Patofisiologi Kerusakan Ginjal Akibat Radikal Bebas
Fisiologi Sel
“saya harus mengatakan bahwa saya bisa menyiapkan urea tanpa memerlukan
ginjal atau hewan, baik manusia ataupun anjing”. Kalimat ini ditulis 165 tahun lalu
oleh ahli kimia jerman, yang menunjukkan adanya kekuatan utama yang ada pada
organisme hidup yang membedakan mereka dari benda mati. Benda hidup terbuat dari
bahan kimia, yang patuh terhadap hukum kimia dan fisika. Tetapi tidak menyatkan
bahwa tidak ada lagi misteri dibidang biologi, masih banyak bagian yang belum
diketahui. Kita hanya mengetahui sebagian kecil informasi mengenai molekul yang
penting. 1
Asam lemak Merupakan Komponen Membran Sel
Suatu molekul asam lemak, merupakan sumber makanan yang dapat diubah
menghasilkan energi lebih dari dua kali lipat dari glukosa. Mereka tersimpan di
sitoplasma pada banyak sel berbentuk molekul trigliserida, dimana berisi tiga rantai
asam lemak, tiap sambungannya berikatan dengan molekul gliserol. Bila diperlukan
energi, rantai asam lemak bisa dilepaskan dari trigliserida dan dihancurkan menjadi
dua unit karbon. Kedua unit karbon ini, yang berbentuk kelompok asetyl yang disebut
acetys CoA, didegradasi dalam sejumlah reaksi. Tetapi fungsi utama asam lemak
adalah membentuk membran sel. Lembar yang tipis, impermeabel, yang menutup sel
dan organellanya terdiri dari fosfolipid, yang mana merupakan molekul kecil yang
menyerupai trigliserida yang sebagian besar dibuat dari asam lemak dan gliserol.
Fosfolipid ini, bagaimanapun, gliserol berikatan pada dua rantai asam lemak, bukan
tiga. Sisanya berikatan dengan kelompok fosfat. Tiap molekul fosfolipid, memiliki
ekor yang hidrofobik, yang berisi dua rantai asam lemak, dan kutup hidrofilik, dimana
disitu terdapat fosfat. Sejumlah kecil fosfolipid menyebar dipermukaan air
membentuk lapisan tunggal molekul fosfolipid. Pada lapisan tipis ini, ekor hidrofobik
menghadap udara dengan bagian hirofilik berada dalam air. 1
Energi dari Oksidasi Molekul Biologis
1
Atom karbon dan hidrogen dalam molekul bisa menjada bahan makanan yang
menghasilkan energi karena tidak terdapat dalam keadaan yang paling stabil.
Atmosfir bumi berisi sejumlah besar oksigen, dan sebagian besar dalam bentuk
karbon stabil (CO2) dan hidrogen (H2O). Sel bisa mengambil energi dari gula atau
molekul organik lainnya dengan membuat atom karbon dan hidrogennya berikatan
dengan oksigen membentuk CO2 dan H2O. Selnya, bagaimanapun, tidak mengoksidari
molekul organik dalam satu langkah, seperti pada pembakaran. Dengan menggunakan
katalisator enzim tertentu, melalui sejumlah reaksi yang jarang membutuhkan oksigen
secara langsung. 1
Oksigenasi, bukan cuma penambahan atom oksigen, tetapi terjadi pada
sebagian besar reaksi memalui transfer elektron dari satu atom ke atom lainnya.
Oksidasi meliputi pembuangan elektron, dan reduksi, kebalikan dari oksidasi, berarti
penambahan elektron. 1
Atom karbon dalam bentuk C-H memiliki lebih banyak elektron daripada yang
dibutuhkannya, yang berarti dapat dikurangi. Seringnya, bila molekul mengambil
elektron (e-), dia juga mengambil proton (H+) pada saat yang sama (proton tersedia
dalam bentuk bebas dalam air). Efeknya adalah penambahan molekul H. 1
Pembakaran bahan makanan dalam sel mengubah atom C dan H dalam
molekul organik menjadi CO2 dan H2O, yang telah memberikan elektronnya.
Penggantian elektron dari karbon dan hidrogen dengan oksigen menyebabkan atom
ini berada dalam keadaan stabil yang menghasilkan energi yang diperlukan. 1
Fisiologi Ginjal
Tiga proses dasar dalam pembentukan urin: filterasi glomerulus, reabsorbsi
tubulus, dan sekresi tubulus. 2
Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas
protein menembus kapiler glomerulus kedalam kapsul bowman. Proses ini dikenal
sebagai fliltrasi glomerulus. 2
Pada saat filtral mengalir melalui tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh
dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan bahan-bahan yang bersifat
selektif dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut sebagai
reabsorbsi tubulus. Zat-zat yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin,
2
tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung
untuk kembali diedarkan. 2
Pada proses ketiga, sekresi tubulus, yang mengacu kepada perpindahan
selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, merupakan rute
kedua bagi zat dalam darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama
adalah zat berpindah dari plasma ke dalam lumen tubulus adalah melalui filtrasi
glomerulus. Beberapa zat mungkin secara diskriminatif dipindahkan dari plasma di
kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus melaui mekanisme serkesi tubulus.
Sekresi tubulus menyediakan mekanisme yang lebih cepat mengeliminasi zat-zat
tertentu dari plasma dengan mengekstraksi lebih banyak zat-zat tertentu dari 80%
plasma yang tidak difiltrasi di kapiler peritubulus dan menambahkan zat yang sama ke
jumlah yang sudah ada dalam tubulus akibat proses filtrasi. 2
Patofisiolgi Kerusakan Glomerulus
Glomerulus adalah jaringan kapiler yang sudah dimodifikasi untuk membawa
plasma ulang sudah di ultrafiltrasi ke rongga Bowman, bagian yang paling proksimal
dari tubular ginjal. Ada sekitar 1,6 juta glomerulus pada sepasang ginjal yang dewasa
(0,4 sampai 2,4 juta) dan total mereka melakukan 120 sampai 180 L ultafiltrasi
perharinya. Glomerular filtration rate (GFR) tergantung pada aliran darah, tekana
ultrafiltrasi, serta luas daerah dan komposisi sawarnya. Parameter ini bisa berubah
seiring perubahan pada tekanan aferen atau eferen dari arteriolar (untuk aliran darah
dan tekanan ultrafiltrasi) dan kontraktilitas sel mesangial (untuk permukaan
ultrafiltrasi). Tekanan arteriolar dan kontraktilitas sel mesangial, pada gilirannya,
dikendalikan oleh faktor neurohumoral, reflek mesenterik lokal, dan bahan vasoaktif
dari endotelium, seperti nitrogen oksida, prostanoid, dan endothelin. Pada keadaan
sehat, endotel glomerulus juga mengandung antitrombotik dan antiadhesive untuk
leukosit dan platelet, yang akan mencegah terjadinya trombosis pembuluh darah dan
proses peradangan selama proses filtrasi. Filtrasi dari sebagian besar protein plasma
dan seluruh sel darah normalnya terjadi karena perubahan physiochemical dan
elektrostatis pada sawar filtrasi. Dengan melihat fungsi fisiologis glomerulus diatas,
bisa dibayangkan semua kerusakan dari glomerulus akan mengganggu filtrasi dan
atau adanya protein dan sel darah dalam urin yang seharusnya tidak ada. 3
Komplikasi glomerulopati bisa didapat dari penyakit akibat metabolisme
karbohidrat dan lemak. Hiperglikemi adalah pusat dari proses cedera. Proses
3
hiperglekemia dalam mengganggu fungsi ginjal masih sedang dipahami dan bisa
meliputi: 10 interaksi advance glycosylation end-product (AGEs) dengan sel ginjal, 2)
efek langsung tingginya glukosa pada sel ginjal yang diperantarai reactive oxygen
species, akumulasi sorbitol dalam sel, aktivasi dari protein kinase C, dan aktivasi dari
mitogen protein kinase, dan 3) tingginya glukosa yang memicu hipertensi glomerular.
Gangguan fungsi akibat hipertensi glomerular ini termasuk hipertropi dari sel
mesangial, peningkatan produksi matriks sel mesangial, penurunan katabolisme
matriks, dan glomerulosklerosis. 3
Patofisiologi Kerusakan Tubular
Kebanyakan bentuk jejas tubuler juga menyangkut intersisium. 4
Nekrosis tubuler akut (ATN) adalah kesatuan klinikpatologis yang ditandai
secara morfologik oleh destruksi sel epitel tubulus dan secara klinik oleh supresi akut
fungsi ginjal. 4
ATN adalah lesi ginjal yang reversibel dan timbul pada suatu sebaran kejadian
klinik. Kebanyakan kasus ini, disebabkan oleh trauma berat, pankreatitis akut sampai
septikemia, pada umumnya mempunyai suatu periode tidak cukup aliran darah ke
organ-organ perifer, biasanya disertai hipotensi jelas dan syok. Bentuk lain, disebut
ATN nefrotoksik, disebabkan oleh sejulah racun, meliputi logam-logam berat, pelarut
organik, dan sejumlah obat seperti gentamisin, dan antibiotik lainnya. 4
Kejadian kritis pada ATN iskemik dan nefrotoksik diduga karena jejas tubuler.
Sel epitel tubuli terutama peka terhadap anoksia, dan mudah hancur oleh keracunan
karena bahan-bahan yang diekskresikan melalui ginjal ini. Walaupun mekanisme awal
jejas tubuler ini berbeda, kejadian berikutnya mungkin serupa pada kedua bentuk
ATN. Sekali jejas tubuler terjadi, proses kegagalan ginjal akut dapat mengikuti satu
dari beberapa jalur hipotesis. Jejas tubulus telah dipostulatkan dapat memicu
vasokontriksi arteriol praglomerulus, sehingga terjadi penurunan kadar filtrasi
glomerulus. Jejas terhadap tubulus sendiri dapat menyebabkan oliguri, karena debris
tubuler dapat menghambat aliran keluar urin dan akhirnya meningkatkan tekanan
intratubuler, sehingga menurunkan GFR. Sebagai pilihan atau tambahan, cairan dari
tubulus yang rusak dapat merembes keluar ke dalam intersisium, mengakibatkan
kenaikan tekanan intersisium dan kolaps dari tubulus. Akhirnya, terdapat beberapa
bukti pengaruh langsung toksin pada sifat filtrasi dinding kapiler glomerulus.
Mekanisme yang mana paling penting dalam timbulnya permulaan oliguri masih
4
dipertentangkan. Walaupun demikian, sebagain besar penyelidik setuju, bahwa
obstruksi mekanik tubuler oleh debris nekrotik dan silinder endapan sedikitnya
merupakan penyumbang penting dalam patogenesis ARF. 4
Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom yang hanya memiliki satu elektron yang tidak
berpasangan dipermukaan luarnya. Sebagian radikal bebas seperti melanin tidak
reaktif, tetapi sebagian besar radikal besar sangat reaktif. Pada sebagian besar struktur
biologis, kerusakan akibat radikal bebas sangat berkaitan dengan kerusakan oksidatif. 2
Teori radikal bebas tidak hanya membahas mengenai radikal bebasnya, tetapi
juga meliputi kerusakan oksidatif dari reactive oxygen species, seperti O2-, H2O2, atau
OH-.5
Teori radikal bebas dicetuskan oleh Denham harman pada tahun 1950an,
meliputi pendapat ilmiah bahwa ada radikal bebas yang sangat tidak stabil yang ada di
sistem biologis, dan sebelum orang tahu bahwa radikal bebas ini bisa memicu
sejumlah penyakait degeneratif. Harman mendapat inspirasi dari dua sumber:1) teori
tingkat kehidupan, dimana lama hidup berbanding terbalik dengan metabolik rate,
yang berkaitan dengan konsumsi oksigen, 2) pengamatan Rebecca gerchman
mengenai toksisitas oktigen hiperbarik dan toksisitas radiologis yang menjelaskan
fenomena yang sama yang mendasarinya: radikal bebas oksigen. Radikal bebas
oksigen yang diproduksi selama pernafasan normal bisa menumpuk dan
menyebabkan penumpukan kerusakan yang akan menyebabkan organisme kehilangan
fungsinya dan bisa menyebabkan kematian. Pada tahun-tahun berukutnya, teori
radikal bebas tidak hanya mengenai penuaan, tetapi juga terkait dengan penyakit.
Kerusakan radikal bebas terhadap sel berkaitan dengan sejumlah kelainan, yaitu
kanker, arthritis, atherisklerosis, penyakit Alzeimer, dan diabetes. Bahan radikal bebas
juga merupakan aspek penting pada fagositosis, peradangan, dan apoptosis. Sel bunuh
diri, atau apoptosis, adalah cara tubuh mengendalikan kematian sel dan termasuk
sinyal dari radikal bebas. 5
Radikal bebas adalah atom, molekul, atau campuran yang sangat tidak stabil
strukturnya. Hasilnya, radikal bebas sangat reaktif untuk mencari pasangan dengan
molekul lain, atom atau bahkan elektrok tunggal untuyk membentuk campuran yang
stabil. Untuk menghasilkan keadaan yang lebih stabil, radikal bebas mencuri atom
5
hidrogen dari molekul lain, berikatan dengan molekul lain, atau berinteraksi dengan
berbagai cara dengan radikal bebas yang lain. 6
Radikal bebas merupakan mlekul yang sangat tidak stabil yang berusaha untuk
lebih stabil dengan bereaksi dengan atom lainnya atau molekul di dalam sel. Empat
jenis reaksi kimia yang dilakukan radikal bebas adalah:
- pengikatan hidrogen, dimana radikal bebas berinteraksi dengan molekul lain
yang memiliki atom hidrogen (misalnya suatu donor hidrogen). Hasilnya,
radikal mengikat atom hidrogen dan menjadi stabil, dimana donor hidrogen
menjadi radikal bebas.
- Penambahan, dimana radikal berikatan dengan radikal lainnya, yang awalnya
stabil, menjadi molekul campuran yang radikal.
- Terminasi, dimana dia radikal saling bereaksi membentuk campuran yang
stabil.
- Disproporsi, dimana dua radikal yang serupa saling bereaksi, salah saru
radikal memberikan elektron kepada yang lainnya, sehingga akhirnya
terbentuk dua molekul yang stabil. 6
Satu elemen kkimia yang sering membentuk radikal bebas adalah oksigen.
Molekul oksigen penting untung fungsi sel karena memainkan peran penting dalam
reaksi biokimia selama rantai respirasi, yang bertanggung jawab pada sebagian besar
pembentukan adenosine triphosphate (ATP), yang menyediakan energi yang
dibutuhkan sejumlah fungsi dan reaksi sel. 6
Pada rantai reaksi pernafasan, yang terjadi pada membran penutup sel yang
disebut mitokondria, sebuah elektron dan proton (H+) diambil dari molekul penolong
(misalnya kofaktor) yang disebut reduced nicotamine adenine dinucleotide (NADH).
Elektron dipindahkan pada pada bagaian pertama rantai pernafasan, dan proton
dilepaskan ke cairan sekitar. Secara kimiawi, NADH adalah oksidari NAD+. Dimana
rantai pernafasan, komponen yang membutuhkan elektron akan berkurang. NAD+
kemudian digunakan lagi untuk menerima atom hidrogen baru yang terjadi selama
metabolisme gula dan nutrisi lainnya. Pengurangan komponen rantai pernafasan, pada
gilirannya, melewatkan elektron ke molekul lainnya pada rantai pernafasan, sampai
akhirnya ditransferkan kepada O2, dimana kemudian berinteraksi dengan proton pada
sel membentuk air. Reaksi transfer elektron ini menghasilkan cukup energi untuk
6
memproduksi sejumlah molekul ATP untuk tiap elektron yang melewati rantai
pernafasan ini. 6
Molekul oksigen total bisa menerima empat elektron, dalam satu waktu, dan
jumlah yang sama diperlukan untuk membuat dua molekul air. Selama proses ini,
berbagai radikal oksigen terbentuk sebagai produk sementara, yaitu superoksida (O2-),
peroksida (O2=), yang menetap di dalam sel sebagai hidrogen peroksida (H2O2) dan
radikal hidroksi (OH-). Superoksida, peroksida, dan radikal hidroksil merupakan ROS
primer dan menjadi penelitian utama peran radikal dalam biologi dan pengobatan.
(Superoksida bisa bereaksi dengan dirinya sendiri menjadi H2O2. kemudian, sistem
produksi superoksida juga menghasilkan bentuk H2O2. secara teknis, H2O2 bukan
radikal bebas, tetapi sering termasuk ke dalam ROS). Bagaimanapun, karena mereka
tidak stabil dan cepat bereaksi dengan tambahan proton dan elektron, sebagian besar
dari ROS ini diubah menjadi air sebelum merusak sel. Diperkirakan hanya sekitar 2-
3% dari O2 yang dikonsumsi yang diubah menjadi ROS. Akan tetapi, efek racunnya
terhadap sistem biologis, seperti pengrusakan (oksidasi) lemak, inaktivasi enzim,
perubahan (mutasi) dari DNA, dan merusak membran sel, serta, yang paling utama,
sel menjadi kekurangan oksigen. 6
Kerusakan Sel Akibat Radikal Bebas
Pada sel yang sehat, membrannya memiliki protein, yang merupakan cetakan
dari sel, sehingga sel lain bisa mengenalinya. Ada lapisan lemak, yang disebut bi-
layer, satu lapisan lemak menghadap luar sel, satu lapisan lagi mengarah ke dalam.
Sel yang sehat juga memiliki membran inti, yang menjadi pusat pengendalian sel,
yaitu nukleus. Didalam nukleus terdapat tempat bahan genetik yang sangat penting,
seperti DNA. 8
Radikal bebas bisa merusak:
- membran protein, menghancurkan identitas sel
- menyatukan membran protein dengan lemak, membuat sel mengeras dan
rapuh.
- Melubangi membran sel, menyebabkan banteri dan virus mudah masuk
kedalam sel
- Merusak membran nukleus, membuka dan mengeluarkan bahan genetik
- Mengubah dan merusak bahan genetik, menulis ulang atau menghancurkan
informasi genetika
7
- Membebani sistem pertahanan tubuh karena kerusakan diatas, dan
membahayakan sistem pertahanan tubuh dengan perlahan-lahan
menghancurkan sistem pertahanan dengan cara yang sama. 8
Akumulasi reactive oxygen species (ROS) bersamaan dengan menurunnya
konsentrasi glutathione dalam sel, yang merupakan antioksidan utama yang
diproduksi oleh tubuh, diketahui sebagai penyebab penyakit degeneratif akut dan
kronis. 9
Pada kematian sel akibat stress oksidatif, dimana terjadi penurunan kadar
glutathion pada jalur metabolismenya, karena kurangnya glutathion peroksidase 4
(GPx4), yang merupakan enzim yang terkait glitathion yang penting. Inaktivasi GPx4
menyebabkan oksidasi besar-besaran dari lemak dan menyebabkan kematian sel. 9
Analisa farmaklogi dan genetika menunjukkan, oksidasi lemak pada sel yang
kekurangan GPx4 tidak muncul tiba-tiba, tetapi akumulasi akibat peningkatan
aktifitas enzim khusus dari metabolisme asam arakhidonat, yaitu 12/15 lipoxygenase.
Aktifasi faktor pencetus apoptosis, terbukti adanya relokasi faktor ini dari
motokondria ke nukleus sel, merupakan kejadian penting lainnya pada keadaan ini. 9
Bukti bahwa stress oksidatif menyebabkan berbagai respon dari sel telah
banyak. Stres oksidatif umumnya diartikan sebagai produksi ROS yang tidak
seimbang dibandingkan dengan antioksidannya. Regulasi dari reduksi/oksidasi
(redoks) penting untuk mempertahankan hemostasis dari kehidupan. ROS bisa
mengubah keseimbangan redoks potensial dari sel, mempengaruhi sinyal dari sel,
mengganggu hampir pada semua aspek fungsional sel, termasuk ekspresi dari gen,
proliferasi, migrasi dan kematian sel, dan menyebabkan sejumlah disfungsi dan
penyakit, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes, kanker dan penyakit
neurodegeneratif. Sumber utama olsidan ini dibuat di mitokondria. Sember lain bisa
dari oksidasi NADPH, NO, sitokrom 450. 10
Apoptosis merupakan mekanisme regulasi untuk mempertahankan stabilitas
dengan menghancurkan sel yang mengalami kerusakan DNA berat akibat ROS.
Apoptosis bisa dipicu berbagai stimulus dari luar sel, seperti ligasi dari reseptor
dipermukaan sel, kerusakan DNA karena defek pada mekanisme perbaikan DNA,
terapi dengan obat sitotoksik atau radiasi, ROS, kurangnya sinyal yang
mempertahankan hidup, atau adanya sinyal kematian sel. Regulasi antara kematian sel
terprogram dengan apoptosis akibat ROS lebih rumit dari yang diperkirakan
8
sebelumnya. ROS merupakan satu dari sinyal pemicu kematian sel, yang bisa memicu
mitokondria melepaskan protein aktif seperti sitokrom c. 10
Kerusakan Lipid
Lipid yang mengandung kelompok fosfat (fosfolipid) merupakan komponen
penting membran yang meliputi sel sepertihalnya struktur sel yang lainnya, seperti
nukleus dan mitokondria. Akibatnya, kerusakan fosfolipid akan berakibat terhadap
kelangsungan hidup sel. Degradasi total (misalnya peroksidasi) lipid adalah kerusakan
oksidatif. Asam lemat polisaturated yang ada pada membran fosfolipid sensitif
terhadap serangan dari radikal hidroksi dan oksidan lainnya. (asam lemat unsaturated
adalah yang yang mengandung ikatan ganda diantara dua atom karbon yang menjadi
tulang punggung molekul asam lemak. Ikatan ganda ini mudah terbuka karena reaksi
kimia dan berinteraksi dengan bahan lain. Asam lemak yang hanya mengandung astu
ikatan ganda ini disebut monosaturated, yang mengandung dua atau lebih ikatan
ganda ini disebut polisaturated). Satu hidroksi radikal bisa menghasilkan peroksidasi
dari beberapa molekul asam lemak polisaturated karena reaksi ini merupakan bagian
dari siklus rantai reaksi. Tambahan dari kerusakan dinding sel, peroksidasi lemak
peroksidasi merupakan bentuk yang mudah bereaksi dengan protein dan DNA dan
merusaknya. 6
Meskipun masih kurang bukti bahwa albumin bisa memicu peradangan dan
respon fibrotik, tetapi ikatan pada albumin, seperti asam lemak, bisa berefek racun
terhadap sel epitel tubular. Asam lemak rantai panjang, seperti asam oleic dan
palmitic, merupakan hasil metabolisme lemak yang penting. Bersirkulasi di plasma
dan cepat. Sebagian besar asam lemak di sirkulasi (lebih dari 99,9%) berikatan
dengan albumin menjadi asam lemak nonesterifikasi. Proteinuria berkaitan dengan
hiperlipidemia dan Shafrir et al menunjukkan asam lemak yang mengandung albumin
meningkatkan keadaan nefrotik ini. Normalnya albumin dalam sirkulasi mengandung
<1 asam lemak per molekul albumin, pada keadaan nefrotik sindrome, tiap albumin
memiliki 5-6 asam lemak. Menariknya, pada manusia dengan penyakit yang minimal
(progresifitas penyakit yang ringan), albumin urin yang mengandung asam lemak
lebih rendah dibandingkan dengan kondisi nefrotik lainnya. Peranan asam lemak pada
cedera tubulointersisial pertama sekali ditunjukkan pada model tikus dengan overload
proteinuria pada urin, mengandung faktor chemotactic terhadap makrofag terhadap
9
lemak dari hasil metabolisme asam lemak ini. Tambahan, pada sel tubular proksimal
yang mengandung lemak yang berikatan dengan albumin menunjukkan aktifitas
chemotactic, dimana proksimal tubular yang mengandung albumin delipidated (tidak
mengandung asam lemak) hanya menghasilkan sedikit aktifitas ini. Hal yang sama,
pada model invivo dari binatang yang diinjeksi albumin yang menganduing asam
lemak, memiliki lebih banyak infiltrasi makrofag dan merusak tubulointersisial
dibandingkan kelompok yang diinjeksikan albumin delipidated. Arisi et al meneliti
efek dari empat asam lemak berbeda yang berikatan dengan albumin yang didapat
dari kultur sel tubular proksimal. Asam olec dan linoleic merupakan asam lemak yang
paling fibrogenic dan tubulotoksik. Juga, asam aleic dan linoleic yang berikatan
dengan albumin menunjukkan lebih mudah menyebabkan oksidan stress karena
meningkatkan produksi ROS oleh mitokondria dibandingkan albumin delipidated. 7
Protein
Protein melakukan sejumlah fungsi penting dari sel, terutama membentuk
enzim yang memfasilitasi sebagian besar reaksi biokimia yang diperlukan untuk
fungsi sel. Protein dibuat dari sekitar 20 bentuk yang berbeda yang disebut asam
amino, yang memiliki sensitifitas yang berbeda terhadap ROS. Misalnya, asam amino
sistein, mathionin, dan histidin sensitif terhadap serangan radikal hidroksi. Oleh
karena itu, enzim dengan asam amino ini bisa menjadi inkatif bila kerinteraksi dengan
ROS. Selain itu, ROS menyebabkan oksidasi yang merubah struktur tiga dimensi dari
protein seperti fragmentasi, agregasi, dan berikatan silang. Akhirnya, oksidasi protein
sering kali menyebabkan protein mudah didegradasi oleh sistem respon untuk
mengeluarkan protein yang rusak dari sel. 6
Pada sejumlah penelitian klinis, ditemukan proteinuria adalah prediktor
independen dari penurunan fungsi ginjal dan reduksi awal proteinuria berkaitan
dengan lambatnya progresi CKD. Penjelasan berdasarkan perkiraan mengenai
hubungan proteinuria dengan progresifitas CKD adalah proteinuria merupakan
refleksi dari beratnya kerusakan glomerulus. Dengan kata lain, proteinuria adalah
hasil dari proses patologis dari glomerulus itu sendiri, misalnya hipertensi glomerulus,
hilangnya permukaan kapiler, dan perubahan permeabilitas yang berakibat pada
hiperfilterasi glomerulus. Bagaimanapun, penelitian morfologis menunjukkan korelasi
kuat antara kerusakan tubulointersisial dan rendahnya hasil akhir dari ginjal dengan
kerusakan glomerulus dan hasil akhir ginjal. Juga, sejumlah penelitian menunjukkan
10
proteinuria itu sendiri merugikan. Proteinuria pada tikus bisa dipicu dengan beberapa
jalan, termasuk overloading proteinuria yang mana pada hewan tersebut diberikan
albumin dalam jumlah banyak, tidak hanya terjadi glomerulosklerosis tetapi juga
peradangan intersisial dan fibrosis tubulointersisial. Penelitian in vitro mendukung
temuan ini, sel tubular proksimal yang terpapar protein konsentrasi tinggi
menunjukkan peningkatan produksi sejumlah chemokines, misalnya monocytes
chemotactic protein 1 (MCP-1), endothelin-1. 7
Jadi, selama dua dekade, jelas bahwa proteinuria itu sendiri bisa berperan
secara patologis, yang menyebabkan kerusakan tubulointersisial. Ada teori yang
berbeda mengenai mekanisme proteinuria menyebabkan cedera sel tubular proksimal.
Reabsorbsi bersar-besaran dari untrafiltrasi protein oleh sel tubular proksimal bisa
menyebabkan kerusakan tubular dan apoptosis/nekrosis karena lelahnya jalur
degradasi lisosom dan masuknya enzim lisosom ke dalam sitoplasma atau karena
reactive oksigen species (ROS). Beberapa campuran bisa berefek racun terhadap sel
tubular proksimal, khususnya faktor komplemen. Tambahan, sejumlah campuran
yang timbul dari katabolisme dari reabsorbsi protein bisa membahayakan tubulus,
termasuk amonia dan besi. Sebagai respon dari degradasi lisosom besar-besaran atau
campuran racun pada sel tubular proksimal, diproduksi sejumlah besar malekul
proimflammasi dan profibrotik, seperti transforming ghowth factor-β (TGF- β) atau
endothelin-1, yang akan memulai proses peradangan dan fibrosis peritubular. 7
Efek ROS terhadap gagal Ginjal Akut Iskemik
Pada saat terjadi iskemik renal, ATP di degradasi menjadi hipoxantin. Ketika
hipoxantin oksida diubah menjadi hipoxanting karena adanya molekul oksigen dalam
sel, terbentuklah radikal superoksida (O-2). Sebagiab besar penyebab gagal ginjal
adalah iskemik ginjal, yang mana menyebabkan gangguan fungsi ginjal karena
adanya vasokontriksi renal, obstruksi tubular renal, keluarnya hasil filtrasi glomerular,
dan menurunnya permeabilitas glomerular. Bagaimanapun, sel yang menghasilkan hal
ini masih belum diketahui. Penurunan suplai energi fosfat, peningkatan konsentrasi
kalsium intraseluler yang bebas, hilangnya fungsi sintetis dari sel, pengaktifan proses
degradasi membran sel, dan adanya produksi toksin membran endogen merupakan
beberapa faktor yang dianggap menyebabkan kerusakan sel selama masa iskemik. 11
Skemik renal menyebabka penurunan ATP jaringan dengan cepat dan
peningkatan hasil degradasi ATP, adenosin, inosin dan hipoxantin. Hilangnya
11
adenosin dari sel karena degradasi selama iskemik dianggap menyebabkan
berkurangnya adenin nukleotida, yang menetap selama bebera-a waktu setelah aliran
darah kembali. Efek lain dari akumulasi hipoxantin selama iskemik renal adalah
terbentuknya sejumlah besar radikal bebas oksigen reaktif, karena enzim yang
mengubah hipoxantin menjadi xantin menghasilkan radikal superoksida sebagai hasil
pemecahan oksigen. Radikal superoksida dan hasil reduksinya, hidrogen peroksida
(H2O2) dan radikal hidroksi (OH-), bisa menyebabkan kerusakan sel karena
peroksidasi lipid dari mitokondria, lisosom, dan membran plasma, yang merusak
struktur dan fungsi membran. 11
Normalnya, jaringan mengandung endogen yang melindungi dari kerusakan
akibat radikal bebar. Superoxide dismutase (SOD), adalah salah satunya, yang
menghilangkan dengan cepat O2-, katalase dan peroksida glutation inaktif H2O2, dan
ada juga sejumlah penghancur OH-, yaitu tryptophan, histidine, ascorbate, dan alpha-
tocopherol. Selama iskemik, bagaimanapun, suplai dari endogen ini bisa mneurun,
menyebabkan terjadinya kerusakan sel akibat radikal bebas, khususnya ketika perfusi
jaringan dan pengiriman oksigen dikembalikan. 11
Kerusakan akibat radikal bebas setelah iskemik telah diteliti pada mikardium,
otak dan usus halus. Peranan radikal bebar oksigen pada ginjal setelah iskemik belum
diteliti. Tetapi ada sejumlah bukti yang mneunjukkan peranan radikal bebas oksigen
pada iskemik renal. Jaringan renal mengandung enzim xanthine oksida, dan selama
iskemik, kadar dari oksida xanthine, hipoxanthine, meningkat dengan cepat 10 sampai
300 kali lipat normalnya. 11
Radikal bebas oksigen merusak sel dengan menyerang membran dengan
peroksidasi dari asam lemak pilosaturasi. Peroksida lemak ini meningkatkan
permeabilitas membran sel, mitokondria, dan lisosom. Peningkatan permeabilitas sel
tubular renal menyebabkan kerusakan dari fungsi transportasi, dimana peningkatan
permeabilitas dari membran mitokondria akan mengganggu fosforilasi oksidasi.
Peningkatan permeabilitas lisosom menyebabkan keluarnya enzim hidrolitik dan
mempercepat degradasi sel. 11
12
Kesimpulan
- radikal bebas merupakan molekul yang tidak memiliki pasangan atomnya,
sehingga sangat reaktif untuk mecapai keadaannya yang stabil.
- salah satu radikal bebas yang berbahaya adalah kerusakan oksidatif dari
reactive oxygen species, seperti O2-, H2O2, atau OH-.2
- bahan ini terbentuk di mitokondria saat proses respirasi, yang justru sangat
penting bagi tubuh
- sebagian besar diubah menjadi air, hanya 2-3% nya yang masuk ke sistemik
mengakibatkan efek racunnya terhadap sistem biologis, seperti pengrusakan
(oksidasi) lemak, inaktivasi enzim, perubahan (mutasi) dari DNA, dan
merusak membran sel, serta, yang paling utama, sel menjadi kekurangan
oksigen
- satu hidroksi radikal bisa mengakibatkan peroksidari lemak polisaturaten.
Lemak yang teroksidasi ini mudah berikatan dengan protein. Bahan ini
mengandung chemotaktic yang menarik makrofag sehingga merangsang
proses peradangan pada tubulointersisial prosimal, sehingga menyebabkan
kerusakan pada sel tubulus intersisial.
- Hal ini akan menyebabkan terjadinya nekrosis tubule akut nefrotoksik, yang
akan menyebabkan oligiroa dan kemudian gagal ginjal akut.
- Reactive oxygen spesies juga bisa bereaksi dengan asam amino. Beberapa
asam amino yang seraktif terhadap ROS ini, akan mengakibatkan perubahan
dalam bentuk tiga dimensi protein.
- Perubahan ini menyebabkan protein didegradasi untuk dikeluarkan dalam sel.
- Glomerulus merupakan tempat ultrafiltrasi pertama yang menyaring protein
plasma. Penambahan protein plasma secara besar-besaran pada percobaan
pada tikus terbukti mengakibatkan glomerulosklerotik.
13
Daftar Pustaka
1. Lodish, et al. Molecular Cell Biology. Fifth edition.
2. Sherwood, Lauralee. 2001. Sistem Kemih, dalam Fisiologi Manusia dari Sel
ke Sistem. Ed 2. Penerbit EGC. Jakarta. Hal 462-464
3. Brady, Hugh R, et al. 2005. Glomerular Disease, in Harrison’s Principle of
Internal Medicine. 16th ed. McGraw-Hill.hal 1674-1677
4. Cotran, Ramzi S, MD. 1995. Ginjal dan Sistem Penyalurannya, dalam Buku
Ajar Patologi II. Penerbit EGC. Jakarta. Hal 198-204
5. Wikipedia. 26 april 2009. Free Radical Theory. Diambil dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Free-radical_theory
6. Wu, Defeng, Ph D et al. Oktober 2004. Alcohol, Oxydative Stress, and Free
Radical Damage. Diambil dari http://pubs.niaaa.nih.gov/publications/arh27-
4/277-284.htm
7. Timmeren, Mirjan M van, dr. 29 februari 2008. The Proximal Tubular cell, a
Key Player in Renal Damage. Diambil dari http://nieronline.org/index.php?
title=The_proximal_tubular_cell%2C_a_key_player_in_renal_damage
8. 2009. Free radical. Diambil dari
http://www.herbs2000.com/h_menu/free_radicals.htm
9. Conrad, Marcus, dr. Science Daily, 7 september 2008. Oksidative Stress:
Mechanisme of Cell Death Clarified. Diambil dari
http://www.sciencedaily.com/releases/2008/09/080903075612.htm
10. Sartika, Cyntia Retna. Stress Oksidatif dan Sinyal Apoptosis. Diambil dari
www.neuro-onkologi.com/articles/Stress_oxidative_dan_signal_apoptosis.pdf
11. Paller, Mars S, et al. Oxygen Free radical in Ischemic Acute Renal Failure.
Diambil dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC425281
14
15
Top Related