PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH DI PENGADILAN AGAMA
JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
MUHAMMAD ABU TOLHAH
NIM: 11150440000047
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1442 H/2021 M
i
PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH DI PENGADILAN AGAMA
JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
MUHAMMAD ABU TOLHAH
NIM: 11150440000047
Di Bawah Bimbingan
HOTNIDAH NASUTION M.A
NIP. 197101311997032010
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1441 H/2020 M
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama Lengkap : MUHAMAD ABU TOLHAH
NIM : 11150440000047
Tempat, Tanggal Lahir : Sumedang, 11 Oktober 1995
Prodi/Fakultas : Hukum Keluarga
Alamat : Dusun Leuwiliang RT 01/07 Desa
Sindulang Kec. Cimanggung. Kab.
Sumedang
No. Handphone : 083821767711
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia untuk menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 Maret 2021
Muhamad Abu Tolhah
NIM. 11150440000047
iv
ABSTRAK
Muhamad Abu Tolhah NIM 11150440000047 PERMOHONAN DISPENSASI
NIKAH DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN Program Studi
Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 1441 H/ 2020 M, xi + 87 Halaman
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi
meningkatnya angka permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan pada tahun 2017-2019.
Penelitian ini termasuk penelitian library research dan field research. Library
research yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder.1 Kepustakaan dilakukan dengan menggunakan buku-
buku, kitab-kitab fiqh, perundang- undangan, dan yurisprudensi yang berhubungan
dengan skripsi ini. Sedangkan jenis data yang digunakan adalah data kualitatif yaitu
dengan melakukan field research.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyebab meningkatnya
permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan adalah faktor
agama, ekonomi, dan hamil diluar nikah. Dampak pemberian Dispensasi Nikah
dalam aspek Yuridis dan Sosiologis adalah semakin meningkatnya kesadaran
hukum masyarakat terhadap aturan yang ada. Majelis Hakim Pengadilan Agama
Jakarta selatan selalu mempertimbangkan hal-hal yang telah diatur Perma No. 5
Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Selain itu
juga mempertimbangkan kesiapan orang tua dan anak yang hendak menikah, baik
dari aspek ekonomi maupun kesehatan
Kata Kunci : Dispensasi Nikah, Pengadilan Agama, Jakarta Selatan
Pembimbing : Hotnidah Nasution, M.A.
Daftar Pustaka : 1976-2020
1 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cet. Ke-8, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada 2004), h. 13
v
KATA PENGANTAR
حيم حمنالر بسماللهالر
Alhamdulillah Rabbil ‘Alamin, Segala puji, syukur dan sujud kehadirat
Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang selalu melimpahkan rahmat, hidayah, serta
keberkahan-Nyalah sehingga penulis diberikan kemudahan untuk menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat beriring salam senantiasa kepada sebaik-baik tauladan kita,
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam, semoga kelak kita mendapatkan
syafa’atnya di akhirat.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
gelar Sarjana Hukum Program Studi Hukum Keluarga pada Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini
penulis persembahkan seutuhnya kepada motivator terhebat dan tercinta sepanjang
perjalanan hidup penulis, terkhusus kedua orang tua tercinta, bapak tercinta H.
Suryana dan mama Hj. Siti Hapsoh dan kakak-kakak terhormat serta adik-adik
tersayang yang tidak pernah lelah selalu memberikan semangat, motivasi,
bimbingan dan dukungan, kasih sayang, doa serta keluangan waktu yang diberikan.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan rahmat, keberkahan
dan kasih sayang kepada mereka semua. Aamiin.
Selama proses penulisan skripsi ini, sedikit banyak hambatan dan kesulitan
yang penulis hadapi, atas berkat rahmat dan hidayah dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala diberikan kemudahan dalam mengerjakannya. Serta dukungan dari berbagai
pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada para pihak yang secara langsung maupun
tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A, selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, SH., MH., MA, selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Mesraini, M.Ag, selaku ketua Program Studi Hukum Keluarga dan Ahmad
Chairul Hadi, M.A, sekretaris Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penyelesaian
skripsi ini.
4. Dr. H. Muchtar Ali M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
memberikan nasihat dan motivasi untuk mahasiswa-mahasiswinya.
5. Hotnidah Nasution M.A, selaku Dosen Pembimbing yang telah senantiasa
meluangkan waktu untuk memberikan nasihat, motivasi, serta perbaikan-perbaikan
selama penyusunan skripsi ini, terimakasih banyak atas arahan, masukan dan
koreksi skripsinya yang bersifat membangun, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
senantiasa membalas semua kebaikan Ibu.
6. Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan Bapak Dr, H. Andi Akram, S.H., M.H.
dan Wakil Ketua Elvin Nailana, S.H., M.H. Serta seluruh jajaran di pengadilan
agama Jakarta selatan saya ucapkan terimakasih banyak telah memberikan
kesempatan untuk memberikan informasi serta telah bersedia menjadi obyek
penelitian ini.
7. Pimpinan Perpustakaan, Pengelola Perpustakaan, Perpustakaan Utama dan
Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberi fasilitas untuk mengadakan studi
kepustakaan.
8. Terima kasih kepada kawan kelas HK 15 kelas A terkhusus Ilham Ramdani
Rahmat, Irwan Hidayat, Lutfi Zakaria, Lutfi Abdul Latif, Ikbal Ibnu Ansor yang
membantu saya dalam penyusunan skripsi ini.
9. Terima kasih kepada abang Muhammad Abu Dzar Al-gipari S. Hum, yang telah
banyak memberikan nasihat, motivasi, dan ilmu kepada penulis.
10. Kepada Sahabat-Sahabat penulis, Apipudin, Anjar Jamaludin, Alfi Rijalul Awal,
Ikhdan, Irsyadul Ibad, Muhammad Farhan, rizki Ikhwani, Wahyu Erlangga,
Mukhlis, Imam Nawawi, Khamdi Alfan Maulana, yang telah memberikan motivasi
dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi yang penulis tempuh.
vii
11. Terimakasih kepada Rizki Ikhwani S. sos yang telah memberikan do’a dan bantuan
dalam pengerjaan skripsi ini, semoga kita dapat selalu berproses bersama-sama
menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
12. Teman-teman Hukum Keluarga angkatan 2015, pesantren sabilussalam, IMM
cabang ciputat, KSE UIN Jakarta, PSM UIN Jakarta yang selalu memberikan
banyak perubahan buat hidup saya.
13. Terima kasih sahabat-sahabat kuncen secret KSE yang telah menemani penulis dari
awal masuk kuliah hingga sekarang serta telah memberikan motivasi dan semangat
yang luar biasa dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
14. Teman seperjuangan selama 1 (satu) bulan di pangkal jaya, naggung Bogor Kuliah
Kerja Nyata (KKN) “Muara”, yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam
menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
15. Terima kasih sahabat-sahabat dari KSE Entrepreneur Academy batch 3, khususnya
rony, taufiq, aqil, ato, dan yang lainnya atas motivasi dan semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
16. Terima kasih teman-teman Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas
Syari’ah dan Hukum (IMM PKSH) yang selalu memberikan motivasi, semangat
dan pembelajaran kepada penulis.
17. Serta teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas
doa-doa terbaiknya.
Semoga Allah memberikan ampunan, rahmat, dan balasan pada setiap
kebaikan yang telah diberikan untuk penliti. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum keluarga.
Jakarta, 19 Maret 2021 M
05 Sya’ban 1442 H
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii
ABSTRAK ........................................................................................................... iiv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 3
C. Pembatasan Masalah .................................................................. 4
D. Perumusan Masalah ................................................................... 4
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 4
F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................ 5
G. Metode Penelitian ..................................................................... 6
1. Pendekatan Pendekatan ....................................................... 6
2. Jenis Penelitian .................................................................... 6
3. Sumber Data ........................................................................ 7
4. Metode Pengumpulan Data ................................................. 7
5. Analisis Data ........................................................................ 7
6. Teknik Penulisan ................................................................. 8
H. Rancangan Sistematika Penelitian ............................................ 8
BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................ 9
A. Pernikahan ................................................................................ 9
1. Pengertian Pernikahan ......................................................... 9
2. Dasar Hukum Pernikahan .................................................. 12
3. Rukun dan Syarat Pernikahan ............................................ 12
4. Tujuan dan Hikmah Pernikahan ........................................ 16
5. Pencegahan atau Larangan dalam Pernikahan ................... 19
ix
B. Dispensasi Nikah .................................................................... 22
C. Pembatasan Usia Menikah ..................................................... 24
1. Usia Menikah Menurut Hukum Islam ............................... 24
2. Usia Menikah Menurut Hukum Positif ............................. 26
D. Dampak Pernikahan Usia di bawah umur .............................. 27
1. Dampak Negatif ................................................................. 27
2. Dampak Positif .................................................................. 28
E. Pandangan Maqasid Syariah Terhadap Pembatasan Usia
Perkawinan .................................................................................... 28
BAB III PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN DAN
DISPENSASI NIKAH ................................................................. 33
A. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Agama Jakarta Selatan .
................................................................................................ 33
B. Gambaran Umum Tentang Dispensasi Nikah pada Tahun
2017-2019 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan .................. 40
C. Tata Cara Pengajuan Permohonan Dispensasi Nikah di
Pengadilan Agama .................................................................. 43
BAB IV FAKTOR PENYEBAB MENINGKATNYA ANGKA
DISPENSASI NIKAH DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA
SELATAN .................................................................................... 50
A. Faktor Penyebab Meningkatnya Permohonan Dispensasi Nikah
................................................................................................ 50
1. Faktor Agama .................................................................... 68
2. Faktor Ekonomi ................................................................. 69
3. Faktor Hamil Diluar Nikah ................................................ 69
B. Dampak Pemberian Dispensasi Nikah Dalam Aspek Yuridis
dan Sosiologis......................................................................... 71
1. Aspek Yuridis .................................................................... 71
2. Aspek Sosiologis ............................................................... 72
C. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta selatan dalam
memberikan Dispensasi Nikah ............................................... 74
x
BAB V PENUTUP .................................................................................... 78
A. Kesimpulan ............................................................................. 78
B. Saran ....................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 80
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan yang merupakan suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita diharapkan dapat membentuk sebuah keluarga yang
bahagia, sejahtera, kekal dan abadi berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa.
Perkawinan merupakan sunahtullah yang berlaku umum kepada semua makhluk
ciptaan Allah SWT, baik pada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan dengan
bertujuan lain sebagai jalan bagi makhluknya untuk berkembang baik serta
melestarikan hidupnya.2
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Revisi Undang-
Undang tentang Perkawinan menjadi Undang-Undang pada rapat paripurna. DPR
dan pemerintah menyepakati perubahan Pasal 7 Ayat 1 dalam RUU tentang
Perkawinan terkait Ketentuan batas usia menikah laki-laki dan perempuan. Dengan
demikian, batas usia menikah menjadi 19 tahun.3
Revisi Undang-undang tentang Perkawinan merupakan tindak lanjut atas
putusan Mahkamah Konstitusi yang memberikan tenggat waktu tiga tahun kepada
DPR RI untuk mengubah ketentuan batas usia menikah yang diatur dalam pasal 7
ayat (1) UU Perkawinan.
Hal diatas tentunya berimplikasi pada hukum perkawinan di Indonesia. Jika
sebelumnya seorang perempuan di perbolehkan jika menikah di umur 17 tahun,
maka sekarang tidak di izinkan jika belum mendapatkan putusan dispensasi nikah
dari Pengadilan Agama setempat.
2 Tihami dan Sohari, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap, (Jakarta : Rajawali
pers, 2014), h.6 3 https://nasional.kompas.com/read/2019/09/16/13174991/dpr-akan-sahkan-ruu-
perkawinan-batas-usia-perkawinan-jadi-19-tahun, diakses pada hari senin, 23 Desember 2019,
pukul 19.00 WIB.
2
2
Maksud dan tujuan pemerintah mengubah ketentuan pada pasal 7 ayat (1)
ini adalah salah satunya untuk menekan angka pernikahan usia di bawah umur di
Indonesia. Hal ini dikarenakan pernikahan usia di bawah umur memiliki banyak
dampak negatif yang akan ditimbulkan kepada kedua belah pihak. Dari aspek
kesehatan beresiko terhadap berbagai penyakit seperti kanker serviks, kanker
payudara, pendarahan, keguguran, mudah terjadi infeksi saat hamil maupun setelah
hamil, anemia saat hamil, risiko terkena pre-eklampsia dan persalinan yang lama
dan sulit. Sedangkan dampak pernikahan dini pada bayi berupa kemungkinan lahir
belum cukup umur, berat badan bayu rendah (BBLR), cacat bawaan hingga
kematian bayi.4
Dimaksudkan penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini pasca disahkannya
revisi Undang-undang Perkawinan adalah pihak wanita belum genap umur 19 tahun
dan pria belum genap 19 tahun.
Sedangkan yang dimaksud ‘Pengadilan yang ditunjuk’ oleh kedua orang tua
pihak pria maupun pihak wanita adalah bagi yang beragama Islam harus
mengajukan permohonan dispensasi ke Pengadilan Agama dan bagi yang beragama
Kristen mengajukan ke Pengadilan Negeri. Sekalipun terbuka jalan untuk diberikan
dispensasi perkawinan bagi anak yang masih di bawah umur, namun ketentuan
Pasal 7 ayat (2) tidak mengatur secara tegas dan rinci alasan-alasan pemberian
dispensasi.5
Permohonan Dispensasi nikah di Provinsi DKI Jakarta masih berada pada
angka yang cukup tinggi. Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari Laporan
Tahunan Pengadilan Agama yang ada di Provinsi DKI Jakarta, ditemukan bahwa
Pengadilan Agama Jakarta selatan merupakan Pengadilan yang perkara
Permohonan Dispensasi Nikahnya selalu mengalami peningkatan di tiap tahunnya.
Total pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan pada tahun 2017 adalah sebanyak 29 Perkara, tahun 2018 adalah sebanyak
32 Perkara, dan tahun 2019 adalah sebanyak 53 Perkara.
4 Manuba, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta: EGC, Edisi 2 5 Marilang, Dispensasi Kawin Anak di Bawah Umur, Al-Daulah Vol 7 No. 1 Juni 2018, h.
149
3
3
Berdasarkan data dispensasi nikah diatas maka penulis dapat memberikan
analisa bahwa sejak tahun 2017-2019 permohonan Dispensasi nikah di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan selalu mengalami kenaikan di tiap tahunnya. Jika penulis
membuat sebuah grafik, maka gambarnya adalah sebagai berikut:
Beranjak dari latar belakang masalah di atas, penulis merasa tertarik untuk
menulis skripsi dengan judul “Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan.”
B. Identifikasi Masalah
Dari beberapa permasalahan yang ditemukan dalam judul ini antara lain
ialah sebagai berikut :
1. Apa yang menyebabkan tingginya angka permohonan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan?
2. Bagaimana perbandingan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan sebelum dan sesudah revisi Undang-undang Perkawinan?
3. Bagaimana kesadaran hukum masyarakat dalam menanggapi revisi Undang-
undang Perkawinan?
4. Apakah revisi Undang-undang Perkawinan menekan angka pernikahan usia
di bawah umur?
5. Bagaimana implikasi hukum dari revisi Undang-undang Perkawinan?
6. Bagaimana implikasi sosial dari revisi Undang-undang Perkawinan?
0
10
20
30
40
50
60
2017 2018 2019
2019
2018
2017
4
4
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini terbatas pada perkara
permohonan dispensasi nikah pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam kurun
waktu tahun 2017-2019.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari identifikasi dan pembatasan masalah diatas,
selanjutnya penulis menemukan masalah pokoknya yaitu: Peningkatan Dispensasi
Nikah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2017-2019. Dari masalah
pokok tersebut penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa faktor yang menyebabkan tingginya angka permohonan dispensasi nikah
di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?
2. Bagaimana dampak dari adanya pemberian Dispensasi Nikah dalam aspek
Yuridis dan Sosiologis?
3. Bagaimana pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta selatan dalam
memberikan Dispensasi Nikah?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ditetapkan sesuai dengan rumusan masalah
adalah :
1. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan tingginya angka permohonan
dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
2. Untuk mengetahui dampak dari adanya pemberian Dispensasi Nikah dalam
aspek Yuridis dan Sosiologis.
3. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta selatan
dalam memberikan Dispensasi Nikah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:
5
5
1. Memberikan sumbangan pemikiran dan ilmu pengetahuan dalam
perkembangan ilmu hukum perkawinan.
2. Memahami dan mengkaji tentang perkembangan hukum pasca revisi
Undang-undang Perkawinan.
3. Memberikan informasi tentang tingkat kesadaran masyarakat terkait
perkawinan.
4. Menjadi rujukan bagi akademisi tentang bagaimana analisa secara mendalam
mengenai Dispensasi nikah.
F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dari hasil penelusuran pada karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan harta
bersama ternyata memiliki sejumlah bahasan yang berbeda. Baik itu secara tematik
serta objek kajian yang diteliti. Adapun kajian terdahulu yang penulis temukan
diantaranya.
Ilham Ramdani Rahmat (2019) dalam skripsi “Pernikahan Usia dini dan
Hak Anak (Studi di Desa Suntenjaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung
Barat)” Membahas mengenai penyebab dan faktor pernikahan usia di bawah umur,
serta implikasinya terhadap hak-hak anak. 6
Nurmilah Sari (2011) dalam skripsi “Dispensasi Nikah di Bawah Umur
(Studi Kasus di Pengadilan Agama Tangerang Tahun 2009-2010). Skripsi tersebut
mengkaji mengenai permasalahan dispensasi nikah pada Pengadilan Agama
Tangerang dan Pertimbangan Hukum tentang Permohonan dispensasi nikah oleh
Pengadilan Agama Tangerang. 7
Faraid Hika (2017) dalam Skripsi “Pembatasan Usia Pernikahan Menurut
Hukum Islam (Studi Putusan Mahakamah Konstitusi No. 30/PUU-XII/2014).
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana tidak adanya batasan usia pernikahan
6 Ilham Ramdani Rahmat, Pernikahan Usia Dini dan Hak Anak (Studi di Desa Suntenjaya
Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2019 7 Nurmilah Sari, Dispensasi Nikah di Bawah Umur (Studi Kasus di Pengadilan Agama
Tangerang Tahun 2009-2010, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2011
6
6
namun dalam Hukum Islam sendiri para ulama sepakat bahwa aqil baligh adalah
hal yang diharuskan dalam usia pernikahan.8
G. Metode Penelitian
Dalam membahas penelitian ini, diperlukan suatu penelitian untuk
memperoleh data yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dibahas dan
gambaran dari masalah tersebut secara jelas, tepat dan akurat. Ada beberapa metode
yang akan penulis gunakan, antara lain:
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian hukum ini menggunakan metode pendekatan normatif-
empiris yakni penulis tidak saja berusaha mempelajari pasal-pasal perundang-
undangan, pandangan pendapat para ahli dan menguraikan dalam skripsi atau
karya penelitian ilmiahnya, tetapi juga menggunakan bahan-bahan yang
sifatnya normatif itu dalam rangka mengolah dan menganalisis data-data dari
lapangan yang disajikan sebagai pembahasan. 9 Jenis pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Cara
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
analisis kualitatif, yakni data-data yang disusun dalam kata-kata atau kalimat-
kalimat. Metode ini bertujuan untuk memberi gambaran secara sistematis yang
berupa fakta dan karakteristik obyek dan subyek yang diteliti secara tepat.
2. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian ini termasuk penelitian library research dan
field research. Library research yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. 10 Kepustakaan dilakukan
8 Faraid Hika, Pembatasan Usia Pernikahan Menurut Hukum Islam (Studi Putusan
Mahakamah Konstitusi No. 30/PUU-XII/2014, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2017. 9 Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas atau Skripsi Ilmu Hukum, (Bandar
Lampung: Mandar Maju, 1995), h.63 10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cet. Ke-8, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada 2004), h. 13
7
7
dengan menggunakan buku-buku, kitab-kitab fiqh, perundang- undangan, dan
yurisprudensi yang berhubungan dengan skripsi ini. Sedangkan jenis data yang
digunakan adalah data kualitatif yaitu dengan melakukan field research.
3. Sumber Data
a. Data Primer dalam penelitian ini adalah berkas-berkas yang berkaitan
dengan 30 penetapan Dispensasi Nikah yang terdapat pada Tahun 2017-
2019. Selain itu penulis juga melakukan Wawancara terhadap Salah satu
hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
b. Data Sekunder, untuk melengkapi data primer diperoleh dari studi
kepustakaan dengan mengkaji dan menelusuri literatur yang relevan baik
berasal dari buku-buku, kitab fiqh, majalah, jurnal-jurnal, dan lain-lain
yang berkaitan dengan pembahasan yang di kaji.
4. Metode Pengumpulan Data
a. Studi kepustakaan untuk mendapatkan teori-teori dan konsep yang
berkenaan dengan metode keputusan hakim dalam memberikan izin
dispensasi nikah melalui berbagai buku dan literatur yang dipandang
mewakili dan berkaitan dengan obyek penelitian.
b. Studi dokumenter yaitu menelaah bahan-bahan yang diambil dari
dokumentasi dan berkas yang mengatur tentang pemeriksaan putusan
Dispensasi Nikah serta putusan hakim yang menyangkut Dispensasi
Nikah.
5. Analisis Data
Bahan yang diperoleh, lalu dianalisis secara kualitatif yang dilakukan
terhadap data yang diolah dengan menggunakan uraian-uraian untuk memberi
8
8
gambaran, sehingga menjadi sistematis dan menjawab permasalahan yang
telah dirumuskan. Data yang ada dianalisis sehingga dapat membantu sebagai
dasar aturan dan pertimbangan hukum yang berguna dalam menganalisis
Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan penelitian ini merujuk pada pedoman penulisan
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang di
terbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah
dan Hukum tahun 2017.
H. Rancangan Sitematika Penelitian
Penelitian skripsi ini terdiri dari 5 (lima) Bab, dimana masing-masing Bab
berisikan pembahasan yang berkesinambungan sebagai berikut:
Bab I Berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang yang menjadi dasar
mengapa penulisan ini diperlukan, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan
dan kegunaan penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II Berisi mengenai Pengertian Dispensasi Nikah, dasar hukum
Dispensasi Nikah, Aturan Sebelum dan sesudah direvisinya Undang-undang
Perkawinan, Kemudian dilanjutkan dengan faktor penyebab banyaknya Dispensasi
Nikah pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Bab III Memaparkan Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan beserta
statistik perkara Dispensasi Nikah pada tahun 2017-2019
Bab IV Merupakan bab inti yaitu bahasan utama dalam skripsi ini. Yaitu
analisis faktor penyebab meningkatnya angka permohonan Dispensasi Nikah di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Bab V Merupakan bab penutup pembahasan yang berupa kesimpulan hasil
penelitian ini secara keseluruhan beserta saran-saran
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pernikahan
1. Pengertian Pernikahan
Kata “Pernikahan” berasal dari kata “Nikah” atau “Zawaj” yang dari
bahasa Arab dilihat secara bahasa berarti berkumpul atau dengan ungkapan
lain bermakna “Akad atau Bersetubuh” yang secara syara berarti akad
Pernikahan. Secara terminologi (istilah) “Nikah” atau “Zawaj”, yakni “Akad
yang mengandung kebolehan memperoleh kenikmatan biologis dari seorang
wanita dengan jalan ciuman, pelukan dan bersetubuh atau sebagai akad yang
ditetapkan Allah SWT bagi seorang laki-laki atas diri seorang perempuan atau
sebaliknya untuk dapat menikmati secara biologis antara keduanya.
Akad nikah yang telah dilakukan akan memberikan status
kepemilikan bagi kedua belah pihak (suami-isteri), dimana status
kepemilikan akibat akad tersebut bagi si lelaki (suami) berhak memperoleh
kenikmatan biologis dan segala yang terkait itu secara sendirian tanpa
dicampuri atau diikuti oleh lainnya yang dalam ilmu fiqh disebut “milku al-
intifa” yakni hak memiliki penggunaan atau pemakaian terhadap suatu benda
(isteri), yang digunakan untuk dirinya sendiri.1
Dalam Bahasa Indonesia kata perkawaninan berasal dari kata “kawin”
yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis,
melakukan hubungan kelaminan atau bersetubuh. 2 Dalam Al-Qur’an dan
Hadist Rasulullah SAW, pernikahan disebut dengan An-Nikah dan Az-Zawaj,
yang artinya berkumpul dan saling memasukkan. Kata Nikah yang terdapat
dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 230, yang berbunyi:
1 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan: Analisis Perbandingan antar Mazhab,
t.tp., PT.Prima Heza Lestari, 2006, h.1.
2 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Nikah, cet.II, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
1994, h.32.
10
10
Artinya: Maka Jika Suami menolaknya (sesudah talak dua kali), maka
perempuan tidak boleh dinikahinya hingga perempuan itu kawin dengan laki-
laki lain. (QS. al-Baqârah [2] ayat : 230).
Pendapat Ahli Ushul, mengartikan arti nikah, sebagai berikut:
a. Ulama Syafi’iyah, berpendapat:
Kata nikah, menurut arti sebenarnya (hakiki) berarti “akad”, dan
dalam arti tidak sebenarnya (majazi) arti nikah berarti “bersetubuh”
dengan lawan jenis.
b. Ulama Hanafiyah, berpendapat:
Kata nikah, menurut arti sebenarnya (hakiki) berarti
“bersetubuh”, dan dalam arti tidak sebenarnya (majazi) arti nikah
berarti “akad” yang menghalalkan hubungan kelamin antara pria dan
wanita. Pendapat ini sebaliknya dari pendapat ulama Syafi’iyah.
c. Ulama Hanabilah, Abu Qasim al-Zajjad, Imam Yahya, Ibnu Hazm
berpendapat bahwa kata nikah untuk dua kemungkinan tersebut yang
disebut dalam arti sebenarnya sebagaimana terdapat dalam kedua
pendapat diatas yang disebutkan sebelumnya3, mengandung dua unsur
sekaligus yaitu kata nikah sebagai “Akad” dan “Bersetubuh”.4
Adapun menurut Ahli Fiqh, nikah pada hakikatnya adalah akad yang
diatur oleh Agama untuk memberikan kepada pria hak memiliki dan
menikmati faraj dan atau seluruh tubuh wanita itu dan membentuk rumah
3 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Di Indonesia, cet.II, ( Jakarta: Prenada Mulia,
2007), h. 36-37.
4 Chuzaimah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam
Kontemporer Buku Pertama (Jakarta: LSIK, 1994), h.53.
11
11
tangga.5
Menurut para Sarjana Hukum ada beberapa pengertian perkawinan
sebagai berikut, yakni:
a. Scholten yang dikutip oleh R. Soetojo Prawiro Hamidjojo
mengemukakan arti Perkawinan adalah hubungan suatu hukum antara
seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal
yang diakui oleh Negara.
b. Subekti mengemukakan arti perkawinan adalah pertalian yang sah
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang
lama,
c. Wirjono Prodjodikoro mengemukakan arti perkwinan adalah suatu
hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan tersebut baik
Agama maupun aturan hukum Negara.6
Dari pengertian perkawinan di atas, dapat disimpulkan beberapa
unsur-unsur dari suatu perkawinan, yaitu:
a. Adanya suatu hubungan hukum
b. Adanya seorang pria dan wanita
c. Untuk membentuk keluarga (rumah tangga)
d. Untuk waktu yang lama
e. Dilakukan menurut Undang-undang dan aturan hukun yang berlaku.
Abu Yahya Zakariya Al- Anshary 7 , memberikan arti “Nikah”
menurut istilah Syara ialah aqad yang mengandung ketentuan hukum
kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau dengan kata-kata
yang semakna dengannya.
5 Chuzaimah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam
Kontemporer Buku Pertama (Jakarta: LSIK, 1994), hal. 54
6 Eoh, O.S., Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, cet.II, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), h.27-28.
7 Abu Yahya Zakariya Al-Anshary, Fath al-Wahhab (Singapura: Su laiman Mar’iy, t.t),
h.30.
12
12
2. Dasar Hukum Pernikahan
Pada dasarnya arti “Nikah” adalah Akad yang menghalalkan
pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam pertalian suami-istri.8
Islam menganjurkan dengan beberapa cara, dimana salah satunya
adalah mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan firman Allah SWT Surat Ar-
Ra’ad (13) ayat 38 yang berbunyi:
باية إل بإذن ٱلل لكل ولقد أرسلنا رسلا م ن قبلك وجعلنا لهم أزوجاا وذر يةا وما كان لرسول أن يأتى
أجل كتاب ا
Artinya: “Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum
kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunannya.
Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul ayat (mu’jizat) melainkan dengan izin
Allah SWT. Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu)”. (QS. Ar- Râd
[13] ayat : 38).
Salah satu tanda kekuasaan Allah SWT terhadap orang yang ragu
untuk melakukan akad atau “Nikah”, maka Allah SWT menjanjikan suatu hal
untuk memberikan kepadanya penghidupan yang berkecukupan, dan
menghilangkan kesulitan-kesulitan dan memberikan kekuatan yang mampu
mengatasi kemiskinan, dan apabila keraguan menghilang dan timbul sifat
positif dan keberanian, maka Allah SWT akan kabulkan yang mempunyai
nilai yang baik dan pantas menurut Allah SWT.
3. Rukun Dan Syarat Pernikahan
Rukun dan Syarat pernikahan dalam Islam merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Karena kebanyakan
aktifitas ibadah yang ada dalam Agama Islam senantiasa ada yang namanya
rukun dan syarat, sehingga sedikit bisa dibedakan dari pengertian keduanya
8 Chuzaimah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam
Kontemporer Buku Pertama (Jakarta: LSIK, 1994), h. 57-63
13
13
yakni syarat merupakan suatu hal yang harus atau dipenuhi sebelum
perbuatan dilaksanakan. Sedangkan rukun adalah hal yang harus ada dalam
suatu akad atau perbuatan. Lebih jelasnya, akan dipaparkan, sebagai berikut:
a. Rukun Pernikahan
Dalam Islam pernikahan tidaklah semata-mata sebagai
hubungan atau kontrak keperdataan biasa akan tetapi mempunyai nilai
ibadah dan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 2 ditegaskan
bahwa pernikahan merupakan akad yang sangat kuat, hal tersebut
dilakukan untuk mentaati perintah Allah SWT dan dengan
melaksanakannya merupakan suatu nilai ibadah kepada Allah SWT.9
Karena perkawinan yang syara’ akan ibadah dan tujunan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah,
Warahmah, perlu diatur dengan syarat dan rukun tertentu agar tujuan
disyaratkannya perkawinan tercapai. Dalam Pasal 14 Kompilasi
Hukum Islam untuk melaksanakan perkawinan dalam rukun nikah
harus ada:
1) Calon Suami
2) Calon Istri
3) Wali Nikah
4) Dua Orang Saksi dan
5) Ijab dan Kabul.10
Kaitannya pada bidang perkawinan adalah bahwa rukun
perkawinan merupakan sebagian dari hakikat perkawinan, seperti
keharusan atau kewajiban kedua calon mempelai baik laki-laki dan
perempuan, ijab-kabul serta dua orang saksi.11
9 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, cet.IV, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2000), h.69.
10 Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum
Perwakafan, cet. II, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2008), h. 5
11 Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqh Munakahat (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999),
h. 24.
14
14
b. Syarat Pernikahan
Beberapa pendapat diantara para Mazhab Fiqh mengenai syarat
sah suatu perkawinan. Pada garis besarnya pendapat tentang syarat-
syarat sahnya perkawinan ada dua:
1) Calon mempelai perempuannya halal dikawini oleh laki-laki yang
ingin menjadikannya istri;
2) Akad harus disaksikan oleh saksi.12
Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah, mengatakan bahwa
sebagian syarat-syarat pernikahan yakni berkaitan atau berhubungan
dengan Akad serta sebagian lainnya berkaitan dengan saksi.13
1) Shigot yaitu ibarat ijab qabul dengan syarat sebagai berikut:
a) Menggunakan lafaz tertentu, baik dalam lafaz “Sarih”
misalnya Tazwij atau Nikah. Maupun lafaz “Kinayah”,
seperti “saya sedekahkan anak saya kepada kamu” dan
sebagainya.
b) Ijab qabul dilakukan di dalam satu majelis
c) Sighat didengar oleh orang-orang yang menyaksikan
d) Ijab qabul tidak berbeda maksud dan tujuan
2) Akad dapat dilaksanakan dengan syarat apabila kedua calon
pengantin berakal, baligh dan merdeka.
3) Saksi harus terdiri atas dua orang. Maka tidak sah apabila akad
nikah hanya disaksikan oleh satu orang saksi. Dan syarat-
syaratnya adalah:
a) Berakal
b) Baligh
c) Merdeka
d) Islam
12 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 6, cet.VII, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1990), h. 78.
13 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, cet.IV, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2000), h. 69.
15
15
e) Kedua orang saksi mendengar.14
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
syarat-syarat perkawinan disebutkan dalam pasal 6:
1) Perkawinan harus didasarkan pada persetujuan kedua calon
mempelai;
2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai
umur 21 tahun harus mendapat izin orang tua;
3) Dalam hal orang tua yang telah meninggal dunia atau dalam
keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya maka izin
yang dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua
yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya;
4) Dalam hal orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin
diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang
mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan keatas selama
mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan
kehendaknya.
5) Dalam hal ada perbedaan antara orang-orang yang disebut dalam
ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau diantara
mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam
daerah hukum tempat tinggal orang yang melangsungkan
perkawinan atas permintaan orang tersebut dalam memberikan
ijin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam
ayat dan pasal ini.
6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai ayat (5) pasal ini berlaku
sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
14 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, cet.II, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 64.
16
16
itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.15
Dalam melangsungkan dan mengurus administrasi pernikahan dan
kantor urusan agama (KUA) mengacu kepada aturan hukum yakni
berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama ayat (4) dan
hal-hal yang berkenan dengan perkawinan dapat diatur di Pengadilan Agama
sebagaimana Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Pengadilan
Agama pada pasal 1 ayat (1) yang menegaskan bahwa Peradilan Agama
adalah Peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.16 Sedangkan dalam
prosedurnya Pernikahan bagi Warga Negara Indonesai yang beragama Non
Muslim, maka perkaranya akan dilangsungkan di Kantor Catatan Sipil.
Syarat merupakan suatu hal yang mesti dijalani dalam perkawinan.
Apabila syarat tidak dipenuhi maka bisa menimbulkan pencegahan terhadap
perkawinan, yakni keterangan terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal
60 ayat (1) yaitu pencegahan perkawinan bertujuan untuk menghindari suatu
perkawinan yang dilarang hukum Islam dan Peraturan Perundang-udangan.
Pada ayat (2) yaitu pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon suami
dan istri yang akan melangsungkan perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat
untuk melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam dan Peraturan
Perundangan-undangan.17
4. Tujuan Dan Hikmah Perkawinan
a. Tujuan Perkawinan
Merujuk pada Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21, Pasal 3 KHI
menyebutkan bahwa Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
15 Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum
Perwakafan cet. II, (Bandung: Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2008), h. 81.
16 Djalil Basiq, Peradilan Agama Di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum
Islam, Hukum Barat, Hukum Adat), cet. I, (Jakarta: Kencana, 2006 ). h. 185
17 Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, cet. II, (Bandung: Tim Redaksi Nuansa Aulia,
2008), h. 19
17
17
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. 18
Masalah perkawinan yang di atur sedemikian rupa dan diberlakukan
bagi manusia sebagai makhluk hidup yang berakal memiliki beberapa
tujuan. Diantara tujuan-tujuan perkawinan ialah sebagai berikut:
1) Mentaati perintah Allah SWT.19
2) Menghalalkan hubungan seksual untuk memenuhi kebutuhan
biologis
3) Menjaga manusia dari kejahatan dan kerusakan karena
perzinaan.20
4) Menumbuhkan kesungguhan untuk berusaha mencari rezeki,
serta meningkatkan rasa dan sikap tanggung jawab.21
5) Melestarikan keturunan.
6) Mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.22
7) Membentuk keluarga yang kekal.23
Menurut Asaf A.A. Fyzee, tujuan nikah dapat dilihat dari tiga
aspek yaitu:
1) Aspek Agama (Ibadah):
¶ Memperoleh keturunan.
¶ Perkawinan merupakan salah satu Sunnah Nabi
Muhammad SAW.
¶ Perkawinan mendatangkan Rezeki dan menghilangkan
kesulitan.
2) Aspek Sosial (Masyarakat):
¶ Memberikan perlindungan kepada kaum wanita yang
secara umum dinilai fisiknya yang lemah karena setelah
18 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 19 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 20 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan (Undang-
undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), Cet.5 (Yogyakarta: Liberty, 2004), h. 15. 21 Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang-undang
No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Cet. 1, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h.27. 22 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada. 2002), h.3. 23 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974.
18
18
pernikahan si isteri akan mendapat perlindungan dari
suaminya, baik masalah nafkah atau gangguan orang lain
serta mendapat pengakuan yang sah dan baik dari
masyarakat.
¶ Mendatangkan sakinah (ketentraman bathin), menimbulkan
mawaddah dan mahabbah (cinta kasih) serta rahmah (kasih
sayang) antara suami isteri, anak-anak dan seluruh anggota
keluarga.
3) Aspek Hukum (Negara):
Perkawinan sebagai akad, yaitu perikatan dan perjanjian
luhur antara suami dan istri untuk membentuk rumah tangga yang
bahagia. Dengan akad yang sah di mata Agama dan Negara, maka
akan menimbulkan hak dan kewajiban suami istri serta
perlindungan dan pengakuan hukum baik Agama maupun
negara.24
b. Hikmah Perkawinan
Allah SWT telah menjadikan makhluk-Nya berpasang-
pasangan. Dengan kata lain, ketika manusia dijadikan makhluk Allah
SWT yang paling sempurna dan kesempurnaannya dapat dilihat dari
kehidupan manusia yang saling berpasang-pasangan dari lawan jenis
kamu.
Perkawinan dalam Islam menurut Abdurrahman Wahid bukan
sekedar akad nikah, melainkan memiliki dimensi lain yang tidak boleh
hilang yaitu cinta dan kasih sayang (Mawaddah Warahmah), dengan
menjadikan ikatan yang kokoh. Rahman disini bukan berarti
kesejahteraan saja, melainkan pengikat dengan dimensi fisik termasuk
biologis seperti reproduksi.20 Menurut beberapa para pakar hukum,
perkawinan adalah suatu ikatan atau perjanjian lahir batin antara kedua
24 Chuzaimah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam
Kontemporer Buku Pertama (Jakarta: LSIK, 1994), h. 57-63.
19
19
pasangan hingga penjaminan suatu hal ataupun perbuatan yang bisa
menjadikan perbuatan hukum. Antara lain hikmah yang dapat dilihat
dalam perkawinan itu ialah menghalangi umat dari hal-hal atau
perbuatan yang tidak diizinkan syara dan menjaga kehormatan diri dari
kerusakan seksual.25
5. Pencegahan atau Larangan dalam Pernikahan
Larangan perkawinan dalam aturan perdata di Indonesia di atur dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dalam Pasal 13
yang berbunyi “Perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak
memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan”. 26 Tidak
memenuhi persyaratan seperti yang dimaksudkan dalam ayat di atas mengacu
kepada dua hal, yakni: Pertama; Persyaratan Administrasi, dan Kedua;
Persyaratan Materil. Persyaratan Administrasi berhubungan dengan
Administrasi Perkawinan. Adapun Syarat Materil menyangkut hal-hal yang
mendasar seperti larangan perkawinan. Misalnya, Perkawinan yang tidak
dapat dilaksanakan apabila salah satu atau kedua calon mempelai belum
mencapai umur 19 Tahun sebagaimana yang tercantum di dalam Undang-
undang Perkawinan, sehingga perlu mendapatkan izin Dispensasi Nikah dari
Pengadilan Agama.
Larangan kawin BAB VI Pasal 39 dalam Kompilasi Hukum Islam,
Larangan melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang
wanita disebabkan sebagai berikut:27
a. Karena pertalian nasab:
1) Dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang
menurunkannya atau keturunannya;
25 Amir Syarifuddin, Garis- Garis Besar Fiqih (Jakarta : Prenada Media, 2003), h.81.
26 Aulia Nuansa, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan,
Hukum Perwakafan,cet. II, (Bandung: Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2008), h. 84.
27 Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum
Perwakafan, h. 11-12.
20
20
2) Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu;
3) Dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya.
b. Karena pertalian kerabat semenda:
1) Dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas
istrinya;
2) Dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya
3) Dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya,
kecuali putusnya hubungan perkawinan bekas istrinya itu qobla
dukhul;
4) Dengan seorang wanita bekas istri keturunanya.
c. Karena Pertalian Sesusuan:
1) Dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis
lurus keatas;
2) Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis
lurus kebawah;
3) Dengan saudara wanita sesusuan dan kemenakan sesusuan ke
bawah;
4) Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke
atas;
5) Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.
Adapun mekanisme yang ditempuh dari pihak-pihak yang akan melakukan
pencegahan adalah dengan cara mengajukan pencegahan perkawinan ke
Pengadilan Agama dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan
dan diberitahukan kepada pegawai pencatat nikah atau KUA (Kantor Urusan
Agama).
Pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
yang berbunyi:28
a. Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis lurus
ke atas dan kebawah, saudara, wali nikah dari salah satu calon
28 Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum
Perwakafan, h. 84.
21
21
mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan.
b. Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini juga berhak mencegah
berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang calon mempelai
berada dibawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut
mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya, yang
masing-masing mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti
dalam ayat (1) Pasal 1.
Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
menyatakan: “Barangsiapa karena perkawinan dirinya masih terikat dengan
salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar adanya perkawinan dapat
mencegah perkawinan yang baru dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 3
ayat (2) dan pasal 4 Undang-undang ini.29
Pasal 16 Undang-undagng Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
mempunyai kewenangan untuk melakukan pencegahan perkawinan. Dan
pada ayat (1) yakni Pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah
berlangsungnya perkawinan apabila ketentuan-ketentuan dalam pasal 7 ayat
(1) Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini tidak dipenuhi.
Dan pada ayat (2) yakni mengenai pejabat yang ditunjuk sebagaimana
tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-
undang.
Pasal diatas dipertegas kembali dengan Undang-undang perkawinan
Nomor 1 tahun 1974 pasal 20 yaitu: “Pegawai pencatat perkawinan tidak
diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan
bila ia mengetahui adanya pelanggarab dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal
9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini meskipun tidak ada pencegahan
perkawinan.
29 Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum
Perwakafan, h. 84-85.
22
22
B. Dispensasi Nikah
Pernikahan di bawah umur atau dispensasi nikah ialah pernikahan yang
terjadi pada pasangan atau salah satu calon yang ingin menikah pada usia di bawah
standar batas usia nikah sudah ditetapkan oleh aturan hukum perkawinan.
Perkawinan di bawah umur tidak dapat dizinkan kecuali pernikahan tersebut
meminta izin nikah atau dispensasi nikah oleh pihak Pengadilan Agama untuk bisa
disahkan pernikahannya di Kantor Urusan Agama (KUA) dan sebelum mengajukan
permohonan izin menikah di Pengadilan Agama terlebih dahulu calon pasangan
yang ingi menikah harus mendapatkan izin dari kedua orang tua.
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pada Bab II pasal
7 disebutkan bahwasannya perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur sekurang-kurangnya 19 tahun, dan pihak wanita sudah mencapai
umur sekurang-kurangnya 16 tahun. Dalam batas usia pernikahan menurut
Kompilasi Hukum Islam (KHI) sama dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 15 ayat 2
menegaskan bahwa untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum
mencapai batas usia 21 tahun harus mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam
pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5) Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.
Penjelasan umum Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dijelaskan sebagai berikut: Prinsip Undang-undang ini bahwa
calon (suami isteri) itu harus siap jiwa raganya untuk dapat melangsungkan
perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir
pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Dari sisi lain,
perkawinan juga mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Terbukti
bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk menikah,
mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas
umur seseorang yang menikah pada usia yang lebih matang atau usia yang lebih
23
23
tinggi.30
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam tidak ada aturan hukum yang menjelaskan batasan minimal usia bagi
para pelaku nikah dibawah umur, sehingga dalam hal ini Hakim mempunyai Ijtihad
atau pertimbangan hukum sendiri untuk bisa memutuskan perkara permohonan
nikah di bawah umur dan Hakim mempunyai wewenang penuh untuk mengabulkan
sebuah permohonan baik mengabulkan maupun menolak sebuah permohonan
penetapan nikah di bawah umur tersebut.31
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam hal ini
menyimpulkan pendapat bahwa hal ini menjadi suatu kelemahan terhadap Undang-
undang Perkawinan itu sendiri. Dan ditafsirkan bahwa pemberian dispensasi nikah
di bawah umur untuk putusan sepenuhnya diserahkan kepada pejabat yang
berwenang yaitu Hakim dalam Peradilan Agama setempat.32
Menurut Abdul Rahim Umran, batasan usia nikah dapat dilihat dari
beberapa arti sebagai berikut:33
1. Biologis, secara biologis hubungan kelamin dengan istri terlalu muda (yaitu
belum dewasa secara fisik) dapat mengakibatkan penderitaan bagi istri dalam
hubungan biologis. Lebih-lebih ketika hamil dan melahirkan.
2. Sosio-Kultural, secara sosio-kultural pasangan suami isteri harus mampu
memenuhi tuntutan sosial, yakni mengurus rumah tangga dan mengurus anak-
anak.
3. Demografis (kependudukan), secara demografis perkawinan di bawah umur
merupakan salah satu faktor timbulnya pertumbuhan penduduk yang lebih
tinggi.
30 K. Wancik Saleh, Hukum Perkawinan Di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976),
h.30.
31 Abdul Manan, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan (Jakarta: Kencana,
2007), h.136
32 Suparman Usman, Perkawinan Antar Agama dan Problematika Hukum Perkawinan di
Indonesia (Serang: Saudara Serang, 1995), h 100-102.
33 Abdurrahim Umran, Islam dan KB (Jakarta: Lentera Batritama, 1997), h.18.
24
24
Untuk menentukan kedewasaan dengan umur terdapat beberapa pendapat
diantaranya:34
1. Menurut Abu Hanifah, kedewasaan itu datangnya mulai usia 19 tahun bagi
laki-laki dan 17 tahun bagi wanita. Sedangkan Imam Malik menetapkan 18
tahun, baik untuk pihak laki-laki maupun untuk perempuan.
2. Menurut Syafi’i dan Hanabillah menentukan bahwa masa untuk menerima
kedewasaan dengan tanda-tanda di atas, tetapi karena tanda-tanda itu
datangnya tidak sama untuk semua orang, maka kedewasaan ditentukan
dengan umur. Disamakannya masa kedewasaan untuk pria dan wanita adalah
karena kedewasaan itu ditentukan dengan akal, dengan akallah ada taklif dan
karena akal pula adanya hukum.
3. Yusuf Musa mengatakan bahwa usia dewasa itu seteah seorang berumur 21
tahun. Hal ini dikarenakan pada zaman modern ini orang memerlukan
persiapan matang.
C. Pembatasan Usia Menikah
1. Usia menikah menurut Hukum Islam
Pembatasan usia perkawinan dalam hukum Islam bersifat fleksibel,
maksudnya adalah dikondisikan dengan keadaan calon suami dan istri yang
telah mengindikasikan bahwa ia memang telah siap lahir dan batin ketika
dilakukan pencatatan perkawinan atau saat pra-perkawinan.35 Konvergensi
usia perkawinan dalam pelaksanaan sistem hukum Islam dengan kebijakan
tasyrik, taklif dan tatiq berlangsung secara gradual. Prinsipnya, kebijakan
tasyrik merupakan kebijakan pengundangan suatu aturan hukum yang
disesuaikan dengan kondisi masyarakat.36
Meskipun tidak terdapat regulasi dalam hukum Islam terhadap batas
34 Helmi Karim, Kedewasaan Untuk Menikah Problematika Hukum Islam Kontemporer,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h.70
35 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Studi Perbandingan Kalangan Ahlu Sunnah
dan Negara-Negara Islam, (Bulan Bintang, Jakarta, 1998), h. 123. 36 Eddy Rudiana Arief, Hukum Islam di Indonesia: Perkembangan dan Pembentukan,
(Remaja Rosdakarya: Bandung, 1991), h. 104.
25
25
usia nikah bagi calon suami, demikian juga halnya terhadap batas usia bagi
calon istri yang juga tidak ditegaskan adanya ketentuan tersebut. Akan tetapi,
terdapat sumber hukum yang merujuk pada pernikshsn Rasulullah SAW
dengan Aisyah r.a, sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim, yang artinya:37
“Dari Aisyah r.a, sesungguhnya Nabi SAW telah menikah dengannya
pada saat ia berumur enam tahun dan ia diserahkan kepada Nabi
Muhammad SAW pada usia sembilan tahun.”
Menurut ulama ushul fiqh, bahwa yang menjadi ukuran dalam
menentukan seseorang telah memiliki kecakapan bertindak hukum adalah
setelah anak tersebut akil baligh (mukallaf) dan cerdas, sesuai dengan firman
Allah SWT sebagai berikut:38
ادفعوا إليهم أموالهم وابتلوا اليتامى حتى إذا بلغوا الن كاح فإن آنستم منهم رشدا ف
“Dan ujilah anak sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika
menurut pendapatmu mereka lebih cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya”
Berdasarkan paparan diatas maka dapat kita kelompokkan untuk
menentukan batasan usia nikah bisa dikembalikan kepada tiga landasan,
yaitu:
a. Usia kawin yang dihubungkan dengan usia dewasa (baligh)
b. Usia kawin yang didasarkan kepada keumuman arti ayat Al-Quran yang
menyebutkan batas kemampuan untuk menikah.
c. Hadis yang menjelaskan tentang usia Aisyah waktu nikah dengan
Rasulullah SAW.
Pada prinsipnya antara Agama dan negara tidak sependapat tentang
pernikahan anak di bawah umur. Pernikahan yang dilakukan melewati batas
minimal Undang-undang Perkawinan, secara hukum kenegaraan tidak sah
tanpa adanya dispensasi nikah dari Pengadilan. Istilah pernikahan menurut
negara dibatasi dengan umur. Sementara dalam kacamata agama, pernikahan
37 Imam Abi Muslim al-Hijaj, Shohih Muslim, (Dar al-Fikr: Beirut, 1992), h. 650. 38 Q.S. An-Nisa’ (4) ayat 6
26
26
dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh.39
2. Usia menikah menurut Hukum Positif
Batas usia nikah ialah suatu batasan umur untuk menikah atau kawin.
Batasan usia nikah disini menurut aturan hukum yaitu berkaitan dengan
perkara atau masalah perkawinan, seperti pengajuan permohonan nikah
dibawah umur, penulis akan paparkan batas usia nikah di bawah ini menurut
hukum positif, yaitu sebagai berikut:
a. Batas usia nikah menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, terdapat dalam BAB II syarat-syarat Perkawinan
pasal 6 ayat (2) yaitu “Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang
belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapatkan
izin kedua orang tua”. Sedangkan pada pasal 7 ayat (1) Undang-undang
Perkawinan hanya di izinkan jika pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
(enam belas) tahun. Dan pada ayat (2) “Dalam hal penyimpangan
terhapat ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi nikah kepada
Pengadilan Agama atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua
pihak pria maupun pihak wanita. Dan pada ayat (3) “Ketentuan-
ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua
tersebut dalam pasal 6 ayat (3), dan (4) Undang-undang ini, berlaku
juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan
tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6).40
b. Batas Usia Nikah menurut Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 15 ayat
(1), yaitu: “Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga,
perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah
mencapai umur yang ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor
39 Mardi Candra, Aspek Perlindungan Anak Indonesia: Analisis tentang Perkawinan di
Bawah Umur, (Jakarta: Kencana, 2018), h. 15. 40 Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum
Perwakafan, h. 82-83.
27
27
1 tahun 1974 yakni calon suami berumur sekurang-kurangnya berumur
19 tahun dan calon isteri sekurang- kurangnya berumur 16 tahun. Dan
pada ayat (2), “bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21
tahun harus mendapati izin yang sebagaimana yang diatur dalam pasal
6 ayat (2), (3), (4), dan (5) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan.41
c. Sedangkan batasan usia nikah menurut Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPer), BAB IV perihal Perkawinan pasal 29, yakni: “Laki-
laki yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun penuh dan
perempuan yang belum mencapai umur 15 (lima belas) tahun penuh,
tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun jika ada alasan-
alasan penting, pemerintah berkuasa menghapuskan larangan ini
dengan memberikan “Dispensasi”.42
D. Dampak Pernikahan Usia di bawah umur
Dampak dari para pelaku pernikahan di bawah umur, sebagian besar
keburukan yang akan timbul dalam beberapa masalah setelahnya, dan dampak atau
akibat yang sering timbul karena faktor belum matang usia maupun kedewasaan
para pelaku nikah di bawah umur, sehingga dampak negatif yang terlihat sangat
jelas, seperti di bawah ini:
1. Dampak Negatif
a. Peningkatan perceraian akibat pernikahan di bawah umur;
b. Pernikahan di bawah umur mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap tingginya kematian ibu dan anak;
c. Secara medis penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang menikah
usia muda, dengan berhubungan seks lalu menikah, dan kemudian
hamil dalam kondisi yang tidak siap maka dampak negatif yang sering
41 Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum
Perwakafan, h.5-6. 42 Penghimpun Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, dan
Perdatah (Jakarta: Visimedia, 2008), h. 226
28
28
akan timbul, seperti terkenanya kanker rahim atau “cancer cervix”
karena hubungan seks secara bebas ataupun berhubungan intim dengan
berganti-ganti pasangan;
d. Sementara itu, sikap pro terhadap pernikahan di bawah umur beralasan
bahwa nikah usia muda menjadi suatu hal kebiasaan dan tradisi yang
telah membudidaya dibeberapa masyarakat.
2. Dampak Positif
a. Memperjelas status perkawinan;
b. Memperjelas nasib anak yang membutuhkan sosok atau figur bapak;
c. Mendapat pengakuan yang baik dari lingkungan;
d. Terjaga dari pandangan-pandangan atau nilai moral baik dari
masyarakat;
e. Menjaga dari Perbuatan zina yang tidak terkendali;
Sebagaimana Firman Allah yang mengharamkan hubungan zina dan
keterangannya dalam Surat Al-Isra’ (17) ayat 32, yang berbunyi:
ول تقربوا الز نا إنه كان فاحشة وساء سبيل
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jaln yang buruk.” (Q.S. Al-
Isra’ [17] ayat: 32).
E. Pandangan Maqasid Syariah Terhadap Pembatasan Usia Perkawinan.
Pemerintah melarang pernikahan usia di bawah umur adalah dengan
berbagai pertimbangan, sedangkan agama membolehkan pernikahan dini juga
dengan mempertimbangkan mashlahah. Kedua hal ini merupakan permasalahan
yang cukup dilematis. Melihat hal itu dari kacamata ushuliyin (pakar hukum Islam),
menegaskan bahwa untuk melahirkan sebuah undang-undang atau fatwa hukum,
maka seorang mujtahid (penggali hukum) harus memperhatikan maqashid syari’ah
(tujuan pembuatan hukum). Karena memang syari’ah diturunkan untuk
29
29
mengujudkan kemaslahatan umat manusia, termasuk juga dalam persoalan
pernikahan.
Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dengan mengeluarkan Undang-
undang yang melarang pernikahan usia di bawah umur atau dengan kata lain
membatasi usia minimal perkawinan haruslah sesuai dengan maqasid asy-syariah.
Jangan sampai penetapan undang-undang mengalahkan ketentuan agama. Padahal
diketahui bahwa manusia mempunyai kemampuan yang terbatas untuk bisa
menerawang kedepan guna menentukan apa yang terbaik bagi diri mereka. Jangan
hanya karena tuntutan emansipasi wanita dari beberapa organisasi komnas
perempuan dan atau hanya karena mengatas namakan komnas perlinduingan anak,
hukum harus menginjak norma agama yang sudah ditetapkan oleh sang pembuat
hukum Allah SWT melalui Nabi SAW, karena belum tentu anak yang
melakukan pernikahan dibawah umur akan mendapatkan banyak dampak
sebagaimana dibayangkan banyak orang.
Adanya konsesi bagi calon mempelai yang kurang dari sembilan belas tahun
boleh jadi didasarkan kepada nash hadis di atas. Kendati pun kebolehan tersebut
harus dilampiri izin dari pejabat untuk itu. Ini menunjukkan bahwa penanaman
konsep pembaharuan hukum Islam yang memang bersifat ijtihadi, diperlukan
waktu dan usaha terus-menerus. Ini dimaksudkan, pendekatan konsep maslahah
mursalah dalam hukum Islam di Indonesia, memerlukan waktu agar masyarakat
sebagai subyek hukum dapat menerimanya dan menjalankannya dengan suka rela
tanpa ada unsur pemaksaan. Oleh karena itulah, pentingnya sosiologi hukum dalam
upaya mengintrodusir pembaharuan hukum, mutlak diperlukan.
Imam Jalal ad-Din Abd ar-Rahman bin Abi Bakar as-Suyuthi menjelaskan
di dalam kaidah fiqhiyah dijelaskan:43
43 Imam Jalal ad-Din Abd ar-Rahman bin Abi Bakar as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nazhair,
(Semarang : Maktubah wa Mathbu’ah Thoha Putera, [t.th]. ), h. 59
30
30
1. ( ) artinya bahaya itu harus dihilangkan dalam artian mencegah
kawin muda disebabkan dampak yang membahayakan kepada pasangan
suami isteri yang telah diuraikan di atas.
2. ( ) artinya tidak boleh membuat mudharat pada diri sendiri dan
tidak pula mudharat pada orang lain. Contoh kawin muda akan membuat
dampak negatif terhadap fisik dan psikologi laki-laki dan perempuan dan
implikasinya akan terpenetrasi kepada dampak sosial masyarakat.
3. ( ) artinya menghindarkan kerusakan
didahulukan atas menarik kemashlahatan. Walau pun dampak positifnya ada,
namun dampak negatifnya jaul lebih besar, maka mendahulukan membuang
dampak negatif lebih diutamakan dalam Agama daripada mengambil dampak
positifnya.
Di sini jelas sekali penerapan maqashid asy-syari’ah, karena pembatasan
umur seperti yang terdapat dalam KHI dan beberapa Undang-undang adalah
sebagai langkah antisipasi atau pencegahan agar implikasi negatif dapat
dielaminisir dan diminimalisasi dalam rangka menjaga rusaknya eksistensi jiwa,
keturunan, dan akal dalam tingkat dharuriyah dan hajjiyah. Apabila hal ini
diabaikan akan berdampak buruk terhadap kedua pasangan suami isteri dan anak-
anak secara fisik, psikologi dan sosiologis, sehingga menimbulkan problem sosial
yang pada akhirnya akan menjadi penyakit masyarakat dan bahkan dapat
mengganggu stabilitas masyarakat dan negara.
Maka dari itu, pasal-pasal tersebut dibuat dan dapat ditetapkan dengan
pertimbangan demografis, sosiologis, budaya dan agama karena ada kemashlahatan
yang ingin dicapai. Agaknya materi Undang-undang tentang pembatasan umur ini
lebih bersifat sebagai aturan tambahan karena tidak ada nash yang mengaturnya
secara tegas serta aturan ini menyalahi apa yang berlaku dalam kitab-kitab fiqh
mana saja, namun jika dianalisa secara lebih mendalam pembatasan umur tersebut
akan dapat diterima karena baik secara langsung atau tidak, ada ulama (pendapat
pribadi mujtahid) yang mengakuinya. Seperti Ibn Syubramah dan al-Buti yang
berpendapat tentang tidak sah (terlarang) mengawinkan perempuan di bawah umur
31
31
bahkan akad yang dilangsungkan oleh walinya dipandang batal dan tidak
berpengaruh. Pendapat ini dilontarkan oleh keduanya karena tidak ada hikmah
tasyri’ yang ingin dicapai pada perkawinan anak yang dibawah umur bahkan
mudharat yang terkandung dalam akadnya lebih banyak. Karena mereka (anak
kecil belum sampai umur) tersebut merasa terpaksa untuk mengadakan
perkawinan.44
Masalah penentuan umur dalam Undang-undang Perkawinan maupun
dalam KHI, memang bersifat ijtihadiyah, sebagai usaha pembaharuan pemikiran
fiqh yang lalu. Namun demikian, apabila dilacak reverensi syar’i nya mempunyai
landasan kuat. Misalnya isyarat Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 9:
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Ayat tersebut memang bersifat umum, tidak secara langsung menunjukkan
bahwa perkawinan yang dilakukan oleh pasangan usia muda- dibawah ketentuan
yang diatur Undang-undang No.1 tahun 1974 akan menghasilkan keturunan yang
dikhawatirkan kesejahteraannya. Akan tetapi berdasarkan pengamatan berbagai
pihak, rendahnya usia kawin, lebih banyak menimbulkan hal-hal yang tidak sejalan
dengan misi dan tujuan perkawinan, yaitu terwujudnya ketenteraman dalam rumah
tangga berdasarkan kasih dan sayang. Tujuan ini tentu akan sulit terwujud, apabila
masing-masing mempelai belum matang jiwa dan raganya. Kematangan dan
integritas pribadi yang stabil akan sangat berpengaruh di dalam menyelesaikan
setiap problerm yang muncul dalam menghadapi liku-liku dan badai rumah tangga.
44 Mustafa as-Siba’i, al-Mar’ah bain al-Fiqh wa al-Qur’an, (Damsyik: Maktabah al-
Kitab, [t.th.]), h. 58
32
32
Banyak kasus menunjukkan bahwa banyaknya perceraian cenderung didominasi
karena akibat kawin dalam usia muda.
Pada dasarnya ketentuan tentang batas umur minimal perkawinan tidak
ditentukan secara tegas dalam literatur Hukum Islam. Ketentuan ini hanya
dibicarakan dalam syarat-syarat perkawinan. Namun, untuk menegakkan prinsip
yang lima (ad-daruriyyah al-khams) serta mewujudkan maqasid asy-syari'ah maka
pembatasan umur dalam perkawinan dipandang perlu dan diatur dalam undang-
undang yang legal agar dapat ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat
Indonesia.
33
BAB III
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN DAN DISPENSASI
NIKAH
A. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan surat keputusan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963. Pada mulanya
Pengadilan Agama di wilayah DKI hanya terdapat tiga kantor Cabang yaitu:
1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara;
2. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah;
3. Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai induk;
Semua Pengadilan Agama tersebut diatas termasuk Wilayah Hukum
Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya Cabang
Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat keputusan Menteri Agama
Nomor 71 tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976. Semua pengadialn Agama
Propinsi Jawa Barat termasuk pengadilan Agama yang berada di Daerah Ibu Kota
Jakarta Raya berada dalam Wilayah Hukum Mahkamah Islam Tinggi Cabang
Bandung. Dalam perkembangan selanjutnya istilah Mahkamah Islam Tinggi
menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA).1
Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai salah satu instansi yang
melaksanakan tugasnya, memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai berikut:2
1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 24;
2. Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman;
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974;
1 Sayed Usman, “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, artikel diakses pada 22
Februari 2020 dari www.pa-jaksel.net. 2 https://www.pa-jakartaselatan.go.id/tentang-pengadian/sejarah-pengadilan, diakses pada
tanggal 26 Februari 2020, pukul 15.00 WIB
34
34
4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan Undang-
undang Nomor 50 Tahun 2009, tentang perubahan kedua atas Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989, tentang Peradilan Agama
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975;
6. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 69 Tahun 1963, tentang Pembentukan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan;
7. Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan Tata Kerja dan
Wewenang Pengadilan Agama;
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
61 tahun 1985 Pengadilan Tinggi Agama Surakarta di pindah di Jakarta, akan tetapi
realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987 dan secara otomatis
Wilayah Hukum Pengadilan Agama diwilayah DKI Jakarta adalah menjadi
Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.3
Pengadilan Agama Jakarta Selatan memiliki 5 tujuan yang hendak dicapai
yaitu:4
1. Pencari keadilan merasa kebutuhan dan kepuasannya terpenuhi.
2. Peradilan yang transparan dan mudah diakses.
3. Percepatan penyelesaian dalam upaya hukum.
4. Kualitas putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang dikuatkan oleh
peradilan di atasnya.
5. Publik percaya bahwa Pengadilan Agama Jakarta Selatan memenuhi butir 1
dan 2 di atas.
Adapun sasaran strategis yang hendak dicapai Pengadilan Agama Jakarta
Selatan adalah sebagai berikut:
1. Terwujudnya proses peradilan yang pasti, transparan dan akuntabel.
2. Peningkatan efektifitas pengelolaan penyelesain perkara dengan indikator
kinerja.
3 Sayed Usman, “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, artikel diakses pada 29
Februari 2020 dari https://www.pa-jaksel.go.id 4 Laporan Pelaksanaan KegiatanPengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2019, h. 2-3.
35
35
3. Meningkatnya akses peradilan bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan.
4. Meningkatnya kepatuhan terhadap putusan pengadilan dengan indikator
kinerja.
5. Meningkatnya kualitas pelaksanaan reformasi birokrasi, dengan indikator
kinerja
Dalam mencapai 5 (lima) sasaran strategis tersebut merupakan arahan bagi
Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah
ditetapkan dan membuat rincian program dan kegiatan pokok yang akan
dilaksanakan sebagai berikut:
1. Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya
Mahkamah Agung RI.
2. Program peningkatan manajemen peradilan agama.
3. Program peningkatan sarana dan prasarana Pengadilan Agama Jakarta
Selatan
Dari program dan kegiatan tersebut, Pengadilan Agama Jakarta Selatan
melayani masyarakat pencari keadilan yang berada pada yurisdiksi Pengadilan
Tinggi Agama Jakarta, memiliki wilayah hukum yang terdiri dari 10 (sepuluh)
kecamatan dan 65 (enam puluh lima) kelurahan dengan luas keseluruhan mencapai
145,75 Km², berbatasan dengan:
1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kota Administrasi Jakarta Pusat
2. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kota Administrasi Jakarta Timur
3. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kotamadya Depok
4. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kota Administrasi Jakarta Barat
Pengadilan agama Jakarta selatan dari masa ke masa terus mengalami
perkembangan, hal ini sebagaimana sejarah yang penulis uraikan dibawah ini:
1. PA Jakarta Selatan Berkantor di Serambi Masjid (1967-1979)
Terbentuknya kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan
jawaban dari perkembangan masyarat jakarta, yang ketika itu pada tahun
36
36
1967 merupakan cabang dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya yang
berkantor di jalan Otista Raya Jakarta Timur. Sebutan pada waktu itu adalah
cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk sesuai
dengan banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman
penduduk serta tuntunan masyarakat Jakarta Selatan yang diwilayahnya
cukup luas. Untuk itu keadaan kantor ketika itu masih dalam keadaan darurat
yaitu menempati gedung bekas Kantor Kecamatan Pasar Minggu di suatu
gang kecil yang sampai saat ini dikenal dengan gang Pengadilan Agama Pasar
Minggu Jakarta Selatan, pimpinan kantor dipegang oleh H. Polana.5
Penanganan kasus-kasus hanya berkisar perceraian kalaupun ada
tentang warisan masuk kepada Komparisi itu pun mulai tahun 1969 kerjasama
dengan Pengadilan Negeri ayng ketika itu dipimpin oleh Bapak Bismar
Siregar,S.H. Sebelum tahun 1969 pernah pula membuat fatwa waris akan
tetapi hal itu ditentang oleh pihak keamanan karena bertentangan dengan
kewenangannya sehingga sempat beberapa orang termasuk pak Hasan
Mughni ditahan karena penetapan Fatwa Waris sehingga sejak itu Fatwa
Waris ditambah dengan kalimat “Jika ada harta peninggalan”.6
Pada tahun 1976 gedung Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta
Selatan pindah ke Blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menempati
serambi Masjid Syarief Hidayatullah dan sebutan Kantor Cabang pun
dihilangkan menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan pada masa itu
diangkat pula beberapa Hakim honorer yang antaranya adalah Bapak H.
Ichtijanto, S.A., S.H. Penunjukan tempat tersebut atas inisiatif Kepala
Kandepag Jakarta Selatan yang waktu itu dijabat oleh Bapak Drs. H. Muhdi
Yasin. Seiring perkembangan tersebut diangkat pula 8 karyawan untuk
menangani tugas- tugas kepaniteraan yaitu Ilyas Hasbullah, Hasan Jauhari,
5 Sayed Usman, “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, artikel diakses pada 29
Februari 2020 dari https://www.pa-jaksel.go.id. 6 Sayed Usman, “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, artikel diakses pada 29
Februari 2020 dari https://www.pa-jaksel.go.id
37
37
Sukandi, Saimin, Tuwon Haryanto, Fathullah, Hasan Mughni, dan Imron,
keadaan penempatan Kantor diserambi Masjid tersebut bertahan sampai pada
tahun 1979.7
2. Pengadilan Agama Jakarta Selatan Berkantor di Gedung Sendiri
a. Pada bulan September 1979 Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan
pindah ke gedung baru di Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang dengan
menempati gedung baru dengan tanah yang masih menumpang pada
areal tanah PGAN Pondok Pinang dan pada tahun 1979 pada saat
pengadilan Agama Jakarta Selatan dipinpim oleh Bapak H. Alim
diangkat pula Hakim-hakim honorer untuk menangani perkara- perkara
yang masuk, mereka diantaranya: KH. Ya’kub, KH. Muhdats Yusuf,
Hamim Qarib, Rasyid Abdullah, Ali Imran, Drs. H. Noer Chazin.8
b. Pada perkembangan selanjutnya yaitu semasa berkepimpinan Drs. H.
Djabir Manshur, S.H., Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan
pindah ke Jalan Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan dengan menempati gedung baru. Di gedung baru ini
meskipun tidak memenuhi syarat untuk sebuah Kantor Pemerintah
setingkat Walikota, karena gedungnya berada di tengah-tengah
penduduk dan jalan masuk dengan kelas jalan III C. Namun sudah lebih
baik ketimbang masih di Pondok Pinang, pembenahan- pembenahan
fisik terus dilakukan terutama pada masa kepemimpinan Bapak Drs. H.
Jayusman, S.H. Begitu pula pembenahan- pembenahan administrasi
terutama pada masa kepemimpinan Bapak Drs, H. Ahmad Kamil, S.H.
pada masa ini pula Pengadilan Agama Jakarta Selatan mulai mengenal
7 Sayed Usman, “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, artikel diakses pada 29
Februari 2020 dari https://www.pa-jaksel.go.id
8 http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/tupoksi.html diakses pada 21
Februari 2020.
38
38
komputer walaupun hanya sebatas pengetikan dan ini terus ditingkatkan
pada masa kepemimpinan Bapak Drs, Rif’at Yusuf.9
c. Pada masa perkembangannya selanjutnya tahun 2000 ketika
kepemimpinan dijabat oleh Bapak Drs.H. Zainuddin Fajari, S.H.
pembenahan-pembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik
diadakan sistem komputerisasi dengan online computer, dan ini terus
dibenahi sampai sekarang oleh ketua pengadilan Agama Bapak Drs H.
Syed Usman, S.H. yang tujuannya adalah untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan dan menciptakan
peradilan yang mandiri dan berwibawa.
d. Perkembangan selanjutnya tahun 2007-2008 ketika kepemimpinan
dijabat oleh Bapak Drs. H. A. Choiri, S. H., M.H. pembenahan-
pembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik sudah
terintegrasi dengan online komputer, pada periode ini juga Pengadilan
Agama Jakarta Selatan berhasil pengadaan tanah untuk bangunan
gedung baru seluas 6000 yang terletak di Jl. Harsono RM, Ragunan,
Jakarta Selatan.
e. Selanjutnya sejak tahun 2008 telah dibangun gedung baru sesuai
dengan purwarupa Mahkamah Agung RI. Pembangunan dilaksanakan
2 tahap pertama tahun 2008 dan tahap kedua tahun 2009 pada saat itu
Pengadilan Agama Jakarta Selatan diketuai oleh Bapak Drs. H.
Pahlawan Harahap, S.H.,MA
f. Selanjutnya pada akhir April 2010, gedung baru Penagdialn Agama
Jakarta Selatan diresmikan bersama-sama dengan gedung-gedung baru
lainnya di Pontianak (Kalimantan Barat) oleh Ketua Mahkamah Agung
RI. Kemudian pada awal Mei 2010 diadakan tasyakuran dan sekaligus
dimulainya aktifitas perkantoran di gedung baru tersebut, pada saat itu
9 http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/tupoksi.html diakses pada 23
Februari 2020.
39
39
Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan dijabat oleh Drs. H. Hamid,
S.H.
g. Sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representative
tersebut di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan
dalam segala hal, baik dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan
maupun dalam hal peningkatan T.I. (Teknologi Informasi) yang sudah
semakin canggih disertai dengan program-program yang menunjang
pelaksanaan tugas pokok, seperti program SIADPA (Sistem Informasi
Administrasi Perkara Pengadilan Agama) Yang sudah berjalan dan
terintegrasi dengan TV Media Center, Touch Screen (KIOS-K) serta
beberapa fitur tambahan dari Situs Web http://www.pa-
jakartaselatan.go.id10
3. Anggaran pembangunan Gedung Pengadilan Agama Jakarta Selatan
a. Tahun 2007 s/d/ 2008: pengadaan tanah untuk bangunan gedung baru
seluas ± 6000 m2 yang terletak di jalan Harsono RM Ragunan, JAkarta
Selatan dengan anggaran Rp. 19.353.700.000 (sembilan belas milyar
tiga ratus lima puluh tiga juta tujuh ratus ribu rupiah) yang berasal dari
DIPA PTA Jakarta.
b. Tahun 2008: tahap pertama pembangunan gedung baru sesuai dengan
purwarupa Mahkamah Agung RI dengan anggaran Rp. 7.393.270.000
(tujuh milyar tiga ratus sembilan puluh tiga juta dua ratus tujuh puluh
ribu rupiah) yang berasal dari DIPA Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Tahun 2009: tahap kedua pembangunan gedung baru dengan anggaran
Rp. 14.110.820.000 (empat belas milyar seratus seupuluh juta delapan
ratus dua puluh ribu rupiah) yang berasal dari DIPA Pengadilan Agama
Jakarta Selatan.
10 Media Informasi dan Transfaransi Agama Jakarta Selatan, Sejarah Pengadilan Agama
Jakarta Selatan, diakses pada tanggal 23 Februari 2020 melalui http://www.pa-
jakartaselatan.go.id/v2/index.php/tentang-kami/sejarah.html
40
40
B. Gambaran Umum Tentang Dispensasi Nikah pada Tahun 2017-2019 di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan
1. Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Pada Tahun 2017
Total pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan pada tahun 2017 adalah sebanyak 29 Perkara.
41
41
2. Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Pada
Tahun 2018
42
42
Total pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan pada tahun 2018 adalah sebanyak 32 Perkara.
3. Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Pada
Tahun 2019
43
43
Total pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan pada tahun 2019 adalah sebanyak 53 Perkara.
C. Tata Cara Pengajuan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama
Dalam hal permohonan dispensasi nikah ke pengadilan agama ini diajukan
oleh orang tua dari pihak pria atau wanita di wilayah tempat tinggalnya (permenag
No. 3 Tahun 1975 pasal 13 ayat 1)’
Adapun syarat syarat yang harus di penuhi untuk mengajukan dispensasi
nikah adalah sebagai berjikut :
1. Surat permohonan
2. Surat pengantar desa atau lurah
3. Surat penolakan dari dari KUA, bermaterai Rp. 6.000,-
4. Fotokopi KTP pemohon
5. Fotokopi akte kelahiran mempelai bermaterai Rp. 6.000,-
6. Fotokopi KTP mempelai bermaterai Rp. 6.000,-
7. Fotokopi surat nikah ayah mempelai bermaterai Rp. 6.000,-
Pengajuan permohonan dispensasi nikah ini dilakukan setelah mendapatkan
surat penolakan untuk menikah dari KUA. Surat penolakan tersebut di jadikan dasar
untuk mengajukan dispensasi ke pengadilan agama. Pengadilan agama yang akan
44
44
memberikan suatu penetapan tentang permohonan dispensasi tersebut setelah di
lakukan pemeriksaan dalam persidangan dan berkeyakinan bahwa terdapat hal-hal
yang memungkinkan untuk melangsungkan perkawinan.
Adapun prosedur pengajuan permohonan dispensasi nikah ke pengadilan
agama adalah sebagai berikut:
1. Para pihak mengajukan pernikahan terlebih dahulu ke kantor KUA setempat.
2. KUA akan memberikan formulir untuk diisi yang kemudian diajukan ke
pengadilan agama, berupa surat penolakan pelaksanaan perkawinan dari
KUA
3. Selanjutnya pengajuan permohonan dispensasi ke pengadilan agama.
Pengajuan permohonan dispensasi nikah ini sama dengan mekanisme
pengajuan perkara gugatan lain. Langkah-langkahnya sebagai berikut;
a. Prameja
b. Sebelum mengajukan permohonan, pemohon ke prameja untuk
memperoleh penjelasan tentang tata cara berperkara, cara membuat
surat permohonan, dan disini pemohon juga bisa meminta tolong untuk
dibuatkan surat permohonan.
i. Meja I
Surat permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani
diajukan pada sub kepaniteraan permohonan, pemohon
menghadap pada meja pertama yang akan menaksir besarnya
panjer biaya perkara dan menuliskannya pada surat Kuasa Untuk
Membayar (SKUM). Ketentuan perhitungan jumlah biaya
perkara diatur dalam pasal 90 UU. No. 7 tahun 1989 yaitu;11
ii. Biaya kepaniteraan dan biaya materia yang diperlukan untuk itu.
iii. Biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya
pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara itu.
11 Yahya harahap, kedudukan kewenangan dan acara peradilan agama UU No. 7 tahun 1989,
(Jakarta, sinar grafika, 2009), 186.
45
45
iv. Biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat
dan tindakan lain yang diperlukan oleh pengadilan dalam perkara
itu.
v. Biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain lain
vi. Pemohon ke kasir dengan menyerahkan surat permohonan dan
surat kuasa untuk membayar (SKUM), kemudian kasir
bertugas;12
a) Menerima uang tersebut dan mencatat dalam jurnal biaya
perkara, menandatangani dan memberi nomor perkara dan
tanda lunas
b) Mengembalikan surat permohonan dan SKUM pada
pemohon
vii. Meja II
Pemohon kemudian menghadap pada meja II dengan
menyerahkan surat permohonan dan SKUM yang telah dibayar.
Kemudian meja II bertugas sebagai berikut:13
a) Memberi nomor pada surat permohonan sesuai dengan
nomor yang diberikan oleh kasir, kemudian ditandatangani
b) Menyerahkan surat permohonan yang telah terdaftar dan
SKUM kepada pemohon.
Selanjutnya setelah ketua majlis hakim menerima berkas perkara dan
mempelajari berkas perkara, kemudian menetapkan hari dan tanggal serta jam
pelaksanaan persidangan perkara serta memerintahkan agar para pihak dipanggil
untuk datang menghadap pada hari, tanggal, dan jam yang telah ditentukan. Para
pihak juga diberitahukan bahwa mereka dapat mempersiapkan bukti-bukti yang
diajukan dalam persidangan.
12 Mukti arto, Praktik perkara perdata pada pengadilan agama, (Yogyakarta: pustaka pelajar,
1996), 27 13 Ibid., 61.
46
46
Dalam proses persidangan ketua majlis hakim membacakan surat
permohonan yang telah didaftarkan di kepaniteraan. Selanjutnya ketua majlis
hakim memulai pemeriksaan dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
pemohon. Kemudian ketua majelis hakim melanjutkan pemeriksaan bukti-bukti
surat yang diserahkan oleh pemohon, diantaranya:
1. Fotokopi surat kelahiran atas nama anak pemohon yang dikeluarkan oleh
kepala desa atau kelurahan
2. Fotokopi kart keluarga atas nama pemohon
3. Surat pemberitahuan adanya kekurangan persyaratan perkawinan yang
dikeluarkan oleh kepala dinas kependudukan dan pencatatan sipil setempat
model N-8
4. Surat pemberitahuan penolakan melangsungkan pernikahan model N-9 yang
di keluarkan oleh kantor urusan agama.
Selanjutnya ketua majelis menyatakan siding diskors untuk musyawarah.
Kemudian pemohon diperintahkan ke luar dari ruang persidangan. Setelah
musyawarah selesai, skors dicabut dan pemohon dipanggil kembali masuk ke ruang
persidangan, kemudian dibacakan penetapan yang amarnya sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan pemohon
2. Menetapkan memberi dispensasi kepada pemohon untuk menikahkan
anaknya
3. Membebankan biaya kepada pemohon sebesar Rp. ……. Kepada pemohon.
Setelah membacakan penetapannya, ketua majelis menyatakan sidang
ditutup. Jika pemohon tidak puas dengan penetapan hakim, pemohon bisa
langsung kasasi, bukan banding.14
Sesuai Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Pasal 7 Tentang Pernikahan, Dispensasi Umur
Pernikahan atau Dispensasi Kawin, ialah permohonan dispensasi bagi calon
14 Department agama RI, Bahan penyuluh hukum (Jakarta: derektorat jenderal pembinaan
kelembagaan agama islam, 1999), 188.
47
47
mempelai yang belum memenuhi ketentuan batasan usia minimal pernikahan, yakni
kurang dari 19 Tahun untuk pria dan kurang dari 19 Tahun untuk wanita. Jika salah
satu calon mempelai atau keduanya belum memenuhi batasan usia tersebut maka
diwajibkan memiliki surat Dispensasi Perkawinan dari Pengadialan Agama
setempat.
Setelah mengajukan permohonan Dispensasi Nikah, orang tua atau dalam
hal ini Pemohon beserta anaknya akan hadir dipersidangan untuk ditanyakan
mengenai permohonannya. Majelis hakim setidaknya akan melakukan beberapa
pertimbangan sebelum diberikannya izin dispensasi nikah kepada pemohon dalam
hal ini orang tua untuk menikahkan anaknya di usia di bawah umur. Berdasarkan
Perma No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi
Kawin, Pasal 2 menyebutkan bahwa Hakim dalam mengadili permohonan
Dispensasi Kawin harus berdasarkan asas:
1. Kepentingan terbaik bagi anak;
2. Hak hidup dan tumbuh kembang anak;
3. Penghargaan atas pendapat anak;
4. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia;
5. Non-diskriminasi;
6. Kesetaraan gender;
7. Persamaan di depan hukum;
8. Keadilan;
9. Kemanfaatan; dan
10. Kepastian hukum
Selain itu pada pasal 3 disebutkan bahwa pedoman mengadili permohonan
Dispensasi Kawin bertujuan untuk:
1. Menerapkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
2. Menjamin pelaksanaan sistem peradilan yang melindungi hak anak;
3. Meningkatkan tanggung jawab Orang Tua dalam rangka pencegahan
Perkawinan Anak;
48
48
4. Mengidentifikasi ada atau tidaknya paksaan yang melatarbelakangi
pengajuan permohonan Dispensasi Kawin;
5. Mewujudkan standardisasi proses mengadili permohonan Dispensasi Kawin
di Pengadilan;
Dengan adanya pedoman tersebut hakim akan menanyakan secara rinci
bagaimana kesiapan orang tua dan anaknya yang hendak menikah. Pada praktiknya
hakim selalu menanyakan mengenai apa yang menyebabkan pemohon dalam hal
ini orang tua anak hendak menikahkan anaknya di usia di bawah umur. Selain itu
kesiapan ekonomi akan ditanyakan oleh majelis hakim kepada calon mempelai laki-
laki, karena nantinya dia lah yang akan menjadi tulang punggung bagi keluarganya
setelah menikah. Majelis hakim juga akan menanyakan persoalan kesiapan aspek
kesehatan dari para calon mempelai dengan mewajibakan kepada pemohon untuk
melampirkan surat keterangan sehat dari dokter yang menunjukkan bahwa calon
mempelai yang hendak menikah dalam keadaan sehat. Selain itu juga hakim akan
menanyakan pertanggung jawaban orang tua dari calon mempelai jika terjadi
sesuatu yang tidak diinginkan dari pernikahan anak-anaknya. Jika pertimbangan-
pertimbangan tersebut dirasa cukup oleh majelis hakim, maka nantinya hakim akan
memberikan izin dispensasi nikah dengan mengeluarkan sebuah putusan.
Putusan hakim menurut Sudikno Mertokusumo adalah suatu peryataan yang
oleh hakim, sebagai pejabat Negara yang diberi wawenang untuk itu, diucapkan
dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara
atau sengketa yang terjadi antara para pihak. Bukan hanya diucapkan saja yang
disebut putusan, melainkan juga pernyatan dalam bentuk tertulis kemudian
diucapkan oleh hakim dipersidangan. Konsep putusan yang bebentuk tertulis tidak
menpunyai kekuatan sebagai putusan sebelum diucapkan dipersidangan oleh
hakim. Ini berarti putusan yang diucapkan (Uitspraal), harus sama dengan yang
tertulis (Vonis). Bila putusan diucapkan berbeda dengan yang ditulis, maka yang
49
49
sah adalah yang diucapkan didepan persidangan. Putusan akhir disini adalah
putusan yang mengakhiri suatu perkara dalam tingkat peradilan tertentu.15
Hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi umur perkawinan bagi
yang akan melangsungkan perkawinan, harus mempetimbangkan asas keadilan,
asas kepastian hukum, dan asas keamanfatan terhadap putusan-putusan hukum
yang akan ia buat, apabila hakim mengabulkan dispensasi umur perkawinan
berdasarkan kemaslahatan, maka hakim berhak mengabulkan pemohon dan
mengizinkan perkawinan itu dilaksanakan. Pemberian dispensasi umur perkawinan
dalam kondisi yang sangat mendesak dapat memberikan manfaat yang besar bagi
masyrakat dalam kasus dispensasi umur perkawinan.
Setelah mendapatkan putusan dari Pengadilan Agama terkait izin dispensasi
nikah, maka orang tua anak harus melampirkan putusan tersebut sebagai
kelengkapan administrasi bagi seseorang yang hendak menikah dibawah umur.
15 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Libery, Yogjakarta, 1998, Hal,
174
50
BAB IV
FAKTOR PENYEBAB MENINGKATNYA ANGKA DISPENSASI NIKAH
DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
A. Faktor Penyebab Meningkatnya Permohonan Dispensasi
Perbedaan batas usia anak di dalam beberapa peraturan perundang-
undangan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengertian anak itu sendiri.
Hal ini terjadi karena perbedaan pemahaman di tiap rumusan Undang-undang
tentang kapan seseorang dikatakan sebagai anak. Dari segi perkawinan, kesehatan
maupun perlindungan anak itu sendiri masih memiliki perbedaan tentang
pengertian anak.
Batas usia minimal menikah menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 di
dalam Pasal 7 ayat (1) dijelaskan bahwa bagi laki-laki adalah 19 tahun dan bagi
perempuan adalah 16 tahun. Sedangkan Undang-undang No. 35 Tahun 2014
tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak adalah yang masih dalam
kandungan hingga umur 18 tahun. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum
terkait pengertian anak, karena menurut Undang-undang Perkawinan jika telah
memenuhi syarat umur yang telah ditentukan maka ia tidak bisa dikatakan sebagai
anak. Namun menurut Undang-undang Perlindungan Anak, jika sudah berumur 18
tahun maka ia masih dikatakan sebagai seorang anak meskipun telah mencapai
persyaratan 16 tahun bagi perempuan.
Baru-baru ini Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan
uji materil Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, terkait batas
usia perkawinan. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan perbedaan batas usia
perkawinan antara laki-laki dan perempuan menimbulkan diskriminasi.1 Hal ini
tentunya memberikan harapan lebih terhadap upaya pengurangan praktik
pernikahan dini di Indonesia.
1 https://m.cnnindonesia.com/nasional/20181213110330-12-353335/mk-kabulkan-
gugatan-batas-usia-dalam-uu-perkawinan, diakses pada tanggal 29 Februari 2020, pukul 09.46 WIB
51
51
Pengadilan Agama Jakarta selatan merupakan salah satu pengadilan agama
yang memiliki angka permohonan dispensasi nikah yang tinggi di wilayah Provinsi
DKI Jakarta. Menariknya permohonan dispensasi nikah yang terdapat di
Pengadilan Agama Jakarta selatan meningkat setiap tahunnya (2017-2019). Hal ini
sebagaimana data yang didapatkan penulis pada Laporan Tahunan (LAPTAH)
Pengadilan Agama Jakarta selatan yang menunjukkan bahwa pada tahun 2017
terdapat 29 permohonan Dispensasi Nikah. Pada tahun 2018 pengajuan
Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengalami
peningkatan yaitu sebanyak 32 Permohonan. Pada tahun 2019 Permohonan
Dispensasi Nikah kembali meningkat dengan pesat yaitu sebanyak 53 permohonan.
Adapun data yang penulis dapatkan adalah sebagai berikut:
1 Nomor Perkara 019/Pdt.P/2017/PA.JS
Pemohon Pemohon merupakan orang tua dari anak yang
masih dibawah umur yang hendak menikah
Alasan Keduanya telah menjalin hubunngan yang lama
(2015-2017) sehingga pihak keluarga sangat
khawatir jika tidak segera dikawinkan sekarang,
akan tetap berkelanjutan terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan dan tidak diperbolehkan agama Islam
Pertimbangan
Hukum
Apabila dispensasi nikah tidak diberikan
dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif
yang tidak dinginkan oleh kedua belah pihak pada
masa yang akan datang, maka Majelis Hakim
berpendapat solusi hukum yang terbaik adalah
memberikan dispensasi nikah kepada ANAK
PEMOHON dan permohonan Pemohon untuk
diberikan dispensasi nikah kepada anak
kandungnya telah beralasan dan sejalan dengan
ketentuan Pasal 7 ayat 2 Undang-undang Nomor 1
52
52
tahun 1974 jo. Pasal 8 Peraturan Menteri Agama RI
Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah
Amar
Penetapan
Mengabulkan permohonan para pemohon
2 Nomor Perkara 021/Pdt.P/2017/PA.JS
Nama Pihak Orang tua dari laki-laki,dan pemohon perempuan
Alasan Mengandung 3 bulan
Pertimbangan
Hukum
A dan B sama-sama beragama Islam, sama-sama
saling mencintai dan menyayangi, sama-sama
sudah mempunyai pekerjaan tetap dan bahkan
calon isterinya tersebut sekarang sudah hamil 3
bulan yang dihawatirkan akan berbuat dan
berakibat yang lebih membahayakan dan
memadaratkan yang lebih besar untuk masa depan
dan kehidupan keduanya dan dianggap telah
memenuhi ketentuan pasal 7 ayat 1 dan 2
Undangundang Nomor 1 tahun 1974 Tentang
Perkawinan, Jo. Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam
Amar
Penetapan
Mengabulkan permohonan pemohon
3 Nomor Perkara 035/Pdt.P/2017/PA.JS
Pemohon Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Keduanya telah menjalin hubunngan yang sangat
dalam sehingga untuk mengantisipasi kesulitan
kesulitan administratif yang mungkin timbul di
kemudian hari apabila tidak segera dinikahkan
Pertimbangan
Hukum
Berdasarkan pertimbangan–pertimbangan hukum
di atas, Majelis Hakim menilai bahwa syarat-syarat
untuk melakukan pernikahan telah terpenuhi, dan
permohonan Pemohon untuk diberikan dispensasi
53
53
nikah kepada anak kandungnya telah beralasan dan
sejalan dengan ketentuan Pasal 7 ayat 2 Undang-
undang Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 8 Peraturan
Menteri Agama RI Nomor 11 Tahun 2007 Tentang
Pencatatan Nikah
Mengabulkan permohonan para pemohon
4 Nomor Perkara 049/Pdt.P/2017/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Keduanya telah menjalin hubungan yang sangat
dalam serta untuk mengantisipasi kesulitan-
kesulitan administratif yang mungkin timbul di
kemudian hari apabila tidak segera dinikahkan
Pertimbangan
Hukum
Apabila dispensasi nikah tidak diberikan
dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif
yang tidak dinginkan oleh kedua belah pihak pada
masa yang akan datang, maka Majelis Hakim
berpendapat solusi hukum yang terbaik adalah
memberikan dispensasi nikah kepada ANAK
PEMOHON dan Majelis Hakim menilai bahwa
syarat-syarat untuk melakukan pernikahan telah
terpenuhi, dan permohonan Pemohon untuk
diberikan dispensasi nikah kepada anak
kandungnya telah beralasan dan sejalan dengan
ketentuan Pasal 7 ayat 2 Undang-undang Nomor 1
tahun 1974 jo. Pasal 8 Peraturan Menteri Agama RI
Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan pemohon
5 Nomor Perkara 055/Pdt.P/2017/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon suami
pemphon
54
54
Alasan Keduanya telah menjalin hubungan yang sangat
dalam sehingga untuk mengantisipasi kesulitan-
kesulitan administratif yang mungkin timbul di
kemudian hari apabila tidak segera dinikahkan
Pertimbangan
Hukum
Apabila dispensasi nikah tidak diberikan
dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif
yang tidak dinginkan oleh kedua belah pihak pada
masa yang akan datang, maka Majelis Hakim
berpendapat solusi hukum yang terbaik adalah
memberikan dispensasi nikah kepada ANAK
KANDUNG PEMOHON dan permohonan
Pemohon untuk diberikan dispensasi nikah kepada
anak kandungnya telah beralasan dan sejalan
dengan ketentuan Pasal 7 ayat 2 Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 8 Peraturan Menteri
Agama RI Nomor 11 Tahun 2007 Tentang
Pencatatan Nikah
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
6 Nomor Perkara 058/Pdt.P/2017/PA.JS
Nama Pihak Ibu pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan Pemohon
7 Nomor Perkara 080/Pdt.P/2017/PA.JS
Nama Pihak Ibu pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Antara anak Pemohon dengan calon isterinya telah
bergaul rapat dan sulit dipisahkan karena calon
isterinya telah hamil
Pertimbangan
Hukum
Jika kondisi demikian tidak diteruskan ke jenjang
pernikahan dikhawatirkan akan terjerumus kepada
perbuatan zina terus menerus. Sedangkan
mendekati zina saja dilarang oleh ajaran Islam,
55
55
karena itu termasuk dosa besar, apalagi sampai
melakukannya, sebagaimana Firman Allah dalam
Surat Al Isra’ ayat 32 dan majelis hakim perlu
menyatakan kaidah fiqhiyah yang berbunyi
artinya: “Menghindari mafsadat (kerusakan) harus
didahulukan dari pada menarik kemaslahatan
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan Pemohon
8 Nomor Perkara 0167/Pdt.P/2017/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon suami
pemohon
Alasan Mengandung 3 bulan
Pertimbangan
Hukum
ANAK PEMOHON sedang hamil tiga bulan, serta
ayah kandung dari ANAK PEMOHON di muka
sidang telah menyatakan bersedia menjadi wali
dalam menikahkan ANAK PEMOHON dengan
CALON SUAMI ANAK KANDUNG
PEMOHON. Dalam kondisi demikian, jika
menunggu sampai ANAK PEMOHON cukup
umur sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut di
atas, akan menimbulkan mudharat bagi ANAK
PEMOHON dan CALON SUAMI ANAK
KANDUNG PEMOHON serta keluarga masing-
masing. Hukum Islam menentukan bahwa menolak
mafsadat harus didahulukan dari mengharap
kemaslahatan, sesuai dengan kaidah fiqhiyah,
sebagai berikut:
56
56
artinya: “Menghindari mafsadat (kerusakan) harus
didahulukan dari pada menarik kemaslahatan
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
9 Nomor Perkara 0194/Pdt.P/2017/PA.JS
Nama Pihak Ibu pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Hubungan keduanya sudah sangat erat, calon istri
sudah hamil hasil dari hubungan dengan CALON
SUAMI ANAK KANDUNG PEMOHON
Pertimbangan
Hukum
Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus tidak diikat
dalam sebuah tali perkawinan dikhawatirkan akan
terjadi hal-hal negatif, fitnah yang tidak diinginkan,
maka untuk menghindarkan fitnah dan terjadinya
kerusakan yang lebih buruk lagi, kedua anak
tersebut sebaiknya segera untuk dinikahkan, hal ini
didasarkan kaidah ushul fiqh yang artinya
“Menolak kerusakan didahulukan dari pada
mendatangkan kemaslahatan” juga hadits
Rasulullah saw yang diriwayatkan Bukhari Muslim
yang artinya “Wahai para pemuda, jika sudah ada
kesanggupan untuk menikah, maka menikahlah” ;
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
10 Nomor Perkara 0207/Pdt.P/2017/PA.JS
Nama Pihak Ibu pemohon, pemohon, dan calon Suami pemphon
Alasan Calon Isteri telah lama menjalin hubungan dengan
calon suaminya (CALON SUAMI ANAK
PEMOHON) dan telah berketetapan hati mau
melanjutkan kepada jenjang pernikahan karena
hubungan mereka selama ini telah melahirkan
seorang anak
57
57
Pertimbangan
Hukum
Meskipun anak Pemohon tersebut masih di bawah
umur untuk perkawinan yang diijinkan dan demi
menjaga kemashlahatan dan menghindarkan hal-
hal yang lebih buruk lagi untuk masa yang akan
datang sudah selayaknya antara keduanya untuk
segera dinikahkan sesuai qaidah fiqhiyyah , yang
artinya sebagai berikut : “ Menghindarkan
kemafsadatan ( kerusakan ) lebih diutamakan dari
pada menarik kemashlahatan
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
11 Nomor Perkara 023/Pdt.P/2018/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Keduanya telah menjalin hubungan sejak bulan
Februari tahun 2014 sampai sekarang serta untuk
mengantisipasi kesulitan-kesulitan administratif
yang mungkin timbul dikemudian hari apabila
tidak segera dinikahkan
Pertimbangan
Hukum
Apabila dispensasi nikah tidak diberikan
dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif
yang tidak dinginkan oleh kedua belah pihak pada
masa yang akan datang, maka Majelis Hakim
berpendapat solusi hukum yang terbaik adalah
memberikan dispensasi nikah kepada ANAK
KANDUNG PEMOHON
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
12 Nomor Perkara 024/Pdt.P/2018/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Mengandung 5 Bulan
Pertimbangan
Hukum
Permohonan Pemohon tersebut telah memenuhi
ketentuan pasal 7 ayat 1 dan 2 Undang-undang
58
58
Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, Jo.
Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
13 Nomor Perkara 024/Pdt.P/2018/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Telah menjalin hubungan sejak lama serta untuk
mengantisipasi kesulitankesulitan administratif
yang mungkin timbul dikemudian hari apabila
tidak segera dinikahkan;
Pertimbangan
hukum
Permohonan Pemohon tersebut telah memenuhi
ketentuan pasal 7 ayat 1 dan 2 Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, Jo.
Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
14 Nomor Perkara 064/Pdt.P/2018/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Mengandung 7 bulan
Pertimbangan
Hukum
Dispensasi nikah yang diberikan Pengadilan
Agama kepada pencari keadilan adalah untuk
menghindari terjadinya mudharat yang lebih besar
daripada mashlahatnya, sesuai dengan kaidah fiqih
yang selanjutnya diambil alih sebagai
pertimbangan hukum sebagai berikut:
Artinya : Mengantisipasi dampak negatif harus
diprioritaskan daripada mengejar kemashlahatan
(yang belum jelas). Apabila berlawanan antara satu
mafsadat dengan mashlahat, maka yang
59
59
didahulukan adalah mencegah mafsadatnya.; Al-
Asybah Wa An-Nazhoir (halaman 62)
Artinya : Mencegah yang membahayakan itu lebih
diprioritaskan daripada meraih keuntungan.
(“Abdul Wahhab Khollaf, „Ilmu Ushul al-
Fiqh,1977, hal. 208 )
Artinya : Apabila dua mafsadat bertentangan, maka
yang harus diperhatikan mana yang lebih besar
mafsadatnya, dengan memilih yang lebih ringan
mafsadatnya; Al-Asybah Wa Al-Nazhoir(Halaman
62;
Artinya : Sesuatu yang membahayakan
(kemudhorotan) itu sedapat mungkin harus
dihindarkan;
Permohonan Pemohon untuk diberikan dispensasi
nikah kepada anak kandungnya telah beralasan dan
sejalan dengan ketentuan Pasal 7 ayat 2 Undang-
undang RI. Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 8
Peraturan Menteri Agama RI Nomor 11 Tahun
2007 Tentang Pencatatan Nikah;
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
15 Nomor Perkara 0101/Pdt.P/2018/PA.JS
Nama Pihak Ibu pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
60
60
Alasan Mengandung 3 Bulan
Pertimbangan
hukum
Jika kondisi demikian tidak diteruskan ke jenjang
pernikahan dikhawatirkan akan terjerumus kepada
perbuatan zina terus menerus. Sedangkan
mendekati zina saja dilarang oleh ajaran Islam,
karena itu termasuk dosa besar, apalagi sampai
melakukannya, sebagaimana Firman Allah dalam
Surat Al Isra’ ayat 32 yang artinya
Dan janganlah kamu mendekati zina,
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang
keji dan suatu jalan yang buruk
artinya: “Menghindari mafsadat (kerusakan) harus
didahulukan dari pada menarik kemaslahatan
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
16 Nomor Perkara 0159/Pdt.P/2018/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Telah menjalin hubungan sejak 9 (Sembilan) bulan
sampai sekarang serta untuk mengantisipasi
kesulitankesulitan administratif yang mungkin
timbul dikemudian hari apabila tidak segera
dinikahkan;
Pertimbangan
hukum
artinya: “Menghindari mafsadat (kerusakan) harus
didahulukan dari pada menarik kemaslahatan
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
17 Nomor Perkara 0173/Pdt.P/2018/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
61
61
Alasan Mengandung 4 bulan
Pertimbangan
hukum
Dispensasi nikah yang diberikan Pengadilan
Agama kepada pencari keadilan adalah untuk
menghindari terjadinya mudharat yang lebih besar
daripada mashlahatnya, sesuai dengan kaidah fiqih
yang selanjutnya diambil alih sebagai
pertimbangan hukum sebagai berikut:
Artinya : Mengantisipasi dampak negatif harus
diprioritaskan daripada mengejar kemashlahatan
(yang belum jelas). Apabila berlawanan antara satu
mafsadat dengan mashlahat, maka yang
didahulukan adalah mencegah mafsadatnya.; Al-
Asybah Wa An-Nazhoir(halaman 62
Artinya : Mencegah yang membahayakan itu lebih
diprioritaskan daripada meraih keuntungan.
(“Abdul Wahhab Khollaf, „Ilmu Ushul al-
Fiqh,1977, hal. 208
Artinya : Apabila dua mafsadat bertentangan, maka
yang harus diperhatikan mana yang lebih besar
mafsadatnya, dengan memilih yang lebih ringan
62
62
mafsadatnya; Al-Asybah Wa Al-Nazhoir
(Halaman 62;
Artinya : Sesuatu yang membahayakan
(kemudhorotan) itu sedapat mungkin harus
dihindarkan;
Permohonan Pemohon untuk diberikan dispensasi
nikah kepada anak kandungnya telah beralasan dan
sejalan dengan ketentuan Pasal 7 ayat 2 Undang-
undang RI. Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 8
Peraturan Menteri Agama RI Nomor 11 Tahun
2007 Tentang Pencatatan Nikah;
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
18 Nomor Perkara 0183/Pdt.P/2018/PA.JS
Nama Pihak Ibu pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Mengandung 3 bulan
Pertimbangan
Hukum
Jika kondisi demikian tidak diteruskan ke jenjang
pernikahan dikhawatirkan akan terjerumus kepada
perbuatan zina terus menerus. Sedangkan
mendekati zina saja dilarang oleh ajaran Islam,
karena itu termasuk dosa besar, apalagi sampai
melakukannya, sebagaimana Firman Allah dalam
Surat Al Isra’ ayat 32 yang artinya
Dan janganlah kamu mendekati zina,
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang
keji dan suatu jalan yang buruk
63
63
artinya: “Menghindari mafsadat (kerusakan) harus
didahulukan dari pada menarik kemaslahatan
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
19 Nomor Perkara 0174/Pdt.P/2018/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Mengandung 6 bulan
Pertimbangan
hukum
artinya: “Menghindari mafsadat (kerusakan) harus
didahulukan dari pada menarik kemaslahatan
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
20 Nomor Perkara 0247/Pdt.P/2018/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Mengandung 6 bulan
Pertimbangan
hukum
Apabila dispensasi nikah tidak diberikan
dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif
yang tidak dinginkan oleh kedua belah pihak pada
masa yang akan datang, maka Majelis Hakim
berpendapat solusi hukum yang terbaik adalah
memberikan dispensasi nikah kepada ANAK
KANDUNG PEMOHON.
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
21 Nomor Perkara 0260/Pdt.P/2018/PA.JS
Nama Pihak Ibu pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Keduanya telah menjalin hubungan yang sangat
dalam sehingga untuk mengantisipasi kesulitan-
kesulitan administratif yang mungkin timbul di
kemudian hari apabila tidak segera dinikahkan
Pertimbangan
hukum
64
64
artinya: “Menghindari mafsadat (kerusakan) harus
didahulukan dari pada menarik kemaslahatan
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
22 Nomor Perkara 076/Pdt.P/2019/PA.JS
Nama Pihak Ibu pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Mengandung 6 bulan
Pertimbangan
hukum
artinya: “Menghindari mafsadat (kerusakan) harus
didahulukan dari pada menarik kemaslahatan
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
23 Nomor Perkara 0112/Pdt.P/2019/PA.JS
Nama Pihak Ibu pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Sudah mengandung
Pertimbangan
hukum
Apabila dispensasi nikah tidak diberikan
dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif
yang tidak dinginkan oleh kedua belah pihak pada
masa yang akan datang, maka Majelis Hakim
berpendapat solusi hukum yang terbaik adalah
memberikan dispensasi nikah kepada ANAK
KANDUNG PEMOHON
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
24 Nomor Perkara 0206/Pdt.P/2019/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Anak kandung Pemohon tersebut telah lama
menjalin hubungan cinta dan sudah melakukan
hubungan intim sehingga calon suami–istri telah
siap dalam membangun hidup berumah tangga
Pertimbangan
hukum
65
65
artinya: “Menghindari mafsadat (kerusakan) harus
didahulukan dari pada menarik kemaslahatan
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
25 Nomor Perkara 0220/Pdt.P/2019/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Mengandung 2 bulan
Pertimbangan
hukum
permohonan para Pemohon tersebut telah
memenuhi ketentuan pasal 7 ayat 1 dan 2 Undang-
undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan,
Jo. Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
26 Nomor Perkara 0274/Pdt.P/2019/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Sudah mengandung
Pertimbangan
Hukum
Pernikahan/perkawinan bagi umat muslim
merupakan hak asasi yang mengandung nilai
ibadah, maka oleh karenanya sepanjang niatnya
suci, hak tersebut harus diberikan kepada yang
memerlukannya demi menegakkan sunnah Rasul
Muhammad Saw. Hal tersebut juga tertuang dalam
Al Qur’an surat An Nur ayat 32 yang berbunyi:
Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya, dan
Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
mengetahui
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
66
66
27 Nomor Perkara 0308/Pdt.P/2019/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Tjahyono (Alm)
Alasan Mengandung 5 bulan
Pertimbangan
hukum
Permohonan Pemohon untuk diberikan dispensasi
nikah kepada anak kandungnya telah beralasan dan
sejalan dengan ketentuan Pasal 7 ayat 2 Undang-
undang Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 8 Peraturan
Menteri Agama RI Nomor 11 Tahun 2007 Tentang
Pencatatan Nikah
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
28 Nomor Perkara 0315/Pdt.P/2019/PA.JS
Nama Pihak Ibu pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Mengandung 5 bulan
Pertimbangan
hukum
artinya: “Menghindari mafsadat (kerusakan) harus
didahulukan dari pada menarik kemaslahatan
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
29 Nomor Perkara 0359/Pdt.P/2019/PA.JS
Nama Pihak Ibu pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Mengandung 2 bulan
Pertimbangan
hukum
artinya: “Menghindari mafsadat (kerusakan) harus
didahulukan dari pada menarik kemaslahatan
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
30 Nomor Perkara 0470/Pdt.P/2019/PA.JS
Nama Pihak Ayah pemohon, pemohon, dan calon isti pemphon
Alasan Hubungan keduanya sudah sedemikian eratnya,
sehingga Pemohon sangat khawatir akan terjadi
67
67
lagi perbuatan yang dilarang oleh ketentuan hukum
Islam apabila tidak segera dinikahkan
Pertimbangan
hukum
Permohonan Pemohon untuk diberikan dispensasi
nikah kepada anak kandungnya telah beralasan dan
sejalan dengan ketentuan Pasal 7 ayat 2 Undang-
undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan
jo. Pasal 8 Peraturan Menteri Agama RI Nomor 11
Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah
Amar Putusan Mengabulkan Permohonan dari Pemohon
Faktor meningkatnya kasus dispensasi kawin karena adanya revisi
mengenai batas usia minimal pernikahan di UU No 1 Tahun 1974 yang awalnya 16
tahun menjadi 19 tahun di UU No 16 Tahun 2019. Penelitian ini dilakukakan
berdasarkan data sebelum tahun 2019 dan dibandingkan dengan pengajuan
permohonan dispensasi nikah pada tahun 2021. Sejak bulan Januari 2021 hingga
tanggal 24 April 2021 telah terjadi pengajuan permohonan dispensasi nikah
sebanyak 23 permohonan yang apabila diperbandingkan sudah hampir 50% dari
pengajuan dispensasi nikah di tahun 2019.2
Berdasarkan data dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan
(2017-2019) dan wawancara penulis terhadap hakim di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan setidaknya terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi meningkatnya
Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Faktor Agama
2 Data ini penulis dapatkan berdasarkan data pengajuan permohonan dispensasi nikah pada
Pengadilan Agama Jakarta Selatan di tahun 2021 dengan rincian sebagai berikut: Perkara nomor
78/Pdt.P/2021/PA.JS, 69/Pdt.P/2021/PA.JS, 51/Pdt.P/2021/PA.JS, 44/Pdt.P/2021/PA.JS,
21/Pdt.P/2021/PA.JS, 3/Pdt.P/2021/PA.JS, 9/Pdt.P/2021/PA.JS, 10/Pdt.P/2021/PA.JS,
138/Pdt.P/2021/PA.JS, 120/Pdt.P/2021/PA.JS, 115/Pdt.P/2021/PA.JS, 101/Pdt.P/2021/PA.JS,
88/Pdt.P/2021/PA.JS, 161/Pdt.P/2021/PA.JS, 158/Pdt.P/2021/PA.JS, 159/Pdt.P/2021/PA.JS,
146/Pdt.P/2021/PA.JS, 153/Pdt.P/2021/PA.JS, 250/Pdt.P/2021/PA.JS, 216/Pdt.P/2021/PA.JS,
215/Pdt.P/2021/PA.JS, 205/Pdt.P/2021/PA.JS, dan 204/Pdt.P/2021/PA.JS
68
68
Agama merupakan salah satu faktor yang melatarbelakangi banyaknya
Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Hal ini
dikarenakan pemikiran orang tua yang lebih memilih menikahkan anaknya di
usia di bawah umur dibandingkan terjadi perzinahan yang akan berakibat
pada sebuah aib bagi keluarga. Seorang anak yang sudah memiliki hubungan
yang sangat kuat dengan lawan jenisnya sudah sewajarnya dikhawatirkan
oleh orang tua, karena dengan perkembangan zaman saat ini sangat rentan
terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan seperti perzinahan.
Agama akan selalu dijadikan alasan religius bagi orang tua maupun
seorang anak mengajukan Permohonan Dispensasi Nikah atau untuk
menikahkan anaknya di usia di bawah umur. Sering kali perkataan yang
selama ini kita dengar seperti “Dari pada berbuat zina lebih baik dikawinkan”
yang selalu menjadi acuan bagi para orang tua untuk menikahkan anaknya
walaupun di usia di bawah umur. Akan tetapi, perlu sekiranya penulis garis
bawahi bahwa persoalan agama kembali lagi kepada individu masing-masing.
Jika pendidikan agama yang ditanamkan baik oleh orang tua maupun seorang
guru terhadap seorang anak tersebut kuat, maka anak tersebut tidak akan
melakukan perzinahan. Jadi orang tua tidak perlu mengawinkan anaknya di
usia muda. Namun hal inilah yang menjadi permasalahan dan perlu
diselesaikan dengan memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait
Agama dalam mengatur pernikahan.3
2. Faktor Ekonomi
Menikahkan anak di usia di bawah umur ataupun memutuskan untuk
menikah di usia di bawah umur seringkali dijadikan alasan orang tua ataupun
seorang anak sebagai solusi untuk meringankan beban ekonomi keluarga
3 Dari 30 Putusan yang penulis jadikan objek penelitian, seluruhnya mempertimbangkan
agama karena hubungan yang sudah terlalu dalam antara calon suami dan calon isteri sehingga
ditakutkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Bahkan sudah ada yang hamil diluar nikah akibat
hubungan yang terlalu dalam tersebut.
69
69
dengan harapan anaknya atau dirinya bisa memperoleh pekerjaan dan
penghidupan yang lebih baik. 4
3. Faktor Hamil di Luar Nikah (Married By Accident)
Married By Accident atau yang biasa kita kenal hamil diluar nikah
sering kali menjadi penyebab yang mendorong seorang untuk menikah di usia
di bawah umur.5 Meskipun pada kenyataannya anak tersebut atau orang
tuanya tidak menginginkan terjadinya pernikahan itu, namun karena
‘accident’ yang didapat pada anaknya maka dengan mau tidak mau harus di
nikahkan pada usia di bawah umur. Hamil diluar nikah adalah kehamilan di
luar pernikahan resmi yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang
masih dibawah umur, atau laki-laki sudah cukup umur akan tetapi si
perempuan masih di bawah umur lantaran sebuah ikatan asmara sebagaimana
yang terjadi di dalam interaksi sosial dan pergaulan muda-mudi sudah sangat
terbuka bebas. Apabila orang tua tersebut tidak menikahkan anaknya, maka
nantinya akan menjadi sebuah aib bagi sebuah keluarga.
Kejadian seperti ini tidak jarang terjadi dikalangan masyarakat baik di
perdesaan maupun di perkotaan. Pergaulan bagi remaja diikuti oleh
perkembangan teknologi yang sangat pesat, hal ini menjadikan akses bergaul
begitu mudah antara satu dengan yang lain. Kemudahan akses dalam
pergaulan ini membuat orang tua merasa khawatir kepada anak-anaknya.
Hamil di luar nikah tentunya akan dihadapkan pada dua pilihan yang
sulit yaitu antara mengawinkan sang pelaku (perempuan dengan laki-laki
yang menghamili) atau melakukan jalan pintas dengan aborsi. Memang tidak
mudah bagi orang tua terlebih bagi perempuan dan anak yang ada di dalam
kandungannya. Mereka biasanya mendapatkan stigmatisasi, negative
stereotype dan bahkan sanksi sosial. Sehingga status suci (fitrah) sebagai anak
4 Wawancara pribadi penulis dengan hakim pengadilan agama Jakarta Selatan pada
tanggal 23 Juni 2020 pukul 10.00 WIB 5 Dari 30 putusan yang penulis jadikan sebagai data primer terdapat 19 putusan yang
diajukan dengan alasan ini
70
70
seakan ternodai oleh hukum-hukum sosial yang terus muncul kapan pun
masyarakat menghendaki.5
Kurangnya kasih sayang dan perhatian dalam keluarga juga menjadi
salah satu penyebab anak terjerumus dalam seks diluar nikah. Anak remaja
yang membutuhkan kasih sayang dan perhatian, apabila tidak ditopang
dengan keluarga yang harmonis maka anak akan mudah melampiaskan
dengan melakukan perbuatan yang di langgar oleh norma dan Agama, seperti
hubungan seks di luar nikah. Dari 30 penetapan yang penulis jadikan objek
penelitian, 19 diantaranya menerangkan bahwa mereka telah hamil di luar
nikah bahkan sudah ada yang melahirkan dari hamil diluar nikah tersebut.
Dari pemaparan diatas maka dapat kita pahami bahwa pernikahan usia di
bawah umur dapat terjadi karena berbagai faktor. Faktor ekonomi akan berpengaruh
terhadap faktor agama dan hamil di luar nikah, begitu juga faktor keduanya akan
berpengaruh terhadap faktor ekonomi tersebut. Sehingga ketiga faktor di atas saling
memengaruhi dan berkaitan satu sama lain.
B. Dampak Pemberian Dispensasi Nikah Dalam Aspek Yuridis dan Sosiologis
1. Aspek Yuridis
Ketentuan Undang-undang perkawinan yang merubah batasan usia
minimal menikah pada pasal 7 ayat 1 yang menyebutkan bahwa Perkawinan
5 Mukti Ali, dkk, Fikih Kawin Anak Membaca Ulang Teks Keagamaan Perkawinan Usia Anak-anak,t.tp, Cet. I, Rumah Kitab, 2015, h. 186-187.
AGAMA
MBA EKONOMI
71
71
hanya diizinkan apabila pria dan wanita mencapai umur 19 (Sembilan belas)
tahun, namun didalam undang-undang ini terdapat klausul yang dapat
mengesampingkan aturan ini. Sebagaimana yang tercantum pada pasal 7 ayat
2 bahwa dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria/atau orang tua
pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan
sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
Ketentuan ini seperti memperlihatkan kurang tegasnya pelarangan
pernikahan dibawah umur dengan melakukan pembatasan minimal usia
menikah. Namun dalam hal ini pemerintah hanya bisa memperketat ketentuan
pernikahan dibawah umur dengan memberikan persyaratan seperti surat
keterangan sehat dari keduabelah pihak, surat pernyataan komitmen orang tua
yang akan bertanggung jawab atas pernikahan anaknya yang masih dibawah
umur, keharusan seorang calon mempelai laki-laki yang mempunyai
pekerjaan atau usaha yang dapat menopang ekonomi keluarganya nanti, dan
pernyataan dari saksi-saksi yang setidaknya menyebutkan bahwa kedua calon
mempelai sudah siap secara fisik maupun mental untuk membangun rumah
tangga.
Dengan adanya UU tentang batas usia perkawinan dan dispensasinya
itu menjadikan hal tersebut menjadi bias dikarenakan adanya kontra
produktif. UU menyatakan batas usia perkawinan adalah 16 tahun dan
sekarang 19 tahun sedangkan ada dispensasi usia perkawinan menjadikan
meningkatnya angka pernikahan dinawah umur. Namun dengan
meningkatnya permohonan dispensasi nikah ini juga memperlihatkan tingkat
kesadaran hukum masyarakat yang semakin tinggi, sehingga aturan tidak
hanya menjadi aturan yang ditulis dan disahkan oleh pemerintah melainkan
dapat dijalankan dan dipatuhi dengan baik oleh masyarakat.
72
72
2. Aspek Sosiologis
Pemberian dispensasi nikah kepada seseorang yang hendak menikah
dibawah umur selalu menjadi dilema bagi hakim yang memeriksa. Hal ini
dikarenakan ketika tidak diberikan dikhawatirkan akan menimbulkan dampak
negatif yang tidak dinginkan oleh kedua belah pihak pada masa yang akan
datang, maka Majelis Hakim berpendapat solusi hukum yang terbaik adalah
memberikan dispensasi nikah berdasarkan hasil kesimpulan wawancara
penulis dengan seorang hakim 23 Juni 2020 di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan. Kemaslahatan selalu dikedepankan dengan mengacu pada kaidah
fiqhiyyah yaitu Menghindarkan kemafsadatan (kerusakan) lebih diutamakan
dari pada menarik kemashlahatan.
Keputusan suatu hukum tentunya akan berdampak secara langsung
baik dari aspek yuridis ataupun sosiologis, tak terkecuali pada pemberian
dispensasi nikah kepada seorang anak yang hendak menikah dibawah umur.
Dengan adanya permohonan Dispensasi Nikah yang diajukan oleh orang tua
yang hendak menikahkan anaknya dibawah umur tentunya ini menunjukkan
bahwa masyarakat sudah sadar hukum khususnya dalam Undang-undang No.
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Apabila permohonan dispensasi umur perkawinan tidak dikabulkan
maka dampak yang akan ditimbulkan akan sangat besar, salah satunya dalam
aspek sosiologis. Maka disinilah peran hakim dan sekaligus hukum
dibutuhkan oleh masyarakat dalam memberikan kemudahan dan jalan keluar
yang terbaik atas persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat itu
sendiri, karena bilamana tidak dikabulkan maka pihak orang tua akan merasa
malu melihat anak-anaknya telah menghamili gadis sebelum menikah atau
orang tua laki-lakinya telah menghamili perempuan yang bukan istrinya,
sedangkan usia mereka masih dibawah umur yang ditetapkan Undang-
Undang maka pihak orang tua akan mendapatkan tekanan dan gunjingan dari
orang-orang sekitar karena tidak mampu mendidik anaknya.
Maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut hakim tetap
memberikan izin dispensasi nikah kepada pemohon untuk menikahkan
73
73
anaknya dengan calon suami/istrinya, hal ini dikarenakan hakim menilai
bahwa masyarakat sedikit banyaknya sudah sadar hukum untuk menempuh
proses persidangan bagi seseorang yang hendak menikah dibawah umur dan
menghindari kemudharatan yang mungkin terjadi apabila permohonan
dispensasi nikah tersebut ditolak.
Menurut penulis, hakim sudah tepat dalam mempertimbangkan
aspek-aspek sosiologis maupun yuridis dalam memberikan izin kepada anak
pemohon untuk menikah dengan calon suami/istrinya. Mengingat pergaulan
anak remaja yang kian hari rentan terjadi hamil diluar nikah, maka sudah
sewajarnya hakim memberikan dispensasi nikah dengan syarat tentunya
mempertimbangkan hal-hal yang dirasa penting. Adapun dampak positf yang
bisa didapatkan dari aspek sosiologis adalah adanya kesadaran masyarakat
terhadap dilarangnya pernikahan dibawah umur dengan pertimbangan
dampak yang terjadi setelahnya seperti perceraian dini yang disebabkan
belum siapnya kedua calon untuk menikah baik dari aspek ekonomi, mental
dsb, kehamilan premature yang disebabkan belum siapnya fisik dari calon
perempuan untuk mengandung seorang anak.
C. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan Dalam
Memberikan Dispensasi Nikah.
Nomor putusan Pertimbangan Hakim
019/Pdt.P/2017/PA.JS Hamil diluar Nikah, khawatir terjadi perzinahan dan
hal-hal yag dilarang oleh Agama islam dan Telah siap
secara mental.
02/Pdt.P/2017/PA.JS Hamil diluar nikah, Secara fisik sudah siap dan sudah
mampu secara finansial karena sudah memiliki
pekerjaan
74
74
35/Pdt.P/2017/PA.JS Hamil duluar nikah, Telah siap secara mental dan saling
mencintai serta memiliki hubungan yang sudah sangat
erat
49/Pdt.P/2017/PA.JS Siapa secara mental, dikhawatirkan akan menimbulkan
dampak negatif yang tidak dinginkan
55/Pdt.P/2017/PA.JS Siap secara metal, Khawatir terjadi perzinahan.dan
saling mencintai
80/Pdt.P/2017/PA.JS Hamil diluar nikah, dikhawatirkan terus menerus
melakukan perbuat zina yang dilarang berdasarkan
Surat Al-Isra ayat 32 dan menghindari mafsadah yang
akan datang berdasarkan Kaidah fikih: Dar’ul Mafasidi
Muqaddamun ‘Ala Jalbil Masalih. (Mendahulukan
kerusakan harus didahulukan daripada meraih masalah)
167/Pdt.P/2017/PA.JS Hamil diluar nikah dan menghindari kerusakan
(Mafsadah)
194/Pdt.P/2017/PA.JS Telah siap secara fisik dan mental, telah Saling
mencintai, Khawatir terhadap perzinahan dan telah
sesuai dengan Hadits nabi yang artinya: “Wahai para
pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mampu
untuk menikah maka, hendaklah menikah. Apabila tak
mampu maka, hendaklah berpuasa karena hal itu dapat
memajmkan mata dan menjaga kemaluan”
207/Pdt.P/2017/PA.JS Sudah memiliki anak dan Menghindarkan dari
mafsadahyang lebih besar dimasa yang kakan datang
23/Pdt.P/2018/PA.JS Telah saling mencintai, telah siap secara mental.
24/Pdt.P/2018/PA.JS Hamil diluar nikah, Siap dan dewasa dalam bersikap,
Sudah saling mencintai dan memiliki hubungan yang
75
75
sangat erat sehingga khawatir terjerumus pada
perbuatan-perbuatan yang dilarang agama.
64/Pdt.P/2018/PA.JS Hamil diluar nikah, Sudah siap secara mental, secara
finansial sudah berkecukupan karena sudah bekerja dan
agar terhindar dari mafsadah.
101/Pdt.P/2018/PA.JS Hamil diluar nikah, dan untuk menghindari dari
perbuatan zinah yang terus menerus.
159/Pdt.P/2018/PA.JS Telah siap secara mental, kedua pasangan saling
mencintai dan telah menjalin hubungan yang sangat erat
dan dalam dan untuk menghindari mafsadahah.
173/Pdt.P/2018/PA.JS Hamil diluar nikah, Telah siap secara mental dan
menghindari banyak mafsadah yang akan datang dimasa
mendatang.
174/Pdt.P/2018/PA.JS Hamil diluar nikah, telah siap berumah tangga dan
terhindar dari mafsadah yang akan datang.
183/Pdt.P/2018/PA.JS Hamil diluar nikah, sudah saling mencintai dan
menghindari perbuatan zina terus menerus.
247/Pdt.P/2018/PA.JS Siap secara mental, Saling mencintai dan khawatir
terjerumus pada perzinahan
260/Pdt.P/2018/PA.JS Sudah saling mencintai dan dan menghindari perbuatan
dosa seperti perzinahan dan hal-hal yang dilarang
agama
76/Pdt.P/2019/PA.JS Hamil diluar nikah, sudah siap dan khawatir
menimbulkan mafsadah yang lebih besar
112/Pdt.P/2019/PA.JS Saling mecintai. Siap secara mental dan dewasa dalam
bersikap dan khawatir zina
76
76
206/Pdt.P/2019/PA.JS Siap secara mental, saling mencinta, khawatir berbuat
dosa terus-menerus.
220/Pdt.P/2019/PA.JS Saling mencintai sehingga telah berhubungan secara
erat dan dalam, Sudah siap dan secara finansial telah
memiliki pekerjaan
274/Pdt.P/2019/PA.JS Hamil diluar nikah, Pernikahan adalah hak asasi dan
menghindari dari perbuatan zina yang terus menerus
sesuai surat Al-Nur ayat
308/Pdt.P/2019/PA.JS Sudah siap secara mental. 2. Saling mencintai. Takut
terjadi hal-hal negative.
315/Pdt.P/2019/PA.JS Hamil diluar nikah, Sudah terjadi hubungan yang erat
seolah tidak dapat dipisahkan, menghindarkan dari
mafsadah yang lebih besar
359/Pdt.P/2019/PA.JS Hamil diluar nikah, sudah saling mencintai dan
memiliki hubungan yang sangat erat dan dalam dan
Menolak mafsadah yang akan datang yang lebih besar.
470/Pdt.P/2019/PA.
Sudah salingmencinai tdan terjalin hubungan yang
sangat dalam dan erat, telah siap dan khawatirkan
terjerumus pada perbuatan dosa.
Dari tabel diatas secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
pertimbangan hakim dalam penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan (PA
Jaksel) tentang dispensasi nikah adalah karena calon pengantin telah memiliki
hubungan yang sangat erat dan dalam sehingga adanya kekhawatiran terjerumus
pada perbuatan-perbuatan dosa dan mafsadah yang akan timbul dikemudian hari.
Apalagi 15 diantara 30 putusan tersebut diakibatkan oleh kehamilan di luar nikah
yang membuat hakim tidak memliki pilihan lain selain harus mengabulkan
permohonan tersebut.
77
77
Majelis hakim dalam hal ini tentunya akan dihadapkan kepada dua pilihan
yang sulit yaitu memberikan izin dispensasi nikah guna menghindari sebuah fitnah
yang kelak mungkin terjadi atau menolak izin dispensasi nikah dengan tujuan
memberikan hikmah atau pelajaran bagi seluruh masyarakat agar sebisa mungkin
menjaga pergaulan guna menghindari marriage by accident yang marak terjadi.
Dalam hal ini majelis hakim lebih melihat terdapat kemaslahatan yang lebih besar
dengan memberikan izin dispensasi nikah kepada pemohon dengan
mempertimbangkan kaidah “Menghindari mafsadat (kerusakan) harus didahulukan
dari pada menarik kemaslahatan.
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan yang terdapat pada beberapa bab sebelumnya maka
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut, diantaranya:
1. Faktor-faktor pengajuan dispensasi nikah kepada Pengadilan Agama Jakarta
Selatan yakni (1) Faktor Agama, (2) Faktor Ekonomi, dan (3) Faktor Hamil
diluar nikah (Married by Accident). Pemberian dispensasi umur perkawinan
tersebut juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, sehingga dapat
memberikan kemudahan dan jalan keluar bagi persoalan-persoalan yang
terjadi.
2. Dampak pemberian Dispensasi Nikah dalam aspek Yuridis dan Sosiologis
adalah semakin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat terhadap aturan
yang ada, sehingga masyarakat merasa memiliki kewajiban untuk mentaati
aturan tersebut.
3. Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta selatan selalu mempertimbangkan
hal-hal yang telah diatur Perma No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman
Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Selain itu majelis hakim juga akan
menanyakan secara rinci bagaimana kesiapan orang tua dan anak yang
hendak menikah, baik dari aspek ekonomi maupun kesehatan.
B. Saran
1. Bagi lingkungan Peradilan khususnya Hakim di dalam memberikan
dispensasi kawin hendaknya lebih memperketat kembali dalam menanyakan
kesiapan orang tua maupun anak yang hendak menikah demi tujuan
mengurangi angka pernikahan usia di bawah umur di Indonesia umumnya
dan wilayah Jakarta Selatan khususnya.
2. Bagi Mahasiswa hukum keluarga yang mempunyai tugas sebagai agen
perubahan dan bagian dari masyarakat, sebaiknya ikut berkontribusi secara
langsung untuk memberikan pengajaran dan pembelajaran terkait pernikahan
79
usia di bawah umur, regulasi permohonan dispensasi kawin dan bahaya
pernikahan usia di bawah umur.
80
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahan, Departemen Agama RI.
Abi Muslim al-Hijaj, Imam, Shohih Muslim, Dar al-Fikr: Beirut, 1992.
Abidin, Slamet dan H. Aminuddin, Fiqh Munakahat , Bandung: CV. Pustaka Setia,
1999.
Ali, Mukti, dkk, Fikih Kawin Anak Membaca Ulang Teks Keagamaan Perkawinan
Usia Anak-anak,t.tp, Cet. I, Rumah Kitab, 2015.
as-Siba’i, Mustafa, al-Mar’ah bain al-Fiqh wa al-Qur’an, Damsyik: Maktabah
al-Kitab, [t.th.],
Aulia, Nuansa, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan,
Hukum Perwakafan,
Aziz Dahlan, Abdul, Ensiklopendi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997, Cet. 1.
Candra, Mardi, Aspek Perlindungan Anak Indonesia: Analisis tentang Perkawinan
di Bawah Umur, Jakarta: Kencana, 2018.
Daly, Peunoh, Hukum Perkawinan Islam Studi Perbandingan Kalangan Ahlu
Sunnah dan Negara-Negara Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1998
Daud Ali, Mohammad, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: RajaGrafindo
Persada. 2002.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Nikah, cet.II, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1994.
Djalil, Basiq, Peradilan Agama Di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum
Islam, Hukum Barat, Hukum Adat), cet. I, Jakarta: Kencana, 2006.
Eoh, O.S., Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, cet.II, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2001.
Hadikusuma, Hilman, Metode Pembuatan Kertas atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandar
Lampung: Mandar Maju, 1995.
Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991.
81
Jalal ad-Din Abd ar-Rahman bin Abi Bakar as-Suyuthi, Imam, al-Asybah wa an-
Nazhair, Semarang : Maktubah wa Mathbu’ah Thoha Putera, [t.th].
Karim, Helmi, Kedewasaan Untuk Menikah Problematika Hukum Islam
Kontemporer, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996.
Laporan Pelaksanaan KegiatanPengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2019
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974.
Manan, Abdul, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan Jakarta: Kencana,
2007
Manuba, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta: EGC, Edisi 2
Marilang, Dispensasi Kawin Anak di Bawah Umur, Al-Daulah Vol 7 No. 1 Juni
2018,
Media Informasi dan Transfaransi Agama Jakarta Selatan, Sejarah Pengadilan
Agama Jakarta Selatan, diakses pada tanggal 23 Februari 2020 melalui
http://www.pa- jakartaselatan.go.id/v2/index.php/tentang-
kami/sejarah.html
Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Libery, Yogjakarta,
1998.
Penghimpun Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana,
dan Perdatah Jakarta: Visimedia, 2008.
Q.S. An-Nisa’ (4) ayat 6
Rahman Ghazaly, Abdul, Fiqh Munakahat, cet.II, Jakarta: Kencana, 2006.
Ramulyo, Moh. Idris, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang-
undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Cet. 1, Jakarta:
Bumi Aksara, 1996.
Rofiq, Ahmad , Hukum Islam Di Indonesia, cet.IV, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2000.
Rudiana Arief, Eddy, Hukum Islam di Indonesia: Perkembangan dan
Pembentukan, Remaja Rosdakarya: Bandung, 1991.
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah 6, cet.VII, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1990.
Saleh, K. Wancik, Hukum Perkawinan Di Indonesia Jakarta: Ghalia Indonesia,
1976
82
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cet. Ke-8,
Jakarta : RajaGrafindo Persada 2004.
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan (Undang-
undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), Cet.5 Yogyakarta:
Liberty, 2004.
Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia,
1986.
Sudirman Abbas, Ahmad, Pengantar Pernikahan: Analisis Perbandingan antar
Mazhab, t.tp., PT.Prima Heza Lestari, 2006.
Syarifuddin, Amir, Garis- Garis Besar Fiqih Jakarta : Prenada Media, 2003.
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Di Indonesia, cet.II, Jakarta: Prenada
Mulia, 2007.
Tahido Yanggo, Chuzaimah dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam
Kontemporer Buku Pertama Jakarta: LSIK, 1994.
Tihami dan Sohari, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap, Jakarta :
Rajawali pers, 2014.
Umran, Abdurrahim, Islam dan KB (Jakarta: Lentera Batritama, 1997
Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 .Jakarta: PT Tintamas Indonesia,
1986.
Usman, Sayed, “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, artikel diakses pada
29 Februari 2020 dari https://www.pa-jaksel.go.id.
Usman, Suparman, Perkawinan Antar Agama dan Problematika Hukum
Perkawinan di Indonesia Serang: Saudara Serang, 1995.
Zakariya Al-Anshary, Abu Yahya, Fath al-Wahhab, Singapura: Su laiman Mar’iy,
t.t.
WEBSITE
http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/sejarah-pa-jaksel.html
diakses pada tanggal 24 Februari 2020
http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/tupoksi.html diakses pada
21 Februari 2020.
83
http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/tupoksi.html diakses pada
23 Februari 2020.
https://m.cnnindonesia.com/nasional/20181213110330-12-353335/mk-kabulkan-
gugatan-batas-usia-dalam-uu-perkawinan, diakses pada tanggal 29
Februari 2020, pukul 09.46 WIB
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/16/13174991/dpr-akan-sahkan-ruu-
perkawinan-batas-usia-perkawinan-jadi-19-tahun, diakses pada hari
senin, 23 Desember 2019, pukul 19.00 WIB.
https://www.pa-jakartaselatan.go.id/tentang-pengadian/sejarah-pengadilan,
diakses pada tanggal 26 Februari 2020, pukul 15.00 WIB
84
LAMPIRAN-LAMPIRAN
85
86
HASIL WAWANCARA HAKIM (ANGGOTA)
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN, 23 JUNI 2020 JAM 10.09
Nama : Ujang Soleh, S.H
Pendidikan : HK UIN Jakarta 1982 dan Unisma Malang 1996
1. Kriteria Pemohon yang dikabulkan
- Administrasi dibuktikan dengan KTP atau Akta Kelahiran
- Dewasa (membedakan yang baik & benar) secara fisik/psikis/berpikir
- Meskipun secara usia di bawah umur apabila secara mental sudah dewasa
bisa menjadi pertimbangan dikabulkannya dispensasi kawin oleh hakim
- Sudah berpacaran/berhubungan lama, datang ke KUA kemudian ke
Pengadilan Agama sesuai domisili pemohon
- Calon mempelai pria mempunyai pekerjaan/penghasilan yang layak
- Diajukan oleh orang tua dan atau pemohon itu sendiri
2. Terkait zina yang tidak boleh dinikahkan dalam Hukum Perdata
- Hal tersebut tidak didasari oleh Syari’ah (hukum Islam)
- Wanita hamil yang belum menikah itu wajib dinikahkan meskipun
faktornya nanti meluas. Dan juga nanti anaknya akan dinasabkan ke Ibu
sehingga ayah biologis pun bisa menikah dengan anak perempuan hasil
perzinahannya (dilihat sesuai mazhab fiqihnya)
3. Pencegahan : kedua calon mempelai sudah siap secara fisik maupun mental,
sehingga hakim mempertimbangkan hal tersebut untuk dikabulkannya
dispensasi kawin
4. Selama menangani kasus, hakim tidak pernah menolak pengajuan dispensasi
kawin kar. Faktor usia bisa dibuktikan dengan KTP atau Akta Kelahiran akan
tetapi hakim tidak mempunyai bukti terkait penghasilan calon mempelai pria.
5. Menurut hakim, sebisa mungkin jangan ada pernikahan usia di bawah umur
agar secara fisik/psikir/berpikir sudah matang. Dan itu juga menjadi salah satu
faktor terhadap kasus perceraian, bisa faktor ekonomi, dan faktor lainnya.
Top Related