Tugas Akhir
SOLIDIFIKASI LIMBAH ALUMINA dan SAND BLASTING PT.PERTAMINA UP IV CILACAP
SEBAGAI CAMPURAN BAHAN PEMBUAT KERAMIK
Diajukan kepada Universitas Islam Indonesia untuk memenuhi persyaratan
memperoleh Derajat Sarjana Strata-1 Teknik Lingkungan
Disusun oleh :
Heni Dwi Kurniasari
NIM : 03.513.066
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
2008
No : TA / TL / 2008 / 0243
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan tugas akhir
dengan judul “ Solidifikasi Limbah Alumina dan Sand Blasting PT. Pertamina UP
IV Sebagai Campuran Bahan Pembuat Keramik “ ini.
Penyusunan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
jenjang kesarjanaan Strata 1 pada Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.
Terwujudnya skripsi ini dengan baik adalah berkat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Luqman Hakim, ST, Msi, selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia dan
sekaligus selaku Dosen Pembimbing II Tugas Akhir.
2. Bapak Eko Siswoyo, ST, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.
3. Bapak Ir.H.Kasam, MT, selaku Dosen Pembimbing I Tuga Akhir.
4. Bapak Hudori, ST dan Bapak Andik Yulianto, ST yang telah memberikan
bimbingan dan ilmu pengetahuan.
5. Pak Tasyono, Mas Iwan yang telah banyak membantu saya dalam
penyelesaian Tugas Akhir ini.
6. Bapak Pranoto dan Bapak Sukamto selaku Penanggung jawab
Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Universitas Islam Indonesia yang telah banyak membantu saya dalam
pengujian fisik termasuk menumbuk limbah.
7. Bapak Ir Samsudin, selaku Penanggung jawab Laboratorium Bahan
Teknik, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada
yang telah membantu pengujian keausan dan mempertemukan saya
dengan beberapa dosen UGM yang menurut saya memiliki wawasan yang
luas.
8. Bapak dan Ibu (Si-emak) tercinta yang telah memberikan dorongan
materil dan do’a kepada saya, serta sabar dalam menunggu kelulusan saya.
Semoga kesabaran tersebut dapat menjadi hikmah bagi diri saya dan
orang-orang disekitar saya.Amin
9. Kakakku Tersayang yang telah memberikan semangat dan motivasi agar
cepat menyelesaikan studi.
10. Simbah Dagen, Simbah Ushi, Pakde Suar yang telah dipanggil oleh Allah
SWT pada saat proses penyusunan skripsi ini, kepergian kalian sangat
menyakitkan akan tetapi doa kalian semua diatas sana mengiringi
kesuksesan yang akan saya raih.Amin…
11. Saudara-saudaraku di Jogja dan di Banyuwangi yang tercinta yang telah
memberikan do’a dan spirit agar cepat lulus (wisuda).
12. Teman-teman seperjuangan “Team Solidifikasi” : Evelin, Ida, Angga, Sisi,
Ratih, Lena, Alvi Pasuruan, Nensa Ngek, Erfan, Fadli, Ali (Kalian Semua
Sahabat Terbaik Ku). Yeah….
13. Sobat-sobatku Enviro ’03 : Reci, Ari Sulasmini (Thanks ya atas bantuan
numbuk limbahnya and spirit kalian), and semua konco-konco yang tidak
disebutkan mohom maaf and semoga persahabatan kita dapat abadi.
Jangan Lupa Reuni-Reuni….
14. Moengil Satoe terima kasih atas semua bantuannya tanpa Moengil Satoe
saya tidak dapat menyelesaikan TA ini dengan sempurna. Selamat juga
buat Moengil Satoe karean akan segera menyelesaikan studinya.
15. Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Semoga seluruh amal dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan ridho dari
Allah SWT. Akhir kata saya berharap bermanfaat bagi kita semua. Amin
Yogyakarta, 22 Februari 2008
Penyusun
MOTTO
Sabar yang sebenarnya adalah sabar pada saat bermula
tertimpa musibah. (HR. Al Bukhari)
Kegagalan menyakitkan, tetapi akan lebih menyakitkan
jika kita sadar kita belum melakukan yang terbaik.
Sebuah pohon sebesar kita bernula dari sebuah biji yang
sangat kecil, perjalanan sejauh seribu mil bermula dari
satu langkah kecil (Lao – tse)
Rahasia bagi orang yang ingin bahagia bukan pada
melakukan apa yang disenanginya, tetapi menyenangi
apa yang dilakukannya.
Paling kuat tali hubungan keimanan ialah cinta karena
Allah dan benci karena Allah (HR. Athabrani)
Persembahan
Kupersembahkan Tugas Akhir ini Kepada :
Ayahku Sarjono dan Ibuku Sulikah Tersayang
serta Alm.Nenekku Tercinta,
Yang tiada hentinya memberikan Pengorbanan,
Kesabaran, Dorongan, Semangat, serta Do’a
Semoga pahala yang berlipat dan ridho dari Allah mereka dapatkan
karena ketidakmungkinanku membalas semua untuk selamanya....
Kakakku HannaTersayang
Dan Sodara-Sodaraku semua
Yang telah memberi warna Keceriaan Hidup
Serta Dukungan dan Do’a
Sahabatku semua yang menjadi alasanku memacu meraih asa
Terimakasih atas Segala Ilmu,
Semangat, Persaudaraan, Cinta Kasih yang selama ini
Telah kita Jalin
Semoga Persahabatan Kita Abadi
Terimakasih Banyak Semuanya........
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
MOTTO........................................................................................................ v
PERSEMBAHAN........................................................................................ vi
DAFTAR ISI................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xv
ABSTRAKSI................................................................................................ xvi
ABSTRACK..................................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………. ……………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………… 3
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………….. 5
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………… 5
1.5 Batasan Masalah………………………………………………... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah…………………………………………………………… 7
2.1.1 Pengertian Limbah Padat ………………………………… 7
2.1.2 Karakteristik Limbah Padat………………………………. 8
2.1.3 Pengolahan Limbah Padat………………………………… 9
2.2 Limbah Industri Minyak Dan Gas……………………….……… 11
2.3 Jenis Limbah Padat PT. Pertamina UP IV Cilacap………………. 11
2.3.1 Activated Alumina……..…………………………………. 11
2.3.2 Sand Blasting……………………………………………… 16
2.4 Identifikasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun……………… 21
2.4.1 Definisi Limbah B3………………………………………… 21
2.4.2 Identifikasi Limbah Berdasarkan Karakteristik……………. 22
2.4.2.1 Mudah Meledak…………………………………... 22
2.4.2.2 Mudah Terbakar…………………………………... 22
2.4.2.3 Limbah Reaktif……………………………………. 22
2.4.2.4 Limbah Beracun…………………………………… 22
2.4.2.5 Limbah Infeksi……………………………………. 23
2.4.2.6 Limbah Korosif…………………………………… 23
2.4.2.7 Uji Toksilogi……………………………………… 23
2.4.3 Klasifikasi Limbah B3……………………………………… 23
2.5 Logam Berat……………………………………………………… 24
2.5.1 Kromium (Cr)………………………………………………. 24
2.5.1.1 Efek Krom Bagi Kesehatan……………………….. 26
2.5.1.2 Efek Krom Bagi Lingkungan……………………… 27
2.5.2 Seng (Zn)…………………………………………………… 27
2.5.2.1 Efek Seng Bagi Kesehatan………………………… 29
2.5.2.2 Efek Seng Bagi Lingkungan………………………. 30
2.5.3 Timbal (Pb)…………………………………………………. 30
2.5.3.1 Efek Timbal Bagi Kesehatan……………………… 31
2.5.3.2 Efek Timbal Bagi Lingkungan……………………. 32
2.5.4 Tembaga (Cu)……………………………………………… 33
2.5.4.1 Efek Tembaga Bagi Kesehatan…………………… 34
2.5.4.2 Efek Timbal Bagi Lingkungan…………………… 34
2.6 Penanganan Limbah B3…………………………………………... 35
2.6.1 Stabilisasi…………………………………………………... 35
2.6.2 Fiksasi………..…………………………………………….. 36
2.6.3 Solidifikasi…………………………………………………. 36
2.6.3.1 Definisi………….………………………………… 36
2.6.3.2 Aplikasi…………………………………………… 39
2.6.3.3 Mekanisme Proses………………………………... 40
2.7 Keramik…………………………………………………………. 42
2.7.1 Jenis Bahan Keramik Menurut Kepadatan……………… 43
2.7.2 Pembuatan Keramik……………………………………… 45
2.7.2.1 Bahan Keramik.………..…………………………. 45
2.7.2.1.1 Tanah Liat…………………………….. 46
2.7.2.1.2 Kaolin……………………...………… 50
2.7.2.1.3 Feldsfar………………………………. 53
2.7.2.1.4 Samot………………………………… 57
2.7.2.2 Pengolahan Bahan………………………………. 58
2.7.2.3 Pembentukan…………………………………….. 58
2.7.2.4 Pengeringan……………………………………… 60
2.7.2.5 Pembakaran……………………………………… 61
2.8 Karakteristik Fisik Keramik (Keausan)…………………………. 62
2.9 Lindi/Leachate…………………………………………………… 63
2.9.1 Extraction Procedure Toxicity Test………………………. 64
2.9.2 Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)……. 65
2.10 Uji Ph/Derajat Keasaman……………………………………….. 66
2.10.1 Asam…………………………………………………….. 67
2.10.2 Basa……………………………………………………… 69
2.11 Hipotesis………………………………………………………… 70
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian………………………………………………. 71
3.2 Waktu dan Tempat…………………………………………… 72
3.3 Bahan dan Alat……………………………………………….. 72
3.3.1 Bahan…………………………………………………… 72
3.3.2 Alat……………………………………………………… 73
3.4 Tahapan Pelaksanaan Penelitian……………………………… 73
3.4.1 Analisa Karakteristik Bahan……………………………. 73
3.4.2 Variabel Penelitian……………………………………… 74
3.4.3 Pembuatan Sampel……………………………………… 74
3.4.4 Penentuan Komposisi Sampel………………………….. 74
3.4.5 Pengamatan Penelitian………………………………….. 75
3.5 Pelaksanaan Penelitian………………………………………… 75
3.5.1 Persiapan Bahan…………………………………………. 75
3.5.1.1 Analisa Karakteristik Fisik Limbah…………… 76
3.5.1.1.1 Berat Jenis…………………………… 76
3.5.1.1.2 Berat Isi Padat………………………. 76
3.5.1.1.3 Berat Isi Gembur……………………. 77
3.5.1.1.4 Kadar Air……………………………. 77
3.5.1.2 Analisa Karakteristik Kimia Limbah………….. 77
3.5.2 Pembuatan Benda Uji…………………………………… 77
3.5.3 Pengujian Benda Uji……………………………………. 78
3.5.3.1 Uji Keausan…………………………………… 79
3.5.3.1 Analisa Leachate Dengan Metode TCLP…….. 80
3.5.3.3 Uji pH…………………………………………. 80
3.6 Analisa Data Hasil Pengujian………………………………….. 81
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Limbah................................................................... 82
4.1.1 Activated Alumina.............................................................. 82
4.1.2 Sand bLasting.................................................................... 84
4.2 Komposisi Campuran Keramik......................................... 86
4.3 Pengujian Keramik.................………………………………… 91
4.3.1 Uji Keausan……………………………………………. 91
4.3.2 Uji Leachate dengan Metode TCLP…..........………… 97
4.3.3 Uji pH…………………………………………………. 102
4.4 Prospek Pengembangan Produk………………………………. 108
4.4.1 Aspek Teknis dan Kualitas……………………………… 108
4.4.2 Aspek Ekonomis…………………………………………. 109
4.4.3 Aspek Lingkungan……………………………………… 111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan................................................................................. 112
5.2 Saran............................................................................................. 113
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Jenis-jenis Limbah Padat................................................... 8
Tabel 2.2 Limbah B3 yang dihasilkan Pertamina UP IV Cilacap..... 11
Tabel 2.3 Sifat-sifat Fisik Alumina.................................................... 14
Tabel 2.4 Hasil Analisa TCLP Limbah Activated Alumina
PT.Pertamina UP IV Cilacap............................................ 15
Tabel 2.5 Beberapa Sifat Fisik Logam Kromium............................. 25
Tabel 2.6 Beberapa Sifat Fisik Logam Seng..................................... 28
Tabel 2.7 Beberapa Sifat Fisik Logam Timbal................................. 31
Tabel 2.8 Beberapa Sifat Fisik Logam Tembaga.............................. 33
Tabel 2.9 Komposisi Kimia yang Terdapat di dalam Lempung....... 47
Tabel 2.10 Spesifikasi Kaolin Untuk Keramik................................... 53
Tabel 2.11 Komposisi Kimia dan Sifat Fisik Feldspar...................... 55
Tabel 2.12 SNI No. 1145 – 1984 Feldspar untuk Pembuatan
Badan Keramik................................................................. 56
Tabel 2.13 SNI No. 1275 – 1985 Feldspar untuk Pembuatan
Glasir................................................................................. 56
Tabel 2.14 Metode Tes Lindi.............................................................. 64
Tabel 2.15 Spesifikasi TCLP dengan EP Tox..................................... 66
Tabel 3.1 Komposisi Bahan Pembuat Keramik................................ 75
Tabel 3.2 Jenis, ukuran, dan Jumlah Benda Uji................................ 78
Tabel 4.1 Karakteristik Fisik Limbah Activated Alumina............... 82
Tabel 4.2 Karakteristik Kimia Limbah Activated Alumina.............. 83
Tabel 4.3 Perbandingan Karakteristik Kimia Limbah Activated
Alumina............................................................................ 83
Tabel 4.4 Karakteristik Fisik Limbah Sand Blasting........................ 85
Tabel 4.5 Karakteristik Kimia Limbah Sand Blasting...................... 85
Tabel 4.6 Komposisi Bahan Pembuatan Keramik
(Untuk 15 buah Keramik)................................................ 87
Tabel 4.7 Komposisi Bahan Pembuatan Keramik
(Untuk 1 buah Keramik)................................................... 87
Tabel 4.8 Nilai Keausan Sampel Keramik....................................... 92
Tabel 4.9 Hasil Leachate Logam Berat Dalam Keramik................. 98
Tabel 4.10 Perbandingan Solidifikasi Logam Berat Pada Limbah.... 101
Tabel 4.11 Hasil Analisa pH............................................................... 103
Tabel 4.12 Rincian Biaya Pembuatan 1 Buah Keramik...................... 109
Tabel 4.13 Perbandingan Optimum Keramik....................................... 105
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skema Pengolahan Limbah Padat................................ 10
Gambar 2.2 Activated Alumina....................................................... 12
Gambar 2.3 Sand Blasting............................................................... 17
Gambar 2.4 Tanah Liat.................................................................... 46
Gambar 2.5 Kaolin........................................................................... 50
Gambar 2.6 Feldspar........................................................................ 55
Gambar 2.7 Chamotte/Grog............................................................. 57
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian................................................... 71
Gambar 3.2 Pengadaan Bahan Penyusun........................................ 76
Gambar 3.3 Tipe Sampel Keramik Stoneware................................ 77
Gambar 3.4 Pengujian Keausan....................................................... 79
Gambar 3.5 Pengujian TCLP........................................................... 80
Gambar 3.6 Pengujian pH................................................................. 80
Gambar 4.1 Tiga Komponen Bahan Penyusun Keramik................. 88
Gambar 4.2 Grafik Uji Keausan...................................................... 93
Gambar 4.3 Grafik TCLP Logam Berat (Pb, Cu, Cr, dan Zn)........ 98
Gambar 4.4 Grafik Uji pH Formula 1 H......................................... 104
Gambar 4.5 Grafik Uji pH Formula 2 H.......................................... 104
Gambar 4.6 Grafik Uji pH Formula 3 H.......................................... 105
Gambar 4.7 Grafik Uji pH Formula 4 H.......................................... 105
DAFTAR LAMPIRAN
Prosedur Pemeriksaan Berat Jenis……………………………………… L-01
Prosedur Pemeriksaan Berat Isi Padat…………………………………. L-02
Prosedur Pemeriksaan Kadar Air……………………………………….. L-03
Prosedur Pemeriksaan Berat Isi Gembur……………………………….. L-04
Prosedur Pembuatan Keramik………………………………………….. L-05
Prosedur Pengujian TCLP……………………………………………… L-06
Prosedur Pengujian Ph…………………………………………………. L-07
Prosedur Pengujian Keausan…………………………………………… L-08
Hasil Pengujian………………………………………………………… L-09
Hasil Uji Keausan Keramik Diamond………………………………… L-09a
Hasil Uji Keausan Keramik Asia Tile…………………………………. L-09b
Hasil Uji Keausan Keramik Formula 1H, 2H, 3H, dan 4H…………… L-09c
Hasil Uji Berat Isi Padat Sand Blasting……………………………….. L-09d
Hasil Uji Berat Isi Padat Activated Alumina…………………………. L-09e
Hasil Uji Berat Isi Jenis Sand Blasting……………………………….. L-09f
Hasil Uji Berat Isi Jenis Activated Alumina………………………….. L-09g
Hasil Uji Berat Isi Gembur Sand Blasting……………………………. L-09h
Hasil Uji Berat Isi Gembur Activated Alumina………………………. L-09i
Hasil Uji Kadar Air Sand Blasting……………………………………. L-09j
Hasil Uji Kadar Air Activated Alumina………………………………. L-09k
Hasil Uji pH……………………………………………………………. L-09l
Hasil Uji TCLP Formula 1 H………………………………………….. L-09m
Hasil Uji TCLP Formula 2 H………………………………………….. L-09n
Hasil Uji TCLP Formula 3 H………………………………………….. L-09o
Hasil Uji TCLP Formula 4 H………………………………………….. L-09p
Hasil Uji TCLP Limbah Sand Blasting………………………………... L-09q
Hasil Uji TCLP Activated Alumina…………………………………… L-09r
Dokumentasi…………………………………………………………… L-10
ABSTRAK
Permasalahan limbah sering menjadi permasalahan bagi industri-industri yang dalam proses produksinya menghasilkan limbah. Apalagi limbah yang dihasilkan termasuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). Selama ini pengananan limbah B3 diserahkan kepada PT. Persada Pemunah Limbah Industri (PPLI) yang membutuhkan biaya cukup besar. Untuk meminimalisasi biaya yang disebabkan oleh penanganan limbah ini, alangkah lebih baik jika limbah ini dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih berguna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat immobilisasi logam berat (Cr, Cu, Pb, dan Zn) dalam keramik yang telah ditambahkan limbah activated alumina dan sand blasting. Selain itu untuk mengetahui keausan keramik dan persentase penambahan limbah yang optimum dalam pembentukan keramik.
Metode penelitian yang digunakan adalah solidifikasi limbah activated alumina dan sand blasting sebagai keramik. Dalam proses solidifikasi ini, digunakan penambahan variasi limbah activated alumina dan sand blasting 0%, 40%, 45%, dan 50% dalam bahan-bahan keramik. Selanjutnya diberi air secukupnya dan dicetak dengan ukuran 10cm x 10cm x 1cm. Keramik yang sudah dicetak dikeringkan dan dibakar dengan suhu 12000C selama 16 jam, setiap variasi dibuat 15 sampel keramik. Terhadap benda uji keramik yang diperoleh dilakukan uji keausan, uji pH (larutan asam H2SO4, basa NaOH, dan netral aquadest), serta uji lindi (leachate) dengan metode TCLP.
Dari hasil penelitian, dengan adanya penambahan limbah activated alumina dan sand blasting pada konsentrasi 50% menghasilkan keausan terendah sebesar 13,414 mm2/kg, sedangkan keausan terbesar terdapat pada keramik dengan konsentrasi limbah 40% yaitu 81,229 mm2/kg. Hasil ini masih diatas keausan keramik standar dipasaran (Asia Tile : 10,602 mm2/kg dan Diamond : 6,474 mm2/kg) sebagai pembanding. Pada hasil uji pH, diperoleh bahwa adanya pH yang stabil dari setiap variasi. Sedangkan nilai lindi dengan metode TCLP dari setiap variasi bervariatif. Dari hasil yang diperoleh, konsentrasi logam berat (Cr, Cu, Pb, dan Zn) masih dibawah standar baku mutu yang ditetapkan Peraturan Pemerintah No.85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3. Untuk biaya produksi pembuatan keramik dengan limbah alumina dan sand blasting lebih rendah dari pada biaya produksi keramik biasa.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa limbah activated alumina dan sand blasting dapat dimanfaatkan dalam pembentukan keramik baik dari aspek teknis (keausan), ekonomis, maupun kesehatan dan lingkungan. Kata Kunci : Activated Alumina, Sand blasting, Keramik, Solidifikasi,
TCLP
ABSTRACT
Recently, the waste issues has been the concern of the industry which produces the waste in its production process, particularly when it the produces the toxic and harmful material. During this time, the management of toxic and harmful waste is the duty of PT. Persada Pemusnah Limbah Industri (PPLI) which requires considerable cost. To minimize the cost incurred for the waste management, it is better to take benefit from the waste. The research is aimed at identifying the heavy metal (Cr, Cu, Pb, dan Zn) mobilized in the ceramics mixed with activated alumina and sand blasting waste. In addition, this paper also identifies the wearing out level of the ceramic and the optimum waste addition in preparing the ceramics.
Research method used is solidification activated alumina and sand blasting waste as ceramics. In the process of solidification, the increments variation of activated alumina and sand blasting waste 0%, 40%, 45%, and 50% in the ceramic material. Further, the concentration was added with water and molded with the size of 10cm x 10cm x 1cm. the molded ceramics was air-dried and burned at 12000C for 16 hours, each experiment variation consisted of 15 ceramics sample. The test conducted for the wearing out test, pH test (the solution of H2SO4 acid, NaOH base, dan netral aquadest), also the lindi test (leachate) by TCLP method.
Based on the research’s result, with addition activated alumina and sand blasting waste on 50% concentration, resulting in the lowest wearing out value that is 13,414 mm2/kg, and highgest wearing out can get from ceramic with waste 40% concentration is 81,229 mm2/kg. Wearing out of this ceramic it higher than ceramics standart in the market (Asia Tile : 10,602 mm2/kg and Diamond : 6,474 mm2/kg) as referent. The result pH test, show that there stabil pH each variation. While in lindi score with TCLP method of earch various is varied. The concentration of the heavy metal (Cr, Cu, Pb, and Zn) was still bellow the determined standard quality Peraturan Pemerintah No.85 tahun 1999 concerning the management of toxic and harmful material. The production cost ceramic which uses alumina and sand blasting waste lower than the production cost ordinary ceramic.
The result of research can get conclution that activated alumina and sand blasting waste can be used forming of ceramics from tecknist aspect (wearing out), economic, for healty and environmental. Keyword : Activated Alumina, Sand blasting, Ceramic, Solidification,
TCLP.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah sering menjadi permasalahan bagi industri-industri yang dalam
proses produksinya menghasilkan limbah. Apalagi limbah yang dihasilkan
termasuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). Menurut PP
18/1999 jo PP85/1999 tentang pengelolaan limbah B3, pengertian limbah B3
adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang
karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Selama
ini pengananan limbah B3 diserahkan kepada PT. Persada Pamunah Limbah
Industri (PPLI) yang membutuhkan biaya cukup besar. Untuk meminimalisasi
biaya yang disebabkan oleh penanganan limbah ini, alangkah lebih baik jika
limbah ini dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih berguna sehingga lebih
efektif dan bernilai ekonomi.
Pada PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap permasalahan limbah
activated alumina yang termasuk salah satu jenis limbah B3 serta kelimpahan
limbah sand blasting yang cukup besar saat ini tengah mengemuka. Potensi
limbah activated alumina dan sand blasting cukup besar khususnya diberbagai
PT.Pertamina di seluruh Indonesia. Sehubungan dengan meningkatya jumlah
produksi produk PT.Pertamina di Indonesia, maka jumlah limbah activated
alumina dan sand blasting juga akan meningkat. Activated Alumina adalah suatu
bahan berbentuk bulat-bulat kecil, berwarna putih dengan unsur utama alumina
dan silica yang dipergunakan dalam proses pengolahan minyak bumi di PT.
Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap yaitu pada proses filter air pada unit
Paraxylene. Pada keadaan jenuh activated alumina ini akan dikeluarkan berupa
limbah, yang setiap harinya mencapai ± 13427,6 kg/hari atau 62 drum/hari dari
Spent Clay Kilang Paraxylene. Sand blasting merupakan suatu bahan berbentuk
seperti pasir pantai/pasir kuarsa, berwarna putih krem dengan unsur utama silica.
Sand Blasting dimanfaatkan untuk proses pembersihan kerak pada dinding kilang
minyak PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap. Pada keadaan jenuh sand
blasting akan dikeluarkan berupa limbah. Karena kelimpahan limbah activated
alumina dan sand blasting cukup besar, maka akan lebih baik jika limbah tersebut
dapat dimanfaatkan (recycle dan reuse) sehingga dapat memberikan nilai tambah
(added value) pada limbah-limbah tersebut dan nilai ekonominya juga akan
meningkat, dengan kata lain PT. Pertamina (PERSERO) UP IV akan diuntungkan
dan kualitas lingkungan di Indonesia akan semakin meningkat.
Limbah activated alumina dan sand blasting berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai produk bahan bangunan seperti: keramik, genteng, batu
bata, panel board, pavling blok.
Namun pemanfaatan daur ulang tersebut harus hati-hati karena di
dalamnya terkandung kadar logam berat yang bila terhisap atau terkonsumsi oleh
makhluk hidup dapat membahayakan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 85
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3, limbah katalis berupa activated
alumina termasuk ke dalam daftar limbah B3, sedangkan limbah sand blasting
bukan termasuk ke dalam daftar limbah B3. Limbah yang dikategorikan B3
adalah limbah yang bila memiliki nilai LD50 (Lethal Dose 50%) lebih kecil dari
15 g/kg BB. Namun dari hasil analisa Balai Riset dan Standardisasi Industri dan
Perdagangan Semarang melalui pembuktian secara ilmiah dari hasil uji
toksikologi TCLP ternyata limbah activated alumina dan sand blasting
mempunyai nilai leachate dibawah ambang batas sehingga dapat dikategorikan
sebagai limbah padat bukan B3, serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan hidrolis
untuk bahan bangunan (pavling blok, keramik, genteng, dan lain-lain ), namun
dalam penyimpanannya harus mengikuti aturan tertentu dan tidak diperbolehkan
dibuang sembarangan. Dengan adanya penelitian tersebut telah dicapai hasil
bahwa limbah padat activated alumina dan sand blasting dapat dikelola atau
dimanfaatkan sesuai Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 tantang
pengelolaan limbah B3 yang diikuti penjelasannya pada Peraturan Pemerintah
No.85 Tahun 1999.
Limbah activated alumina dan sand blasting dapat dimanfaatkan sebagai
bahan campuran dalam pembuatan keramik dengan metode solidifikasi. Dari hasil
penelitian terdahulu dengan memanfaatkan limbah katalis didapat tingkat
immobilisasi logam berat (leachate) pada keramik cukup tinggi dengan tingkat
immobilisasi mencapai 99-100%. Untuk sifat fisik yang dihasilkan ternyata cukup
baik. Hal ini dibuktikan dengan nilai keausan antara 0,0299 gr/cm2 hingga 0,0443
gr/cm2, nilai yang cukup baik karena berada diatas keramik pembanding. Dengan
kata lain, keramik hasil solidifikasi limbah cukup kuat, logam berat yang terlepas
cukup kecil sehingga aman digunakan atau ramah lingkungan. Hal ini menjadikan
keramik sangat cocok digunakan untuk imobilisasi logam berat pada limbah dan
untuk mengatasi kelimpahan limbah (Hidayat, 2006).
Berdasarkan penelitian yang telah diuraikan diatas untuk mengatasi
permasalahan limbah activated alumina dan sand blasting, maka kedua limbah
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembuatan keramik.
Hal ini dimungkinkan karena untuk pembuatan keramik, hanya diperlukan tanah
liat yang bersifat plastis, samot sebagai filler, kaolin yang bersifat tidak plastis
sebagai penguat, dan feldspar sebagai penambah suhu bakar. Sedangkan limbah
activated alumina yang bersifat tidak plastis dan tahan api (refractory) dapat
sebagai pengganti kaolin serta sand blasting yang berbentuk seperti pasir kursa
dapat sebagai filler, diharapkan kedua limbah tersebut mengandung unsur oksida
diantaranya: SiO2, Al2O3, CaO, dan Fe2O3 yang dapat membentuk ikatan keramik
dan memberikan kontribusi kuat keramik pada bahan keramik. Untuk itu perlu
diteliti komposisi campuran limbah yang tepat dalam pembuatan keramik agar
diperoleh hasil yang baik. Dengan teknologi keramik, yaitu pemadatan dengan
menggunakan bahan pengikat (tanah liat) diharapkan limbah activated alumina
dan sand blasting yang mengandung unsur-unsur logam berat dapat terikat dan
tidak tersebar sehingga mengurangi pencemaran lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Limbah activated alumina memiliki unsur Al2O3 sedangkan sand blasting
memiliki bentuk seperti pasir kuarsa dan unsur SiO2 yang sangat baik untuk
campuran keramik. Untuk limbah activated alumina jika dipakai sebagai
campuran keramik bisa meningkatkan suhu bakar keramik hingga suhu 20000C,
hal ini dikarenakan alumina memiliki sifat tahan panas. Kehalusan limbah
alumina dan sand blasting juga berpengaruh, semakin halus akan semakin bagus
ikatan antar partikel dan tahan lingkungan yang lembab.
Selama ini limbah activated alumina dan sand blasting tidak dimanfaatkan,
limbah activated alumina hanya dikirim ke PPLI sedangkan kelimpahan limbah
sand blasting cukup besar yang hanya ditimbun begitu saja disuatu lahan PT.
Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap sehingga memiliki potensi mencemari
lingkungan. Oleh sebab itu melalui penelitian ini diharapkan dalam jangka pendek
dan panjang limbah activated alumina dan sand blasting dapat dimanfaatkan
secara optimal untuk industri khususnya industri keramik yang memiliki
karakteristik mekanik yaitu nilai keausan yang rendah serta ramah lingkungan
(eco-friendly) dan berkelanjutan (sustainable/renewable) dengan harga ekonomis
sehingga dapat memberikan nilai tambah (added value) pada limbah-limbah
tersebut dan nilai ekonominya juga akan meningkat, dengan kata lain PT.
Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap akan diuntungkan dan kualitas lingkungan
di Indonesia akan semakin meningkat.
Secara garis besar rumusan masalah yang akan dicarikan solusinya sebagai
target keberhasilan dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah limbah activated alumina dan sand blasting yang dimanfaatkan untuk
pembuatan keramik dapat immobilisasi logam-logam berat ?
b. Dengan melakukan uji TCLP berapa konsentrasi unsur-unsur logam berat
pada limbah activated alumina dan sand blasting yang terlepas setelah dibuat
keramik ?
c. Apakah limbah activated alumina dan sand blasting yang dimanfaatkan untuk
pembuatan keramik memiliki nilai keausan yang rendah ?
d. Berapa penambahan optimal komposisi limbah activated alumina dan sand
blasting terhadap kualitas keramik yang dihasilkan sebagai rekomendasi untuk
produksi keramik dengan karakteristik nilai keausan rendah ?
e. Bagaimana perbandingan nilai biaya produksi yang dikeluarkan untuk
pembuatan keramik dengan menggunakan campuran limbah activated alumina
dan sand blasting dibandingkan dengan keramik biasa ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka dapat dirumuskan tujuan dari
dilaksanakannya penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui keramik yang dibentuk dari limbah activated alumina dan
sand blasting dapat mengimobilisasi logam-logam berat.
b. Untuk mengetahui konsentrasi unsur-unsur logam berat pada limbah activated
alumina dan sand blasting yang terlepas setelah dibuat keramik.
c. Untuk mengetahui sifat fisik keramik, terutama nilai keausan yang dihasilkan
dari keramik yang dibentuk dari limbah activated alumina dan sand blasting.
d. Untuk mengetahui penambahan optimal komposisi limbah activated alumina
dan sand blasting terhadap kualitas keramik yang dihasilkan sebagai
rekomendasi untuk produksi keramik dengan karakteristik keausan rendah.
e. Untuk mengetahui perbandingan nilai biaya produksi yang dikeluarkan untuk
pembuatan keramik dengan menggunakan campuran limbah activated alumina
dan sand blasting dibandingkan dengan keramik biasa.
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan kelimpahan limbah sand blasting dan activated alumina yang
besar dan belum optimal pemanfaatannya dapat berpotensi sebagai alternatif
bahan pembentuk untuk produksi keramik dengan keausan rendah dan diharapkan
ramah lingkungan (eco-friendly). Makin meningkatnya industri-industri keramik
menyebabkan bahan baku untuk pembuatan keramik meningkat. Bahan baku
tersebut diantaranya kaolin, tanah liat, dan feldspar yang berasal dari sumber daya
alam, dimana jika sumber daya tersebut dipakai secara terus menerus maka akan
habis dan dampaknya dapat merusak keseimbangan lingkungan hidup. Yang
menjadi permasalahan adalah bagaimana kita dapat menggantikan bahan-bahan
tersebut dengan harga yang relatif lebih murah tanpa mengurangi mutu dari
keramik yang dihasilkan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, secara khusus
melalui penelitian ini Peneliti akan meneliti dan mengembangakan pemanfaatan
bahan limbah sebagai bahan pembuatan keramik. Pemanfaatan limbah activated
alumina dan sand blasting dari PT. Pertamina UP IV, Cilacap dalam pembuatan
keramik diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Meningkatakan nilai tambah (added value) bagi limbah activated alumina dan
sand blasting PT. Pertamina UP IV Cilacap, limbah yang awalnya
dikelompokkan dalam Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menjadi Bahan
Bermanfaat dan Beruang (B3).
b. Dapat meminimalkan unsur-unsur logam berat, sehingga mengurangi
pencemaran lingkungan dan memberikan solusi terhadap persolan lingkungan
hidup di Indonesia secara berkelanjutan, environmental sustainable
development.
1.5 Batasan Masalah
Sesuai dengan tujuan penelitian, agar penelitian ini lebih mudah perlu
adanya batasan-batasan sebagai berikut:
a. Proses pengolahan limbah activated alumina dan sand blasting dengan
teknologi keramik untuk unsur-unsur logam berat, dengan kaolin, tanah liat,
samot dan feldspar sebagai bahan mentah keramik.
b. Ukuran butir bahan pembuat keramik, yaitu kaolin, tanah liat, samot dan
feldspar adalah lolos 80 mesh.
c. Benda uji berbentuk keramik batu (Stoneware)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah
Limbah adalah bahan yang tidak diinginkan atau sisa dari suatu proses
produksi, atau dibuang dari pemukiman penduduk atau komunitas hewan. Limbah
juga merupakan sesuatu benda yang mengandung zat yang bersifat
mambahayakan bagi kehidupan manusia, hewan,serta lingkungan, dan umumnya
muncul karena hasil perbuatan manusia, termasuk industrialisasi (UU RI No.23
tahun 1997 pasal 1). Secara umum limbah dibagi 2 yaitu:
a) Limbah ekonomis, yaitu limbah yang dapat dijadikaan produk sekunder
untuk produk yang lain dan atau dapat mengurangi pembelian bahan baku.
b) Limbah non ekonomis, yaitu limbah yang dapat merugikan dan
membahayakan serta menimbulkan pencemaraan lingkungan.
Berdasar bentuknya limbah dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
a) Limbah cair
b) Limbah gas
c) Limbah padat
2.1.1 Pengertian Limbah Padat
Limbah padat adalah semua limbah yang dihasilkan dari aktifitas manusia
dan binatang yang berbentuk padat, tidak berguna dan tidak dimaanfaatkan atau
tidak diinginkan atau dapat didefinisikan sebagai sesuatu massa heterogen yang
dibuang dari aktifitas penduduk, komersial dan industri.
Limbah padat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tidak terpakai dan
berbentuk padatan atau semi padatan. Limbah padat merupakan campuran dari
berbagai bahan baik yang tidak berbahaya seperti sisa makanan maupun yang
berbahaya seperti limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang berasal dari
industri (Ricki M.Mulia, 2005) . Beberapa jenis limbah padat dapat dilihat pada
tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis-jenis Limbah Padat
Sumber Fasilitas Jenis
Domestik
Komersial
Industri
Konstruksi
Rumah tangga, apartemen
Pertokoan, restoran, hotel,
institusi, dan lain-lain
Kilang minyak, pabrik,
pertambangan, dan lain-lain
Sisa makanan, pembungkus
makanan, dan lain-lain
Kertas, kardus,abu, dan lain-
lain
Limbah industri, Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3),
dan lain-lain
Tanah, semen, baja, dan lain-
lain Sumber : Kesehatan Lingkungan, Ricki M. Mulia, 2005
Limbah ini dapat berupa bangunan padat seperti lumpur, sisa logam,
bekas-bekas kemasan, kerak, dan lain-lain. Limbah padat umumnya dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat atau industri lain tetapi banyak pula yang tidak
mungkin dimanfaatkan sehingga perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut.
2.1.2 Karakteristik limbah padat
Karakteristik limbah padat adalah berbentuk padat, tidak berguna dan
tidak diinginkan dan konsep pengolahannya yaitu dengan usaha meminimalkan
efek kerugian pada lingkungan yang disebabkan oleh pembuatan limbah padat
terutama limbah berbahaya.
Sifat fisik limbah padat yaitu jenis komponennya dan persentase masing-
masing ukuran partikel, kandungan campurannya serta berat tiap componen dari
campuran.
2.1.3 Pengolahan Limbah Padat
Proses pengolahan limbah padat industri dikelompokkan berdasarkan
fungsinya yaitu pengkonsentrasian, pengurangan kadar air, stabilisasi dan
pembakaran dengan incenerator. Pengolahan tersebut pada industri penghasil
limbah dapat dilakukan sendiri-sendiri atau secara berurutan tergantung dari jenis
dan jumlah limbah padat yang dihasilkan:
a. Pengkonsentrasian
Dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi sludge sehingga dapat
mengurangi volume sludge tersebut. Pengkonsentrasian sludge biasanya
dilakukan secara grafivitasi (dengan clarifier) dan dengan thickener.
Dengan thickener dapat meningkatkan konsentrasi padatan 2-5 kali.
Dengan turunnya volume sludge maka akan memberikan keuntungan
ekonomis dan akan memudahkan proses pengolahan selanjutnya.
b. Pengurangan kadar air
Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga sludge dapat
lebih kering lagi sehingga memudahkan dalam transportasi. Filtrasi
vakum, filter press dan sentrifugasi banyak digunakan dalam proses ini.
c. Stabilisasi
Pada prinsipnya adalah mengurangi mobilitas bahan pencemar dalam
limbah. Proses stabilisasi secara umum dilakukan dengan mengubah
sludge menjadi bentuk yang kompak, tidak berbau dan tidak mengandung
mikroorganisme yang mengganggu kesehatan serta bahan-bahan pencemar
yang berada di dalamnya tidak mudah mengalami perlindian (leached).
Proses stabilitasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
dengan mencampur dengan tanah liat yang dilanjutkan dengan
pembakaran seperti pernah dilakukan di Afrika Selatan, dicampur dengan
semen dan bahan lainnya sehingga bahan pencemar di dalamnya menjadi
lebih stabil (JA. Slim and Wakefield, 1991).
d. Pembakaran
adalah pembakaran sludge dengan suhu tinggi (> 900 oC). Dalam proses
pembakaran limbah padat ini harus digunakan peralatan yang khusus
seperti insenerator karena dengan pembakaran pada suhu tersebut dapat
sempurna dan tidak dihasilkan hasil samping yang akan membahayakan
lingkungan.
Gambar 2.1 Skema Pengolahan Limbah Padat
Limbah Padat (sludge)
Pengkonsentrasian Lumpur
Pengurangan Kadar Air
Stabilisasi Lumpur
Pembakaran (incinerator)
Ditimbun/ dibuang TPA
2.2 Limbah Industri Minyak dan Gas
Limbah industri adalah sisa hasil buangan yang berasal dari industri
sebagai akibat proses produksi. Sebagian besar limbah industri minyak dan gas
dikategorikan ke dalam limbah B3. Limbah industri ini dapat dihasilkan dari
sumber yang berbeda-beda seperti material bekas, produk sampingan, sisa hasil
pengolahan air limbah, dan sebagainya.
2.3 Jenis Limbah Padat PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap
Jenis limbah padat yang dihasilkan PT. Pertamina UP IV Cilacap beragam
jenisnya, diantaranya dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Limbah B3 yang dihasilkan Pertamina UP IV Cilacap
No Jenis Limbah B3 Sumber Limbah Keterangan
1 Sludge IPAL CPI, RBC,sewer Ditampung di Sludge Pond
Holding Basin
2 Oil Sludge Tank Cleaning Slude Oil Recovery
3 Pelumas Bekas Rotating Equipment Dimasukan ke CPI
Mobil Pemadam
4 Katalis Bekas Reaktor Disimpan dalam drum
Column Ekspor
5 Spent Clay Kilang Paraxylene Landfill
6
Kemasan Terkontaminasi
Drum Chemical
Oli
Reuse, dibuang ke scrap
yard setelah dibersihkan
7 Solvent Bekas Proses Ditampung di Sludge Pond
8 Bahan Kimia Bekas Analisa Laboratorium Dimasukan ke CPI setelah
dilakukan penetralan
Sumber : PT. Pertamina UP IV Cilacap
2.3.1 Activated Alumina (Al2O3)
Alumina atau oksida aluminium tidak ditemukan dalam bentuk murni,
tetapi dalam kombinasi kimia dengan minera-mineral lainnya. Salah satu
bentuknya yang paling murni adalah bauxite. Didalam keramik unsur ini terdapat
dalam bahan-bahan seperti kaolin, ball clay, bahan-bahan feldspar. Peranannya
dalam mase atau gelasir ialah, mengontrol dan mengimbangi pelelehan dan juga
memberikan kekuatan pada bahan maupun gelasir.
Dalam suatu mase, unsur-unsur kaolin akan memberikan Al2O3 (tidak
plastis tetapi cukup murni); ballclay akan memberikan Al2O3 dan plastisitas
(plastis tetapi tidak murni) (Astuti, 1997). Alumina adalah paduan senyawa-
senyawa logam alumunium dan O2. Alumina
(Al2O3) terdapat dalam kerak bumi berkisar
antara 25% tetapi tidak semuanya diperoleh
dalam keadaan bebas. Sumber-sumber
alumina adalah dari hidrogillete dan gibbsite
{Al(OH)3}, Bauksite {Al2O(OH)4}, Draspor
(Al2O3H2O). Tetapi dari sumber-sumber
tersebut yang paling mudah di dapat sebagai
alumina adalah Bauksite. Komponen alumina
tersebar luas yang terdiri dari mineral-mineral
yang didapat dihasilkan dalam jumlah besar sebagai hasil hidrasi dari Bauksite
(Fius dan Budiono, 2002).
Alumina (Al2O3) adalah campuran bahan kimia dengan suhu lebur
2,000°C dan berat jenis kira – kira 4,0. Alumina tidak dapat larut dalam air dan
organik cair dan sangat ringan dapat larut dalam asam kuat dan alkali. Alumina
merupakan keramik jenis oksida yang digunakan baik sebagai keramik
konvensional maupun keramik maju Untuk mengubah sifat-sifat dasar alumina
yang semula hanya sebagai material struktural menjadi material fungsional
dilakukan teknik modifikasi. Secara alami, aluminium oksida terdapat dalam
bentuk kristal corundum.
Aluminium oksida, atau alumina, merupakan komponen utama dalam
�Hbauksit �Hbijih aluminium yang utama. Pabrik alumina terbesar di dunia adalah
�HAlcoa, �HAlcan, dan �HRusal. Perusahaan yang memiliki spesialisasi dalam produksi
dari aluminium oksida dan �Haluminium hidroksida misalnya adalah Alcan dan
Gambar 2.2 Activated Alumina
�HAlmatis. Bijih bauksit terdiri dari Al2O3, Fe2O3, and SiO2 yang tidak murni.
Campuran ini dimurnikan terlebih dahulu melalui �HProses Bayer:
Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas → 2NaAl(OH)4 ……..(1)
Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan melalui
penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk �Hsilikat Si(OH)62-. Ketika cairan yang
dihasilkan didinginkan, terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut
dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan
2Al(OH)3 + panas → Al2O3 + 3H2O …………………….. (2)
Al2O3 yang terbentuk adalah alumina.
Alumina terjadi dalam 2 bentuk kristal. Alpha alumina adalah campuran
dari sedikit pewarnaan hexagonal kristal dengan diberikan secara perkiraan;
gamma alumina adalah campuran dari sedikit pewarnaan perkubik kristal dengan
berat jenis sekitar 3,6 dipindahkan ke bentuk alpa pada temperatur tinggi. Bubuk
alumina terbentuk dari pencampuran kristal alumina; putih alami. Alumina
didistribusikan secara luas di alam. Dikombinasi dengan silika dan mineral lain
yang terjadi didalam tanah liat, feldspars, dan mika. Komponen utama dari
alumina bauxite dan sering terjadi dalam bentuk alami seperti corundum. Alumina
penting dalam perdagangan terutama, digunakan dalam produksi logam alumina.
Alumina juga digunakan untuk abrasi, corundum, dan emery digunakan secara
luas seperti persiapan pembutan pengikisan alumina. Nama yang sering digunakan
untuk alumina abrasi meliputi Alundum dan Alosite.
Alumina secara terpisah tidak akan melebur sampai mencapai suhu
2000ºC (silika lebur pada suhu 1700ºC). Namun bila 5% alumina ditambahkan
pada silica murni, maka suhu leburnya akan turun menjadi 1.545ºC. Disamping
sebagai bahan yang tahan api (refractory), juga dapat membuat efek matt, dan
sebagai kerangka dalam barang-barang bone-china (Astuti, 1997). Adapun sifat-
sifat Alumina antara lain:
a. Sifat Fisik
Alumina yang dipasarkan adalah berupa bubuk dengan berat jenis ±3,9
dibentuk dengan tekanan, slip casting dan dekomposisi alektro. Setelah
dibakar pada temperatur tinggi 1700ºC - 1900ºC alumina memiliki kekuatan
yang besar. Sifat-sifat alumina dapat dilihat dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3 Sifat-sifat Fisik Alumina
Sifat-sifat Fisika Nilai Satuan
Berat Molekul 101,94
Densitas 3975 kg/m3
Grafiti Jenis 3,99
Titik Lebur 1999 – 2032 ºC
Tekanan 2977 mmHg
Panas Jenis 0,765 kg/kgºK
Daya Hantar Panas 36,6 w/cmºK
Panas Peleburan 11,9 x 10-6 m2/s (Perry’s, 1984)
b. Sifat Kimia
a) Umumnya tahan terhadap cairan asam dan alkali.
b) Untuk analisa digunakan boraks atau sodium peroksida, agar kecepatan
dan dekomposisinya lengkap (Fius dan Budiono, 2002).
Alumina juga digunakan dalam keramik untuk pewarnaan dan pabrik
bahan – bahan kimia tanah liat yang mengandung alumina digunakan dalam
keramik, genteng, batu bata, panel board, paving block. Alumina alami digunakan
dalam pembuatan tempat meleburnya logam dan alat lain untuk dicairkan.
Hydrate alumina digunakan dalam cat mordant untuk membuat zat warna, juga
digunakan dalam pembuatan kaca, kosmetik, dan obat – obatan seperti antacit.
Activated alumina adalah suatu bahan berbentuk bulat-bulat kecil,
berwarna putih dengan unsur utama alumina dan silica yang dipergunakan dalam
proses pengolahan minyak bumi di PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap
yaitu proses filter air pada unit Paraxylene. Pada keadaan jenuh activated alumina
ini akan dikeluarkan berupa limbah, yang setiap harinya mencapai ± 13427,6
kg/hari atau 62 drum/hari dari Spent Clay Kilang Paraxylene.
PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap telah melakukan uji terhadap
kandungan limbah activated alumina yang dihasilkan. Dari hasil analisa Balai
Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan Semarang melalui pembuktian
secara ilmiah dari hasil uji toksikologi TCLP ternyata limbah activated alumina
mempunyai nilai leachate jauh dibawah ambang batas sehingga dapat
dikategorikan sebagai limbah padat bukan B3 (PT. Pertamina UP IV Cilacap).
Berikut ini adalah data hasil pengukuran limbah activated alumina pada tahun
2006 dari hasil analisa Balai Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan
Semarang:
Tabel 2.4 Hasil Analisa TCLP Limbah Activated Alumina PT.Pertamina UP IV
Cilacap (Katalis Co/Mo, Alumina)
No Parameter Hasil Analisa
(mg/l)
Baku Mutu TCLP
(mg/l) * Metode Uji
1 Arsen (As) < 0,005 5 EPA SW 846 1311.SM 3114 B
2 Barium (Ba) < 0,100 100 EPA SW 846 1311.SM 3111 D
3 Benzene < 0,005 0,5 EPA SW 846 8240
4 Boron (B) < 0,050 500 EPA SW 846 1311.SM 4500 BC
5 Cadmium (Cd) < 0,005 1 EPA SW 846 1311.SM 3111 B
6 Carbon tetrachloride < 0,005 0,5 EPA SW 846 8240
7 Chlorobenzene < 0,005 100 EPA SW 846 8240
8 Chloroform < 0,005 6 EPA SW 846 8240
9 Chlorophenol total < 0,010 1 EPA SW 846 8240
10 Chloronaptalene < 0,010 1 EPA SW 846 8240
11 Chromium (Cr) < 0,030 5 EPA SW 846 1311.SM 3111 B
12 Copper (Cu) < 0,005 10 EPA SW 846 1311.SM 3111 B
13 o – Cresol < 0,010 200 EPA SW 846 8270
14 m – Cresol < 0,010 200 EPA SW 846 8270
15 Total Cresol < 0,010 200 EPA SW 846 8270
16 Free Cyanide < 0,020 20 EPA 335.2
17 2.4-D (2.4- < 0,012 10 EPA SW 846 8150
Dichlorophenoxyacetic
acid
18 1.4 Dichlorobenzene < 0,005 7,5 EPA SW 846 8270
19 1.2 Dicholoethane < 0,005 0,5 EPA SW 846 8240
20 1.1 Dichloroethylene < 0,010 0,7 EPA SW 846 8240
21 2.4 Dinitrotoluene < 0,010 0,13 EPA SW 846 8270
22 Flourides (F) < 0,100 150
23 Heptachlor + Heptachlor
epoxide <0,0083 0,008 EPA SW 846 8080
24 Hexachlorobenzene < 0,010 0,13 EPA SW 846 8270
25 Hexachloroethane < 0,010 3 EPA SW 846 8270
26 Lead (Pb) < 0,030 5 EPA SW 846 1311.SM 3111 B
27 Mercury (Hg) 0,005 0,2 EPA SW 846 1311.SM 3111 B
28 Methocychlor <0,0018 10 EPA SW 846 8080
29 Methyl Parathion < 0,010 0,7 EPA SW 846 8140
30 Methyl ethyl ketone < 0,010 200 EPA SW 846 8240
31 Nitrobenzenene < 0,010 2 EPA SW 846 8270
32 Pentachlorophenol < 0,050 100 EPA SW 846 8270
33 Polichlorinatedbiphenil
(PCB’s) <0,0007 0,3 EPA SW 846 8080
34 Selenium (Se) < 0,005 1 EPA SW 846 1311.SM 3114 C
35 Silver (Ag) 5 EPA SW 846 1311.SM 3111 B
36 Tetrachloroethylene
(PCE) < 0,010 0,7 EPA SW 846 8240
37 Trihalomethanes < 0,010 35 EPA SW 846 8240
38 2.4-5-Trichlorophenol < 0,010 400 EPA SW 846 8270
39 2.4-6-Trichlorophenol < 0,010 2 EPA SW 846 8270
40 Vynil Chloride < 0,010 0,2 EPA SW 846 8240
41 Zinc (Zn) 1.055 50 EPA SW 846 1311.SM 3111 B
Sumber : PT. Pertamina UP IV Cilacap
Keterangan: * Peraturan Pemerintah No.85 tahun 1999
2.3.2 Sand Blasting
Sand blasting artinya semburan pasir yaitu suatu istilah umum untuk
proses dalam memperlancar, membentuk dan membersihkan suatu permukaan
Gambar 2.3 Sand Blasting
yang susah dikeraskan atau dihaluskan dengan memaksa partikel butiran padat ke
permukaan lain dengan kecepatan tinggi, efeknya serupa dengan penggunaan
amplas. Semburan pasir dapat terjadi secara alami, biasanya sebagai hasil
pukulan partikel oleh angin yang menyebabkan erosi eolian, atau di buat
menggunakan udara kempaan. Sebuah pembuatan proses semburan pasir sudah
dipatenkan oleh �HBenjamin Chew Tilghman pada tanggal 18 Oktober 1870.
Sand blasting digunakan untuk
membersihkan kotoran, kerusakan, cat atau
lapisan-lapisan lain dari pergantian permukaan.
Pembersihan kerikil pada umumnya tidak
mengandung limbah berbahaya. Biasanya
industri- industri dimana semburan pasir
menggunakan bangunan kapal dan
pemeliharaan, transportasi, pemeliharaan
jembatan dan operasi-operasi militer. Sand
blasting dalam industri migas digunakan dalam kegiatan perawatan kilang, seperti
dalam perbaikan atau pengecetan tangki. Material yang digunakan memiliki
karakteristik yang sama dengan pasir pada umumnya seperti pasir kuarsa.
Sehingga diharapkan dapat sebagai bahan pengisi dalam pembuatan keramik
untuk mempermudah proses pengeringan, mengontrol penyusutan, dan memberi
kerangka pada badan keramik.
Pada umumnya pasir kuarsa memiliki komposisi kimia sebagai berikut:
a. SiO2 : 55,30 – 99,87%
b. Al2O3 : 0,01 – 18,00%
c. K2O : 0,01 – 17,00%
d. Fe2O3 : 0,01 – 9,14%
e. CaO : 0,01 – 3,24%
f. TiO2 : 0,01 – 0,49%
g. MgO : 0,01 – 0,26%
Sedangkan sifat-sifat fisik yang terdapat dalam mineral-mineral pasir
kuarsa, antara lain:
a. Warna : putih bening atau warna lain bergantung kepada
senyawa pengotornya; misalnya, warna kuning mengandung Fe-oksida, warna
merah mengandung Cu-oksida.
b. Kekerasan : 7 (Skala Mohs)
c. Berat jenis : 2,65
d. Titik lebur : kurang lebih 17150C
e. Bentuk kristal : hexagonal
f. Panas spesifik : 0,185
g. Konduktivitas panas : 12 – 1000C (Suhala dan Arifin, 1997)
Menurut sejarah, material digunakan untuk pembuatan semburan pasir
adalah pasir dengan ukuran seragam. Material lain untuk semburan pasir telah
dikembangkan sebagai pengganti pasir; sebagai contoh, debu baja, baja
menembak, terak tembaga, manik-manik gelas / kaca ( penghancur manik-manik),
butir metal, batu karbon dioksida, akik merah tua, bubuk abrasif berbagai nilai,
bubuk ampas bijih, dan bahkan mengandaskan kulit kelapa atau corncobs telah
digunakan untuk aplikasi spesifik dan menghasilkan akhir permukaan yang jelas.
Susunan semburan pasir pada umumnya terdiri dari tiga bagian berbeda: abrasive
itu sendiri, suatu kompresor udara, dan suatu senjata peledak.
Sand blasting pada PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap merupakan
suatu bahan berbentuk seperti pasir pantai/pasir kuarsa, berwarna putih krem
dengan unsur utama silica yang dimanfaatkan untuk proses pembersihan kerak
pada dinding kilang minyak PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap. Pada
keadaan jenuh sand blasting akan dikeluarkan berupa limbah. Limbah Sand
blasting ini akan digunakan sebagai filler/pengisi dalam bahan pembuatan
keramik, yaitu sebagai pengganti samot.
Kemajuan penelitian terkait yang sudah dilakukan peneliti sebelumnya
sebagai acuan atau petunjuk dalam pelaksanaan penelitian.
Hasil analisa Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP), limbah
katalis memiliki logam diatas baku mutu yang ditetapkan. Berdasarkan hal
tersebut katalis bekas dapat digolongkan dalam limbah B3, sehingga perlu adanya
pengolahan lebih lanjut agar limbah dapat lebih aman jika dibuan ke lingkungan
(Abdullah, 2005).
Selain pemanfaatan limbah katalis untuk pembuatan keramik, telah
dilakukan juga beberapa penelitian pembuatan keramik dengan menggunakan
bahan campuran yang lain seperti abu terbang (fly ash), limbah Crom dari
penyamakan kulit dan berbagai bahan campuran lainnya (Hidayat, 2006)
Hasil studi Univ.Texas El Paso SWP2 yang menyatakan bahwa spent
alumina termasuk dalam Kelas II bukan limbah B3 (Class II non-hazardous
waste) sehingga cukup aman digunakan sebagai bahan campuran dalam
pembuatan beton ataupun keramik.
Hasil uji biologis dengan menentukan nilai LD50 (lethal dosis) yaitu reaksi
sederhana dari tingkatan toksisitas suatu zat/bahan/senyawa atau energi terhadap
hewan uji yang diteliti, ternyata katalis bekas dari unit RCC ini tidak dapat
digolongkan B3 secara kimia. Katalis itu juga bukan merupakan limbah B3 karena
memiliki LD50 14 hari di atas 30 gr/kg berat badan (ambang batas Bapedal sebesar
15 gr/kg berat badan). Sehingga, katalis ini merupakan limbah yang cukup aman
dan dapat dibuang/ditimbun tanpa mengalami berbagai proses. (Alumina ceramic
composition - Patent 6362120.mht)
Journal of The American Ceramic Society vol.84, No 5 May 2001 untuk
mengatasi penurunan densitas dan kekuatan mekanik pada keramik Alumina
(Al203) - Titania (TiO2) perlu ditambahkan aditiv seperti SiO2 , MgO , ZrO2 atau
CaO.
Penelitian tentang Keramik system Na2O - Al2O3 dibuat melalui reaksi
padatan dari campuran bahan baku: serbuk Na2CO3, serbuk a-Al2O3, dan
Mg(OH)2CO3 sebagai aditif MgO. Mole ratio antara Na2O dan Al2O3 adalah 1:11,
sedangkan aditif MgO divariasikan yaitu: 0, 1, 2, 3, dan 4 erat. Preparasi sampel
dilakukan dua tahpan, Tahap pertama pembuatan serbuk, ketiga macam bahan
baku tersebut digiling menggunakan ball mill selama 24 jam, kemudian
dikalsinasi pada suhu 1200oC selama 2 jam. Pada tahap kedua serbuk yang telah
dikalsinasi digiling dan diayak hingga lolos ayakan 400 mesh, kemudian dicetak
dengan cara tekan , dan disintering dengan variasi suhu yaitu 1400, 1450, 1500,
1550, dan 1600oC, serta ditahan selama 2 jam. Masing-masing sampel setelah
disinterring dikarakterisasi yang meliputi: sifat- sifat fisis (densitas, dan
porositas), dan analisa fasa dengan difraksi sinar X. Hasil karakterisasi
menunjukkan bahwa densitas tertinggi ( 2,34 g/cm3 ) dan porositas terendah ( 32
diperoleh pada sample dengan aditif 3 gO dan suhu sintering 1600oC. (Ramlan
(FMIPA Universitas Sriwijaya Palembang).
Menurut penelitian Abdullah, 2005. Spent katalis diimobilisasi dengan
metode solidifikasi sebagai bahan tambahan penyusun keramik. Dalam proses
solidifikasi ini, digunakan penembahan variasi konsentrasi 0%, 5%, 15%, dan
20% limbah katalis dalam bahan-bahan keramik, selanjutnya di beri air
secukupnya dan dicetak dengan ukuran 10cm x 10cm x 1cm. Keramik yang sudah
dicetak dan dikeringkan kemudian dibakar dengan suhu 12000C selama 16 jam.
Kemudian dilakukan pegujian pada keramik. Pada uji daya serap air, diperoleh
bahwa terjadi kenaikan tingkat daya serap air dari keramik yang tanpa katalis
(9,83%) ingá keramik dengan katalis 20% (11,90%). Hal ini terjadi karena
kemampuan daya ikat katalis untuk mengikat bahan-bahan yang lain lebih sedikit
dibandingkan dengan kaolin, sehingga kerapatan keramik yang dihasilkan juga
lebih kecil. Sedangkan pada uji kuat lentur terhadap sampel keramik diperoleh
keramik tanpa katalis mempunyai kuat lentur 130,73 kg/cm2 sampai pada
penambahan katalis 20% mempunyai kuat lentur sebesar 109,13 kg/cm2.
penambahan limbah katalis tidak memiliki dampak penurunan yang signifikan.
Hal ini terbukti dengan penambahan katalis ingá 20% kuat lentur yang dihasilkan
masih jauh diatas keramik pembanding yang ada dipasaran yaitu keramik Mulia,
KIA dan Diamond sebesar 29,25 kg/cm2; 31,69 kg/cm2; 21,94 kg/cm2. Sementara
pada uji TCLP diperoleh hasil yang bervariatif. Dari hasil yang diperoleh
konsentrasi logam berat (Pb, Cr, Zn, Ni, dan Cu) masih dibawah standar baku
mutu PP No.85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3. Dari hasil penelitian
secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa pemanfaatan limbah katalis
sebagai campuran keramik cukup aman dan memnuhi estándar, baik secara fisik
(daya serap air dan kuat lentur) maupun secara nimia (uji TCLP).
Menurut penelitian Hidayat, 2006 Metode penelitian yang digunakan
adalah solidifikasi limbah sludge krom sebagai baahan pewarna glasir. Dengan
penambahan variasi limbah sludge krom 10%, 20%, 30%, dan 40% dalam bahan
glasir (pasir silika, Borax, kaolin) estela itu, dikuaskan pada keramik biskuit
dengan ukuran 4 cm x 2 cm x 0,5 cm, dengan jumlah variasi 5 yang mana setiap
variasi ada 15 sampel, kemudian dilakukan pembakaran pada suhu 11500C selama
6 jam. Setelah glasir pada keramik jadi kemudian dilakukan uji keausan, yaitu
selisih berat antara sebelum dan sesudah benda uji diauskan, serta uji lindi
(leachate) dengan metode TCLP. Dari hasil penelitian, dengan adanya
penambahan limbah sludge krom pada konsentrasi 40 % menghasilkan keausan
terendah sebesar 0,0299 gr/cm2 sedangkan keausan terbesar didapat pada glasir
tanpa limbah yaitu 0,0443 gr/cm2. Hal ini masih dibawah keausan glasir keramik
dipasaran (Mulia 0,1204 gr/cm2, Diamond 0,0877 gr/cm2, KIA 0,0515 gr/cm2,
Roman 0,6462 gr/cm2, dan Milan 0,0417 gr/cm2) sebagai pembanding. Sedangkan
nilai lindi dengan metode TCLP dari setiap variasi tidak terdeteksi (dibawah limit
deteksi alat 0,1 ppm), hal ini menunjukkan bahwa nilai lindi/leachate dibawah
baku mutu yang ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 untuk logam
berat (Cr) 5 ppm, sehingga dapat disimpulkan bahwa limbah sludge krom dapat
dimanfaatkan baik dari aspek teknis (keausan) maupun kesehatan dan lingkungan.
Oleh karena limbah activated alumina dan sand blasting tidak berbahaya
dan cukup aman, maka dapat digunakan sbagai campuran untuk memproduksi
bahan bangunan maupun produk-produk keramik
2.4 Identifikasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
2.4.1 Definisi Limbah B3
Menurut PP18/99 jo PP85/99 tentang Pengelolaan Limbah B3, pengertian
limbah B3 adalah: setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau
beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lain (pasal 1 ayat 2).
2.4.2 Identifikasi Limbah Berdasarkan Karakteristik
Identifikasi limbah B3 berdasarkan karakteristiknya dapat dibagi seperti
dijelaskan sebagi berikut. Penentuan yang lebih spesifik terhadap kandungan
bahan organik dan anorganik yang diklasifikasikan sebagai komponen aktif B3,
ditentukan dengan metoda Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP).
2.4.2.1 Mudah Meledak
Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu tekanan dan tinggi yang dengan cepat dapat
merusak lingkungan sekitarnya.
2.4.2.2 Mudah Terbakar
Limbah mudah terbakar adalah limbah yang apabila berdekatan dengan
api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau
terbakar dan apabila telah nyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
2.4.2.3 Reaktif
Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran
karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang
tidak stabil dalam suhu tinggi
2.4.2.4 Beracun
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya
bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menyebabkan kematian dan sakit
serius. Apabila masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit, atau mulit.
Prosedure ekstraksi untuk menentukan senyawa organik dan anorganik (TCLP)
dapat digunakan untuk identifikasi limbah ini. Limbah ynag menunjukkan
karakteristik beracun yaitu jika diekstraksi dari sampel yang mewakili
mengandung kontaminan lebih besar .
2.4.2.5 Infeksius
Limbah yang menyebabkan infeksi, yaitu bagian tubuh yang diamputasi
dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau
limbah lain yang terkena infeksi kuman penyakit yang menular.
2.4.2.6 Korosif
Limbah yang bersifat korosif, yaitu limbah yang menyebabkan iritasi
(terbakar) pada kulit atau mengkorosikan baja.
2.4.2.7 Uji Toksilogi
Pengujian toksilogi yang dimaksud adalah dengan LD-50 (Lethal Dose
Fifty) adalah perhitungan dosis (gram pencemar per kilogram berat badan) yang
dapat menyebabkan kematian 50% populasi makhluk hidup yang dijadikan
percobaan. Apabila LD-50 lebih besar dari 15 gram per kilogram maka limbah
tersebut bukan limbah B3.
2.4.3 Klasifikasi Limbah B3
Untuk mengklasifikasikan limbah yang tergolong B3 yaitu harus
mengidentifikasikan karakteristik limbah yang dihasilkan, namun demikian
karakteristik dan prosedur analitik merupakan hal yang penting dalam identifikasi
limbah B3 pada suatu jenis industri atau kegiatan lain yang menghasilkan limbah
B3.
Unsur-unsur yang tergolong dalam limbah B3 didominasi oleh unsur-
unsur logam berat seperti tembaga (Cupper-Cu), timbal(Plumbum), merkuri,
kadmium (Cd), khromium dan lain-lain. Perbedaan logam berat dengan biasa
dapat ditentukan berdasarkan karakteristiknya yaitu memiliki spesifik gravity
yang sangat besar (lebih dari 4) mempunyai nomor atom 22-23 dan 40-50 serta
unsur-unsur lantanida dan aktinida memiliki respon biokimia khas (spesifik) pada
organisme hidup, logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila
bertemu dengan unsur oksigen atau disebut juga dengan Oxygen Seeking metal,
logam-logam yang mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan unsur-
unsur nitrogen atau unsur belerang (sulfur) atau disebut juga nitrogen sulfur
seeking metal dan dari logam antara atau logam transisi yang memiliki sifat
khusus sebagai logam pengganti (ion pengganti)untuk ion-ion logam dari kelas A
dan logam dari kelas B.
2.5 Logam Berat
Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan
perhatian berlebih akibat ditambahkan ke dalam tanah dalam jumlah yang
semakin meningkat dan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Logam berat
menunjuk pada logam yang mempunyai berat jenis lebih tinggi dari 5 atau 6
g/cm3. Namun pada kenyataannya dalam pengertian logam berat ini, dimasukkan
pula unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti logam berat
sehingga jumlah seluruhnya mencapai lebih kurang 40 jenis.
Beberapa logam berat yang beracun tersebut adalah As, Cd. Cr, Cu, Pb,
Hg, Ni, dan Zn. (Wild, 1995). Logam berat sebenarnya masih termasuk golongan
logam dengan kriteria yang sama dengan logam lainnya. Perbedaannya terletak
pada pengaruh yang dihasilkan apabila logam ini berkaitan dan atau masuk ke
dalam tubuh organisme hidup, akan timbul pengaruh khusus. Semua logam berat
bila masuk secara berlebihan kedalam tubuh, akan berubah fungsi menjadi zat
beracun bagi tubuh yang merusak tubuh makhluk hidup. Kelompok logam berat
memiliki ciri-ciri antara lain :
a. Specific Gravity yang sangat besar (>4)
b. Mempunyai nomor atom 22-23 dan 40-50 serta unsur lakatanida dan aktinida
c. Mempunyai respon biokimia spesifik pada organisme hidup
2.5.1 Khromium (Cr)
Nama Khromuim berasal dari bahasa Yunani yaitu chrôma (color).
Ditemukan oleh Louis Vauquelin pada tahun 1797. Logam ini berwarna gray
(abu-abu) dan di golongkan dalam transition metal. Dengan kata lain kromium
merupakan metal kelabu yang keras. Khromium (Cr) didapatkan pada industri
gelas, metal, fotografi, dan electroplating.
Tabel 2.5. Beberapa Sifat Fisik Logam Khromium
Nama Khromium
Simbol Cr
Nomor atom 24
Massa atom relative 51,996 g.mol -1
Titik leleh 1857.0 °C (2130.15 °K, 3374.6 °F)
Titik didih 2672.0 °C (2945.15 °K, 4841.6 °F)
Nomor Protton/Elektron 24
Nomor Neutron 28
Klasifikasi Logam Transisi
Struktur Kristal Kubik
Densitas @ 293 K 7.19 g/cm3
Warna Abu-abu Sumber : Anonim, 2005(2).
Salah satu logam transisi yang penting adalah kromium. Sepuhan
khromium (chrome plating) banyak digunakan pada peralatan sehari-hari, pada
mobil dan sebagainya, karena lapisan khromium ini sangat indah, keras dan
melindungi logam lain dari korosi. Khromium juga penting dalam paduan logam
dan digunakan dalam pembuatan “stainless steel”.
Khromium mempunyai konfigurasi electron 3d54s1, sangat keras,
mempunyai titik leleh dan titik didih tinggi diatas titik leleh dan titik didih unsur-
unsur transisi deret pertama lainnya. Bilangan oksidasi yang terpenting adalah +2,
+3 dan +6. jika dalam keadaan murni melarut dengan lambat sekali dalam asam
encer membentuk garam khromium (II). (Achmad, Hiskia, 1992).
Senyawa-senyawa yang dapat dibentuk oleh kromium mempunyai sifat
yang berbeda-beda sesuai dengan valensi yang dimilikinya. Senyawa yang
terbentuk dari logam Cr+2 akan bersifat basa, dalam larutan air khromium (II)
adalah reduktor kuat dan mudah dioksidasi diudara menjadi senyawa khromium
(III) dengan reaksi:
2 Cr2+ (aq) + 4H+ (aq) + O2 (g) à 2 Cr3+ (aq) + 2 H2O (l) ………..... (3)
Senyawa yang terbentuk dari ion khromium (III) atau Cr3+ bersifat
amforter dan merupakan ion yang paling stabil di antara kation logam transisi
yang lainnya serta dalam larutan, ion ini terdapat sebagai ( )[ ] +362OHCr yang
berwarna hijau. Senyawa yang terbentuk dari ion logam Cr6+ akan bersifat asam.
Cr3+ dapat mengendap dalam bentuk hidroksida. Krom hidroksida ini tidak
terlarut dalam air pada kondisi pH optimal 8,5–9,5 akan tetapi akan melarut lebih
tinggi pada kondisi pH rendah atau asam. Cr6+ sulit mengendap, sehingga dalam
penanganannya diperlukan zat pereduksi dari Cr6+ menjadi Cr3+. (Palar,1994).
Khromium dengan bilangan oksidasi +6 mudah membentuk senyawa
oksidator dengan unsur lain karena memiliki sifat oksidasi yang kuat, maka Cr6+
mudah tereduksi menjadi Cr3+ dan kromium (VI) kebanyakan bersifat asam.
Kromium sendiri sebetulnya tidak toxic, tetapi senyawanya iritan dan korosif.
2.5.1.1 Efek Krom Bagi Kesehatan
Logam khromium (Cr) dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui
pernapasan, minuman atau makanan dan melalui kulit. Kebanyakan orang makan
makanan mengandung kromium (III), karena khromium (III) terjadi secara alami
di dalam sayur-sayuran, buah-buahan dan daging. Khromium (III) adalah suatu
bahan gizi yang penting untuk manusia, dan kekurangan kromium (III)
menyebabkan jantung, kencing manis dan gangguan metabolisme. Akan tetapi
khromium (III) yang berlebih dapat mempengaruhi kesehatan, seperti skin rashes
(��HAnonim, 2005) (2).
Logam khromium (VI) berbahaya bagi kesehatan manusia, sebagian besar
pada orang-orang yang bekerja di industri tekstil dan baja. Ketika khromium (VI)
di dalam kulit, menyebabkan alergi kulit seperti skin rashes. Permasalahan
kesehatan yang lain disebabkan oleh kromium (VI) adalah:
a) Gangguan borok dan perut
b) Permasalahan yang berhubungan dengan pernapasan
c) Kerusakan hati dan ginjal
d) Kanker paru-paru.
e) Dapat menimbulkan kerusakan pada tulang hidung pada saat inhalasi
kromium.
2.5.1.2 Efek Krom Pada Lingkungan
Ada berbagai macam perbedaan logam kromium yang berbeda-beda pada
dampak organisma. Logam khromium (Cr) dapat masuk di udara (lapisan
atmosfer), air dan tanah didalam khromium (III) dan khromium (VI) yang
terbentuk melalui proses alami dan aktivitas manusia.
Aktivitas utama manusia yang meningkatkan konsentrasi logam kromium
(III) adalah pabrik kulit dan tekstil. Aktivitas utama manusia yang meningkatkan
konsentari logam khromium (VI) adalah yang memproduksi bahan kimia, tekstil,
kulit, elektro dan penggunaan khromium (VI) lainnya dalam industri. Sebagian
besar penggunaan ini akan meningkatkan konsentrasi logam khromium dalam air.
Melalui pembakaan batu bara juga terdapat khromium diudara dan melalui waste
disposal khromium juga ada di tanah.
Kebanyakan khromium terdapat diudara dan end up di air dan tanah.
Khromium di dalam tanah mengikat kuat butiran partikel sehingga tidak
menyebar ke ground water. Di air kromium akan teserap dalam sediment sehingga
tidak menyebar. Hanya sebagian kecil logam khromium mengendap dan pada
akhirnya akan larut dalam air (��HAnonim, 2005) (2)
2.5.2 Seng (Zn)
Nama seng berasal dari bahasa Jerman yaitu Zin (meaning tin). Ditemukan
oleh Andreas Marggraf pada tahun 1746. Logam zinc berwarna bluish pale grey
dan di golongkan dalam transition metal.
Tabel 2.6. Beberapa Sifat Fisik Logam Seng
Nama Seng (Zn)
Simbol Zn
Nomor atom 30
Massa atom relative 65.39 g.mol -1
Titik Didih 419.58°C (692.73°K, 787.24396 °F)
Titik Leleh 907.0 °C (1180.15 °K, 1664.6 °F)
Nomor Protton/Elektron 30
Klasifikasi Logam Transisi
Struktur Kristal Hexagonal
Densitas @ 293 K 7.133 g/cm3
Warna Kebiru-biruan Sumber : Anonim, 2005 (2)
Seng adalah suatu bluish-white, metal berkilauan, Zinc merupakan logam
seperti perak banyak digunakan dalam industri baja supaya tahan karat, membuat
kuningan, membuat kaleng yang tahan panas dan sebagainya. Rapuh pada suhu
lingkungan tetapi lunak pada suhu 100-150°C. Merupakan suatu konduktur listrik
dan terbakar tinggi di dalam udara pada panas merah-pijar.
Logam seng (Zn) tersedia secara commercially jadi tidak secara normal
untuk membuatnya di dalam laboratorium. Kebanyakan produksi seng didasarkan
bijih sulfid. Zn dipanggang didalam pabrik industri untuk membentuk oksida
seng, ZnO. Ini dikurangi dengan karbon untuk membentuk seng metal, tetapi
diperlukan practice ingenious technology untuk memastikan bahwa seng yang
dihasilkan tidak mengandung oksida tak murni.
ZnO + C → Zn + CO ……………………….(4)
ZnO + CO → Zn + CO2 ……………………….(5)
CO2 + C → 2CO ……………………….(6)
Tipe lain dari ekstrasi adalah electrolytic. Penguraian dari zinc oxide
mentah, ZnO, di dalam sulphuric acid menjadi zinc sulfate, ZnSO4. Solusi dari
elektrolisi ZnSO4 menggunakan katoda aluminium dan dicampur timah dengan
anoda perak membentuk logam seng murni yang dilapisi aluminium. Gas oksigen
dibebaskan pada anoda.
Seng (Zn) merupakan metal yang didapat antara lain pada industri alloy,
keramik, kosmetik, pigmen, dan karet. Toksisitas seng pada hakekatnya rendah.
Tubuh memerlukan seng untuk proses metabolisme, tetapi dalam kadar tinggi
dapat bersifat beracun.
2.5.2.1 Efek Seng bagi Kesehatan
Seng adalah suatu unsur yang umum terjadi secara alami. Banyak bahan
makanan berisi konsentrasi seng tertentu. Air minum juga berisi sejumlah seng
tertentu, yang mana lebih tinggi ketika disimpan di dalam tangki logam. Sumber
industri atau toxic waste tempat menyebabkan sejumlah seng di dalam air minum
mencapai tingkatan yang dapat menyebabkan permasalahan kesehatan.
Seng adalah suatu unsur yang penting bagi kesehatan manusia.
Bilamana orang-orang menyerap terlalu kecil seng mereka dapat mengalami
hilangnya nafsu makan, indera rasa dan penciuman berkurang, penyembuhan luka
lamban dan sakit kulit. Kekurangan zinc dapat menyebabkan kelahiran cacat.
Walaupun manusia mampu menangani konsentrasi seng yang besar,
zinc terlalu banyak dapat menyebabkan permasalahan kesehatan utama, seperti
kram perut, iritasi kulit dan kekurangan darah merah. Tingkatan seng yang sangat
tinggi dapat merusakkan pankreas dan mengganggu metabolisme protein dan
menyebabkan pengapuran pembuluh darah.
Seng bisa merupakan suatu bahaya bagi anak-anak belum lahir dan
baru lahir. Ketika para ibu mereka sudah menyerap konsentrasi seng yang besar,
anak-anak dapat kena melalui darah atau susu dari para ibu mereka (��HAnonim,
2005).
2.5.2.2 Efek Seng Pada Lingkungan
Seng terjadi secara alami di dalam udara, tanah dan air, tetapi konsentrasi
seng naik secara tak wajar, kaitannya dengan penambahan seng melalui aktivitas
manusia. Seng bertambah banyak saat aktivitas industri, seperti pekerjaan
tambang, batu bara dan pembakaran limbah dan proses baja.
Air dikotori dengan seng, kaitannya dengan kehadiran dari jumlah seng
yang besar di dalam wastewater suatu industri. Salah satu konsekwensi adalah
sungai mengandung zinc-polluted sludge ditepi sungai. Seng juga meningkatkan
kadar keasaman perairan.
Beberapa ikan dapat mengumpulkan seng di dalam badan mereka, ketika
mereka tinggal di terusan zinc-contaminated. Ketika seng masuk ke badan dari
ikan tersebut bisa memperbesar bio rantai makanan.
Jumlah seng yang besar dapat ditemukan di dalam tanah. Ketika lahan
tanah pertanian dikotori dengan seng, binatang akan menyerap konsentrasi
tersebut yang akan merusak kesehatan mereka. Seng tidak hanya suatu ancaman
bagi lembu, tetapi juga untuk jenis tanaman (��HAnonim, 2005) (2).
2.5.3 Timbal (Pb)
Timbal (Pb) telah dikenal sejak zaman dahulu karena sangat banyak
terdapat pada kerak bumi. Timbal berwarna bluish white dan di golongkan dalam
other metals; halus, lembut dan merupakan konduktor lisrtik yang lemah. Timbal
terutama terdapat sebagai galena, PbS.
Timbal dalam industri digunakan sebagai bahan pelapis untuk bahan
kerajinan dari tanah karena pada temperatur yang rendah bahan pelapis dapat
digunakan. Sekarang banyak juga digunakan sebagai pelapis pita-pita, karena
mempunyai sikap resisten terhadap bahan korosif dan bahan baterai, cat.
Senyawaan yang terpenting adalah (CH3)4Pb dan (C2H5)4Pb yang dibuat dalam
jumlah yang sangat besar untuk digunakan sebagai zat “antiknock” dalam bahan
bakar.
Tabel 2.7 Beberapa Sifat Fisik Timbal
Nama Timbal
Simbol Pb
Nomor atom 82
Massa atom relative 207.2 g.mol -1
Titik Didih 327.5 °C (600.65 °K, 621.5 °F)
Titik Leleh 1740.0 °C (2013.15 °K, 3164.0 °F)
Nomor Protton/Elektron 82
Nomor Neutron 125
Klasifikasi Logam
Struktur Kristal Kubik
Densitas @ 293 K 11.34 g/cm3
Warna Kebiru-biruan Sumber : Anonim, 2005(2)
2.5.3.1 Efek Timbal bagi Kesehatan
Timbal adalah logam halus yang telah dikenal banyak penerapannya dari
tahun ketahun. Timbal termasuk salah satu logam golongan empat yang sangat
merugikan bagi kesehatan manusia. Dapat masuk melalui tubuh melalui makanan
(65%), air (20%) dan udara (15%). Makanan seperti buah, sayur-sayuran, daging
dan seafood kemungkinan megandung timbal. Asap rokok juga mengandung
sedikit timbal (��HAnonim, 2005)(2).
Timbal dapat masuk dalam air (minum) melalui pipa yang berkarat. Hal
ini sering terjadi pada air acidic. Oleh karena itu diperlukan pengukuran pH pada
sistem pengolahan air.
Keracunan timbal diakibatkan oleh pengisapan bagian kecil dari asap atau
debu timbal yang kemudian diserap oleh aliran darah diakumulasi pada sumsum
tulang belakang. Pelepasan timbal dari tulang terjadi sangat lamban sehingga efek
penimbunan ini yang menimbulkan keracunan kronis. Dampak negatif
(kesehatan) yang disebabkan oleh timbal, seperti:
a. kekurangan darah merah (anemia)
b. kerusakan ginjal
c. kerusakan otak
d. terjadi paralysis pada urat saraf
Timbal juga dapat masuk kejanin melalui plasenta dari ibu. Oleh karena
itu dapat menyebabkan kerusakan yang serius pada sistem otak pada anak yang
belum lahir.
2.5.3.2 Efek Timbal Pada Lingkungan
Timbal terjadi secara alami di dalam lingkungan. Kebanyakan konsentrasi
timbal yang ditemukan dalam lingkungan adalah dari hasil aktivitas manusia.
Dalam mesin kendaraan (motor, mobil) timbal dibakar sehingga timbal salts
(Chlorines, bromines, oxides) akan bereaksi. Timbal salts masuk ke lingkungan
melalui pipa pembuangan (knalpot) kendaraan. Partikel yang lebih besar akan
jatuh ke tanah sehingga mencemari air permukaan atau tanah. Partikel yang lebih
kecil akan lepas melalui udara dan sisanya akan tinggal di atmosfir. Sebagian
akan kembali ke bumi ketika sedang hujan. Tidak hanya timbal gasoline
menyebabkan konsentrasi timbal dilingkungan meningkat. Disisi lain aktivitas
manusia seperti pembakaran bahan bakar, proses industri dan pembakaran limbah
padat juga mempengaruhi.
Timbal dapat tejadi dalam tanah dan air melalui korosi pipa saluran pada
sistem transport air dan melalui karatan cat. Ini tidak bisa dihancurkan, hanya
dapat dikonversi ke bentuk lain. Timbal terkumpul di dalam tubuh organisme air
dan tanah. Organisme tersebut akan mempengaruhi kesehatan akibat dari timbal
yang beracun. Pengaruh kesehatan pada organisme air dapat tetap berlangsung
meskipun konsentrasi timbal saat itu sangat kecil.
Funsi tanah terganggu karena intervensi timbal, terutama disekitar lahan
pertanian dan jalan raya, dimana konsentrasi saat itu saat tinggi. Organisme di
dalam tanah juga dapat terganggu karena timbal beracun tersebut (��HAnonim,
2005)(2).
2.5.4 Tembaga (Cu)
Tembaga (Cu) merupakan suatu unsur yang penting dan berguna untuk
metabolisme. Batas dari unsur ini yang mempengaruhi rasa pada air berkisar
antara 11-5 mg/l merupakan batas konsentrasi tertinggi untuk mencegah
timbulnya rasa yang tidak enak.
Tabel 2.8 Beberapa sifat fisik Tembaga
Nama Tembaga
Simbol Cu
Nomor atom 29
Massa atom relative 63.546 g.mol -1
Titik Didih 1083.0 °C (1356.15 °K, 1981.4 °F)
Titk Leleh 2567.0 °C (2840.15 °K, 4652.6 °F)
Nomor Protton/Elektron 29
Nomor Neutron 35
Klasifikasi Logam Transisi
Struktur Kristal Kubik
Densitas @ 293 K 8.96 g/cm3
Warna Merah Sumber : Anonim, 2005(2)
Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Unsur ini
berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik unsur-unsur
kimia tembaga menempati posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai
bobot atau massa atom relativ 63.546 g.mol -1.
Secara umum sumber masuknya logam Cu ke dalam tatanan lingkungan
adalah secara alamiah dan non alamiah. Berikut ini adalah proses masuknya Cu
kea lam:
a) Secara alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat
peristiwa alam. Unsure ini dapat bersumber dari peristiwa pengikisan (erosi)
dari batuan mineral, dari debu-debu dan atau partikulat-partikulat Cu yang ada
dalam lapisan udara yang turun bersama hujan.
b) Secara non alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai
akibat dari suatu aktifitas manusia. Jalur dari aktfitas manusia ini untuk
memasukkan Cu ke dalam lingkungan ada berbagai macam cara. Salah
satunya adalah dengan pembuangan oleh industri yang memakai Cu dalam
proses produksinya.
2.5.4.1 Efek Tembaga Bagi Kesehatan
Sebagai logam berat Cu berbeda dengan logam berat lainnya seperti Hg,
Cd dan Cr. Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat yang dipentingkan
atau logam berat essential, artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun,
unsur logam ini sangat dibutuhkan tubuh meski dalam kadar yang sedikt. Cu
dibutuhkan sebagai komplek protein yang mempunyai fungsi tertentu dalam
pembentukan haemoglobin, kalogen, pembuluh darah dan myelin otak. Toksisitas
yang dimiliki oleh Cu baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila
logam ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau
melebihi nilai toleransi dari organisme tersebut.
Pada manusia, keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan dengan
timbulnya penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah
terjadinya hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak dan demyelinasi, serta terjadinya
penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Pada penyakit
Kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna
merah pada penderita.
2.5.4.2 Efek Tembaga Pada Lingkungan
Tembaga yang masuk ke dalam tatanan lingkungan peraiaran dapat berasal
dari peristiwa-peristiwa alamiah sebagai efek samping dari aktivitas yang
dilakukan oleh manusia. Aktifitas manusia seperti pembuangan limbah industri,
pertambangan Cu, industri galangan kapal dan bermacam aktivitas pelabuhan
lainnya merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan
kelarutan Cu dalam salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan
kelarutan Cu dalam badan perairan. Masukan sebagai efek samping dari aktifitas
manusia ini lebih ditentukan oleh bentuk dan aktifitas yang dilakukan. Proses daur
ulang yang terjadi dalam system tatanan lingkungan perairan yang merupakan
efek dari aktifitas biota perairan juga sangat berpengaruh terhadap peningkatan Cu
dalam badan perairan (Palar,1994).
Dalam kondisi normal, keberadaan Cu dalam perairan ditemukan dalam
bentuk senyawa ion Cu CO3+, CuOH- dan lain-lain. Biasanya jumlah Cu yang
terlarut dalam perairan laut adalah 0,002 ppm sampai 0,005 ppm. Bila dalam
badan perairan laut terjadi peningaktan kelarutan Cu, sehingga melebihi nilai
ambang batas yang semestinya, maka akan terjadi peristiwa “biomagnifikasi”
terhadap biota perairan. Peristiwa biomagnifikasi ini akan dapat ditunjukkan
melalui akumulasi Cu dalam tubuh biota perairan tersebut. Akumulasi dapat
terjadi sebagai akibat dari telah terjadinya konsumsi Cu dalam jumlah yang
berlebihan, sehingga tidak mampu dimetabolisme oleh tubuh.
2.6 Penanganan Limbah B3
Pemanfaatan limbah B3, yang mencakup kegiatan daur ulang (recycling),
perolehan kembali (recovery), dan penggunaan kembali (reuse) merupakan cara
yang tepat dalam penanganan limbah B3. Dengan teknologi pemanfaatan limbah
B3 maka dapat mengurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah
B3 dapat ditekan selain itu dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku dengan
kata lain bahan baku disubtitusi dengan limbah. Hal ini pada akhirnya akan dapat
mengurangi eksploitasi sumber daya alam.
2.6.1 Stabilisasi
Stabilisasi adalah suatu proses menggunakan zat aditif (reagent) untuk
mengurangi sifat alami bahaya yang terdapat dalam limbah dengan
mengkonversikan limbah dan konstituen bahayanya dalam bentuk mengurangi
tingkat perpindahan kontaminan kelingkungan dan mengurangi tingkat toksisitas.
Selama stabilisasi, kontaminan tertentu dihancurkan dengan klorinasi.
2.6.2 Fiksasi
Fiksasi sering dianonimkan dengan stabilisasi yang disempurnakan dengan
penambahan reagent yang bertujuan untuk menurunkan luas permukaan yang
dapat dilalui kontaminan, membatasi kelarutan semua polutan yang ada dalam
limbah, dan mengurangi toksisitas kontaminan. Pada teknik fiksasi, partikel-
partikel limnah diikat secara fisik dan kimia oleh bahan pengikat (binder) yang
mengeras.
2.6.3 Solidifikasi
2.6.3.1 Definisi
Solidifikasi adalah suatu metode untuk mengubah limbah yang berbentuk
padatan halus menjadi padat dengan menambahkan bahan pengikat kemudian
dilanjutkan dengan penambahan bahan pemadat (solidifying agent). Tujuannya
adalah untuk mengubah limbah yang bersifat berbahaya menjadi tidak
berbahaya/kurang berbahaya dengan merubah karakteristik fisik dengan cara
merubah bentuk limbah cair atau limbah lumpur menjadi bentuk padat atau
monolit untuk mengurangi kemampuan atau penyebaran dari zat pencemar yang
ada dalam limbah sehingga diperoleh produk dalam bentuk matrik padat sehingga
mudah diangkut dan disimpan.
Tujuan pengolahan limbah B3 dengan proses/metode solidifikasi antara
lain:
a. Meningkatkan karakteristik fisik dan penanganan limbah.
b. Mengurangi luas permukaan sehingga kontaminan yang lolos menjadi
lebih sedikit.
c. Membatasi kelarutan.
d. Mereduksi toksisitas.
e. Mengkonversi limbah beracun menjadi massa yang secara fisik inert.
f. Memiliki kekuatan mekanik yang cukup agar aman untuk di buang ke
landfill limbah B3.
Potensi hilangnya kontaminan dari massa bahan yang stabil biasanya
ditentukan dengan test leachete/lindi. Pelindian adalah proses dimana kontaminan
ditransfer dari bahan/zat padat yang stabil ke medium cair seperti air. Bahan yang
digunakan dalam proses solidifikasi adalah bahan non radioaktif untuk mengikat
limbah menjadi satu kesatuan (monolit). Bahan tersebut yang akan digunakan
disesuaikan dengan :
a. Kemampuan unsur pencemar dari limbah yang meliputi : jenis, sifat, dan
tingkat dari bahaya bahan pencemar.
b. Sifat fisik dan kimia limbah : cairan, lumpur, resin penukar ion, dan zat
padat.
c. Sifat pengepakan dalam kaitannya dengan sistem pembuangan.
Bahan aditif yang ditambahkan dalam proses stabilisasi/solidifikasi harus
bersifat:
a. Dapat memperbaiki karakteristik fisik limbah.
b. Mengurangi luas permukaan limbah.
c. Mengurangi kelarutan polutan yang terdapat dalam limbah
d. Mengurangi toksisitas kontaminan.
Komponen-komponen utama yang terdapat dalam proses solidifikasi
antara lain:
a. Binder (pengikat): bahan yang akan menyebabkan produk solidifikasi
menjadi lebih kuat seperti semen pada adukan beton, kapur, tanah
liat/lempung, dan lain-lain.
b. Sorben: bahan yang berfungsi untuk menahan komponen pencemar dalam
matrik yang stabil.
c. Bahan pencampur lain, seperti agregat (pasir, kerikil) atau aditif lainnya.
Produk solidifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Stabil
b. Mampu menahan beban
c. Toleran terhadap kondisi basah dan kering yang silih berganti
d. Permeabilitas rendah
e. Tidak menghasilkan lindi yang berkualitas buruk
Beberapa proses dari metode solidifikasi pada pengolahan limbah B3,
antara lain:
a) Proses yang berbasis pada semen (sementasi)
Yaitu proses pemadatan limbah menggunakan matrik semen sehingga
akan menjadi padatan (monolit blok).
b) Proses dengan Pozzolan
Yaitu proses pemadatan limbah menggunakn tanah pozzolan (silikat dan
aluminat) dimana akan mengeras bila bercampur dengan kapur atau semen
dan air.
c) Proses termoplastis
Yaitu proses pemadatan limbah dengan menggunakan binder sperti aspal
atau polyetilene yang dipanaskan terlebih dahulu sebelum dicampur
dengan limbah.
d) Proses polimerisasi organik
Yaitu pencampuran limbah dengan matriz polimer yang berupa
thermoplastik. Temperatur pada proses ini berkisar 600C. Proses ini
tergolong baru, belum digunakan secara luas karena bahan polimer tidak
tahan terhadap adiasi tinggi.
e) Proses vitrivikasi (glasifikas)
Yaitu pemadatan limbah dengan bahan pembentuk gelas yang direaksikan
pada suhu tinggi sehingga terbentuk gelas atau keramik. Temperatur yang
digunakan dalam proses ini adalah 10000C-15000C.
Kendala-kendala dalam proses solidifikasi terutama disebabkan oleh sifat-
sifat limbah yang akan diolah, antara lain:
a. Limbah mengandung senyawa yang mudah terbakar/meledak
b. Limbah mengandung volatile yang tinggi
c. Limbah mengandung bahan-bahan dengan biodegradabel yang tinggi
d. Limbah mengandung insektisida, fungisida, dan pestisida
e. Limbah mengandung borat (terlindikan), gula (melepaskan kapur)
f. Limbah mengandung kation atau anion yang mengganggu proses
2.6.3.2 Aplikasi
Ada tiga tempat utama yang menjadi tempat sasaran aplikasi teknologi
solidifikasi dan stabilisasi:
a) Tempat Penyingkiran Akhir (Land Disposal)
Stabilisasi limbah diprioritaskan untuk membentuk tempat
penyingkiran yang aman bagi lingkungan. Limbah cair harus distabilisasi
terlebih dahulu untuk mengefektifkan stabilisasi cairan, reagen
penstabilisasi tidak bersifat pengisap, tetapi cairan diserap oleh reagent
supaya mudah dilepaskan (desorbed) dalam landfill ketika diberi tekanan
beban tambahan. Berat bahan di atas akan menekan cairan yang ada di
bawah. Oleh karena itu, cairan harus dapat terikat secara kimia dan fisika
dengan reagent stabilisator sehingga tidak diluruhkan/dikeluarkan oleh
perkolasi air hujan.
b) Tempat Pemulihan (Site Remediation)
Remediasi pemulihan kembali tempat-tempat yang telah
terkontaminasi. Remediasi atau pemulihan lahan yang terkontaminasi
dengan limbah organik, anorganik, atau tempat yang terkontaminasi
diperbaiki dengan teknologi stabilisasi. Untuk bahan remediasi, stabilisasi
digunakan untuk :
a. Meningkatkan pemeliharaan karakteristik fisik limbah.
b. Menurunkan tingkat pergerakan kontaminan dengan menurunkan luas
permukaan tempat perpindahan polutan dapat terjadi dengan
membatasi kelarutan polutan.
c. Mengurangi toksisitas kontaminan tertentu.
Stabilisasi sesuai untuk lahan dimana sebagian besar tanah
mengandung bahan berbahaya pada tingkat rendah. Stabilisasi lebih
diprioritaskan karena pengolahan dengan penimbunan, landfill atau
insenirasi tidak efektif dan tidak ramah, karena polusi udara dari bahan
penggalian dan resiko terjadinya kecelakaan.
c) Solidifikasi Limbah Industri
Solidifikasi limbah yang tidak stabil dan tidak berbahaya seperti
sludge. Solidifikasi mengurangi tingkat perpindahan pencemaran ke
lingkungan. Tujuan utama solidifikasi adalah meningkatkan integritas
struktur dari bahan. Tingkat kefektifan proses solidifikasi dapat sering
dievaluasi dengan mengukur kekuatan bahan.
2.6.3.3 Mekanisme Proses
Dalam stabilisasi dan solidifikasi yang sukses melalui mekanisme-
mekanisme seperti di bawah ini:
a. Makroencapsulation
Adalah suatu mekanisme dimana unsur pokok limbah B3 secara fisika
diperangkap dalam matriks padatan yang jauh lebih besar, sehingga limbah B3
berada dalam pori-pori yang tidak terlewatkan pada bahan penstabil.
Degradasi bahan yang telah terstabilkan meski dalam bentuk partikel yang
besar. Bahan yang terperangkap tersebut bebas untuk bergerak. Limbah yang
telah terstabilkan harus mengalami proses/siklus pembekuan dan peleburan
atau pembasahan dan pengeringan supaya dapat bebas untuk dilepaskan ke
lingkungan.
b. Mikroencapsulation
Limbah B3 diperangkap dalam struktur kristal dari bahan padatan pada
ukuran mikroskopik. Akibatnya meskipun bahan yang terstabilkan
terdegradasi dalam bentuk partikel yang lebih kecil, namun sebagian besar
tetap dihambat. Karena limbah tidak berubah secara kimia, tingkat pelepasan
kontaminan dari massa terstabilisasi akan meningkat, sejalan dengan
penurunan ukuran partikel.
c. Absorbsi
Adalah suatu proses yang memasukkan kontaminan ke dalam bahan
penyerap (sorbent) seperti layaknya sponge/busa menyerap air. Absorbsi
membutuhkan tambahan bahan padat untuk menyerap cairan bebas yang
terkandung dalam limbah. Proses yang digunakan terutama untuk
mengeluarkan/menghilangkan cairan untuk meningkatkan pengolahan limbah,
yaitu memadatkan limbah. Cairan diperas dari tanah. Absorbsi digunakan
hanya untuk menyempurnakan perlakuan/pengolahan terhadap limbah.
Adsorbent yang umum digunakan adalah:
a) Tanah
b) Abu
c) Semen
d) Soda
e) Mineral tanah liat seperti : tentonite, haolinite, dan lain lain.
f) Serbuk gergaji
g) Jerami
d. Adsorbsi
Suatu fenomena kontaminan diikat secara elektronika untuk
menstabilkan limbah dalam suatu padatan. Adsorbsi merupakan fenomena
permukaan dan ikatannya merupakam ikatan van der waals hydrogen bending.
Kontaminan diikat secara kimia dalam padatan yang stabil lebih aman untuk
dikeluarkan ke lingkungan.
e. Presipitasi
Proses stabilasasi tertentu akan mengendapakan kontaminan dari
limbah yang menghasilkan bentuk konstituent lebih stabil dalam limbah.
Pengendap seperti hidroksida, sulfida, silika, karbonat dan phosphate masuk
dalam massa yang terstabilisasi sebagai bagian dari struktur material.
Fenomena ini bisa diaplikasikan untuk stabilisasi limbah anorganik seperti
lumpur logam hidroksida. Contohnya logam karbonat memiliki kelarutan yang
lebih kecil daripada hidrksida logam. Pada pH tinggi reaksi untuk membentuk
karbonat metal dari karbonat hidroksida:
Me(OH)2 + H2CO3 → MeCO3 (s) + 2H2O ………………(7)
Me = Metal
Pembentukan logam karbonat antara lain dengan pH. Karbonat logam
lebih stabil pada pH tinggi. Pada kondisi asam, logam akan kembali larut dan
terbebas ke lingkungan sebagai suatu larutan.
f. Detoxifikasi
Reaksi kimia tertentu yang terjadi selama proses stabilisasi akan
menghasilkan limbah dengan toksisitas yang rendah. Detoxifikasi adalah suatu
mekanisme yang mengubah unsur kimia ke bentuk lain yang tidak toxic.
2.7 Keramik
Keramik berasal dari bahasa Yunani “Keramos” yang berarti periuk atau
belanga yang dibuat dari tanah (Astuti, 1997). Sedangkan menurut istilah keramik
adalah semua barang atau benda yang dibuat dari bahan-bahan tanah
liat/lempung/batuan silikat yang mengalami suatu proses pengerasan dengan
pembakaran suhu tinggi. Pengertian keramik yang lebih luas dan umum adalah
“Bahan yang dibakar tinggi” termasuk didalamnya semen, gips, metal dan
lainnya. Sebelum diproses menjadi keramik, segi penting sifat bubuk mineralnya
ialah ukuran partikel (yang mengganti sifat akhir) serta distribusi sifat partikel
(mempengaruhi rapatan). Adapun sifat keramik adalah:
a. Tidak korosif
b. Ringan
c. Keras
d. Stabil pada suhu tinggi (Baraba, 1998)
Industri keramik tidak hanya terbatas pada genteng, bata, dan barang-
barang pecah belah. Dalam perkembangannya keramik dapat digunakan dalam
alat-alat listrik, peralatan laboratorium, kendaraan bermotor, pesawat terbang dan
lain-lain. Industri keramik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu :
a. Keramik putih/keramik halus
Keramik putih misalnya cangkir, pingan, piring, dan alt-alat laboratorium.
Sedangkan keramik halus adalah keramik yang mempunyai struktur halus
dapat berglasir atau tidak berglasir.
b. Bahan-bahan bangunan dari tanah
Merupakan barang-barang yang terbuat dari tanah liat tunggal, misalnya
bata, genteng, pipa, tegel, alat-alat konstruksi dalam industri nimia, dan
lain-lain.
e. Gelas
Barang ini dihasilkan dengan pembakaran bahan mentahnya cair kemudian
dalam keadaan kental dimasukkan kedalam cetakan. Pembakaran
dilakukan dengan peleburan suhu tinggi. Barang-barang yang dihasilkan
barang-barang rumah tangga, laboratorium, bangunan, kendaraan, dan
lain-lain.
f. Bahan-bahan tahan api (refractory)
Untuk bahan pembuat tungku pelebur besi, gelas, tungku semen, dan lain-
lain diperlukan bahan yang tidak melebur dan tidak berubah sifatnya pada
suhu dimana logam dan gelas tersebut melebur.
g. Bahan-bahan perekat mortel
Bahan-bahan ini hádala kapur, semen, dan gips yang dibuat dari bahan
pokok tanah/batuan dan yang proses pembuatannya dengan pembakaran
suhu tinggi.
h. Abrasives
Semua benda-benda penggosok, pengasah atau pemotong bendi keras
(Astuti, 1997).
2.7.1 Jenis Bahan Keramik Menurut Kepadatan
a. Gerabah (Earthenware)
Dibuat dari tanah liat yang plastis, menyerap air, mudah dibentuk
dan dibakar pada suhu rendah dari 900-1060 0C. Dalam pembentukan
mempunyai kekuatan cukup karena plastis, namun setelah dibakar
kekuatannya berkurang dan sangat berpori. Keramik jenis ini struktur dan
teksturnya sangat rapuh, kasar, dan berpori. Karena itu kemempuan
absorpsi (menyerap) air lebih dari 3%. Agar supaya kedap air, gerabah
kasar harus dilapisi glasir, semen atau bahan pelapis lainnya. Gerabah
termasuk dalam keramik berkualitas rendah apabila dibandingkan dengan
keramik batu (stoneware) atau porselin. Bata, genteng, paso, pot, anglo,
kendi, gentong dan sebagainya termasuk keramik jenis gerabah. Genteng
telah banyak dibuat berglasir dengan warna yang menarik sehingga
menambah kekuatannya.
b. Keramik Batu (Stoneware)
Disebut keramik batu karena komposisi mineralnya sama dengan
batu. Keramik batu dibuat dari bahan lempung plastis yang dicampur
dengan bahan tahan api sehingga dapat dibakar pada suhu medium (1150 0C) yaitu stoneware merah, juga dapat dibakar pada suhu tinggi (diatas
1250 0C) yaitu jenis stoneware abu-abu. Keramik jenis ini mempunyai
struktur dan tekstur rapat, halus, kokoh, lebih kuat dari pada gerabah dan
berat seperti batu, bunyinya lebih nyaring, dan tidak poros. Untuk
pembuatannya dapat dipakai tanah tunggal, atau dapat pula dibuat
campuran dari: ball clay, kaolin, kalkspat, feldspat, dan chamotte. Keramik
jenis termasuk kualitas golongan menengah.
c. Porselin (Porcelain)
Adalah jenis keramik bakaran suhu tinggi yang dibuat dari bahan
lempung murni yang tahan api, seperti kaolin, alumina dan silika. Oleh
karena badan porselin jenis ini berwarna putih bahkan bisa tembus cahaya,
maka sering disebut keramik putih. Pada umumnya, porselin dipijar
sampai suhu 1350°C atau 1400°C untuk jenis porselen lunak, dan ada
yang dipijar pada suhu yang lebih tinggi lagi hingga mencapai 1500°C
untuk jenis porselen keras. Kemampuan absorpsi 0-2%. Porselin yang
tampaknya tipis dan rapuh sebenarnya mempunyai kekuatan karena
struktur dan teksturnya rapat serta keras seperti gelas. Oleh karena
keramik ini dibakar pada suhu tinggi maka dalam bodi porselin terjadi
penggelasan atau vitrifikasi. Secara teknis keramik jenis ini mempunyai
kualitas tinggi dan bagus, disamping mempunyai daya tarik tersendiri
karena keindahan dan kelembutan khas porselin. Juga bahannya sangat
peka dan cemerlang terhadap warna-warna glasir. Keramik jenis ini dapat
dibuat dari campuran kaolin, feldspat, silica, dan dibentuk dengan teknik
cetak atau tuang.
d. Keramik Baru (New Ceramic)
Adalah keramik yang secara teknis, diproses untuk keperluan teknologi
tinggi seperti peralatan mobil, listrik, konstruksi, komputer, cerobong
pesawat, kristal optik, keramik metal, keramik multi lapis, keramik multi
fungsi, komposit keramik, silikon, bioceramic, dan keramik magnit. Sifat
khas dari material keramik jenis ini disesuaikan dengan keperluan yang
bersifat teknis seperti tahan benturan, tahan gesek, tahan panas, tahan
karat, tahan suhu kejut seperti isolator, bahan pelapis dan komponen teknis
lainnya (Astuti, 1997 dan ��HAnonim, 2005)
2.7.2 Pembuatan Keramik
2.7.2.1 Bahan Keramik
Secara garis besar, bahan keramik adalah bagian utama dalam pembuatan
keramik dan bahan utamanya biasa disebut dengan bahan mentah keramik.
Contoh bahan mentah keramik alam seperti kaolin, tanah liat, feldspar, kuarsa,
pyrophillit, dolomit dan sebagainya. Sedangkan bahan keramik buatan seperti
mullit, SiC, Borida, Nitrida, H3BO3 dan sebagainya (Jumiyati, 2005). Bahan
pembuat keramik dapat berupa bahan plastis dan bahan non plastis. Yang
termasuk dalam bahan plastis antara lain seperti kaolin, clay, stone ware clay
(tanah benda batu), earthenware clay (tanah bata merah), fire clay (tanah api),
serta bentonite. Sedangkan bahan non plastis antara lain silica (SiO2) disebut juga
glass former, flint (SiO3), feldspar (KNaO.Al2O3.6SiO2), kapur (Calcite) dan
magnesit (CaO dan MgO), aluminium (Al2O3), dan chamotte atau grog (Astuti,
1997).
Bahan mentah keramik digolongkan menjadi 5 (lima) yaitu:
a. Bahan pengikat, contoh : kaolin, ball caly, fire clay, red clay
b. Bahan pelebur, contoh : feldspar, kapur
c. Bahan pengisi, contoh : silika, grog (samot)
d. Bahan tambahan, contoh : water glass, talk, pyrophilit
e. Bahan mentah glasir : Bahan yang membuat lapisan gelas pada permukaan
benda keramik setelah melalui proses pembakaran pada suhu tertentu.
2.7.2.1.1 Tanah Liat (Al2O3 2SiO2 2H2O)
Tanah liat adalah bahan utama pembuatan keramik. Tanah ini adalah
tanah yang terbentuk dari kristal-kristal. Kristal-kristal ini terdiri dari mineral-
mineral yang disebut kaolinit. Bentuknya seperti lempengan kecil-kecil hampir
berbentuk segi enam dengan permukaan yang datar. Bentuk kristal seperti ini
yang menyebabkan tanah liat bila dicampur dengan air mempunyai sifat liat
(plastis) dan mudah dibentuk. Dilihat dari sudut ilmu kimia tanah liat termasuk
hidrosilikat alumina dan dalam keadaan murni mempunyai rumus: Al2O3 2SiO2
2H2O dengan perbandingan berat dari unsure-unsurnya: 47% Oksida Silinium
(SiO2), 39% Oksida Alumunium (Al2O3), dan 14% air (H2O) (Astuti, 1997).
Dalam tanah liat alam yang murni tanah liat masih mengandung butiran-butiran
debu. Umumnya unsur-unsur tambahan ini terdiri dari kwarsa, feldspat, dan
sebagainya. Sifat-sifat tanah liat seperti: kemungkinan mencair, warna setelah
dibakar sangat dipengaruhi oleh unsur mineral yang terkandung dalam tanah liat
tersebut. Semua jenis tanah liat mempunyai sifat-sifat yang khas yaitu: bila dalam
keadaan basah akan mempunyai sifat plstis, bila dalam keadaan kering akan
menjadi keras, sedang bila dibakar akan menjadi padat dan kuat. Warna-warna
dalam tanah alami terjadi karena adanya unsur oksida besi dan unsur organis,
yang biasanya akan berwarna bakar kuning kecoklatan, coklat, merah, coklat tua.
Biasanya kandungan oksida besi sekitar 2-5%. Tanah berwarna lebih gelap
biasanya matang pada suhu yang lebih rendah, kebalikannya adalah tanah
berwarna terang ataupun putih (Astuti, 1997).
Lempung/tanah liat/clay adalah bahan
galian yang terbentuk karena proses pelapukan
dari batuan lain menjadi endapan yang berbutir
sangat halus. Jika endapan lempung masih
terdapat pada batuan asalnya dan belum
tertransportasi, disebut sebagai lempung residu,
akan tetapi bila telah mengalami transportasi
Gambar 2.4 Tanah Liat
dan diendapkan di tempat alin, disebut sebagai lempung alluvial. Di Indonesia,
lempung sering tersebar cukup luas terutama sebagai endapan aluvial sungai.
Walaupun demikian, akumulasi endapan lempung berbeda-beda pada kondisi
yang berlainan, misalnya di daerah kering butiran-butiran lempung akan
diterbangkan oleh angin dan diendapkan di tempat yang jauh, sedangkan di daerah
basah dan lembab akan terbentuk endapan lempung yang cukup tebal (Adhi, dkk,
2004). Karakteristik lempung/clay adalah sebagai berikut:
b. Ukuran butir lempung dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Clay <0,002 mm
b) Lumpur (silt) 0,002 mm – 0,06 mm
c) Pasir Halus (fine sand) 0,06 mm – 0,2 mm
d) Pasir Sedang (medium sand) 0,2 mm – 0,6 mm
e) Pasir Kasar (coarse sand) 0,6 mm – 2mm (Abel Simoes, 1955)
b. Analisa Kimia
Komposisi kimia yang terdapat dalam lempung menurut metode
LNEC (National Laboratory for Civil Engineering).
Tabel 2.9 Komposisi kimia yang terdapat di dalam lempung
Senyawa Jumlah (%)
Silika (SiO2) 61,43
Alumina (Al2O3) 18,99
Besi Oksida (Fe2O3) 1,22
Calcium Oksida (CaO) 0,84
Magnesium Oksida (MgO) 0,91
Sulfur Trioksida (SO3) 0,01
Potasium Oksida (K2O) 3,21
Sodium Oksida (Na2O) 0,15
H2O hilang pada suhu 105ºC 0,6
H2O hilang pada pembakaran diatas 105ºC 12,65 LNEC, 1973
c. Plastisitas
Clay (lempung) bila dicampur dengan air, memiliki plastisitas yang
tinggi dan sangat berguna dalam pemberian bentuk dan kekuatan selam a
proses pengeringan dan pembakaran (Fius dan Budiono, 2002).
Tanah liat mempunyai sifat-sifat fisis dan kimia yang penting untuk
pembuatan keramik Sifat-sifat itu adalah:
a. Sifat liat (plastis)
Tanah liat harus dapat dibentuk dengan mudah. Besar kecilnya partikel-
partikel (butir-butir) tanah dan juga zat-zat organis seperti akar tumbuh-
tumbuhan, sisa-sisa binatang kecil, zat-zat yang telah membusuk serta bakteri
lainnya yang ada dalam tanah liat tersebut sangat mempengaruhi sifat
plastisnya. Diantara tanah-tanah murni, tanah stoneware adalah tanah yang
paling mudah dikerjakan, meskipun ada juga tanah merah yang sifatnya sebaik
tanah stoneware. Sedang tanah kaolin untuk dibentuk terlalu “short” sifatnya,
yaitu mudah berubah bentuk (tidak kuat menahan beban berat badannya
sendiri).
b. Sifat porous
Tanah liat mengandung partikel-partikel pembentuk tanah yang terdiri dari
partikel halus dan partikel kasar. Perbandingan dan besar butir dalam tanah
sangat mempengaruhi sifat tanah tersebut. Tanah liat harus cukup porous,
agar:
a) Air plastis (air pembentuk: yaitu sejumlah air yang diberikan pada tanah
liat untuk dapat dibentuk) menguap dengan mudah pada waktu
dikeringkan. Pada saat ini akan terjadi penyusutan karena hilangnya air
pembentuk tadi. Penyusutan ini biasa disebut susut kering yaitu susut pada
waktu pengeringan. Besarnya angka penyusutan dari bermacam-macam
tanah liat berbeda-beda tergantung dari kehalusan butirannya. Semakin
halus butirannya makin banyak air pembentuk yang dibutuhkan, dan
makin besar pula angka penyusutannya.
b) Air yang terikat secara kimia (air kimia: yaitu air yang terkandung didalam
tanah liat itu sendiri secara alami) dengan mudah dapat dikeluarkan pada
waktu permulaan pembakaran sehingga terhindar dari letusan uap dan
retak-retak.
c) Bermacam gas yang disebabkan oleh pembakaran zat-zat organic yang ada
dalam tanahnya dapat keluar. Pada saat ini akan terjadi lagi penyusutan
yang disebut susut baker:makin halus butir-butir tanahnya makin besar
pula susut bakarnya.
c. Sifat menggelas
Tanah liat juga mengandung mineral-mineral lain yang dapat bertindak
sebagai bahan pembentuk bahan gelas waktu dibakar. Tanah liat harus
menjadi padat, keras, dan kuat (menggelas) pada suhu yang diperlukan untuk
pembuatan keramik. Sebenarnya penggelasan adalah suatu proses pencarian
bagian-bagian tertentu dari tanah liat mulai mencair menjadi gelas.
d. Sifat pada pembakaran
Tanah liat mengandung senyawa-senyawa besi yang memberikan warna
merah setelah dibakar. Yang akan dibicarakan disini adalah warna yang
timbul setelah bahan tanah liat itu dibakar, misalnya:
a) Kaolin dengan kandungan oksida besi sebanyak 0,5% memberi hasil bakar
dengan warna yang sangat putih.
b) Kaolin endapan dengan kandungan besinya sebanyak 0,7% akan berwarna
sedikit krem setelah dibakar.
c) Ballclay dengan kandungan besinya sekitar 1% hasil bakarnya berwarna
krem.
d) Tanah stoneware dengan kandungan besinya sekitar 2,5% warna bakarnya
kelabu.
e) Tanah bata merah dengan kandungan besinya sekitar 7,5% warna
bakarnya merah (Astuti, 1997).
Di Indonesia lempung sudah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku
bata merah, genteng, bodi keramik, gerabah, dan dalam skala yang lebih besar
sebagai bahan baku semen. Tanah liat yang akan dimanfaatkan sebaiknya diteliti
sebelumnya, terutama untuk mengetahui sifat keramiknya, bahan galian ini dapat
menghasilkan produk yang bernilai tinggi , seperti ubin dan keramik sanitari
(Adhi, dkk, 2004).
Termasuk dalam klasifikasi lempung untuk bahan keramik, adalah ball
clay, yaitu lempung yang terdiri dari 49-60% kaolinit, 18-33% ilit, 7-22% kuarsa
dan 1-4% material organic (karbon), plastisitas tinggi, kekuatan kering tinggi,
mengalami proses vtrifikasi yang panjang, dan berwarna terang jika dibakar. Bond
clay adalah ball clay yang spesifikasinya lebih rendah. Bond clay/ball clay berasal
dari endapan vulkanik klastik yang terperangkap dalam lingkungan lakustrin
(danau), sehingga sering berasosiasi dengan batu bara. Sumber daya total Bond
clay/ball clay yang diketahui di Indonesia hampir 180 juta ton tersebar di 12
lokasi di Provinsi Jambi, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur (Adhi, dkk, 2004).
2.7.2.1.2 Kaolin (2H2O Al2O3 2 SiO2)
Nama kaolin berasal dari bahasa China “kauling” yang berarti
“pegunungan tinggi”, yaitu nama gunung dekat Jauchau Fa, China, yang tanah
lempungnya telah diambil sejak beberapa abad yang lampau.
Kaolin termasuk dalam klasifikasi lempung/tanah liat, merupakan hasil
pelapukan batuan granitik ataupun karena ubahan hidrotermal, yang terdiri dari
mineral kaolinit dan monmorilonit, serta mineral lain sebagai pengotor.
Sebenarnya kaolin adalah tanah liat yang mengandung mineral kaolinit sebagai
bagian yang terbesar dan termasuk jenis tanah liat primer. Kaolin merupakan
masa batuan yang tersusun dari material
lempung dengan kandungan besi yang rendah,
dan pada umumnya berwarna putih atau agak
keputihan. Kaolin mempunyai komposisi
hidrous alumunium silikat (2H2O Al2O3 2
SiO2), dengan disertai beberapa material
penyerta. Dua proses geologi pembentukan
kaolin (kaolinisasi) adalah proses pelapukan
Gambar 2.5 Kaolin
dan proses hydrothermal alterasi pada batuan beku feldspartik, mineral-mineral
potas alumunium silika dan feldspar diubah menjadi kaolin.
Proses kaolinisasi berada dalam kondisi tertentu, sehingga elemen-
elemen selain silica, alumunium, oksigen, dan hydrogen akan mengalami
perpindahan. Gambaran proses ini seperti dalam persamaan berikut:
2KAlSi3O8 + 2H2O → Al2 (OH)4(Si2O5) + K2O + 4SiO2 ……(8)
Feldspar Kaolinit
Endapan kaolin ada dua macam, yaitu endapan residual dan endapan
sedimentasi. Di Indonesia endapan kaolin yang besar, yaitu endapan residual dari
hasil alterasi batuan granit. Endapan ini terdapat di Pulau Bangka dan Belitung.
Mineral yang termasuk dalam kelompok kaolin adalah kaolinit, nakrit,
dikrit dan halloysit, dengan kaolinit sebagai mineral utamanya. Halloysit
(Al2(OH)4 SiO5 2H2O) mempunyai kandungan air lebih besar, dan sering kali
membentuk endapan tersendiri. Dalam endapan kaolin yang ekonomis tidak
diketemukan mineral seperti nakrit dan dikrit (Suhala dan Arifin, 1997). Adapun
sifat-sifat fisik mineral kaolinit antara lain:
a. berwarna putih dan agak keputihan karena kandungan besinya paling
rendah.
b. Bernutir kasar
c. kekerasan 2 – 2,5 skala Mohs
d. berat jenis 2,60 – 2,63 gr/ml
e. rapuh dan tidak plastis jika dibandingkan dengan tanah liat sekunder,
karena itu sulit untuk dibentuk,
f. mempunyai daya hantar panas dan listrik yang rendah
g. pH bervariasi (Suhala dan Arifin, 1997; Astuti, 1997).
Karena jenis kaolin tidaklah sangat plastis, maka taraf penyusutan dan
kekuatan keringnya pun lebih rendah dan sangat tahan api, maka tanah ini tidak
dapat dipakai begitu saja untuk membuat barang-barang keramik, melainkan harus
dicampur dahulu dengan bahan-bahan lainnya. Ball clay ditambahkan untuk
menambah keplastisan dan bahan pelebur ditambahkan untuk mengurangi
”ketahanan api” kaolin, karena bakaran kaolin sangat kuat; titik lelehnya sampai
18000C (Astuti, 1997).
Kaolin banyak digunakan dalam berbagai industri, baik sebagai bahan
baku utama maupun bahan bantu. Hal ini karena adanya sifat – sifat kaolin seperti
kehalusan, kekuatan, warna, daya hantar listrik dan panas yang rendah, serta sifat–
sifat lainnya (Suhala dan Arifin, 1997). Mutu kaolin ditunjukkan oleh kemurnian
kimianya, kecerahan warnanya, serta bentuk dan ukuran kristalnya (Adhi, dkk,
2004). Bahan ini dipakai dalam:
a) Keramik halus (gerabah putih atau white-erathenware) dan porcelein, baik
sebagai salah satu komponen dalam badan maupun glasir.
b) Barang-barang tahan api dalam bata-bata kaolin.
c) Bahan-bahan bangunan keramik seperti tegel dalam gerabah atau
porcelain.
d) Sedikit-sedikit dalam email (Astuti, 1997).
Dalam industri kaolin dapat berfungsi sebagai pelapis (coater), pengisi
(filler), barang-barang tahan api, isolator. Penggunaan kaolin yang utama adalah
dalam industri – industri kertas, keramik, cat, sabun, karet/ban, dan pestisida.
Sedang penggunaan yang lainnya adalah dalam industri-industri kosmetik farmasi
(obat-obatan), fertilizer, absorbent, pasta gigi, industri logam, serta barang-barang
untuk bangunan, dan sebagainya.
Dalam industri keramik, kaolin merupakan salah satu bahan baku utama.
Pemakaian kaolin dalam industri keramik dan porselen berkisar antara 15-40%.
Dalam industri keramik, kaolin antara lain digunakan untuk membuat white ware
(barang-barang yang berwarna putih, termasuk porselen), ubin dinding, insulator
(alat penyekat), refraktori, face brick. Klasifikasinya adalah:
a. Kelas porselen,
b. Kelas Saniter,
c. Kelas gerabah halus padat (stone-ware),
d. Kelas gerabah halus tidak padat (earth-ware).
Tabel 2.10 Spesifikasi Kaolin untuk Keramik
Spesifikasinya (%)
Gerabah
Analisis
Porselen Saniter
Halus Kasar
Kimia
Fe2O3 <0,4 <0,7 <0,8 1,0
TiO2 <0,3 <0,7 - -
CaO <0,8 <0,8 <0,8 0,8
SO3 <0,3 <0,2 <0,4 0,4
Fisika
Besar butir <2
micron
>80,0 >80,0 >80,0 >80,0
Brightness >90,0 >90,0 >80,0 >80,0
Kadar air <5,0 <5,0 <7,0 <7,0 Sumber: Standar Industri Indonesia, Departemen Perindustrian
Di Indonesia, kaolin ditemukan di 82 lokasi diantaranya terdapat di
beberapa tempat seperti di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera, Bangka, Belitung,
Kalimantan dengan total sumber daya 611,2 juta ton. Sumber daya terbanyak
tercatat di Provinsi Bengkulu (Suhala dan Arifin, 1997).
2.7.2.1.3 Feldspar (KNaO.Al2O3.6SiO2)
Feldspar adalah nama kelompok mineral yang terdiri atas potassium,
sodium, dan kalsium alumino silikat. Pada umumnya kelompok mineral ini
terbentuk oleh proses pneumatolistis dan hidro thermal. Feldspar ditemukan pada
batuan beku, batuan erupsi, dan metamorfosa, baik yang bersifat asam maupun
basa. Berdasarkan keterdapatannya endapan feldspar dapat dikelompokkan
menjadi 3 yaitu:
a. Feldspar primer
Feldspar yang terdapat dalam batuan granitis.
b. Feldspar diagenetik
Feldspar yang terdapat dalam batuan sediment piroklastik.
c. Feldspar alluvial
Feldspar yang terdapat dalam batuan yang telah mengalami metamorfosa.
Dari seluruh jenis feldspar diatas yang dikenal memiliki nilai ekonomis
adalah feldspar yang berasal dari batuan asam. Feldspar adalah mineral alumina
anhidrat silikat yang berasosiasi dengan unsur kalium (K), natrium (Na), dan
kalsium (Ca) dalam perbandingan yang beragam. Berdasarkan kandungan unsur-
unsur tersebut secara mineralogy feldspar dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok mineral, yaitu:
a) Alkali feldspar
Kelompok alkali feldspar adalah sanidin sebagai kalium-natrium feldspar
dan ortoklas sebagai natrium-kalium feldspar. Sedangkan ortoklas dan
mikrolin keduanya termasuki sanidin, namun masing-masing memiliki system
kristal monoklin, dan mikrolin memiliki system kristral triklin.
b) Plagioklas
Kelompok feldspar plagioklas terklasifikasikan mulai dari albit (natrium
feldspar) dengan komposisi Na : Ca sekitar 9 : 1 hingga anortit (kalsium
feldspar) dengan komposisi Na : Ca sekitar 1 : 9. Sebaliknya kombinasi
unsure-unsur K dengan Ca tidak pernah terjadi.
Seluruh jenis feldspar umumnya mempunyai sifat fisik yang hampir sama,
yaitu nilai kekerasan sekitar 5-6,5 skala Mohs dan berat jenisnya sekitar 2,4-2,8
gram/ml, sedangkan warna bervariasi mulai dari putih keabu-abuan, merah jambu,
coklat, kuning, dan hijau.
Berdasarkan komposisi kimia, feldspar mempunyai rumus umum MZ4O8.
M adalah kation K+, Na+ atau Ca2+, kadang-kadang ada juga Ba2+ dan NH4+.
Komponen Z adalah kation-kation Al3+ dan Si4+, tetapi sebagian digantikan oleh
Fe3+.
Tabel 2.11 Komposisi Kimia dan Sifat Fisik Feldspar
Komposisi Kimia Teoritis Feldspar Rumus
K2O Na2O CaO Al2O3 SiO2
Berat
Jenis
Kekerasan
Ortoklas K2O.Al2O3.6SiO2 16,9 - - 18,4 64,7 2,24-2,66 6,0
Albit Na2O.Al2O8. 6SiO2 - 11,8 - 19,4 68,8 2,50-2,70 6,0-6,5
Anortit CaO.Al2O8. 6SiO2 - - 20,1 36,62 43,28 2,60-2,80 6,0-6,5
Pada umumnya pengolahan feldspar adalah menghilangkan atau
menurunkan kadar material pengotor, seperti: besi, biotite, tourmaline,
mica/muscovite dan kuarsa. Apabila kadar unsure Fe2O3 terlalu tinggi, maka akan
mengakibatkan perubahan warna pada proses pembuatan badan keramik. Sebagai
contoh, untuk pembuatan badan porselen yang baik, apabila kadar Fe2O3
maksimum adalah 0,50%. Mutu feldspar
ditentukan oleh kandungan oksida kimia K2O dan
Na2O yang relative tinggi (diatas 6%). Oksida
Fe2O3 dan TiO2.
Feldspar digunakan di berbagai industri,
banyak diperlukan sebagai bahan pelebur atau
pelekat pada suhu tinggi dalam pembuatan
keramik halus seperti barang pecah belah, saniter,
isolator, dan juga digunakan dalam industri
gelas/kaca. Pada industri keramik dan porselen sebagian besar feldspar sebagai
bahan body material (Suhala dan Arifin, 1997).
Feldspar adalah suatu kelompok mineral yang dapat memberikan sampai
25% flux (pelebur) kepada badan keramik. Bila mase/badan keramik dibakar,
feldspatnya meleleh (melebur) dan membentuk leburan gelas yang menyebabkan
partikel tanah dan bahan lainnya melekat satu dengan lainnya. Bila bahan
semacam gelas ini membeku, bahan ini memberikan kekuatan dan kekukuhan
pada badan. Ini jelas sekali pada mase/badan porcelain, yang kelihatan seperti
gelas karena banyak mengandung feldspat (Astuti, 1997).
Gambar 2.6 Feldspar
Jenis feldspar yang digunakan dalam industri keramik adalah
orthoklas/mikrolin dan albit/plagioklas asam (natrium feldspar). Feldspar dalam
bentuk plagioklas basa dengan kadar kalium tinggi tidak dipakai (Suhala dan
Arifin, 1997).
Persyaratan feldspar untuk industri keramik berdasarakan Standar
Nasional Indonesia (SNI) adalah:
a. Feldspar untuk pembuatan badan keramik halus
Tabel 2.12 SNI No. 1145 - 1984
Feldspar untuk badan keramik Oksida
Porselen
(%)
Saniter
(%)
Gerabah Halus Padat
(Stone-ware)
(%)
K2 + Na2O 6,0 – 15,0 6,0 – 15,0 6,0 – 15,0
Fe2O3 + maks 0,5 0,7 0,8
TiO2 + maks 0,3 0,7 -
CaO + maks 0,5 0,.5 1,0
b. Feldspar untuk pembuatan glasir
Tabel 2.13 SNI No. 1275 – 1985
Kelas Na2O (%)
1 2,00 – 2,99
2 3,00 – 3,99
3 4,00 – 4,99
4 5,00 – 5,99
5 6,00 – 6,99
Feldspar sangat berguna oleh karena banyak mengandung soda dan potash,
dan tidak larut dalam air, sedang soda ash larut dalam air. Paling sedikit ada 12
macam type feldspat. Yang paling umum adalah : potash feldspat (orthoclase),
soda feldspat (albite), dan lime feldspat (anorthite). Masing-masing mengandung
alumina, silica dan flux. Komposisinya juga bermacam-macam, yang banyak
mengandung kalium (K2O) dipakai untuk pembuatan mase keramik. Sedangkan
yang banyak mengandung natrium (Na2O) dipakai pada pembuatan gelasir.
Glasir-glasir feldspat cendrung menghasilkan efek putih susu (milky), karena
adanya gelembung-gelembung sangat halus pada badan gelasir.
Feldspar mengandung semua bahan-bahan penting untuk membuat gelasir
pada suhu tinggi, tetapi agar lebih memuaskan diperlukan tambahan flint, whiting
atau kaolin. Bahan ini banyak dipakai dalam keramik halus (untuk badan dan
gelasir), gelas, email.
2.7.2.1.4 Chamotte atau Grog
Meski chamotte bukan tanah liat, namun perlu dimasukkan disini,
karena bahan ini juga dipergunakan untuk pembuatan badan keramik. Bahan ini
dibuat dari bata-bata api atau kepingan-kepingan keramik yang telah dibakar
pertama (biscuit) dan menjadi keras, kemudian ditumbuk menjadi tepung. Karena
samot telah dibakar keras, bahan ini ditambahkan pada tanah liat dengan cara
menguletnya untuk mengurangi penyusutan yang terjadi selama pembakaran dan
bahan ini juga sering dipergunakan bila membuat karya berukuran besar atau
badan berat.
Dengan mengurangi susut, chamotte melindungi benda-benda terhadap
perubahan bentuk, yang biasanya disebabkan oleh penyusutan yang tiba-tiba.
Karena partikel chamotte yang lebih besar dari tanah liat, maka badan menjadi
lebih porous, yang memungkinkan cairan dengan mudah terhisap kepermukaan
benda selama pengeringan dan permulaan pembakaran, ini memungkinkan
penguapan lebih lambat dan mengurangi
kesempatan benda pecah/meledak selama
pembakaran. Juga karena bahan ini tidak
plastis, penambahannya pada tanah liat yang
sangat plastis dapat mencegah retak selama
pengeringan atau pembakaran. Selama badan
yang mengandung chamotte tahan terhadap
perubahan suhu yang mendadak, bendanya Gambar 2.7 Samot
tidak cenderung pecah bila diambil dari tungku pada waktu masih panas.
Chamotte juga membantu menghasilkan tekstur halus/kasar, sederhana,
permukaan yang tanpa polish. (Astuti, 1997).
2.7.2.2 Pengolahan Bahan
Bahan pembuatan keramik harus diolah terlebih dahulu sebelum bahan
siap di bentuk, karena hampir semua bahan alam murni mengandung banyak grit
(bahan kasar dan bahan halus). Pemisahan dapat dilakukan dengan cara manual
secara mekanis. Bahan-bahan keramik alam dihancurkan, disaring dan diambil
diameter bahan yang dikehendaki. Penyaringan dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu:
a. Basah
Bila bahan mengandung butiran yang kasar dan keras maka diperlukan alat
penghancur atau penggiling dan ayakan untuk memisahkan butiran-butiran
kasar dengan butiran yang halus.
b. Kering
Pemisahan dilakukan dengan banyak air. Bahan diberi air kemudian
dicampur dalam bak pengaduk, kemudian disaring. Butiran yang halus
akan terendapkan sedang yang kasar akan tertinggal. Jika bahan akan
digunakan maka harus dikeringkan terlebih dahulu.
2.7.2.3 Pembentukan
Teknik-telnik pembentukan yang biasa dilakukan untuk pembuatan benda-
benda keramik bermacam-macam, diantaranya:
1) Jika bahan keramik plastis
a. Dibentuk dengan tangan
Untuk mengerjakan/membentuk dengan tangan tanah harus sedang
plastisnya, tidak terlalu encer atau terlalu kering. Ada beberapa cara,
yaitu dipijit, dipilin, dilempeng (slab).
b. Dibentuk dengan putaran
Pembentukan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pembentukan
dengan putaran tangan atau kaki (contoh: pembuatan silinder, vas,
cangkir, dan sebagainya), dan pembentukan dengan mesin jigger
(contoh: perkakas pecah belah, dan sebagainya.
c. Dibentuk dengan ditekan (pres)
Bahan yang digunakan harus lebih keras, benda dibuat dengan ditekan
melalui gosong-gosong/cetakan-cetakan dari baja, setelah itu potong
menurut panjang yang dikehendaki. Contoh: bata penyalur air, genting
atap, dan sebagainya.
d. Dibentuk dengan dicetak
a) Dicetak tekan dengan tangan
Bahan harus lumat/halus, benda-benda dibuat dengan menekan
pada cetakan gips dengan tangan. Contoh: pegangan cangkir/poci,
jubin hias, dan sebagainya.
b) Dicetak tekan dengan mesin
Bahan harus sedang kerasnya, benda-benda dibuat dengan
menekan pada cetakan gips dengan mesin. Contoh: jubin, piring,
dan sebagainya.
2) Jika bahan berupa larutan
Pembentukan dilakukan untuk membuat benda keramik yang banyak dan
sama. Pembentukan dilakukan dengan gips. Contoh: gelas, vas, keramik
saniter, dan lain-lain.
3) Jika bahan berupa tepung
Bahan berupa tepung dan hanya mengandung cairan 10-20% saja, cukup
untuk menjadi padat dengan tekanan. Ini adalah yang disebut tekanan (dry
pressing). Benda-benda keramik dibentuk dengan cetakan dengan
menggunakan tekanan yang keras sekali. Contoh: jubin dinding, jubin
lantai, dan lain-lain.
4) Jika bahan dalam keadaan kering dan padat
Bahan yang digunakan berupa gumpalan dalam keadaan kering. Cara
membuatnya dengan diputar atau dibubut. Contoh: isolator listrik, patung-
patung, dan sebagainya.
2.7.2.4 Pengeringan
Benda-benda yang akan dibakar harus dikeringkan terlebih dahulu, karena
jika masih sedikit basah mungkin akan terjadi ledakan uap air waktu dibakar.
Mengeringkan benda keramik berarti menghilangkan apa yang disebut air
plastisnya saja, sedang air yang terikat dalam molekul tanah liat (air kimia) hanya
bisa dihilangkan melalui pembakaran.
Proses pengeringan biasa diikuti dengan proses penyusutan. Penyusutan
disebabkan Karena kehilangan kandungan airnya setelah proses pengeringan
berakhir karena itu bentuk bendanya akan menjadi lebih kecil dari ukuran semula.
Pengeringan bertujuan memberikan kekuatan kepada barang-barang
mentah sehingga dapat disusun didalam tungku, dan menghilangkan air yang
berlebihan, yang menimbulkan kesukaran-kesukaran dalam proses pembakaran.
Kerusakan yang dapat terjadi antara lain peribahan bentuk dan retak-retak.
Beberapa cara pengeringan yang dapat dilakukan antara lain diangin-
anginkan, dipanaskan dalam alat khusus dan membungkus benda dengan kain
yang agak basah (Astuti, 1997). Pada pembuatan keramik dengan teknologi maju
proses pengeringan dilakukan langsung dengan proses pembakaran. Beberapa
cara pengeringan yang baik antara lain adalah:
a. Diangin-anginkan
Cara ini dilakukan diudara terbuka, tidak tersampai terkena sinar matahari
langsung kecuali kalau sudah hampir kering benar; baik juga ditempatkan
pada rak-rak pengering didalam suatu ruangan yang menggunakan atap
transparan yang tembus sinar dari luar sehingga tidak perlu menjemur.
b. Dipanaskan
Benda-benda dimasukkan kedalam lemari yang dipanasi sehingga lembab dari
greenware (benda keramik yang belum dibakar) lentap sama sekali. Lemari
tersebut harus berlubang dari bawah untuk melenyapkan uap air dan
berlubang pula diatasnya untuk melenyapkan udara keluar.
c. Membungkus bagian-bagian benda dengan lap yang agak basah terutama bila
benda mempunyai bagian-bagian yang tebal dan bagian-bagian yang tipis.
Pada bagian bawah dari benda diberi kayu-kayu penyangga agar supaya aliran
udara dari bawah dapat mengeringkan bagian bawah benda tersebut.
2.7.2.5 Pembakaran
Proses pembakaran bahan keramik sering juga disebut sintering processes.
Suhu yang dipakai dalam pembakaran sangat tergantung dari metode, bahan yang
akan dibakar dan benda hasil bakar. Sebagai contoh untuk jenis keramik
stoneware digunakan suhu 1200-1300ºC (Astuti, 1997). Membakar keramik dapat
dibagi kedalam golongan sebagai berikut:
a. Pembakaran biscuit
Barang keramik dibakar pertama kali dengan suhu baker dibawah 1000ºC,
dimana barang tersebut menjadi kuat, tidak hancur oleh air dan juga dapat
menghasilkan warna.
b. Pembakaran glasir
Barang keramik bakar biscuit yang dilapisi dengan bahan gelasir untuk
mematangkan bahan gelasirnya dibakar pada suhu 980ºC sampai diatas
1250ºC sesuai bahan gelasir yang dipakai.
c. Pembakaran untuk overglaze decoration, dibutuhkan suhu bakar antara
700-9000C.
Keramik telah dibakar gelasir, kemudian bahan overglaze diterapkan pada
keramik, lalu dibakar dengan suhu rendah. Tahap dalam pembakaran dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap penghilangan uap
Suhu pembakaran pada tahap ini berlangsung dari awal sampai sekitar
5000C. Disebut tahap penghilangan uap air karena pada saat air yang
terikat pada molekul tanah liat (air kimia) menguap, selain dari pada itu
juga unsur karbon dan unsur organis dibakar habis.
b. Tahap penggelasan
Suhu penggelasan dimulai dari suhu 5000C sampai tercapai taraf
penggelasan pada suhu sekitar 8000C.
c. Tahap pendinginan
Jika suhu baker telah tercapai dan benda telah matang, maka suluh
pembakar harus dipadamkan dan tungku dibiarkan menjadi dingin (Astuti,
1997).
2.8 Karakteristik Fisik Keramik (Keausan)
Aus dapat didefinisikan sebagai terlepasnya suatu material dari permukaan
padat akibat interaksi mekanis. Secara tradisional keausan dapat dibagi menjadi
beberapa yaitu:
a. Gesek
Keausan gesek terjadi jika dua permukaan rata saling berkontak dengan
pembebanan normal tertentu dan kedua permukaan tersebut bergerak
relatif sama.
b. Abrasi
Keausan abrasi terjadi akibat adanya kontak dan gerak relatif antara
partikel abrasif dengan permukaan lain yang lebih rata.
c. Erosi
Uji keausan merupakan suatu uji karakteristik fisik yang digunakan untuk
mengetahui seberapa besar tingkat keausan benda (permukaan benda) terhadap
gesekan atau goresan. Uji keausan dilakukan dengan cara menghitung lebar
keausan dari sampel benda uji setelah diauskan selama 10 detik. Untuk pengujian
keausan dilakukan dengan menggunakan alat uji OGOSHI HIHG SPEED
UNIVERSAL WEAR TESTING MACHINE (Type OAT-U). Keutamaan dari alat ini
diantaranya :
a. Lama waktu abrasi dapat ditentukan dan daya tahan aus permukaan benda
uji dengan berbagai variasi bahan dapat dengan mudah terdeteksi.
b. Pengujian dilakukan dengan mudah dan cepat.
c. Benda uji tidak harus berukuran besar.
d. Perubahan tekanan, kecepatan, dan jarak penggosok dapat dibuat dengan
mudah dengan jarak yang lebih lebar.
e. Berbagai macam bahan-bahan industri (karbon, baja, harden steel, cast
steel, super-hard alloys, tembaga, kuningan, synthetic resins, nylon, dan
lain-lain) dapat diuji.
Adapun spesifikasi dari alat uji OGOSHI HIHG SPEED UNIVERSAL
WEAR TESTING MACHINE (Type OAT-U) yaitu :
Contact pressure 30 – 400 kg/cm2 (5 steps)
Abrasion speed 0,05 – 4,0 m/sec (22 steps)
Abrasion distance 60 – 600 m (5 steps)
Maximum load 180 19 kg
Gross weight 200 kg
Power required 1 HP
Dimensions 840 mm (width) x 1090 mm (height) x 580 mm
(depth)
2.9 Lindi/Leachate
Lindi/leachate adalah cairan yang keluar dari suatu cairan yang
terkontaminasi oleh zat-zat pencemar yang ditimbulkan dari limbah yang
mengalami proses pembusukan. Menurut EPA leachate adalah suatu cairan yang
mencakup semua komponen di dalamnya yang terkurung di dalam cairan tersebut
sehingga cairan tersebut tersaring dari limbah yang berbahaya.
Uji kimia fisik dengan pelindian atau ekstraksi pada umumnya digunakan
untuk menilai kinerja proses stabilisasi dan solidifikasi limbah yang akan
dilandfilling, dikenal sebagai uji pelindian atau leaching test. Terdapat beragam
uji pelindian yang ditunjukkan pada tabel 2.14.
Tabel 2.14 Metode Tes Lindi
No Leaching Test Methods
1 Paint Filter Test
2 Liquids Release Test
3 Extraction Procedure Toxicity Characteristic (EPTox)
4 Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)
5 Modified Uniform Leach Procedure (ANS 16.1)
6 Maximum Possible Concentration Test
7 Equilibrium Leach Test
8 Dynamic Leach Test
9 Sequential Leach Test
10 Multiple Extraction Procedure
2.9.1 Extraction Procedure Toxicity Test
Dalam banyak kasus, pengurangan berbagai zat pencemar dapat berpindah
kedalam lingkungan dan hal itu merupakan alasan utama untuk menggunakan
stabilisasi/solidifikasi sebagai teknik pengolahan limbah berbahaya. Ketika terjadi
infiltrasi pada limbah stabilisasi, kontaminan berpindah dari massa padat ke dalam
air (medium transfer) dan menuju ke dalam lingkungan.
Tes leachate tertera pada tabel 2.14 Istilah extraction dan leaching adalah
proses dimana zat tercemar ditransfer dari matriks padatan menjadi leachant.
Dalam hal ini kemampuan suatu material yang telah distabilkan untuk melepaskan
zat pencemar disebut leachability.
Untuk menentukan lindi/leachate yang keluar dari padatan yang telah
distabilkan digunakan metode Toxicity Characteristic Leaching Procedure
(TCLP) adalah salah satu evaluasi toksisitas limbah untuk bahan-bahan yang
dianggap berbahaya dan beracun dengan penekanan pada nilai leachate
(Buckingham. L; C. Evans; D. La Grega, 1994).
2.9.2 Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)
Menurut PP18/99 jo PP85/99, penentuan sebuah limbah disebut Beracun
(Toxic) melalui uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP). TCLP
merupakan uji pelindian yang berlaku secara federal di amerika Serikat, sesuai
dengan RCRA yang mengatur tentang Hazardous Waste Management. Beberapa
Negara telah mengadopsi TCLP ini, namun tetap mengacu pada baku mutu yang
digunakan di USA (Damanhari, 2000).
Disamping digunakan sebagai penentuan salah satu sifat “berbahaya” dari
sebuah limbah, uji TCLP diterapkan pula dalam evaluasi produk pretreatment
limbah sebelum di landfilling, yaitu dalam proses solidifikasi/stabilisasi (S/S)
(LIPI, 2006). Di Amerika Serikat, limbah yang berkategori berbahaya, tidak
diperkenankan dimasukkan kedalam landfill dalam kondisi cair. Limbah tersebut
terlebih dahulu harus berada dalam kondisi matrik padat, yaitu melalui proses S/S.
Salah satu uji karakter hasil S/S yang digunakan adalah uji TCLP. Konsep ini juga
diadopsi oleh Indonesia melalui Kep Bapedal 03/Bapedal/09/85 (Damanhari,
2000).
TCLP digunakan pada tanggal 7 November tahun 1986, oleh U.S. EPA
dibawah Amandemen Limbah Padat dan Berbahaya pada tahun 1984. Test ini,
suatu penngatur, dipakai sebagai pengganti untuk EP Toxicity Test untuk
menjelaskan pengolahan partikel limbah dengan menggunakan standar
pengolahan aplikasi dasar teknologi menjadi land disposed. TCLP juga secara
luas digunakan untuk mengevaluasi efektivitas stabilisasi/solidifikasi. Dalam
metode ini, material yang distabilkan dihancurkan untuk suatu partikel butir
dengan ukuran 9,5 millimeter. Material yang dihancurkan bercampur dengan
acetid acid extraction liquid, dan diaduk dalam rotary extractor selama 18 jam
pada 30 RPM dan 22 rpm. Setelah 18 jam, sampel disaring melalui 0,6-0,8
micrometer glass fiber filter dan air saringan sebagai TCLP extract. TCLP extract
dianalisa untuk mengetahui kontaminan pencemar yang mencakup volatile dan
semi-volatile organics, metals, dan pesticides . (Buckingham. L; C. Evans; D. La
Grega, 1994).
Uji EP Tox dan uji TCLP merupakan uji yang paling sering digunakan di
Amerika Serikat. Spesifikasi kedua uji tersebut tercantum dalam tabel dibawah
ini:
Tabel 2.15 Spesifikasi TCLP dengan EP Tox
Parameter eksperimental TCLP EP Tox
Perlakuan limbah Dihaluskan Dihaluskan dan juga
monolitic
Ukuran filter (µm) 0,6 - 0,8 glass fiber 0,45
Tekanan filtrasi (psi) 50 75
Larutan pelindi As.Asetat 0,1N – diawal
dengan pH 2,9 atau 4,9
As.Asetat 0,5N pH
dipertahankan 5
Periode ekstraksi (jam) 18 24
Rasio pelindi : padatan 20 : 1 16 : 1
Pengaduk Jenis end – over – end
pada 30 rpm
Pengaduk biasa
Kualitas control 1 blanko setiap 10
ekstraksi dan setiap
batch baru
1 blanko setiap batch
Wadah ekstraksi ZHE untuk volatile
Botol untuk non volatil
Tidak dispesifikasi
khusus
Maks ukuran partikel 9,5 mm 9,5mm Sumber : Teori TCLP untuk limbah B3 serta prosedur ujinya, Dr. Enri Damanhari, 2000
2.10 Uji Ph / Derajat Keasaman
pH atau derajat ��Hkeasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman
atau ke��Hbasaan yang dimiliki oleh suatu ��Hlarutan. Yang dimaksudkan "keasaman" di
sini adalah konsentrasi ��Hion ��Hhidrogen (H+) dalam pelarut ��Hair. Nilai pH berkisar dari
0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH=7. Nilai
pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH<7
menunjukan keasaman. Nama pH berasal dari potential of hydrogen.
Nilai pH 7 dikatakan netral karena pada air murni ion H+ terlarut dan ion
OH- terlarut (sebagai tanda kebasaan) berada pada jumlah yang sama, yaitu 10-7
pada kesetimbangan
..................................... (9)
Penambahan senyawa ion H+ terlarut dari suatu asam akan mendesak
kesetimbangan ke kiri (ion OH- akan diikat oleh H+ membentuk air). Akibatnya
terjadi kelebihan ion hidrogen dan meningkatkan konsentrasinya. Umumnya
��Hindikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi
merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah. Selain
mengunakan kertas ��Hlakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter
yang bekerja berdasarkan prinsip ��Helektrolit / ��Hkonduktivitas suatu larutan
(��HAnonim, 2007)(1).
Banyak garam bereaksi dengan air dalam suatu proses yang dinamakan
hirolisis. Dari sifat kation dan anion yang ada dalam garam dapat diprediksi pH
larutan yang dihasilkan. Kebanyakan oksida juga bereaksi dengan air
menghasilkan larutan asam atau basa.
2.10.1 Asam
Istilah "asam" merupakan terjemahan dari istilah yang digunakan untuk
hal yang sama dalam bahasa-bahasa Eropa seperti acid (bahasa Inggris), zuur
(bahasa Belanda), atau Säure (bahasa Jerman) yang secara harfiah berhubungan
dengan rasa masam. Dalam ��Hkimia, istilah asam memiliki arti yang lebih khusus.
Terdapat tiga definisi asam yang umum diterima dalam kimia, yaitu definisi
Arrhenius, Brønsted-Lowry, dan Lewis.
• Arrhenius: Menurut definisi ini, asam adalah suatu zat yang meningkatkan
konsentrasi ion hidronium (H3O+) ketika dilarutkan dalam air. Definisi
yang pertama kali dikemukakan oleh ��HSvante Arrhenius ini membatasi
asam dan basa untuk zat-zat yang dapat larut dalam air.
• Brønsted-Lowry: Menurut definisi ini, asam adalah pemberi proton kepada
basa. Asam dan basa bersangkutan disebut sebagai pasangan asam-basa
konjugat. ��HBrønsted dan ��HLowry secara terpisah mengemukakan definisi ini,
yang mencakup zat-zat yang tak larut dalam air (tidak seperti pada definisi
Arrhenius).
Walaupun bukan merupakan teori yang paling luas cakupannya, definisi
Brønsted-Lowry merupakan definisi yang paling umum digunakan. Dalam
definisi ini, keasaman suatu senyawa ditentukan oleh kestabilan ion hidronium
dan basa konjugat terlarutnya ketika senyawa tersebut telah memberi proton ke
dalam larutan tempat asam itu berada. Stabilitas basa konjugat yang lebih tinggi
menunjukkan keasaman senyawa bersangkutan yang lebih tinggi. Sistem
asam/basa berbeda dengan reaksi ��Hredoks; tak ada perubahan ��Hbilangan oksidasi
dalam reaksi asam-basa. Secara umum, asam memiliki sifat sebagai berikut:
a. Rasa : masam ketika dilarutkan dalam air.
b. Sentuhan : asam terasa menyengat bila disentuh, terutama bila asamnya
asam kuat.
c. Kereaktifan : asam bereaksi hebat dengan kebanyakan ��Hlogam, yaitu
korosif terhadap logam.
d. Hantaran listrik : asam, walaupun tidak selalu ��Hionik, merupakan ��Helektrolit.
Selain sifat–sifat umum diatas, asam juga memiliki sifat kimia. Sifat kimia
Asam :
Air bertindak sebagai asam Bronsted maupun sebagai basa Bronsted. Pada
suhu 250C, konsentrasi ion H+ dan ion OH- masing-masing 10-7 M. Skala pH
dibuat untuk menyatakan keasaman larutan- semakain kecil pH, semakin tinggi
konsentrasi H+ dan semakin tinggi keasaman.
Asam kuat mencakup asam ��Hhalida - HCl, HBr, dan HI. (Tetapi, asam
fluorida, HF, relatif lemah.) Asam-asam okso, yang umumnya mengandung atom
pusat ber-��Hbilangan oksidasi tinggi yang dikelilingi oksigen, juga cukup kuat;
mencakup HNO3, H2SO4, dan HClO4. Kebanyakan asam ��Horganik merupakan
asam lemah. Larutan asam lemah dan garam dari basa konjugatnya membentuk
��Hlarutan penyangga. Asam sulfat (H2SO4) disebut juga asam diprotik karena tiap
molekulnya dapat memberikan dua proton ini terjadi dalam dua tingkat yaitu
H2SO4 → H+ + HSO4- .......................................... (10)
HSO4- → H+ + SO4
2- ........... .............................. (11)
Asam diprotik bisa menghasilkan lebih dari satu ion hidrogen per molekul.
Asam terionisasi secara bertahap artinya protonnya lepas satu persatu. Pada
kenyataannya tidak ada asam yang terionisasi sempurna dalam air, tetapi pada
kesetimbangan dibawah ini molekul asam kuat terionisasi sempurna.
H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4- ........................ (12)
Asam memiliki berbagai kegunaan. Asam sering digunakan untuk
menghilangkan karat dari logam dalam proses yang disebut ��H"pengawetasaman"
(pickling). Asam dapat digunakan sebagai elektrolit di dalam ��Hbaterai ��Hsel basah,
seperti ��Hasam sulfat yang digunakan di dalam ��Hbaterai mobil. Pada tubuh manusia
dan berbagai hewan, ��Hasam klorida merupakan bagian dari ��Hasam lambung yang
disekresikan di dalam ��Hlambung untuk membantu memecah ��Hprotein dan
��Hpolisakarida maupun mengubah proenzim ��Hpepsinogen yang inaktif menjadi enzim
��Hpepsin. Asam juga digunakan sebagai ��Hkatalis; misalnya, pada asam sulfat sangat
banyak digunakan dalam proses ��Halkilasi pembuatan bensin pada industri minyak
dan gas (��HAnonim, 2007)(1) .
2.10.2 Basa
Definisi umum dari basa adalah ��Hsenyawa kimia yang menyerap ion
��Hhydronium ketika dilarutkan dalam ��Hair. Basa adalah lawan (��Hdual) dari ��Hasam, yaitu
ditujukan untuk unsur/senyawa kimia yang memiliki ��HpH lebih dari 7. Kostik
merupakan istilah yang digunakan untuk basa kuat, jadi kita menggunakan nama
kostik soda untuk natrium hidroksida (NaOH) dan kostik postas untuk kalium
hidroksida (KOH). Basa dapat dibagi menjadi basa kuat dan basa lemah.
Kekuatan basa sangat tergantung pada kemampuan basa tersebut melepaskan ion-
ion OH dalam larutan dan konsentrasi larutan basa tersebut (��HAnonim, 2007)(1).
2.11 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori, maka dapat dibuat
hipotesis sebagai berikut:
a. Dengan pemanfaatan limbah activated alumina dan sand blasting untuk
pembuatan keramik diduga dapat mengimobilisasi logam-logam berat yang
terdapat pada limbah activated alumina dan sand blasting.
b. Dengan uji TCLP pada keramik yang dibentuk dari limbah activated
alumina dan sand blasting diduga dapat diperoleh konsentrasi unsur-unsur
logam berat limbah activated alumina dan sand blasting yang terlepas ke
lingkungan.
c. Melalui penelitian ini diharapkan dalam jangka pendek dan panjang limbah
activated alumina dan sand blasting dapat dimanfaatkan secara optimal pada
komposisi bahan penyusun keramik dalam industri keramik sehingga
keramik yang dibentuk dari limbah-limbah tersebut memiliki nilai keausan
yang rendah serta ramah lingkungan (eco-friendly) dan berkelanjutan
(sustainable/renewable) dengan harga ekonomis sehingga dapat
memberikan nilai tambah (added value) pada limbah-limbah tersebut dan
nilai ekonominya juga akan meningkat.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah pada skala laboratorium dengan tahapan-
tahapan seperti pada gambar 3.1.
Mulai Studi Pustaka danPenelitian awal
Tahap Pelaksanaan :- Penentuan Komposisi Sampel- Pembuatan Sampel/Pencetakan- Pengangkutan
Pengujian
- Uji Keausan- Uji TCLP- Uji pH Analisa
SampelKesimpulan
& Saran Selesai
Persiapan
PembuatanSampel
Persiapan Bahan,Alat, dan Lokasi
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah produksi keramik dengan nilai
keausan rendah dari bahan baku limbah activated alumina dan sand blasting.
Metode penelitiannya merujuk dan memodifikasi metode penelitian yang sudah
dilakukan Peneliti : Abdullah, 2005; Jumiati, 2005; Warsih, 2001; dan Hidayat,
2006.
3.
3.2 Waktu dan Tempat
Seluruh rangakaian proses penelitian mulai dari proses persiapan dan
sampling, tahapan dan proses penelitian di laboratorium, penyusunan laporan
akhir, dan seminar/publikasi penelitian dilakukan dalam kurun waktu 5 bulan.
Seluruh tahapan dan proses penelitian tersebut dilakukan secara sistematis dan
komperehensif sesuai dengan jadwal penelitian. Proses sampling bahan baku
berupa limbah activated alumina dan sand blasting dilakukan di PT. Pertamina UP
IV Cilacap. Adapun lokasi proses penelitian mulai dari preparasi peralatan,
perlakuan bahan baku, proses pembentukan/pembuatan keramik komposit, dan
pengujian serta analisis sampel dilakukan di :
a. Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas
Islam Indonesia.
b. Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia
c. Laboratorium Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Universitas Islam Indonesia.
d. Laboratorium Bahan Teknik, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Industri,
Universitas Gajah Mada.
e. Studio Keramik Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Seni dan Budaya (PPPPTK Seni dan Budaya)
Yogyakarta.
3.3 Bahan dan Alat
3.3.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
1) Bahan baku utama yang diperlukan dalam penelitian adalah limbah
activated alumina sebagai pengikat dan limbah sand blasting sebagai
filler diperoleh dari PT. Pertamina UP IV Cilacap.
2) Bahan dasar pembuatan keramik, yaitu :
a. Kaolin berasal dari Malang
b. Tanah liat berasal dari Sengkawang
c. Feldspar berasal dari Malang
d. Samot berasal dari PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta
Bahan diatas diperoleh dari studio keramik Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Seni dan Budaya
(PPPPTK Seni dan Budaya) Yogyakarta.
3) Bahan tambahan air dan glasir diperoleh dari air sumur studio keramik
PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta.
3.3.2 Alat
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Mesh screener
2) Neraca timbang
3) Gelas ukur
4) Cetakan
5) Furnace
6) Oven
7) Unit pengujian keausan (Mesin OGOSHI HIHG SPEED UNIVERSAL
WEAR TESTING MACHINE (Type OAT-U)
8) Unit pengujian TCLP
9) Alat ukur pH meter
10) AAS (Atomic Absoption Spectrofotometer)
3.4 Tahapan Penelitian
3.4.1 Analisa Karakteristik Bahan
1) Analisa Limbah activated alumina sand blasting
Pada limbah activated alumina dan sand blasting dilakukan
pemeriksaan terhadap karakteristik fisik dan kimia.
a. Karakteristik Fisik
a) Analisa Berat jenis (AASHTO T-84 - 74 / ASTM C - 128 – 68)
b) Analisa Berat isi padat
c) Analisa Berat isi gembur
d) Analisa Kadar air (AASHTO T-84 - 74 / ASTM C - 128 – 68)
e) Analisa saringan
b. Karakteristik Kimia
Analisa logam berat, yaitu : Cr, Pb, Zn, dan Cu.
2) Analisa bahan-bahan dasar pembuat keramik
Pada bahan-bahan dasar pembuat keramik, yaitu : kaolin, tanah liat,
samot dan feldspar tidak dilakukan analisa terhadap kandungan
senyawa Silika (SiO2), Alumina (Al2O3), Ferri Oksida (Fe2O3).
3) Dalam penelitian ini air yang digunakan tidak dianalisa. Air yang
digunakan sebagai bahan campuran keramik berasal dari sumur studio
keramik PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta.
3.4.2 Variabel Penelitian
1) Variabel Bebas :
a. Penambahan limbah activated alumina dan sand blasting sebesar
50%, 45%, dan 40% pada badan keramik.
b. Pembakaran pada suhu 9000C dan 12000C.
c. Unsur logam berat yang akan dianalisa melalui uji TCLP antara
lain: Cr, Cu, Zn, Pb.
2) Variabel Terikat :
Analisa keausan, pH, dan logam berat dengan metode TCLP.
3.4.3 Pembuatan Sampel
Benda uji yang akan dibuat dan digunakan adalah keramik dengan jenis
keramik batu (Stoneware).
3.4.3. Penentuan Komposisi Sampel
Pada penelitian ini, masing-masing variasi percobaan dibuat 15 sampel
keramik dengan komposisi limbah activated alumina, sand blasting, dan bahan-
bahan pembuat keramik berbeda.
Tabel 3.1 Komposisi Bahan Pembuat Keramik
Komposisi Bahan Pembuat Keramik (%)
No Kode
Sampel Kaolin Samot Tanah
liat Feldspar
Sand
BlastingAlumina
Jumlah
Sampel
1 1 H 0 0 30 20 15 35 15
2 2 H 5 0 30 20 15 30 15
3 3 H 10 0 30 20 15 25 15
4 4 H 35 15 30 20 0 0 15
3.4.4. Pengamatan Penelitian
Pengamatan penelitian ini dilakukan mulai dari persiapan bahan dan
peralatan serta pemeriksaan laboratorium terhadap material yang akan digunakan.
Selanjutnya pada proses penelitian pengamatan yang dilakukan pada sampel
adalah proses pembuatan dan waktu pengujian sampel dilakukan.
3.5 Pelaksanaan Penelitian
3.5.1 Persiapan Bahan
Persiapan bahan meliputi pengadaan bahan-bahan penyusun badan
keramik dan bahan pengglasiran yang akan digunakan dalam pembuatan keramik.
Bahan-bahan penyusun badan keramik antara lain : tanah liat, samot,
kaolin, feldspar, limbah activated alumina, limbah sand blasting. Sedangkan untuk
bahan pengglasiran digunakan bahan glasir jenis cooper. Setelah pengadaan bahan
kemudian limbah padat yang berupa activated alumina dan sand blasting dianalisa
karakteristik fisik berupa berat jenis, kadar air, berat isi padat, dan berat isi
gembur, serta analisa karakteristik kimia terutama kandungan logam beratnya
(Cu, Cr, Pb, dan Zn).
a. Penumbukan b. Pengayakan
d. Penimbangan bahan c. Bahan hasil pengayakan
Gambar 3.2 Pengadaan Bahan Penyusun
3.5.1.1 Analisa Karakteristik Fisik Limbah
3.5.1.1.1 Berat Jenis
Berat jenis agregat adalah rasio antara massa padat agregat dengan massa
air pada volume yang sama dan bersuhu sama. Analisa inii dilakukan untuk
mengetahui berat jenis dari limbah activated alumina dan sand blasting. Pada
pelaksanaan uji berat jenis limbah dilaksanakan dengan urutan langkah yang dapat
dilihat pada lampiran L-01.
3.5.1.1.2 Berat Isi Padat
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara kadar air
dan kepadatan limbah dengan memadatkan didalam cetakan silinder berukuran 1
liter. Adapun tahapan secara detail pemeriksaan berat isi padat limbah activated
alumina dan sand blasting terlampir pada lampiran L-02.
3.5.1.1.3 Berat Isi Gembur
Pengujian berat isi gembur bertujuan untuk menentukan berat isi gembur
dari limbah activated alumina dan sand blasting. Pengujian ini dilakukan pada
limbah dengan memadatkan didalam cetakan silinder berukuran 1 liter. Namun
pemadatan yang dilakukan berbeda dengan pemadatan pada analisa berat isi
padat. Perbedaan tersebut terletak pada saat proses pemadatan, dimana pemadatan
pada berat isi gembur setiap limbah yang telah dituang pada 1/3 bagian silinder
ditusuk-tusuk terlebih dahulu menggunakan batang penumbuk begitu seterusnya
hingga volume silinder penuh. Untuk tahapan yang lebih jelas telah disajikan pada
lampiran L-04.
3.5.1.1.4 Kadar Air
Analisa kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar air dari suatu benda
uji. Untuk tahapan-tahapan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran L-03.
3.5.1.2 Analisa Karakteristik Kimia Limbah
Analisa karakteristik kimia limbah berfungsi sebagai identifikasi awal
kandungan logam berat yang terdapat pada limbah activated alumina dan sand
blasting sehingga nantinya dapat diketahui tingkat immobilisasi dari logam berat
setelah adanya proses solidifikasi. Adapun tahapan secara detail dapat dilihat pada
lampiran L-06.
3.5.2 Pembuatan Benda Uji
Benda uji yang dibuat dan digunakan adalah keramik dengan jenis
keramik stoneware.
Gambar 3.3 Tipe Sampel Keramik Stoneware
Setiap sampel keramik dibuat dengan ukuran sebagai berikut:
a. Panjang = 10 cm c. Tebal = 1 cm
b. Lebar = 10 cm d. Berat = 280 gram
Pembuatan benda uji dilakukan sesuai dengan peralatan yang dipakai,
sedangkan jenis, ukuran, dan jumlah benda uji ditunjukkan pada tabel 3.2.
Adapun cara pembuatan keramik dapat dilakukan dengan langkah-langkah yang
telah terlampir pada lampiran L-05.
Tabel 3.2 Jenis, ukuran, dan jumlah benda uji
Jumlah Sampel Uji Pengujian
Benda Uji
Ukuran
(cm) Formula
1 H
(50%)
Formula
2 H
(45%)
Formula
3 H
(40%)
Formula
4 H
(0%)
Cetakan
Keausan 2,5 x10x 1 3 3 3 3 Persegi
TCLP Lolos ayakan
9,5 mm
100 gr 100 gr 100 gr 100 gr -
Keterangan :
Penambahan limbah activated alumina dan sand blasting dibuat dalam 3 formula,
yaitu 40%, 45%, dan 50% terhadap bahan mentah keramik, yaitu kaolin (35%)
dan samot (15%). Jadi limbah activated alumina berfungsi sebagai substitusi
bahan kaolin, sedangkan limbah sand blasting berfungsi sebagai subtitusi bahan
samot. Masing-masing formula dibuat sebanyak 15 sampel.
3.5.3 Pengujian Benda Uji
Setelah sampel keramik dibuat, dilakukan pengujian terhadap sampel
keramik. Pengujian sampel meliputi :
a. Keausan keramik
b. Pengujian pelindian (leachate) dilakukan dengan metode Toxicity
Characteristic Leaching Procedure (TCLP).
c. Analisa pH
3.5.3.1 Uji Keausan
Uji Keausan merupakan salah satu cara pengujian yang digunakan untuk
menentukan seberapa besar tingkat keausan permukaan keramik terhadap
gesekan/goresan. Untuk pengujian keausan dilakukan dengan menggunakan alat
uji OGOSHI HIHG SPEED UNIVERSAL WEAR TESTING MACHINE (Type
OAT-U). Uji keausan dilakukan dengan cara
menghitung lebar keausan dari sampel
keramik setelah diauskan selama 10 detik.
Pada uji keausan sampel yang digunakan 3
buah untuk masing-masing formula,
sehingga jumlah keseluruhannya adalah 12
buah. Untuk sebagai pembanding keausan
keramik dilakukan juga pengujian terhadap
keramik standar di pasaran. Tahapan detail
pengujian keausan dapat dilihat pada lampiran L-08. Setelah pengujian kemudian
hasil uji dimasukkan dalam perhitungan seperti dibawah ini.
Rumus nilai keausan spesifik:
xrxPoxloBxboWs
8
3
= kg
mm2
………………………….(13)
Dimana :
B = lebar piringan pengaus (mm)
Bo = lebar keausan pada benda uji (mm)
r = jari-jari piringan pengaus (mm)
Po = gaya tekan pada proses keausan berlangsung (2,12kg)
lo = jarak tempuh pada proses pengusan (100m)
Ws = harga keausan spesifik (mm2/kg)
Gambar 3.4 Pengujian Keausan
3.5.3.2 Analisa Leachate Dengan Metode TCLP
Uji lindi merupakan suatu cara untuk mengetahui kadar zat pencemar yang
terlindi/terlarut dari keramik dalam suatu cairan mengingat bahan tambahan yang
digunakan adalah limbah industri minyak dan gas berupa limbah activated
alumina dan sand blasting yang mengandung unsur-unsur logam berat. Pengujian
pelindian (leachate) keramik dengan metode
Toxicity Characteristic Leaching Procedure
(TCLP) untuk masing-masing formula 100
gram dari 3 keramik yang telah diuji
keausannya dan dihancurkan (lolos ayakan 9,5
mm). Dilakukan 4 analisa logam berat (Cu,
Pb, Cr, dan Zn) untuk masing-masing formula.
Pengujian ini menggunakan alat AAS.
Langkah-langkahnya mengacu pada ketentuan
yang telah ditetapkan US EPA. Tahapan analisa TCLP dapat dilihat dalam pada
lampiran L-06.
3.5.3.3 Uji pH
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan bagi kesehatan dan
lingkungan mengingat bahan tambahan yang digunakan adalah limbah industri
minyak dan gas berupa limbah activated alumina dan sand blasting yang
mengandung unsur-unsur logam berat. Selain itu
analisa pH juga digunakan untuk mengidentifikasi
tingkat toksisitas keramik dengan cara
mengetahui tingkat pelarutan keramik. Hal ini
dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan pH
awal sebelum keramik direndam ke dalam larutan
basa (NaOH), asam (H2SO4) dan netral (aquadest)
dengan sesudah keramik direndam kedalam
larutan-larutan tersebut dalam jangka waktu yang telah ditetapkan yaitu selama 5
minggu. Pengukuran pH dilakukan setiap minggu dengan menggunakan alat
Gambar 3.6 Pengujian pH
Gambar 3.5 Pengujian TCLP
pengukur pH elektrik. Pada analisa pH ini larutan yang digunakan adalah larutan
netral dengan pH awal 7,55 ± 8; larutan asam dengan pH awal ± 3,08; dan larutan
basa dengan pH awal ± 10,8. Adapun langkah-langkah analisa pH dapat dilihat
dalam lampiran L-07.
3.6 Analisa Data Hasil Pengujian
Setelah diperoleh hasil pengujian karakteristik fisik (uji keausan) dan
karakteristik kimia (uji pH dan TCLP) pada keramik hasil dari solidifikasi limbah,
selanjutnya hasil tersebut akan dibandingkan dengan karakteristik keramik
satandar yang ada dipasaran sehingga akan diketahui kualitas dari keramik hasil
solidifikasi limbah.
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian
Mulai
Persiapan Bahan, Alat, dan Lokasi
Analisa Sampel
Kesimpulan & Saran Selesai
Persiapan
Pembuatan Sampel
- Uji Keausan - Uji TCLP - Uji pH
Tahap Pelaksanaan : - Penentuan Komposisi Sampel - Pencetakan - Pengangkutan
Pengujian
Studi Pustaka dan Penelitian
Awal
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Limbah
4.1.1 Activated Alumina
Tahapan awal yang dilakukan sebelum proses pembuatan keramik untuk
solidifikasi logam berat adalah pemeriksaan fisik dan kimia dari limbah activated
alumina yang akan digunakan. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
mengetahui kandungan logam berat yang terdapat pada limbah activated alumina
serta sifat fisik yang dapat mendukung dalam pembentukan keramik. Adapun
hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap limbah activated alumina meliputi
aspek fisik dan kimia seperti yang di tampilkan pada tabel 4.1 dan 4.2.
Tabel 4.1 Karakteristik Fisik Limbah Activated Alumina
No Parameter Satuan Hasil Penelitian
1 Berat jenis g/ml 2,17 2 Berat isi gembur g/cm3 0,845 3 Berat isi padat g/cm3 0,991 4 Kadar air % 4,370 5 Ukuran butiran mesh ≥80
Sumber : Hasil Penelitian, 2008
Pendekatan karakteristik fisik dari limbah activated alumina dengan kaolin
perlu dilakukan karena limbah activated alumina digunakan sebagai bahan
pengganti dari kaolin dalam komposisi bahan pembuatan keramik. Dari hasil
analisa yang telah dilakukan terhadap sifat fisik limbah activated alumina yang
ditunjukkan pada tabel 4.1 menyatakan bahwa limbah activated alumina memiliki
berat jenis 2,17 gr/ml dengan kadar air 4,370% sedangkan menurut Suhala dan
Arifin, 1997 menyatakan bahwa kaolin memiliki berat jenis 2,6–2,63 gr/ml
dengan kadar air <7,0%. Hal ini menunjukkan bahwa antara limbah activated
alumina dengan kaolin memiliki karakteristik kadar air yang hampir sama. Oleh
karena itu, limbah activated alumina dapat digunakan sebagai bahan pengganti
kaolin.
Tabel 4.2 Karakteristik Kimia Limbah Activated Alumina
No Parameter Satuan Hasil Penelitian PP No. 85 Thn. 1999
1 Timbal (Pb) mg/l 0,4878 5,0 2 Chrom (Cr) mg/l 0,8273 5,0 3 Tembaga (Cu) mg/l 0,5055 10,0 4 Seng (Zn) mg/l 0,2175 50,0
Sumber : Hasil Penelitian, 2008
Jika dilihat dari unsur logam berat yang terkandung dalam karakteristik
kimia seperti pada tabel 4.2 maka hasil uji kimia menunjukkan sebagian besar
kandungan logam berat (Pb, Cr, Cu, dan Zn) yang terdapat pada limbah activated
alumina cukup rendah. Hal ini ditunjukkan dengan kandungan logam berat pada
limbah activated alumina yang berada dibawah baku mutu PP No. 85/1999, oleh
karena itu limbah activated alumina tidak tergolong dalam limbah B3. Hasil ini
sesuai dengan data sekunder karakteristik limbah activated alumina dari
PT.Pertamina UP IV Cilacap yang menunjukkan bahwa kandungan logam berat
limbah activated alumina dibawah baku mutu PP No.85 Tahun 1999. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Perbandingan Karakteristik Limbah Activated Alumina
Karaktersitik Kimia Limbah Activated Alumina No Parameter Satuan
Data primer
Analisa
Data Sekunder
PT.Pertamina UP IV Cilacap
1 Timbal (Pb) mg/l 0,4878 < 0,030 2 Chrom (Cr) mg/l 0,8273 < 0,030 3 Tembaga (Cu) mg/l 0,5055 < 0,005 4 Seng (Zn) mg/l 0,2175 1,055
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian, 2008 dan Data sekunder PT.Pertamina UP IV Cilacap,
2007
Walaupun limbah activated alumina tidak tergolong dalam limbah B3
namun tetap harus diolah terlebih dahulu menjadi matrik yang lebih stabil
sebelum di buang ke lingkungan, karena jika tidak dilakukan pengolahan dengan
benar maka limbah sewaktu-waktu dapat bereaksi dengan lingkungan baik secara
fisik atau kimia sehingga dapat mencemari lingkungan. (Roger D. Spence dan
Caijun Shi, 2005).
Dalam limbah activated alumina terdapat senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan
CaO. Senyawa-senyawa ini merupakan salah satu faktor penting dalam
pembentukan keramik, karena dapat membentuk ikatan keramik dan memberikan
kontribusi yang kuat dalam proses solidifikasi (Surdia dan Saito, 1985, dikutip
dari Abdullah, 2001). Unsur SiO2 atau yang lebih dikenal dengan silika sangat
berperan dalam mengurangi susut kering dan retak-retak/pecah pada keramik.
Sedangkan Al2O3 berperan dalam mengimbangi pelelehan pada keramik disaat
dilakukan pembakaran pada suhu tinggi (12000C). Senyawa lainnya adalah CaO
yang berfungsi sebagai penurun titik leleh pada saat pembakaran dan mencegah
terjadinya lengkung pada keramik. Untuk Fe2O3 memiliki fungsi sebagai senyawa
yang dapat memperbaiki proses pembakaran disamping itu juga mampu
memberikan efek warna pada glasir keramik (Astuti, 1997).
4.1.2 Sand Blasting
Selain limbah activated alumina yang digunakan sebagai bahan penyusun
keramik, juga terdapat limbah sand blasting. Limbah sand blasting digunakan
sebagai bahan pengganti samot yang berfungsi untuk filler (pengisi) dari
pembuatan mase/badan keramik. Tahapan awal yang perlu dilakukan untuk
penggunaan limbah sand blasting hampir sama dengan limbah activated alumina
yaitu melakukan pemerikasaan fisik dan kimia dari limbah sand blasting yang
akan digunakan dalam proses pembuatan keramik untuk solidifikasi logam berat.
Hasil analisa terhadap limbah sand blasting meliputi aspek fisik dan kimia dapat
ditunjukkan pada tabel 4.4 dan 4.5.
Tabel 4.4 Karakteristik Fisik Limbah Sand blasting
No Parameter Satuan Hasil Penelitian
1 Berat jenis g/ml 2,65 2 Berat isi gembur g/cm3 1,473 3 Berat isi padat g/cm3 1,636 4 Kadar air % 0,419 5 Ukuran butiran mesh ≥80
Sumber : Hasil Penelitian, 2008
Dari hasil analisa sifat fisik pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa limbah
sand blasting dapat berpotensi dalam pembuatan keramik sebagai bahan
campuran. Hal ini dikarenakan ukuran sand blasting ≥80 mesh hampir sama
dengan ukuran butiran samoot. Selain itu limbah sand blasting juga dapat
berfungsi sebagai filler hampir sama dengan fungsi samot dalam pembuatan
keramik.
Tabel 4.5 Karakteristik Kimia Limbah Sand blasting
No Parameter Satuan Hasil Penelitian PP No. 85 Thn. 1999
1 Timbal (Pb) mg/l 1,0228 mg/l 5,0 mg/l 2 Chrom (Cr) mg/l 0,8765 mg/l 5,0 mg/l 3 Tembaga (Cu) mg/l 0,3510 mg/l 10,0 mg/l 4 Seng (Zn) mg/l 58,500 mg/l 50,0 mg/l
Sumber : Hasil Penelitian, 2008
Tujuan dari pemeriksaan kimia limbah sand blasting adalah untuk
mengetahui kandungan logam berat yang terdapat pada limbah sand blasting.
Untuk hasil analisa karakteristik kimia limbah sand blasting menunjukkan bahwa
kandungan logam berat Pb, Cu, dan Cr memiliki nilai rendah atau dibawah baku
mutu PP No. 85/1999, namun untuk kandungan logam berat Zn mencapai 58,500
mg/l, sedangkan baku mutu kadar Zn pada PP No.85/1999 yaitu 50,0 mg/l. Hal ini
menunjukkan bahwa limbah sand blasting tergolong jenis limbah berbahaya dan
beracun (B3) karena kandungan logam berat Zn pada sand blasting diatas baku
mutu yang telah ditetapkan melalui PP No.85/1999 tentang Pengelolaan Limbah
B3. Oleh karena itu, limbah sand blasting termasuk dalam golongan limbah B3
yang sangat berbahaya maka perlu adanya pengolahan terlebih dahulu sebelum
dibuang ke lingkungan.
Limbah sand blasting mengandung senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan CaO.
Senyawa-senyawa ini merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan
keramik, karena dapat membentuk ikatan keramik dan memberikan kontribusi
yang kuat dalam proses solidifikasi (Surdia dan Saito, 1985, dikutip dari
Abdullah, 2001). Dari senyawa-senyawa tersebut, senyawa SiO2 yang memiliki
prosentase terbesar pada kandungan limbah sand blasting. Oleh karena itu,
penggunaan limbah sand blasting sebagai bahan pengganti samot sangatlah tepat
karena senyawa SiO2 sendiri memiliki fungsi mengurangi susut kering dan reta-
retak/pecah pada keramik. Hal ini membuat ikatan pada keramik menjadi lebih
kuat, sehingga menambah kualitas keramik yang dihasilkan.
4.2 Komposisi Campuran Keramik
Pembuatan keramik stoneware dengan penambahan limbah activated
alumina dan sand blasting, dibuat sesuai dengan kebutuhan. Keramik yang akan
dibuat memiliki dimensi 10x10x1 cm dengan berat bahan penyusun keramik
sebesar 500 gr, sedangkan berat satu buah keramik yaitu 280 gr. Komposisi
pembuatan keramik terbagi menjadi 4 formula, dimana masing-masing formula
memiliki 15 sampel sehingga total jumlah sampel adalah 60 buah. Penambahan
limbah activated alumina dan sand blasting hanya berpengaruh terhadap jumlah
kaolin dan samot. Pada penelitian ini, limbah activated alumina berfungsi sebagai
pengganti kaolin, sedangkan limbah sand blasting berfungsi sebagai pengganti
samot. Adapun komposisi keramik secara lengkap dapat dilihat pada tabel 4.6 dan
4.7.
Tabel 4.6 Komposisi Bahan Pembuatan Keramik (untuk 15 buah keramik)
No Kode Sampel 7500gr untuk 15 sampel (sampel @ 500 gr) Total 15 Sampel Air
Kaolin Samot Tanah Liat Feldspar Alumina Sand Blasting
% gr % gr % gr % gr % gr % gr % gr ml
1 1EF 0 0 0 0 30 2250 20 1500 35 2625 15 1125 100 7500 2960
2 2EF 5 375 0 0 30 2250 20 1500 30 2250 15 1125 100 7500 2930
3 3EF 10 750 0 0 30 2250 20 1500 25 1875 15 1125 100 7500 2900
4 4EF 35 2625 15 1125 30 2250 20 1500 0 0 0 0 100 7500 3300
TOTAL 3750 1125 9000 6000 6750 3375 30000
(Sumber : Hasil Penelitian, 2008)
Tabel 4.7 Komposisi Bahan Pembuatan Keramik (untuk 1 buah keramik)
No Kode Sampel 500gr untuk 1 sampel Total 15 Sampel Air
Kaolin Samot Tanah Liat Feldspar Alumina Sand Blasting
% gr % gr % gr % gr % gr % gr % gr ml
1 1EF 0 0 0 0 30 150 20 100 35 175 15 75 100 500 197,3
2 2EF 5 25 0 0 30 150 20 100 30 150 15 75 100 500 195,3
3 3EF 10 50 0 0 30 150 20 100 25 125 15 75 100 500 193,3
4 4EF 35 175 15 75 30 150 20 100 0 0 0 0 100 500 220
TOTAL 250 75 600 400 450 225 2000
(Sumber : Hasil Penelitian, 2008)
Tabel 4.11 Hasil Analisa pH
No Hari/Tanggal Waktu pH
Asam Netral Basa
1 H 2 H 3 H 4 H 1 H 2 H 3 H 4 H 1 H 2 H 3 H 4 H
1 Kamis 03/01/08 14.04 ± 3,08 ± 3,08 ± 3,08 ± 3,08 7,55 ± 8 7,55 ± 8 7,55 ± 8 7,55 ± 8 ± 10,8 ± 10,8 ± 10,8 ± 10,8
2 Rabu 09/01/08 12.50 4,1 4,04 3,74 3,18 8,39 8,38 8,44 8,49 9,04 9,09 9,08 9,07
3 Rabu 16/01/08 11.15 4,58 4,52 4,37 3,35 8,52 8,49 8,48 8,5 8,87 8,88 8,88 8,87
4 Rabu 23/01/08 10.00 4,38 4,39 4,31 3,38 8,47 8,45 8,43 8,45 8,77 8,72 8,71 8,7
5 Rabu 30/01/08 9.30 4,47 4,49 4,40 3,48 8,50 8,48 8,46 8,51 8,80 8,82 8,81 8,78
6 Rabu 06/02/08 10.55 4,61 4,63 4,54 3,61 8,45 8,39 8,47 8,51 8,87 8,88 8,87 8,87
Keterangan :
Larutan – larutan yang digunakan antara lain : 1. Larutan asam yaitu H2SO4
2. Larutan basa yaitu NaOH
3. Larutan netral yaitu Aquadest
Solidifikasi dengan teknologi keramik telah dilakukan oleh beberapa
peneliti karena dinilai efektif dalam membuat kondisi stabil logam berat yang
terdapat pada limbah B3. Adapun 3 komponen penting bahan penyusun keramik
yang harus terdapat dalam penerapan teknologi keramik dapat dilihat pada gambar
4.1.
Forming Agent
Filler Agent Flux Agent
Gambar 4.1 Tiga Komponen Bahan Penyusun Keramik (Astuti, 1997)
Forming Agent merupakan bahan pembentuk dan pengikat pada keramik.
Forming agent berperan sebagai bahan yang digunakan untuk mengikat berbagai
macam bahan-bahan penyusun keramik serta berfungsi sebagai bahan pembentuk
berbagai macam model/bentuk keramik, misal membentuk gelas, piring, vas, serta
tile untuk keramik dinding dan lantai, dan sebaginya. Forming Agent memiliki
sifat utama yaitu keplastisan agar dalam pembuatan keramik bahan mudah
dibentuk sesuai kebutuhan. Contoh bahan yang termasuk dalam forming agent
salah satunya adalah tanah liat, ball clay, red clay, dan lain-lain.
Filler Agent merupakan bahan pengisi dalam pembuatan keramik yang
berfungsi untuk mengurangi penyusutan yang terjadi selama pembakaran keramik
sehingga melindungi benda-benda terhadap perubahan bentuk, yang biasanya
disebabkan oleh penyusutan yang tiba-tiba. Selain itu juga berfungsi untuk
mencegah retak, pecah atau meledak selama pengeringan atau pembakaran. Bahan
yang tergolong ke dalam filler agent yaitu silika, grog (samot).
Flux Agent merupakan bahan yang dapat digunakan untuk memenuhi suhu
bakar atau sebagai pelebur dari bahan-bahan penyusun keramik sehingga
dihasilkan keramik dengan kulitas yang baik dan kuat karena partikel-partikel
penyusun keramik dapat berikatan dengan sempurna. Contoh bahan yang temasuk
dalam flux agent diantaranya feldspar, dan kapur.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dalam pembuatan keramik digunakan
campuran bahan-bahan dasar pembuat keramik seperti samot, tanah liat, feldspar,
dan kaolin. Bahan-bahan dasar ini dicampurkan dengan limbah activated alumina
dan sand blasting tambahan air agar campuran menjadi plastis dan dapat dibentuk
dengan mudah. Komposisi bahan-bahan keramik ini ditentukan oleh jenis keramik
yang akan dibuat. Pada penelitian ini keramik yang dibuat adalah keramik dinding
jenis stoneware. Untuk keramik jenis ini komposisinya dapat dilihat pada tabel
4.6 dan 4.7. Campuran ini didasarkan pada jumlah dan bentuk keramik yang akan
dibuat. Pada penelitian ini keramik yang dibuat berukuran 10x10x1 cm dengan
berat bahan penyusun 500 gr/biji. Jumlah keramik yang dibuat sebanyak 60
keramik dengan 4 variasi komposisi bahan penyusun yang setiap variasi dibuat 15
sampel keramik.
Penambahan jumlah total limbah (limbah activated alumina dan sand
blasting) pada penelitian ini untuk satu buah keramik adalah : 0%, 40%, 45%, dan
50%. Disini, limbah activated alumina berperan sebagai pengganti kaolin
sedangkan untuk limbah sand blasting berperan sebagai pengganti samot,
sehingga penambahan limbah activated alumina dan sand blasting seiring dengan
pengurangan jumlah kaolin dan samot. Penetapan limbah activated alumina
sebagai pengganti kaolin didasarkan pada kemiripan unsur-unsur (SiO2, Al2O3,
Fe2O3, dan CaO) yang terkandung dan sifat fisik dalam limbah activated alumina.
Adapun kemiripan sifat fisik yang terdapat pada limbah activated alumina dengan
kaolin antara lain:
a. Tidak plastis
b. Taraf penyusutan dan kekuatan keringnya rendah
c. Sangat tahan api
d. Titik lebur tinggi sampai >18000C yaitu 1999 – 2032 ºC
e. Mudah menyerap air (poros)
f. Berwarna putih/agak keputihan
Penetapan limbah sand blasting sebagai pengganti samot didasarkan pada
kemiripan fisik dan fungsi bahan yaitu sebagai filler (pengisi) untuk mengurangi
penyusutan yang terjadi selama pembakaran seperti yang dijelaskan pada gambar
4.1. Kemiripan sifat fisik yang terdapat pada limbah sand blasting dengan samot
yaitu :
a. Ukuran partikel lebih besar dibanding dengan tanah liat, sehingga lebih poros
b. Tidak plastis
Komposisi persentase campuran bahan-bahan dalam pembuatan keramik
berdasarkan pada fungsi masing-masing bahan seperti yang ditunjukkan pada
tabel 4.6 dan 4.7. Tanah liat mengandung mineral-mineral yang dapat bertindak
sebagai bahan pembentuk bahan gelas waktu dibakar maka prosentase tanah liat
dibuat mencapai 30%. Hal ini bertujuan agar bahan keramik menjadi lebih plastis
sehingga mudah untuk dibentuk dan pada proses pembakaran suhu 12000C
partikel tanah liat dapat menjadi padat, keras, dan kuat (menggelas) mengikat
partikel-partikel lain terutama partikel yang memiliki titik lebur tinggi (>12000C),
misal partikel kaolin, partikel limbah activated alumina. Prosentase feldspar 20%
bertujuan sebagai penambah suhu bakar sehingga dapat menurunkan titik lebur
kaolin dan activated alumina, dengan demikian diharapkan partikel-partikel kaolin
dan activated alumina dapat berikatan dengan partikel lain.
Dalam penelitian ini komposisi bahan pelebur seperti feldspar lebih
banyak karena bahan penyusun yang digunakan sebagian besar memiliki titik
lebur tinggi, sementara oven pembakaran hanya mencapai titik bakar tertinggi
12000C. Oleh karena itu, dengan banyaknya bahan penambah suhu bakar maka
membantu penurunan titik lebur bahan penyusun keramik agar semua bahan dapat
saling berikatan sehingga menghasilkan keramik dengan kualitas baik.
Untuk prosentase total limbah dapat dilihat pada tabel 4.6 dan 4.7 yaitu
50%, 45%, dan 40%. Prosentase limbah sand blasting konstan yaitu 15% yang
bertujuan untuk mengurangi sifat poros pada badan keramik, sedangkan limbah
activated alumina memiliki perbedaan prosentase pada masing-masing formula
antara lain: 35%, 30%, dan 25%. Dengan sifat limbah activated alumina yang
memiliki titik lebur 1999 – 2032 ºC maka dalam penelitian ini komposisi limbah
activated alumina dirancang lebih banyak dibandingkan dengan limbah sand
blasting, hal ini bertujuan agar keramik yang dihasilkan memiliki sifat tahan api
(≥20000C) yang nantinya diharapkan dapat menaikkan nilai jual keramik.
Dari hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penambahan
prosentase campuran limbah akan seiring dengan penambahan keausan pada
benda yang dihasilkan (Ismail Hidayat, 2006). Adanya penambahan nilai keausan
tentu berpengaruh pada ketahanan permukaan benda uji terhadap goresan atau
gesekkan sehingga kualitas keramik menjadi menurun. Namun hal ini tidak
berlaku pada penelitian ini, dimana sampel keramik yang mengandung limbah
dengan prosentase tertinggi mempunyai nilai keausan yang lebih rendah
dibandingkan dengan keramik yang memiliki prosentase limbah lebih sedikit
sehingga keramik yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik. Meskipun
demikian, keausan yang dihasilkan masih jauh diatas keramik satandar di pasaran,
seperti pada tabel 4.8.
4.3 Pengujian Keramik
4.3.1 Uji Keausan
Salah satu faktor untuk menentukan bagus tidaknya suatu keramik adalah
tingkat ketahanan aus keramik. Uji keausan dilakukan untuk mengetahui
kemampuan keramik terhadap gesekan/goresan yang terjadi pada permukaan
keramik, sehingga dapat diperkirakan lama waktu pemakaian keramik. Untuk
pengujian keausan dilakukan dengan menggunakan alat uji OGOSHI HIHG
SPEED UNIVERSAL WEAR TESTING MACHINE (Type OAT-U). Dalam
pengujian ini nilai keusan sangat berpengaruh pada tingkat kualitas benda uji,
semakin besar nilai keausan yang dihasilkan maka kualitas benda uji semakin
rendah begitu juga sebaliknya. Uji keausan dilakukan dengan cara menghitung
lebar keausan dari sampel keramik setelah diauskan selama 10 detik. Sampel yang
digunakan pada uji keausan yaitu 3 buah untuk setiap formula, sehingga jumlah
keseluruhan sampel adalah 12 buah. Sebagai pembanding keausan keramik
dilakukan juga pengujian terhadap keramik standar di pasaran. Dari hasil uji
keausan yang telah dilakukan, diperoleh hasil pada masing-masing formula,
seperti yang disajikan pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Nilai Keausan Sampel Keramik
Pembanding Keausan (mm2/kg)
No Formula
Jumlah
limbah
(%)
Keausan
(mm2/kg) Keramik Dinding
“Asia Tile”
Keramik Dinding
“Diamond”
1 1 H 50 13,414 2 2 H 45 37,902 3 3 H 40 81,229 4 4 H 0 52,640
10,602 6,474
Sumber : Hasil Penelitian, 2008
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan nilai keausan yang fluktuatif pada
setiap formula dari keramik tanpa limbah (0%) hingga keramik dengan limbah
50%, selain itu hasil keausan masih jauh dibawah keramik standar dipasaran yaitu
keramik dinding Diamond (SNI 03-0054-1987) dan Asia Tile (SNI 03-4062-
1998) seperti pada tabel 4.8. Oleh karena itu, keramik yang dihasilkan memiliki
kualitas sedikit dibawah kualitas keramik dipasaran. Keramik dinding Diamond
memiliki nilai keausan 6,474 mm2/kg dan nilai keausan keramik dinding Asia Tile
sebesar 10,602 mm2/kg, sedangkan nilai keausan terbaik pada keramik yang
dihasilkan dalam penelitian ini adalah formula 1 H dengan komposisi limbah 50%
dengan nilai keausan sebesar 13,414 mm2/kg.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 H 2 H 3 H 4 H Diamond Asia Tile
Formula
Kea
usan
(mm
2/kg
)
Keausan rata-rata
Gambar 4.2 Keausan
Pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai keausan keramik formula 1 H
hingga 4 H lebih besar dibanding keramik standar di pasaran, hal ini berarti
kualitas keramik dari formula 1 H hingga 4 H masih berada dibawah keramik
standar yang terdapat di pasaran. Adapun faktor-faktor yang mengakibatkan
perbedaan kualitas tersebut diantaranya :
a. Suhu pembakaran keramik yang hanya memiliki suhu bakar tertinggi yaitu
12000C sedangkan bahan penyusun keramik sebagian besar memiliki titik
lebur ± 20000C. Seperti kaolin dan limbah activated alumina yang sangat
tahan api (refractory) karena bakaran kaolin dan activated alumina sangat
kuat, titik lelehnya 18000C sampai 20000C. Suhu pembakaran keramik yang
tidak sesuai dengan titik lebur bahan penyusun keramik yang mengakibatkan
kemampuan daya ikat limbah activated aluminan dan sand blasting untuk
mengikat bahan-bahan yang lain sedikit lebih rendah sehingga kerapatan
keramik yang dihasilkan juga lebih kecil. Ini berdampak pada permukaan
keramik menjadi lebih berpori (porous) sehingga air lebih mudah masuk ke
badan keramik. Dengan mudahnya air masuk ke dalam pori-pori keramik
mengakibatkan permukaan keramik mudah aus atau abrasi. Keramik yang
dihasilkan mudah menyerap air (poros), hal ini dibuktikan dengan air yang
mudah terserap pada permukaan keramik yang tidak berglasir. Dengan adanya
keporosan keramik maka keausan keramik akan meningkat. Hal ini dapat
ditunjukkan pada tekstur keramik yang terlihat bahwa butiran-butiran keramik
tidak dapat homogen/melebur satu dengan yang lainnya. Berdasarkan
penjelasan tersebut maka dapat menunjukkan bahwa suhu pembakaran
berpengaruh pada proses vitrifikasi, yaitu proses terjadinya peleburan bagian-
bagian dari mineral tertentu (Feldspar/Ca Al2 SiO8) dan Amorthite Albite/Na
Al Si3O8) dari bahan keramik (Van, 1981). Jika suhu pembakaran tinggi sesuai
dengan jenis keramik dan titik lebur dari komposisi bahan penyusun keramik,
maka bagian-bagian mineral yang melebur tadi menyebabkan partikel tanah
atau bahan penyusun keramik dengan partikel limbah melekat satu dengan
yang lainnya, membentuk ikatan-ikatan unsur pada bahan (ikatan keramik)
yang memberikan sifat keras pada yang dibakar.
b. Sifat dan kandungan bahan-bahan penyusun keramik berpengaruh terhadap
keausan keramik. Seperti pada karakteristik fisik limbah activated alumina,
sand blasting, dan kaolin yang sangatlah tidak plastis. Bahan yang memiliki
keplastisan rendah maka memiliki rongga/pori-pori yang besar pula. Hal ini
yang menjadikan keramik lebih poros sehingga keramik mudah abrasi, bila
keramik abrasif maka berpengaruh pada penurunan nilai keausan. Disamping
itu tanah liat sukabumi yang memiliki karakteristik kurang plastis
menyebabakan ikatan antar partikel menjadi tidak kuat jika digunakan dalam
pembuatan keramik dengan komposisi seperti pada penelitian ini, dikarenakan
bahan penyusun keramik yang sebagian besar tidak plastis sehingga susah
untuk dibentuk dan partikel bahan penyusun keramik tidak berikatan secara
maksimal. Dalam penelitian ini dengan komposisi bahan keramik seperti pada
tabel 4.7 maka penggunaan ball clay akan lebih baik dari pada penggunaan
tanah liat sukabumi, hal ini dikarenakan ball clay memiliki tingkat plastisitas
yang lebih tinggi dibanding jenis tanah liat sukabumi sehingga bahan keramik
akan mudah untuk dibentuk dan partikel bahan akan saling berikatan,
mengingat tanah liat mempunyai sifat-sifat yang khas yaitu: bila dalam
keadaan basah akan mempunyai sifat plastis, bila dalam keadaan kering akan
menjadi keras, sedang bila dibakar akan menjadi padat dan kuat (Astuti,
1997). Semakin tanah liat tersebut plastis akan lebih mudah mencair/melebur
sehingga lebih kuat mengikat bahan penyusun keramik yang lain.
c. Penentuan komposisi bahan penyusun keramik yang belum tepat merupakan
salah satu faktor penurunan nilai keausan. Hal ini disebabkan kandungan yang
terdapat pada bahan-bahan penyusun keramik yang apabila dicampur maka
tidak dapat diketahui reaksi/ikatan yang terjadi, karena setiap bahan penyusun
keramik memiliki kandungan mineral yang bermacam-macam. Seperti
kandungan mineral feldspar yang dapat memberikan sampai 25% flux
(pelebur) kepada badan keramik. Bila mase/badan keramik dibakar,
feldspatnya meleleh (melebur) dan membentuk leburan gelas yang
menyebabkan partikel tanah dan bahan lainnya melekat satu dengan lainnya.
Bila bahan semacam gelas ini membeku, bahan ini memberikan kekuatan dan
kekukuhan pada badan keramik (Astuti, 1997), namun bahan feldspar tersebut
dapat tidak sesuai dalam penggunaannya sebagai komposisi limbah ketika
komponen bahan penyusun keramik memiliki titik lebur yang tinggi. Hal ini
menyebabkan bahan penyusun keramik tidak dapat melebur satu dengan yang
yang lain. Oleh karena itu, penggunaan feldspar kurang tepat sehingga dapat
digantikan dengan bahan lain seperti fire clay yang dapat menambah suhu
bakar lebih tinggi dibandingkan dengan feldspar. Selain itu adanya unsur
Al2O3 atau alumina yang sebagian besar terdapat pada limbah activated
alumina dan tanah liat (tabel 2.9) mampu mengontrol dan mengimbangi
pelelehan serta memberikan kekuatan pada keramik. Akan tetapi jika unsur
alumina terlalu besar pada komposisi keramik sedangkan suhu bakar tidak
memenuhi titik lebur alumina tersebut maka kualitas keramik yang dihasilkan
akan berkurang, dikarenakan partikel penyususn keramik tidak saling
berikatan dengan sempurna. SiO2 atau silika yang merupakan unsur yang
sebagian banyak terdapat pada limbah sand blasting dan tanah liat (tabel 2.9)
bermanfaat untuk mengurangi susut kering, retak saat pembakaran dan
menambah kualitas keramik menjadi lebih baik. Sedangkan unsur Fe2O3 atau
oksida besi yang terdapat pada berbagai bahan penyusun keramik dan limbah
activated alumina dan sand blasting dapat memperbaiki proses pembakaran
dan memberi warna pada keramik.
d. Ketebalan sampel keramik yang dibuat 1cm jauh diatas keramik pembanding
yang biasanya memiliki ketebalan 0,6-0,8cm. Sampel keramik dibuat lebih
tebal karena dalam pencetakan dibuat secara manual. Hal ini dimaksudkan
mencegah terjadinya lengkung/pecah pada saat pembakaran. Berbeda dengan
keramik yang dijual di pasaran yang pencetakan dengan menggunakan mesin
press. Agar dihasilkan keramik yang lebih bagus dengan nilai keausan harus
kecil. Karena semakin kecil kemampuan keramik mengalami keausan, maka
mutu keramik akan semakin baik.
Dari hasil analisa pengujian keausan keramik jika dibandingkan antara
formula 1 H, 2 H, 3 H, dan 4 H dengan prosentase limbah 50%, 45%, 40%, dan
0% bahwa semakin besar prosentase limbah maka nilai keausan akan semakin
rendah dan itu berarti kualitas keramik yang dihasilkan semakin baik. Hal ini
ditunjukkan pada tabel 4.7, dimana keramik dengan prosentase limbah 50%
memiliki nilai keausan 13,414 mm2/kg lebih baik dibandingkan limbah dengan
prosentase 40% yang nilai keausaanya sangat tinggi hingga mencapai 81,229
mm2/kg. Penelitian yang sama diungkapkan oleh Hidayat (2006) bahwa adanya
penambahan limbah dapat berpengaruh terhadap nilai keausan yang dihasilkan,
dimana nilai keausan tersebut akan semakin kecil seiring penambahan persentase
komposisi limbah. Dari hasil analisa pada tabel 4.8 dapat diketahui faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya penurunan nilai keausan seiring penambahan
persentase limbah, diantaranya :
a. Bahan yang bermacam-macam menjadikan semakin banyak penambahan
unsur-unsur lain yang tidak dapat diketahui sifatnya apabila unsur-unsur
tersebut bercampur dengan bahan lain. Hal ini sangat beresiko karena setiap
bahan penyusun keramik memiliki unsur/sifat yang berbeda-beda, dimana
belum diketahui reaksi-reaksi yang akan terjadi apabila bahan-bahan tersebut
dicampur. Reaksi-reaksi tersebut dapat diketahui apabila sebelum membuat
keramik dilakukan trial error untuk komposisi keramik yang terbaik. Sehingga
perlu adanya percobaan berbagai macam komposisi yang kemungkinan akan
dihasilkan dengan kualitas yang terbaik.
b. Pencampuran bahan penyusun keramik dengan cara manual/dilakukan dengan
tenaga manusia membuat bahan keramik menjadi kurang homogen sehingga
mengakibatkan perbedaan kualitas pada setiap sampel keramik. Berbeda
dengan keramik yang dijual di pasaran yang pencampuran bahan dilakukan
dengan menggunakan mesin.
c. Lama waktu pencampuran bahan berpengaruh terhadap nilai keausan yang
berfluktuatif pada setiap formula sehingga mengakibatkan kualitas keramik
yang menurun. Dengan waktu pencampuran yang kurang maka pada bahan
keramik masih terdapat banyak gelembung-gelembung udara, dengan semakin
banyaknya gelembung-gelembung udara mengakibatkan pada saat proses
pembakaran keramik gelembung-gelembung udara tersebut akan pecah. Hal
ini yang menyebabkan permukaan keramik menjadi berpori-pori. Jika
permukaan keramik berpori-pori maka akan terdapat banyak debu yang
mengisi pori-pori tersebut, jika terdapat banyak debu dan kita kurang dalam
pembersihannya maka bahan glasir hanya akan menempel pada debu sehingga
pada saat proses pembakaran keramik suhu 12000C debu-debu tersebut akan
terbang dan dapat dipastikan proses pengglasiran/penggelasan keramik tidak
sempurna. Pengglasiran yang tidak sempurna dapat berpengaruh pada kualitas
permukaan keramik karena ikatan partikel keramik menjadi kurang kuat, hal
ini ditunjukkan dengan banyaknya bintik-bintik pada lapisan glasir. Dengan
adanya gejala-gejala tersebut dapat mengakibatkan berpengaruhnya nilai
keausan.
4.3.2 Uji Leachate Dengan Metode TCLP
Uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) merupakan salah
satu satu metode pengujian yang digunakan untuk limbah padat suatu industri.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pelepasan logam berat mengingat
bahan tambahan yang digunakan adalah limbah indutri minyak dan gas. Seperti
diketahui dalam limbah padat industri minyak dan gas mengandung banyak logam
berat yang berasal dari proses ataupun dari unit pengolahan. Untuk tujuan tersebut
maka dilakukan uji leachate dengan metode TCLP terhadap produk keramik
stoneware yang dihasilkan. Pada penelitian ini logam berat yang akan dianalisa
adalah Pb, Cu, Zn, dan Cr. Dari hasil uji TCLP, diperoleh kandungan logam berat
seperti yang ditampilkan pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Hasil Leachate Logam Berat Dalam Keramik.
Kandungan Logam Berat (mg/l) No Benda Uji Jumlah Limbah
(%) Pb Zn Cr Cu
1 1 H 50 % 1,1040 1,6500 0,6398 1,5825 2 2 H 45 % 0,6953 0,7000 0,5580 1,5663 3 3 H 40 % 0,7200 0,6150 0,6243 1,6230 4 4 H 0 % 0,3205 0,3125 0,6488 0,6270
Standart TCLP (PP 85/1999) 5,0 50,0 5,0 10,0 (Sumber : Hasil Penelitian, 2008)
Apabila digrafikkan maka hasil uji TCLP untuk percobaan ini memberikan
hasil yang fluktuatif seperti pada gambar 4.3. Berdsarakan hasil dari uji TCLP
tersebut dapat terlihat bila semua konsentrasi logam berat (Pb, Cu, Zn, dan Cr)
dibawah baku mutu TCLP yang ditetapkan dalam PP No.85/1999.
0.00000.20000.40000.60000.80001.00001.20001.40001.60001.8000
1 H 2 H 3 H 4 H
Formula
Loga
m B
erat
(mg/
l)
Pb Zn Cr Cu
Gambar 4.3 Hasil TCLP Logam Berat (Pb, Cr, Cu, Zn)
Berdasarkan hasil uji TCLP pada setiap variasi menunjukkan metode
solidifikasi memberikan hasil yang sangat memuaskan untuk mengimmobilisasi
logam berat yang ada di dalam limbah activated alumina dan sand blasting. Hal
ini ditunjukkan dengan perbandingan antara potensi lepasan maksimal logam
berat dari limbah activated alumina dan sand blasting dengan hasil uji TCLP
untuk limbah activated alumina dan sand blasting yang telah disolidifikasi pada
berbagai variasi. Hasil TCLP menunjukkan bahwa pada semua variasi keramik
masih dibawah baku mutu TCLP PP No.85/1999.
Variasi yang terjadi pada hasil uji TCLP dimungkinkan oleh karena
beberapa hal, diantaranya :
a. Pencampuran yang tidak homogen antara berbagai unsur bahan penyusun
keramik dengan limbah activated alumina dan sand blasting. Hal ini
menghasilkan pula bentuk matriks kapsulasi yang tidak seragam dalam setiap
benda uji.
b. Daya ikat yang berbeda-beda antara logam berat pada limbah activated
alumina dan sand blasting dengan bahan-bahan penyusun keramik yang lain,
menghasilkan pula lepasan yang berbeda-beda antar tiap jenis logam pada uji
TCLP
c. Adanya banyak reaksi di dalam solidifikasi menyebabkan efek yang berbeda-
beda pada pengikatan logam, yang juga beragam, pada limbah activated
alumina dan sand blasting.
d. Pada proses pembuatan keramik digunakan tanah liat plastis, kaolin, feldspar,
samot terhadap limbah activated alumina dan sand blasting dengan berbagai
komposisi, ini menyebabkan logam berat dalam limbah terikat sempurna oleh
bahan keramik. Hal ini disebabkan oleh partikel tanah liat yang halus.
Semakin halus tekstur tanah maka senakin tinggi kekuatan untuk mengikat
loagam berat. Oleh karena itu tanah yang bertekstur liat mempunyai
kemampuan untuk mengikat logam berat lebih tinggi dari tanah pasir (Babich
dan Stotzki, 1978). Pengikatan logam berat oleh bahan penyusun keramik
menyebabkan perubahan struktur bahan dari bentuk struktur antar partikel
menjadi suatu bentuk yang homogenitas (ikatan fisik).
e. Terdapatnya logam berat pada bahan-bahan pembentuk keramik. Hal ini
mungkin saja terjadi mengingat bahan-bahan yang digunakan adalah tanah
yang berasal dari alam. Sehingga pada hail uji TCLP untuk variasi tanpa
limbah terdapat logam berat (Pb, Zn, Cu, dan Cr).
Dalam proses pembakaran keramik, juga terjadi reaksi antara logam berat
(Pb, Zn, Cu, dan Cr) dengan gas yang dihasilkan selama proses pembakaran
sehingga terjadi proses oksidasi terhadap logam berat, dimana pada proses
pembakaran hingga suhu 12000C logam-logam berat akan lebih stabil. Logam
berat akan saling berikatan dengan bahan penyusun keramik lainnya menjadi
bentuk kristal-kristal. Proses ini membentuk senyawa-senyawa oksida logam,
sehingga pengikatan yang terjadi dalam proses pembakaran lebih sempurna.
Cr + O2 Cr2O3 ……………………………..(14)
Cr + O2 Cr2O6 …………………………….(15)
Cu + O2 CuO ……………………………………………(16)
Pb + O2 PbO …………………………….(17)
Zn + O2 ZnO …………………………….(18)
Pada proses pembakaran suhu 12000C menjadikan bahan-bahan keramik
dengan limbah berikatan secara kuat. Hal ini dipengaruhi oleh suhu pembakaran
dimana suhu pembakaran juga berpengaruh pada proses vitrifikasi, yaitu proses
peleburan bagian-bagian dari mineral-mineral tertentu dari bahan keramik (Vlack,
1981). Mineral-mineral yang terlebur terutama adalah SiO2 dan Al2O3 karena
pada suhu tinggi mineral-mineral yang terkandung dalam kaolin, feldspar, tanah
liat, dan samot akan terikat dengan mineral yang terdapat pada limbah activated
alumina dan sand blasting sehingga membentuk ikatan yang kuat. Ikatan yang
terjadi adalah ikatan fisik, dimana logam berat mengalami pengungkungan oleh
bahan penyusun keramik sehingga mengurangi mobilisasi atau gerakan dari
logam berat. Sekalipun terjadi rekasi kimia merupakan reaksi perubahan unsur
menjadi senyawa seperti pada reaksi 14 hingga 18.
Menurut Ichonese (1987), ikatan kimia yang terjadi antar partikel tersebut
merupakan ikatan kovalen dan ikatan ionik. Dengan demikian secara kimia ikatan
yang terbentuk dalam benda hasil pembakaran merupakan suatu ikatan kimia yang
kuat. Ikatan yang terjadi terutama oleh adanya partikel SiO2 dan Al2O3 sebagai
unsur utama pembentuk gelas yang mana mineral-mineral lokal (feldspar dan
kaolin) mengandung partikel SiO2 dan Al2O3 sehingga menunjukkan
pengungkungan yang sangat baik.
Berdsarakan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh perbedaan
konsentrasi awal logam berat pada limbah sebelum proses solidifikasi (input)
dengan konsentrasi yang keluar (output) dari keramik setelah adanya proses
solidifikasi, seperti yang ditampilkan pada tabel 4.9. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar keterikatan logam berat setelah proses solidifikasi.
Tabel 4.10 Perbandingan Solidifikasi Logam Berat Pada Limbah
No Parameter Karakteristik awal limbah
(mg/l) Karakteristik keramik (mg/l) PP No.85/1999
Alumina Sand blasting 1 H 2 H 3 H 4 H (mg/l) 1 Pb 0,4878 1,0228 1,1040 0,6953 0,7200 0,3205 5,0 2 Zn 0,1150 58,500 1,6500 0,7000 0,6150 0,3125 50,0 3 Cr 0,8273 0,8765 0,6398 0,5580 0,6243 0,6488 5,0 4 Cu 0,5055 0,3510 1,5825 1,5663 1,6230 0,6270 10,0
Sumber : Hasil Penelitian, 2008
Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa proses solidifikasi mampu
mengimobilisasi logam berat yang terkandung dalam limbah menjadi bentuk yang
lebih stabil. Akan tetapi untuk konsentrasi logam berat Cu mengalami
peningkatan setelah proses solidifikasi namun konsentrasi logam berat tersebut
masih dibawah baku mutu PP No.85 tahun 1999. Hal ini dapat disebabkan karena
logam Cu tidak dapat berikatan secara sempurna dengan partikel bahan lain
penyusun keramik. Pengungkungan Cu tidak terjadi secara sempurna disebabkan
oleh titik leleh bahan penyusun keramik yang mencapai 18000C sehingga partikel
Cu lolos/terlarut. Berdasarkan hasil analisa diatas maka produk keramik dapat
dikatakan ramah lingkungan (eco-friendly).
4.3.3 Uji pH
Analisa pH digunakan untuk mengidentifikasi tingkat toksisitas keramik
dengan cara mengetahui tingkat pelarutan keramik. Selain itu untuk mengetahui
tingkat keamanan bagi kesehatan dan lingkungan mengingat bahan tambahan
yang digunakan adalah limbah industri minyak dan gas berupa limbah activated
alumina dan sand blasting yang mengandung unsur-unsur logam berat. Hasil
pengukuran pH tertera pada tabel 4.11 dan gambar 4.4, 4.5, 4.6, dan 4.7.
Dari data hasil analisa pH pada tabel 4.11 menunjukkan perubahan dari pH
awal pada masing-masing larutan yaitu larutan asam (H2SO4) 3.08, basa (NaOH)
10.8 , dan netral (Aquadest) 7.55 pada setiap formula keramik. Perubahan pH
terjadi pada minggu ke 2 namun pada minggu ke 4 hingga ke 6 nilai Ph stabil.
Pada pH asam mengalami peningkatan nilai pH menuju netral sedangkan pH
netral mengalami peningkatan nilai pH menuju basa namun peningkatan tersebut
sangat rendah dan masih berada dalam range tingkat keasaman dan kenetralan
yaitu nilai pH asam antara 3-6,5 dan netral 6,5-8,5. Sedangkan pada pH basa
mengalami penurunan pH menuju ke netral namun penurunan yang terjadi
sangatlah kecil dan masih berada pada range kebasaan yaitu 8,5-13. Dari seluruh
hasil analisa pH perubahan yang terjadi cukup rendah, hal ini disebabkan oleh
kondisi pada setiap formula yang stabil. Perubahan pH terjadi karena pengaruh
dari limbah ataupun bahan tambahan pembuatan keramik yang mengandung
senyawa yang mempengaruhi pH basa, netral dan asam sehingga terjadi
pengenceran pada larutan pH
Formula 1 H
0
2
4
6
8
10
12
Waktu Pengujian (minggu ke)
pH
asam basa netral
asam 3,08 4,1 4,58 4,38 4,47 4,61
basa 10,8 9,04 8,87 8,77 8,80 8,87
netral 7,55 8,39 8,52 8,47 8,50 8,45
aw al 1 2 3 4 5
Gambar 4.4 pH Formula 1 H
Formula 2 H
0
2
4
6
8
10
12
Waktu Pengujian (minggu ke)
pH
asam basa netral
asam 3,08 4,04 4,52 4,39 4,49 4,63
basa 10,8 9,09 8,88 8,72 8,82 8,88
netral 7,55 8,38 8,49 8,45 8,48 8,39
aw al 1 2 3 4 5
Gambar 4.5 pH Formula 2 H
Formula 3 H
0
2
4
6
8
10
12
Waktu Pengujian (minggu ke)
pH
asam basa netral
asam 3,08 3,74 4,37 4,31 4,40 4,54
basa 10,8 9,08 8,88 8,71 8,81 8,87
netral 7,55 8,44 8,48 8,43 8,46 8,47
aw al 1 2 3 4 5
Gambar 4.6 pH Formula 3 H
Formula 4 H
02
468
1012
Waktu Pengujian (minggu ke)
pH
asam basa netral
asam 3,08 3,18 3,35 3,38 3,48 3,61
basa 10,8 9,07 8,87 8,70 8,78 8,87
netral 7,55 8,49 8,5 8,45 8,51 8,51
aw al 1 2 3 4 5
Gambar 4.7 pH Formula 4 H
Perubahan pH asam yang mengalami peningkatan nilai pH menuju netral
sedangkan pada pH netral mengalami peningkatan nilai pH menuju basa
walaupun perubahan tersebut rendah (berada dalam range asam dan basa) hal ini
disebabkan karena adanya partikel-partikel yang mudah larut dalam kondisi asam
sehingga dapat menaikkan nilai pH asam netral kearah basa. Partikel tersebut
antara lain CaO, SiO2, AI2O3, Fe2O3, Na2O, dan K2O yang terdapat pada bahan
penyusun keramik. Dimana tiap senyawa mempengaruhi larutan basa, netral, dan
asam. Misalkan natrium oksida (Na2O) merupakan oksida basa kuat yang
sederhana. Bersifat basa karena mengandung ion oksida, O2-, yang merupakan
basa yang sangat kuat dengan kecenderungan yang tinggi untuk bergabung
dengan ion-ion hidrogen. Apabila bereaksi dengan air larutan ini akan mempunyai
pH di sekitar 14.
Na2O + 2 H2O 2 NaOH............ (19)
Natrium oksida juga bereaksi dengan asam menghasilkan larutan natrium
klorida.
Na2O + 2 HCl 2 NaCl + H2............ (20)
Oleh karena itu pada pH netral mengalami peningkatan menuju basa
sedangkan pada pH asam mengalami peningkatan menuju netral. Alasan lain
terjadinya perubahan pH yaitu pada aluminium oksida, yang menjelaskan
bentuknya sangat tidak reaktif. Ini diketahui secara kimia sebagai alfa-Al2O3 dan
dihasilkan pada temperatur tinggi. Pada penelitian ini kita memakai salah satu
bentuk yang reaktif. Aluminium oksida merupakan senyawa amfoter. Artinya
dapat bereaksi baik sebagai basa maupun asam. Apabila bereaksi dengan air,
aluminium oksida tidak dapat bereaksi secara sederhana dengan air seperti
natrium oksida dan tidak larut dalam air. Walaupun masih mengandung ion
oksida, tapi terlalu kuat berada dalam kisi padatan untuk bereaksi dengan air.
Aluminium oksida dapat bereaksi dengan asam karena mengandung ion oksida.
Al2O3 + 6 HCl 2AlCl3 + 3 H2O……… (21)
Aluminium oksida juga dapat menunjukkan sifat asamnya. Berbagai
aluminat dapat terbentuk - senyawa dimana aluminium ditemukan dalam ion
negatif. Hal ini mungkin karena aluminium memiliki kemampuan untuk
membentuk ikatan kovalen dengan oksigen. Bila alumina berada dalam larutan
basa maka alumina menunjukkan sifat keasamannya sedangkan bila berada dalam
larutan asam maka alumina menunjukkan sifat kebasaannya. Keasaman adalah
kemampuan untuk mentralkan basa pada suatu larutan. Kebasaan adalah suatu
kemampuan untuk menetralkan asam pada suatu larutan.
Selain itu hidrolisis garam juga mempengaruhi pH larutan karena garam
adalah senyawa ionik yang terbentuk oleh reaksi antara asam dan basa dan
bereaksi dengan air. Garam yang mengandung Al3+, Cr3+, Fe3+ dan Be2+
menghasilkan larutan asam akan tetapi kemungkinan terdapat butiran garam pada
larutan dapat terjadi karena apabila larutan basa tercampur dengan udara maka
menghasilkan senyawa garam. Seperti contoh AI2O3 bertindak sebagai basa
dengan asam klorida menghasilkan garam dan air.
Pada dasarnya kandungan bahan susun mengandung senyawa utama
seperti dibawah ini:
Al2O3 + SiO2 + CaO + Fe2O3 + Na2O + K2O + H2O ........ (22) pembakaran
Dalam proses pembakaran pada keramik, mempengaruhi kondisi larutan
karena terjadi reaksi kimia antara senyawa penyusun bahan dengan gas yang
dihasilkan pada waktu pembakaran terjadi proses oksidasi terhadap logam berat,
dimana proses pembakaran dengan suhu 12000C mempengaruhi logam-logam
berat menjadi lebih stabil. Logam berat akan saling berikatan dengan bahan
penyusun keramik lainnya menjadi bentuk kristal-kristal (memadat). Proses ini
membentuk senyawa-senyawa oksida logam, sehingga pengikatan yang terjadi
dalam proses pembakaran lebih sempurna.
Reaksi penetralan (neutralization reaction) merupakan reaksi antara asam
dan basa dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabakan perubahan pH.
Reaksi asam-basa dalam medium air biasanya menghasilkan air dan garam (salt),
yang merupakan senyawa ionic yang terbentuk dari suatu kation selain H+ dan
suatu anion selain OH- atau O2-.
asam + basa → garam + air…………… (23)
Reaksi penetralan asam basa pada salah satu senyawa yang terdapat pada bahan
penyusun keramik ditunjukkan pada reaksi 24 dan 25.
H2SO4 + CaO → CaSO4 + H2O………… (24)
H2O + CaO → CaOH + OH-…………….. (25)
Oleh karena itu pada analisa pH ini terjadi suatu penetralan yang
mengakibatkan pH asam berubah menuju netral dan pH netral menuju basa.
Dengan perubahan pH yang cukup rendah dan dalam kondisi stabil maka
dapat menunjukkan sedikitnya pelindian/pelarutan logam berat yang terdapat pada
keramik. Jika pH selama 5 minggu dapat stabil maka keramik dapat dikatakan
aman bagi lingkungan.
4.4 Prospek Pengembangan Produk
Prospek pengembangan produk merupakan prospek jangka panjang
maupun jangka pendek dari pemanfaatan limbah sebagai bahan campuran
komposisi keramik dengan metode pengolahan solidifikasi. Adapun
pengembangan produk dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu: aspek teknis, aspek
ekonomis, dan aspek lingkungan.
4.4.1 Teknis dan Kualitas Produk
Melalui penelitian ini diharapkan dalam jangka pendek dan panjang
limbah activated alumina dan sand blasting dapat dimanfaatkan secara optimal
untuk industri khususnya industri keramik dengan kualitas keramik yang baik.
Salah satu aspek yang dapat menunjukkan suatu keramik berkualitas baik yaitu
dengan melihat karakteristik fisiknya seperti tingkat keausan keramik.
Sebagaimana dijelaskan pada poin 4.3.1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan
nilai keausan seiring dengan penambahan kompoisisi limbah maka dapat
dikatakan terjadi peningkatan kualitas keramik dengan adanya penambahan
limbah pada komposisi keramik. Keramik dengan penambahan komposisi limbah
50% memiliki nilai keausan terbaik yaitu 13,414 mm2/kg sedangkan nilai keausan
terendah sebesar 81,229 mm2/kg pada keramik dengan penambahan komposisi
limbah 40%. Namun produk keramik yang dihasilkan memiliki kualitas dibawah
keramik standar dipasaran, dimana keramik dipasaran memiliki tingkat keausan
lebih rendah dibandingkan produk yang dihasilkan. Salah satu faktor yang
menyebabkan kualitas keramik dibawah keramik dipasaran yaitu keterbatasan alat
pada proses pembuatan produk keramik. Peralatan dan teknologi yang digunakan
masih manual berbeda dengan keramik yang terdapat dipasaran yang dalam
prosesnya menggunakan peralatan atau mesin yang canggih. Produk keramik hasil
solidifikasi ini dapat memiliki kualitas yang lebih baik apabila produk keramik
dibuat dengan skala besar menggunakan peralatan dengan teknologi yang lebih
baik dibanding dengan cara manual, sehingga nantinya diharapkan dapat
menaikkan nilai jual keramik Dengan karakteristik fisik yang baik sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan maka produk keramik hasil solidifikasi limbah
mampu bersaing dengan produk keramik lainnya dipasaran.
4.4.2 Ekonomis
Semakin banyaknya industri-industri keramik menyebabkan bahan baku
untuk pembuatan keramik meningkat. Bahan baku tersebut diantaranya kaolin,
tanah liat, dan feldspar yang berasal dari sumber daya alam, dimana jika sumber
daya tersebut dipakai secara terus menerus maka akan habis dan dampaknya dapat
merusak keseimbangan lingkungan hidup. Permasalahannya adalah cara untuk
menggantikan bahan-bahan tersebut dengan harga yang relatif lebih murah tanpa
mengurangi mutu dari keramik yang dihasilkan. Oleh karena itu, dengan adanya
pemanfaatan limbah sebagai bahan campuran keramik dengan pengolahan
solidifikasi diharapkan dapat memberikan nilai tambah (added value) pada
limbah.
Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwa terjadi peningkatan biaya seiring
penurunanan komposisi limbah. Biaya produksi terbesar pada formula 4 H
sedangkan biaya produksi terkecil pada formula 1 H. Hal ini menunjukkan bahwa
penggantian bahan penyusun keramik dengan limbah mampu meminimalisasi
biaya produksi pembuatan keramik, dimana dalam proses pembuatan keramik
diperlukan berbagai macam alat dan beberapa bahan penyusun keramik. Ini
dikarenakan limbah activated alumina dan sand blasting diperoleh dengan harga
dibawah harga kaolin dan samot. Harga dari limbah activated alumina serta sand
blasting masing-masing sebesar Rp 150,-/kg sedangkan harga dipasaran untuk
kaolin 7500,-/kg dan samot 4000,-/kg.
Tabel 4.13 Rincian biaya pembuatan 1 buah keramik
No Jenis barang/Jasa Harga
Jumlah Jumlah Bahan/gr Harga (Rp)
(Rp) Sampel 1H 2H 3H 4H 1H 2H 3H 4H
1 Pembentukan Cetakan
a.Gips 15000 60 250 250 250 250 b. Tenaga 15000 60 250 250 250 250 2 Bahan
a. Feldspar 5000 100
100
100
100 500 500 500 500
b. Tanah liat 2500 150
150
150
150 375 375 375 375
c. Samot 4000 0 0 0 75 0 0 0 300
d. Kaolin 7500 0 25 50 175 0 188 375 131
3
e. Activated alumina 150 175
150
125 0 26 23 19 0
f. Sand blasting 150 75 75 75 0 11 11 11 0
g. Glasir 60000 60 1000
1000
1000
1000
3 Tenaga a. Pengolahan bahan 20000 60 333 333 333 333
b. Pembentukan 15000 60 250 250 250 250 c. Finishing 12000 60 200 200 200 200 d. Pengglasiran 15000 60 250 250 250 250
4 Pembakaran
a. Suhu 900 78000 60 1300
1300
1300
1300
b. Suhu 1200 120000 60 200
0 2000
2000
2000
Total biaya 6746
6930
7113
8321
Total biaya + Keuntungan 20% 8095
8316
8536
9985
(Sumber : Hasil Penelitian, 2008)
Oleh karena itu, dapat dipastikan jika penggunaan limbah dalam
komposisi keramik semakin banyak maka biaya produksi semakin rendah. Selain
itu biaya yang lebih rendah menunjukkan tingkat efektifitas dari pembuatan
keramik jika nantinya hasil penelitian ini diterapkan oleh masyarakat. Namun
biaya produksi yang rendah harus seiring dengan peningkatan kualitas keramik
terutama karakteristik fisik dan kimia dari keramik.
Dari penjelasan diatas maka produk keramik hasil solidifikasi memiliki
harga lebih ekonomis sehingga dapat memberikan nilai tambah (added value)
pada limbah dan nilai ekonominya juga akan meningkat, dengan kata lain dapat
memberikan keuntungan pada PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap.
4.4.3 Lingkungan
Selama ini limbah activated alumina dan sand blasting tidak dimanfaatkan,
limbah activated alumina hanya dikirim ke PPLI sedangkan kelimpahan limbah
sand blasting cukup besar yang hanya ditimbun begitu saja disuatu lahan PT.
Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap sehingga memiliki potensi mencemari
lingkungan. Oleh sebab itu, dengan adanya pemanfaatan limbah (recycle dan
reuse) sebagai campuran bahan keramik diharapkan kelimpahan limbah dapat
dikurangi sehingga kualitas lingkungan di Indonesia akan semakin meningkat.
Mengingat limbah yang digunakan merupakan limbah B3 yang sangat berbahaya
apabila pengolahan yang dilakukan salah dapat memberikan dampak terhadap
lingkungan dan makhluk hidup disekitar.
Berdasarkan hasil uji TCLP pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa produk
keramik memiliki karakteristik logam berat dibawah baku mutu PP No.85 tahun
1999 sehingga dapat dikatakan bahwa produk keramik ramah lingkungan (eco-
friendly) dan dapat berkelanjutan (sustainable/renewable). Oleh karena itu,
keramik hasil solidifikasi aman terhadap lingkungan dan dapat dikembangkan
menjadi suatu produk keramik dengan skala industri yang lebih besar.
4.5 Perbandingan Optimum Keramik
Perbandingan optimum merupakan perbandingan antara variasi prosentase
bahan penyusun keramik yang digunakan untuk menunjukkan kualitas dari
keramik hasil solidifikasi limbah activated alumina dan sand blasting ditinjau dari
segi keamanan terhadap lingkungan dan dari segi fisik (kekuatan) keramik. Hasil
perbandingan optimum keramik adalah sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.12.
Tabel 4.12 Perbandingan Optimum Keramik
Formula Komposisi
limbah Keausan Pengujian TCLP (mg/l) Biaya
pembuatan (%) (mm2/kg) Pb Cu Cr Zn (Rp)
1 H 50 13,414 1,1040 1,5825 0,6398 1,6500 6746,- 2 H 45 37,902 0,6953 1,5663 0,5580 0,7000 6930,- 3 H 40 81,229 0,7200 1,6230 0,6243 0,6150 7113,- 4 H 0 52,640 0,3205 0,6270 0,6488 0,3125 8321,-
Berdasarkan hasil uji keausan maka terjadi penurunan nilai keausan
seiring dengan penambahan komposisi limbah activated alumina dan sand
blasting pada keramik (tabel 4.8). Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan
kualitas keramik seiring dengan penambahan limbah activated alumina dan sand
blasting. Pada hasil uji TCLP, meskipun hasilnya cenderung fluktuatif tetapi ada
kecenderungan peningkatan konsentrasi logam berat (Pb, Cu, Zn, dan Cr) seiring
dengan penambahan limbah activated alumina dan sand blasting ke dalam
komposisi keramik. Namun penambahan konsentrasi tersebut masih dibawah
baku mutu PP No.85/1999 (tabel 4.10). Sedangkan jika dilihat dari segi biaya
produksi maka formula keramik dengan penambahan limbah mencapai 50%
memiliki biaya biaya produksi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
formula tanpa limbah (tabel 4.12). Dari data diatas, diketahui bahwa
perbandingan optimum antara keausan, uji TCLP, dan biaya produksi tidak
sejalan. Karena seiring penambahan limbah activated alumina dan sand blasting
terjadi penurunan nilai keausan, penurunan biaya produksi, sedangkan di sisi lain
terjadi peningkatan konsentrasi logam berat pada hasil uji TCLP.
Jika dibandingkan antara hasil uji TCLP, keausan, dan biaya produksi
diperoleh formula yang memiliki kualitas yang lebih baik adalah formula 1 H
(penambahan 50%). Ini dikarenakan nilai keausan yang dihasilkan dengan
penambahan limbah activated alumina dan sand blasting lebih rendah yang berarti
kualitasnya semakin baik dibanding dengan formula lainnya. Selain itu biaya
produksi yang lebih rendah menunjukkan tingkat efektifitas dari pembuatan
keramik jika nantinya hasil penelitian ini diterapkan oleh masyrakat. Namun jika
dilihat pada hasil uji TCLP formula 1 H memilki konsentrasi logam yang lebih
tinggi dibanding formula lain, akan tetapi hal tersebut tidak berpengaruh karena
konsentrasi logam berat masih dibawah baku mutu PP No.85/1999 tentang
Pengelolaan Limbah B3. Dapat dikatakan formula 1 H aman jika berada di
lingkungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.13. Penampakan fisik
keramik hasil solidifikasi limbah activated alumina dan sand blasting dapat dilihat
pada L-10.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian solidifikasi penggantian limbah activated alumina
dengan kaolin dan sand blasting dengan samot sebagai keramik yang telah
dilakukan dapat disimpulkan :
a. Keramik sangat cocok dan aman digunakan untuk mengimmobilisasi
logam berat pada limbah activated alumina dan sand blasting.
Dibuktikan dengan hasil uji TCLP yang menunjukkan bahwa
konsentrasi logam berat (Zn, Cu, Cr, dan Pb) berada jauh dibawah
standar baku mutu TCLP PP No.85/1999 mengenai Pengelolaan Limbah
B3.
b. Penggantian activated alumina dengan kaolin dan sand blasting dengan
samot dapat meningkatan kualitas keramik. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai keausan yang semakin menurun seiring penambahan komposisi
limbah seperti pada formula 1 H, dimana penambahan optimal
komposisi limbah yaitu 50%. Namun demikian nilai keausan yang
dihasilkan dibawah keramik standar yang ada dipasaran.
c. Untuk biaya produksi yang dihasilkan setiap satu buah keramik,
diketahui bahwa keramik dengan campuran limbah 50 % lebih ekonomis
(Rp. 6746,-) apabila dibandingkan dengan keramik tanpa limbah (Rp.
8321,-). Berarti kita dapat menghemat biaya Rp. 1575,- setiap buahnya
dengan mutu dan kualitas yang jauh lebih baik dari keramik formula
kontrol (4 H).
5.2 Saran
Untuk perbaikan kearah yang lebih baik, maka untuk penelitian selanjutnya
perlu dilakukan perbaikan-perbaikan, diantaranya :
1. Perlu adanya penelitian tentang kandungan logam berat yang terdapat
pada bahan dasar pembentuk keramik (kaolin, samot, tanah liat, dan
feldspar), mengingat bahan dasar yang digunakan berasal dari alam.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap immobilisasi logam berat
dengan menggunakan limbah dan campuran keramik yang berbeda.
3. Pada pengujian keausan keramik hendaknya mengacu pada nilai standar
yang telah ditetapkan.
4. Penelitian ini menggunakan uji keausan dan leachate untuk penelitian
selanjutnya dilakukan uji lain.
5. Pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan ballclay karena
tingkat plastisitas ball clay lebih tinggi dibandingkan dengan tanah liat
sukabumi sehingga ikatan partikel lebih kuat.
6. Komposisi yang disarankan sebagai penelitian yang dapat dilakukan
secara berkesinambungan oleh peneliti berikutnya : alumina + sand
blasting + feldspar/fire clay + ball clay
7. Pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan tungku dengan
suhu bakar mencapai 18000C – 20000C sehingga suhu bakar dapat
mencapai titik leleh dari semua komponen bahan penyusun keramik agar
ikatan antar partikel penyusun keramik dapat lebih kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Febrian, (2005), Solidifikasi Limbah Katalis RCC-15 Sebagai
Campuran Bahan Pembuat Keramik, Skripsi, Jurusan Teknik Lingkungan,
UII, Yogyakarta.
Adhi Rukmana N., (2004). Sumber Daya Dan Cadangan Nasional Mineral,
Batubara, Dan Panas Bumi Tahun 2003 ( National Resource and Reserves
of Mineral, Coal, and Geothermal, Directorate Of Mineral Resources
Inventory.
Alloway, B.J., (1990). Heavy Metals in Soils, Glasgow
Anonim, (1994). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
1994 Tentang Pengolahan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya, Badan
Pengendali Dampak Lingkungan , Jakarta, 1994.
Anonim, (1996). Bahan-bahan Berbahaya dan Dampaknya terhadap Kesehatan
Manusia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2005 (1), Ceramics, ��Hwww.Ipteknet.com
Anonim, 2005 (2), Heavy Metal, ��Hwww.Chemicalelements.com
Anonim, 2007 (1), ��Hhttp://id.wikipedia.org
Anonim, 2007 (2), ��Hhttp://www.freepatentsonline.com/5672554.html
Astuti, A., (1997). Pengetahuan Keramik, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Djojo Soeprapto.S, (1997). Teknologi Keramik. Fakultas Teknik – UGM,
Yogyakarta.
Damanhari Enri., (2000), Teori TCLP Untuk Limbah B3 serta Prosedur Ujinya,
Teknik Lingkungan, ITB.
Fius Afriandra, Budiono Irwan, (2002). Laporan Penelitian Pembuatan Keramik
Berpori Menggunakan Busa Plastik, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik industri, UPN, Yogyakarta.
Hartomo, Anton J., 1994, Mengenal Keramik Modern, Andi Offset, Yogyakarta.
Hidayat Ismail, (2006). Pemanfaatan Limbah Sludge Krom Penyamakan Kulit
Sebagai Bahan Pewarna Glasir, Skripsi, Jurusan Teknik Lingkungan, UII,
Yogyakarta.
Ichnose, N, (1987), ”Introduction to Fine Ceramics Applications on
Engineering”, John Wiley and Sons LTD, New York.
Jumiyati, Solidifikasi Limbah Fly Ash Hasil Pembakaran Incenerator Industri
Textile sebagai Keramik, Jogjakarata, 2005.
LaGrega, M.D., P.L., Buckingham, dan J.C. Evans, 1994, Hazardous Waste
Management, McGraw-Hill International Inc., New York.
Mulia Ricki M., (2005), Kesehatan Lingkungan, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Palar, Heryando., (1994). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, PT. Rineka
Cipta, Jakarta.
Surdia, T. dan Saito, S., (1985). Pengetahuan Bahan Keramik, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
Suhala Supriatna, Arifin M., (1997), Bahan Galian Industri, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Industri.
Tchobanglous, et al, (1997). Solid Wastes, Engineering Principles and
Managements Issues, Mc. Graw-Hill, New York.
Van Vlack, Lavrence H., Sriati Djaprie, 1994, Ilmu dan Teknologi Bahan,
Erlangga, Jakarta.
Warsih, (2001). Solodifikasi Lumpur Padat Hasil Pengolahan Limbah B3
(Kromium) dari Penyamakan Kulit dengan Semen Pozolan, skripsi, STTL,
Yogyakarta.
LAMPIRAN 1 (L-01)
PROSEDUR PEMERIKSAAN BERAT JENIS
Rujukan : AASHTO T – 84 – 74
ASTM C – 128 – 68
1. PERALATAN :
a. Timbangan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram
b. Piknometer dengan kapasitas 500 ml
c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter
bagian bawah (90 ± 3) mm, dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat dari logam
tebal minimum 0,8 mm
d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (310 ±
15) gram diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm
e. Saringan no. 4
f. Oven yang diperlengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110 ± 5)0C
g. Pengatur suhu dengan ketelitian pembakaran 10C
h. Talam
i. Bejana tempat air
j. Pompa hampa udara (Vacum pomp) atau tungku
k. Air suling
l. Desikator
2. BENDA UJI :
Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No. 4 diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara seperempat sebanyak 100 gram.
3. PEMERIKSAAN :
a. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5)0C, sampai berat
tetap. Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji
selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan
selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar
air lebih besar dari pada 0,1 %.
b. Buang air perendam hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan
agregat diatas talam, keringkan diudara panas dengan cara membalik-
balikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai terjadi kering permukaan
jenuh.
c. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan dengan mengisikan
kedalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak
25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh
tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.
d. Segera setetah, tercapai keadaan kering-permukaan jenuh masukkan 500
gram benda uji kedalam piknometer, masukkan air suling sampai 90% isi
piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara
didalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat digunakan pompa
hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut
terhisap, dapat pula dilakukan dengan cara merebus piknometer.
e. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyusaian
perhiyungan kepada suhu standar 250C.
f. Tambahkan air sampai tanda batas.
g. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram
(Bt).
h. Keluarkan benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk).
i. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu standar 250C. (B)
LAMPIRAN 2 (L-02)
PROSEDUR PEMERIKSAAN BERAT ISI PADAT
1. PERALATAN
a. Batang penumbuk dengan diameter 16 mm dan panjang 60 mm.
b. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram atau 1% dari contoh.
c. Dapur pengering
d. Silinder ukur dengan kapasitas 1 liter.
2. BENDA UJI
a. Perencanaan contoh uji diudara dan campurkan contoh memakai riffler
sampler.
b. Ambil contoh sebanyak 1,25 – 200 K dari volume silinder, keringkan
contoh di dapur pengering pada suhu 110 ± 5 0C (230 ± 9)0F sampai berat
tetap.
3. PEMERIKSAAN
a. Ukur berat dan volume silinder ukur.
b. Letakkan silinder ukur pada tempat yang rata.
c. Masukkan contoh uji kedalam silinder sampai 1/3 bagian, ratakan lalu
tusuk-tusuk sebanyak 25 kali merata seluruh permukaan dengan batang
penumbuk.
d. Masukkan contoh uji sebanyak 2/3 bagian, ratakan dan tumbuk seperti
diatas.
e. Masukkan contoh uji hingga memenuhi silinder ukur sampai penuh,
ratakan lalu tumbuk 25 kali kemudian ratakan.
f. Timbang contoh dalam silinder ukur.
LAMPIRAN 3 (L-03)
PROSEDUR PEMERIKSAAN KADAR AIR
Rujukan : AASHTO T – 84 – 74
ASTM C – 128 – 68
1. PERALATAN :
j. Timbangan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram
k. Piknometer dengan kapasitas 500 ml
l. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter
bagian bawah (90 ± 3) mm, dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat dari logam
tebal minimum 0,8 mm
m. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (310 ±
15) gram diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm
n. Saringan no. 4
o. Oven yang diperlengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110 ± 5)0C
p. Pengatur suhu dengan ketelitian pembakaran 10C
q. Talam
r. Bejana tempat air
s. Pompa hampa udara (Vacum pomp) atau tungku
t. Air suling
u. Desikator
2. BENDA UJI :
Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No. 4 diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara seperempat sebanyak 100 gram.
3. PEMERIKSAAN :
a. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5)0C, sampai berat
tetap. Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji
selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan
selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar
air lebih besar dari pada 0,1 %.
b. Buang air perendam hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan
agregat diatas talam, keringkan diudara panas dengan cara membalik-
balikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai terjadi kering permukaan
jenuh.
c. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan dengan mengisikan
kedalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak
25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh
tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.
d. Segera setetah, tercapai keadaan kering-permukaan jenuh masukkan 500
gram benda uji kedalam piknometer, masukkan air suling sampai 90% isi
piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara
didalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat digunakan pompa
hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut
terhisap, dapat pula dilakukan dengan cara merebus piknometer.
e. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyusaian
perhiyungan kepada suhu standar 250C.
f. Tambahkan air sampai tanda batas.
g. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram
(Bt).
h. Keluarkan benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk).
i. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu standar 250C. (B)
LAMPIRAN 4 (L-04)
PROSEDUR PEMERIKSAAN BERAT ISI GEMBUR
1. PERALATAN
a. Batang penumbuk dengan diameter 16 mm dan panjang 60 mm.
b. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram atau 1% dari contoh.
c. Dapur pengering
d. Silinder ukur dengan kapasitas 1 liter.
2. BENDA UJI
a. Penambahan contoh uji
Keringkan contoh uji di udara dan canpurkan contoh memakai riffler
sampler.
b. Jumlah contoh uji
Ambil contoh sebanyak 1,25 – 200 K dari volume silinder. Keringkan
contoh didalam dapur pengering pada suhu 110 ± 5 0C (230 ± 9)0F sampai
berat tetap.
3. PEMERIKSAAN
a. Ukur berat dan volume silinder ukur.
b. Letakkan silinder ukur pada tempat yang rata.
c. Masukkan contoh uji kedalam silinder hingga penuh kemudian ratakan.
d. Timbang contoh dalam silinder ukur.
LAMPIRAN 5 (L-05)
PROSEDUR PEMBUATAN KERAMIK
Gambar L.1 Skema Pembuatan Keramik
Tanah liat, Kaolin, Feldspar, Samot
Pencampuran dan Pencetakan
Limbah Alumina dan Sand Blasting
Pengeringan
Finishing
Pembakaran suhu 900ºC
Pencucian
Uji Keausan
Uji TCLP
Uji pH
Pengeringan dan Pengglasiran
Pembakaran suhu 1200ºC
Penimbangan
Adapun cara pembuatan keramik dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Limbah activated alumina, sand blasting dan bahan-bahan yang akan
dibuat massa badan keramik ditimbang. Dalam penelitian ini, standar
campuran bahan pembuat keramik berdasarkan pembakaran. Secara
lengkap komposisi bahan pembuat keramik dengan penambahan limbah
alumina dan sand blasting dapat dilihat pada tabel 3.1.
2. Bahan baku keramik dan limbah ditimbang sesuai komposisinya.
Kemudian campur bahan baku dan tambahkan limbah alumina dan sand
blasting dengan jumlah prosentase keduanya 0%, 40%, 45%, dan 50%.
3. Bila semua bahan telah dicampur tambahkan air sesuai dengan komposisi
yang dibuat sampai adonan keramik menjadi plastis, kemudian adonan
didiamkan selama 24 jam.
4. Setelah didiamkan kemudian adonan ditimbang untuk tiap sampel dengan
berat 420 gr.
5. Sampel dicetak dan dikeringkan.
6. Setelah kering sampel difinishing.
7. Sampel yang telah difinishing dibakar dalam tungku dengan suhu bakar
900oC dan lama pembakaran 8 jam.
8. Setelah pembakaran, keramik dibersihkan kemudian dilakukan
pengglasiran pada permukaannya, lalu dikeringkan
9. Sampel yang telah kering dibakar dalam tungku dengan suhu bakar 1200-
1300 oC dan lama pembakaran 8 jam.
10. Setelah tungku dingin keramik dapat dikeluarkan dari tungku kemudian
keramik siap untuk diuji.
LAMPIRAN 6 (L-06)
PROSEDUR PENGUJIAN TCLP
Prosedur Pengujian Pelindian Untuk Limbah Non Volatil
Pengujian pelindian untuk limbah non volatile dilakukan dengan metode
TCLP. Langkah pengujian adalah sebagai berikut :
1. Menimbang sample 100 gram, kemudian sample dihaluskan apabila
diameternya lebih dari 9,5 mm (tidak lolos standar 9,5 mm).
2. Pengujian pH (Preliminary Evaluation)
a) - Menimbang sub sampel 5 gram
- Masukkan ke dalam beaker glass
- Menambahkan 96,5 ml air destilasi
- Menutup dengan kaca arloji dan diaduk dengan magnetic stirrer
(pengaduk mekanik) selama 5 menit
- Mengukur pH (pH awal)
b) - Apabila Ph langkah (a) lebih dari 5,0 maka ditambahkan 3,5 ml
HCl 1,0 N
- Menutup dengan kaca arloji dan dipanaskan sampai 500C selama
10 menit
- Membiarkan sampai larutan dingin
- Mengukur pH (pH akhir)
Pengujian TCLP
Uji TCLP dilakukan pada pecahan benda uji yang telah dan dilihat dari
masing-masing perbandingan sampai seberapa besar penurunan kadar logam
beratnya. Langkah-langkah sebagai berikut :
1. Timbang sampel 100 gram, haluskan sample apabila mempunyai diameter
lebih dari 9,5 mm (tidak lolos saringan standar 9,5 mm)
2. Lakukan pengujian pH
a) – Timbang sub sampel 5 gram (berasal dari sampel 100 garam)
- Tambahkan 96,5 ml air destilasi
- Tutup dengan kaca arloji dan aduk dengan magnetic stirrer
(pengaduk mekanik) selama 5 menit
- Ukur pH
b) – Bila angka Ph lebih dari 5,0 (pada langkah a) tambahkan 3,5 ml
Hcl 1,0 N
- Tutup dengan kaca arloji dan panaskan sampai 500C selama 50
menit
- Biarkan larutan dingin
- Ukur pH
3. Bila hasil 2 (a) dan 2 (b) pH-nya <5 gunakan larutan ekstraksi 1, dan bila
hasil 2 (b) memiliki pH>5 gunakan larutan ekstraksi 2.
a) Larutan Ekstraksi 1 :
Larutan HoAc (Asam Asetat) sebanyak 5,7 ml dimasukkan
kedalam 500 ml H2O tipe 1 (aquadest) ditambahkan 64,3 ml NaOH
1,0 N. Kemudian diencerkan sampai volume 1 liter sehingga pH
4,93 ± 0,05
b) Larutan Ekstraksi 2 :
Larutan sebanyak 5,7 ml HoAc dilarutkan ke dalam H2O tipe 2
(Bidest) sampai volume 1 liter (pH 2,88 ± 0,05)
4. Ekstraksi sample dalam larutan ekstraksi yang sesuai selama 18 jam pada
suhu (19-25)0C dengan kecepatan putaran 30 ± 2 rpm
5. Lakukan pencucian filter/kertas dengan asam lalu kemudian saring hasil
ekstraksi (di atas)
6. Analisa larutan ekstraksi.
Gambar L.2a Tahapan pengujian TCLP
Menghaluskan sampel bila diameter
> 9,5 mm
Bila pH (a) > 5 ditambahkan 3,5 ml HCl 1,0 N
Menimbang sampel 100 gr
Langkah (a)
Menimbang 5 gr dari sampel 100 gr
Menambahkan 96,5 ml aquades
Menutup dengan kaca arloji dan diaduk 5 menit
Menutup dengan kaca arloji
Larutan ekstraksi 2
Memanaskan sampai 500C selama 50 menit
Larutan ekstraksi 1
Hasil dari langkah (a) dan (b) pH < 5
Pengujian pH
Langkah (b)
Mengukur pH Membiarkan dingin dan
mengukur pH
Mengambil sampel 5 gr Menambahkan aquades 100 ml
A
Hasil dari langkah (a) dan (b) pH > 5
B
Gambar L.6b Tahapan pengujian TCLP (Lanjutan)
Menambahkan 0,57 ml asam asetat ke 100 ml aquades
Menambahkan 0,57 ml asam asetat ke 100 ml aquades
Menambahkan 6,43 ml NaOH 1,0 N
Mengencerkan pH sehingga pH menjadi 2,88 ± 0,05
Sampel diekstraksi 18 jam
Pada suhu (19-200C) putar dengan kecepatan
putaran 30 ± 2 rpm
B A
Mengencerkan pH sehingga pH menjadi 4,93 ± 0,05
Menyaring sampel dengan vacuum filter
Analisa larutan ekstraksi dengan AAS
LAMPIRAN 7 (L-07)
PROSEDUR PEMERIKSAAN pH
1. BAHAN dan PERALATAN
a. Larutan netral (H2O)
b. Larutan asam (H2SO4)
c. Larutan basa. (NaOH)
d. Botol aqua bekas berukuran 1 liter sebanyak 12 buah.
e. Alat uji pH elektrik
2. BENDA UJI
Benda uji adalah keramik dengan ukuran 5 x 5 x 1 cm untuk masing-masing
formula 1 buah keramik pada setiap larutan pH.
3. PEMERIKSAAN
a. Potong 1/3 bagian atas botol aqua kemudian beri kode pada setiap botol
sesuai formula keramik dan jenis larutan (misal : 1 H asam, 1 H basa, dan
seterusnya) .
b. Masukkan larutan netral, asam, dan basa yang telah diukur pH awalnya
pada masing-masing botol.
c. Masukkan sampel keramik yang telah dipotong ukuran 5 x 5 x 1 cm ke
dalam setiap botol yang berisi larutan netral, asam, dan basa.
d. Ukur pH setiap 1 minggu sekali selama 5 minggu
e. Amati dan catat perubahan pH yang terjadi.
LAMPIRAN 8 (L-08)
PROSEDUR PENGUJIAN KEAUSAN
Gambar L.8 Tahapan pengujian Keausan
START Potong keramik menjadi ukuran 2,5 cm x 10 cm x 10 cm
Siapkan alat uji OGOSHI HIGH SPEED UNIVERSAL WEAR TESTING MACHINE (Type
OAT-U)
Uji keausan permukaan keramik
selama 10 detik
Perhitungan hasil pengujian keauasan
SELESAI
LAMPIRAN 9 (L-09)
HASIL PENGUJIAN
LAMPIRAN 10
DOKUMENTASI
Gambar A Keramik Formula 1 H
Gambar B Keramik Formula 2 H
Gambar C Keramik Formula 3 H
Gambar D Keramik Formula 4 H
Tipe Sampel Keramik Stoneware
DOKUMENTASI PEMBUATAN KERAMIK
Bahan-bahan Pembuat Keramik Penumbukan Bahan
Pengayakan Bahan mesh 80 Penimbangan Bahan
Cetakan Keramik Proses Pengeringan
Proses Finising Proses Pembakaran
Incenerator Keramik Sampel Uji
DOKUMENTASI PENGUJIAN KEAUSAN
DOKUMENTASI PENGUJIAN TCLP
Penumbukan Keramik Tumbukan Keramik
Pengayakan Keramik (> 9,5 mm) Pencampuran Larutan
DOKUMENTASI PENGUJIAN pH
Benda Uji Dalam Larutan pH
DOKUMENTASI PENGUJIAN KARAKTERISTIK FISIK
Berat Jenis
Penimbangan Picnometer dengan Air Picnometer Berisi Air
Kadar Air
Penimbangan Limbah Sebelum Dioven Pengeringan Limbah Di dalam Oven
Berat Isi Gembur
Penuangan Limbah 1/3 bagian silinder Limbah Dalam Silinder Ditusuk-tusuk
Berat Isi Padat
Penimbangan Berat Silinder 1 liter Penuangan Limbah Kedalam Silinder
Silinder Terisi Penuh Penimbangan Silinder dan Limbah
Top Related