1
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DENGAN
MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu)
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi S1-Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :GHIAN VELINA ROHADI
NIM: 110641316
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASARFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON2015
2
LEMBAR PERSETUJUAN
PROPOSAL SKRIPSI
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA
PELAJARAN IPA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH
GHIAN VELINA ROHADI
NIM: 110641316
Cirebon, 04 Juni 2015
Disetujui untuk Sidang Ujian Proposal Oleh:
Pembimbing
Dra.Hj. Fikriyah, MA
Mengetahui,
Ketua Prodi PGSD
Drs. H. Ghozali, MM
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadhirat Allah SWT yang telah memberi
kenikmatan hidup dan kemudahan kepada hamba-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Skripsi ini ditulis guna memenuhi sebagian
persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Penulisan skripsi ini, bagi saya merupakan sebuah pengalaman yang tidak
bisa dilupakan begitu saja. Dalam hal ini, dibutuhkan usaha keras dan kerja cerdas
guna melewati tahap-tahap yang harus ditempuh. Selain memberikan pengalaman
akademis, penulisan skripsi ini juga sangat membantu saya dalam proses
pendewasaan diri.
Meski demikian, saya mengakui bahwa selama proses penulisan skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Khaerul Wahidin, M.Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah
Cirebon.
2. Drs. H. Munaseh, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Cirebon.
3. Drs. Fachrurodji, M.M. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
FKIP Universitas Muhammadiyah Cirebon.
4. Hj. Fikriyah, MA. Dosen Pembimbing Proposal.
5. Didi Rohadi, S.Pd. selaku Kepala SD Negeri Karangampel Kidul IV.
4
6. Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar FKIP Universitas Muhammadiyah Cirebon.
7. Kawan-kawan mahasiswa di lingkungan Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar FKIP Universitas Muhammadiyah Cirebon yang memberikan
ruang untuk diskusi dan kenangan manis selama belajar.
8. Ibu dan Bapak serta Keluarga besarku yang selalu mendukung.
9. Mayasari yang selalu mendampingi dan mendukung dalam penysunan skripsi.
10. Semua pihak yang tidak dapat saya sebut satu persatu.
Selanjutnya saya berharap agar penulisan skripsi ini dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat pada umumnya serta bagi pengembangan akademis, baik di
lingkungan Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar UMC maupun di luar
lingkungan Prodi. Besar harapan saya agar skripsi ini dapat memberikan
sumbangan bagi umat ilmu pengetahuan.
Saya mengakui bahwa di dalam skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
dan terdapat kekurangan. Untuk alasan itu, kritik dan saran yang membangun
terus diharapkan guna perbaikan.
Cirebon,
Penulis
GHIAN VELINA ROHADI
NIM: 110641316
5
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGENTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL .............................................................................................iv
DATAR GAMBAR............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Identifikasi Masalah................................................................................5
C. Rumusan Masalah...................................................................................6
D. Tujuan Penelitian....................................................................................6
E. Manfaat Penelitian..................................................................................7
BAB II Landasan Teori.....................................................................................10
A. Kajian Teori..........................................................................................10
1. Hakekat Pembelajaran IPA di SD...................................................10
a. Pengertian Hakekat Pembelajaran IPA.....................................10
b. Tujuan Pembelajaran IPA.........................................................11
c. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA...........................................12
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match.....................12
6
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
...................................................................................................12
b. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif.........................17
c. Prosedur/ Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif .....
...................................................................................................20
d. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a
Match........................................................................................23
3. Hasil Belajar Siswa.........................................................................24
a. Pengertian Hakikat Hasil Belajar..............................................24
b. Jenis Hasil Belajar.....................................................................27
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar.....................29
B. Penelitian Yang Relevan.......................................................................33
C. Kerangka Berfikir.................................................................................36
D. Hipotesis................................................................................................40
BAB III METODELOGI PENELITIAN..........................................................41
A. Subyek dan Waktu Penelitian..............................................................41
1. Subyek Penelitian............................................................................41
2. Waktu Penelitian ............................................................................42
B. Desain dan Metode Penelitian...............................................................43
1. Desain Penelitian ............................................................................43
2. Metode Penelitian ..........................................................................44
C. Definisi Operasional.............................................................................47
1. Metode Cooperative Tipe Make A Match .....................................47
7
2. Pembelajaran IPA di SD ................................................................47
3. Hasil Belajar ...................................................................................48
D. Instrumen Penelitian.............................................................................48
E. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data......................................50
8
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif..........................20
Tabel 2.2 Penggolongan Tingkat Kecerdasan Manusia....................................31
Tabel 3.1 Waktu Penelitian...............................................................................42
Tabel 3.2 Tingkat Kriteria keberhasilan belajar Peserta Didik dalam %..........52
9
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir..........................................................................39
Gambar 3.1 Siklus PTK....................................................................................44
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) menegaskan bahwa pembelajaran IPA harus menekankan pada
penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah (Depdikans,
2006). Sehingga proses pembelajarn IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan ilmu pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Pendidikaan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk memepelajari dirinya sendiri dan alam sekitar, serta proses
perkembangan lebih lanjut dalam merepakannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
Proses pembelajarann IPA menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi
dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan
untuk menemukan (inkuiri) dan berbuat sehingga dapat membantu peserta
didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam
sekitar (KTSP, 2006: 484). Pembelajaran IPA diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan
masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Pembelajaran IPA
11
sebaiknya dilaksanakan dengan memberikan pengalaman langsung kepada
siswa dengan tujuan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja
dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting
kecakapan hidup.
Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
memberikan perubahan tingkah laku peserta didik kearah yang lebih baik.
Kegiatan ini sebaiknya dilakukan tanpa tekanan dan hendaknya
menyenangkan bagi siswa. Kegiatan yang menyenangkan akan
memberikan suasana segar dalam kelas, interaksi siswa akan kelihatan
nyata, ide dan keberanian siswa akan tumbuh berkembang dan proses
pembelajaran akan berlangsung secara optimal.
Guru merupakan contoh dari perubahan dalam pembelajaran,
menerapkan strategi, model dan penggunaan metode pembelajaran yang
menyenangkan bagi peserta didik. Sehingga belajar merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan berupa keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan. Belajar juga dapat dipandang sebagai sebuah proses elaborasi
dalam upaya pencarian makna yang dilakukan oleh individu. Proses
belajar pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan atau
kompetensi personal (Benny A. Pribadi, 2009: 6). Kegiatan belajar ini
semata-mata mengubah prilaku peserta didik secara terencana dan melalui
proses yang berkesinambungan.
Pemanfataan model dalam proses pembelajaran sangat diperlukan
agar transfer pesan lebih mudah untuk diterima siswa. Model pembelajaran
12
merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penemuan teori psikologi
pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap
implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas
(Agus Suprijono, 2009:45). Proses pembelajaran yang menggunakan
metode pembelajaran pada umumnya akan berlangsung secara terarah dan
menyenangkan, sebaliknya pembelajaran yang berlangsung tanpa
menggunakan model pembelajaran akan terasa membosankan dan kurang
bermakna. Rendahnya kualitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran
dikarenakan kurang tepatnya strategi pembelajaran yang diterapkan dikelas
atau pembelajaran yang terkesan monoton, salah satu diantaranya adalah
kurangnya memanfaatkan model pembelajaran yang telah ada. Berdasarkan
pendapat diatas, dalam pembelajaran IPA disekolah dasar yang merupakan
mata pelajaran yang menekankan pada arah efektif, diperlukan penerapan
model pembelajaran yang banyak melibatkan siswa untuk aktif dalam
proses pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif make a match dikemas dengan
mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar dalam
proses pembelajaran dengan memperhatikan tingkat kemampuan siswa
yang berbeda-beda (berprestasi tinggi, sedang, dan rendah) untuk
membangkitkan keingintahuan dan kerjasama diantara siswa serta mampu
menciptakan kondisi yang menyenangkan.
Berkaitan dengan masalah pembelajaran IPA, siswa kelas IV SD
Negeri Karangampel Kidul IV pada umumnya kurang memiliki motivasi
13
dalam mengikuti pembelajaran, daya serap belum mencapai KKM. Dimana
43% siswa nilai ulangan hariannya di atas rata-rata KKM, sedangkan 57%
siswa nilai ulangan hariannya di bawah KKM.
Dari hasil pengamatan dilapangan teryata banyak ditemukan
kesenjangan dalam proses belajar mengajar. Proses pembelajaran IPA yang
dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV masih banyak
berorientasi pada guru dengan mengandalkan bahan belajar dari buku IPA
yang tersedia tanpa ditunjang dengan media pembelajaran yang sesuai.
Selain itu guru menyampaikan dan menyampaikan materi IPA pada pokok
pembahasan sistem rangka kurang menarik perhatian siswa yang
menyebabkan siswa menjadi jenuh dan bosan dengan materi yang di
ajarkan.
Hal ini menyebabkan perolehan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Padahal banyak
metode dan model pembelajaran yang bisa diterapkan dalam proses belajar
mengajar agar siswa tidak merasa bosan dan tetap bisa menerima serta
merespon materi yang diajarkan dengan baik. Untuk memperbaiki
permasalahan pembelajaran IPA dikelas IV perlu disusun suatu model
pembelajaran yang lebih menarik dan dapat meningkatkan aktivitas peserta
didik dalam proses pembelajaran. Atas dasar itulah peneliti mencoba
mengembangkan model pembelajaran kooperatif make a match guna
meningkatkan hasil belajar dan keaktifan peserta didik dalam kelas. Guru
menerapkan pembelajaran kooperatif teknik make a match atau mencari
14
pasangan merupakan salah satu alternative yang dapat diterapkan kepada
peserta didik. Penerapanya dimulai dari peserta didik disuruh mencari
pasangan kartu yang merupakan jawaban/ soal sebelum batas waktunya,
peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya akan diberi poin. Dengan
model pembelajaran ini siswa dapat memahami suatu konsep atau
informasi tertentu dengan mencari pasangan yang sesuai dalam suasana
yang aktif dan menyenangkan.
Berdasarkan kajian latar belakang diatas, maka penulis melakukan
penelitian tindakan kelas tentang upaya meningkatkan kualitas proses
pembelajaran untuk memperoleh hasil belajar IPA, dengan judul
penelitian: Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV pada
Pembelajaran IPA Tentang Sistem Rangka dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperative Tipe Make a Match di SD Negeri Karangampel
Kidul IV.
B. Indentifikasi Masalah
Masalah dalam pembelajaran IPA di SD Negeri Karangampel
Kidul IV dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Rendahnya hasil belajar siswa yang ditandai dengan nilai hasil
ulangan formatif IPA yang belum mencapai kriteria ketuntasan
minimal (KKM).
2. Rendahnya kemampuan guru dalam memahami dan menggunakan
model-model pembelajaran yang terpusat pada guru.
15
3. Guru kesulitan dalam merancang dan melaksanakan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk melasanakan proses
pembelajaran IPA.
4. Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung proses
pembelajaran terutama media pembelajaran IPA.
5. Lemahnya motivasi siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a
match pada pembelajaran IPA pokok pembahasan sistem rangka di
kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel
Kabupaten Indramayu?
2. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat
meningkatkan hasil belajar siswa tentang sistem rangka di kelas IV SD
Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten
Indramayu?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
16
1. Mengetahui penerapan model pembelajaran kooperative tipe make a
match terhadap peningkatan hasil belajar siswa tentang sistem rangka
di kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan
Karangampel Kabupaten Indramayu.
2. Mengetahui proses peningkatan hasil belajar siswa mengenai sistem
rangka dengan menggunakan model pembelajaran kooperative tipe
make a match di kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV
Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan
manfaat yaitu:
1. Bagi Siswa
a. Hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam akan meningkat.
b. Semakin banyak peserta didik yang meyukai mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam.
c. Keaktifan, kreativitas dan semangat peserta didik tercipta pada
proses mengajar di kelas.
d. Menciptakan situasi belajar yang menyenangkan sehingga
memotivasi anak untuk mengikuti pembelajaran IPA.
2. Bagi guru
17
a. Sebagai landasan motivasi untuk meningkatkan kreativitas dalam
mengelola pembelajaran dikelas dengan memilih model
pembelajaran yang bervariasi yang dapat memperbaiki sistem
pembelajaran.
b. Pendidik secara bertahap dapat mengetahui strategi pembelajaran
yang bervariasi yang dapat memperbaiki dan meningkatkan
sistem pembelajaran di kelas sehingga permasalahan yang
berhubungan dengan kegiatan pembelajaran dapat teratasi.
c. Sebagai sarana untuk membantu guru dalam menyelesaikan
masalah pembelajaran yang ada di dalam kelas.
d. Memberikan pengetahuan kepada guru tentang cara mengajar
yang baik sehingga dapat memotivasi siswa dalam dapat
meningkatkan hasil belajar.
3. Bagi Sekolah
a. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap upaya peningkatan
hasil belajar yang lebih optimal.
b. Memberikan sumbangan yang bermanfaat dalam rangka
perbaikan proses pembelajaran sehingga meningkatkan mutu
sekolah.
c. Meningkatkan mutu dan professionalisme guru dalam mengajar.
4. Bagi Peneliti
a. Memperoleh pengalaman dan wawasan tentang penggunaan
Pembelajaran Kooperatife Tipe Make a- Match di sekolah.
18
b. Melakukan kajian-kajian lebih lanjut untuk menyusun suatu
rancangan pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Hakikat Pembelajaran IPA di SD
a. Pengertian Hakekat Pembelajaran IPA
Pada hakekatnya IPA mempelajari tentang alam sebagaimana
adanya dan terbatas pada pengalaman manusia. Aktifitas pelajaran IPA
selalu berhubungan dengan aktivitas percobaan-percobaan yang
membutuhkan keterampilan dan kerajinanan. Secara sederhana IPA
juga dapat didefinisikan sebagai apa yang telah dilakukan oleh para
ahli IPA. Dengan demikian IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan
tentang benda atau makhluk hidup saja, tetapi menyangkut cara kerja,
cara berfikir dan cara memecahkan masalah. Kajian IPA selalu
menghubungkan tentang peristiwa alam, yakni selalu ingin mengetahui
apa, bagaimana, dan mengapa suatu gejala alam itu terjadi.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
IPA merupakan sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena
alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan
11
yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan
menggunakan metode ilmiah.
b. Tujuan Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pemberian
pengalaman belajar secara langsung dengan mengembangkan
ketrampilan proses dan sikap ilmiah. Berdasarkan rasional dan
pemikiran tersebut, maka tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI dalam
Kurikulum 2006 (KTSP) bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan serta keteraturan alam ciptaan-
Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan pemahaman konsep-konsep yang
bermanfaat sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, kesadaran adanya
hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi,
masyarakat.
4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah sehingga dapat membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran menghargai alam sebagai salah satu
ciptaan Tuhan.
12
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsepsi, dan ketrampilan sebagai
dasar melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
c. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Materi IPA memiliki berbagai konsep yang dapat dipelajari
siswa melalui sajian pembelajaran langsung maupun pembelajaran
kooperatif. Guru harus mempersiapkan pembelajaran dengan
menyesuaikan keadaan siswa, sarana, materi dan kompetensi yang
harus dicapai sperti tertera pada Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar mata pelajaran IPA. Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk
SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia, hewan,
tumbuhan, lingkungan, serta kesehatan Benda/materi, sifat-sifat
dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
2) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
3) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
1) Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Setiap proses pembelajaran mengharuskan peserta didik
untuk ikut aktif dalam menghidupkan suatu pembelajaran di kelas,
oleh karena itu pentingnya menerapkan model pembelajaran
13
kooperetif tipe make a match dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam pada materi Sistem Rangka adalah peserta
didik aktif berpartisipasi sehingga menjadikan pembelajaran lebih
hidup dan lebih bermakna. Dalam kegiatan pembelajaran
kooperatif tipe make a match diperlukan adanya keterampilan dan
kemauan untuk bekerja sama. Tanpa hal tersebut maka
pembelajaran kooperatif tidak akan berhasil.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-
Maidah ayat 2:
�ه� الل �ق�وا و�ات �ع�د�و�ان� و�ال � �م �ث اإل� ع�ل�ى �وا �ع�او�ن ت و�ال� �ق�و�ى و�الت �ر� �ب ال ع�ل�ى �وا �ع�او�ن و�ت
�ع�ق�اب د�يد�ال ش� �ه� الل �ن� إ
“Bertolong-tolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan
jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran,
dan bertakwalah kamu kepada Allah SWT, sesungguhnya Allah
sangat berat siksanya”. (QS. Al-Maidah: 2).
Begitu juga dalam Hadits dinyatakan sebagai berikut:
: ، �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل االله� ص�ل�ى االله� و�ل� س� ر� �ل� قا �ل� قا م�و�س�ى �ى �ب ا ع�ن�
�ع�ض,ا ب �ع�ض�ه� ب د. �ش� ي �ن� �يا �ن �ب ال� آ �م�ؤ�م�ن� �ل ل �م�ؤ�م�ن� �ل ا
Dari Abi Musa, berkata Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang
mukmin bagi mukmin yang lainnya bagaikan satu bangunan yang
saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya”. (HR. An-
Nasa’i)
14
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan
belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented),
terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru
dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan
orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain.
Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam
berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
Teori tersebut sependapat dengan (Nurulhayati, 2002 :25
dalam Rusman 2010:203) Pembelajaran Kooperetif adalah strategi
pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu
kelompok kecil untuk saling berinterasi.
Senada dengan itu (Enjah Takari R, 2010:26)
mengemukankan bahwa cooperative learning adalah suatu strategi
belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam
struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas
dua orang tau lebih.
Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaimana siswa
dapat bekerja dalam kelompok, tujuan kelompok adalah tujuan
bersama. Situasi kooperatif merupakan bagian dari siswa untuk
mencapai tujuan keompok, siswa harus merasakan bahwa mereka
akan mencapai tujuan, maka siswa lain dalam kelompoknya
15
memiliki kebersamaan, artinya tiap anggota kelompok bersikap
kooperatif dengan sesama kelompoknya.
Sedangkan menurut Siahaan (2005:2, dalam Rusman
2010:205) mengutarakan lima unsur esensial yang ditekanan
dalam pembelajaran kooperatif yaitu: a) saling ketergantungan
yang positif, b) interaksi berhadapan (face to face interaction), c)
tanggung jawab individu (individual responsibility), d)
keterampilan sosial (social skill), e) terjadi proses dalam kelompok
(group processing).
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap siswa
dituntut untuk berinteraksi maupun berkomunikasi demi mencapai
tujuan yang diharapkan.
2) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
Model Pembelajaran Make a Match (membuat pasangan)
merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran
kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).
Menurut Rusman (2011:223) mengatakan salah satu
keunggulan model pembelajaran ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan.
16
Penerapan model pembelajaran ini dimulai dengan teknik,
yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan
jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat
mencocokan kartunya diberi poin.
Model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat
seperti difirmankan dalam al-qur’an surat yasin ayat 36 yang
berbunyi:
�م�ون� �ع�ل ي ال� و�م�م�ا ه�م� �ف�س� ن� أ و�م�ن� ر�ض�
� األ� �ت� �ب �ن ت م�م�ا �ه�ا �ل ك و�اج� ز�� األ� ل�ق� خ� �ذ�ي ال �ح�ان� ب س�
﴾36 ﴿يس :
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-
pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi
dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
(QS. Yasin/36:36).
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah SWT telah
menciptakan sesuatu di dunia ini dengan berpasang-pasangan, baik
yang diketahui oleh manusia maupun yang tidak diketahui oleh
manusia. Salah satunya adalah mengenai model
pembelajaran make a match, dimana model pembelajaran ini
menggunakan permainan kartu, jadi siswa harus mencari pasangan
kartu yang dipegang.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
make a match adalah suatu metode yang digunakan oleh pendidik
untuk menciptakan suasana yang aktif dimana cara
17
pembelajarannya menggunakan kartu-kartu guna mencari
pasangan yang cocok.
b. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif berbeda dengan strategi
pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dilihat dari proses
pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerjasama dalam
kelompok. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai tidak hanya
kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi
pembelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan
materi tersebut.
Menurut Dr. Rustaman (2010:206) Karakteristik
pembelajaran koperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan
secara tim. Tim merupakan tenpat untuk mencapai tujuan. Oleh
karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap
anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
2) Didasarkan pada Managemen Kooperatif
Pada pembelajaran kooperatif memiliki tiga fungsi, yaitu:
a) Fungsi managemen sebagai perencanaan pelaksanaan
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang
18
sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang harus dicapai,
bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk
mencapai tujuan, dan lain sebagainya. b) Fungsi managemen
sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran
berjalan dengan efektif. c) Fungsi managemen sebagai kontrol,
menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu
ditentukan kriteria kenerhasilan baik melalui bentuk tes maupun
non tes.
3) Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh
keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip
kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam
pembelajaran kooperatif.
4) Keterampilan Bekerja Sama
Kemauan bekerjasama itu dipraktikkan melaui aktivitas
dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan
demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup
berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditepakan.
Senada dengan itu bahwa karakteristik pendekatan
pembelajaran kooperatif, yang dikemukakan oleh Enjah Takari
(2010:28) yaitu:
19
Indivudual Accontability, yaitu bahwa setip individu di
dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh kelompok, sehingga keberhasilan
kelompok sangat ditentukan oleh tanggung jawab setiap anggota.
Social Skills, meliputi seluruh kehidupan sosial, kepekaan
sosial dan mendidk siswa untuk menumbuhkan pekangan diri dan
pengarahan diri demi kepentingan kelompok. Keterampilan ini
mengajarkan siswa untuk belajar memberi dan menerima, mengambil
dan menerima tanggung jawab, menghormati hak orang lain dan
membentuk kesadaran sosial.
Positive Interdependence, adalah sifat yang menunjukkan
saling ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok
secara positif. Keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh peran
serta setiap anggota kelompok, karena setiap anggota kelompok
dianggap memiliki kontribusi. Jadi siswa berkolaborasi bukan
berkompetisi.
Group Processing, proses perolehan jawaban permasalahan
dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama.
Dari beberapa pendapat diatas disimpulkan bahwa
karakteristik pembelajaran kooperatif adalah Membutuhkan Kerjasama
tim, Adanya Ketergantungan antar Individu, Keterampilan Berinteraksi
Sosial, Saling Mencari Pemecahan Masalah.
20
c. Prosedur/ Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
1) Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam langkah utama di dalam pembelajaran
yang menggunakan pemebalajaran kooperatif, pembelajaran
dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian
informasi, seringkali dengan bahan bacaan dari pada secara verbal.
Selanjutnya, siswa dikelompokkan kedalam tim belajar. Tahap ini
diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk
menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran
kooperetif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau
evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi
penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1: Menyampaikan
tujuan dan memotivasi
siswa
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai pada
kegiatan dan menekankan pentingnya
topik yang akan dipelajari dan
memotivasi siswa belajar.Tahap 2: Menyajikan
informasi
Guru menyajikan informasi atau materi
kepada siswa dengan jalan demokrasi
atau melalui bahan bacaan.
21
Tahap 3:
Mengorganisaikan siswa
kedalam kelompok-
kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membimbing
setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efektif dan efisien.Tahap 4: Membantu
kelompok bekerja dan
belajar
Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka.
Tahap 5: Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Tahap 6: Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk
mengahrgai baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok.
2) Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
Menurut Dr. Rusman (2010:223), langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah sebagai berikut:
a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa
konsep/ topik yang cocok untuk sesi review (satu kartu berupa
soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban).
b) Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban
atau soal dari kartu yang dipegang.
22
c) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (kartu soal/ kartu jawaban).
d) Siswa dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu
maka akan diberi poin.
e) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa
mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian
seterusnya.
f) Kesimpulan.
Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009:94), langkah-
langkah pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah sebagai
berikut:
Hal-hal yang diperlukan adalah kartu-kartu yang berisi
pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban. Langkah berikutnya
adalah guru membagi komunitas kelas menjadi 3 kekompok.
Kelompok pertama merupakan pembawa kartu-kartu pertanyaan.
Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu berisi
jawaban-jawaban. Kelompok ketiga adalah kelompok penilai.
Aturlah posisi kelompok-kelompok terssebut berbentuk huruf U.
Upayakan kelompok pertama dan kedua saling berhadapan.
Jika masing-masing kelompok sudah berada diposisi
yang telah ditentukan, maka guru menyembunyakan peluit sebagi
tanda agar kelompok pertama maupun kelompok kedua saling
bergerak, mencari pasangan pertanyaan kelompok yang cocok.
23
Pasangan-pasangan yang sudah terbentuk maka wajib
menunjukkan petanyaan dan jawaban kepada kelompok penilai.
Kemudian kelompok ini memebaca apakah pasangan pertanyaan-
jawaban itu cocok. Setelah penilaian dilakukan, maka aturlah
secara bergiliran.
Dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe make a match adalah Guru menyiapkan beberapa
kartu berdasarkan materi yang akan di ajarkan, Kartu yang akan
dijadikan pembelajaran haruslah memiliki kaitan dengan kartu
yang lain (kartu sebagian berisi pertanyaan dan sebagian lagi
berisi jawaban), setiap siswa mendapatkan satu kartu (baik kartu
berupa pertanyaan ataupun jawaban), siswa ditugaskan untuk
mencari pasangan jawaban yang cocok dengan kartunya sesuai
dengan petunjuk guru maupun petunjuk yang ada dalam kartu,
Siswa diberi kesempatan untuk menemukan kartu pasangannya
sebelum batas waktu yang telah ditentukan, Apabila ada pasangan
siswa yang cocok memasangkan kartunya sebelum batas waktu
maka akan diberi poin, Setelah itu guru mengevaluasi hasil
pembelajaran yang telah dilakukan.
d. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a
Match
1) Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
24
Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A
Match adalah sebagai berikut:
a) Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang
disampaikan kepadanya melalui kartu.
b) Meningkatkan kreativitas belajar siswa.
c) Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan
belajar mengajar.
d) Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media
pembelajaran yang dibuat oleh guru.
2) Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A
Match adalah sebagai berikut:
a) Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan
bagus sesuai dengan materi palajaran.
b) Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran.
c) Siswa kurang menyerapi makna pembelajaran yang ingin
disampaikan karena siswa hanya merasa sekedar bermain
saja.
d) Sulit untuk membuat siswa berkonsentrasi.
3. Hasil Pembelajaran Siswa
a. Pengertian Hakikat Hasil Belajar
Pada hakikatnya hasil belajar merupakan pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
25
keterampilam yang diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan
pembelajaran guna mengetahui sejauh mana pengaruh dari
pembelajaran yang dilakukan terhadap pengetahuan dan intelektual
peserta didik. Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan berproses
dan merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan
jenis dan jenjang pendidikan, dalam hal ini berarti keberhasilan
pencapaian hasil belajar atau tujuan pendidikan sangat tergantung pada
keberhasilan proses belajar peserta didik disekolah maupun di
lingkungan sekitar. Pada setiap pembelajaran dapat menghasilkan
sebuah perubahan pada diri peserta didik dan hal itu bisa diukur
dengan mengguanakan nilai sebagai hasil dari sebuah pembelajaran
yang telah dilakukan.
Senada dengan itu (Jihad & Haris, 2009: 14) hasil belajar
merupakan sebagian dari kemampuan peserta didik yang diperolehnya
dari sebuah pembelajaran. pembelajaran merupakan kegiatan berproses
dimana seseorang memiliki keinginan untuk berubah dalam segi
pengetahuan dan intelektualnya secara bertahap dan permanen. Dalam
kegiatan pembelajaran seorang pendidik akan menetapkan sebuah
standar pencapaian atau sering disebut dengan kriteria ketuntasan
minimal (KKM). Peserta didik yang mampu mencapai hasil belajar di
atas KKM yang sudah ditentukan yaitu 65, dalam hal ini bisa
digunakan sebagai tolak ukur keberhasian peserta didik dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
26
Teori tersebut senada dengan (Suprijono, 2011: 6) Penilaian
hasil belajar pada setiap pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA
harus dilakukan untuk mengukur perkembangan hasil belajar peserta
didik yang meliputi pencapaian pemahaman, kecakapan dan kemahiran
pada materi sistem rangka, seperti pemahaman konsep, prosedur,
penalaran dan komunikasi dalam pemecahan masalah.
Sedangkan menurut pandangan islam, dengan hasil belajar
mampu mengangkat derajatnya dimata Allah, berikut adalah Firman
Allah pada QS. Al-Mujadalah: 11, yaitu:
�ه� الل ح� �ف�س� ي ح�وا ف�اف�س� ال�س� �م�ج� ال ف�ي �ف�س�ح�وا ت �م� �ك ل ق�يل� �ذ�ا إ �وا آم�ن �ذ�ين� ال .ه�ا ي� أ �ا ي
�وا �وت أ �ذ�ين� و�ال �م� م�نك �وا آم�ن �ذ�ين� ال �ه� الل ف�ع� �ر� ي وا ز� ف�انش� وا ز� انش� ق�يل� �ذ�ا و�إ �م� �ك ل
Mير� ب خ� �ع�م�ل�ون� ت �م�ا ب �ه� و�الل Nج�ات د�ر� �م� �ع�ل ال
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadalah:11)
Sedangkan menurut (Syah, 2010: 82) keberhasilan dalam
pembelajaran yaitu ranah psikologi peserta didik yang terpenting
adalah ranah kognitif, dimana ranah yang pepusat di otak ini
merupakan pandangan psikologis kognitif dan merupakan pengendali
27
yang sangat berpengaruh dalam ranah-ranah kejiwaan yang lain yakni
ranah afektif dan ranah psikomotorik. Dalam konteks psikologis
kognitif, otak merupakan satu-satunya organ tubuh yang memiliki
peranan sebagai pusat fungsi kognitif bukan hanya sebagai penggerak
dan pengendali aktivitas akal pikiran, melainkan sebagai menara
pengontrol aktivitas perasaan dan perbuatan. Sehingga dalam hal ini
pendidikan dan pembelajaran sangat perlu diupayakan semaksimal
mungkin agar ranah kognitif para peserta didik dapat berfungsi secara
maksmal, positif dan bertanggung jawab.
Jadi pada dasarnya hasil belajar merupakan Suatu tolak ukur
dari keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. Dari
sinilah setiap peserta didik akan terlihat apakah sudah berhasil dalam
mengikuti pembelajaran atau belum.
b. Jenis Hasil Belajar
Tujuan kegiatan pembelajaran adalah untuk memperoleh hasil
belajar yang menunjukkan peserta didik telah melakukan kegiatan
pembelajaran yang meliputi berbagai aspek seperti pengetahuan,
keterampilan dan sikap-sikap yang baru yang diharapkan dapat dicapai
secara maksimal oleh peserta didik. Menurut Bloom dalam (Sanjaya,
2010: 102) bentuk perubahan intelektual pada peseta didik merupakan
buah dari hasil belajar yang mereka lakukan selama mengikuti
pembelajaran dan hal tersebut harus tercapai sesuai dengan harapan.
Hasil belajar digolongkan kedalam tiga ranah, yaitu ranah Kognitif,
28
ranah afektif, dan ranah psikomotor. Hasil belajar yang dimaksud
dalam penelitian adalah mencakup tiga ranah yaitu :
1) Ranah Kognitif
Yang dimaksud dengan ranah kognitif disini yaitu
peserta didik mampu menyebutkan bagian-bagian sistem rangka.
Peserta didik juga mampu menjelaskan dari setiap pokok bahasan
yang berkaitan erat dengan materi sistem rangka dan memberikan
contohnya yang sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh guru
sehingga mereka dapat memperkuat pengetahuan dan
pemahamanya tentang materi sistem rangka untuk dapat dengan
mudah diingat dan diterapkannya.
2) Ranah Afektif
Merupakan ranah lanjutan dari ranah kognitif, disini
peserta didik diharapkan merespon, menilai dan menerima
pembelajaran untuk dapat ikut aktif berpartisipasi dan melibatkan
diri baik dengan keberanianya memberikan pertanyaan maupun
dalam menanggapi pertanyaan yang di berikan peserta didik lain
maupun pendidik, sehingga pembelajaran berjalan dengan aktif
dan komunikatif.
3) Ranah Psikomotor
Psikomotor merupakan ranah terakhir dari hasil
pembelajaran, diamana peserta didik mampu mengulang atau
menirukan dari tingkah laku yang di contohkan sebelumya oleh
29
pendidik. Peserta didik dituntut untuk mempraktikan dari sebuah
materi yang diberikan dengan menampilkan action atau
melakukan pengamatan secara langsung yang berkaitan dengan
materi sistem rangka, seperti mengamati bentuk-bentuk sistem
rangka dan tata letak sistem rangka yang ada dalam tubuh
manusia. Disitulah peserta didik akan menirukan dari yang
diajarkan oleh pendidik sebelumnya untuk memperoleh pemahan
konsep secara nyata dan lebih bermakna.
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
individu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni faktor internal,
faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar (Syah, 2005 dalam Ida
Bagus Putrayasa, 2012: 29). Ketiga faktor tersebut sering saling
berkaitan dan mempengeruhi satu sama lain. Berikut dipaparkan
mengenai ketiga faktor tersebut.
1) Faktor internal
Faktor Internal adalah faktor yang mempengaruhi hasil
belajar individu. Faktor Internal ini meliputi:
a) Faktor Fisiologis
Faktor Fisiologis adalah faktor yang berhubungan
dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan atas dua
macam. Pertama kondisi fisik atau keadaan tonus jasmani,
pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar
30
seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar aakan
memberikan pengaruh yang positif terhadap kegiatan belajar
individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan
menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Kedua,
kedaan fungsi jasmani/ fisiologis. Selama proses belajar
berlangsung fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat
mempengaruhi hasil belajar terutama pancaindra.
b) Faktor Psikologis
Faktor-faktor Psikologis adalah keadaan psikologis
seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa
faktor psikologis yang utama memepngaruhi proses belajar
yaitu:
(1) Kecerdasan/ Intelegensia Siswa
Kecerdasan merupakan faktor yang paling
penting dalam proses belajar siswa, karena itu
mementukan kualitas belajar siswa. Sebagai faktor
psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan
belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang
kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau
profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat
kecerdasan siswa.
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-
macam, slah satunya adalah penggolongan tingkat IQ
31
berdasarkan tes Stanford-Binet yang telah direvisi oleh
Terman dan Merill sebagai berikut:
Tabel 2.2 Penggolongan Tingkat Kecerdasan Manusia
Tingkat kecerdasan Klasifikasi
140-169 Amat Superior
120-139 Superior
110-119 Rata-rata tinggi
90-109 Rata-rata
80-89 Rata-rata Rendah
70-79 Batas lemah mental
20-69 Lemah mental
Dari tabel di atas, dapat diketahui penggolongan
tingkat kecerdasan manusia.
(2) Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa.
Motivasi mendorong siswa untuk melakukan kegiatan
belajar. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni
motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Para ahli
psikologi mendefinisikan motivasi instrinsik sebagai
proses di dalam diri individu yang aktif mendorong,
memberi arah, dan menjaga perilaku setiap saat. Motivasi
32
ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu
tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar.
(3) Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan
yang besar terhadap sesuatu. Untuk membangkitkan minat
belajr siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari
menjadi materi yang sangat menarik dan tidak
membosankan. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang
studi yang dipilih oleh siswa sesuai dengan minatnya.
(4) Sikap
Dalam belajar, sikap individu dapat
mempengaruhi keberhasilan proses belajar. Sikap adalah
gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk bereaksi atau merespons dengan
cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan
sebagainya, baik positif maupun negatif.
(5) Bakat
Secara umum Bakat (aptitude) didefinisikan
sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan
datang.
33
2) Faktor Eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor internal/
endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses
belajar siswa. Faktor-faktor eksternal dalam belajar dapat
digolongkan menjadi dua golongan yaitu lingkungan sosial dan
nonsosial. Lingkungan sosial merupakan pengaruh yang datang
atau berasal dari manusia. Lingkungan sosial siswa meliputi orang
tua, keluarga, masyarakat dan tetangga, serta teman-teman
sepermainan di sekitar rumah siswa. Sifat-sifat lingkungan sosial
dapat memberi dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar
dan hasil yang dicapai oleh siswa. Lingkungan nonsosial meliputi
lingkungan alamiah seperti keadaan alam, udara, suhu udara,
cuaca, waktu (pagi, siang, sore, malam), serta faktor instrumental
yang mencakup tempat belajar, gedung, maupun buku-buku
pelajaran.
3) Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara
atau strategi yang digunakan oleh siswa dalam menunjang
keefektifan dan keefesienan proses mempelajari materi tertentu.
Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional
yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau
mencapai belajar tertentu.
34
B. Penelitian Yang Relevan
Model pembelajaran kooperatif tipe make a match memang
memiliki dua sisi yang berbeda yaitu positif dan negatif, akan tetapi sisi
negatif akan dapat tertutupi dengan hasil pembelajaran yang maksimal dan
sesuai dengan tujuan. Banyak penelitian yang menggunakan model ini
karena memiliki pengaruh yang baik bagi peningkatan hasil belajar, salah
satunya pakar pendidikan adalah Slavin yang melakukan hasil
penelitiannya dengan menggunakan pembelajaran kooperatif (dalam
Rusman, 2010: 205) mengatakan 1) penggunaan pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat
meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi dan
menghargai pendapat orang lain 2) pembelajaran kooperatif dapat
memenuhi kebutuhan siswa dalam berfikir kritis, memecahkan masalah
dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman, sehingga
pembelajaran kooperatif tipe make a match ini akan berdampak dalam
pencapaian hasil belajar peserta didik di SDN Karangampel Kidul IV
Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu yang semakin meningkat
dan lebih baik, dengan indikasi nilai sebelum diterapkan pembelajaran
kooperatif tipe make a match sebesar 45% yang mencapai KKM menjadi
85%. pembelajaran kooperatif tipe make a match juga dapat meningkatkan
kesungguhan pendidik dalam menyajikan materi dalam suatu
pembelajaran.
35
Senada dengan itu Dr. Rusman (2010: 201) menyimpulkan model
pembelajaran kontekstual guru lebih berperan sebagai fasilitator yang
berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih
tinggi. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman
langsung dalam menerapkan ide-ide mereka sehingga dapat
Penelitian yang dilakukan oleh Salamah (2013) peningkatan hasil
belajar peseta didik dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
make a match disampaikan oleh Wiwik Sulisti pada kelas II MI Ma’arif
Sambeng Borobudur Magelang dengan hasilnya pencapaian 100% peserta
didik yang mencapai KKM dengan presentase sebelumnya yaitu 56,25%
yang mencapai KKM. Sependapat dengan penelitian itu juga disampaikan
oleh Febriyanti Sugandi (2013) yang melakukan penelitian pada kelas V
SD Negeri Babakan Bandung Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi.
Menyampaikan pendapatnya dalam penelitianya bahwa pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match
dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh sekolah dengan KKM
65 dan menunjukan hasil belajar yang lebih meningkat. Senada dengan
penelitian di atas disampaikan oleh Hidayatul Azizah yang melakukan
penelitian pada kelas III MI Miftahul Ulum Rejosari Kalidawir
Tulungagung dengan mencapai hasilnya yaitu 83,33 % peserta didik yang
mencapai KKM dengan presentase sebelumnya yaitu 41,66%
Jadi pada intinya pembelajaran dengan mengguanakan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat memperoleh hasil belajar
36
yang lebih baik dan maksimal. Selain itu juga pembelajaran kooperatif tipe
make a match dapat meningkatkan minat dan semangat peserta didik
dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan adanya
beberapa penelitian yang mengguanakan model pembelajaran kooperatif
tipe make a match, dimana setiap penelitian menunjukkan hasil yang lebih
baik dan lebih baik lagi sehingga diharapkan model ini dapat menjadi
salah satu model pembelajaran unggulan yang selalu diterapkan oleh para
pendidik dalam melakukan pembelajaran di kelas.
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah di temukan seperti
kemampuan peserta didik dalam memahami konsep materi sistem rangka
cukup rendah artinya dalam proses belajar yang dilakukan peserta didik
belum mencapai hasil yang diharapkan yaitu belum sepenuhnya dapat
memahami konsep materi apa yang telah disampaikan oleh pendidik dalam
proses belajar. Pembelajaran hanya berpusat pada pendidik dan kurang
melibatkan keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar sehingga
peserta didik cenderung menjadi pendengar tanpa ikut serta berperan
dalam proses pembelajaran. Dengan indikasi tersebut akan berdampak
pada hasil belajar yang dicapai yaitu berdampak pada hasil belajar peserta
didik rendah yang belum mencapai hasil maksimal dan tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan peserta didik dan pendidik. Masalah tersebut
akibat dari penggunaan model pembelajaran yang kurang sesuai dan
37
cenderung menuntut peserta didik untuk menerima dan mendengarkan saja
tanpa menuntut partisipasi peserta didik secara aktif sehingga
pembelajaran berjalan monoton dan membosankan.
Suatu perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, pendidik
selalu dikaitkan dengan istilah model, pendekatan, dan metode sebagai
strategi pembelajaran. Dalam konteks ini seorang pendidik harus jeli dan
pandai dalam memilih suatu model pembelajaran tertentu sehingga akan
mempengaruhi hasil belajar yang akan dicapai dan sesuai dengan tujuan
yang diharapkan. Salah satu model pembelajaran yang dapat
mempengaruhi hasil pembelajaran peserta didik yaitu model pembelajaran
kooperatif tipe make a match. Penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe make a match pada mata pelajaran IPA materi sistem rangka dengan
cara mengaitkan materi sistem rangka dengan kenyataan yang ada
dilingkungan sekitar yang digunakan sebagia contoh untuk mempermudah
peserta didik dalam memahami konsep materi sistem rangka. Peserta didik
diberikan kesempatan untuk aktif dalam menyampaikan gagasan untuk
berbagi pengalaman dengan teman sekelas sesuai dengan materi sistem
rangka dengan memberikan contoh nyata yang ada dilingkungan mereka.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match
dalam pembelajarn IPA materi sistem rangka juga memiliki berbagai
keunggulan, seperti pembelajaran lebih membuat peserta didik senang dan
tidak cepat bosan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pembelajaran
38
dengan model kooperatif tipe make a match menjadi lebih berakna karena
pembelajaran menuntut peserta didik lebih aktif dalam kelompok.
Secara mendasar model pembelajaran kooperatif tipe make a
match dapat lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep
secara sederhana dan mudah diingat, hal ini dikarenakan pembelajaran
kooperatif tipe make a match menerapkan pembelajaran kelompok dimana
peserta didik dituntut untuk mampu bekerjasama dengan baik dalam
pembelajaran sehingga pembelajaran lebih melekat dan bermakna dalam
ingatan anak. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match
diharapkan meningkatkan hasil belajar peserta didik dan meningkatkan
semangat belajar peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar disekolah.
Peserta didik juga lebih aktif berpartisipasi dalam kegitan pembelajaran
karena hal tersebut akan berdampak pada kemampuan anak dalam
menangkap materi yang disampaikan dan berdampak pada hasil belajar
yang lebih biak dan meningkat sesuia dengan harapan.
Keberhasilan belajar peserta didik dapat terlihat dengan hasil
belajar yang dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran yaitu berupa
peningkatan nilai nyata yang didapat dari hasil evaluasi pembelajaran
setelah dilakukanya pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
tipe make a match. Keberhasilan dalam pembelajaran juga tidak terlepas
dari kemampuan pendidik dalam menyampaikan materi dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match secara
baik dan maksimal, jika semakin efektif model pembelajaran yang
39
digunakan dalam mengajar semakin baik pula hasil belajar yang akan
dicapai. Berdasarkan pemaparan kerangka berpikir di atas dapat dilihat
secara umum pada Gambar 1.1.
Solusi
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
Keunggulan
1. Pembelajaran tidak cepat bosan.
2. Lebih aktif dalam pembelajaran.
3. Kreativitas akan tumbuh dalam memahami konsep Sistem
Rangka.
Identifikasi Masalah
1. Pemahaman konsep pada materi sistem rangka
cukup rendah.
2. Pembelajaran yang masih berpusat pada pendidik.
3. Hasil belajar rendah.
40
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
D. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang penting kedudukannya
dalam suatu penelitian. Dalam hipotesis penelitian ini jika model
pembelajaran kooperatif tipe make a match ini diterapkan pada
pembelajaran IPA tentang Sistem Rangka di kelas IV SD Negeri
Karangampel Kidul IV Tahun Ajaran 2015/2016, maka hasil belajar siswa
akan meningkat.
Harapan
1. Hasil belajar peserta didik lebih meningkat
2. Semangat dalam mengikuti pembelajaran meningkat.
41
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Subyek dan Waktu Penelitian
1. Subyek Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilakukan di SD Negeri
Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu.
Subyek pada penelitian ini adalah siswa kelas IV yang berjumlah 23 siswa.
Terdiri dari 15 laki-laki dan 8 perempuan. Fokus pada penelitian ini adalah
mata pelajaran IPA pada pokok pembahasan yaitu mengelompokkan
rangka manusia berdasarkan anggotanya dengan model pembelajaran
kooperatif tipe make a match.
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan ada beberapa masalah
yang ditemukan dalam proes belajar mengajar, diantaranya yaitu: pada
proses pembelajaran IPA yang dilaksanakan di kelas IV SD Negeri
Karangampel Kidul IV masih banyak berorientasi pada guru dengan
mengandalkan bahan belajar dari buku IPA yang tersedia tanpa ditunjang
dengan media pembelajaran yang sesuai. Hal ini menyebabkan siswa
merasa bosan dan kurang berminat terhadap pembelajaran IPA yang pada
akhirnya perolehan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini terlihat dari hasil belajar yang
dicapai siswa, khususnya pada pokok bahasan sistem rangka.
42
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Karangampel Kidul IV
Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu dilaksanakan pada
Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015/2016 yang dimulai dari April
sampai bulan Agustus 2015.
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
N
oKegiatan
Tahun 2015
April Mei Juni Juli Agustus September
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1Observasi
Awal
2Penyusunan
Proposal
3Sidang
Proposal
4
Penelitian
dan
Bimbingan
Skripsi
5Sidang
Skripsi
6 Perbaikan
dan
43
Penyelesaian
Skripsi
7Pelaporan ke
Akademik
B. Desain dan Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti harus memilih desain yang tepat
agar penilitian yang dilakukan dapat terarah dengan baik. Desain atau
rancangan prosedur penelitian berdasarkan pada prinsip Kemmis dan Mc
Taggart.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas
(clasroom action research) yang terdiri dari empat komponen yaitu
Perencanaan Tindakan (planning), Pelaksanaan Tindakan (acting),
Pengamatan Tindakatn (observing) dan Refleksi Terhadap Tindakan
(reflecting).
Menurut Margareta M.N dan Kania I.D, 2008: 22, Siklus PTK
dapat digambarkan sebagai berikut:
PengamatanSiklus 1Perencanaan
Pelaksanaan
44
Gambar 1.2 Siklus PTK
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
metode Penelitian Tindakan Kelas dengan Model PTK yang dikemukakan
oleh Kemmis dan Mc Taggart.
Penelitian ini dilakukan dengan jadwal pembelajaran yang ada di
SD Negeri karangampel Kidul IV dan akan dilaksanakan dalam 2 siklus,
setiap langkah terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan/ observasi dan refleksi. Keempat tahap tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
PengamatanPerencanaan
Pelaksanaan
Refleksi
Siklus 2
Refleksi
45
a. Tahap Perencanaan Tindakan
Pada tahap perencanaan ini peneliti menyusun rencana
tindakan dan rencana yang hendak diselenggarakan dalam proses
pembelajaran IPA. Kegiatan tersebut diantaranya: 1) berdiskusi
dengan guru mitra penelitian dalam menyiapkan RPP, 2) membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe make a match, 3) membuat
lembar observasi, 4) mempersiapkan media pembelajaran.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tahap pelaksanaan tindakan yaitu tahap pelaksanaan
praktik pembelajaran yang sebenarnya berdasarkan rencana tindakan
yang telah disusun bersama-sama antara guru ahli dan peneliti
yang juga merangkap sebagai praktikan guna memperbaiki dan
meningkatkan hasil belajar siswa. Pelaksanaan tindakan
pembelajaran ini dilaksanakan secara kolaboratif antara peneliti
dengan guru mitra penelitian. Selanjutnya peneliti meminta guru
mitra (teman sejawat) untuk mengamati peneliti yang sekaligus
menjadi praktisi dalam pelaksanaan tindakan. Untuk mencapai hasil
yang optimal, maka pelaksanaan tindakan ini dilakukan dalam
beberapa siklus. Pelaksanaan siklus pertama berdasarkan pada
rancangan siklus pertama untuk menjawab permasalahan yang
diperoleh dari data observasi awal. Pelaksanaan siklus kedua
berdasarkan pada rencana pembelajaran yang mengacu pada hasil
46
refleksi siklus pertama. Untuk siklus selanjutnya dalam rencana
dan pelaksanaan pembelajaran mengacu pada kejadian siklus
sebelumnya.
c . Tahap Pengamatan Tindakan
Pada tahapan ini, peneliti dibantu dengan guru mitra
penelitian melakukan pengamatan dan mencatat semua hal- hal
yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan
berlangsung. Observer mengamati seluruh aktivitas yang
dilakukan oleh guru dan siswa berdasarkan pedoman observasi yang
telah dibuat, sehingga dapat diketahui apakah aktivitas guru dan
siswa telah sesuai atau tidak dengan lembar observasi. Hasil
observasi ini dijadikan dasar refleksi dari tindakan yang telah
dilakukan untuk merencanakan tindakan selanjutnya.
d. Tahap Refleksi Tindakan
Tahap refleksi merupakan tahapan untuk memproses data
yang didapat pada saat melakukan pengamatan. Data yang didapat
kemudian ditafsirkan dan dicari kejelasannya, dianalisis, lalu
disintesiskan untuk dijadikan penyusunan rencana tindakan
berikutnya sebagai perbaikan terhadap pelaksanaan tindakan yang
telah dilakukan. Refleksi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
melakukan perbaikan yang ditemukan dalam kegiatan observasi
47
untuk dicariakan solusi sehingga pembelajaran lebih efektif dan
sesuai dengan harapan seperti, melakukan pemeriksaan terhadap hasil
evaluasi belajar peserta didik dan mengganti soal-soal yang dianggap
sulit oleh peserta didik, mengganti media pembelajaran agar
pembelajaran berjalan lebih baik serta tidak monoton dan
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
C. Definisi Operasional
1. Metode Cooperative Tipe Make a Match
Model pembelajran kooperatif tipe make a match merupakan
model pembelajaran yang membentu peserta didik untuk mempelajari isi
materi dan hubungan sosial dengan mencari pasangan. Setiap peserta didik
mendapat sebuah kartu (bisa berupa soal atau jawaban) dari guru,
kemudian peserta didik secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan
kartu yang ia pegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran
make a match mungkin akan riuh, tetapi sangat asik dan
menyenangkan sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk belajar.
Karakteristik/ Ciri pembelajaran kooperatif menurut Enjah Takari (2010:
28) mencangkup empat unsur yang harus diterapkan, yang meliputi;
mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan
(individual accountability), menumbuhkan kepekaan sosial (sosial skill),
saling ketergantungan yang positif (positif interdependence), dan proses
48
perolehan jawaban permasalahan dikerjakan secara bersama (group
processing).
2. Pembelajaran IPA di SD
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sangat erat kaitannya
dengan cara mencari tahu tentang alam dan segala isinya, sehingga IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. (KTSP 2006 : 484). Pendidikan IPA diharapkan
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, serta prospek yang lebih lanjut dalam menerapkannya di
dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran IPA lebih menekankan
pada pemberian pengalaman langsung pada peserta didik untuk
mengembangkan potensinya agar menjelajahi dan memehami alam sekitar
secara ilmiah.
3. Hasil Belajar
Segala sesuatu yang telah dicapai oleh seseorang melalui
proses pembelajaran dan memenuhi standar kompetensi. Dan merupakan
alat ukur tingkat keberhasilan siswa dalam pembelajaran, apakah siswa
dinyatakan mengusai materi pembelajaran atau tidak. Jika kurang dalam
penguasaan materi pembelajaran, maka guru bisa memberikan
tindakan lanjutan pembelajaran kepada siswa. Baik berbentuk
Remedial atau memberikan pelajaran tambahan berupa Pekerjaan
Rumah (Usman, 2003 : 135).
49
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh kebenaran yang objektif dalam pengumpulan data
diperlukan adanya instrumen yang tepat sehingga masalah yang diteliti akan
berjalan dengan baik. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
1. Teknik survei
Dalam penelitian ini teknik survei yang dimaksudkan adalah
meliputi pencarian informasi dari sekolah dan para pendidik yang ada di
SD khususnya wali kelas IVyang akan menjadi objek penelitian sehingga
harus terlebih harus mengerti tentang permasalahan apa yang ada
didalamnya dan sejauh mana hasil belajar yang telah diperoleh peserta
didik sebelumnya serta meninjau lokasi dan subjek yang digunakan dalam
penelitian.
2. Tes
Tes adalah suatu alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur
pencapaian hasil belajar seseorang, baik secara lisan, tulisan maupun
perbuatan.
Teknik penelitian ini digunakan untuk mendapatkan hasil belajar
peserta didik kelas IV pada mata pelajaran IPA materi sistem rangka
dengan melakukan latihan soal guna mendapatkan data yang diperlukan
untuk memperkuat argumentasi penelitian yaitu berupa nilai sebagai hasil
50
belajar peserta didik yang digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan
penelitian.
3. Observasi
Observasi adalah dimana metode pengumpulan peneliti mencatat
informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian.
Penyaksiannya dapat berupa melihat, mendengar, merasakan yang
kemudian dicatat secara obyektif (Joko Sulisyono, 2010:14). Pada
penelitian ini observasi dilakukan terhadap aktivitas siswa dan peneliti
ketika pembelajaran berlangsung.
4. Dokumentasi
Dalam melaksanakan dokumentasi pada penelitian ini data-data
yang perlu dikumpulkan adalah data-data yang berkaitan dengan
penelitian, seperti foto-foto kegiatan selama kegiatan berlangsung dan
video kegiatan.
E. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Melakukan observasi secara langsung mengenai segala situasi yang
terjadi di kelas secara khusus pada pembelajaran IPA.
b. Melakukan dokumentasi berupa pengumpulan data-data yang berkaitan
dengan penelitian serta foto-foto kegiatan selama penelitian
berlangsung.
51
c. Memberikan tes berupa soal-soal untuk mengetahui pencapaian hasil
belajar siswa.
d. Mencatatat kejadian-kejadian yang berlangsung selama penelitian.
2. Analisis Data
Analisis data merupakan langkah dalam penelitian ini untuk
mengorganisasikan dan melakukan analisis data untuk mencapai tujuan
peneliti yang telah ditetapkan (Asmani, 2011:116).
a. Teknik analisis data
Penggunaan teknik analisis data pada penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu model pembelajaran yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran perlu dilakukan analisis data
yaitu dengan cara menganalisis hasil evaluasi belajar peserta didik yang
berupa latihan soal untuk didapatkan nilai rat-rata kelas yaitu dengan
mengguanakan rumus seperti pada gambar 3.2.
X=∑ X
∑ N
Gambar 3.2 rumus rata-rata kelas (Aqib dkk, 2009: 40)
Ket X : nilai rata-rata
∑ X : jumlah semua nilai peserta didik
∑ N : jumlah peserta didik
Analisis data merupakan proses untuk mengambil sebuah
keputusan sesudah pembelajaran berlangsung. Keputusan yang diambil
52
berdasarkan pertimbnagan yang berasal dari berbagai sumber. Sumber
pertimbangan tersebut adalah data yang dikumpulkan melalui observasi
dan lembar evaluasi hasil belajar peserta didik. Agar data data tersebut
bermakna sebagai dasar untuk mengambil keputusan, data tersebut
harus dianalisis terlebih dahulu untuk didpatkan hasil yang sebenar-
benarnya (Wardhani dan Wihardit, 2012: 2.30).
b. Penilaian untuk ketuntasan belajar
Adapun kategori ketuntasan belajar, yaitu secara perorangan
dan secara kolektif. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar
mengajar, peneliti menganggap bahwa penerapan pembelajaran materi
bentuk sistem rangka mata pelajaran IPA dengan pertanyaan terstruktur
bisa dikatakan berhasil dalam meningkatkan prestasi hasil belajar
peserta didik jika peserta didik mampu mengerjakan soal dalam
kegiatan evaluasi belajar dan dapat memenuhi KKM 64 yaitu minimal
85% dari jumlah keseluruhan peserta didik.
Analisis ini dilakukan pada saat tahapan refleksi, dimana hasil
analisis ini digunakan sebagai bahan refleksi untuk melakukan
perencanaan lanjutan dalam siklus selanjutnya. Hasil analisis ini juga
dijadikan sebagai bahan refleksi dalam memperbaiki rancangan
pemebelajaran atau bahkan mungkin sebagai bahan pertimbangan dalam
penentuan model pembelajaran dan media pembelajaran yang tepat.
Berikut ini adalah tabel tingkat kriteria keberhasilan belajar peserta
didik dalam % sesuai dengan tabel 3.2.
53
Tabel 3.2 Tingkat kriteria keberhasilan belajar peserta didik dalam %
Tingkat Keberhasilan (%) Keterangan
>80%
60-79%
40-59%
20-39%
<20%
sangat tinggi
tinggi
sedang
rendah
sangat rendah
Sumber: (Aqib dkk, 2009: 41)
Top Related