DISPENSASI NIKAH BAGI ANAK DIBAWAH UMUR (Studi...
Transcript of DISPENSASI NIKAH BAGI ANAK DIBAWAH UMUR (Studi...
DISPENSASI NIKAH BAGI ANAK DIBAWAH UMUR
(Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2013-2016)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Keluarga Islam
Oleh:
Fuat Mubarok
211 12 044
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA 2017
i
DISPENSASI NIKAH BAGI ANAK DIBAWAH UMUR
(Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2013-2016)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Keluarga Islam
Oleh:
Fuat Mubarok
211 12 044
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA 2017
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan
koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Fuat Mubarok
NIM : 21112044
Judul : DISPENSASI NIKAH BAGI ANAK DIBAWAH UMUR
(Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2013-2016)
Dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk
diujikan dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 13 Maret 2017
Pembimbing,
Evi Ariyani, S.H., M.H.
NIP.197311172000032002
iii
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
DISPENSASI NIKAH BAGI ANAK DIBAWAH UMUR
(Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2013-2016)
Oleh:
Fuat Mubarok
NIM : 21112044
Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Jum‟at, tanggal 24 Maret
2017, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana dalam Hukum Islam.
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang : Muh. Hafidz, M. Ag. ....................................
Sekretaris Sidang : Evi ariani, S.H., MH. ...................................
Penguji I : Dr. Ilyya Muhsin, S.HI., M.Si. ....................................
Penguji II : Sukron Ma‟mun, S.HI., M. Si. ....................................
Salatiga, 30 Maret 2017
Dekan Fakultas Syari‟ah
Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.
NIP.19670115 199803 2 002
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARI’AH Jl. Nakula Sadewa V No.9 Telp.(0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722
Website : www.iainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]
iv
PERNYATAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Fuat Mubarok
NIM : 21112044
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syari‟ah
Judul Skripsi : DISPENSASI NIKAH BAGI ANAK DI BAWAH
UMUR (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga
Tahun 2013-2016)
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 10 maret 2017
Yang menyatakan
Fuat Mubarok
21112044
v
MOTTO
“Never Stop Dreaming To Achieve It Despite The Bitter Reality Of
Life Face”
“Jangan Pernah Berhenti Bermimpi Hingga Meraihnya Walau Pun
Pahit Kenyatan Hidup Ini Hadapi “
PERSEMBAHAN
Untuk Ayah Ibu tercinta yang selalu memberikan doa, kasih sayang
tak terhingga sepanjang masa serta semangat menjalani hari untuk
saya sehingga sampai detik ini saya dapat menyelasaikan skripsi ini
untuk mendapat gelar sarjana Hukum Islam
Kakak terhebat saya Nurul Azizah pendukung dalam hidup saya dari
saya kecil hingga kini senantiasa membantu sekuat tenaga juga kakak
Khoirul Basyar. Tanpa kalian aku bukanlah apa apa
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum, Wr. Wb.
Puji syukur kami ucapkan atas nikmat Allah SWT Sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi berjudul Dispensasi Nikah Bagi Anak Dibawah Umur
(Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2013-2016). Skripsi ini
diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Dalam Hukum Islam.
Tidak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Kelancaran penulisan skripsi ini
selain atas kehendak Allah SWT, juga berkat dukungan pembimbing, orang tua
dan kawan-kawan.Untuk itulah saya ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M. Pd selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri Salatiga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menyusun skripsi.
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Syari‟ah Institut
Agama Islam Negeri Salatiga yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyusun skripsi
3. Bapak Sukron Ma’mun, M.SI. selaku ketua Jurusan Ahwal Al-
Syakhshiyah IAIN Salatiga.
4. Ibu Evi Ariyani, S.H., M.H.Selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan serta ilmunyayang tak
ternilai kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
vii
5. Bapak Drs. Moch. Rusdi, MH selaku narasumber wawancara di
Pengadilan Agama Salatiga yang telah meluangkan waktu, berbagai ilmu
dan pengetahuan dalam menyelesaikan skripsi
6. Keluarga saya, kedua orang tua saya di rumah, yang doanya tidak putus-
putus mengalir untuk anaknya, kakak saya azizah dan basyar terimakasih
telah mendukung membantu secara materiil dan moril sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan.
7. Seluruh teman-teman Jurusan Syari‟ah angkatan 2012, wawan, ilham,
kholik. Yang telah mendengarkan keluh kesah saat menyusun dan memacu
motivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang telah
memberikan berbagai wawasan dan pengetahuan, Pengasuh Pondok Al
ghrufron serta seluruh teman temantidak dapat disebutkan satu per satu
yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan
yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan kontribusi yang positif agi semua pihak, terutama bagi
mahasiswa fakultas Syari‟ah dan jurusan Akhwal Syakhshiyyah.
Wassalamu alaikum ,Wr. Wb
Salatiga 10 maret 2017
Fuat Mubarok
viii
ABSTRAK
Mubarok, Fuat 2017. Dispensasi Nikah Bagi Anak Dibawah Umur (Studi
Putusan di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2013-2016),
Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Hukum Keluarga Islam. Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Evi Ariyani, S.H.,
M.H.
Kata Kunci: Nikah, Dispensasi, Dibawah Umur.
Dispensasi nikah merupakan pengecualian aturan atau hukum yang di
berikan kepada pemohon untuk melangsungkan pernikahan. Dalam penelitian ini
penulis mengupas tentang putusan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan
Agama Salatiga pada tahun 2013 hingga tahun 2016. Fokus rumusan masalah
yang di teliti yaitu : 1. Apakah Faktor yang melatar belakangi di ajukanya
permohonan dispensasi nikah di bawah umur ? 2. Apakah pertimbangan hakim
dalam penetapan dispensasi nikah di bawah umur di Pengadilan Agama Salatiga?
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis. Sifat deskriptif ini
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang baik, jelas, dan dapat
memberikan analisa data secermat mungkin tentang obyek yang diteliti. Dalam
hal ini untuk menggambarkan semua hal yang berkaitan tentang permohonan
dispensasi nikah selama tahun 22013 hingga 2016 di Pengadilan Agama Salatiga.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor yang melatar belakangi
permohonan dispensasi nikah yaitu sudah dalam kondisi hamil. Latar belakang
kekhawatiran orang tua terhadap anaknya yang berpacaran terlalu lama akan
melanggar norma syari‟at Agama. Pendidikan yang rendah sehingga tidak ada
aktifitas belajar dan bekerja karena lemahnya ekonomi, serta calon mempelai
sudah siap lahir batin. Pertimbangan hukum hakim dalam memberikan dispensasi
nikah adalah yaitu terdapat pasal 7 ayat 2 Undang Undang No.1 Tahun 1974
tentang dalam hal penyimpangan terhadap batas umur menikah dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang
tua pihak pria maupun pihak wanita. pertimbangan hakim di luar hukum
menggunakan konsep mashlahah mursalah karena ketentuan pembatasan umur
dan dispensasi nikah tidak dijelaskan di dalam nash, tetapi kandungan
maslahatnya sejalan dengan tindakan syara‟ yang ingin mewujudkan
kemaslahatan bagi pemohon (kedua calon mempelai beserta keluarga) karena
hamil dahulu. Kekhawatiran orang tua yang sudah tidak dapat di tawar oleh
Hakim. Tidak semua permohonan dispensasi nikah diterima oleh hakim dengan
pertimbangan kesiapan mental dan fisik calon, syarat administrasi, tidak
menghadiri persidangan yang telah di panggil secara resmi oleh Pengadilan
Agama Salatiga.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN .............................................
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..............................
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..........................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ABSTRAK ......................................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 6
E. Penegasan Istilah ................................................................ 7
F. Tinjauan Pustaka ................................................................ 8
G. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan ........................... 9
H. Sistematika Penulisan Skripsi ............................................ 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Pernikahan ........................................................ 15
B. Tujuan Pernikahan ............................................................. 29
C. Prinsip serta Syarat Sah Nikah Menurut Undang Undang
no.1/1974 dan Menurut Hukum Islam ............................... 21
x
D. Hukum Nikah ..................................................................... 34
E. Pernikahan Usia Dini Dalam Perspektif Agama dan
Menurut Undang Undang ................................................. 48
F. Dispensasi NikahDampak Dari Pernikahan Dini ............... 42
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tentang Pengdilan Agama Salatiga ..... 46
B. Gambaran Umum Tentang Dispensasi Nikah di Bawah
Umur Tahun 2013 -2016 di Pengadilan Agama Salatiga .
........................................................................................... 51
C. Faktor yang Melatar Belakangi Diajukanya Permohonan
Dispensasi Nikah di Bawah Umur .................................... 70
D. Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Dispensasi
Nikah di Pengadilan Agama Salatiga ................................ 76
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Latar Belakang Permohon Dispensasi Nikah Di
Pengadilan Agama Salatiga .............................................. 85
B. Analisis Pertimbangan Hakim Memberi Dispensasi
Nikah di Pengadilan Agama Salatiga ............................... 98
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan .................................................................. 98
B. Saran ............................................................................ 99
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 100
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Institusi pernikahan telah berjalan lama, mulai sebelum tersistematik
dari nabi adam hingga tersusun kitab secara komplek setelah datangnya Nabi
Muhammad SAW sebagai utusan Allah untuk menyempurnakan umat
manusia bergama, aqidah, fiqih, beribadah sesama manusia yang menjadi
pedoman manusia dalam berkehidupan didunia sampai akhirat.
Agama Islam banyak mengatur tentang hal perkawinan yang
bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dunia maupun akhirat
kelak sesuai degan anjuran dan syariat Islam atas ridho Allah SWT. Serta
tujuan lain ialah untuk menyalurkan syahwat manusia agar tidak terjerumus
dari godaan dan rayuan syaitan menuju jurang kemaksiatan, menjaga nama
baik dalam bermasyarakat serta yag paling penting ialah meneruskan
keturunan untuk masa depan dengan cara yang sah menurut Agama dan
Negara.Dalam Al Qur‟an Allah SWT berfirman:
الطيبات واللو جعل لكم من أن فسكم أزواجا وجعل لكم من أزواجكم بنني وحفدة ورزقكم من
ي ؤمنون وبنعمت اللو ىم يكفرون أفبالباطل
“Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari
jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian
2
anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik
“(QS. An Nahl (16) : 72).
Dari ayat diatas penulis menyimpulkan bahwa allah memberikan
nikmat-Nya, yang telah Dia karuniakan pada hamba hambaNya, dimana Dia
menjadikan istri-istri dari jenis kelamin mereka sendiri. Seandainya Allah
memberikan dari jenis kelamin lain, niscaya tidak akan terwujud
keharmonisan, cinta dan kasih sayang. Tetapi berkat rahmat dan kasih
sayangNya, Allah menciptkan laki-laki dan perempuan berpasang pasangan,
sehingga dapat mewujudkan anak dan cucu-cucu manusia.
Melihat peraturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia
dalam kaitan definisi nikah Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1
tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
Tentang kompilasi Hukum Islam yang merumuskan demikian : “Perkawinan
ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”, sedangkan definisi perkawinan
menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merumuskanya sebagai berikut :
“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat atau mitsaqan ghalizan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakanya
merupakan ibadah ( Suna,2005:46).
Telah dijelaskan bahwa pernikahan memiliki kedudukan yang
signifikan yang sangat baik secara sosial dan keagamaan, maupun dari sudut
pandang hukum. Atas dasar ini mudah dipahami jika ajaran Islam maupun
3
Undang Undang mengatur hukum terkait perkawinan secara kompleks. Dalam
Agama sbelum melangsungkan akad nikah, sepasang pengantin diperintahkan
untuk melakukan kegiatan yang dinamakan serangkaian pendahuluan nikah
dengan tujuan utama dari pernikahan itu sendiri yaitu mewujudkan keluarga
sakinah yang abadi.
Negara Indonesia dalam UU Perkawinan No.1 tahun 1974 telah
menetapkan dasar dan syarat yang harus dipenuhi dalam perkawinan. Salah
satu diantaranya adalah ketentuan dalam pasal 7 ayat (1) yang berbunyi:
”Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas)
tahun” (Soimin,2013:18).
Akan tetapi walaupun batas umur di Indonesia relatif rendah, dalam
pelaksanaannya sering tidak dipatuhi sepenuhnya. Sebenarnya untuk
mendorong agar orang melangsungkan pernikahan diatas batas umur terendah,
UU Perkawinan No.1 tahun 1974 pasal 6 ayat (2) telah mengaturnya dengan
berbunyi: “Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai
umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapatkan izin kedua orang tua” (
Mathlub,2005:9).
Salah satu pernikahan yang ideal adalah pernikahan yang kedua
pasangan mencapai umur yang cukup. Namun ketika salah satu pasangan atau
kedua pihak tidak mencapai umur akan melakukan pernikahan maka langkah
selanjutnya adalah mengajukan Dispensasi Nikah atau Penetapan Nikah, agar
pernikahanya disahkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) maka pihak Kantor
4
Urusan Agama berhak menolak pernikahan tersebut atau menerima dengan
syarat memintakan kedua calon mengajukan Dispensasi Nikah di Pengadilan
Agama setempat.
Berbeda dengan hukum Islam, dalam hukum Islam sendiri tidak
membahas secara spesifik tentang usia perkawinan. Begitu seorang memasuki
masa baligh, maka sebenarnya ia sudah siap untuk menikah. Usia baligh ini
menunaikan tugas-tugas biologis suami isteri. Demikian juga pada hukum Adat
tidak ada ketentuan batas umur unuk melakukan pernikahan. Biasanya
kedewasaan seseorang dalam hukum Adat diukur dengan tanda-tanda bangun
tubuh, apabila seorang anak perempuan sudah haid, dadanya menonjol berarti
dia sudah dewasa. Bagi laki laki ukuranya dilihat dari perubahan suara, postur
tubuh dan sudah mengeluarkan air mani atau memiliki nafsu seks. Jadi
berdasarkan hukum Islam pada intinya semua tingkatan umur dapat melakukan
ikatan perkawinan atas keluesan dan tanda-tanda kedewasaan manusia.
Pentingnya penetapan pernikahan dari pengadilan Agama sangat
berdampak bukan hanya kepada kedua belah pihak pemohon tetapi juga masa
depan bangsa, salah satunya agar tidak terjadi nikah sirri yang dapat
menimbulkan rentan terhadap perceraian dan terjerumus dalam pergaulan
bebas sehingga wanita hamil sebelum perkawinan.
Permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga
menerima banyak perkara dari tahun 2013 sampai tahun 2016. Hal tersebut di
tengarai oleh beberapa faktor salah satunya pergaulan bebas yang kian
menjamur di tengah masyarakat. Akibatnya para calon pasangan yang
5
selayaknya masih bersekolah justru dipaksa berumah tangga sebelum
memenuhi batasan usia minimal pernikahan. Data di Pengadilan Agama
Salatiga menununjukan naik turun yang cukup banyak jumlah permohonan
dispensasi nikah.
Hakim dalam menetapkan hukum khususnya dispensasi pernikahan
memerlukan pertimbangan yuridis maupun sosiologis dalam menyelesaikan
perkara. Agar dapat menentukan keputusan yang nantinya tidak memperburuk
keadaan keluarga pemohon dan keluarganya kedepanya.
Dengan adanya penjelasan dan pemaparan diatas serta
permasalahanya maka penulis dapat memberikan keterangan lebih luas dan
lebih jelas agar dapat dibaca dan dipahami secara baik sehingga penulis
memilih judul ini dan menjadikanya bahan penelitian yang baik menambahkan
wawasan penulis khususnya dan kalangan publik umumnya. Judul yang
dimaksud ialah “DISPENSASI NIKAH BAGI ANAK DIBAWAH UMUR(
STUDI PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA SALATIGA
TAHUN 2013-2016)”
B. Rumusan Masalah
Mengingat permasalahan yang dikemukakan dalam latar belakang
masalah diatas sifatnya masih umum, untuk itu penulis merasa perlu
membatasi masalah dengan jelas, agar dalam penelitian nantinya tidak terjadi
kesimpang-siuran yang nantinya berakibat mengaburkan tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini.
6
Dengan demikian penulis hanya menfokuskan penelitian ini terhadap
”DISPENSASI NIKAH BAGI ANAK DIBAWAH UMUR (Studi Putusan
Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2013-2016).”
Sehubungan dengan itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Apakah faktor yang melatar belakangi diajukannya permohonan dispensasi
nikah di bawah umur ?
2. Apakah pertimbangan hakim dalam penetapan Dispensasi Nikah dibawah
umur di Pengadilan Agama Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
diuraikan, penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui faktor-
faktor apa saja yang mendorong untuk pengajuan permohonan dispensasi nikah
dan pertimbangan apa saja yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan
permohonan dispensasi nikah.
D. Manfaat Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis berharap ada manfaat yang
dapat diambil baik bagi penulis maupun bagi masyarakat pada umunya.
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini yaitu :
7
1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pada Hukum
Perkawinan, khususnya pertimbangan hakim dalam memutuskan
permohonan dispensasi nikah di Pengadilan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat merumuskan cara yang tepat dalam hal
penetapan hukum yang memperbolehkan adanya dispensasi nikah dibawah
umur yang diperbolehkan oleh Pengadilan Agama Salatiga serta pengakuan
yang sah dan baik Menurut Agama dan Negara.
3. Dapat memberikan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai
dispensasi nikah serta akan dapat memberikan pemahaman tentang baik
buruknya persiapan nikah dan menunjukkan ke arah mana sebaiknya hukum
di bina berhubung dengan perubahan-perubahan masyarakat.
4. Terakhir dapat menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola berpikir
serta pemenuhan pra-syarat dalam menyelesaikan pembelajaran ilmu hukum
Islam dalam bidang hukum keluarga (Ahwal Al-Syakhshiyah) pada Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang berbeda
dengan maksud utama penulis dalam penggunaan kata pada judul, maka perlu
penjelasan beberapa kata pokok yang menjadi inti penelitian. Adapun yang
perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:
1. Dispensasi nikah adalah pengecualian dari aturan karena adanya
pertimbangan khusus yang diberikan pengadilan Agama kepada calon
8
mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan,
bagi pria berumur kurang dari 19 tahun dan wanita berumur kurang dari 16
tahun.
2. Anak dibawah umur menurut undang-undang perkawinan adalah mereka
yang melangsungkan pernikahan sebelum mencapai umur 19 (sembilan
belas) tahun bagi seorang laki laki sedangkan perempuan belum mencapai
umur 16 (enam belas) tahun.
3. Penetapan hakim adalah keputusan pengadilan atas perkara permohonan
(volunter).
F. Tinjauan Pustaka
Selain skripsi yang memiliki tema sama, peneliti juga menemukan
judul skripsi yang memilki kaitan dengan masalah dispensasi nikah yaitu:
Pertama Dispensasi Nikah Dibawah Umur (Studi kasus di pengadilan Agama
Tangerang tahun 2009-2010) oleh Nurmilah Sari dengan fokus penelitian
tentang bagaimana pengaplikasian Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama
Tangerang pada tahun 2009-2010. Perbedaan dengan skripsi saya pada fokus
penelitian saya pada latar belakang permohonan dispensasi serta dasar
penetapan hakim dalam menetapkan dispensasi nikah di pengadilan Agama
Salatiga. Kedua Dispensasi Kawin Karena Hubungan Luar Nikah (Studi
Penetapan Hakim di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2010) yang diangkat
oleh Muhammad arba‟i. Berbeda dengan skripsi yang saya angkat dengan
tahun yang berbeda dengan jumlah penetapan yang lebih banyak yang akan di
9
teliti dan dianalisa sehingga mengetahui perkembangan selama tahun 2013-
2016 serta lebih relevan dengan zaman. Ketiga . Perkawinan Di Bawah Umur
Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Analisis terhadap Pasal 7 Undang-
undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974) oleh Siti Dayanti, dengan fokus
penelitian tentang maksud perkawinan dan kedewasaan dalam perspektif
hukum Islam, batas usia perkawinan dalam Undang-undangan Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974, keterkaitan kedewasaan dengan tujuan perkawinan, dan
perkawinan di bawah umur menurut Undang-undang Perkawinan dan hukum
Islam. Perbedaannya peneliti merumuskan tentang faktor-faktor apa saja yang
mendorong untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah dan pertimbangan
khusus apa yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan permohonan
dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga pada tahun 2013-2016.
G. Jenis Penelitian dan MetodePendekatan
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah Penelitian Deskriptif Analisis. Sifat
Deskriptif ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang baik, jelas,
dan dapat memberikan analisa data secermat mungkin tentang obyek yang
diteliti. Dalam hal ini untuk menggambarkan semua hal yang berkaitan
tentang permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga.
2. Metode Pendekatan
Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum normatif
(yuridis normatif). Penelitian hukum Normatif (yuridis normatif) ialah
10
metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka
atau data sekunder dahulu kemudian dilanjutkan dengan mengadakan studi
primer dilapangan menyangkut dispensasi nikah.
Sedangkan Pendekatan Kualitatif berarti upaya melakukan
kebenaran wilayah konsep mutu, yaitu dengan mendiskripsikan,
menguraikan dan menganalisis perkara dispensasi nikah tahun 2013-2016
yang berada di Pengadilan Agama Salatiga sehingga ditemukan kesimpulan
yang objektif, logis dan sistematis dengan tujuan yang dikehendaki penulis.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan penulis di Pengadilan Agama Salatiga Jl.
Lingkar Selatan, Jagalan, Cebongan, Argomulyo, Salatiga, 50711. Peneliti
memilih lokasi tersebut karena Pengadilan Agama Salatiga masih
menerima, memproses, dan menetapkan permohonan dispensasi nikah. Dari
bulan Januari 2013 sampai dengan Desember 2016 Pengadilan Agama
Salatiga telah menerima dan menetapkan permohonan dispensasi nikah.
4. Data dan Sumber Data
Dalam sebuah penelitian, data merupakan hal pokok dan utama,
karena hanya dengan adanya data penelitian dapat dilakukan. Adapun untuk
mendapatkannya diperlukan sumber-sumber data yang tepat dan memadai.
Sumber-sumber data yang digunakan penulis dalam rangka menggali data-
data yang diperlukan, dipilah menjadi dua kategori, yaitu:
11
a. Data Primer
Data pokok yang dijadikan obyek kajian. Penelitian ini.Yaitu
data-data yang menyangkut penetapan dispensasi nikah yang meliputi :
1) Dokumentasi tentang penetapan dispensasi nikah di Pengadilan Agama
Salatiga dari tahun 2013-2016. Penelitian dengan cara mengumpulkan
dri lapangan yang ada relevansinya dengan masalah yang ada di
Pengadilan Agama Salatiga.
2) Wawancara terhadap hakim pengadilan hakim pengadilan agama
salatiga yang telah menangani dan mengabulkan perkara permohonan
dispensasi nikah, teknik wawancara akan dilakukan secara terbuka
dengan sebuah pedoman wawancara. Tekhnik ini dilakukan dengan
cara agar dapat memperoleh data yang mendalam tentang tema yang
menjadi objek sentral penelitian ini.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dengan jalan studi kepustakaan atau dari
dokumen-dokumen seperti Al-Qur‟an, buku-buku ilmiah, undang-undang
kompilasi hukum islam (KHI) yang berhubungan erat dengan masalah
yang diajukan, serta website resmi atau berita online.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah proses untuk menghimpun data
yang diperlukan, relevan serta dapat memberikan gambaran dari aspek yang
akan diteliti baik penelitian pustaka ataupun penelitian lapangan. Dalam
12
mengumpulkan data, penulis menggunakan metodologi penelitian lapangan
(field research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung
secara aktif di Pengadilan Agama Salatiga. Prosedurnya meliputi:
a. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab secara lisan terhadap informan
dengan berhadapan secara langsung. Wawancara dilakukan peneliti
kepada hakimPengadilan Agama Salatiga, dan panitera.
b. Observasi
Kegiatan ini diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan
terhadap informasi yang didapat selama melakukan penelitian. Observasi
penelitian ini dilakukan di Kantor Pengadilan Agama Salatiga dengan
mengambil beberapa sampel putusan dispensasi nikah selama tahun 2013
hingga 2016.
c. Dokumentasi
Dokumentasi ialah data yang berupa catatan, transkip, buku,
surat kabar, agenda, dan sebagainya. Dokumentasi yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah salinan penetapan dispensasi nikah kemudian
disajikan dalam bentuk presentase.
6. Analisis Data
Yang dimaksud dengan analisis data yaitu suatu cara yang dipakai
untuk menganalisa, mempelajari serta mengolah kelompok data tertentu,
sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang kongkret tentang
13
permasalahan yang diteliti dan dibahas. Dalam penelitian ini penyusun
menggunakan analisa data deduktif yaitu cara memberi alasan dengan
berpikir dan bertolak dari pernyataan yang bersifat umum kemudian ditarik
pada persoalan yang berkaitan dengan penelitian. Metode ini digunakan
dalam rangka mengetahui bagaimana penerapan kaidah-kaidah normatif dan
yuridis dalam perkara dispensasi nikah.
7. Tahap-tahap Penelitian
Setelah peneliti menentukan tema yang akan diteliti, maka penulis
melakukan penelitian pendahuluan ke Pengadilan Agama Salatiga guna
mendapatkan data awal dengan bertanya kepada hakim sehingga
menghasilkan sebuah catatan-catatan, kemudian mencari permasalahan yang
ada. Data awal dan masalah yang sudah diperoleh kemudian dilanjutkan
dengan proses observasi ke lapangan dan melakukan wawancara-wawancara
kepada informan. Setelah data dan fakta telah didapatkan langkah selanjutnya
adalah proses penyusunan.
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Adapun sistematika penyusunan skripsi model penelitian kualitatif
dapat dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu:
Bab I, Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan
pustaka, metode penelitian.
14
Bab II, Pengertian Pernikahan, Tujuan Pernikahan, Prinsip dan
Syarat sah nikah menurut Undang undang no.1/1974 dan menurut Hukum
Islam, Hukum Nikah, Pernikahan Usia Dini Dalam Perspektif Agama dan
Menurut Undang-undang, Dispensasi Nikah, Dampak Pernikahan Dini.
Bab III, Hasil Penelitian dan Pembahasan yang meliputi: Gambaran
Umum Tentang Pengdilan Agama Salatiga, gambaran umum tentang
Dispensasi Nikah di Bawah Umur Tahun 2013 Hingga Tahun 2016 di
Pengadilan Agama Salatiga, Faktor yang melatar belakangi di ajukanya
permohonan dispensasi nikah di bawah umur, Pertimbangan hakim dalam
memberikan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga,.
Bab IV, Analisis Data yang meliputi: faktor-faktor yang melatar
belakangi pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama
Salatiga dan pertimbangan-pertimbangan yang digunakan oleh majelis hakim
dalam menetapkan permohonan dispensasi nikah.
Bab V, Penutup yang meliputi: kesimpulan dari bab 1 hingga bab 4
dan saran dalam permaslahan skripsi ini.
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Pernikahan
Menurut bahasa pernikahan terambil dari dua kata nakaha,
yankihu, nakahan, wanikahaan yang mempunyai arti bersatu, berhimpun,
dan berkumpul. Dalam Kamus Bahasa Indonesia nikah diartikan sebagai
perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan
resmi. Adapula yang mengartikan nikah dengan istilah perkawinan atau
secara qiyasan disebut dengan hubungan seks. (Fadhilah,2014:4)
Perkawinan adalah:
ط و ر الش و ن كا ر ل ا لى ع ل م ت ش م ال ر و ه ش م ال د ق لع ا ن ع ة ر با ع
“Sebuah ungkapan tentang akad yang sangat jelas dan terangkum atas
rukun-rukun dan syarat-syarat”.
Para ulama fiqh pengikut mazhab yang empat (Syafi‟i, Hanafi,
Maliki, dan Hanbali) pada umumnya mereka mendefinisikan perkawinan
pada :
ا ه نا ع م و أ ج ي و ز ت و أ اح ك ن إ ظ ف ل ب ء ط و ك ل م ن م ض ت ي د ق ع
“Akad yang membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk
berhubungan badan dengan seorang perempuan) dengan (diawali dalam
akad) lafazh nikah atau kawin, atau makna yang serupa dengan kedua kata
tersebut” (Abdurrahman, 1986:10)
16
Allah SWT sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan
pernikahan apabila telah memenuhi syarat untuk menikah. Sebagaimana
firman Allah dalam (Q.S. AR-Ruum : 21) yang berbunyi :
نكم مودة و أن خلق لكم من أ ۦومن ءايتو رحة إن ف نفسكم أزوجا لتسكنوا إلي ها وجعل ب ي لك ل يت لقوم ي ت فكرون ذ
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan di jadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir”. [QS. Ar. Ruum (30):21]
Sedangakan menurut istilah pernikahan atau perkawinan akad yang
menghalalkan pergaulan atau hubungan seksual antara seorang laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram, sehingga menimbulkan hak dan kewajiban
antara keduanya. Bisa juga dikatakan sebagai perjanjian seorang pria dan
seorang wanita dengan tujuan membentuk rumah tangga yang harmonis,
bahagia penuh rasa cinta dan kasih sayang, serta mendapat ridho dari Allah
SWT.
Menurut Hukum Adat, perkawinan bukan saja berarti sebagai
perikatan perdata, tetapi juga merupakan perikatan kekerabatan dan
kekeluargaan. Jadi terjadinya suatu ikatan terhadap hubungan-hubungan
keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami-istri, harta bersama, kedudukan
anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubungan-
hubungan adat-istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan dan
ketetanggaan serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan. Begitu
juga menyangkut kewajiban mentaati perintah dan larangan keagamaan, baik
17
dalam hubungan manusia dengan Tuhannya (ibadah) maupun hubungan
manusia dengan manusia (mu’amalah) (Hadikusuma,1990:8).
Adapun di Indonesia telah ada hukum perkawinan yang secara
otentik di atur dalam UU. NO.1 Th 1974 Lembaga Negara RI. Tahun 1974
Nomor 1. Undang-undang ini memuat berbagai macam ketentuan dalam
pelaksanan pernikahan. Tujuannya yaitu sebagai upaya untuk mewujudkan
suatu rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang
Maha Esa. Selain itu Undang-undang ini di maksudkan untuk menertibkan
pelaksanaan pernikahan, sehingga pernikahan atau perkawinan seorang
tercatat dan terdata dengan baik, serta mendapat pengakuan hukum oleh
pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, Undang-undang perkawinan ini wajib
bagi setiap orang yang akan melangsungkan pernikahan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Fadhillah,2014:38).
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan dan
tujuannya adalah sebagai berikut : “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa"
Dalam pasal 2 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa
perkawinan menurut Hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau
Mitsaqon Ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah (Abdurrohman,1992:21).
18
Menurut para pakar Hukum Perkawinan Indonesia juga memberikan
definisi tentang perkawinan antara lain menurut :
1. Menurut Wirjono Prodjodikoro, perkawinan adalah Peraturan yang
digunakan untuk mengatur perkawinan inilah yang menimbulkan
pengertian perkawinan (Wirjono, 1984:6).
2. Menurut Sajuti Thalib, perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci dan
luas dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun
menyantuni, kasih-mengasihi, tentram dan bahagia ( Ramulyo,1996:2).
3. Menurut Prof. Ibrahim Hosen, nikah menurut arti asli kata dapat juga
berarti akad dengannya menjadi halal kelamin antara pria dan wanita,
sedangkan menurut arti lain bersetubuh (Hosen, 1971:2).
4. Menurut Subekti, Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama.
Menurut penulis perkawinan adalah suatu akad, untuk
menghalalkan hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong
menolong antara pria dengan wanita yang antara keduanya yang bukan
muhrim. Apabila di tinjau dari segi hukum, jelas bahwa pernikahan adalah
suatu akad yang suci dan luhur antara pria dengan wanita, yang menjadi
sebab sahnya status sebagai suami isteri dan dihalalkan hubungan seksual
dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, mawadah serta saling
menyantuni antara keduanya. Menikah suatu upacara yang sangat sakral
19
dan mulia serta berfungsi sebagai pertanda bersatunya dua sejoli menjadi
satu dalam bingkai bingkai cinta dan kasih sayang.
B. Tujuan Pernikahan
Pada dasarnya tujuan pernikahan seperti yang disebutkan dalam pasal
1 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 yaitu untuk membentuk keluarga yang
bahagia, kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.
Sesuai dengan tujuan pernikahan yang kekal, maka dapat diartikan
bahwa perkawinan itu haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak boleh
diputuskan begitu saja. Pemutusan oleh karena sebab-sebab lain dari pada
kematian, diberikan suatu pembatasan yang ketat. Sehingga suatu pemutusan
yang berbentuk perceraian hidup akan menjadi jalan terakhir, setelah jalan lain
tidak dapat ditempuh lagi (Saleh,1976:19).
Sedangkan tujuan pernikahan menurut Abdulkadir Muhammad adalah
untuk membentuk keluarga, artinya adalah untuk membentuk suatu masyarkat
terkecil yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak. Membentuk rumah
tangga artinya membentuk kesatuan hubungan suami isteri dalam suatu wadah
yang disebut rumah kediaman bersama. Bahagia artinya adanya kerukunan
dalam hubungan suami isteri, atau antara suami, isteri dan anak-anak dalam
rumah tangga. Kekal artinya berlangsung terus menerus seumur hidup dan
tidak boleh diputuskan begitu saja atau dibubarkan menurut kehendak pihak-
pihak (Muhammad,2000: 74-75).
20
Di dalam pasal 1 Unndang Undang no 1 tahun 1974 dikatakan bahwa
yang menjadi tujuan perkawinan sebagai suami isteri adalah untuk membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang
Maha Esa. Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk itu suami isteri perlu saling
membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material
(Hadikusuma,2007: 21).
Tujuan perkawinan menurut perintah Allah untuk memperoleh
keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang
damai dan teratur. Selain itu tujuan perkawinan dalam Islam selain untuk
memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk
membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam
mengalami hidupnya di dunia ini, juga mencegah perzinahan, agar tercipta
ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman
keluarga dan masyarakat (Ramulyo,1996:26-27).
Di Indonesia, perkawinan mempunyai hubungan yang kuat sekali
dengan masalah agama dan kepercayaan. Seperti halnya dengan perkawinan
yang bersifat sementara atau dengan istilah kawin kontrak atau kawin musim
(hidup bersamatanpa adanya tali perkawinan). Hal semacam ini tidak
memenuhi syaratdan tata cara perkawinan menurut Undang-undang nomor 1
tahun 1974, oleh karenanya perkawinan semacam ini hanya akan merugikan
semua pihak, baik suami, isteri, dan anak-anak yang dilahirkan. Bentuk
21
perkawinan yang seperti ini tidaklah sesuai dengan maksud dan tujuan
perkawinan.
Tujuan perkawinan, dengan demikian kita dapat menyimpulkan
pengertian bahwa untuk membentuk suatu kehidupan rumah tangga yang
bahagia dan kekal haruslah didasarkan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Pandangan ini sejalan dengan sifat religius bangsa Indonesia yang
mendapat realisasinya di dalam kehidupan beragama dan bernegara.
Jika dicermati tujuan pernikahan sangat ideal, karena tidak hanya
melihat dari segi lahirnya saja, tetapi sekaligus terdapat adanya suatu pertautan
batin antara seorang suami dan isteri yang ditujukan untuk membina suatu
keluarga atau rumah tangga yang kekal dan bahagia bagi keduanya dan sesuai
dengan kehendak Tuhan yang Maha Esa.
Pernikahan dibawah umur, biasanya membawa banyak kesedihan
dalam kehidupan rumah tangga mereka. Maka dimungkinkan tujuan
perkawinan untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia sesuai dengan
Tuhan yang Maha Esa tidak dapat tercapai.
C. Prinsip dan Syarat sah nikah menurut Undang undang no.1/1974 dan
menurut Hukum Islam
Sebelum memulai pernikahan ada beberapa asas dan prinsip yang
mendasari pernikahan sebagai hakikat pernikahan beberapa asas dan prinsip
tersebut adalah:
22
1. Prinsip-Prinsip Penikahan
Dalam Undang-undang ini di temukan Prinsip Prinsip mengenai
perkawinan dan segala hal sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan
yang telah disesuaikan dengan perkembangan serta tuntuan zaman.Prinsip
prinsip yang tercantum dalam Undang-undang adalah sebagai Berikut :
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar
masing masing dapat mengembangkan kepribadianya membantu dan
mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil.
b. Dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan adalah
sah bilamana dilakukan menurut hukum masing masing agamanya dan
kepercayaanya itu, dan disamping itu perkawinan harus dicatat menurut
perundang-undangan yang berlaku.
Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan
pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seorang,
misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat surat
keterangan suatu akte yang juga dimuat dalam daftar perceraian.
c. Undang-undang ini menganut asas monogami; hanya apabila di
kehendaki oleh yang bersangkutan mengizinkanya seorang suami dapat
beristri lebih dari satu orang. Namun demikian perkawinan seorang
suami dengan lebih dari seorang isteri, meskipun hal itu di kehendaki
oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila
dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.
23
d. Undang-undang ini menganut prinsip bahwa, calon suami isteri itu harus
telah memasak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan,
agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa
berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.
Untuk itu harus di cegah perkawinan dibawah umur.
Sehubungan dengan itu, maka Undang-undang ini menentukan
batas umur untuk nikah bagi pria maupun bagi wanita ialah 19 (sembilan
belas) tahun bagi pria dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita.
e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang
bahagia kekal dan sejahtera, maka Undang-undang ini menganut prinsip
untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk kemungkinan
perceraian harus ada alasan alasan tertentu serta harus dilakukan didepan
Pengadilan.
f. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan kedudukan suami
baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan
masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu keluarga dapat
dirundingkan dan dapat diputuskan bersama oleh suami isteri
(Soedarsono;2005:7).
Prinsip-prinsip Perkawinan Menurut Hukum Islam Dalam ajaran
Islam ada beberapa prinsip-prinsip dalam perkawinan, yaitu:
1) Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang
mengadakan perkawinan. Caranyanya adalah diadakan peminangan
24
terlebuh dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah pihak setuju
untuk melaksanakan perkawinan atau tidak.
2) Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria, sebab ada
ketentuan larangan-larangan perkawinan antara pria dan wanita yang
harus diindahkan.
3) Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan-
persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak
maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu
sendiri.
4) Perkawinan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga
atau rumah tangga tentram, damai, dan kekal untuk selama-lamanya.
5) Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga,
dimana tanggung jawab pimpinan keluarga ada pada suami
(Hadikusuma,2003 :34).
Kalau kita bandingkan prinsip-prinsip dalam perkawinan
menurut Hukum Islam dan menurut Undang-undang Perkawinan,
maka dapat dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan yang prinsipil .
2. Rukun dan Syarat Sah Nikah menurut Undang-undang no.1 tahun 1974
Syarat-syarat melangsungkan perkawinan diatur dalam Pasal 6
sampai dengan Pasal 7 UU Nomor 1 Tahun 1974. Didalam ketentuan itu
ditentukan dua syarat untuk dapat melangsungkan perkawinan, yaitu syarat
intern dan syarat ekstern.
25
Syarat intern yaitu syarat yang menyangkut pihak yang akan
melaksanakan perkawinan. Syarat-syarat intern meliputi:
a. Persetujuan kedua belah pihak;
b. Izin dari kedua orang tua apabila belum mencapai umur 21 tahun.
c. Pria berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun pengecualiannya yaitu ada
dispensasi dari pengadilan atau camat atau bupati;
d. Kedua belah pihak tidak dalam keadaan kawin;
e. Wanita yang kawin untuk kedua kalinya harus lewat masa tunggu
(iddah). Bagi wanita yang putus perkawinannya karena perceraian, masa
iddahnya 90 hari dan karena kematian 130 hari.
Syarat ekstern yaitu syarat yang berkaitan dengan formalitas-
formalitas dalam pelaksanaan perkawinan. Syarat-syarat itu meliputi:
1) Harus mengajukan laporan ke Pegawai Pencatat Nikah, Talak, dan
Rujuk;
2) Pengumuman, yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat, yang
memuat:
a) Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari
calon mempelai dan dari orang tua calon. Disamping itu disebutkan
juga nama istri atau suami yang terdahulu;
b) Hari, tanggal, jam. Dan tempat perkawinan dilangsungkan.
Dalam Kompilasi Undang-undang Hukum Perdata, syarat untuk
melangsungkan perkawinan dibagi menjadi dua macam, yaitu: (1) syarat
materiil, dan (2) syarat formil. Syarat materiil yaitu syarat yang berkaitan
26
dengan inti atau pokok dalam melangsungkan perkawinan. Syarat
materiil ini dibagi dua macam yaitu:
1. Syarat materiil mutlak, merupakan syarat yang berkaitan dengan
pribadi seseorang yang harus diindahkan untuk melangsungkan
perkawinan pada umumnya. Syarat itu meliputi:
a. Monogami, bahwa seorang pria hanya boleh mempunyai seorang
istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (Pasal
27 BW);
b. Persetujuan antara suami-istri (Pasal 28 KUH Perdata);
c. Terpenuhinya batas umur minimal. Bagi laki-laki minimal berumur
18 tahun dan wanita berumur 15 tahun (Pasal 29 KUH Perdata);
d. Seorang wanita yang pernah kawin dan hendak kawin lagi harus
mengiddahkan waktu 300 hari setelah perkawinan terdahulu
dibubarkan (Pasal 34 KUH Perdata);
e. Harus ada izin sementara dari orang tuanya atau walinya bagi anak-
anak yang belum dewasa dan belum pernah kawin (Pasal 34 sampai
dengan pasal 49 KUH Perdata).
2. Syarat materiil relative, ketentuan yang merupakan larangan bagi
seseorang untuk kawin dengan orang tertentu. Larangan itu meliputi:
a. Larangan kawin dengan orang yang sangat dekat dalam
kekeluargaan sedarah dan karena perkawinan;
b. Larangan kawin karena zina;
27
c. Larangan kawin untuk memperbarui perkawinan setelah adanya
perceraian, jika belum lewat waktu satu tahun.
Syarat Formil adalah syarat yang berkaitan dengan
formalitas-formalitas dalam pelaksanaan perkawinan. Syarat ini dibagi
dalam dua tahapan (Sudikno,2002:29). Syarat-syarat yang dipenuhi
sebelum perkawinan dilangsungkan adalah:
a. Pemberitahuan akan dilangsungkannya perkawinan oleh calon
mempelai baik secara lisan maupun tertulis kepada Pegawai
Pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan, dalam jangka
waktu sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan
dilangsungkan (Pasal 3 dan 4 PP No. 9 Tahun 1975). Pengumuman
oleh pegawai pencatat dengan menempelkannya pada tempat yang
disediakan di Kantor Pencatatan Perkawinan. Maksud
pengumuman tersebut adalah untuk memberitahukan kepada siapa
saja yang berkepentingan untuk mencegah maksud dari perkawinan
tersebut jika ada Undang-undang yang dilanggar atau alasan-alasan
tertentu. Pengumuman tersebut dilaksanakan setelah Pegawai
Pencatat meneliti syarat-syarat dan surat-surat kelengkapan yang
harus dipenuhi calon mempelai (Komariah,2002:9).
28
3. Rukun dan Syarat Sah Nikah menurut agama Islam
1. Calon suami
Calon suami adalah orang yang akan menjadi mempelai laki-
laki dalam suatu akad pernikahan. Adapun syarat yang harus dipenuhi
oleh calon suami ialah sebagai beikut:
1) Beragama Islam; maksudnya calon suami adalah muslim, bukan kafir
atau non muslim lainya. Sebab Islam melarang seorang muslim
menikah dengan seorang non muslim.
2) Benar benar laki-laki; maksudnya seorang calon suami harus betul
laki-laki, bukan banci atau mempunyai kelainan seksual, seperti
homo(suka dengan sesama lelaki), sehingga nantinya dapat
bertanggung jawab memnuhi hak-hak isterinya.
3) Tidak terpaksa; maksudnya calon suami dalam menikah adalah
kehendaknya pribadi dan penuh kerelaan hati, bukan karena dipaksa
atau terpaksa. Serta dilandasi keikhlasan hanya mengharap ridha Allah
SWT. Apabila suami menikah karena terpaksa, niscaya pernikahanya
secara otomatis tidak sah.
4) Bukan mahram calon istri; maksudnya calon suami yang akan
melangsungkan pernikahan tidak mempunyai hubungan darah atau
satu susuan dengan calon istri. Untuk itu, sebelum melangsungkan
pernikahan alangkah baiknya calon suami mengecek terlebih dahulu
apakah dirinya mempunyai hubungan darah dengan calon istrinya atau
tidak. Jika mempunyai hubungan darah pernikahanya harus
29
dibatalkan. Akan tetapi bila tidak ada hubungan darah, pernikahanya
boleh dan siap untuk dilaksanakan. Itulah yang diajarkan dalam al-
Qur‟an dan sunnah nabi Muhammad SAW.
5) Tidak sedang ihram; maksudnya calon suami tidak boleh
melaksanakan pernikahan, jika ia sedang melakukan ihram, baik itu
ihram haji maupun umrah. Karena dalam Islam melarang orang yang
sedang ihram itu menikah. Sebagaimana sabda Rosullah SAW telah
bersabda: ”orang yang sedang ihram tidak boleh menikah dan
menikahkan”.(HR.Muslim)
6) Keberadaanya jelas dan nyata; maksudnya calon suami benar benar
nyata dan jelas keberadaanya, sehingga pernikahan dapat
dipertanggung jawabkan oleh kedua belah pihak.
2. Calon Istri
Calon istri adalah orang yang akan menjadi mempelai
perempuan dalam suatu pernikahan. Adapun syarat yang harus dipenuhi
sebagai calon istri adalah sebagai berikut :
1. Beragama Islam; maksdunya calon istri adalah muslimah, bukan dari
non Islam. Karena Islam melarang pernikahan yang berbeda agama
dan tidak seiman.
2. Benar benar perempuan; maksudnya seorang calon istri harus benar
benar perempuan, bukan banci atau lesbian sehingga nanti dapat
bertanggung jawab sebagai seorang istri untuk memenuhi hak-hak
suami.
30
3. Tidak karena terpaksa; Maksudnya calon istri dalam melangsungkan
pernikahan tidak karena terpaksa, tetapi kehendak hati dan semata mta
untuk mencari ridha Allah SWT.
4. Halal bagi calon suami; maksudnya calon isteri bukan mahram dari
calon suami, baik hubungan darah maupun satu susuan.
5. Tidak bersuami; maksudnya calon isteri adalah masih seorang diri,
baik itu janda maupun perawan. Wanita yang masih mempunyai
seseorang suami tidak boleh menikah lagi kecuali bercerai atau
meninggal dunia.
6. Tidak sedang ihram; maksudnya calon isteri dalam melangsungkan
pernikahan tidak sedang ihram, baik ihram haji atau ihram umrah.
3. Ijab Qabul
Ijab Qabul merupakan bentuk dari akad serah terima dalam
pernikahan. Ijab Qabul ini dilakukan oleh orang tua atau wali mempelai
perempuan dan calon mempelai laki-laki. Ijab Qabul ini merupakan bentuk
kerelaaan dan persetujuan untuk membentuk suami isteri antara kedua calon
mempelai. Ijab Qabul adalah pernyataan pertama yang dilakukan oleh orang
tua atau wali perempuan untuk menerima atau menyetujui pernikahan
tersebut.
Dalam pandangan Islam Ijab Qabul boleh dilakukan dengan
menggunakan bahasa selain Arab, selama yang bersangkutan tidak tahu atau
belum paham dengan bahasa Arab. Paling penting dalam Ijab Qabul kedua
belah pihak saling mengerti dan paham dengan yang diucapkanya.
31
4. Wali Mempelai Perempuan
Wali mempelai perempuan adalah orang tua yang berhak untuk
menikahkan calon mempelai perempuan. Wali bertugas menyatakan Ijab
kepada calon mempelai laki-laki pada saat pernikahan berlangsung. Tanpa
adanya seorang wali mempelai perempuan, maka pernikahanya dianggap
batal atau tidak sah.
Sebagaimana Rosullah SAW bersabda; ”perempuan mana saja
yang menikah tanpa izin walinya, maka pernikahan itu batal”(HR. Al-
Khamsah Kecuali Nasa‟i). Dalam hadist lain diriwayatkan dari aisyah
bahwa Rosullah SAW bersabda:” siapapun yang menikah tanpa seizin
walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal. Jika
suaminya telah menyetubuhinya, ia berhak atas maharnya karena ia telah
menghalalkan kehormatanya. Jika pihak wali enggan menikahkanya,
hakimlah yang bertindak sebagai wali bagi seorang yang tidak ada walinya”
(HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Maajah dan Tirmidzi).
Untuk menjadi wali mempelai perempuan harus ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi diantaranya yaitu :
1) Laki–laki; maksudnya yang diperbolehkan menjadi wali mempelai
perempuan pada saat pernikahan ialah harus berjenis kelamin laki-laki,
sebab yang menjadi rumah tangga adalah laki-laki. Namun apabila
perempuan yang akan menikah adalah janda, ia dapat menjadi walinya
diri sendiri. Berikut adalah urutan yang berhak menjadi wali perempuan:
32
a) Bapak kandung
b) Kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya sampai keatas
c) Saudara laki-laki kandung (seibu-sebapak)
d) Saudara laki-laki sebapak
e) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
f) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak dan seterusnya kebawah.
g) Paman (saudra dari bapak) sekandung
h) Paman (saudara dari bapak) sebapak
i) Anak laki-laki paman kandung
j) Anak laki-laki paman sebapak dan seterusnya kebawah
k) Wali hakim (apabila semua yang tersebut diatas tidak ada atau tidak
mampu menikahkan).
Dalam penerapan wali nikah di atas, seseorang tidak boleh
menjadi wali nikah selama ada keluarga yng lebih dekat sebab ia berhak
karena ada pertalian asabah
2. Beragama Islam; Maksudnya adalah menjadi wali dari calon mempelai
perempuan haruslah yang beragama Islam.
a. Baligh; Maksudnya seorang wali haruslah yang sudah dewasa, kira-
kira usianya telah mencapai lima belas tahun. Hal ini dikarenakan
anak belum mengerti dan memahami ketentuan-ketentuan hukum
pernikahan.
b. Berkal Sehat; Maksdunya seorang wali haruslah mempunyai akal
sehat, bukan orang stres atau gila
33
c. Merdeka; maksudnya wali mempelai perempuan yang bersangkutan
tidak sedang dipenjara atau tidak memungkinkan hadir dalam
pernikahan.
d. Adil; maksudnya seorang yang senantiasa dapat menentramkan jiwa
keluarga dan orang yang di urusnya. Manakala kelakuanya sudah
melampui batas syari‟at sehingga tidak bisa lagi menentramkan jiwa
keluarganya, maka demikian gugurlah haknya menjadi wali
pernikahn.
e. Tidak sedang Ihram; maksudnya seorang wali dalam pernikahan tidak
sedang melakukan ihram haji ataupun umrah.
5. Dua Orang Saksi
Saksi dalam suatu pernikahan sangatlah penting. Saksi
merupakan rukun terakhir dalam pernikahan. Tanpa adanya saksi
pernikahan di anggap batal atau tidak sah. Sebagaimana sabda Rosullah
SAW bersabda “ tidak sah melainkan dengan wali dan dua orang saksi
yang adil “ (HR. Ahmad). Dalam Islam menjadi wali saksi harus
memenuhi syarat syarat sebagai berikut : beragama Islam, baligh, berakal
sehat, merdeka, laki-laki, adil dan tidak sedang ihram. Apabila telah
memenuhi syarat syarat tersebut, seorang sudah di benarkan menjadi
saksi dalam pernikahan.
34
D. Hukum Nikah
Nikah merupakan amalan yang disyari‟atkan, hal ini didasarkan pada
firman Allah SWT :
فإن وإن خفتم أل ت قسطوا ف اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مث ن وثلث ورباع لك أدن أل ت عولو ة أو ما ملكت أيانكم خفتم أل ت عدلوا ف واحد ذ
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya” (QS. An-Nisaa‟ [4]: 3).
Dari keterangan diatas disimpulkan bahwa seorang boleh menikah
dengan batas maksimal lima (5) orang tidak boleh lebih dari itu kemudian jika
tidak bisa adil dalam pembagian nafkah birahi maupun rohani maka
menikahlah sesuai kemampuan dan jadikan istri istrinya layaknya pada
umumnya karena dikhawatirkan akan mendholimi istrinya jika diluar
kemampuannya. Dalam agama Islam hukum nikah ada lima yaitu:
1. Wajib
Laki-laki atau perempuan yang tidak dapat menjaga kesucian diri
dan akhlaknya, kecuali dengan menikah. Menjaga kesucian diri dan akhlak
adalah kewajiban setiap muslim. Hal ini sesuai dengan kaidah syara: “Bila
suatu kewajiban tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu
menjadi wajib untuk dipenuhi”.
35
2. Sunnah
Laki-laki yang punya niat dan mampu atau perempuan yang sudah
punya niat dan bersedia patuh pada suami atau perempuan yang belum
punya niat tetapi membutuhkan perlindungan dan nafkah dari suami.
3. Mubah
Laki-laki yang mempunyai niat tetapi belum mampu mendirikan
rumah tangga atau laki-laki yang belum punya niat tetapi secara materi
mampu atau perempuan yang belum punya niat untuk menikah.
4. Makruh
Laki-laki yang belum punya niat dan belum mampu mendirikan
rumah tangga atau perempuan yang sudah punya niat tetapi ragu-ragu
melaksanakannya.
5. Haram
Laki-laki atau perempuan yang menikah dengan tujuan untuk
merusak atau menyakiti hati, fisik, dan agama isteri atau suami. Kaidah
syara‟ telah merumuskan masalah ini, bahwa: “Segala perantaraan
yang membawa kepada yang haram, hukumnya menjadi haram” (Abidin,
1999:47).
E. Pernikahan Usia Dini Dalam Perspektif Agama dan Menurut Undang-
undang
1. Dalam perspektif fiqh Islam, penulis tidak menemukan adanya pembatasan
usia minimal pernikahan dalam Islam. Justru, dalil-dalil menunjukkan
36
bolehnya pernikahan pada usia dini/belia. Di antara dalil-dalil tersebut yaitu:
Al-Qur‟an QS At-Thalaq : 4
ت هن ثلثة أشهر واللئي ل يضن واللئي يئسن من المحيض من نسائكم إن ارت بتم فعد وأولت الحال أجلهن أن يضعن حلهن ومن ي تق اللو يعل لو من أمره يسرا
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di
antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa
iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang
hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”( QS. At-Thalaq : ayat 4).
perempuan yang belum haid diberikan masa „iddah = واللئي ل يضن
selama 3 bulan (Tsalasatu ashur). „Iddah itu sendiri terjadi karena kasus
perceraian baik karena talak maupun ditinggal mati oleh suaminya. Jadi
„iddah ada karena pernikahan. Dilalatul iltizam-nya (indikasi logisnya) dari
ayat ini adalah wanita yang belum haid boleh menikah. Sehingga para
ulama tidak memberi batasan maksimal maupun minimal untuk menikah.
2. Hadis Rasulullah SAW
Dalam sebuah hadis Shohih yang diriwayatkan oleh Bukhari no
4840 dan Shohih Muslim no 1422 tentang pernikahan Aisyah dengan
Rosullah yaitu :
ليو عن عائشة } أن النب صلى اللو عليو وسلم ت زوجها وىي بنت ست سنني ، وأدخلت ع وىي بنت تسع سنني ومكثت عنده تسعا { مت فق عليو
“Dari Aisyah ra (menceritakan) bahwasannya Nabi SAW
menikahinya pada saat beliau masih anak berumur 6 tahun dan Nabi SAW
37
menggaulinya sebagai istri pada umur 9 tahun dan beliau tinggal bersama
pada umur 9 tahun pula”.
Rasulullah memulai hidup berumah tangga dengan Aisyah pada
bulan Syawwal pada saat Aisyah berumur 9 tahun. Rasulullah meninggal
pada saat Aisyah berumur 18 tahun.Berdasarkan hadis tersebut para ulama,
di antaranya Imam as-Syaukani, menyatakan bahwa boleh bagi seorang
bapak menikahkan anak gadisnya yang masih kecil/belum baligh.
3. Pernikahan Dini Menurut Undang-undang
Dalam masalah batas umur untuk kawin di Indonesia Pasal 7 ayat
(1) Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 menyatakan bahwa
perkawinan hanya diizinkan jika pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun(Siraj,1993:107). Kemudian
dipertegas dalam Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan, bahwa untuk
kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh
dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur ditetapkan dalam
Pasal 7 Undang-undang Perkawinan.
Pembatasan usia minimal melangsungkan perkawinan ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kawin dibawah umur. Selain itu
juga dimaksudkan untuk menjaga kesehatan suami isteri dan perkawinan
mempunyai hubungan erat dengan masalah kependudukan. Ternyata batas
usia yang lebih rendah bagi seorang perempuan untuk kawin,
mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi.
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
menyatakan secara tegas, ”Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
38
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan” (Pasal
1) dan pada pasal 26 ayat 1 poin c disebutkan, keluarga dan orang tua
berkewajiban untuk mencegah terjadinya perkawinan di usia anak-anak.
Secara jelas Undang-undang ini mengatakan, tidak seharusnya pernikahan
dilakukan terhadap mereka yang usianya masih di bawah 18 tahun.
Perbedaan yang sangat jelas antara persepektif agama Islam dengan
Undang-undang negara mengenai batas umur pernikahan, walaupun
demikian tidak melanggar aturan agama karena dalam agama tidak ada
batasan serta memandang dari Undang-undang Dasar negara bahwa
pembatasan usia dini lebih efektif mencegah terjadinya ledakan
kependudukan dan berbagai sektor lainya.
F. Dispensasi Nikah
1. Pengertian Dispensasi Nikah
Dispensasi adalah penyimpangan atau pengecualian dari suatu
peraturan. (Subekti,1996:36). Dispensasi usia perkawinan memiliki arti
keringanan akan sesuatu batasan (batasan umur) didalam melakukan ikatan
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dispensasi usia pernikahan merupakan dispensasi atau keringanan
yang diberikan Pegadilan Agama kepada calan mempelai yang belum cukup
umur untuk melangsungkan perkawinan, bagi pria yang belum mencapai
39
usia 19 (sembilan belas) tahun dan wanita belum mencapai usia 16 (enam
belas) tahun.
Dispensasi usia nikah diatur dalam pasal 7 ayat 1 dan ayat 2
Undang-undang No.1 Tahun 1974. Dispensasi sebagaimana yang dimaksud
dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 artinya penyimpangan terhadap
batas minimum usia nikah yang telah ditetapkan oleh Undang-undang yaitu
minimal 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. Oleh karena itu,
jika laki-laki maupun perempuan yang belum mencapai usia nikah namun
hendak melangsungkan pernikahan, maka pengadilan atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh kedua belah pihak dapat memberikan penetapan dispensasi
usia nikah apabila permohonannya telah memenuhi syarat yang ditentukan
dan telah melalui beberapa tahap dalam pemeriksaan, namun sebaliknya
apabila pihak yang berperkara tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan
maka pihak pejabat dalam hal ini Pengadilan Agama tidak memberikan
dispensasi untuk pernikahan kedua belah pihak tersebut(Hamami,2013:31).
2. Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Pernikahan di Bawah Umur
Pernikahan dini merupakan fenomena sosial yang sering terjadi
khususnya di Indonesia. Fenomena pernikahan Ibarat sebuah rumah, cinta
memang bisa menjadi pondasi, namun sebuah rumah tentunya
membutuhkan tiang, dinding, atap, dan segala perlengkapannya agar bisa
disebut dengan rumah. pernikahan dini yang dipaksakan tanpa persiapan
layaknya pasangan nikah dini, akan cepat bubar. Sebab-sebab utama dari
perkawinan usia muda adalah :
40
a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluargga
b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu
muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.
c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat.
Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan
anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.
Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam
Suryono disebabkan oleh:
1) Masalah ekonomi keluarga
2) Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki
apabila mau mengawinkan anak gadisnya
3) Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam
keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi
tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya)
(Soekanto, 1992 : 65).
Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang
mendorong terjadinya perkawinan usia muda yang sering dijumpai di
lingkungan masyarakat kita yaitu :
a) Ekonomi
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga
yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang
tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang
dianggap mampu.
41
b) Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang
tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan
mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.
c) Faktor Orang Tua
Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya
berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera
mengawinkan anaknya.
d) Media Massa
Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan
remaja modern kian Permisif terhadap seks.Sisi dari kemajuan
zaman dan teknologi informasi yang menjulang langit, justru
membawa konsekuensi tersendiri. Seiring dengan itu, pengetahuan
kita tentang hal-hal yang tak masuk akal pun kian muncul ke
permukaan. Diantaranya, fenomena perkawinan di bawah umur
(pernikahan dini), ternyata masih marak terjadi.
Sebaliknya, boleh jadi salah satu pemicu terjadinya nikah
di bawah umur justru akibat dari kemajuan zaman dan teknologi
media informasi. Apapun pemantiknya, nikah di bawah umur
adalah fenomena sosial budaya yang tidak masuk akal karena
pelaku sekaligus korban, sesuai peraturan perundangan masih
dalam kategori usia anak-anak.
42
e) Faktor Adat
Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut
anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.Selain
itu, peraturan per Undang-undangan yang berlaku di Indonesia
dengan sangat jelas menentang terjadinya pernikahan dini. Jadi,
tidak ada alasan bagi pihak-pihak tertentu untuk melegalkan
tindakan mereka yang berkaitan dengan pernikahan dini.
G. Dampak Pernikahan Dini
Dampak dari pernikahan dini bukan hanya dari dampak kesehatan,
Tetapi punya dampak juga terhadap kelangsungan perkawinan. Sebab
perkawinan yang tidak disadari, mempunyai dampak pada terjadinya
perceraian (Ahmad, 2008:28).
Pernikahan Dini atau menikah dibawah umur, memiliki dampak
negative dan dampak positif pada remaja tersebut. Adapun dampak Negatif
pernikahan dini adalah sebagai berikut:
1. Segi Pendidikan
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa seseorang yang
melakukan pernikahan terutama pada usia yang masih muda, tentu akan
membawa berbagai dampak, terutama dalam dunia pendidikan. Dapat
diambil contoh, jika seseorang yang melangsungkan pernikahan ketika baru
lulus SMP atau SMA, tentu keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagi
atau menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi tidak akan tercapai
43
atau tidak akan terwujud. Hal tersebut dapat terjadi karena motivasi belajar
yang dimiliki seseorang tersebut akan mulai mengendur karena banyaknya
tugas yang harus mereka lakukan setelah menikah. Dengan kata lain,
pernikahan dini merupakan faktor menghambat terjadinya proses
pendidikan dan pembelajaran. Selain itu belum lagi masalah ketenaga
kerjaan, seperti realita yang ada didalam masyarakat, seseorang yang
mempunyai pendidikan rendah hanya dapat bekerja sebagai buruh, Dengan
demikian dia tidak dapat mengeksplor bakat dan kemampuan yang
dimilikinya. Apabila seseorang tidak menikah dini mungkin dapat menjadi
generasi penerus bangsa yang tangguh dan dapat mengisi kemerdekaaan
dengan baik.
2. Segi Kesehatan
Menurut buku kesehatan yang saya baca perempuan yang menikah
di usia dini kurang dari 15 tahun memiliki banyak resiko, sekalipun ia sudah
mengalami menstruasi atau haid. Ada dua dampak medis yang ditimbulkan
oleh pernikahan usia dini ini, yakni dampak pada kandungan dan
kebidanannya. Penyakit kandungan yang banyak diderita wanita yang
menikah usia dini, antara lain infeksi pada kandungan dan kanker mulut
rahim. Hal ini terjadi karena terjadinya masa peralihan sel anak-anak ke sel
dewasa yang terlalu cepat. Padahal, pada umumnya pertumbuhan sel yang
tumbuh pada anak-anak baru akan berakhir pada usia 19 tahun. Berdasarkan
beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh para ahli, rata-rata penderita
infeksi kandungan dan kanker mulut rahim adalah wanita yang menikah di
44
usia dini atau dibawah usia 19 tahun. Untuk resiko kebidanan, wanita yang
hamil di bawah usia 19 tahun dapat beresiko pada kematian, selain
kehamilan di usia 35 tahun ke atas. Resiko lain selanjutnya, hamil di usia
muda juga rentan terjadinya pendarahan, keguguran, hamil anggur dan
hamil prematur di masa kehamilan. Selain itu, resiko meninggal dunia
akibat keracunan kehamilan juga banyak terjadi pada wanita yang
melahirkan di usia dini. Salah satunya penyebab keracunan kehamilan
adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi. Dengan demikian dilihat dari
segi kesehatan atau medis, pernikahan dini akan membawa banyak
kerugian. Oleh karena itu, orang tua wajib berpikir masak-masak jika ingin
menikahkan anaknya yang masih di bawah umur. Bahkan pernikahan dini
bisa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan psikis dan seks bagi anak yang
kemudian dapat mengalami trauma.
3. Segi Psikologi
Menurut para psikolog, ditinjau dari sisi sosial pernikahan dini
dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi
yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang.
Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai
banyak dampak negatif. Oleh karenanya, dalam hukum perdata telah diatur
bahwa pernikahan seseorang harus diatas umur 19 tahun untuk pria dan 16
tahun untuk wanita. Memang pernikahan dini dipandang oleh sebagian
orang lebih banyak memberikan dampak negative bagi seseorang tetapi
menurut saya pernikahan dini ada dampak positifnya juga.
45
Berikut ini adalah beberapa dampak positif dari pernikahan dini:
Dengan menikah di usia dini dapat meringankan beban ekonomi keluarga
menjadi lebih menghemat atau ringan. Apabila pernikahan dini ini memang
sudah terencana dan direstui oleh kedua belah pihak keluarga. Selain itu,
mereka dapat belajar memikul tanggung jawab di usia dini. Banyak pemuda
yang sewaktu masa sebelum nikah tanggung jawabnya masih kecil
dikarenakan ada orang tua yang menanggung hidup mereka, setelah
menikah mereka harus dapat mengatur urusan mereka tanpa bergantung
pada orang tua. Terbebas dari perbuatan maksiat seperti zina dan lain-lain
(http://www.kompasiana.com/ekanovias/melihat-dampak-negative-dan-
positive-pernikahan-dini di akses pada 20 febuari 2017).
46
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN TENTANG PERMOHONAN
DISPENSASI NIKAH ANAK DIBAWAH UMUR DI PENGADILAN
AGAMA SALATIGA TAHUN 2013-2016
A. Gambaran Umum Tentang Pengdilan Agama Salatiga
Kota Salatiga adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini
berbatasan sepenuhnya dengan Kabupaten Semarang. Salatiga terletak 49 km
sebelah selatan Kota Semarang atau 52 km sebelah utara Kota Surakarta, dan
berada di jalan negara yang menghubungkan Semarang-Surakarta. Salatiga
terdiri atas 4 kecamatan, yakni Argomulyo, Tingkir, Sidomukti, dan Sidorejo.
Kota ini berada di lereng timur Gunung Merbabu, sehingga membuat kota ini
berudara cukup sejuk. Pengadilan Agama Salatiga berjalan sebagaimana biasa.
Kemudian pada tahun 1949 Ketua dijabat oleh. K. IRSYAM yang dibantu 7
pegawai. Kantor yang ditempati masih menggunakan serambi Masjid Al-Atiq
Kauman Salatiga dan bersebelahan dengan Kantor Urusan Agama Kecamatan
Salatiga yang sama-sama mengunakan serambi Masjid sebagai kantor. di
Pengadilan Agama Salatiga banyak perkara masuk yang menjadi
kewenangannya. Volume perkara yang naik yaitu perkara Cerai Talak
disamping Cerai Gugat dan juga banyak masuk perkara Isbat Nikah (
Pengesahan Nikah ), karena di Pengadilan Agama Salatiga yang wilayahnya
sangat luas yaitu meliputi Daerah Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang,
maka melalui SK Menteri Agama Nomor 95 tahun 1982 tanggal 2 Oktober
47
1982 Jo. KMA Nomor 76 Tahun 1983 tanggal 10 Nopember 1982 berdirilah
Pengadilan Agama Ambarawa di Ungaran. Adapun penyerahan wilayah yaitu
dilaksanakan pada tanggal 27 April 1984 dari Ketua Pengadilan Agama
Salatiga Drs. A.M. SAMSUDIN ANWAR kepada Ketua Pengadilan Agama
Ambarawa yaitu sebagian wilayah Kabupaten Semarang dan wilayah hukum
Pengadilan Agama Salatiga yang ada sekarang tinggal 13.
Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 posisi
Pengadilan Agama Salatiga semakin kuat, Pengadilan Agama berwenang
menjalankan keputusannya sendiri tidak perlu lagi melalui Pengadilan Negeri,
selain itu hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama sama dengan hukum
acara yang berlaku di Pengadilan Negeri. Untuk melaksanakan tugas
pemanggilan dan pemberitahuan, sudah ada petugas Jurusita. Untuk
menyesuaikan dengan Undang-undang Pengadilan Agama ini, Pengadilan
Agama Salatiga mendapatkan bimbingan dan pembinaan dari Departemen
Agama RI dan secara teknis Yustisial mendapatkan pembinaan dari Mahkamah
Agung RI dan Pengadilan Tinggi Agama.
Struktur organisasi Pengadilan Agama juga disesuaikan dengan
Peradilan Umum dan Peradilan lainnya, sehingga status kedudukannya menjadi
sederajat dengan Peradilan lain yang ada di Indonesia, dari segi fisik dan
jumlah personil Pengadilan Agama Salatiga masih ketinggalan dari Peradilan
Umum, hal ini disebabkan karena dana yang tersedia untuk sarana fisik kurang
memadai, namun kualitas sumber daya manusia Pegawai Pengadilan Agama
Salatiga sama dan sejajar dengan Peradilan Umum bahkan melebihi, karena
48
tenaga yang direkrut harus malalui seleksi yang ketat dan memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan. Sejak Pengadilan Agama mendapatkan pembinaan dari
Mahkamah Agung RI mulai diadakan pemisahan jabatan antara Kepaniteraan
dan Kesekretariatan begitu juga rangkap jabatan antara Jurusita dan Panitera
Pengganti, bagi para Hakim juga diberi tugas Pengawasan bidang-bidang.
Upaya pembenahan di Pengadilan Agama Salatiga selalu ditingkatkan.
Demikianlah keadaan sejarah Pengadilan Agama Salatiga sampai saat
ini sehingga untuk menyesuaikan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun
1989 sebagai Court of Law perlu pembenahan lebih lanjut.
1. Profil Alamat
Gedung Pengadilan Agama Salatiga yang baru, ditempati sejak
tanggal 1 Mei 2009 berdiri di atas tanah seluas 5425 m2, dengan luas
bangunan 1300 m2. Status gedung tersebut adalah hak pakai dari
Pemerintah RI c.q Mahkamah Agung RI.Berikut adalah profil Pengadilan
Agama Salatiga :
Jl. Raya Lingkar Selatan, Dusun. Jagalan Kelurahan. Cebongan,
Kecamatan. Argomulyo Kota Salatiga, Propinsi Jawa Tengah 50736
Telp : (0298) 322853
Fax : (0298) 325243
Website : www.pa-Salatiga.go.id
2. Wilayah Yuridiksi
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI KMA Nomor 76 tahun
1983 Tanggal 10 Nopember 1983 tentang penetapan perubahan wilayah
49
Hukum Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syariah Propinsi serta
Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, maka Pengadilan Agama Salatiga
memiliki wilayah yuridiksi sebagai berikut :
Wilayah Kota Salatiga
a. Kecamatan Sidorejo, terdiri dari 6 kelurahan :
1. Kelurahan Pulutan
2. Kelurahan Blotongan
3. Kelurahan Bugel
4. Kelurahan Salatiga
5. Kelurahan Kauman Kidul
6. Kelurahan Sidorejo Lor
b. Kecamatan Argomulyo, terdiri dari 6 Kelurahan :
1. Kelurahan Cebongan
2. Kelurahan Ledok
3. Kelurahan Tegalrejo
50
STRUKTUR ORGANISASI PENGADILAN AGAMA SALATIGA
51
B. Gambaran Umum Tentang Dispensasi Nikah di Bawah Umur Tahun 2013
Hingga Tahun 2016 di Pengadilan Agama Salatiga
Dispensasi pernikhan dibawah umur merupakan sebuah wujud
tindakan dari pemohon kepada hakim untuk memohon kebijakan atau
dispensasi kepada pihak yang akan mengajukan dikarenakan akan melakukan
pernikahan namun belum cukup umur sesuai syarat dan ketentuan undang
undang yang berlaku yaitu minimal usia perempuan 16 tahun sedangkan untuk
calon pengantin laki laki umur minimal 19 tahun. Adapun permohonan
dispensasi kawin yang diterima dan ditolak Pengadilan Agama Salatiga tahun
2013 sampai 2016, dengan rincian sebagai berikut :
No. Tahun
Permohonan Dispensasi Kawin tahun 2013-2016
Diterima Ditolak Jumlah
1. 2013 58 1 59
2. 2014 71 5 76
3. 2015 66 2 68
4. 2016 48 2 50
TOTAL 243 10 253
52
Tingkat permohonan dispensasi nikah dalam diagram yaitu:
Dari permohonan dispensasi kawin yang masuk tersebut penulis
meneliti penetapan Nomor 0001/Pdt.P/2013/PA.SAL,
0007/Pdt.P/2013/PA.SAL, 0055/Pdt.P/2013/PA.SAL,
0003/Pdt.P/2013/PA.SAL, 0021/Pdt.P/2013/PA.SAL,
0033/Pdt.P/2013/PA.SAL, 0004/Pdt.P/2013/PA.SAL,
0038/Pdt.P/2013/PA.SAL, 0093/Pdt.P/2014/PA.SAL,
0095/Pdt.P/2014/PA.SAL, 0098/Pdt.P/2014/PA.SAL,
0009/Pdt.P/2014/PA.SAL, 0007/Pdt.P/2014/PA.SAL, 0023/Pdt.P/2014/PA.
SAL, 0012/Pdt.P/2014/PA.SAL, 0026/Pdt.P/2014/PA.SAL, 0004 /
Pdt.P2015PA.SAL, 0031/Pdt.P/2015/PA.SAL, 0035/Pdt.P/2015/PA.SAL,
0001/Pdt.P/2015/PA.SAL, 0002/Pdt.P/2015/PA.SAL,
59
76
68
50
0
10
20
30
40
50
60
70
80
2013 2014 2015 2016
Persentase Pernikahan Dibawah Umur
53
0005/Pdt.P/2015/PA.SAL, 0020/Pdt.P/2015/PA.SAL,
0022/Pdt.P/2015/PA.SAL, 0015/Pdt.P/2015/PA.SAL,
0039/Pdt.P/2015/PA.SAL, 0011/Pdt.P/2016/PA.SAL,
0013/Pdt.P/2016/PA.SAL, 0023/Pdt.P/2016/PA.SAL,
0016/Pdt.P/2015/PA.SAL, 0019/Pdt.P/2016/PA.SAL,
0032/Pdt.P/2016/PA.SAL, 0048/Pdt.P/2016/PA.SAL,
0066/Pdt.P/2016/PA.SAL.
Berikut adalah presentase permohonan dispensasi nikah dibawah umur
pada tahun 2013
Pada tahun 2013 ada 59 pendaftar perkara sedangkan yang di tolak
hanya 1 perkara karena pemohon tidak menghadiri persidangan sehingga
dianggap gugur oleh hakim. Sedangkan alasan pemohon 29 ditengarai oleh
hamil terlebih dahulu kemudian kekhawatiran orang tua 24 dan 5 karena
pendidikan rendah. Berikut adalah tabel faktor yang melatar belakangi di
ajukanya permohonan dispensasi nikah di bawah umur pada tahun 2013:
49%
41%
8%
2%
Presentase tahun 2013
Hamil dahulu
kekhawatiran orang
tua
Pendidikan rendah
Ditolak
29 Pemohon
24 pemohon
5 Pemohon 1 Pemohon
54
Tahun 2013 Nomor perkara Alasan pemohon
0001/Pdt.P/2013/PA.SAL - Bahwa hubungan antara anak
Pemohon sudah begitu akrab dan
saling mencintai.
- Bahwa anak Pemohon II telah
hamil 2 bulan hasil hubungan
suami isteri .
- Keluarga mempelai pria sudah
melamar calon mempelai wanita
dan diterima.
0007/Pdt.P/2013/PA.SAL - Bahwa keluarga telah merestui
rencana pernikahan dan tidak ada
pihak ketiga lainnya yang
keberatan.
- Calon isteri anak Pemohon telah
hamil ± 24 minggu.
- Anak Pemohon dan calon
isterinya tidak ada larangan untuk
melakukan pernikahan.
55
0055/Pdt.P/2013/PA.SAL - Hubungan sangat erat bahkan
calon istri hamil 4 bulan.
- Kedua calon mempelai siap
membina rumah tangga dan calon
suami telah melamar pada 20
agustus 2013 dan diterima
0003/Pdt.P/2013/PA.SAL - Calon suami sudah meminang
calon pengantin perempuan sejak
tanggal 29 Desember 2012, dan
hubungan keduanya sudah
sedemikian erat.
- Kedua pihak keluarga telah
merencanakan dan sudah
merestui pernikahan.
0021/Pdt.P/2013/PA.SAL - Keluarga telah dilamar Anak
Pemohon dan diterima sejak
kurang lebih 5 bulan yang lalu
dan hubungan mereka telah
sedemikian erat.
- Kedua calon telah bekerja dan
siap membina rumah tangga.
56
0033/Pdt.P/2013/PA.SAL - Calon laki laki Sudah meminang
calon pengantin perempuan sejak
tanggal 30 Mei 2013, diterima
dan hubungan keduanya sudah
sedemikian erat.
- Orang tua khawatir terjadi hal
yang melanggar syariat sehingga
mendesak menikahkan mereka
0004/Pdt.P/2013/PA.SAL - Tingkat pendidikan calon
mempelai perempuan SD dan
calon mempelai laki laki SMP.
- Keluarga calon laki laki telah
meminang sejak desember dan
diterima pihak keluarg calon istri.
- Calon suaminya telah tidur
bersama akan tetapi belum
mengandung diterima oleh orang
tuanya.
0038/Pdt.P/2013/PA.SAL - Hubungan calon mempelai biasa-
biasa saja,tidak pernah perpergian
maupun saling menginap.
- Dalam berhubungan hanya
mengobrol, duduk berduaan, dan
57
bercanda.
- Hubungan kedua calon mempelai
tidak begitu mengkhawatirkan
sehingga tidak mendesak untuk
dilangsungkan pernikahan.
Pada tahun 2014 ada 76 pendaftar perkara sedangkan yang di tolak
hanya 5 perkara. Sedangkan alasan pemohon ditengarai oleh hamil terlebih
dahulu ada 41 pemohon kemudian kekhawatiran orang tua 24 pemohon dan
karena pendidikan rendah ada 6 pemohon. Berikut adalah presentase
permohonan dispensasi nikah dibawah umur pada tahun 2014
Berikut adalah tabel faktor yang melatar belakangi di ajukanya
permohonan dispensasi nikah di bawah umur pada tahun 2014 :
Tahun 2014 Nomor Perkara Alasan Pemohon
57% 30%
7% 6%
Presentase tahun 2014
Hamil Dahulu
Kekhawatiran
Orang tua
Pendidikan rendah
Ditolak41
Pemohon
24 Pemohon
6 Pemohon
5 Pemohon
58
0093/Pdt.P/2014/PA.SAL - Sudah meminang calon
pengantin perempuan sejak
tanggal 12 Nopember 2014
dan hubungan keduanya sudah
demikian erat
- Mereka telah berpacaran
sekitar 1 tahun dan telah
hamil 23 minggu
0095/Pdt.P/2014/PA.SAL - Sudah meminang mempelai
perempuan pada tanggal 25
Agustus 2014
- Sudah berpacaran selama 1
tahun lebih hingga hamil 3
minggu
0098/Pdt.P/2014/PA.SAL - Calon mempelai laki laki
bekerja sebagai sopir
sedangkan istri tidak bekerja
dan siap beumah tangga
- Sudah meminang calon
pengantin perempuan sejak
tanggal 01 Desember 2014,
dan hubungan keduanya sudah
demikian erat
59
- Calon mempelai perempuan
telah mengadung anak dari
hubungan pacaran mereka
0084Pdt./P2014/PA.Sal - Kedua calon telah berpacaran
selama 2 tahun dan calon
mempelai laki laki sudah
meminang pada tanggal 1
oktober 2014 dan di terima
oleh keluarga mempelai
perempuan
- Tidak ada hubungan
sepersusuan
0005/Pdt.P/2014/PA. Sal - Hubungan kedua mempelai
sangat erat bahkan pernah
pergi menginap
- Hubungan kedua mempelai
sangat mengkhawatirkan dan
mendesak untuk di
langsungkan pernikahan
0098/Pdt.P/2014/PA. Sal - Kedua calon telah berpacaran
satu setengah tahun dan
hubungan saling mencintai dan
erat
60
- Calon mempelai laki laki telah
meminang pada 7 september
2014 dan diterima oleh calon
mempelai perempuan
- Mereka telah bekerja dan siap
menjadi suami isteri
0009/Pdt.P/2014/PA.Sal - Calon mempelai laki laki
lulusan SD sedangkan
Perempuan SMP
- Calon mempelai laki laki
bekerja sebagai pedagang
sedangkan perempuan penjaga
toko dan mereka siap
membina rumah tangga
0007/Pdt.P/2014/PA.Sal - Kedua calon mempelai sama
sama setuju dan menyatakan
siap menikah serta kedua
orang tua mengizinkan
- Hubungan kedua mempelai
adalah tetangga satu kampung
00023/Pdt.P/2014/PA. Sal - Hubungan calon mempelai
biasa-biasa saja,tidak pernah
perpergian maupun saling
61
menginap
- -Dalam berhubungan hanya
mengobrol, duduk berduaan,
dan bercanda
- -Hubungan kedua calon
mempelai tidak begitu
mengkhawatirkan sehingga
tidak mendesak untuk
dilangsungkan pernikahan
0012/Pdt.P/2014/PA.SAL - Telah mendaftarkan pada
register perkara tetapi tidak
pemohon tidak hadir dan tidak
ada wali yang mewakilinya
sehingga di anggap gugur oleh
hakim pengadilan
0026/Pdt.P/2014/PA.Sal - Hubungan berpacaran kedua
calon mempelai kurang lebih 1
tahun
- Kedua calon belum bekerja
dan belum pernah melakukan
hubungan seksual
62
Pada tahun 2015 ada 68 pendaftar perkara sedangkan yang di tolak hanya
2 perkara. Sedangkan alasan pemohon yang mendominasi adalah kekhawatiran
orangtua hingga mencapai 33 pemohon, sedangkan hamil terdahulu ada 22
pemohon dan karena pendidikan rendah ada 6 pemohon. Berikut adalah
presentase permohonan dispensasi nikah dibawah umur pada tahun 2014
Berikut adalah tabel faktor yang melatar belakangi diajukanya
permohonan dispensasi nikah di bawah umur pada tahun 2015
Tahun 2015 Nomor perkara Alasan pemohon
0004Pdt.P2015PA.SAL - Calon istri Sudah siap
untuk menjadi seorang istri
dan/atau ibu rumah tangga.
Begitupun calon suaminya
sudah siap pula untuk
menjadi seorang suami
35%
52%
10%
3%
Presentase tahun 2015
Hamil terdahulu
Kekhawatiran orang tua
Pendidikan rendah
Ditolak
22 Pemohon
33 Pemohon
6 Pemohon 2 Pemohon
63
dan/atau kepala keluarga
serta telah bekerja sebagai
Buruh serabutan bahkan
telah hamil 20 minggu.
0031/Pdt.P/2015/PA.SAL - Pihak keluarga Pemohon
sudah meminang calon
pengantin perempuan sejak
tanggal 23 April 2015
- Calon isterinya telah siap
pula untuk menjadi seorang
isteri dan/atau ibu rumah
tangga bahkan telah hamil
0035/Pdt.P/2015/PASAL - Kedua calon telah
bertunangan sejak 05 Mei
2015, dan hubungan
keduanya sudah sedemikian
erat
- Calon mempelai wanita
Sudah siap untuk menjadi
seorang istri dan/atau ibu
rumah tangga (bahkan telah
hamil 3 bulan) begitupun
calon suaminya sudah siap
64
pula untuk menjadi seorang
suami atau kepala keluarga.
0001/Pdt.P/2015/PA.SAL - Calon pengantin sejak
bulan Nopember 2014 dan
hubungan keduanya sudah
demikian erat
- menjalin hubungan asmara
sejak setahun sebelum
mengajukan permohonan
dispensasi nikah
- kedua calon mempelai telah
bekerja sebagai karyawan
pabrik dan buruh kayu.
0002/Pdt.P/2015/PA.SAL - Keduanya telah
bertunangan bulan
Desember 2014 dan
hubungan keduanya sudah
sedemikian erat dan tidak
dapat di tahan lagi
- Keduanya telah bekerja
sebagai buruh dirumah
makan dan buruh proyek
0005/Pdt.P/2015/PA.SAL - keduanya telah bertunangan
65
bulan September 2014 dan
hubungan keduanya sudah
sedemikian erat
- Calon suami bekerja
sebagai buruh sedangkan
perempuan sebagai
karyawan pabrik
0020/Pdt.P/2015/PA.SAL - Pihak keluarga Pemohon
sudah meminang calon
pengantin perempuan sejak
bulan Februari 2015
- Ayah kandung telah
meninggal dunia dan Ibu
kandung pergi tidak pernah
kembali lagi
0022/Pdt.P/2015/PA.Sal - Pihak keluarga Pemohon
sudah meminang calon
pengantin perempuan sejak
tanggal 02 Februari 2015
- Keduanya telah bekerja dan
siap membina rumah
tangga
0015/Pdt.P/2015/PA.SAL - Calon suami pendidikan
66
SMP sedangkan perempuan
SD
- Calon isteri belum bekerja
dan masih ikut orang tua
sedangkan calon suami
menjadi buruh di toko
- Calon pengantin
perempuan sejak tanggal 29
Maret 2015 dan hubungan
keduanya sudah erat
0039/Pdt.P/2015/PA.Sal - Pemohon meskipun telah
dipanggil secara resmi dan
patut namun tidak datang
menghadap.
- Pemohon telah membayar
dua ratus empat puluh ribu
rupiah(Rp 240.000) atas
biaya perkara
67
Pada tahun 2016 ada 50 pendaftar perkara permohonan dispensasi nikah
sedangkan yang di tolak hanya 2 perkara. Alasan pemohon dipicu oleh hamil
terlebih dahulu ada 21 pemohon kemudian disusul oleh kekhawatiran orangtua
ada 19 pemohon atau dan karena pendidikan rendah ada 8 pemohon. Berikut
adalah presentase permohonan dispensasi nikah dibawah umur pada tahun 2016:
Berikut adalah tabel faktor yang melatar belakangi diajukanya
permohonan dispensasi nikah di bawah umur pada tahun 2016:
Tahun 2016 Nomor perkara Alasan pemohon
0011/Pdt.P/2016/PA.Sal - Keluarga Pemohon (calon
pengantin laki-laki) sudah
meminang calon pengantin
perempuan sejak tanggal 25
Desember 2015
- Calon isteri sudah hamil 8
42%
38%
16%
4%
Presentase Tahun 2016
Hamil dahulu
Khawatir orang tua
Pendidikan rendah
Ditolak
21 Pemohon 19 Pemohon
8 Pemohon
2 Pemohon
68
bulan
0013/Pdt.P/2016/PA.Sal - Calon isteri sudah hamil 5
bulan
- Keluarga Pemohon sudah
meminang calon pengantin
perempuan sejak tanggal 04
Januari 2016
0023/Pdt.P/2016/PA.Sal - Pihak keluarga Pemohon
sudah meminang calon
pengantin perempuan sejak
tanggal 25 Maret 2016
- Kedua calon mempelai telah
bekerja dan menyatakan
sanggup membina rumah
tangga
0016/Pdt.P/2015/PA.Sal - Keduanya telah bertunangan
sejak 28 Maret 2015 dan
hubungan keduanya sudah
sedemikian erat
- Calon suami telah bekerja
sebagai pedagang sedangkan
calon istri tidak bekerja
- Keduanya saling mencintai
69
dan tidak ada paksaan dari
pihak ketiga
0019/Pdt.P/2016/PA.Sal - Calon isteri telah melahirkan
anak pada tanggal 21 febuari
2016
- Keluarga Pemohon sudah
meminang calon pengantin
perempuan sejak tanggal 21
Februari 2016
0032/Pdt.P/2016/PA.Sal - Keduanya telah bertunangan
sejak 13 Maret 2016 dan
hubungan keduanya sudah
sedemikian erat
- Calon suami telah bekerja
sebagai pedgang sayur dan
penghasilan perbulan Rp
2.000.000 sedangkan calon
isteri belum bekerja
0048/Pdt.P/2016/PA.Sal - Calon memeplai laki laki
pendidikan rendah saat SMP
bekerja sebagai petani
- Penghasilan perbulan 800 ribu
- Calon pengantin telah
70
berpacaran selama satu tahun
- Sedangkan calon isteri lulus
SMP dan tidak bekerja
0066/Pdt.P/2016/PA.Sal - Hubungan calon mempelai
biasa-biasa saja,tidak pernah
berpergian maupun saling
menginap
- Dalam berhubungan hanya
mengobrol, duduk berduaan
dan bercanda
- Hubungan kedua calon
mempelai tidak begitu
mengkhawatirkan sehingga
tidak mendesak untuk
dilangsungkan pernikahan.
C. Faktor Yang Melatar Belakangi Diajukanya Permohonan Dispensasi
Nikah Di Bawah Umur
Setiap manusia memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda,
walaupun telah tertera dalam kehidupan secara normatif, dan ideal tentang
eksistensi perkawinan, bahwasanya pernikahan merupakan perjalanan yang
sangat panjang sampai akhir hayat maka sebelum berlangsung pernikahan
alangkah baiknya seorang mempersiapkan diri dalam segi apapun. Tetapi
71
dalam kenyataan yang ada banyak pula seseorang yang melangsungkan
pernikahan melompati aturan dan idealita yang berlaku. Seperti pula Undang-
undang nomor 1 tahun 1974 pasal 7 menyebutkan bahwa perkawinan dapat di
ijinkan jika pria sudah berumur 19 tahun dan wanita sudah berumur 16 tahun.
Banyak pula pelaku pernikahan dibawah umur dengan argumentasi dan latar
belakang yang berbeda. Selama penelitian di Pengadilan Agama Salatiga
penulis mendapatkan beberapa arsip putusan dispensasi nikah yang terjadi
selama tahun 2013 hingga tahun 2016, beikut adalah latar belakang pemohon
meminta dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga :
1. Hamil terlebih Dahulu
Hamil duluan menjadi mayoritas pemohon dispesasi nikah di
Pengadilan Agama Salatiga. Sepasang kekasih dalam hubungan pacaran
kadang keblabasan hingga melakukan hubungan intim layaknya suami istri
yang terjadi berulang ulang sehingga lupa akan akibat yang diterima yaitu
Hamil diuar nikah. Hal ini terjadi karena berbagai faktor yaitu landasan
anak dalam beragama kurang religius kemudian perhatian orang tua karena
si anak terlalu bebas dengan kehidupanya sedangkan orang tua sibuk dengan
pekerjaanya al hasil beberapa bulan pacaran mendapat berita bahwa si anak
sudah hamil (wawancara dengan hakim Pengadilan Agama SalatigaDrs.
Muhdi Kholil SH., M.A., M.M. 23 Januari 2016)
Dalam hal ini terjadi seperti perkara nomor
0001/Pdt.P/2013/PA.SAL,0007/Pdt.P/2013/PA.SAL,0055/Pdt.P/2013/PA.S
AL,0095/Pdt.P/2014/PA.SAL,0098/Pdt.P/2014/PA.SAL,0004Pdt.P2015PA.
72
SAL,0031/Pdt.P/2015/PA.SAL,0011/Pdt.P/2016/PA.Sal,0013/Pdt.P/2016/P
A.Sal dalam beberapa kasus ini anak pemohon calon mempelai wanita
masih dalam usia antara 13 tahun hingga 15 tahun dan anak pemohon calon
suami dalam usia 15 sampai 18 tahun. Anak pemohon I telah mencintai
anak Pemohon II dan telah berpacaran selama kurang lebih 1 tahun dan
saling mencintai, selama pacaran mereka pernah melakukan hubungan
seksual seperti suami-isteri kemudian hamil. Pada saat itu pihak pemohon
calon suami telah meminang dan diterima oleh calon mempelai wanita.
Untuk melengkapi syarat pernikahan Pemohon meminta ijin pernikahan
kepada pegawai pencatat nikah di Kantor Urusan Agama setempat namun
ditolak karena belum cukup umur dan di tunjukan untuk memohon
Dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga.
Dalam kasus diatas para pemohon telah bermusyawarah bersama
untuk melangsungkan pernikahan dengan mengajukan dispesasi nikah di
Pengadilan Agama Salatiga terlebih dahulu, karena keadan yang mendesak
dan darurat harus segera di tangani. Keadaan kandungan perempuan pun
juga semakin membesar tidak dapat di pungkiri lagi. Ketika anaknya nanti
lahir pun setidaknya mendapat identitas dengan orang tua yang menyayangi
karena jika tidak dapat memberikan dampak negatif bagi si anak di
kemudian hari.
Bagi perempuan yang belum cukup umur sangat tidak dianjurkan
untuk menikah dini, karena akan berakibat kurang baik bagi kesehatan si ibu
dan keselamatan bayi, karena tidak jarang saat kejadian seorang
73
mengandung dan melahirkan dengan selamat. Dalam kasus seperti ini hakim
tak dapat menolak dispensasi nikah, karena akan berdampak negatif lagi
buruk bagi si perempuan yang mengandung serta keluarga perempuan
karena dari pihak inilah paling banyak menanggung deritanya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam secara tersirat dijelaskan tidak
melarang pernikahan dini karena hamil diluar nikah. Hal ini terdapat dalam
pasal 53, pasal tersebut dapat di artikan bahwa undang undang negara telah
menciptakan ketentuan mengenai umur yang ideal dalam melaksanakan
perkawinan yaitu 19 (sembilan belas) tahun untuk laki laki dan 16 (enam
belas) tahun untuk perempuan tetapi hakim dalam mengabulkan dan
memutuskan permohonan dispensasi nikah telah mempertibangkan antara
kemahdaratan serta kemaslahatannya, apabila tidak memberikan dispensasi
maka yang terjadi keburukan yang lebih besar sedangkan jika dikabulkan
mengakibatkan memininmalisir kemahdaratan bagi kedua belah pihak.
2. Kekhawatiran orang tua
Masa muda merupakan masa dimana seorang anak sedang gencar
gencarnya dalam pergaulan dengan teman, secara otomatis orang tua juga
tidak selalu membatasi dalam pergaulannya. Dititik inilah seorang anak
dapat terjerumus kedalam mimpi buruk yaitu pergaulan bebas. Berpacaran
adalah hal yang biasa dilakukan oleh remaja remaja indonesia tetapi akan
menjadi boomerang yang membunuh masa muda jika salah dalam
berpacaran. Pacaran yang berlangsung selama bertahun tahun akan
menjadikan kedekatan semakin rekat begitu juga dengan keluarganya.
74
Kekhawatiran dari orang tua terhadap anak adalah hal yang wajar
dan harus terjadi sebab dengan orangtua khawatir berarti dia perhatian
terhadap anaknya apalagi dalam hal berpacaran selama beberapa tahun dan
menikahkanya. Hal ini terjadi pada beberapa putusan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Salatiga yaitu:
Perkara No 0055/Pdt.P/2013/PA.SAL, 0003/Pdt.P/2013/PA.SAL,
0021/Pdt.P/2013/PA.SAL, 0084Pdt./P2014/PA, 0098/Pdt.P/2014/PA.
Sal,0005/Pdt.P/2015/PA.SAL,0002/Pdt.P/2015/PA.SAL,0016/Pdt.P/2015/P
A.Sal, 0019/Pdt.P/2016/PA.Sal dalam kasus ini orang tua adalah pemohon
dari anak laki laki berusia 14 tahun sampai 19 tahun sedangkan usia calon
pengantin perempuan 14 sampai 15 tahun. Pemohon berencana menikahkan
anak laki lakinya dan mendatangi Pegawai Pencatat Nikah di Kantor Urusan
Agama setempat. Namun permohonan ini ditolak oleh pegawai karena si
anak belum mencapai umur. Mereka sudah menjalin cinta selama 1 tahun
bahkan ada 2 tahun. Hubunganya pun dekat karena berpacaran lama.
Menurut beberapa sumber hakim dan putusan mereka pernah dalam satu
kamar tapi belum melakukan hubungan seksual, hakim telah mencoba
menunda pernikahan tetapi pemohon tetap pada keinginannya. Calon suami
pun siap bertanggung jawab apabila terjadi hal hal yang tidak diinginkan.
Berangkat dari alasan tersebut para orang tua anak bermaksud menikahkan
anaknya takut terjadi kecelakaan atupun akan menjadi aib bagi keluarga dan
kedua calon mempelai dimasyarakat.
75
3. Pendidikan Rendah
Indonesia tingkat pendidikan masih belum memenuhi standar
negara maju lainya, meskipun pemerintah menyelenggarakan 12 tahun
wajib belajar sebagai acuan pun masih belum secara serentak 100 persen.
Mayoritas masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan sembilan tahun
belajar dikalangan perkotaan, di pedesaan hanya minoritas masyarakat yang
mampu menyekolahkan sampai bangku Sekolah Menengah Pertama.
Pada usia sekoah atau remaja seorang anak seharusnya masih
dalam pengampuan orang tua masih banyak hal yang belum di ketahui dan
akibat yang dialami masa depan karena pendidikan rendah. pada masa itu
pula mereka masih cenderung bersenang senang dengan teman sebaya,
bermain dan mencari hiburan yang diinginkan. Salah satunya adalah
mencari lawan jenis yang dia sukai hingga menjalin asmara atau berpacaran.
Apalagi pada masa kini tekhnologi informasi (TI) sangat berpengaruh besar
dalam kehidupan sehari hari, akan berdampak positif jika menggunakan
dengan bijak dan sebaliknya jika tidak bisa menggunakan dengan benar
hanya akan berdampak negatif bagi si anak seperti chatting di sosial media
dengan pacar dampak lainya cendenrung bersifat tertutup dan sulit
bersosialisasi.
Minoritas pengajuan dispensasi nikah yang terjadi dipengadilan
Agama Salatiga adalah karena faktor pendidikan rendah. Anak pemohon
mengenyam jenjang Sekolah sampai menengah Pertama dan Sekolah Dasar
saja. Anak pada usia ini yang memiliki pacar menggunakan gadgetnya
76
sebagai komunikasi. Adapun orang tua yang memandang anaknya sering
berpacaran tidak bermanfaat hanya menambah dosa dan fitnah memilih
menikahkan anaknya yang masih dibawah umur.
Seperti terjadi pada kasus nomor 0004/Pdt.P/2013 /PA.SAL,
0009/Pdt.P/2014/PA.Sal,0007/Pdt.P/2014/PA.Sal, 0015/Pdt.P/2015/PA.SAL
pemohon I mempunyai anak yang berusia 17 tahun 9 bulan dan pemohon II
mempunyai anak berumur 16 tahun 6 bulan yang meminta dispensasi nikah
di Pengadilan Agama Salatiga. Pemohon sebagai orang tua anaknya,
mempunyai alasan bahwa anaknya tidak sekolah lagi tidak ada pekerjaan
tetap sehingga menjadi beban keluarga, karena tingkat pendidikan rendah
mereka tidak mau menyekolahkan dan memfasilitasi lagi supaya mereka
lebih maju. Untuk mereka yang memiliki anak perempuan lebih baik
dinikahkan lagi meskipun umur masih dibawah umur.
Faktor ini paling sedikit jika dibandingkan dengan hamil terlebih
dahulu dan kekhawatiran orang tua.
D. Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Dispensasi Nikah Di
Pengadilan Agama Salatiga
Hakim dalam mempertimbangkan dispensasi nikah melihat dari
berbagai faktor, tetapi penulis memfokuskan di saat wawancara sebelum Ketua
Majelis menetapkan penetapan, Ketua Majelis mempunyai pertimbangan-
pertimbangan apakah permohonan tersebut dapat dikabulkan atau tidak. Yang
menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim adalah sebagai berikut:
77
1. Pertimbangan Dalam Hukum
Kelengkapan Administrasi permohonan Dispensasi nikah, adapun
syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai dengan prosudur dispensasi
penikahan dibawah umur yang berlaku di Pengadilan Agama kota Salatiga
antara lain:
a) Pihak orang tua calon mempelai yang masih dibawah umur sebagai
pemohon, mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan
Agama kota Salatiga;
b) Permohonan diajukan ke Pengadilan Agama setempat para pemohon;
c) Tidak ada larangan perkawinan antara kedua calon mempelai.
Pertimbangan hakim yang kedua dalam memutuskan penetapan
dispensasi nikah adalah dengan memperhatikan tidak ada larangan
perkawinan sesuai dengan pasal 8 Undang-Undang No 1 Tahun 1974.
Berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Drs. Moch. Rusdi, MH
memberikan penjabaran contoh kasus perkara Nomor
0011/Pdt.P/2016/PA.Sal .
1) Bahwa kedua calon tidak ada larangan dalam Menikah, karena
keduanya tidak terikat hubungan darah.
2) Keluarga Pemohon (calon pengantin laki-laki) sudah meminang calon
pengantin perempuan sejak tanggal 25 Desember 2015 Calon isteri.
3) Sudah hamil 8 bulan karena para calon telah melakukan hubungan
seksual.
78
4) Dan meminta Pengadilan Agama Kota Salatiga dalam Hal ini Hakim
Ketua Hakim, mengabulkan permohonan nikah untuk anak-anaknya.
2. Pertimbangan Hakim DiLuar Hukum.
a. Kemaslahatan dan kemudharatan Karena Hamil Dahulu
Pertimbangan hakim yang kedua adalah berdasarkan asas
maslahah mursalah. Asas kemanfaatan dalam hukum islam adalah asas
yang menyertai asas keadilan dan kepastian hukum, yaitu segala
pengambilan keputusan hukum yang ditimbang dan didasarkan pada
manfaat atau masalahat tidaknya suatu keputusan tersebut. Tentunya asas
kemanfatan ini mendasarkan pada pertimbangan-pertimbangan hakim
dalam memberikan putusan hukum agar hukum yang dihasilkan
memberikan kemanfaatan bagi para pihak yang mencari keadilan dan
masyarakat luas.
Misalnya hakim mengabulkan permohonan dispensasi umur
perkawinan pada perkara Nomor 0019/Pdt.P/2016/PA.SAL :
1) Calon isteri telah melahirkan anak pada tanggal 21 febuari 2016
2) Keluarga Pemohon sudah meminang calon pengantin perempuan
sejak tanggal 21 Februari 2016
Selain mempetimbangkan asas keadilan dan asas kepastian
hukum, Hakim harus harus mempertimbangkan aspek keamanfatan
terhadap putusan-putusan hukum yang akan ia buat, apabila hakim
mengabulkan dipensasi umur perkawinan berdasarkan kemaslahatan,
maka hakim berhak mengabulkan pemohon dan mengizinkan
79
Pemberian dispensasi umur perkawinan dalam kondisi yang sangat
mendesak, dan sangat dibutuhkan walaupun masih dibawah umur
dikarenakan dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyrakat
(keluarga pemohon) dalam kasus dispensasi umur perkawinan,
sebagaimana dijelaskan dalam pasal Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan rasa kemanfaatan hukum
bagi masyarakat, maka dengan berbagai faktor Pertimbangan Hakim
Harus Mengabulkan Permohonan Dispensasi tersebut, karena kondisi
yang sangat mendesak karena pihak orang tua pun tidak mampu lagi
mengatasi tingkah laku anak-anaknya, maka seorang hakim akan
mengabulkan permohonan para pihak yang ingin mengajukan
permohonan, demi kebaikan.
Apabila permohonan dispensasi umur perkawinan tidak
dikabulkan maka dampak yang akan ditimbulkan akan sangat besar,
di sinilah peran hakim dan sekaligus hukum dibutuhkan oleh
masyarakat dalam memberikan kemudahan dan jalan keluar yang
terbaik atas persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat itu
sendiri, karena bilamana tidak dikabulkan maka pihak orang tua akan
merasa malu melihat anak gadisnya telah hamil sebelum menikah atau
orang tua laki-lakinya telah menghamili perempuan yang bukan
istrinya, sedangkan usia mereka masih dibawah umur yang ditetapkan
Undang-Undang maka pihak orang tua akan mendapatkan tekanan dan
80
gunjingan dari orang-orang sekitar karena tidak mampu mendidik anak
anaknya.
Kaidah Fiqh yang mengandung konsep menjaga
kemaslahatan dan menolak kemudharatan adalah sejalan dengan kasus
yang terjadi di atas, kaidah fiqh lain yang digunakan sebagai
pertimbangan oleh majelis hakim dalam penetapan pengajuan
permohonan dispensasi yang mengandung konsep mashlahah mursalah
nikah adalah:
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Artinya: Menghindari kerusakan lebih utama daripada
mendatangkan kemaslahatan. (Wawancara pada hakim Pengadilan
Agama Salatiga Drs. Moch. Rusdi, MH 30 januari 2017)
b. Kemaslahatan Dan Kemuhdaratan Dalam Kekhawtairan Orang Tua
Menyangkut masalah kekhawatiran orang tua disini penulis
telah wawancara dengan hakim tentang kemaslahatan atas
kekhawatiran orang tua ada pertimbangan penyelesaian dispensasi
nikah menurut Drs. Muhdi Kholil SH., M.A., M.M diantaranya ada
tiga, kemampuan suami, kesiapan isteri jadi ibu rumah tangga dan
pertimbangan hamil diluar nikah.
Bagi calon pengantin yang tidak hamil duluan, tetapi sudah
pernah melakukan zina tapi belum hamil, menurut orang tua calon
pengantin sudah lengket, maka hal ini menjadi alasan Drs. Muhdi
Kholil SH., M.A., M.M mengabulkan dispensasi nikah itu, Drs. Muhdi
81
Kholil SH., M.A., M.M menyandarkan dengan pasal 7 ayat 2 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam, sebagai konsekuensi yuridisnya.
“ Kalau saya melihat kemaslahatan dan kemafsadatannya,
artinya tidak semua penyelesaian dispensasi nikah diterima, kalau kita
melihat orang ini tidak bisa dipisahkan lagi kalau dibiarkan dia
melakukan zina, menunggu sampai cukup umur waktunya lama lagi,
ada yang setahun, kurang dari setahun, ada lebih, selama ini orang tua
tidak bisa mengawasi lagi, istilahnya menerima dan mengabulkan
dispensasi ini bukan menyuburkan perkawinan, kita melihat keadaan
para pihak, terkadang kalau dia tidak terlalu akrab, kita melihat situasi
tidak terlalu parah umpamanya bisa saja tidak dikabulkan. Keterangan
pemohon orangtua calon pengantin yang bisa menahan rencana
pernikahan sampai cukup umur, atau para pihak masih setengah-
setengah tidak mantap” disarankan Drs. Muhdi Kholil SH., M.A., M.M
menunggu nikah di KUA secara resmi. “Jadi, kalau yang dikabulkan itu
melihat mafsadatnya. Aturan dispensasi nikah dalam buku II
Mahkamah Agung itu ditentukan bahwa umur minimal 16 tahun
perempuan, laki-laki 19 tahun, hakim melihat ini” ujar Drs. Muhdi
Kholil SH., M.A., M.M.
82
c. Kemaslahatan Dan Kemuhdaratan Karena Rendahnya Pendidikan
Walaupun Pendidikan Rendah beberapa putusan diterima dan
dikabulkan oleh Hakim Pengadilan Agama Salatiga. Menurut Drs.
Moch. Rusdi, MH usia sekolah kategori anak-anak yang ditetapkan di
undang-undang perlindungan anak lebih menentukan pada faktor
kedewasaan saja serta Hakim hanya berdasarkan keterangan saksi dan
calon mempelai. Saksi disumpah menerangkan apa yang dia ketahui,
terkadang anak ada yang umurnya masih anak anak tapi pikirannya
dewasa, walaupun pendidikanya hanya sampai Tingkat Dasar maupun
Sekolah Menengah Pertama, ada yang dewasa tapi pikirannya masih
belum dewasa, itu berdasarkan keterangan saksi, serta calon mempelai
disumpah berdasarkan apa yang disampaikannya.
Seperti yang terjadi pada kasus penetapan
Nomor0004/Pdt.P/2013/PA.SAL dari keterangan saksi bahwa tingkat
pendidikan tingkat calon mempelai perempuan SD dan calon mempelai
laki laki SMP, keluarga calon laki laki telah meminang sejak desember
dan diterima pihak keluarga calon istri.
Hakim Drs. Moch. Rusdi, MHmemandang pendidikan yang
rendah mengakibatkan pernikahan dilangsungkan agar dapat
meringankan beban orang tua bagi calon mempelai perempuan,
sedangkan calon mempelai laki laki telah bekerja dan kedua calon
mempelai siap dan akan bertanggung jawab apapun resiko dalam rumah
83
tangga esok. Orang tuanya pun sangat mendukung kedua belah pihak
untuk segera dilangsungkan pernikahan.
Drs. Moch. Rusdi, MHmensyaratkan diskresi hakim yang
ditetapkan majelis, harus dihormati para pihak, apapun bentuk hasilnya,
karena dalam penetapannya para hakim sudah menilai terlebih dahulu
dengan berbagai sebab yang saling mendukung walau akan terkesan
bertentangan dengan hati nurani.Dalam kaitan kerja tim, majelis hakim
yang terdiri atas tiga orang hakim secara bebas menentukan, baik untuk
sepakat mapun tidak sepakat dalam menyikapi dispensasi nikah. Hal ini
akan terlihat dari usaha musyawarah yang dilakukan sebelum penetapan
dan dilakukan secara kolektif kolegial.
3. Permohonan Dispensasi Nikah yang Ditolak
Suatu penetapan pengadilan yang diputus oleh hakim sebelumnya
sudah mempertimbangkan dari bukti tertulis maupun bukti saksi serta
keterangan calon mempelai itu sendiri. Calon mempelai yang belum cukup
umur dalam melaksanakan perkawinan dapat diambil keterangan yang dapat
menguatkan untuk dikabulkan permohonan dispensasinya. Namun jika
keterangan yang diperoleh tidak dapat menjadi alasan yang kuat untuk
dikabulkan, maka hakim berhak untuk menolak permohonan dispensasi
kawin yang diajukan. Seperti yang tertera pada perkara di Pengadilan
Agama Salatiga dengan nomor perkara 0038/Pdt.P/2013/PA.SAL
menyebutkan bahwa hubungan calon mempelai wanita dengan calon
mempelai pria biasa biasa saja, bila bertemu hanya mengobrol, bercanda
84
dan duduk berdua, tidak pernah berpergian maupun saling menginap dan
tidak terlalu mengkhawatirkan. Hal tersebut juga disampaikan oleh orang
tua calon mempelai serta beberapa orang saksi. Selain hal tersebut, hakim
juga mempertimbangkan bahwa calon mempelai tidak mengkhawatirkan
untuk menunda perkawinan hingga usia anak tersebut mencapai batas usia
perkawinan yang diatur dalam undang-undang serta berkeyakinan bila tidak
ada alasan yang mendesak untuk mengabulkan permohonan Pemohon,
untuk itu patut untuk ditolak.
Dari perkara dispensasi kawin yang diajukan di Pengadilan Agama
Salatiga dengan nomor perkara 0012/Pdt.P/2014/PA.SAL
0039/Pdt.P/2015/PA.Sal, tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
pertimbangan hakim dalam menolak dispensasi kawin adalah karena
pemohon tidak menghadiri persidangan dan telah dipanggil secara resmi
melalui surat dari Pengadilan Agama Salatiga, maka hakim persidangan
menyatakan gugur.
85
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Analisis Latar Belakang Pemohon Mengajukan Dispensasi Nikah di
Pengadilan Agama Salatiga
Pengadilan Agama kota Salatiga pada tahun 2013 hingga tahun 2016
menerima 253 perkara dispensasi nikah. Menurut penulis dari data penetapan
dan wawancara dengan hakim bahwa faktor yang melatar belakangi pernikahan
anak di bawah umur adalah:
Latar belakang diajukanya dispensasi nikah di Pengadilan Agama
Salatiga Nomor pertama dengan alasan pemohon adalah hamil dahulu akibat
hubungan berpacaran yang berlebihan dengan kekasihnya, sedangkan para
calon masih di bawah umur untuk melangsungkan pernikahan. Maka dari
orang tua kedua belah pihak bermusyawarah untuk melangsungkan pernikahan.
Setelah acara peminangan para calon mendaftarkan ijin nikah ke Kantor
Urusan Agama, namun di tolak karena belum cukup umur kemudian petugas
Kantor Urusan Agama merekomendasikan untuk meminta dispensasi di
Pengadilan Agama terlebih dahulu. Karena ada ketentuan yang mengaturnya
yaitu pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang nomor 1 tahun 1974. Alasan
dari segi undang undang tersebut telah mendasari faktor yang menjadi
pendorong untuk mengajukan dispensasi kawin di Pengadilan Agama.
Sedangkan batas umur perkawinan pada BAB II pasal 7 ayat (1) Undang-
undang nomor 1 tahun 1974 berbunyi Perkawinan hanya diizinkan bila pihak
86
pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah
mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
Undang Undang nomor 1 tahun 1974 telah menjelaskan bahwa batas
usia pernkiahan yang sesuai dengan pasal 7 ayat (1) sedangkan alasan
pemohon karena hamil terlebih dahulu dan umur belum mencukupi. Sejalan
dengan pasal 7 ayat 2 Undang Undang nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi
dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat diminta dispensasi
kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak
pria atau pihak wanita.
Penyimpangan yang dimaksud pada pasal tersebut yaitu tidak sesuai
batas umur perkawinan yang sudah tertera pada pasal 7 ayat (1) yaitu batas
umur perkawinan yang belum memenuhi persyaratan Bagi calon mempelai pria
yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi calon mempelai wanita yang
belum mencapai usia 16 tahun dapat mengajukan permohonan dispensasi
kawin di Pengadilan Agama.
Dalam Islam pernikahan anak di bawah umur dengan alasan hamil
dahulu telah di terangkan dalam Al Qur‟an dalam surat An Nur ayat 3 yang
berbunyi :
لى المؤمنني ل ي نكح إل زانية أو مشركة والزانية ل ي نكحها إل زان أو مشر وحرم ذلك ع الزان
Laki-laki yang berzina tidak mengawini kecuali perempuan yang
berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak
dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan
yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.
87
Dari sini penulis dapat menyimpulkan bahwa pernikahan di bawah
umur dengan alasan hamil dahulu boleh karena terdapat Undang Undang yang
menjadi legalitas penyimpangan batasan umur menikah, kemudian dalam kaca
mata Islam kejadian tersebut seorang yang berzina haram baginya menikah
dengan orang mukmin atau tidak berzina maka dari itu zina merupakan
perbuatan dosa besar serta aib bagi keluarga yang apabila tidak di hentikan
akan berjalan terus menerus maka dari itu dengan cara melangsungkan
pernikahan antara kedua belah pihak atau bertaubat serta akan menimbulkan
dampak yang positif kepada keluarga pemohon, dengan ketentuan calon suami
akan bertanggung jawab penuh terhadap hak istri dan anaknya.
Alasan yang kedua sebab kekhawatiran orang tua, seorang remaja
merupakan masa bahagia mengenal dunia luar, teman yang belum pernah di
temui termasuk lawan jenis. dorongan seksual berupa ketertarikan kepada
lawan jenis adalah sesuatu yang wajar dan normal. Namun berbeda hal nya
apabila anak atau remaja mulai mengenal pacaran, bahkan ketika masih berusia
14 tahun ia sudah mengenal pacaran tentu orang tua akan kawatir dan berusaha
untuk melarangnya.Tapi diluar rumah orang tua tidak bisa mengontrol seorang
anak karena sering kali di sibukkan dengan pekerjaan sehingga kontrol
terhadap anak tak bisa dilakukan. Seperti yang terjadi pada beberapa perkara
dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga. Seorang remaja berpacaran
selama 1 hingga 2 tahun dan hubungan mereka sangat lengket, Orang tua
khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak di inginkan atau melanggar syari‟at
agama. Lalu kedua belah pihak keluarga musyawarah untuk melangsungkan
88
pernikahan namun ada kendala saat akan melangsungkan pernikahan karena di
tolak oleh Pegawai Kantor Urusan Agama sehingga mereka harus mengajukan
permohonan dispensasi nikah terlebih dahulu kepada pejabat yang berwenang
atau di Pengadilan Agama setempat.
Sejalan dengan pasal 7 ayat 2 Undang Undang nomor 1 tahun 1974
yang berbunyi dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat diminta
dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang
tua pihak pria atau pihak wanita. Dalam hukum Islam pernikahan di bawah
umur karena kekhawatiran telah di terangkan dalam kewajiban orang tua
terhadap anaknya bukan hanya mencarikan nafkah dan memberinya pakaian,
atau kesenangan-kesenangan yang sifatnya duniawi, tetapi lebih dari itu orang
tua harus mengarahkan anak-anaknya untuk mengerti kebenaran, mendidik
akhlaqnya, memberinya contoh yang baik-baik serta mendoakannya. Sesuai
dengan Firman Allah SWT :
شداد ياي ها الذين امن وا ق وآ ان فسكم و اىليكم نارا وق ودىا الناس و احلجارة علي ها ملئك ل ة .مرون ل ي عصون اهلل مآ امرىم و ي فعلون ما ي ؤ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai (perintah) Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan (QS. At-Tahrim : 6).
Selain uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa pernikahan anak di
bawah umur karena kekhawatiran orang tua boleh karena adanya pasal 7 ayat 2
Undang Undang nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi dalam hal penyimpangan
dalam ayat (1) pasal ini dapat diminta dispensasi kepada Pengadilan atau
89
pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.
Serta dalam pandangan islam hal tersebut merupakan keputusan akhir untuk
menghindari anak dari dosa dalam berpacaran, dari pada harus menunggu
kemapanan ekonomi, kewajiban orang tua salah satunya adalah menikahkan
anaknya pada saat seperti itulah waktu yang tepat untuk menikahkan.
Latar belakang ketiga di ajukan dispensasi nikah karena faktor
Rendahnya Pendidikan. Pernikahan anak di bawah umur membuat anak
kehilangan kesempatan untuk belajar (sekaligus bermain) di sekolah bersama
teman sebaya. Anak juga kehilangan masa-masa dimana mereka seharusnya
bisa mendapat lebih banyak pengalaman dalam hidup. Ada pepatah
mengatakan bahwa anak adalah harapan terbesar orang tua. Praktik pernikahan
anak adalah salah satu proses meniup api harapan tersebut. Namun pada
kenyataanya bahwa masih ada pernikahan di bawah umur seperti yang terjadi
pada kasus dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga.
Dari data putusan yang telah penulis baca bahwa ada beberapa anak
yang putus sekolah lalu menikah. Salah satu faktor yang menengarai adalah
karena rendahnya pendidikan dari orang tuanya. Kesadaran terkait pentingnya
pendidikan serta keterbatasan finansial dalam membiayai sekolahmenjadi
kendala mereka. Pada usia tersebut waktu yang digunakan menjadi tidak
produktif karena tidak ada media pembelajaran dan belum bekerja, akhirnya
hanya membantu orang tua dirumah atau di sawah. Karena orang tua tingkat
pendidikan rendah mereka tidak mau menyekolahkan dan memfasilitasi lagi
supaya mereka lebih maju. Untuk mereka yang memiliki anak perempuan lebih
90
baik dinikahkan meskipun umur masih dibawah umur agar beban orang tua
berkurang. Pemohon sebagai orang tua menyatakan bahwa ijin nikahnya
mendapat surat penolakan dari Kantor Urusan Agama karena belum cukup
umur sehingga harus mengajukan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan
Agama Salatiga.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Undang-undang Nomor
1 tahun 1974 menjelaskan bahwa batas umur usia perkawinan sedangkan
dalam syari‟at Islam tidak menentukan batas, hanya membolehkan setelah
baligh. Kemudian adanya pengecualian pernikahan karena batasan umur
sesuai pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi
dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat diminta dispensasi
kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak
pria atau pihak wanita ini di perbolehkan dalam menetapkan putusan, akan
tetapi pernikahan dengan alasan pendidikan rendah menurut penulis kurang
sepakat untuk di perolehkan karena ada pertimbangan yang menurut penulis
jauh lebih penting dengan mengambil dasar dari Al Qur„an sesuai Firman
Allah SWT dalam Surat Al-Mujadalah ayat 11 :
.ي رفع اهلل الذين ءامنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات
Artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan(QS.Al-Mujadalah:11)
Serta dalam hadist nabi yang artinya: “mencari ilmu adalah
diwajibkan bagi setiap muslim laki-laki dan wanita dari mulai lahir sampai ke
liang lahat” dapat di relevansikan dengan negara indonesia yaitu wajib belajar
91
12 tahun. Menurut penulis faktor pendidikan rendah sebagai alasan dispensasi
nikah tidak boleh karena pentingnya untuk memajukan budi pekerti, pikiran
serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup
dan menghidupkan anak anaknya kelak yang selaras dengan alam dan
masyarakatnya.
B. Analisis Pertimbangan Hakim dalam Penetapan Dispensasi Nikah di
Bawah Umur di Pengadilan Agama Salatiga.
1. Pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah
Permohonan dispensasi kawin yang diajukan di Pengadilan Agama
yang diminta merupakan keinginan pemohon yang mengharapkan kepastian
hukum atas perkawinan yang akan dilaksanakannya. Tentunya harus melihat
bukti tertulis maupun bukti saksi atau keterangan dari pemohon tersebut.
Sesuai pernyataan yang disampaikan Bapak Drs. Moch. Rusdi, MH selaku
hakim Pengadilan Agama dapat disimpulkan bahwa pertimbangan hakim
dalam mengabulkan permohonan dispensasi kawin meliputi :
1. Calon mempelai sudah siap baik secara mental maupun fisik
2. Sudah menjalani tes kesehatan
3. Segi postur tubuh sudah menunjukkan kedewasaan, sudah dewasa dalam
hal materi atau penghasilan yang sudah memadai
4. karena desakan orang tua
5. Hamil sebelum nikah sehingga harus mendesak untuk dilangsungkan
suatu pernikahan
92
Ketentuan tentang batas umur bagi seorang untuk dapat
melangsungkan pernikahan sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat (1)
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 dimaksudkan agar calon mempelai
telah masak jiwa raganya supaya tujuan perkawinan dapat terwujud
secara baik dan tidak berakhir dengan perceraian, serta memperoleh
keturunan yang sehat.
Tentang keadaan telah masak jiwa dan raganya bagi seseorang
tidaklah hanya ditentukan oleh faktor umur semata, akan tetapi dapat
juga ditentukan oleh faktor-faktor lainnya, seperti fisik seseorang, faktor
pendidikan, keadaan ekonomi, keluarga, alam sekitar dan budaya
setempat. Dalil-dalil pada penetapan tersebut telah menyebutkan calon
mempelai laki-laki telah mempunyai pekerjaan mendapatkan suatu
penghasilan. Hal ini menunjukkan bahwa calon mempelai laki-laki
tersebut secara ekonomi, fisik dan mental telah siap untuk
melangsungkan pernikahan. Segi ekonomi menunjukkan laki-laki
tersebut telah siap menjalani rumah tangga.
Kedua, calon mempelai juga beragama Islam dan tidak ada
hubungan nasab, hubungan semenda maupun susuan serta hal-hal yang
dapat menghalangi dilangsungkannya pernikahan serta hubungan cinta
antara calon suami dengan calon istrinya telah sedemikian eratnya dan
keduanya telah berpacaran selama 1 tahun, bahkan 2 tahun telah
bertunangan, dan keduanya sering pergi berduaan. Maka sangat beralasan
tentang keinginan orang tua calon mempelai segera menikahkan anaknya.
93
Selain itu, permohonan pemohon telah diajukan sesuai ketentuan hukum
yang berlaku dan permohonan tersebut cukup beralasan, maka
permohonan pemohon tersebut patut untuk dikabulkan.
Pertimbangan hakim dalam mengabulkan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Salatiga karena calon mempelai sudah siap lahir batin
untuk melaksanakan perkawinan, calon mempelai mempunyai
kekhawatiran akan terjadi pelanggaran norma agama jika tidak segera
menikah, calon mempelai sudah dewasa serta secara ekonomi
mempunyai penghasilan tetap yang kelak siap untuk menjalani rumah
tangga.
Adanya keterangan yang menyebutkan bahwa pemohon
dispensasi yang sudah hamil, namun usianya belum sesuai dengan pasal
7 ayat (1) undang-undang nomor 1 tahun 1974 maka alasan ini dapat
menjadi salah satu faktor yang kuat dalam mengabulkan permohonan
dispensasi kawin tersebut. Hal serupa juga tersalin pada BAB II pasal 53
Kompilasi Hukum Islam Pasal 53 ayat (1) menyebutkan bahwa Seorang
wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya. Sedangkan ayat (2) menyebutkan bahwa Perkawinan
dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan
tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dan ayat (3)
menyebutkan dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita
hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahir. Pada pasal tersebut telah dijelaskan bahwa seseorang yang hamil
94
diluar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya dan
tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan demikian
Kompilasi Hukum Islam sejalan dengan pertimbangan hakim dalam
mengabulkan permohonan dispensasi kawin tersebut.
Hal ini hakim juga mengemukakan yang terdapat di dalam
Qoiddah Fiqhiyyah yang berbunyi :
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Artinya: Menghindari kerusakan lebih utama dari pada
mendatangkan kemaslahatan.
Kaidah ini kemudian disempurnakan dengan kaidah lain yang
dianggap penting :
1) kerusakan yang kecil diampuni untuk memperoleh kemaslahatan yang
lebih besar
2) kerusakan yang bersifat sementara diampuni demi kemaslahatan yang
sifatnya berkesinambungan
3) kemaslahatan yang sudah pasti tidak boleh ditinggalkan karena ada
kerusakan yang baru diduga adanya
Pada kondisi tersebut, calon mempelai yang melakukan nikah
hamil, tentunya kelak akan melahirkan anak yang mempunyai
orangtua. Nasib anak tersebut hendaknya menjadi tanggung jawab
dari kedua orang tuanya. Kedua orang tua mendampingi anak tersebut
dan bertanggung jawab secara materiil hingga anak tersebut menjadi
dewasa. Adanya keadaan yang demikian, maka dapat menjadi
95
pertimbangan hakim dalam mengabulkan dispensasi tersebut. Selain
dari kondisi calon mempelai yang bersangkutan.
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari uraian di atas maka
pertimbangan hakim dalam mengabulkan dispensasi kawin yaitu
karena calon mempelai sudah siap lahir batin untuk melaksanakan
perkawinan, calon mempelai wanita sudah hamil diluar nikah
sehingga mendesak untuk dinikahkan, calon mempelai mempunyai
kekhawatiran akan terjadi pelanggaran norma agama jika tidak segera
menikah, calon mempelai sudah dewasa serta secara ekonomi
mempunyai penghasilan tetap yang kelak siap untuk menjalani rumah
tangga.
2. Pertimbangan Hakim Dalam Menolak Permohonan Dispensasi Nikah
Suatu penetapan pengadilan yang diputus oleh hakim sebelumnya
sudah mempertimbangkan dari bukti tertulis maupun bukti saksi serta
keterangan calon mempelai itu sendiri. Calon mempelai yang belum cukup
umur dalam melaksanakan perkawinan dapat diambil keterangan yang dapat
menguatkan untuk dikabulkan permohonan dispensasinya. Namun jika
keterangan yang diperoleh tidak dapat menjadi alasan yang kuat untuk
dikabulkan, maka hakim berhak untuk menolak permohonan dispensasi
nikah yang diajukan. Seperti yang tertera pada perkara di Pengadilan Agama
Salatiga dengan nomor perkara 0038/Pdt.P/2013/PA.SAL menyebutkan
bahwa hubungan calon mempelai wanita dengan calon mempelai pria biasa-
biasa saja, bila bertemu hanya mengobrol, bercanda dan duduk berdua, tidak
96
pernah berpergian maupun saling menginap dan tidak terlalu
mengkhawatirkan. Hal tersebut juga disampaikan oleh orang tua calon
mempelai serta beberapa orang saksi. Selain hal tersebut, hakim juga
mempertimbangkan bahwa calon mempelai tidak mengkhawatirkan untuk
menunda perkawinan hingga usia anak tersebut mencapai batas usia
perkawinan yang diatur dalam undang-undang serta berkeyakinan bila tidak
ada alasan yang mendesak untuk mengabulkan permohonan Pemohon,
untuk itu hakim patut untuk ditolak.
Dari dalil-dalil yang disebutkan di atas maka keterangan yang
diperoleh dari calon mempelai dan bukti saksi maka terdapat alasan yang
menyebutkan adanya penolakan tersebut bagi calon mempelai yang
permohonan dispensasinya ditolak oleh hakim, diharapkan agar calon
mempelai mempunyai bekal dulu sebelum melaksanakan perkawinannya.
Diantaranya diharapkan agar calon mempelai kelak menjaga kelangsungan
hubungan antara keduanya di waktu yang akan datang, keduanya
mempunyai kematangan jiwa raga, dan tidak diharapkan anak yang
dihasilkan dari perkawinan tersebut menjadi korban dari kekurang matangan
mental dari kedua orang tuanya.
Demikian kesimpulan dari data diatas pertimbangan hakim dalam
memutus dispensasi nikah dibawah umur menurut Undang-undang nomor 1
tahun 1974. Pertimbangan hakim dalam mengabulkan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Salatiga yaitu karena calon mempelai sudah siap lahir
batin untuk melaksanakan perkawinan, calon mempelai mempunyai
97
kekhawatiran akan terjadi pelanggaran norma agama jika tidak segera
menikah, calon mempelai sudah dewasa serta secara ekonomi mempunyai
penghasilan tetap yang kelak siap untuk menjalani rumah tangga, calon
mempelai wanita sudah hamil diluar nikah sehingga mendesak untuk
dinikahkan. Sedangkan pertimbangan hakim dalam menolak dispensasi
nikah di Pengadilan Agama Salatiga yaitu karena hubungan calon mempelai
biasa-biasa saja, belum mempunyai kesiapan mental serta tidak ada hal yang
mengkhawatirkan untuk segera dinikahkan.
98
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari BAB I hingga BAB IV penulis dapat
menyimpulkan bahwa:
1. Faktor faktor yang melatar belakangi diajukanya dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Salatiga selama tahun 2013 hingga tahun 2016 adalah
hubungan pacaran yang keterlaluan hingga hamil terlebih dahulu sebelum
nikah secara sah, rendahnya pendidikan dalam usia remaja menjadikan
remaja kurang aktifitas produktif dan kekhawatiran orang tua atas hubungan
pacaran si anak tidak bisa di tawar lagi, kekhawatiran orang tua terhadap
anak yang sudah berpacaran lama, dan telah di pinang serta kesadaran
pentingnya pendidikan di lingkungan masyarakat.
2. Dasar yang digunakan hakim Pengadilan dalam menetapkan dispensasi
nikah adalah pasal 7 ayat 2 undang undang perkawinan sertaKompilasi
Hukum Islam Pasal 53 ayat (1). Sedangkan yang menjadi dasar fiqiyah
pertimbangan hakim adalah demi tercapainya kemaslahatan dan mengurangi
kemahdaratan yang melihat kepada keadilan kesejahteraan masyarakat.
Dasar hakim menolak permohonan dispensasi nikah kesiapan calon belum
matang dari segi fisik, mental dan ekonomi, hubungan tidak begitu
mengkhawatirkan untuk segera dinikahkan.
99
B. Saran
Berkaitan dengan maraknya permohonan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Salatiga selama tahun 2013 hingga tahun 2016 penulis
menyampaikan saran saran sebagai berikut :
1. Memperkenalkan ajaran agama sejak dini, sehingga akan menjauhkan anak
dari hal-hal yang kurang baik memberikan kesempatan kepada anak untuk
memperoleh pendidikan, mengupayakan untuk terus mendorong pendidikan
dasar 12 tahun, pengetatan administrasi perkawinan di Kantor Urusan
Agama atau catatan sipil.
2. Hakim dalam persidangan penetapan Dispensasi Nikah lebih selektif dalam
memberikan dispensasi sehinga faktor faktor yang menengarai pernikahan
dini kecuali dalam keadaan sangat darurat dapat dipersempit.
3. Pemerintah atau lembaga yang terkait memberikan sosialisasi Undang
Undang Perkawinan yang diharmonisasikan dengan Undang Undang
Perlindungan Anak kepada warga terhadap bahaya pernikahan dini dan
dampak negatif pernikahan dini yang akan dihadapi dimasa depan dan yang
terakhir.
4. Elemen masyrakat tokoh tokoh, Lembaga Sosial Masyarakat serta
pemerintah secara serentak serius dalam menanggapi masalah pernikahan
dibawah umur Sehingga nantinya dapat berjalan masif dan membudaya
dimasyarakat.
100
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 1992. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Akademik
Presindo.
Ahrum, Hoerudin. 1999. Pengadilan Agama (Bahasan Tentang Pengertian,
Pengajuan Perkara dan Kewenangan Pengadilan Agama Setelah
Berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama). Bandung:Citra Aditya Bakti.
Dian Luthfiyati. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan III. Jakarta:
Rineka Cipta.
Departemen Agama RI. 1998. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta:CV. Atlas.
Fadhillah, Muhammad. 2014. Menikah itu Indah. Yogyakarta: CV. Solusi
Distribusi.
Hadikusuma, Hilman. 1990. Hukum Perkawinan Indonesia, Cet. I. Bandung:
Mandar Maju.
Hamami, Taufik. 2013. Peradilan Agama dalam Reformasi Hakim di Indonesia.
Jakarta: PT. Tata Nusa.
Hilman, Hadikusuma. 2003. Hukum Perkawinan Indonesia menurut
Perundangan, Hukum Adat dan Hukum Agama. Bandung:Mandar Maju.
Hosen, Ibrahim, 1971, Fiqh Perbandingan dalam Masalah Nikah, Talak dan
Rujuk. Jakarta:Ihya Ulumudin.
Komariah, 2002. Hukum Perdata. Malang:UPT. UMM Pres.
101
Lily Ahmad. 2008. Metodologi Riset Keperawatan. Cetakan I. Jakarta:
Infomedika.
Matlub, Abdul Majid Mahmud. 2005. Panduan Hukum Keluarga Sakinah. Solo:
Era Intermedia.
Mertokusumo, Sudikno. 2002. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta:
Sinar Grafika.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia. Bandung:PT Citra Aditya
Bakti
Moleong, L. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja
Rosdakary.
M. Hariwijaya. 2004. Tata Cara Adat Pernikahan Jawa. Yogajakarta:Hanggar
Kreator.
Ramulyo, Mohammad Idris. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta:Bumi
Aksara.
Ramulyo, M.Idris. 1996. Hukum Perkawinan Islam (suatu analisis dari UU No.1
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam). Jakarta:Bumi Aksara.
Rasyid, Roihan. 1990. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada.
Rusli, An R. Tama. 1984. Perkawinan antar agama dan masalahnya. Bandung:
Shantika Dharma.
R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio. 1996. Kamus Hukum. Jakarta:PT. Pradnya
Paramitha.
Saleh,K.Wantjik. 1976. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta:Ghalia Indonesia.
102
Shihab , Quraish, M. 1996. Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan.
Subekti, R dan Tjitrosudibio, R. 1999. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Jakarta:PT. Pradnya Paramita.
Sudarsono. 2005. Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta:PT Rinneka Cipta.
Wirjono, Prodjodikoro. 1974. Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung:Sumur.
Wawancara dengan Drs. Muhdi Kholil SH., M.A., M.M senin, 23 januari 2017.
Di kantor hakim Pengadilan Agama kota Salatiga
Wawancara dengan Drs. Moch. Rusdi, MH senin, 30 januari 2017. Di kantor
hakim Pengadilan Agama kota Salatiga
https://almanhaj.or.id/2099-hamil-di-luar-nikah-dan-masalah-nasab-anak-
zina.html. Akses: 14 Febuari 2017
http://www.kompasiana.com/ekanovias/melihat-dampak-negative-dan-positive-
pernikahan-dini_552025208133115c719de36c Akses: 25 Februari 2017
103
Daftar Perkara Di Pengadilan Agama Salatiga Pada Tahun 2013
Daftar perkara di Pengadilan agama salatiga pada tahun 2014
Daftar Perkara Di Pengadilan Agama Salatiga Pada Tahun 2015
104
Daftar Perkara Di Pengadilan Agama Salatiga Pada Tahun 2016
105
Saat wawancara dengan hakim pengadilan agama salatiga bapak Drs. Moch.
Rusdi, MH
Saat wawancara dengan hakim pengadilan agama salatiga bapak Drs. Muhdi
Kholil SH., M.A., M.M