Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Laporan Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
MOLA HIDATIDOSA
oleh:
Ayu Herwan Mardatillah
0910015020
Pembimbing:
dr. Novia Fransiska Ngo, Sp. OG
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Laboratorium Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau seluruh
vili korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung yang menyerupai
anggur. Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per
120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan)
(Hadijanto, 2009; Syafii, Aprianti, & Hardjoeno, 2006; Mansjoer, Triyanti,
Savitri, Wardhani, & Setiowulan, 2000). Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi
di Asia, Afrika dan Amerika Latin dibandingkan dengan Negara-negara barat. Di
negara-negara barat dilaporkan 1 : 200 atau 2000 kehamilan. Di Negara-negara
berkembang: 100 atau 600 kehamilan. (Fitriani, 2009).
Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting
dengan insiden yang tinggi (data RS diIndonesia, 1 per 40 persalinan), faktor
risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital
based. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1 : 85 kehamilan; RS Dr. Cipto
Mangunkusomo Jakarta 1 : 31 persalinan dan 1 : 9 kehamilan ; Luat A. Siregar
(Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan; Soetomo (Surabaya) 1:80
persalinan; Djamhoe Martaadisoebrata (Bandung); 9-12 per 1000 kehamilan.
Biasanya dijumpai lebih seringpada umur reproduktif (14-45 tahun) dan
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan
lebih besar. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun
dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik. (Syafii,
Aprianti, & Hardjoeno, 2006; Fitriani, 2009).
Mola hidatidosa diklasifikasikan menjadi mola hidatidosa komplet dan
parsial. Mola hidatidosa komplet tidak memungkinkan terjadinya embriogenesis
sehingga tidak pernah mengandung bagian janin.Mola hidatidosa pasrsial masih
memungkinkan pembentukan mudigah awal sehingga mengandung bagian-bagian
janin, memiliki beberapa vilus korion normal, dan hamper selelu triploid (misal
69, XXY;) (Crum, Lester, & Cotran, 2007)
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah
jantung, atau tirotoksikosis. Di Negara maju kematian karena mola hampir tidak
ada lagi, akan tetapi di Negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar
antara 2,2% dan 5,%. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah
jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma (Hadijanto, 2009).
Secara keseluruhan, 80% hingga 90 % mola tetap jinak setelah kuretase bersih;
10% mola komplet menjadi invasive, tetapi tidak lebih dari 2% hingga 3% yang
menjadi koriokarsinoma. Hampir 20% dari mola hidatidosa sempurna
berkembang menjadi tumor trofoblastik (Crum, Lester, & Cotran, 2007).
Oleh karena itu, perlu untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan
mengarahkan pemeriksaan yang diperlukan demi penegakan mola hidatidosa lebih
dini.
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 02 Juli 2015 pukul
16.00 WITA di ruang Nifas Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda
I. IDENTITAS
Nama : Ny. W
Usia : 35 tahun
Agama : Islam
Suku : Buton
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Samarinda
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir
Keluhan Tambahan :
Nyeri perut dan mual
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Kebidanan dan Kandungan RSUD A.W. Sjahranie
Samarinda dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir sejak 20 hari
sebelumnya. Awalnya keluhan ini berupa flek-flek darah dan terus terjadi
setiap harinya, dalam 1 minggu terakhir perdarahan bertambah banyak, darah
yang keluar berupa cair dan disertai gelembung-gelembung. Pasien bisa
mengganti 3-4 kali pembalut setiap harinya. Pasien juga merasakan nyeri
perut semenjak keluhan ini muncul, nyeri perut terasa di daerah bawah perut.
Pasien juga merasakan mual dalam 1 minggu terakhir ini, tidak ada muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien
juga menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes
mellitus, dan asma.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti
pasien. Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan
asma disangkal.
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan
makanan.
Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : tidak teratur
Lama haid : 6-7 hari
Jumlah darah haid : 2-3 kali ganti pembalut
Hari pertama haid terakhir : 23-04-2015
Taksiran persalinan : 30-01-2016
Riwayat Pernikahan
Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 25 tahun dengan lama
pernikahan selama 10 tahun.
Riwayat Obstetrik
No.Tahun
partus
Tempat
Partus
Umur
kehamilan
Jenis
Persalina
n
Penolong
PersalinanPenyulit
Jenis
Kelamin/
Berat
Badan
Keadaan
anak
Sekarang
1. 2006 Rumah Aterm Spontan Dukun - L/2800 gr Sehat
2. 2007 Rumah Aterm Spontan Dukun - L/3000 gr Sehat
3. 2009 Rumah Aterm Spontan Dukun - P/2750 gr Sehat
4. 2014Abortus
5. 2015 Hamil ini
Kontrasepsi
Suntik KB 3 bulan selama 3 tahun
III. STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 72 x/menit
- Frekuensi napas : 18x/menit
- Suhu : 36,7oC
Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +
IV. STATUS GINEKOLOGI
Abdomen :
Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada
tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi : teraba tinggi fundus uteri 13 cm, tidak teraba bagian
janin, nyeri tekan (+)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Jenis
PemeriksaanNilai Normal
01/07/15
Hb 11,0-16,00 g/dL 9,5
Ht 37-54% 27,1
BT 2-5’ 2
CT 5-10’ 8
Leu 4000-10.000 μL 7.300
Tr 150.000-450.000
μL
298.000
GDS 60-150 mg/dl 112
Ureum 10-40 29,0
Creatinin 0,5-1,5 0,6
HbsAg NR NR
112 NR NR
Beta HCG kuantitatif
(mIU/ml)
Usia kehamilan
(minggu)
1-3 : 5-50
4 : 5-425
5 : 20 – 7400
6 : 1.000 –
56.000
7-8 : 7.600 –
230.000
9 – 12 : 25.000 –
290.000
>15.000,00
Bilirubin Negatif
Eritrosit 0-1/lpb
Hemoglobin/Darah Negatif
Plano Test (+)
b. Rontgen Torax
30-06-2015
- Corakan bronkovaskular paru dalam batas normal
- Tidak tampak infiltrat
- Cor : Bentuk, letak, dan ukuran normal
- Sinus kanan tumpul, sinus kiri dan diafragma normal
- Tulang-tulang intak
Kesan : Pleural reaction kanan
c. USG Ginekologi
VI. Diagnosis kerja
G5P3A1 gravid 9-10 minggu + mola hidatidosa
VII. Lembar Observasi
02-07-15 03-07-15 04-07-15 05-07-15
S Keluar darah
dari jalan lahir
Perdarahan (+),
4x ganti
pembalut,
mules (+)
Perdarahan Flek
(+) sudah
berkurang
Keluhan tidak ada,
perdarahan (-)
O CM, TD :
130/80 mmHg,
N : 80 x/menit,
RR : 16
x/menit, T:
36,3 C, TFU :
13 cm
CM, TD :
110/80 mmHg,
N : 80 x/menit,
RR : 20
x/menit, T:
36,5 C, TFU :
13 cm
CM, TD :
130/80 mmHg,
N : 80 x/menit,
RR : 20
x/menit, T: 36,7
C,
CM, TD : 110/60
mmHg, N : 69
x/menit, RR : 18
x/menit,
A G5P3A1
gravid 9-10
minggu + mola
hidatidosa
G5P3A1
gravid 9-10
minggu + mola
hidatidosa
G1P0A0 gravid
13-14 minggu +
mola hidatidosa
Mola hidatidosa
post kuret mola I
P Pro Kuretase Pro Kuretase
Ro. Thorax
- RL drip
oksitosin 2
amp/kolf
-Cefadroxyl 2 x
500 mg
-Asam
Mefenamat 3 x
500 mg
Pulang
Cefadroxyl 2 x
500 mg
Asam Mefenamat
3 x 500 mg
Pulang
VIII. DIAGNOSIS
Mola Hidatidosa
IX. PENATALAKSANAAN
a. Rencana Terapi
Infus RL 20 tpm
Pro Kuretase
b. Rencana Monitoring
Observasi keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
c. KIE pasien dan keluarga
X. TINDAKAN KURETASE
Tindakan Kuretase : curetase
Penemuan Intra Kuretase:
Darah keluar bersama cairan berwarna coklat dan jaringan mola ±
250 gram
Tidak ditemukan janin
Instruksi Post Kuretase :
Cefadroxyl 3 x 1
Asam Mefenamat 3 x 1
Drip Oksitosin 2 ampul s/d 8 jam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan
perkembangan parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir
seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropobik. Janin
biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu
hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah
anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon
human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Prawirohadjo, 2009).
2.2 Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di
Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan
insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko
banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital based.
Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas
35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik (Prawirohadjo, 2009).
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang
membentuk plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi
memberikan nutrisi untuk janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan
berkembang menjadi suatu masa yang abnormal sehingga tidak dapat berfungsi
secar normal (Sebire, 2008).
Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik
dimana sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya
atau dua sperma memasuki ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit
hanya ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola bersifat heterozigot.
Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom triploid yang memberi
kesan gangguan sperma sebagai penyebab (John, 2006).
Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik
sehingga embrio 'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus
tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi ke jaringan ibu.
Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi hCG,
tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun, karena sintesis
hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar
hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium
(Mochtar, 1998(
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena
penyakit ini.
3. imunoselektif dari sel trofoblast
4. keadaan sosioekonomi yang rendah
5. paritas tinggi
6. defisiensi vitamin A
7. kekurangan protein
8. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
2.4 Patogenesis
Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa
yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur
patologik yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3
– 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi
penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi (Sumapraja, 2005;
Prawirohadjo,2009).
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola
memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan
mola hidatidosa adalah mola “lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX.
Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari
ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari
pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu
sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan
komplemen kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY
(John, 2006; Mochtar, 1998, Cunningham,2006).
Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu
triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau
69 XYY. Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola
lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu
biasanya triploid dan cacat (John, 2006; Cunningham, 2006).
Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola
lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari
penyakit trofoblas (Sumapraja, 2005):
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5
minggu (missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran
darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan
akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian
mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine
pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan
angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas,
yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal.
Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi
sehingga menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran
darah dan kematian mudigah.
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga
menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur
atau mata ikan. Ukuran gelembung-gelembung ini bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1) Proliferasi dari
trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban; (3)
Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel
polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells).
Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter
10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan
kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh (Sumparja, 2005; Hacker,
2001).
2.5 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai
janin maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai
janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials mole (Sumapraja,
2005; Manuaba, 2007; Cunningham, 2006).
Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa
Gambaran Mola Komplit Mola Parsial Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid) Patologi
Edema villus Difus Bervariasi,fokal Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang Janin Tidak ada Sering dijumpai
Amnion, sel darah merah janin
Tidak ada Sering dijumpai
Gambaran klinis
Diagnosis Gestasi mola Missed abortion Ukuran uterus 50% besar untuk masa
kehamilan Kecil untuk masa kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang Penyulit medis Sering jarang Penyakit pascamola 20% <5-10%
Kadar hCG Tinggi Rendah – tinggi
2.6 Gejala Klinis
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.
Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim
lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti
perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti
anggur pada pakaian dalam.
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang
menyebabkan 10% pasien masuk RS
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)
3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan
BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit
lembab
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang
dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal,
namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering
terlihat perubahan sebagai berikut (Cunningham, 2006) :
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi
mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat
dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara
intermiten selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat
perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia
defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya
dan teraba lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak
teraba bagian janin.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis,
secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test
dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta
yang kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu
plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat
normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola
inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang
hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma
villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah
tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta
tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang
terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang
menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk
menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase
yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari
trofoblas saja (koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma
villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut
bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat
terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan
kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan
yang efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar
sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus
lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada
kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu (John,
2006).
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang
berlebihan, perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat
dan kadang bergelembung seperti busa.
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola
komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari
desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi)
oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa
mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang
berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam
hormon β-HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti
takikardi, tremor dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya
gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan
karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300
mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi :
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan
janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
Memastikan besarnya uterus
Uterus terasa lembek
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi
parameter dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.
Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang
menggambarkan kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit
β pasca mola (Cunningham, 2006).
Pemeriksaan kadar T3 /T4
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin,
mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat.
Terjadi gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia,
tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu
makan meningkat tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat
terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai hipertermia,
kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran
sampai delirium-koma (Cunningham, 2006).
4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai
salju.
b. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin
2.8 Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.
Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap
Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan
12 jam kemudian dilakukan kuret.
b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan
umum penderita.
c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.
d. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi
pusat atau lebih
2. Pengawasan Lanjutan
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai
kontrasepsi oral pil.
Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :
o Setiap minggu pada Triwulan pertama
o Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam :
o Keadaan Serviks
o Uterus bertambah kecil atau tidak
c. Laboratorium
Reaksi biologis dan imunologis :
o 1x seminggu sampai hasil negatif
o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
o 1x3 bulan selama tahun berikutnya
o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai
adanya keganasan
3. Sitostatika Profilaksis
Metoreksat 3x 5 mg selama 5 hari
Gambar 1. Skema tatalaksana mola hidatidosa
2.9 Prognosis
Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas
akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini
dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola
masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola
hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah
jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006).
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan
trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan
pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa
berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional (Sumapraja, 2005;
Cunningham, 2006).
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive,
dimana akan masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan
perdarahan dan komplikasi yang lain yang mana pada akhirnya akan
memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola dapat berkembang menjadi
korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar dan membesar
(Cunningham, 2006).
2.10 Komplikasi
Perdarahan yang hebat sampai syok
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
Infeksi sekunder
Perforasi karena tindakan atau keganasan
BAB IV
PEMBAHASAN
Anamnesis
Teori Fakta
Epidemiologi & Faktor Risiko:
sering terjadi pada usia 20-45 tahun
sering ditemukan pada minggu
kehamilan 12 hingga 14
Paritas tinggi.
Infeksi virus dan faktor kromosom
yang belum jelas.
Keadaan sosioekonomi yang
rendah dan defisiensi gizi
Riwayat kehamilan mola
sebelumnya
Gejala:
Amenore
Perdarahan dari jalan lahir
Mual muntah yang cukup berat
Epidmeiologi & Faktor Risiko:
Pasien berusia 35 tahun
Usia kehamilan 9-10 minggu
Ibu dengan kehamilan kelima
Sosioekonomi cukup
Tidak ada riwayat kehamilan mola
Gejala :
Amenore
Perdarahan dari jalan lahir
Mual (+), muntah (-)
Teori dan fakta sesuai
Pemeriksaan
Teori Fakta
Fisik:
Ukuran uterus lebih besar dari usia
kehamilan
Hipertensi
Tidak terdengar detak jantung
Fisik:
TFU 13 cm
TD : 110/70 mmHg
DJJ (-)
Tirotoksikosis (-)
walau pun usia kehamilan besar
Tirotoksikosis
Keluarnya gelembung mola
Penunjang:
USG:
Gambaran badai salju (snow flake
pattern)
Sarang lebah (honey comb)
β-hCG :
meningkat dari usia kehamilan
Rontgen Thoraks
Evaluasi adanya metastase
Patologi:
Macros:
Gelembung-gelembung putih, tembus
pandang, berisi cairan jernih, dengan
ukuran bervariasi dari beberapa
millimeter sampai 1 sampai 2 cm
Micros :
Stroma vili, tidak ada pembuluh darah
pada vili/degenerasi hidropik dan
proliferasi sel-sel trofoblas
Gelembung mola (-)
Penunjang :
USG :
Riwayat pemeriksaan USG di dr. Sp.
OG dan dikatakan pasien mengalami
hamil anggur.
β-hCG :
1. >15.000,00 mIU/ml
(01/07/2015)
Rontgen Thoraks
Kesan :Pleural reaction dextra
Patologi:
Makroskopis:
Diterima jaringan cokelat kehitaman
rapuh 20 cc
Mikroskopis:
(-)
Teori dan fakta sesuai
Penatalaksanaan
Teori Fakta
Perbaikan kondisi umum
Kuret
Sitostatik
Histerektomi
Tindak lanjut cek kadar β-hCG
per minggu
Perbaikan kondisi umum
Kuret
Pemeriksaan kadar β-hCG post
kuretase
Teori dan fakta sesuai
BAB V
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Pasien Ny. W, perempuan, usia 35 tahun, datang dengan keluhan
perdarahan dari jalan lahir yang dialami sejak 20 hari hari SMRS. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan TFU setinggi 13 cm yang berbeda dengan usia
kehamilan pada saat ini. Dari riwayat pemeriksaan USG pasien ditemukan
gambaran “hamil anggur”. Ditemukan peningkatan kadar hormon β-hCG yang
masih dalam batas kisaran peningkatannya menurut usia kehamilan. Pemeriksaan
patologi ditemukan adanya sisa trofoblas. Pasien kemudian di diagnose sebagai
G1P0A0 gravid 9-10 minggu dengan mola hidatidosa. Pasien di rawat di rumah
sakit, dilakukan perbaikan kondisi umum, kuret, dan pemeriksaan kadar hormon
β-hCG post kuretase. Secara umum, penegakan diagnosis dan alur
penatalaksanaan pada pasien Ny. IP telah sesuai dengan literature yang ada.
1.2 Saran
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan atas penyusunan
tutorial klinik ini. Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran dari
rekan-rekan sekalian demi bertambahnya khasanah ilmu pengetahuan kita
bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Crum, C. P., Lester, S. S., & Cotran, R. S. (2007). Sistem Genitalia Perempuan dan Payudara. In V. Kumar, R. S. Cotran, & S. L. Robbins, Robbins Buku Ajar Patologi (7th ed., Vol. 2, pp. 784-78). Jakarta: EGC.
Cuningham, F. G., & dkk. (2005). Obstetri Williams (21st ed., Vol. 2nd). Jakarta: EGC.
Fitriani, R. (2009). Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan , 2, 1-6.
Hadijanto, B. (2009). Perdarahan pada Kehamilan Muda. In A. B. Saifuddin, & T. Rachimhadhi, Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo (4th ed., pp. 488 - 491). Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2000). Kapita Selekta Kedokteran (3rd ed., Vol. 1). Jakarta: Media Aesculapius FK UI.
Ngana, H. Y., & dkk. (2012). Trophoblastic disease. International Journal of Gynecology and Obstetrics 119S2 , S130–S136.
Syafii, Aprianti, S., & Hardjoeno. (2006). Kadar b-hCG Penderita Mola Hidatidosa Sebelum dan Sesudah Kuretase. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory , 13, 1-3.