8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
1/16
Imunologi_Inflamasi Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Inflamasi adalah respon biologis kompleks dari jaringan vaskuler atas adanya bahaya,
seperti pathogen, kerusakkan sel, atau iritasi. Ini adalah usaha perlindungan diri organisme
untuk menghilangkan rangsangan penyebab luka dan inisiasi proses penyembuhan jaringan.
Jika inflamasi tidak ada maka luka dan infeksi tidak akan sembuh dan akan menggalami
kerusakkan yang lebih parah. Inflamsi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan
penyakit, seperti demam, atherosclerosis, dan reumathoid arthritis. (Gard, 2001)
Inflamasi dapat dibedakan atas inflamasi akut dan kronis. Inflamasi akut adalah
respon awal tubuh oleh benda berbahaya dan meningkat dengan meningkatnya pergerakkan
plasma dan leukosit dari darah ke jaringan luka. Reaksi biokimia berantai yang
mempropagasi dan pematangan respon imun, termasuk system vaskuler, system imun, dan
berbagai sel yang ada pada jaringan luka. Inflamasi kronis adalah atau inlamasi yang
berpanjangan memicu peningkatan pergantian tipe sel yang ada pada tempat inflamasi dan
dicirikan dengan kerusakkan dan penutupan jaringan dari proses inflamasi. (Gard, 2001)
I.2 Manifestasi klinis inflamasi
Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas
kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala umum proses inflamasi yang sudah
dikenal yaitu, kolor, rubor,tumor, dolor, dan function laesa. Selama proses inflamasi terjadi
banyak mediator kimia yang dilepaskan secara local antara lain histamine, 5-
hidroksitriptamin (5-HT), factor kemotatik, bradikinin, leukotrien, dan PG.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa inflamasi kronis berkaitan erat dengan adanya
peningkatan mutasi seluler yang menginisiasi terjadinya kanker. Inflamasi yang terjadi terus
menerus pada pembuluh darah berkontribusi langsung pada terbentuknya plak dalam dinding
pembuluh arteri sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah dan menyebabkan tekanan
darah tinggi, serangan jantung, serta stroke. Penyakit lain yang melibatkan adanya proses
inflamasi kronis dalam tubuh antara lain,arthritis, asma, diabetes, alergi, anemia, penyakit
Alzheimer, fibrosis, fibromyalgia, systemic lupus, psoriasis, pancreatitis, dan penyakit-
penyakit autoimun sehingga diperlukan obat antiinflamasi.
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
2/16
Imunologi_Inflamasi Page 2
I.3 Tujuan
1.Mengetahui dan memahami definisi inflamasi.
2.Mengetahui dan memahami penyebab inflamasi.
3.Mengetaui tanda-tanda inflamasi.
4.Mengetahui mediator inflamasi.
5.Mengetahui sel yang berperan dalam proses inflamasi.
6.Mengetahui dan memahami mekanisme inflamasi.
I.4 Rumusan Masalah
1.Apakah definisi inflamasi itu?
2. Apa yang menyebabkan inflamasi?
3. Bagaimana tanda-tanda inflamasi?
4. Apa saja mediator inflamasi ?
5. Apa saja sel yang berperan dalam proses inflamasi?
6. Bagaimana mekanisme inflamasi?
I.5 Manfaat
Menambah pengetahuan tentang inflamasi, penyebab inflamasi, tanda -
tandaterjadinya inflamasi, mediator yang menyebabkan inflamasi, sel yang berperandalam
proses inflamasi dan memahami mekanisme inflamasi baik akut maupunkronis.
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
3/16
Imunologi_Inflamasi Page 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Inflamasi
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung
(sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002).
Inflamasi (peradangan) merupakan reaksi kompleks pada jaringan ikat yang memiliki
vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun endogen. Dalam arti yang paling sederhana,
inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal
jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel
(Robbins, 2004).
Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat kimia, dan pengaruh
fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein plasma dan fagosit ke
tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar dapat mengisolasi, menghancurkan, atau
menginaktifkan agen yang masuk, membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan untuk
proses penyembuhan (Corwin, 2008).
Respons inflamasi terjadi dalam tiga fase dan diperantarai oleh mekanisme yang berbeda :
fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler.
reaksi lambat, tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit.
fase proliferatif kronik, dengan ciri terjadinya degenerasi dan fibrosis (Wilmana,
2007).
Respon antiinflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler
dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal ialah:
1. Kemerahan (rubor)
Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang mengedarkan darah ke daerah
tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke tempat cedera (Corwin,
2008).
2. Rasa panas (kalor)
Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana rasa panasdisebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang daripada di daerah lain di
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
4/16
Imunologi_Inflamasi Page 4
sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila terjadi di permukaan kulit. Sedangkan bila
terjadi jauh di dalam tubuh tidak dapat kita lihat dan rasakan (Wilmana, 2007).
3. Rasa sakit (dolor)
Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal:
Adanya peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan
tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri,
Adanya pengeluaran zat zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin,
histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf saraf perifer di sekitar radang
sehingga dirasakan nyeri (Wilmana, 2007).
4. Pembengkakan (tumor)
Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan yang disebabkan oleh
terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya peningkatan aliran darah dan cairan ke
jaringan yang mengalami cedera sehingga protein plasma dapat keluar dari pembuluh darah
ke ruang interstitium (Corwin, 2008).
5. Fungsiolaesa
Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang terkena inflamasi dan
sekitarnya akibat proses inflamasi. (Wilmana, 2007).
Selama berlangsungnya respon inflamasi banyak mediator kimiawi yang dilepaskan secara
lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT), faktor kemotaktik, bradikinin,
leukotrien dan prostaglandin (PG). Dengan migrasi sel fagosit ke daerah ini, terjadi lisis
membran lisozim dan lepasnya enzim pemecah. Obat mirip aspirin dapat dikatakan tidak
berefek terhadap mediator-mediator kimiawi tersebut kecuali PG (Wilmana, 2007).
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
5/16
Imunologi_Inflamasi Page 5
Gambar 3. Pembentukan metabolit asam arakidonat dan peranan dalam inflamasi. (Sumber :
Robbins, 2004)
II.2 Mekanisme Inflamasi
Inflamasi dibagi dalam 3 fase, yaitu inflamasi akut (respon awal terhadap cidera
jaringan), respon imun (pengaktifan sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan
untuk merespon organisme asing), dan inflamasi kronis (Katzung, 2004). Proses inflamasi
akut dan inflamasi kronis ini melibatkan sel leukosit polimorfonuklear sedangkan sel leukosit
mononuklear lebih berperan pada proses inflamasi imunologis (Sedwick & Willoughby,
1994). Secara umum, dalam proses inflamasi ada tiga halpenting yang terjadi yaitu :
a. Peningkatan pasokan darah ke tempat benda asing, mikroorganisme atau jaringan yang
rusak.
b. Peningkatan permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh pengerutan sel endotel yang
memungkinkan pergerakan molekul yang lebih besar seperti antibodi.
c. Fagosit bergerak keluar pembuluh darah menuju menuju ke tempat benda asing,
mikroorganisme atau jaringan yang rusak. Leukosit terutama fagosit PMN
(polymorphonuclear neutrophilic) dan monosit dikerahkan dari sirkulasi ke tempat bendaasing, mikroorganisme atau jaringan yang rusak. (Hamor,1989)
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
6/16
Imunologi_Inflamasi Page 6
Terjadinya respon inflamasi ditandai oleh adanya dilatasi pada pembuluh darah serta
pengeluaran leukosit dan cairan pada daerah inflamasi. Respon tersebut dapat dilihat dengan
munculnya gejala-gejala seperti kemerahan (erythema) yang terjadi akibat dilatasi pembuluh
darah, pembengkakan (edema) karena masuknya cairan ke dalam jaringan lunak serta
pengerasan jaringan akibat pengumpulan cairan dan sel-sel (Ward, 1993).
Mekanisme terjadinya inflamasi secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.
Adanya rangsang iritan atau cidera jaringan akan memicu pelepasan mediator-mediator
inflamasi. Senyawa ini dapat mengakibatkan vasokontriksi singkat pada arteriola yang diikuti
oleh dilatasi pembuluh darah, venula dan pembuluh limfa serta dapat meningkatkan
permeabilitas vaskuler pada membran sel. Peningkatan permeabilitas vaskuler yang lokal
dipengaruhi oleh komplemen melalui jalur klasik (kompleks antigen-antibodi), jalur lectin
(mannose binding lectin) ataupun jalur alternatif.
Peningkatan permeabilitas vaskuler lokal terjadi atas pengaruh anafilatoksin (C3a, C4a, C5a).
Aktivasi komplemen C3 dan C5 menghasilkan fragmen kecil C3a dan C5a yang merupakan
anafilatoksin yang dapat memacu degranulasi sel mast dan basofil untuk melepaskan
histamin. Histamin yang dilepas sel mast atas pengaruh komplemen, meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan kontraksi otot polos, memberikan jalan untuk migrasi sel-selleukosit serta keluarnya plasma yang mengandung banyak antibodi, opsonin dan komplemen
ke jaringan perifer tempat terjadinya inflamasi (Abbas dkk.,2010). Sel-sel ini akan melapisi
lumen pembuluh darah selanjutnya akan menyusup keluar pembuluh darah melalui sel-sel
endotel (Ward, 1993).
Aktivasi komplemen C3a, C5a dan C5-6-7 dapat menarik dan mengerahkan selsel fagosit
baik mononuklear dan polimorfonuklear. C5a merupakan kemoaktraktan untuk neutrofil yang
juga merupakan anafilatoksin. Makrofag yang diaktifkan melepaskan berbagai mediator yang
ikut berperan dalam reaksi inflamasi. Beberapa jam setelah perubahan vaskuler, neutrofil
menempel pada sel endotel dan bermigrasi keluar pembuluh darah ke rongga jaringan,
memakan patogen dan melepaskan mediator yang berperan dalam respon inflamasi.
Makrofag jaringan yang diaktifkan akan melepaskan sitokin diantaranya IL-1 (interleukin-1),
IL-6 dan TNF- (tumor necrosis factor-) yang menginduksi perubahan lokal dan sistemik.
Ketiga sitokin tersebut menginduksi koagulasi. IL-1 akan menginduksi ekspresi molekul
adhesi pada sel endotel sedangkan TNF- akan meningkatkan ekspresi selektin-E yangkemudian menginduksi peningkatan eksresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
7/16
Imunologi_Inflamasi Page 7
vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1). Neutrofil, monosit, dan limfosit mengenali
molekul adhesi tersebut dan bergerak ke dinding pembuluh darah selanjutnya bergerak
menuju ke jaringan. IL-1 dan TNF- juga berperan dalam memacu makrofagdan sel endotel
untuk memproduksi kemokin yang berperan pada influks neutrofil melalui peningkatan
ekspresi molekul adhesi. IFN- (interferon-) dan TNF- akanmengaktifkan makrofag dan
neutrofil yang dapat meningkatkan fagositosis dan pelepasan enzim ke rongga jaringan
(Abbas dkk., 2010).
Gambar 2. Mekanisme Terjadinya Inflamasi (Anonim, 2012)
Mediator-mediator inflamasi dalam keadaan normal akan didegradasi setelah dilepaskan dan
diproduksi secara serempak jika ada picuan. Selama proses inflamasi berlangsung, diproduksi
sinyal untuk menghentikan reaksi inflamasi. Mekanisme ini meliputi perubahan produksi
mediator proinflamasi menjadi mediator antiinflamasi antara lain antiinflamasi lipoxin,
antiinflamasi sitokin, transforming growth factor-(TGF-) dan perubahan kolinergik yang
menghambat produksi TNF pada makrofag.
Sistem tersebut dibutuhkan untuk mencegah terjadinya inflamasi yang berlebihan yang dapat
memicu kerusakan jaringan. Hal yang sama juga dapat terjadi ketika infeksi jaringan yang
terjadi terlalu besar dan respon inflamasi akut yang terjadi tidak mampu mengatasinya.
Proses inflamasi tersebut akan tetap berlangsung terus-menerus dan dapat memicu terjadinya
inflamasi kronis seperti yang terlihat pada Gambar 3,misalnya pada mekanisme penyakit
tukak lambung (Kumar dkk., 2005).
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
8/16
Imunologi_Inflamasi Page 8
Gambar 3. Dampak Imflamasi Akut (Kumar dkk., 2005)
Inflamasi diketahui berkontribusi pada patofisiologi dari banyak penyakit kronis.Ketika
proses inflamasi tersebut berlangsung secara terus menerus akan menyebabkan kerusakan
jaringan setempat dan fungsi jaringan menjadi terganggu bahkan dapat meluas sehingga
mengakibatkan kerusakan organ. Proses inilah yang kemudian akan mengakibatkan berbagai
macam penyakit (Kumar dkk., 2005). Interaksi antara sel dengan sistem imun bawaan, sistem
imun adaptif, dan mediator-mediator inflamasi menginisiasi terjadinya inflamasi yang
mendasari banyak penyakit pada organ (Libby,2007). Peningkatan ekspresi gen proinflamasi
dapat dipicu oleh adanya senyawa radikal dan faktor transkripsi.
Menurut Chung dkk. (2011), adanya faktor-faktor transkripsi seperti redoxsensitive
transcription factor, nuclear factor-kappaB (NF-B), dan forkhead box O(FOXO) memegang
peranan penting dalam ekspresi mediator-mediator proinflamasi.
Ekspresi gen proinflamasi IL-1, IL-6, TNF-, COX-2, lipooksigenase dan iNOS
ditingkatkan oleh redox-sensitive transcription factor, NF-B selama proses degenerasi sel.
IL-6 berkontribusi pada atropi neural, diabetes tipe 2 dan arterosklerosis. Mediatormediator
proinflamasi lain seperti molekul adhesi (VCAM-1, ICAM-1, P-selectin, dan E-selectin)
semuanya ditingkatkan oleh aktivasi NF-B dalam aorta selama proses tersebut. Proses
signaling cellular redox, misalnya protein kinase biasa diawali dengan transfer protein
tyrosine kinase/ protein tyrosine phosphatase (PTK/PTP). PTP dapat menginisiasi fosforilasi
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
9/16
Imunologi_Inflamasi Page 9
tirosin yang berkontribusi terhadap patogenesis penyakit seperti kanker dan diabetes
(Bouallegue dkk., 2009; Parkkila dkk., 2009). Aktivasi NF-B dapat merangsang ekspresi
mediator-mediator proinflamasi seperti COX-2, TNF-,iNOS dan molekul adhesi pada aorta
dan ginjal (Kim dkk., 2002) serta menginisiasi terjadinya inflamasi kronis (Rahman dkk.,
2004; Yu & Chung, 2006). Penghambatan mediator-mediator proinflamasi dan faktor
trankripsinya diperlukan dalam pengobatan penyakit yang terkait dengan inflamasi.
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
10/16
Imunologi_Inflamasi Page 10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Obat-obat antiinflamasi
Obat-obat antiinflamasi merupakan golongan obat yang memiliki aktivitas menekan
atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagai cara, yaitu dengan
menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel
leukosit ke daerah radang, dan menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat
pembentukannya (Robbert & Morrow, 2011).
Pada saat terjadi inflamasi, enzim fosfolipase akan diaktifkan dengan mengubah
fosfolipid yang terdapat pada jaringan menjadi asam arakhidonat seperti yang terlihat pada
Gambar 4. Asam arakhidonat sebagian akan diubah menjadi enzim siklooksigenase dan
seterusnya menjadi prostaglandin. Sebagian lain dari asam arakhidonat diubah oleh enzim
lipooksigenase menjadi leukotrien. Kedua zat tersebut ikut bertanggungjawab pada sebagian
besar gejala inflamasi (Tjay & Raharja, 2002).
Gambar 4. Biosintesis tromboxan, prostasiklin dan leukotrien (Borne dkk., 2008)
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
11/16
Imunologi_Inflamasi Page 11
Secara umum berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi dibagi menjadi dua
golongan yaitu golongan steroid dan golongan non steroid (Neal, 2006).
a.
Obat Anti in fl amasi Golongan Steroid
Obat antinflamasi steroid bekerja dengan mekanisme penghambatan sintesis
prostaglandin dan leukotrien dengan cara melepas lipokortin yang dapat menghambat
fosfolipase A2 pada sintesis asam arakhidonat seperti yang terlihat pada Gambar 5. (Higgs
dkk.,1974; Vane & Botting, 1987), sehingga bisa dikatakan bahwa steroid merupakan obat
antiinflamasi yang poten. Steroid pada dasarnya merupakan hormon atau senyawa endogen
yang secara alami dapat dihasilkan oleh tubuh untuk menjaga sistem homeostasis. Ketika
terjadi kondisi stress atau cidera, tubuh akan mensekresi hormon kortisol tetapi terdapat
kondisi tertentu dimana hormon ini tidak cukup untuk mengatasi rasa sakit yang timbul
sehingga diperlukan tambahan dari luar. Contoh obat-obat antiinflamasi golongan steroid
adalah kortison, hidrokortison, prednisolon, deksametason, dan lain-lain (Miller dkk., 2008).
Hormon steroid sering disebut juga kortikosteroid karena diproduksi oleh korteks adrenal
yang terletak di atas ginjal. Hormon ini terdiri dari dua macam yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Hormon glukokortikoid dapat memicu terjadinya apoptosis sel. Hormon
ini dapat menurunkan diferensiasi dan proliferasi sel-sel inflamatori sehingga dapat berperan
sebagai immunosupresan. Glukokortikoid dapat menghambat inflamasi dengan cara
mengaktivasi reseptor glukokortikoid yang menghambat ikatan antara nukleus dengan
proinflammatory DNA-binding transcription factor seperti activator protein (AP-1) dan
Nuclear factor (NF-B) (Karin, 1998; Ito dkk., 2000). Glukokortikoid diketahui dapat
menghambat pembentukan sitokin melalui jalur jak-STAT (Bianchi dkk., 2000).
Glukokortikoid juga berfungsi menstimulasi glukoneogenesis, sehingga penggunaannya
harus dibatasi pada penderita diabetes mellitus karena dapat menaikkan kadar gula darah.
Penguraian protein pada jaringan yang disebabkan oleh adanya glukokortikoid menyebabkan
berbagai efek samping berupa osteoporosis, penghambatan pertumbuhan pada anak-anak, dan
atrofi kulit (Thompson & Lippman, 1974; Bassam & Mayank, 2012)
Beberapa obat kortikosteroid juga memiliki efek mineralokortikoid.
Mineralokortikoid berfungsi untuk meregulasi reabsorpsi ion natrium dalam tubulus
ginjal dan meningkatkan pengeluaran ion kalium. Ketika natrium ditahan maka tubuh akan
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
12/16
Imunologi_Inflamasi Page 12
menjaga agar konsentrasi garam dalam tubuh tetap sama yaitu dengan menahan air.
Akibatnya volume cairan tubuh akan naik dan menyebabkan kenaikan tekanan darah. Sekresi
hormon ini juga memicu pelepasan renin yang mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin penyebab vasokontriksi sehingga dapat menyebabkan hipertensi (Miller dkk.,
2008).
Penggunaan obat-obat antiinflamasi golongan steroid tidak dapat dihentikan secara
tiba-tiba karena dapat menyebabkan insufisiensi adrenal dimana tubuh akan kekurangan
hormon kortisol. Ketika tubuh menerima tambahan hormon dari luar maka tubuh akan
merespon dengan mengurangi produksi hormon tersebut sehingga ketika pemakaiannya tiba-
tiba dihentikan maka tubuh belum siap untuk mensekresikannya kembali dalam keadaan
normal. Penghentian penggunaan obat-obat golongan ini dilakukan dengan menurunkan dosis
secara bertahap (Barnes & Adcock, 2009; Schwartz dkk., 1968; Szefler & Leung, 1997).
b. Obat Anti in f lamasi Golongan Non Steroid
Obat antiinflamasi golongan non steroid bekerja melalui mekanisme lain seperti
isoenzim COX-1 dan COX-2 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5. Enzim COX ini
berperan dalam memacu pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari asam arakhidonat.
Prostaglandin merupakan molekul pembawa pesan pada proses inflamasi. Inhibisi sintesisprostaglandin dalam mukosa lambung sering kali dapat menyebabkan kerusakan
gastrointestinal (dispepsia, mual, dan gastritis). Efek samping yang paling serius adalah
pendarahan gastrointestinal (Neal, 2006). Penghambatan enzim COX juga akan menghambat
sintesis tromboksan sehingga dapat menurunkan agregasi platelet. Pemberian obat pada dosis
yang rendah secara terus-menerus digunakan sebagai terapi pada penderita stroke untuk
mencegah terjadinya stroke berikutnya. Selain itu, penghambatan COX juga berakibat pada
peningkatan produksi leukotrien yang berperan dalam proses kontraksi pada bronkus
sehingga dapat memicu terjadinya asma (Roberts & Morrow, 2011).
Menurut Tjay & Raharja (2002), obat-obat antiinflamasi non steroid dapat
digolongkan menjadi:
Turunan asam salisilat : Aspirin, Salisilamid, Diflunisal.
Turunan 5-pirazolidindion : Fenilbutazon, Oksifenbutazon.
Turunan asam N-antranilat : Asam mefenamat, Asam flufenamat.
Turunan asam arilasetat : Natrium diklofenak, Ibuprofen, Ketoprofen.
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
13/16
Imunologi_Inflamasi Page 13
Turunan heteroarilasetat : Indometasin.
Turunan oksikam : Peroksikam, Tenoksikam.
Efek samping terhadap gastrointestinal terjadi karena penghambatan COX-1 sementara COX-
2 diketahui hanya disekresi ketika terjadi reaksi inflamasi, sehingga dikenallah golongan
inhibitor COX-2 selektif untuk mengatasi masalah efek samping tersebut. Penghambatan
COX-2 sendiri dapat berakibat pada peningkatan sekresi enzim COX-1 yang dapat
mengkatalisis pembentukan tromboksan yang berperan dalam meningkatkan agregasi platelet
termasuk agregasi platelet pada pembuluh arteri dan memicu terjadinya arteriosklerosis.
Gambar 5. Mekanisme Obat-Obat Antiinflamasi (Kumar dkk., 2005)
3. I ndometasin
Indometasin merupakan suatu senyawa turunan indol termetilasi seperti yang terlihat pada
Gambar 6. Efek antiinflamasi dicapai melalui mekanisme penghambatan enzim
siklooksigenase secara tidak selektif, obat ini juga diketahui dapat menghambat migrasi
leukosit polimorfonuklear (Caramis & Varonos, 1980; Roberts & Morrow, 2001). Obat ini
memiliki sifat antiradang yang lebih poten dan analgetik-antipiretik yang mirip dengan obat-
obat turunan salisilat. Efek analgetik dan antipiretik indometasin dicapai melalui kerja sistem
saraf pusat dan perifer (Roberts & Morrow, 2001). Gambar 6. Struktur Indometasin (Borne
dkk., 2008)
Indometasin banyak digunakan untuk mengatasi nyeri pada penyakit-penyakit seperti
osteoarthritis, rheumatoid arthritis, ankylosing spondyliti, bursitis, dan tendinitis. Dosis
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
14/16
Imunologi_Inflamasi Page 14
pemakaian Indometasin biasanya mulai dari 25 mg 3 kali sehari. Penggunaan indometasin
pada dosis tinggi memiliki efek samping seperti halnya obat-obat antiinflamasi non-steroid
yang lain. Efek samping tersebut antara lain gangguan pencernaan, reaksi anafilaksis,
dermatitis, hipersensitivitas, serta gangguan pada sistem saraf pusat. (Anonim, 2007;
Anonim, 2010). Indometasin dapat berinteraksi dengan beberapa obat antihipertensi, diuretik,
probenesid, dan penggunaan bersama antikoagulan oral dapat berpotensi meningkatkan
pendarahan saluran cerna (Roberts & Morrow, 2001).
4. Leukosit
Menurut Kelly (1984), leukosit terdiri dari dua tipe yaitu polimorfonuklear leukosit
(granulosit) dan mononuklear leukosit (agranulosit). Leukosit granuler dibagi menjadi
neutrofil, basofil, dan eosinofil, sedangkan leukosit agranuler dibagi menjadi dua yaitu
limfosit dan monosit. Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral
organisme terhadap zat-zat asing dengan memproduksi mediator-mediator kimia. Tubuh
menciptakan berbagai sistem yang dikembangkan untuk menangkap kemudian
menyingkirkan setiap bahan yang berhasil menghindari pertahanan luar.
Suatu sistem sel mampu mengikat, menelan, dan menghancurkan bahan asing melalui proses
yang dinamakan fagositosis (Brown, 1980).
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
15/16
Imunologi_Inflamasi Page 15
BAB IV
KESIMPULAN
Inflamasi (peradangan) merupakan reaksi kompleks pada jaringan ikat yang memiliki
vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun endogen. Dalam arti yang paling sederhana,
inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal
jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel
(Robbins, 2004).
Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat kimia, dan
pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein plasma dan
fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar dapat mengisolasi,
menghancurkan, atau menginaktifkan agen yang masuk, membersihkan debris dan
mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan (Corwin, 2008).
Inflamasi dibagi dalam 3 fase, yaitu inflamasi akut (respon awal terhadap cidera
jaringan), respon imun (pengaktifan sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan
untuk merespon organisme asing), dan inflamasi kronis.
Mekanisme terjadinya inflamasi secara umum yaitu Adanya rangsang iritan atau
cidera jaringan akan memicu pelepasan mediator-mediator inflamasi. Senyawa ini dapat
mengakibatkan vasokontriksi singkat pada arteriola yang diikuti oleh dilatasi pembuluh
darah, venula dan pembuluh limfa serta dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler pada
membran sel. Peningkatan permeabilitas vaskuler yang lokal dipengaruhi oleh komplemen
melalui jalur klasik (kompleks antigen-antibodi), jalur lectin (mannose binding lectin)
ataupun jalur alternatif dan Secara umum berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat
antiinflamasi dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan steroid dan golongan non steroid.
8/10/2019 MAKALAH IMUNOLOGI INFLAMASI.docx
16/16
Imunologi_Inflamasi Page 16
DAFTAR PUSTAKA