Lapsus Mola

38
Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Laporan Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman MOLA HIDATIDOSA oleh: Ayu Herwan Mardatillah 0910015020 Pembimbing: dr. Novia Fransiska Ngo, Sp. OG Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Laboratorium Obstetri dan Ginekologi

Transcript of Lapsus Mola

Page 1: Lapsus Mola

Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

MOLA HIDATIDOSA

oleh:

Ayu Herwan Mardatillah

0910015020

Pembimbing:

dr. Novia Fransiska Ngo, Sp. OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Laboratorium Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie

2015

Page 2: Lapsus Mola

BAB 1

PENDAHULUAN

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau seluruh

vili korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung yang menyerupai

anggur. Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per

120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan)

(Hadijanto, 2009; Syafii, Aprianti, & Hardjoeno, 2006; Mansjoer, Triyanti,

Savitri, Wardhani, & Setiowulan, 2000). Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi

di Asia, Afrika dan Amerika Latin dibandingkan dengan Negara-negara barat. Di

negara-negara barat dilaporkan 1 : 200 atau 2000 kehamilan. Di Negara-negara

berkembang: 100 atau 600 kehamilan. (Fitriani, 2009).

Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting

dengan insiden yang tinggi (data RS diIndonesia, 1 per 40 persalinan), faktor

risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital

based. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1 : 85 kehamilan; RS Dr. Cipto

Mangunkusomo Jakarta 1 : 31 persalinan dan 1 : 9 kehamilan ; Luat A. Siregar

(Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan; Soetomo (Surabaya) 1:80

persalinan; Djamhoe Martaadisoebrata (Bandung); 9-12 per 1000 kehamilan.

Biasanya dijumpai lebih seringpada umur reproduktif (14-45 tahun) dan

multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan

lebih besar. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun

dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik. (Syafii,

Aprianti, & Hardjoeno, 2006; Fitriani, 2009).

Mola hidatidosa diklasifikasikan menjadi mola hidatidosa komplet dan

parsial. Mola hidatidosa komplet tidak memungkinkan terjadinya embriogenesis

sehingga tidak pernah mengandung bagian janin.Mola hidatidosa pasrsial masih

memungkinkan pembentukan mudigah awal sehingga mengandung bagian-bagian

janin, memiliki beberapa vilus korion normal, dan hamper selelu triploid (misal

69, XXY;) (Crum, Lester, & Cotran, 2007)

Page 3: Lapsus Mola

Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah

jantung, atau tirotoksikosis. Di Negara maju kematian karena mola hampir tidak

ada lagi, akan tetapi di Negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar

antara 2,2% dan 5,%. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah

jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian

menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma (Hadijanto, 2009).

Secara keseluruhan, 80% hingga 90 % mola tetap jinak setelah kuretase bersih;

10% mola komplet menjadi invasive, tetapi tidak lebih dari 2% hingga 3% yang

menjadi koriokarsinoma. Hampir 20% dari mola hidatidosa sempurna

berkembang menjadi tumor trofoblastik (Crum, Lester, & Cotran, 2007).

Oleh karena itu, perlu untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan

mengarahkan pemeriksaan yang diperlukan demi penegakan mola hidatidosa lebih

dini.

Page 4: Lapsus Mola

BAB II

LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 02 Juli 2015 pukul

16.00 WITA di ruang Nifas Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda

I. IDENTITAS

Nama : Ny. W

Usia : 35 tahun

Agama : Islam

Suku : Buton

Pendidikan terakhir : SD

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Samarinda

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir

Keluhan Tambahan :

Nyeri perut dan mual

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poli Kebidanan dan Kandungan RSUD A.W. Sjahranie

Samarinda dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir sejak 20 hari

sebelumnya. Awalnya keluhan ini berupa flek-flek darah dan terus terjadi

setiap harinya, dalam 1 minggu terakhir perdarahan bertambah banyak, darah

yang keluar berupa cair dan disertai gelembung-gelembung. Pasien bisa

mengganti 3-4 kali pembalut setiap harinya. Pasien juga merasakan nyeri

perut semenjak keluhan ini muncul, nyeri perut terasa di daerah bawah perut.

Pasien juga merasakan mual dalam 1 minggu terakhir ini, tidak ada muntah.

Page 5: Lapsus Mola

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien

juga menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes

mellitus, dan asma.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti

pasien. Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan

asma disangkal.

Riwayat Alergi :

Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan

makanan.

Riwayat Menstruasi

Menarche : 12 tahun

Siklus haid : tidak teratur

Lama haid : 6-7 hari

Jumlah darah haid : 2-3 kali ganti pembalut

Hari pertama haid terakhir : 23-04-2015

Taksiran persalinan : 30-01-2016

Riwayat Pernikahan

Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 25 tahun dengan lama

pernikahan selama 10 tahun.

Riwayat Obstetrik

No.Tahun

partus

Tempat

Partus

Umur

kehamilan

Jenis

Persalina

n

Penolong

PersalinanPenyulit

Jenis

Kelamin/

Berat

Badan

Keadaan

anak

Sekarang

1. 2006 Rumah Aterm Spontan Dukun - L/2800 gr Sehat

2. 2007 Rumah Aterm Spontan Dukun - L/3000 gr Sehat

Page 6: Lapsus Mola

3. 2009 Rumah Aterm Spontan Dukun - P/2750 gr Sehat

4. 2014Abortus

5. 2015 Hamil ini

Kontrasepsi

Suntik KB 3 bulan selama 3 tahun

III. STATUS GENERALISATA

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital

- Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Frekuensi nadi : 72 x/menit

- Frekuensi napas : 18x/menit

- Suhu : 36,7oC

Pemeriksaan Fisik Umum

- Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)

- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

- Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +

- - + +

IV. STATUS GINEKOLOGI

Abdomen :

Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada

tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).

Palpasi : teraba tinggi fundus uteri 13 cm, tidak teraba bagian

janin, nyeri tekan (+)

Page 7: Lapsus Mola

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium

Jenis

PemeriksaanNilai Normal

01/07/15

Hb 11,0-16,00 g/dL 9,5

Ht 37-54% 27,1

BT 2-5’ 2

CT 5-10’ 8

Leu 4000-10.000 μL 7.300

Tr 150.000-450.000

μL

298.000

GDS 60-150 mg/dl 112

Ureum 10-40 29,0

Creatinin 0,5-1,5 0,6

HbsAg NR NR

112 NR NR

Beta HCG kuantitatif

(mIU/ml)

Usia kehamilan

(minggu)

1-3 : 5-50

4 : 5-425

5 : 20 – 7400

6 : 1.000 –

56.000

7-8 : 7.600 –

230.000

9 – 12 : 25.000 –

290.000

>15.000,00

Bilirubin Negatif

Eritrosit 0-1/lpb

Hemoglobin/Darah Negatif

Plano Test (+)

Page 8: Lapsus Mola

b. Rontgen Torax

30-06-2015

- Corakan bronkovaskular paru dalam batas normal

- Tidak tampak infiltrat

- Cor : Bentuk, letak, dan ukuran normal

- Sinus kanan tumpul, sinus kiri dan diafragma normal

- Tulang-tulang intak

Kesan : Pleural reaction kanan

c. USG Ginekologi

VI. Diagnosis kerja

G5P3A1 gravid 9-10 minggu + mola hidatidosa

Page 9: Lapsus Mola

VII. Lembar Observasi

02-07-15 03-07-15 04-07-15 05-07-15

S Keluar darah

dari jalan lahir

Perdarahan (+),

4x ganti

pembalut,

mules (+)

Perdarahan Flek

(+) sudah

berkurang

Keluhan tidak ada,

perdarahan (-)

O CM, TD :

130/80 mmHg,

N : 80 x/menit,

RR : 16

x/menit, T:

36,3 C, TFU :

13 cm

CM, TD :

110/80 mmHg,

N : 80 x/menit,

RR : 20

x/menit, T:

36,5 C, TFU :

13 cm

CM, TD :

130/80 mmHg,

N : 80 x/menit,

RR : 20

x/menit, T: 36,7

C,

CM, TD : 110/60

mmHg, N : 69

x/menit, RR : 18

x/menit,

A G5P3A1

gravid 9-10

minggu + mola

hidatidosa

G5P3A1

gravid 9-10

minggu + mola

hidatidosa

G1P0A0 gravid

13-14 minggu +

mola hidatidosa

Mola hidatidosa

post kuret mola I

P Pro Kuretase Pro Kuretase

Ro. Thorax

- RL drip

oksitosin 2

amp/kolf

-Cefadroxyl 2 x

500 mg

-Asam

Mefenamat 3 x

500 mg

Pulang

Cefadroxyl 2 x

500 mg

Asam Mefenamat

3 x 500 mg

Pulang

VIII. DIAGNOSIS

Mola Hidatidosa

Page 10: Lapsus Mola

IX. PENATALAKSANAAN

a. Rencana Terapi

Infus RL 20 tpm

Pro Kuretase

b. Rencana Monitoring

Observasi keadaan umum dan vital sign

Observasi perdarahan

c. KIE pasien dan keluarga

X. TINDAKAN KURETASE

Tindakan Kuretase : curetase

Penemuan Intra Kuretase:

Darah keluar bersama cairan berwarna coklat dan jaringan mola ±

250 gram

Tidak ditemukan janin

Instruksi Post Kuretase :

Cefadroxyl 3 x 1

Asam Mefenamat 3 x 1

Drip Oksitosin 2 ampul s/d 8 jam

BAB II

Page 11: Lapsus Mola

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar

dimana terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan

perkembangan parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir

seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropobik. Janin

biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu

hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah

anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon

human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada

kehamilan biasa (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Prawirohadjo, 2009).

2.2 Epidemiologi

Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120

kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di

Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan

insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko

banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital based.

Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas

35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik (Prawirohadjo, 2009).

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang

membentuk plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi

memberikan nutrisi untuk janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan

berkembang menjadi suatu masa yang abnormal sehingga tidak dapat berfungsi

secar normal (Sebire, 2008).

Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik

dimana sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya

atau dua sperma memasuki ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit

hanya ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola bersifat heterozigot.

Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom triploid yang memberi

kesan gangguan sperma sebagai penyebab (John, 2006).

Page 12: Lapsus Mola

Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik

sehingga embrio 'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus

tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi ke jaringan ibu.

Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi hCG,

tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun, karena sintesis

hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar

hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium

(Mochtar, 1998(

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor

penyebabnya yang kini telah diakui adalah :

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat

dikeluarkan.

2. usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena

penyakit ini.

3. imunoselektif dari sel trofoblast

4. keadaan sosioekonomi yang rendah

5. paritas tinggi

6. defisiensi vitamin A

7. kekurangan protein

8. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.

2.4 Patogenesis

Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa

yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur

patologik yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3

– 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi

penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi (Sumapraja, 2005;

Prawirohadjo,2009).

Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola

memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan

mola hidatidosa adalah mola “lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX.

Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari

Page 13: Lapsus Mola

ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari

pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu

sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan

komplemen kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY

(John, 2006; Mochtar, 1998, Cunningham,2006).

Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu

triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau

69 XYY. Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola

lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu

biasanya triploid dan cacat (John, 2006; Cunningham, 2006).

Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola

lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari

penyakit trofoblas (Sumapraja, 2005):

1. Teori missed abortion.

Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5

minggu (missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran

darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan

akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian

mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine

pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan

angiogenesis.

Page 14: Lapsus Mola

2. Teori neoplasma

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas,

yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal.

Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi

sehingga menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran

darah dan kematian mudigah.

Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa

gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga

menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur

atau mata ikan. Ukuran gelembung-gelembung ini bervariasi dari beberapa

milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1) Proliferasi dari

trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban; (3)

Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel

polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells).

Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter

10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan

kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh (Sumparja, 2005; Hacker,

2001).

2.5 Klasifikasi

Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai

janin maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai

janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials mole (Sumapraja,

2005; Manuaba, 2007; Cunningham, 2006).

Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa

Gambaran Mola Komplit Mola Parsial Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX

atau 69,XXY (tripoid) Patologi

Edema villus Difus Bervariasi,fokal Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,

ringan s/d sedang Janin Tidak ada Sering dijumpai

Page 15: Lapsus Mola

Amnion, sel darah merah janin

Tidak ada Sering dijumpai

Gambaran klinis

Diagnosis Gestasi mola Missed abortion Ukuran uterus 50% besar untuk masa

kehamilan Kecil untuk masa kehamilan

Kista teka-lutein 25-30% Jarang Penyulit medis Sering jarang Penyakit pascamola 20% <5-10%

Kadar hCG Tinggi Rendah – tinggi

2.6 Gejala Klinis

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.

Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim

lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti

perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti

anggur pada pakaian dalam.

1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang

menyebabkan 10% pasien masuk RS

2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)

3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan

BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit

lembab

4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,

peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)

Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang

dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal,

namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering

terlihat perubahan sebagai berikut (Cunningham, 2006) :

1. Perdarahan

Page 16: Lapsus Mola

Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi

mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat

dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara

intermiten selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat

perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia

defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.

2. Ukuran uterus

Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya

dan teraba lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak

teraba bagian janin.

3. Aktivitas janin

Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis,

secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test

dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta

yang kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu

plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat

normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola

inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang

hidup.

4. Embolisasi

Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma

villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah

tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta

tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang

terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang

menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk

menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut

trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase

yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari

trofoblas saja (koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma

villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut

bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat

Page 17: Lapsus Mola

terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan

kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan

menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan

yang efektif.

5. Ekspulsi Spontan

Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar

sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus

lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada

kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu (John,

2006).

2.7 Diagnosis

1. Anamnesis

Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang

berlebihan, perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat

dan kadang bergelembung seperti busa.

(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola

komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari

desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi)

oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa

mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.

(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang

berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam

hormon β-HCG.

(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti

takikardi, tremor dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya

gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan

karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300

mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia

2. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Palpasi :

Page 18: Lapsus Mola

Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba

lembek

Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan

janin.

Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

Pemeriksaan dalam :

Memastikan besarnya uterus

Uterus terasa lembek

Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kadar B-hCG

BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml

Beta HCG serum > 40.000 IU/ml

Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi

parameter dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang

menggambarkan kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit

β pasca mola (Cunningham, 2006).

Pemeriksaan kadar T3 /T4

B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin,

mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat.

Terjadi gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia,

Page 19: Lapsus Mola

tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu

makan meningkat tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat

terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai hipertermia,

kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran

sampai delirium-koma (Cunningham, 2006).

4. Pemeriksaan Imaging

a. Ultrasonografi

Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai

salju.

b. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin

2.8 Penatalaksanaan

1. Evakuasi

a. Perbaiki keadaan umum.

Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap

Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan

12 jam kemudian dilakukan kuret.

b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan

umum penderita.

c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk

membersihkan sisa-sisa jaringan.

d. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30

tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi

pusat atau lebih

2. Pengawasan Lanjutan

Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai

kontrasepsi oral pil.

Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :

o Setiap minggu pada Triwulan pertama

o Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua

Page 20: Lapsus Mola

o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3

bulan.

Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :

a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan

b. Pemeriksaan dalam :

o Keadaan Serviks

o Uterus bertambah kecil atau tidak

c. Laboratorium

Reaksi biologis dan imunologis :

o 1x seminggu sampai hasil negatif

o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya

o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

o 1x3 bulan selama tahun berikutnya

o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai

adanya keganasan

3. Sitostatika Profilaksis

Metoreksat 3x 5 mg selama 5 hari

Page 21: Lapsus Mola

Gambar 1. Skema tatalaksana mola hidatidosa

2.9 Prognosis

Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas

akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini

dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola

masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola

hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah

jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006).

Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan

trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan

Page 22: Lapsus Mola

pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa

berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional (Sumapraja, 2005;

Cunningham, 2006).

Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive,

dimana akan masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan

perdarahan dan komplikasi yang lain yang mana pada akhirnya akan

memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola dapat berkembang menjadi

korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar dan membesar

(Cunningham, 2006).

2.10 Komplikasi

Perdarahan yang hebat sampai syok

Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia

Infeksi sekunder

Perforasi karena tindakan atau keganasan

Page 23: Lapsus Mola

BAB IV

PEMBAHASAN

Anamnesis

Teori Fakta

Epidemiologi & Faktor Risiko:

sering terjadi pada usia 20-45 tahun

sering ditemukan pada minggu

kehamilan 12 hingga 14

Paritas tinggi.

Infeksi virus dan faktor kromosom

yang belum jelas.

Keadaan sosioekonomi yang

rendah dan defisiensi gizi

Riwayat kehamilan mola

sebelumnya

Gejala:

Amenore

Perdarahan dari jalan lahir

Mual muntah yang cukup berat

Epidmeiologi & Faktor Risiko:

Pasien berusia 35 tahun

Usia kehamilan 9-10 minggu

Ibu dengan kehamilan kelima

Sosioekonomi cukup

Tidak ada riwayat kehamilan mola

Gejala :

Amenore

Perdarahan dari jalan lahir

Mual (+), muntah (-)

Teori dan fakta sesuai

Pemeriksaan

Teori Fakta

Fisik:

Ukuran uterus lebih besar dari usia

kehamilan

Hipertensi

Tidak terdengar detak jantung

Fisik:

TFU 13 cm

TD : 110/70 mmHg

DJJ (-)

Tirotoksikosis (-)

Page 24: Lapsus Mola

walau pun usia kehamilan besar

Tirotoksikosis

Keluarnya gelembung mola

Penunjang:

USG:

Gambaran badai salju (snow flake

pattern)

Sarang lebah (honey comb)

β-hCG :

meningkat dari usia kehamilan

Rontgen Thoraks

Evaluasi adanya metastase

Patologi:

Macros:

Gelembung-gelembung putih, tembus

pandang, berisi cairan jernih, dengan

ukuran bervariasi dari beberapa

millimeter sampai 1 sampai 2 cm

Micros :

Stroma vili, tidak ada pembuluh darah

pada vili/degenerasi hidropik dan

proliferasi sel-sel trofoblas

Gelembung mola (-)

Penunjang :

USG :

Riwayat pemeriksaan USG di dr. Sp.

OG dan dikatakan pasien mengalami

hamil anggur.

β-hCG :

1. >15.000,00 mIU/ml

(01/07/2015)

Rontgen Thoraks

Kesan :Pleural reaction dextra

Patologi:

Makroskopis:

Diterima jaringan cokelat kehitaman

rapuh 20 cc

Mikroskopis:

(-)

Teori dan fakta sesuai

Page 25: Lapsus Mola

Penatalaksanaan

Teori Fakta

Perbaikan kondisi umum

Kuret

Sitostatik

Histerektomi

Tindak lanjut cek kadar β-hCG

per minggu

Perbaikan kondisi umum

Kuret

Pemeriksaan kadar β-hCG post

kuretase

Teori dan fakta sesuai

BAB V

Page 26: Lapsus Mola

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Pasien Ny. W, perempuan, usia 35 tahun, datang dengan keluhan

perdarahan dari jalan lahir yang dialami sejak 20 hari hari SMRS. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan TFU setinggi 13 cm yang berbeda dengan usia

kehamilan pada saat ini. Dari riwayat pemeriksaan USG pasien ditemukan

gambaran “hamil anggur”. Ditemukan peningkatan kadar hormon β-hCG yang

masih dalam batas kisaran peningkatannya menurut usia kehamilan. Pemeriksaan

patologi ditemukan adanya sisa trofoblas. Pasien kemudian di diagnose sebagai

G1P0A0 gravid 9-10 minggu dengan mola hidatidosa. Pasien di rawat di rumah

sakit, dilakukan perbaikan kondisi umum, kuret, dan pemeriksaan kadar hormon

β-hCG post kuretase. Secara umum, penegakan diagnosis dan alur

penatalaksanaan pada pasien Ny. IP telah sesuai dengan literature yang ada.

1.2 Saran

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan atas penyusunan

tutorial klinik ini. Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran dari

rekan-rekan sekalian demi bertambahnya khasanah ilmu pengetahuan kita

bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Page 27: Lapsus Mola

Crum, C. P., Lester, S. S., & Cotran, R. S. (2007). Sistem Genitalia Perempuan dan Payudara. In V. Kumar, R. S. Cotran, & S. L. Robbins, Robbins Buku Ajar Patologi (7th ed., Vol. 2, pp. 784-78). Jakarta: EGC.

Cuningham, F. G., & dkk. (2005). Obstetri Williams (21st ed., Vol. 2nd). Jakarta: EGC.

Fitriani, R. (2009). Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan , 2, 1-6.

Hadijanto, B. (2009). Perdarahan pada Kehamilan Muda. In A. B. Saifuddin, & T. Rachimhadhi, Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo (4th ed., pp. 488 - 491). Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2000). Kapita Selekta Kedokteran (3rd ed., Vol. 1). Jakarta: Media Aesculapius FK UI.

Ngana, H. Y., & dkk. (2012). Trophoblastic disease. International Journal of Gynecology and Obstetrics 119S2 , S130–S136.

Syafii, Aprianti, S., & Hardjoeno. (2006). Kadar b-hCG Penderita Mola Hidatidosa Sebelum dan Sesudah Kuretase. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory , 13, 1-3.