12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Disiplin Kerja
1. Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin kerja merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh
karyawan yang membuatnya mematuhi keputusan dan peraturan yang telah
ditetapkan (Lateiner dalam Amriany dkk., 2004). Prawirosentono (1999)
menyatakan bahwa disiplin kerja merupakan ketaatan karyawan bersangkutan
dalam menghormati perjanjian kerja dengan perusahaan tempatnya bekerja.
Disiplin kerja juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada
karyawan yang melanggar peraturan dalam organisasi, maka karyawan
bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang sudah disepakati. Menurut
Hasibuan (2006) disiplin kerja adalah kesadaran dan kesediaan karyawan menaati
semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku. Disiplin kerja juga
merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan perorangan, kelompok,
atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan,
etika, norma, dan kaidah yang berlaku. Lebih lanjut, disiplin kerja menjadi kunci
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat, dengan disiplin yang
baik berarti karyawan sadar dan bersedia mengerjakan semua tugasnya dengan
baik serta penuh tanggung jawab.
Disiplin kerja ialah suatu sikap dan perilaku yang berniat untuk menaati
segala peraturan organisasi yang didasarkan atas kesadaran diri untuk
13
menyesuaikan dengan peraturan – peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Disiplin kerja juga merupakan sikap menghormati, menghargai, dan patuh
terhadap peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dan tidak
mengelak untuk menerima sanksi apabila melanggar wewenang yang diberikan
kepadanya. Lebih lanjut disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku yang
berniat untuk menaati segala peraturan organisasi yang didasarkan atas kesadaran
diri untuk menyesuaikan dengan peraturan – peraturan yang telah ditetapkan oleh
organisasi (Sastrohadiwiryo, 2005). Tu’u (2004) menyatakan disiplin kerja
merupakan pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan berdisiplin didalam
lingkungan di tempat seseorang itu berada, termasuk lingkungan kerja sehingga
tercipta suasana tertib dan teratur dalam pelaksanaan pekerjaan.
Menurut (Rivai, 2011) disiplin kerja merupakan kesediaan karyawan
untuk mengubah suatu perilaku untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan
dalam mentaati segala peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang
berlaku. Lebih lanjut, karyawan akan datang tepat waktu untuk bekerja, tidak
mengabaikan prosedur keselamatan kerja, bertanggung jawab atas tugas-tugas
yang telah diberikan kepadanya, melakukan tindakan yang sopan kepada
karyawan lainnya maupun customer (pembeli, pelanggan, maupun rekan bisnis),
dan mematuhi atas segala peraturan yang sudah di tetapkan pihak perusahaan.
Disiplin kerja membuat karyawan bersedia mengubah suatu perilaku untuk
meningkatkan kesadaran dan kesediaan
Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa
ahli, maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja merupakan ketaatan yang
14
dilakukan karyawan secara teratur dan terus-menerus terhadap peraturan yang
telah ditetapkan oleh perusahaan, sehingga karyawan akan menunjukan kualitas
dan kuantitas dalam menyelesaikan tugas-tuganya.
2. Aspek - aspek Disiplin Kerja
Lateiner (dalam Amriany dkk., 2004) mengemukakan bahwa disiplin kerja
terbagi dalam enam aspek, yaitu sebagai berikut :
a. Kehadiran
Karyawan akan dijadwalkan untuk bekerja harus datang atau hadir tepat pada
waktunya.
b. Waktu kerja
Waktu kerja sebagai jangka waktu pada saat karyawan hadir untuk memulai
dan meninggalkan pekerjaan dan mengecek jam kerja pada kartu hadir.
c. Kepatuhan terhadap perintah
Kepatuhan terjadi jika bawahan melakukan apa yang dikatakan oleh atasan.
d. Produktivitas kerja
Produktivitas kerja diartikan sebagai menghasilkan lebih banyak dan
berkualitas lebih baik dengan usaha yang sama.
e. Kepatuhan terhadap peraturan
Serangkaian aturan-aturan yang dimiliki oleh kelompok organisasi boleh jadi
merupakan tekanan bagi seseorang atau karyawan agar patuh dan akan
membentuk keyakinan, sikap dan perilaku individu tersebut menurut standar
kelompok yang ada dalam suatu organisasi.
15
f. Pemakaian seragam
Setiap karyawan terutama di lingkungan organisasi menerima seragam kerja
dan dipakai secara rapi.
Aspek – aspek disiplin kerja selanjutnya dikemukakan oleh Hasibuan
(2006), yaitu sebagai berikut:
a. Karyawan datang ke kantor dengan tertib, tepat waktu dan teratur karyawan
yang datang ke kantor secara tertib, tepat waktu dan teratur maka disiplin kerja
dapat dikatakan baik.
b. Berpakaian rapi di tempat kerja
Berpakaian rapi merupakan salah satu aspek disiplin kerja karyawan, karena
dengan berpakaian rapi suasana kerja akan terasa nyaman dan rasa percaya
diri dalam bekerja akan tinggi.
c. Menggunakan peralatan kantor dengan hati-hati
Sikap hati-hati dapat menunjukkan bahwa seseorang atau karyawan memiliki
disiplin kerja yang baik karena apabila dalam menggunakan perlengkapan
kantor dengan tidak hati-hati, maka akan terjadi kerusakan yang
mengakibatkan kerugian.
d. Mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh organisasi
Karyawan yang mengikuti cara kerja yang sudah ditentukan oleh
organisasinya maka dapat menunjukkan bahwa karyawan tersebut memiliki
disiplin kerja yang baik, juga menunjukkan kepatuhan karyawan terhadap
organisasi.
16
e. Memiliki tanggung jawab
Tanggung jawab sangat berpengaruh terhadap disiplin kerja, dengan adanya
tanggung jawab terhadap tugasnya maka menunjukkan disiplin kerja
karyawan tinggi.
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat enam
aspek disiplin kerja menurut Amriany, dkk. (2004) yaitu kehadiran, waktu kerja,
kepatuhan terhadap perintah, produktivitas, kepatuhan terhadap peraturan,
pemakaian seragam, selain itu menurut (dalam Soejono, 2002) disiplin kerja
mencangkup lima aspek lainnya yaitu karyawan datang ke kantor dengan tertib
tepat waktu dan teratur, berpakaian rapi di tempat kerja, menggunakan peralatan
kantor dengan hati-hati, mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh organisasi, dan
memiliki tanggung jawab.
Dari beberapa aspek-aspek yang telah dijabarkan, maka peneliti memilih
untuk menggunakan aspek yang dikemukakan oleh Lateiner (dalam Amriany
dkk., 2004) yaitu kehadiran, waktu kerja, kepatuhan terhadap perintah,
produktivitas kerja, kepatuhan terhadap peraturan, dan pemakaian seragam. Aspek
tersebut dipilih oleh peneliti sebagai acuan yang digunakan untuk mengukur
disiplin kerja pada karyawan di Indoluxe Hotel Yogyakarta. Peneliti memiliki
pertimbangan yang didukung berdasarkan hasil dari wawancara dan dilihat dari
kondisi hotel yang akan dijadikan tempat penelitian. Selain itu, keenam aspek
tersebut mampu mengungkap sikap disiplin kerja karyawan Indoluxe Hotel
Yogyakarta.
17
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Disiplin Kerja
Menurut Steers (1985) faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja
secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor dari dalam individu
(faktor intrinsik) dan faktor dari luar individu (faktor ekstrinsik), yaitu :
a. Faktor dari dalam individu (faktor intrinsik)
1) Kepribadian
Kepribadian dari para karyawan tentunya dapat menetukan perilaku disiplin
kerja. Selain itu, faktor kepribadian juga akan berpengaruh pada persepsi
karyawan terhadap gaya kepemimpinan atasan, persepsi tersebut dapat
mempengaruhi performansi kerja karyawan, dalam hal ini disiplin kerja
dari diri karyawan akan terbentuk melalui kepribadian yang dimiliki oleh
karyawan.
2) Semangat kerja
Semangat kerja dapat pula terbentuk bila karyawan benar-benar mampu
mempunyai semangat kerja yang tinggi. Dengan begitu, apabila terdapat
semangat kerja diantara karyawan, maka dapat diharapkan tugas yang
diberikan kepada karyawan akan dilakukan dengan sebaik mungkin dan
cepat dalam melaksanakan tugas yang telah diberikan kepadanya.
Pelaksanaan tugas tersebut didapatkan melalui disiplin kerja yang dimiliki
karyawan. Adanya disiplin juga menimbulkan kesetiaan, kegembiraan,
kerja sama, dan ketaatan terhadap setiap peraturan-peraturan yang sudah
ditetapkan perusahaan.
18
3) Motivasi kerja
Motivasi kerja sebagai faktor dari dalam diri individu dan faktor dari luar
individu. Faktor dari dalam individu (motivasi kerja intrinsik) dalam hal
tersebut yaitu dengan adanya perasaan bangga dari dalam diri karyawan
terhadap pribadi dan organisasi tempat karyawan bekerja sehingga hal
tersebut akan membangun kepercayaan dalam diri karyawan di tempatnya
bekerja. Sedangkan, faktor dari luar individu (motivasi kerja ekstrinsik)
yaitu adanya penghargaan dan pujian dari atasan, hal tersebut bisa
dijadikan reward (penghargaan) untuk karyawan agar bekerja lebih baik
lagi. Penghargaan dan pujian yang karyawan dapat dari atasan maupun
organisasinya akan mendorong karyawan untuk bekerja secara maksimal
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang
berlaku di dalam perusahaan tempatnya bekerja.
4) Kepuasaan kerja
Kepuasan kerja dimasukkan sebagai faktor dari dalam diri individu dan
faktor dari luar individu. Kepuasan kerja yang berasal dari dalam diri
individu (kepuasan kerja intrinsik) yaitu arti dari pekerjaan itu sendiri bagi
karyawan. Adanya kepuasan kerja yang tumbuh dalam diri karyawan
membuat karyawan lebih giat dalam bekerja secara sukarela tanpa adanya
paksaan dari organisasi, sedangkan yang merupakan faktor dari luar
individu (kepuasan kerja ekstrinsik) berupa gaji yang cukup maka hal
19
tersebut akan mendorong karyawan untuk meningkatkan disiplin kerjanya
(Wexley & Yukl, 1998).
b. Faktor dari luar individu (faktor ekstrinsik)
1) Kepemimpinan
Keteladanan pimpinan mempunyai pengaruh yang sangat besar dan
memberi efek yang positif dalam menegakkan disiplin kerja karyawan
dalam perusahaan tempatnya bekerja. Pada saat karyawan dituntut untuk
menaati peraturan maka pimpinan diharapkan juga mentaati peraturan yang
berlaku sebagai role model (panutan) bagi karyawan yang dipimpinnya.
Karyawan akan melihat, merasakan, dan mengevaluasi terhadap sikap dan
perilaku yang ditunjukan oleh pimpinannya. Oleh karena itu, karyawan
akan terpacu untuk lebih disiplin kerja maupun tidak disiplin kerja dalam
organisasinya.
2) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja berpengaruh pada perilaku disiplin kerja dapat dikatakan
sebagai lingkungan dalam organisasi yang menciptakan lingkungan
cultural dan social tempat berlangsungnya kegiatan organisasi. Lingkungan
selain memberikan rangsangan terhadap individu untuk berperilaku,
termasuk perilaku tidak disiplin juga memberikan tekanan terhadap
individu seperti tuntutan yang berlebihan dari lingkungan (rekan kerja,
organisasi, pekerjaan masyarakat dan sebagainya). Lebih jauh hal ini dapat
membawa pada situasi yang merangsang timbulnya perilaku tidak patuh,
melanggar aturan, dan kurangnya rasa tanggung jawab.
20
Faktor-faktor yang mempengaruhi disipilin kerja selanjutnya dikemukakan
oleh Hasibuan (2006), yaitu:
a. Tujuan dan kemampuan
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup
menantang bagi kemampuan karyawan. Tujuan (pekerjaan) yang dibebankan
kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuannya yang bersangkutan,
agar bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.
b. Teladan pimpinan
Teladan pimpinan sangat menentukan kedisiplinan karyawan karena
pemimpin dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. pemimpin
harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata
dan perbuatan.
c. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan
karena balas jasa akan mempengaruhi kepuasan dan kecintaan karyawan
terhadap perusahaan atau pekerjaannya.
d. Keadilan
Keadilan dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa atau
hukuman yang merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik
dalam organisasinya.
e. Pengawasan melekat (Waskat)
Waskat (pengawasan melekat) penting dilakukan atasan untuk mewujudkan
kedisiplinan karyawan. Atasan secara aktif mengawasi perilaku, gairah kerja
21
dan prestasi bawahan serta memberikan petunjuk sehingga karyawan
mendapat perhatian, bimbingan dan pengarahan dari atasannya.
f. Sanksi atau hukuman
Berat-ringannya sanksi yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik
buruknya kedisiplinan karyawan disuatu perusahaan. Sanksi hukuman yang
berat akan membuat karyawan takut untuk mengulangi kesalahan yang sama
terhadap pelanggaran atas peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh
perusahaan. Hal ini akan membuat sikap dan perilaku disiplin karyawan akan
berkurang.
g. Ketegasan
Penting untuk memiliki seorang atasan yang adil, berani dan tegas untuk
menindak karyawan yang telah melanggar aturan. Atasan semacam ini akan
disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan. Atasan tersebut akan
membuat karyawan memiliki disiplin kerja yang baik sehingga terciptanya
disiplin dalam organisasi.
h. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan memiliki peran dalam keberlangsungan berjalannya
suatu perusahaan dengan efektif, hubungan yang berjalan dengan harmonis
diantara sesama karyawan (dengan rekan kerja maupun atasannya) dalam
organisasi dapat menciptakan kedisiplinan dalam diri karyawan untuk bekerja
pada suatu perusahaan.
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, faktor-faktor yang
mempengaruhi disiplin kerja menurut Steers (1985) yaitu faktor dari dalam diri
22
individu semangat kerja, motivasi kerja intrinsik dan kepuasan kerja intrinsik,
sedangkan untuk faktor dari luar diri individu yaitu kepemimpinan, lingkungan
kerja, tindakan disiplin yang diberikan, motivasi kerja ekstrinsik dan kepuasan
kerja ekstrinsik, faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja selanjutnya
dikemukakan oleh Hasibuan (2006) yaitu tujuan dan kemampuan, teladan
pimpinan, balas jasa, keadilan, pengawasan melekat, sanksi atau hukuman,
ketegasan, dan hubungan kemanusiaan.
Dari uraian yang telah dikemukakan, maka peneliti memilih untuk
menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja dari Steers (1985)
yaitu kepuasan kerja. Lebih lanjut, karyawan yang terpuaskan dalam menjalani
pekerjaannya akan lebih giat bekerja secara sukarela tanpa adanya paksaan
sehingga mendorong karyawan untuk menaati peraturan organisasi melalui
disiplin kerja yang dimilikinya. Menurut Luthans (2005) kepuasan kerja memiliki
korelasi dengan berbagai variabel, salah satunya berkorelasi dengan variabel
disiplin kerja. Hal tersebut, sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Amelia dan Widawati (2014) bahwa terdapat hubungan positif
yang signifikan antara kepuasan kerja dengan disiplin kerja karyawan, begitu pula
dari hasil penelitian Muhaimin (2004) yaitu kepuasan kerja terbukti dapat
mempengaruhi disiplin kerja karyawan. Hal tersebut juga didukung berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan karyawan Indoluxe Hotel
Yogyakarta yang menunjukan bahwa disiplin kerja dapat tumbuh dalam diri
karyawan Indoluxe Hotel Yogyakarta karena adanya peran penting dari kepuasan
23
kerja. Oleh karena itu, kepuasan kerja akan menjadi satu faktor dominan dan
variabel bebas dalam penelitian ini.
B. Kepuasan Kerja
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan keadaan emosi yang senang atau emosi positif
yang berasal dari penilaian karyawan terhadap pengalaman kerjanya (Luthans,
2005). Menurut As’ad (2004) kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
individual, karena setiap karyawan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda
sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. karyawan akan
merefleksikan sikap karyawan terhadap pekerjaannya. Karyawan akan
memberikan penilaian tentang seberapa jauh pekerjaan secara keseluruhan
memuaskan kebutuhannya. Kepuasan kerja sebagai penilaian terhadap perbedaan
apa yang diharapkan karyawan dari pekerjaannya dengan apa yang diberikan
organisasi kepadanya. Karyawan menilai seberapa bahagia dengan komponen-
komponen tertentu dari pekerjaan, penyelia (pengawas), maupun lingkungan
pekerjaan menyeluruh. Kaswan (2017) mendefinisiskan kepuasan kerja sebagai
perasaan senang yang dihasilkan dari persepsi karyawan bahwa pekerjaan dapat
memenuhi nilai-nilai penting pekerjaannya. Kepuasan kerja menjadi pendorong
keadaan emosi senang atau emosi positif maupun emosi negatif yang berasal dari
pandangan terhadap pekerjaan atau pengalaman kerjanya.
Menurut Handoko (2012) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan
24
memandang pekerjaannya, keadaan tersebut membuat karyawan
merefleksikannya melalui hasil kerja yang ditunjukannya. Wexley & Yukl (1988)
menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan cara karyawan merasakan
pekerjaannya dengan generalisasi sikap terhadap pekerjan yang didasarkan atas
aspek-aspek pekerjaannya yang bermacam-macam. Sikap karyawan terhadap
pekerjan mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan serta harapan-harapannya terhadap pengalaman masa depan.
Pengalaman tersebut akan menimbukan konsekuensi-konsekuansi baik langsung
maupun tidak langsung terhadap efektivitas organisasi karena kualitas
pengalaman kerja mempunyai implikasi penting terhadap kesehatan mental serta
penyesuaikan psikologis karyawan. Menurut Locke (dalam Munandar, 2004)
kepuasan kerja merupakan nilai-nilai, kebutuhan dasar karyawan, dan tujuan
karyawan yang ingin dicapai, tercapainya kebutuhan tersebut membuat karyawan
menunjukan hasil kerja yang berkaitan dengan motivasi dalam menjalani
pekerjaannya. Howell dan Dipboye (dalam Munandar, 2004) memandang
kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak suka
atau tidak sukanya tenaga kerjka terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya,
dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap
pekerjaannya.
Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa
ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian
karyawan bahwa pekerjaan dapat memenuhi harapannya, sehingga karyawan akan
25
mengevaluasi melalui gambaran positif atau merasa senang dalam menjalani
pekerjaannya.
2. Aspek – aspek Kepuasan Kerja
Luthans (2005) mengemukakan bahwa aspek kepuasan kerja terbagi dalam
lima aspek, yaitu sebagai berikut :
a. Pekerjaan
Kepuasan terhadap pekerjaan merupakan tugas yang menarik, kesempatan
yang diberikan organisasi bagi karyawannya untuk belajar dan memberikan
kesempatan untuk menerima segala tanggung jawab yang diberikan kepada
karyawan.
b. Kesejahteraan
Kepuasan terhadap upah dan kesejahteraan merupakan sejumlah upah maupun
tunjangan yang diterima dari organisasi dan sesuai dengan beban kerja
karyawan.
c. Pengawasan
Kepuasan terhadap pengawasan merupakan kemampuan penyelia (pengawas)
untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku kepada karyawan
yang membutuhkannya.
d. Rekan kerja
Kepuasan terhadap rekan kerja merupakan sikap rekan kerja dalam
memberikan bantuan teknis dan dukungan sosial.
e. Promosi
26
Kepuasan terhadap promosi merupakan kesempatan yang didapatkan
karyawan untuk maju dalam organisasi.
Aspek – aspek kepuasan kerja selanjutnya dikemukakan oleh Robbins
(2008), yaitu sebagai berikut:
a. Kepuasan kerja sebagai respon emosional terhadap situasi kerja
Kepuasan kerja sebagai respon emosional terhadap situasi kerja merupakan
kondisi kerja itu sendiri
b. Hasil kerja yang diperoleh atau yang diharapkan
Hasil kerja yang diperoleh atau yang diharapkan merupakan fasilitas kerja,
pendapatan, tunjangan, dan promosi
c. Kepuasan kerja mempresentasikan sikap
Kepuasan kerja mempresentasikan sikap merupakan hubungan kerja karyawan
dengan atasan dan rekan kerjanya
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat lima
aspek kepuasan kerja menurut Luthans (2005) yaitu pekerjaan, upah dan
kesejahteraan, pengawasan, rekan kerja, promosi. Selanjutnya aspek-aspek
kepuasan kerja lainnya dikemukakan oleh Robbins (2008) yaitu kepuasan kerja
sebagai respon emosional terhadap situasi kerja, hasil kerja yang diperoleh atau
yang di harapkan, kepuasan kerja mempresentasikan sikap.
Dari beberapa aspek-aspek yang telah dijabarkan, maka peneliti memilih
untuk menggunakan aspek yang dikemukakan oleh Luthans (2005) yaitu
pekerjaan, upah dan kesejahteraan, pengawasan, rekan kerja, promosi. Aspek
tersebut dipilih sebagai acuan yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja
27
pada karyawan di Indoluxe Hotel Yogyakarta. Peneliti memiliki pertimbangan
dalam memilih aspek yang dikemukakan oleh Luthans (2005) yaitu didukung
berdasarkan hasil dari wawancara dengan subjek dan dilihat dari kondisi hotel
yang akan dijadikan tempat penelitian. Selain itu, kelima aspek tersebut mampu
mengungkap kepuasan kerja karyawan Indoluxe Hotel Yogyakarta.
C. Hubungan Antara Kepuasan Kerja dengan Disiplin Kerja pada
Karyawan di Indoluxe Hotel Yogyakarta
Seiring dengan berkembang pesatnya industri perhotelan di Yogyakarta,
membuat industri memerlukan sumber daya manusia yang handal dalam bidang
kerjanya. Adanya unsur manusia yang berkualitas mampu menggerakan
keberlangsungan jalannya industri perhotelan (Huda & Nurcahyo, 2015). Salah
satu cara untuk mencapai keberhasilan sumber daya manusia dengan
menumbuhkan maupun meningkatkan kepuasan kerja pada diri karyawan, hal
tersebut akan menunjukkan angka keberhasilan suatu industri dalam mencapai
tujuannya (Kaswan, 2017).
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan salah satu aspek psikologis yang
mencerminkan perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, karyawan akan merasa
puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya
dengan pekerjaan yang dihadapi (As’ad, 2004). Menurut Luthans (2005) kepuasan
kerja harus memenuhi aspek tertentu agar dapat berpengaruh baik bagi karyawan
maupun perusahaan. Aspek tersebut akan mendorong karyawan untuk berprestasi
lebih baik yang nantinya akan menimbulkan imbalan ekonomi dan psikologis
28
yang lebih tinggi. Imbalan tersebut dipandang pantas dan adil maka timbul
kepuasan yang lebih besar karena karyawan merasa bahwa dirinya menerima
imbalan sesuai dengan prestasinya. Lain halnya, ketika imbalan dipandang tidak
sesuai dengan tingkat prestasi maka karyawan cenderung timbul ketidakpastian
dalam melakukan pekerjaannya (Handoko, 2012). Lima aspek kepuasan kerja
menurut Luthans (2005), yaitu pekerjaan, upah dan kesejahteraan, pengawasan,
rekan kerja, dan promosi.
Aspek pekerjaan memiliki peranan penting bagi kemajuan organisasi
karena karyawan akan diberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar
dan menerima tanggung jawab (Luthans, 2005). Menurut Hezberg (dalam
Munandar, 2004) karyawan yang terpuaskan terhadap pekerjaannya akan lebih
termotivasi untuk bekerja dan merasakan kesenangan dalam melaksanakan tugas-
tugasnya. Hal tersebut membentuk kepatuhan karyawan terhadap peraturan
dengan bersedia meningkatkan kesadaran atas segala peraturan perusahaan dan
kesediaan dalam mentaatinya (Tu’u, 2004). Sebaliknya, ketidakpuasan karyawan
terhadap pekerjaannya menimbulkan rasa malas berangkat ke tempat kerja dan
malas dengan tugas pekerjaannya, sehingga karyawan kurang memiliki kesadaran
dan tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugasnya (Munandar, 2004).
Kesadaran karyawan dapat dibangun dengan kepuasan terhadap upah dan
kesejahteraan yang merupakan sejumlah upah yang diterima dan sesuai dengan
beban kerjanya (Luthans, 2005). Upah dan kesejahteraan mendorong karyawan
untuk berprestasi lebih baik yang dapat menimbulkan imbalan ekonomi (lebih
produktif dan kinerja meningkat) (Handoko, 2002). Hal tersebut menjadikannya
29
semakin mematuhi segala perintah yang diberikan dengan begitu terciptalah
suasana yang tertib dan teratur dalam pelaksanaan pekerjaan (Tu’u, 2004). Disisi
lain, ketidakpuasan terhadap upah mengakibatkan keluhan dalam bekerja,
rendahnya kinerja, kualitas produk rendah, pencurian dan sabotase oleh karyawan,
hal tersebut menjadi penyebab penurunan kinerja, ketidakhadiran, tingginya
turnover (keluar masuk karyawan), sehingga sulit menciptakan kepatuhan
karyawan terhadap peraturan yang berlaku (Lussier dalam Kaswan, 2017).
Karyawan yang menjalani pekerjaannya tidak lepas dari aspek pengawas
yang berperan dalam memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku
(Luthans, 2005). Menurut Munandar (2004) karyawan yang mendapatkan
dukungan dari pengawas akan bekerja dengan penuh semangat, aktif dan dapat
berprestasi. Prestasi tersebut menunjukan kesadaran karyawan dalam menaati
segala perintah yang diberikan oleh atasan yang didasarkan atas kesadaran diri
sendiri (Sastrohadiwiryo, 2005). Kaswan (2017) menyatakan bahwa karyawan
yang tidak memperoleh dukungan pengawas, maka tidak akan pernah mencapai
kepuasan psikologis dan akhirnya menimbulkan emosi negatif yang dapat
menurunkan kinerja karyawan. emosi negatif membuat karyawan menjalani
peraturan dengan keterpaksaan dan kurangnya rasa tanggung jawab dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh atasan (Rivai, 2011).
Kepuasan terhadap rekan kerja menjadi adil bagi karyawan untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya karena rekan kerja dapat memberikan bantuan
teknis dan dukungan sosial (Luthans, 2005). Komunikasi yang baik antar
karyawan akan menciptakan kesadaran dan kesediaan dalam mentaati peraturan
30
perusahaan dan norma sosial (berperilaku sopan dengan rekan kerja maupun
costumer). Disisi lain, ketika rekan kerja tidak sesuai dengan harapanya maka
karyawan akan menunjukan kehadiran yang rendah dengan keterlambatan untuk
datang tepat waktu ke kantor, mengabaikan prosedur keselamatan, melalaikan
pekerjaan, tindakan yang tidak sopan kepada karyawan lain maupun costumer,
atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas seperti perkelahian secara fisik
(Rivai, 2011).
Karyawan yang diberikan kesempatan untuk maju dalam organisasi akan
mengikututi prosedur yang telah ditetapkan dengan menghargai karyawan lainnya
dan menyelesaikan pekerjaannya sebaik mungkin (Luthans, 2005). Menurut As’ad
(2002) kepuasan terhadap promosi didapatkan apabila karyawan ditempatkan
pada posisi dan golongan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga lebih
produktif dan berprestasi dalam bekerja. Hal tersebut sangat penting dalam
pertumbuhan organisasi dan karyawan untuk mendisiplinkan diri dalam
melaksanakan pekerjaannya yang terorganisir dengan baik secara perorangan
maupun kelompok dengan melaksanakan SOP (Standard Operasional Procedure)
yang telah ditetapkan melalui kepatuhan karyawan terhadap peraturan yang
berlaku (Hasibuan, 2002). Menurut Wexley & Yukl (1988) karyawan yang tidak
puas terhadap promosi, maka memungkinkan karyawan menarik diri dari
pekerjaan maupun perusahaannya sehingga terjadi burnout (kelelahan) dan
turnover (keluar masuknya karyawan). Oleh karena itu, karyawan akan bekerja
dengan keterpaksaan, kurang kooperatif dengan karyawan yang lain, dan kurang
menunjukan prestasi kerjanya (Sastrohadiwiryo, 2005).
31
Karyawan yang puas terhadap pekerjannya memiliki motivasi untuk
bekerja, dengan merasa senang dan menikmati pekerjaannya yang merupakan
suatu wujud perilaku pada terbentuknya disiplin kerja (Hezberg dalam Munandar,
2004). Menurut Kaswan (2017) apabila karyawan merasakan adanya kepuasan
kerja maka karyawan akan melaksanakan pekerjaan dengan emosi positif yaitu
senang dan bersemangat maka akan timbul kedisiplinan dengan mematuhi semua
peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Terbentuknya rasa disiplin
dalam diri setiap karyawan dapat meningkatkan gairah kerja dan tujuan organisasi
maupun karyawan akan terlaksana dengan baik (Rivai, 2011). Sedangkan
karyawan yang kurang puas adalah karyawan yang malas berangkat ke tempat
kerja dan malas dengan pekerjaannya. Tingkah laku karyawan yang malas akan
menimbulkan masalah bagi perusahaan berupa tingkat absensi yang tinggi,
keterlambatan kerja dan pelanggaran disiplin lainnya (Munandar, 2004).
Wexley & Yukl (1998) menyatakan bahwa disiplin kerja akan terjadi
apabila karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja. Hal ini di dukung oleh hasil
penelitian Muhaimin (2014) yang mengungkapkan bahwa kepuasan kerja terbukti
dapat mempengaruhi disiplin kerja karyawan. Hasil penelitian dari Amelia dan
Widawati (2014) juga mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif yang
signifikan antara kepuasan kerja dengan disiplin kerja karyawan. Kontribusi
tersebut mengindikasikan bahwa tujuan Indoluxe Hotel Yogyakarta yaitu
berkeinginan agar hotel mengalami peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun
dapat tercapai tergantung pada tingkat kepuasan kerja dan seberapa besar disiplin
kerja yang dimiliki karyawannya.
32
D. Hipotesis
Agar diperoleh suatu pandangan untuk menganalisis data selanjutnya,
maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan
positif antara kepuasan kerja dengan disiplin kerja pada karyawandi Indoluxe
Hotel Yogyakarta. Semakin tinggi kepuasan kerja maka akan semakin tinggi
disiplin kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah kepuasan kerja maka akan
semakin rendah disiplin kerja karyawan.
Top Related