Tugas MOPK
Resume & Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Asma
Bronchiale
Di Ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat)
RSUD DR R Soetrasno Rembang
Dosen Pembimbing : Ardhian ID, S. Kep., Ns.
CI : Totok Arayanto, S. Kep
Disusun oleh:
1. Ismiaudia Frinawati (04.12.3207)
2. Kadek Mina Susanti (04.12.3209)
3. Nur Fadhila (04.12.3379)
4. Irmawati (04.12.3205)
5. Solihin (04.12.3227)
KONSENTRASI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2015
ii | A s m a B r o n k i a l
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah
SWT, atas terselesaikannya pembuatan paper seminar ini yang
berjudul Asma Bronkhial. Rasa terima kasih yang besar juga saya
ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu baik dari segi
moril maupun materil terhadap proses penyusunan paper ini.
paper sederhana ini adalah sebuah hasil dari perpaduan antara
beberapa literature yang kami cari. Secara umum pembahasannya
berisi tentang pengertian asma bronkhiale, etiologi, tanda & gejala,
dll. Melalui poin-poin yang kami coba buat dengan sebaik mungkin.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa masih ada kesalahan,
untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan,
terima kasih
Rembang, 17 April 2015
PENULIS
iii | A s m a B r o n k i a l
Daftar Isi
Cover i
Lembar Pengesahan . ii
Kata Pengantar ... iii
Daftar Isi .... iv
BAB I PENDAHULUAN .. 1
A. Latar Belakang . 1
B. Rumusan Masalah . 2
C. Tujuan Masalah . 2
D. Manfaat . 3
BAB II TINJAUAN TEORI . 4
BAB III TINJAUAN KASUS .. 27
BAB IV PEMBAHASAN ... 46
BAB V PENUTUP ... 47
A. Kesimpulan ... 47
B. Saran ... 47
Daftar Pustaka
1 | A s m a B r o n k i a l
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asthma Bronchial merupakan kelainan saluran napas kronik yang
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini
dapat terjadi pada berbagai usia, naik laki-laki maupun perempuan. Dalam
decade terakhir ini prevalensi Asthma Bronchial cenderung meningkat,
sehingga masalah penanggulangan asthma menjadi masalah yang menarik.
(Fazidah Aguslina Di Akses Tanggal 19/09/2012).
Angka kejadian asthma bervariasi diberbagai Negara, tetapi terlihat
kecenderungan bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya,
meskipun belakangan ini obat-obat Asthma banyak dikembangkan.
Dinegara maju angka kesakitan dan kematian karena asthma juga terlihat
meningkat. Tanggal 04 Mei 2004 ditetapkan oleh Global Initiavite In
Asthma (GINA) sebagai World Asthma Day (Hari Asthma se-Dunia).
Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO), penyandang Asthma di
dunia mencapai 100-150 juta orang. Jumlah ini diduga terus bertambah
sekitar 180 ribu orang per tahun.
Peningkatan penderita Asthma Bronchial juga terjadi di Indonesia,
penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan
kuesioner ISAAC (international Study On Asthma And Allergy In
Children) Tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asthma masih 2,1%, dan
meningkat tahun 2003 menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%.(Arief.B Di
Akses Tanggal 19/09/2012).
Asthma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa
disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asthma tidak
menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan
berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor
ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergi yang
menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu
2 | A s m a B r o n k i a l
serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi
pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi
problem tersendiri. Adapun dampak yang ditimbulkan akibat penyakit
Asthma Adalah Gagal Nafas, Pneumotoraks, Atelektasis, Emfisema,
Bronkitis, Hipoksemia.
Menurut Data Dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli pada tahun
2011 Adapun jumlah penyakit asthma adalah 582 jiwa, Tahun 2012 terjadi
peningkatan penyakit Asthma Bronchial 865 jiwa. Khususnya Untuk
wilayah Puskesmas Galang pada tahun 2010 penyakit Asthma Bronchial
349 jiwa, Tahun 2011 terjadi peningkatan penyakit Asthma Bronchial 422
jiwa, dan pada tahun 2012 Periode Januari sampai Juni jumlah penderita
Asthma Bronchial 146 jiwa.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan kami kemukakan adalah :
1. Seperti Apa Konsep Teori Asma Bronkhiale?
2. Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Asma
Brinkhiale?
C. Tujuan
I. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan laporan pendahuluan ini adalah
untuk mempermudah pembaca agar lebih mengerti mengenai
penyakit asma bronkhiale serta bagaimana perbandingan antar
penerapannya di lapangan dengan teori yang ada
II. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari laporan pendahuluan ini adalah :
- Pembaca dapat mengerti definisi dari asma bronkhiale
- Pembaca dapat mengerti etiologi dari asma bronkhiale
- Pembaca dapat mengerti tanda & gejala dari asma bronkhiale
3 | A s m a B r o n k i a l
- Pembaca dapat mengerti nursing pathway dari asma bronkhiale
- Pembaca dapat mengerti pemeriksaan penunjang dari asma
bronkhiale
- Pembaca dapat mengerti prognosis dari asma bronkhiale
- Pembaca dapat mengerti komplikasi dari asma bronkhiale
- Pembaca dapat mengerti penatalaksanaan dari asma bronkhiale
- Pembaca dapat mengerti asuhan keperawatan dari asma
bronkhiale
D. Manfaat
1. Bagi rumah sakit : diharapkan apa yang tertuang di dalam laporan
pendahuluan ini dapat digunakan sebaik-baiknya guna menambah
literature untuk pemberian pelayanan bagi pasien dengan asma
bronchial.
2. Bagi mahasiswa : diharapkan literature ini dapat menjadi panduan
untuk mengetahui lebih jelas apa itu asma bronkhiale dan bagaimana
penanganannya.
3. Bagi pembaca lainnya : diharapkan literature ini dapat memberi
informasi lebih tentang asma bronkhiale dan dapat mengatasai keluhan
yang timbul dengan cara memahami bagaimana penanganan yang tepat
bagi penderita asma bronkhiale.
4 | A s m a B r o n k i a l
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. KONSEP DASAR PENYAKIT (MEDIS)
A. Definisi
Asma Bronkhial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya
respon trakea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan
(the Aamerican Thoraccic Society, 1962).
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif
terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001)
Asma bronchial adalah suatu penyakit pernapasan dimana terjadi
penigkatan respon saluran pernapasan yang menimbulkan reaksi
obstruksi pernapasan akibat spasme otot polos bronkus. (Sjaifoellah,
2001: 21)
Asma bronchial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai
oleh spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi
aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. (Elizabeth, 2000: 430)
Asma bronchial adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial
yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme
yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang
dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black:
1996).
Dari berbagai deinisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma
bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang
bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus,
reaksi obstruksi akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran
5 | A s m a B r o n k i a l
udara, dan penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan
hiperaktivitas bronkus yang khas.
B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui.
Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati
adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik),
gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan
hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap
alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti
yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik. Ada beberapa hal
6 | A s m a B r o n k i a l
yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar
dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
3. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contohnya: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,
bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Contoh: makanan dan obat-obatan.
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh: perhiasan, logam dan jam tangan.
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
7 | A s m a B r o n k i a l
Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Tanda & Gejala
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial menurut
Suzanne Smeltzer (2001: 612) adalah batuk, dispnea, dan mengi. Biasanya
pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,
gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini
adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita
ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai
bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang
8 | A s m a B r o n k i a l
timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan
kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal .
Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.
Selain gejala tersebut, ada beberapa gejala menyertainya :
1. Takipnea
2. Gelisah
3. Diaphorosis
4. Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan
5. Fatigue ( kelelahan)
6. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara.
7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada
disertai pernafasan lambat.
8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi
9. Sianosis sekunder
10. Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia,
dan pelebaran tekanan nadi.
11. Seragan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan
dapat hilang secara spontan.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi
paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun
dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
9 | A s m a B r o n k i a l
Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III:
Tanpa keluhan.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
Obstruksi jalan nafas.
Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali.
4. Tingkat IV :
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi
jalan nafas.
5. Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa
serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai.
Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas
yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran,
penderita tampak letih, takikardi.
10 | A s m a B r o n k i a l
D. Nursing Pathway
Factor ekstrinsik (alergik) debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
(antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. faktor intrinsic (non allergic) udara
dingin atau, infeksi saluran pernafasan dan emosi. Genetik. Lingkungan kerja.
Aktifitas berlebih
Reaksi antigen dan antibody
Relase vasoactive substance (histamine bradikinin, anafilatoxin)
kontriksi otot polos Permeabilitas kapiler sekresi mukus
bronchospasme 1)
Kontraksi otot polos produksi mukus
2)
Edema mukosa
3)
Hipersekresi
Obstruksi saluran nafas
Hipoventilasi, Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru,
gangguan difusi gas di aveoli
Hipoxemia
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Kerusakan
pertukaran gas
11 | A s m a B r o n k i a l
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.
b. Uji Provokasi bronkus
Menurut Heru Sundaru dalam bukunya H.Slamet Sogiono, dkk
(2001: 24-25) Dilakukan jika spirometri normal, maka dilakukan uji
provokasi bronkus dengan allergen, dan hanya dilakukan pada pasien
yang alergi terhadap allergen yang di uji.
c. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug.
12 | A s m a B r o n k i a l
d. Pemeriksaan Coninofit total
e. Uji kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
f. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan
dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran
yang terjadi pada empisema paru yaitu :
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right
axis deviasi dan clock wise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni
terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
g. Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum
Pemeriksaan Ig E dalam serum juga dapat membantu
menegakkan diagnosis asma, tetapi ketetapan diagnosisnya kurang
karena lebih dari 30 % menderita alergi.
h. Foto dada ( scanning paru)
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada
paru-paru.
i. Analisis gas darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada
darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
13 | A s m a B r o n k i a l
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
F. Prognosis
Pada umunya bila segera ditangani dengan adekuat prognosa
adalah baik.
Asma faktor imunologi (faktor ektrensik) yang muncul semasa
kecil prognosanya lebih baik daripada yang muncul semasa
dewasa.
Angka kematian meningkat bila tidak ada fasilitas kesehatan yang
memadai.
G. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Arief Mansjoer (2000: 477) yang
mungkin timbul adalah :
a. Pneumo thoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga
pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.
Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi
dapat menyebabkan kegagalan nafas.
Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang
asam tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang
dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus,
pembengkakan bronkhiolus, dan m ukus yang kental. Situasi ioni dapat
menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya teklanan untuk
melakukan ventilasi.
b. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma berarti udara,
juga dikenal sebagai emfisema mediastinum, yaitu suatu kondisi
dimana udara hadir di mediastinum . Pertama dijelaskan pada 1819
oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan olehtrauma fisik atau
14 | A s m a B r o n k i a l
situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran
udara atau usus ke dalam rongga dada .
c. Emfisema subkutis
d. Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau
akibat pernafasan yang sangat dangkal.
e. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh
jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat.
Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya,
misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk
menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi
alergi terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang menyebabkan
peradangan pada saluran pernafasan dan kantong udara.
f. Bronkopulmonar alergik
g. Gagal nafas
h. Bronchitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan
bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil
(bronchiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi
peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu
batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang
berlebihan, atau merasa sulit bernafas karena sebagian saluran udara
menjadi sempit oleh adanya lendir.
i. Fraktur iga
H. Penatalaksanaan
15 | A s m a B r o n k i a l
Menurut Internasional consensus report or diagnisis and treatment
of asthma penatalaksanaan asma bronchial terdiri atas :
1. Edukasi penderita
2. Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara objektif dengan
mengukur fungsi paru
3. Menghindari pengobatan jangka panjang ntuk pencegahan
4. Merencanakan pengobatan untuk serangan akut
5. Menghindari dan mengendalikan pencetus asma bronchial
6. Penanganan lanjutan secara teratur
Adapun penatalaksanaan menurut pendapat lain terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Pengobatan farmakologik
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam
2 golongan :
1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).
Nama obat :Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec) dan
Terbutalin (bricasma).
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk
tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan:
MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk
halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma
Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec,
brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya
dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat :Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin
Retard) dan Teofilin (Amilex).
16 | A s m a B r o n k i a l
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan
simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila
kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai
pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan
langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang
lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai
sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara
pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum
teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat
pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma
alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-
sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti
kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari.
Keuntungnan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
2. Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus.
Pemberian cairan.
Fisiotherapy.
Beri O2 bila perlu.
17 | A s m a B r o n k i a l
2. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Dongoes (1999: 152) teoritis asuhan keperawatan pada asma
bronchial meliputi:
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Keltihan, kelemahan, malaise, ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas,
ketidakmampuan untuk tidur (perlu tidur dalam keadaab duduk
tinggi), dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas
atau latihan.
Tanda: Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum,/ kehilangan
masa otot.
b. Sirkulasi
Gejala: Pembengkakan pada ekstermitas bawah
Tanda: Peningkatan TD, peningkatn frekiuensi jantung/ takikardi
berat (disritmia), distensi vena leher, edema dependen (tidak
berhubungan dengan penyakit jantung), bunyi jantung redup.
c. Integritas Ego
Gejala: Peningkatan faktor resiko, perubahan pola tidur.
Tanda: Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d. Makanan dan Cairan
Gejala: mual, muntah, ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernapasan.
18 | A s m a B r o n k i a l
Tanda: Turgor kulit bengkak, edema dependen, berkeringat,
penurunan berat badan, penurunan massa otot/ lemak subkutan
(emfisema), palpasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali.
e. Higiene
Gejala: Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda: Kebersihan buruk, bau badan.
f. Pernapasan
Gejala: Napas pendek, khisunya saat kerja, cuaca atau episode
berulangnya napas, dada rasa tertekan, ketidakmampuan untuk
bernapas lapar udara kronis, riwayat pneumonia berulang, terpajan
dalam polusi kimia/ iritan peranapasan dalam jangka panjang atau
debu/ asap, faktor keluarga atau keturunan, penggunaan oksigen pada
malam hari atau terus menerus.
Tanda:
Pernapas: biasanya cepat, fase ekspirasi memanjag, penggunaan
obat Bantu napas.
Perkusi: hiperresonan, kesulitan bicara, kalimat lebih dari 4 atau
5 sekaligus.
g. Keamanan
Gejala: Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/ faktor
lingkungan, adanya/ berulangnya infeksi, kemerahan/ berkeringat.
h. Seksualitas
Gejala: Penurunan libido.
i. Interaksi Sosial
19 | A s m a B r o n k i a l
Gejala: Hubungan ketergantungan, kurangnya system pendukung
(kegagalan dukungan diri/ terhadap pasangan/ orang terdekat),
penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda: Ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara
karena distress pernapasan, keterbatasan mobilitas fisik.
j. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala: Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan
menghentikan merokok, penggunaan alcohol, kegagalan untuk
membaik
B. Diagnosa keperawatan
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d bronkospasme,
peningkatan produksi secret (secret tertahan tebal, sekresi kental),
penurunan energi atau kelemahan ditandai dengan kesulitan
bernapsa, perubhan kedalaman/ kecepatan pernapasan, penggunaan
otot aksesori, bunyi napas tidak normal (mis: mengi (ronki
krekels), batuk, (menetapa), dengan atau tanpa produksi sputum).
2. Kerusakan pertukaran gas b/d ganguan suplai oksigen ( obstruksi
jalan napas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara),
kerusakan alkoli di tandai dengan despanea, bingung, gelisah,
ketidak mmpuan, membuang secret, nilai GDA tak normal
(hitoksia dan hiperkapnea), perubahan tanda vital, penurunan
toleransi terhadap aktivitas.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d dispnea,
kelemahan, efek samping obat atau produksi sputum atau
anoreksia, mual atau muntah ditandai dengan penurunan berat
badan atau kehilangan masa otot, tunus otot buruk atau,
20 | A s m a B r o n k i a l
kelemahan, gangguan senasi pengecap, keengganan untuk makan
(kurang tertarik pada makanan).
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan
(penurunan kerja silya, mantapnya secret), tidak adekuatnya
imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada
lingkungan), proses penyakit kronis Atau malnutrisi.
5. Koping individu tidak efektif b.d kurang sosialisasi, ansietas,
depresi, kurang informasi/ tidak mengenal sumber informasi, salah
mngerti tentang informasi, kurang mengingat/ keterbatasan
kognitif ditandai dengan pertanyaan tentang informasi, pernyataan
maslah/ kesalahan konsep, tidak akurat mengikuti instruksi,
terjadinya komlpikasi yang dapat dicegah.
C. Intervensi keperawatan
Diagnosis 1
Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas, mis: mengi,
krekels, ronki.
Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan opstruksi
jalan napas dan dapat atau tak dimaniprestasikan adanya bunyi napas
adventesus, mis : penyebaran atau krekels basah (bronchitis bunyi
nafas teredup dengan ekpresi mengik (empesema), atau tak pedanya
adanya bunyi napas (napas berat)
Kaji atau pantau prekuesi fernapasan. Catat rasio inspirasi atau
ekspirasi
Rasional: pernapasan dapat merambat dan perekuinsi ekspirasi
memanjang di banding inspirasi..
Pertahankan polusi lingkungan minuman, mis : debu asap dan bulu
bantal yang berhubungn dengan kondisi individu
21 | A s m a B r o n k i a l
Rasional: Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat
mentriger episode akut.
Dorong/ Bantu latihan napas abdomen/bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dipnea dan menurunkan jebakan udara.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000ml/ hari sesuai toleransi
jantung. Memberikan air hangat.
Rasional: Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,
mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan
spasme bronkus.
Kolaborasi
Berikan humidifikasi tambahan, mis: Nebuliser ultranik, humidifier
aerosol ruangan.
Rasional: kelembaban menurunkan kekentalan secret mempemudah
pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/ mencegah
pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
Awasi/ buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada.
Rasional: Membuat dasar untuk pengawasan kemajuan /
kemunduran proses penyakit dan komplikasi.
Diagnosis 2
Tinggikan kepala tempat tidur, Bantu pasien untuk memilih posisi
yang nyaman untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau
napas bibir sesuai kebutuhan individu.
Rasional: pengiriman oksigen dapt diperbaiki dengan posisi duduk
tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas,
dispnea, dan kerja napas.
Kaji/ awasi secar rutin kulit dan warna membrane mukosa
22 | A s m a B r o n k i a l
Rasional: Sianosis mungkin perifer (terlihat sekitar bibir/ daun
telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
Dorong pemgeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
Rasional: Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan
dibutuhkan jika batuk tidak efektif.
Palpasi Fremirus
Rasional: Penurunangetaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan
atau udara terjebak.
Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
Rasional: Selama distress pernapasan berat / akut/ refraktori pasien
secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena
hipoksemia dan dispnea.
Kolaborasi
Kaji pemeriksaan laboratorium
Rasional: Mengevaluasi/ mengatsi kekurangan dan mengawasi
keefektifan terapi nutrisi.
Berikan oksigen tambahn selam makn sesuai indikasi
Rasional: menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk
makan meningkatkan masukan.
Diagnosis 3
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Ctat derajat
kesulitan makan.
Rasional: pasien distress pernapasn akut sering anoreksia karena
dispnea, produksi sputum, dan obat.
Auskultasi bunyi usus
23 | A s m a B r o n k i a l
Rasional: Penurunan/ hipoaktif bising usus menunjukan penurunan
motilitas gaster dan konstipasi yang berhubungan dengan pembatasan
masukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktiviutas, dan
hipoksemia.
Berikan perwata oral dengan sering, buang secret, berikan wadah
khusus untuk sekali pakai dan tisu.
Rasional: Rasa tak enak, baud an penbampilan adalah pencegah
utama terhadap nafsu makn dan dapat membuat mual dan muntah
dengan penigkatan kesulitan napas
Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah
makan.Berikan makan porsi kecil tapi sering.
Rasional: Membantu menurunka kelemahan selam waktu makan
dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori
total.
Kolaborasi
Konsul ahli gizi nutrisi pendukung tim untuk memberikan
makanan yang mudah dicerna, secra nutrisi seimbang.
Rasional: Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada
situasi/ kebutuhan individu untuk memberikan nutsisi maksimal
dengan upaya minimal pasien/ penyalahgunaan energi.
Kaji pemerikasaan laboratorium
Rasional: Mengevaluasi/ mngatasi kekurangan dan mengawasi
keefektifan terapi nutrisi.
Diagnosis 4
Awasi shu
Rasional: Demam dapt terjadi karena infeksi / dehidrasi
24 | A s m a B r o n k i a l
Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahn posisi sering
dan masukan cairan adekuat.
Rasional: Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran
secret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru.Observasi
warna, karakter, bau sputum.
Observasi warna,m karakter, bau sputum.
Rasional: Secret berbau, kuning, atau kehijauan menunjukan adanya
infeksi paru.
Tunjukan dan Bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
Rasional: Mencegah penyebaran phatogen melaui cairan.
Dorong keseimbangan antar aktivitas dan istirahat.
Rasinonal: Menurunkan konsumsi/ kebutuhan keseimbangan oksigen,
memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan
penyembuhan.
Kolaborasi
Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk
pewarnaan kuman gram, kultur/ sensitivitas.
Rasional: Dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab
dan kerentanan terhadap berbagai antimicrobial.
Berikan antimicrobial sesuai indikasi
Rasional: Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi
dengan kultur dan sesnitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena
risiko tinggi.
Diagnosis 5
Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individual. Dorong
pasien/ orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan.
Rasional: Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan
partisipasipada perencanaan pengobatan.
25 | A s m a B r o n k i a l
Instruksikan/ kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif,
dan latihan kondisi umum.
Rasional: Napas bibir dan napsa abdominal/ diafragmatik
menguatkan otot pernapasan, membantu meminimalkan kolaps jalan
napas kecil, dan memberikan individu arti untuk mengontrol 25yspnea.
Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot
dan rasa sehat.
Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler.
Rasional: Pemberian obat ynang tepat meningkatlkan penggunaan
dan keefektifan.
Tekankan pentingnya perawtan oral/ kebersihan.
Rasional: Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat
menimbulkan infeksi saluran naas atas.
Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan rokok
pada pasien dan orang terdekat.
Rasional: Penghentian merokok dapat menghambat/ memperlambat
kemajuan PPOM.
Berikan Informasi tentang pembatasan aktivitas .
Rasional: Mempunyai pengetahuan ini dapat memampukan pasien
untuk membuat pilihan/ keputusan informasi untuk menurunkan
25yspnea.
3. Evaluasi
Diagnosis 1
Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi napas bersih/
jelas.
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas,
mis: Batuk efektif dan mengeluarkan secret.
Diagnosis 2
26 | A s m a B r o n k i a l
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan
adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernapasan.
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat
kemampuan/ situasi.
Diagnosis 3
Menunjukkan penigkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
Menunjukka perilaku/ perubahan; pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
Diagnosis 4
Menyatakan pemahaman penyebab/ faktor resiko individu.
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan risiko
infeksi
Menunjukkan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
Diagnosis 5
Menyatakan pemahaman kondisi/ Proses penyakit dan tindakan.
Mengidentfikasi hubungan tanda/ gejala yang ada dari proses
penyakit dan menghubungkan dengan faktor p-enyebab.
Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.
D. Implementasi keperawatan
E. Evaluasi keperawatan
27 | A s m a B r o n k i a l
BAB III
TINJAUAN KASUS
KASUS
Klien datang ke IGD hari Kamis, 5 Februari 2015 jam 10.00 WIB dengan
keluhan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu dan terasa lebih berat saat kambuh
dimalam hari. Sebelum dibawa ke IGD pasien menggunakan inahaler untuk
mengatasi sesak yang dialaminya namun tak kunjung membaik. Klien mengeluh
tubuhnya terasa lemas dan susah untuk beraktivitas. Klien tampak diaforesis,
pernafasan kusmaul, ekspirasi lebih panjang dibanding inspirasi. Dari auskultasi
dada, terdengar bunyi ngiik terdengar pada inspirasi maupun ekspirasi.
Terdengar juga suara ronchi pada inspirasi maupun ekspirasi. Klien mengatakan
memiliki kebiasaan merokok sejak muda, dalam sehari klien dapat menghabiskan
2-5 batang rokok. Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit asma TD : 120/70
mmHg, N : 98 x/menit, RR : 32 x/menit, S : 37C. CRT : < 3 detik, turgor kulit
elastis.
28 | A s m a B r o n k i a l
TRAUMA NON TRAUMA BEDAH NON BEDAH
MATERNITAS PAEDIATRIC JIWA LAIN-LAIN
AIRWAY BREATHING CIRCULATION GCS
BERSIH NORMAL HIPOTENSI M : 6
SUMBATAN PARTIAL WHEEZING HIPERTENSI E : 4
SUMBATAN TOTAL RONCHI TAKIKARDIA V : 5
LAIN-LAIN RETRACTION BRADIKARDIA
NASAL FARING PERDARAHAN BANYAK
ABN POSITION PUCAT/PALLOR
SIANOSIS CAPILLARY REFFIL LAMBAT NORMAL
MERAH
GAWAT DARURAT
Respirasi >30x/mnt
Tidak ada Nadi radialis
Tidak sadar/ Penurunan
Tekanan
Darah
Capilari refil >2 detik
KUNING
TDK GAWAT
DARURAT GAWAT
TDK DARURAT
Respirasi
29 | A s m a B r o n k i a l
ASSMEN IGD
DEWASA
NAMA : Tn. S L
TGL LAHIR : 1 Januari 1939
NO RM : 356707
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Riwayat Penyakit Sekarang Klien datang ke IGD hari Kamis, 5 Februari 2015 jam 10.00
WIB dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu dan terasa lebih berat saat kambuh dimalam
hari. Klien juga mengeluh batuk berdahak sejak seminggu yang lalu. Sebelum dibawa ke IGD pasien
menggunakan inahaler untuk mengatasi sesak yang dialaminya namun tak kunjung membaik. Klien
mengeluh tubuhnya terasa lemas dan susah untuk beraktivitas. Klien tampak diaforesis, pernafasan
kusmaul, inspirasi lebih panjang dibandingkan ekspirasi. Dari auskultasi dada, terdengar bunyi
ngiik terdengar pada inspirasi maupun ekspirasi. Terdengar juga suara ronchi pada inspirasi
maupun ekspirasi. Klien mengatakan memiliki kebiasaan merokok sejak muda, dalam sehari klien
dapat menghabiskan 2-5 batang rokok. Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit asma TD :
120/70 mmHg, N : 98 x/menit, RR : 32 x/menit, S : 37C. CRT : < 3 detik, turgor kulit elastis
Dilakukan secara : autoanamnesa
Apakah pasien menghendaki privasi dari petugas lain? Tidak
Apakah pasien menghendaki privasi dari keluarga? Tidak
Apakah pasien menghendaki privasi dari pasien lain? Ya
Apakah pasien bersedia didokumentasi (difoto/direkam)? Ya
Riwayat Penyakit :
Pernah dirawat di RS : Belum pernah
Riwayat Penyakit Dahulu : Asma
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah Kesadaran : Composmentis GCS : M :6 E:4 V:5
TTV : TD : 120/70 mmHg, Nadi : 98 x/menit, RR : 32 x/menit, S : 37C, BB : 63 kg, TB : 168 cm
Kepala
Inspeksi : wajah simetris antara kanan dan kiri, bentuk kepala mesochepal, rambut : persebaran
rambut merata, mata : konjungtiva anemis -/-, sclera berwarna putih, hidung : bersih, telinga simetris
ka=ki, mulut: mukosa bibir kering, gigi : utuh & berwarna kekuningan.
Palpasi : tidak ada massa, tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan.
Mata
Inspeksi : bola mata simetris, konjonctiva dan seklera tidak ditemukan icterik, reaksi pupil terhadap
cahaya normal tidak isocor.
30 | A s m a B r o n k i a l
Telinga
Inspeksi : tidak ditemukan lesi maupun massa, tidak ditemukan adanya peradangan ataupun benda
asing, telinga kanan dan kiri simetris.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Hidung
Inspeksi : lubang hidung simetris, terdapat bulu hidung, tidak ditemukan cairan hidung
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada hidung
Mulut
Inspeksi :
Bibir : tidak ada sianosis, tidak ada ulkus
Mukosa oral : tidak ada stomatitis
Gigi : klien tidak menggunakan gigi palsu, tidak ditemukan karies gigi
Gusi : tidak terdapat gingi vitis
Lidah : tidak terdapat ulkus, tidak ada kelainan palatum.
Leher
Inspeksi : tidak ada pembengkakan kenlenjar tiroid, tidak ada massa, warna kulit sama dengan warna
kulit sekitar.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Dada dan Paru
Inspeksi : ekspansi paru simetris, dada simetris antara kiri dan kanan, pernafasan : cepat dangkal,
ekspansi paru simetris, sifat bernafas : pernafasan dada.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat massa, ekspansi paru simetris, frekuensi pernafasan :
32x/menit, irama
Perkusi : bunyi jantung ICS IV lub, ICS II dub, suara paru wheezing
Abdomen
Inspeksi : bentuk perut : buncit, umbilikus menonjol, warna kulit perut sama dengan warna kulit lain
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak ada massa, tidak ada penumpukan cairan pada
rongga abdomen
Auskultasi : peristaltic usus 12x/menit.
Perkusi : suara timpani, tidak ada acites
Genetalia : tidak terkaji
Ekstremitas atas
Tangan
Kekuatan otot ekstremitas atas 5 5
Inspeksi : persebaran rambut pada tangan merata, tidak ada lesi, tidak ada dislokasi, tidak ada oedem,
pergerakan ekskremitas bebas, capillary reffil time < 3 detik
31 | A s m a B r o n k i a l
Pengkajian Resiko Jatuh (Morse Fall Scale)
No Item Skala skor
1 Ada riwayat jatuh dalam 3 bulan terakhir
Tidak
Ya
0
25
0
2 Diagnosis skunder
Tidak
Ya
0
15
0
3 Alat bantu gerak
Tanpa alat bantu/bedrest/bantuan perawat
Walker/kruk/tongkat
0
15
30
0
4 Terapi IV/memakai heparin/pengercer darah
Tidak
Ya
0
20
20
5 Cara berjalan/berpindah tempat
Normal/bedrest/kursi kursi roda
Lemah
terganggu
0
10
20
10
6 Status mental
Oritntasi baik
0
0
Faktor Sosial, Budaya, Psikologis, Ekonomi
Pendidikan : SD
Bahasa Sehari-hari : Jawa
Agama/Kepercayaan : Islam
Kendala : Tidak ada
Gangguan Kejiwaan : Tidak ada
Palpasi : tugor kulit elastis , capillary reffil time < 3 detik
Ekstremitas bawah
Kaki
Kekuatan otot ekstremitas bawah 5 5
Inspeksi : tidak ada fraktur, tidak ada lesi.
Palpasi : akral teraba hangat
32 | A s m a B r o n k i a l
Disorientasi 15
Skor total 30
0-24 Resiko Rendah
25-45 Resiko Sedang
> 45 Resiko Tinggi
ASSEMEN NYERI (Numeric Rating Scale)
Interpretasi Nyeri
Skala Tingkat Nyeri
0 Tidak Nyeri
1 s/d 3 Nyeri Ringan
Mengeluh nyeri, aktivitas sedikit terganggu
4 s/d 6 Nyeri sedang
Mengganggu aktifitas secara signifikan
7 s/d 10 Nyeri Berat
Sama sekali tidak bisa melakukan aktivitas
Pasien merasa nyeri : tidak
Nyeri muncul saat : -
Pasien menyatakan nyeri pada skala : 0/10
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hemoglobin 17,3 gr/dl 13,2-17,3
Leokosit 10,3 Ribu/mm3
3,8-10,6
Eosinofil % - % 1-3
33 | A s m a B r o n k i a l
Basophil % - % 0-1
Neotrofil segmen % 71,5 % 50-70
Limfosit % 25,9 % 24-40
Monosit % 2,5 % 2-8
Hematocrit 45,0 gr/dl 40-52
Trombosit 155 Ribu/mm3 150-440
Eritrosit 5 Juta/mm3 3,8-58
GDS 99 gr/dl 70-115
Diagnosa Kerja : Asma Bronkhial
Hasil Konsultasi Spesialis : -
Terapi :
No Nama Dosis Cara
Pemberian
Indikasi
1 Oksigen 3 liter/menit Inhalasi Perubahan pola
nafas
2 Nebulizer
(Salbutamol)
3x2,5 mg inhalasi Mencegahan
serangan asma
3 *Infus RL + **drip
aminophilin
24 mg (10
tpm)
IV *resusitasi cairan
**mencegah
gejala asma
4 Dexamethasone 3x1 mg IV Anti inflamasi &
anti alergi
34 | A s m a B r o n k i a l
Data fokus
Data Subyektif Data Obyektif
Klien mengeluh sesak nafas
sejak 3 hari yang lalu, dan terasa
lebih berat saat kambuh
dimalam hari.
Klien mengeluh tubuhnya terasa
lemas dan susah untuk
beraktifitas.
Klien mengatakan memiliki
kebiasaan merokok sejak muda,
dalam sehari klien dapat
menghabiskan 2-5 batang
rokok.
Klien mengatakan memiliki
riwayat penyakit asma.
Klien tampak diaforesis.
Pernafasan kusmaul.
Ekspirasi lebih panjang
dibandingkan inspirasi.
Auskultasi dada :
Terdengar bunyi ngiik,
terdengar pada inspirasi
maupun ekspirasi.
Terdengar bunyi ronchi pada
saat inspirasi maupun
ekspirasi
TTV : TD : 120/70 mmHg, N :
98x/menit, RR : 32x/menit, S :
37C
CRT :
35 | A s m a B r o n k i a l
dapat menghabiskan 2-5
batang rokok.
Klien mengatakan memiliki
riwayat penyakit asma.
DO :
Klien tampak diaforesis.
Pernafasan kusmaul.
Ekspirasi lebih panjang
dibandingkan inspirasi.
Auskultasi dada :
Terdengar bunyi
ngiik, terdengar
pada inspirasi maupun
ekspirasi,.
Terdengar bunyi
ronchi pada saat
inspirasi maupun
ekspirasi
TTV : TD : 120/70 mmHg, N
: 98x/menit, RR : 32x/menit,
S : 37C
DS :
Klien mengeluh sesak nafas
sejak 3 hari yang lalu, dan
terasa lebih berat saat kambuh
dimalam hari.
Klien mengeluh tubuhnya
terasa lemas dan susah untuk
beraktifitas.
Hiperventilasi Ketidakefektifan Pola
Nafas
36 | A s m a B r o n k i a l
Klien mengatakan memiliki
kebiasaan merokok sejak
muda, dalam sehari klien
dapat menghabiskan 2-5
batang rokok.
Klien mengatakan memiliki
riwayat penyakit asma.
DO :
Klien tampak diaforesis.
Pernafasan cepat dan dangkal.
Ekspirasi lebih panjang
dibandingkan inspirasi.
Auskultasi dada :
terdengar bunyi ngiik,
terdengar pada inspirasi
maupun ekspirasi,.
Terdengar bunyi ronchi
pada saat inspirasi
maupun ekspirasi
TTV : TD : 120/70 mmHg, N
: 98x/menit, RR : 32x/menit,
S : 37C
Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas behubungan dengan mucus dalam
jumlah berlebih ditandai dengan :
DS :
Klien mengeluh sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, dan terasa lebih
berat saat kambuh dimalam hari.
37 | A s m a B r o n k i a l
Klien mengatakan memiliki kebiasaan merokok sejak muda, dalam
sehari klien dapat menghabiskan 2-5 batang rokok.
Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit asma.
DO :
Pernafasan kusmaul.
Ekspirasi lebih panjang dibandingkan inspirasi.
Auskultasi dada :
Terdengar bunyi ngiik, terdengar pada inspirasi maupun
ekspirasi,.
Terdengar bunyi ronchi pada saat inspirasi maupun
ekspirasi
TTV : TD : 120/70 mmHg, N : 98x/menit, RR : 32x/menit, S :
37C
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan :
DS :
Klien mengeluh sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, dan terasa lebih
berat saat kambuh dimalam hari.
Klien mengeluh tubuhnya terasa lemas dan susah untuk
beraktifitas.
Klien mengatakan memiliki kebiasaan merokok sejak muda, dalam
sehari klien dapat menghabiskan 2-5 batang rokok.
Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit asma.
DO :
Klien tampak diaforesis.
Pernafasan cepat dan dangkal.
38 | A s m a B r o n k i a l
Inspirasi lebih panjang dibandingkan ekspirasi.
Auskultasi dada : terdengar bunyi ngiik, terdengar pada inspirasi
maupun ekspirasi.
TTV : TD : 120/70 mmHg, N : 98x/menit, RR : 32x/menit, S :
37C
Intervensi keperawatan
NO DIAGN
OSA
NOC NIC RASIONAL
1 Ketidak-
efektifan
bersihan
jalan
nafas
Respiratory status :
airway patency
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x2 jam,
diharapkan status
pernafasan klien dapat
optimal, dengan kriteria
hasil :
Berkurang atau
hilangnya sumbatan
pada jalan nafas
Frekuensi pernafasan
normal 16-24x/menit
Tidak ada keluahan
sesak
Airway
Management
Kaji status
pernafasan klien
(adanya
sumbatan jalan
nafas dll.)
Buka jalan nafas
(melonggarkan
pakaian)
Posisikan klien
berbaring
dengan posisi
semi fowler
Kolaborasi
dengan dokter
untuk
pemberian
terapi medikasi :
O2 3 l/menit
Nebulizer
Untuk
mengetahui
status
pernafasan klien
dan apakah ada
sumbatan jalan
nafas.
Dilakukan
dengan
auskultasi
dinding dada
Membuka jalan
nafas dapat
memberikan
masuknya O2
dengan adekuat
Terapi medikasi
dapat
mengurangi
gejala sesak dan
mempatenkan
39 | A s m a B r o n k i a l
(Salbutamol
3x2,5 mg)
Infus RL + drip
aminophilin 24
mg, 10 tpm
Injeksi
dexamethasone
3x1mg
Lakukan
fisioterapi dada
Edukasi klien
cara batuk
efektif
Edukasi klien
cara
mengurangi
sesak dengan
cara nafas
dalam
jalan nafas
Untuk
membantu
mengurangi
secret jika
masih ada
Untuk
mengeluarkan
secret pada jalan
nafas
Untuk
menambah
pengetahuan
klien tentang
cara
memanajemen
jalan nafas
dengan teknik
non farmakologi
2 Ketidak-
efektifan
pola
nafas
Respirasi Status :
Ventilasi
setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x2 jam
diharapkan, klien dapat
bernafas dengan adekuat
dengan kriteria hasil :
Respirasi rate dalam
rentang normal : 16-
Respiratory
Monitoring
Monitor
pernafasan klien
(irama dan
kedalaman
pernafasan)
Auskultasi bunyi
nafas
Palpasi ekspansi
Mengetahui
status
pernafasan klien
Mengetahui
bunyi nafas
klien
Mengetahui
pengembangan
dinding dada
apakah simetris
atau tidak
40 | A s m a B r o n k i a l
24x/menit.
Menyatakan secara
verbal tentang
kenyaman setelah
dapat bernafas
dengan adekuat
Klien dapat
menggunakan teknik
non farmakologi
untuk mengatur
pernafasan
paru
Monitor
sumbatan jalan
nafas
Kolaborasi
pemberian
nebulizer
tambahan jika
masih ada sesak
Untuk
mengetahui
masih atau
tidaknya
sumbatan pada
jalan nafas
Untuk
melebarkan
jalan nafas
Implementasi keperawatan
Diagnosa Hari
Tgl
Jam Implementasi Respon TTD
ketidak-
efektifan
bersihan
jalan
nafas
Kamis
5 Feb
2015
10.10
10.20
10.15
11.20
Mengkaji status
pernafasan klien
Membuka jalan
nafas
(membebaskan
klien dari baju
yang ketat/sempit)
Memposisikan
klien dengan
posisi yang
nyaman (posisi
semifowler)
Berolaborasi
dengan dokter
DS : klien
mengeluh sesak
DO : auskultasi
dada ; terdengar
suara ronchi pada
inspirasi maupun
ekspirasi
DS : klien
mengatakan
bersedia
dilonggarkan
pakaiannya
DO : melepas
beberapa kancing
Ina
41 | A s m a B r o n k i a l
11.40
untuk pemberian
terapi medikasi
O2 3 l/menit
Nebulizer
(Salbutamol 2,5
mg)
Infus RL + drip
aminophilin 24
mg, 10 tpm
Injeksi
dexamethasone
1mg
Melakukan
Fisioterapi
Mengajarkan klien
cara batuk efektif
Mengedukasi klien
cara mengurangi
sesak dengan cara
nafas dalam
baju klien
DS : klien
mengatakan
nyaman dalam
posisi semi
fowler
DO : klien
terlihat nyaman
untuk bernafas
dalam posisi semi
fowler
DS : klien
bersedia untuk
diberikan terapi
medikasi
Do :
Klien
terpasang O2
Klien
terpasang
infuss RL +
drip
aminophilin
24 mg
DS : klien
bersedia untuk
dilakukan
fisioterapi dada
DO : klien
tampak mengikuti
42 | A s m a B r o n k i a l
arahan dari
perawat
DS : klien
mengatakan
mengerti dengan
cara melakukan
batuk efektif
DO : klien
melakukan batuk
efektif
DS : klien
mengatakan dapat
memanajemen
sesak dengan
nafas dalam
DO : Klien dapat
menggunakan
teknik non
farmakologi nafas
dalam untuk
mengatur
pernafasan
Ketidak-
efektifan
pola
nafas
Kamis
5 Feb
2015
16.00
16.30
Memonitor
pernafasan klien
(irama dan
kedalaman
pernafasan)
setelah pemberian
medikasi
DS : klien
mengatakan
sudah tidak sesak
setelah menerima
terapi medikasi
DO : RR :
24x/menit,
kedalaman
Ina
43 | A s m a B r o n k i a l
16.35
Auskultasi bunyi
nafas
Palpasi ekspansi
paru
Inspirasi lebih
panjang
dibandingkan
dengan ekspirasi,
irama pernafasan
eupnea
DS : klien
mengatakan
nyaman
DO : tidak
terdengar bunyi
ngiik saat
dilakukan
auskultasi
DS : klien
mengatakan
bersedia untuk
dilakukan palpasi
DO : ekspansi
paru sama kanan
dengan kiri
Evaluasi
Diagnosa hari
tanggal
jam
evaluasi TTD
Ketidak-
efektifan
bersihan
Kamis
5 Feb
2015
S :
- Klien mengatakan nyaman dalam posisi
semifowler
Ina
44 | A s m a B r o n k i a l
jalan
nafas
16.50 - Klien mengatakan dapat memanajemen
sesak dengan nafas dalam
O :
- RR : 24x/menit, kedalaman Inspirasi lebih
panjang dibandingkan dengan ekspirasi,
irama pernafasan eupnea
- Klien dapat menggunakan teknik non
farmakologi nafas dalam untuk mengatur
pernafasan
A : Tujuan tercapai :
Tidak ada sumbatan jalan nafas
Frekuensi pernafasan normal 16-24x/menit
Tidak ada keluahan sesak
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor pernafasan
- Kaji adanya tanda kelelahan otot pernafasan
- Lanjutkan terapi medikasi
Infus RL 10 tpm
Salbutamol 3x2mg
Injeksi dexamethasone 3x1mg
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
terapi selanjutnya
- Gunakan teknik nafas dalam untuk
menormalkan pernafasan
Ketidak-
efektifan
pola
nafas
Kamis
5 Feb
2015
17.10
S : klien mengatakan sudah tidak sesak setelah
menerima terapi medikasi
O :
RR : 24x/menit, kedalaman Inspirasi lebih
panjang dibandingkan dengan ekspirasi,
irama pernafasan eupnea
45 | A s m a B r o n k i a l
Tidak terdengar bunyi ngiik saat dilakukan
auskultasi
Ekspansi paru sama kanan dengan kiri
A : Tujuan tercapai
Respirasi rate dalam rentang normal : 16-
24x/menit.
Menyatakan secara verbal tentang kenyaman
setelah dapat bernafas dengan adekuat
Klien dapat bernafas dengan lebih
baik/adekuat
Klien dapat menggunakan teknik non
farmakologi untuk mengatur pernafasan
P : Pertahankan intervensi
Monitor pernafasan klien
Posisikan klien semi fowler
Kolaborasi dengan dokter untuk terapi
medikasi selanjutnya
O2 3 l/menit
Nebulizer (Salbutamol 3x2,5 mg)
Infus RL + drip aminophilin 24 mg, 10
tpm
Injeksi dexamethasone 3x1mg
Edukasi klien dan keluarga cara
memanajemen sesak dengan nafas dalam
46 | A s m a B r o n k i a l
BAB IV
PEMBAHASAN
Menurut Internasional consensus report or diagnisis and treatment of
asthma penatalaksanaan asma bronchial terdiri atas :
Edukasi penderita
Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara objektif dengan mengukur
fungsi paru
Menghindari pengobatan jangka panjang ntuk pencegahan
Merencanakan pengobatan untuk serangan akut
Menghindari dan mengendalikan pencetus asma bronchial
Penanganan lanjutan secara teratur
Serta penggunaan obat-obatan tertentu seperti; penggunaan broncho dilator
untuk membuka jalan nafas, ada juga jenis obat Kromalin, sekalipun bukan
termasuk dalam broncho dilator, tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Ketolifen mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini
adalah dapat diberikan secara oral.
Dari pembahasan di atas, dapat dibandingkan dengan penerapan di
lapangan atau di rumah sakit biasanya. Untuk mengatasi asma bronchial di rumah
sakit, terutama di ruang IGD diberikan terapi Oksigenasi sesuai dengan dosis yang
dianjurkan dokter, biasanya menggunakan kanul dengan kapasitas oksigen yang
diberikan 3 liter/menit. Baru setelah itu diberikan terapi medikasi seperti
salbutamol, dexamethasone, dll. untuk penggunaan nebulizer biasa digunakan bila
klien kesulitan atau masih terasa sesak sekalipun telah diberikan terapi oksigenasi.
47 | A s m a B r o n k i a l
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembuatan paper ini adalah bahwa
asma bronchial dapat terjadi pada siapa saja dan disebabkan tidak hanya
karena satu faktor. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya sma bronchial
bisa seperti alergi, keadaan atau suhu yang dingin, kelelahan dll. untuk terapi
awal yang bisa diberikan bisa menggunakan oksigenasi sesuai dengan
kebutuhan klien. namun sebelum itu, jalan pernafasan harus dibebaskan
terlebih dahulu. Sedangkan untuk terapi non farmakologinya bisa
menggunakan nafas dalam untuk mengatur irama pernafasan.
B. Saran
Saran untuk pihak rumah sakit, seperti yang saya ketahui, untuk dokter
spesialis paru-paru belum ada di RSUD DR R Soetrasno Rembang, namun
ada baiknya untuk penentuan diagnosa asma bronkhiale digunakan data
penunjang seperti Uji Provokasi bronkus, spirometri, dll.
| A s m a B r o n k i a l
DAFTAR PUSTAKA
Price, Silvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta:
EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dongoes, Marylin E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
Smeltzer, Suzame C. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Kelompok V. Asuhan keperawatan Asma Bronkhial Pada Klien Ny. P di
Ruanmg Nilam (Penyakit Dalam) Rumah Sakit dr. H. M Anshari Sahaleh
Banjarmasin Program Studi D3. Keperawatan 2009.
____. 2012. Laporan pendahuluan asma bronchial. Dikutip dari
https://ghadiez.wordpress.com/2012/01/23/laporan-pendahuluan-asma-
bronkhial. Diakses tanggal 12 Februari 2015, pukul 17.20 WIB.