KASUS
MINI C-EX
DAKRIOSISTITIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Stase Mata
Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan Kepada Yth :
dr. Nurfifi, Sp.M
Disusun Oleh :
KIKI FATMA WIJAYA
20100310181
BAGIAN STASE MATA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar lakrimal
dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal,
duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.8 Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah terjadi
infeksi dan inflamasi karena berbagai sebab. Membran mukosa pada saluran ini terdiri dari dua
permukaan yang saling bersinggungan, yaitu mukosa konjungtiva dan mukosa nasal, di mana
pada keadaan normal pun sudah terdapat koloni bakteri. Tujuan fungsional dari sistem ekskresi
lakrimal adalah mengalirkan air mata dari kelenjar air mata menuju ke cavum nasal.
Tersumbatnya aliran air mata secara patologis menyebabkan terjadinya peradangan pada sakus
lakrimal yang biasa disebut dengan dakriosistitis.6
Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis akut ditandai
dengan nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada regio kantus medial, sedangkan
pada inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus lakrimal ditandai dengan adanya epifora, yaitu
rasa nyeri yang hebat di bagian sakus lakrimal dan disertai dengan demam. Selain dakriosistitis
akut dan kronis, ada juga dakriosistitis kongenital yang merupakan bentuk khusus dari
dakriosistitis. Patofisiologinya berhubungan erat dengan proses embriogenesis dari sistem eksresi
lakrimal.6
Dakriosistitis umumnya terjadi pada dua kategori usia, yaitu anak-anak dan orang dewasa
di atas 40 tahun dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun. Dakriosistitis pada bayi
yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada. Kebanyakan
penelitian menyebutkan bahwa sekitar 70-83% kasus dakriosistitis dialami oleh wanita,
sedangkan pada dakriosistitis kongenital jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan
perempuan.6
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Sdr. M
Jenis Kelamin : Wanita
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Pedagang baju di pasar
Alamat : Yogyakarta
Status Pernikahan : Sudah Menikah
MRS : 26 September 2015
II. Anamnesa
Keluhan Utama :
Timbul bengkak pada mata kiri bawah
Riwayat Pernyakit Sekarang
Pasien perempuan berusia 32 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan di
kelopak mata kiri bawah sejak kurang lebih 2 hari yang lalu. Benjolan dirasakan
mula-mula kecil lalu lama-lama membesar. Pasien mengeluhkan mata kirinya terasa
mengganjal, nyeri bila ditekan, gatal (-), mata merah (+), mata berair (+) nrocos.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ditanyakan
Riwayat Pengobatan :
- Belum diberi obat
Riwayat Sosial :
- Riwayat kontak dengan penderita serupa (-),
- Pasien sehari-hari berdagang baju di pasar dan bersepeda motor untuk transportasi
kesehariannya.
Pemeriksaa Fisik
Status Generalis
- Keadaan Umum : baik
- Kesadaran : compos mentis
- Vital sign : tidak diperiksa
- Kepala :
Mata : *lihat status lokalis
Hidung : dbn
Telinga : dbn
Mulut : dbn
- Leher : tidak diperiksa
- Thoraks : tidak diperiksa
Cor : tidak diperiksa
Pulmo : tidak diperiksa
- Abdomen : tidak diperiksa
- Ekstremitas : tidak diperiksa
- Genitalia : tidak diperiksa
STATUS OPTHALMOLOGIS
Pemeriksaan Subjektif
a. Visus jauh : 6/6
b. Refraksi : -
c. Koreksi : -
d. Visus dekat : -
Pemeriksaan Objektif
Inspeksi OD OS
Gerakan Bola Mata Normal kesegala arah Normal ke segala arah
Palpebra Superior Edema (-)
Nyeri tekan (-)
Edema (-)
Nyeri tekan (-)
Palpebra Inferior Edema (-)
Nyeri tekan (-)
Edema (+)
Nyeri tekan (+)
Konjungtiva Palpebra
Superior
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Palpebra
Inferior
Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Benjolan (+)
Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Kornea Jernih Jernih
COA Tidak dangkal Tidak dangkal
Pupil Pupil bulat (+)
Reflex direk (+)
Pupil bulat (+)
Reflex direk (+)
Refleks indirect (+) Refleks indirect (+)
Iris Sinekia (-) Sinekia (-)
Lensa Jernih Jernih
Palpasi :
- Nyeri tekan (+) palpebra inferior sinistra
- benjolan (+), benjolan goyang saat palpebra inferior digerakkan, batas
tegas, konsistensi kenyal.
- Saat benjolan dipalpasi tidak keluar cairan dari canalis lacrimalis
Pemeriksaan Penunjang : tidak dilakukan
Differential Diagnosis :
- OS Dakriosistitis
- OS Hordeolum Eksternum
- OS Kalazion
Diganosis Kerja : OS Dakriosistitis
Penatalaksanaan :
- Levofloxacin 1x500 mg - Lameson 2x4 mg- C.floxa ed (6 dd gtt 1)- C.posop (4 dd gtt 1)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sistem Lakrimalis
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar
lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis, kanalis lakrimalis, sakus
lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior.8 Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian
lateral atas mata yang disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini bentuk dan
ukuranya mirip dengan biji almond, yang terhubung dengan suatu penonjolan kecil yang meluas
hingga ke bagian posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata diproduksi dan
kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix
konjungtiva superior dan di sini air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola mata oleh
kedipan kelopak mata.5
Gambar 1. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem Drainase
Sumber: Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical Students
Eleventh Edition
Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior dan inferior,
kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus
medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai
cekungan kecil pada permukaan orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus
nasolakrimalis dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal, duktus
ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah saluran pada dinding medial orbita.5
2.2 Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada
duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran
nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal
adanya polip hidung.1,2,3,6,8
2.3 Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40 tahun,
terutama perempuan 2,6,8 dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun.6 Dakriosistitis
pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada dan
jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.6 Jarang ditemukan pada orang dewasa
usia pertengahan kecuali bila didahului dengan infeksi jamur.8
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis 6,
yaitu:
a. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan kematian.
Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis dan penyebaran
infeksinya.
b. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan terjadinya
infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
c. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga sangat
tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak,
meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan
amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.
Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai
dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.
Gambar 2. Dakriosistitis Akut
Sumber: http://www.emedicine.com/
Gambar 3. Dakriosistitis Kongenital
Sumber: http://www.emedicine.com/
2.5 Faktor Predisposisi Dan Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus nasolakrimalis 12:
Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau koloni jamur
yang mengelilingi suatu korpus alienum.
Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus maksilaris.
Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bakteri
Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada
dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus merupakan penyebab utama
terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif,
Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.4
Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering disebabkan
oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-haemolyticus. Pada literatur ini, juga disebutkan
bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae.2
2.6 Patofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi pada duktus
nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada
salurannya, misal adanya polip hidung.8
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata,
debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang baik
untuk pertumbuhan bakteri.2
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan
melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis 12. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang keluar
hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau
purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini dikarenakan
sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu kista.
2.7 Gejala Klinis
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada dakriosistitis
akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora) yang menyebar ke daerah
dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak
dan hiperemi yang menyebar sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika
sakus lakrimalis ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.2,8
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi yang berlebihan
terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang ringan, namun jarang
disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan keluar sekret yang mukoid dengan pus di
daerah punctum lakrimal dan palpebra yang melekat satu dengan lainnya.2,8
Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata pasien merah
pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air mata diikuti dengan keluarnya
nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan
(epifora).13
2.8 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis dan
heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan
penunjang.
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk
memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test,
fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna
fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat
digunakan probing test dan anel test. 6,7,12
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2%
pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit
lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan memperlihatkan gambaran seperti di bawah
ini.7
Gambar 4. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri
Sumber: http://www.djo.harvard.edu
Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji
ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang dicurigai mengalami
obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan
pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue.
Jika pada tissue didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.7,12
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji
ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I, mata pasien yang
dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2%
sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal
inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak
ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan
Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna
hijau maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna
hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila
lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah
dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu. 6,7,12
Gambar 5. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II
Sumber: http://drlaurasanders.com/topics/102-Evaluation/
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke dalam
rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini menunjukkan bahwa
fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya adalah probing test. Probing test
bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara
memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan
dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk
panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8
mm berarti ada obstruksi.7,12
Gambar 6. Anel Test
Sumber: Manual for Eye Examination and Diagnosis 7th Edition
Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan diagnosis
dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada dakriosistitis
terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography (DCG) dan
dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem
drainase lakrimal.6
Gambar 7. Probing Test
Sumber: Manual for Eye Examination and Diagnosis 7th Edition
2.9 Diagnosis Banding3
a. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita di
belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah, kelopak
sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila
digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina
terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema papil. 3
b. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal bentuk
hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar
Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di
dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah
dan nyeri bila ditekan. Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan
menunjukkan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak. 3
2.10 Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase kantong
air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik amoxicillin/clavulanate atau
cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan dapat pula diberikan antibiotik topikal
dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) 17 atau menggunakan sulfonamid
4-5 kali sehari 8.
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan kompres hangat
pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering 8,17. Amoxicillin dan
chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik sistemik
yang baik untuk orang dewasa 17. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik
oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan
pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 17. Bila terjadi abses dapat
dilakukan insisi dan drainase 8. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan
cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan
cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi.
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi angka
rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah
dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung antara
sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air
mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat
pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan
menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.17
Gambar 8. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal
Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American Academy of Ophtalmology
Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan
dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada
luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih
sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata
fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat
(rata-rata hanya 12,5 menit). 19
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut dan
kontraindikasi relatif 12. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang ekstrim (bayi
atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa keadaan
yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:
Kelainan pada kantong air mata :
- Keganasan pada kantong air mata.
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopik
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis
Gambar 9. Teknik Dakriosistorinostomi Internal
Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American Academy of Ophtalmology
2.11 Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata sehingga
membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis orbita.8
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut di
antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior os.maxilla,
hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas.19
2.12 Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi
kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga
prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan
dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang
terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam. 15
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologis. Dari anamnesis didapatkan adanya benjolan pada kelopak mata yang awalnya
hanya berupa benjolan kecil berwarna kemerahan namun makin lama makin membesar dan
disertai nyeri bila ditekan. Benjolan ini menjadi besar dan mengalami reaksi radang akibat
infeksi kuman pada kelenjar kelopak mata.
Dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan adanya edema dan hiperemi pada palpebra
yang disertai nyeri. Benjolan menonjol kearah kulit dan ikut bergerak dengan pergerakan kulit
belum disertai adanya supurasi dan terdapat injeksi konjungtiva pada daerah konjungtiva
palpebra inferior.
Penatalaksaanaan terdiri pemberian atibiotik yaitu levofloxacin 1x500 mg selama 10 hari.
Lameson 2x4 mg, C.floxa ed (6 dd gtt 1), C.posop (4 dd gtt 1).
BAB IV
RINGKASAN
Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata (sakus lakrimalis). Dakriosistitis
terbagi atas akut dan kronik. Bentuk spesial dari inflamasi pada saccus lacrimalis adalah
dakriosistitis kongenital, dimana patofisiologinya terkait erat dengan embryogenesis sistem
eksresi lakrimal. Pada orang dewasa, perempuan lebih sering terkena dakriosistitis. Umumnya
dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan tertinggi pada usia 60-70 tahun.
Pada dakriosistitis kongenital, kanalisasi yang tidak lengkap dari duktus nasolakrimalis
memiliki peran yang penting dari pathogenesis yang terjadi. Obstruksi dari bagian bawah duktus
nasolakrimalis seringkali ditemukan pada orang dewasa yang terkena dakriosistitis. Bakteri
aerob dan anaerob bisa didapatkan pada kultur dari anak-anak dan orang dewasa dengan
dakriosistitis.
Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang tampak merah dan
membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta mengeluarkan nanah. Selain itu, penderita
juga mengalami demam. Jika infeksi yang ringan atau berulang berlangsung lama maka sebagian
besar gejala mungkin menghilang hanya pembengkakan ringan yang menetap.
Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang memadai, dan
bentuk kronis sering dapat dipertahankan dengan tetesan antibiotika. Kompres dengan
menggunakan desinfektan juga berpengaruh positif terhadap gangguan klinis. Meskipun begitu,
menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya.
DAFTAR PUSTAKA
1. AAO. 2007. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Singapore:American Academy of
Ophtalmology.
2. Anonim. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF. Ilmu Penyakit Mata Ed.III.
Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.
3. Bahar, Ardiansyah. 2009. Dakriosistitis. [serial online]. http://arbaa-
fivone.blogspot.com/2009/03/dakrisistitis.html. [17 November 2010].
4. Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007. Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http://www.eye.com/. [7 November 2010].
5. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .
6. Gilliland, G.D. 2009. Dacryocystitis. [serial online]. http://www.emedicine.com/. [7
November 2010].
7. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi
Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
8. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
9. Kaneshiro, N.K. 2010. Blocked Tear Duct. [serial online].
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001016.htm. [24 November 2010]
Top Related