Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses...
-
Upload
amaryblossom -
Category
Documents
-
view
227 -
download
4
description
Transcript of Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses...
STUDI PENGAMBILAN KEMBALI ALUMINA DARI LIMBAH PADAT LUMPUR PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) INTAN BANJAR
Laporan Penelitian Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Program Studi Teknik Kimia
Diajukan Oleh
Retno Fitriana Sari H1D107001Winda Aryani Prasetyo H1D107061
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK KIMIAFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARBARU
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Limbah padat lumpur Perusahaan Daerah Air Minum (LPL PDAM) di peroleh
melalui pengolahan air baku yang ditambahkan dengan zat kimia (koagulan) seperti
tawas (Al2(SO4)3 18H2O) dan PaC (Poly Aluminium Cloride). Penambahan koagulan
dalam air baku bertujuan mengikat partikel-partikel pengotor dalam air (Kusnaedi,
2000). Pada umumnya LPL PDAM hanya disimpan dalam bak penampungan
sementara dan tidak dilakukan proses lanjutan untuk memanfaatkannya, sehingga
LPL PDAM hanya menjadi limbah buangan. Menurut penelitian lanjutan oleh Isma
dan Eka (2009), pengolahan LPL PDAM dapat dimanfaatkan sebagai adsorben
logam berat. Selain itu LPL PDAM dapat dimanfaatkan sebagai koagulan dalam
bentuk tawas cair seperti yang telah dilakukan oleh Sugiantoro (2009) untuk
menjernihkan air sungai Barito dan penelitian yang dilakukan Puput dan Anis (2009)
dalam upaya menjernihkan air sungai Martapura.
Menurut Suherman (2003), LPL PDAM yang sebagian besar masih
mengandung Al(OH)3, yang dibuang dan ditimbun dalam kolam penampungan
sebenarnya dapat diolah kembali menjadi alumina (Al2O3). Kandungan alumina LPL
PDAM dapat dilihat dari pemanfaatannya sebagai koagulan. Berdasarkan hal ini
dapat dilakukan proses recovery alumina yang biasanya diaplikasikan pada bahan
yang mengandung aluminosilikat seperti bijih tambang bauksit, fly ash (abu terbang
batubara) dan lempung kaolin atau clay.
Proses recovery dilakukan dengan mengekstraksi padat-cair (leaching) LPL
PDAM yang telah dikalsinasi. Pada proses recovery alumina, sebelum dilakukan
kalsinasi dilakukan penambahan CaCl2 yang berfungsi sebagai pengikat alumina dari
aluminosilikat (Al6Si2O13). Pengaruh perbandingan antara CaCl2 dengan bahan dasar
(raw material) mempengaruhi kuantitas dan kualitas dari alumina yang dihasilkan.
Pada umumnya rasio massa antara CaCl2 dengan bahan dasar mencakup range 0,5:1–
2:1 (Nehari dkk, 1997). Proses leaching dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
ukuran partikel, pelarut, temperatur dan agitasi fluida (Richardson, 2001). Faktor
tersebut mempengaruhi produk yang dihasilkan, namun untuk proses leaching pada
recovery alumina dari LPL PDAM belum diketahui karena belum adanya penelitian
mengenai recovery alumina dari LPL PDAM.
Melalui proses recovery alumina, dapat mengurangi jumlah LPL PDAM dan
menaikkan nilai ekonomisnya. Alumina hasil recovery ini dapat berguna sebagai
koagulan yang dapat digunakan kembali dalam proses pengolahan air baku. Selain
itu, alumina merupakan bahan baku pembuatan aluminium.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan
masalah untuk penelitian ini adalah:
1. Bagaimana cara menghasilkan alumina dari limbah padat lumpur PDAM agar
didapat hasil yang optimum?
2. Bagaimana pengaruh banyaknya penambahan CaCl2 ke dalam limbah lumpur
kering terhadap alumina yang dihasilkan?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mempelajari pengolahan pada limbah padat lumpur PDAM Intan Banjar agar
didapatkan alumina.
2. Mempelajari dan mendapatkan kondisi optimal proses berdasarkan variasi
komposisi dan konsentrasi pelarut dalam ekstraksi alumina dari limbah padat
lumpur PDAM Intan Banjar.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat program penelitian yang akan dilakukan ini adalah sebagai sarana
pembelajaran dalam pemanfaatan bahan terbuang dengan proses ekstraksi padat cair
yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, memberikan kontribusi nyata dalam
mempelajari proses pemisahan senyawa dari campuran dan proses recovery alumina
dari LPL PDAM menjadi solusi alternatif untuk memanfaatkan limbah hasil
pengolahan air. Selain itu penelitian ini merupakan peran nyata kontribusi mahasiswa
bagi lingkungan masyarakat sekitar, akademisi dan industri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Padat Lumpur PDAM
Air baku yang dipasok PDAM awalnya berupa air kotor dari berbagai sumber
baik dari irigasi maupun sungai. Pada pengolahannya air baku ditambahkan zat kimia
(koagulan) misalnya tawas (Al2(SO4)3.18H2O) dan PAC (Poly Aluminium Cloride).
Tujuan penambahan koagulan dalam air baku untuk mengikat partikel-partikel
pengotor dalam air, sehingga terbentuklah lumpur (Kusnaedi, 2000).
Fungsi lain penambahan koagulan adalah menetralisasi kelebihan muatan dari
suspensi padatan dengan penambahan elektrolit atau menghilangkan air hidrasinya
atau keduanya. Dengan kata lain penambahan koagulan berfungsi sebagai pembentuk
jembatan yang dapat diserap antar permukaan suspensi padatan serta akan
memperkuat gaya tarik antara molekul-molekul tersebut sehingga membentuk
gumpalan yang kuat (Fair, 1971).
Proses terbentuknya lumpur secara rinci melalui beberapa tahap, yaitu:
a. Proses Koagulasi
Menurut Kusnaedi (2000) reaksi koagulasi dapat berjalan dengan
menambahkan zat pereaksi (koagulan) sesuai dengan zat yang terlarut. Jenis
koagulan yang dapat digunakan antara lain kapur, tawas, dan kaporit. Pemilihan
koagulan ini didasarkan pada garam-garam Ca, Fe dan Al bersifat tidak larut dalam
air dan mampu mengendap bila bertemu dengan sisa-sisa basa. Proses ini
digambarkan pada Gambar 2.1:
Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Endapan(Sumber : Kusnaedi,2000)
Pada prinsipnya proses koagulasi dilakukan untuk memisahkan koloid dari air
baku yang akan dijernihkan, dimana koloid merupakan partikel yang sangat halus
dan sangat sukar untuk diendapkan (perlu waktu yang sangat lama untuk
mengendapkannya). Koloid akan mudah untuk diendapkan jika ukuran partikel
koloid dapat diperbesar dengan cara menggabungkan partikel-partikel koloid tersebut
melalui proses koagulasi dengan penambahan koagulan.
Flok terbentuk dari kondisi partikel koloid yang tidak stabil. Adanya muatan
positif yang cukup dan merata maka akan terbentuk flok-flok kecil yang bisa
diendapkan, maka antara sesama flok-flok kecil tersebut harus terus bergabung
sampai menjadi flok yang cukup besar untuk bisa mengendap. Pada saatnya muatan
positif yang diberikan tersebut tidak mampu lagi untuk menggabungkan flok-flok
kecil karena flok-flok kecil mengalami kondisi restabilisasi (kembali menjadi stabil)
sehingga sulit untuk terus bergabung menjadi flok yang cukup besar. Masalah ini
dapat diselesaikan dengan memberikan flokulan sehingga flok-flok kecil tersebut
akan dapat “diikat” (Mark, 2001).
b. Proses Flokulasi (Sutrisno, 1991)
Flokulasi terjadi karena adanya tumbukan antara pertikel-pertikel koagulasi
hingga menempel dan bergabung membentuk partikel yang ukurannya bertambah
besar. Untuk memperoleh intensitas tumbukan yang memadai diperlukan juga
pengadukan atau aliran yang dibuat turbulen dengan tetapi turbulensinya harus lebih
kecil dari aliran turbulen pada proses koagulasi.
Proses ini berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar supaya
dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloid) dengan bahan atau zat
koagulan yang kita bubuhkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk flok-flok
menjadi partikel yang lebih besar dan dapat mengendap dengan gravitasi adalah
kekeruhan pada air baku, tipe dari suspensi solid, pH, alkali, bahan koagulan yang
dipakai, dan lamanya pengadukan.
c. Sedimentasi (Pengendapan)
Sedimentasi merupakan proses pengendapan bahan padat dari air olahan.
Proses sedimentasi bisa terjadi bila air limbah mempunyai berat jenis lebih besar dari
pada air sehingga mudah tenggelam. Proses pengendapan ada yang bisa terjadi
langsung, tetapi ada pula yang memerlukan proses pendahuluan seperti koagulasi
atau reaksi kimia. Prinsip sedimentasi adalah pemisahan bagian padat dengan
memanfaatkan gaya gravitasi sehingga bagian yang padat berada di dalam kolam
pengendapan sedangkan air murni diatas (Kusnaedi, 2000).
Limbah hasil dari sedimentasi atau pengendapan berupa padatan lumpur yang
sebagian besar masih mengandung Al(OH)3 yang dibuang dan ditimbun dalam
kolom-kolam penampungan sebenarnya dapat diolah kembali menjadi alumina
(Al2O3) melalui proses recovery (Suherman, 2003).
Dari tiga proses di atas maka akan terbentuklah lumpur. Lumpur yang berasal
dari zat-zat pengotor dalam air ini tidak dapat lagi dimanfaatkan. Namun,
berdasarkan penelitian Sugiantoro (2009), lumpur ini dapat digunakan sebagai
koagulan dalam proses pengolahan air baku.
2.2 Pemanfaatan Limbah Padat Lumpur PDAM
Hasil penelitian Isma dan Eka (2009) menunjukkan bahwa limbah lumpur
PDAM mampu menurunkan kadar Fe. Penelitian dilakukan dengan aktivasi kimia
dengan cara lumpur kering dikontakkan dengan ZnCl2, dilanjutkan aktivasi fisika
dengan cara pirolisis pada temperatur 600°C selama 45 menit. Kemudian lumpur
aktivasi dikontakkan dengan air sumur kota Banjarbaru, yaitu sumur SD.Pembina
Banjarbaru. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan limbah lumpur
PDAM dapat menurunkan kadar Fe dari 2,61 mg/L hingga 0,21 mg/L.
Tawas cair diperoleh dengan melarutkan limbah padat lumpur menggunakan
NaOH kemudian menambahkan NH4Cl. Sehingga, terbentuk endapan Al(OH)3 dan
mereaksikan endapan dengan H2SO4. tawas cair (Al2(SO4)3) yang telah diperoleh
selanjutnya digunakan untuk proses koagulasi dan flokulasi (Sugiantoro, 2009).
Penelitian yang dilakukan Puput dan Anissa (2009) menunjukkan tawas cair
dapat diperoleh dari proses recovery limbah padat lumpur PDAM. Proses
penjernihan dilakukan dengan proses koagulasi dan flokulasi dengan penambahan
koagulan yang ada di pasaran dan tawas cair hasil recovery. Penelitian ini
menghasilkan tawas cair dari proses recovery limbah padat lumpur PDAM INTAN
Banjar yang dapat digunakan untuk menjernihkan air dengan nilai turbidity dan pH
awal Sungai Martapura masing-masing adalah 43,40 NTU dan 6,67. Setelah
dilakukan koagulasi, flokulasi, pengendapan, dan penyaringan didapat nilai turbidity
dan pH air sebesar 7,49 dan 6,48.
2.3 Proses Recovery Alumina
Banyak metode dikenal untuk proses recovery aluminium dari alumina silika.
Secara teknis ada dua metode yang memungkinkan untuk mengkonversi senyawa
dari aluminium, terutama mullite atau metakaolinite melalui leaching dengan pelarut
asam atau senyawa alkali dimana komponen akan larut setelah terjadi
pemanggangan atau sintering hidrokimia pada temperatur proses yang tinggi
- Metode Asam
Salah satu keuntungan utama dari metode asam adalah kemungkinan
memisahkan silika jumlah besar di awal proses leaching. Tapi keuntungan dapat
hanya dapat direalisasikan dalam proses leaching asam secara langsung yang
cocok pada suhu rendah sehingga membentuk abu terbang/ fly ash yang
mengandung aluminium ke dalam bentuk metakaolinite. Selain itu, outlet aliran
yang besar dari abu dan agen pembantu (limestone, lime, asam atau lainnya)
harus dikirim ke proses pemanggangan dan sintering yang memakan daya
dilanjutkan ke proses leaching
- Alkalin metode
Umumnya produksi aluminium saat ini hanya didasarkan pada teknologi basa
karena keuntungan sebagai berikut metode ini:
1. Kemurnian dan sifat fisik alumina sesuai dengan persyaratan yang
elektrolisis
2. Relatif kecil aliran pulp dan liquor karena tingginya kelarutan alumina
dalam larutan
3. Kurangnya perlunya perlindungan korosi untuk peralatan
Gambar 2.2 Proses recovery dari alumina dan silika Sumber : (Nehari dkk, 1997).
Proses recovery alumina secara simultan dari bahan yang mengandung
aluminosilikat menjadi alumina murni dan silikat mengikuti langkah-langkah berikut
1. Memanaskan campuran aluminosilikat dan CaCl2 hidrat untuk mendapatkan
alumino kalsium silikat dan kalsium alumina produk, dimana CaCl2 tidak
mengandung MgCl2.
Pada langkah pertama ini, hidrat dari CaCl2 direaksikan dengan material yang
mengandung aluminosilikat pada temperatur 1000-1100oC. CaCl2 ditambahkan
ke material dengan perbandingan atau rasio massa antara 0,5:1-3:1 tergantung
pada komposisi fasa dari material dan kandungan alumina. Namun rasio massa
yang sering digunakan dalam range 0,5:1-2:1. Dan campuran dari aluminosilikat
dengan garam CaCl2 dikeringkan pada 200–250oC.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Al6Si2O3+(Al2O3.SiO2.CaO)+SiO2+xCaCl2+yH2O
2CaO.Al2O3.SiO2+Al2O3+Al2O3.2SiO2.CaO+12CaO.7Al2O3+2yHCl
Dimana nilai x dan y = 2-4 (Nehari dkk, 1997).
Kaolin mempunyai dua komponen utama yang sering digunakan di industri
dan masayarakat yaitu alumina dan silika. Kaolin mempunyai rumus kimia 2H2O.
Al2O3.2SiO2. Satu partikel kaolin terdiri atas: 39% oksida alumina, 47% oksida
silika, dan 14% air. Kaolin akan terurai menjadi komponen-komponen oksidanya
yaitu Al2O3dan SiO2 pada suhu 600-7000C Kebanyakan alumina diperoleh dari
pemurnian bauksit dengan proses Bayer. Karakteristik alumina dan silika,
masing-masing dijabarkan ke dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 karakteristik alumina dan silikaKomponen Silika Alumina
Nama LainSilikon dioksida,
quartz sand
Calcined alumina
reactive
Rumus SiO2 Al2O3
Massa molar 60,1 g/mol 101,94 g/mol
Kenampakan Putih Putih
Densitas 2,2 g/cm3, padat 3,78 g/cm3, padat
Hardness 6-7 9
Kelarutan di air 0,012 g / 100 g air -
Titik leleh 1650 (±75oC) 2072oC
Titik Didih 2230oC 2980oC
Kritalografi tetrahedral Heksagonal
Sumber : (Sukanta, dkk., 2009)
Alumina dalam batuan ini tergabung dalam senyawa kompleks kaolinite
dengan silika bebas (quartz) sebagai impuritisnya. Metode pemurnian dapat
dilakukan dengan menguraikan senyawa yang ada dalam kaolin. Kaolin tersebut
mengandung alumina yang berikatan dengan silika, dan bila kaolin tersebut akan
diuraikan, ikatan tersebut harus dipecah terlebih dahulu agar menjadi alumina
bebas tanpa ikatan. Cara pemecahan ikatan tersebut adalah dengan pemanasan
dan disebut sebagai kalsinasi. Pemecahan ini biasanya dilakukan pada senyawa
kompleks. Dengan pemanasan akan terjadi reaksi zat padat, pengkristalan dan
terjadi peleburan ini sehingga ikatan akan terlepas.
Proses kalsinasi dilakukan untuk melepas ikatan senyawa kompleks dalam
kaolin tersebut. Bahan yang akan dipecah adalah senyawa kompleks kaolin
Al2O3.SiO2. xH2O menjadi Al2O3 + SiO2 + H2O. Proses ini juga dimaksudkan
untuk menjaga stabilitas termal kaolin dan untuk memperbesar pori-pori
permukaannya. Suhu kalsinasi yang lazim digunakan berkisar antara 200-800°C.
Agar senyawa kompleks dalam kaolin dapat terpecah harus melalui proses
pembakaran dengan suhu melebihi 600°C. Kaolin yang dibakar kurang dari
6000C belum mencapai titik kematangan keramik. Pada pembakaran di bawah
suhu 8000C, mineral silika bebas (seperti mineral karbonat) akan berubah pula.
Hal ini merupakan akibat dari terbakarnya semua unsur karbon (proses kalsinasi)
(Sukanta, dkk., 2009).
Menurut Cho (1995), berdasarkan eksperimen didapatkan suhu kalsinasi
untuk mendapatkan alumina yang maksimal pada kaolin adalah pada suhu 800oC.
Hasil eksperimen ditunjukkan tabel di bawah ini:
Tabel 2.2 Perubahan Yield Komponen Al Setelah Ekstraksi Berdasarkan Kondisi Kalsinasi dengan Variasi Suhu
Calcination temp. (oC) 500 600 700 800 900 Calcinations
time : 60 minExtraction yield of Al
Component (wt%)
23 62 81 83 65
Sumber : (Cho, dkk, 1995)
Tabel 2.3 Perubahan Yield Komponen Al Setelah Ekstraksi Berdasarkan Kondisi Kalsinasi dengan Variasi Waktu
Calcination time (min) 0 30 60 180 Calcinations
temp. : 700oCExtraction yield of Al
Component (wt%)
70 75 81 82
Sumber : (Cho, dkk, 1995)
2. Leaching (ekstraksi padat-cair) produk dengan HCl untuk membentuk yang
terdiri dari larutan AlCl3 ; silika dan CaCl2 yang tidak larut
Aluminium dan garam kalsium diekstraksi padat-cair dari kalsium alumina
silikat dengan pelarut HCl 2-8N. Reaksi yang terjadi mengikuti persamaan:
Ca2Al2SiO7+CaAl2SiO2O8+Ca12Al14O33+84HCl
18AlCl3+15CaCl2+42H2O+3SiO2
Hasil dari proses ini mungkin terdiri dari beberapa jenis garam selain AlCl3 dan
CaCl2, yaitu FeCl3, MgCl2 dan logam berat. Residu SiO2 dapat dipisahkan dari
larutan garam dengan metode yang telah diketahui seperti filtrasi dan dekantasi.
Kemurnian dari SiO2 biasanya lebih besar dari 97% dan pada yield lebih dari
90% (Nehari dkk, 1997).
Kondisi optimum untuk ekstraksi komponen Al dari hasil kalsinasi kaolin
yaitu dengan menggunakan hydrochloric acid (HCl) sebesar 8N pada temperatur
110oC selama 3 jam. Secara stoikiometri rasio mol antara kaolin dan HCl sebesar
1,0. Yield hasil ekstraksi dari komponen Al sebesar 90% weight pada kondisi ini
(Cho, dkk, 1995). Menurut penelitian Sobiroh, dkk (2007), kondisi optimum
leaching abu layang (fly ash) dilakukan dengan pelarut HCl 10% dengan
perbandingan abu layang dan HCl L/S 25:1. Kemudian dipanaskan dalam
penangas air pada suhu 80o C selama 1 jam dan distirer konstan 300 rpm.
3. Memisahkan silika larut dari solusi dan AlCl3 mengkristal dari larutan
- kristalisasi AlCl3 dengan reaksi yang terjadi mengikuti persamaan :
2AlCl3+3H2O Al2O3+6HCl
Hasil dari reaksi tersebut, berupa Al2O3 yang dihasilkan dengan kemurnian >
99% dan yield > 95%. Dan HCl yang dihasilkan dapat digunakan kembali.
Dan besi (Fe) yang terkandung pada raw material dapat direcovery dengan
ion exchange (penukar ion) atau ekstrasi liquid setelah AlCl3 dikristalisasi
(Nehari dkk, 1997). Temperatur transisi dari aluminium heksahidrat agar
menjadi kristal α-Al2O3 berada di bawah 1200oC. Dan alumina yang
dihasilkan dari purifikasi leach liquor sebesar 99,8% wg (Cho, dkk, 1995).
Empat tahap pengeringan yang berbeda menghasilkan kemurnian
alumina yang berbeda, yaitu (Ziegenhein, 1975)
a. pemanasan campuran alumina cair-pelarut pada suhu sekitar 300°F
selama sekurang-kurangnya sekitar satu jam untuk mendapatkan produk
alumina kering yang mengandung sebagian dari sekitar 70 menjadi
sekitar 76 persen berat Al2O3
b. pemanasan untuk sekitar 300°F dan secara simultan sebagian produk
kering dikontakkan dengan uap superheated setidaknya sekitar 1 menit
untuk mendapatkan alumina kering yang mengandung sekitar 79 sampai
82 persen berat Al2O3;
c. kalsinasi alumina kering pada suhu sekitar 800°F selama setidaknya
sekitar 4 menit dengan atmosfer inert untuk mendapatkan produk yang
mengandung alumina sekitar 86 sampai 90 persen berat Al2O3
d. pendinginan untuk setidaknya sekitar 300°F dengan atmosfer inert untuk
mendapatkan produk yang mengandung kata alumina dari sekitar 86
sampai sekitar 90 persen berat Al2O3 dengan karakteristik warna dan
property ekstruksi yang diinginkan.
- Menghapus substansi MgCl2 dari larutan CaCl2 dan mendaur ulang CaCl2
untuk digunakan pada langkah 1.
CaCl2 yang pulih dari proses daur ulang juga harus dimurnikan dari
MgCl2, karena banyak sumber aluminosilikat mengandung sejumlah kecil Mg
yang larut dalam HCl selama tahap leaching. Adanya kandungan MgCl2 di
dalam CaCl2 menurunkan kemurnian silika dan alumina yang hasil recovery.
Lebih baik, MgCl2 akan dihapus melalui presipitasi dengan Ca(OH)2.
Dengan demikian, penggunaan CaCl2 yang secara substansial bebas dari
Mg pada langkah pemanasan memberikan kontribusi signifikan terhadap
rendemen dan kemurnian produk. ini akan mempengaruhi efisiensi dan
profitabilitas proses,sehingga secara ekonomi kompetitif (Nehari dkk, 1997).
2.3 Ekstraksi padat –cair (leaching)
Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah proses pemisahan zat padat yang terlarut
dari campurannya dengan peralatan lain yang tidak larut, dengan menggunakan
pelarut. Pemisahan umumnya melibatkan pemutusan yang selektif, dengan atau tanpa
difusi. Tetapi pada kasus yang ekstrim dari simple washing terdiri dari pertukaran
(dengan pengadukan) dari satu cairan interstitial dengan yang lainnya, dimana terjadi
pencampuran (Perry, 1997).
Leaching merupakan proses peluruhan bagian yang mudah terlarut (solute) dari
suatu padatan dengan menggunakan suatu larutan (pelarut) pada temperatur dan
proses alir tertentu. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan bagian yang mudah
terlarut karena lebih berharga dari padatannya, misalnya bahan tambang, minyak
nabati, dan lain-lain, ataupun untuk menghilangkan bahan kontaminan yang mudah
terlarut dari padatan yang lebih berharga, misalnya pigmen dari kontaminan kimiawi
yang bisa atau mudah dilarutkan (Treybal, 1980).
Ada empat faktor penting yang secara dominan mempengaruhi laju ekstraksi
yaitu (Richarson, 2001).
1. Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran solute, akan semakin mudah mengekstraksinya selain itu
hendaknya ukuran butiran partikel tidak memiliki range yang jauh satu sama lain,
sehingga setiap partikel akan menghabiskan waktu ekstraksi yang sama.
2. Pelarut (Solvent)
Pelarut harus mempunyai selektivitas tinggi, artinya kelarutan zat yang ingin
dipisahkan dalam pelarut harus besar, sedangkan kelarutan dari padatan pengotor
kecil atau diabaikan. Dan viskositas pelarut sebaiknya cukup rendah sehingga
dapat bersirkulasi dengan mudah.
3. Temperatur
Dalam banyak kasus, kelarutan material yang diekstraksi akan meningkat dengan
naiknya temperatur, sehingga laju ekstraksi semakin besar. Koefisien difusi
diharapkan meningkat dengan naiknya temperatur untuk memberikan laju
ekstraksi yang lebih tinggi.
4. Agitasi fluida
Agitasi fluida (solvent) akan memperbesar transfer material dari permukaan
padatan ke larutan. Selain itu agitasi dapat mencegah terjadinya sedimentasi.
Metode operasi leaching dengan sistem bertahap tunggal, bekerja dengan
cara mengontakkan antara padatan dan pelarut sekaligus, dan kemudian disusul
dengan pemisahan larutan dari padatan sisa. Cara ini jarang ditemui dalam operasi
industri, karena perolehan solut yang rendah.
Gambar 2.2 sistem tahap tunggal
Sumber : (Treybal, 1980).
2.4 Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)
Prinsip dasar Spektrofotometri serapan atom adalah interaksi antara radiasi
elektromagnetik dengan sampel. Spektrofotometri serapan atom merupakan metode
yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah (Khopkar, 1990).
Teknik ini adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur. Teknik-
teknik ini didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom. Komponen kunci
pada metode spektrofotometri Serapan Atom adalah sistem (alat) yang dipakai untuk
menghasilkan uap atom dalam sampel. (Univesitas Gajah Mada, 2003)
Cara kerja Spektroskopi Serapan Atom ini berdasarkan atas penguapan larutan
sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas.
Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari
lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang akan
ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang
tertentu menurut jenis logamnya (Darmono,1995).
Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel
diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur yang
dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi
kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground
state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh
sumber radiasi yang terbuat oleh unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang
gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang
gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum
Lambert-Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui
sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit untuk
ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya
berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Teknik-teknik
analisisnya yaitu kurva kalibrasi, standar tunggal dan kurva adisi standar (Universitas
Gajah Mada, 2003).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari dan mengetahui pengaruh
variasi penambahan CaCl2 dalam proses pengambilan alumina dari limbah padat
lumpur (LPL) PDAM serta mempelajari dan mengetahui keefektifan variasi
konsentrasi pelarut yaitu larutan HCl dalam proses pengambilan alumina dari LPL
PDAM.
Pengambilan alumina dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode,
yaitu metode kalsinasi dengan suhu kalsinasi sebesar 800 oC selama 4 jam
menggunakan furnance dan metode ekstraksi padat cair (leaching) dengan variasi
konsentrasi 2N, 4N dan 6N.
3.1. Alat
3.1.1 Alat Utama
Alat utama yang digunakan pada penelitian ini adalah tangki berpengaduk.
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Tangki Berpengaduk
12
3
4
5
Keterangan : 1. Motor pengaduk
2. Pengaduk kecepatan
3. Tangki
4. Baffle
5. Pengaduk
3.1.2. Alat Pendukung
Alat pendukung yang digunakan pada penelitian ini yaitu bor tanah,
furnace, beaker glass, gelas ukur, sudip, stopwatch, neraca analitik, lumpang
dan alu, ayakan, cawan, loyang, kertas saring dan AAS.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Limbah Padat Lumpur
PDAM Intan Banjar, CaCl2, larutan HCl 2 N, 4 N dan 6 N, aquadest dan kertas
saring.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Penurunan Kadar Air dalam Lumpur
Perlakuan awal adalah melakukan perendaman pada lumpur PDAM selama 24
jam kemudian mengeringkan dengan cara dijemur sampai lumpur kering, kemudian
dilakukan penggerusan dan pengayakan hingga didapatkan ukuran lumpur kering 200
mesh.
3.3.2 Proses Kalsinasi
Proses kalsinasi dilakukan dengan mencampurkan lumpur kering dengan
padatan CaCl2 dengan variasi perbandingan massa lumpur kering dengan massa
CaCl2 sebesar 1:0,5, 1:1, dan 1:1,5. Masing-masing campuran kemudian dikalsinasi
dengan pemanasan dalam furnace pada suhu 800oC. Kemudian dilakukan
penggerusan dan pengayakan hingga didapat ukuran hasil kalsinasi 350-400 mesh.
3.3.3 Proses ekstraksi padat cair (leaching)
Proses ekstraksi dilakukan dengan penambahan 200 ml larutan HCl ke dalam
100 gram hasil kalsinasi dengan variasi konsentrasi larutan HCl sebesar 2 N, 4 N dan
6 N. Kemudian dilakukan pengadukan selama 3 jam dengan kecepatan stirrer
sebesar 300 rpm. Kemudian larutan didekantasi dan didapatkan filtrat dan rafinat.
Filtrat kemudian dipanaskan.
3.3.4 Proses Dekomposisi Hidrolisa
Hasil ekstraksi ditambahkan dengan 100 ml aquadest sambil dilakukan
pengadukan dengan kecepatan stirrer sebesar 300 rpm selama 10 menit. Hasil
pengadukan kemudian difiltrasi. Filtrat dipanaskan dengan suhu 500oC sehingga
didapatkan powder. Powder kemudian diukur massanya.
3.3.6 Uji Sampel
Pada bagian ini, limbah padat lumpur PDAM Intan Banjar dan hasil
dekomposisi hidrolisa diuji kadar aluminiumnya menggunakan AAS (Atomic
Absoption Spectrofotometer).
BAB IV
JADWAL PENELITIAN
Kegiatan ini dilaksanakan selama 4 bulan dengan rincian jadwal kegiatan
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Jadwal kegiatan penelitian
No Kegiatan
Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Studi Literatur
2. Pemesanan Alat dan Bahan
3. Uji Coba Peralatan
4. Percobaan
5. Analisis Pengolahan Data
6. Penyusunan Laporan
Limbah padat lumpur PDAM
Dicampur / mixing dan dikeringkan pada suhu 200oC
CaCl2
Dipanaskan pada suhu 800oC
dibersihkan
dikeringkan
diayak
Digerus dan diayak dengan ukuran 350-400mesh
diadukLarutan HCl dengan
variasi 2N, 4N, dan 6N
Rafinat/endapandekantasi
filtrat
dipanaskan
H2O pengadukan
Dipanaskan pada suhu 500oC
Uji kandungan alumina
BAB V
RANCANGAN BIAYA
Penelitian ini memerlukan biaya seperti yang tertulis pada tabel berikut ini:
Tabel 5.1 Bahan yang dipakai
No KomponenHarga satuan
(Rp)
Jumlah Biaya
(Rp)
1. HCl Rp. 192.400,00 3 L Rp. 577.200,00
2. Aquadest Rp.4.500,00 20 L Rp. 90.000,00
3. CaCl2 Rp. 244,00 1000g Rp244.000,00
Total Rp911.200,00
Tabel 5.2 Peralatan
No Komponen Biaya
(Rp)
1. Sewa Laboratorium (Alat-Alat yang Digunakan) Rp. 500.000,00
Total Rp. 500.000,00
Tabel 5.3 Biaya lain-lain
No Komponen Harga Satuan
(Rp)
Jumlah
(Buah)
Biaya
(Rp)
1. Uji Sampel Rp. 30.000,00 10 Rp. 300.000,00
Biaya Rp. 300.000,00
Tabel 5.4 Rekapitulasi
Komponen Biaya
Bahan Yang Dipakai Rp. 911.200,00
Peralatan Rp. 500.000,00
Biaya Lain-Lain Rp. 300.000,00
Total Rp. 1.711.200,00
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2003, Hand Out Pelatihan Instrumental Kimia AAS dan X-RD, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.
Cho, Jung-Hyun, dkk, 1995, Extraction of Al Component from Kaolin by the Hydrochloric Acid Leaching, Korea Research Institute of Chemical Technology : Kangweon
Darmono, 1995, Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, UI Press, Jakarta.
Kusnaedi. 2000. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Jakarta: PT.Penebar Swadaya.
Fair GM. 1971. Elements of Water Supply and Waste Water Disposa. 2nd Ed: Tokyo
Farah, Isma dan Eka R, 2009, Studi Awal Penurunan Kadar Besi (Fe) Dan Mangan (Mn) Air Sumur Kota Banjarbaru Memanfaatkan Limbah Lumpur Pdam Sebagai Adsorben. Universitas lambung mangkurat : Banjarbaru.
Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik Edisi kedua, UI Press, Jakarta.
Mark JHJr. 2001. Water and Wastewater Technology. Fourth Edition. New Jersey: Prentice Hall.
Nehari, S., dkk, 1997, Process Recovery of Alumina and Silika, United State Patent : USA No.WO 97 22554.
Perry, R. H., 1997, “Perry’s Chemical Engineering Handbook seventh edition”, Mc Graw Hill Company : New York.
Richardson, J.F.,dkk.,2001,Chemical Engineering Particle Technology and Separation Processes , Butterworth-Heinemann : Oxford.
Sugiantoro, 2009, Upaya Penjernihan Air Dari Sungai Barito Dengan Memanfaatkan Limbah Padat Lumpur Pdam Sebagai Tawas Cair Menggunakan Metode Koagulasi Dan Flokulasi, Universitas lambung mangkurat : Banjarbaru.
Sukanta, dkk, 2009, Pemecahan Senyawa Kompleks dalam Kaolin dan Pengambilan Alumina dengan Metode Kalsinasi dan Elutriasi, Universitas Gajah Mada : Yogyakarta
Treybal, R.E., 1981, Mass-Transfer Operations, Mc Graw Hill Company : Singapura
Wulandari, Puput dan Nor Anissa, 2009, Upaya Penjernihan Air Dari Sungai Martapura Dengan Memanfaatkan Limbah Padat Lumpur Pdam Sebagai Tawas Cair Menggunakan Metode Koagulasi Dan Flokulasi, Universitas lambung mangkurat : Banjarbaru.
Ziegenhain, W.C., dkk, 1975, Calcining Method for Alumina, United State Patent : USA No.3,979,504