Terapi Asma Bronkhial
description
Transcript of Terapi Asma Bronkhial
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Penjelasan terhadap aspek-aspek yang terkait dalam penelitian ini akan diuraikan
sebagai berikut:
1 Asma
1.1. Pengertian Asma
1.2. Pencetus Asma
1.3. Tanda dan Gejala Asma
1.4. Klasifikasi Asma
1.5. Mekanisme Terjadinya Asma
1.6. Pengendalian Asma
2 Teknik Pernapasan Buteyko
2.1. Pengertian Teknik Pernapasan Buteyko
2.2. Manfaat Teknik Pernapasan Buteyko
2.3. Tujuan Teknik Pernapasan Buteyko
2.4. Prinsip Teknik Pernapasan Buteyko
2.5. Mekanisme Latihan Teknik Pernapasan Buteyko
2.6. Teknik Pernapasan Buteyko pada Penderita Asma
Universitas Sumatera Utara
1 Asma
1.1. Pengertian Asma
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan
oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast, eosinofil, dan limfosit-
T terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, wheezing, dan
batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara
episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001). Pendapat serupa juga menyatakan
bahwa asma merupakan reaksi hiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda
derajatnya dan menimbulkan fluktuasi spontan terhadap obstruksi jalan napas
(Lewis et al., 2000).
1.2. Pencetus Asma
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma :
1. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger
dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma,
tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung
timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam
waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap
pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi
Universitas Sumatera Utara
udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang
berlebihan.
2. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer
dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.
Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung
lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah
alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh
melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau
mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik.
Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan
dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti
aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas
merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu
Universitas Sumatera Utara
binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga
pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi
sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat
respon alergen berupa asma.
2. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh
adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma
(EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging,
aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya
bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya
melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3. Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem
trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi
peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4. Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan
motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Universitas Sumatera Utara
5. Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya
rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan
inflamasi membran mukus.
1.3. Tanda dan Gejala Asma
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di
timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi, siang, dan malam hari, sesak napas,
bunyi saat bernapas (wheezing atau ”ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan
gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel
dan episodik berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008, Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2006, Lewis et al., 2000). Pada keadaan asma yang parah gejala yang
ditimbulkan dapat berupa peningkatan distress pernapasan (tachycardia, dyspnea,
tachypnea, retraksi iga, pucat), pasien susah berbicara dan terlihat lelah. Gejala
yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk
gejala yang berat adalah serangan batuk yang hebat, sesak napas yang berat dan
tersengal-sengal, sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut), sulit
tidur dengan posisi tidur yang dianggap nyaman adalah dalam keadaan duduk, dan
kesadaran menurun ( Depkes RI, 2007).
Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan, seperti terpapar
oleh bulu binatang, uap kimia, perubahan temperatur, debu, obat (aspirin, beta-
blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan stres
(GINA, 2004). Gejala asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya
komplikasi terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya gejala terhadap
Universitas Sumatera Utara
distress pernapasan yang di biasa dikenal dengan Status Asmatikus (Brunner &
Suddarth, 2001).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian
bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran
vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan
kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di
bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya
gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
1.4. Klasifikasi Asma
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting
bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang. Semakin berat
asma semakin tinggi tingkat pengobatan (Depkes RI, 2007). Pengklasifikasian
asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala dan kemampuan fungsi
paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka semakin parah asma tersebut,
Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru yang diukur dengan Peak Flow
Meters untuk mengetahui Peak Expiratory Flow (PEF) dan Spyrometers untuk
mengukur Force Expiratory Volume dalam satu detik (FEV1) disertai dengan
Force Vital Capacity (FVC). Semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka
semakin parah asma tersebut (GINA, 2004).
Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Ekstrinsik (alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh
karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu
binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya
dimulai saat kanak-kanak.
2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi
non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat
berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat
dewasa (usia > 35 tahun).
3. Asma gabungan
Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering
ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk
idiopatik atau nonalergik.
Sedangkan klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya dapat dilihat
pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya (Depkes RI, 2005)
Derajat asma
Gejala Fungsi Paru
I. Intermiten Siang hari < Malam hari
2 kali per minggu <
Serangan singkat 2 kali per bulan
Tidak ada gejala antar serangan Intensitas serangan bervariasi
Variabilitas APE < 20% VEP1 > APE
80% nilai prediksi > 80% nilai terbaik
II. Persisten Ringan
Siang hari > 2 kali per minggu, tetapi < 1 kali per hari Malam hari > 2 kali per bulan Serangan dapat mempengaruhi aktifitas
Variabilitas APE 20 – 30% VEP1 > APE
80% nilai prediksi > 80% nilai terbaik
III. Persisten Sedang
Siang hari ada gejala Malam hari > 1 kali per minggu Serangan mempengaruhi aktifitas Serangan > Serangan berlangsung berhari-hari
2 kali per minggu
Sehari-hari menggunakan inhalasi β2-agonis short acting
Variabilitas APE > 30% VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik
IV. Persisten Berat
Siang hari terus menerus ada gejala Setiap malam hari sering timbul gejala Aktifitas fisik terbatas Sering timbul serangan
Variabilitas APE > 30% VEP1 < APE
60% nilai prediksi < 60% nilai terbaik
1.5. Mekanisme Terjadinya Asma
Asma ditandai dengan konstriksi spastik dari otot polos bronkiolus yang
menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang alergi membentuk sejumlah
antibodi IgE abnormal. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan
bronkus. Bila seseorang terpapar alergen maka antibodi IgE orang tersebut
Universitas Sumatera Utara
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien),
faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini
akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkiolus maupun sekresi mukus
yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan
bagian luar bronkiolus. Bronkiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi
berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan
inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi hanya sekali-sekali melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru
menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesulitan mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal in dapat menyebabkan barrel chest (Lewis et al.,
2000).
Asma terjadi karena penderita asma telah mengembangkan tingkat
kedalaman pernapasan yang jauh melebihi yang seharusnya, dan tubuh penderita
mengkompensasinya dengan langkah-langkah defensif untuk memaksa penderita
agar dapat mengurangi frekuensi pernapasannya. Hal ini menyebabkan restriksi
saluran napas dan peningkatan mucus. Rata-rata penderita asma bernapas 3-5 kali
lebih sering dan lebih cepat dibandingkan yang normal (Dupler, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Sindrom hiperventilasi adalah keadaan dimana dalam keadaan santai dapat
menyebabkan rasa pusing dan kadang-kadang pingsan. Dahulu, hal ini dikaitkan
dengan penurunan saturasi oksigen. Namun, bila berdasarkan efek Bohr, hal itu
disebabkan oleh ketidakseimbangan rasio antara kada karbon dioksida dengan
kadar oksigen dalam darah yang mempengaruhi pelepasan atau penahanan
oksigen dari darah.
Skema 1. Mekanisme Terjadinya Asma ( Lewis et al., 2000)
Setelah 30-60 menit Setelah 5-6 jam
Infeksi, Allergen, Irritant
Respon mediasi IgE- sel mast
Pelepasan mediator dari sel mast , eosinophil,
macrophage, lymphocyte.
Respon Fase Awal
Respon Fase Akhir
Infiltrasi eosinophil dan neutrophil
Inflamasi Hiperreaktivitas
bronkial
Konstriksi otot polos bronkial
Sekresi mucus Vasodilatasi Edema mukosa
Infiltrasi monocyte dan lymphocyte
Obstruksi jalan napas Udara terperangkap Asidosis respiratori Hypoxemia
Setelah 1-2 hari
Universitas Sumatera Utara
Gejala yang ditimbulkan di atas merupakan gejala hipersensitivitas asma, dimana
gejala ini sangat berbahaya bagi keselamatan penderitanya, gejala diatas dapat
membuat penderita asma meninggal dalam seketika (GINA, 2005).
1.6. Pengendalian Asma
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2006), tujuan utama
penatalaksanaan dan pengendalian asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan
terkontrol bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak
diperlukan)
Universitas Sumatera Utara
4. Variasi harian APE kurang dari 20 %
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Program penatalaksanaan dan pengendalian asma meliputi 7 komponen,
yaitu edukasi, menilai dan monitor berat asma secara berkala, identifikasi dan
mengendalikan faktor pencetus, merencanakan dan memberikan pengobatan
jangka panjang, menetapkan pengobatan pada serangan akut, pemeriksaan teratur
dan pola hidup sehat.
1. Edukasi (pengetahuan)
Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan
penyakinya dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan (GINA,
2005). Edukasi penderita dan keluarga, untuk menjadi mitra dalam
penatalaksanaan asma. Edukasi kepada pasien/ keluarga bertujuan untuk :
a. Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola
penyakit asma sendiri)
b. Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/
asma mandiri)
c. Meningkatkan kepuasan
d. Meningkatkan rasa percaya diri
e. Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
f. Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol
asma
Universitas Sumatera Utara
Bentuk pemberian edukasi dapat dilakukan dengan komunikasi/ nasehat saat
berobat, ceramah, latihan/training, supervisi, diskusi, tukar-menukar informasi
(sharing of information group), film/video presentasi, leaflet, brosur, buku
bacaan, dll (Perhimpunan Dokter paru Indonesia, 2006).
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit
asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi
terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta
memonitor perkembangan fungsi paru (GINA, 2005). Penilaian klinis berkala
antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak dilakukan
pada penatalaksanaan asma. Hal ini meliputi pemantauan tanda gejala asma
setiap kunjungan ke dokter dan pemeriksaan faal paru , misalnya pengukuran peak
flow meter.
Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini
dianjurkan pada :
a. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh
pasien di rumah.
b. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
c. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia
di atas > 5 tahun, terutama bagi penderita setelah perawatan di rumah sakit,
penderita yang sulit/tidak mengenal tingkat keparahan melalui gejala padahal
berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa (Depkes RI,
2007).
Universitas Sumatera Utara
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus.
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi
gejala asma adalah menghindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala
asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan
sebagainya (GINA, 2005).
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan
tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma intermitten,
tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild intermitten,
menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh
teofilin, kromones, atau leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten,
menggunakan pilihan obat β2-agonist inhalsi dikombinasikan dengan
glukokortikoid inhalasi, teofilin atau leukotrien. Untuk asma severe persisten, β2-
agonist inhalasi dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi, teofilin dan
leukotrien atau menggunakan obat β2 agonist oral (GINA, 2005).
Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):
a. Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi
gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi
hiperresponsif dan mengurangi gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup.
Namun, obat ini dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal, menimbulkan
iritasi pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek sistemik,
menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast (GINA, 2005).
Universitas Sumatera Utara
b. Glukokortikosteroid Oral
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat kortikosteroid
inhalasi. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes,penekanan kerja
hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukoma, obesitas dan kelemahan
(GINA, 2005).
c. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronkial pada gejala asma. Obat ini
dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsitivitas pada sistem
imun nonspesifik. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian
dengan bentuk formulasi powder (GINA, 2005).
d. β2-Agonist Inhalasi
Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah pemakaian.
Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam, meningkatkan fungsi
paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal,
menstimulasi kerja kardiovaskular dan hipokalemia (GINA, 2005).
e. β2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada
waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan ansietas, meningkatkan kerja jantung,
dan menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal (GINA, 2005).
f. Teofilin
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma
bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh
darah pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa mual, muntah,
Universitas Sumatera Utara
diare, sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35
mcg/mL menyebabkan hiperglikemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardi,
kerusakan otak dan kematian (Depkes RI, 2007).
g. Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk
mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan menurunkan
gejala asma (GINA, 2005).
Berikut penjelasan tentang obat-obat pelega gejala asma (Reliever):
a. β2-Agonist Inhalasi
Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk
mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow, hiperresponsif jalan napas. Obat
ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA,
2005).
b. β2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung,
tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).
c. Antikolinergik
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru.
Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mukus (GINA, 2005).
5. Terapi Penanganan Terhadap Gejala
Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada
pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan dalam
kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita
Universitas Sumatera Utara
asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2-agonist inhalasi dan
glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).
6. Pemeriksaan Teratur
Pada penatalaksanaan jangka apnjang terdapat dua hal penting yang harus
diperhatikan, yaitu tindak lanjut (follow-up) teratur dan rujuk ke ahli paru untuk
konsultasi atau penanganan lebih lanjut (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2007). Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara
teratur kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat
perkembangan kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).
7. Pola Hidup Sehat
Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan. Pola
hidup sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma. Dengan
pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stres, dan olahraga atau yang
biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The Asthma Foundation
of Victoria, 2002). Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stres akan
menjaga penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat memperburuk
asma dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh penderita asma (The
Asthma Foundation of Victoria, 2002).
Selain itu, juga terdapat serangkaian terapi komplementer yang bisa
bermanfaat bagi penderita asma. Tujuannya bukan untuk menggantikan
pengobatan konvensional yang sedang dijalani, melainkan sebagai upaya
pelengkap yang bisa mempercepat proses penyembuhan. Beberapa terapi
komplementer tersebut adalah terapi herba, homeopati, terapi nutrisi, tissue salt
Universitas Sumatera Utara
therapy, aromaterapi, akupunktur, akupresur, refleksologi, teknik pernapasan
Buteyko, meditasi, Yoga, relaksasi progresif dan Chikung (VitaHealth, 2006).
Salah satu terapi alternatif untuk asma yang paling mutakhir dan paling
ilmiah tapi sekaligus kontroversial adalah teknik pernapasan Buteyko. Dalam
teknik pernapasan ini, secara sederhana penanganan asma didasarkan pada usaha
mengembalikan cara bernapas yang benar (VitaHealth, 2006). Penderita asma
dapat memperbaiki pola nafas dan gejala asma lainnya dengan melakukan teknik
pernafasan yang benar secara hati-hati dan teratur (Dupler,2005).
2. Teknik Pernapasan Buteyko
2.1. Defenisi Teknik Pernapasan Buteyko
Teknik Pernapasan Buteyko merupakan suatu metode manajemen/
penatalaksanaan asma yang bertujuan untuk mengurangi konstriksi jalan napas
dengan prinsip latihan bernapas dangkal. Terapi ini dirancang untuk
memperlambat atau mengurangi intake udara ke dalam paru-paru sehingga dapat
mengurangi gangguan pada saluran pernapasan (Dupler, 2005).
2.2. Manfaat Teknik Pernafasan Buteyko
Teknik Pernapasan Buteyko memanfaatkan teknik pernapasan alami secara
dasar dan berguna untuk mengurangi gejala dan memperbaiki tingkat keparahan
pada penderita asma. Teknik Pernapasan Buteyko berguna untuk mengurangi
ketergantungan penderita asma terhadap obat/ medikasi asma. Selain itu, teknik
pernapasan ini juga dapat meningkatkan fungsi paru dalam memperoleh oksigen
dan mengurangi hiperventilasi paru (Dupler, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Tujuan Teknik Pernapasan Buteyko
Tujuan pelaksanaan teknik pernapasan Buteyko ini adalah menggunakan
serangkaian latihan bernapas secara teratur untuk memperbaiki cara bernapas
penderita asma yang cenderung bernapas secara berlebihan agar dapat bernapas
secara benar. Selain itu, tujuan lain dari teknik pernapasan ini adalah untuk
mengembalikan volume udara yang normal (VitaHealth, 2006). Secara garis
besarnya, teknik pernapasan Buteyko bertujuan untuk memperbaiki pola napas
penderita asma dengan cara memelihara keseimbangan kadar CO2 dan nilai
oksigenasi seluler yang pada akhirnya dapat menurunkan gejala asma (Dupler,
2005). Menurut Roy (2006), tujuan umum dari teknik pernapasan Buteyko adalah
untuk rekondisi penderita agar dapat bernapas normal dengan cara-cara sebagai
berikut :
1. Belajar bagaimana untuk membuka hidung secara alami dengan
melakukan latihan menahan napas.
2. Menyesuaikan pernapasan dan beralih dari pernapasan melalui mulut
menjadi pernapasan melalui hidung.
3. Latihan pernapasan untuk mencapai volume pernapasan yang normal
dengan melakukan relaksasi diafragma sampai terasa jumlah udara mulai
berkurang.
4. Latihan khusus untuk menghentikan batuk dan wheezing
Universitas Sumatera Utara
5. Perubahan gaya hidup dibutuhkan untuk membantu hal tersebut di atas,
sehingga memfasilitasi jalan untuk dapat sembuh dan rekondisi ke tingkat
normal.
2.4. Prinsip Teknik Pernapasan Buteyko
Selama serangan asma, penderita asma bernapas dua kali lebih cepat
dibandingkan orang normal, yang kemudian kondisi ini dikenal dengan istilah
hiperventilasi (Dupler, 2005). Teori Buteyko menyatakan bahwa dasar penyebab
dari penyakit asma adalah kebiasaan bernapas secara berlebihan (over-breathing)
yang tidak disadari (VitaHealth, 2006).
Teori yang mendasari Buteyko dalam mengembangkan teknik pernapasan
ini adalah :
1. Bila penderita asma melakukan pernapasan dalam, maka jumlah CO2 yang
dikeluarkan akan semakin meningkat. Hal ini dapat menyebabkan jumlah CO2 di
paru-paru, darah dan jaringan akan berkurang (Murphy, 2000).
2. Terjadinya defisiensi CO2 disebabkan oleh cara bernapas dalam yang dapat
menyebabkan pH darah menjadi alkalis. Perubahan pH dapat mengganggu
keseimbangan protein, vitamin dan proses metabolisme. Bila pH mencapai nilai 8,
maka hal ini dapat menyebabkan gangguan metabolik yang fatal (Murphy, 2000).
3. Terjadinya defisiensi CO2 menyebabkan spasme pada otot polos bronkus,
kejang pada otak, pembuluh darah, spastik usus, saluran empedu dan organ
lainnya. Bila penderita asma bernapas dalam, maka semakin sedikit jumlah
oksigen yang mencapai otak, jantung, ginjal dan organ lainnya yang
mengakibatkan hipoksia disertai dengan hipertensi arteri (Murphy, 2000).
Universitas Sumatera Utara
4. Kekurangan CO2 dalam pada organ-organ vital (termasuk otak) dan sel-sel
saraf meningkatkan stimulasi terhadap pusat pengendalian pernapasan di otak
yang menimbulkan rangsangan untuk bernapas, dan lebih lanjut meningkatkan
pernapasan sehingga proses pernapasan lebih intensif yang kemudian dikenal
dengan hiperventilasi atau over-breathing (VitaHealth, 2006).
5. Over-breathing dapat menyebabkan ketidakseimbangan kadar CO2 di dalam
tubuh (terutama paru-paru dan sirkulasi) sehingga hal ini akan mengubah kadar O2
darah dan menurunkan jumlah O2 seluler. Keseimbangan asam-basa tubuh juga
dipengaruhi oleh pola nafas dan konsentrasi O2/ CO2. Pada waktu serangan, over-
breathing dapat menyebabkan stres pada tubuh (Pegasus Neuro Linguistic
Programming, 2009).
Menurut Buteyko, kesulitan bernapas seperti yang dialami oleh penderita
asma merupakan salah satu tanda over-breathing dan faktanya respon alami tubuh
terhadap hal ini adalah mengurangi intake udara ke dalam paru-paru (Pegasus
Neuro Linguistic Programming, 2009). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa ketika
seorang bernapas secara berlebihan, tubuh akan mengorganisasikan mekanisme
pertahanan alami untuk mempertahankan tingkat karbondioksida normal, dengan
cara sebagai berikut:
1. Spasme saluran pernapasan dan alveolus. Keduanya bergerak menguncup
untuk mempersempit bukaan jalaan napas dalam upaya mempertahankan CO2 di
paru-paru.
2. Timbulmya mukus dalam saluran pernapasan, yang merupakan cara lain dari
tubuh untuk mempersempit saluran udara dalam mempertahankan CO2.
Universitas Sumatera Utara
3. Pembengkakan lapisan permukaan saluran pernapasan sebelah dalam dengan
tujuan yang sama yaitu mempertahankan CO2 (VitaHealth, 2000).
Teknik Pernapasan Buteyko bertujuan untuk memperbaiki kebiasaan buruk
penderita asma yaitu over-breathing atau hiperventilasi dan mengubahnya
menjadi kebiasaan baru yaitu bernapas lebih lambat dan lebih dangkal. Teknik
Pernapasan Buteyko meliputi dua hal penting yaitu relaksasi dan latihan. Pada
tahapan relaksasi, postur tubuh diatur secara rileks terutama tubuh bagian atas.
Teknik pernapasan ini dilakukan untuk merilekskan otot pernapasan dan iga
secara perlahan-lahan yaitu adanya peregangan ke arah luar selama inspirasi dan
penarikan iga ke arah dalam selama ekspirasi. Penderita dianjurkan untuk
mengurangi melakukan pernapasan melalui mulut, tetapi lebih diutamakan untuk
melakukan pernapasan melalui hidung saat serangan asma terjadi (Dupler, 2005).
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan teknik pernapasan
Buteyko adalah mengajarkan penderita asma untuk lebih terorientasi pada
pernapasan melalui hidung, bukan melalui mulut (Mortin, 1999 dalam Thomas,
2004). Menurut Buteyko, bernapas melalui hidung akan mengurangi
hiperventilasi (bernapas dalam) sehingga cara terbaik untuk menghemat CO2
yang keluar adalah dengan merelaksasikan otot-otot pernapasan sehingga
insufisiensi udara yang terjadi saat serangan asma dapat berkurang (Thomas,
2004).
Selain itu, selama latihan perlu diperhatikan pula control pause yaitu waktu
untuk menahan napas secara terkendali. Lamanya waktu penderita menahan napas
harus dicatat. Pada penderita asma, control pause hanya bisa dicapai selama 5-15
Universitas Sumatera Utara
detik. Bila melakukan teknik pernapasan Buteyko secara benar, maka tubuh dapat
menahan napas atau mencapai waktu control pause selama 40-60 detik (Dupler,
2005, USA Buteyko Clinic, 2008).
Latihan-latihan yang digunakan dalam Teknik Pernapasan Buteyko berbeda
panjang dan frekuensinya, tergantung pada tingkat keparahan penyakit yang
diderita. Latihan pernapasan Buteyko dilakukan sebelum makan atau menunggu
setidaknya dua jam setelah makan karena pencernaan dapat mempengaruhi
pernapasan (Roy, 2006).
Adapun beberapa persiapan dasar yang perlu dipahami dalam melakukan
teknik pernapasan Buteyko ini menurut Thomas (2004) adalah sebagai berikut :
1. Pengukuran waktu control pause
Dalam melakukan latihan pernapasan Buteyko, sebelum dan sesudah
latihan harus diperiksa terlebih dahulu control pause.
2. Postur (Sikap Tubuh).
Dalam melakukan latihan pernapasan Buteyko, postur yang baik sangat
berperan penting dalam keberhasilan latihan untuk mengurangi hiperventilasi.
Penggunaan kursi yang memiliki sandaran tegak dan tinggi memungkinkan untuk
mengistirahatkan kaki di lantai dengan nyaman dan memungkinkan untuk duduk
dengan posisi yang benar. Jika tidak memiliki kursi dengan sandaran yang lurus,
maka posisi kepala, bahu, dan pinggul harus diatur supaya tegak lurus.
3. Konsentrasi
Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Rasakan udara yang bergerak
masuk dan keluar dari lubang hidung dan gerakan berbeda dari tubuh ketika
Universitas Sumatera Utara
menarik napas dan menghembuskan napas. Walaupun berkonsentrasi pada
pernapasan mungkin dirasakan sebagai hal yang aneh, tetapi kita tidak dapat
mengubah pola pernapasan kita jika tidak menyadari bagaimana kita bernapas.
4. Relaksasi Bahu
Bahu merupakan bagian penting untuk memperbaiki pernapasan. Oleh
karena tejadi ketegangan dan kekakuan menyebabkan kesulitan untuk menaikkan
otot bahu saat bernapas sehingga mempengaruhi jumlah udara ke dalam paru-
paru. Cobalah untuk sesantai mungkin dan biarkan bahu rileks dengan posisi
alamiah setiap kali bernapas. Relaksasi juga akan membantu mengatur
pernapasan.
5. Memantau aliran udara
Rasakan jumlah aliran udara melalui lubang hidung dengan cara
meletakkan jari di bawah hidung sehingga sejajar dengan lantai. Aliran udara
harus dapat dirasakan keluar dari lubang hidung, tetapi posisi jari tidak boleh
terlalu dekat ke lubang hidung karena dapat mengganggu aliran udara yang masuk
dan keluar dari lubang hidung.
6. Bernapas dangkal
Ketika mulai terasa aliran udara menyentuh jari saat menghembuskan
napas, maka mulailah menarik napas kembali. Hal ini akan menyebabkan
penurunan jumlah udara untuk setiap kali bernapas. Setelah melakukan hal ini,
akan terjadi peningkatan jumlah napas yang dihirup per menit, tapi tidak masalah
jika tujuannya adalah untuk mengurangi volume udara. Udara yang sedikit hangat
terasa di jari menandakan semakin berhasilnya penurunan volume udara setiap
Universitas Sumatera Utara
kali bernapas. Tujuannya adalah untuk terus bernapas dengan cara ini selama 3-5
menit.
Kemungkinan yang terjadi adalah tidak dapat menyelesaikan 5 menit
penuh saat pertama kali latihan. Seperti latihan lain pada umumnya, akan lebih
mudah dipahami melalui praktek. Jika mengambil napas dari udara, maka hal itu
berarti adanya usaha untuk mengurangi volume udara yang terlalu cepat dan perlu
untuk memperlambatnya. Tujuannya adalah untuk memperoleh hasil yaitu
pernapasan dapat dikurangi selama 3-5 menit pada suatu waktu. Cara untuk
latihan bernapas dangkal ini adalah sebagai berikut :
Langkah 1
Bernapas hanya melalui hidung, baik inspirasi maupun ekspirasi. Pastikan
mulut tertutup sewaktu bernapas.
Langkah 2
Bernapaslah hanya dengan diafragma, tidak dengan pernapasan dada. Atur
posisi dan duduklah di depan cermin. Letakkan tangan di perut, lalu tarik napas.
Perhatikan bahwa tidak terjadi penggunaan otot-otot dada untuk bernapas, yang
bergerak turun hanya tangan yang sebelumnya diletakkan di perut. Ketika
menghembuskan napas, tangan yang diletakkan di perut harus bergerak naik ke
posisi normal (posisi sebelumnya).
Langkah 3
Letakkan jari di bawah hidung. Napas haruslah sangat dangkal dimana
hampir tidak terasa pergerakan udara (saat tarikan dan hembusan napas).
7. Pengukuran control pause and pemeriksaan denyut nadi
Universitas Sumatera Utara
Setelah menyelesaikan tahapan 5 menit seperti yang tersebut di atas ,
selama apapun waktunya untuk mulai latihan, maka harus diperiksa kembali
denyut nadi dan control pause.
8. Istirahat
Sebelum memulai tahapan 5 menit berikutnya, sebaiknya istirahat. Untuk
memperoleh manfaat besar dari latihan pernapasan Buteyko ini, maka dibutuhkan
waktu minimal 20 menit per hari.
9. Latihan Blok
Setiap sesi terdiri dari 4 blok penurunan frekuensi bernapas dengan
memeriksa denyut nadi dan control pause sebelum dan setelah latihan.
Dibandingkan dengan sesi awal, maka control pause harus lebih panjang
waktunya dan untuk denyut nadi harus lebih rendah.
2.5. Tahapan Latihan Teknik Pernapasan Buteyko
Teknik pernapasan Buteyko adalah satu set latihan pernapasan sederhana
untuk membantu mengendalikan asma dan gangguan pernapasan lainnya.
Lamanya waktu untuk melakukan seluruh tahapan teknik pernapasan ini adalah 25
menit. Adapun langkah-langkah secara umum dalam melakukan latihan teknik
pernapasan ini adalah sebagai berikut :
Langkah 1 : Tes Bernapas Contol pause
Pada tahap awal, sebagai pemanasan sebaiknya ambil napas terlebih dahulu
sebanyak 2 kali , kemudian ditahan, lalu dihembuskan. Setelah itu, lihat berapa
lama waktu dapat menahan napas. Tujuannya adalah untuk dapat menahan napas
selama 40-60 detik.
Universitas Sumatera Utara
Langkah 2 : Pernapasan Dangkal
Ambil napas dangkal selama 5 menit. Bernapas hanya melalui hidung,
sedangkan mulut ditutup. Kemudian lakukan tes bernapas control pause. Hitung
kembali waktu untuk dapat menahan napas.
Langkah 3: Teknik Gabungan
Ulangi kembali "tes control pause- bernafas dangkal- tes control pause
sebanyak 4 kali.
Sedangkan untuk setiap tingkat kesulitan latihan, maka langkah-langkah
yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Tingkat kesulitan sangat mudah, tahapannya adalah :
Langkah 1
Duduk atau berbaring dalam ruangan yang tenang. Mulai untuk mengatur
pernapasan dan fokus pada setiap napas yang diambil. Biarkan pernapasan
menjadi lebih lambat dan lebih dangkal secara perlahan dan bertahap.
Langkah 2
Tarik napas melalui hidung secara perlahan-lahan. Dengan bernapas melalui
hidung, tubuh dapat mempertahankan karbondioksida yang lebih tinggi dan kadar
nitrat oksida dalam paru-paru.
Langkah 3
Bernapas penuh melalui hidung. Pastikan bernapas hanya melalui hidung,
karena seperti yang telah dipaparkan bahwa pernapasan melalui mulut dapat
mengeringkan saluran pernapasan.
Universitas Sumatera Utara
Langkah 4
Setelah menghembuskan napas, tahan napas sesuai dengan kemampuan
hingga terasa dorongan untuk menarik napas. Hal ini memang terlihat sulit pada
awalnya, tapi dengan latihan secara teratur maka akan terbiasa. Jangan mencoba
untuk menahan napas lebih lama dari yang diperlukan.
Langkah 5
Ambil napas secara perlahan dan tahan selama mungkin sesuai dengan
kemampuan sampai terasa dorongan untuk menghembuskan napas. Ulangi
tahapan ini beberapa kali sehari untuk berlatih bernapas melalui hidung. Pastikan
dalam menarik napas dan menghembuskan secara perlahan untuk mencegah
hiperventilasi.
b. Tingkat kesulitan mudah, tahapannya adalah :
Langkah 1
Cari tempat yang nyaman untuk duduk atau berbaring. Semakin nyaman
tempat dan posisi untuk latihan, akan semakin efektif pengaruh yang dihasilkan.
Langkah 2
Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Mulai secara perlahan, bernapas
dalam melalui hidung. Lakukan hal ini minimal selama 1 menit.
Langkah 3
Ambil napas dangkal. Hiruplah udara secukupnya sehingga dapat bernapas
dengan nyaman. Tahan napas sesuai dengan kemampuan. Jangan memaksakan
diri dengan langkah ini. Jika merasa terengah-engah, kembali ke langkah 2 dan
mulai dari awal lagi.
Universitas Sumatera Utara
Langkah 4
Tahan napas sedikit lebih lama daripada sebelumnya. Lakukan selama 10
menit per hari.
c. Tingkat kesulitan sedang, tahapannya adalah :
Langkah 1
Duduklah dalam posisi tegak dan bernapas dangkal selama 3 menit.
Langkah 2
Hitung waktu control pause. Bernapas secara normal. Tutup hidung dengan
cara mencubit cuping hidung. Hitung berapa lama waktu untuk dapat menahan
napas sebelum merasakan sedikit dorongan untuk bernapas. Tahapan ini mungkin
hanya dapat dilakukan dalam beberapa detik saja tetapi tujuan akhir dari tahapan
ini adalah 60 detik.
Langkah 3
Bernafas dangkal selama 3 menit.
Langkah 4
Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung
dan tahan napas selama 20 detik. Setelah selesai, tahan keinginan untuk
mengambil napas dalam.
Langkah 5
Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.
Langkah 6
Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung
dan tahan napas selama 30 detik. Kembali bernapas normal.
Universitas Sumatera Utara
Langkah 7
Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.
Langkah 8
Tutup hidung dan tahan napas selama 40 detik. Kembali bernapas normal.
Langkah 9
Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.
Langkah 10
Hitung waktu control pause lagi. Selesai latihan secara teratur, control
pause harus lebih baik dibandingkan saat awal latihan.
2.6. Teknik Pernapasan Buteyko pada Penderita Asma
Salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki cara bernapas
pada penderita asma adalah teknik pernapasan Buteyko (Fadhil, 2009). Teknik
pernapasan Buteyko memiliki kegunaan untuk memperbaiki cara bernapas pada
penderita asma agar dapat bernapas secara efisien dan benar agar gejala asma
seperti hiperventilasi dapat dikurangi (Kolb, 2009).
Jenis pernapasan yang dilakukan selama latihan teknik pernapasan Buteyko
adalah pernapasan diafragma, dimana otot diafragma dilatih untuk bernapas dan
menahan napas menurut kemampuan penderita asma (Roy, 2006). Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Ma (2002) terhadap penderita PPOK, maka dengan
menggunakan latihan otot pernapasan diafragma dapat meningkatkan kemampuan
fungsi paru penderita PPOK secara signifikan.
Latihan pernapasan Buteyko membantu menyeimbangkan kadar
karbondioksida dalam darah yang hilang akibat hiperventilasi sehingga membantu
Universitas Sumatera Utara
pelepasan hemoglobin dalam darah untuk melepaskan oksigen sehingga
transportasi oksigen ke jaringan berjalan lancar (Roy, 2006). Teknik pernapasan
Buteyko juga dapat membantu mengurangi kesulitan bernapas pada penderita
asma dengan cara menahan karbondioksida agar tidak hilang secara progresif
akibat hiperventilasi. Sesuai dengan sifat karbondioksida yang mendilatasi
pembuluh darah dan otot, maka dengan menjaga keseimbangan kadar
karbondioksida dalam darah akan mengurangi terjadinya bronkospasme pada
penderita asma (Kolb, 2009).
Latihan teknik pernapasan Buteyko secara teratur akan mengurangi ekspirasi
paksa serta penekanan pada otot dinding dada yang menyebabkan rasa sesak
(Murphy, 2000). Selain itu, dengan melakukan teknik pernapasan Buteyko maka
peningkatan kadar karbondioksida dapat tercapai sehingga terjadi dilatasi otot
bronkus yang kemudian mengurangi bronkospasme dan munculnya wheezing
(Mchugh et al., 2003).
Dengan begitu teknik pernapasan Buteyko dapat memperbaiki keadaan
fisiologis paru pada penderita asma disertai dengan penurunan hiperventilasi
akibat hilangnya karbondioksida saat terjadinya serangan asma (Dupler, 2005).
Universitas Sumatera Utara