suatu variabel. Instrumen yang dipakai dikatakan reliabel jika
memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien yang diperoleh ≥ 0,700,
(Kountur dalam Mulia, 2014:93). Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini
menggunakan aplikasi SPSS versi 20 dengan hasil seperti ditunjukkan pada tabel 4.8. Tabel 4.8
Hasil Uji Reliabilitas
No. Variabel Cronbach’s
Alpha Keterangan
1
Kepemimpinan
Transformasional
(X1)
,806 Reliabel
2 Budaya Organisasi
(X2) ,726
Reliabel
3 Lingkungan Kerja
(X3) ,869
Reliabel
4 Keterlibatan Karyawan
(X4) ,875
Reliabel
5
Organizational Citizenship
Behavior (OCB)
(Y)
,777 Reliabel
6 Kinerja Pelayanan Publik
(Z) ,811
Reliabel
Sumber: Diolah peneliti, 2015
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa semua variabel mempunyai
Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,700. Besarnya koefisien Cronbach’s Alpha sudah
cukup besar yaitu dengan nilai paling kecil sebesar 0,726 dan paling besar 0,875.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel dinyatakan reliabel.
4.3.2. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah usaha untuk menentukan apakah data yang kita teliti memiliki
distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilihat dari pergerakan data yang
masih berada disekitar garis diagonal. Distribusi normal akan membentuk satu garis
lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika
distribusi data residual normal, maka garis data yang sesungguhnya akan mengikuti
garis diagonal.
Gambar 4.1. Uji Normalitas
Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi pada penelitian ini memenuhi syarat untuk
menjadi model regresi yang baik karena memiliki distribusi normal.
Pengaruh kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, lingkungan kerja, dan keterlibatan
karyawan terhadap organizational citizenship behavior
122
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam antar variabel independent
mempunyai hubungan langsung (berkorelasi) sempurna. Multikolinearitas dapat
diketahui dengan cara menganalisis matrik korelasi variable-variabel independen.
Deteksi multikolinieritas yang sering digunakan dalam SPSS yaitu dengan melihat nilai
Variance Inflation Factors (VIF) dan Tolerance. Nilai yang umum dipakai untuk
menunjukkan multikolonieritas adalah Tolerance 10.0 atau Variance Inflation
Factors (VIF) 10 dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9
Hasil Uji Multikoliniearitas
Model Collinearity Statistics
Tollerance VIF
Kepemimpinan Transformasional (X1) ,841 1,190
Budaya Organisasi (X2) ,960 1,041
Lingkungan Kerja (X3) ,253 3,949
Keterlibatan Karyawan (X4) ,256 3,899
Dependent Variable: OCB
Sumber: Diolah Peneliti, 2015
Tabel 4.10 diatas menunjukkan bahwa hasil tolerance diatas 0,10 dan nilai VIF tidak
lebih dari 10. Hal ini berarti data penelitian bebas dari masalah multikolinieritas. Jika
bebas dari masalah multikolinieritas maka variabel independen layak digunakan secara
bersama sama dalam pengujian regresi berganda.
3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara variable
dependent dengan variabel independent. Model regresi linier berganda yang baik adalah
tidak mengalami autokorelasi. Autokorelasi diuji dengan pengujian Durbin Watson.
Syarat tidak terjadi autokorelasi adalah 1 < DW < 3. (Sufren,2014: 104). Tabel 4.10
menunjukkan hasil DW dengan menggunakan SPSS versi 20.
Tabel 4.10. Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,662a ,438 ,383 2,877 2,216
a. Predictors: (Constant), X4:Keterlibatan Karyawan, X1:Kepemimpinan Transformasional,
X2:Budaya Organisasi, X3:Lingkungan Kerja
b. Dependent Variable: Y:OCB
Dari tabel 4.10 diatas, angka DW pada penelitian adalah sebesar 2,216. Angka ini
lebih besar dari 1 dan lebih kecil dari 3, secara ringkasnya 1 < 2,216 < 3, maka dapat
disimpulkan tidak mengalami autokorelasi.
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk memastikan bahwa data bersifat heterogen,
secara umum tidak memiliki sifat pergerakan data yang sama, tidak menumpuk atau
tidak membentuk pola garis tertentu. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
dengan melihat pola titik-titik pada Scatterplot seperti pada gambar 4.1
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 106-128
123
Gambar 4.1
Grafik Sebaran Scatterplot dan Uji Heteroskedastisitas
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa Scatterplot tidak membentuk pola tertentu sehingga
dapat disimpulkan penelitian bebas dari masalah heteroskedastisitas.
4.1. Analisis Regresi Linier Berganda
Penelitian menggunakan analisis regresi linier berganda dimana penulis ingin melihat
hubungan pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi, Lingkungan
Kerja, dan Keterlibatan Karyawan terhadap OCB di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka Tengah.
4.4.1. Uji Signifikansi Pengaruh Simultan (Uji Statistik F)
Uji F untuk melihat apakah variabel Kepemimpinan Transformasional (X1), Budaya
Organisasi (X2), Lingkungan Kerja (X3), dan Keterlibatan Karyawan (X4) mempunyai
pengaruh bersama-sama atau simultan terhadap Organizational Citizenship Behavior
(OCB) (Y). 4.11. Tabel Hasil Uji Simultan
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
1
Regression 264,408 4 66,102 7,987 ,000b
Residual 339,331 41 8,276
Total 603,739 45 a. Dependent Variable: Y:OCB
b. Predictors: (Constant), X4:Keterlibatan Karyawan, X1:Kepemimpinan
Transformasional, X2:Budaya Organisasi, X3:Lingkungan Kerja
Hasil Uji Simultan dapat dilihat dengan 2 cara:
Cara pertama secara bersama-sama variabel Kepemimpinan Transformasional (X1),
Budaya Organisasi (X2), LIngkungan Kerja (X3), dan Keterlibatan Karyawan (X4)
berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Y)
apabila Sig < 0,05. Tabel 4.11 menunjukkan hasil Sig di bawah 0,05 yang berarti bahwa
secara bersama-sama variabel Kepemimpinan Transformasional (X1), Budaya
Organisasi (X2), Lingkungan Kerja (X3), dan Keterlibatan Karyawan (X4) secara
berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Y).
Cara kedua adalah secara bersama-sama variabel X1, X2, X3, dan X4 berpengaruh
secara signifikan terhadap Y, apabila F hitung > F tabel. Pada tabel 4.11 menunjukkan hasil
F hitung 7,987 > 2,60. Fhitung > Ftabel dengan (α = 0,05) atau probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak (Ha diterima).
Pengaruh kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, lingkungan kerja, dan keterlibatan
karyawan terhadap organizational citizenship behavior
124
Ha = Terdapat pengaruh signifikan atas variabel-variabel independen dengan variabel
dependen secara simultan.
4.4.2. Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas
terhadap variabel terikat dengan menganggap variabel bebas lainnya konstan.
Tabel 4.12. Hasil Uji Pengaruh Parsial
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Toleranc
e
VIF
1
(Constant) 5,768 7,093 ,813 ,421
X1:
Kepemimpinan
Transformasional
,200 ,098 ,260 2,035 ,048 ,841 1,190
X2:
Budaya Organisasi ,312 ,153 ,243 2,036 ,048 ,960 1,041
X3:
Lingkungan Kerja ,501 ,149 ,784 3,368 ,002 ,253 3,949
X4:
Keterlibatan
Karyawan
-,322 ,154 -,485 -2,096 ,042 ,256 3,899
a. Dependent Variable: Y:OCB
Tabel 4.12 menunjukkan hasil penelitian Sig < 0,05 atau di bawah 5%. Hasil Sig
untuk variabel Kepemimpinan Transformasional (X1) adalah 0,048 atau 4,8%, Budaya
Organisasi (X2) adalah 0,048 atau 4,8%, Lingkungan Kerja (X3) sebesar 0,02 atau 2%,
dan Keterlibatan Karyawan (X4) sebesar 0,42 atau 4,2% yang berarti semua variabel
berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Y).
Probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak (Ha diterima), artinya variabel bebas secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat pada tingkat
kepercayaan 95%. Persamaan regresi untuk yang terbentuk adalah: Y = 5,768+0,200X1+0,312X2+0,501X3–0,322X4+e
Artinya jika X1, X2, dan X3 adalah nol, maka variabel Y akan konstan sebesar 5,768.
Apabila terjadi kenaikan X1 sebesar 1, maka akan terjadi kenaikan Y sebesar 0,200 dan
demikian pula sebaliknya, apabila terjadi kenaikan X2 sebesar 1, maka akan terjadi
kenaikan Y sebesar 0,312 dan demikian pula sebaliknya, apabila terjadi kenaikan X3
sebesar 1, maka akan terjadi kenaikan Y sebesar 0,501 dan demikian pula sebaliknya,
apabila terjadi penurunan X4 sebesar 1, maka akan terjadi penurunan Y sebesar 0,322
dan demikian pula sebaliknya.
4.4.3. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas
terhadap variabel terikat. Tabel 4.13 menjelaskan tentang koefisien determinasi. Tabel 4.13. Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,662a ,438 ,383 2,877 2,216
a. Predictors: (Constant), X4:Keterlibatan Karyawan, X1:Kepemimpinan
Transformasional, X2:Budaya Organisasi, X3:Lingkungan Kerja
b. Dependent Variable: Y:OCB
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 106-128
125
Dalam tabel 4.13 di atas, koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 383 atau
sebesar 38,3% yang berarti bahwa kemampuan variabel X1, X2, X3, dan X4 dalam
menjelaskan variabel Y adalah sebesar 38,3%, sedangkan sisanya sebesar 61,7%
dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel penelitian ini. R sebesar 0,662 memiliki arti
bahwa korelasi bergandanya adalah kuat.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Pengaruh Kepemimpinan
Transformasional, Budaya Organisasi, Lingkungan Kerja, dan Keterlibatan Karyawan
Terhadap Organization Citizenship Behavior (OCB) Yang Berdampak Terhadap
Kinerja Pelayanan Publik di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten
Bangka Tengah diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh signifikan Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi,
Lingkungan Kerja, dan Keterlibatan Karyawan secara simultan terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB) di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka Tengah.
2. Terdapat pengaruh signifikan Kepemimpinan Transformasional terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB) di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka Tengah sebesar 0,048 atau 4,8%.
3. Terdapat pengaruh signifikan Budaya Organisasi terhadap Organizational
Citizenship Behavior (OCB) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Bangka Tengah sebesar 0,048 atau 4,8%.
4. Terdapat pengaruh signifikan Lingkungan Kerja terhadap Organizational
Citizenship Behavior (OCB) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Bangka Tengah sebesar 0,02 atau 2%.
5. Terdapat pengaruh signifikan Keterlibatan Karyawan terhadap Organizational
Citizenship Behavior (OCB) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Bangka Tengah sebesar 0,42 atau 4,2%.
6. Terdapat pengaruh signifikan Organizational Citizenship Behavior (OCB) terhadap
Kinerja Pelayanan Publik di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten
Bangka Tengah.
6. SARAN
Berdasarkan temuan penelitian, simpulan dan implikasi penelitian, maka dapat diajukan
beberapa saran terhadap pihak-pihak: Berikut ini dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi dan Lingkungan Kerja
merupakan hal yang paling mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior
(OCB) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangka Tengah
dapat meningkatkan kinerja pegawai dalam upaya peningkatan pelayanan kepada
masyarakat.
2. Kepemimpinan Transformasional dapat membawa pegawai dalam meningkatkan
OCB dan kinerja pegawai dalam pelayanan kepada masyarakat, oleh karena itu
kepemimpinan mempunyai peranan penting bagi suatu organisasi atau instansi.
3. Pegawai diharapkan dapat meningkatkan OCB dan kinerja dalam pelayanan kepada
masyarakat Bangka Tengah.
Pengaruh kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, lingkungan kerja, dan keterlibatan
karyawan terhadap organizational citizenship behavior
126
4. Lingkungan kerja yang baik dan sarana serta prasarana dalam pelayanan publik juga
merupakan suatu hal penting, dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Bangka Tengah harus meningkatkan fasilitas pelayanan publik dan juga
kenyamanan serta keramahan para petugasnya dalam mencapai pelayanan prima.
DAFTAR PUSTAKA
Arsawan, I Wayan Edi., Wirga, I Wayan. 2012. Keterlibatan Karyawan: Strategi
Meningkatkan Kinerja Karyawan. Bisnis dan Kewirausahaan Politeknik Negeri
Bali Vol.8, No.3, November 2012.
Azwan., Chan, Syafrudin., Majid, M.S.A. 2015. Pengaruh Budaya Organisasi,
Komitmen Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Produktivitas Pegawai Serta
Dampaknya Pada Kinerja Badan Investasi Dan Promosi Aceh. JurnalPascasarjana
Magister Manajemen Universitas Syiah Kuala. Volume 4, No.1, Februari 2015.
Daft, Richard L. 2013. New Era of Management. Ninth Edition Singapore: Cengage
Learning Asia Pte Ltd. Alih Bahasa oleh Tirta Maria Kanita, 2013. Salemba
Empat, Jakarta.
Darto, Mariman. 2014. Peran Organizational Citizenship Behavior (OCB) Dalam
Peningkatan Kinerja Individu Di Sektor Publik: Sebuah Analisis Teoritis Dan
Empiris. Samarinda. Jurnal Borneo Administrator Lembaga Administrasi Negara
Volume 10, No.1, 14 April 2014.
Dessler, Gary. 2009. Fundamentals of Human Resource Management, Content,
Competencies and Applications. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Enterprise, Jubilee. 2014. SPSS Untuk Pemula. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Fitrianasari, Dini., Nimran, Umar., Utami H.N. 2015. Pengaruh Kompensasi dan
Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan
Kinerja Karyawan. Jurnal Profit Universitas Brawijaya. Volume 7 No.1.
Fitriastuti, Triana. 2013. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Komitmen Organisasional
Dan Organizational Citizenship behavior Terhadap Kinerja Karyawan. Samarinda.
Jurnal Dinamika Manajemen Universitas Mulawarman Vol.4, No.2, 2013, pp:
103-114.
Ghozali, Imam. 2011. Ekonometrika, Teori, Konsep dan Aplikasi Dengan SPSS 17.
Semarang: BPFE Universitas Diponegoro.Gibson, James L., Ivancevich,John M.,
Donnelly, James H., Konopaske, Robert 2012. Organizations Behavior, Structure,
Processes. Fourteen Editions. New York: Mc Graw Hill.
Gupta, Neha., and Sharma, Vandna. 2015. An Exploratory Study On Employee
Engagement And It’s Linkage To Organizational Citizenship Behavior And
Organizational Performance. Journal IJABER, Vol.13, No.3, 2015: 1279-1300.
Hughes, R.L., Ginnett, R.C., and Curphy, G.J. 2012. Leadership: Memperkaya Pelajaran
Dari Pengalaman. Edisi ketujuh. Jakarta: Salemba Humanika.
Ivancevich, John M. 2007. Human Resource Management. International Edition. New
York: Mc Graw Hill.
Jones, Garet. 2010. Organizational Theory, Design and Change. 6th Edition. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
Kakinsale, Alfine., Tumbel, Altje., Sendow, Greis M. 2015. Pengaruh Keterlibatan
Kerja, Lingkungan Kerja, Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.
Bangun Wenang Beverages Manado. Jurnal EMBA. Universitas Sam Ratulangi.
Vol.3 No.1 Maret 2015, Hal.900-911.
JEM: Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE Pertiba Pangkalpinang, Vol 3, No. 2, Edisi Desember 2017,
hal 106-128
127
Lembono, A.Yulianto. 2013. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Dan
Transaksional Serta Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB) Pada PT. Indofood Sukses Makmur Beji Pasuruan. Jurnal.
Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM STIM
YKPN.
Manaf, Indra Gunawan., Lubis, A.Rahman., Ibrahim, Mahdani. 2015. Pengaruh
Lingkungan Kerja dan Disiplin Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Dan
Implikasinya Terhadap Kinerja Sekretariat Kecamatan Dalam Kabupaten
Simeuleu. JurnalPascasarjana Magister Manajemen. Universitas Syiah Kuala.
Volume 4, No.1, Februari 2015.
Mangundjaya, Wustari L.H. 2012. Are Organizational Commitment And Employee
Engagement Important In Achieving Individual Readiness For Change?. Journal
University of Indonesia.
Mondy, R.Wayne. 2008. Human Resource Management. Tenth Edition. New Jersey:
Pearson Prentice Hall.
Mulia. 2014. Pengaruh Disiplin, Kepemimpinan, Lingkungan Kerja Dan Komitmen
Terhadap Motivasi Yang Berdampak Pada Kinerja Pengurus Komite Olahraga
Nasional Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Thesis, STIE
PERTIBA, Pangkalpinang.
Musawwiri, Abdul. 2013. Pengaruh Pelatihan, Kompensasi, Lingkungan Kerja
Terhadap Motivasi Dan Implikasinya Terhadap Kinerja Pendidik Di SMPN 5
Pangkalpinang. Thesis, STIE PERTIBA, Pangkalpinang.
Nawawi, Hadari. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang
Kompetitif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Noe, Raymond A., Hollenbeck, John R., Gerhart, Barry., Wright, Patrick M. 2012.
Human Resource Management: Gaining a Competitive Advantage. UK:
McGraw-Hill Education.
Oemar, Yohanas. 2013. Pengaruh Budaya Organisasi, Kemampuan Kerja Dan
Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Pegawai Pada BAPPEDA Kota Pekanbaru. Jurnal Universitas Riau.
Pasolong, Harbani. 2013. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
Rahmi, B. Maptuhah. 2013. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap
Organizational Citizenship Behavior dan Komitmen Organisasional dengan
Mediasi Kepuasan Kerja (Studi Pada Guru Tetap SMA Negeri Di Kabupaten
Lombok Timur). Thesis, Universitas Udayana, Denpasar.
Robbins, Stephen P., and Judge, Timothy A. 2011. Perilaku Organisasi. Edisi 12-buku
2. Salemba Empat, Jakarta.
Robbins, Stephen P and Coulter, Mary. 2013.Management, 11th Edition. England:
Pearson Education Limited.
Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV.
Mandar Maju
Senewe, Stanley. 2013. Kepemimpinan Transformasional Dan Organizational
Citizenship Behavior Dampaknya Terhadap Kinerja Pegawai KPKNL Propinsi
Sulawesi Utara. Bali. Jurnal EMBA. Universitas Udayana Vol.1 No.3 September
2013, Hal 356-365.
Slamet, Giarti. 2013. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB) Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan. Jurnal STIA ASMI.
Pengaruh kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, lingkungan kerja, dan keterlibatan
karyawan terhadap organizational citizenship behavior
128
Soentoro, David Prasetyo. 2013. Pengaruh Motivasi Kerja, Lingkungan Kerja Terhadap
Organizational Citizenship Behavior Dan Kepuasan Kerja di PT. Sucofindo.
Jurnal.
Sofyan, Agus. 2013. Kinerja Pelayanan Kependudukan Pada Dinas Kependudukan Dan
Catatan Sipil Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Universitas YAPIS.
Sridhar, Anusha., and Thiruvenkadam. 2014. Impact Of Employee Engagement On
Organization Citizenship Behavior. Chennai. BVIMSR’s Journal of Management
Research SSN Engineering College Vol.6 Issue-2.
Suhardi, Suhardi. (2015). Persepsi Pemakai Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Terhadap Independensi Auditor Badan Pemeriksa Keuangan. Jurnal Akuntansi
Universitas Jember, 10 (2), 1-29. doi:10.19184/jauj.v10i2.1249.
Suhardi dan Darus Altin. 2013. Analisis Kinerja Keuangan Bank BPR Konvensional di
Indonesia Periode 2009 sampai 2012. Pekbis Jurnal. Vol. 5, No.2, Juli 2013: 101-
110.
Sufren., Natanael, Yonathan. 2014. Belajar Otodidak SPSS Pasti Bisa. Jakarta. Elex
Media Komputindo.
Sujarweni, Wiratna. 2015. Metodologi Penelitian Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta.
Pustaka Baru Press.
Sumual, Tinneke E.M. 2015. Pengaruh Kompetensi Kepemimpinan, Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja Pegawai Di Universitas Negeri Manado. Jurnal Manajemen
Universitas Negeri Manado.
Sugiyono. 2014. Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Truss, Catherine., Shantz, Amanda., Soane, Emma., Alfes, Kerstin., Delbridge, Rick.
2015. Employee Engagement, Organisational Performance And Individual Well-
Being: Exploring The evidence, Developing The Theory. UK. The International
Journal of Human Resource Management Vol.24, No.14, 2657-2669.
Wibowo. 2011. Budaya Organisasi, Sebuah Kebutuhan Untuk Meningkatkan Kinerja
Jangka Panjang. Jakarta: Rajawali Pers.
Wibowo. 2015. Perilaku Dalam Organisasi. Edisi 2. Jakarta: Rajawali Pers.
Wulandari, Septi. 2014. Analisis Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Kompetensi dan
Komunikasi Terhadap Disiplin Kerja Yang Berdampak Pada Kinerja Pegawai
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pangkalpinang. Thesis, STIE
PERTIBA, Pangkalpinang.
Top Related