REFERAT
POLISITEMIA VERA
Diajukan kepada :
dr. Titiek Riani, Sp.PD
Disusun oleh :
ARIF HANDOKO
2007 031 0170
SMF ILMU PENYAKIT DALAM RS JOGJAFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2012
1
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
POLISITEMIA VERA
Dipresentasikan :
TANGGAL : April 2012
TEMPAT : RS JOGJA
Mengetahui,Pembimbing
Dr.Titiek Riani , Sp.PD
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Polisitemia vera merupakan suatu penyakit gangguan hematologi yang jarang
ditemui tetapi mempunyai dampak yang cukup serius bagi penderitanya. Penyakit ini
umumnya tidak terdeteksi pada tahap awal karena gejala-gejala yang ditimbulkan
tidak spesifik, berkisar dari rasa “penuh di kepala” sampai sakit kepala, pusing, sukar
memusatkan pikiran, pandangan kabur dan pruritus (gatal-gatal) setelah mandi. Oleh
karena banyaknya keluhan yang diajukan penderita maka tidak jarang dokter
menganggap bahwa penderita adalah seorang neurasthemia atau seorang neurosis.
Penderita polisitemia vera biasanya datang ke dokter karena adanya gangguan –
gangguan yang lebih berat misalnya sesak napas, stroke dan gangguan ekstremitas.
Gejala – gejala yang lebih spesifik ini muncul pada tahap lanjut penyakit ini.
Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil dan
trombosit yang bertambah serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis
sumsum tulang.
Pada penderita polisitemia vera, viskositas darah sangat meningkat sehingga
aliran darah melalui pembuluh – pembuluh darah seringkali sangat lambat. Selain itu
pada penderita penyakit ini, volume darah juga meningkat, yang cenderung
meningkatkan alir balik vena. Sesungguhnya, curah jantung pada keadaan polisitemia
ini tidak jauh dari nilai normal, sebab kedua faktor ini saling menetralkan.
Kebanyakan tekanan darah arteri pada penderita polisitemia adalah normal, walaupun
pada kira-kira sepertiga penderita tekanan darah arteri meningkat. Ini berarti bahwa
mekanisme pengaturan tekanan darah biasanya dapat mengimbangi kenaikan
viskositas darah, yang dapat menaikkan resistensi perifer dan akan meningkatkan
tekanan arteri dalam batas-batas tertentu.
3
1.2. Tujuan Penulisan
1. Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang
patofisiologi dan patologi polisitemia vera
2. Memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di Bagian
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Jogja.
4
BAB II
POLISITEMIA VERA
2.1. Definisi
Polisitemia vera adalah suatu penyakit dimana terdapat hipervolumia,
peningkatan jumlah eritrosit dan hiperplasia sel-sel hemopoetik dengan proporsi yang
masih normal. Dikenal juga dengan nama penyakit Osler, penyakit Vaquez, dan
polisitemia vera rubra.
Polisitemia vera merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem
mieloproliferatif yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang.
Polisitemia vera merupakan penyakit mieloproliferatif yang terjadi akibat
ekspansi klonal sel induk hematopoetik yang mengalami transformasi disertai
pembentukan berlebihan eritrosit dan ekspansi unsur granulositik dan mega kariositik.
Polisitemia vera merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem
mieloproliferatif yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang.
Polisitemia vera adalah keadaan seperti tumor dari organ yang menghasilkan
sel darah merah, hal ini akan menyebabkan produksi yang berlebihan dari sel darah
merah, diikuti produksi yang berlebihan dari sel darah putih dan platelet.
2.2. Epidemiologi
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun, walaupun
kadang-kadang ditemukan 5% pada mereka yang berusia lebih muda. Angka
kejadian polisitemia vera ialah 7/1.000.000 penduduk dalam setahun. Penyakit ini
dapat terjadi pada semua ras atau bangsa, walaupun didapatkan angka kejadian yang
lebih tinggi di kalangan bangsa Yahudi. Pada pria didapatkan dua kali lebih banyak
daripada wanita.
Polisitemia vera biasanya muncul pada usia pertengahan akhir, dan terdapat
sedikit predominansi laki-laki, relatif jarang ditemukan pada orang kulit hitam dan
frekuensinya meningkat pada orang Yahudi keturunan Eropa. Adapun kasus
5
polisitemia vera pada kembar monozigot (walaupun jarang) dan peningkatan minimal
insidensi pada saudara pasien mengisyaratkan peran genetik pada beberapa kasus.
2.3. Etiologi
Etiologi dari polisitemia vera masih belum diketahui secara pasti apakah
disebabkan adanya rangsangan ke sumsum tulang akibat adanya hipoksia atau melalui
rangsangan hormonal.
2.4. Patologi
Perubahan-perubahan dasar terjadi dalam sumsum tulang yang sangat
hiperseluler. Eritron jelas mengalami pembengkakan, sementara sumsum berlemak
digantikan sumsum aktif yang berair banyak dan berwarna merah tua.
Secara histologi, proliferasi yang mencolok semua bentuk eritroid terlihat,
khususnya normoblas. Disamping itu hiperplasi megakariosit juga menonjol. Biasanya
terdapat peningkatan secara bersama unsur-unsur granulosit. Bila penyakit ini berubah
perjalanannya, sumsum memperlihatkan perubahan-perubahannya dan mungkin
menjadi leukemi atau fibrosis.(PA)
Tinjauan laboratorium didapatkan:
Secara otomatis hitung sel darah merah dan hematokrit (termasuk
hemoglobin) mengalami peningkatan. Pada hitung sel jumlah
eritrosit dijumpai > 6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit biasanya
transisi ke arah metaplasia mieloid.
Peningkatan hematokrit dapat mencapai 85%. Sesuai dengan adanya
peninggian hematokrit, viskositas darah meninggi.
Pasien dengan kadar hemoglobin diatas 20 g/dL pada 60% laki-laki
dan 56% perempuan biasanya ikut serta dalam meningkatkan kadar
sel darah merah. Sel darah merah (eritrosit) pada pasien dengan
polisitemia vera biasanya menunjukkan normokromik normocytik,
kecuali pada pasien yang sudah mengalami perdarahan, ulkus peptik
atau sudah pernah dilakukan plebotomi.
6
Karena terjadi hiperproliferasi prasel granulosit dan juga
megakariosit dalam sumsum tulang, hitung sel darah putih mungkin
sebesar 80.000 per ml, namun ada juga yang membatasi >12.000/ul
dengan netrofil bergeser kekiri dan beberapa sel muda serta basofilia
ringan (terjadi leukositosis yang biasanya berkisar antara 12-15x103 /
mL dengan gambaran bergeser ke kiri sampai metamielosit). Pada
Sel granulosit terjadi peningkatan pada 2/3 kasus polisitemia vera,
berkisar antara 12-25 ribu/mL sampai 60 ribu/mL.
Hitung trombosit sering lebih dari 400.000 per ml(400.000 –
800.000/ul) bahkan dapat mencapai satu juta. Pengeluaran potassium
kedalam serum disebabkan adanya peningkatan jumlah trombosit
selama proses koagulasi yang menyebabkan pseudohiperkalemia
dalam serum. Morfologi trombosit abnormal yaitu makrotrombosit
dan pengurangan granula. Yang khas, kadar fosfatase alkali
granulosit diatas normal.
Terjadi peningkatan vitamin B-12 > 900 pq/mL, hal ini dijumpai
pada 30% kasus, tetapi dapat pula menurun, yaitu pada ± 30% kasus,
dan kadar UB12 BC meningkat > 2200 pq/mL pada > 75% kasus.
Peningkatan ini berhubungan dengan adanya binding protein dalam
sel darah putih dan merupakan refleksi dari jumlah sel darah putih
perifer dan sumsum tulang.
Hiperuricemia ditemukan pada 40% pasien yang merupakan refleksi
dari peningkatan metabolisme akibat pelepasan sel yang berlebihan
dari sumsum tulang. Kadar asam urat meninggi ringan ( kadar sekitar
8 mg% )(en,in)
menunjukkan peningkatan selularitas normoblastik berupa hiperplasi
trilinier seri eritrosit, megakariosit dan mielosit.
Gambaran histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi
megakariosit yang patologis dan sedikit fibrosis merupakan petanda
patognomonik polisitemia vera.
7
2.4. Patofisiologi
Perubahan-perubahan anatomi utama berasal dari peningkatan volume darah
dan pengentalan yang dihasilkan oleh eritrositosis. Bendungan yang melimpah pada
semua jaringan dan alat tubuh merupakan ciri khas polisitemia vera. Hati membesar
dan sering mengandung fokus-fokus metaplasi mieloid. Limpa juga agak membesar,
mencapai 250 sampai 300 gram, dan sangat kenyal. Sinus-sinus limpa dipadati oleh
sel darah merah, seperti juga semua pembuluh darah limpa. Pembuluh darah utama
secara seragam melebar, biasanya karena pengentalan darah yang kekurangan
oksigen.
Akibat peningkatan kekentalan dan bendungan vaskuler, trombosis dan infark
sering terjadi paling sering mengenai jantung, limpa dan ginjal. Perdarahan terjadi
pada kira-kira sepertiga penderita, mungkin karena pelebaran pembuluh darah dan
kelainan fungsi trombosit. Biasanya mengenai saluran pencernaan, orofaring atau
otak. Meskipun dikatakan perdarahan ini kadang-kadang terjadi spontan, lebih sering
terjadi setelah berbagai trauma minor ataupun tindakan bedah. Ulkus peptikum
dinyatakan pada kira-kira seperlima penderita.
Polisitemia vera sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat,
terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon sel induk darah yang
abnormal. Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini
tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya (eritropoetin serum < 4
mu/mL).(UI)
Penyakit polisitemia vera juga berkaitan dengan proliferasi berlebihan prekursor
eritroid, granulositik dan megakariositik. Di sini eritrositosis merupakan manifestasi
primer. Konsentrasi eritropoetin dalam serum pada polisitemia vera rendah tetapi
tidak menghilang. Prekursor eritroid pada pasien Polisitemia berespon terhadap
eritropoetin dan mungkin hipersensitif terhadap kerja hormon ini. Sel sumsum tulang
dari pasien polisitemia vera membentuk koloni prekursor eritroid dalam biakan tanpa
ditambahkan eritropoetin. Fenomena ini jarang dijumpai pada penyakit lain. Banyak
8
dari pembentukan koloni eritroid endogen pada polisitemia vera ini dihambat oleh
penambahan antibodi terhadap eritropoetin, yang mengisyaratkan peningkatan
kepekaan terhadap eritropoetin. Namun sebagian pembentukan sel darah merah pada
polisitemia vera mungkin autonom dalam kaitannya dengan eritropoetin. Selain itu
terdapat peningkatan progenitor mieloid dan megakariositik di sumsum tulang, yang
mengisyaratkan bahwa panmielosis pada polisitemia vera ditandai oleh ekspansi
cadangan sel prekursor.
Di dalam sirkulasi darah tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian nilai
hematokrit. Terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma dapat
mencapai > 49% pada wanita (kadar Hb > 16 mg/dL) dan > 52% pada pria (kadar Hb
> 17 mg/dL), serta di dapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit >
6 juta/mL).
Adapun perjalanan klinis pasien polisitemia vera adalah :(UI)
a. Fase eritrositik atau fase polisitemia.
Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini di dapatkan peningkatan
jumlah eritrosit yang dapat berlangsung hingga 5-25 tahun. Pada fase ini
dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah
dalam batas normal.
b. Fase burn out ( terbakar habis ) atau spent out ( terpakai habis ).
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien
memasuki periode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang
timbul anemia tetapi trombositosis dan leukositosis biasanya menetap.
c. Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan
perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasi
mieloid. Kadang-kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati,
kelenjar getah bening dan ginjal.
d. Fase terminal
9
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan
oleh kompilasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena meilofibrosis
terjadi pada kurang dari 15%.
Beberapa hal yang dapat ditimbulkan oleh polisitemia vera antara lain:
1. hiperviskositas
- hiperviskositas mengakibatkan menurunnya aliran darah dan terjadinya
hipoksia jaringan serta manifestasi susunan saraf pusat berupa sakit kepala,
dizziness, vertigo, stroke, tinitus dan gangguan penglihatan berupa pandangan
kabur, skotoma dan diplopia.
- Manifestasi kardivaskuler
Angina pektoris dan klaudikasio intermiten.
- Manifestasi perdarahan (terjadi pada 10-30 % kasus)
Epistaksis, ekimosis dan perdarahan gastrointestinal.
- trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli ( terjadi pada 30-50 %
pasien )
2. gejala dan tanda pada kulit
- pruritus terjadi pada 50 % kasus, dan urtikaria terjadi pada 10 % kasus.
Kemungkinan disebabkan karena perubahan metabolisme histamin.
- Plethora dan akrosianosis adalah manifestasi eritrositosis berat.
Sebagai akibat dari hiperplasia hemopoitik maka jumlah eritrosit akan meninggi,
hematokrit akan meninggi dan viskositas darah akan meninggi. Trombosit juga
akan meninggi dan peninggian trombosit dan adanya viskositas darah yang juga
meninggi merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis. Kemungkinan
terjadi trombosis lebih besar lagi mengingat penderita polisitemia vera biasanya
pada penderita 40 tahunan dimana sudah mulai terjadi arteriosklerosis.
Hipervolemia disertai viskositas darah yang tinggi akan menimbulkan
dekompensasi kordis. Meskipun terdapat trombositemia, sering dapat dijumpai
perdarahan oleh akibat kerusakan pembuluh darah akibat dari adanya
hipervolemia.
10
Turnover dari asam nukleat meninggi akibat produksi sel yang meningkat yang
akan menimbulkan peninggian kadar asam urat yang dapat mengakibatkan
serangan gout atau terbentuknya urolithiasis.
2.6. Kelaianan Fisik
a. Muka penderita akan terlihat merah (pletorik). Pada kulit muka, leher,
telinga dan selaput lendir akan terlihat gambaran pembuluh darah. Pada
pemeriksaan kedua mata, konjungtiva akan terlihat sangat merah karena
adanya pelebaran dari pembuluh darah. Terdapat perubahan hiperviskositas
pada fundus, termasuk vena-vena retina yang melebar dan berkelok-kelok
dan harus dicari adanya perdarahan.
b. Inspeksi lidah dilakukan untuk menentukan adanya sianosis sentral.
c. Pemeriksaan sistem kardiovaskular dilakukan untuk menentukan adanya
pembesaran jantung dan kemungkinan disertai bising sistolik.
d. Pemeriksaan sistem pernapasan dilakukan untuk mengetahui adanya tanda-
tanda penyakit paru kronik yang biasanya disertai dengan ronkhi basal.
e. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari adanya splenomegali, yang
terjadi pada 80% kasus polisitemia dan juga pembesaran hepar. Pembesaran
bersifat keras dan tidak nyeri tekan.
f. Pada pemeriksaan ekstremitas lengan harus diinspeksi untuk mencari bekas
garukan. Tungkai harus diinspeksi untuk mencari bekas garukan, tofus gout
dan artropati.
2.8. Diagnosis
Sebagai suatu kelainan mieloproliferatif, polisitemia vera dapat memberikan
kesulitan dengan berbagai keadaan lainnya (polisitemia sekunder). Karena
kompleksnya penyakit ini, International Polycythemia Study Group menetapkan 2
kriteria pedoman dalam menegakkan diagnosis polisitemia vera menjadi 2 kategori
yaitu :
11
Kategori A
1. Pembesaran massa sel darah merah yang khas. Pada pria ≥ 36 mL/kg, dan
pada wanita ≥ 32 mL/kg.
2. Saturasi oksigen darah arteri ≥ 92 %
3. Splenomegali.
Kategori B
1. Trombositosis > 400.000 / mikroliter
2. Leukositosis > 12.000 / mikroliter ( tidak ada penyakit )
3. Peningkatan skor fosfatase alkalin leukosit (LAF) > 100, tanpa adanya
demam atau infeksi.
4. Kadar vitamin B12 serum > 900 pg/mL atau kapasitas pengikat vitamin B12 >
2200 pg/mL.
Diagnosis polisitemia vera jika : A1+A2+A3 atau A1+A2 + 2 faktor kategori B.
2.9. Diagnosis Banding
a. Polisitemia Sekunder
Biasanya tidak disertai dengan penambahan jumlah lekosit dan
trombosit, pada pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit menurun (pada
PV normal). Kadar alkali fosfatase normal (pada PV meningkat). Pada
polisitemia sekunder biasanya didapatkan kelainan dasar penyakit seperti
kelainan jantung bawaan, arterio venous shunt, penyakit paru obstruktif
menahun. Penyebab lain yang jarang dijumpai seperti tumor otak, tumor
ginjal, cushing sindrome, dan lain-lain. Hipoksemia biasanya disertai dengan
sianosis dan clubbing.
Pada polisitemia sekunder biasanya tidak disertai dengan penambahan
jumlah leukosit dan trombosit. Oleh karenanya M:E rasio dalam sumsum
tulang berubah. Pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit di dapatkan
penurunan, sedangkan kadar LAF normal.
b. Polisitemia Relatif
12
Tidak disertai peninggian jumlah lekosit dan trombosit. Terjadi akibat
berkurangnya volume plasma karena dehidrasi atau renjatan hipovolemik, tidak
terdapat peninggian jumlah leukosit dan trombosit.
c. Leukemia Granulositik kronika stadium awalTerdapat peninggian kadar hb tetapi jumlah eritrosit jarang melebihi angka 6
juta/mL, biasanya jumlah leukosit M:E rasio akan berubah sampai 8:1.
d. Polisitemia Stres
Biasanya ditemukan pada laki-laki dengan hipertensi yang labil. Secara klinis
sukar dibedakan dengan polisitemia vera stadium awal, untuk mengetahuinya
diperlukan observasi yang agak lama. Pada Polisitemia stres pada riwayat penyakitnya
didapatkan adanya riwayat stres emosional.
e. Sindroma Pickwichian
Polisitemia yang terjadi pada obesitas, dimana akan dijumpai sedikit peningkatan
jumlah eritrosit, penurunan kapasitas vital, hipertensi, tidak ada splenomegali.
Terjadinya polisitemia disebabkan karena adanya hipoventilasi alveoli sebagai akibat
diafragma yang kurang dapat bergerak bebas.
f. Mielofibrosis mieloid metaplasia
Biasanya didapatkan eritrosit bentuk tetesan dan pada pemeriksaan sumsum tulang
akan menghasilkan suatu “dry tap”.
g. Hyper thyroidisme
Secara klinis dapat menyerupai polisitemia vera karena ada perasaan panas dan
hiperhidrosis.
2.10 Komplikasi
a. Trombosis
Terjadi disebabkan oleh karena hiperviskositas, arteriosklerosis dan
trombositosis.
b. Perdarahan
13
Disebabkan karena regangan pembuluh darah akibat adanya hipervolemia
dan gangguan fungsi trombosit.
c. Gagal jantung
Disebabkan karena beban jantung terlalu berat akibat dari hipervolemia,
hiperviskositas, hipertusi dan kemungkinan infrak miokard akibat trombosis.
d. Leukemia mieloblastik
Sering terjadi pada pasien yang diberikan terapi dengan radioterapi atau
fosfor radioaktif.
e. Mielofibrosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dapat khemoterapi intensif.
f. Gout dan nefrolithiasis
Disebabkan karena tingginya kadar asam urat.
2.11 Penatalaksanaan
A. Prinsip Pengobatan
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan
mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan efektif pada fase eritrositik atau polisitemia yang
belum terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan.
4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada
pasien usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau
kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan :
- Trombositosis persisten di atas 800.000/mL, terutama jika disertai gejala
trombosis.
- Leukositosis progresif.
- Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik.
- Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar
dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
14
B. Media Pengobatan
1. Flebotomi
Indikasi flebotomi :
- Polisitemia vera fase polisitemia
- Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55% (target Ht ≤
55%)
- Polisitemia sekunder non fisiologis bergantung pada derajat
penatalaksanaan terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik.
Tujuan flebotomi :
- Mempertahankan Ht ≤ 42 % pada wanita dan ≤ 47 % pada pria.
- Mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate.
Prosedur flebotomi :
1. 250 – 500 cc darah dikeluarkan dengan blood donor collection set standar
setiap 2 hari. Pada pasien dengan usia lebih dari 55 tahun atau penyakit
vascular aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya boleh dilakukan
dengan prinsip isovolemik yaitu mengganti plasma darah yang dikeluarkan
dengan cairan pengganti plasma, untuk mencegah timbulnya bahaya
iskemia serebral atau jantung karena status hipovolemik.
2. Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL darah (normal total body
iron ± 5 g). defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan flebotomi
berulang. Gejala defisiensi besi seperti glositis, keilosis, disfagia dan
astenia cepat hilang dengan pemberian preparat besi.
2. Kemoterapi Sitostatika
Indikasi kemoterapi sitostatika :
- Hanya untuk polisitemia vera.
- Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan.
- Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis.
15
- Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antitistamin.
- Splenomegali simtomatik atau mengancam ruptur limpa.
Prosedur pemberian kemoterapi sitostatik :
1. Hidroksiurea (Hydrea @ 500 mg/tablet) dengan dosis 800-1200 mg/m2/hari
atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kg BB/kali, jika telah
tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk
pemeliharaan.
2. Klorambusil (Leukeran @ 2 mg/tablet) dengan dosis induksi 0,1 – 0,2
mg/kg BB/hari selama 3 – 6 minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kg BB
tiap 2 – 4 minggu.
3. Busulfan (Myleran @ 2 mg/tablet) 0,06 mg/kg BB/hari atau 1,8 mg/m2/hari,
jika telah mencapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten
untuk pemeliharaan.
Pemberian obat dihentikan jika hematokrit :
- Pada pria ≤ 47% dan memberikannya lagi jika > 52%
- Pada wanita ≤ 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
3. Fosfor Radioaktif ( P32 )
P32 pertama kali diberikan dengan dosis ± 2-3 mCi/m2 secara iv, apabila
diberikan peroral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4
minggu pemberian P32 pertama :
- Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.
- Tidak mendapatkan hasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama
dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
4. Kemoterapi biologi ( Sitokin )
Tujuan pengobatan terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung
trombosit > 800.000/mm3). Produk biologi yang digunakan Interferon
(Intron –A@ 3 dan 5 juta IU, Roveron –A@ 3 dan 9 juta IU) digunakan terutama
16
pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Dosis yang
dianjurkan 2 juta IU/m2/ subkutan atau IM 3 kali seminggu.
Kebanyakan klinisi mengkombinasikan dengan sitostatik siklofosfamid
(Cytoxan@ 25 mg dan 50 mg/tablet) dengan dosis 100 mg/m2/hari, selama 10 –
14 hari atau target telah tercapai (hitung trombosit < 800.000 / mm3) kemudian
dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 100 mf/m2 1-2 kali seminggu.
5. Pengobatan Suportif
a. Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-699 mg/hari oral pada pasien
dengan penyakit yang aktif dengan memperlihatkan fungsi ginjal.
b. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan antitistamin, jika diperlukan dapat
diberikan Psoralen dengan penyinaran ultraviolet range A (PUVA).
c. Gastritis atau Ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
d. Antiagregasi trombosit analgrelide turunan dari quinazolin disebutkan juga
dapat menekan trombopoesis.
II.12. Prognosis
Sekitar 30% penderita meninggal karena komplikasi trombosis, yang
biasanya mempengaruhi otak dan jantung. Disamping itu, 10 sampai 15% lagi
meninggal karena berbagai komplikasi perdarahan.
Pada penderita yang tidak mendapatkan pengobatan, kematian
diakibatkan kelainan vaskuler, yang terjadi setelah beberapa bulan diagnosis
dibuat. Tetapi bila massa sel darah merah masih bisa dipertahankan mendekati
normal melalui flebotomi, kelangsungan hidup median 10 tahun dapat
diusahakan.
Prognosis polisitemia vera pada umumnya adalah cukup baik, kecuali
apabila sering terjadi komplikasi trombosis, penderita tidak kooperatif
terhadap terapi yang diberikan atau apabila ada tanda-tanda gagal jantung.
Penggunaan P32 dan terapi mielosupresif dengan obat alkilasi, walaupun
dapat mengontrol penyakit, menyebabkan peningkatan insidensi leukemia
17
akut, dan saat ini terapi tersebut jarang digunakan. Terapi modern
kemungkinan menyebabkan perubahan perjalanan penyakit. Dahulu sebagian
besar pasien meninggal akibat penyulit kardiovaskular. Leukemia akut dapat
timbul pada 2% pasien yang tidak mendapat obat alkilasi atau radioterapi.
BAB III
KESIMPULAN
Polisitemia vera merupakan suatu penyakit gangguan hematologi yang jarang
ditemukan tetapi mempunyai dampak yang cukup serius bagi penderitanya. Penyakit
18
ini adalah suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, terjadi karena sebagian
populasi eritrosit berasal dari satu klon sel induk darah yang abnormal.
Karenanya dengan memahami definisi, perjalanan klinis sampai dengan
penatalaksanaannya, maka diharapkan dapat mengetahui bagaimana cara mendeteksi
penyakit ini pada tahap awal dan mencegah berbagai macam komplikasi yang dapat
ditimbulkan.
Penatalaksanaan yang tepat terhadap penderita polisitemia vera dapat
meningkatkan vitalitas dan umur harapan hidup bagi penderitanya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Muthalib, Shufrie Effendy, (2001), “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam”, Jilid II, Edisi III, Balai Penerbit FJ UI, Jakarta.
Boyd, William, (1958), “Pathology for the Physician”, Sixth Edition, Lea and Febiger, USA.
Guyton, Arthur. C, (1996), “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Bagian I, Edisi 7, EGC, Jakarta.
Isselbacher, et at, (1995), “Harrison – Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam”, Volume 4, Edisi 13, EGC, Jakarta.
Price, Silvia.A, Lorraine M.Wilson, (1994), “Patofisiologi- Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”, Buku 1, edisi 4, EGC, Jakarta.
Supandiman, Iman, (1994), “Hematologi Klinik”, Alumni, Bandung.
Talley, Nicholas. J,Simon O’Connor, (1994), “Pemeriksaan Klinis”, Binarupa Aksara, Jakarta.
Wells, Benjamin. B, (1965), “Clinical Pathology Aplication anda Interpretation”, Third Edition, Wb Saunders Company, Philadelphia.
Widmann, Frances. K, (1989), “Clinical Interpretation of Laboratory Test”, Ninth Edition, EGC, Jakarta.
Wintrobe, Maxwll. M, (1961), “Clinical Hematology”, fifth Edition, Lea and Febiger, USA.
20
Top Related