Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 1
DAN 24 s.d. 30 Juni 2019
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
I. Pasar Global
Pasar Saham. Wall Street ditutup melemah dibanding penutupan pekan
sebelumnya dengan indeks Dow Jones turun 0,45 persen, sementara S&P 500
mencatatkan pelemahan sebesar 0,29 persen. Meskipun demikian, Wall Street
sempat membukukan posisi tertinggi di semester pertama 2019 ini dalam 2
dekade terakhir. Indeks S&P 500 bahkan telah naik sebesar 17 persen selama
semester I 2019 ini dan angka ini merupakan penguatan tertinggi dalam satu
semester sejak 1997. Sentimen utama yang mempengaruhi pergerakan Wall
Street selama sepekan bersumber dari pertemuan Presiden AS Donald Trump
dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada KTT G20 di Jepang yang mana
keduanya bersepakat untuk melanjutkan negosiasi. Sebelumnya, Wall Street
tertekan oleh rilis indeks kepercayaan konsumen AS bulan Juni 2019yang turun
ke posisi 121,5, menyentuh level terendah sejak September 2017, sementara
ekepktasi berada pada level 131,1. Selain itu, sentimen lainnya yang
mempengaruhi pergerakan Wall Street selama sepekan berasal dari pernyataan
Gubernur the Fed terkait proyeksi penurunan suku bunga the Fed, rilis hasil
stress test perbankan oleh the Fed, dan konfrontasi AS dengan Iran pada awal
pekan.
Dari rilis data ekonomi AS selain indeks kepercayaan konsumen, penjualan
rumah baru bulan Mei 2019 tercatat sebanyak 626 ribu, sedikit di bawah
ekspektasi sebanyak 680 ribu, sementara pending home sales bulan yang sama
naik sesuai ekspektasi sebesar 1,1 persen secara bulanan. PDB AS Q1 2019 juga
tumbuh sesuai ekspektasi sebesar 3,1 persen secara kuartalan. Sementara itu,
jumlah pesanan barang tahan lama bulan Mei 2019 tercatat naik 0,3 persen
secara bulanan, di atas ekspektasi sebesar 0,1 persen.
Dari kawasan Eropa, bursa saham utama di kawasan seperti FTSE 100
Inggris, DAX Jerman, dan CAC Prancis ditutup menguat dalam sepekan. Di
tengah berbagai sentimen negatif bursa saham AS dan perekonomian global,
katalis positif datang dari ekspektasi bahwa sebagian besar bank sentral akan
menjadi lebih akomodatif untuk mengatasi dampak konflik perang dagang.
Gambar 1. Pasar Saham Global
Indikator 28 Juni 2019 Perubahan (%)
WoW YoY Ytd
T1 ---- Nilai Tukar/USD ---- Euro 0,88 0,03 (1,72) (0,81) Yen 107,85 (0,49) 2,39 1,68
GBP 0,79 (0,36) (2,98) (0,46) Real 3,85 (0,74) 0,27 0,63
Rubel 63,21 (0,30) (0,62) 9,33 Rupiah 14.128,00 0,21 1,82 1,82 Rupee 69,03 0,80 (0,34) 1,07 Yuan 6,87 0,02 (3,62) 0,17 KRW 1.154,70 0,79 (2,73) (3,48) SGD 1,35 0,16 1,07 0,73
Ringgit 4,13 0,41 (2,21) 0,04 Baht 30,67 0,59 7,41 5,77 Peso 51,24 0,62 4,29 2,56
T2 ----- Pasar Modal ------
DJIA 26.599,96 (0,45) 2,24 14,03 S&P500 2.941,76 (0,29) 5,14 17,35
FTSE 100 7.425,63 0,24 (3,58) 10,37 DAX 12.398,80 0,48 (6,65) 17,42
KOSPI 2.130,62 0,24 (15,31) 4,39 Brazil IBrX 867,56 0,88 (7,73) 3,18
Nikkei 21.275,92 0,08 (10,47) 6,30 SENSEX 39.394,64 0,51 11,73 9,22
JCI 6.358,63 0,68 (1,76) 2,65 Hangseng 28.542,62 0,24 (11,14) 10,43 Shanghai 2.978,88 (0,77) (14,27) 19,45
STI 3.321,61 0,01 (5,67) 8,24 FTSE KLCI 1.672,13 (0,60) (8,21) (1,09)
SET 1.730,34 0,77 (4,89) 10,64 PSEi 7.999,71 (0,69) (9,31) 7,15
T3 ------ Surat Berharga Negara ------ Yield 5 th, (FR 77) 6,81 (6) n/a (118) Yield 10 th, (FR78) 7,33 (9) n/a (63)
T4 ------ Komoditas ------ Brent Oil 64,74 0,45 2,26 17,88
CPO 1.865,00 (6,66) (24,34) (6,94) Gold 1.409,55 0,71 6,22 9,91 Coal 70,90 (0,56) (33,58) (30,52)
Nickel 12.690,00 4,96 1,76 18,71 T5 ------ Rilis Data ------
Consumer confidence
AS Jun : 121,5 Mei : 131,2
New Home Sales AS Mei : 626 ribu Apr : 679 ribu Interest rate News
Zealand Jun : 1,50 Mei : 1,50 GDP AS Q1 : 3,1 Q4 -18 : 3,1
Inggris Q1 : 1,8 Q4 – 18 : 1,8 Pending home sales AS Mei : 1,1 Apr : -1,5
CPI Eropa Jun : 1,2 Mei : 1,2 Manufacturing PMI Tiongkok Jun : 49,4 Mei : 49,4
Highlight Minggu Ini
• Bursa saham global ditutup bervariasi melemah selama sepekan dengan bursa saham Wall Street mengalami pelemahan, bursa Eropa menguat, sementara bursa Asia bervariasi.
• Sentimen utama yang mempengaruhi pergerakan bursa saham global selama sepekan antara lain bersumber dari pertemuan Donald Trump dengan Xi Jinping pada KTT G20, rilis data ekonomi di kawasan, dan ekspektasi akomodatif kebijakan bank - bank sentral di dunia.
• Indeks dollar AS tercatat melemah sebesar 0,09 persen ke level 96,13 pada Jumat (28/06), sementara yield US Treasury 10 tahun turun sekitar 4 bps ke level 2,01.
• Dari pasar komoditas, harga minyak mentah jenis Brent melanjutkan penguatan selama sepekan, sementara harga batubara dan CPO kembali terkoreksi.
• IHSG menguat 0,68 persen secara mingguan ke level 6.358,63 dengan investor nonresiden mencatatkan beli bersih dalam sepekan, imbal hasil SBN seri benchmark bergerak turun dengan posisi kepemilikan investor nonresiden mengalami kenaikan,sementara nilai tukar Rupiah menguat 0,21 persen ke level Rp14.128 per USD.
• Pemimpin negara G20 dalam G20 Summit Osaka 29-29 Juni 2019 menyepakati berbagai isu mengenai permbangunan berkelanjutan, komitmen untuk mengatasi berbagai tantangan global serta bersama-sama mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara khusus, pemimpin G20 sepakat untuk mengakhiri perang dagang dengan menciptakan sistem perdagangan yang bebas, adil dan indiskriminatif.
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 2
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Gambar 4. Harga minyak mentah dunia dan inflasi
global
Gambar 2. Yield treasury AS tenor 10 tahun menurun
secara mingguan ke level 2,00 pada hari Jumat (28/06)
Bursa saham Jerman bahkan membukukan kinerja terbaik semester I 2019 ini
yang merupakan kinerja semesteran terbaik dalam 2 dekade terakhir.
Dari perkembangan Brexit, Boris Johnson, calon favorit Perdana Menteri
Inggris penerus Theresa May, pada tengah pekan mengatakan bahwa peluang
UK meningggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan (no-deal) adalah satu juta
banding satu. Gubernur Bank Sentral Inggris (BoE) Mark Carney kemudian
mengatakan bahwa dalam hal “no-deal Brexit”, BoE akan cenderung untuk
menurunkan suku bunga acuan.
Dari rilis data ekonomi di kawasan, PDB UK Q1 2019 tumbuh sesuai ekspektasi
sebesar 0,5 persen qoq atau 1,8 persen yoy. Inflasi zona Euro bulan Juni 2019
juga tercatat sesuai ekspektasi sebesar 1,2 persen yoy.
Dari kawasan Asia, indeks saham di Kawasan ditutup bervariasi dalam
sepekan dengan indeks SET Thailand dan IHSG mengalami penguatan
mingguan tertinggi di kawasan masing – masing sebesar 0,77 dan 0,68 persen.
Sebaliknya, indeks Shanghai Tiongkok dan PSEi Filipina mencatatkan
pelemahan mingguan terdalam di kawasan masing – masing sebesar 0,77 dan
0,69 persen.
Dari rilis data ekonomi di kawasan, manufaktur Tiongkok bulan Juni 2019
masih menunjukkan kontraksi. Baik indikator Manufacturing PMI maupun
Caixin Manufacturing PMI pada bulan Juni 2019 masih berada di bawah 50.
Sementara itu di Jepang, Tankan Large Manufacturers Index Q2 2019 berada
di level 7. Meskipun lebih rendah dari ekspektasi sebesar 9, angka positif ini
menunjukkan kondisi bisnis yang meningkat. Untuk nonmanufaktur, Tankan
Large Non-Manufacturers Index pada kuartal yang sama berada di level 23, di
atas ekspektasi sebesar 20. Data ini merupakan data survei terhadap 1.200
perusahaan besar.
Pasar Uang. Indeks dolar AS bergerak sedikit lebih rendah ke level 96,13
pada akhir perdagangan pekan lalu (28/06) atau melemah sebesar 0,09
persen dalam sepekan terhadap enam mata uang utama dunia dari posisi
96,22 pada akhir pekan sebelumnya (21/06). Dolar AS bergerak lebih
rendah akibat ketidakpastian perkembangan perang dagang antara AS dan
Tiongkok, apakah Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping
akan mencapai kesepakatan perang dagang pada KTT G20 atau melanjutkan
konflik. Hal tersebut mendorong optimisme para investor terhadap dolar AS.
Selain itu, data indeks harga konsumsi personal di AS atau The core U
Spersonal consumption expenditure dilaporkan naik 0,2 persen di periode Mei
2019 atau sesuai dengan perkiraan sebelumnya sehingga memperkuat
ekspektasi investor bahwa the Fed akan memangkas suku bunga sedikitnya 25
bps pada meeting bulan berikutnya. Di sisi lain, mata uang Poundsterling
ditutup melemah terhadap dolar AS pada akhir pekan lalu, turun ke level
terendah dalam lima bulan di tengah kekhawatiran investor seputar
kemungkinan Brexit yang bisa berakhir tanpa kesepakatan. Sementara itu,
mata uang Euro menguat tipis terhadap dolar AS, memanfaatkan posisi
pelemahan dolar AS jelang KTT G20.
Pasar Obligasi. Yield US Treasury tenor 10 tahun pekan lalu (28/06)
ditutup di level 2,01 persen atau turun sekitar 4 bps dibandingkan
penutupan pekan sebelumnya (21/06) di level 2,05 persen. Pekan lalu, yield
US Treasury 10 tahun bahkan sempat ditutup di level 1,98 persen pada Selasa
(25/06) atau terendah dalam 20 bulan terakhir dipicu oleh turunnya
kepercayaan konsumen AS untuk bulan Juni 2019 ke level terendah dalam 21
bulan terakhir. Konsumen AS menunjukkan sikap pesimis tentang kondisi
bisnis dan pasar tenaga kerja di tengah kekhawatiran peningkatan ketegangan
perdagangan AS dan Tiongkok. The Conference Board mencatat indeks
kepercayaan konsumen turun 9,8 poin dari 131,3 pada bulan Mei 2019 menjadi
121,5 pada bulan Juni 2019 sekaligus yang terendah sejak September 2017.
Selain itu, sinyal penurunan suku bunga acuan FFR semakin kuat setelah
Presiden the Fed St. Louis James Bullard menyatakan bahwa dirinya meyakini
penurunan FFR sebesar 50 bps pada FOMC Meeting yang akan datang terlalu
berlebihan dan penurunan 25 bps sudah tepat. Di sisi lain, dalam pidatonya di
Gambar 3. The Fed dikabarkan akan menghentikan
program pengurangan neracanya dan lebih dovish
terhadap kenaikan suku bunga acuan
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 3
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Gambar 6. Harga hard commodities: semua harga hard
commodities menguat secara mingguan
Gambar 5. Harga minyak mentah Brent, minyak
mentah WTI menguat sementara harga acuan
batubara ICE Newcastle melemah secara mingguan
hadapan Council on Foreign Relations pada hari Selasa (25/06), Gubernur the
Fed Jerome Powell menyatakan bahwa the Fed melihat inflasi AS terus berjalan
di bawah target 2 persen yang ditetapkan dan ketidakpastian yang dihadapi
oleh perekonomian AS semakin membesar seiring ketidakpastian global. Selain
itu, sentimen dari semakin memanasnya hubungan antara AS dan Iran juga
memicu meningkatnya US Treasury sebagai salah satu safe haven assets.
Pasar Komoditas. Harga minyak Brent kontrak berjangka acuan global
pekan lalu masih melanjutkan penguatan pada pekan sebelumnya. Pada
penutupan pekan Jumat (28/06), harga minyak Brent tercatat di level US$64,74
per barel atau menguat tipis 0,45 persen dalam sepekan dari posisi US$64,45
per barel pada Jumat (21/06) dengan sentimen utama datang meningkatnya
ketegangan AS dan Iran, ekspektasi positif dari rencana pertemuan presiden
AS dan presiden Tiongkok di sela KTT G20 Osaka serta pertemuan OPEC dan
sekutunya di Wina, Austria pada 1 hingga 2 Juli 2019. Sebagai respon atas
penembakan pesawat tanpa awak (drone) milik AS oleh Iran, pada hari Senin
(24/06) Presiden AS, Donald Trump, menandatangani sanksi baru terhadap Iran
yang akan membuat Pimpinan Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei dan
jajarannya, tidak bisa mengakses sumber finansial yang penting. Iran merespon
sanksi tersebut dengan menyatakan bahwa sanksi terhadap Khamenei berarti
pemutusan hubungan diplomatik antara kedua negara. Selain itu, pelaku pasar
membentuk ekspektasi positif dari rencana pertemuan Presiden AS, Donald
Trump, dan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, di sela KTT G20 Osaka, Jepang.
Apabila kedua belah pihak dapat menyepakati dimulainya kembali negosiasi
perdagangan, maka terdapat potensi perang dagang dapat diselesaikan
sehingga pelemahan ekonomi global yang menekan permintaan minyak akan
dapat dihindari. Di sisi lain, pelaku pasar juga membaca sinyal-sinyal
perpanjangan pemotongan produksi oleh OPEC dan sekutunya yang akan
dibahas dalam pertemuan di Wina meskipun besaran pemotongan masih
menjadi tanda tanya. Menteri Perminyakan Irak Jabar Al-Luaibi memperkirakan
OPEC akan memperpanjang kebijakan pemangkasan produksi sekaligus
kemungkinan untuk memperbesar kebijakan pemangkasan tersebut. Dikutip
dari Reuters, Aljazair telah mengemukakan ide untuk memperbesar
pemangkasan sebanyak 600 ribu barel per hari untuk semester kedua tahun
ini.
Harga komoditas batubara masih meneruskan pelemahan yang terjadi
pada tujuh pekan sebelumnya. Harga batubara ICE Newcastle kontrak acuan
paling aktif tercatat turun 0,56 persen secara mingguan ke level US$70,90 per
metriks ton pada hari Jumat (28/06). Sentimen utama yang membebani harga
batubara sepanjang pekan lalu berasal dari rencana pemerintah Tiongkok
untuk memperketat impor batubara sehingga mengganggu keseimbangan
pasar batubara global. Dikutip dari Bloomberg, Tiongkok akan memperketat
impor batubara pada semester kedua tahun 2019 apabila regulator mampu
menstabilkan harga batubara domestiknya. Diperkirakan, pemerintah
Tiongkok akan berusaha membatasi impor dibawah tingkat impor tahun 2018
yang mencapai 281 juta ton. Hingga Mei 2019, impor batubara Tiongkok telah
mencapai 127 juta ton, 5,6 persen lebih tinggi dari periode yang sama pada
tahun 2018. Sebelum langkah pembatasan impor ini, pemerintah Tiongkok
menangguhkan bea cukai dalam dua bulan terakhir tahun 2018 untuk
memenuhi batas pengiriman tahunan pada tahun 2019. Setelah harga
batubara domestik Tiongkok meningkat seiring pengawasan yang lebih ketat
terhadap tambang lokal, pembangkit listrik besar mengimbau pemerintah
untuk membantu mengurangi biaya batubara. Dari dalam negeri, Pemerintah
melalui Kementerian ESDM menyatakan akan memprioritaskan agar produksi
batubara akan dominan diserap oleh dalam negeri. Sebagai catatan, produksi
batubara pada tahun 2018 mencapai 528 juta ton atau jauh lebih tinggi
dibanding Perencanaan Nasional Jangka Menengah-Panjang 2015-2019, di
mana produksi batu bara yang direncanakan sebesar 413 juta ton per tahun.
Dengan produksi batu bara yang sangat besar, maka pemerintah mulai
memprioritaskan pasokan batu bara di dalam negeri.
Dari komoditas CPO, harga CPO berjangka kontrak acuan di Bursa
Malaysia Derivatives Exchange pekan lalu melemah tajam sebesar 6,6
persen. Harga CPO pekan lalu ditutup turun ke level 1.865 Ringgit/ton pada
Jumat (26/06) dari pekan sebelumnya 1.998 Ringgit/ton pada Jumat (21/06).
Gambar 7. Harga soft commodities: harga jagung dan
kopi menguat, harga gandum, kakao, dan CPO melemah,
sementara harga kedelai tetap secara mingguan
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 4
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Gambar 10. Selain Singapura dan Malaysia, nilai tukar
mata uang di kawasan Asia mengalami apresiasi terhadap
dolar AS pada pekan lalu (19/4)
Pelemahan harga CPO terutama dipengaruhi oleh meningkatnya stok kelapa
sawit dan perang dagang antara AS-Tiongkok yang menyebabkan perlambatan
ekonomi global. Pada akhir tahun lalu, stok minyak sawit di Malaysia
membengkak hingga 3,21 juta ton yang merupakan jumlah terbesar dalam 19
tahun terakhir. Walupun saat ini stok sudah mulai berkurang, namun pada bulan
Mei 2019 posisinya masih sebesar 2,44 juta ton atau lebih tinggi 11,4 persen
dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya. Selain itu, masih ada
kemungkinan stok kembali meningkat di bulan Juli. Hal ini disebabkan oleh tiga
lembaga survei (Amspec Agri Malaysia, Intertek Testing Services, dan Societe
Generale de Surveillance) mengatakan ekspor minyak sawit Malaysia sepanjang
1-25 Juni turun pada kisaran 15,3-17,8 persen dibanding periode yang sama
bulan sebelumnya. Ekspor yang melambat seringkali diiringi peningkatan stok
kecuali jika produksi bisa ditekan. Namun pelaku pasar tidak yakin produksi bisa
berkurang banyak karena per Mei 2019, produksi minyak sawit Malaysia sudah
menyentuh 1,67 juta ton atau lebih tinggi 9,8 persen dibanding Mei 2018
sebesar 1,52 juta ton. Di sisi lain, harga minyak sawit semakin tertekan setelah
bulan lalu India yang merupakan negara importir CPO terbesar kedua setelah
Tiongkok menerapkan biaya impor yang cukup tinggi untuk minyak sawit.
Dari dalam negeri, Pemerintah memutuskan untuk memangkas tarif bea masuk
produk gula kristal mentah/gula kasar (raw sugar) dari India menjadi 5 persen.
Sebelumnya, impor gula mentah asal India dikenakan tarif MFN (most
favourable nations) sebesar Rp500/kg. Dalam pertimbangannya, Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati memutuskan perlu melakukan penyesuaian
terhadap bea masuk gula mentah dari India untuk lebih membuka akses pasar
produk Indonesia di India termasuk CPO.
II. Pasar Keuangan Domestik
• Pekan terakhir bulan Juni 2019, IHSG tercatat menguat sebesar 0,68 persen
secara mingguan ke level 6.358,63 dengan investor nonresiden mencatatkan
beli bersih dalam sepekan, imbal hasil SBN seri benchmark bergerak turun
dengan posisi kepemilikan investor nonresiden mengalami kenaikan,
sementara nilai tukar Rupiah menguat 0,21 persen ke level Rp14.128 per
USD.
IHSG tercatat menguat 0,68 persen secara mingguan ke level 6.358,63 dan
diperdagangkan di kisaran 6.280,22 – 6.377,35 pekan
lalu. Investor nonresiden mencatatkan beli bersih sebesar Rp9,77 triliun
sepanjang pekan lalu dan tercatat beli bersih sebesar Rp10,92 trilun mtd dan
tercatat beli bersih sebesar Rp68,76 triliun secara ytd. Nilai rata-rata
transaksi perdagangan harian selama sepekan terpantau turun ke ke level
Rp11,35 triliun dari pekan sebelumnya yang sebesar Rp11,38 triliun.
Dari pasar SBN, yield SUN seri benchmark bergerak turun dibandingkan
posisi Jumat (21/06) dengan penurunan antara 6 hingga 18 bps.
Berdasarkan data setelmen BI tanggal 27 Juni 2019, kepemilikan investor
nonresiden naik Rp15,36 triliun (1,58%) dibandingkan posisi Jumat (21/06) dari
Rp971,67 triliun (38,48%) ke Rp987,03 triliun (39,00%).
Kepemilikan nonresiden naik Rp93,78 triliun (10,50%) secara year to date (ytd)
dan naik Rp37,46 triliun (3,95%) secara month to date (mtd).
Nilai tukar Rupiah menguat sebesar 0,21 persen secara mingguan, secara
mtd Rupiah terapresiasi sebesar 1,03 persen dan menguat sebesar 1,85 persen
secara ytd, berada di level Rp14.128 per USD pada akhir perdagangan hari
Jumat (28/06). Rupiah relatif tidak mengalami tekanan selama
sepekan, sebagaimana tercermin dari perkembangan spread harian antara
nilai spot dan non deliverable forward 1 bulan yang bergerak dalam rentang
Rp42 sampai Rp77 per USD, lebih rendah dibanding spread Rp8 sampai Rp83
per USD pada pekan sebelumnya. Pekan lalu, Rupiah diperdagangkan di
kisaran 14.102 – 14.185 per USD. Secara ytd, rata-rata penutupan harian Rupiah
berada di level Rp14.195 per USD.
III. Perekonomian Internasional
Dari kawasan AS, Departemen Perdagangan AS menyebutkan ekonomi AS
tumbuh 3,1 persen qoq pada kuartal pertama 2019 menurut estimasi ketiga.
Gambar 9. Tekanan terhadap Rupiah relatif lebih rendah
dibanding pekan sebelumnya
Gambar 8. Pasar Keuangan Indonesia sepekan: Rupiah
terapresiasi, IHSG menguat, yield SBN seri benchmark turun
Gambar 10. Seluruh mata uang Asia yang diamati
menguat secara mingguan
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 5
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Gambar 12. PMI zona Euro pada bulan Juni berada pada
level 47,8, sedikit menguat dibandingkan dengan bulan
sebelumnya yang sebesar 47,7
Gambar 13. Inflasi Singapura bulan Mei tumbuh 0,9 persen
yoy lebih tinggi dibandingkan konsensus sebesar 0,7 persen
Angka ini sejalan dengan estimasi kedua karena revisi naik untuk investasi
tetap nonperumahan, ekspor, pengeluaran pemerintah daerah dan negara
bagian, serta investasi tetap perumahan diimbangi oleh revisi turun untuk
pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) dan investasi persediaan serta revisi naik
untuk impor. Sementara itu, tingkat kepercayaan konsumen AS bulan Juni
turun ke level terendah dalam 21 bulan terakhir. The Conference Board AS
mencatat, indeks kepercayaan konsumen turun 9,8 poin menjadi 121,5 bulan
ini. Pada bulan sebelumnya kepercayaan konsumen masih berada pada level
yang lebih tinggi yaitu sebesar 131,3. Hal ini menunjukkan sikap pesimis
konsumen AS akan kondisi bisnis dan pasar tenaga kerja di tengah
kekhawatiran peningkatan ketegangan perdagangan AS dan Tiongkok.
Dari kawasan Eropa, aktivitas sektor manufaktur zona Euro terus membaik
pada bulan Juni 2019. Survei aktivitas manufaktur terbaru dari penelitian
IHS/Markit menunjukkan indeks manajer pembelian manufaktur atau PMI
zona Euro berada pada level 47,8, sedikit menguat dibandingkan dengan
bulan sebelumnya yang sebesar 47,7. Sementara itu, IHS Markit Eurozone
Composite naik dari 51,8 di bulan Mei menjadi 52,1 di bulan Juni.
Dari kawasan Asia Pasifik, inflasi Singapura bulan Mei 2019 tumbuh 0,9
persen yoy lebih tinggi dibandingkan konsensus sebesar 0,7 persen.
Sementara itu, inflasi inti dilaporkan naik 1,3 persen sesuai dengan
konsensus. Inflasi yang bertumbuh di negara tersebut mengindikasikan
adanya geliat permintaan atau konsumsi dan mengurangi kekhawatiran
berlebihan akan terjadinya perlambatan ekonomi di negara tersebut.
Bank Sentral Selandia Baru (RBNZ) memutuskan untuk mempertahankan
tingkat suku bunga acuan pada posisi 1,50 persen. Angka tersebut sama
dengan yang telah diprediksi sebelumnya. RBNZ menyatakan kedepannya,
suku bunga yang lebih rendah mungkin diperlukan seiring waktu akibat
prospek pertumbuhan ekonomi global yang lebih rendah dan risiko
pertumbuhan ekonomi Selandia Baru sendiri.
IV. Perekonomian Domestik
Neraca perdagangan bulan Mei 2019 mencatatkan surplus sebesar US$0,21
miliar dengan nilai ekspor sebesar US$14,74 miliar dan nilai impor sebesar
US$14,53 miliar. Kinerja ekspor dan impor periode Mei 2019 tercatat
mengalami peningkatan yang didukung oleh peningkatan ekspor migas
sebesar 50,19 persen dan ekspor nonmigas sebesar 10,16 persen
dibandingkan bulan sebelumnya. Sama halnya dengan kinerja ekspor,
penurunan impor Mei 2019 juga disebabkan oleh aktivitas impor yang
menurun baik pada sektor migas maupun nonmigas. Impor migas turun 6,41
persen dari periode April 2019 sebesar USD2,24 miliar menjadi USD2,09
miliar pada Mei 2019. Sementara untuk nonmigas turun 5,48 persen dari
USD13,16 miliar menjadi USD12,44 miliar. Namun demikian, secara kumulatif
kinerja ekspor maupun impor pada Januari - Mei 2019 masih mengalami
defisit sebesar USD2,14 miliar, dimana impor secara kumulatif mencapai
US$70,60 miliar dan ekspor USD68,46 miliar. Defisit neraca perdagangan
Indonesia tersebut turut ditengarai sebagai dampak dari perang dagang
antara AS dan Tiongkok.
Bank Indonesia telah menyempurnakan layanan Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.21/8/PBI/2019
tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank
Indonesia, dan ketentuan teknis dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur
No. 21/12/PADG/2019 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Berjadwal oleh Bank Indonesia. Penyempurnaan ketiga ketentuan tersebut
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran Indonesia,
emberikan layanan, transfer dana yang lebih cepat sejalan dengan
kebutuhan masyarakat dan mengakomodasi kebutuhan pengguna, baik
individu maupun korporasi, untuk transaksi dengan nilai yang lebih besar.
Ketentuan ini akan mulai berlaku 1 September 2019. Adapun salah satu
perubahan dalam aturan tersebut yaitu terkait periode setelmen yang
sebelumnya 5 kali dalam 1 hari untuk Layanan Transfer Dan dan 2 kali dalam
1 hari untuk Layanan Pembayaran Reguler kini menjadi 9 kali dalam 1 hari
untuk Layanan Transfer Dana dan Layanan Pembayaran Reguler.
Selain itu, terkait Service Level Agreement (SLA), penyelesaian transaksi akan
dilakukan maksimal 1 Jam masing-masing di Bank Pengirim dan Bank
Penerima dimana pada aturan sebelumnya dilakukan maksimal 2 jam.
Gambar 11. Departemen Perdagangan AS menyebutkan
ekonomi AS tumbuh 3,1 persen pada kuartal pertama
2019 menurut estimasi ketiga
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 6
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Kindy Rinaldy Syahrir, Alfan Mansur, Pipin Prasetyono, Adya Asmara Muda, Nurul Fatimah, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho Tajuk: Kindy Rinaldy Syahrir Sumber Data: Bloomberg, Reuters,
CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN Money, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan,
menutup Spring Meeting
yang diselenggarakan
sepanjang minggu lalu. Para
pembuat kebijakan
menyampaikan pesan
mengenai kekhawatiran
yang bercampur dengan
optimisme prospek ekonomi
ke depan. Para Menteri
Keuangan dunia mengakhiri
pembicaraan di Washington
DC yang memadukan
kekhawatiran terhadap
keadaan ekonomi dunia
yang bergerak melambat
saat ini dengan keyakinan
akan segera pulih.
Pergeseran tren yang
menjauh dari pengetatan
kebijakan moneter oleh
bank sentral, kebijakan
stimulus baru-baru ini di
Tiongkok dan meredanya
ketegangan perdagangan
menjadi harapan bahwa
perlambatan ekonomi akan
berlangsung tidak terlalu
lama meskipun tidak ada
yang memperkirakan
momentum booming baru.
Rally pasar saham yang kini
terjadi cukup mengundang
optimisme tentang prospek
pertumbuhan untuk berbalik
"menguat." Direktur
Pelaksana IMF Christine
Lagarde tetap
memperingatkan dunia
berada pada "saat yang
Tajuk Minggu Ini: Kabar dari Osaka
Pandangan dunia sejenak tertuju ke Osaka, Jepang pada 28 dan 29
Juni pekan lalu saat 19 pemimpin negara G20 dan beberapa negara
serta lembaga undangan berkumpul untuk melaksanakan Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) atau G20 Summit. Selain pertemuan tingkat
kepala negara/kepala pemerintahan, G20 Summit Osaka juga diikuti
oleh berbagai pertemuan tingkat Gubernur Bank Sentral dan tingkat
Menteri. Berbagai pengamat menyebut KTT G20 kali ini merupakan
pertemuan paling panas dan berisiko terutama dalam kaitannya
dengan situasi perang dagang AS-Tiongkok, ketegangan AS-Iran,
penarikan diri AS dari kesepakatan perubahan iklim Paris serta
ketegangan geopolitik lainnya.
Terlepas dari kondisi tersebut, KTT G20 berhasil mencapai
kesepakatan dalam berbagai isu penting diantaranya peningkatan
peran wanita dan perhatian kepada kesenjangan global termasuk
lingkungan hidup, inovasi, antikorupsi, investasi, tenaga kerja,
pariwisata, pertanian, perubahan iklim, energi, kesehatan dan isu
migrasi/pengungsi. Kesepakatan-kesepakatan yang dituangkan
dalam Deklarasi Osaka tersebut memberikan pesan yang kuat kepada
masyarakat internasional bahwa G20 berada dalam semangat yang
sama untuk mengatasi berbagai tantangan global serta bersama-
sama mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyelesaikan
pembangunan berkelanjutan sebagaimana telah ditetapkan dalam
agenda SDGs 2030.
Pada hari pertama pertemuan, para pemimpin dunia secara khusus
membahas isu perang dagang dan proteksionisme global dan telah
menyepakati untuk mengakhiri perang dagang dengan menciptakan
sistem perdagangan yang bebas, adil dan indiskriminatif, meskipun
belum terdapat kejelasan mengenai langkah-langkah yang akan
dilakukan. Para pemimpin G20 juga memahami risiko perlambatan
perekonomian global yang mencapai sekitar 0,5 persen lebih rendah
sebagaimana disampaikan oleh IMF apabila perang dagang terus
berlanjut. Salah satu poin penting yang disampaikan oleh mayoritas
pemimpin G20 adalah mengenai reformasi WTO terutama dalam hal
penanganan dispute, penanganan masalah multilateral yang sifatnya
mendistorsi, dan penyelesaian perbedaan praktek perdagangan yang
adil.
Selain agenda utama KTT G20, perhatian dunia juga tertuju pada
pertemuan bilateral antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden
Tiongkok Xi Jinping untuk membicarakan kelanjutan perundingan
perdagangan antara kedua negara. Setelah terakhir bertemu tujuh
bulan lalu di Argentina, pertemuan kedua presiden di Osaka dianggap
sebagai pertemuan terpenting yang dapat menentukan arah
perekonomian global ke depan. AS dan Tiongkok telah saling
mengenakan tarif impor terhadap produk-produk kedua negara
senilai ratusan miliar dolar dalam perang dagang yang telah
berlangsung selama hampir setahun. Terakhir, AS menaikkan tarif
impor dari 10 persen menjadi 25 persen atas barang-barang impor
Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Alfan Mansur, Pipin Prasetyono, Adya Asmara Muda, Nurul Fatimah, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho Sumber Data: Bloomberg, Reuters, CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN Money, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan, Kompas, Media Indonesia, Tempo, Antara News Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada
kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.
dari Tiongkok senilai US$200 miliar dari yang dibalas oleh Tiongkok
dengan menerapkan kenaikan tarif atas barang-barang dari AS.
Saat agenda pertemuan di Osaka tersebut dipublikasikan, pasar
keuangan global merespon positif yang ditandai oleh penguatan
pasar saham secara global dan kenaikan harga aset yang lebih
berisiko, terutama di emerging countries.
Dalam rilis bersama yang disampaikan oleh Presiden AS dan
Presiden Tiongkok, kedua negara tersebut telah bersepakat untuk
memulai kembali perundingan perdagangan dan hubungan kedua
negara telah kembali ke jalur yang benar. Secara spesifik, Presiden
AS menyatakan bahwa AS akan menunda sementara
pemberlakuan kenaikan tarif baru kepada Tiongkok sebagaimana
telah diumumkan sebelumnya bahwa AS akan menambah
kenaikan tarif baru terhadap barang asal Tiongkok senilai US$ 300
miliar. Namun demikian, AS tidak akan menghapus pengenaan tarif
yang telah dilakukan. Pada akhir 2018 lalu, pemerintah AS telah
memutuskan untuk menaikkan biaya tarif tambahan senilai US$
250 miliar kepada Tiongkok. Untuk mengurangi ketegangan
dengan Tiongkok, AS juga akan memberikan pelonggaran
pembatasan bagi perusahaan teknologi asal Tiongkok, Huawei.
Dalam konferensi persnya, Presiden AS menyatakan pemerintah AS
akan memperbolehkan perusahaan AS
menjual produk mereka kepada Huawei sehingga perusahaan AS
bisa tetap beroperasi. Di sisi lain, Tiongkok berkomitmen untuk
membeli produk pertanian AS.
Kembalinya AS dan Tiongkok ke meja perundingan merupakan
kabar bagus bagi pasar keuangan dan perekonomian global paska
kegagalan perundingan perdagangan kedua negara pada bulan
Mei yang lalu. Kembali berundingnya AS dan Tiongkok membuka
asa akan tercapainya kesepakatan untuk menghentikan
perselisihan perdagangan yang selama ini dilakukan oleh kedua
negara yang berarti perlambatan perdagangan dan pertumbuhan
global lebih lanjut dapat dihindari. Sebagaimana sebelumnya,
perkembangan positif dari negosiasi perdagangan kedua negara
selalu menjadi sentimen positif yang kuat terhadap pasar keuangan
dan pasar komoditas global termasuk di Indonesia.
Dengan demikian, kita boleh berharap IHSG dan Rupiah akan
menguat dan imbal hasil SBN akan terus menurun pekan ini seiring
sentimen positif dalam negeri yaitu telah selesainya proses
Pemilihan Presiden 2019 seiring dengan telah ditetapkannya
presiden dan wakil presiden terpilih oleh KPU pada Minggu (30/06).
Ir. H. Joko Widodo dan KH. Ma'ruf Amin ditetapkan sebagai
pasangan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024
dengan perolehan 85.607.362 suara atau 55,50 persen dari total
suara sah nasional.
Top Related