BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK YATIM
A. Pengertian Anak Yatim
Jumlah anak yatim semakin bertambah dalam masyarakat. Hal ini
bukan semata sebagai proses alamiah- seperti karena ayah atau orang tuanya
meninggal dunia, sakit, atau sebab semacamnya- tapi juga sebagai akibat dari
ulah dan rekayasa manusia sendiri yang telah menimbulkan penderitaan pada
sejumlah anak-anak yang kemudian menjadi yatim. Diantaranya adalah
pembunuhan massal dan peperangaan. Di dunia Islam banyak anak menjadi
yatim lantaran rekayasa, pembunuhan, dan peperangan yang diciptakan
penjajah Barat.1
Islam adalah agama universal yang ajarannya meliputi berbagai aspek
kehidupan manusia. Dalam ajaran Islam, terdapat keberpihakan yang besar
dan jelas kepada nasib kaum dhuafa dan anak yatim. Keberpihakan Islam ini
secara nyata dapat dilihat dan dikaji dalam kitab suci Al-Qur’an dan As-
Sunnah, dalam realitas sejarah masa Khulafaur Rasyidin, dan generasi
seterusnya. Keberpihakan Islam ini bukan sebatas pada aktivitas yang
memecahkan berbagai masalah sosial dan kemanusiaan bagi kaum dhuafa dan
anak yatim, melainkan lebih dari itu bagaimana menyelamatkan mereka dari
bahaya kesesatan dan kekafiran, kemudian membawa mereka menuju
keselamatan, kedamaian dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.2
Yatim menurut bahasa adalah orang yang ditinggal mati ayahnya.
Sedangkan menurut istilah, yatim dikhususkan bagi seseorang yang ditinggal
mati ayahnya dalam keadaan belum dewasa. Seperti disebutkan dalam hadits
Nabi yang artinya: “Tidak disebut yatim jika sudah dewasa”.
1. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., M.Sc., Mari Mencintai Anak Yatim, ( Jakarta : Gema Insani
Press, 2003 ), Cet. I, Mei. hlm. 23 2. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., M.Sc., Menyayangi Dhuafa, ( Jakarta : Gema Insani Press,
2004 ), Cet. I, Januari, hlm. 9
Kata yatim yang digunakan untuk menamakan orang yang tidak
memiliki ilmu pengetahuan. Seperti kata syair :
اال العلم واآلداب ليس ا ليتيم التى قد ما ت والد ه بل اليتيم يتيم “Orang yatim itu bukanlah orang yang tidak memiliki ayah dan ibu, tetapi
orang yatim itu adalah orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan dan budi
pekerti”.
Orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan disebut juga yatim
karena orang-orang bodoh selalu dalam kesulitan dan kesusahan. Ilmu
pengetahuan akan menjadi penolong bagi seseorang layaknya seorang ayah
menjadi penolong anaknya.3
Anak yatim tercatat dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Mereka disebut-
sebut, baik dengan sebutan yatim (tunggal), maupun yatama (jamak). Mereka
mendapatkan perhatian yang begitu besar dari Allah swt. begitu pula, nama
mereka banyak tertera di dalam hadits.4
Allah dan Rasul-Nya memang tidak menjelaskan dan memberikan
definisi secara khusus tentang anak yatim. Namun dari berbagai keterangan
dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan dalam Sunnah Rasulullah saw. dapat dijumpai
beberapa makna dan arti anak yatim. Salah satunya, seperti yang dinyatakan
dalam firman Allah sehubungan dengan kisah Nabi Khidir a.s. ketika
memberikan penjelasan kepada Nabi Musa a.s. yang berguru kepadanya.5
وأما الجدار فكان لغلامين يتيمين في المدينة وآان تحته آنز لهما وآان أبوهما صالحا فأراد ربك أن يبلغا أشدهما ويستخرجا آنزهما
ذلك تأويل ما لم تسطع عليه رحمة من ربك وما فعلته عن أمري ا صبر
“Adapun dinding itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya itu ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan
3. Khozin, Refleksi Keberagamaan, Dari Kepekaan Teologis Menuju Kepakaan Sosial, (
Malang : UMM Press, 2004 ), Cet. I., Agustus, hlm : 107 4. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., M.Sc., Mari Mencintai………., op.cit, ( Jakarta : Gema
Insani Press, 2003 ), Cet. I, Mei. hlm. 1 5. Ibid., hlm : 24
simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kami tidak dapat sabar terhadapnya.” ( al- Kahfi : 82)6
Tafsir dari ayat ini yakni harta yang terpendam berupa emas dan perak,
bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang shaleh maka
dengan keshalehannya itu ia dapat memelihara kedua anaknya dan harta benda
bagi keduanya, maka Rabbmu menghendaki agar mereka berdua sampai
kedewasaannya (sampai kepada usia dewasa). Dan mengeluarkan
simpanannya itu , sebagai rahmat dari Rabbmu. Semua hal yang telah
disebutkan tadi, yakni melobangi perahu, membunuh anak muda dan
mendirikan tembok yang hampir roboh berdasarkan keinginanku sendiri,
tetapi hal itu kulakukan berdasarkan perintah dan ilham dari Allah. 7
Dari ayat ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang disebut anak
yatim adalah anak-anak yang ayahnya mereka telah meninggal dunia.
Sementara itu dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang lain dijelaskan bahwa
yatim itu bukan hanya terbatas pada anak-anak yang tidak mempunyai ayah
saja, tetapi juga mereka tidak memiliki dua orang tua.8 Salah satu firman Allah
yang berkaitan dengan masalah ini menerangkan,
وابتلوا اليتامى حتى إذا بلغوا النكاح فإن ءانستم منهم رشدا فادفعوا إليهم أموالهم ولا تأآلوها إسرافا وبدارا أن يكبروا ومن آان غنيا
آل بالمعروف فإذا دفعتم إليهم أموالهم فليستعفف ومن آان فقيرا فليأ )6(فأشهدوا عليهم وآفى بالله حسيبا
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serehkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa.Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari makan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila
6. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Al Jumatul Ali (
Mutiara Yang Maha Luhur ), ( Jakarta : CV. J-ART, 2004 ), hlm. 303 7. Imam JaLaluddin Al Mahally, Imam Jalaluddin As-Syuyuthi, Penerjemah, Bahrun Abu
Bakar, LC.,Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzul 3, ( Bandung, C.V. Sinar Baru, 1990 ), Cet. I., hlm. 1224 – 1225
8. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai…….,loc.cit., hlm. 24
kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka.Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)”( an-Nisaa : 6)9
Ayat ini menegaskan bahwa wali hendaknya memperhatikan keadaan
mereka ( anak yatim ), sehingga bila para pemilik itu telah dinilai mampu
mengelola harta dengan baik, maka harta mereka harus segera diserahkan.
Selanjutnya, karena dalam rangkaian ayat-ayat yang lalu anak yatim yang
pertama disebut ( ayat 2 )sebab merekalah yang paling lemah, maka disini
mereka pun yang pertama disebut. Kepada para wali diperintahkan : ujilah
anak yatim itu dengan memperhatikan keadaan mereka dalam hal penggunaan
harta, serta latihlah mereka sampai hampir mencapai umur yang menjadikan
mereka mampu memasuki gerbang perkawinan. Maka ketika itu, jika kamu
telah mengetahui, yakni pengetahuan yang menjadikan kamu tenang karena
adanya pada mereka kecerdasan, yakni kepandaian memelihara harta serta
kestabilan mental, maka serahkanlah kepada mereka harta-harta mereka,
karena ketika itu tidak ada lagi alasan untuk menahan harta mereka.
Boleh jadi ada diantara wali yang tamak, maka ayat ini melanjutkan
tuntunannya dengan menegaskan bahwa janganlah kamu, para wali, memakan,
yakni memanfaatkan untuk kepentingan kamu harta anak yatim dengan kamu
yang mengelolanya sehingga memanfaatkannya lebih dari batas kepatutan,
dan jangan juga kamu membelanjakan harta itu dalam keadaan tergesa-gesa
sebelum mereka dewasa, karena kamu khawatir bila mereka dewasa kamu
tidak dapat mengelak untuk tidak menyerahkannya. Barang siapa diantara para
pemelihara itu yang mampu, maka hendaklah ia menahan diri, yakni tidak
menggunakan harta anak yatim itu dan mencukupkan dengan anugerah Allah
yang diperolehnya, dan siapa yang miskin hendaklah boleh ia makan dan
memanfaatkan harta itu, bahkan mengambil upah atau imbalan menurut yang
patut. Lalu apabila kamu menyerahkan harta mereka yang sebelumnya ada
dalam kekuasaan kamu kepada mereka, maka hendaklah kamu
9. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya…………, op.cit.,
hlm. 78
mempersaksikan atas mereka tentang penyerahan itu bagi mereka. Dan
cukuplah Allah menjadi Pengawas atas persaksian itu.
Ulama sepakat bahwa ujian yang dimaksud adalah dalam soal
pengelolaan harta, misalnya dengan memberi yang diuji itu sedikit harta
sebagai modal. Jika dia berhasil memelihara dan mengembangkannya, maka ia
dapat dinilai telah lulus dan wali berkewajiban menyerahkan harta miliknya
itu kepadanya. Ujian itu dilaksanakan sebelum yang bersangkutan dewasa.
Ada yang berpendapat sesudahnya. Sebagian Ulama menambahkan diuji yakni
diamati juga pengamalan agamanya.
Mayoritas Ulama berpendapat bahwa anak yatim yang telah dewasa
tidak otomatis diserahkan kepadanya hartanya, kecuali setelah terbukti
kemampuannya mengelola harta. Ini berdasar ayat ini dan ayat sebelumya.
Imam Abu Hanifah menolak pendapat ini. Menurutnya, apa dan bagaimana
pun keadaan anak yatim, bila dia telah mencapai usia dua puluh lima tahun,
maka wali harus menyerahkan harta itu kepadanya, walaupun dia fasik atau
boros. Pendapatnya didasarkan pada pertimbangan bahwa usia dewasa adalah
delapan belas tahun. Tujuh tahun setelah dewasa, yang menggenapkan usia
menjadi dua puluh lima tahun adalah waktu yang cukup untuk terjadinya
perubahan-perubahan dalam diri manusia.10
Secara tersirat ayat ini menunjukkan makna yatim ialah anak-anak
yang kedua orang tua mereka telah meninggal dunia. jika hanya bapak yang
meninggal dunia, berarti masih ada ibu yang mengasuh dan merawat mereka
dengan menggunakan harta peninggalan bapak mereka. Namun dalam ayat ini
diisyaratkan bagi orang-orang yang mampu dan berkecukupan dalam
mengasuh dan merawat anak-anak yatim tidak boleh mempergunakan dan
memakan harta kaum dhuafa itu, kecuali jika mereka miskin. Ketentuan ini
diisyaratkan pada orang lain yang mengurus dan mengasuh anak-anak yatim
dan bukan untuk ibunya. Dengan demikian dari kedua makna di atas dapat
10. M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah. Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an
Volume 2, ( Jakarta, Lentera Hati, 2000 ), Cet. I., November, hlm.333 - 334
ditarik suatu kesimpulan tentang defenisi yatim adalah anak-anak yang bapak
atau orang tua mereka telah meninggal dunia.
Defenisi ini lebih diperkuat lagi dengan kenyataan sejarah
sebagaimana dialami oleh Rasulullah saw. sendiri. Beliau telah menjadi anak
yatim ketika masih dalam perut ibunya, karena ayahnya, Abdullah, telah
meninggal dunia dalam perjalanan berniaga. Begitu lahir beliau tidak
mengenal siapa bapaknya. Ibunya sendiri yang mengasuh dan merawatnya
ketika masih bayi dan anak-anak. Setelah ibunya meninggal, beliau telah
bersama kakeknya, Abdullah Muthalib. Jadi, pada masa kecil, beliau tergolong
sebagai anak yatim yang sudah tidak memiliki orang tua.
Dengan demikian defenisi yatim adalah anak-anak yang bapak atau
orang tuanya meninggal dunia dan membutuhkan perlakuan serta perawatan
yang sebaik-baiknya dari orang lain.
Muhammadiyah, sebuah organisasi modern besar di Indonesia, telah
menyatakan bahwa anak-anak yatim itu termasuk dalam golongan anak-anak
terlantar. Menurutnya yang dimaksud anak-anak terlantar adalah seebagai
berikut:
Pertama, yatim / piatu, anak yang ayah dan ibu (orang tua)-nya sudah
tidak ada.
Kedua, yatim / piatu, anak-anak yang memiliki orang tua tetapi tidak
lengkap.
Ketiga, anak-anak yang oleh suatu sebab menjadi terlantar.
Keempat, anak-anak yang hidup dalam suatu keluarga yang
mengalami gangguan sosial dan psikologis.
Penjalasan ini berarti yang perlu mendapat perhatian dan pertolongan
bukan hanya yatim saja, melainkan juga anak-anak yang terlantar lainnya,
termasuk di dalamnya anak-anak jalanan.11
Allah, melalui serangkaian peraturan dalam Al-Qur’an, telah
mewajibkan kepada kita, khususnya orang-orang yang berpunya untuk
meringankan dan bersimpati terhadap penderitaan mereka. Al-Qur’an sendiri
11. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai….., op.cit., hlm. 25 - 26
secara tegas menyatakan bahwa faktor utama kecemburuan sosial adalah
jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Karena itulah perintah
mengulurkan tangan kepada mereka yang tidak berpunya merupakan suatu
petunjuk yang selalu diulang-ulang dalam Al-Qur’an, di samping kecaman
bahkan ancaman kepada mereka yang tidak mengindahkannya.
Menurut Islam, segala sesuatu termasuk harta benda adalah milik
Tuhan. Manusia yang beruntung mendapatkannya pada hakikatnya dia
menerima titipan dari Tuhan.12
Menurut ajaran Islam, setiap orang miskin, anak yatim patut
memperoleh pertolongan, dan tentu saja merupakan tanggung jawab orang
berada untuk memberikan pertolongan itu.
B. Ayat- ayat Yang Berhubungan Dengan Anak Yatim
Mengingat perhatian Al-Qur’an pada “manusia” secara umum dan kaum
tertindas yang juga meliputi anak yatim secara khusus, maka dalam kontek
penindasan, bentuk tertinggi kebenaran adalah praktis untuk membentuk
mereka dieksploitasi dan dizalimi. Ide mengenai solidaritas yang katif dan
terorganisasi dengan kaum tertindas itu telah tampak dalam kehidupan Nabi
Muhammad saw, lama sebelum kenabiannya.13
Islam bertujuan membentuk masyarakat ideal, yaitu sosok masyarakat
yang diwarnai oleh jalinan solidaritas sosial yang tinggi, rasa persaudaraan
yang solid antarmanusia. Ini bukan khayalan.
Bila diamati, untuk mencapai sasaran mulia itu, Islam telah
mempersiapkan alatnya. Di antaranya puasa. Melalui ibadah ini, si kaya dapat
merasakan langsung pahitnya kelaparan dan penderitaan yang ditanggungnya
bertahun-tahun. Juga ambisi dunia yang menggebu-gebu, yang merupakan
cikal bakal sifat egoisme, individualisme, dan mau senang sendiri itu, menjadi
lunak dan cair. Dari sini diharapkan muncul rasa sayang dan kasihan pada
12. Alwi Shahab, Memilih Bersama Rasulullah, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. II., hlm. 145
13. Farid Esack, Membebaskan Yang Tertindas, Al-Qur’an, Liberalisme, Pluralisme, Penerjemah : Watung A. Budiman., ( Bandung : Mizan , 2000), Cet. I., Oktober, hlm. 246
orang yang lemah. Apalagi dilanjutkan dengan perenungan bahwa sewaktu-
waktu si kaya dapat mengalami nasib dan penderitaan si miskin.14
Anak yatim adalah sosok manusia yang mendapat kedudukan khusus dan
mulia di sisi Allah swt. perhatian Allah swt. begitu besar kepada mereka,
sebagaimana tercermin dari banyaknya ayat dalam Al-Qur’anul Karim yang
membicarakan masalah yatim. Bahkan, bila Al-Qur;an menyebutkan nama-
nama kaum dhuafa, maka anak yatim menduduki urutan pertama. Bahkan kata
yatim (tunggal) atau yatama (jamak) disebut kurang lebih 23 kali dalam Al-
Qur’an. Adalah wajar jika mereka mendapat perhatian yang besar dari Allah
swt. sebab, selain dhuafa, sejak kecil mereka telah merasakan penderitaan
lahir batin.
Al-Qur’an menjelaskan tentang anak-anak yatim dalam berbagai kaitan
antara lain, dengan agama, keimanan, harta, warisan, rampasan perang,
perkawinan, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan anak
yatim dalam Al-Qur’an bukan semata-mata masalah sosial dan kemanusiaan,
tapi juga berhubungan dengan persoalan keagamaan dan keimanan yang
berpengaruh kelak di alam akhirat. Oleh karena masalah anak yatim dalam
Islam termasuk hal yang sangat penting, sehingga memerlukan perhatian dan
penanganan yang serius dari orang-orang yang memiliki kepedulian dan
kecukupan. Allah memerintahkan orang –orang yang beriman dan bertakwa
agar memperhatikan, memelihara, membantu, menolong dan melindungi
anak-anak yatim dengan cara-cara yang telah ditetapkan-Nya.15
1. Berbuat Baik Kepada Anak Yatim
Al-Qur’an menjelaskan keharusan berbuat baik kepada anak-anak
yatim, Allah berfirman:
الدين إحسانا وبذي القربى واعبدوا الله ولا تشرآوا به شيئا وبالوواليتامى والمساآين والجار ذي القربى والجار الجنب والصاحب
14. Dr. Daud Rasyid, M.A., Islam dalam Berbagai Dimensi, ( Jakarta : Gema Insani Press,
2000), Cet. II., April, hlm. 238 - 239 15. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai……, loc.cit., hlm. 5 - 6
بالجنب وابن السبيل وما ملكت أيمانكم إن الله لا يحب من آان )36(مختالا فخورا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah terhadap kedua ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri “. ( an- Nisaa : 36)16
Al- Biqa'i menilai ayat ini sebagai penekanan terhadap tuntunan
dan bimbingan ayat-ayat yang lalu. Dia menulis bahwa : “Cukup banyak
nasehat yang dikandung surah ini sejak awal, yang semuanya
mengarahkan kepada ketakwaan, keutamaan, serta anjuran meraih dan
ancaman mengabaikannya”.
Maka sangat wajar jika nasehat pertama pada awal surah ini
diulangi lagi di sini untuk memulai petunjuk-petunjuk baru. Nasehat
tersebut tidak hanya ditujukan kepada orang-orang mukmin, maka ayat ini
tidak dimulai dengan memanggil mereka. Ayat ini juga ditujukan kepada
semua manusia ( walau dalam ayat ini tidak disebut lagi ), karena pada
ayat pertama surah ini telah disebutkan, yaitu : Hai sekalian manusia,
sembahlah Allah yang Maha Esa dan Yang menciptakan kamu serta
pasangan kamu, dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu pun selain-Nya, dan jangan juga mempersekutukan-Nya dengan
sedikit persekutuan pun. Dan dengan dua orang ibu-baapak,
persembahkanlah kebajikan yang sempurna, dan jangan abai berbuat baik
dengan karib-kerabat dan anak-anak yatim, yakni mereka yang
meninggalkan ayahnya sedang ia belum dewasa, serta orang-orang miskin,
tetangga yang dekat hubungan kekerabatannya atau yang dekat rumahnya
denganmu, tetangga yang jauh kekerabatannya atau rumahnya, demikian
juga dengan teman sejawat dalam perjalanan maupun dalam kehidupan
sehari-hari, serta ibnu sabil, yakni anak-anak jalanan dan orang-orang yang
16. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,………,loc.cit.,
hlm. 85
habis bekalnya sedang ia dalam perjalanan, dan hamba sahaya kamu, baik
lelaki maupun perempuan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai, yakni
tidak melimpahkan rahmat kasih sayang-Nya, tidak juga
menganugerahkan ganjaran-Nyaa kepada orang-orang yang sombong,
yang merasa diri tinggi, sehingga enggan membantu dan bergaul dengan
orang-orang lemah, apalagi yang menggabungkan keangkuhan itu dengan
membangga-banggakan diri.17
Ayat ini memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada anak-anak
yatim dalam berbagai hal yang dapat menjadikan hidup mereka menjadi
tenang, sejahtera, dan bahagia. Jika tidak begitu, kehidupan mereka
semakin menderita dan sengsara. Berbuat baik kepada mereka dapat
meringankan atau menghilangkan kesengsaraan dan penderitaan yang
dialami sejak kecil; mengangkat harkat dan martabat mereka, serta dapat
meningkatkan semangat mereka untuk menghadapi hidup dan masa depan.
Dalam hadits Nabi juga dijelaskan:
من : ل هللا عليه و سلم قا لنبى صلي ا ا س أن بن عبا و عن اقبض يتيما من بين مسلمين الي طعا مه و شرا به ا دخله ا هللا ا
) بو دا ودوا لترمذي رواه ا(ذ نبا اليغفر إال أ ن يعمل ,لجنة ا لبته Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Nabi saw bersabda: “Barang siapa yang merawat anak yatim, kaum muslimin dengan memberikan makanan dan minumannya, maka Allah akan memasukkannya ke adalam surga dengan secara langsung, kecuali jika ia berbuat dosa yang tidak terampuni “. (HR. Turmudzi)18
17. M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah 2, op.cit., hlm. 414 - 415 18. Abdul Qadir Ahmad Atha’, 99 Pahala Besar ( 176 hadits Tentang Pahala Amal-amal
Shaleh ), Penerjemah : Zainur-Ridlo Buyan, H. Ali tsauri Abdul Jalil, Lc., ( Surabaya : Pustaka Progessif, 1991 ), Cet. I., Maret, hlm. 126
2. Memuliakan Anak Yatim
Hidup anak-anak yatim juga harus dimuliakan dan dihormati.
Mereka yang tidak mau memuliakan anak-anak yatim mendapat teguran
dan peringatan dari Allah swt. Al-Qur’an menegaskan :
)17( آلا بل لا تكرمون اليتيم
“ Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim”. ( al Fajr : 17 )19
Allah mengingatkan manusia jangan sampai mengira bahwa
kemuliaan di sisi Allah itu hanya ditentukan oleh kaya atau miskin dalam
harta benda atau banyak dan sedikit makanannya, gendut atau kurusnya
perut, bukan itu sekali-kali bukan itu, tetapi semata-mata karena
kerakusanmu terhadap harta kekayaan yang berlebihan sehingga kalian
tidak ada kasih sayang kepada anak yatim, dan tidak suka membantu pada
fakir miskin.20
)9(فأما اليتيم فلا تقهر“Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang”. ( Ad- Dhuha : 9 )21
Rasulullah juga telah menjelaskan melalui sabdanya yang di
keluarkan dari Umar, agar kita selalu memuliakan anak yatim:
رواه ا لبيهقي عن (حب بيو تكم ا لي ا هللا بيت فيه يتيم مكرم أ
)عمر“Rumah yang disukai Allah ialah rumah yang di situ ada anak yatim yang dimuliakan”. ( HR. Baihaqi )22
19. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya…………, op.cit.,
hlm. 594 20. Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Katsier Al Dimasyqi, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu
Katsier , Jilid 8, ( Surabaya, Bina Ilmu, 1993 ), Cet. II., hlm. 327 21. Ibid., hlm. 597 22. Pilihan Sabda Rasul ( Hadits – hadits Pilihan ), Penerjemah : Fachruddin HS, Irfan
Fachruddin, S.H. ( Jakarta : Bumi Aksara, 2001 ), Cet. II., November, hlm. 15
وشربيت في ا , خير بيت في ا لمسلمين بيت فيه يتيم يخسن إ ليه )رواه ا بن ما جه(ليه لمسلمين بيت فيه يتيم يساء ا
“Sebaik-baik rumah dikalangan kaum Muslimin adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan sangat baik, dan sejelek-jelek rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan sangat buruk “. ( HR. Ibnu Majah)23
Memuliakan dan menghormati anak-anak yatim dapat
membesarkan hati dan mengangkat harga diri mereka, sehingga mereka
menjadi tegar dan bersemangat dalam menghadapi hidup dan masa depan.
Mereka tidak boleh dihina dan direndahkan. Perasaan mereka yang sensitif
perlu dijaga. Jangan sampai kita mengucapkan kata-kata kasar yang
menyinggung, apalagi sampai memukul.24
3. Mengurus Mereka Secara Patut dan Adil
Mereka yang mengurus anak-anak yatim di rumah atau di dalam
panti asuhan perlu menjaga diri dan berusaha merawat anak-anak itu
secara patut dan bersikap adil. Firman Allah :
في الدنيا والآخرة ويسألونك عن اليتامى قل إصلاح لهم خير وإن تخالطوهم فإخوانكم والله يعلم المفسد من المصلح ولو شاء الله
)220(نتكم إن الله عزيز حكيم لأعTentang dunia dan akhirat, dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim. Katakanlah, “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik”, dan jika bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang berbuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( Al Baqarah : 220 )25
23. Ali Husaini Musthafa Ar-Ris, Tujuh Golongan Yang Dinaungi Allah, Penerjemah :
Adi Imran Amrullah, S.Ag., Amir Hamzah, Lc., ( Jakarta : Najla Press, 2003), Cet. I., Juli, hlm. 110
24. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai…., op.cit., hlm. 7 25. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya………………..
op.cit., hlm. 36
Tentang dunia dan akhirat. Inilah yang harus menjadi renungan.
Perhatian kepada dunia menghasilkan upaya meraih keuntungan dini.
Sedang ganjaran ukhrawi tidak diraih di sini. Jika hanya berfikir tentang
dunia anak yatim dan orang lemah tidak akan terbantu, karena tidak ada
imbalan duniawi yang akan diperoleh dari mereka. Tetapi jika berfikir
tentang akhirat, pasti anak yatim termasuk yang dipikirkan nasibnya dan
diperhatikan keadaannya.
Untuk mengingatkan agar manusia, khususnya para pengasuh anak
yatim, selalu mencurahkan kasih sayang dan tidak menyulitkan orang lain,
apalagi anak-anak yatim yang tidak berdaya, Allah mengingatkan kasih
sayang-Nya yang sedemikian luas pada manusia.26
ويستفتونك في النساء قل الله يفتيكم فيهن وما يتلى عليكم في الكتاب في يتامى النساء اللاتي لا تؤتونهن ما آتب لهن وترغبون
ن تقوموا لليتامى أن تنكحوهن والمستضعفين من الولدان وأ )127( بالقسط وما تفعلوا من خير فإن الله آان به عليما
Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al-Qur’an (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka, dan (fatwa) tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya ( An Nisaa : 127 ) 27
Setelah menyebutkan sisi keimanan yang hakikatnya tidak tampak,
ayat ini melanjutkan penjelasan tentang contoh-contah kebajikan sempurna
dari sisi yang lahir ke permukaan. Contoh-contoh itu antara lain berupa
kesediaan mengorbankan kepentingan peribadi demi orang lain, sehingga
bukan hanya memberi harta yang sudah tidak disenangi atau tidak
dibutuhkan , walaupun ini tidak dilarang, tetapi memberikan harta yang
dicintainya secara tulus dan demi meraih cinta-Nya kepada kerabat, anak-
26. M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah. Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 1, ( Jakarta, Lentera Hati, 2000 ), Cet. I., November. hlm. 439 -440
27. Ibid., hlm. 99
anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan,
dan orang-orang yang meminta-minta; dan juga memberi untuk tujuan
memerdekakan sahaya, yakni manusia yang diperjualbelikan dan atau
ditawan oleh musuh, maupun yang hilang kebebasannya akibat
penganiayaan, melaksanakan shalat secara benar sesuai syarat, rukun, dan
sunnah-sunnahnya, dan menunaikan zakat sesuai ketentuan tanpa
menunda-nunda, setelah sebelumnya memberikan harta yang dicintainya
selain zakat. Adapun yang amat terpuji adalah orang-orang yang sabar
yakni tabah, menahan diri, dan berjuang dalam mengatasi kesempitan,
yakni kesulitan hidup seperti krisis ekonomi; penderitaan, seperti penyakit
atau cobaan; dan dalam peperangan, yakni ketika perang sedang
berkecamuk. Mereka itulah orang-orang yang benar, dalam arti sesuai
sikap, ucapan, dan perbuatannya dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa.28
Beramal shaleh terhadap anak-anak yatim dan anak-anak yang
tidak mempunyai orang tua tidak hanya menguntungkan sang pemberi dan
sang penerima semata. Tindakan ini juga dapat mengembangkan
komunitas dan masyarakat. Dunia adalah satu bangsa besar yang terdiri
dari kumpulan komunitas, yang mana komunitas itu terdiri dari individu
dan keluarga. Jika setiap individu dapat menjadikan diri mereka sendiri
baik, maka dunia akan menjadi cerminan fisik dari surga.29
ا نا : م قا ل وعن ا بى هريرة أ ن رسول ا هللا صلى ا هللا عليه وسل: فأ قول , رى امراة تبادرنى ا ول من يفتح با ب ا لجنة إال أنى أ
بو رواه ا. ( ا نا امرأة قعدت على ا يتا م لى : فتقول من ا نت ؟ )يعلى
“Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Aku adalah orang yang pertama kali akan membuka pintu surga, hanya saja aku melihat wanita telah mendahuluiku sehingga aku bertanya: “ Siapakah
28. M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah,……….., Volume 2, loc.cit., hlm. 364 29. Syekh Fadhlullah Haeri, Jiwa Al-Qur’an, Tafsir Sural Al-Baqarah, Penerjemah :
Satrio Wahono, ( Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2001 ), Cet. I., Juni, hlm. 153
kamu?”. Ia menjawab: “Aku seorang wanita yang tabah merawat anak-anak yatimku “. ( HR. Abu Ya’la)30
Mengurus dan mengasuh anak-anak yatim secara patut akan
memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang secara wajar dan lebih
baik. Hidup mereka tidak akan terlantar dan terabaikan. Mereka dapat
menikmati hidup dengan sebaik-baiknya layaknya anak-anak lain yang
masih memiliki orang tua kandung. 31
4. Bergaul Dengan Mereka Sebagai Saudara
Setiap muslim termasuk anak-anak mereka sudah seharusnya
bergaul dengan atau mengajak anak-anak yatim bergaul dengan mereka.
Bila mereka bergaul atau mengajak anak-anak dhuafa itu bergaul dengan
baik, maka mereka akan mendapatkan kebaikan dan pahala yang berlipat
ganda dari Allah swt.
Allah juga memerintahkan kaum muslimin agar tidak bersikap
masa bodoh dan tak acuh terhadap anak-anak yatim. Mereka yang tidak
dapat memelihara dan mengurus anak-anak itu di rumah sekurang-
kurangnya dapat berbuat baik kepada mereka, diantaranya menghormati
mereka dengan cara mengajak anak-anak itu bergaul dan memandangnya
sebagai saudara sendiri.32 Firman Allah :
في الدنيا والآخرة ويسألونك عن اليتامى قل إصلاح لهم خير وإن طوهم فإخوانكم والله يعلم المفسد من المصلح ولو شاء الله تخال
)220(لأعنتكم إن الله عزيز حكيم Tentang dunia dan akhirat, dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim. Katakanlah, “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik”, dan jika bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang berbuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat
30. Abdul Qadir Ahmad Atha’, 99 Pahala Besar ……..,, loc.cit hlm. 127 31. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai…., loc.cit., hlm. 7 32. Ibid., hlm. 99
mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( Al Baqarah : 220 )33
Mengajak bergaul dan menganggap sebagai saudara dapat
membantu anak-anak yatim merasa tidak kesepian dan terasing dalam
hidup mereka, selain juga dapat menggembirakan dan membahagiakan
hidup mereka di dunia ini.
Cinta sebagai salah satu ideal manusia menuntut manusia agar
mencintai Tuhan sebagai pengejawantahan sempurna dari semua nilai
moral, yang lebih penting dari segala sesuatu yang lain. Cinta menuntut
agar manusia berlaku baik dan mencintai orang tua, terutama kepada ibu
yang telah mengandung dan telah melahirkannya dengan susah payah.
Kewajiban mencintai itu diperluas lebih jauh hingga meliputi kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang yang membutuhkan, musafir, dan fakir
miskin. Nabi yang mengasihi orang-orang yang beriman, dan semua
ciptaan selalu ramah dalam bergaul dengan masyarakat.34
Bertentangan dengan nilai cinta, adalah kebencian, kekerasan atau
kekasaran, terhadap yang lain. Manusia dilarang berbicara yang
menyakitkan kepada orang tua, anak-anak yatim, dan peminta-minta.35
Sesungguhnya orang yang berbuat zhalim kepada anak yatim,
menghinakannya, menyepelekannya, meremehkannya, berbuat sesuatu
yang menyakitkan jiwanya dan menyelipkan rasa sedih dan sakit hati
kepadanya, maka sebenarnya ia telah kafir kepada ajaran-ajaran Allah dan
tidak mempedulikan dan memperhatikan terjadinya hari Kiamat,
Kebangkitan dan perhitungan amal atas segala keburukan yang telah ia
perbuat.
Orang yang berbuat demikian terhadap anak yatim adalah orang
yang mendustakan terhadap hari Pembalasan. Walaupun ia tidak
33. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,…………………, loc.cit., hlm. 36
34. Abu A’la Al-Maududi, M.M. Syarif, M.A., B.A. Dar, M.A., Esensi Al-Qur’an: Filsafat, Politik, Ekonomi, Etika, Penerjemah : Ahmad Muslim, ( Bandung : Mizan, 1994), Cet. VI., Mei, hlm. 43
35. Ibid., hlm. 51-52
mengucapkan kedustaannya itu secara terang-terangan, tetapi gambaran
tingkah lakunya membuktikan akan kedustaannya itu.36 Allah berfirman:
ولا يحض )2( فذلك الذي يدع اليتيم )1( أرأيت الذي يكذب بالدين )3( على طعام المسكين
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (QS. Al Maa’un : 1 – 3 )37
Setiap muslim termasuk anak-anak mereka perlu menanamkan
pada diri mereka, bahwa sesungguhnya anak-anak yatim itu adalah
saudara yang perlu digauli atau diajak bergaul. Sebab, antara orang dan
anak-anak lain yang mau bergaul dengan mereka dalam pandangan Allah
swt. adalah bersaudara.
5. Memberi Harta dan Makanan Kepada Mereka
Manusia tidak akan hidup bermasyarakat dengan normal dan tidak
akan dapat merealisasikan tujuan-tujuan yang mereka inginkan kecuali
jika mereka berinteraksi antar sesamanya dengan baik dan benar. Interaksi
antar anggota masyarakat hanya dapat terwujud jika dalam masyarakat itu
terdapat aktivitas sosial dan ekonomi, sehingga mereka dapat saling
memenuhi kebutuhan dan memberikan manfaat.38
Allah juga mengajarkan kepada hamba-hamba-Nya agar anak-anak
yatim yang miskin dan sengsara yang tidak memiliki harta waris
peninggalan dan orang tua perlu diberikan bantuan harta dan makanan.39
Al-Qur’an menerangkan :
ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكن البر من ءامن بالله واليوم الآخر والملائكة والكتاب والنبيين وءاتى المال
اآين وابن السبيل والسائلين على حبه ذوي القربى واليتامى والمس
36. Ali Husaini Musthafa Ar-Ris, Tujuh Golongan……….,loc.cit., hlm. 111 37. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,………………,
loc.cit., hlm. 603 38. DR. Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, Penerjemah : Abdul Hayyie al-Kattani,
dkk, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2004 ), Cet. I., Juli, hlm. 96 39. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai…., op.cit., hlm. 8
وفي الرقاب وأقام الصلاة وءاتى الزآاة والموفون بعهدهم إذا عاهدوا والصابرين في البأساء والضراء وحين البأس أولئك الذين
)177( لمتقون صدقوا وأولئك هم اBukanlah menghadap wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-Nabi, dan memeberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir ( yang memerlukaan pertolongan ), dan orang-orang yang meminta-minta, dan ( memerdekakan ) hamba sahaya. Mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar ( imannnya ), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al Baqarah : 177 )40
Maksudnya, kebajikan atau ketaatan yang mengantar kepada
kedekatan kepada Allah bukanlah dalam menghadapkan wajah dalam
sholat ke arah timur dan barat tanpa makna, tetapi kebajikan yang
seharusnya mendapat perhatian semua pihak adalah yang mengantar
kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, yaitu keimanan kepada Allah, dan
lain-lain yang disebut oleh ayat ini.
Redaksi ayat tersebut juga dapat bermakna: Bukannya
menghadapkan wajah ke arah timur dan barat yang merupakan semua
kebajikan, atau bukannya semua kebajikan merupakan sikap
menghadapkan wajah ke arah timur dan barat. Menghadap ke timur atau
ke barat bukanlah sesuatu yang sulit atau membutuhkan perjuangan, dan
disanalah kebajikan sejati ditemukan.
Kepada siapa ayat ini ditujukan? Kalau melihat konteks ayat-ayat
sebelumnya, tidak keliru jika dikatakan bahwa ia ditujukan kepada Ahl al
Kitab. Mereka bukan saja berkeras untuk menghadapi ke al-Quds
Yerussalem di mana terdapat Dinding Ratap, tetapi juga tidak henti-
hentinya mengecam dan mencemoohkan kaum muslimin yang beralih ke
Makkah.
40. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya…………………,
op.cit., hlm. 28
Namun demikian, pendapat yang lebih baik adalah yang
memahami redaksi ayat tersebut ditujukan kepada seluruh pemeluk agama,
karena tujuannya adalah menggarisbawahi kekeliruan banyak di antara
mereka yang mengandalkan shalat atau sembahyang saja. Ayat ini
bermaksud menegaskan bahwa yang demikian itu bukan kebajikan yang
sempurna, atau bukan satu-satunya kebajikan, akan tetapi sesungguhnya
kebajikan sempurna itu ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian dengan sebenar-benarnya iman sehingga meresap dalam jiwa
dan membuahkan amal-amal shaleh, percaya juga kepada malaikat-
malaikat sebagai makhluk-makhluk yang ditugaskan Allah dengan aneka
tugas, lagi amat taat dan sedikit pun tidak membangkang perintah-Nya,
juga percaya kepada semua kitab-kitab suci yang diturunkan, khususnya
Al-Qur’an, Injil, Taurat, dan Zabur yang disampaikan melalui para
malaikat dan diterima para Nabi, juga percaya kepada seluruh Nabi-Nabi,
yang merupakan manusia-manusia pilihan Tuhan yang diberi wahyu untuk
membimbing manusia.41 Dalam firman yang lain Allah juga menjelaskan:
)15(يتيما ذا مقربة ) 14(و إطعام في يوم ذي مسغبة أ Atau memberikan makan pada Hari Kelaparan ( kepada ) anak yatim yang ada hubungan kerabat. ( QS. Al Balad : 14 –15 )42
Dalam hadits Nabi juga diterangkan :
مسح را ليتيم ا ا رحم ا : وتدرك حاجتك , ا تحب ا ن يلين قلبك رواه (يلن قبلك وتدرك حاجتك , وأ طعمه من طعامك , سه
)لدرداء الطبرا نى عن ا بى ا“Adakah kamu menyukai supaya lembut hatimu dan tercapai keperluanmu? Kasihanilah anak yatim, sapulah kepalanya dan berilah dia makanan ( yang biasa ) kamu makan, nanti hatimu menjadi lembut dan keperluanmu tercapai “. ( HR. Thabrani dari Abu Darda’ )43
41. M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah………………., op.cit., hlm. 364 42. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya……………..,
loc.cit., hlm. 595 43. Pilihan Sabda Rasul……….,op.cit., hlm. 7
Dalam hadits yang lain juga telah diterangkan. Hadits yang
diterima dari Abu Hurairah menyebutkan bahwasanya seseorang mengadu
kepada Rasulullah saw tentang kekerasan hatinya, lalu beliau menjawab.
وعنه ان رجال الى شكا الى النبى صلى اهللا عليه وسلم قسوة قلبه )رواه احمد(إمسح رأ س اليتيم وأطعم ا لمسكين .فقال .
“Dari Abu hurairah r.a, bahwa ada seorang laki-laki mengeluh kepada Rosulullah saw tentang kekerasan hatinya, maka sabda Nab saw: “i Eluslah kepala ( sayangilah ) anak yatim dan berilah makan orang miskin”. ( HR. Ahmad )44
Dengan demikian, menjadi kewajiban orang yang berharta dan
berkecukupan hidupnya untuk membantu dhuafa, termasuk memberi harta
dan makanan kepada anak-anak yatim yang terlantar, agar mereka dapat
hidup layak dan tidak kelaparan.
6. Memperbaiki Rumah Mereka
Hal ini dilakukan oleh Nabi Khidir as. Ketika Nabi Musa as.
Mengikutinya untuk berguru, sebagaimana di jelaskan Allah dalam Al-
Qur’an.
وأما الجدار فكان لغلامين يتيمين في المدينة وآان تحته آنز لهما وآان أبوهما صالحا فأراد ربك أن يبلغا أشدهما ويستخرجا
ذلك تأويل ما لم آنزهما رحمة من ربك وما فعلته عن أمري )82(تسطع عليه صبرا
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhan-Mu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhan-Mu, dan bukanlah aku melakukan itu menurut kemauanku sendiri. Demikianlah itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. ( QS. Al Kahfi : 82 )45
44. Abu Ahmad Muhammad Naufal, Menguak Rahasia Amal Shaleh, ( Solo : Hazanah
Ilmu, 1994), Cet. I., Des., hlm. 150-151 45. Departemen Agama Republik Indonesia,Al-Qur’an dan Terjemahnya………………….,
op.cit., hlm. 303
Oleh sebab itu, hamba-hamba-Nya diharapkan agar
memperhatikan keadaan rumah anak-anak yatim yang ditinggalkan orang
tua mereka. Apabila rumah mereka itu mengalami kerusakan-kerusakan,
hendaknya umat Islam berusaha memperbaiki dan membangunnya
kembali. Selain agar mereka dapat tinggal dan berteduh dengan lebih
aman dan nyaman, juga dalam rangka memelihara harta-benda
peninggalan orang tua.46
7. Melindungi Harta Mereka
Supaya makanan kita halal, kita harus waspada terhadap hal-hal
yang mencemari kehalalan makanan kita dari dan menjaganya dari hal-
hal yang berbau syubhat. Lebih-lebih kita harus menghindari memakan
harta anak yatim, yang mana Allah telah peringatkan dan menjadikan
perbuatan itu sebagi puncak kezaliman.47 Allah swt telah berfirman :
إن الذين يأآلون أموال اليتامى ظلما إنما يأآلون في بطونهم )10(نارا وسيصلون سعيرا
Sesungguhnya orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sesungguhnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya, dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala ( neraka ). (QS. An Nisaa : 10 )48
Maksudnya ayat ini adalah, dia memakan apa yang
menghantarkannya masuk ke dalam neraka Jahannam di akhirat nanti.
Azab ini terkadang juga terjadi di dunia, yaitu orang yang memakan harta
anak yatim perutnya terkena berbagai penyakit yang membakar ususnya.
Pada hari Kiamat nanti, orang-orang mukmin akan melihat golongan
manusia yang telah memakan harta anak yatim itu, dan mereka
mempunyai tanda tersendiri, yaitu dari mulut mereka keluar asap. Dan,
jangan dipahami bahwa hanya perut saja yang akan dipenuhi dengan api
46. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai…., loc.cit., hlm. 9 47. Muhammad Ash-Shayim, Rumah Yang Tidak Dimasuki Setan, Penerjemah : Abdul
Hayyie al-Kattani, Atik Fikri Ilyas, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2002 ), Cet., I, Juni, hlm. 65 48. Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit., hlm. 79
neraka, sementara sekujur tubuh mereka tidak dibakar api. Namun, nanti
perut mereka akan dibakar oleh api neraka yang berkobar di dalam
tubuhnya, dan tubuh mereka juga akan dipanggang dengan api neraka
yang menyala-nyala.49
Hal ini juga dilakukan oleh Nabi Khidir as. Yang berkaitan dengan
peristiwa di atas dalam rangka melindungi harta anak yatim dari
peninggalan orang tua mereka. Sebagaimana telah dijelaskan dalam (QS.
al Kahfi ayat 82). Dalam hadits yang di bawa oleh Abu Hurairah juga
dijelaskan:
وعن ابى هريرة رضى اهللا عنه عن النبى صلى اهللا عليه وسلم يا رسول اهللا :قا لوا, إ جتننيوا السبع ا لمو بقات .قال
و وقتل النفس التى الشرك باهللا وا لسحر : قا ل وماهن؟ أليتيم وا لتولى يوم ا لربا واآل مال با لحق واآل ا حرم ا هللا إال
رواه ( لزحف وقذ ف المحصنا ت ا لمؤمنات الغا فالت )لشيحان ا
“Jauhilah olehmu tujuh yang membinasakan:”Mereka bertanya: “Ya Rasulullah! Apakah semua itu?”Beliau menjawab: “Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang dilarang Allah membunuhnya, selain menurut haknya ( qisas ), memakan riba, memakan harta anak yatim, mundur di hari pertempuran dan menuduh berbuat jahat perempuan-perempuan sopan yang beriman dan lengah ( dari kejahatan ). “ ( HR. Bukhari dan Muslim )50
Sudah seharusnya orang yang memiliki kesadaran yang tinggi,
terlebih lagi bagi yang mendapat amanah, untuk memelihara dan
berkewajiban melindungi harta benda anak-anak yatim itu. Selain itu,
keamanan dan keutuhan harta benda mereka juga perlu dijaga untuk
kepentingan hidup mereka sendiri.51
49. Prof. DR.M. Mutawalli Asy-Aya’rawi, Dosa-Dosa Besar, Penerjemah : Abdul Hayyie
al-Kattani, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2000 ), Cet. I., Oktober, hlm. 132 50. H. Salim Bahreij, Terjamah Riadhus Shalihin II, ( Bandung: Al Ma’arif, 1977), Cet.
III., hlm 475 51. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai…., loc.cit., hlm.10
Keberpihakan Allah swt kepada kaum dhuafa sedemikian detail
dan terperinci. Hal ini juga memberi gambaran bahwa sedemikian besar
perhatian, pembelaan dan perlindungan yang Allah berikan kepada
mereka. Semuanya memperkuat dan memperjelaskan konsepsi ajaran
Islam dalam mengatasi masalah sosial kemanusiaan, khususnya
pengentasan dan pemberdayaan kaum dhuafa. Di sini, Allah selain telah
memberikan batasan yang jelas tentang dhuafa dan anak yatim yang
biasanya dilakukan oleh manusia, juga telah memberikan cara-cara
konkret dalam memberi bantuan serta pertolongan kepada mereka.
Disamping itu, Allah juga memberikan penghargaan kepada orang-orang
yang memiliki keberpihakan dan kepedulian atas nasib dhuafa dan
menentukan sanki kepada mereka yang tidak mau membantu, menolong,
mempedulikan, membela, dan melindungi golongan dhuafa ini di dunia
dan akhirat.52
52. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., M.Sc, Menyayangi………., loc. cit., hlm. 16
Top Related