Pancasila Sebagai Etika Politik
Pancasila Sebagai Etika PolitikPengertian Etika dan Politik (Wikipedia)EtikaEtika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan
bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajarinilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai
standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep
seperti benar,salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi)
menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy).
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita.
Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda
dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan
sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu.
Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu
lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika
melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan
nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika.
PolitikPolitik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain
berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya
penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu
politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik
Aristoteles)
politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di
masyarakat
politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan
politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik,proses politik, dan juga tidak kalah
pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
Etika PolitikSetelah penjelasan kedua poin di atas, maka tibalah pada intisari penting, yaitu etika politik.
Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika,
yakni manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa pengertian “moral” senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai
subjek etika. Dapat disimpulkan bahwa dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun
negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih
meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia
sebagai makhluk beradab dan berbudaya.
Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa, maupun negara bisa berkembang
ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai oleh
penguasa atau rezim yang otoriter. Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka
seseorang yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut negara serta
masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada
ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia (Suseno, 1987: 15
Hubungan Etika Politik dan Pancasila Dalam kaitannya, pancasila merupakan sumber etika politik itu sendiri. Etika politik menuntut
agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), secaraa
demokratis (legimitasi demokratis), berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan
dengannya (legitimasi moral). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut
Penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut
publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral relegius (sila I) serta moral
kemanusiaan (sila II). Selain itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus berdasarkan
legitimasi hukum yaitu prinsip legalitas. Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu
“keadilan” dalam hidup bersama (keadilan sosial) sebagaimana terkandung dalam sila ke V. Negara
adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa
untuk rakyat (sila VI)
Prinsip-prinsip dasar etika politik itu telah jelas terkandung dalam Pancasila. Dengan
demikian, Pancasila adalah sumber etika politik yang mesti direalisasikan. Para pejabat eksekutif,
legislatif, maupun yudikatif, pelaksana aparat dan penegak hukum harus menyadari bahwa selain
legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasar pada legitimasi moral yang memang
pembentukan dari nilai-nilai serta dikongkretisasi oleh norma.
Pengertian
Pengertian etika sebagai suatu usaha,filsaat dibagi menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan bahasanya masing masin. Cabang cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok
yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat teoritis mempertanyakan dan berusaha
mencari jawabannya tentan g segala sesuatu,misalnya hakikat manusia,alam,hakikat realitas sebagai
suatu keseluruhan,tentang pengetahuan,tentang apa yang kita ketahui dan filsafat teoritispun juga
mempunyai maksud maksud dan berkaitan erat dengan hal hal yang bersifat praktis,karena pemahaman
yang dicari menggerakkan kehidupannya .[1]
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang dan bagaimana kita dan mangapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu,atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung
jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.[2]
Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan masalah
masalah yang berkatan dengan prediket nilai “susila” dan “tidak susila”,,”baik” dan “buruk”.
Etika Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia. Bidang
pembahasan dan metode etika politik. Pertama etika politik ditempatkan ke dalam kerangka filsafat pada
umumnya. Kedua dijelaskan apa yang dimaksud dengan dimensi politis manusia. Ketiga
dipertanggungjawabkan cara dan metode pendekatan etika politik terhadap dimensi politis manusia itu.sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti:
Ø Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan Negara
Ø Kebebasan berpikir dan beragama (Locke)
Ø Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie)
Ø Kedaulatan rakyat (Rousseau)
Ø Negara hokum demokratis/republican (Kant)
Ø Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
Ø Keadilan sosial
Etika Politik
Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh
karena itu etika politik berkait dengan bidang pembahsan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa
pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Pengertian etika politik berasal dari kata ‘politics’ yang memiliki makna bermacam macam
kegiatan dalam suatu sitem politik atau Negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari
system itu dan diikuti dengan pelaksanaan-pelaksanaan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah
yang menjadi tujuan dari system itu.
Lima Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Kalau membicarakan Pancasila sebagai etika politik maka ia mempunai lima prinsip itu berikut
ini disusun menurut pengelompokan pancasila, maka itu bukan sekedar sebuah penyesuaian dengan
situasi Indonesia, melainkan karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-
tuntutan dasar etika politik modern (yang belum ada dalam Pancasila adalah perhatian pada lingkungan
hidup).
1. PluralismePluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya, untuk hidup dengan positif,
damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama,
budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan
berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian
seseorang dan sekelompok orang.
2. Hak Asasi ManusiaJaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusia yang adil dan beradab. Mengapa?
Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak
diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai
manusia. Karena itu, Hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian
sebagai berikut.
a. Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena ia
manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta.
b. Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di ambang modernitas di mana
manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara modern.
Bila mengkaji hak asasi manusia secara umum, maka dapat dibedakan dalam bentuk tiga
generasi hak-hak asasi manusia:
1) Generasi pertama (abad ke 17 dan 18): hak-hak liberal, demokratis dan perlakuan wajar di depan
hokum.
2) Generasi kedua (abad ke 19/20): hak-hak sosial
3) Generasi ketiga (bagian kedua abad ke 20): hak-hak kolektif (misalnya minoritas-minoritas etnik).
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang
lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak
hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas
manusia berkembnag secara melingkar: keluarga, kampong, kelompok etnis, kelompok agama,
kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi
seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.
Solidaritas itu dilanggar dengan kasar oleh korupsi.
4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia, atau sebuah elit, atau
sekelompok ideology, atau sekelompok pendeta/pastor/ulama berhak untuk menentukan dan
memaksakan (menuntut dengan pakai ancaman) bagaimana orang lain harus atau boleh hidup.
Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang
memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Demokrasi adalah “kedaulatan rakyat plus prinsip
keterwakilan”. Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam
tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar:
a. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak
menjadi kediktatoran mayoritas.
b. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum demokratis).
Maka kepastian hukum merupakan unsur hakiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang
sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Maksud baik apa
pun kandas apabila melanggar keadilan. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap
ketidakadilan. Keadilan social mencegah bahwa masyarakat pecah ke dalam dua bagian; bagian atas
yang maju terus dan bagian bawah yang paling-paling bisa survive di hari berikut.
Tuntutan keadilan social tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide,
ideology-ideologi, agama-agama tertentu; keadilan social tidak sama dengan sosialisme. Keadilan social
adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan social diusahakan dengan membongkar
ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Di mana perlu diperhatikan bahwa
ketidakadilan-ketidakadilan itu bersifat structural, bukan pertama-pertama individual. Artinya,
ketidakadilan tidak pertama-tama terletak dalam sikap kurang adil orang-orang tertentu (misalnya para
pemimpin), melainkan dalam struktur-struktur politik/ekonomi/social/budaya/ideologis. Struktur-struktur itu
hanya dapat dibongkar dengan tekanan dari bawah dan tidak hanya dengan kehendak baik dari atas.
Ketidakadilan structural paling gawat sekarang adalah sebagian besar segala kemiskinan. Ketidakadilan
struktur lain adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar
ras, suku dan budaya.
Berdasarkan uaraian di atas, tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
1. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
2. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang
merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
3. Korupsi.
Demensi Manusia Politik
a. Manusia Sebagai Makhluk Individu-Sosial
Berbagai paham antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia, dari kacamata
yang berbeda-beda. Paham individualism yang merupakan bakal paham liberalisme, memandang
manusia sebagai makhluk individu yang bebas, Konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat,
bangsa, maupun negara dasar merupakan dasar moral politik negara. Segala hak dan kewajiban dalam
kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat
kodrat manusia sebagai individu. Sebaliknya kalangan kolektivisme yang merupakan cikal bakal
sosialisme dan komunisme mamandang siafat manusia sebagi manusia social. Individu menurut paham
kolekvitisme dipandang sebagai sarana bagi amasyarakat. Oleh karena itu konsekuensinya segala aspek
dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara paham kolektivisme mendasarkan kepada
sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum,
dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filsofi manusia sebagai
makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagi invidu dan segala aktivitas
dan kreatifitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini dikarenakan manusia
sebagai masyarakat atau makhluk sosial. Kesosialanya tidak hanya merupakan tambahan dari luar
terhadap individualitasnya, melainkan secara kodrati manusia ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa,
senantiasa tergantung pada orang lain.
Manusia didalam hidupnya mampu bereksistensi kare orang lain dan ia hanya dapat hidup dan
berkembang karena dalam hubunganya dengan oranglain.Dasar filosofi sebagaimana terkandung dalam
pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat
manusia adalah monodualis yaitu sbagai makhlukindividu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Maka
sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan indonesia bukanlah totalis individualistis. Secara
moralitas negara bukanlah hanya demi tujuan kepentingan dan kkesejahteraan individu maupun
masyarakat secara bersama. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara, sehingga konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan serta arah dari
tujuan negara indonesia harus dapat dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut.
Demensi Politis Kehidupan Manusia
Dimensin politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga
senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.Dimensi ini memiliki dua segi
fundamental yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat
diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan
tindakan moral manusia, sehingga mausia mengerti dan memahami akan suatu kejadian atau akibat
yang ditimbulkan karena tindakanya, akan tetapi hal ini dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan
tanggung jawabnya terhadap manusia lain dan masyarakat. Apabila pada tindakan moralitas kehidupan
manusia tidak dapat dipenuhi oleh manusia dalam menghadapai hak orang lain dalam masyarakat, maka
harus dilakukan suatu pembatasan secara normatif. Lembaga penata normatif masyarakat adalah
hukum. Dalam suatu kehidupan masyarakat hukumlah yang memberitahukan kepada semua anggota
masyarakat bagaimana mereka harus bertindak. Hukum hanya bersifat normatif dan tidak secara efektif
dan otomatis menjamin agar setiap anggota masyarakat taat kepada norma-normanya. Oleh karena itu
yang secara efektif dapat menentukan kekuasaan masyarakat hanyalah yang mempunyai kekuasaan
untuk memaksakan kehendaknya, dan lemabaga itu adalah negara. Penataan efektif adalah penataan de
facto, yaitu penatan yang berdasarkan kenyataan menentukan kelakuan masyarakat. Namun perlu
dipahami bahwa negara yang memiliki.
Nilai – nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika PolitikSebagi dasar filsafah negara pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan
perundang-undangan, malainkan juga merupakan sumber moraliatas terutama dalam hubunganya
dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta sebagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” serta sila ke dua “kemanusiaan yang adoil dan
beradab” adalah merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, Etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara
dijlankan sesuai dengan Asas legalitas (Legitimasi hukum) , secara demokrasi (legitimasi demokrasi) dan
dilaksanakan berdasrkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). (Suseno, 1987 :115). Pancasila sebagai
suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara baik
menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenagan harus
berdasarkan legitimimasi moral religius serta moral kemanusiaan. Dalam pelaksanaan dan
penyelenggaran negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA POLITIK DAN IDEOLOGI NEGARA
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ETIKA POLITIK
1. Pengertian Etika
Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia yang
dilakukan dengan sadar dilihat dari sudut baik buruknya. Etika membicarakan seluruh
kepribadian baik hati nurani, ucapan dan perbuatan manusia baik sebagai pribadi maupun
sebagai kelompok.
Sebagai cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia, etika memberikan
standar atau penilaian terhadap tingkah laku manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, etika dapat
diklasifikasikan kedalam empat golongan, yaitu:
a. Etika deskriptif ialah etika yang hanya menerangkan apa adanya tanpa memberikan penilaian.
b. Etika normative ialah etika yang mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan mana yang
buruk, dan apa yang sebagainya dilakukan oleh seseorang.
c. Etika individual ialah etika yang objeknya tingkah laku manusia sebagai makhluk individu.
Misalnya berkaitan dengan tujuan hidup manusia.
d. Etika social ialah etika yang membicarakan tingkah laku dan perbuatan manusia dengan
hubungannya dengan orang lain. Misalnnya dalam keluarga, masyarakat, Negara dan sebagainya.
Kempat klasifikasi tersebut, menegaskan bahwa etika berkaitan dengan masalah nilai. Hal
ini dikarenakan etika pada hakekatnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan
predikat nilai yaitu susila dan asusila, baik dan buruk.
2. Pengertian Politik
Pengertian politik berasal dari kosakata politics, yang memiliki makna bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut proses penentuan tujuan-
tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu. Berdasarkan pengertian-
pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep-
konsep pokok yang berkaitan dengan negara ( state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan
(decision making), kebijaksanaan (policy), pembagian (distribution), serta alokasi (allocation).
Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik lebih banyak berkaitan dengan para
pelaksana pemerintahan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik serta
para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara. Pengertian politik
yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang
disebut masyarakat negara.
3. Pengertian Nilai, moral dan norma
Nila, moral, dan norma merupakan konsep yang saling berkaitan. Ketiga konsep ini
saling terkait dalam memahami pancasila sebagai etika politik.
a. Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin, dan menyadarkan
manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan
mengarahkan sikap dan perilaku manusia.
Disamping teori nilai diatas, Prov. Notonegoro membagi nilai dalam tiga kategori, yaitu:
1) Nilai Material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.
2) Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktifitas.
3) Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat
dirinci menjai empat macam, yaitu:
a) nilai kebenaran, yaitu bersumber kepada unsur rasio manusia, budi, dan cipta.
b) Nilai keindahan, yaitu bersumber pada unsur rasa atau intuisi.
c) Nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak anusia atau kemauan.
d) Nilai religi, yaitu bersumber pada nilai ketuhanan, merupakan nilai kerohanian yang tertinggi
dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada keyakinan dan keimanan manusia terhadap tuhan.
b. Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) = Kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran
tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Moral
dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan
mulia.
c. Norma
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalm kehidupan sehari-hari
berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya merupakan perwujudan marabat manusia
sebagai mahluk budaya, sosial, moral, dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap
luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk di patuhi. Oleh karena itu, norma dalam
perwunudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum,
dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi,
misalnya:
1) Norma agama, dengan sanksinya dari tuhan.
2) Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri.
3) Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat.
4) Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau denda yang dipaksakan oleh Alat negara.
4. Pengertian Etika Politik
Etika, atau filsafat moral mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika
politik yang demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan
mana yang jelek. Apabila suatu politik sudah mengarah pada kepentingan umum atau negara, itu
etika politik yang baik, sedangkan apabila suatu politik sudah mengarah pada kepentingan
pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang buruk. Fungsi etika politik dalam masyarakat
terbatas pada penyediaan alat-alat teoretis, untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi
politik secara bertanggung jawab. Jadi,tidak berdasarkan emosi, prasangka, dan apriori,
melainkan secara rasional, objektif, dan argumentatif.
Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapata
dijalankan secara objektif. Etika politik dapat memberikan patokan orientasi dan pegangan
normatif bagi mereka yang memang mau menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan
tolak ukur matabat manusia atau mempertanyakan legitimasi moral sebagai keputusan politik.
Suatu keputusan bersifat politis apabila diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat
secara keseluruhan.
Etika politik bangsa Indonesia dibangun melalui karakteristik masyarakat yang
berdasarkan Pancasila sehingga amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang
tidak diatur dalam aturan secara legal formal. Karena itu, etika politik lebih bersifat konvensi
dan berupa aturan-aturan moral. Akibat luasnya cakupan etika politik itulah maka seringkali
keberadaannya bersifat sangat longgar, dan mudah diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah.
Ditunjang dengan alam kompetisi untuk meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang)
yang begitu kuat, rasa malu dan merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan. Akibatnya,
pudarnya nilai-nilai etis yang sudah ada dan tidak berkembangnya nilai-nilai tersebut sesuai
dengan moralitas publik.
Prinsi-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu negara
adalah adanya cita-cita the rue of law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan hak-hak asasi
manusia menurut kekhasan paham kemanusiaan dan struktur sosial budaya masyarakat masing-
masing dan keadilan sosial.
Tanpa disadari, nilai etis politik bangsa Indonesia cenderung mengarah pada kompetisi
yang mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik setara dengan sejumlah uang.
Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si pejabat. Itulah mengapa para pengkritik dan
budayawan secara prihatin menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang lainnya)
sedang berlarian tunggang-langgang (meminjam Giddens, “run away”) menuju ke arah “jual-
beli” menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang.
Namun demikian, perlu dibedakan antara etika politik dengan moralitas politisi. Moralitas
politisi menyangkut mutu moral negarawan dan politisi secara pribadi (dan memang sangat
diandaikan), misalnya apakah ia korup atau tidak (di sini tidak dibahas).
B. Nilai-nilai Pancasila sebagai Sistem Etika Politik
Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahwa pancasila merupakan dasar etika politik
bagi bangsa Indonesia. Hal ini mengandung pengertian, nilai-nilai yang terkandung dalam setiap
sila. Pancasila menjadi sumber etika politik yang harus selalu mewarnai dan diamalkan dalam
kehidupan politik bangsa indonesia baik oleh rakyat ataupun penguasa. Oleh karena itu dapat
dikatakan kehidupan politik meliputi berbagai aktifitas politik dinilai etis, jika selalu berpijak
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan
serta selalu ditujukan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai
dengan hukum yang berlaku dan dilaksanakan berdasarkan prinsip–prinsip moral (legitimasi
moral). Jadi pancasila merupakan tolok ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan
penegakan hukum.
1. Ketuhanan yang maha esa
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa berarti
Maha Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya, sifat- Nya dan perbuatan-Nya. Atas keyakinan
demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, negara
memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya untuk beribadat dan
beragama. Bagi semua warga tanpa kecuali tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti
Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1
dan 2, yang berbunyi : “ negara berdasar atas ketuhanan yang maha esa” dan “ negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamnya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaan itu”.
Pernyataan tersebut secara normatif merupakan artikulasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, harus diingat, pernyataan tersebut bukan
sebuah penegasan bahwa Indonesia adalah negara Teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara
dan penyelenggaraan negara berdasarkan legitimasi religius, dimana kekuasaan kepala negara
bersifat absolut atau mutlak. Dengan demikian sila pertama merupakan legitimasi moral religius
bagi bangsa Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dan memiliki
potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan
norma-norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang.
Beradab kata pokoknya adalah adab, sinonim dengan sopan, berbudi luhur dan susila. Beradab
artinya berbudi luhur, berkesopanan, dan bersusila. Hakikatnya terkandung dalam pembukaan
UUD 1945 alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
prikemanusiaan dan prikeadilan …”. Selanjutnya dijabarkan dalam batang tubuh UUD 1945.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mempunyai keterkaitan sangat erat dengan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua sila tersebut memberikan legitimasi moral religius (sila
Ketuhanan Yang Maha Esa) dan legitimas moral kemanusiaan (sila Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab) dalam kehidupan dan proses penyelenggaraan negara, sehingga Indonesia terjerumus
kedalam negara kekuasaan (machtsstaats).
3. Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung
pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang berabeka ragam menjadi satu
kebulatan. Sila Persatuan Indonesia memberikan suatu penegasan bahwa negara Indonesia
merupakan suatu kesatuan dalam hal Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan.
Proses penyelenggaraan negara harus selalu didasari oleh asas persatuan, dimana setiap
kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa tidak ditujukan untuk memecah belah bangsa, tetapi
untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD
1945 alinea keempat, yang berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia …”. Selanjutnya lihat batang tubuh UUD 1945.
Persatuan Indonesia merupakan perwujudan paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Oleh karena itu paham
kebangsaan Indonesia bukanlah paham kebangsaan yang sempit (chauvinistis), tetapi paham
kebangsaan yang selalu menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham
golongan,suku bangsa serta keturunan.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan juga merupakan sumber etika politik bagi bangsa Indonesia. Sila
ini menegaskan bahwa negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan
senantiasa untuk rakyat. Sila ini bermaksud bahwa Indonesia menganut system demokrasi, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada
ditangan rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut
dalam pengambilan keputusan-keputusan. Sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD
1945 alinea keempat, yaitu, “… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang
berkedaulatan rakyat …”. Selanjutnya lihat dalam pokok pasal-pasal UUD 1945.
Dengan demikian, aktivitas politik praktis yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif
dan yudikatif serta konsep pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus
berdasarkan legitimasi dari rakyat.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia
Keadilan social berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan,
baik materil maupun spiritual. Seluruh rakyat berarti semua warga Negara Indonesia baik yang
tinggal didalam negeri maupun yang di luar negeri. Hakikat keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945, yaitu “Dan perjuangan
kemerdekaan kebangsaan Indonesia … Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur”.
Indonesia merupakan negara hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial.
Keadilan sosial merupakan tujuan dalm kehidupan negara, yang menunjukkan setiap warga
negara Indonesia mendapatkan perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan
kebudayaan. Oleh karena itu, untuk mencapai aspek keadilan tersebut, kehidupan dan
penyelenggaraan negara harus senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku. Penyelenggaraan
terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan
ketidakseimbangan dalam kehidupan negara, yang bisa mengakibatkan hancurnya tatanan hidup
kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa. Nilai-nilai yang terkandung dalam
setiap sila Pancasila harus dijadikan patokan bagi setiap penyelenggara negara dan rakyat
Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan,
sehingga pada akhirnya akan terbentu suatu pemerintahan yang etis serta rakyat yang bermoral
pula.
C. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
1. Pengertian Ideologi
Ideologi adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan
pedoman dan cita-cita hidup. Ideologi terbagi dua yaitu ideologi secara fungsional dan ideologi
secara struktural. Ideologi secara fungsional adalah seperangkat gagasan tentang kebaikan
bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik.
Ideologi secara fungsional terbagi menjadi dua yaitu ideologi yang doktoriner dan ideologi
yang pragmatis. Ideologi doktoriner yaitu ajaran-ajaran yang terkandung di dalam ideologi yang
dirumuskan secara sistematis dan pelaksananya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau
aparat pemerintahan, contohnya adalah komunisme. Sedangkan ideologi pragmatis yaitu ajaran-
ajaran yang terkandung di dalam ideologi tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan
terinci.
Ideologi itu disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem
pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama, dan sistem politik. Jadi, ideologi adalah
kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis, yang
menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia.
2. Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Kita mengenal istilah berbagai ideologi, seperti ideologi negara, ideologi bangsa, dan
ideologi nasional. Ideologi negara khusus dikaitkan dengan pengaturan penyelenggaraan
pemerintahan negara. Sedangkan ideologi nasional mencakup ideologi negara dan ideologi yang
berhubungan dengan pandangan hidup bangsa. Bagi bangsa Indonesia, ideologi nasionalnya
tercermin dan tekandung dalam pembukaan UUD 1945.
Dalam alenia pertama pembukaan UUD 1945, terkandung motivasi, dasar, dan pembenaran
perjuangan (kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan bertentangan dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan). Alenia kedua mengandung cita-cita bangsa Indonesia
(Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur). Alenia ketiga memuat petunjuk
atau tekad pelaksanaanya (menyatakan kemerdekaan atas berkat rahmat allah yang maha kuasa ).
Alenia keempat memuat tugas negara atau tujuan nasional, penyusunan undang-undang dasar,
bentuk susunan negara yang berkedaulatan rakyat dan dasar negara pancasila.
Pancasila sebagai ideologi ialah perumusan suatu pola pikir berupa sistem dari pada ide
(cita-cita atau angan atau paham), kepercayaan dan sikap yang menjadi dasar suatu masyarakat
atau bangsa tertentu dalam menginterprestasikan hidup. Suatu sistem tata nilai yang tumbuh dari
pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa berkaitan dengan filsafat hidup bagi suatu
bangsa yang berkaitan dengan falsafah hidup pada suatu bangsa yang menyangkut sistem nilai
yang dalam kehidupan sehari-hari tampil dalam bentuk norma-norma dasar. Dalam pancasila
tercantum berbagai gagasan dasar dan tatanan yang kita anggap baik dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Ini berarti bahwa dasar-dasar Pancasila sudah mulai kita letakan
lebih teratur dan kuat dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan politik ini berarti pula
mengharuskan kita semua untuk mengamalkan pancasila.
Ideologi yang bersumber dari suatu pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa
merupakan suatu ideologi yang baik atau sempurna, jika tumbuh melaui kurun waktu yang
panjang. Ideologi yang baik itu ideologi yang terbuka bagi pandangan filsafat. Jadi pancasila itu
tidak hanya sebagai pandangan hidup dan ideologi bangsa, melainkan sebagai filsafat bangsa.
Jelaslah bahwa pacasila itu berhubungan antara sumber dengan pertumbuhan dalam filsafat dan
ideologi negara.
D. Makna Ideologi bagi Negara
Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai budaya bangsa Indonesia,
yaitu cara berfikir dan cara kerja perjuangan. Sebagai dasar negara, pancasila perlu dipahami
dengan latar belakang konstitusi proklamasi atau hukum dasar kehidupan berbangsa, bernegara,
dan bermasyarakat, yaitu pembukaan, batang tubuh, serta penjelasan UUD 1945. Pancasila
bersifat integralistik yaitu paham tentang hakikat negara yang dilandasi dengan konsep
kehidupan bernegara. Untuk memahami konsep pancasila yang bersifat integralistik, terlebih
dahulu kita harus melihat beberapa teori yaitu:
1. Teori perseorangan (individualistik)
Menurut teori ini negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas
kontrak antara seluruh orang dalam masyarakat itu (social contrac). Hal ini mempunyai
pengertian, bahwa negara dipandang sebagai organisasi persatuan pergaulan hidup manusia yang
tertinggi. Manusia sebagai individu bebas dan merdeka tidak ada yang di bawah orang lain,
semua dalam kedudukan dan taraf yang sama.
2. Teori golongan ( class theory)
Negara dipergunakan sebagai alat untuk mereka yang kuat untuk menindas golongan
ekonomi yang lemah, yang dimaksud golongan ekonomi yang kuat adalah mereka yang memiliki
alat-alat produksi. Negara akan lenyap dengan sendirinya apabila dalam masyarakat tidak ada
lagi perbedaan kelas dipertentangan ekonomi.
3. Teori kebersamaan (integralistik)
Dari segi integritas antara pemerintah dan rakyat, negara memiliki penghidupan dan
kesejahteraan bangsa seluruhnya, negara menyatu dengan rakyat dan tidak memihak pada salah
satu golongan dan tidak pula menganggap kepentingan pribadi yang lebih diutamakan,
melainkan kepentingan dan keselamatan bangsa serta negara sebagai suatu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Teori ini mengemukakan bahwa negara adalah suatu susunan masyarakat
yang integral diantara semua golongan dan semua bagian anggota masyarakat. Persatuan
masyarakat itu merupakan persatuan masyarakat yang organis. Pancasila itu bersifat integralistik
karena:
a. Mengandung semangat kekeluargaan dan kebersamaan.
b. Adanya semangat kerjasma atau gotong royong.
c. Memelihara kesatuan dan persatuan, dan
d. Mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehidupan politik rakyat indonesia selalu didasari oleh nilai-nilai Pancasila. Pancasila
merupakan landasan dan tujuan kehidupan politik bangsa kita. Berkaitan dengan hal tersebut ,
proses pembangunan politik yang sedang berlangsung dinegara kita sekarang ini harus diarahkan
pada proses implementasi sistem politik demokrasi pancasila yang handal, yaitu sistem politik
yang tidak hanya kuat tetapi juga memilki kualitas kemandirian yang tinggi yang
memungkinkannya untuk membangun atau menggembangkan dirinya secara terus menerus
sesuai dengan tuntutan aspirasi masyarakatnya dan perubahan zaman. Dengan demikian, sistem
politik demokrasi pancasila akan terus berkembang bersamaan dengan perkembangan jati
dirinya, sehingga senantiasa mempertahankan, memelihara dan memperkuat relevansinya dalam
kehidupan politik. Nilai-nilainya bukan saja dihayati dan dibudayakan, tetapi diamalkan dalam
kehidupan politik bangsa dan negara kita yang terus berkembang. Oleh karena itu, secara
langsung pancasila telah dijadikan etika politik seluruh komponen bangsa dan negara indonesia.
B. Saran
Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan
bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesinambungan usaha pemerintah
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti
dan mentaati peraturan yang ditetapkan karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh
kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat sebagai bagian terpenting dari
terbentuknya suatu negara. Sehingga dapat dikatakan sebagai sistem etika politik serta ideologi
suatu negara bisa berjalan dengan semaksimal mungkin.
PRINSIP DASAR ETIKA POLITIK KONTEMPORER
Kalau lima prinsip itu berikut ini disusun menurut pengelompokan pancasila, maka itu
bukan sekedar sebuah penyesuaian dengan situasi Indonesia, melainkan karena Pancasila
memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.
1. Pluralisme
Dengan pluralism dimaksud kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya, untuk hidup dengan
positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan
hidup, agama, budaya, adat. Pluralism mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan
beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan
kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang. Lawan pluralism adalah intoleransi,
segenap paksaan dalam hal agama, kepicikan ideologis yang mau memaksakan pandangannya
kepada orang lain.
Prinsip pluralism terungkap dalam Ketuhanan Yang Maha Esa yang menyatakan bahwa di
Indonesia tidak ada orang yang boleh didisriminasikan karena keyakinan religiusnya. Sikap ini
adalah bukti keberadaban dan kematangan karakter koletif bangsa.
2. HAM
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusia yang adil dan beradab. Mengapa?
Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib
tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya
sebagai manusia.
Hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual:
Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan
karena ia manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta.
Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di ambang modernitas
di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara
modern.
Kemanusiaan yang adil dan beradab juga menolak kekerasan dan eklusivisme suku dan ras.
Pelanggaran hak-hak asasi manusia tidak boleh dibiarkan (impunity).
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas mengatakan bahwa kita tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi
orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup
manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembnag secara melingkar: keluarga, kampong,
kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka di sini
termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu
dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing. Solidaritas itu dilanggar dengan kasar
oleh korupsi. Korupsi bak kanker yang mengerogoti kejujuran, tanggung-jawab, sikap objektif,
dan kompetensi orang/kelompok orang yang korup. Korupsi membuat mustahil orang mencapai
sesuatu yang mutu.
4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia, atau sebuah elit, atau
sekelompok ideology, atau sekelompok pendeta/pastor/ulama berhak untuk menentukan dan
memaksakan (menuntut dengan pakai ancaman) bagaimana orang lain harus atau boleh hidup.
Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang
memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Demokrasi adalah “kedaulatan rakyat
plus prinsip keterwakilan”. Jadi demokrasi memrlukan sebuah system penerjemah kehendak
masyarakat ke dalam tindakan politik.Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar:
Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas
tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hokum (Negara hukum
demokratis). Maka kepastian hokum merupakan unsur hakiki dalam demokrasi (karena
mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Maksud baik apa
pun kandas apabila melanggar keadilan. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap
ketidakadilan. Keadilan social mencegah bahwa masyarakat pecah ke dalam dua bagian-bagian
atas yang maju terus dan bagian bawah yang paling-paling bisa survive di hari berikut.etika
politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
1. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan social.
2. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka
yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada
masyarakat.
3. Korupsi.
Top Related