TUGAS HUKUM INTERNASIONALHubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional
Disusun oleh:Nama : Evelyne Theresia NIM : 070200170
Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara
Medan 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas
berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai
perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan
internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga
hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional
dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan
aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum
antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas
yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan
yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu : (1) Hukum Internasional
regional : Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya,
seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan
kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut
(conservation of the living resources of the sea) yang mula- mula tumbuh di Benua
Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum. (2) Hukum Internasional
Khusus : Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi
negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan
keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda
dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh
melalui proses hukum kebiasaan.
Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional
yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-
masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan
suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang
sederajat.
Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum
hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut,
baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari
Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan
dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau
Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan
warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada
di wilayah Nusantara.
B. Permasalahan
Dalam perkembangan teori-teori hukum, dikenal dua aliran besar mengenai
hubungan antara hukum nasional dengan hukum internasional. Monisme dan
dualisme. Untuk memperjelas hubungan antara hukum Nasional dan Internasional,
maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana
hubungan hukum nasional dan internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Internasional
Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang
sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus
ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-
hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup :
(a) organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan
lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-
fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau
negara-negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu
atau individu-individu ;
(b) peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu
dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-
hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara
tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional.
Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja
mengartikan “hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-
asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas
negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan
negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain”.
Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh
gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional,
yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan
hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam
pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan
hukumnya.
Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi
menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi
pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.
B. Pengertian Hukum Nasional
Hukum nasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri
atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat
dalam suatu negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-
hubungan antara mereka satu dengan lainnya.
Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum
hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang
dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental,
khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang
merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-
Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut
Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang
perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku
sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari
masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
C. Hubungan Hukum Nasional dan Hukum Internasional
Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional,
merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum
internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah,
tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya
hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi
menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang
diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum
nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum
internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk
urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah
dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai
dengan hukum internasional.
Berangkat dari pentingnya hubungan lintas negara disegala sektor
kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat
diperlukan hukum yang diharap bisa menuntaskan segala masalah yang timbul
dari hubungan antar negara. Hukum Internasional ialah sekumpulan kaedah
hukum wajib yang mengatur hubungan antara person hukum internasional
(Negara dan Organisasi Internasional), menentukan hak dan kewajiban badan
tersebut serta membatasi hubungan yang terjadi antara person hukum tersebut
dengan masyarakat sipil.
Oleh karena itu hukum internasional adalah hukum masyarakat
internasional yang mengatur segala hubungan yang terjalin dari person hukum
internasional serta hubungannya dengan masyarakat sipil. Hukum internasional
mempunyai beberapa segi penting seperti prinsip kesepakatan bersama (principle
of mutual consent), prinsip timbal balik (priniple of reciprocity), prinsip
komunikasi bebas (principle of free communication), princip tidak diganggu
gugat (principle of inciolability), prinsip layak dan umum (principle of
reasonable and normal), prinsip eksteritorial (principle of exterritoriality), dan
prinsip-prinsip lain yang penting bagi hubungan diplomatik antarnegara.
Maka hukum internasional memberikan implikasi hukum bagi para
pelangarnya, yang dimaksud implikasi disini ialah tanggung jawab secara
internasional yang disebabkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan sesuatu
negara atau organisasi internasional dalam melakukan segala tugas-tugasnya
sebagai person hukum internasional. Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan
unsur- unsur terpenting dari hukum internasional;
(a) Objek dari hukum internasional ialah badan hukum internasional yaitu negara
dan organisasi internasional,
(b) Hubungan yang terjalin antara badan hukum internasional adalah hubungan
internasional dalam artian bukan dalam scope wilayah tertentu, ia merupakan
hubungan luar negeri yang melewati batas teritorial atau geografis negara,
berlainan dengan hukum negara yang hanya mengatur hubungan dalam negeri
dan
(c) kaedah hukum internasional ialah kaedah wajib, seperti layaknya semua
kaedah hukum, dan ini yang membedakan antara hukum internasional dengan
kaedah internasional yang berlaku dinegara tanpa memiliki sifat wajib seperti
life service dan adat kebiasaan internasional.
Jika hukum nasional ialah hukum yang terapkan dalam teritorial sesuatu
negara dalam mengatur segala urusan dalam negeri dan juga dalam menghadapi
penduduk yang berdomisili didalamnya, maka hukum internasional ialah hukum
yang mengatur aspek negara dalam hubungannya dengan negara lain.
Hukum Internasional ada untuk mengatur segala hubungan internasional
demi berlangsungnya kehidupan internasional yang terlepas dari segala bentuk
tindakan yang merugikan negara lain. Oleh sebab itu negara yang melakukan
tindakan yang dapat merugikan negara lain atau dalam artian melanggar
kesepakatan bersama akan dikenai implikasi hukum, jadi sebuah negara harus
bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.
Pengertian tanggung jawab internasional itu sendiri itu adalah peraturan
hukum dimana hukum internasional mewajibkan kepada person hukum
internasional pelaku tindakan yang melanggar kewajiban-kewajiban internasional
yang menyebabkan kerugian pada person hukum internasional lainnya untuk
melakukan kompensasi.
D. Esensial Hukum Internasional
Apa yang menjadi kepentingan hukum internasional adalah memberikan
batasan yang jelas terhadap kewenangan negara dalam pelaksanaan hubungan
antarnegara. Hal ini bertolak belakang dengan kepentingan penyelenggaraan
politik internasional yang bertujuan untuk mempertahankan atau memperbesar
kekuasaan. Karena itu, hukum bermakna memberikan petunjuk operasional
perihal kebolehan dan larangan guna membatasi kekuasaan absolut negara.
Realitanya keterkaitan diantara kedua dimensi hubungan ini berujung
kepada persoalan esensi hukum sebagai suatu kekuatan yang bersifat memaksa.
Masalah efektifitas hukum dalam hubungan internasional ini menimbulkan dua
konsekuensi yang secara diameteral saling bertolak-belakang. Pertama, struktur
hukum nasional lebih tinggi dari pada hukum internasional. Pemahaman ini
membawa implikasi hukum internasional terhadap kebijakan domestik suatu
negara akan diukur berdasarkan sistem hukum nasional. Di sini hukum
internasional baru akan berlaku jika tidak bertentangan dengan kaedah hukum
nasional. Agar berlaku, hukum internasional juga perlu diadopsi terlebih dahulu
menjadi hukum nasional, yaitu suatu proses yang dilakukan antara lain melalui
ratifikasi. Dasarnya adalah doktrin hukum pacta sunc servanda di mana perjanjian
berlaku sebagai hukum bagi para pihak. Perjanjian merefleksikan itikad bebas
yang dicapai secara sukarela oleh subjek hukum internasional yang memiliki
kesetaraan satu sama lain. Sebaliknya, hukum dinilai tidak dapat berfungsi secara
efektif jika tidak ada keinginan negara untuk tunduk di bawah ketentuan yang
diaturnya. Kemudian pemahaman kedua sementara itu mendalilkan bahwa hukum
internasional otomatis berlaku sebagai kaedah hukum domestik yang mengikat
negara tanpa melalui proses adopsi menjadi hukum nasional. Menurut paradigma
ini, hukum internasional merupakan fondasi tertinggi yang mengatur hubungan
antarnegara. Sumber kekuatan mengikat hukum internasional adalah prinsip
hukum alam(costumary) yang menempatkan akal sehat masyarakat internasional
sebagai cita-cita dan sumber hukum ideal yang tertinggi. Terlepas dari ada atau
tidaknya persetujuan ini, secara yuridis negara dapat terikat oleh prinsip hukum
internasional yang berlaku universal atau oleh kaedah kebiasaan internasional.
Customary itu sendiri membuktikan bahwa praktek negara atas sesuatu hal yang
sama dan telah mengkristal, sehingga diakui oleh masyarakat internasional
memiliki implikasi hukum bagi pelanggaran terhadapnya.
E. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai.
Ketentuan hukum internasional telah melarang penggunaan kekerasan
dalam hubungan antar negara. Keharusan ini seperti tercantum pada Pasal 1
Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa-Sengketa Secara Damai yang
ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian
dikukuhkan oleh pasal 2 ayat (3) Piagan Perserikatan bangsa-Bangsa dan
selanjutnya oleh Deklarasi Prinsip- Prinsip Hukum Internasional mengenai
Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut meminta
agar “semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai
sedemikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional dan keadilan tidak
sampai terganggu”.
Penyelesaian sengketa secara damai dibedakan menjadi: penyelesaian
melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Yang akan dibahas pada kesemapatan
kali ini hanyalah penyelesaian perkara melalui pengadilan. Penyelesaian melalui
pengadilan dapat ditempuh melalui:
1. Arbitrase Internasional
Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah
pengajuan sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas
oleh para pihak, yang memberi keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku
pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu
cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas yang
telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang
penting dalam arbitrase adalah;
o perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan
o sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum.
Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya
persetujuan para pihaklah yang mengatur pengadilan arbitrase. Arbitrase
terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama antar anggota-anggota yang
ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang terdiri dari orang-
orang yang diajukan oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih
dengan cara lain.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator
yang dibentuk atas dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan
perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan arbitrase tersebut dikenal
dengan compromis (kompromi) yang memuat;
persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase,
metode pemilihan panel arbitrase,
waktu dan tempathearing (dengar pendapat),
batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan
prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk
mencapai suatu kesepakatan.
Masyarakat internasional sudah menyediakan beberapa institusi arbitrase
internasional, antara lain
a. Pengadilan Arbitrase Kamar Dagang Internasional (Court of Arbitration of
the International Chamber of Commerce) yang didirikan di Paris, tahun
1919,
b. pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Internasional
(International Centre for Settlement of Investment Disputes) yang
berkedudukan di Washington DC,
c. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Asia (Regional Centre for
Commercial Arbitration), berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia dan
d. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Afrika (Regional Centre for
Commercial Arbitration), berkedudukan di Kairo, Mesir.
2. Pengadilan Internasional
Pada permulaan abad XX, Liga Bangsa-Bangsa mendorong masyarakat
internasional untuk membentuk suatu badan peradilan yang bersifat
permanent, yaitu mulai dari komposisi, organisasi, wewenang dan tata
kerjanya sudah dibuat sebelumnya dan bebas dari kehendak negara-negara
yang bersengketa.
Pasal 14 Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Dewan untuk menyiapkan sebuah
institusi Mahkamah Permanen Internasional. Namun, walaupun didirikan oleh
Liga Bangsa-Bangsa, Mahkamah Permanen Internasional, bukanlah organ
dari Organisasi Internasional tersebut. Hingga pada tahun 1945, setelah
berakhirnya Perang Dunia II, maka negara-negara di dunia mengadakan
konferensi di San Fransisco untuk membentuk Mahkamah Internasional yang
baru. Di San Fransisco inilah, kemudian dirumuskan Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional. Menurut Pasal 92
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disebutkan bahwa Mahkamah
Internasional merupakan organ hukum utama dari Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
Namun sesungguhnya, pendirian Mahkamah Internasional yang baru ini, pada
dasarnya hanyalah merupakan kelanjutan dari Mahkamah Internasional yang
lama, karena banyak nomor-nomor dan pasal-pasal yang tidak mengalami
perubahan secara signifikan. Secara umum, Mahkamah Internasional
mempunyai kewenangan untuk:
a. Melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara
biasa, yang didasarkan pada persetujuan para pihak yang bersengketa;
b. Memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang bersifat
nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang
meminta, namun biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”,
yaitu keputusan wajib yang mempunyai kuasa persuasive kuat (Burhan
Tsani, 1990; 217)
Sedangkan, menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional,
sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam
mengadili perkara, adalah:
Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat
umum, maupun khusus;
Kebiasaan internasional (international custom);
Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh
negara-negara beradab;
Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang
telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional
tambahan.
Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex
aequo et bono, yaitu didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan
berdasarkan hukum, namun hal ini bisa dilakukan jika ada kesepakatan antar
negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah Internasional sifatnya
final, tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak. Keputusan juga
diambil atas dasar suara mayoritas. Yang dapat menjadi pihak hanyalah
negara, namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke Mahkamah
Internasional. Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh salah satu
pihak secara unilateral, namun kemudian harus ada persetujuan dari pihak
yang lain. Jika tidak ada persetujuan, maka perkara akan di hapus dari daftar
Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional tidak akan
memutus perkara secara in-absensia (tidak hadirnya para pihak).
BAB III
KESIMPULAN
Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional,
merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional
dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling
mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional
dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional.
Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum
nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional
saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu
adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri.
Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan
hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum
internasional.
Berangkat dari pentingnya hubungan lintas negara disegala sektor kehidupan
seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat diperlukan hukum
yang diharap bisa menuntaskan segala masalah yang timbul dari hubungan antar
negara. Hukum Internasional ialah sekumpulan kaedah hukum wajib yang mengatur
hubungan antara person hukum internasional (Negara dan Organisasi Internasional),
menentukan hak dan kewajiban badan tersebut serta membatasi hubungan yang
terjadi antara person hukum tersebut dengan masyarakat sipil.
DAFTAR PUSTAKA
Bhakti, Ardiwisastra Yudha. 2003. Hukum Internasional. Bandung: Bunga Rampai,
Alumni.
Burhantsani, Muhammad. 1990. Hukum dan Hubungan Internasional. Yogyakarta :
Penerbit Liberty.
Kelsen, Hans. 2006. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Bandung: Nuansa.
hal. 512-513.
Kusamaatmadja, Mochtar. 1999. Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke-9.
Jakarta: Putra Abardin.
Mauna, Boer. 2000. Hukum Internasional. Bandung: Alumni. hal. 12-13.
Mauna, Boer. 2003. Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, Cetakan ke-4. Bandung: PT. Alumni.
Soekanto, Soerjono. 1993. Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum. Bandung:
Citra Aditya.
Starke , J.G. 1992. Pengantar Hukum Internasional Buku 2. Jakarta: Sinar Grafika.
hal. 98.
Suryokusumo, Sumaryo. 1995. Hukum Diplomatik Teori dan Kasus. Bandung:
Alumni.
Wayan, Phartiana I. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Penerbit
Mandar Maju.
Whisnu, Situni FA. 1989. Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum
Internasional. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Top Related