PENGARUH ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR, KOMITMEN
ORGANISASIONAL, DAN STRESS KERJA TERHADAP TURNOVER INTENTION
DENGAN KEPUASAN KERJA (Studi Kasus : PT PERTAMINA BINA MEDIKA)
Fera Nelfianti
ANALISIS PERSEPSI KONSUMEN DAN HARGA KENDARAAN TERHADAP
PAJAK PPnBM PEMBELIAN MOBIL
(Studi Kasus Pada PT Otto Multifinance Bekasi)
Kurniawan Prambudi Utomo
ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP UPAYA
PENINGKATAN KEPUASAN PELANGGAN PADA PENGUNA JASA
PT. TIKI JNE CABANG DEPOK
Nurvi Oktiani1
Iis Apriyanti2
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA PENCEGAHAN RISIKO
KREDIT PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT
Wangsit Supeno
ANALISIS PENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA MELALUI PROGRAM
PELATIHAN (Studi Kasus: BLK Kelurahan Malakasari Jakarta Timur)
Slamet Heri Winarno
ANALISIS PENGARUH PEMBERIANKOMPENSASI TERHADAP MOTIVASI
KERJA PADA KARYAWAN PT KAI COMMUTER JABODETABEK
Rani Kurniasari
ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PADA PERUSAHAAN RITEL BEESHOP
CIANJUR
Ety Nurhayaty
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN STRATEGIK PERUBAHAN PADA LPK
SUCCESS BOGOR
Vina Islami
PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP
KINERJA OJEK ONLINE (Studi Kasus : Pengguna Transportasi GO-JEK)
Ana Ramadhayanti
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT
PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PASAR REBO JAKARTA TIMUR
Bilgah
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... iii
PENGARUH ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR, KOMITMEN
ORGANISASIONAL, DAN STRESS KERJA TERHADAP TURNOVER INTENTION
DENGAN KEPUASAN KERJA (Studi Kasus : PT PERTAMINA BINA MEDIKA)
Fera Nelfianti ............ ..................................................................................................... . 103
ANALISIS PERSEPSI KONSUMEN DAN HARGA KENDARAAN TERHADAP
PAJAK PPnBM PEMBELIAN MOBIL (Studi Kasus Pada PT Otto Multifinance
Bekasi)
Kurniawan Prambudi Utomo ... ....................................................................................... 119
ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP UPAYA
PENINGKATAN KEPUASAN PELANGGAN PADA PENGUNA JASA
PT. TIKI JNE CABANG DEPOK
Nurvi Oktiani1 Iis Apriyanti
2 ....................................................................... ................... 127
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA PENCEGAHAN RISIKO
KREDIT PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT
Wangsit Supeno .............................................................................................................. 137
ANALISIS PENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA MELALUI PROGRAM
PELATIHAN (Studi Kasus: BLK Kelurahan Malakasari Jakarta Timur)
Slamet Heri Winarno ...................................................................................................... 148
ANALISIS PENGARUH PEMBERIANKOMPENSASI TERHADAP MOTIVASI
KERJA PADA KARYAWAN PT KAI COMMUTER JABODETABEK
Rani Kurniasari ...................................................................................... ......................... 156
ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PADA PERUSAHAAN RITEL BEESHOP
CIANJUR
Ety Nurhayaty ................................................................................................................. 164
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN STRATEGIK PERUBAHAN PADA
LPK SUCCESS BOGOR
Vina Islami ..................................................................................................................... 171
PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP
KINERJA OJEK ONLINE (Studi Kasus : Pengguna Transportasi GO-JEK)
Ana Ramadhayanti ......................................................................................................... 178
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT
PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PASAR REBO JAKARTA TIMUR
Bilgah ....... ...................................................................................................................... 186
Indeks Subjek
Indeks Penulis
Riwayat Hidup Penulis
Pedoman Penulisan Jurnal Ilmiah
PENGARUH ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR, KOMITMEN ORGANISASIONAL,
DAN STRESS KERJA TERHADAP TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA
(Studi Kasus : PT PERTAMINA BINA MEDIKA)
Fera Nelfianti
ANALISIS PERSEPSI KONSUMEN DAN HARGA KENDARAAN TERHADAP PAJAK PPnBM
PEMBELIAN MOBIL (Studi Kasus Pada PT Otto Multifinance Bekasi)
Kurniawan Prambudi Utomo
ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP UPAYA PENINGKATAN
KEPUASAN PELANGGAN PADA PENGUNA JASA PT. TIKI JNE CABANG DEPOK
Nurvi Oktiani1 Iis Apriyanti
2
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA PENCEGAHAN RISIKO KREDIT PADA
BANK PERKREDITAN RAKYAT
Wangsit Supeno
ANALISIS PENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA MELALUI PROGRAM PELATIHAN
(Studi Kasus: BLK Kelurahan Malakasari Jakarta Timur)
Slamet Heri Winarno
ANALISIS PENGARUH PEMBERIANKOMPENSASI TERHADAP MOTIVASI KERJA PADA
KARYAWAN PT KAI COMMUTER JABODETABEK
Rani Kurniasari
ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PADA PERUSAHAAN RITEL BEESHOP CIANJUR
Ety Nurhayaty
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN STRATEGIK PERUBAHAN PADA LPK SUCCESS
BOGOR
Vina Islami
PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP KINERJA
OJEK ONLINE (Studi Kasus : Pengguna Transportasi GO-JEK)
Ana Ramadhayanti
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT PADA
KANTOR PELAYANAN PAJAK PASAR REBO JAKARTA TIMUR
Bilgah
Vol. VIII No.2 September 2016
WIDYA CIPTA
Pelindung
Yayasan Bina Sarana Informatika
Penanggung Jawab
Direktur Akademi Sekretari dan
Manajemen BSI Jakarta
Staff Ahli
Prof. Dr. Ir. Kaman Nainggolan, MS
Dr. Mochamad Wahyudi, MM, M.Kom,
M.Pd
Dahlia Sarkawi, M.Pd
Suparman HL, S.Sos, M.Si
Sriyadi, M.Kom
Pimpinan Redaksi
Slamet Heri Winarno, SE, MM
Dewan Redaksi
Idah Yuniasih, M.Pd
Fera Nelfianti, SE, MM
Tata Usaha/Kesekretarisan
Nurul Afni, M.Kom
Penerbit
Akademi Sekretari dan Manajemen
BSI Jakarta
Alamat Redaksi
Akademi Sekretari dan Manajemen
BSI Jakarta
Jl. Jatiwaringin Raya No.18
Jakarta Timur
Telp : 021-8462039
Fax.021- 8462050
http://www.bsi.ac.id
e-mail: [email protected]
ISSN: 1411-8729
PENGANTAR REDAKSI
Salah satu parameter yang digunakan untuk menilai
suatu penerbitan berkala adalah dengan keseriusan seluruh
Dewan Redaksi, yakni adanya kesinambungan
menerbitkan sesuai dengan komitmen kami untuk
memberikan yang terbaik buat para pembaca, maka Jurnal
Widya Cipta ini kami usahakan selalu hadir sesuai dengan
skala waktu yang telah diprogramkan.
Redaksi setiap saat menerima sumbangan naskah
berupa artikel, hasil penelitian atau karya ilmiah yang
belum pernah dipublikasikan di media lain. Fokus tulisan
pada jurnal ini pada perkembangan manajemen, sosial,
kesekretarisan, ekonomi, bisnis, dll.
Pada edisi ini redaksi berhasil menerbitkan Jurnal
Widya Cipta Edisi Volume 8 No. 2 bulan September
2016. Akhirnya, Redaksi mengucapkan terima kasih
kepada para penulis dan peneliti yang telah berpartisipasi
dalam penerbitan Jurnal Widya Cipta edisi ini.
Semoga Jurnal Widya Cipta kali ini dapat memenuhi
khasanah ilmu pengetahuan bagi civitas akademika
Akademi Sekretari dan Manajemen BSI Jakarta serta
masyarakat pada umumnya.
Wassalam,
Redaksi
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
103
PENGARUH ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR,
KOMITMEN ORGANISASIONAL, DAN STRESS KERJA TERHADAP
TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA
(Studi Kasus : PT PERTAMINA BINA MEDIKA)
Fera Nelfianti
Program Studi Manajemen Administrasi
Akademi Sekretari dan Manajemen BSI Jakarta
ABSTRACT
This Research aims to determine the effect of Organizational Citizenship Behavior,
Organizational Commitment , Job Stress on Turnover Intention with job satisfaction as an
intervening variable. This research was conducted at PT Pertaina Bina Medika ( Pertamedika ) .
This study population is employees working in PT Pertamedika which amounted in 2629 with a
sample size of 97 people. The method used is the method of questionnaires that have been tested
for validity and reliability as well as using path analysis techniques ( Path Analysis) to
quantitatively calculating with SPSS 18.0 for Windows.Results of this study prove that there is a
positive and significant influence simultant between Organizational Citizenship Behavior,
Organizational Commitment, Job Stress on Intention Turnover amounted to 31.4%, not a
significant difference between OCB Intention Turnover amounted to 0.01%, a significant
difference between Organizational Commitment to turnover intention amounted to 15.36%, a
significant difference between Job Stress on turnover intention of 6.15%, a significant difference
between job satisfaction on turnover intention by 5.56%. Then there is significant influence
between OCB on Job Satisfaction 46.5%, There are effects of organizational commitment on Job
Satisfaction of 0.29% and no significant difference between Job Stress on Job Satisfaction 0.77.
Then there is a positive and significant influence Simultant between Organizational Citizenship
Behavior, Organizational Commitment, Job Stress on the job satisfaction of 46.3%.
Keywords: Job Stress, Job Satisfaction, Organizational Citizenship Behavior, Organizational
Commitment, Turnover Intention
I. PENDAHULUAN
Turnover karyawan telah banyak
dipelajari sebagai fenomena. Sangat banyak
literatur yang menyebabkan karyawan keluar
dari organisasi secara sukarela yang telah
diteliti sejak tahun 1950 dan semua faktor yang
diteliti memiliki dampak negatif, seperti
kepuasan kerja, komitmen organisasi,
kepercayaan organisasi. Studi yang dilakukan
pada sektor finansial di Amerika Serikat
dan menemukan sebuah komposisi nilai dari
OCB terhadap karyawan menghasilkan
bahwa OCB berpengaruh terhadap keinginan
keluar (Lee et al., 2004; Khalid & Ali, 2005
dalam Triyanto dan Santosa 2009).
Penyebab lain dari adanya keinginan
berpindah karyawan adalah menurunnya
tingkat komitmen organisasi dari karyawan.
Dalam penelitian Meyer et al., (1993) dalam
Witasari (2009:21) ditunjukkan bahwa
peningkatan komitmen berhubungan dengan
peningkatan produktivitas dan Turnover yang
semakin rendah. Komitmen adalah salah satu
aspek penting dari filosofi human resources
management (HRM). Pengertian komitmen itu
sendiri berkembang tidak lagi sekedar
berbentuk kesediaan karyawan menetap di
organisasi dalam jangka waktu lama, tetapi
lebih dari itu, karyawan mau memberikan yang
terbaik dan bahkan bersedia untuk bersikap
loyal terhadap organisasi. Apabila kepuasan
kerja lebih merefleksikan respon seorang
pekerja terhadap pekerjaan atau beberapa aspek
dalam pekerjaannya dimana aktivitas harian
mungkin akan mempengaruhi tingkat kepuasan
kerja, maka komitmen organisasi bersifat lebih
luas, yaitu mencerminkan respon afektif
seorang pekerja kepada organisasi secara
keseluruhan (DeMicco dan Reid, 1988) dalam
Witasari ,(2009:20).
Ada banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan karyawan. Pada
perusahaan yang baru mencapai tingkat
survival, faktor yang paling signifikan
biasanya adalah Komitmen dan Tingkat stress
kerja Pada perusahaan yang mencapai
tingkat development, faktor promosi atau
jalur karir merupakan salah satu faktor yang
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
104
sangat mempengaruhi. Sedangkan pada
perusahaan dengan kinerja bagus dan bertaraf
kelas dunia, faktornya bisa lebih panjang lagi
mulai dari penyelesaian keluhan karyawan,
persepsi sampai kepada konseling dan jam
kerja yang fleksibel (Syafrizal, 2011).
Seperti yang kita ketahui pada saat ini
Manajemen Rumah sakit sedang gencarnya
melakukan perbaikian baik dari Infrasruktur
maupun kualitas Sumber daya Manusia agar
menghasilkan pelayanan yang maksimal dan
memuaskan bagi konsumennya. Hal ini juga
dilakukan oleh PT Pertamina Bina Medika
yang selanjutnya akan disebut dengan PT
Pertamedika yang terus berupaya
mengembangkan sumber daya manusiannya.
Namun, dalam melakukan pengembangan, PT
Pertamedika tidak luput dari turnover beberapa
karyawannya, baik yang pensiun maupun yang
mengundurkan diri, yang tentunya menarik
untuk diteliti.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Turnover Intention
Turnover di definisikan sebagai
penarikan diri secara sukarela (voluntary)
atautidak sukarela (involuntary) dari suatu
organisasi (Robbins.2003:215). Voluntary
turnover atau quit, merupakan keputusan
untuk meninggalkan organisasi, disebabkan
oleh dua faktor yaitu seberapa menarik
pekerjaan yang ada saat ini serta
tersedianya alternative pekerjaan lain.
Sebaliknya, involuntary turnover atau
pemecatan menggambarkan keputusan
pemberi kerja (employer) untuk
menghentikan hubungan (Lathifah, 2008:16).
Voluntary turnover dibedakan atas
dasar sifatnya menjadi dua yaitu dapat
dihindari (avoidable voluntary turnover)
dan tidak dapat dihindari (unavoidable
voluntary turnover). Avoidable voluntary
turnover timbul karena alasan upah yang
lebih baik, kondisi kerja yang lebih
baik, masalah dengan pimpinan, atau
alternative tempat kerja lain yang lebih
baik. Dalton dan Todor (1981) dalam
Irwandi (2002) mengemukakan bahwa
unavoidable voluntary turnover terjadi
karena pindah ke kotalain mengikuti
pasangannya, perubahan karier individu,
tinggal di rumah menjaga anakanak dan karena
kehamilan.
Turnover intention didefinisikan sebagai
keinginan seseorang untuk keluar dari
perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh
Carsten dan Spector (1987) dalam Suhanto
(2009:13) menemukan adanya hubungan antara
kepuasan kerja dengan turnover dan intention
to quit. Penelitian serupa dilakukan oleh
Arnold dan Feldman (1982) dalam Suhanto
(2009:13) mengambil kesimpulan bahwa
semakin tinggi tingkat kepuasan kerja
karyawan mempunyai hubungan yang sangat
kuat dengan semakin tinggi tingkat niat untuk
bertahan dalam perusahaan.
Suparta (2004:44) menyebutkan ada
empat dimensi Turnover Intention karyawan,
yaitu:
1. Dimensi Ekonomi, yang meliputi Gaji,
upah, dan bonus
2. Dimensi Sosiologis, yang meliputi
hubungan dengan teman sejawat,
hubungan dengan rekan kerja atau atasan,
lingkungan kerja, kesesuaian pekerjaan
dengan kemampuan dan minat
3. Dimensi Sosiologis, yang meliputi
keadaan masyarakat dan rubrik lowongan
pekerjaan
4. Dimensi Yuridis, yang meliputi peraturan
ketenaga kerjaan yang berlaku
2.2. Organizational Citizenship Behavior
Organizational Citizenship Behavior
(OCB) merupakan perilaku individu yang
bebas, yang secara tidak langsung diakui oleh
sistem pemberian penghargaa dan dalam
mempromosikan fungsi efektif organisasi.
(Organ,1988 dalam Bolino, Turnley dan
Bloodgood,2002:505) . Sedangkan menurut
Robbins dan Judge (2008:40), fakta
menunjukkan bahwa organisasi yang
mempunyai karyawan yang memiliki OCB
yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih
baik dari organisasi lain.
OCB dalam organisasi terlebih dahulu
dikenal dengan perilaku extra role dan orang
yang menampilkan perilaku OCB disebut
sebagai karyawan yang baik (Good Citizen).
Contoh perilaku yang termasuk kelompok OCB
adalah membantu rekan kerja, sukarela
melakukan kegiatan extra ditempat kerja,
menghindari konflik denga rekan kerja,
melindungi property organisasi toleransi pada
situasi yang kurang ideal menyenangkan di
tempat kerja, memberi saran-saran yang
membangun di tempat kerja, serta tidak
membuang-buang waktu di tempat kerja
(Robbins, 2001).
Berdasarkan definisi mengenai OCB
diatas disimpulkan bahwa OCB adalah
tindakan bebas, sukarela untuk bertindak tidak
untuk kepentingan diri namun untuk orang lain,
dan tidak ada perintah secara formal untuk hal
tersebut.
Organ (1988) dalam Hoffman (2007)
yang di kutip oleh Triyanto dan santosa (
2009:5) mengidentifikasi lima dimensi tentang
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
105
OCB, yaitu altruism, courtesy, civic virtue,
conscientiousness dan sportsmanship.
Uraian bagian OCB yang dikemukakan
oleh Organ (1988) dalam Hoffman (2007)
terdiri dari:
1. Altruism, menunjukkan suatu pribadi
yang lebih mementingkan kepentingan
orang lain dengan kepentingan
pribadinya. Misalnya karyawan yang
sudah selesai dengan pekerjaannya
membantu karyawan lain dalam
menghadapi pekerjaan yang sulit.
2. Courtesy, menunjukkan suatu perilaku
yang bertujuan untuk mencegah
munculnya masalah. Dimensi ini
menunjukkan perilaku membantu
karyawan baru berkaitan dengan masalah-
masalah yang dihadapi. Misalnya
membantu dalam mempergunakan
peralatan dalam bekerja. Dimensi ini juga
disebut peace making atau cheerleading.
3. Civic Virtue, terlibat dalam aktivitas
organisasi dan peduli terhadap
kelangsungan hidup organisasi. Secara
sukarela berpartisipasi, bertanggung
jawab dan terlibat dalam mengatasi
masalah-masalah organisasi demi
kelangsungan organisasi. Karyawan juga
aktif mengemukakan gagasan-
gagasannya serta ikut mengamati
lingkungan bisnis dalam hal ancaman
dan peluang. Misalnya, aktif
berpartisipasi dalam rapat organisasi
4. Conscientiousness, suatu perilaku yang
menunjukkan upaya sukarela untuk
meningkatkan cara dalam menjalankan
pekerjaannya secara kreatif agar kinerja
organisasi meningkat. Perilaku tersebut
melibatkan kreatif dan inovatif secara
sukarela untuk meningkatkan
kemampuannya dalam bekerja demi
peningkatan organisasi. Karyawan
tersebut melakukan tindakan-tindakan
yang menguntungkan organisasi
melebihi dari yang disyaratkan,
misalnya berinisiatif meningkatkan
kompetensinya, secara sukarela
mengambil tanggung jawab diluar
wewenangnya. Misalnya, mengikuti
seminar dan kursus yang di sediakan
organisasi
5. Sportsmanshi, menunjukkan suatu
kerelaan/toleransi untuk bertahan dalam
suatu keadaan yang tidak menyenangkan
tanpa mengeluh. Perilaku ini
menunjukkan suatu daya toleransi yang
tinggi terhadap lingkungan yang kurang
atau bahkan tidak menyenangkan.
Menurut Podsakoff (2000; dalam
Budihardjo,2004) dimensi ini kurang
dapat perhatian dalam penelitian empiris.
Dikatakan pula bahwa sportsmanship
seharusnya memiliki cakupan yang lebih
luas: dalam pengertian individu tidak
hanya menahan ketidakpuasan tetapi
individu tersebut harus tetap bersikap
positif serta bersedia mengorbankan
kepentingannya sendiri demi
kelangsungan organisasi. Misalnya, saat
dirinya tidak nyaman dengan kondisi
pekerjaannya.
2.3. Komitmen Organisasional
Menurut Gibson dalam Murti dan
Hadiwinarsih (2012:220), komitmen
organisasional dapat diartikan sebagai
“identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan yang
dinyatakan oleh karyawan, organisasi atau unit
suatu organisasi”. Menurut Mowday dalam
Pramadani dan Fajrianthi (2012:104)
Komitmen Organisasional merupakan
“Keinginan untuk tetap menjadi anggota
organisasi, kepercayaan dan penerimaan akan
nilai-nilai dan tujuan organiasi, serta kesediaan
untuk berusaha sebaik mungkin demi
kepentingan organisasi”.
Selanjutnya menurut Meyer dan Allen
dalam Pramadani dan Fajrianthi (2012:105)
mengemukakan bahwa “Komitmen merupakan
perwujudan psikologis yang
mengkarasteristikan hubungan pekerja dengan
organisasi dan memiliki implikasi terhadap
keputusan untuk melanjutkan atau tidak
melanjutkan keanggotaannya dalam organisasi
tersebut”.
Aris dan Imam Gozhali dalam Murti
dan Handiwinarsih (2012:216) mengemukakan
bahwa komitmen Organisasional merupakan
“perspektif yang bersifat keprilakuan dimana
komitmen diartikan sebagai perilaku yang
konsisten dengan aktivitas”. Sedangkan
menurut Wright dalam Murti dan Hadiwinarsih
(2012:216) menyatakan bahwa “semakin tinggi
komitmen seseorang terhadap tugasnya maka
akan semakin tinggi kinerja yang dihasilkan
yang menuju pada tingkat penilaian yang
semakin tinggi”.
Luthan dalam Ardiani (2009:242)
mendefinisikan komitmen organisasional
dalam tiga pengertian yakni:
1. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi
anggota organisasi tertentu
2. Kesediaan untuk berusaha meningkatkan
kemampuan diri atas nama organisasi
3. Keyakinan yang pasti dan penerimaan
nilai-nilai dan tujuan dari organisasi
Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa komitmen adalah sebuah
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
106
keyakinan yang kuat yang ditanamkan didiri
organisasi atau karyawan untuk memegang
teguh prinsip dan setia terhadap organisasinya.
Tiga komponen utama mengenai
komitmen menurut Ikhsan dalam Murti dan
Hadiwinarsih (2012:220) yaitu:
1. Affective Commitment (Komitmen Afektif),
terjadi apabila karyawan ingin menjadi
bagian dari organisasi karena adanya ikatan
emosional atau psikologis terhadap
organisasi
2. Continuance Commitment (Komitmen
berkelanjutan), muncul apabila karyawan
tetap bertahan pada suatu organisasi karena
membutuhkan gaji dan keuntungan-
keuntungan lain, atau karyawan tersebut
tidak menemukan pekerjaan lain. Dengan
kata lain karyawan tersebut tinggal di
organisasi tersebut karena dia
membutuhkan organisasi tersebut.
3. Normative Commitment (Komitmen
normatif), komitmen ini timbul dari nilai-
nilai diri karyawan. Karyawan bertahan
menjadi anggota suatu organisasi karena
memiliki kesadaran bahwa komitmen
terhadap organisasi tersebut merupakan hal
yang memang harus dilakukan, jadi
karyawan tinggal di organisasi tersebut
karena ia merasa berkewajiban untuk itu.
2.4. Stress Kerja
Stress kerja merupakan suatu respon
adoptif terhadap suatu situasi yangdirasakan
menantang atau mengancam kesehatan
seseorang (Sophiah, 2008:85). Mangkunegara
(2008:157), mengemukakan bahwa “Suatu
perasaan tertekan yang dialami karyawan
dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini
tampak dari sindrom,antara lain emosi tidak
stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri,
sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak
bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan
darah meningkat dan mengalami gangguan
penceranaan”.
Sedangkan Handoko (2001:200)
mengemukakan “stres ialah suatu kondisi
ketegangan yang mempengaruhi emosi,
proses berfikir dan kondisi seseorang. Stres
yang terlalu besar dapat mengancam
kemampuan seseorang untuk menghadapi
kondisi lingkungan”.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa stress adalah respons
adaptif terhadap situasi eksternal yang
menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis,
dan atau perilaku pada anggota organisasi.
Kesimpulan di atas menunjukan adanya kondisi
tertentu dalam lingkungan yang merupakan
sumber potensial bagi munculnya stres.
Bagaimana bentuk stress yang dihayati
tergantung dari karakteristik yang unik dari
individu yang bersangkutan serta
penghayatannya tehadap faktor-faktor dari
lingkungan yang potensial memunculkan stress
padanya, walaupun hampir setiap kelompok
orang dihadapkan pada jenis atau kondisi stress
yang serupa,tetapi hal ini akan menghasilkan
reaksi yang berbeda, bahkan dalam
menghadapi jenis stress atau kondisi yang sama
setiap individu dapat berbeda-beda pola
reaksinya.
Dimensi-dimensi stress kerja menurut
Robbins (2003:375) dapat dibagi dalam tiga
aspek yaitu :
1. Psikologis, meliputi cepat tersinggung,
tidak komunikatif, banyak melamun, lelah
mental.
2. Faktor Fisik, meliputi meningkatnya
detak jantung dan tekanan darah, mudah
lelah secara fisik, pusing kepala, problem
tidur (kebanyakan atau kekurangan tidur).
3. Perilaku, meliputi merokok berlebihan,
menunda atau menghindari pekerjaan,
perilaku sabotase, perilaku makan yang
tidak normal (kebanyakan atau
kekurangan).
2.5. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah tingkat rasa
puas individu bahwa mereka mendapat
imbalan yang setimpal dari bermacam-
macam aspek situasi pekerjaan dari
organisasi tempat mereka bekerja
(Tangkilisan, 2005:164). Berdasarkan
Robbins (2003:30), kepuasan kerja adalah
suatu sikap umum terhadap pekerjaan
seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran
yang diterima seorang pekerja dan
banyaknya yang mereka yakini seharusnya
mereka terima, Kepuasan terjadi apabila
kebutuhan-kebutuhan individu sudah
terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan
dan ketidaksukaan dikaitkan dengan
karyawan; merupakan sikap umum yang
dimiliki oleh karyawan yang erat kaitannya
dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini
akan mereka terima setelah melakukan
sebuah pengorbanan.
Berdasarkan pendapat Luthans
(2006:243), kepuasan kerja adalah hasil dari
persepsi karyawan mengenai seberapa baik
pekerjaan mereka memberikan hal yang
dinilai penting. Sedangkan Mangkunegara
(2005:117) mengemukakan bahwa kepuasan
kerja berhubungan dengan variabel-variabel
seperti turnover, tingkat absensi, umur,
tingkat pekerjaan, dan ukuran organisasi
perusahaan.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
107
Menurut Smith, Kendall & Hulin
(dalam Luthans, 2006:243) ada beberapa
dimensi kepuasan kerja yang dapat
digunakan untuk mengungkapkan
karakteristik penting mengenai pekerjaan,
dimana orang dapat meresponnya.
Dimensi itu adalah:
1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self),
setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu sesuai dengan
bidang nya masing-masing. Sukar
tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan
seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan
dalam melakukan pekerjaan tersebut,
akan meningkatkan atau mengurangi
kepuasan kerja.
2. Atasan (Supervision), atasan yang baik
berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa
dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman
dan sekaligus atasannya.
3. Teman sekerja (Workers), merupakan
faktor yang berhubungan dengan
hubungan antara pegawai dengan
atasannya dan dengan pegawai lain, baik
yang sama maupun yang berbeda jenis
pekerjaannya.
4. Promosi (Promotion), merupakan faktor
yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh
peningkatan karir selama bekerja.
5. Gaji/Upah (Pay), merupakan faktor
pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang
dianggap layak atau tidak.
2.6. Kerangka Pemikiran dan
Hipopenelitian
Penelitian ini terdiri dari lima variabel,
yaitu variabel Organizational Citizenship
Behavior (OCB) sebagai variabel bebas ( X1) ,
Komitmen Organisasional sebagai variabel
bebas (X2) , dan stress kerja sebagai variabel
bebas (X3), Turnover Intention sebagai variabel
terikat (Y) dan Kepuasan kerja sebagai variabel
Intervening (Z), dengan membentuk kerangka
pemikiran penelitian seperti terlihat pada
gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pola kerangka berpikir
pada gambar 1, maka dapat dibuat beberapa
hipopenelitian, sebagai berikut:
1. Terdapat Pengaruh antara Organizational
Citizenship Behavior, Komitmen
Organisasional, Stres Kerja dan Kepuasan
Kerja secara bersama terhadap Turnover
Intention pada PT Pertamedika
2. Terdapat Pengaruh antara Organizatinal
Citizenship Behavior dengan Turnover
Intention pada PT Pertamedika
3. Terdapat Pengaruh antara Komitmen
Organisasional dengan Turnover Intention
4. Terdapat Pengaruh antara Stres Kerja
dengan Turnover Intention pada PT
Pertamedika
5. Terdapat Pengaruh antara Kepuasan Kerja
dengan Turnover Intention pada PT
Pertamedika
6. Terdapat Pengaruh antara Organizational
Citizenship Behavior, Komitmen
Organisasional dan Stres Kerja secara
bersama-sama terhadap Kepuasan kerja
pada PT Pertamedika
7. Terdapat Pengaruh antara Organizational
Citizenship Behavior dengan Kepuasan
Kerja pada PT Pertamedika
8. Terdapat Pengaruh antara Komitmen
Organisasional dengan Kepuasan Kerja
pada PT Pertamedika
9. Terdapat Pengaruh antara Stress kerja
dengan Kepuasan Kerja pada PT
Pertamedika
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
108
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini terdiri dari lima variabel,
yaitu variabel Organizational Citizenship
Behavior (OCB) sebagai variabel bebas ( X1) ,
Komitmen Organisasional sebagai variabel
bebas (X2) , dan stress kerja sebagai variabel
bebas (X3), Turnover Intention sebagai variabel
terikat (Y) dan Kepuasan kerja sebagai variabel
Intervening (Z). Penelitian ini merupakan
penelitian mengenai hubungan kausal (sebab-
akibat) dari variabel-variabel yang diamati dan
diteliti (Sugiyono, 2008:156). Penelitian yang
dilakukan bermaksud membuktikan hipotesa,
diuji dengan teknik Path Analisis dengan
menggunakan tolls SPSS V.18. Pelaksanaan
penelitian dilakukan di PT Pertamina Bina
Medika (Pertamedika) yang beralamat di Jalan.
Kyai Maja No. 43 Kebayoran Baru DKI
Jakarta
Pengambilan sampel menggunakan
teknik simple random sampling dan dengan
rumus Slovin untuk menentukan jumlah sampel
maka diperoleh 97 orang sebagai responden
dari total 2629 orang yang seluruhnya
merupakan karyawan PT. Pertamedika.
Metode analisis data yang digunakan
yaitu analisis jalur (path analysis), yang
merupakan perluasan dari analisis regresi linear
berganda, atau analisis jalur penggunaan
analisis regresi untuk menaksir hubungan
kausalitas antar variabel (casual model) yang
telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori.
Analisis jalur (path analysis) ini digunakan
untuk menguji pengaruh variabel intervening
serta menentukan pola hubungan antara tiga
atau lebih variabel dan tidak dapat digunakan
untuk mengkonfirmasi atau menolak
hipopenelitian (Kuncoro, 2007:78). Analisis
jalur ini dapat menunjukan pengaruh dari suatu
variabel penyebab (eksogen) terhadap variabel
akibat (endogen). Penelitian ini menggunakan
bantuan program SPSS (Statistical Product and
Service Solutions) versi 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian terhadap sampel
responden diperoleh informasi mengenai profil
yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, dan masa kerja. Responden
terbesar adalah berjenis kelamin laki-laki
dengan prosentasi 63,92 % dengan jumlah 62
responden, kemudian responden wanita
berjumlah 35 responden atau 36,08 %.
Responden terbesar berumur rata-rata
25-35 tahun dengan jumlah 46 responden
dengan prosentase sebesar 47,42%, lalu
selanjutnya 39 responden berumur 35-45 tahun
dengan prosentase 40,20%, dan 7 responden
dibawah 25 tahun dengan prosentase 7,21%
dan jumlah terkecil adalah 5 responden
berumur lebih dari 45 tahun dengan prosentase
5,15%.
Tingkat pendidikan responden
didominasi oleh pendidikan Sarjana yang
berjumlah 57 responden atau 58,76% dari total
responden, selanjutnya prosentase sebesar
23,71% persen tingkat pendidikan Magister
dan Doktoral, selanjutnya 12 Responden atau
12,37% dengan tingkat pendidikan diploma
dan selebihnya 5 responden berpendidikan
SMA dengan prosentasi 5,15%.
Masa kerja terbesar ada pada 5-10 tahun
bekerja yaitu sebanyak 35 responden dengan
prosentasi 36,08%, lalu diikuti oleh 27
responden dengan masa kerja 1-5 tahun dengan
prosentasi 27,83%, selanjutnya dengan masa
kerja kurang dari 1 tahun berjumlah 20
responden dengan prosentasi 20,61% dan
sisanya masa kerja lebih dari 10 tahun
berjumlah 15 responden dengan prosentasi
15,46%.
4.1. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik berisi uji statistic yang
meliputi: uji normalitas, Uji AutoKorelasi, Uji
Hetoroskedastisitas. Pada uji normalitas
digunakan metode P- Plot dengan melihat
langsung tampilan dari tebaran data yang ada
pada grafik P-Plot. Berdasarkan hasil
perhitungan terhadap uji normsalitas (gambar
3), menunjukkan titik yang menyebar
berhimpit disekitar garis diagonal. Hal ini
menunjukkan bahwa data mengikuti atau
mendekati garis diagonal, dimana garis
diagonal tersebut menunjukkan normalitas
suatu data, sehingga dapat disimpulkan bahwa
data tersebut terdistribusi normal. Sedangkan
pada uji autokorelasi, ketentuan yang berlaku
antara lain: autokorelasi tidak terjadi jika nilai
d=2 autokorelasi bernilai positif jika d
mendekati 0. Autokorelasi negatif terjadi jika d
mendekati 4 ( Sulistyo,2011). Hasil dari uji
autokorelasi terlihat pada tabel 1 dan tabel 2,
yang merupakan hasil uji autokorelasi secara
langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan nilai kedua tabel
menunjukkan bahwa tidak terdapat
autokorelasi didalam pengaruh langsung
(Direct Effects) atau antara variabel eksogen
OCB (X1), Komitmen Organisasional (X2),
Stress Kerja (X3) dan Variabel intervening
Kepuasan Keja (Z) terhadap Variabel Endogen
Turnover Intention (Y), karena hasil uji
Durbin-Watson menunjukkan nilai sebesar
1,491.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
109
Gambar 2. Grafik P-Plot
Sumber: Hasil penelitian (2015)
Tabel 2. Hasil Uji Autokorelasi Data Tidak Langsung Model
R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-
Watson
dimension0 1 ,693a ,480 ,463 3,65063 2,293
Sumber: Hasil penelitian (2015)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan
bahwa tidak terdapat autokorelasi didalam
pengaruh tidak langsung (Indirect Effects) atau
antara variabel eksogen OCB (X1), Komitmen
Organisasional (X2), Stress Kerja (X3)
terhadap Variabel intervening Kepuasan Keja
(Z) karena hasil uji Durbin-Watson
menunjukkan nilai sebesar 2,293.
Berdasarkan kedua hasil pengujian
diatas maka dapat disimpulkan bahwa kedua
model analisis jalur yang telah diajukan yaitu
pengaruh secara langsung maupun tidak
langsung tidak terdapat autokorelasi karena
nilai Durbin Watson >0 dan < 4.
Deteksi heterokedastisitas dapat
dilakukan dengan metode scatterplot dengan
memplotkan nilai ZPRED (nilai prediksi)
dengan ZRESID ( Nilai Residualnya). Model
yang baik didapatkan jika tidak terdapat pola
tertentu pada grafik, seperti mengumpul
ditengah, menyempit, kemudian melebar
ataupun sebaliknya. Hasil pengujian
heteroskedastisitas dari model pengaruh
langsung dan tidak langsung dapat dilihat pada
gambar 3.
Berdasarkan kedua grafik Scatterplot
(gambar 3) dapat dilihat bahwa titik-titik
menyebar dan tidak terjadi pola yang jelas ,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model pengaruh
langsung maupun tidak langsung pada
penelitian ini.
4.2. Pengujian Hipotesis Penelitian
Pada bagian pengujian hipotesis ini,
proses pengujian mengacu pada aanalisis jalur
yang ada pada model penelitian. Berdasarkan
model tersebut dapat dilakukan penghitungan
guna menjawab hipotesis yang telah
diajukan.Uji yang dialkukan meliputi uji
koefisien determinasi model, uji simultan dan
uji parsial baik untuk model substruktural-1
dan model substruktural-2.
Tabel 1. Hasil Uji Autokorelasi Data Langsung Model
R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-
Watson
dimension 1 ,585a ,343 ,314 3,95872 1,491
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
110
Hasil Uji Heteroskedastisitas ( Direct Effects) Hasil Uji Heteroskedastisitas ( Indirect Effects)
Gambar 3. Grafik hasil uji heteroskedastisitas
Tabel 3. Uji Koefisien Determinasi Model 1 Model
R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-
Watson
dimension0 1 ,585a ,343 ,314 3,95872 1,491
Sumber: Hasil penelitian (2015)
Berdasarkan tabel 3 diperoleh nilai
koefisien determinasi Adjusted R Square
sebesar 0,314 atau 31,4% , sehingga dapat
diartikan bahwa Tingkat Turnover Intention
sebesar 31,4% dapat dijelaskan oleh variabel
OCB, Komitmen Organisasional, Stress Kerja,
dan Kepuasan Kerja. Sedangkan sisanya
sebesar 68,6% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak ada di dalam penelitian ini. Dengan
kata lain besarnya pengaruh OCB, Komitmen
Organisasional, Stress Kerja, dan Kepuasan
Kerja terhadap Turnover Intention adalah
sebesar 31,4%, sedangkan sisanya 68,6%
diperngaruhi oleh faktor lain.
Tabel 4. Uji Simultan Model 1 Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 751,797 4 187,949 11,993 ,000a
Residual 1441,778 92 15,671
Total 2193,575 96
Sumber: Hasil penelitian (2015)
Uji secara keseluruhan atau simultan
ditunjukkan oleh tabel 10, dan diperoleh nilai F
sebesar 11,993 dengan nilai probabilitas Sig.
0,000, karena nilai Sig < 0,05 maka
keputusannya adalah H0 ditolak dan Ha
diterima (tabel 4). Oleh sebab itu pengujian
secara individual dapat dilakukan. Artinya
secara simultan OCB, Komitmen
Organisasional, Stress Kerja dan Kepuasan
Kerja berpengaruh signifikan terhadap
Turnover Intention.
Tabel 5. Uji Parsial Model 1
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardi
Zed
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 29,343 4,772 6,149 ,000
OCB -,010 ,080 -,014 -,119 ,905
KO -,260 ,057 -,392 -4,540 ,000
SK ,266 ,093 ,248 2,862 ,005
KK -,226 ,112 -,236 -2,009 ,047
Sumber: Hasil penelitian (2015)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
111
Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui
besarnya nilai koefisien masing-masing
variabel eksogen dengan melihat kolom
Standardized Coefficients Beta dan besarnya
nilai signifikansi pada kolom Sig. yang
kemudian akan di uji hipopenelitian analisis
jalur yaitu membandingkan antara nilai
probabilitas 0,05 dengan nilai Sig. Dengan
melihat dasar pengambilan keputusan sebagai
berikut:
1. Jika nilai Sig. lebih besar atau sama dengan
nilai probalilitas 0,05 Atau (Sig ≥ 0,05)
maka H0 diterima dan Ha ditolak, Artinya
tidak signifikan.
2. Jika nilai Sig. lebih kecil atau sama dengan
nilai probalilitas 0,05 Atau (Sig ≤ 0,05)
maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya
signifikan
Intepretasi dari hasil perhitungan uji
parsial model 1(tabel 5) terhadap hipotesis
penelitian sebagai berikut:
1. OCB Berkontribusi terhadap Turnover
Intention, hasil koefisien jalur ρYX1
adalah sebesar -0,014 dengan nilai Sig.
0,905. Terlihat bahwa pada kolom Sig pada
tabel Coefficients didapat nilai sig. sebesar
0,905. Dimana ternyata nilai sig. 0,905
lebih besar dari nilai probabilitas 0,05 atau
0,905 > 0,05, maka H0 Diterima dan Ha
ditolak yang atinya koefisien analisis jalur
adalah tidak signifikan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa Organizational
Citizenship Behavior tidak berpengaruh
signifikan terhadap turnover intention di
PT Pertamedika.
2. Komitmen Organisasional Berkontribusi
terhadap Turnover Intention, hasil koefisien
jalur ρYX2 adalah sebesar -0,392 dengan
nilai Sig. 0,000. Terlihat bahwa pada kolom
Sig pada tabel Coefficients didapat nilai sig.
sebesar 0,000. Dimana ternyata nilai sig.
0,000 lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05
atau 0,000 < 0,05, maka H0 Ditolak dan Ha
diterima yang atinya koefisien analisis jalur
adalah signifikan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa Komitmen Organisasional
berpengaruh signifikan terhadap turnover
intention di PT Pertamedika.
3. Stress Kerja Berkontribusi terhadap
Turnover Intention, hasil koefisien jalur
ρYX3 adalah sebesar 0,248 dengan nilai
Sig. 0,005. Terlihat bahwa pada kolom Sig
pada tabel Coefficients didapat nilai sig.
sebesar 0,005. Dimana ternyata nilai sig.
0,005 lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05
atau 0,005 < 0,05, maka H0 Ditolak dan Ha
diterima yang atinya koefisien analisis jalur
adalah signifikan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa Stress Kerja berpengaruh signifikan
terhadap turnover intention di PT
Pertamedika.
4. Kepuasan Kerja Berkontribusi terhadap
Turnover Intention, hasil koefisien jalur
ρYZ adalah sebesar -0,236 dengan nilai
Sig. 0,047. Terlihat bahwa pada kolom Sig
pada tabel Coefficients didapat nilai sig.
sebesar 0,047. Dimana ternyata nilai sig.
0,047 lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05
atau 0,047 < 0,05, maka H0 Ditolak dan Ha
diterima yang atinya koefisien analisis jalur
adalah signifikan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kepuasan kerja berpengaruh
signifikan terhadap turnover intention di
PT Pertamedika
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan melalui bantuan aplikasi SPSS maka
secara langsung Variabel Organizational
Citizenship Behavior, Komitmen
Organisasional, Stress Kerja dan Kepuasan
Kerja terhadap Turnover Intention
menghasilkan persamaan sebagai berikut:
Y = -0,014 X1 -0,392 X2 +0,248 X3 -0,236 Z +
0,686 Ɛ1, sehingga dapat diinterpretasikan
bahwa:
Berdasarkan hasi persamaan model Sub-
Struktural 1 diatas, maka:
1. Koefisien Variabel Organizational
Citizenship Behavior sebesar -0,014 dapat
diartikan bahwa setiap penambahan atau
kenaikan satu satuan Organizational
Citizenship Behavior maka akan
menurunkan tingkat turnover Intention
sebesar 0,014 atau 0,01% , karena koefisien
bernilai negatif yang artinya terjadi
hubungan negatif antara Organizational
Citizenship Behavior dengan turnover
Intention yang artinya adalah semakin
tinggi Organizational Citizenship Behavior
maka akan menurunkan turnover Intention
di PT Pertamedika.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya juga
dapat terlihat bahwa Variabel OCB
berpengaruh negatif tidak signifikan
terhadap peningkatan Turnover Intention
karyawan PT Pertamedika, karena ada atau
tidaknya OCB di PT Pertamedika Turnover
Intention akan tetap ada di PT Pertamedika
dikarenakan setengah dari karyawan PT
Pertamedika adalah karyawan kontrak.
2. Koefisien Variabel Komitmen
Organisasional sebesar -0,392 dapat
diartikan bahwa setiap penambahan atau
kenaikan satu satuan Komitmen
Organisasional maka akan menurunkan
tingkat turnover Intention sebesar 0,392
atau 15,36% karena koefisien bernilai
negatif yang artinya terjadi hubungan
negatif antara Komitmen Organisasional
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
112
dengan turnover Intention yang artinya
adalah semakin tinggi Komitmen
Organisasional maka akan menurunkan
turnover Intention di PT Pertamedika.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya juga
dapat terlihat bahwa Variabel Komitmen
Organisasional berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap peningkatan Turnover
Intention karyawan PT Pertamedika, karena
dengan adanya Komitmen Organisasional
yang tinggi pada setiap karyawannya,
Intensi untuk keluar dari perusahaanpun
akan berkurang karena rasa loyalitas
terhadap perusahaan jauh lebih tinggi.
3. Koefisien Variabel Stress Kerja sebesar
0,248 dapat diartikan bahwa setiap
penambahan atau kenaikan satu satuan
Stress Kerja maka akan Menaikkan tingkat
turnover Intention sebesar 0,248 atau
6,15% karena koefisien bernilai positif yang
artinya terjadi hubungan positif antara
Stress Kerja dengan turnover Intention
yang artinya adalah semakin tinggi Stress
Kerja maka akan Semakin tinggi turnover
Intention yang terjadi di PT Pertamedika.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya juga
dapat terlihat bahwa Variabel Stress Kerja
berpengaruh Positif dan signifikan terhadap
peningkatan Turnover Intention karyawan
PT Pertamedika, karena dengan adanya
Stress Kerja yang tinggi yang terjadi pada
setiap karyawannya, Intensi untuk keluar
dari perusahaanpun akan semakin tinggi.
4. Koefisien Variabel Kepuasan Kerja sebesar
-0,236 dapat diartikan bahwa setiap
penambahan atau kenaikan satu satuan
Kepuasan Kerja maka akan Menurunkan
tingkat turnover Intention sebesar 0,236
atau 5,56% karena koefisien bernilai negatif
yang artinya terjadi hubungan negatif antara
Kepuasan Kerja dengan turnover Intention
yang artinya adalah semakin tinggi
Kepuasan Kerja maka akan Semakin
rendah terjadinya turnover Intention di PT
Pertamedika.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya juga
dapat terlihat bahwa Variabel Kepuasan
Kerja berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap peningkatan Turnover Intention
karyawan PT Pertamedika, karena dengan
adanya rasa kepuasan yang tinggi yang
terjadi pada setiap karyawannya, Intensi
untuk keluar dari perusahaanpun akan
semakin rendah, faktor Kepuasan kerja
yang didapat di PT Pertamedika relatif baik
seperti kompensasi langsung dan tidak
langsung yang layak, Lingkungan kerja
yang mendukung dan beberapa faktor
kepuasan kerja yang lainnya.
5. Koefisien Variabel lainnya (Ɛ1 ) sebesar
0,686, artinya dilihat dari besarnya nilai
koefisien, faktor-faktor lainlah yang
menjadi penyebab tingginya Turnover di
PT Pertamedika.
Gambar 4. Diagran Jalur Hubungan Empiris X1,X2,X3 dan Z terhadap Y model 1
Tabel 6. Uji Koefisien Determinasi Model 2
Model
R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
dimension0 1 ,693a ,480 ,463 3,65063 2,293
Sumber: Hasil penelitian (2015)
Berdasarkan tabel 6 diperoleh nilai
koefisien determinasi Adjusted R Square
sebesar 0,463 atau 46,3% , sehingga dapat
diartikan bahwa Tingkat Kepuasan Kerja
sebesar 46,3% dapat dijelaskan oleh variabel
OCB, Komitmen Organisasional, Stress Kerja.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
113
Sedangkan sisanya sebesar 53,7% dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak ada di dalam
penelitian ini. Dengan kata lain besarnya
pengaruh OCB, Komitmen Organisasional,
Stress Kerja terhadap Kepuasan Kerja adalah
sebesar 46,3% sedangkan sisanya 53,7%
dipengaruhi oleh faktor lain.
Tabel 7. Uji Simultan Model 2
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1145,036 3 381,679 28,639 ,000a
Residual 1239,418 93 13,327
Total 2384,453 96
Sumber: Hasil penelitian (2015)
Uji secara keseluruhan atau simultan
ditunjukkan oleh tabel 7, dan diperoleh nilai F
sebesar 28,639 dengan nilai probabilitas Sig.
0,000, karena nilai Sig < 0,05 maka
keputusannya adalah H0 ditolak dan Ha
diterima. Oleh sebab itu pengujian secara
individual dapat dilakukan. Artinya secara
simultan OCB, Komitmen Organisasional, dan
Stress Kerja berpengaruh signifikan terhadap
Kepuasan Kerja di PT Pertamedika.
Tabel 8. Uji Parsial Model 2
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficien
ts
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 25,069 3,551 7,059 ,000
OCB ,486 ,054 ,682 9,073 ,000
KO ,037 ,053 ,054 ,712 ,478
SK -,099 ,085 -,088 -1,162 ,248
Sumber: Hasil penelitian (2015)
Berdasarkan tabel diatas, dapat
diketahui besarnya nilai koefisien masing-
masing variabel eksogen dengan melihat kolom
Standardized Coefficients Beta dan besarnya
nilai signifikansi pada kolom Sig. yang
kemudian akan di uji hipopenelitian analisis
jalur yaitu membandingkan antara nilai
probabilitas 0,05 dengan nilai Sig. Dengan
melihat dasar pengambilan keputusan sebagai
berikut:
1. Jika nilai Sig. lebih besar atau sama dengan
nilai probalilitas 0,05 Atau (Sig ≥ 0,05)
maka H0 diterima dan Ha ditolak, Artinya
tidak signifikan.
2. Jika nilai Sig. lebih kecil atau sama dengan
nilai probalilitas 0,05 Atau (Sig ≤ 0,05)
maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya
signifikan
Intepretasi dari hasil perhitungan uji
parsial model 1(tabel 8) terhadap hipotesis
penelitian sebagai berikut:
1. OCB Berkontribusi terhadap Kepuasan
Kerja, hasil koefisien jalur ρZX1 adalah
sebesar 0,682 dengan nilai Sig. 0,000.
Terlihat bahwa pada kolom Sig pada tabel
Coefficients didapat nilai sig. sebesar 0,000.
Dimana ternyata nilai sig. 0,000 lebih kecil
dari nilai probabilitas 0,05 atau 0,000 <
0,05 maka H0 Ditolak dan Ha diterima yang
atinya koefisien analisis jalur adalah
signifikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Organizational Citizenship Behavior
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
kerja di PT Pertamedika.
2. Komitmen Organisasional Berkontribusi
terhadap Kepuasan Kerja, hasil koefisien
jalur ρZX2 adalah sebesar 0,054 dengan
nilai Sig. 0,478. Terlihat bahwa pada kolom
Sig pada tabel Coefficients didapat nilai sig.
sebesar 0,478. Dimana ternyata nilai sig.
0,478 lebih besar dari nilai probabilitas 0,05
atau 0,478 > 0,05, maka H0 Diterima dan
Ha ditolak yang atinya koefisien analisis
jalur adalah tidak signifikan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa Komitmen
Organisasional tidak berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan kerja di PT
Pertamedika.
3. Stress Kerja Berkontribusi terhadap
Kepuasan Kerja, hasil koefisien jalur ρZX3
adalah sebesar -0,088 dengan nilai Sig.
0,248. Terlihat bahwa pada kolom
Sig pada tabel Coefficients didapat nilai sig.
sebesar 0,248. Dimana ternyata nilai sig.
0,248 lebih besar dari nilai probabilitas 0,05
atau 0,248 > 0,05, maka H0 Diterima dan
Ha ditolak yang atinya koefisien analisis
jalur adalah tidak signifikan. Jadi dapat
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
114
disimpulkan bahwa Stress Kerja tidak
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
kerja di PT Pertamedika.
Gambar 5. Diagram Jalur Hubungan Empiris X1, X2, X3 dan Z terhadap Y model 2
Berdasarkan kedua hasil kontribusi
langsung dan tidak langsung diatas maka dapat
dibuat rangkuman penjelasan dekomposisi dari
koefisien jalur berdasarkan model diagram
kerangka kausal empiris model sub struktural 1
, model Sub Struktural 2, pengaruh total OCB (
X1) , Komitmen Organisasional (X2) , Stress
Kerja ( X3) dan Kepuasan Kerja (Z) terhadap
Turnover Intention (Y) untuk mempermudah
didalam membaca hasil analisis jalur yang
telah dianalisa sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh langsung dari variabel
OCB (X1) terhadap Turnover Intention (Y)
sebesar -0,014 dan pengaruh tidak langsung
variabel OCB (X1) terhadap Turnover
Intention (Y) sebesar -0,1749 dan thitung
sebesar -0,119.
2. Terdapat pengaruh langsung dari variabel
Komitmen Organisasi (X2) terhadap
Turnover Intention (Y) sebesar 0,248 dan
pengaruh tidak langsung variabel
Komitmen Organisasi (X2) terhadap
Turnover Intention (Y) sebesar -0,4047 dan
thitung sebesar -4,540.
3. Terdapat pengaruh langsung dari variabel
Stress Kerja (X3) terhadap Turnover
Intention (Y) sebesar -0,392 dan pengaruh
tidak langsung variabel Stress Kerja (X3)
terhadap Turnover Intention (Y) sebesar
0,2687 dan thitung sebesar 2,862.
4. Terdapat pengaruh langsung dari variabel
Kepuasan Kerja (Z) terhadap Turnover
Intention (Y) sebesar -0,236 dan thitung
sebesar -2,009
5. Terdapat pengaruh dari Variabel OCB ( X1)
, Komitmen Organisasional (X2) , Stress
Kerja ( X3) dan Kepuasan Kerja (Z)
terhadap Turnover Intention (Y) sebesar
0,314 atau 31,4% dan sisanya sebesar 0,686
atau 68,6% dipengaruhi oleh faktor lain
yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.
6. Terdapat pengaruh langsung dari variabel
OCB (X1) terhadap Kepuasan Kerja (Z)
sebesar 0,682 dan thitung sebesar 9,073
7. Terdapat pengaruh langsung dari variabel
Komitmen Organisasional (X2) terhadap
Kepuasan Kerja (Z) sebesar 0,054 dan thitung
sebesar 0,712.
8. Terdapat pengaruh langsung dari variabel
Stress Kerja (X3) terhadap Kepuasan Kerja
(Z) sebesar -0,088 dan thitung sebesar -1,162
9. Terdapat pengaruh dari Variabel OCB ( X1)
, Komitmen Organisasional (X2) , dan
Stress Kerja ( X3) terhadap Kepuasan Kerja
(Z) sebesar 0,463 atau 46,3% dan sisanya
sebesar 0,537 atau 53,7% dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak dijelaskan dalam
penelitian ini.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
115
Gambar 6. Kerangka Hubungan Kausal
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan melalui bantuan aplikasi SPSS maka
dapat terlihat bagwa secara langsung Variabel
Organizational Citizenship Behavior,
Komitmen Organisasional, dan Stress Kerja
terhadap Kepuasan Kerja menghasilkan
persamaan sebagai berikut: Z = 0,682 X1 +
0,054 X2 -0,088 X3 + 0,537 Ɛ2, berdasarkan
hasil persamaan model Sub-Struktural 2 diatas,
maka:
1. Koefisien Variabel Organizational
Citizenship Behavior sebesar 0,682 dapat
diartikan bahwa setiap penambahan atau
kenaikan satu satuan Organizational
Citizenship Behavior maka akan menaikkan
tingkat Kepuasan Kerja sebesar 0,682 atau
46,5% , karena koefisien bernilai positif
yang artinya terjadi hubungan positif antara
Organizational Citizenship Behavior
dengan Kepuasan Kerja yang artinya
adalah semakin tinggi Organizational
Citizenship Behavior maka akan menaikkan
tingkat Kepuasan Kerja karyawan di PT
Pertamedika.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya juga
dapat terlihat bahwa Variabel OCB
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
peningkatan Kepuasan Kerja karyawan PT
Pertamedika, karena kepuasan kerja dapat
tumbuh apabila ada OCB didalamnya. Hal
ini terlihat dari sifat saling membantu, sifat
inisiatif untuk melakukan suatu hal yang
baik untuk perusahaan tanpa ada perintah
langsung dari atasan mereka.
2. Koefisien Variabel Komitmen
Organisasional sebesar 0,054 dapat
diartikan bahwa setiap penambahan atau
kenaikan satu satuan Komitmen
Organisasional maka akan menaikkan
tingkat Kepuasan Kerja sebesar 0,054 atau
0,29% , karena koefisien bernilai positif
yang artinya terjadi hubungan positif antara
Komitmen Organisasional dengan
Kepuasan Kerja yang artinya adalah
semakin tinggi Komitmen Organisasional
maka akan menaikkan tingkat Kepuasan
Kerja karyawan di PT Pertamedika.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya juga
dapat terlihat bahwa Variabel Komitmen
Organisasional berpengaruh positif namun
tidak signifikan terhadap peningkatan
Kepuasan Kerja karyawan PT Pertamedika,
yang artinya bahwa ada atau tidaknya
Komitmen Organisasional di PT
Pertamedika , Kepuasan Kerja akan tetap
meningkat karena banyak faktor yang
mendukung.
3. Koefisien Variabel Stress Kerja sebesar -
0,088 dapat diartikan bahwa setiap
penambahan atau kenaikan satu satuan
Stress Kerja maka akan menurunkan tingkat
Kepuasan Kerja sebesar 0,088 atau 0,77% ,
karena koefisien bernilai negatif yang
artinya terjadi hubungan negatif antara
Stress Kerja dengan Kepuasan Kerja yang
artinya adalah semakin tinggi Stress Kerja
maka akan menurunkan tingkat Kepuasan
Kerja karyawan di PT Pertamedika.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya juga
dapat terlihat bahwa Variabel Stress Kerja
berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap peningkatan Kepuasan Kerja
karyawan PT Pertamedika, yang artinya
bahwa ada atau tidaknya Stress Kerja di PT
Pertamedika , Kepuasan Kerja akan tetap
meningkat, disamping tingkat stress yang
dialami oleh karyawan di PT. Pertamedika
cukup berat karena berhubungan dengan
pelayanan masyarakat yang dituntut untuk
bersikap cepat, dan Tanggap.
4. Koefisien Variabel lainnya (Ɛ2 ) sebesar
0,537 artinya dilihat dari besarnya nilai
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
116
koefisien, faktor-faktor lain lah yang
menjadi penyebab meningkatkan Kepuasan
Kerja di PT Pertamedika.
V. PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis terhadap
Organizational Citizenship Behavior,
Komitmen Organisasional, Stress Kerja,
Kepuasan Kerja dan Turnover Intention yang
dilakukan di PT Pertamedika maka diperoleh
simpulan penelitian sebagai berikut:
1. Hasil pengujian deskriptif menunjukkan
indikator dan dimensi Organizational
Citizenship Behavior, Komitmen
Organisasional, Stress Kerja, Kepuasan
Kerja dan Turnover Intention memiliki rata-
rata sedang, Namun demikian berdasarkan
tanggapan responden ditemukan:
a. Pada Variabel OCB untuk dimensi civic
virtue kesukarelaan karyawan dala
berpartisipasi, bertanggungjawab dan
terlibat dalam mengatasi masalah-
masalah organisasi masih belum
optimal.
b. Pada Variabel Komitmen
Organisasional untuk dimensi komitmen
afektif dimana tanggapan didomimasi
oleh setuju dan ragu-ragu yang
menandakan bahwa ikatan emosional
dan psikologis karyawan terhadap
perusahaan belum maksimal. Dan pada
dimensi Komitmen Continuance
ditemukan bahwa karyawan memiliki
ketergantungan terhadap perusahaan
dengan beberapa alasan untuk tetap
tinggal diperusahaan.
c. Pada Variabel Stress Kerja di temukan
bahwa mayoritas karyawan terbebas
dari masalah stress kerja yang
berhubungan dengan psikologis, fisik
dan perilakunya.
d. Pada Variabel Kepuasan Kerja, hasil
tanggapan responden menjelaskan
bahwa karyawan memiliki atasan yang
baik, menyukai pekerjaan, rekan kerja
yang professional dan promosi yang adil
dan gaji yang layak.
e. Pada dimensi Turnover Intention rata-
tata tanggapan menjelaskan bahwa
ketertarikan untuk keluar bukan
disebabkan oleh gaji yang kurang,
karena hasil dari tanggapan
menunjukkan bahwa gaji yang diberikan
sudah sesuai dengan beban kerja,
melainkan ketertarikan karyawan
terhadap rubrik lowongan dari
perusahaan lain dan kebijakan
perusahaan yang membuat mereka
berpotensi untuk keluar dari perusahaan.
2. Berdasarkan hasil perhitungan bahwa
Organizational Citizenship Behavior,
Komitmen Organisasional, Stress Kerja,
dan Kepuasan Kerja hanya memiliki
pengaruh sekitar 31,4% terhadap Turnover
Intention, yang artinya bahwa ketertarikan
karyawan untuk berpindah kerja/ keluar
dari perusahaan lebih besar disebabkan oleh
faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.
3. Organizational Citizenship Behavior tidak
berpengaruh signifikan terhadap Turnover
Intention¸hal ini bermakna bahwa OCB
memberikan kontribusi kecil terhadap
peningkatan keinginan keluar dari
perusahaan.
4. Komitmen Organisasional Berpengaruh
terhadap Turnover Intention, hal ini
bermakna bahwa penyebab Turnover
Intention berhubungan dengan komitmen
yang dimiliki oleh karyawannya.
5. Stress Kerja berpengaruh terhadap
Turnover Intention, hal ini bermakna
bahwa stress kerja memiliki andil yang
besar untuk terjadinya Turnover Intention
di PT Pertamedika
6. Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap
Turnover Intention, hal ini bermakna bahwa
tingkat kepuasan kerja yang dirasakan oleh
karyawan bisa menaik atau menurunkan
keinginnan karyawan untuk keluar atau
berpindah kerja.
7. Dari hasi perhitungan SPSS didapat bahwa
OCB, Komitmen Organisasional, Stress
Kerja memiliki pengaruh sebesar 46,3%
terhadap tingkat kepuasan kerja karyawan,
hal ini bermakna bahwa banyak factor-
faktor yang menyebabkan karyawan puas
bekerja di PT Pertamedika yang tidak di
jelaskan di penelitian ini.
8. Organizational Citizenship Behavior
berpengaruh terhadap kepuasan kerja, hal
ini bermakna bahwa setiap karyawan
merasakan kepuasan kerja disebabkan oleh
tingkat OCB yang dimiliki oleh masing-
masng karyawan tersebut.
9. Komitmen Organisasional tidak
berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan
Kerja, hal ini bermakna bahwa kepuasan
kerja tidak disebabkan oleh komitmen yang
dimiliki oleh karyawannya, namun banya
factor lain diluar itu.
10. Stress Kerja tidak berpengaruh signifikan
terhadap Kepuasan Kerja, hal ini bermakna
bahwa dengan adanya stress kerja,
kepuasan kerjapun tidak akan tercipta,
karena kepuasan kerja yang dirasakan tidak
dipengaruhi oleh stress kerja yang dialami
oleh karyawan.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
117
Berdasarkan hasil pembahasan dan
kesimpulan penelitian maka diajukan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Melihat dari hasil pengujian deskriptif,
sebaiknya perusahaan mengotimalkan
jiwa partisipasi karyawan melalui
pelatihan teamwork.
2. Sebaiknya perusahaan lebih menanamkan
rasa tanggungjawab setiap karyawan
untuk mengatasi masalah-masalah
organisasi dengan cara melakukan
pelatihan seperti problem solving, Team
Learning, System Thinking yang
diperlukan baik bagi pengembangan diri
dan pengembangan organisasi
3. Sebaiknya perusahaan meningkatkan
penanaman nilai-nilai perusahaan, visi
dan misi agar karyawan memiliki ikatan
emotional, psikologis terhadap
perusahaan.
4. Melihat dari hasil pengujian pada
penelitian ini, perlu diadakannya
penelitian lanjutan untuk mencari faktor
apa saja yang lebih kuat mempengaruhi
Turnover Intetion
5. Penelitian mendatang dapat
menambahkan variable prediktor lain
yang mempengaruhi, misalnya variable
Motivasi, Lingkungan Kerja, Gaya
Kepemimpinan, Kompensasi, Budaya
organisasi, agar dapat lebih tepat dala
mengetahui pengaruh terhadap Turnover
Intention karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiani, Lilis. 2009. Analisis Perbandingan
pengaruh Langsung dan Tidak langsung
Faktor Budaya Organisasi dan
Komitmen Terhadap Kinerja Karyawan
pada UPTD Parkir Surabaya. Ekuitas
Vol.13.
Bolino, M.C., Turnley, W.H., dan
Bloodgood, J.M. 2002. Citizenship
Behavior and the Creation of Social
Capital in Organization. Academy of
Management Journal, Vol. 7, No. 4,
p502-522
Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen
Personalia & Sumberdaya Manusia
Cetakan ke-15, Yogyakarta : BPFE
Hoffman, Et Al. Expanding the Criterion
Domain? A Quantitative Review of the
OCB Literature. Journal Of Applied
Psychology, 92,2007. 555-566.
Irwandi , Agus Sony. 2002. Analisis Pengaruh
Job Insecurity terhadap Turnover
Intentions: Studi Empiris Pada
Akuntan Pendidik di Perguruan
Tinggi (Tidak di Publikasikan).
Penelitian Program Studi Magister
Sains Akuntansi Universitas
Diponegoro
Lathifah, Ifah. 2008. Pengaruh konflik
pekerjaan keluarga erhadap turnover
intention dengan kepuasan kerja sebagai
variabel intervening. Undip Sains
akuntansi.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi
Sepuluh. Yogyakarta: Andi.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2008. Perilaku
dan Budaya Organisasi, Cetakan
Pertama. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: Remaja Rosda
Karya
Murty, Windi Aprilia dan Gunasti
Hudiwinarsih. 2012. Pengaruh
Kompensasi, Motivasi, Komitmen
Organisasional Terhadap Kinerja
Karyawan Bagian Akuntansi. The
Indonesian Accounting Review. Vol. 2
No. 2. p215-228
Pramadani, Ayu Bianda dan Fajrianthi. 2012.
Hubungan antara Komitmen Organisasi
dengan Kesiapan untuk Berubah pada
Karyawan Divisi Entreprise Service
Telkom Ketintang Surabaya. Jurnal
Psikologi Industri dan Organisasi. Vol.
1 No. 02.
Kuncoro, Ridwan, dan Engkos A. 2007. Cara
Menggunakan dan Memakai Analisis
Jalur ( Path Analysis). Bandung:
Alfabeta.
Robbins, S. P. 2003. Perilaku Organisasi:
Konsep Kontroversi Aplikasi. Edisi
Kedelapan. Jakarta: PT. Prenlindo
Sopiah, Perilaku 2008. Organisasional.
Yogyakarta: Penerbit Andi
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuanttatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
118
Suhanto, Edi. 2009. Pengaruh Stress Kerja Dan
Iklim Organisasi Terhadap
Turnoverintention Dengan Kepuasan
Kerja Sebagai Variabel Intervening.
Thesis. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Suparta, I Ketut. 2004. Faktor-Faktor Penyebab
Labour Turnover. Politeknik Unud
Mandiri Edisi Ilmiah. ISSN. 0852 -
1796.
Syafrizal, G.D. 2011. Analisis Pengaruh
Kepuasan Kerja Terhadap Turnover
Intention Serta Dampaknya Terhadap
Kinerha Karyawan (Studi pada hotel
horizon semarang). Tesis., Semarang:
Universitas Diponegoro
Tangkilisan, H.N.S. 2005. Manajemen Publik.
Jakarta: Grasindo.
Triyanto, Agus. The Elisabeth Cintya Santosa.
2009..Organizational Citizenship
Behavior dan Pengaruhnya Terhadap
Keinginan Keluar dan Kepuasan Kerja
Karyawan. Jurnal Manajemen Vol. 7.
No.4
Witasari, Lia. 2009. Analisis Pengaruh
Kepuasan Kerja dan Komitmen
Organisasional Terhadap Turnover
Intention (studi Empiris pada Novotel
Semarang). Laporan Penelitian.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
119
ANALISIS PERSEPSI KONSUMEN DAN HARGA KENDARAAN
TERHADAP PAJAK PPnBM PEMBELIAN MOBIL
(Studi Kasus Pada PT Otto Multifinance Bekasi)
Kurniawan Prambudi Utomo
Program Studi Manajemen Informatika
AMIK BSI Bekasi
ABSTRACT
This study was conducted to determine whether there is influence between the perception
and the price of automobiles to luxury sales tax, case studies brand car sales New Kijang Innova
and Grand New Velos PT Otto Multifinance, Bekasi. The research variables are questionnaires of
30 respondents perceptions of consumers and the latest price list in June 2016, with luxury sales
tax rates charged by 35% of the sales price.The conclusion of this study is the result of t test the
hypothesis that the value t smaller perception <t table so that the conclusions had nothing to do
with the luxury sales tax, while the value t price greater value <t table which means there is a
relationship between prices and sales tax on luxury. In the classical assumption can not happen
multikolinearitas known shows, the test also does not occur heterokedastisitas heterokedastisitas,
on autokrelasi no serious autocorrelation problem, the normality test showed that the data used
normally. The multiple regression equation as follows: Y = 27 337 + 0.239X1 + 0,096X2 with an
analysis of the company's capital market products only ranges of luxury vehicles worth a total of
27.34 out of 100%, shows that the perception of customer value in buying a vehicle products only
worth 23% and the value of of perception and 9% of the price, meaning that only a few customers
who choose luxury vehicles, considering the tax PPNBMnya too expensive.
Keywords: Consumer Perceptions, Price Vehicle, Sales Tax Rates
I. PENDAHULUAN
Perpajakan yang di dalam perusahaan
terdapat unsur PPnBM yang merupakan bagian
dari kebijakan fiskal pemerintah. Konsumsi
barang kena pajak yang tergolong kendaraan
mewah secara berlebihan pada umumnya
dilakukan kelompok masyarakat yang
berpenghasilan tinggi. Oleh karena itu,
kegiatan konsumsi kebutuhan akan kendaraan
seperti ini perlu diminimalkan atau dikurangi,
karena hal ini dapat menghindari masalah
kemacetan di ibukota Jakarta dan seharusnya
dapat dicegah, salah satu pencegahannya dapat
berupa menaikan pajak PPNBM khusus
kendaraan yang tergolong mewah diantaranya
kendaraan. Dari motif tersebut, pemerintah
dengan meningkatkan kebijakan fiskalnya guna
mengerem pola perilaku konsumen golongan
kaya untuk menambah kendaraannya.
Mekanisme dari PPnBM yaitu
merupakan pungutan tambahan disamping PPN
dan hanya dipungut satu kali yaitu pada saat
import dan penyerahan oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP), selanjutnya tidak dikenal adanya
mekanisme pajak keluaran dan pajak masukan.
PPnBM oleh distributor akan dimasukkan ke
harga pokok barang kena pajak yang tergolong
mewah tersebut. Hal tersebut kurang maksimal
sosialisasi dari pihak Direktorat Jenderal Pajak
tentang PPnBM ke importir dan PKP pabrikan.
Berikut barang kena pajak yang
tergolong mewah yaitu kendaraan empat dan
barang elektronik, barang yang paling cepat
mengalami yaitu awalnya barang mewah
menjadi barang biasa yang banyak digunakan
hampir semua lapisan masyarakat.
Berdasarkan persepsi masyarakat yang
telah di uraian maka penulis tertarik untuk
membahas masalah persepsi konsumen yang
selama ini terjadi yaitu bahwa kendaraan roda
emapat ataupun dua bukanlah kendaraan
mewah, namun sebaliknya barang tersebut
akan dikenakan pajak PPNBM, jika mepunyai
lebih dari ketentuan yang berlaku.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persepsi dan Harga
Menurut Setiadi, (2003:160) Persepsi
adalah suatu proses yang timbul akibat adanya
sensasi berupa aktivitas merasakan atau
penyebab keadaan emosi yang
menggembirakan sebagai tanggapan yang cepat
dari indera penerima kita terhadap stimuli
tersebut maka akan timbul persepsi, seperti
pada gambar 1 yang menerangkan tentang
proses terjadinya persepsi sebagai berikut:
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
120
Sumber: Solomon dalam Setiadi (2003:160)
Gambar 1. Proses Persepsi
Dalam komunikasi dapat diartikan
bahwa penerima menangkap indera lalu
memberi arti dan diartikan melalu persepsi lalu
mengiterpretasikan dengan tanggapan, dengan
tanggapan tersebut penerima memperoleh
stimuli dari pemberi melalui pendapat,
sehingga lahirlah persepsi tersebut.
Harga merupakan besarnya
pengorbanan yang dilakukan oleh konsumen
untuk memperoleh sebuah produk atau jasa
yang dibutuhkan, Stedman (2000:58)
berpendapat bahwa harga adalah salah satu
faktor penting yang dapat mempengaruhi
perilaku konsumen dalam pembelian merek,
karena suatu barang atau jasa pastilah
mempunyai nilai. Sedangkan nilai itu sendiri
didasarkan dari harga, yang merupakan tolak
ukur dari barang maupun jasa yang
bersangkutan.
2.2. Perpajakan
Pajak merupakan peralihan kekayaan
dari sektor swasta ke sektor publik yang dapat
dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan
(tegenprestatie) untuk mencapai tujuan luar
bidang keuangan negara, menurut Soemitro
(2004:12) yang mengutip Pasal 1 Undang-
Undang (UU) Perpajakan No. 28 Tahun 2007
tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan yang dimaksud dengan pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
PPnBM merupakan pungutan tambahan
selain PPN dan dipungut satu kali yaitu pada
saat impor serta penyerahan oleh Pengusaha
Kena Pajak (PKP), sesuai dengan keputusan
menteri keuangan atau disingkat KMK-
272/KMK.04/1995, menurut Soemitro
(2004:15) mendefinisikan PPnBM sebagai
berikut:
1. PPnBM merupakan pungutan tambahan
disamping PPN
2. PPnBM hanya dipungut satu kali yaitu pada
saat impor BKP yang tergolong mewah,
atau atas penyerahan BKP yang tergolong
mewah yang dilakukan oleh PKP Pabrikan
dari BKP yang tergolong mewah tersebut
3. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan
PPN
4. Apabila Eksportir mengekspor BKP yang
tergolong mewah, PPnBM yang dibayar
pada saat perolehannya dapat diminta
kembali
PPnBM merupakan pajak yang
dikenakan wajib pajak, jika nilai kebutuhan
sebelumnya telah dimiliki seperti kendaraan
bermotor/mobil dan barang elektronika lainnya,
hal inilah yang belum banyak diketahui
masyarakat, oleh karena itu menurut
Mardiasmo (2009:50) menjelaskan bahwa:
1. PPN berdampak regresif, yaitu semakin
tinggi kemampuan konsumen, semakin
ringan beban pajak yang dipikul. Untuk
mengurangi regresivitas ini, terhadap
konsumen yang mengkonsumsi BKP yang
tergolong mewah dikenakan beban pajak
tambahan yaitu PPnBM.
2. Konsumsi BKP yang tergolong mewah
bersifat kontraproduktif. Hal ini merupakan
upaya untuk mengurangi pola konsumsi
tinggi yang tidak produktif dalam
masyarakat.
3. Produsen kecil dan tradisional menghadapi
saingan berat dari komoditi impor. Dengan
motivasi ini, pengenaan PPnBM
dimaksudkan untuk melindungi produsen
kecil dan tradisional atau untuk tujuan
proteksi
Stimuli
Indera penerima
Pendapat
Pemberi arti
Perhatian
Intepretasi
Tanggapan
Persepsi
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
121
4. Tuntutan peningkatan penerimaan negara
dari tahun ke tahun. Pengelompokan BKP
Yang Tergolong Mewah Jenis Kendaraan
Bermotor (PP 50/1994 Jo PP 36/1996 Jo PP
14/1998) adalah sebagai berikut:
a. Kelompok kendaraan bermotor dengan
tarif 20% terdiri dari : (1) kendaraan
bermotor beroda dua yang isi
silindernya 250 cc atau kurang; (2)
kendaraan bermotor jenis kombi,
minibus, van dan pick up yang memakai
bahan bakar bensin
b. Kelompok kendaraan bermotor dengan
tarif 25%, terdiri dari : kendaraan
bermotor jenis kombi, minibus, van dan
pick up yang memakai bahan bakar
solar
c. Kelompok kendaraan bermotor dengan
tarif 35% , terdiri dari : (1) kendaraan
bermotor beroda dua yang isi
silindernya lebih dari 250cc; (2)
kendaraan bermotor jenis bus, kecuali
yang dibuat di dalam negeri; (3)
kendaraan bermotor jenis sedan dan
station wagon lebih dari 1600 cc atau
kurang yang kandungan lokalnya 60%
atau kurang; (4) kendaraan bermotor
jenis jeep yang kandungan lokalnya
60% atau kurang; (5) kendaraan
bermotor jenis mobil balap dan caravan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
lapangan (field research) dilakukan dengan
cara mengadakan pengamatan langsung pada
instansi yang menjadi objek untuk
mendapatkan data primer dan data sekunder
penulis mengadakan pengamatan langsung
pada PT. Otto Multifinance lalu dilanjutkan
dengan metode wawancara dengan melakukan
tanya jawab langsung.
Jenis data yang digunakan adalah
dengan teknik dokumentasi dengan
pengumpulan data yang berhubungan dengan
masalah yang akan diteliti teknik terakhir yaitu
dengan studi kepustakaan (library research)
dengan cara menghimpun teori-teori, buku-
buku kepustakaan serta literatur lainnya yang
dijadikan sebagai landasan teoritis.
Analisa yang digunakan adalah regresi
korelasi dengan menggunakan media
perhitungan statistik antara lain sebagai
berikut: (1) analisis statistik inferensial yang
terdiri dari : Regresi linier berganda, Uji
Hipotesis t, Uji f (Pengujian secara simultan);
(2). pengujian asumsi klasik yang terdiri dari :
(1) pengujian multikolinearitas; (2) pengujian
heterokedastisitas; (3) pengujian autokrelasi;
(4) pengujian kenormalan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji Regresi Berganda
Penelitian ini akan menggunakan regresi
berganda dan uji asumsi klasik dalam
mengatasi permasalahan data, dalam uji asumsi
klasik terdapat uji normalitas, uji
multikoliniearitas dan uji heterokedastisitas dan
uji autokorelasi.
Pada analisa ini kita menentukan
terlebih dahulu bentuk dari persamaan linier
regresi berganda sesuai dengan data serta
perangkat variabel penelitian yang digunakan.
Setelah dirumuskan maka dilakukan analisa
perhitungan melalui statistik SPSS dengan hasil
seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Analisis Regresi Linier Berganda
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF B Std. Error
1 (Constant) 27.337 7.079 3.862 .001
Persepsi .239 .173 .273 1.386 .177 .859 1.164
Harga .096 .206 .092 .467 .644 .859 1.164
Sumber : Hasil penelitian (2016)
Berdasarkan hasil analisis perhitungan regresi
linier berganda tersebut maka dapat dibuatkan
model persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 27.337+0.239X1 + 0,096X2 ……(1)
Keterangan:
Kemampuan atau modal yang dimiliki
perusahaan memasarkan produk kendaraan
mewah hanya berkisar senilai 27,34 dari total
100%, hal ini dikarenakan persepsi nilai
pelanggan dalam membeli produk kendaraan
hanya bernilai 23% nilai dari persepsi dan 9%
dari harga, artinya pelanggan hanya sedikit saja
yang memilih kendaraan mewah tersebut,
mengingat pajak PPNBMnya terlalu mahal.
Melalui model summary hasil
pengujian data maka tersaji informasi
mengenai hubungan di antara variabel-variabel
yang diteliti seperti pada tabel 2
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
122
Tabel 2. Rekapitulasi Analisis R dan R square
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .319(a) .102 .035 2.998
Sumber : Hasil penelitian (2016)
Berdasarkan data-data pada tabei 2
diketahui nilai R= 0,319 yang mengartikan
bahwa variabel bebas yang diamati mempunyai
hubungan yang kuat dengan variabel terikatnya
dan R2 sebesar 0,102 yang berarti hanya 10.2%
variabel bebas mampu menjelaskan terhadap
variabel terikatnya sedangkan 80,8%
dipengaruhi variabel indepanden lainnya yang
tidak termasuk dalam penelitian ini seperti
jumlah penduduk, selera dan tingkat bunga bank
dan sebagainya.
Langkah selanjutnya adalah dengan
melakukan uji t, dengan ketentuan nilai yang
ditetapkan yaitu nilai kritis (t-tabel) ditentukan
bedasarkan tingkat signifikan (α) dan derajat
kebebasan (df=n-k-1) yang ditetapkan yaitu
α=5% atau 0,05 dengan kriteria pengujian
bahwa
1. Jika, t-hitung < t-tabel, maka Ho diterima
dan Ha ditolak, dan ada pengaruh
signifikan antara variabel persepsi terhadap
PPnBM.
2. Jika t-hitung > t-tabel, maka Ho ditolak dan
Ha diterima, dimana tidak ada pengaruh
yang signifikan antara variabel harga
terhadap PPnBM.
Tabel 3. Hasil Uji t
Sumber : Hasil penelitian (2016)
Hasil dari perhitungan uji t tersaji pada
tabel 3, sesuai dengan hasil statistik diperoleh
bahwa t hitung untuk persepsi sebesar 1,386,
sedangkan t tabel yang disyaratkan sebesar >
2.052 (nilai tabel t) dan ini menunjukan bahwa
t hitung < t tabel maka kesimpulan yang
diperoleh tidak ada pengaruh antara persepsi
terhadap PPnBM sedangkan harga terdapat
pengaruh terhadap PPnBM karena nilai t
hitung bernilai 0,467 sedangkan nilai t tabelnya
sebesar 2.052 maka menunjukan bahwa t
hitung < t tabel, maka kesimpulan yang
diperoleh ada pengaruh antara harga terhadap
PPnBM kesimpulan hipotesisnya adalah:
Ho : Tidak ada pengaruh antara variabel
persepsi terhadap variabel PPNBM
Ha : Ada pengaruh antara variabel harga
terhadap variabel PPNBM
Selanjutnya adalah melakukan uji F guna
menunjukan apakah semua variabel bebas yang
ada dalam model regresi mempunyai pengaruh
secara bersama-sama atau simultan terhadap
variabel terikat (Ghozali, 2006:167). Uji Anova
atau F test digunakan untuk melihat sebaran
varian yang disebabkan oleh regresi dan varians
yang disebabkan oleh residual. Apabila F
hitung > F tabel dan nilai probabilitas lebih
kecil daripada tingkat signifikansi maka
hipotesis nol ditolak.
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara
persepsi dan harga terhadap pajak PPNBM
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara antara
persepsi dan harga terhadap pajak PPNBM
Tabel 4. Hasil tabel uji F
Model
Sum of Squares Df
Mean Square F Sig.
1 Regression 27.456 2 13.728 1.527 .235(a)
Residual 242.711 27 8.989
Total 270.167 29
Sumber : Hasil penelitian (2016)
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta B Std. Error
1 (Constant) 27.337 7.079 3.862 .001
Persepsi .239 .173 .273 2.386 .177
Harga .096 .206 .092 .467 .644
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
123
Keterangan :
Tabel ANOVA menunjukan nilai F hitung dari
semua variabel bebas sebesar 2.527 > F tabel
2,42 dengan probabilitas 0,000. Karena
probabilitasnya lebih kecil dari 0,05, maka
model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi pajak ppnbm atau dapat
dikatakan bahwa variabel bebas (harga dan
persepsi secara bersama-sama berpengaruh,
sehingga hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ho : Tidak ada pengaruh antara variabel
persepsi terhadap variabel PPNBM
Ha : Ada pengaruh antara variabel harga
terhadap variabel PPNBM
4.2. Uji Asumsi Klasik
Uji multikolinearitas memiliki tujuan
untuk asumsi dalam model regresi berganda.
Asumsi multikolinearitas menyatakan bahwa
variabel independen harus terbebas dari gejala
multikolinearitas. Gejala multikolinearitas
adalah gejala korelasi anatara variabel
independen. Gejala ini ditunjukan dengan
korelasi yang signifikan anataravariabel
independen.
Suatu model regresi dapat dikatakan
tidak terjadi multikolinearitas apabila hasil
perhitungan nilai tolerance > 0,10 dan nilai
variace inflation Factor (VIF) <10 (Ghozali,
2006:182). Hasil uji multikolinearitas dapat
dilihat pada table 5.
Tabel 5. Uji Multikolinearitas
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 27.337 7.079 3.862 .001
Persepsi .239 .173 .273 1.386 .177
Harga .096 .206 .092 .467 .644
Sumber : Hasil penelitian (2016)
Berdasarkan variabel persepsi nilai
tolerance sebesar 1.386 dan harga sebesar
0.467 hasil ini lebih besar dari > 0,1 dan
nilai vif pada persepsi sebesar 0.177 dan
harga sebesar 0.644 hasil ini lebih kecil dari
< 10 sehingga kesimpulannya adalah bahwa
pada model regresi tidak terjadi gejala
multikoliearitas. Sehingga tidak ada salah
satu variable pun yang harus dikeluarkan
dari model regresi.
Uji selanjutnya adalah uji
heteroskedastisitas yang bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
varian dari residual satu pengamatan
kepengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda akan
disebut heterokedastisitas. Model regresi
yang baik adalah model yang tidak terjadi
heterokedastisitas (Soegiyono, 2006:234).
Hasil penelelitian uji heterokestisitas dalam
seperti gambar 2. Dari hasil pada gambar 2
terlihat bahwa penyebaran residual adalah
tidak teratur. Hal tersebut dapat dilihat dari
plot yang terpencar dan tidak membentuk
pola tertentu. Dengan hasil demikian,
kesimpulan yang bisa diambil bahwa tidak
terjadi gejala heterokedastisitas atau
persamaan regresi memenuhi asumsi
heterokedastisitas.
Uji yang berikutnya adalah uji
autokorelasi, uji ini merupakan pengujian
asumsi dalam regresi di mana variabel
dependen tidak berkorelasi dengan dirinya
sendiri. Maksudnya adalah bahwa nilai dari
variable dependen tidak berhubungan
dengan nilai variable itu sendiri, baik nilai
periode sebelumnya atau nilai periode
sesudahnya. Untuk mendeteksi gejala
autokorelasi kita menggunakan uji Durbin-
Waston (DW). Uji ini menghasilkan nilai
DW hitung (d) dan nilai DW tabel. Aturan
pengujiannya adalah: (1) d<dL : Terjadi
masalah autokorelasi yang positif yang perlu
perbaikan; (2) dL<d<dU : Ada masalah
autokorelasi positif tetapi lemah, di mana
perbaikan akan lebih baik; (3) dU<d<4-dU :
Tidak ada masalah autokorelasi; (4)
4<dU<d<4-dL : Masalah autokorelasi lemah,
di mana dengan perbaikan akan lebih baik;
dan (5) 4-dL<d : Masalah autokorelasi
serius.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
124
Gambar 2. Hasil Uji Heterokedastisitas
Berdasarkan hasil olah data terhadap uji
autokrelasi maka diperoleh hasil seperti pada
tabel 6. Dari hasil uji di atas menunjukan nilai
Durbin-Waston sebesar 1,276. Untuk
mengujinya kita harus mencari nilai Durbin-
Waston pada tabel Durbin-Waston. Dengan
jumlah variable independen 2 dan jumlah
sampel 30, dari tabel Durbin-Waston diperoleh
dL= 1,23, dU =1,79.
Tabel 6. Uji Autokrelasi
Sumber : Hasil penelitian (2016)
Langkah berikutnya melakukan
pengujian normalitas data yang dilakukan
dengan menggunakan Kolmogorof-Smirnof
pada alpha sebesar 5%. Jika nilai
signifikansi dari pengujian Kolmogorof-
Smirnof lebih besar dari 0.05 berarti data
normal. Hasil uji kenormalan dapat dilihat
pada tabel 7.
Sesuai dengan hasil statistik
diperoleh bahwa Kolmogorov-Smirnov
dengan nilai signifikansi persepsi sebesar
0,617 dan harga senilai 0,990 dan nilai
PPnBM sebesar 0,772 artinya bahwa semua
variabel yang diteliti memenuhi syarat >
0,05 maka kesimpulanya data tersebut
normal.
Sumber : Hasil penelitian (2016)
4.3. Implikasi
Implikasi dari hasil perhitungan tersebut
terlihat dari kondisi nyata (real) dari variabel-
variabel yang digunakan dalam penelitian di
kejadian sebenarnya. Tabel 8 menunjukkan
daftar harga kendaraan mobil Toyota PT Otto
Multifinance Bekasi
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .319(a) .102 .035 2.998 1.323
Tabel 7. Uji Kenormalan data
VARIABLE Nilai Asymp. Taraf
Keterangan
Sig (2-tailed) Signifikansi
Persepsi 0,617 0,05 Normal
Harga 0,990 0,05 Normal
PPNBM 0,772 0,05 Normal
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
125
Tabel 8. Data Harga Kendaraan Mobil Toyota
Merek Kendaraan Daftar Harga Kendaraan
Suzuki
Grand New Velos 1.5 AT 230.500.000
New Kijang Innova 2.4 Q AT Diesel 432.200.000
Sumber : Hasil penelitian (2016)
Dari data harga kendaraan mobil
menunjukan bahwa harga Grand New Velos
1.5 AT 1.500 cc seharga Rp. 230.500.000
perunit sedangkan New Kijang Innova 2.4 Q
AT Diesel 1.998 cc sebesar 432.200.000
perunit, di Toyota PT Otto Multifinance Bekasi
dalam pembelian mobil ini dapat dilakukan
dapat secara tunai/kredit, adapun jangka waktu
kredit sampai dengan 5 tahun dengan kisaran
harga kredit bervariasi.
Dengan Undang-Undang Pajak Nomor
18 Tahun 2000. Adapun penetapan tarif yang
dikenakan untuk PPnBM minimal 10%
(sepuluh persen) dan setinggi-tingginya 75%
(tujuh puluh lima persen), dan sesuai dengan
tarif kendaraan mobil baru sebesar 35% (tiga
puluh lima persen), maka dapat dihitung
sebagai berikut:
PPnBM = Dasar pengenaan harga x tarif pajak
Untuk kendaraan bermobil merek sebagai
berikut :
Grand New Velos 1.5 AT = 35% x
230.500.000 = 80.675.000
New Kijang Innova 2.4 Q AT Diesel = 35% x
432.200.000 = 15.127.000
Dapat disimpulkan bahwa pengenaan
pajak PPNBM dari kendaraan diatas untuk
grand new veloz sebesar Rp. 80.675.000 dan
new kijang innova sebesar 15.127.000 hal ini
terjadi saat setelah harga penjualan. Sedangkan
daftar harga kendaaran mobil dapat dilihat pada
tabel 9.
Tabel 9. Data Persepsi Pelanggan, Harga Kendaraan dan
Tarif PPnBM
Sumber : Hasil penelitian (2016)
Dari data persepsi pelanggan PT Otto
Multifinance, Bekasi diatas menunjukan
bahwa nama pelanggan diambil secara acak
lalu diberikan simbol angka 1-30 sesuai dengan
nama pelanggan, dan menentukan harga merek
kendaaran toyota lalu menetapkan tarif pajak
sebesar 35% sesuai besaran CC dan peraturan
undang-undang yang berlaku.
IV. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan penelitian
tentang analisis pengaruh persepsi pelanggan
dan harga kendaraan bermotor terhadap
PPnBM di PT Otto Multifinance, Bekasi maka
penulis menarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Bahwa persepsi terhadap pajak PPnBM
tidak berpengaruh, dengan ditunjukan pada
uji t dengan hipotesis sebagai berikut:
Ha : Tidak ada pengaruh signifikan antara
variabel persepsi terhadap Variabel
PPNBM
Ho : Ada pengaruh antara variabel harga
terhadap Variabel PPNBM
2. Dari hasil perhitungan analisis regresi linier
berganda dengan menggunakan dapat
diketahui Y=27.337+0.239X1+0,096X2
dengan analisis modal perusahaan
memasarkan produk kendaraan mewah
hanya berkisar senilai 27,34 dari total
100%, menunjukan bahwa persepsi nilai
pelanggan dalam membeli produk
kendaraan hanya bernilai 23% dan nilai dari
persepsi dan 9% dari harga, artinya
Bulan
Persepsi
Pelanggan
Harga dan Nama Kendaraan
Tarif PPNBM
Juni 1 230.500.000 (Grand New Velos) 35%
2 432.200.000 (New Kijang Innova) 35%
Juni 3 230.500.000 (Grand New Velos) 35%
... 432.200.000 (New Kijang Innova) 35%
Juni 29 230.500.000 (Grand New Velos) 35%
30 432.200.000 (New Kijang Innova) 35%
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
126
pelanggan hanya sedikit saja yang memilih
kendaraan mewah tersebut, mengingat
pajak PPNBMnya terlalu mahal.
3. Dari uji asumsi klasik uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa uji multikonileritas
bahwa regresi tidak terjadi gejala
multikoliearitas, sehingga tidak ada salah
satu variable pun yang harus dikeluarkan
dari model regresi. Pada uji
heterokedoksitas dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi gejala homokedastisitas atau
persamaan dalam memenuhi syarat
heterokedastisitas, dalam uji autokrelasi
menunjukan hasil uji di atas menunjukan
nilai Durbin-Waston sebesar 1,276.berada
diatara jumlah variable independen 2 dan
jumlah sampel 30, dari tabel Durbin-
Waston diperoleh dL= 1,23, dU =1,79.
Sedangkan uji kenormalan data
menunjukan kesimpulan bahwa hasil
statistik diperoleh bahwa Kolmogorov-
Smirnov dengan nilai signifikansi persepsi
sebesar 0,617 dan harga senilai 0,990 dan
nilai PPnBM sebesar 0,772 artinya bahwa
semua variabel yang diteliti memenuhi
syarat > 0,05 maka kesimpulanya data
tersebut normal.
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian di atas penulis
memberikan saran diantaranya:
1. PT Otto Multifinance perlu memperhatikan
bahwa persepsi tidak terlalu diperhatikan
atau diabaikan pada konsumen dalam
membeli kendaraan mobil grand new velos
dan new kijang innova pada pemberlakukan
pajak PPNBM, sehingga perusahaan, tidak
perlu kuatir merasa mahal dalam
memasarkan produknya hal ini dikarenakan
harga ditetapkan setelah dipotong pajak
PPNBM
2. Untuk konsumen calon pembeli kendaraan
mewah grand new volos dan new kijang
innova tidak perlu kuatir dalam membeli
mobil tersebut, karena pajak PPNBM
karena harga telah ditetapkan setelah
pengenaan pajak PPNBM
3. Pemerintah khususnya Dirjen Pajak
Kementerian Keuangan lebih
mensosialisasikan ke masyarakat bahwa
pajak PPnBM hanya dilakukan sekali dalam
pembelian motor dan pajak ini sangat
bermanfaat dalam membangun bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS.
Edisi Tiga. Semarang: Universitas
Diponegoro.
J. Setiadi, Nugroho. 2003. Perilaku Konsumen
Konsep dan Implikasi Untuk Strategi
dan Penelitian Pemasaran. Edisi 1.
Jakarta: Prenada Media.
Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Edisi Revisi.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Stedman, Craig. 2000. Value-Based Pricing.
Journal of Financial and Business
Concepts in Brief. March
Journal General Ledger. University of
Southerm California-Mashall School of
Business 2000-2002.
Soemitro, Rochmat. 2004. Pengantar Singkat
Hukum Pajak. Bandung: PT. Eresco.
Solomon, Michael. L dan Elnora W. Stuart.
2003. Marketing. 3th
Edition. Pearson
Education. Prentice Hall.
Undang-Undang Perpajakan Republik
Indonesia No 28 Tahun 2007.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
127
ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP UPAYA
PENINGKATAN KEPUASAN PELANGGAN PADA PENGUNA JASA
PT. TIKI JNE CABANG DEPOK
1Nurvi Oktiani
Program Studi Komputerisasi Akuntansi
AMIK BSI Jakarta
2Iis Apriyanti
Program Studi Manajemen Administrasi
ASM BSI Jakarta
ABSTRACT
The Growth of service entreprises which going on rapidly in the last decade, in other side
make the competitor phenomenon that must be realize by corporate, despitefully PT TIKI JNE
Depok Area, as one of businessor entreprises which movement of shipping and logistic service, for
delivering service continuously, PT TIKI JNE Depok Area always carving out for increasing the
quality would better than the other company which carry out service similary just for customer
satisfaction and user, The research purpose know the implementation of Service Quality toward
how to increase the customer satisfaction PT TIKI JNE Depok area, the method was used by
quantitative, the data was took by questionnaire for fifty (50) respondent, This research used SPSS
(Statistical Package for the Social Science)as a tool for processing data. The Result have been
described that correlation test have got 0,659, beside that determination coefficient can be
predicted with R Square Value 0,435, regression equation that can be explained Y:
22,691+0,675X, from the result of research have as a conclusion that it need a planning or
making strategy for increasing the Customer Satisfaction, in other side PT TIKI JNE Depok must
make service activities in responsivity aspect and easy of accessibility information and location
Keyword : Customer Satisfaction, service quality
I. PENDAHULUAN
Berkembangnya sektor jasa yang mana
berlangsung sangat cepat dalam dekade
terakhir, menimbulkan fenomena persaingan
yang mana harus disadari oleh para pelaku
pasar, dan menuntut mereka agar dapat
melakukan suatu strategi yang baru dan
inovatif, oleh sebab itu suatu hal sangat penting
yang harus di pahami oleh pelaku pasar karena
secara konseptual faktor layanan merupakan
diferensiator dan kunci keunggulan bersaing,
dimana bila ditinjau dari sudut pandang
perusahaan, salah satu cara efektif untuk
melakukan diferensiasi dan positioning unik
adalah perancangan dan penyampaian layanan
yang spesifik, yang berdampak pada strategik
pada strategi bersaing perusahaan (Tjiptono,
2008: 3).
Sebagai salah satu contoh PT TIKI JNE
(Jalur Nugraha Ekakurir) Depok adalah sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang
pengiriman dan logistik. Seyogyanya sebuah
perusahaan yang sedang berkembang untuk
dapat bertahan dalam dunia persaingan ini,
maka PT. TIKI JNE Depok berusaha untuk
meningkatkan kualitas yang lebih baik dari
perusahaan pengiriman dan logistik lainnya,
agar mampu bertahan di dunia persaingan
bisnis saat ini, dimana salah satu cara PT. TIKI
JNE Depok meningkatkan kualitasnya adalah
dengan memberikan sebuah pelayanan yang
terbaik serta memberikan apa yang pelanggan
butuhkan. Menurut Kasmir (2011:31)
pengertian pelayanan yang baik adalah
kemampuan perusahaan dalam memberikan
pelayanan yang dapat memberikan kepuasan
kepada pelanggan dengan standar yang telah
ditetapkan. Karena sebuah perusahaan
pengiriman dan logistik ini berhubungan
dengan pengiriman barang-barang ataupun
dokumen berharga yang memiliki nilai tinggi,
maka PT. TIKI JNE Depok memberikan
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
128
pelayanan kepada pelanggannya untuk dapat
memenuhi segala kebutuhan pelanggan dan
memuaskan hati pelanggan dalam
mengunakan jasa JNE.
Kepuasan pelanggan sangat
berpengaruh kepada perusahaan baik pada
tingkat keuntungan yang didapatkan maupun
terhadap citra baik perusahaan. Kepuasan
pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja/hasil yang
dirasakannya dengan harapannya (Oliver dalam
Supranto 2006:233). Apabila pelanggan telah
terpenuhi segala kebutuhannya baik dari segi
produk dan pelayanan yang diterima maka
loyalitas akan tumbuh pada diri pelanggan dan
pelanggan akan selalu mengkonsumsi atau
melakukan pembelian produk atau jasa yang
ditawarkan oleh perusahaan.
Menurut Murdoko (2007:19) kepuasan
pelanggan tidak akan pernah tercapai tanpa ada
pelayanan yang anda berikan kepada pelanggan.
Jadi, apabianda ingin memuaskan pelanggan,
pastikan terlebih dahulu bahwa pelanggan
sudah puas dengan pelayanan yang diberikan.
Atas dasar inilah penulis merasa tertarik untuk
meneliti bagaimana pengaruh pelayanan yang
dilaksanakan oleh PT. TIKI JNE Depok,
apakah pelayanan yang diberikan perusahaan
telah sesuai dengan prosedur, apakah
pelanggan merasa puas akan pelayanan yang
diberikan, dan seberapa besar tingkat kepuasan
pelanggan akan pelayanan yang telah diberikan
perusahaan, adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisa penerapan service
quality terhadap upaya peningkatan Customer
satisfaction atau kepuasan pelanggan pada PT
TIKI JNE Cabang DEPOK
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pelayanan
Menurut Tjiptono (2008:1) service
sebagai melakukan sesuatu bagi orang lain.
Akan tetapi, tidaklah mudah mencari padanan
kata dalam bahasa Indonesia yang pas untuk
istilah tersebut, yakni jasa, layanan, dan servis.
Sebagai jasa service umumnya mencerminkan
produk tidak berwujud fisik (intangible) atau
sector industry spesifik. Sebagai layanan,
istilah service menyiratkan segala sesuatu yang
dilakukan pihak tertentu kepada pihak lain.
Sementara itu, kata servis lebih mengacu
konteks reparasi.
Kasmir (2011:31) pengertian pelayanan
yang baik adalah “kemampuan perusahaan
dalam memberikan pelayanan yang dapat
memberikan kepuasan kepada pelanggan
dengan standar yang telah ditetapkan”.
Tjiptono (2008:2) dalam literature
manajemen dijumpai setidaknya empat ruang
lingkup definisi konsep service, yaitu : (1)
service menggambarkan berbagai subsector
dalam kategorisasi aktivitas ekonomi, seperti
transportasi, financial, perdagangan ritel,
personal service, kesehatan, pendidikan, dan
layanan public. Dengan kata lain, lingkupnya
adalah industry; (2) service dipandang sebagai
produk intangible yang hasilnya lebih berupa
aktivitas ketimbang objek fisik, meskipun
dalam kenyataannya biasa saja produk fisik
dilibatkan (umpamanya, makanan dan
minuman di restoran dan pesawat di jasa
penerbangan). Jadi, dalam hal ini lingkupnya
adalah tawaran produk; (3) service
merefleksikan proses, yang mencakup
penyampaian produk utama, interaksi personal,
kinerja dalam arti luas (termasuk didalamnya
drama dan keterampilan), serta pengalaman
layanan; (4) service biasa pula dipandang
sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua
komponen utama, yakni service operations
yang kerap kali tidak tampak atau tidak
diketahui keberadannya oleh peanggan (back
office atau backstage) dan service delivery
yang biasanya tampak (visible) atau diketahui
pelanggan (sering disebut juga pula front office
atau frontstage).
2.2. Strategi Layanan Prima
Tjiptono (2008:99) mewujudkan
layanan prima tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan. Banyak faktor yang perlu
dipertimbangkan secara cermat, karena upaya
penyempurnaan kualitas layanan berdampak
signifikan terhadap budaya organsasi secara
keseluruhan. Diantara berbagai faktor yang
perlu mendapatkan perhatian utama adalah
mengidentifikasi determinan utama kualitas
layanan, mengelola ekspetasi pelanggan,
mengelola bukti (evidence) kualitas layanan,
mendidik konsumen tentang layanan,
menumbuhkembangkan budaya kualitas,
menciptakan automating quality,
menindaklanjuti layanan, dan mengembangkan
sistem informasi kualitas layanan.
1. Mengidentifikasikan determinan utama
kualitas layanan, setiap penyedia layanan
wajib berupaya menyampaikan layanan
berkualitas terbaik kepada para pelanggan
sasarannya. Upaya ini membutuhkan proses
mengidentifikasi determinan atau factor
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
129
penentu utama kualitas layanan berdasarkan
sudut pandang pelanggan.
2. Mengelola ekspetasi pelanggan, tidak
sedikit perusahaan yang berusaha
melakukan segala cara untuk memikat
sebanyak mungkin pelanggan, termasuk
diantaranya mendramatisasi atau melebih-
lebihkan pesan komunikasinya. Semakin
banyak janji yang diberikan, semakin besar
pula ekspetasi pelanggan. Pada gilirannya
ini akan memperbesar kemungkinan tidak
terpenuhinya ekspetasi pelanggan oleh
penyedia layanan. Untuk itu ada satu
pepatah bijak yang bisa dijadikan
pegangan: “jangan janjikan apa yang tidak
bisa diberikan, tetapi berikan lebih dari apa
yang dijanjikan.”
3. Mengelola bukti kualitas layanan,
mengelola bukti kualitas layanan bertujuan
untuk memperkuat persepsi pelanggan
selama dan sesudah layanan disampaikan.
Oleh karena layanan merupakan kinerja dan
tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya
barang fisik, maka pelanggan cenderung
memperhatikan dan mempersepsikan fakta-
fakta tangibles yang berkaitan dengan
layanan sebagai bukti kualitas.
4. Mendidik konsumen tentang layanan,
membantu pelanggan dalam memahami
sebuah layanan merupakan upaya positif
untuk mewujudkan proses penyampaian
dan pengonsumsisan layanan secara efektif
dan efisien. Pelanggan yang lebih „terdidik‟
akan dapat mengambil keputusan
pengambilan secara lebih baik dan lebih
memahami peran serta kewajibannyya
dalam proses penyampaian layanan. Oleh
karenanya, kepuasan mereka dapat tercipta
lebih tinggi.
5. Menumbuhkembangkan budaya kualitas,
budaya kualitas (quality culture) merupakan
system nilai organisasi yang menghasilkan
lingkungan yang kondusif bagi proses
penciptaan dan penyempurnaan kualitas
secara terus-menerus. Budaya kualitas
terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap,
norma, nilai, tradisi, Pelaksanaan, dan
harapan yang berkenaan dengan
peningkatan kualitas. Agar budaya kualitas
bisa ditumbuhkembangkan dalam sebuah
organisasi, diperlukan komitmen
menyeluruh dari semua anggota organisasi,
mulaidari yang tertinggi hingga terendah
dalam struktur organisasi.
6. Menciptakan automating quality,
otomatisasi berpotensi mengatasi masalah
variabilitas kualitas layanan yang
disebabkan kurangnya sumber daya
manusia yang dimiliki organisasi. Akan
tetapi, sebelum memutuskan akan
melakukan otomatisasi, penyedia layana
wajib mengkaji secara mendalam aspek-
aspek yang membutuhkan sentuhan
manusia (high touch) dan elemen-elemen
yang memerkukan otomatisasi (high tech).
Keseimbangan antara high touch dan high
tech sangat dibutuhkan untuk menunjang
kesuksesan penyampaian layanan secara
efektif dan efesien.
7. Menindaklanjuti layanan, penindaklanjutan
layanan diperlukan dalam rangka
menyempurnakan atau memperbaiki aspek-
aspek layanan yang kurang memuaskan dan
mempertahankan aspek-aspek yang sudah
baik. Dalam rangka itu, perusahaan perlu
berinisiatif untuk menghubungi sebagian
atau semua pelanggan (tergantung skala
bisnis perusahaan) guna mengetahui tingkat
kepuasan dan persepsi mereka terhadap
kualitas layanan yang mereka terima.
Perusahaan dapat pula mengupayakan
kemudahan dan kenyamanan bagi para
pelanggan dalam berkomunikasi dengan
pihak manajemen maupun karyawan
kontak, sehingga mereka bisa
menyampaikan kebutuhan spesifik,
keluhan, dan/atau saran konstruktif.
8. Mengembangkan system informasi kualitas
layanan, sistem kualitas informasi layanan
(service quality information system)
merupakan sistem yang mengintegrasikan
berbagai macam rancangan riset secara
sistematis dalam rangka mengumpulkan
dan menyebarluaskan informasi kualitas
layanan guna mendukung pengambilan
keputusan. Informasi yang dibutuhkan
mencakup segala aspek, yaitu data saat ini
dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif,
internal dan eksternal, serta informasi
mengenai perusahaan, pelanggan dan
pesaing. Pengembangan sistem informasi
kualitas layanan tidak hanya terbatas pada
perusahaan besar. Mendengarkan „suara
pelanggan‟ (customer’s voice) merupakan
hal yang mutlak harus dilakukan
perusahaan apapun, tanpa kecuali
perusahaan kecil. Untuk memahami suara
pelanggan diperlukan riset mengenai
ekspetasi dan persepsi, baik pelanggan
maupun non-pelanggan. Melalui riset
semacam ini akan didapatkan informasi
tentang kekuatan dan kelemahan layanan
perusahaan berdasarkan sudut pandang
pelanggan yang memanfaatkan atau
menggunakan layanan.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
130
2.3. Kepuasan Pelanggan
Menurut Oliver dalam Supranto
(2006:233) Kepuasan pelanggan adalah tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja/hasil yang dirasakannya dengan
harapannya. Sedangkan menurut Rahmayanty
(2013:17), kepuasan (satisfaction) berasal dari
bahasa latin, yaitu satis yang berarti enough
atau cukup dan facere yang berarti to do atau
melakukan. Jadi, produk atau jasa bisa
memuaskan adalah produk jasa yang sanggup
memberikan sesuatu yang dicari oleh
pelanggan sampai pada tingkat cukup.
Kepuasan pelanggan berbeda-beda bergantung
nilai produk atau objektivitasnya maupun
subjektivitasnya.
McColl-Kennedy dalam Tjiptono
(2008:68) mengatakan, tingkat pertisipasi
pelanggan dalam produksi dan penyampaian
layanan bias dikelompokkan menjadi tiga
macam:
1. Sekadar menyediakan informasi kepada
penyedia layanan.
2. Produksi barsama (joint production) dengan
bantuan dari pekerja jasa. Situasi ini
berlangsung manakala karyawan layanan
dan pelanggan sama-sama berpartisipasi
dalam produksi layanan. Efektifitas layanan
sangat tergantung pada spesifikasi
kebutuhan pelanggan, informasi yang
disediakan pelanggan, dan kerja sama
pelanggan dengan penyedia layanan.
3. Pelanggan merupakan produsen tunggal
(swalayan) yang mengerjakan semua aspek
service encounter spesifik.
Tjiptono (2008:169) mengungkapkan
kepuasan pelanggan juga berpotensi
memberikan sejumlah manfaat spesifik,
diantaranya:
1. Berdampak positif terhadap loyalitas
pelanggan
2. Berpotensi menjadi sumber pendapatan
masa depan, terutama melalui pembelian
ulang, cross-selling dan up-selling.
3. Menekan biaya transaksi pelanggan
dimasa depan, terutama biaya-biaya
komunikasi pemasaran, penjualan, dan
layanan pelanggan.
4. Menekan validitas dan risiko berkenaan
dengan prediksi aliran kas masa depan.
5. Meningkatkan toleransi harga, terutama
kesediaan pelanggan untuk membayar
harga premium dan pelanggan cenderung
tidak mudah tergoda untuk beralih
pemasok.
2.4. Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Menurut Hiil, Brierley dan MacDougall
dalam Tjiptono (2008:175) kepuasan
pelanggan merupakan ukuran kinerja produk
total, sebuah organisasi dibandingkan
serangkaian keperluan pelanggan (customer
requirement). Kepuasan pelanggan bukanlah
konsep absolute, melain kan relative atau
tergantung pada apa yang diharapkan
pelanggan. Operasionalisasi pengukuran
kepuasan pelanggan bisa menggunakan
sejumlah faktor, seperti ekspektasi, tingkat
kepentingan (importance), kinerja, dan faktor
ideal. Pengukuran kepuasan pelanggan
dilakukan dengan berbagai macam tujuan
diantaranya:
1. Mengidentifikasi keperluan (requirement)
pelanggan (importance ratings), yakni
aspek-aspek yang dinilai penting oleh
pelanggan dan memengaruhi apakah ia
puas atau tidak.
2. Menentukan tingkat kepuasan pelanggan
terhadap kinerja organisasi pada aspek-
aspek penting.
3. Membandingkan tingkat kepuasan
pelanggan terhadap perusahaan dengan
tingkat kepuasan pelanggan terhadap
organisasi lain, baik pesaing langsung
maupun tidak langsung.
4. Mengidentifikasi PFI (priorities for
improvement) melalui analisis gap antara
skor tingkat kepentingan (importance) dan
kepuasan.
5. Mengukur indeks kepuasan pelanggan
yang bisa menjadi indicator andal dalam
memantau kemajuan perkembangan dari
waktu ke waktu.
Menurut Rahmayanty (2013:5)
pelayanan dan kepuasan adalah merupakan
tujuan utama dalam perusahaan karena tanpa
pelanggan, perusahaan tidak akan ada. Asset
perusahaan sangat kecil nilainya tanpa
keberadaan pelanggan. Karena itu tugas utama
perusahaan adalah menarik dan
mempertahankan pelanggan. Pelanggan ditarik
dengan tawaran yang lebih kompetitif dan
dipertahankan dengan memberikan kepuasan.
2.5. Hubungan antara Kualitas Pelayanan
dengan Kepuasan Pelanggan
Hubungan antara kepuasan pelanggan
dengan kualitas pelanggan, menurut
Parasuraman dalam Da Silva (2014:5)
mengdefinisikan bahwa konsep dari kualitas
pelayanan dalam suatu pendapat atau
pemikiran konsumen adalah tentang bagaimana
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
131
produk ataupun pelayanan yang didasarkan
pada keunggulan atau mutu serta evaluasi
kinerja pelayanan tersebut dimana dalam
evaluasi yang dilakukan oleh pelanggan dapat
memberikan dampak yang positif ataupun
negatif bagi tingkah laku konsumen ke
depannya, selain itu menurut murasiranwa
dalam (Da Silva, 2014:5) dalam lingkungan
yang kompetitif industri ataupun perusahaan
seharusnya dapat memodifikasi cara–cara bagi
perusahaannya dalam memberikan kualitas
pelayanan bagi konsumen dan dapat membuat
konsumen mengadopsi pendekatan-pendekatan
dalam kualitas pelayanan dan dapat
memaksimalkan kepuasan konsumen
berdasarkan kualitas pelayanan yang diberikan,
sedangkan Solomon dalam Da Silva (2014:11)
mengangap bahwa kepuasan konsumen dapat
didefinisikan dari bentuk penilaian mereka
selama mengunakan ataupun mengkonsumsi
produk dan pelayanan yang diberikan dimana
disana akan memberikan suatu reaksi dan
perasaan tentang harapan, hasil dari evaluasi
dari pengunaan produk dan jasa tersebut.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini mengunakan metode
kuantitatif, data diperoleh melalui penyebaran
kuesioner kepada 50 (lima puluh) orang
responden, sedangkan teknik pengambilan
sampel dengan mengunakan teknik
pengambilan simple random sampling. Simple
Random Sampling merupakan teknik
pengambilan sampel anggota populasi
dilakukan secara acak sebagai saample yang
presentatif (Sugiono, 2006:74).
Metode analisis data bersifat statistik
deskriptif yang merupakan statistik yang
mengunakan analisa data dengan cara
mendeskripsikan atau mengambarkan data
yang telah terkumpul sebagaiman adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
untuk umum atau generalisasi (Sugiono, 2006:
142) dilakukan dengan mengunakan SPSS
sebagai pengolahan datanya dimana
mengunakan korelasi produk moment untuk
mengetahui hubungan antara satu variabel
independen dan variabel dependent, Koefisien
determinasi untuk mengetahui besarnya
prosentase variabel tergantung yang akan
diprediksi dengan mengunakan variabel bebas
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode survey dengan teknik
korelasional. Variabel penelitian meliputi dua
variabel bebas yaitu service quality (X) dan
serta variabel terikat kepuasan konsumen (Y).
Gambar 1 : Framework Penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Responden dari penelitian ini adalah
para penguna jasa pelayanan PT TIKI JNE
Depok, berjumlah 50 orang dimana untuk
karakteristik responden dibagi berdasarkan
Jenis Kelamin, berdasarkan usia, berdasarkan
pendidikan dan pekerjaan Berikut dijelasskan
prosentase dari responden tersebut
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin
Berdasarkan olahan data kuesioner dapat
dijelaskan terlihat bahwa responden yang
dijadikan objek penelitian lebih banyak
wanita dibanding pria. Dimana untuk
prosentase sebesar 46% , sedangkan untuk
responden wanita sebanyak 54%
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Berdasarkan olahan data untuk karakteristik
responden berdasarkan usia di bagi
berdasarkan rentang umur 17 – 23 Tahun,
24-30 tahun, 31-37 tahun, >37 tahun,
dimana dapat digambarkan dalam bentuk
prosentase untuk responden yang berusia
17-23 tahun dengan presentase 42%, 24-30
tahun dengan presentase 32%, 31-37 tahun
dengan presentase 18%, dan >37 tahun
dengan presentase 8%.
3. Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan
Sedangkan untuk karakteristik responden
berdasarkan pendidikan dapat di
kategorikan berdasarkan pendidikan Strata
satu (S1), Diploma Tiga (D3), Sekolah
Menengah Umum(SMU), Sekolah
Menengah Pertama (SMP), dan
Service
Quality
(X)
Kepuasan
Pelanggan
(Y)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
132
berpendidikan Doktoral (S3) sehingga dapat
dijelaskan bahwa hasil olahan data
kuesioner mengambarkan bahwa jumlah
responden terbesar adalah responden yang
berpendidikan S1 sebanyak dengan
presentase 48%, responden D3 presentase
26%, responden SMA dengan presentase
18%, responden S2 dengan presentase 6%,
responden SMP dengan presentase 0,2 %,
dan responden S3 dengan presentase 0,1 %.
4. Karakteristik Responden Berdasarkan
Pekerjaan
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa
karakteristik responden berdasarkan
pekerjaan, yakni mahasiswa dengan
presentase 32%, karyawan swasta dengan
presentase 30%, wiraswasta dengan
presentase 16%, lain-lain dengan prosentase
14%, dan terakhir karyawan negeri dengan
presentase 8%.
4.2. Uji Statistik
Dari item kuisioner dapat dijelaskan
bahwa penentuan Realibilitas suatu konstruk
variabel dikatakan baik jika memiliki nilai
Cronbach’s Alpha > 0,60. Uji validitas
digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-
butir dalam suatu daftar (konstruk) pertanyaan
dalam mendefinisikan suatu variabel (Bhuono,
2005:67).
Butir pertanyaan dikatakan valid jika
nilai r-hitung yang merupakan nilai dari
Corrected Item-Total Correlation > dari r-tabel,
dimana dapat di jelaskan bahwa pada nilai α:
5 % dan derajat bebas (N – 2), maka nilai R
tabel adalah : 0.2787, dimana dapat di lihat
dari tabel validitas dan reabilitas.
Uji validitas yang pertama yaitu uji
terhadap variabel service quality, yang
dilakukan pengujian terhadap indikator antara
lain reabilitas, responsivitas, kompetensi, akses,
kesopanan, komunikasi, kredibilitas,
keamanan, kemampuan, dan bukti fisik. Hasil
dari uji ini terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Validitas Service Quality
No Indikator Item Peryataan Korelasi Item –
Total
1
Reabilitas
V1
V2
.437
.344
2 Responsivitas V3
V4
,278
,241
3 Kompetensi V5
V6
.543
.630
4 Akses V7
V8
,230
,426
5 Kesopanan V9 ,562
6 Komunikasi V10
,566
5 Kredibilitas V11 ,552
6 Keamanan V12
,480
5 Kemampuan V13 ,610
6 Bukti Fisik V14
V15
,517
,614
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Dari Data olahan kuesioner diatas dapat
di jelaskan bahwa pada umumnya untuk
indikator berada diatas nilai r –tabel yakni
0.2787, namun satu indikator yang berada
dibawah rata yakni indikator responsive untuk
item pertanyaan V4 dan item pertanyaan untuk
V7 dengan indikator akses masing bernilai
0,241 dan 0,230.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
133
Selanjutnya dilakukan uji validitas
untuk variabel kepuasan pelanggan, yang
menguji indikator-indikatornya antara lain:
prosedur pelayanan minimalisir kesalahan,
kesediaan cepat dan tepat kesungguhan,
pengetahuan, kesopanan, rasa percaya,
keyakinan, memahami masalah, memberikan
perhatian, penampilan fisik, fasilitas layanan,
materi komunikasi, pemenuhan janj. Hasil dari
uji ini tersaji pada tabel 2, pada tabel tersebut
dapat dijelaskan bahwa pada umumnya untuk
indikator berada diatas nilai r –tabel yakni
0.2787, namun satu indikator yang berada
dibawah rata yakni indikator V3 dengan nilai
0,166 yakni untuk indikator pemenuhan janji.
Tabel 2. Hasil Uji Validitas Customer Satisfaction
No Indikator Item Peryataan Korelasi Item – Total
1
Prosedur Pelayanan
Minimalisir Kesalahan
Pemenuhan Janji
V1
V2
V3
.454
,325
,166
2 Kesediaan
Cepat dan Tepat
Kesungguhan
V4
V5
V6
,419
,470
,588
3 Pengetahuan
Kesopanan
Rasa Percaya
Keyakinan
V5
V6
.470
.588
4 Memahami Masalah
Memberikan Perhatian
V7
V8
,448
,640
5 Penampilan Fisik
Fasilitas Layanan
V9 ,562
6 Materi Komunikasi V10
,566
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Hasil uji reliabilitas untuk variabel- variabel
yang digunakan yaitu customer satisfaction
dan service quality tersaji pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas
No Variabel Cronbach Alfa
1
Customer
Satisfaction
0,842
2 Service Quality 0,848
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Dari data diatas dapat di jelaskan bahwa
nilai uji reliabilitas untuk variabel customer
satisfaction dan service quality berada diatas
nilai 0,60 hal ini dapat diartikan kedua variabel
tersebut dapat di katakan reliabel.
Hasil uji statistic deskriptif
menunjukkan beberapa hal yaitu:
1. Rata- rata nilai kepuasan pelangan sebesar
56,80 dan rata–rata nilai service quality
yang di berikan sebesar 50,52
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
134
2. Sedangkan standar deviasi untuk customer
satisfaction ialah 5,548 dan nilai standar
deviasi untuk service quality sebesar 5,418
Pada uji korelasi ini bertujuan untuk
mengetahui ada dan tidaknya hubungan
(Sarwono : 98: 2009), dalam hal ini antara
variabel Customer satisfaction dan Service
Quality, maka dapat di gambarkan dalam tabel
3.
Tabel 4. Hasil Uji Korelasi
Customer
Satisfaction
Service Quality
Pearson
Correlation
Customer
Satisfaction
1,000 ,659
Service Quality ,659 1,000
Sig. (1-
tailed)
Customer
Satisfaction
. ,000
Service Quality ,000 .
N Customer
Satisfaction
50 50
Service Quality 50 50
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Besar hubungan antara variabel customer
satisfaction dan service quality ialah sebesar
0,659 artinya hubungan antara kedua variabel
tersebut sangat kuat , dan berkorelasi positif
dimana dapat ditunjukan apabila usaha kualitas
pelayanan di tingkatkan maka nilai kepuasan
pelanggan akan meningkatkan juga,
sedangkan untuk nilai signifikan dapat dilihat
dari nilai Sig. (1-tailed) sebesar 0,000 yang
mana nilainya lebih kecil dari 0,05 maka dapat
diartikan bahwa kedua variabel tersebut
memiliki hubungan yang signifikan.
Hasil uji simultan pada tabel 5 dapat
disimpulkan bahwa besarnya angka
probabilitas atau signifikan pada perhitungan
Anova dapat di gunakan untuk uji kelayakan
model regresi dengan persyaratan angka
probabilitas yang baik yang dapat di gunakan
sebagai model regresi lebih kecil dari 0,05
(Sarwono : 99: 2009), sehingga dari tabel
anova diatas menghasilkan nilai F sebesar
36,229 dan tingkat signifikan sebesar 0,000,
maka nilai dapat diartikan nilai probabilitas
0,000 lebih kecil dari 0,05, maka model regresi
ini dapat dikatakan service quality sudah layak
untuk memprediksi besarnya kepuasan
pelanggan.
Pada perhitungan koefien determinasi
menunjukan besarnya prosentase variabel
dependent atau terikat yang dapat diprediksi
dengan menggunakan variabel independent
atau bebas, dan koefisien determinasi dapat di
gunakan untuk menghitung besarnya peranan
atau pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat (Sarwono, 2009:98), hasil penelitian
dapat dijelaskan berupa tabel 6.
Tabel 5. Hasil Uji Simultan
Model Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
1
Regressio
n
655,713 1 655,713 36,929 ,000b
Residual 852,287 48 17,756
Total 1508,000 49
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
135
Tabel 6. Hasil Uji Determinasi
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 ,659a ,435 ,423 4,214
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai R
Square sebesar 0,435, besar nilai R square
dapat dikatakan sama dengan 43,5 % , dimana
dapat diartikan bahwa sebesar 43,5% variabel
service quality dapat mempengaruhi
peningkatan kepuasan pelanggan, dan
selebihnya berkisar 56,5 % dipengaruhi oleh
faktor–faktor lain. Sedangkan dari uji koefisien
regeresi dapat digunakan untuk mengambarkan
persamaan regresi untuk mengetahui angka
konstan dan uji hipotesis signifikan koefisien
determinasi (Sarwono, 2009:100)
Uji t akan di gunakan untuk menguji tingkat
signifikan konstanta dari kedua variabel
(Sarwono : 100: 2009), dengan sebuah
hipotesis yaitu:
H0 : Koefisen Regresi tidak signifikan
H1 : Koefisien Regresi Signifikan
Dimana dapat dijelaskan bahwa jika
nilai t hitung < t tabel maka H0 diterima
namaun jika nilai t hitung > t tabel maka H0 di
tolak, t hitung diketahui bernilai 6,077,
sedangkan nilai t tabel dengan nilai α : 0,05,
dan nilai Degree of Freedom (DF): 48 dan t
tabel : 2,021, maka dapat diartikan bahwa nilai
t hitung > t tabel maka H0 di tolak , sehingga
kesimpulannya koefisien regresi signifikan
Untuk nilai persamaan regresi
ditunjukkan dengan Y = a + bx dapat
dijelaskan dalam bentuk persamaan sebagai
berikut Y : 22,691 +0,675 X, dimana
persamaan tersebut memiliki arti bahwa jikalau
terdapat peningkatan kualitas pelayanan
sebesar (X) maka terdapat peningkatan
kepuasan pelanggan sebesar 22,691,
sebaliknya jika terjadi penurunan kualitas
pelayanan maka menurunkan kepuasan
pelanggan.
V. PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan maka
pada bagian ini akan disimpulkan beberapa hal,
yaitu :
1. Dari hasil pengolahan data kuesioner
diperoleh hasil untuk uji korelasi ini
bertujuan untuk mengetahui ada dan
tidaknya hubungan antara variabel
Customer satisfaction dan Service Quality
diperoleh nilai sebesar 0,659 artinya
hubungan antara kedua variabel tersebut
sangat kuat
2. Besarnya angka probabilitas signifikan,
sedangkan koefien determinasi
menunjukkan besarnya prosentase variabel
dependent atau terikat yang dapat diprediksi
bahwa nilai R Square sebesar 0,435, besar
nilai R square dapat dikatakan sama
dengan 43,5 % , dimana dapat diartikan
bahwa sebesar 43,5% variabel service
quality dapat mempengaruhi peningkatan
kepuasan pelanggan, dan selebihnya
berkisar 56,5 % dipengaruhi oleh faktor –
faktor lain
3. Persamaam regresi yang dihasilkan
menunjukkan nilai yang signifikan variabel
kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan
pelanggan.
4. Hasil pengukuran menunjukkan persentase
yang cukup kecil dari kualitas pelayanan
Tabel 7. Hasil Uji Koefisien Regeresi
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant
)
22,691 5,644 4,020 ,000
Service
Quality
,675 ,111 ,659 6,077 ,000
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
136
terhadap kepuasan pelanggan hanya 43,5%,
sehingga faktor-faktor lain diyakini
berpengaruh besar dalam membentuk
kepuasan pelanggan dan perlu untuk dikaji
kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Bhuono, Agung Nugroho. 2005. Strategi Jitu
Memilih Metode Statistik Penelitian
dengan SPSS. Yogyakarta: Penerbit
Andi
Da Silva, Marques Valter Jose.2014. The
Impact of Service Quality on Customer
Satisfaction in a Dublin Hostel - Case
Study National. College of Ireland
Higher Diploma in Science in Data
Analytics
Tjiptono, Fandy. 2008. Service Management:
Mewujudkan Pelayanan Prima.
Yogyakarta: Penerbit Andi Offset
Supranto, J. 2006. Pengukuran Tingkat
Kepuasan Pelanggan: Untuk Menaikkan
Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta
Kasmir. 2011. Etika Customer Service. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Murdoko, E.Widijo Hari, 2007.Great Customer
Service: Melayani Dari Hati. Jakarta:
PT: Elex Media Komputindo
Rahmayanty, Nina. 2013. Manajemen
Pelayanan Prima. (Edisi 1). Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sarwono, Jonathan, 2009. Statistik itu Mudah :
SPSS 16. Jakarta : Penerbit CV Andi
Offset
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis.
Bandung: CV Alfabeta
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
137
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA PENCEGAHAN
RISIKO KREDIT PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT
Wangsit Supeno
Program Studi Komputerisasi Akuntansi
AMIK BSI Jakarta
ABSTRACT
Rural Bank as one of the banks that provide financial intermediation services mainly to
micro and small businesses and rural communities, continue to face risks in the implementation of
its business activities. Industrial development of Rural Banks is increasing, people's need for
financial services that is more varied, easy, and fast encourage rural banks to further improve
products and services, and in turn can increase the risk of Rural Banks. The main activity of Rural
Bank in disbursing the funds is to give credit to the public in order for the credit to be useful
according to the needs of customers, and provide benefits to rural banks in the form of interest
income from loans. Giving credit is one way to increase the number of productive assets of Rural
Banks, which can have a direct impact on increasing the assets of Rural Banks as a whole. Credit
risk is the productive assets, which means that the credit has a potential impact losses due to the
occurrence of a particular event. The increase in this risk must be balanced by an increase in risk
control. Therefore, Rural Banks are required to apply risk management. The principles of risk
management, including credit risk management, which should be implemented by the Rural Bank
adjusted to the business characteristics Rural Bank and harmonized with the provisions
concerning the application of risk management in commercial banks. Implementation of risk
management as one of its efforts to strengthen institutions and improve the reputation of the Rural
Bank industry in the direction of the development policy of Rural Banks. Implementation of risk
management attention to their institutional strengthening and improvement of the Rural Bank
industry reputation, is expected to create a financial sector that is growing in a sustainable and
stable and has high competitiveness.
Keywords: Credit Risk Management, Credit Risk
I. PENDAHULUAN
Bank Perkreditan Rakyat atau BPR
didirikan dengan berbagai macam tujuan
seperti menjadi agen pembangunan,
memberikan pelayanan yang baik pada
masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi,
memenuhi harapan para pemangku
kepentingan seperti pegawai, regulator,
pegawai, masyarakat, pemerintah dan lain
sebagainya. Namun, tujuan pokok dari
operasional BPR memberikan nilai tambah dan
meningkatkan kekayaan pemegang saham.
Agar tujuan BPR bisa dicapai maka BPR
melakukan upaya meningkatkan pertumbuhan
bisnis, di mana BPR perlu meningkatkan
inovasi produk dan jasa untuk mendorong
pemasaran produk dan jasa tersebut pada
berbagai segmen sesuai dengan rencana
kerjanya. Tujuan meningkatkan pertumbuhan
bisnis, meningkatkan efisiensi dan pengelolaan
risiko pada umumnya tidak sejalan.
Perkembangan industri Bank
Perkreditan Rakyat yang semakin meningkat,
dengan tingkat persaingan yang semakin tajam,
dan juga kebutuhan masyarakat atas pelayanan
jasa keuangan yang lebih bervariasi, mudah,
dan cepat diiringi dengan perkembangan
teknologi informasi yang sangat cepat,
mendorong BPR, untuk lebih meningkatkan
produk dan pelayanannya yang pada gilirannya
akan meningkatkan risiko pada BPR.
Peningkatan risiko ini harus diimbangi dengan
peningkatan pengendalian Risiko. Penerapan
manajemen risiko selain ditujukan bagi BPR
juga dalam rangka melindungi pemangku
kepentingan BPR.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka
BPR harus melindungi kegiatan usahanya dari
risiko yang berpotensi merugikan, salah
satunya adalah risiko kredit yang dapat
memberikan dampak pada keterbatasan
likuiditas, hambatan operasional, pelanggaran
kepatuhan, dan menjadikan reputasi BPR buruk
sehingga dapat menurunkan tingkat
kepercayaan masyarakat kepada BPR dan pada
akhirnya BPR mengalami kerugian dalam
operasionalnya. Kondisi tersebut tentu sangat
kurang baik dan dapat mengganggu stabilitas
kelembagaan dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Dalam upaya BPR
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
138
meningkatkan kualitas operasionalnya, BPR
harus memperhatikan dan melaksanakan
penerapan manajemen risiko kredit secara
benar dan konsisten, sesuai regulasi Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) tentang Penerapan
Manajemen Risiko.
Implementasi manajemen risiko kredit
sudah menjadi sebuah kebutuhan, sebagai salah
satu risiko yang harus menjadi perhatian utama
manajemen BPR, selain sejalan dengan
regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), juga
memperhatikan pada situasi dan kondisi di
mana risiko kredit BPR semakin tinggi,
sehingga diharapkan dapat memberikan
dampak yang positif bagi internal BPR,
untuk menjaga agar BPR senantiasa memiliki
daya tahan pada berbagai situasi. Implementasi
manajemen risiko kredit merupakan sebuah
kebutuhan BPR dalam mengelola risiko kredit
yang dihadapi, baik pada kondisi normal
maupun pada saat terjadi krisis, sehingga BPR
dapat meningkatkan kinerja operasionalnya
dari waktu kewaktu.
Maksud dari penelitian ini adalah untuk
melakukan analisis terhadap dampak risiko
dalam pemberian kredit pada Bank Perkreditan
Rakyat atau BPR, dan pelaksanaan penerapan
manajemen risiko kredit BPR sesuai peraturan
yang berlaku, sebagai upaya melindungi
kegiatan usaha BPR dari meningkatnya potensi
kerugian yang dapat menghambat operasional
BPR saat ini dan di masa depan. Diharapkan
dengan penerapan manajemen risiko kredit
secara baik dan konsisten oleh seluruh BPR di
Indonesia, dapat menciptakan tumbuhnya
sektor keuangan dan perekonomian secara
berkelanjutan.
II. LANDASAN TEORI
2.1. Manajemen Risiko
Bank Perkreditan Rakyat atau BPR
sebagai salah satu jenis bank yang memberikan
jasa intermediasi keuangan terutama kepada
usaha mikro dan kecil serta masyarakat
pedesaan, senantiasa menghadapi risiko dalam
pelaksanaan kegiatan usahanya. Peningkatan
risiko ini harus diimbangi dengan peningkatan
pengendalian risiko. Oleh karena itu, BPR
dituntut menerapkan manajemen risiko.
Prinsip-prinsip manajemen risiko termasuk
jenis risiko yang harus diterapkan oleh BPR
disesuaikan dengan karakteristik kegiatan
usaha BPR dan diselaraskan dengan ketentuan
mengenai penerapan manajemen risiko pada
bank umum.
Menurut Ikatan Bankir Indonesia
(2015:6), disebutkan bahwa risiko dalam
konteks perbankan merupakan suatu kejadian
potensial, baik yang dapat diperkirakan
(expected) maupun yang tidak dapat
diperkirakan (unexpected) yang berdampak
negatif terhadap pendapatan dan permodalan
bank. Risiko yang sudah diperkirakan atau
expected loss sudah diperhitungkan sebagai
bagian dari biaya untuk menjalankan bisnis.
Yang disebut risiko yang memerlukan modal
untuk menutup risiko tersebut adalah apabila
kerugian yang terjadi melebihi atau
menyimpang dari ekspektasi tersebut, yaitu
risiko yang tidak dapat diperkirakan
(unexpected loss).
Menurut Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 13/POJK.03/2015 tanggal 3
November 2015, tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan
Rakyat, Risiko adalah potensi kerugian akibat
terjadinya suatu peristiwa tertentu. Sedangkan
pengertian Manajemen Risiko adalah
serangkaian metodologi dan prosedur yang
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan Risiko yang
timbul dari seluruh kegiatan usaha BPR.
Menurut Ikatan Bankir Indonesia
(2015:7), menyebutkan bahwa Manajemen
risiko merupakan upaya untuk mengelola risiko
agar peluang mendapatkan keuntungan dapat
diwujud-kan secara berkesinambungan
(sustainable) karena risiko terhadap aktivitas
bank sudah diperhitungkan.
Menurut Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 13/POJK.03/2015 tanggal 3
November 2015, tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan
Rakyat, terdapat lima risiko yang harus
dikelola BPR berdasarkan struktur
Kepemilikan Modal, yaitu :
1. Risiko Kredit, adalah risiko akibat
kegagalan debitur dan/ atau pihak lain
dalam memenuhi kewajiban kepada BPR.
2. Risiko Operasional, adalah risiko yang
antara lain disebabkan adanya ketidak
cukupan dan/atau tidak berfungsinya proses
intern, kesalahan sumber daya manusia,
kegagalan sistem, dan/atau adanya masalah
ekstern yang dapat mempengaruhi
operasional BPR.
3. Risiko Kepatuhan, adalah risiko akibat BPR
tidak mematuhi dan/ atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-
undangan dan ketentuan lain termasuk
Risiko akibat kelemahan aspek hukum.
4. Risiko Likuiditas, adalah risiko akibat
ketidak mampuan BPR untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo dari sumber
pendanaan arus kas dan/atau aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan,
tanpa mengganggu aktivitas dan/atau
kondisi keuangan BPR.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
139
5. Risiko Reputasi, adalah risiko akibat
menurunnya tingkat kepercayaan pemangku
kepentingan yang bersumber dari persepsi
negatif mengenai BPR.
6. Risiko Stratejik, adalah risiko akibat
ketidaktepatan BPR dalam pengambilan
dan/atau pelaksanaan suatu keputusan
stratejik serta kegagalan BPR dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan
bisnis.
Penetapan kebijakan manajemen risiko
mempertimbangkan kondisi keuangan, struktur
dan kompleksitas organisasi, dan risiko yang
timbul sebagai akibat perubahan faktor intern
dan ekstern BPR. Kebijakan manajemen risiko
memuat antara lain strategi dan kerangka risiko
yang ditetapkan sesuai dengan tingkat risiko
yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi
risiko (risk tolerance).
2.2. Risiko Kredit
Dalam struktur neraca, kredit yang
diberikan bamk digolongkan sebagai Aktiva
Produktif BPR. Menurut Peraturan Bank
Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva
Produktif dan Pembentukan Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif Bank
Perkreditan Rakyat, Aktiva Produktif adalah
penyediaan dana BPR dalam Rupiah untuk
memperoleh penghasilan, dalam bentuk Kredit,
Sertifikat Bank Indonesia dan Penempatan
Dana Antar Bank. Kualitas Aktiva Produktif
dalam bentuk Kredit ditetapkan dalam empat
golongan, yaitu Lancar, Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet. Penilaian terhadap
Aktiva Produktif tersebut dilakukan
berdasarkan ketepatan membayar dan/atau
kemampuan membayar kewajiban oleh
Debitur.
Menurut Soedarto (2007:327), bank
yang menghadapi risiko kredit yang besar
ditandai dengan besarnya kredit Non
Performing akan menghadapi memburuknya
cash inflow yang dampaknya dapat
menimbulkan risiko likuiditas dan risiko
lainnya. Penyebab timbulnya risiko kredit
dapat terjadi karena faktor intern dan faktor
ekstern. Kegagalan pemberian kredit BPR
selama ini menunjukkan bahwa penyebab
utamanya adalah lemahnya manajemen
perkreditan di samping penyebab ekstern yang
disebabkan oleh nakalnya nasabah, gagalnya
usaha, dan tidak diketahuinya lokasi nasabah
yang bersangkutan. Ada beberapa bank yang
menganggap bahwa pemberian kredit
merupakan bagian utama untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya,
secara agresif mencari nasabah-nasabah baru
untuk kredit konsumsi dan kredit modal
komersial yaitu kredit modal kerja dan kredit
investasi. Dengan meningkatnya persaingan
yang dihadapi perbankan dewasa ini, dan
terbatasnya nasabah-nasabah yang layak untuk
diberikan kredit. membuat lingkungan
perbankan menjadi risiko tinggi dalam
pemberian kredit.
Indikator risiko kredit yang digunakan
otoritas pengawas BPR dalam mengukur
kinerja pemberian kredit BPR sepeti yang
tercantum dalam Modul Pelatihan Sertifikasi
Profesi Direksi dan Komisaris BPR adalah
menggunakan Rasio Non Performing Loan
(NPL) dengan formula sebagai berikut :
Menurut Ali (2004:72), menyebutkan
bahwa kredit bermasalah yang sudah
berkualitas macet dapat mempengaruhi
likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas bank.
Likuiditas bank dapat memburuk, akibat
terjadinya ketidak seimbangan antara cash in
flow dan cash out flow (untuk membayar bunga
dan pelunasan dana masyarakat yang jatuh
waktu oleh bank sendiri). Rentabilitas bank
dapat menurun karena dengan terjadinya kredit
macet tersebut sebagian penghasilan bunga
bank tidak efektif diterima bank, sementara
bank masih tetap harus membayar bunga atas
penempatan dana masyarakat pada bank.
Sedangkan solvabilitas bank menjadi
berkurang sebagai akibat dari bertambahnya
kewajiban bagi bank untuk membentuk
pencadangan penghapusan aktiva produktif
akibat dari terjadinya kredit macet
tersebut.Besarnya ketidak mampuan bank
membentuk pencadangan, pada gilirannya
dapat mengakibatkan CAR (Capital Adequacy
Ratio) menjadi berkurang pula.
2.3. Penerapan Manajemen Risiko Kredit
Lingkungan internal dan eksternal
perbankan yang berkembang dengan pesat
disertai dengan risiko kegiatan usaha bank
yang semakin kompleks, menuntut bank
menerapkan manajemen risiko secara disiplin
dan konsisten. Menurut Peraturan Otoritas Jasa
keuangan Nomor 13/POJK.03/2015 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Perkreditan Rakyat, peraturan tersebut
diterbitkan, karena menimbang bahwa
meningkatnya risiko yang dihadapi BPR,
semakin meningkat pula kebutuhan terhadap
penerapan manajemen risiko oleh Bank
Debit Kredit Non Lancar
Rasio NPL = x 100% ..(1) Total Baki Debit Pinjaman
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
140
Perkreditan Rakyat. Penerapan manajemen
risiko merupakah salah satu upaya BPR dalam
rangka memperkuat kelembagaan dan
meningkatkan reputasi industri Bank
Perkreditan Rakyat sesuai arah kebijakan
pengembangan BPR. Penerapan manajemen
risiko memperhatikan adanya penguatan
kelembagaan dan peningkatan reputasi industri
BPR yang diharapkan dapat menciptakan
sektor keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil serta memiliki daya
saing yang tinggi.
Penerapan manajemen risiko yang di
dalamnya juga termasuk manajemen risiko
kredit yang harus dilaksanakan BPR seperti
tercantum pada pasal 2 dan 3 Peraturan
Otoritas Jasa keuangan Nomor
13/POJK.03/2015 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Perkreditan
Rakyat paling sedikit meliputi :
1. Pengawasan Direksi dan Dewan Komisaris,
dalam rangka pengawasan penerapan
manajemen risiko, BPR wajib menetapkan
wewenang dan tanggung jawab yang jelas
pada setiap jenjang jabatan yang terkait
dengan penerapan manajemen risiko.Dalam
rangka melaksanakan wewenang dan
tanggung jawab, Direksi harus memiliki
pemahaman yang memadai mengenai risiko
yang melekat pada seluruh aktivitas
fungsional BPR dan mampu mengambil
tindakan yang diperlukan sesuai dengan
profil risiko BPR.
2. Kecukupan kebijakan manajemen risiko,
prosedur manajemen risiko dan limit
Risiko, kebijakan manajemen risiko paling
sedikit meliputi : penetapan risiko yang
terkait dengan kegiatan usaha, produk dan
layanan BPR, penetapan sistem informasi
manajemen risiko, penentuan limit dan
penetapan toleransi risiko, penetapan
penilaian peringkat risiko, penyusunan
rencana darurat dalam kondisi buruk, dan
penetapan sistem pengendalian intern dalam
penerapan manajemen risiko.
3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan, pengendalian risio dan sistem
informasi manajemen risiko. BPR wajib
melakukan proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan dan pengendalian risiko
terhadap seluruh faktor risiko yang bersifat
material. Pelaksanaan proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan dan pengendalian
risiko wajib didukung sistem informasi
manajemen yang memadai, dan laporan
yang akurat dan informatif mengenai
kondisi keuangan BPR, kinerja aktivitas
fungsional dan eksposur risiko BPR.
4. Sistem pengendalian intern yang
menyeluruh, BPR wajib melaksanakan
sistem pengendalian intern yang
menyeluruh secara efektif terhadap
pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional
pada seluruh jenjang organisasi BPR.
Pelaksanaan sistem pengendalian intern
yang menyeluruh paling sedikit harus
mampu mendeteksi kelemahan dan
penyimpangan yang terjadi, secara tepat
waktu.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan data sekunder yang bersumber
dari literatur yang terkait dengan pembahasan
penelitian, Data Statistik Perbankan Indonesia
selama tahun 2013, 2014 dan 2015, Peraturan
Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan
yang berhubungan dengan penerapan
manajemen risiko di Bank Perkreditan Rakyat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Dampak Risiko Kredit pada
Bank Perkreditan Rakyat
Aktivitas utama Bank Perkreditan
Rakyat atau BPR adalah memberikan kredit
kepada masyarakat dengan tujuan agar kredit
tersebut dapat bermanfaat sesuai kebutuhan
nasabah, dan memberikan keuntungan kepada
BPR dalam bentuk penerimaan bunga kredit.
Pemberian kredit merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan jumlah aktiva produktif
BPR, yang dapat berdampak langsung pada
peningkatan aktiva BPR secara keseluruhan.
Kredit merupakan aktiva produktif
berisiko, artinya kredit memiliki potensi
kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa
tertentu. Risiko kredit bisa terjadi di antaranya
karena adanya peristiwa wanprestasinya
nasabah sebagai akibat moral hazard atau
perilaku tercela nasabah. Hal ini bisa terjadi
karena adanya informasi yang bersifat
asimetris, yaitu dalam pengajuan kredit ke
BPR, nasabah lebih tahu tentang rencana
sebenarnya ia mengajukan kredit. Ketidak
mampuan pihak BPR dalam menggali dan
menemukan informasi yang akurat dari calon
nasabah, merupakan salah satu penyebab
terjadinya perilaku tercela nasabah. Risiko
kredit bisa juga disebabkan karena adanya
peristiwa yang sulit untuk dikendalikan oleh
pihak BPR karena adanya faktor eksternal.
Sebagai contoh, karena kondisi perekonomian
nasional yang sedang mengalami penurunan,
berdampak pada perubahan harga komoditi
perkebunan seperti kelapa sawit dan karet,
sehingga BPR yang memberikan kredit di
sektor perkebunan tersebut bisa mengalami
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
141
ketersendatan pembayaran kredit. Contoh
lainya adalah karena adanya musibah banjir di
suatu daerah, berdampak pada terhambatnya
struktur perekonomian masyarakat di sekitar
lokasi yang terkena musibah.Kondisi seperti ini
tentunya berpotensi menimbulkan risiko yang
dapat merugikan nasabah dan BPR. Faktor
lemahnya internal BPR dan lemahnya tata
kelola pemberian kredit, juga memberikan
kontribusi meningkatnya risiko kredit, seperti
kurang profesionalnya staf kredit dalam
memproses kredit dan kurang baiknya
kebijakan dan standar operaskonal prosedur,
memberikan kontribusi terjadinya nasabah
wanprestasi, dan kualitas aktiva produktif
kredit menjadi buruk.
Kualitas aktiva produktif kredit dinilai
dari tingkat kelancaran pengembalian pokok
kredit dan pembayaran bunga dari nasabah
sesuai dengan perjanjian kredit yang telah
ditanda tangani oleh para pihak, yaitu nasabah
dan BPR. Kelancaran pembayaran kredit
menjadi perhatian utama BPR untuk
melakukan monitoring terhadap kualitas
pembayaran nasabah. Hal ini dilakukan untuk
memantau kelancaran pembayaran kredit
nasabah sesuai dengan perjanjian. Pembayaran
kredit nasabah yang tersendat lambat laun
menimbulkan tunggakan yang berdampak pada
terjadinya risiko keterbatasan penyediaan
kebutuhan likuiditas harian. Likuiditas BPR
yang tidak tercukupi dapat memengaruhi
kemampuan BPR dalam penyaluran kredit
yang baru. Selain itu, tunggakan pembayaran
pendapatan bunga kredit, mempengaruhi
kemampuan BPR dalam memperoleh
pendapatan operasional dan laba.
Pengukuran risiko kredit yang
digunakan BPR didasarkan pada acuan dari
otoritas pengawas perbankan sejak masih
dilakukan Bank Indonesia sampai sekarang
dengan Otoritas Jasa Keuangan, yaitu
didasarkan pada rasio Non Performing Loan
(NPL). Rasio NPL dihitung dengan cara
membandingkan antara jumlah kredit kurang
lancar, diragukan dan macet dengan jumlah
kredit secara keseluruhan (out standing credit).
Standar rasio NPL yang sehat adalah sebesar
5%. Semakin kecil rasio NPL dari 5% semakin
sehat, dan semakin meningkat semakin kurang
sehat dan tidak sehat.
Hasil penelitian terhadap sebagian
kinerja keuangan yang terkait dengan risiko
kredit dan jumlah Bank Perkreditan Rakyat
secara Nasional pada tahun 2013, 2014 dan
2105 berdasarkan Statistik Perbankan
Indonesia volume 14 Nomor 1 edisi bulan
Desember 2015 yang diterbitkan oleh Otoritas
Jasa Keuangan, dapat disajikan pada data
kinerja risiko kredit (tabel 1) sebagai berikut:
:
Tabel 1 Kinerja Risiko Kredit BPR Nasional
Tahun 2013 – 2015 (Miliar Rupiah)
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan data pada tabel 1dapat
dianalisis sebagai berikut :
1. Indikator Total Kredit BPR dari tahun 2013
sampai dengan 2015 trennya selalu
meningkat. Pada tahun 2013 total kredit
sebesar Rp. 59.176 Miliar, dan pada tahun
2014 mengalami peningkatan sekitar
15,57% menjadi sebesar Rp. 68.391 Miliar.
Sedangkan total kredit yang disalurkan BPR
pada tahun 2015 sebesar Rp. 74.807 Miliar
atau meningkat sekitar 9,38%. Tren
kenaikan total kredit tersebut menunjukkan
bahwa BPR selama tiga tahun terakhir
dinilai cukup berhasil dalam ekspansi
penyaluran kredit, akan tetapi pada tahun
2015 kenaikannya lebih kecil dari tahun
2014. Artinya BPR mengalami kendala
melakukan ekspansi kredit yang bisa
disebabkan karena adanya faktor persaingan
yang begitu tajam, dan kondisi
perekonomian nasional yang melemah
ditahun 2015.
2. Indikator Kredit Non Lancar yang juga
merupakan indikator risiko dalam
penyaluran kredit BPR, trennya mengalami
peningkatan dalam tiga tahun terakhir ini.
Pada tahun 2014, total kredit non lancar
BPR sebesar Rp. 3.252 Miliar, atau
Indikator 2013 2014 2015
Kredit Non Lancar 2.610 3.252 4.018
Total Kredit 59.176 68.391 74.807
Rasio NPL (%) 4,41% 4,75% 5,37%
ROA 3,44% 2,98% 2,71%
Jumlah BPR 1.635 1.643 1.637
Jumlah Kantor 4.678 4.895 5.100
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
142
mengalami kenaikkan sekitar 24,60%
dibandingkan tahun 2013 sebesar Rp. 2.610
Miliar, dan pada tahun 2015 kembali
mengalami kenaikkan sekitar 23,55%
dibandingkan tahun 2014 menjadi sebesar
Rp. 4.018 Miliar. Indikator risiko kredit
yang bisa berpotensi kerugian pada
operasional BPR pada tahun 2014
mengalami kenaikkan dan pada tahun 2015
mengalami sedikit penurunan, yang
kemungkinan besar BPR sudah berupaya
melakukan penyelesaian kredit non
lancarnya dan juga adanya upaya BPR
untuk melakukan ekspansi kredit pada
tahun 2015.
3. Indikator risiko kredit yang kerap
digunakan BPR adalah rasio Non
Performing Loan (NPL), dan berdasarkan
data di atas menunjukkan trennya selama
tiga tahun mengalami kenaikkan, yaitu pada
tahun 2013 sebesar 4,41% dan tahun 2014
naik menjadi 4,75% bahkan pada tahun
2015sudah menembus batas minimum 5%
yaitu mencapai angka 5,37%. Indikator
rasio NPL tersebut menunjukkan bahwa
kondisi BPR memiliki tingkat risiko kredit
yang semakin tinggi dari tahun ke tahun,
dan pada tahun 2015 sudah memasuki
kondisi kurang sehat dibandingkan dua
tahun sebelumnya. Risiko kredit yang terus
meningkat dan menembus batas standar
sehat 5% ini tentu dapat berdampak salah
satunya pada risiko kemampuan BPR dalam
memperoleh Laba, di mana BPR
menggunakan indikator Return on Asset
(ROA).
4. Indikator kemampauan BPR dalam
memperoleh laba menggunakan rasio
Return on Asset (ROA). Berdasarkan data
di atas menunjukkan bahwa tren ROA terus
menurun, pada tahun 2013 sebesar 3,44%,
tahun 2014 sebesar 2,98% dan tahun 2015
sebesar 2,71%. Penurunan rasio ROA BPR
ini adalah dampak dari semakin
meningkatnya risiko kredit BPR, di mana
BPR harus membentuk biaya atas risiko
kerugian kredit yang disebut dengan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
(PPAP). Semakin besar rasio Non
Performing Loan (NPL) dan semakin tinggi
kualitasnya yaitu kualitas diragukan dan
macet, maka semakin besar prosentasi
penyisihan penghapusan yang harus
dibentuk, yaitu 50% dan 100% dari baki
kredit dikurangi dengan nilai agunan kredit.
Jika agunan kredit tidak ada atau tidak
dilakukan pengiakatan sebagaimana aturan
yang berlaku, maka biaya PPAP semakin
besar. Selain itu, BPR yang tidak efisien
dalam pengeluaran biaya over head
operasional BPR, hal ini juga menyumbang
berkurangnya kemampuan memperoleh
laba.
5. Indikator Jumlah BPR yang beroperasi
selama tiga tahun terakhir bisa menjadi
sebuah catatan penting bahwa dampak
risiko kredit yang tidak dikendalikan
dengan baik, melalui tata kelola kredit yang
didasarkan prinsip kehati-hatian, efektif dan
efisien dapat berakibat fatal, dapat berakibat
semakin tingginya risiko operasional, dan
pada akhirnya BPR dilikuidasi. Data di atas
menunjukkan bahwa jumlah BPR pada
tahun 2013 sebanyak 1.635 BPR, pada
tahun 2014 bertambah empat BPR baru
menjadi 1.643 BPR dan pada akhir tahun
2015 jumlah BPR sebanyak1.637 BPR.
Data tersebut menunjukkan bahwa pada
tahun 2015 pihak Otoritas jasa Keuangan
telah melakukan tindakan tegas melikuidasi
BPR yang bermasalah dan sulit untuk
diselamatkan lagi.
6. Indikator Jumlah Kantor BPR yang
mengalami peningkatan dalam tiga tahun
terakhir, menunjukkan bahwa dampak
risiko kredit akan semakin besar jika BPR
pada tahun 2016 tidak berbenah diri.
Jumlah kantor BPR yang meliputi kantor
kas dan kantor cabang pada tahun 2013
sebanyak 4.678 kantor BPR, pada tahun
2014 bertambah menjadi sebanyak 4.895
kantor BPR, dan pada tahun 2015
bertambah menjadi 5.100 kantor BPR.
Setiap wilayah di mana kantor BPR
membuka operasional masing-masing
memiliki risiko dalam penyaluran kredit.
Di sini peran regulasi dan kompetensi SDM
BPR menjadi sangat penting, sebab kondisi
perekonomian yang masih lemah dan
persaingan yang semakin tajam baik antar
lembaga keuangan bank dan non bank yang
memiliki usaha sejenis bisa mengancam
kelanjutan operasional BPR setiap waktu di
wilayah manapun BPR berlokasi, sebagai
dampak dari risiko kredit yang tinggi.
Berdasarkan hasil analisis dampak
risiko kredit di atas, memberikan peringatan
kepada manajemen BPR untuk memperhatikan
budaya pemberian kredit yang sehat. Sangat
sulit BPR mengendalikan faktor internal dalam
pengendalian risiko kredit, karena kondisi
perekonomian dan perilaku masyarakat sudah
semakin kompleks. Masyarakat yang memiliki
banyak sumber informasi sebelum
menggunakan layanan jasa perbankan, dan
kondisi usaha yang semakin sulit, menjadikan
risiko kredit akan selalu mengancam industri
BPR di tanah air. Risiko kredit merupakan
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
143
salah satu risiko yang harus menjadi perhatian
penting manajemen BPR. Risiko kredit BPR
dapat berdampak langsung pada potensi
timbulnya risiko operasional, risiko kepatuhan,
risiko likuidtas dan risiko reputasi.
Tingginya risiko kredit dalam
operasional BPR salah satunya disebabkan
masih lemahnya penerapan Kebijakan dan
Standar Operasional Prosedur dalam pemberian
kredit. Dalam rangka menciptakan iklim kredit
yang sehat dan meningkatkan kinerja BPR,
pihak regulator BPR telah meminta kepada
seluruh BPR untuk menyusun pedoman
kebijakan kredit melalui Peraturan Bank
Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva
Produktif dan Pembentukan Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif Bank
Perkreditan Rakyat.
Pada pasal 2A Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/26/PBI/2011 tentang Perubahan atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva
Produktif dan Pembentukan Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif Bank
Perkreditan Rakyat menyebutkan bahwa :
1. Dalam rangka penyediaan dana dalam
bentuk kredit, BPR wajib memiliki
pedoman kebijakan dan prosedur
perkreditan secara tertulis.
2. Kebijakan perkreditan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui oleh
Dewan Komisaris.
3. Prosedur perkreditan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui
paling kurang oleh Direksi.
4. Dewan Komisaris wajib melakukan
pengawasan aktif terhadap pelaksanaan
kebijakan perkreditan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di atas.
Seiring dengan meningkatnya risiko
kredit, maka kebijakan dan standar operasional
prosedur pemberian kredit yang disusun
manajemen BPR wajib memperhatikan hal-hal
sebagai berikut : (1) Bersifat
menyeluruh dalam siklus manajemen kredit (2)
Dapat menjadi dasar pengambilan keputusan
dalam pengelolaan kredit (3) Tidak
bertentangan dengan ketentuan otoritas
perbankan (4) Berpijak pada prinsip kehati-
hatian (5) Mudah dimengerti (6) Selalu
diperbarui (7) Tertulis.
4.2. Penerapan Manajemen Risiko Kredit
pada Bank Perkreditan Rakyat
Tujuan operasional BPR dalam
meningkatkan pertumbuhan bisnisnya, dengan
meningkat-kan efisiensi dan pengelolaan risiko
pada umumnya tidak sejalan, dan ini
berdampak pada kinerja BPR tersebut.
Meningkatnya risiko yang dihadapi BPR pada
saat ini, maka semakin meningkat pula
kebutuhan BPR terhadap penerapan
manajemen risiko yang konsisten dan selalu
menyesuai-kan dengan situasi dan kondisi
bisnisnya, sehingga kinerja bank meningkat.
Berkaitan dengan hal tersebut, Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas dan
regulator BPR, telah menerbitkan sebuah
Peraturan yang mengharuskan BPR untuk
menerapkan manajemen risiko. Penerbitan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
13/POJK.03/2015 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Perkreditan
Rakyat yang wajib dipenuhi oleh BPR,
merupakan salah satu upaya otoritas pengawas
BPR dalam memperkuat kelembagaan dan
meningkatkan reputasi industri Bank
Perkreditan Rakyat sesuai dengan arah
kebijakan pengembangan Bank Perkreditan
Rakyat. Penguatan kelembagaan dan
peningkatan reputasi industri Bank Perkreditan
Rakyat diharapkan dapat menciptakan sektor
keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan
dan stabil serta memiliki daya saing yang
tinggi.
Ditinjau dari permodalan, pada saat ini
masih banyak BPR yang memiliki modal inti
kurang dari Rp. 15.000.000.000,-. Menurut
Data Statistik Perbankan Indonesia, pada akhir
tahun 2015 jumlah BPR yang memiliki Aset
kurang dari Rp. 10.000.000.000,- sebanyak 377
BPR dari 1.637 BPR. Namun demikian, sangat
mungkin BPR yang jumlah asetnya di atas Rp.
10.000.000.000,- tersebut jumlah modal intinya
kurang dari Rp. 15.000.000.000,- . Penerapan
manajemen risiko terhadap BPR yang memiliki
modal inti kurang dari 15.000.000.000,-,
berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 13/POJK.03/2015 tanggal 3 November
2015, tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Perkreditan Rakyat dengan struktur
permodalan seperti tercantum pada pasal 3
ayat 4, maka BPR yang memiliki modal inti
kurang dari 15.000.000.000,- wajib
menerapkan Manajemen Risiko paling sedikit
ada 3 (tiga) risiko, yaitu Risiko Kredit, Risiko
Operasi dan Risiko Kepatuhan.
Risiko kredit adalah risiko akibat
kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam
memenuhi kewajiban kepada BPR. Risiko
operasional adalah risiko yang antara lain
disebabkan adanya ketidak cukupan dan/atau
tidak berfungsinya proses intern, kesalahan
sumber daya manusia, kegagalan sistem,
dan/atau adanya masalah ekstern yang dapat
mempengaruhi operasional BPR. Risiko
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
144
kepatuhan adalah risiko akibat BPR tidak
mematuhi dan/ atau tidak melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan ketentuan
lain termasuk Risiko akibat kelemahan aspek
hukum.
Terjadinya risiko kredit dapat
bersumber dari aktivitas usaha BPR dalam
pemberian kredit. Risiko Kredit dapat
meningkat karena terkonsentrasinya
penyediaan dana, antara lain pada debitur,
wilayah geografis, produk, atau lapangan usaha
tertentu. Risiko ini lazim disebut Risiko
Konsentrasi Kredit. Mengingat risiko kredit
dapat berdampak pada kelanjutan operasional
jangka pendek dan jangka panjang, maka
manajemen BPR harus menerapkan
manajemen risiko kredit sebagai bagian dari
upaya BPR untuk memastikan bahwa aktivitas
penyediaan dana BPR tidak terekspos pada
risiko kredit yang dapat menimbulkan kerugian
pada BPR.
Tujuan utama manajemen risiko kredit
adalah untuk memastikan bahwa aktivitas
penye-diaan dana BPR tidak terekspos pada
risiko kredit yang dapat menimbulkan kerugian
pada BPR. Secara umum eksposur risiko kredit
merupakan salah satu eksposur risiko utama
sehingga kemampuan BPR untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan risiko kredit serta menyediakan
modal yang cukup bagi risiko tersebut sangat
penting.
Ruang lingkup penerapan manajemen
risiko kredit oleh BPR paling sedikit meliputi
hal-hal sebagai berikut :
1. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan
Direksi
Dalam penerapan manajemen risiko kredit
melalui pengawasan aktif Dewan Komisaris
dan Direksi, selain melaksanakan
pengawasan aktif, BPR perlu menerapkan
beberapa hal dalam tiap aspek pengawasan
aktif Direksi dan Dewan Komisaris,
sebagai berikut :
a. Kewenangan dan Tanggung Jawab
Direksi dan Dewan Komisaris, di
antaranya Dewan Komisaris memantau
penyediaan dana termasuk mereview
penyediaan dana dengan jumlah besar
atau yang diberikan kepada pihak
terkait, Direksi bertanggungjawab agar
seluruh aktivitas penyediaan dana
dilakukan sesuai dengan strategi dan
kebijakan Risiko Kredit yang disetujui
oleh Dewan Komisaris, dan Direksi
harus memastikan bahwa penerapan
manajemen risiko dilakukan secara
efektif pada pelaksanaan aktivitas
penyediaan dana, dengan antara lain
memantau perkembangan dan
permasalahan dalam aktivitas bisnis
BPR terkait risiko kredit, termasuk
penyelesaian kredit bermasalah.
b. Sumber daya manusia, dalam hal ini
kecukupan sumber daya manusia untuk
risiko kredit mengacu pada cakupan
penerapan manajemen risiko secara
umum.
c. Organisasi manajemen risiko kredit
dalam rangka penerapan manajemen
risiko untuk risiko kredit, terdapat
beberapa unit terkait seperti, Unit bisnis
yang melaksanakan aktivitas pemberian
kredit atau penyediaan dana, unit
pemulihan kredit yang melakukan
penanganan kredit bermasalah dan unit
Manajemen Risiko, khususnya yang
menilai dan memantau risiko kredit.
Disamping itu, juga dibentuk Komite
Kredit yang bertanggung jawab
khususnya untuk memutuskan
pemberian kredit dalam jumlah tertentu
sesuai kebijakan masing-masing BPR.
Keanggotaan Komite Kredit tidak hanya
terbatas dari Unit Bisnis tetapi juga dari
unit-unit lain yang terkait dengan
pengelolaan Risiko Kredit, seperti unit
pemulihan kredit.
2. Kecukupan kebijakan, prosedur dan limit
Dalam melaksanakan kebijakan, prosedur,
dan penetapan limit untuk Risiko Kredit,
maka selain melaksanakan kebijakan,
prosedur, dan penetapan limit, BPR perlu
menambahkan penerapan beberapa hal
dalam tiap aspek kebijakan, prosedur, dan
penetapan limit sebagai berikut:
a. Strategi Manajemen Risiko Kredit harus
mencakup strategi untuk seluruh
aktivitas yang memiliki eksposur Risiko
Kredit yang signifikan. Strategi tersebut
harus memuat secara jelas arah
penyediaan dana yang akan dilakukan,
antara lain berdasarkan jenis kredit,
lapangan usaha, wilayah geografis,
jangka waktu, dan sasaran pasar.
Strategi Manajemen Risiko untuk Risiko
Kredit harus sejalan dengan tujuan BPR
untuk menjaga kualitas kredit, laba, dan
pertumbuhan usaha. Tingkat Risiko
yang akan Diambil (risk appetite) dan
Toleransi Risiko (risk tolerance)
Penetapan tingkat Risiko yang akan
diambil dan toleransi Risiko untuk
Risiko Kredit mengacu pada cakupan
penerapan secara umum.
b. Kebijakan dan Prosedur. BPR harus
memiliki kebijakan dan prosedur untuk
meng-identifikasi adanya risiko
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
145
konsentrasi kredit. BPR harus
mengembangkan dan mengimple-
mentasikan kebijakan dan prosedur
secara tepat, sehingga dapat mendukung
penyediaan dana yang sehat, memantau
dan mengendalikan risiko kredit,
termasuk risiko konsentrasi kredit.
Melakukan evaluasi secara benar dalam
memanfaatkan peluang usaha yang baru;
mengidentifikasi dan menangani kredit
bermasalah. Kebijakan BPR harus
memuat informasi yang dibutuhkan
dalam pemberian kredit yang sehat,
antara lain meliputi : tujuan kredit dan
sumber pembayaran, profil Risiko
debitur dan mitigasinya serta tingkat
sensitivitas terhadap perkembangan
kondisi ekonomi dan pasar, kemampuan
untuk membayar kembali, kemampuan
bisnis dan kondisi lapangan usaha
debitur serta posisi debitur dalam
industri tertentu, persyaratan kredit yang
diajukan termasuk perjanjian yang
dirancang untuk mengantisipasi
perubahan eksposur Risiko debitur di
waktu yang akan datang. BPR harus
memiliki prosedur untuk melakukan
analisis, persetujuan, dan administrasi
kredit.
c. Limit. BPR harus menetapkan limit
penyediaan dana secara keseluruhan
untuk seluruh aktivitas bisnis BPR yang
mengandung risiko kredit, baik untuk
pihak terkait maupun tidak terkait, serta
untuk individual maupun kelompok
debitur. BPR perlu menerapkan toleransi
risiko untuk risiko kredit. Limit untuk
risiko kredit digunakan untuk
mengurangi risiko yang ditimbulkan,
termasuk karena adanya konsentrasi
penyaluran kredit. Penetapan limit
Risiko Kredit harus didokumentasikan
secara tertulis dan lengkap yang
memudahkan penetapan jejak audit
untuk kepentingan auditor intern
maupun ekstern.
3. Kecukupan proses identifikasi risiko, sistem
pengukuran, pemantauan, pengendalian
Risiko dan sistem informasi manajemen
risiko kredit yang meliputi :
a. Identifikasi Risiko Kredit. Dalam
melakukan identifikasi Risiko Kredit,
baik secara indi-vidual maupun
portofolio, perlu dipertimbangkan faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat
Risiko Kredit di waktu yang akan
datang, seperti kemungkinan perubahan
kondisi ekonomi serta penilaian
eksposur Risiko Kredit dalam kondisi
tertekan. Dalam mengidentifikasi Risiko
Kredit perlu dipertimbangkan hasil
penilaian kualitas kredit berdasarkan
analisa terhadap prospek usaha, kinerja
keuangan, dan kemampuan membayar
debitur. Khusus untuk Risiko
Konsentrasi Kredit, BPR juga harus
mengidentifikasi penyebab Risiko
Konsentrasi Kredit akibat faktor
idiosinkratik (faktor yang secara spesifik
terkait pada masing-masing debitur) dan
faktor sistematik (faktor-faktor ekonomi
makro dan faktor keuangan yang dapat
mempengaruhi kinerja dan atau kondisi
pasar).
b. Pengukuran risiko kredit. BPR harus
memiliki sistem dan prosedur tertulis
untuk melaku-kan pengukuran Risiko.
Sistem pengukuran Risiko Kredit paling
kurang memper-timbangkan,
karakteristik setiap jenis transaksi yang
terekspos Risiko Kredit, Kondisi
keuangan debitur/pihak lawan transaksi
serta persyaratan dalam perjanjian kredit
seperti tingkat bunga, Jangka waktu
kredit dikaitkan dengan perubahan
potensial yang terjadi di pasar.
c. Pemantau kredit. BPR harus
mengembangkan dan menerapkan
sistem informasi dan prosedur yang
komprehensif untuk memantau
komposisi dan kondisi setiap debitur
atau pihak lawan transaksi terhadap
seluruh portofolio kredit BPR. Sistem
tersebut harus sejalan dengan
karakteristik, ukuran, dan kompleksitas
portofolio BPR. Prosedur pemantauan
harus mampu untuk mengidentifikasi
aset bermasalah ataupun transaksi
lainnya untuk menjamin bahwa aset
yang bermasalah tersebut mendapat
perhatian yang lebih, termasuk tindakan
penyelamatan serta pembentukan
cadangan yang cukup.
d. Pengendalian riisiko kredit. Dalam
rangka pengendalian Risiko Kredit, BPR
harus memastikan bahwa satuan kerja
perkreditan dan satuan kerja lainnya
yang melakukan transaksi yang
terekspos Risiko Kredit telah berfungsi
secara memadai dan eksposur Risiko
Kredit dijaga tetap konsisten dengan
limit yang ditetapkan serta memenuhi
standard kehati-hatian. Pengendalian
Risiko Kredit dapat dilakukan melalui
beberapa cara, antara lain mitigasi
Risiko, pengelolaan posisi dan Risiko
portofolio secara aktif, penetapan target
batasan Risiko konsentrasi dalam
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
146
rencana tahunan BPR, penetapan tingkat
kewenangan dalam proses persetujuan
penyediaan dana, dan analisis
konsentrasi secara berkala paling kurang
1 (satu) kali dalam setahun.
e. Sistem informasi manajemen risiko
kredit. Sistem informasi manajemen
risiko kredit harus mampu menyediakan
data secara akurat, lengkap, informatif,
tepat waktu, dan dapat diandalkan
mengenai jumlah seluruh eksposur
kredit peminjam individual dan pihak
lawan transaksi, portofolio kredit serta
laporan pengecualian limit risiko kredit
agar dapat digunakan Direksi untuk
mengidentifikasi adanya Risiko
Konsentrasi Kredit. 4. Sistem pengendalian intern yang
menyeluruh.
Dalam melakukan penerapan manajemen
risiko melalui pelaksanaan sistem
pengendalian intern untuk risiko kredit,
maka selain melaksanakan pengendalian
intern, BPR juga perlu menerapkan hal-hal
sebagai berikut :
a. Sistem kaji ulang yang independen dan
berkelanjutan terhadap efektivitas
penerapan proses manajemen risiko
Kredit, paling kurang memuat evaluasi
proses administrasi perkreditan,
penilaian akurasi penerapan
pemeringkatan internal atau penggunaan
alat pemantauan lainnya, dan efektivitas
pelaksanaan satuan kerja atau petugas
yang melakukan pemantauan kualitas
kredit.
b. Sistem review internal oleh individu
yang independen dari unit bisnis untuk
membantu evaluasi proses kredit secara
keseluruhan, menentukan akurasi
peringkat internal, dan menilai apakah
account officer memonitor kredit secara
individual dengan tepat.
c. Sistem pelaporan yang efisien dan
efektif untuk menyediakan informasi
yang memadai kepada Dewan
Komisaris, Direksi, dan komite audit.
d. Audit internal atas proses risiko kredit
dilakukan secara periodik, yang antara
lain mencakup identifikasi apakah
aktivitas penyediaan dana telah sejalan
dengan kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan. Seluruh otorisasi dilakukan
dalam batas panduan yang diberikan.
Kualitas individual kredit dan komposisi
portofolio telah dilaporkan secara akurat
kepada Direksi. Terdapat kelemahan
dalam proses Manajemen Risiko untuk
Risiko Kredit, kebijakan dan prosedur,
termasuk setiap pengecualian terhadap
kebijakan, prosedur, dan limit.
V. PENUTUP
Berdasarkan analisis data dan
pembahasan penelitian yang telah diuraikan,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. BPR harus lebih hati-hati dalam penyaluran
kredit, dengan memperhatikan prinsip
pemberian kredit yang sehat, dengan
memfokuskan pemberian kredit pada sektor
yang risikonya bisa dikendalikan dan
meningkatkan monitoring
2. Faktor penyebab tingginya risiko kredit
dalam operasional BPR, meliputi faktor
eksternal yang disebabkan karena situasi
persaingan, kondisi pasar, dan musibah
yang tidak dapat dikendali-kan oleh BPR,
faktor debitur yang melakukan tindakan
tercela, dan faktor internal BPR terutama
karena kurangnya SDM yang memiliki
kompetensi dan integritas dalam bekerja,
juga karena masih kurangnya dalam
pelaksanaan kebijakan dan standar
operasional prosedur kredit.
3. Peningkatan risiko kredit yang dihadapi
BPR dalam bentuk meningkatnya biaya
penyisihan penghapusan piutang (PPAP)
dan tingginya biaya dana, dapat berdampak
pada kemampuan BPR dalam memperoleh
laba yang dicerminkan pada tren penurunan
Return on Asset (ROA) selama tiga tahun
terakhir, selain itu juga berdampak pada
kelangsungan operasional BPR, yang
menjadikan BPR dilikuidasi.
4. Dalam rangka meningkatkan kinerja BPR,
manajemen BPR wajib menerapkan
manajemen risiko kredit, sesuai Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan. Penerapan
manajemen risiko kredit merupakan satu
upaya dalam melakukan antisipasi terhadap
risiko yang pada akhirnya dapat merugikan
BPR. Manajemen risiko yang harus
diterapkan BPR meliputi, risiko kredit,
risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko
likuiditas, risiko kepatuhan dan risiko
reputasi.
5. Ruang lingkup manajemen risiko kredit di
BPR meliputi, pengawasan aktif Dewan
Komisaris dan Direksi, yang didukung
dengan adanya kecukupan kebijakan,
prosedur dan limit, diperlukan kecukupan
proses identifikasi risiko, sistem
pengukuran, pemantauan, pengendalian
risiko dan sistem informasi manajemen
risiko kredit, dan juga menerapkan sistem
pengendalian intern yang menyeluruh.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
147
Saran yang diberikan dalam rangka
mengendalikan risiko kredit pada Bank
Perkreditan Rakyat sebagai berikut :
1. BPR sebaiknya terus meningkatkan ekpansi
kredit, dengan memperhatikan prinsip
pemberian kredit yang sehat dengan
berpedoman pada kebijakan dan standar
operasional prosedur yang baik disesuaikan
dengan regulasi dan kondisi bisnis BPR.
BPR hanya memfokuskan kredit pada
sektor yang risikonya bisa dikendalikan,
mengukur risiko dalam setiap proses kredit,
meningkatkan aktivitas monitoring paska
pemberian kredit, melakukan pembinaan
dan pengawasan yang berkesinambungan.
Hal ini dilakukan agar kualitas kredit
menjadi sehat, dan tercipta efisiensi yang
tinggi sehingga berdampak pada
meningkatnya pelayanan dan daya saing
operasional BPR.
2. BPR sebaiknya memiliki skala prioritas
dalam menangani kredit bermasalah yang
menunggak dua sampai dengan tiga bulan,
dan berupaya menyelesaikan kredit yang
tergolong kurang lancar agar kembali
lancar, dengan melakukan penyelamatan
kredit terhadap nasabah yang dinilai masih
bisa dilakukan penjadwalan ulang kembali.
Hal ini dimaksudkan agar BPR dapat
menurunkan rasio Non Performing Loan
(NPL) lebih signifikan. Selanjutnya, BPR
dapat membuatkan prioritas terhadap kredit
kualitas Diragukan dan Macet dengan
membentuk tim kerja, atau jika sudah
memiliki Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP) yang mencukupi dapat
dilakukan hapus buku terlebih dahulu (write
off).
3. Meskipun pihak regulator masih memberi
tenggang waktu yang cukup panjang untuk
BPR menerapkan manaemern risiko secara
keseluruhan seperti dimaksud dalam
Peratura Otoritas Jasa Keuangan Nomor
13/POJK.03/2015 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Perkreditan
Rakyat yang wajib dipenuhi oleh BPR,
tetapi BPR harus segara melaksanakan
rencana tindak yng telah disusun dan
dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan,
khususnya yang berhubungan dengan
penerapan manajemen risiko kredit agar
BPR dapat memperbaikan kinerjanya
sehingga dapat menjadi BPR yang sehat dan
kokoh dalam melayani masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Masyhud. 2004. Asset Liability
Management. Jakarta : Elex Media
Komputindo
Bank Indonesia, 2011. Peraturan Bank
Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011
tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 tentang
Kualitas Aktiva Produktif dan
Pembentukan Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif Bank Perkreditan
Rakyat. Jakarta : Bank Indonesia.
Ikatan Bankir Indonesia, 2015. Manajemen
Risiko Jilid 1. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Lembaga Sertfifikasi Certfif. 2013. Modul
Pelatihan Manajemen Risiko Kredit.
Jakarta : Lembaga Sertifikasi Certif.
Otoritas Jasa Keuangan, Nomor
13/POJK.03/2015 tanggal 3 November
2015, tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat.
Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan, Statistik Perbankan
Indonesia volume 14 Nomor 1 edisi
bulan Desember 2015. Jakarta : Otoritas
Jasa Keuangan.
Soedarto. 2007. Manajemen Risiko Untuk
Bank Perkreditan Rakyat. Jakarta :
Palem Jaya.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
148
ANALISIS PENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA MELALUI
PROGRAM PELATIHAN
(Studi Kasus: BLK Kelurahan Malakasari Jakarta Timur)
Slamet Heri Winarno
Program Studi Sekretari
Akademi Sekretari dan Manajemen BSI Jakarta
ABSTRACT
This study aims to identify and analyze the effect of training on productivity in BLK of
Malakasari Village East Jakarta.This subjects were participants BLK with a sample of 36 people
using purposive sampling technique. The study design used is quantitative research with survey
method, interviews, and questionnaires. Data collection tool using a Likert scale as quantitative
data. and analyzed using descriptive statistical analysis. Variables used: productivity (Y), training
methods (X1), the training content (X2), and the ability of the instructor (X3). The results showed
that the value of R2
is 0.672 that 67.2% of participants work productivity is influenced by training,
as well as multiple regression equation Y = 0.550 + 0.184 + X2 + 0,287X1 0,170X3. In the t test
and F all of which show that the training programs run effect on increasing productivity of
participants of BLK.
I. PENDAHULUAN
Sumber daya manusia memiliki peran
penting pada setiap kegiatan sebuah
perusahaan. Perusahaan dikatakan berhasil
mencapai tujuan dan sasarannya jika didukung
oleh peran serta sumber daya yang dimiliki.
Sumber daya manusia diyakini dapat menjani
kunci keberhasilan setiap usaha. Dengan
demikian keberadaan sumber daya manusia
menjadi hal yang sangat vital bagi faktor lain
dalam kegiatan-kegiatan bisnis. SDM yang
kompeten, berdedikasi dan tanggung jawab
terhadap bidang pekerjaannya tentunya akan
mampu menjadikan kemampu labaan
perusahaan semakin meningkat.
Upaya untuk mendapatkan sumber daya
manusia yang “mumpuni” baik secara kualitas
dan kuantitas perusahaan dapat dilakukan
melalui penerapan pelatihan (training).
Peningkatan keterampilan dan keahlian
amatlah diperlukan oleh setiap orang. Pelatihan
ini biasanya dapat diadakan bagi orang yang
baru bergabung ataupun orang yang lama
bekerja pada perusahaan. Bagi orang baru
pelatihan ditujukan untuk mengenalkan tentang
budaya, tata kerja, tugas dan tanggungjawab
saat mereka akan memulai pekerjaan.. Bagi
orang lama pelatihan diperlukan karena adanya
tuntutan dari tugas-tugasnya yang sekarang,
ataupun untuk mempersiapkan dirinya untuk
dipromosikan pada jabatan lain.
Selain itu, dengan pelatihan diharapkan
setiap peserta pelatihan mampu bekerja lebih
keras, hal ini disebabkan karena para peserta
pelatihan telah mengetahui dengan baik tugas-
tugas dan tanggung jawabnya, dan akan
berusaha mencapai tingkat produktivitas kerja
yang tinggi. Kesadaran para pemilik usaha
akan arti pentingnya latihan adalah agar dapat
mengikuti adanya perubahan-perubahan yang
akan dipakai perusahaan, mendorong peran
latihan semakin penting di dalam kegiatan
perusahaan.
Hasil akhir dari pelatihan diharapkan
adanya peningkatan produktivitas dalam
menjalankan tugasnya. Produktivitas dapat
dikatakan sebagai prestasi akhir yang diperoleh
saat menjalankan tugas atau pekerjaannya.
Produktivitas juga menyangkut output yang
dihasilkan, bagi setiap perusahaan tentunya
menginginkan produktivitas yang tinggi seiring
meningkatnya produktivitas sumber daya
manusia. Keberhasilan organisasi dalam
mencapai sasaran atau tujuannya dapat dilihat
dari seberapa besar produktivitasnya dalam
menghasilkan keuntungan, hal ini juga
tentunya harus dibarengi dengan meningkatnya
produktivitas dari faktor-faktor yang
mendukungnya, yaitu para pekerja atau SDM.
Sehingga dapat dikatakan jika produktivitas
SDM meningkat maka produktivitas
perusahaan pun akan meningkat, dan untuk
meningkatkan produktivitas SDM maka perlu
ada upaya kearah itu yaitu dalam bentuk
pelatihan.
Tujuan dari penelitian ini guna
mengetahui seberapa besar pengaruh dari
pelatihan dalam meningkatan produktivitas
kerja SDM pada sebuah organisasi, sebagai
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
149
bahan studi kasus diambil BLK Kelurahan
Malakasari Jakarta Timur.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pelatihan (Training)
Sembiring (2010:55) mengatakan
bahwa pelatihan merupakan suatu fungsi
manajemen yang perlu dilaksanakan terus
menerus dalam rangka pembinaan ketenagaan
dalam suatu organisasi”. Selain itu, Pramudyo
(2007:16) menyatakan bahwa pelatihan sebagai
sebuah proses pembelajaran yang dirancang
untuk mengubah kinerja orang dalam
melakukan pekerjaannya. Pelatihan harus
mengacu pada proses pelatihan, kinerja, peserta
pelatihan, dan pekerjaan. Harus dipahami
bahwa proses pelatihan mengacu kepada suatu
perubahan yang harus terjadi pada peserta
pelatihan. Dalam proses pelatihan, kinerja yang
kurang baik dibenahi sedemikian rupa sehingga
menjadi lebih baik. Sehingga sekumpulan
tugas-tugas yang telah menanti dapat
dikerjakan dengan baik oleh pekerja yang telah
mengikuti pelatihan.
Pelatihan menurut Dessler (2006:280)
merupakan proses mengajar ketrampilan yang
dibutuhkan karyawan untuk melakukan
pekerjaannya. Selain itu, Sirait (2010:197) juga
mengatakan jika pelatihan adalah setiap usaha
untuk memperbaiki performansi pekerja pada
suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi
tanggung jawabnya, atau suatu pekerjaan yang
ada kaitannnya dengan pekerjaannya.
Mangkuprawira (2002:135)
menjelaskan bahwa pelatihan adalah sebuah
proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian
tertentu serta sikap agar karyawan semakin
terampil dan mampu melaksanakan tanggung
jawab dengan semakin baik, sesuyai dengan
standar. Dengan pelatihan membantu karyawan
dalam memahami suatu pengetahuan praktis
dan penerapannya dalam dunia kerja pada
perusahaan demi meningkatkan produktivitas
kerja dalam mencapai tujuan yang diinginkan
suatu organisasi perusahaan. Pelatihan juga
merupakan motivasi bagi karyawan untuk
bekerja lebih baik dan terarah.
Pasal 1 Undang-undang ketenagakerjaan
Nomor.13 tahun 2003 menyatakan bahwa
”Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan
untuk memberi, memperoleh, meningkatkan,
serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja
pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu
sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan
dan pekerja” (Hasibuan, 2005:123)
Tujuan pelatihan menurut
Mangkunegara (2006:52) menyatakan bahwa
pelatihan bertujuan: (1) meningkatkan
penghayatan jiwa dan ideology; (2)
meningkatkan produktivitas kerja; (3)
meningkatkan kualitas kerja; (4) meningkatkan
perencanaan sumber daya manusia; (5)
meningkatkan sikap moral dan semangat kerja;
(6) meningkatkan rangsangan agar pegawai
mampu berprestasi secara maksimal; (4)
meningkatkan kesehatan dan keselamatan; (5)
menghindarkan keseragaman; (6)
meningkatkan perkembangan pribadi
karyawan.
Simamora (2006:278-279) mengatakan
bahwa pelatihan dapat terbagi ke dalam
beberapa jenis, antara lain: (1) pelatihan
keahlian (skill training) merupakan pelatihan
yang sering dijumpai organisasi. Program
pelatihannya relatif sederhana, kebutuhan atau
kekurangan diidentifikasi melalui penilaian
yang jeli. Kriteria penilaian efektivitas
pelatihan juga berdasarkan pada sasaran yang
diidentifikasi dalam tahap penilaian; (2)
pelatihan ulang (retraining) berupaya
memberikan kepada para karyawan keahlian-
keahlian yang mereka butuhkan untuk
menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah;
(3) pelatihan lintas fungsional (cross functional
training) melibatkan pelatihan karyawan untuk
melakukan aktifitas kerja dalam bidang lainnya
selain dari pekerjaan yang ditugaskan; (4)
pelatihan tim; ada dua prinsip umum mengenai
komposisi tim. Pertama, seluruh kinerja sebuah
tim sangat tergantung pada keahlian individu
anggotanya. Kedua, manajer kelompok kerja
yang efektif cenderung memantau anggota
timnya secara teratur dan sering memberikan
umpan balik. Memasukan kedua prinsip ini
kedalalm pelatihan anggota tim dan manajer
mereka akan menyebabkan kinerja keseluruhan
tim yang lebih baik; (5) pelatihan kreativitas
(creativity training) berlandaskan pada asumsi
bahwa kreativitas dapat dipelajari. Ada
beberapa cara untuk mengajarkan kreativitas,
salah satu ancangan yang lazim diterapkan
adalah Brainstorming, dimana para partisipan
diberikan peluang untuk mengeluarkan gagasan
sebebas mungkin. Setelah gagasan dianggap
cukup banyak, para partisipan diminta
memberikan penilaian rasional dari segi biaya
dan kelaikan.
Menurut Flippo (2002:186-189) dalam
Hamalik, metode pelatihan terbagi menjadi dua
yaitu:
1. Metode Pelatihan On the Job Training,
terdiri dari: (a) job instruction training
adalah pelatihan dimana ditentukan
seseorang (biasanya manajer atau
supervisor) bertindak sebagai pelatih untuk
menginstruksikan bagaimana melakukan
pekerjaan tertentu dalam proses kerja; (b)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
150
coaching adalah bentuk pelatihan dan
pengembangan yang dilakukan ditempat
kerja oleh atasan dengan membimbing
petugas melakukan pekerjaan secara
informal dan biasanya tidak terencana,
semisal: bagaimana melakukan pekerjaan,
bagaimana memecahkan masalah; (c) job
rotation adalah program yang direncanakan
secara formal dengan cara menugaskan
pegawai pada beberapa pekerjaan yang
berbeda dan dalam bagian yang berbeda
dengan organisasi untuk menambah
pengetahuan mengenai pekerjaan dalam
organisasi; (d) apprenticeship adalah
pelatihan yang mengkombinasikan antara
pelatihan dikelas dengan praktek
dilapangan, yaitu setelah sejumlah teori
diberikan kepada peserta, peserta dibawa
praktek kelapangan.
2. Metode Pelatihan Of The Job Training,
terdiri dari: (a) lecture atau kuliah adalah
presentasi atau ceramah yang diberikan
oleh pelatih/pengajar kepada sekelompok
pendengar, biasanya kelompok yang cukup
besar; (b) video presentation adalah
presentasi atau pelajaran yang disajikan
melalui film, televisi, atau video tentang
pengetahuan atau bagaimana melakukan
suatu pekerjaan. Ini biasanya dilakukan
bilamana jumlah peserta cukup banyak dan
masalah yang dijelaskan tidak begitu
kompleks; (c) vestibule training/simulation
adalah latihan yang diberikan disebuah
tempat yang khusus dirancang menyerupai
tempat kerja, yang dilengkapi dengan
berbagai peralatan seperti ditempat kerja;
(4) role playing adalah metode pelatihan
yang dilakukan dengan cara peserta diberi
peran tertentu untuk bertindak dalam situasi
khusus. Ini dimaksudkan untuk dapat
merasakan apa yang dirasakan orang lain
misalnya:pelanggan, atasan maupun rekan
sekerja sehingga peserta dapat berinteraksi
dengan baik dengan orang lain; (e) case
study adalah study kasus yang dilakukan
dengan memberikan beberapa kasus
tertentu, kemudian peserta diminta
memecahkan kasus tersebut melalui diskusi
kelompok; (f) self-study adalah meminta
peserta untuk belajar sendiri melalui
rancangan materi yang disusun dengan
baik, seperti melalui bahan bacaan, video
dan kaset. Hal ini biasanya dilakukan
karena adanya hambatan-hambatan
geografis, sulitnya untuk bertemu langsung,
atau biaya yang sangat tinggi bilamana para
peserta harus dikumpulkan dalam satu
tempat; (g) program learning adalah
bentuk lain dari Self–Study, yaitu
menyiapkan seperangkat pertanyaan dan
jawaban secara tertulis dalam buku atau
dalam sebuah program komputer; (h)
laboratory training adalah latihan untuk
meningkatkan kemampuan hubungan antar
pribadi, melalui sharing pengalaman,
perasaan, persepsi, dan perilaku diantara
beberapa peserta; (i) action learning
(belajar bertindak) adalah proses belajar
melalui kelompok kecil dalam memecahkan
berbagai persoalan yang dihadapi dalam
pekerjaan, yang dibantu oleh seorang ahli,
biasanya dari dalam atau luar perusahaan.
2.2. Produktivitas
Filosofi mengenai produktivitas
mengandung arti keinginan dan usaha dari
setiap manusia untuk selalu meningkatkan
kehidupan dari penghidupannya. Kehidupan
hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan
kehidupan hari esok tentunya harus lebih baik
dari kehidupan hari ini, hal ini adalah
pandangan yang memberi spirit pada
produktivitas. Secara umum produktivitas
merupakan perbandingan antara keluaran
(Output) yang dicapai dengan masukan (Input)
yang diberikan (Render, Heizer, 2001:14).
Produktivitas juga merupakan hasil dari
efisiensi pengelolaan masukan dan efektifitas
pencapaian sasaran. Efektivitas dan efisiensi
yang tinggi akan menghasilkan produktivitas
yang tinggi (Nasution, 2001:203).
Hasibuan (2003:94) mengatakan bahwa
”Produktivitas kerja adalah perbandingan
antara Output dengan Input, dimana Output-
nya harus mempunyai nilai tambah dan teknik
pengerjaannya yang lebih baik”. Sedangkan
Hariandja (2007:288) menyatakan bahwa
Produktivitas yakni seberapa besar hasil akhir
yang diperoleh di dalam proses produksi.
Secara lengkap definisi produktivitas
yang dirumuskan oleh Dewan Produksi
Nasional RI tahun 1983 dalam Hariandja
(2007:229) sebagai berikut: (1) produktivitas
pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang
selalu mempunyai pandangan bahwa mutu
kehidupan hari ini harus lebih baik dari
kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini;
(2) produktivitas mengandung pengertian
perbandingan antara hasil yang dicapai dengan
keseluruhan sumber daya yang dipergunakan;
(3) produktivitas tenaga kerja mengandung
pengertian perbandingan antara hasil yang
dicapai dengan peran serta tenaga kerja per
satuan waktu.
Dengan demikian, produktivitas dapat
disimpulkan mengandung arti bahwa
produktivitas kerja karyawan dapat dinilai dari
hasil perbandingan antara Input terhadap
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
151
Output. Secara umum produktivitas berarti
perbandingan yang dapat dibedakan dalalm tiga
jenis yang sangat berbeda yakni sebagai
berikut: (1) perbandingan-perbandingan antara
pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan
secara historis yang tidak menunjukan apakah
pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun
hanya mengetengahkan apakah meningkat atau
berkurang serta tingkatannya; (2) perbandingan
pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas,
seleksi proses) dengan lainnya. Pengukuran
seperti itu menunjukan pencapaian relatif; (3)
perbandingan pelaksanaan sekarang dengan
targetnya, dan inilah yang terbaik sebagai
masukan perhatian pada sasaran atau tujuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas (Idris, 2016:88) karyawan dapat
digolongkan pada tiga kelompok, antara lain:
(1) kualitas dan kemampuan, dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos
kerja, mental dan kemampuan fisik karyawan
yang bersangkutan; (2) sarana pendukung,
meliputi: (a) lingkungan kerja, termasuk
tekhnologi dan cara produksi, sarana dan
peralatan yang digunakan, tingkat keselamatan
dan kesehatan kerja serta suasana dalam
lingkungan kerja itu sendiri., (b) kesejahteraan
karyawan yang tercermin dalam sistem
pengupahan dan jaminan sosial serta jaminan
kelangsungan kerja; (3) supra sarana, kktivitas
yang terjadi dalam perusahaan dipengaruhi
oleh apa yang ada seperti sumber-sumber
faktor industri yang akan digunakan, prospek
pemasaran, perpajakan, perizinan, lingkungan
hidup dan lain-lain.
Perbaikan produktivitas memungkinkan
suatu badan usaha menjadi lebih kompetitif
baik didalam maupun diluar negeri. Menurut
”The National Center for Produktivity and
Quality of Working Life” dalam Hariandja
(2007:301) perbaikan produktivitas
memerlukan: (1) dukungan dari peringkat
manajemen puncak; (2) pengakuan
(penghayatan) dari peran kunci dari karyawan;
(3) pengertian sepenuhnya pada semua
peringkat akan maksud dan tujuan daripada
progaram perbaikan produktivitas; (4)
pengadaan sasaran dan pengembangan tolak
ukur untuk apakah dan sejauh mana sasaran
dicapai.
2.3. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Hubungan pelatihan dengan
produktivitas karyawan (Kussriyanto, 2003:10)
dikatakan bahwa pendidikan dan latihan untuk
menambah pengalaman dan meningkatkan
keterampilan kerja mempunyai dampak paling
langsung terhadap produktivitas. Kegiatan
pengembangan ini menjanjikan pertumbuhan
produktivitas yang terus-menerus.
Berdasarkan pada teori tersebut maka
dapat digambarkan hubungannya dalam sebuah
kerangka pemikiran, dimana variabel yang
digunakan antara lain: variabel produktivitas
(Y) sebagai variabel dependen, dan variabel
pelatihan (X) sebagai variabel independen yang
terdiri dari metode pelatihan (X1), isi pelatihan
(X2), dan kemampuan instruktur (X3).
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Mengacu pada kerangka pemikiran, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. H01 = Diduga metode pelatihan (X1) tidak
berpengaruh secara signifikan
terhadap produktivitas kerja (Y)
HA1 = Diduga metode pelatihan (X1)
berpengaruh secara signifikan
terhadap produktivitas kerja (Y)
2. H02 = Diduga isi pelatihan (X2) tidak
berpengaruh secara signifikan
terhadap produktivitas kerja (Y)
HA2 = Diduga isi pelatihan (X2)
berpengaruh secara signifikan
terhadap produktivitas kerja
(Y)
3. H03 = Diduga kemampuan instruktur (X3)
Metode Pelatihan
(X1)
Isi Pelatihan
(X2)
Kemampuan
Instruktur
(X3)
Produktivitas
(Y)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
152
tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap produktivitas kerja (Y)
HA3 = Diduga kemampuan instruktur (X3)
berpengaruh secara signifikan
terhadap produktivitas kerja (Y)
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menganalisis hubungan
pelatihanterhadap produktivitas kerja peserta
BLK Kelurahan Malakasari. Bentuk penelitian
adalah kuantitatif deskriptif dengan jenis
penelitian survey, dan desain korelasional
kausalitas. Pengambilan sampel penelitian
menggunakan sampling jenuh, yang
mengindikasikan seluruh populasi merupakan
responden sebanyak 36 orang, Teknik
pengumpulan data yang dilakukan yaitu: (1)
kuesioner; teknik pengumpulan data yang
diperlukan dengan cara mengajukan daftar
pernyataan yang langsung diberikan kepada
responden dalam hal ini adalah peserta BLK
Kelurahan Malakasari; (2) wawancara
(Interview), pengumpulan data dengan cara
mengadakan tanya jawab langsung dengan
beberapa peserta berdasarkan pertanyaan-
pertanyaan yang sudah dipersiapkan guna
memperoleh informasi yang lengkap; (3)
observasi, metode ini dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan secara langsung
kepada obyek yang dituju.
Alat analisa data yang digunakan pada
penelitian ini meliputi: (1) uji validitas dan
reabilitas; (2) uji Analisis Regresi Linier
berganda; (3) uji Analisis korelasi; (4)
determinasi; (5) uji hipotesis; (6) Uji Parsial
(Uji-t); (7) Uji Simultan (Uji-F).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Suatu instrumen yang digunakan dalam
pengukuran dikatakan valid jika instrumen ini
mampu mengukur tentang apa saja yang
hendak atau akan diukurnya, mampu
mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan.
Besarnya r tiap butir pertanyaan dapat dilihat
dari hasil analisis pada tabel 1 (bagian
corrected items total correlation). Kriteria uji
validitas bagi setiap butir pertanyaan secara
singkat (rule of tumb) adalah 0.3. jika hasil
pengukuran menunjukkan nilai yang lebih
besar dari 0.3, maka butir pertanyaan dapat
dikatakan valid (Sugiono, 2012:226).
Berdasarkan tabel 1, nilai pada kolom
corrected item-total correlation menunjukkan
skor nilai-nilai tiap item atau indikator metode
pelatihan, isi pelatihan, kemampuan instruktur
pelatihan dan variabel kinerja diatas 0,3
sehingga pada setiap pertanyaan dapat
dikatakan valid.
Uji berikutnya adalah menguji apakah
seluruh instrument memenuhi kelayakan untuk
diteliti atau dengan kata lain akan diuji tingkat
reliabilitasnya. Reliabilitas menunjukkan suatu
instrument yang dapat digunakan sebagai alat
pengumpul data, karena instrumen dapat
dipercaya dan reliable yang akan menghasilkan
data yang dapat dipercaya. Suatu instrument
dikatakan reliabel apabila memiliki nilai
Cronbach’s alpha (α) > 0,60 (Sugiyono,
2012:242).
Tabel 1. Uji Validitas
ScaleMean
if Items
Deleted
Scale
Variance
if Items
Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if
Items
Deleted Pertanyaan 1 69,48 62,214 ,505 ,849 Pertanyaan 2 69,18 61,538 ,519 ,848
Pertanyaan 3 69,44 60,374 ,619 ,844
Pertanyaan 4 69,26 60,482 ,518 ,848
Pertanyaan 5 69,12 62,149 ,455 ,851
Pertanyaan 6 69,74 59,217 ,612 ,844
Pertanyaan 7 69,42 61,840 ,549 ,848
Pertanyaan 8 69,46 63,437 ,425 ,852
Pertanyaan 9 69,44 60,660 ,305 ,865
Pertanyaan 10 69,08 64,402 ,325 ,856
Pertanyaan 11 69,18 61,661 ,415 ,853
Pertanyaan 12 69,34 62,433 ,408 ,853
Pertanyaan 13 69,34 62,800 ,409 ,853
Pertanyaan 14 69,22 61,808 ,488 ,850
Pertanyaan 15 68,96 62,856 ,498 ,850
Pertanyaan 16 69,26 59,666 ,616 ,844
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
153
Tabel 2. Uji Reliabilitas
Cronbach's Alpha N of Items
,857 16
Berdasarkan tabel 2 nilai akhir dari
cronbach’s alpha sudah di atas 0,60, hal ini
menyatakan bahwa seluruh instrument dapat
dikatakan reliable dan layak untuk diteliti.
Uji selanjutnya yang harus dilakukan
adalah uji persamaan regresi. Pada tabel 3
tertera hasil dari analisis regresi, yang berisi
informasi tentang nilai-nilai untuk membentuk
sebuah persamaan regresi dari variabel-
variabel yang digunakan, yaitu dengan melihat
unsur-unsur nilai kostanta, dan peubah
variabel. Hasil dari uji ini tersaji pada tabel 3.
Tabel 3. Uji Regresi
Sumber: Hasil Penelitian (2015)
Informasi pada table 3 menghasilkan
nilai-nilai konstanta dan koefisien dari masing-
masing variabel sehingga diperoleh persamaan
regresi berganda sebagai berikut: Y = 0,550 +
0,287X1 + 0,184 X2 + 0,170X3, dari
persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Nilai konstanta (a) sebesar 0,550, yang
berarti jika nilai variabel X1, X2, dan X3
adalah nol, maka produktivitas (Y) sebesar
0,550.
2. Nilai koefisien X1 (b1) sebesar 0,287, yang
berarti bahwa variable metode pelatihan
(X1) berpengaruh positif terhadap
produktivitas. Dengan kata lain jika
kepuasan terhadap metode pelatihan
ditingkatkan 1% satuan maka produktivitas
akan bertambah sebesar 0,287%.
3. Nilai koefisien X2 (b2) sebesar 0,184
menunjukkan bahwa variable isi pelatihan
(X2) berpengaruh positif terhadap
produktivitas kerja. Dengan kata lain jika
kepuasan terhadap isi pelatihan
ditingkatkan 1% satuan maka produktivitas
kerja akan bertambah sebesar 0,184%.
4. Nilai koefisien X3 (b3) sebesar 0,170
menunjukkan bahwa variable kemampuan
instruktur (X3) berpengaruh positif
terhadap produktivitas kerja. Dengan kata
lain jika kepuasan terhadap kemampuan
instruktur ditingkatkan 1% satuan maka
produktivitas kerja akan bertambah sebesar
0,160 %.
Uji selanjutnya adalah melakukan uji
korelasi guna mengetahui persentase dari
pengaruh antara variabel X1, X2, dan X3
dengan Y, yang ditunjukkan dengan nilai R dan
R2 (tabel 4).
Tabel 4. Uji Korelasi
Sumber: Hasil Penelitian (2015)
Hasil analisis perhitungan menunjukkan bahwa
nilai R yang diperoleh sebesar 0,820. Hal ini
dapat berarti bahwa pelatihan yang dilakukan
di BLK Kelurahan Malakasari memiliki tingkat
hubungan yang kuat dengan peningkatan
produktivitas kerja yang dihasilkan.
Di samping itu, tabel 4 juga
menungjukkan nilai dari R2 sebesar 0,672 yang
memiliki arti bahwa produktivitas kerja peserta
di BLK Kelurahan Malakasari 67,2%
dipengaruhi oleh variabel yang ada dalam
pelatihan, sedangkan 32,8% dipengaruhi oleh
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,550 ,255 1,766 ,084
X1 ,287 ,056 ,488 4,522 ,000
X2 ,184 ,070 ,245 2,081 ,034
X3 ,170 ,061 ,263 2,305 ,012
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std Error of
the Estimate
1 ,820a ,672 ,649 ,20496
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
154
faktor lain selain pelatihan yang dalam hai ini tidak masuk dalan penelitian.
Tabel 5. Uji F
Model Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
1 Regression 3,929 3 1,310 31,180 ,000a
Residual 1,932 46 ,042
Total 5,862 49
Sumber: Hasil Penelitian (2015)
Hasil uji F yang menunjukkan pengaruh
secara simultan dari variabel-variabel pelatihan
terhadap variabel produktivitas yang
menghasilkan angka sebesar 31,180,
selanjutnya nilai ini dibandingkan dengan nilai
Ftabel yaitu 2,772 dapat disimpulkan bahwa
variabel-variabel pelatihan secara simultan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
variabel produktivitas kerja, karena nilai Fhit
lebih besar dari Ftabel. Hasil ini juga menjawab
hipotesis bahwa memang pelatihan yang
dilakukan di BLK Kelurahan Malakasari
berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas kerja.
Langkah terakhir adalah melakukan uji
t, yaitu guna mengetahui seberapa besar tingkat
pengaruh dari variabel-variabel pelatihan (X)
terhadap peningkatan produktivitas kerja (Y)
secara parsial. Sampel yang digunakan
sebanyak 36 orang, sehingga pengujian
menggunakan uji T dengan df = n – 3 atau df =
33 dan tingkat signifikansi (α) = 5% maka
diperoleh T tabel sebesar 1,692. Dengan kriteria
pengujian :
1. Jika t hitung > t tabel, maka variabel X
mempunyai keeratan hubungan yang
signifikan terhadap variabel Y.
2. Jika t hitung < t tabel, maka variabel X
tidak mempunyai keeratan hubungan yang
signifikan dengan variabel Y.
Berdasarkan pada dapat dilihat hasil
perhitungan maka diperoleh hasil sebagai
berikut :
1. Hasil perhitungan untuk metode pelatihan
(X1) yang menghasilkan thitung = 4,522
lebih besar dari nilai t tabel = 1,692.
2. Hasil perhitungan untuk isi pelatihan (X2)
yang menghasilkan t hitung = 2,081 lebih
besar dari nilai ttabel = 1,692.
3. Hasil perhitungan untuk kemampuan
instruktur (X3) yang menghasilkan t hitung =
2,305 lebih besar dari nilai t tabel 1,692.
Hasil pada uji t menunjukkan bahwa
variabel metode pelatihan terlihat lebih
dominan pengaruhnya dibandingkan dengan
dua variabel lainnya. Namun demikian secara
keseluruhan dari hasil uji t tadi maka
keseluruhan hipotesis yang diajukan pada
bagian sebelunya dapay diterima dan telah
terbukti kebenarannya, hasil uji t juga
menunjukkan bahwa H0 untuk seluruh variabel
penelitian ditolak dan HA diterima. Hal ini
mengindikasikan bahwa pelaksanaan pelatihan
di BLK Kelurahan Malakasari telah terbukti
berdampak pada peningkatan produktivitas
kerja.
Pelaksanaan pelatihan yang
dilaksanakan di BLK Kelurahan Malakasari
ternyata telah dilakukan dengan metode-
metode yang sesuai dengan prosedur dan dapat
diterima oleh setiap peserta yang
mengikutinya, demikian juga dengan isi materi
pelatihan yang dibuat semenarik mungkin
sehingga peserta mudah dalam mengikutinya,
juga ditambah dengan para instruktur yang
membawakan materi dengan cukup baik
sehingga peserta merasa mendapatkan ilmu dan
keterampilan yang dibutuhkan bagi pekerjaan
mereka.
Peningkatan produktivitas dari peserta
BLK dapat terlihat dari meningkatnya
keterampilan baik hard skill maupun soft skill
dalam menjalankan pekerjaannya. Dengan
peningkatan produktivitas ini tentunya akan
sangat menguntungkan, sehingga tujuan dari
BLK dapat tercapat.
V. PENUTUP
Kesimpulan yang dapat disampaikan
terkait hasil penelitian yang telah diuraikan
sebelumnya, antara lain:
1. Secara simultan pelaksanaan pelatihan yang
dilaksanakan oleh BLK Kelurahan
Malakasari terbukti memiliki dampak dan
pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap peningkatan produktivitas kerja.
2. Secara parsial, ketiga variabel independen
yaitu: metode pelatihan, isi materi, dan
instruktur pada kegiatan pelatihan memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap produktivitas kerja.
3. Metode pelatihan menjadi variabel yang
paling dominan dalam mempengaruhi
tingkat produktivitas kerja.
Saran yang dapat disampaikan agar
kegiatan pelatihan ini dapat dilakukan secara
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
155
kontinyu dan lebih berkualitas dari sisi materi
yang disampaikan agar tingkat produktivitas
dapat terjaga dan menunjukkan trend yang
meningkat terus. Dan juga metode dan
kemampuan instruktur dalam pelatihan harus
selalu update disesuaikan dengan
perkembangan zaman agar tidak dianggap
usang.
DAFTAR PUSTAKA
Aidah Nassazi.2013. effect of Training on
employee Performance. http:// http://theseus32-
kk.lib.helsinki.fi/bitstream/handle/10024
/67401/THESIS.pdf?sequence=1
(Diakses tanggal 19 Juli 2016)
Dessler, Gary. 2006. Manajemen Sumber Daya
Manusia, Jilid I. Jakarta : PT. Indeks.
Flippo, Edwin B. 2002. Manajemen Personalia.
Edisi Keenam, Jakarta: Erlangga
Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2007.
Manajemen Sumber Daya Manusia:
Pengadaan, pengembangan,
Pengkompensasian, dan Peningkatan
Produktivitas. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia
Hasibuan, Melayu Sp. 2003. Organisasi Dan
Motivasi: Dasar Peningkatan
Produktivitas. Cetakan Keempat.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hasibuan, Malayu Sp. 2005. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi.
Cetakan Ketujuh. Jakarta: Bumi Aksara.
Idris, Amiruddin. 2016. Pengantar ekonomi
Sumber Daya manusia. Yogyakarta:
Deepublish
Mangkunegara, A.A Anwar Prabu. 2006.
Perencanaan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia. Bandung:
Refika Aditama.
Mangkuprawira, Syafry. 2002. Manajemen
Sumber Daya Manusia Strategi.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nasution, MN. 2001. Manajemen Mutu
Terpadu. Jakarta: PT.Gahalia
Pramudyo, Chrisogonus. D. 2007. Cara Pinter
Jadi Trainer. Jakarta: Percetakan Galang
Press.
Reader Barry, Jay Heizer. 2001. Prinsip-Prinsip
Manajemen Operasional. Jakarta:
Salemba Empat.
Sembiring, Jimmy Joses. 2010. SMART HRD:
Perusahaan Tenang, Karyawan Sama-
Sama Senang. Jakarta: Visi Media
Simamora, Hendry. 2006. ,Manajemen Sumber
Daya Manusia. Edisi Kedua.
Yogyakarta: STIE YKPN
Sirait, Justine T. 2010. Memahami Aspek-
Aspek Pengelolaan Sumber Daya
Manusia. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian kuantitatif
kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Uzma Haffez. 2015. Impact of training on
employees performance. Journal of
Business Management and Strategy.
ISSN 2157-6068 Vol 6 No 1.
http://macrothink.org/journal/index.php/
bms/article/download/7804/6355
(Diakses tanggal 12 Juni 2016)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
156
ANALISIS PENGARUH PEMBERIANKOMPENSASI TERHADAP
MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN PT KAI COMMUTER
JABODETABEK
Rani Kurniasari
Program Studi Manajemen Administrasi
Akademi Sekretari dan Manajemen BSI Jakarta
ABSTRACT
Human Resources Management is one of the important factors in a company. The company
can produce the maximum profit if the Resources owned work optimally, effective and efficient. But
managing people needed a good ability of the management, because human beings can not be in the
program as we program the machine. Humans always subject to change at any time depending on the
conditions. Management should be able to create a system that can motivate employees.One of the
things that motivate employee performance is of the compensation can be given by the company as the
reciprocal of the effort given by the employee. Companies must be able to create attractive
compensation formula that employee motivation can be improved. The compensation is not limited to
a salary but bonuses, allowances, incentives should also be taken to ensure that the employee's
performance can be improved.The purpose of this study was to determine the correlation (correlation)
between compensation and employee motivation PT KAI Commuter Jabodetabek General section.
Data were obtained through questionnaires, observations and literature were then processed using
the SPSS statistical test.The result of the calculation of correlation coefficient r = 0.861 means that
the value is included in the category of very strongly suggests there is a positive correlation between
compensation and direction to motivation kerjadengan determination coefficient result KD = 74.1%,
showing that the increase in motivation caused by compensation for 74.1% and the remaining 25.9%
is influenced by other factors. From the calculation of the coefficient of the simple linear regression
equation Y = (- 41.956) + 1,064X.
Keywords: Compensation, Work Motivation
I. PENDAHULUAN
Salah satu aset perusahaan yang berperan
besar bagi keberlangsungan hidup perusahaan
adalah Sumber Daya Manusia. Perlu
diperhatikan bahwa manajemen atau pengelolaan
manusia amat berbeda dengan pengelolaan mesin
atau alat produksi, oleh karena itu sangat penting
bagi perusahaan untuk memperhatikan dengan
benar sistem manajemen yang ada untuk
memastikan agar para karyawan dapat terus
menghasilkan kinerja yang baik.
Kompensasi, sebagai salah satu kegiatan
fungsi operasional manajemen sumber daya
manusia dapat mendukung prestasi dan
memotivasi karyawan untuk tetap bekerja
dengan maksimal dan sebaliknya pemberian
kompensasi yang tidak tepat dapat menurunkan
prestasi dan motivasi kerja karyawan.
Kompensasi juga menjadi hal yang penting bagi
perusahaan, karena perusahaan pasti memastikan
bahwa setiap anggaran yang dikeluarkan adalah
demi kemajuan perusahaan Kompensasi dapat
dibedakan menjadi dua yaitu Kompensasi
Finansial, terdiri dari: kompensasi finansial
langsung dan tidak langsung; dan Kompensasi
Non Finansial, terdiri dari pelayanan dan
keuntungan yang diperoleh karyawan dari
perusahaan seperti dana pensiun, asuransi, atau
darmawisata.
Besarnya kompensasi mencerminkan
status, pengakuan dan tingkat pemenuhan
kebutuhan yang dinikmati oleh karyawan
bersama keluarganya. Jika kompensasi yang
diterima karyawan semakin besar berarti
jabatannya semakin tinggi, statusnya menjadi
semakin baik dan pemenuhan kebutuhan yang
dinikmatinya semakin banyak pula. Maka
disinilah kompensasi penting bagi seorang
karyawan sebagai tenaga kerja.
Aspek lain yang berpengaruh pada
pencapaian tujuan perusahaan adalah motivasi
kerja para karyawan. Motivasi berhubungan
dengan kekuatan atau dorongan yang ada dalam
diri manusia, dapat pula diartikan sebagai energi
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
157
seseorang yang dapat menimbulkan tingkat
ketekunan atau antusiasme dalam melaksanakan
suatu kegiatan. Baik yang bersumber dari dalam
diri atau Motivasi Internal maupun dari luar atau
Motivasi Eksternal memegang peranan penting
dalam kehidupan perusahaan. Seberapa kuat
motivasi yang dimiliki seseorang akan
menentukan kualitas perilaku yang
ditampilkannya terutama dalam hal bekerja.
Karyawan yang tidak memiliki motivasi kerja
tinggi akan cenderung menyepelekan pekerjaan
dan tentu saja hal ini akan berdampak pada
kelancaran kegiatan di kantor sehari-hari.
Kompensasi dan Motivasi memiliki
keterkaitan yaitu dengan memenuhi kebutuhan
pegawai melalui kompensasi hal tersebut dapat
secara langsung maupun tidak memotivasi para
karyawan untuk bekerja. Ada lima tingkatan
kebutuhan manusia yaitu; Kebutuhan Fisiologis,
Kebutuhan Rasa Aman, Kebutuhan untuk
Merasa Memiliki, Kebutuhan akan Harga Diri,
dan Kebutuhan untuk Mengaktualisasi Diri.
Pemenuhan kelima kebutuhan ini akan
berdampak langsung bagi motivasi kerja.
Maka penulis tertarik untuk meneliti pada
Bagian Sumber Daya Manusia, Direktorat
Keuangan dan Administrasi PT. KAI Commuter
Jabodetabek untuk mencari tahu adakah
pengaruh yang signifikan dan seberapa kuat
pengaruh kompensasi terhadap motivasi kerja
karyawan. Penulis ingin mengetahui pandangan
dan pendapat para karyawan terhadap
kompensasi yang diterima selama ini, cukup
atau tidak sebagai motivasi dalam bekerja, dan
mungkinkah ada faktor lain yang membuat para
karyawan termotivasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kompensasi
Ada beberapa pengertian kompensasi
yang dikemukakan oleh para ahli. Suwatno
(2011:220), Kompensasi perlu di bedakan
dengan gaji dan upah, karena konsep kompensasi
tidak sama dengan konsep gaji dan upah. Zainal,
dkk (2014:541), Kompensasi dan balas jasa
merupakan suatu hal yang penting dalam
perusahaan, karena hal ini merupakan tujuan
utama bagi para karyawan untuk bersedia bekerja
giat dan bekerja semangat. Bagi karyawan,
kompensasi dan balas merupakan pendapatan
sekaligus merupakan jaminan bagi kelangsungan
hidup karyawan tersebut beserta keluarganya.
Oleh sebab itu karyawan sangat berkepentingan
terhadap besarnya kompensasi dan balas yang
diterima sebagai kontribusi tenaga dan keahlian
yang telah diberikannya kepada perusahaan.
Hasibuan (2014:118), Kompensasi adalah
semua pendapatan yang berbentuk uang, barang
langsung atau tidak langsung yang diterima
karyawan sebagai imbalan atas jasa yang di
berikan kepada perusahaan. Panggabean dalam
Hartatik (2014:242),“Kompensasi dapat
didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan
yang diberikan kepada karyawan sebagai balas
jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada
organisasi.”
William B. Wether dan Keith Davis
dalam Hasibuan (2014:119), Kompensasi adalah
apa yang seorang pekerja terima sebagai balasan
dari pekerjaan yang diberikannya. Baik upah per
jam ataupun gaji periodik didesain dan dikelola
oleh bagian personalia, dan begitu pula menurut
Andrew F. Sikula dalam Hasibuan (2014:119),
Kompensasi adalah segala sesuatu yang
dikonstitusikan atau dianggap sebagai suatu
balas jasa atau ekuivalen. Zainal, dkk (2014:544)
membagi komponen – komponen dalam
kompensasi meliputi : (1) gaji, (2) upah, (3)
insentif, (4) kompensasi tidaklLangsung (Fringe
Benefit)
Kompensasi langsung terdiri dari
beberapa hal, seperti yang dikemukakan oleh
Hasibuan (2014:118), yaitu : (1) Gaji, adalah
balas jasa yang diberikan secara periodik atau
secara teratur kepada karyawan tetap serta
mempunyai jaminan yang pasti. Maksudnya, gaji
akan tetap dibayarkan walaupun pekerja tersebut
tidak masuk kerja; (2) Upah, adalah balas jasa
yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan
berpedoman atas perjanjian yang disepakati
membayarnya; (3) Upah Insentif, adalah
tambahan balas jasa diberikan kepada karyawan
tertentu yang prestasinya diatas prestasi standar.
Upah insentif ini merupakan alat yang
dipergunakan pendukung prinsip adil dalam
pemberian kompensasi.
Kompensasi tidak langsung atau indirect
compensation menurut Hasibuan (2014:118),
yaitu Benefit dan Service adalah kompensasi
tambahan (finansial atau non finansial) yang
diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan
terhadap semua karyawan dalam usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka. Seperti
tunjangan hari raya, uang pensiun, pakaian dinas,
kafetaria, musala, olahraga, dan darmawisata.
Secara umum tujuan manajemen
kompensasi adalah untuk membantu perusahaan
mencapai tujuan keberhasilan strategi perusahaan
dan menjamin terciptanya keadilan internal dan
eksternal, Zainal dkk (2014:543). Tujuan
manajemen kompensasi efektif, meliputi:
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
158
1. Memperoleh SDM yang berkualitas,
kompensasi yang cukup tinggi sangat
dibutuhkan untuk memberi daya tarik kepada
pelamar. Tingkat pembayaran harus responsif
terhadap penawaran dan permintaan pasar
kerja karena para pengusaha berkompetisi
untuk mendapatkan karyawan yang
diharapkan.
2. Mempertahankan Karyawan yang Ada, para
karyawan dapat keluar jika besaran
kompensasi tidak kompetitif dan akibatnya
akan menimbulkan perputaran karyawan
yang semakin tinggi.
3. Menjamin Keadilan, manajemen kompensasi
selalu berupaya agar keadilan internal dan
eksternal dapat terwujud. Keadilan internal
mensyaratkan bahwa pembayaran dikaitkan
dengan nilai relatif sebuah pekerjaan yang
sama dibayarkan dengan besaran yang sama.
Keadilan eksternal berarti pembayaran
terhadap pekerja merupakan yang dapat
dibandingkan dengan perusahaan lain di
pasar kerja.
4. Penghargaan terhadap Perilaku yang
Diinginkan, penghargaan hendaknya
memperkuat perilaku yang diinginkan dan
bertindak sebagai insentif untuk perbaikan
perilaku masa depan, rencana kompensasi
efektif, menghargai kinerja, ketaatan,
pengalaman, tanggung jawab, dan perilaku –
perilaku lainnya.
5. Mengendalikan Biaya, sistem kompensasi
yang rasional membantu perusahaan
memperoleh dan mempertahankan para
karyawan dengan biaya yang beralasan.
Tanpa manajemen kompensasi efektif, bisa
jadi pekerja dibayar di bawah atau di atas
standar.
6. Mengikuti Aturan Hukum, sistem gaji dan
upah yang sehat mempertimbangkan faktor –
faktor legal yang dikeluarkan pemerintah dan
menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan.
7. Memfasilitasi Pengertian, sistem manajemen
kompensasi hendaknya dengan mudah
dipahami oleh spesialis SDM, manajer
operasi dan para karyawan.
8. Meningkatkan Efisiensi Administrasi,
program pengupahan dan penggajian
hendaknya dirancang untuk dapat dikelola
dengan efisien, membuat sistem informasi
SDM optimal, meskipun tujuan ini
hendaknya sebagai pertimbangan
dibandingkan dengan tujuan – tujuan lain.
Suwatno (2011:220) mengatakan bahwa
kompensasi harus memberi dampak positif bagi
karyawannya, hal ini dikarenakan :
1. Pemberian kompensasi akan menciptakan
suatu ikatan kerja sama yang formal antara
pengusaha dengan karyawan dalam kerangka
organisasi, dimana pengusaha dan karyawan
saling membutuhkan.
2. Karyawan bekerja dengan mengerahkan
kemampuan, pengetahuan, keterampilan,
waktu serta tenaga, yang semuanya
ditunjukan bagi pencapaian tujuan organisasi.
3. Pengadaan karyawan akan efektif jika di
barengi dengan program kompensasi yang
menarik
4. Kompensasi yang layak akan memberikan
rangsangan serta memotivasi karyawan untuk
memberikan kinerja terbaik dan
menghasilkan produktifitas kerja yang
optimal.
5. Kompensasi yang baik akan menjamin
terjadinya keadilan di antara karyawan dalam
organisasi.
6. Pemberian kompensasi yang memadai akan
mendorong tingkat kedisiplinan dalam
bekerja.
7. Keberadaan suatu perusahaan tidak bisa lepas
dari adanya pengaruh serikat buruh atau
serikat pekerja.
8. Pemerintahan menjamin atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi masyarakat.
Program kompensasi harus ditetapkan
atas asas adil dan layak serta dengan
memperhatikan undang–undang perburuhan
yang berlaku. Prinsip adil dan layak harus
mendapat perhatian dengan sebaik–baiknya
supaya balas jasa yang diberikan memicu gairah
dan kepuasan kerja karyawan (Hasibuan,
2011:122).
1. Asas adil, besarnya kompensasi yang dibayar
kepada setiap karyawan harus disesuaikan
dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko
pekerjaan, tanggung jawab jabatan pekerja,
dan memenuhi persyaratan internal
konsistensi. Jadi adil bukan berarti setiap
karyawan menerima kompensasi yang sama
besarnya. Asas adil harus menjadi dasar
penilaian, perlakuan, dan pemberian hadiah
atau hukuman bagi setiap karyawan. Dengan
asas adil akan tercipta suasana kerja yang
baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas dan
stablitisasi karyawan akan lebih baik.
2. Asas layak dan wajar, kompensasi yang
diterima karyawan dapat memenuhi
kebutuhannya pada tingkat normatif yang
ideal. Tolok ukur layak adalah relatif,
penetapan besarnya kompensasi didasarkan
atas batas upah minimal pemerintah dan
eksternal konsistensi yang berlaku. Manajer
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
159
personalia diharuskan selalu memantau dan
menyesuaikan kompensasi dengan eksternal
konsistensi yang sedang berlaku. Hal ini
penting supaya semangat kerja dan karyawan
yang berkualifikasi tidak berhenti.
Sirait (2015:189) menyatakan bahwa
analisa kompensasi merasa lebih mudah untuk
menyatukan jabatan-jabatan ke dalam kelas
jabatan (job classes). Semua jabatan yang
berada pada kelas yang sama memperoleh gaji
yang sama. Terlalu banyak tingkatan dalam
struktur kompensasi akan menghapuskan tujuan
pengelompokkan jabatan tersebut dan terlalu
sedikit pengelompokkan akan berakibat pegawai
dalam jabatan yang berbeda tingkat
kepentingannya akan memperoleh gaji yang
sama. Kelemahannya dari sistem penggajian
yang sama untuk tiap pegawai yang berada
dalam job classes yang sama ada;lah tidak dapat
memberi reward kepada pegawai yang
performancenya luar biasa bandingkan nilai
suatu jabatan tertentu dengan nilai suatu jabatan
yang lain atau yang ada dalam organisasi.
Perbedaan antara job evaluation dengan
performance appraisal adalah bahwa job
evaluation untuk menilai jabatan dalam bentuk
upah/gaji sedangkan performance appraisal
menilai prestasi karyawan untuk digunakan
sebagai dasar keputusan promosi karyawan.
Maksud dari evaluasi jabatan adalah
untuk menetapkan jabatan-jabatan mana yang
harus dibayar lebih dan mana yang harus
dibayar kurang dibandingkan dengan jabatan
lainnya. Karena evaluasi sifatnya subjektif,
maka sampai sekarang evaluasi tidak dapat
dilakukan dengan alat-alat seperti komputer.
Jika evaluasi tersebut dilakukan oleh sekelompok
manajer, maka disebut Job Evaluation
Committee. Yang harus dipelajari oleh Job
Evaluation Committee adalah tugas, tanggung
jawab, dan kondisi kerja dan untuk itu komite
harus mulai meninjau informasi analisa jabatan.
Dengan pengetahuan yang didapatkan dari
analisis jabatan tadi, kita dapat menentukan
metode apa yang akan dipakai, apakah job
ranking, job grading, factor comparison ataukah
point system.
Berikut adalah tiga pandangan mengenai
evaluasi jabatan, yakni dari segi
karyawan/pegawai, dari segi pemerintah dan dari
segi pengusaha:
1. Dari Segi karyawan/pegawai, yaitu adanya
metode dasar pengupahan evaluasi jabatan
menjamin konsistensi internal dan eksternal
sehingga menjaminketenangan kerja dan
membantu meningkatkan moral kerja
karyawan
2. Dari segi pemerintah yaitu penggunaan
sistem pengupahan evaluasi jabatan secara
keseluruhan
3. Dari segi pengusaha adalah penggunaan
metode evaluasi jabatan menghilangkan atau
paling tidak mengurangi keluh kesah
karyawan khususnya yang berkenaan dengan
sistem pengupahannya. Evaluasi jabatan
dapat memperbaiki hubungan harmonis
antara pengusaha dengan pekerjaan.
2.2. Motivasi
Menurut Hasibuan (2014:141), motivasi
berasal dari kata latin movere yang berarti
dorongan atau menggerakkan. Motivasi atau
motivation dalam manajemen hanya ditujukan
pada sumber daya manusia umumnya dan
bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan
bagaimana caranya mengarahkan daya dan
potensi bawahan agar mau bekerja sama secara
produktif berhasil mencapai dan mewujudkan
tujuan yang telah ditentukan. Zainal, dkk
(2014:607) lebih lanjut mengemukakan bahwa
motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai
yang mempengaruhi individu untuk mencapai
hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu.
Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang
tak terlihat atau invisible yang memberikan
kekuatan untuk mendorong individu bertingkah
laku dalam mencapai tujuan. Motivasi meliputi
perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu
yang merupakan bagian dari hubungan internal
dan eksternal perusahaan.
Sedangkan Mangkunegara (2014:93),
menyatakan motivasi adalah kondisi yang
menggerakan pegawai agar mampu mencapai
tujuan dari motifnya. Motivasi dapat pula
dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan
dorongan dalam diri seseorang (drive arousal).
Lebih lanjut Mangkunegara (2014:94)
menjelaskanm motivasi merupakan pembangkit
dorongan, bilamana suatu kebutuhan tidak
terpuaskan maka timbul drive dan aktivitas
individu untuk merespon perangsang (incentive)
dalam tujuan yang diinginkan. Pencapaian tujuan
akan menjadikan individu merasa puas. Ernest J.
Mc Cormick dalam Mangkunegara (2014:101)
mengemukakan bahwa “motivasi kerja
didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh
membangkitkan, mengarahkan dan memelihara
perilaku yang berhubungan denga lingkungan
kerja.” Disimpulkan bahwa motivasi merupakan
suatu kekuatan yang mendorong seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan. Apabila individu
termotivasi, mereka akan membuat pilihan yang
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
160
positif untuk melakukan sesuatu, karena dapat
memuaskan keinginan mereka.
Hasibuan (2011:146) dalam teorinya
menyebutkan bahwa motivasi mempunyai
berbagai tujuan, yaitu:
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja
karyawan
2. Meningkatkan prodiktivitas kerja karyawan
3. Mempertahankan kestabilan perusahaan
4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja
yang baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan
partisipasi karyawan
8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan
karyawan
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan
terhadap tugas-tugasnya
III. METODOLOGI PENELITIAN
Data penelitian diperoleh melalui
kuesioner, observasi dan studi pustaka yang
kemudian diolah dengan menggunakan uji
statistik. Data penelitian ini terdiri dari
karakteristik responden, data variabel X
(Kompensasi) dan data variabel Y (Motivasi
Kerja).Untuk mengetahui korelasi (hubungan)
antara kompensasi dan motivasi kerja karyawan
PT KAI Commuter Jabodetabek bagian Umum,
maka dilakukan uji statistik dengan
menggunakan program SPSS.
Jumlah populasi PT KAI Commuter
Jabodetabek pada bagian umum adalah sebanyak
126 orang. Dalam menentukan jumlah sampel
penulis menggunakan tabel penentuan jumlah
sampel yang dikembangkan oleh Issacc dan
Michael (Sugiyono, 2010:71). Maka dari
populasi sebanyak 126 orang dan taraf kesalahan
sebesar 10% (sepuluh persen) didapatkan
ketentuan jumlah sampel yang digunakan yaitu
sebanyak 88 orang. Dalam teknik pengambilan
sampel, penulis menggunakan Nonprobability
Sampling yakni Sampling Purposive yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji Statistik
Jumlah responden pada penelitian ini
adalah 88 orang karyawan pada bagian umum
PT. KAI Commuter Jabodetabek, dengan
beberapa karakteristik responden.Berikut
dijelaskan rincian dari responden pada penelitian
ini:
1. Usia, responden pada penelitian ini dibagi
menjadi 4 kelas. Untuk responden dengan
usia kurang dari 30 tahun berjumlah 41
responden dengan prosentase 47%. Untuk
usia responden yang berumur antara 31-40
tahun berjumlah 25 responden atau 28 % dari
total responden. Untuk usia responden antara
41-50 tahun berjumlah 16 responden atau
18% dari total seluruh responden. Kelas
terakhir adalah untuk responden dengan usia
lebih dari 51 tahun berjumlah 6 orang atau
7% dari total responden.
2. Jenis kelamin, responden pada penelitian ini
terdiri dari 56 Responden laki-laki atau
dengan prosentase 64%. Sedangkan untuk
responden wanita dengan jumlah 32
responden atau dengan prosentase36%.
3. Pendidikan Terakhir, karakteristik responden
menurut pendidikan terakhir terbagi menjadi
empat yaitu untuk responden dengan
pendidikan terakhir SMS/SMK terdiri dari 44
responden dengan prosentase 50%. Untuk
responden dengan pendidikan terakhir D3
dengan jumlah 9 0rang atau 110%.
Responden dengan pendidikan terakhir S1
dengan jum;lah 34 orang dengan prosentase
39%. Responden dengan pendidikan terakhir
S2 dengan jumlah 1 orang dengan prosentase
hanya 1% dari total keseluruhan responden.
4. Lama Bekerja, karakteristik responden
berdasarkan dari lama nya bekerja kurang
dari 1tahun yaitu dengan jumlah 15 orang
dengan prosentase 17%. Sedangkan untuk
responden yang bekerja antara 2-10tahun
dengan jumlah 46 orang atau 52% dari
seluruh total responden. Untuk responden
dengan lama bekerja 11-20 tahun dengan
jumlah 19 orang atau 22 persen. Untuk
responden dengan lama bekerja antara 21-
30tahun dengan jumlah 4 orang dengan
prosentase 5%. Responden dengan lama
bekerja lebih dari 31 tahun dengan jumlah 4
orang dengan prosentase 5%
Untuk mengetahui hasil ada atau tidaknya
pengaruh kompensasi terhadap motivasi kerja
karyawan maka dilakukan uji statistik. Hasil
kuisioner yang didapat dari 88 responden di uji
dengan uji statistik deskriptif. Uji statistik
dilakukan dengan melakukan beberapa tahapan
yaitu uji reliabilitas variabel X dan Y, uji
koefisien korelasi, uji koefisien determinasi, dan
uji persamaan regresi untuk mengetahui seberapa
besar dan kuatnya pengaruh pemberian
kompensasi terhadapa motivasi kerja karyawan
.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
161
Tabel 1. Hasil Uji Reliabilitas Variabel X N %
Cases
Valid 88 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 88 100,0
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
Untuk mengetahui reliabel atau tidaknya data
kuisioner pada variabel X, maka dilakukan uji
reliabilitas. Berdasarkan data di atas pada tabel 1
dapat diketahui data atau case yang valid
berjumlah 88 dengan persentase 100% artinya
data variabel X rieliable dan tidak ada data yang
dikeluarkan (exclude).
Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha
Based on
Standardized Items
N of Items
,769 ,779 10
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
Berdasarkan data di atas pada tabel 2 dapat
diketahui nilai Cronbach Alpha adalah 0,769.
Menurut Sekarwan dalam Priyatno (2014:66),
reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik,
sedangkan 0,7 dapat diterima dan diatas 0,8
adalah baik. Karena hasil olahan kuisioner
memiliki nilai Cronbach Alpha 0,769 lebih dari
0,6 maka dapat disimpulkan bahwa instrumen
kuesioner variabel X dinyatakan reliabel..
Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas Variabel X
N %
Cases
Valid 88 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 88 100,0
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
Untuk mengetahui reliabel atau tidaknya data
kuisioner pada variabel Y, maka dilakukan uji
reliabilitas. Berdasarkan data di atas pada tabel
3. dapat diketahui data atau case yang valid
berjumlah 88 dengan persentase 100% artinya
data variabel Y rieliable dan tidak ada data yang
dikeluarkan (exclude).
4.2. Uji Koefisien Korelasi
Tabel 4. Hasil Koefisien Korelasi Motivasi
Kerja
Kompensasi
Pearson
Correlation
Motivasi Kerja 1,000 ,861
Kompensasi ,861 1,000
Sig. (1-tailed) Motivasi Kerja . ,000
Kompensasi ,000 .
N Motivasi Kerja 88 88
Kompensasi 88 88
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
162
Besar hubungan antara variabel
kompensasi dan motivasi kerja ialah sebesar
0,861 artinya hubungan antara kedua variabel
tersebut sangat kuat , dan berkorelasi positif
dimana dapat ditunjukan apabila pemberian
kompensasi di tingkatkan maka motivasi kerja
akan meningkatkan juga, Berdasarkan tabel
Correlations di atas dapat diketahui bahwa nilai
signifikan senilai 0,000 < 0,05 maka
keputusannya Ha diterima dan dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan signifikan antara
kompensasi terhadap motivasi kerja karyawan.
Dan dapat diketahui bahwa nilai R sebesar 0,861.
Dapat diartikan bahwa hubungan antara motivasi
dan kinerja karyawan memiliki hubungan yang
sangat kuat dan searah hal ini ditunjukkan pada
nilai signifikasi yang bernilai positif dan
mendekati angka 1.
4.3. Uji Koefisien Determinasi
Tabel 5. Hasil Koefisien Determinasi
Model Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
1
Regressio
n
8527254,36
3 1
8527254,3
63
246,03
6 ,000b
Residual 2980640,53
4 86 34658,611
Total 11507894,8
98 87
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
.
Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat
diketahui bahwa nilai signifikan senilai 0,000 <
0,05 maka keputusannya Ha diterima dapat dapat
dikatakan kompensasi sudah layak untuk
memprediksi besarnya motivasi kerja karyawan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh
yang signifikan antara kompensasi terhadap
motivasi kerja karyawan.
Tabel 6. Hasil Uji Determinasi
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,861a ,741 ,738 186,168 1,868
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
Berdasarkan tabel 6 di atas dapat
diketahui nilai R Square adalah 0,741 atau
74,1%. R Square disebut juga dengan koefisien
determinasi, yang dalam hal ini berarti 74,1%
sedangkan sisanya (100%-74,1% = 25,9%)
dijelaskan oleh faktor-faktor yang lain.
Disimpulkan bahwa motivasi kerja karyawan
dipengaruhi oleh kompensasi.
4.4. Uji Persamaan Regresi
Tabel 7. Hasil Persamaan Regresi
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -41,956 100,676 -,417 ,678
Kompensasi 1,064 ,068 ,861 15,686 ,000
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
Untuk menentukan hasil persamaan
regresi terdapat dua hipotesis:
Ho : Persamaan regresi tidak signifikan
Ha : Persamaan regresi signifikan
Berdasarkan tabel Coefficients di tabel
III.10 signifikan sebesar 0,000 maka Ho ditolak
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
163
dan Ha diterima dan persamaan regresi
dinyatakan signifikan. Sehingga persamaan
regresi yang dapat dibentuk yaitu dengan
persamaan Y= (- 41,956) + 1,064X. Dimana Y =
Motivasi Kerja dan X = Kompensasi, dimana
persamaan tersebut memiliki arti :
1. Konstanta sebesar -41,956 menyatakan
bahwa jika tidak ada Kompensasi yang
dilakukan oleh perusahaan maka motivasi
kerja akan sebesar -41,956 satuan.
2. Koefisien regresi X sebesar 1,064
menyatakan bahwa setiap penambahan
(karena tanda +) 1 satuan Kompensasi akan
meningkatkan Motivasi kerja sebesar 1,064
satuan.
V. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah
dilakukan pada bab sebelumnya maka dapat
disimpulkan beberapa hal, yaitu:
1. Hasil perhitungan pada pengolahan data
di dapat koefisien korelasi yaitu r = 0,861
berarti nilai tersebut termasuk dalam
kategori sangat kuat yang menunjukkan
terdapat adanya hubungan positif dan
searah antara kompensasi terhadap
motivasi kerja.
2. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien
determinasi diperoleh hasil KD=74,1%
menunjukkan bahwa peningkatan
motivasi kerja yang disebabkan oleh
kompensasi sebesar 74,1% dan sisanya
sebesar 25,9% dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang lain.
3. Dari hasil perhitungan koefisien regresi
linear sederhana diperoleh persamaan Y=
(- 41,956) +1,064X yang menunjukkan
bahwa jika tidak ada kompensasi yang
dilakukan oleh perusahaan maka motivasi
kerja akan sebesar -41,956 satuan dan jika
X bertambah 1 satuan atau jika
kompensasi dinaikkan atau diturunkan 1%
maka akan menaikkan atau menurunkan
motivasi sebesar 10,64%.
DAFTAR PUSTAKA
Hartatik, Indah Puji. 2014. Buku Praktis
Mengembangkan SDM. Yogyakarta:
Laksana.
Hasibuan, Malayu. 2011. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara.
http://www.krl.co.id/
http://www.kereta-api.co.id/
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2013. Manajemen
Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan
SDM. Jakarta: Rineka Cipta.
Priansa, Donni Juni. 2014. Perencanaan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Bandung: Alfabeta.
Priyatno, Duwi. 2014. SPSS 22: Pengolahan
Data Terpraktis. Yogyakarta: Andi
Riduwan. 2011. Skala Pengukuran Variabel–
Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sarwono, Jonathan. 2009. Statistik Itu Mudah:
Panduan lengkap untuk Belajar
Komputansi Statistik Menggunakan SPSS
16. Yogyakarta: Andi
Sirait, Justine.T. 2015 Memahami Aspek-Aspek
Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam
Organisasi. Jakarta:Grasindo
Sunyoto, Danang. 2011. Analisis Regrsi dan Uji
Hipotesis. Yogyakarta:CAPS
Suwatno. 2011. Manajemen SDM. Bandung:
Alfabeta
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Admininstrasi Dilengkapi dengan Metode
R&D. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta
Zainal, Veitzhal Rivai, Mansyur Ramly, Thoby
Mutis, dan Willy Arafah. 2014.
Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan: Dari Teori ke Praktik.
Jakarta: Rajawali Pers.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
164
ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PADA PERUSAHAAN RITEL
BEESHOP CIANJUR
Ety Nurhayaty
Program Studi Komputerisasi Akuntansi
AMIK BSI Jakarta
ABSTRACT
In the retail business, service quality is still something that must be considered, at least five
factors in the quality of service remains one of the main key to business success. In this case I tried
to analyze what factors in the quality of service that applied Beeshop Cianjur. The study was
based on interviews and questionnaires to 120 customers BeeShop. Then analyzed, what factors
are good and which factors are still to be fixed. With the hope of having known, then the company
in this case BeeShop Cianjur able to adopt policies and concrete steps to improve the factors in
the retail service quality is lacking according to consumer perceptions.
Keywords : Quality, Retail Business, Services,
I. PENDAHULUAN
Bisnis ritel sesungguhnya merupakan
usaha yang telah dikenal sejak lama. Usaha
yang terkesan biasa, namun ternyata menjadi
salahsatu usaha yang mampu menembus jaman
dan paling kuat terhadap gangguan serta paling
mudah untuk dimasuki, setidaknya ini terbukti
dengan terus bertumbuhnya bisnis ini.
Bahkan seperti yang dirilis harian tempo
02 Juni 2016, ritel raksasa yang berbasis di Uni
Emirat Arab Lulu Grup telah membuka
hypermarket pertamanya di Jakarta, Indonesia.
Perusahaan ini mengumumkan rencana
investasi sebesar US $ 500 juta atau setara Rp
6, 8 triliun sebagai bagian dari upaya
mendirikan 10 hipermarket di Indonesia dalam
tiga tahun ke depan.
Perkembangan investasi pada sektor
ritel di perkotaan khususnya kota Cianjur juga
mengalami perkembangan yang cukup
signifikan, secara empirik terlihat pertumbuhan
bisnis eceran modern semakin ”marak”
khususnya dalam format retail skala menengah
kecil. Perkembangan bisnis eceran modern
yang terus mengalami peningkatan tersebut,
menyebabkan tingkat persaingan bisnis eceran
sangat kompetitif.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pemasaran Pemasaran merupakan aktivitas yang
sangat penting dalam perusahaan, bahkan
pemasaran merupakan ujung tombak
keberhasilan perusahaan dalam
menyumbangkan laba melalui aktivitas
penjualan barang/jasa yang dihasilkan
perusahaan.
Menurut Philip Kotler (2003:535)
mengemukakan bahwa penjualan eceran
meliputi semua kegiatan yang melibatkan
penjualan barang atau jasa secara langsung
pada konsumen akhir untuk penggunaaan
pribadi dan bukan bisnis.
The American Marketing Association
dalam Kotler dan Keller (2009:6)
mendefinisikan pemasaran sebagai
berikut:“Marketing is an organizational
function and a set of processes for creating,
communicating, and delivering value to
customers and for managing customer
relationships in ways that benefit the
organization and its stake holders”. Dapat
diartikan bahwa pemasaran adalah suatu fungsi
organisasional dan seperangkat proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan dan
menyampaikan nilai kepada para pelanggan,
dan untuk mengelola hubungan pelanggan
dengan cara yang menguntungkan bagi
organisasi dan para pihak yang berhubungan
dengannya.
2.2. Konsep Ritel
Kata ritel berasal dari bahasa Prancis,
ritellier, yang berarti memotong atau memecah
sesuatu menjadi bagian yang lebih kecil
(Utami, 2008:2). Ritel juga merupakan
perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang
melakukan penambahan nilai terhadap produk
dan layanan penjualan kepada konsumen untuk
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
165
penggunaan atau konsumsi pribadi maupun
keluarga.
Keberadaan bisnis ritel selain
berimplikasi terhadap perkembangan bisnis
lain sebenarnya juga menjalankan beberapa
fungsi, sehingga bisnis ritel tidak pernah mati
dan terus bertumbuh sampai saat ini. Menurut
Utami (2008:11), fungsi ritel itu adalah:
1. Menyediakan berbagai macam produk dan
jasa (providing assortments)
Konsumen selalu mempunyai pilihan
sendiri terhadap berbagai macam produk
dan jasa. Untuk itu, dalam fungsinya
sebagai ritel, pelaku bisnis ritel berusaha
menyediakan berbagai macam kebutuhan
konsumen yaitu beraneka ragam produk
dan jasa.
2. Memecah (breaking bulk)
Memecah berarti memecah ukuran produk
menjadi lebih kecil, yang akhirnya
menguntungkan produsen dan konsumen.
3. Mengadakan persediaan (holding inventory)
Ritel juga dapat berposisi sebagai
perusahaan yang menyimpan stok, atau
persediaan dengan ukuran lebih kecil.
Dalam hal ini pelanggan akan diuntungkan
karena akan terdapat jaminan ketersediaan
barang, atau jasa yang disimpan ritel.
4. Memberikan jasa atau layanan (providing
service)
Dengan adanya ritel, konsumen akan
mendapat kemudahan dalam
mengkonsumsi produk yang dihasilkan
produsen. Hal ini diperlihatkan, atau
memajang produk sehingga konsumen bisa
melihat dan memilihnya uuntuk kemudian
menentukan produk yang akan dibeli.
5. Meningkatkan nilai produk dan jasa
Pelanggan membutuhkan ritel, karena tidak
semua barang dijual dalam keadaan
lengkap. Pembelian salah satu barang pada
ritel akan menambah nilai barang tersebut
karena mampu memenuhi kebutuhan
konsumen.
Menurut Berman dan Evans dalam
Foster (2008:36) terdapat beberapa
karakteristik khusus penjualan ritel yang
membedakannya dengan jenis usaha lain, yaitu:
1. Ukuran rata-rata dari transaksi penjualan
masih kecil (small average sale), untuk itu
para pedagang ritel harus berupaya
menekan biaya-biaya yang menyertai
penjualan seperti fasiitas kredit, pengiriman
barang maupun pembungkus.
2. Pembelian impulsif (impulse purchase).
Untuk itu pengelola ritel harus mengelola
display, tata letak toko dengan lebih baik.
3. Kepopuleran toko (popularity of store)
Walaupun banyak diperkenalkan cara
berbelanja baru, namun pada kenyataannya
konsumen tetap mengalir ke toko. Hal ini
disebabkan oleh popularitas toko dimata
konsumen.
Faktor lain yang mempengaruhi adalah
keinginan konsumen membanding-bandingkan
merek, iklim penjualan impulsif yang menarik
dan keinginan konsumen untuk keluar rumah.
2.3. Kualitas Pelayanan /Jasa
Kotler dalam Tjiptono dan Chandra
(2011:180) mengatakan bahwa kualitas jasa
harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan
berakhir dengan kepuasan pelanggan serta
persepsi positif terhadap kualitas jasa. Sebagai
pihak yang membeli dan mengkonsumsi jasa,
pelanggan (dan bukan penyedia jasa) yang
menilai tingkat kualitas jasa sebuah
perusahaan.
Menurut American Society for Quality
Control (Kotler dan Keller, 2009:143)
“Kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik
produk atau jasa yang bergantung pada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan
yang dinyatakan atau tersirat”. Hal ini berarti
fitur produk atau jasa juga ikut menentukan
mutu yang akan memengaruhi kepuasan
konsumen. Produsen dikatakan telah
“menyampaikan” mutu jika produk atau jasa
yang ditawarkannya sesuai atau melampaui
ekspektasi pelanggan. Wyckop dalam Arief
(2006:118) menyatakan bahwa kualitas jasa
adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan. Bahkan
menurut Lovelock dalam Arief (2006:131)
mengemukakan bahwa suatu produk bila
ditambah pelayanan akan menghasilkan suatu
kekuatan yang memberikan manfaat pada
perusahaan dalam meraih profit bahkan untuk
menghadapi persaingan.
Berdasarkan Ziethaml et.al. yang
dikutip oleh Tjiptono dan Chandra (2011:196)
menyebutkan 10 dimensi kualitas pelayanan,
yaitu :
1. Reliabilitas, meliputi dua aspek utama,
yaitu konsistensi kinerja (performance)
dan sifat dapat dipercaya (dependability).
Hal ini berarti perusahaan mampu
menyampaikan jasanya secara benar sejak
awal (right the first time).
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
166
2. Responsivitas atau daya tanggap, yaitu
kesediaan dan kesiapan para karyawan
untuk membantu pelanggan dan
menyampaikan jasa secara cepat.
3. Kompetensi, yaitu penguasaan
keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan agar dapat menyampaikan
jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
4. Akses, meliputi kemudahan untuk
dihubungi atau ditemui (approachability)
dan kemudahan kontak, contohnya:
telepon, fax, surat dan lain-lain
5. Kesopanan (courtesy), meliputi sikap
santun, respek, atensi dan keramahan para
karyawan
6. Komunikasi, yaitu menyampaikan
informasi kepada para pelanggan dalam
bahasa yang mudah dipahami serta selalu
mendengarkan saran dan keluhan
pelanggan.
7. Kredibilitas, yaitu sikap jujur dan dapat
dipercaya. Kredibilitas mencakup nama
perusahaan, reputasi perusahaan, karakter
pribadi karyawan kontak, dan interaksi
dengan pelanggan.
8. Keamanan (security), yaitu bebas dari
bahaya, risiko atau keragu-raguan.
Termasuk di dalamnya adalah keamanan
secara fisik, keamanan financial, privasi
dan kerahasiaan.
9. Kemampuan memahami pelanggan, yaitu
berupaya memahami pelanggan dan
kebutuhan spesifik pelanggan,
memberikan perhatian individual dan
mengenal pelanggan regular.
10. Bukti fisik (Tangibles), meliputi
penampilan fasilitas fisik, peralatan,
personil, dan bahan komunikasi
perusahaan (seperti kartu bisnis, kop
surat, dan lain-lain.
Dalam penelitian selanjutnya,
Parasuraman, Ziethaml dan Berry dalam
Tjiptono dan Chandra (2011:198) menemukan
adanya overlapping di antara beberapa dimensi
di atas. Oleh karena itu disederhanakan 10
(sepuluh) dimensi tersebut menjadi 5 (lima)
dimensi pokok, yaitu:
1. Reliabilitas (reliability), berkaitan dengan
kemampuan perusahaan untuk
memberikan layanan yang akurat sejak
pertama kali tanpa membuat kesalahan
apapun dan menyampaikan jasanya
sesuai dengan waktu yang telah
disepakati.
2. Daya tanggap (responsiveness),
berkenaan dengan kesediaan dan
kemampuan para karyawan untuk
membantu para pelanggan dan merespon
permintaan serta menginformasikan
kapan jasa akan diberikan dan kemudian
memberikan jasa secara tepat.
3. Jaminan (assurance), yakni perilaku para
karyawan mampu menumbuhkan
kepercayaan pelanggan terhadap
perusahaan dan perusahaan bisa
menciptakan rasa aman bagi para
pelanggannya.
4. Empati (empathy), berarti bahwa
perusahaan memahami masalah para
pelanggannya dan bertindak demi
kepentingan pelanggan, serta memberikan
perhatian personal kepada para pelanggan
dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Bukti fisik (tangibles),berkenaan dengan
daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan,
dan material yang digunakan perusahaan,
serta penampilan karyawan.
Kelima dimensi kualitas pelayanan
tersebut memberikan gambaran tentang faktor
penentu dalam menilai sebuah kualitas
pelayanan. Dalam hal ini, dimensi tersebut
dapat dimiliki oleh perusahaan dan dikelola
baik, dengan tujuan memuaskan pelanggan,
maka diperkirakan menghasilkan mutu
pelayanan yang baik
Namun dalam perkembangannya,
Dabholkar, et al. yang dikutip oleh Tjiptono
dan Chandra (2011:242) mengkritik bahwa
model SERVQUAL tidak mampu menjelaskan
secara akurat persepsi pelanggan terhadap
kualitas jasa/layanan toko ritel, yaitu toko yang
menjual berbagai macam barang dan jasa
(pasar swalayan, toserba, dan speciality stores).
Oleh karena itu berdasarkan serangkaian riset
kualitatif dan cara fenomenologikal,
wawancara eksploratoris mendalam dan
tracking method) yang dilakukan dalam rangka
menyusun dimensi kualitas jasa ritel.
Dabholkar, et.al dalam Tjiptono dan Chandra
(2011:242) mengajukan struktur faktor hirarki
kualitas jasa ritel, di mana dimensi jasa ritel
meliputi 5 (lima) faktor utama:
1. Aspek fisik (physical aspects) meliputi
penampilan fasilitas fisik dan
kenyamanan yang ditawarkan kepada
pelanggan berkaitan dengan layout
fasilitas fisik (misalnya memudahkan
pelanggan untuk bergerak di dalam toko
dan mencari barang yang dibutuhkan).
2. Kehandalan (reliability) berkaitan dengan
kemampuan perusahaan untuk
memberikan layanan yang akurat sejak
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
167
pertama kali tanpa membuat kesalahan
apapun dan menyampaikan jasanya sesuai
dengan waktu yang disepakati. Hanya saja
disini reabilitas dipilah ke dalam 2 (dua)
sub dimensi yaitu memenuhi janji
(keeping promises) dan memberikan
layanan dengan tepat (doing it right).
3. Interaksi personal (personal interaction)
mengacu pada kemampuan karyawan jasa
dalam menumbuhkan kepercayaan
pelanggan dan sikap sopan/suka
membantu. Pada prinsipnya, dimensi ini
merefleksikan cara karyawan
memperlakukan pelanggan.
4. Pemecahan masalah (problem solving)
berkaitan dengan penanganan retur,
penukaran dan komplain.
5. Kebijakan (policy) mencakup aspek-aspek
kualitas jasa yang secara langsung
dipengaruhi kebijakan toko, seperti jam
operasi, fasilitas parkir dan pemakaian
kartu kredit.
Hal ini akan terlihat lebih jelas dalam
gambar model kualitas pelayanan ritel yang
dimuat pada gambar 1.
Sumber: Dabholkar, et,al. dalam Tjiptono dan Chandra (2011:244)
Gambar 1. Model Kualitas Pelayanan Ritel
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif
kualitatif yang berarti memaparkan data yang
diperoleh pada saat penelitian dan data yang
diterangkan adalah data variabel yang diteliti,
yang penjelasannya tidak dikaitkan satu sama
lain. Populasi dalam penelitian ini adalah
jumlah konsumen BeeShop yang berbelanja
dalam selama suatu kurun waktu, dalam hal ini
adalah selama bulan September 2016. Dengan
perhitungan populasi diambil dari jumlah struk
penjualan selama 1 (satu) bulan, diperoleh rata-
rata per hari konsumen yang berbelanja
sebanyak 170 orang. Mengingat jumlah
populasi yang cukup besar, maka akan
dilakukan pengambilan sampel menggunakan
rumus Yamane dalam Sugiyono (2004:75)
sebagai berikut:
Di mana:
N = Ukuran populasi
n = Ukuran sampel yang diperlukan
D = Tingkat presisi yang diinginkan
Dengan menggunakan tingkat presisi
sebesar 0,05 (5%) dan N (rata-rata) diketahui
sejumlah 170 orang, maka untuk sampel
minimal dapat dihitung sebagai berikut:
atau dibulatkan 120 responden.
Berdasarkan perhitungan sampel
tersebut, maka jumlah besar sampel individual
di dalam penelitian ini adalah sebanyak 120
orang konsumen. Selanjutnya, teknik sampling
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik sampling non probability/non-acak
dengan menggunakan teknik judgment
sampling. Menurut Umar (2009:139),
judgment sampling/ purposive sampling adalah
teknik penentuan sampel yang didasarkan pada
pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang
KUALITAS PELAYANAN RITEL
FISIK RELIABILITAS INTERAKSI PERSONAL KEBIJAKAN
KENYAMANAN
PENAMPILAN
PEMECAHAN MASALAH
JANJI
DOING IT RIGHT
KEYAKINAN
SOPAN/SUKA MEMBANTU
12
Nd
Nn
105,0x 170
1702
n
79.119n
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
168
digunakan dalam memilih responden (secara
judgment sampling) adalah berdasarkan:
1. Responden merupakan konsumen yang
sudah pernah berbelanja di BeeShop
Cianjur
2. Sudah dewasa sehingga mampu
memberikan pendapatnya secara mandiri.
Pengumpulan data pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan angket yang
berisi butir-butir pengukur konstruk atau
variabel dalam bentuk daftar pernyataan yang
digunakan dalam model penelitian. Penyebaran
dan pengumpulan data dilakukan secara
langsung kepada responden, kuesioner diisi
dengan cara self administered report, yaitu
responden diminta untuk mengisi sendiri
kuesioner yang diberikan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Instrumen Penelitian Kualitas
Pelayanan Ritel
Kualitas pelayanan ritel adalah kualitas
pelayanan yang diberikan oleh
toko/minimarket kepada pelanggannya yang
dinyatakan dalam lima dimensi pelayanan,
masing-masing dimensi memiliki beberapa
indikator seperti tersaji selengkapnya pada
tabel 1.
Tabel 1 Definisi Operasional Kualitas Pelayanan Ritel
No
Variabel / Dimensi
Kualitas Pelayanan Ritel
Indikator No Butir
Kuesioner
1 Aspek Fisik
(Physical Aspects )
Peralatan dan perlengkapan toko
Tata ruang (layout) toko Penataan barang
1 – 3
2 Kehandalan (Reliability)
Penepatan janji promosi
Penghitungan yang benar
Ketersediaan produk tertentu
4 – 6
3 Interaksi Personal
(Personal Interaction)
Pelayanan yang cepat
Kesopanan karyawan toko
Karyawan tanggap jika ada konsumen yang membutuhkan bantuan
7 – 9
4 Pemecahan Masalah (Problem
Solving )
Penanganan retur dan penukaran
barang
Penanganan komplain pelanggan Perhatian penyelesaian masalah
10 – 12
5 Kebijakan (Policy)
Tempat parkir pelanggan
Waktu beroperasi (buka) Pembayaran dengan kartu (debet /
kredit)
13 – 15
Sumber : Dobhalkar dalam Tjiptono dan Chandra (2011:243)
4.2. Kualitas Pelayanan Ritel Pada BeeShop
Cianjur
Data tanggapan responden mengenai
kualitas pelayanan ritel pada BeeShop Cianjur
diperoleh dari pengumpulan kuesioner yang
terdiri lima dimensi yaitu dimensi aspek fisik,
kehandalan, interaksi personal, pemecahan
masalah dan kebijakan yang terdiri dari 15
pernyataan. Untuk memahami tingkat kualitas
tanggapan responden secara menyeluruh
tentang pelaksanaan kualitas pelayanan ritel
pada BeeShop Cianjur, maka dapat dianalisis
dari total bobot per indikator, per dimensi dan
per variabel.
Untuk memahami tingkat kualitas
tanggapan responden secara menyeluruh
tentang pelaksanaan kualitas pelayanan ritel
pada BeeShop Cianjur, maka dapat dianalisis
dari total bobot per indikator, per dimensi dan
per variabel seperti dimuat pada tabel 2.
Tabel 2. Total Bobot Jawaban Responden Mengenai Kualitas Pelayanan
Dimensi No. Item
Indikator Jumlah Bobot
Kriteria
Aspek fisik (a) 1 Kelengkapan peralatan 580 Sangat Baik
2 Tata ruang toko 513 Sangat Baik
3 Penataan barang 552 Sangat Baik
Rata-rata Bobot Dimensi (a) 546 Sangat Baik
Kehandalan (b) 4 Penghitungan dengan benar 560 Sangat Baik
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
169
Tabel di atas memperlihatkan nilai
bobot per indikator, rata-rata per dimensi dan
total bobot keseluruhan berikut rata-ratanya
untuk variabel kualitas pelayanan ritel. Dilihat
dari total bobot pernyataan rata-rata variabel
(jumlah skor dibagi jumlah pernyataan) adalah
sebesar 512, jika dimasukkan dalam Tabel
Rentang Klasifikasi Tanggapan Responden
(tabel 3), maka dapat diketahui posisi
tanggapan responden berada pada rentang 504
– 600 dengan interpretasi ”Sangat Baik”.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
secara umum kualitas pelayanan ritel pada
BeeShop Cianjur sudah sangat baik menurut
penilaian 120 konsumen yang berbelanja pada
BeeShop.
Tabel 3. Tanggapan Responden Terhadap Variabel Kualitas Pelayanan Ritel
Berdasarkan analisis per dimensi-
dimensi variabel kualitas pelayanan ritel, yaitu
rata-rata bobot untuk dimensi aspek fisik
mendapatkan nilai bobot 546, dimensi
kehandalan sebesar 530, dimensi interaksi
personal mendapatkan nilai rata-rata bobot
sebesar 510, masing-masing termasuk dalam
kategori kualitas skor “Sangat Baik”.
Kemudian, dimensi pemecahan masalah
mendapatkan rata-rata bobot sebesar 487
dengan kategori kualitas skor “Baik”,
sedangkan dimensi kebijakan memperoleh rata-
rata skor dengan kualitas “Sangat Baik”.
Dengan demikian, dari kelima dimensi untuk
mengukur kualitas pelayanan ritel, hanya
dimensi pemecahan masalah yang belum
dinilai sangat baik oleh responden.
Berdasarkan analisis per indikator pada
masing-masing dimensi, yang dinilai paling
tinggi adalah indikator ke-1 mengenai
kelengkapan peralatan, indikator yang berasal
dari dimensi aspek fisik dengan bobot skor
580. Hal ini berarti bahwa secara umum para
konsumen BeeShop Cianjur mengakui bahwa
BeeShop Cianjur telah memiliki peralatan dan
perlengkapan toko, antara lain seperti
komputer, freezer, chiller, CCTV dan lain-
lainnya sudah lengkap.
Indikator yang masih memerlukan
perhatian manajemen BeeShop Cianjur,
walaupun sudah dinilai baik oleh responden,
5 Penepatan janji promosi 514 Sangat Baik
6 Uang kembalian yang pas 530 Sangat Baik
Rata-rata Bobot Dimensi (b) 530 Sangat Baik
Interaksi personal (c) 7 Mampu menjawab pertanyaan
konsumen
518 Sangat Baik
8 Karyawan tanggap jika konsumen membutuhkan
bantuan
478 Baik
9 Kesopanan karyawan toko 559 Sangat Baik
Rata-rata Bobot Dimensi (c) 510 Sangat Baik
Pemecahan masalah (d) 10 Penanganan Retur barang 465 Baik
11 Penanganan komplain 507 Sangat Baik
12 Memberikan
solusi/penyelesaian masalah
522 Sangat Baik
Rata-rata Bobot Dimensi (d) 487 Baik
Kebijakan (e) 13 Tempat parkir yang memadai 509 Sangat Baik
14 Waktu operasi stabil 498 Baik
15 Cara pembayaran mudah 494 Baik
Rata-rata Bobot Dimensi (e) 512 Sangat Baik
Jumlah Bobot Var. Kualitas Pelayanan Ritel 7.679
Rata-rata Bobot Var. Kualitas Pelayanan Ritel 512 Sangat Baik
Sumber: Hasil penelitian (2015)
Sangat Tidak
Tidak Baik Cukup Baik Sangat Baik
120 216 312 408 504 600
Baik
Bobot Tanggapan
Interpretasi Tanggapan
512
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
170
yaitu mengenai pelayanan yang cepat yang
terdapat dalam pernyataan “Karyawan tanggap
jika konsumen membutuhkan bantuan” yang
terdapat dalam indikator nomor 8, hal ini bisa
difahami mengingat jumlah karyawan di
BeeShop masih terbatas, yaitu dua orang
karyawan dalam setiap shift yang terdiri dari 1
orang kasir dan 1orang pramuiaga,
kemungkinan kondisi inilah yang membuat
karyawan dianggap kurang tanggap tehadap
kebutuhan konsumen. Kemudian nilai yang
paling rendah terdapat dalam indikator nomor
10 yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan
“Penanganan Retur barang” mendapat skor
terendah yaitu 465. Hal ini disebabkan karena
prosedur retur yang berimbas pada sistem,
dimana belum semua karyawan khususnya
kasir memahami sistem penerimaan return
barang. Akibatnya jika ada konsumen yang
melakukan retur, prosesnya menjadi sedikit
lama karena membutuhkan persetujuan/
otorisasi dari kepala toko, dan ini yang
membuat konsumen merasa kecewa.
Selanjutnya waktu operasi yang stabil yang
terdapat dalam indikator nomor 14 mendapat
skor 498, hal ini terjadi karena
ketidakkonsistenan pihak toko melakukan buka
dan tutup toko. Semestinya dalam SOPnya
tertera bahwa jam operasional toko adalah
mulai pukul 07.00-21.00 WIB, namun pada
kenyataannya pada kondisi-kondisi tertentu
kadang toko buka lebih siang dan tutup lebih
awal. Sehingga membuat konsumen yang
berniat berbelanja kecewa. Indikator terakhir
yang membuat konsumen kurang puas adalah
indikator nomor 15 yaitu tentang metode
pembayaran yang masih terbatas. Dalam hal ini
konsumen menginginkan adanya variasi
metode pembayaran, misalnya melalui kartu
kredit. Dengan kata lain, manajemen BeeShop
perlu menyajikan pelayanan yang lebih cepat,
memberikan kemudahan kepada konsumen
untuk pengembalian barang (retur) sesuai
dengan peraturan toko, mengatur jam buka dan
tutup toko sehingga lebih stabil, juga
menyediakan alternatif-alternatif pembayaran
selain pembayaran dengan cara tunai, seperti
dengan kartu belanja, kartu kredit, dan lainnya.
V. PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan, maka dapat dikemukakan bahwa
kualitas pelayanan ritel pada BeeShop Cianjur
secara umum sudah sangat baik menurut
tanggapan konsumen BeeShop Cianjur.
Ditinjau dari dimensi-dimensi yang diukur,
dimensi aspek fisik, kehandalan, interaksi
personal dan dimensi kebijakan termasuk
dalam kategori “Sangat Baik”, sedangkan
untuk dimensi pemecahan masalah hanya
mencapai kategori “Baik”.
Dalam peningkatan kualitas pelayanan,
maka kedepan, BeeShop Cianjur harus mampu
memeperbaiki layanan yang memiliki skor
rendah (dibawah 500) diantaranya harus
menyajikan pelayanan yang lebih cepat,
memberikan kemudahan kepada konsumen
untuk pengembalian barang (retur) sesuai
dengan peraturan toko, mengatur jam buka dan
tutup toko sehingga lebih stabil dan
menyediakan alternatif-alternatif pembayaran
selain pembayaran dengan cara tunai, seperti
dengan kartu belanja, kartu kredit, dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Muhtosim. 2005. Pemasaran Jasa dan
Kualitas Pelayanan. Malang: Bayu
Media Publishing.
Foster, Bob. 2008. Manajemen Ritel. Bandung:
CV.Alfabeta
Kotler, Philip. 2003. Manajemen Pemasaran.
Jilid II. Edisi Milenium. Jakarta:
PT.Prenhallindo
Kotler, Philip dan Kevin L. Keller. 2009.
Manajemen Pemasaran. Jilid I. Edisi
13. Jakarta: PT Erlangga
Rangkuti, Freddy. 2002. Measuring Customer
Satisfaction. Teknik Mengukur dan
Startegi Meningkatkan Kepuasan
Pelanggan & Analisis Kasus PLN-JP.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis.
Bandung: CV. Alfabeta
Tjiptono, Fandy. 2001. Strategi Pemasaran.
Yogyakarta: PT. Andi
Tjiptono, Fandy dan Gregorius Chandra. 2011.
Service, Quality and Satisfaction. Edisi
3. Yogyakarta: Penerbit Andi
Umar, Husein. 2009. Metode Penelitian untuk
Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Raja
Grafindo
Utami Christina. 2008. Strategi Pemasaran
Ritel. Jakarta: PT. Indeks
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
171
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN STRATEGIK PERUBAHAN
PADA LPK SUCCESS BOGOR
Vina Islami
Program Studi Manajemen Administrasi
ASM BSI JAKARTA
ABSTRACT
Changes in many aspects of life today is something that can not be avoided by any
individual or organization. Adjustment or adaptation to change is an absolute condition for a
person or an organization can continue to exist in the face of competition going on. Operational
changes are small changes were partial and generally do not pose a tremendous impact for the
organization. Strategic changes are changes that have broad impact and require coordination
with and support from other organizational elements. The progress of social and cultural
environment has also led to changes in many aspects of human life, including in terms of teaching
and learning activities, whether conducted by institutions of formal education (schools) and non-
formal (outside of school). Institutions Course (LPK) Success as a non-formal educational
institutions that operate in the city of Bogor is also deemed necessary to the management of
change in all aspects of keorganisasiaannya be able to answer the demands of consumers and
prospective customers. The purpose of this study is to analyze and assess the changes that (has
been, is and will be) carried out by LPK Success in the implementation of various activities in
answering the demands of the changing times.
Keywords: Change, Management, Strategic
I. PENDAHULUAN
Perubahan dalam banyak aspek
kehidupan dewasa ini merupakan sesuatu hal
yang tidak dapat dihindari oleh suatu individu
maupun organisasi. Penyesuaian diri atau
adaptasi terhadap perubahan merupakan suatu
syarat mutlak agar seseorang atau sebuah
organisasi dapat tetap eksis dalam menghadapi
persaingan yang terjadi. Hal ini terkait dengan
kaidah teori evolusi Darwin yakni bukan
individu / makluk hidup yang terkuat yang
mampu bertahan, melainkan yang paling
adaptiflah yang mampu bertahan dan tetap
hidup. Perubahan dalam suatu organisasi pada
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis, yakni perubahan operasional dan
perubahan strategis. Perubahan operasional
merupakan perubahan-perubahan kecil yang
bersifat parsial dan umumnya tidak
menimbulkan dampak yang luar biasa bagi
organisasi. Perubahan strategis merupakan
perubahan yang berdampak luas dan
memerlukan koordinasi dengan dan dukungan
dari elemen organisasi yang lainnya.
Upaya adaptasi yang dilakukan untuk
mengelola dampak yang ditimbulkan oleh
perubahan yang terjadi, baik yang disebabkan
oleh faktor-faktor di luar maupun di dalam
suatu organisasi disebut sebagai manajemen
perubahan. Secara singkat, manajemen
perubahan mencakup hal-hal yang berkaitan
dengan pengembangan keorganisasian,
manajemen sumberdaya (manusia dan
sumberdaya lain), maupun perubahan strategi-
strategi organisasi menghadapi persaingan.
Manfaat manajemen perubahan antara lain
adalah agar organisasi tidak menjadi statis
melainkan tetap dinamis dalam menghadapi
perkembangan jaman, kemajuan teknologi dan
persaingan global.
Manajemen perubahan yang
direncanakan secara baik oleh suatu lembaga
diharapkan mampu mengantisipasi
kecenderungan perubahan yang terjadi pada
masa yang akan datang. Antisipasi tersebut
dapat berupa perubahan inovasi maupun
perubahan strategik dalam pengelolaan
kelembagaan, baik yang berkaitan dengan
faktor-faktor internal maupun eksternal
organisasi. Suatu lembaga yang tidak mampu
melakukan antisipasi dalam bentuk manajemen
perubahan dalam organisasinya, di masa depan
akan semakin terpinggirkan dalam persaingan
di luar maupun di dalam kelompok
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
172
strategiknya, yang pada gilirannya akan
ditinggalkan oleh para pelanggannya.
Perkembangan kemajuan lingkungan
sosial budaya juga telah menyebabkan
terjadinya perubahan dalam banyak aspek
kehidupan manusia, termasuk dalam hal
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar,
baik yang dilakukan oleh lembaga pendidikan
formal (sekolah) maupun non formal (luar
sekolah). Lembaga Pendidikan Kursus (LPK)
Success sebagai salah satu lembaga pendidikan
non formal yang beroperasi dalam wilayah
Kota Bogor juga dipandang perlu melakukan
manajemen perubahan dalam segenap aspek
keorganisasiaannya agar mampu menjawab
berbagai tuntutan konsumen dan calon
konsumennya. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis dan mengkaji perubahan-
perubahan yang (telah, sedang dan akan)
dilakukan oleh LPK Success dalam
pelaksanaan berbagai kegiatannya dalam
menjawab tuntutan perkembangan jaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Strategis
David (2006:32) mendefinisikan
manajemen strategis (strategic management)
sebagai seni dan ilmu untuk memformulasi,
mengimplementasi dan mengevaluasi
keputusan lintas fungsi yang memungkinkan
organisasi dapat mencapai tujuannya.
Sementara itu, Hunger dan Wheelen (2004 :
102) menyatakan bahwa manajemen strategis
merupakan serangkaian keputusan dan
tindakan manajerial yang menentukan kinerja
oganisasi dalam jangka panjang. Manajemen
strategis meliputi pengamatan lingkungan,
perumusan strategi (perencanaan strategis atau
perencanaan jangka panjang), implementasi
dan evaluasi serta pengendalian.
Rangkuti (2006:45) mengemukakan
bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai
tujuan. Proses analisis, perumusan dan evaluasi
strategi-strategi untuk mengatasi ancaman
ekternal dan merebut peluang yang ada disebut
sebagai perencanaan strategis. Dengan
demikian, tujuan utama perencanaan strategis
adalah agar suatu organisasi dapat melihat
secara obyekif kondisi-kondisi internal dan
eksternal sehingga dapat mengantisipasi
perubahan lingkungan eksternal. Sementara itu,
Hamel dan Prahalad dalam Umar (2001:67)
menyatakan bahwa strategi merupakan suatu
perencanaan yang disusun berdasarkan manfaat
yang diinginkan oleh pelanggan di masa depan.
Strategi disusun berdasarkan hasil analisa
terhadap masa depan, bukan berdasarkan hal-
hal yang terjadi saat ini atau masa lalu.
Mintzberg (1998:134) mendefinisikan
strategi sebagai satu kesatuan dari lima unsur
berikut : (1) rencana (plan) artinya strategi
merupakan suatu petunjuk, tuntunan atau
tindakan yang akan dilakukan, sesuatu yang
memberi arah bagi tindakan-tindakan di masa
depan; (2) pola (pattern) artinya strategi
merupakan suatu perilaku yang konsisten antar
waktu; (3) posisi (position) maksudnya strategi
digunakan dalam penentuan posisi organisasi
dalam konteks persaingan industri; (4)
perspektif (perspective) maksudnya strategi
menunjukkan bagaimana sebuah organisasi
menjalankan kegiatannya; dan (5) permainan
(play) artinya strategi merupakan kumpulan
aksi untuk menjinakkan pesaing dalam industri.
Menurut Umar (2001:75), manajemen
strategik berbeda dengan perencanaan
strategik, yang lebih berfokus pada bagaimana
manajemen menentukan visi, misi, falsafah dan
strategi organisasi untuk mencapai tujuan
dalam jangka panjang. Dengan demikian,
perencanaan strategik merupakan bagian dari
manajemen strategik. Lima ciri utama
manajemen strategik adalah :
1. Manajemen strategik mengintegrasikan
berbagai macam fungsi dalam organisasi.
2. Manajemen strategik berkiblat terhadap
tujuan organisasi secara menyeluruh.
3. Manajemen strategik mempertimbangkan
kepentingan seluruh stakeholders.
4. Manajemen strategik berkaitan dengan
horison waktu yang beragam.
5. Manajemen strategik berurusan dengan
efisiensi dan efektivitas.
Arsitektur strategi (architecture
strategy) merupakan salah satu bentuk output
dari manajemen strategik yang akan
diimplementasikan pada suatu organisasi.
Hamel dan Prahalad dalam Umar (2001: 76)
mendefinisikan arsitektur strategi sebagai cetak
biru tingkat tinggi dalam kaitannya dengan
aktivitas baru, penguasaan kompetensi baru
atau pengembangan kompetensi yang sudah
ada, serta penataan ulang interaksi organisasi
dengan pelanggannya di masa depan. Hal yang
menjadi fokus dalam arsitektur strategi adalah
perencanaan yang harus dikerjakan sekarang
untuk menghadapi peluang dan tantangan di
masa depan, dengan mempertimbangkan segala
kemungkinan yang ada termasuk perubahan
struktural dalam sebuah industri.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
173
2.2. Analisis Lingkungan
Analisis lingkungan mencakup
lingkungan eksternal organisasi dan lingkungan
internal organisasi. David (2006:49)
mengemukakan bahwa kekuatan eksternal
dapat dibagi menjadi lima kategori besar,
yakni: 1) kekuatan ekonomi, 2) kekuatan
sosial, budaya, demografi dan lingkungan, 3)
kekuatan politik, pemerintah dan hukum, 4)
kekuatan teknologi, dan 5) kekuatan
kompetitif. Lingkungan eksternal adalah suatu
kekuatan yang berada diluar perusahaan
dimana perusahaan tidak mempunyai pengaruh
sama sekali terhadapnya (uncontrollable),
sehingga perubahan yang terjadi pada
lingkungan ini akan mempengaruhi kinerja
semua perusahaan dalam industri tersebut.
Penyusunan strategi perusahaan dimulai
dari proses mengidentifikasi peluang-peluang
dan ancaman-ancaman dalam lingkungan
perusahaan. Identifikasi lingkungan mencakup
analisis dan diagnosis lingkungan sehingga
penyusun strategi mampu mengetahui
kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan
perusahaan. Hunger dan Wheelen dalam David
(2006) menyatakan sebelum suatu organisasi
memulai formulasi strategi harus mengamati
lingkungan eksternal dan internal guna
mengidentifikasi kemungkinan peluang dan
ancaman maupun kekuatan dan kelemahannya.
Diagnosis lingkungan mencakup pemantauan,
evaluasi, dan diseminasi informasi dari
lingkungan eksternal dan internal kepada figur-
figur kunci di perusahaan.
2.3. Manajemen Perubahan
Mustafa dalam Rangkuti (2006:42)
menyatakan bahwa banyak masalah yang bisa
terjadi ketika perubahan akan dilakukan.
Masalah yang paling sering dan menonjol
adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”.
Istilah yang sangat populer dalam manajemen
adalah resistensi perubahan (resistance to
change). Penolakan atas perubahan tidak selalu
negatif karena justru karena adanya penolakan
tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan
secara sembarangan. Penolakan atas perubahan
tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk
yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan
(eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan
protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan
sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan
lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi
berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan
kerja meningkat, tingkat absensi meningkat,
dan lain sebagainya. Sumber penolakan atas
perubahan dapat dikategorikan menjadi dua,
yakni penolakan yang dilakukan oleh
individual dan yang dilakukan oleh kelompok
atau yang sering disebut organisasional.
Dalam perubahan strategik dengan
tahapan seperti pada Gambar 1, ada hal-hal
yang dapat dikelola ada juga hal-hal yang tidak
dapat dikelola. Salah satu hal yang dapat
dikelola terlihat dari cara perubahan maupun
jenis perubahan. Jika cara perubahannya adalah
secara berangsur-angsur (incremental)
sementara jenis perubahnnya adalah reaktif
maka manajemen perubahannya adalah
“adaptasi”.
Sumber: Rangkuti (2006:46)
Gambar 1. Lima Tahap Perubahan
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
174
Namun jika perubahannya adalah proaktif,
perubahan ini adalah “senada” (tuning) dengan
yang diharapkan. Jika cara perubahannya
adalah transformasional, maka apabila jenis
perubahannya adalah proaktif maka
perubahannya disebut “transformasi
terencana”, sementara jika perubahannya
adalah reaktif maka disebut “transformasi
terpaksa” (forced transformational).
Banyak masalah yang bisa terjadi ketika
perubahan akan dilakukan. Masalah yang
paling sering dan menonjol adalah “penolakan
atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat
populer dalam manajemen adalah resistensi
perubahan (resistance to change). Penolakan
atas perubahan tidak selalu negatif karena
justru karena adanya penolakan tersebut maka
perubahan tidak bisa dilakukan secara
sembarangan.
III. METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini bersifat analisis deskriptif
kualitattif, yaitu dengan penggambaran
berbagai fenomena yang terjadi dalam
penelitian yang selanjutnya dijabarkan dengan
menggunakan khasanah pengetahuan sesuai
dengan teori yang ada. Pengumpulan data dan
informasi yang dilakukan peneliti
menggunakan : 1) Metode observasi yakni
melakukan pengamatan secara langsung
kepada objek yang dilihat dan diteliti. Dalam
hal ini penulis mengumpulkan data dan
informasi dengan cara mengamati secara
langsung terhadap objek yang menjadi
penelitian penulis yakni mengenai kegiatan
yang dilakukan oleh LPK Success dengan cara
mencatat apa saja yang berhubungan dengan
kegiatan pendidikan dan pengajaran, 2) metode
studi pustaka yakni dengan melengkapi data-
data yang diperoleh melalui buku-buku, surat
kabar, maupun media lain sebagai bahan
referensi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Isu-isu Lingkungan
LPK SUCCESS membutuhkan strategi-
strategi baru untuk diterapkan demi
meningkatkan performa dan image-nya di
mata masyarakat yang selama ini mulai
tersaingi oleh berbagai LPK atau lembaga
bimbingan belajar lain. Sebelum menentukan
dan mencari strategi yang tepat, proses ini
harus diawali dengan berbagai analisis untuk
meninjau dan mempelajari tentang faktor-
faktor internal dan eksternal yang dianggap
menghambat atau membantu kinerja dan
performa LPK SUCCESS. Faktor internal akan
ditinjau dari dua hal, yaitu kekuatan (strenght)
dan kelemahan (weakness). Setiap organisasi
memiliki kekuatan dan kelemahan dalam area
fungsional bisnis masing-masing. Kekuatan
dan kelemahan internal digabungkan peluang
dan ancaman eksternal dan pernyataan misi
yang jelas menjadi dasar dalam penetapan
tujuan dan strategi. Faktor internal dapat diihat
pada Tabel 1 berikut ini :
Faktor eksternal juga akan ditinjau
dari dua hal, yaitu peluang (opportunity) yang
dimiliki oleh LPK SUCCESS yang potensial
untuk dikembangkan dan ancaman (threat)
yang diduga akan menghambat kinerja LPK
SUCCESS. perubahan dalam faktor eksternal
mengakibatkan perubahan dalam permintaan
konsumen untuk barang dan jasa, dan
mempengaruhi tipe produk, karakteristik dan
tipe jasa yang dikembangkan dan ditawarkan
Tabel 1. Isu Internal LPK SUCCESS
Isu Strategik Internal Dampak
Manajemen yang dimiliki SUCCESS
kurang terorganisasi dengan baik
Pembagian kerja staf SUCCESS tidak
mempunyai job description yang jelas
Turn over pegawai SUCCESS tinggi
Program kerja tidak berkesinambungan
dan diperlukan biaya yang tinggi untuk
perekrutan dan pelatihan karyawan
baru
Berdiri di kota Bogor lebih dari 30
tahun
Banyak dikenal oleh masyarakat
Bogor
Memiliki link yang luas terutama
pemerintah setempat
Kurangnya modal untuk melakukan
pengembangan bisnis
Tidak dapat bersaing diluar strategic
group dimana SUCCESS berada
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
175
ke konsumen serta pilihan bisnis yang dijual
atau diakuisisi seperti pada tabel 2.
4.2. Tingkat persaingan LPK di Kota Bogor
Industri Lembaga Pendidikan Kursus di
Kota Bogor semakin meningkat seiring dengan
tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan
pentingnya pendidikan, yakni bukan hanya
pendidikan formal namun juga pendidikan non
formal. Pada awal tahun 2015, jumlah LPK
yang ada di Kota Bogor telah mencapai 148
LPK yang tersebar di seluruh kecamatan di
Kota Bogor, yaitu kecamatan Bogor Tengah,
Bogor Selatan, Tanah Sareal, Bogor Barat,
Bogor Timur, dan Bogor Utara. Beberapa LPK
tersebut adalah BTA Group, Primagama, PIM,
LPIA dan Ganesha Operation. LPK-LPK
tersebut ada yang memiliki izin, tidak memiliki
izin, maupun izin yang belum diperpanjang,
seperti terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. Data Lembaga Kursus di Kota Bogor
Uraian Bogor
Tengah
Bogor
Selatan
Tanah
Sareal
Bogor
Barat
Bogor
Timur
Bogor
Utara
Jumlah
Ada Izin 30
(42,25%)
3
(60%
3
(13,64%)
11
(28,21%)
8
(44,44%)
5
(45,45%)
60
(35,71)
Tidak Ada
Izin
14
(19,72%)
1
(20%)
18
(81,82%)
20
(51,28%)
2
11,11%
5
(45,45%)
60
(35,71%)
Izin
Belum
perpanjang
< 3 thn
11
(15,50%)
1
(20%)
1
(4,54%)
0 9
(50%)
1
(9,10%)
23
(13,70%)
Izin belum
perpanjang
>3
17
(23,94%)
0 0 8
(20,51%)
0 0 25
(14,88%)
Jumlah 71 5 22 39 18 11 148
Sumber: Data UPTD Diknas Kota Bogor, 2015.
Tabel 2. Isu Eksternal LPK SUCCESS
Isu Strategik Eksternal Probabilitas Dampak
Kemampuan di bidang komputer dan
Bahasa Inggris sudah menjadi suatu
kebutuhan yang perlu dimiliki setiap
individu.
Tinggi,
perkembangan
tidak dapat
dihindari.
Adanya Peluang
bertambahnya
konsumen SUCCESS.
Adanya perubahan kurikulum di
tingkat pendidikan formal
Tinggi, karena
kurikulum baru
telah
dilaksanakan
Adanya Peluang
untuk memperoleh
segmen pasar baru.
Penyesuaian dengan
kurikulum yang
ada.
Tingginya intensitas persaingan
lembaga kursus
Tinggi, sebab
Pemain dalam
industri
pendidikan
lembaga kursus
yang semakin
banyak
Semakin sulitnya
SUCCESS dalam
memperoleh segmen
pasar, sebab pangsa
pasar yang ada
diperebutkan oleh
pemain-pemain baik
lokal dan nasional.
Adanya berbagai Akademi di bidang
Komputer dan Bahasa Inggris
Tinggi, sebab
Pemain dalam
industri
pendidikan formal
semakin banyak
Sebagian pangsa pasar
SUCCESS
diperebutkan pula oleh
lembaga pendidikan
formal (Akademi)
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
176
Hal ini cukup memberikan dampak yang
cukup signifikan terhadap perkembangan LPK
SUCCESS, karena banyak pangsa pasar yang
awalnya dimiliki oleh LPK SUCCESS telah
beralih ke LPK-LPK yang lain atau dengan
kata lain persaingan semakin ketat. Kondisi
demikian menuntut LPK SUCCESS untuk
segara melakukan perubahan dalam menjawab
perubahan lingkungannya.
4.3. Implementasi Manajemen Perubahan
Adanya faktor pendorong perubahan
(driving force) memberikan dampak kepada
LPK SUCCESS untuk melakukan perubahan.
Adapun konsep perubahan dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. LPK SUCCESS harus segera memperbaiki
imagenya di mata masyarakat Bogor
melalui komunikasi kelembagaan dan
peningkatan kinerjanya.
2. LPK SUCCESS perlu melakukan strategi
dan program kerja yang efektif dan
memanfaatkan seluruh potensi dan
sumberdaya organisasi yang selama ini
belum tergali.
3. LPK SUCCESS perlu melakukan
restrukturisasi kelembagaan agar lebih
efektif dan efisien
LPK SUCCESS perlu melakukan
perubahan yang revolusioner dengan
melakukan perbaikan dan perubahan di dalam
berbagai bidang. Perubahan tipe ini diharapkan
dapat memberikan dampak yang signifikan
dalam meningkatkan image LPK SUCCESS di
mata masyarakat Bogor. Tujuan perubahan
yang diinginkan adalah meningkatkan image
SUCCESS di mata masyarakat Bogor.
Selanjutnya, sasaran yang hendak dicapai
melalui perubahan yang dilakukan ini adalah :
1. Standar tingkat pendidikan tenaga pengajar
minimal strata 1 (S1) pada akhir 2017.
2. Seluruh tenaga pengajar success pada tahun
2017 memiliki sertifikasi sesuai
kompetensinya.
3. Sebanyak 95% lulusan SUCCESS lulus uji
kompetensi pada tahun 2017.
4. Meningkatkan jumlah siswa belajar sebesar
85% pada tahun ajaran 2016-2017.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran
organisasi perubahan, maka kebijakan atau
strategi yang dilakukan adalah :
1. Strategi Pengembangan Kualitas
Pendidikan Formal Tenaga Pengajar.
2. Strategi Peningkatan Kompetensi
Keahlian.
3. Strategi Peningkatan Kualitas Lulusan dan
Warga Belajar.
4. Strategi Pemasaran dan Komunikasi
Kelembagaan.
Pelaksanaan strategi tersebut dijabarkan
secara teknis melalui pelaksanaan program
atau kegiatan teknis, yaitu dengan melakukan :
1. Strategi pengembangan kualitas pendidikan
formal tenaga pengajar, dengan cara : (1)
penyusunan pedoman umum dan standard
operating procedure studi lanjut, (2)
mendorong dan memberikan kesempatan
studi lanjut bagi tenaga pengajar yang
memenuhi persyaratan teknis dan
administratif yang ditetapkan oleh
manajemen LPK SUCCESS, (3) menjalin
kerjasama dengan pihak pemerintah atau
Pemda untuk memperoleh dana hibah
(beasiswa) bagi peningkatan kualitas
sumberdaya manusia
2. Strategi peningkatan kompetensi keahlian,
melalui : (1) penyusunan pedoman umum
dan standard operating procedure
peningkatan kompetensi keahlian tenaga
pengajar, (2) mengikutsertakan tenaga
pengajar pada pelatihan dan ujian
peningkatan kompetensi keahlian sesuai
persyaratan.
3. Strategi peningkatan kualitas lulusan dan
warga belajar, yaitu : (1) penyusunan
pedoman umum dan standard operating
procedure peningkatan kualitas lulusan dan
warga belajar, (2) pengelolaan / manajemen
proses belajar mengajar sesuai persyaratan
standar mutu, (3) pengelolaan administrasi
dan sarana / peralatan belajar secara efektif
dan efisien, (4) peningkatan Kelulusan
Warga Belajar LPK SUCCESS, seperti
Persiapan Total UN (SMA & SMP), UAS
(SD) yang akan diadakan setiap menjelang
ujian-ujian nasional dan target dari program
ini sendiri Siswa lulus dengan nilai raport
yang memuaskan, menjadi juara kelas dan
diterima di SMP/SMA Unggulan. Program
dimulai akhir bulan Juli, dengan pertemuan
3x/minggu @ pertemuan : 120 menit.
4. Strategi pemasaran dan komunikasi
kelembagaan, melalui : (1) penyusunan
pedoman umum dan standard operating
prosedure pemasaran dan komunikasi
kelembagaan, (2) menjalin kerjasama
dengan lembaga publik pemerintah atau
pun swasta untuk pelaksanaan program
pelatihan (in-house training) tertentu bagi
karyawan, seperti komputer akuntansi,
bahasa asing dan kesekretariatan, (3)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
177
promosi dan pemasaran melalui media
massa cetak dan elektronik, event-event
kawula muda pada acara tertentu (pameran
pendidikan, mall, sekolah), (4) memberikan
paket stimulus / keringanan biaya kursus
bagi beberapa peserta belajar yang
memenuhi syarat dan ketentuan tertentu.
Pelaksanaan program atau kegiatan
tersebut secara lebih teknis dapat disesuaikan
dengan situasi dan kondisi yang ada serta
disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya
organisasi, baik dana, sumberdaya manusia,
teknologi, informasi maupun peralatan dan
sumberdaya intangible lainnya.
V. PENUTUP Berdasarkan hasil pembahasan yang
telah dilakukan peneliti, yakni mengenai
strategi perubahan LPK Sucess, maka dapat
ditarik kesimpulan, sebagai berikut:
1. Relatif semakin turunnya image LPK
SUCCESS di mata masyarakat
menyebabkan LPK SUCCESS harus
berubah. Faktor yang menjadi driving force
LPK SUCCESS adalah semakin
menurunnya jumlah warga belajar di
berbagai bidang keterampilan serta semakin
banyaknya jumlah LPK yang ada di kota
Bogor.
2. Faktor-faktor yang berubah meliputi
perubahan visi dan misi, menetapkan tujuan
dan sasaran yang baru, perubahan struktur
organisasi, menetapkan tujuan, sasaran dan
program yang ingin dicapai LPK SUCESS,
serta penetapan rencana tindak.
Sedangkan saran yang dapat
diungkapkan terkait strategi perubahan LPK
Success meliputi:
1. Perubahan LPK SUCCESS yang cukup
cepat diharapkan dapat bertahan lama, oleh
karena itu organisasi harus tetap fokus
dalam menjalankan program-program atau
kegiatan yang telah direncanakan.
2. Kemenangan-kemenangan kecil yang
dihasilkan dari setiap perubahan diharapkan
dapat digunakan oleh manajemen untuk
memotivasi semua pihak dalam organisasi
untuk turut berpartisipasi secara total dalam
mewujudkan perubahan yang diinginkan
organisasi.
3. LPK SUCCESS sebaiknya selalu peka
terhadap kondisi lingkungan disekitarnya
apabila ingin terus maju.
DAFTAR PUSTAKA
David, Fred R. 2006. Manajemen Strategis :
Konsep (Buku 1 Edisi 10). Alihbahasa
oleh Ichsan Setiyo Budi. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat
Kotter, John P., 1997. Leading Change.
Menjadi Pionir Perubahan. Jakarta :
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama
LPK SUCCESS, 2009. Sejarah dan Data LPK
Success. Bogor: . LPK Success
Mintzberg, H., B. Ahlstrand, dan J. Lampel.
1998. Strategy Safari : A Guided Tour
Through the Wilds of Strategic
Management. New York: The Free
Press.
Rangkuti, Freddy, 2006. Analisis SWOT :
Teknik Membedah Kasus Bisnis.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama
Umar, H., 2001. Strategic Management in
Action. Jakarta : PT. Gamedia Pustaka
Utama
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
178
PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN KONSUMEN
TERHADAP KINERJA OJEK ONLINE
(Studi Kasus : Pengguna Transportasi GO-JEK)
Ana Ramadhayanti
Program Studi Hubungan Masyarakat
AKOM BSI Jakarta
ABSTRACT
One means of transportation that is currently favored by the public at large is the GO-JEK.
Currently GO-JEK be the object transportation booked online easy and practical. Using telephone
smartphone we can easily use this one means of transportation. This research was conducted to
know the deeper satisfaction Actor Transportation and Service Quality Performance Against
Online Motorcycle taxi that in this case the GO-JEK. This study uses a quantitative method,
because in this study the information obtained by means of a survey carried out by filling a
questionnaire to the users of GO-JEK in Jakarta. Based on the results of research conducted on
GO-JEK transporsatsi tool, it can be understood that the satisfaction of consumers using the
services of GO-JEK positive and significant effect on the Performance and Quality of Service
begitupula GO-JEK positive and significant effect on performance.
Keywords: Performance, Satisfaction, Servive Quality
I. PENDAHULUAN
Salah satu model transportasi yang kini
hadir khususnya di ibukota Jakarta adalah
transjakarta. Model transportasi ini awalnya
menjadi alternative untuk mengurangi
kemacetan yang sering dialami oleh
masyarakat ibu kota. Namun sayangnya model
transportasi ini belum dapat mengatasi
kemacetan diibu kota. Untuk mengatasi hal
tersebut maka dipilihlah model transportasi
yang dapat menanggulangi kemacetan yakni
GO-JEK.
GO-JEK adalah perusahaan berjiwa
sosial yang memimpin revolusi industri
transportasi ojek. GO-JEK bermitra dengan
para pengendara ojek berpengalaman di
Jakarta, Bandung, Bali & Surabaya dan
menjadi solusi utama dalam pengiriman
barang, pesan antar makanan, berbelanja dan
berpergian di tengah kemacetan.
Berbeda dengan ojek lokal atau
tradisional pada umumnya, GO-JEK
merupakan model transportasi yang yang
harus dipesan melalui via www.Go-
Jek.com/app/ melalui handphone untuk
Aplikasi GO-JEK iOS dan Android. Selain itu
hal yang menarik lainya dari GO-JEK adalah
terdapatnya salah satu fitur dalam aplikasi ini
yakni GO-JEK Shopping yang dapat membantu
belanja apapun dan dari manapun di
JABODETABEK. Belanja bulanan, elektronik,
tiket konser, tiket bioskop, obat . Selain itu fitur
dalam aplikasi GO-JEK lainnya adalah G0-
FOOD yang memberikan pelanggan
kemudahan dalam layanan pesan antar
makanan. Pada saat ini GO-FOOD baru ada di
Jakarta dan Bandung.
Dengan terdapatnya berbagai macam
fitur dalam aplikasi di GO-JEK membuat
masyarakat lebih memilih trasportasi yang satu
ini. Dengan adanya keamanan dan asuransi dari
GO-JEK membuat masyarakat saat ini telah
beralih memilih GO-JEK.
Berbagai keunggulan serta manfaat
yang terdapat dalam GO-JEK membuat
masyarakat lebih memilih transportasi yang
satu ini. Namun dibalik semua itu apakah
penggunaan trasportasi GO-JEK ini telah
merasa puas dengan kinerja ojek online,
mengingat saat ini ada beberapa keluhan yang
dirasakan oleh penumpanng dengan kuliatas
pelayanan GO-JEK yang mengecewakan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kualitas Layanan (Service Quality)
Menurut American Society for Quality
Control, kualitas adalah ciri-ciri dan
karakteristik-karakteristik dari suatu produk
atau jasa dalam hal kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah
ditentukan atau bersifat laten (Lupiyoadi,
2001). Sedangkan Kotler (2000)
mendefinisikan kualitas:”Quality is the totally
of feature and characteristics of aproduct or
service that bear on its ability to satisfy stated
or implied needs”. Simamora (2002)
mengatakan bahwa kualitas sebenarnya adalah
persepsi. Jadi pemasar harus melihat bahwa
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
179
realitas adalah bukan realitas tetapi realitas
adalah persepsi. Apalagi jika yang diukur
kualitasnya adalah jasa, atau lebih dikenal
dengan kualitas pelayanan, penilaian tentang
kualitas akan sangat dipengaruhi oleh persepsi.
Kualitas pelayanan adalah kemampuan
perusahaan dalam memberikan pelayanan
kepada para pelanggan (Lupiyoadi, 2001)
Sedangkan menurut Payne (2000) kualitas
pelayanan atau kaulitas jasa berkaitan dengan
kemampuan suatu organisasi untuk memenuhi
atau melebihi harapan pelanggan.
Menegaskan bahwa realitas adalah
persepsi, Payne menyatakan bahwa ukuran
kinerja adalah kualitas pelayanan atau jasa
yang dipersepsikan.Oleh karena itu menurut
Payne kualitas jasa memiliki dua komponen
penting, yaitu: (1) kualitas teknis, yaitu dimensi
hasil proses operasi jasa, (2) kualitas
fungsional, yaitu dimensi proses dalam hal
interkasi antara pelanggan dengan penyedia
jasa.
Sumber: Nasution (2001 : 71)
Gambar 1 Model Kualitas Jasa
2.2. Kepuasan (Satisfaction)
Kepuasan menurut Kamus Bahasa
Indonesia adalah berasal dari kata puas artinya
merasa senang; perihal yang bersifat puas,
kesenangan, kelegaan dan sebagainya.
Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan
puas, rasa senang dan kelegaan seseorang
dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau
jasa dalam mendapatkan pelayanan suatu jasa.
Menurut Oliver dalam Supranto (2001)
kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja atau hasil yang
dirasakannya dengan harapannya (Supranto,
2001).
Kepuasan konsumen adalah perasaan
seseorang yang puas atau sebaliknya setelah
membandingkan antara kenyataan dan harapan
yang diterima dari sebuah produk atau jasa.
Menurut Rangkuti (2003), kepuasan pelanggan
merupakan respon pelanggan terhadap
kesesuaian antara tingkat kepentingan
sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan
setelah pemakaian.
2.3. Kinerja
Menurut Sedarmayanti (2011:260)
mengungkapkan bahwa “Kinerja merupakan
terjemahan dari performance yang berarti hasil
kerja seorang pekerja, sebuah proses
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
180
manajemen atau suatu organisasi secara
keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus
dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan
dapat diukur (dibandingkan dengan standar
yang telah ditentukan).”
Menurut Mangkunegara (2009) istilah
kinerja berasal dari kata job performance atau
actual performance (prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).
2.4. Transportasi
Ismayanti (2010:123) Tranportasi
merupakan pemindahan manusia atau barang
dari suatu tempat ke tempat lain dengan
menggunakan sebuah wahana yang digerakkan
oleh manusia atau mesin. Transportasi
digunakan untuk memudahkan manusia dalam
melakukkan aktivitas sehari-hari. Pengertian
transportasi adalah the means to reach the
destination and also means of movement at the
destination yang artinya fungsi transportasi
sebagai alat untuk mencapai daerah tujuan
wisata dan alat bergerak selama berada di
daerah tujuan wisata tersebut.
Enco dkk (2007:24) Transportasi adalah
pengangkutan barang oleh berbagai jenis
kendaraan sesuai dengan kemajuan teknologi.
2.5. Smartphone
Hidayat (2014:iv) Kemajuan teknologi
informasi–informasi telah memberikan banyak
kemudahan bagi penggunanya, tak terkecuali
untuk urusan bisnis. Kini, urusan bisnis bisa
dilakukkan dengan cepat, mudah dan murah
dengan memanfaatkan beragam aplikasi yang
disediakan untuk smartphone.
Yudistira (2011:5) Dengan melihat
kecenderungan kenaikan pengguna smartphone
di dunia secara umum dan juga di Indonesia,
maka hal ini pun mengubah pola perilaku
pengguna internet untuk mengakses informasi.
Jika dulu akses internet selalu harus dilakukkan
di depan komputer, maka pengguna kini bisa
mengakses internet dari manapun dengan
smartphone. Mulai dari mencari informasi,
chatting, hingga bersosialisasi saling berbagi
foto dan video bisa dilakukan dengan
smartphone.
Berdasarkan sifat bawaan dari sebuah
smartpone yang selalu dibawa kemanapun kita
pergi, maka aplikasi yang cocok untuk dibuat
dalam versi smartphone harus memenuhi
prinsip ini: (1) bisa membantu mempercepat
mendapatkan atau mengirimkan pesan baik
berupa text, gambar, dan video, (2) bisa
membantu mempermudah pekerjaan pekerjaan
yang cukup sederhana, (3) jika berupa sebuah
permainan, maka sifat permainan yang cukup
mudah dimainkan dengan menggunakan jari
atau gerakan tangan dan cukup sederhana.
Menurut Zaki (83) Smartphone secara
harfiah artinya telepon pintar, yakni telepon
seluler yang memiliki kemmapuan seperti PC
walaupun terbatas. Selain itu, smartphone juga
mendukung email dan organizer. Fitur lainnya
adalah kemampuan untuk ditambah aplikasi-
aplikasi baru.
Aplikasi yang dapat diinisialkan ke
dalam smartphone tidak hanya yang dibuat
produsen pembuat peranti tersebut, namun juga
bisa dibuat oleh pihak ketioga atau operator
telekomunikasinya. Fungsi lainnya adalah
antarmuka tambahan termasuk keyboard
QWERTY standar computer, namun ukuranya
kecil. Fitur-fitur khas smartphone adalah
seperti berikut : (1) layar sentuh, (2) sistem
operasi, (3) adanya kemmapuan koneksi ke
Internet (email dan menjelajah web), (4)
mampu ditambah software, (5) sofware
penjadwalan, (6) kamera, (7) manajemem
kontak, (8) kemampuan membaca dokumen
bisnis, seperti PDF dan Microsoft Office
2.6. Kendaraan Bermotor
Menurut BPS kendaraan bermotor
adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh
peralatan teknik yang ada pada kendaraan
tersebut, biasanya digunakan untuk angkutan
orang atau barang diatas jalan raya selain
kendaraan yang berjalan di atas rel. Kendaraan
bermotor yang dicatat adalah semua jenis
kendaraan kecuali kendaraan bermotor
TNI/Polri dan Korps Diplomatik. Khadafi
(2009:6) Angkutan umum lainnya yang bisa
menolong kamu sewaktu macet dengan waktu
yang cepat adalah ojek. Ojek ini bisa berupa
ojek moter atau sepeda, tapi yang paling
banyak beroperasi adalah ojek motor.
Enco dkk (2007:24) Ojek adalah sepeda
atau sepeda motor yang ditambangkan dengan
cara memboncengkan penumpang atau
menyewanya. Ojek online adalah bisnis
pengantar baik manusia maupun barang, ke
berbagai wilayah. Bisa dipesan secara online
atau via SMS dan telepon. Kapan dan di mana
saja siap mengantar Anda ke tujuan. Melihat
banyaknya karyawan yang harus bekerja
sampai malam dan takut akan keselamatannya
jika pulang malam hari, inilah kesempatan
Anda untuk membuat bisnis ojek online ini.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Bentuk penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif untuk mengetahui pengaruh variable
X1 dan X2 (variabel bebas) terhadap variabel
Y (variabel terikat). Dalam hal ini yang
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
181
menjadi variabel Y adalah Kinerja Karyawan
yang dalam hal ini pengemudi GO-JEK,
sedangkan variabel X1 yaitu Kepuasan dan X2
yaitu Kualitas Pelayanan sebagai varibel bebas.
Metode ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh kualitas pelayanan dan kepuasan
kerja terhadap kinerja..
Menurut Sugiyono (2010:76) populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek atau subyek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan untuk
diteliti dan dipelajari kemudian ditarik
kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini
adalah mahasiswa UNJ Pengguna Trasportasi
GO-JEK di wilayah Jakarta Timur. Sedangkan
teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah pengambilan sampel secara acak
sederhana dengan mengambil sampel adalah
Karyawan BSI pengguna Go-Jek sebanyak 100
orang sebagai wakil-wakil yang representatif
dari populasi tersebut. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer. Data
primer merupakan data yang diperoleh secara
langsung dari sumbernya yakni data yang
diperoleh dari responden melalui kuesioner
yang diisi responden secara langsung.
Menurut Yount (1999:7-4) dan Arikunto
(2002:112) dalam Widiyanto (2014: 92)
menjelaskan bahwa jika jumlah anggota
populasi kurang dari 100, lebih baik seluruhnya
diambil sebagai sampel sehingga penelitian
tersebut menjadi penelitian populasi atau
sensus.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sejarah GO-JEK
GO-JEK merupakan sebuah perusahaan
transportasi asal Indonesia yang melayani
angkutan manusia dan barang melalui jasa
ojek. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2010
di Jakarta oleh Nadiem Makarim. Di ketahui
bahwa Nadiem Makarim mulai bersekolah SD
di Jakarta, kemudian ia lulus SMA di
Singapura, dari Singapura ia kemudian
melanjutkan pendidikannya di jurusan
International Relations di Brown University,
Amerika Serikat. dan selama setahun ia
mengikuti program foreign exchange di
London School of Economics. Ia juga
melanjutkan studinya di Harvard Business
School, Harvard University dan lulus dengan
menyandang gelar MBA (Master Business Of
Administration).
Nadiem Makarim diketahui pernah
bekerja di sebuah perusahaan Mckinsey &
Company sebuah konsultan ternama di Jakarta
dan menghabiskan masa selama tiga tahun
bekerja disana.Layanan GO-JEK tersedia di
wilayah Jabodetabek, Bali, Bandung dan
Surabaya. Hingga bulan Juni 2015, aplikasi
GO-JEK sudah diunduh sebanyak 400 ribu kali
di Google Play pada sistem operasi Android.
4.2. Hasil Uji Statistik
Menurut Wijaya (2012:119) Uji
validitas dilakukan untuk mengetahui apakah
suatu instrument alat ukur telah menjalakan
fungsi ukurannya. Menurut Widiyanto
(2014:305) Untuk menentukan valid atau
tidaknya setiap item, kita mengacu pada kotak
hasil korelasi item- total dan nilai rhitung atau
P-value. Item dinyatakan valid jika koefisisen
rhitung lebih besar dari rtabel atau koefisien P-
value lebih kecil dari taraf signifikan pada α =
0,05. Butir dinyatakan tidak avlid atau drop
jika koefisisen rhitung lebih kecil dari rtabel
atau koefisien P-value lebih besar dari taraf
signifikansi pada α =0,05.
Tabel 1. Ringkasan Hasil Pengujian Validitas X1 (Kepuasan) No r hitung r tabel P- value Keterangan
1. 0,716 0,195 0,000 Valid
2. 0,802 0,195 0,000 Valid
3. 0,796 0,195 0,000 Valid
4. 0,798 0,195 0,000 Valid
5. 0,668 0,195 0,000 Valid
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
182
Tabel 2. Ringkasan Hasil Pengujian Validitas X2 (Kualitas Pelayanan )
No r hitung r tabel P- value Keterangan
1. 0,351 0,195 0,000 Valid
2. 0,716 0,195 0,000 Valid
3. 0,653 0,195 0,000 Valid
4. 0,598 0,195 0,000 Valid
5. 0,640 0,195 0,000 Valid
6. 0,615 0,195 0,000 Valid
7. 0,699 0,195 0,000 Valid
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Tabel 3. Ringkasan Hasil Pengujian Validitas Y (Kinerja) No r hitung r tabel P- value Keterangan
1. 0,573 0,195 0,000 Valid
2. 0,733 0,195 0,000 Valid
3. 0,610 0,195 0,000 Valid
4. 0,756 0,195 0,000 Valid
5. 0,668 0,195 0,000 Valid
6. 0,647 0,195 0,000 Valid
7. 0,702 0,195 0,000 Valid
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Menurut Wijaya (2012:115-116)
Pengujian realibilitas berkaitan dengan masalah
adanya kepercayaan terhadap instrumen. Uji
realibilitas dilakukan untuk dapat dipercaya
apabila digunakan dalam beberapa kali
pengukuran terhadap kelompok subjek yang
sama diperoleh hasil yang relative sama,
selama aspek yang diukur dalam diri subjek
tidak berubah. Cara mengukur realibilitas yang
paling umum adalah dengan menggunakan
koefisisen alfa. Koefisisen alpha bisa diukur
dengan menggunakan uji statistic Cronbach
alpha. Suatu construct dikatakan reliable jika
memberika nilai Cronbach alpha . 0,7
(Sekaran,2003).
Tabel 4. Uji Realibilitas
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Berdasarkan tabel 4 seluruh variabel yang
digunakan menunjukkan sifat yang reliable
yang ditunjukkan nilai Cronbach alpha yang
telah sesuai dengan syarat ketentuan
reliabilitas. Hasil uji autokorelasi (tabel 5)
menunjukkan nilai Durbin Watson sebesar
1,805. Karena nilai DW berkisar antara 1,55
samapai 2,46, maka dapat disimpulkan bhawa
tidak terjadi masalah Autokorelasi.
Variabel Cronbach
Alpha
Batasan Realibilitas
Kepuasan 0,797 0,7 Reliabel
Kualitas
Pelayanan
0,766 0,7 Reliabel
Kinerja 0,814 0,7 Reliabel
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
183
Tabel 5. Uji Autokorelasi
Mo
del
R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Durbin-
Watson
1 .982a .964 .963 .665 1.805
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Pada tabel 5 juga diperoleh nilai R
sebesar 0,982. Hal ini menujukkan bahwa
terdapat pengaruh yang kuat antara Kepuasan
dan Kualitas Pelayanan terhadap Kinerja.
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh angka R2
(Rquare) sebesar 0,964 atau (96,4%). Hal ini
menujukkan bahwa prosentase sumbangan
pengaruh variabel independen (Kepuasan dan
Kualitas Pelayanan) terhadap variabel
dependen (Kinerja) sebesar 96,4%. Atau variasi
variabel independen yang digunakan dalam
model (Kepuasan dan Kualitas Pelayanan)
mampu menjelaskan 96,4%. Sedangkan
sisanya sebesar 57,6% dipengaruhi atau
dijelaskan oleh variabel lain 3,6% (seperti
harga dan kemudahan) yang tidak dimasukkan
dalam model penelitian ini.
Adjusted R Square adalah nilai R
Square yang telah disesuaikan, nilai ini selalu
lebih kecil dari R Square dan angka ini
memiliki nilai positif, bahwa untuk regresi
dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan
Adjusted R2 sebagai koefisien determinasi.
Menurut Sarwono (2009:59)
menjelaskan bahwa ada tiga penafsiran hasil
analisis korelasi, meliputi: pertama, melihat
kekuatan hubungan dua variabel; kedua,
melihat signifikansi hubungan; dan ketiga,
melihat arah hubungan.
Untuk melakukan interprestasi kekuatan
hubungan antara dua variabel dilakukan dengan
melihat angka koefisien. Untuk memudahkan
melakukan interprestasi mengenai kekuatan
hubungan antara dua variabel penulis
memberikan kriteria sebagai berikut: (1) 0,00 –
0,20 = korealsi keeratan sangat lemah, (2) 0,21
– 0,40 = korelasi keeratan lemah, (3) 0,41 –
0,70 = korelasi keeratan kuat, (4) 0,71 – 0,90 =
korelasi keeratan sangat kuat, (5) 0,91 – 0,99 =
korelasi keeratan sangat kuat sekali, dan (6) 1
berarti korelasi keeratan sempurna.
Korelasi antara “Kepuasan” dengan
“Kinerja” memberikan nilai koefisien sebesar
0,567** yang berarti menujukan korelasi kuat.
Sementara itu, korelasi antara “Kualitas
Pelayanan” dengan Kinerja” memberikan nilai
koefisien 0,974** yang berarti menunjukkan
korelasi kuat.
Berdasarkan output diatas, nilai
signifikansi diketahui antara Kepuasan (X1)
dengan Kinerja (Y) nilai signifikansi
0,000<0,05 yang berarti terdapat korelasi yang
signifikan. Terakhir antara Kualitas Pelayanan
(X2) dengan Kinerja (Y) nilai signifikansi
Tabel. 6.. Korelasi Spearman Rank
X1
(Kepuasan)
X2
(Kualitas
)
Y
(Kinerj
a)
Spearman's
rho
X1
(Kepuasan
)
Correlation
Coefficient 1.000 .536** .567**
Sig. (2-tailed) . .000 .000
N 100 100 100
X2
(Kualitas)
Correlation
Coefficient .536** 1.000 .974**
Sig. (2-tailed) .000 . .000
N 100 100 100
Y
(Kinerja)
Correlation
Coefficient .567** .974** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .000 .
N 100 100 100
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
184
0,000<0,05 yang berarti terdapat korelasi yang
signifikan.
Melihat arah korelasi antara dua
variabel. Arah korelasi dilihat dari angka
koefisien korelasi hasilnya positif atau negatif.
Karena angka koefisien korelasi hasilnya
positif, yaitu 0,567dan 0,974 maka korelasi
kedua variabel bersifat searah. Angka koefisien
positif menujukkan hubungan positif, yaitu jika
“Kepuasan” meningkat, maka “Kinerja” juga
ikut meningkat dan jika “Kualitas Pelayanan”
meningkat, maka “Kinerja” juga akan
meningkat.
Menurut Wijaya (2012:125)
Multikolinieritas dapat juga dilihat dari VIF,
jika VIF < 10 maka tingkat kolonieritas dapat
ditoleransi.
Berdasarkan Coefficients diatas
diketahui bahwa nilai VIF adalah: 1,346
(variabel motivasi); 1,346 (variable kepuasan
kerja). Hasil ini berarti varaiabel terbebas dari
asumsi klasik multikolinearitas, karena
hasilnya lebih kecil dari 10.
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Gambar 2. Uji Heterodestisitas
Menurut Wijaya (2012:132) dengan
melihat sebaran titik-titik yang acak, baik di
atas maupun di bawah angka 0 dari sumbu Y,
dapat disimpulkan tidak terjadi
heteroskedastisitas dalam model regresi ini.
Bedasarkan gambar 2 di atas dengan melihat
titik sebaran yang acak maka dapat
disimpulkan tidak terjadi Heterodestisitas
V. PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan yang
telah diterangkan pada bagian sebelumnya
maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan
bahwa variabel-variabel penelitian memiliki
pengaruh dan hubungan yang kuat diantaranya.
Sehungga dapatlah disimpulkan bahwa seluruh
hipotesis yang diajukan dapat terjawab yaitu:
Tabel 7. Uji Multikolieritas
Model Unstandardized
Coefficients
Standardi
zed
Coefficie
nts
t Sig. Collinearity
Statistics
B Std.
Error
Beta Tolerance VIF
1
(Constant) -1.083 .722 -1.499 .137
X1 (Kepuasan) .048 .027 .040 1.769 .080 .743 1.346
X2 (Kualitas) 1.005 .024 .961 42.739 .000 .743 1.346
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
185
1. Kepuasan konsumen menggunakan jasa
Go-Jek berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap Kinerja Ojek Online.
2. Kualitas Layanan Go-Jek berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap
Kinerja Ojek Online.
Dengan adanya alat transportasi ojek
Online, diharapkan agar kedepannya tercipta
juga alat transportasi lain yang tidak kalah
dengan transporatsi saat ini. Keefektifan GO-
JEK sebagai alat transportasi saat ini memiliki
keunggulan tersendiri dibandingkan dengan
alat transportasi yang lainnya. Dengan adanya
kemudahan pemesanan Go-Jek lewat
Smartphone diharapkan kedepanya tidak
disalah artikan untuk maksud-maksud tertentu,
misalnya tidak kejahatan maupun kriminal.
DAFTAR PUSTAKA
Enco dkk. 2007. Pendidikan Lingkungan
Budaya Jakarta. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Hidayat, Tufik. 2014. Aplikasi Smartphone
Untuk Bisnis. Jakarta: Mediakita.
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/09/0
1/13373721/Mengeluhkan.Kenakalan.P
engemudi.Ojek.Berbasis.Online.
http://tekno.liputan6.com/read/2236018/grabbi
ke-aplikasi-ojek-online-pesaing-gojek
http://www.Go-Jek.com/
Ismayanti. 2010. Pengantar Pariwisata. Jakarta:
Gransindo.
Khadafi, Rizal. 2009. Jakarta Transportation
Guide. Jakarta: Bukune.
Kotler, Philip. 2000, Manajemen Pemasaran,
Prenhallindo, Jakarta.
Lupiyoadi, Rambat. 2001, Manajemen
Pemasaran Jasa, Penerbit Salemba
Empat, Jakarta.
Mangkunegara, Anwar Prabu. (2009).
Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: Remaja Roasda
Karya.
Nasution M.N. 2001. Manajemen Mutu
Terpadu (TQM) .Ghalia Indonesia :
Jakarta.
Payne, Adrian. 2000, The Essence of Services
Marketing, Pemasaran Jasa, Penerbit
Andi,Yogyakarta.
Sedamayanti. 2011. Manajemen Sumber Daya
Manusia, Reformasi Birokrasi dan
Manajemen Pegawai Negeri Sipil
(cetakan kelima). Bandung: PT Refika
Aditama.
Sekaran, Uma, 2006. Metodologi Penelitian
Untuk Bisnis, Jakarta: Salemba Empat.
Supranto. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan
Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa
Pasar. Edissi Ke-2 Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta.
Simamora, Bilson. 2002, Riset Perilaku
Konsumen, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Sugiyono. (2010), Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan
R&D,Alfabeta, Bandung.
Widiyanto Agus Mikha. 2014. Statistika Untuk
Penelitian Bidang Teologi, Pendidikan
Agama Kristen & Pelayanan Gereja:
Lengkap Dengan Konsep dan Aplikasi
SPSS. Bandung: Kalam Hidup.
Wijaya, Tony. 2012. Cepat Menguasai SPSS
20 Untuk Olah dan Interprestasi Data.
Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Yudistira, Yuan. Membuat Aplikasi iPhone
android & blackberry Itu Gampang.
Jakarta:Mediakita.
Zaki, Ali. e-Life Style Memanfaatkan Beragam
Perangkat Teknologi Digital. Jakarta:
Salemba Empat.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
186
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN
MASYARAKAT PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PASAR REBO
JAKARTA TIMUR
Bilgah
Program Studi Manajemen Informatika,
AMIK BSI Tangerang
ABSTRACT
The quality of public services is the extent to which a public facility (public) in providing
services to the public. Governments are required to provide quality public services. Society can be
satisfied from the service apparatus (government) is only oriented to the total satisfaction of the
customer. In providing a quality service to the public in this case taxpayers, the Tax Office
Pratama Cimanggis Depok has the goal of creating a modern-scale services so that people feel
comfortable and satisfied with the services provided. Implementing service section on the Tax
Office Pasar rebo always eager to provide services to taxpayers, proven quality of services
provided to taxpayers positive effect on people's satisfaction. Can be seen from the regression line
is Y = 4,435 + 0,872X it indicates that the strong and positive influence between service quality
and satisfaction of the people. And based on the calculation of a correlation of 0.842 or 84,2%
which indicates a strong and positive relationship between quality of service to the community
satisfaction. Based on the calculation of the coefficient of determination can know the level of
contribution of service quality to people's satisfaction by 71%, which means there is positive and
the strong links between the quality of service to the satisfaction of the people or the variable X is
correlated with the variable Y.
Keywords: Quality of Service, Community Satisfaction
I. PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk hidup
mempunyai berbagai kepentingan yang harus
dipenuhi agar dapat terus bertahan hidup atau
mempertahankan hidupnya di dunia ini.
Kebutuhan hidup manusia tersebut sangat
beragam dari kebutuhan yang sangat mendasar
seperti sandang, pangan, papan, dan kesehatan
sampai dengan kebutuhan non-fisik. Dalam
memenuhi berbagai kebutuhan tersebut
manusia tidak dapat melakukannya sendiri,
tetapi memerlukan bantuan orang lain. Tanpa
disadari dalam kehidupannya manusia
menggantungkan diri kepada jasa manusia lain
dan itulah sebabnya bahwa manusia adalah
makhluk sosial.
Dengan demikian dalam upaya
memenuhi kebutuhannya, seorang manusia
atau suatu organisasi memerlukan bantuan atau
jasa orang/organisasi lain.
Seseorang/sekelompok orang/suatu unit
organisasi memerlukan jasa pelayanan dari
orang/kelompok orang/organisasi lain dalam
berbagai hal seperti menyiapkan,
menyediakan, mengurus, dan menyelesaikan
sesuatu yang dibutuhkan, satu dan lain hal
mengingat adanya keterbatasan orang tersebut,
baik dipandang dari sudut kemampuan,
keahlian maupun keterbatasan waktu.Dengan
semakin maju kondisi kecerdasan masyarakat
maka semakin meningkat pula kesadaran
masyarakat untuk memperoleh dan bahkan
menentukan hak-haknya untuk mendapatkan
pelayanan, baik dari aparatur pemerintah
maupun dari setiap anggota pendukung suatu
unit usaha perusahaan/unit organisasi yang
memprodusir jasa yang dimaksud. melayani,
identifikasi, penyiapan dan penyerahan
kebutuhan pelanggan. Kantor Pelayanan Pajak
Pasar Rebo Jakarta Timur merupakan sebuah
instansi pemerintah yang bergerak dibidang
perpajakan. Dengan demikian, Kantor
Pelayanan Pajak Pasar Rebo jaarta Tmur
berusaha untuk mengerti, memahami,
menghayati, serta melaksanakan pelayanan
yang berkualitas, maka akan di peroleh
berbagai keuntungan, baik bagi unit organisasi,
pelaku organisasi maupun wajib pajak yang
memerlukan pelayanan yang dimaksud.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
187
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kualitas Pelayanan
Menurut Tjiptono (2012a:74)
menjelaskan bahwa “kualitas mencerminkan
semua dimensi penawaran produk yang
menghasilkan manfaat (benefits) bagi
pelanggan yang membutuhkan” Menurut
Kotler dalam Majid (2011a:33) mendefinisikan
bahwa “jasa adalah setiap tindakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya
tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun”.
Menurut Sugiarto dalam Majid
(2011:34) menjelaskan bahwa “jasa
merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan
yang ditawarkan, sementara pelayanan adalah
suatu tindakan yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan orang lain yang tingkat
pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh
orang yang melayani maupun yang dilayani”.
Dari pendapat para ahli diatas, penulis
menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan
adalah upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen atau masyarakat serta
ketepatan penyampaiannya dalam
mengimbangi harapan masyarakat.
Pelayanan yang diberikan oleh
Pelayanan Paja Pasar Rebo Jaarta Tmur
termasuk dalam pelayanan publik sehingga
perlu diketahui batasan yang ada mengenai
pelayanan publik itu sendiri. Menurut
Simanjuntak (2011a:195) menjelaskan bahwa
“pelayanan publik adalah pelayanan yang
dilakukan oleh pemerintah dan atau oleh pihak
swasta atas pendelegasian pemerintah untuk
menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan
dan dapat diperoleh oleh masyarakat umum
tanpa pembedaan”.
Pengetahuan tentang profesionalisme
tenaga kerja perusahaan merupakan faktor
penting dalam seluruh tingkat pelayanan yang
diberikan pada konsumen, hal tersebut
dimaksudkan untuk memberikan bekal
keterampilan kepada para pegawai yang
bergerak dibidang pelayanan masayarakat
dengan sebaik-baiknya. Menurut Kirom
(2010:34) terdapat faktor-faktor guna
menciptakan pelayanan dengan baik agar
mampu bekerja secara profesional, yaitu: (1)
nilai kerja (work values), (2) semangat kerja,
(3) keterampilan berkomunikasi
(communication skill), (4) penguasaan
teknologi informasi (technological skill)
Tujuan dalam memberikan kualitas
pelayanan yang baik menurut Rahmayanty
(2013:12) menjelaskan bahwa “pelayanan
dapat memberikan rasa puas dan kepercayaan
pada pelanggan”. Selain itu, tujuan pelayanan
yang baik adalah tetap menjaga dan merawat
agar pelanggan merasa diperhatikan dan
dipentingkan segala kebutuhannya atau
keinginannya, yang merupakan upaya
mempertahankan pelanggan agar tetap loyal
untuk menggunakan produk barang atau jasa
yang ditawarkan.Menurut Kotler dalam
Supranto (2011:231) terdapat lima dimensi
utama yang disusun sesuai urutan tingkat
kepentingan relatifnya sebagai berikut:
1. Keandalan (Reliability), berkaitan dengan
kemampuan untuk melaksanakan jasa yang
dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
2. Daya Tanggap (Responsiveness),
berkenaan dengan kemauan untuk
membantu pelanggan dan memberikan jasa
dengan cepat dan tanggap.
3. Jaminan (Assurance), berkenaan dengan
pengetahuan dan kesopanan karyawan serta
kemampuan mereka untuk menimbulkan
kepercayaan dan keyakinan.
4. Empati (Emphaty), syarat untuk perduli,
memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.
5. Bukti Fisik (Tangibles), berkenaan dengan
penampilan fisik fasilitas layanan,
peralatan/perlengkapan, personel dan
media komunikasi.
2.2. Kepuasan Masyarakat
Menurut Oliver dalam Supranto
(2011:233) berpendapat bahwa “kepuasan
adalah tingkat perasaaan seseorang setelah
membandingkan kinerja/hasil yang
dirasakannya dengan harapannya”.Indeks
kepuasan masyarakat menurut Kepmenpan NO
KEP/25/M PAN/2/M.2004 dalam Rahmayanty
(2013a:96) adalah “data dan informasi tentang
tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh
dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan
kualitatif atas pendapat masyarakat dalam
memperoleh pelayanan dari aparatur
penyelenggara pelayanan publik dengan
membandingkan antara harapan dan
kebutuhannya”.
Menurut Kotler dalam Majid
(2011b:167) mengatakan bahwa “Kepuasan
pelanggan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan kinerja (hasil) produk yang
dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan”.
Dari pendapat para ahli di atas, penulis
menyimpulkan bahwa kepuasan masyarakat
adalah suatu rasa yang timbul setelah
menerima produk atau jasa yang diperoleh,
apakah sesuai dengan harapannya atau tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan.
Menurut Tjiptono (2012b:318) terdapat
empat metode yang sering digunakan untuk
mengukur kepuasan masyarakat, yaitu sistem
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
188
keluhan dan saran, ghost shopping (mystery
shopping), lost customer analysis, dan survei
kepuasan masyarakat.
Tujuan pengukuran kepuasan
masyarakat menurut Kepmenpan NO
KEP/25/M PAN/2/M.2004 dalam Rahmayanty
(2013b:96) adalah untukmengetahui
pengembangan kinerja unit pelayanan di
lingkungan instansi pemerintah yang
dilaksanakan oleh instansi yang bersangkutan
secara periodik, untuk menetapkan kebijakan
dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan publik selanjutnya.
Manfaat pengukuran kepuasan
masyarakat menurut Kepmenpan NO
KEP/25/M PAN/2/M.2004 dalam Rahmayanty
(2013c:97) adalah untuk mengetahui
kekurangan penyelenggaraan pelayanan
publik, untuk mengetahui kinerja
penyelenggaraan pelayanan, sebagai bahan
penetapan kebijakan yang perlu diambil, untuk
mengetahui kepuasan masyarakat secara
pelayanan publik.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian dalam penelitian ini
adalah statistik deskriptif. Menurut Sugiyono
(2009:29) mengatakan bahwa statistik
deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk
mendeskripsikan atau memberi gambaran
terhadap obyek yang diteliti melalui data
sampel atau populasi sebagaimana adanya,
tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku utnuk umum. Data
statistik yang digunakan yaitu data kuantitatif
dan data kualitatif. Menurut Sugiyono
(2009:23) mengatakan bahwa data kualitatif
adalah data yang berbentuk kalimat, kata atau
gambar. Sedangkan data kuantitatif Menurut
Sugiyono (2009:23) mengatakan bahwa data
kuantitatif adalah data yang berbentuk angka,
atau data kuantitatif yang diangkakan
(skoring).Kualitatif menurut Harinaldi
(2005:18) mengatakan bahwa data kualitatif
adalah data yang bukan berupa
angka/bilangan.
Berdasarkan data-data tersebut dengan
menggunakan analisis regresi untuk mengukur
pola hubungan mengenai korelasi antara
variabel bebas yang dinotasikan dengan X
(kualitas pelayanan) dan variabel terikat Y
(kepuasan kemasyarakat).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek dan subyek dan
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi
dalam penelitian ini yaitu sebanyak 100 orang
wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pasar
Rebo Jakarta Timur pada Seksi Pelayanan
khususnya dalam pembuatan atau perubahan
data Nomor Pokok Wajib Pajak. Jumlah
populasi atau jumlah wajib pajak pada periode
bulan Mei 2016 sebanyak 80 orang setiap
harinya.
Sedangkan sampel merupakan bagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut.Apabila populasi besar
dan peneliti tidak bisa mempelajari secara
menyeluruh populasi tersebut dikarenakan
kendala waktu dan tenaga, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang telah
diperhitungkan kebenarannya. Pada penelitian
ini digunakan sampel jenuh yang artinya
seluruh populasi adalah sampel penelitian.
Pengukuran dan data menggunakan
Skala Likert yang digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah
ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang
selanjutnya disebut sebagai variable penelitian.
Menurut Sunyoto (2011a:72)
menyatakan bahwa “uji validitas digunakan
untuk mengukur sah/valid atau tidaknya suatu
kuesioner. Kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur
oleh kuesioner tersebut”.Mengukur tingkat
validitas dapat dilakukan dengan tiga cara
yaitu:
1. Melakukan korelasi antara skor butir
penyataan dan total skor konstruk.
2. Uji validitas dapat juga dilakukan dengan
menghitung korelasi antara skor masing-
masing butir pertanyaan dan total skor.
3. Uji analisis faktor digunakan untuk
menguji apakah butir-butir pertanyaan
yang digunakan dapat mengonfirmasi
sebuah konstruk.
Menurut Sunyoto (2011b:67)
menyatakan bahwa “uji reliabilitas merupakan
alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau
konstruk. Butir pertanyaan dikatakan reliabel
atau andal apabila jawaban seseorang terhadap
pernyataan adalah konsisten”.
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
189
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
Berdasarkan tabel 1. koefisien korelasi
dapat diketahui bahwa besar hubungan antara
kualitas pelayanan dan kepuasan masyarakat
adalah 0,842, artinya hubungan kedua variabel
tersebut sangat kuat. Korelasi positif
menunjukan bahwa hubungan antara kualitas
pelayanan dan kepuasan masyarakat searah,
artinya kualitas pelayanan baik, maka
kepuasan masyarakat juga akan baik.
Hubungan antara variabel kualitas pelayanan
dan kepuasan masyarakat signifikan apabila
dilihat dari angka signifikansi (sig.) sebesar
0,000<0,05. Berdasarkan ketentuan antara
kedua variabel tersebut signifikan.
Untuk mengetahui besarnya pengaruh
variabel kualitas pelayanan terhadap kepuasan
masyarakat. digunakan hasil perhitungan
anova guna menjawab hipotesia yang diajukan
yaitu:
H0: tidak ada pengaruh antara kualitas
pelayanan terhadap kepuasan
masyarakat secara signifikan.
H1: ada pengaruh antara kualitas pelayanan
terhadap kepuasan masyarakat secara
signifikan.
Uji anova dengan tingkat signifikansi
(angka probabilitas) sebesar 0,000, karena
angka probabilitas 0,000<0,05 maka keputusan
H1 diterima, dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh signifikan antara kualitas pelayanan
terhadap kepuasan masyarakat.
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
Berdasarkan tabel 3. pada hasil
koefisien determinasi diatas dapat diketahui
nilai R Square sebesar 0,710 atau sama dengan
71% sisanya (100%-71%) yaitu 29%
dipengaruhi oleh faktor lain misalnya
kebutuhan wajib pajak yang berbeda,
ketanggapan aparatur pajak, kualitas
pelayanan, dan keadaan pelayanan. Uji
persamaan regresi digunakan untuk
mengetahui angka konstan dan uji hipotesis
signifikan koefisien regresi. Berdasarkan
perhitungan persamaan regresi pada tabel 4.,
kepuasan masyarakat akan meningkat sebesar
Tabel 1. Koefisien Korelasi
Kualitas_ Kepuasan_
Pelayanan Masyarakat
Kualitas_
Pelayanan Pearson Correlation 1 .842**
Sig. (2-tailed) .000
N 80 80
Kepuasan_
Masyarakat
Pearson Correlation .842** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 80 80
Tabel 2. Hasil Perhitungan Anova
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regressio
n
519.232 1 519.232 190.528 .000a
Residual 212.568 78 2.725
Total 731.800 79
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
Tabel 3. Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjuste R Std. Error of
Square the Estimate
1 .842a .710 .706 1.651
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
190
0,872. Sebaliknya, jika angka ini negatif (-), berlaku penurunan pada kepuasan masyarakat.
Sumber: Hasil Penelitian (2016)
Uji t akan digunakan untuk menguji
signifikansi konstanta dari variabel kualitas
pelayanan yang digunakan sebagai prediktor
untuk variabel kepuasan masyarakat, sebagai
berikut:
1. Hipotesis
H0: koefisien regresi tidak signifikan.
H1: koefisien regresi signifikan.
2. Kriteria ketentuan, sebagai berikut:
Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima.
Jika t hitung > t tabel, maka H1 ditolak.
3. Nilai t Tabel:
t hitung = 13,803
t tabel = untuk menghitung t tabel, kita
menggunakan ketentuan sebagai berikut:
α = 0,05
Degree of Freedom (DF) = (jumlah data –
2) atau 80-2 = 78. Dengan ketentuan
tersebut diperoleh nilai t dari tabel sebesar
0,2199 (t tabel).
4. Keputusan:
Karena nilai t hitung (13,803) > nilai t tabel
(0,2199) maka H0 ditolak dan H1 diterima,
artinya koefisien regresi signifikan.
Berdasarkan tabel 4. Pada hasil
persamaan regresi untuk mengetahui angka
konstan dan uji hipotesis signifikansi uji
koefisien regresi. Persamaan regresinya,
sebagai berikut: Y = a + bX
Dimana:
1. Y= Kepuasan Masyarakat
2. X = Kualitas Pelayanan
3. a = angka konstan dari unstandardized
coefficient sebesar 4,435. Angka ini
berupa angka konstan yang bermakna
bahwa besarnya kepuasan masyarakat
saat nilai X (kualitas pelayanan) sama
dengan 0 (nol).
4. b = angka koefisien regresi sebesar 0,872.
Angka tersebut mempunyai arti bahwa
setiap penambahan 1 kualitas pelayanan,
kepuasan masyarakat akan meningkat
sebesar 0,872. Sebaliknya, jika angka ini
negatif (-), berlaku penurunan pada
kepuasan masyarakat. Oleh karena itu,
persamaannya menjadi Y= 4,435+0,872X
Hal ini menunjukkan bahwa adanya
pengaruh yang positif atau searah antara
kualitas pelayanan terhadap kepuasan
masyarakat. Garis regresi dapat digambarkan
berdasarkan persamaan yang ditemukan yaitu:
Y = 4,435 + 0,872X.
V. PENUTUP
Berdasarkan uraian analisa dan
pembahasan yang disimpulkan di atas, maka
penulis berusaha memberikan saran-saran guna
perbaikan mengenai pengaruh kualitas
pelayanan terhadap kepuasan masyarakat pada
Kantor Pelayanan Pajak Pasar Rebo Jakarta
Tmur sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pelayanan yang dilakukan
Kantor Pelayanan Pasar Rebo Jakarta
Timur sudah baik dalam penerapannya, hal
ini harus dipertahankan bahkan
ditingkatkan lagi, berdasarkan perhitungan
Koefisien Korelasi r = 0,842 yang berarti
pengaruh kualitas pelayanan terhadap
kepuasan masyarakat adalah sangat kuat,
dapat ditingkatkan lagi agar menjadi lebih
signifikan dan memberikan citra baik
instansi pemerintah dalam bidang
perpajakan.
2. Pelayanan tingkat kepuasan masyarakat
harus ditingkatkan lagi melalui pelayanan
kebutuhan masyarakat (wajib pajak)
terhadap kendala yang berbeda,
ketanggapan aparatur pajak terhadap
pelayanan, dan keadaan pelayanan secara
keseluruhan agar masyarakat mendapatkan
pelayanan yang maksimal sesuai dengan
haknya sebagai wajib pajak.
3. Sebaiknya Pelaksana Seksi Pelayanan
Kantor Pelayanan Pajak Pasar Rebo Jakarta
Timur lebih sigap lagi dalam melayani
masyarakat, agar masyarakat tidak merasa
bosan karena menunggu terlalu lama untuk
pembuatan ataupun perubahan data nomor
pokok wajib pajak.
Tabel 4. Hasil Uji Persamaan Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
t Sig. Coefficients
B Std.Error Beta
1 (Constant) 4.435 2.905 1.572 .131
Kualitas_Pelayanan 0,872 0.63 0.842 13.803 .000
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
191
DAFTAR PUSTAKA
Kirom, Bahrul. 2010. Mengukur Kinerja
Pelayanan dan Kepuasan Konsumen.
Bandung: Pustaka Reka Cipta.Majid,
Abdul, Suharto. 2011. Customer
Service Dalam Bisnis Jasa Transportasi.
Jakarta: Kharisma Putra Utama Offset.
Payaman Simanjuntak J. 2011, Manajemen
dan Evaluasi kinerja, Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Prasetyo, Bambang. 2011. Metode Penelitian
Kuantitatif. Jakarta: Rajawali Pers.
Rahmayanty, Nina. 2013. Manajemen
Pelayanan Prima. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sugiyono, 2015. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta.
Supranto, J. 2011. Pengukuran Tingkat
Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Sunyoto, Dadang. 2011. Analisis Regresi dan
Uji Hipotesis. Yogyakarta: CAPS.
Tjiptono, Fandy. 2012. Service Management
Mewujudkan Layanan Prima.
Yogyakarta: CV Andy Offset.
INDEKS SUBJEK
WIDYA CIPTA VOL VIII NO. 2 SEPTEMBER 2016
H
Harga 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125,
126
K
Kepuasan Kerja 103, 104, 106, 107, 108,
110, 111, 112, 113, 114, 115, 116
Kepuasan Pelanggan 127, 128, 129, 130,
131, 132, 133, 134, 135, 136, 179, 181,
182, 183, 184, 185, 187, 188, 189, 190
Kinerja 178, 179, 181, 182, 183, 184, 185
Komitmen Organisasional 103, 104, 107,
111, 112, 113, 115, 116
Kompensasi 156,157, 158, 159, 160, 161,
162, 163
Kualitas 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170
Kualitas Pelayanan 127, 128, 130, 131,
133, 134, 135, 178, 179, 181, 182, 183,
184, 185, 187, 188, 189, 190
M
Manajemen 171, 172, 173, 174, 176, 177
Manajemen Resiko 137, 138, 139, 140,
141, 142, 143, 145, 146, 147
Motivasi 156,157, 158, 159, 160, 161, 162,
163
O
Organizational Citizenship Behavior 103,
104, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113,
114, 115, 116, 118
P
Pelatihan 148, 149, 150, 151, 152, 153,
154, 155
Pelayanan 164, 165, 166, 167, 168, 169,
170
PPnBM 119, 120, 121, 122, 123, 125, 126
Persepsi Konsumen 119, 120, 121, 122,
123, 124, 125, 126
Perubahan 171, 172, 173, 174, 175, 176, 177
Produktivitas kerja 148, 149, 150, 151,
152, 153, 154
R
Risiko Kredit 137, 138, 139, 140, 141,
142, 143, 145, 146, 147
S
Strategik 171, 172, 173
Stress Kerja 103, 106, 107, 108, 109, 110,
111, 112, 113, 114, 115, 116
T
Turnover Intention 103, 104, 107, 108,
110, 111, 112, 113, 114, 116
INDEKS PENULIS
WIDYA CIPTA VOL. VIII NO. 2 SEPTEMBER 2016
Fera Nelfianti, PENGARUH ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR,
KOMITMEN ORGANISASIONAL, DAN STRESS KERJA TERHADAP
TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA (Studi Kasus : PT
PERTAMINA BINA MEDIKA)
Halaman 103-118
Kurniawan Prambudi Utomo, ANALISIS PERSEPSI KONSUMEN DAN
HARGA KENDARAAN TERHADAP PAJAK PPnBM PEMBELIAN MOBIL
(Studi Kasus Pada PT Otto Multifinance Bekasi)
Halaman 119-126
Nurvi Oktiani1 Iis Apriyanti
2, ANALISIS PENGARUH KUALITAS
PELAYANAN TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KEPUASAN
PELANGGAN PADA PENGUNA JASA PT. TIKI JNE CABANG DEPOK
Halaman 127-136
Wangsit Supeno, ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA
PENCEGAHAN RISIKO KREDIT PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT
Halaman 137-147
Slamet Heri Winarno, ANALISIS PENINGKATKAN PRODUKTIVITAS
KERJA MELALUI PROGRAM PELATIHAN (Studi Kasus: BLK Kelurahan
Malakasari Jakarta Timur)
Halaman 148-155
Rani Kurniasari, ANALISIS PENGARUH PEMBERIANKOMPENSASI
TERHADAP MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN PT KAI COMMUTER
JABODETABEK
Halaman 156 - 163
Ety Nurhayaty, ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PADA PERUSAHAAN
RITEL BEESHOP CIANJUR
Halaman 164-170
Vina Islami, ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN STRATEGIK
PERUBAHAN PADA LPK SUCCESS BOGOR
Halaman 171-177
Ana Ramadhayanti, PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN
KONSUMEN TERHADAP KINERJA OJEK ONLINE (Studi Kasus : Pengguna
Transportasi GO-JEK)
Halaman 178-185
Bilgah, PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN
MASYARAKAT PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PASAR REBO
JAKARTA TIMUR
Halaman 186-191
RIWAYAT HIDUP PENULIS
WIDYA CIPTA VOL. VIII NO. 2 SEPTEMBER 2016
Fera Nelfianti, SE, MM, lahir di Pakan Kamis 05 Agustus 1988. menyelesaikan S1 pada Fakultas
Ekonomi STIE Kusumanegara Jakarta pada tahun 2013. Tahun 2016 menyelesaikan program
Magister Manajemen pada Program Study Manajemen Sumber Daya Manusia Fakultas
Manajemen Universitas Budi Luhur Jakarta. Bergabung dengan Lembaga Pendidikan Bina Sarana
Informatika sejak tahun 2011 dan tergabung dalam Konsorsium Prodi Manajemen Administrasi.
Kurniawan Prambudi Utomo, SE, MM, lahir pada 7 September 1981 di Jakarta, meraih gelar
Sarjana Ekonomi dari Universitas Bhayangkara Jakarta pada tahun 2004 dan Magister Ekonomi
dari Universitas Bhayangkara Jakarta pada tahun 2012. Dari tahun 2010 hingga sekarang penulis
bekerja sebagai dosen di ASM BSI Jakarta, Dengan pangkat Asisten Ahli (AA), penulis pernah
menulis di jurnal perpektif dengan judul persepsi dewan perwakilan rakyat daerah kota bekasi
terhadap transparansi kebijakan publik dalam pengawasan anggaran pendapatan dan belanja
daerah dan menjadi pemakalah di SNIT 2014 dengan judul analisis peluang dan harapan ekonomi
dan penguatan tenaga kerja indonesia dalam menghadapi asean economic community (AEC) 2015
juga menulis di jurnal ASM dengan judul harga sebelum dan sesudah stock split saham terhadap
volume transaksi PT lippo karawaci, selain itu penulis terlibat dalam tim penilai dan pelatih tata
kelola BOS se-Indonesia berangkat dari tim independen unsur dosen yang direkrut oleh
Kemdikbud
Nurvi Oktiani, SE, MM, lahir 08 Agustus 1984 menamatkan pendidikan S1 di Universitas
Andalas Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi, dan S2 Universitas BSI Bandung Jurusan
Manajemen Fakultas Ekonomi. Aktivitas saat ini mengajar di AMIK BSI Jakarta dan aktif di
bagian PPPM Unit Penelitian
Wangsit Supeno, SE, MM, lahir di Jakarta 15 Maret 1966, Alumnus Paska Sarjana Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, Saat ini sebagai Dosen Tetap Akademi Manajemen
Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika (AMIK BSI) Kampus Fatmawati. Akivitas
lainnya sebagai Founder BPR Smart Solution dan Trance Mind Education, Fasilitator Sertikasi
Profesi Direksi dan Komisaris Bank Perkreditan Rakyat, Graphovator, dan Hypnotherapist
anggota The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH).
Slamet Heri Winarno, SE, MM, lahir di Jakarta Januari 1976 saat ini aktif sebagai dosen tetap
pada Akademi Sekretaris dan Manajemen (ASM) BSI Jakarta. Selain mengajar juga bertindak
sebagai Koordinator Bidang Kemahasiswaan kampus BSI. Beberapa karya dan tulisan ilmiah yang
telah saya hasilkan dan telah dimuat di jurnal ilmiah maupun majalah populer antara lain: 1)
Menumbuhkan Kreativitas di Tempat Kerja pada Majalah Bina Prestasi ISSN 1410-0924 edisi 24
tahun 2004; 2) Menumbuhkan Keberanian Diri Menuju Kesuksesan pada Majalah Bina Prestasi
ISSN 1410-0924 edisi 30 tahun 2005; 3) Mencermati Timbulnya Kebosanan Kerja pada Majalah
Bina Prestasi ISSN 1410-0924 edisi 37 tahun 2006; 4) Memenangkan Pasar Melalui Perencanaan
Strategis Berorientasi Pemasaran pada Jurnal Ekonomi Perspektif ISSN 1411-8637 Vol. IV No. 1
September 2006; 5) Peranan Biaya Dalam Managerial Decision Making pada Jurnal Ekonomi
Perspektif ISSN 1411-8637 Vol. V No. 1 Januari 2007; 6) Analisa Rasio Keuangan: Suatu Metode
Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan pada Jurnal Ekonomi Perspektif ISSN 1411-8637
Vol. V No. 3 Agustus 2007; 7) Analisa Aspek Teknis Dalam Studi Kelayakan Proyek pada Jurnal
Ekonomi Perspektif ISSN 1411-8637 Vol. VI No.1 Januari 2008; 8) Meningkatkan Kinerja
Pemasaran Produk Melalui Penciptaan Customer Satisfaction pada Jurnal Ekonomi Perspektif
ISSN 1411-8637 Vol. VI No. 2 April 2008; 9) Pengembangan Soft Skill dan Hard Skill Dalam
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Jurnal Sosial dan Humaniora Cakrawala ISSN 1411-8637 Vol.
X No. 2 September 2010; 10) Analisa Kepuasan pelanggan Pengguna Produk Otomotif Toyota
pada Jurnal Ekonomi Perspektif ISSN 1411-8637 Vol. VIII No. 2 tahun 2011; dan 11) Analisa
Strategi Promosi Produk Dalam New Wave Marketing pada Jurnal Ekonomi Perspektif ISSN
1411-8637 Vol. X No. 1 Maret 2012. Selain itu, mengikuti kegiatan seminar-seminar dan menjadi
pembicara baik yang bersifat lokal kampus, nasional dan internasional, diantaranya: 1) Sebagai
pemakalah bedah buku dengan topik “The Effective Leader” tahun 2010; 2) Sebagai pembicara
seminar nasional (SNIT) dengan judul “Pengembangan Industri Pariwisata Melalui Program
Pengelolaan Agrowisata” tahun 2011; 3) Sebagai pembicara seminar nasional (SNIT) dengan
judul “Perlakuan Akuntansi Koperasi Menurut PSAK” tahun 2011; 4) Sebagai pembicara seminar
nasional (SNIT) dengan judul “Membangun Kepuasan Karyawan Melalui Gaya Kepemimpinan
dan Pengembangan Karir” tahun 2012; 5) sebagai pemakalah pada internasional journal review
“Customer Loyalty in e-Commerce: an Exploration of its Antecedent and Consequences” tahun
2012; 6) Sebagai pembicara International Seminar On Scientific Issue And Trends (ISSIT) dengan
judul “Building Customer Value to Increase Number of Tourist” tahun 2011; dan 7) Sebagai
pembicara International Seminar On Scientific Issue And Trends (ISSIT) dengan judul “Effect of
Certificate of Bank Indonesia (SBI), Value Exchange, And Dow Jones Industrial Average (DJI) To
Index Joint Stock Price (CSPI)” tahun 2012.
Rani Kurniasari, SE, MM. lahir di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1982. Anak pertama dari
tiga bersaudara ini menyelesaikan studi S1 di Universitas Gunadarma dengan Jurusan Managemen
dan S2 di tempat yang sama dengan jurusan Manajemen Perbankan. Beliau mulai bergabung di
BSI pada bulan Maret 2009 dengan mata kuliah yang pernah diajarkan adalah manajemen
kearsipan, manajemen sumber daya manusia, dsb. Beliau memiliki hobi membaca buku psikologi
popular dan nonton.
Ety Nurhayaty, S.E, MM, menyelesaikan studi S1 tahun 2002 dengan program studi manajemen
pada sekolah tinggi ilmu ekonomi manajemen bisnis bandung (Bandung business
school), menyelesaikan studi S2 tahun 2013 dengan program studi magister manajemen pada
Universitas BSI Bandung. Pernah . bekerja di politeknik ganesha bandung sejak thn 2002 - 2006
sebagai dosen tetap sekaligus sekretaris jurusan administrasi bisnis (sekarang UNIBI) dan mulai
bekerja di Bina Sarana Informatika dari Maret 2009 sampai sekarang. di BSI sebagai dosen
luar biasa dan mengampu mata kuliah dasar manajemen bisnis, kewirausahaan dan pengantar
ekonomi. Artikel ilmiah yang pernah ditulis " Pemeliharaan karyawan guna menghindari
tingginya turn over pada organisasi" pada Jurnal Cakrawala Vol. X No.2 september 2010, ISSN
1411-8629. dan pernah memnjadi pembicara pada seminar di singapura dengan judul "developing
entrpreneur" dengan audiens mahasiswa mm bsi.
Vina Islami, S.Pi, MM, lahir di Bima 25 Desember 1985, menyelesaikan S1 pada Program Studi
Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor (FPIK IPB) tahun 2008. Tahun 2010 menyelesaikan program Magister Manajemen Bisnis
pada Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (SB – IPB). Mengajar pada STIE Dewantara Bogor
dan Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Sarana Informatika Jakarta dari Maret 2013 sampai
sekarang. Di BSI sebagai Dosen dan masuk komisi ASM (Akademi Sekretari dan Manajemen) dan
mengampu matakuliah Komunikasi Bisnis, Hukum dan Etika Bisnis, Administrasi Bisnis, Service
Excellent dan Entrepreneur. Artikel ilmiah yang pernah ditulis Analisis Penerapan Manajemen
Strategik Perubahan Studi Kasus LPK Success Bogor pada Jurnal Widya Cipta Vol. VIII No.2
September 2016, ISSN 1411-8637
Ana Ramadhayanti, S.I.Kom, MM, Lahir di Jakarta, 14 Mei 1987. Merupakan mahasiswa
lulusan Universitas Bina Sarana Informatika Bandung yang lulus dengan title S.I.Kom, M.M. Saat
ini aktif sebagai Dosen tetap di BSI dengan mengampuh beberapa mata kuliah Komunikasi dan
Manajemen. Beberapa matakuliah yang pernah diajarkan adalah Pengantar Dunia Penyiaran, Etika
Profesi Penyiaran, Jurnalistik Penyiaran dan Statistik Deskpriptif&Pengolahan Data Tulisan yang
pertama diterbitkan di Jurnal Komunikasi Vol 5 No.1. Maret 2014 dengan judul “Makna Gambar
Ilustrasi Pada Sampul Majalah Tempo”, Jurnal Manajemen “Pengaruh Web Desain Dan
Kepercayaan Terhadap Keputusan Pembelian Secara Online” Widya Cipta,Vol. VII, No.2
September 2015 Selain itu juga aktif menulis beberapa artikel yang dipublikasikan di web
bsinewsonline dan majalah Pesona BSI.
Bilgah, SE, MM, lahir di Jakarta tahun 1982 menyelesaikan studi S1 tahun 2001 dengan program
studi ekonomi manajemen pada Universitas Tarumanagara dan menyelesaikan studi S2 tahun
2012 dengan program studi magister manajemen pada Universitas BSI Bandung. Mengajar di
Bina Sarana Informatika dari Maret 2009 sampai sekarang. Di BSI sebagai Dosen dan masuk
komisi ASM (Akademi Sekretari dan Manajemen) dan mengampu matakuliah Dasar Manajemen
dan Bisnis dari tahun 2014. Serta menulis Jurnal Widyacipta Vol. III No.1 maret 2012, ISSN
1411-8729 dengan judul “Pengaruh Kepuasan Nasabah dan strategi pemasaran terhadap loyalitas
Nasabah pada studi kasus Bank Mandiri Tbk. Cab. Cibubur”.
PEDOMAN PENULISAN JURNAL ILMIAH ”WIDYA CIPTA”
AKADEMI SEKRETARI DAN MANAJEMEN BSI JAKARTA
A. KETENTUAN UMUM
1. Naskah adalah asli, belum pernah diterbitkan/dipublikasikan di media cetak lain dan
ditulis dengan ragam Bahasa Indonesia yang baku.
2. Naskah yang dimuat dalam jurnal meliputi tulisan tentang gagasan konseptual, kajian
dan aplikasi teori, studi kepustakaan dan hasil penelitian. Tulisan fokus pada
perkembangan manajemen, sosial, kesekretarisan, ekonomi, bisnis, administrasi dll.
B. KETENTUAN PENULISAN NASKAH
1. Isi naskah terdiri dari (a) Judul, (b) Nama Penulis; tanpa gelar, (c) Abstrak, (d)
Pendahuluan, (e) Tinjauan Pustaka (f) Metodologi Penelitian (g) Hasil dan
Pembahasan (h) Penutup, (i) Daftar Pustaka.
2. Naskah diketik dalam 1 (satu) spasi dengan menggunakan Ms. Word (Font Times
New Roman, ukuran 10 pitch), dengan jumlah kata minimal 3500 kata atau 9 - 12
halaman kertas A4 (sudah termasuk gambar, tabel, ilustrasi, dan daftar pustaka),
dengan batas pengetikan adalah batas kiri = 4 cm, batas kanan, batas atas = 3 cm, dan
batas bawah = 2,5 cm.
3. Judul tidak boleh lebih dari 14 kata dalam tulisan Bahasa Indonesia atau 10 kata dalam
Bahasa Inggris.
4. Abstrak berisi tidak lebih dari 250 kata dan merupakan intisari seluruh tulisan yang
meliputi: latar belakang, tujuan, metode, hasil dan kesimpulan serta ditulis dalam
Bahasa Inggris cetak miring. Diketik 1 spasi. Di bawah abstrak disertakan 2 – 5 kata
kunci (key word) ditulis secara alfabetis.
5. Naskah dibuat dalam bentuk 2 kolom dengan jarak antar naskah sebesar 7,2 cm,
kecuali judul utama, nama penulis dan abstraksi
6. Semua jenis huruf ditulis menggunakan Mathematical Equation (bagi penggunan MS
Word ada di bagian Insert = > Equation), termasuk pembagian / fraksi, Zigma, Akar,
Matriks, Integral, Limit / Log, Pangkat dsb
7. Judul Tabel dan gambar ditulis di tengah, dengan jarak1 spasi dari tabel atau
gambarnya. Tulisan “Tabel” atau “Gambar” dengan nomornya diletakkan satu baris
sendiri. Judul tabel diletakkan di atas tabel (sebelum tabel) dan judul gambar
diletakkan dibawah gambar (setelah gambar). Penulisan sumber tabel atau gambar
diletakkan dibawah tabel dan gambar (center pada gambar dan sejajar tabel pada tabel
dengan huruf 10 pitch). Pada gambar, penulisan sumber diletakkan setelah judul
gambar dengan jarak 1 spasi
8. Tidak menggunakan catatan kaki
9. Referensi menggunakan aturan author – date hanya mencantumkan nama belakang
penulis, tahun tulisan, dan halaman kutipan (contoh : Kotler, 2000:345) dan mohon
dicek ulang dengan daftar pustaka (sangat membantu jika menggunakan fasilitas
bibliography yang ada di word processor)
10. Daftar Pustaka berisi informasi tentang sumber pustaka yang dirujuk dalam tubuh
tulisan. Format perujukan pustaka mengikuti Sistem Harvard. Sistem Harvard
menggunakan nama penulis dan tahun publikasi dengan urutan pemunculan
berdasarkan nama penulis secara alfabetis. Alamat Internet ditulis cetak miring.
Contoh :
Buller H, Hoggart K. 1994a. New drugs for acute respiratory distress syndrome.
New England J Med 337(6): 435-439.
Buller H, Hoggart K. 1994b. The social integration of British home owners into
French rural communities. J Rural Studies 10(2):197–210.
Dower M. 1977. Planning aspects of second homes. Di dalam Coppock JT (ed.),
Second Homes: Curse or Blessing? Oxford: Pergamon Pr. Hlm 210–237.
Grinspoon L, Bakalar JB. 1993. Marijuana: the Forbidden Medicine.
London: Yale Univ Pr.
Skjellum, Anthony, Gregory Henley, Nathan Doss, and Thomas McMahon. A guide
to writing Myrinet control programs for LANai 3.x. Tutorial Myrinetcontrolprograms
[http://www.erc.msstate.edu/labs/icdcrl/ learn_mcp/smp.ps] (Accessed 8 Agustus
2003 ).
C. PENGIRIMAN
1. Naskah diserahkan kepada redaksi berupa soft copy (file) dari Tulisan Ilmiah yang
dibuat, di kirim lewat e-mail ke [email protected]
2. Isi tulisan bukan merupakan tanggung jawab redaksi. Redaksi berhak mengedit
redaksional tanpa mengubah arti.
3. Redaksi berhak menolak naskah yang tidak memenuhi syarat dan akan dikembalikan
Top Related