1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung
menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa
berbagai dampak terhadap masyarakat setempat, bahkan
pariwisata dikatakan mempunyai energy trigger yang luar
biasa, yang membuat masyarakat setempat mengalami
metamorphose dalam berbagai aspeknya. Di samping berbagai
dampak yang dinilai positif, hampir semua penelitian juga
menunjukkan adanya berbagai dampak yang tidak diharapkan,
seperti semakin buruknya kesenjangan pendapatan antara
kelompok masyarakat, memburuknya ketimpangan ekonomi,
dan lain-lain.
Dampak negatif tersebut disebabkan karena
pengembangan pariwisata yang hanya dilakukan dengan
pendekatan ekonomi dan pariwisata dipersepsikan sebagai
instrumen untuk meningkatkan pendapatan, terutama oleh
bidang usaha swasta maupun pemerintah. Sementara itu
banyak pakar yang menyadari bahwa pariwisata, meskipun
membutuhkan lingkungan yang baik, namun bilamana dalam
pengembangannya tidak memperhatikan daya dukung
lingkungan dan kapasitas lingkungan dalam menampung atau
2 mentoleransi jumlah wisatawan akan menimbulkan dampak
negatif.
Tingginya wisatawan yang berkarakter Nature Based,
pada satu sisi sangat positif dan bermanfaat, akan tetapi pada
sisi lain terlihat belum adanya pendalaman terhadap fungsi
lingkungan atau masih banyak masyarakat yang belum sadar
akan pentingnya “Nature Related Tourism”. Salah satu faktor
terpenting untuk menangani hal tersebut yaitu dengan cara
merubah perilaku pengunjung dari sekedar mengetahui
menuju kepada suatu pemahaman keterkaitan alur dengan
kehidupan manusia, dan pendalaman terhadap sumber daya
alam hayati atau ekosistemnya menjadi satu prioritas utama
dibandingkan dengan hanya memikirkan luas kawasan atau
keindahan kawasan saja.
Sejalan dengan dinamika, gerak perkembangan
pariwisata merambah dalam berbagai terminologi seperti,
sustainable tourism development, village tourism, ecotourism,
merupakan pendekatan pengembangan kepariwisataan yang
berupaya untuk menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di
daerah tujuan wisata bukan perkotaan. Salah satu pendekatan
pengembangan wisata alternatif adalah desa wisata untuk
pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang
pariwisata. Ramuan utama desa wisata diwujudkan dalam
gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya. Keaslian juga
dipengaruhi keadaan ekonomi, fisik dan sosial daerah
3 pedesaan tersebut, misalnya ruang, warisan budaya, kegiatan
pertanian, bentangan alam, jasa, pariwisata sejarah dan
budaya, serta pengalaman yang unik dan eksotis khas daerah.
Dengan demikian, pemodelan desa wisata harus terus dan
secara kreatif mengembangkan identitas atau ciri khas daerah.
Hal penting lainnya dalam upaya pengembangan desa
wisata yang berkelanjutan yaitu dengan melibatkan atau
partisipasi masyarakat sekitar objek wisata, pengembangan
mutu produk wisata pedesaan, pembinaan kelompok
pengusaha setepat. Keaslian akan memberikan manfaat
bersaing bagi produk wisata pedesaan. Unsur-unsur keaslian
produk wisata yang utama adalah kualitas asli, keorisinalan,
keunikan, ciri khas daerah dan kebanggaan daerah diwujudkan
dalam gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya secara
khusus berkaitan dengan prilaku, integritas, keramahan dan
kesungguhan penduduk yang tinggal dan berkembang menjadi
milik masyarakat desa tersebut.
Oleh sebab itu, pemodelan desa wisata bagi
pembangunan pedesaan yang berkelanjutan harus terus secara
kreatif mengembangkan identitas atau ciri khas yang baru bagi
desa untuk memenuhi tujuan pemecahan masalah yang
berkaitan dengan krisis ekonomi daerah pedesaan, semakin
bertambah akibat adanya berbagai kekuatan yang rumit, yang
menyebabkan baik berkurangnya kesempatan kerja maupun
peningkatan kekayaan masyarakat desa, salah satu jalan keluar
4 yang dapat mengatasi krisis tersebut adalah melalui
pembangunan industri desa wisata skala kecil, sehingga
mampu bersaing dan unggul dalam pembangunan daerah
pedesaan, dan dalam penciptaan lapangan kerja baru serta
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Prinsip pengembangan desa wisata adalah sebagai
salah satu produk wisata alternatif yang dapat memberikan
dorongan bagi pembangunan pedesaan yang berkelanjutan
serta memiliki prinsipprinsip pengelolaan antara lain, ialah:
a. memanfaatkan sarana dan prasarana masyarakat setempat,
b. menguntungkan masyarakat setempat,
c. berskala kecil untuk memudahkan terjalinnya hubungan
timbal balik dengan masyarakat setempat,
d. melibatkan masyarakat setempat,
e. menerapkan pengembangan produk wisata pedesaan, dan
beberapa kriteria yang mendasarinya seperti antara lain:
1) Penyediaan fasilitas dan prasarana yang dimiliki
masyarakat lokal yang biasanya mendorong peran
serta masyarakat dan menjamin adanya akses ke
sumber fisik merupakan batu loncatan untuk
berkembangnya desa wisata.
2) Mendorong peningkatan pendapatan dari sektor
pertanian dan kegiatan ekonomi tradisional lainnya.
3) Penduduk setempat memiliki peranan yang efektif
dalam proses pembuatan keputusan tentang bentuk
5
pariwisata yang memanfaatkan kawasan lingkungan
dan penduduk setempat memperoleh pembagian
pendapatan yang pantas dari kegiatan pariwisata.
4) Mendorong perkembangan kewirausahaan
masyarakat setempat. Sedangkan dalam prinsip
perencanaan yang perlu dimasukkan dalam
“prelemenay, planning” yaitu,
a) meskipun berada di wilayah pariwisata tak
semua tempat dan zona lingkungan harus
menjadi daya tarik wisata dan
b) potensi desa wisata tergantung juga kepada
kemauan masyarakat setempat untuk bertindak
kreatif, inovatif, dan kooperatif. Tidak semua
kegiatan pariwisata yang dilaksanakan di desa
adalah benar-benar bersifat desa wisata, oleh
karena itu agar dapat menjadi pusat perhatian
pengunjung, desa tersebut pada hakikatnya
harus memiliki hal yang penting, antara lain:
Keunikan, keaslian, sifat khas
Letaknya berdekatan dengan daerah alam
yang luar biasa
Berkaitan dengan kelompok atau
masyarakat berbudaya yang secara hakiki
menarik minat pengunjung
6
Memiliki peluang untuk berkembang baik
dari sisi prasarana dasar, maupun sarana
lainnya.
Perencanaan pariwisata di desa bukanlah tugas yang
mudah terutama dalam keadaan yang mempunyai lingkungan
alam dan budaya yang peka. Pengembangan sektor pariwisata
yang dilakukan dengan baik akan mampu menarik pengunjung
untuk datang dalam kegiatan berwisatanya. Peningkatan
pengunjung ini tentu sangat bergantung pada keadaan atau
daya tarik objek wisata tersebut.
Keberagaman objek wisata di Kabupaten Malang,
mulai dari wisata alam, budaya dan kesenian serta objek
wisata buatan seperti taman wisata sebenarnya dapat dijadikan
salah satu penopang perekonomian negara dan juga dapat
banyak menyerap tenaga kerja sehingga sumber daya manusia
dan sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara optimal.
Hingga saat ini industri pariwisata di Kabupaten Malang
belum berjalan optimal, padahal aspek ini sangat berpengaruh
terhadap peningkatan pendapatan masyarakat terutama
pendapatan warga sekitar dan pendapatan asli daerah tempat
wisata tersebut.
Desa Gondowangi merupakan salah satu desa di
Kecamatan Wagir Kabupaten Malang yang memiliki potensi
wisata. Penulis berhasil menganalisis potensi wisata di Desa
Gondowangi ini yaitu berupa potensi wisata budaya. Wisata
7 budaya yang dimaksud adalah budaya wayang krucil yang
masih terjaga kelestariannya. Keberadaan wayang krucil ini
menjadi daya tarik tersendiri di Desa Gondowangi, khususnya
daya tarik wisata untuk kalangan masyarakat yang peduli akan
seni dan kebudayaan.
Berdasarkan fenomena pentingnya sektor wisata dan
potensi Desa Gondowangi yang mampu di kembangkan
sebagai suatu daya tarik wisata, maka di buatlah buku ini
dengan judul: “Analisis Potensi Wisata Budaya di Desa
Gondowangi Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang”.
1.2 Dasar Hukum
Peraturan perundang-undangan yang dipakai di Desa
Gondowangi dalam hal ini adalah sebagai berikut: Penyusunan
RPJMD Desa Gondowangi mengacu pada peraturan
perundang – undangan yang berlaku yaitu: a) Landasan idiil
pancasila, b) landasan kontutisional UUD’45, serta c) landasan
operasional sebagai berikut:
a. Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan
negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286);
b. Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan negara (Lembaran Negara Republik
8
Indonesia Tahun 2004 nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
c. Undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang
Pembentukan peraturan prundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389);
d. Undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);
e. Undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
f. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12
tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
9 g. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
h. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
i. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4663);
j. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
k. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 nomor
19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4815);
10 l. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tata Cara, Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4817);
m. Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menenngah Nasional Tahun 2010 –
2014;
n. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara, Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah;
o. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2009
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Previnsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2014;
p. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 10 Tahun
2007 tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten Malang
Dalam Urusan Pemerintahan Wajib dan Pilihan
(Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2007 Nomor
2/E)
q. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 6 Tahun
2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJMD) Daerah Kabupaten Malang Tahun 2005 – 2025
11
(Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2008 Nomor
3/E)
r. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 3 Tahun
2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Malang (RPJMD) Daerah Kabupaten Malang Tahun 2005
– 2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2010
Nomor 2/E)
s. Undang – undang RI Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
t. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 20214 tentang
Pelaksanaan Undang – undang Desa;
u. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2015
tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dalam buku ini adalah sebagai berikut:
a. mengetahui kondisi sosial masyarakat desa Gondowangi
khususnya dalam permasalahan sosial berupa kemiskinan
dan pengangguran.
b. mengetahui pembangunan wisata desa Gondowangi.
c. mengetahui pengaruh permasalahan sosial masyarakat
berupa kemiskinan dan pengangguran terhadap proses
pembangunan wisata di desa Gondowangi.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka manfaat buku ini yaitu:
a. Peningkatan Sumber Daya Manusia yang produktif dan
berdaya saing.
12 b. Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berbasis desa
wisata dan pemberdayaan masyarakat pedesaan, melalui
indikator penurunan angka kemiskinan dan pengangguran.
13
BAB II
GAMBARAN UMUM
Desa Gondowangi merupakan salah satu desa yang
berada di kecamatan wagir kabupaten Malang. Desa
Gondowangi terletak pada posisi 7°21'-7°31' Lintang Selatan
dan 110°10'-111°40' Bujur Timur. Posisi desa Gondowangi ini
terletak di sebelah Selatan Kota Malang dan berbatasan
dengan desa desa tetangga seperti desa Sidorahayu di sebelah
Utara, desa Parangargo di sebelah Timur, desa
Mandalanwangi di sebelah Selatan, desa Pandanrejo dan
Sumbersuko di sebelah Barat. Jarak tempuh Desa Gondowangi
ke ibu kota kecamatan adalah 1 km, yang dapat ditempuh
dengan waktu sekitar 4 menit. Sedangkan jarak tempuh ke ibu
kota kabupaten adalah 10 km, yang dapat ditempuh dengan
waktu sekitar 30 menit. Desa Gondowangi merupakan dataran
sedang dengan ketinggian sekitar 450mdpl dengan curah hujan
rata rata 2.400mm/th (data BPS Kab. Malang 2004).
2.1 Visi Misi Desa Gondowangi
Pemerintah desa Gondowangi ingin mewujudkan
suatu cita cita yang tentu akan mensejahterakan masyarakat
desa nya. Cita cita tersebut dilandasi oleh kondisi sosial
ekonoi masyarakat yang masuk ke dalam kategori miskin,
padahal desa Gondowangi memiliki sumberdaya yang
14 memadai untuk mengentaskan kemiskinan desa. Fenomena
seperti ini muncul karena pemanfaatan sumberdaya yang
masih belum optimal. Cita cita pemerintah desa Gondowangi
adalah mengentaskan kemiskinan tersebut dan
mensejahterakan masyarakat desa nya. Cita cita tersebut di di
wujudkan dalam visi pemerintah desa yaitu MEWUJUDKAN
DESA GONDOWANGI MENJADI DESA SUB-URBAN
YANG “GUYUB RUKUN DADI SIJI” DAN MANDIRI
DALAM BERBAGAI BIDANG.
Kalimat dan kata dalam visi desa Gondowangi
memiliki makna tersirat di dalamnya. Kalimat Terwujudnya
”Guyub Rukun Dadi Siji” mengandung makna peran
pemerintah dalam mewujudkan Desa Gondowangi yang
mandiri secara ekonomi, tidak mudah terpengaruh (berdaya
saing), dan menjaga keharmonisan kehidupan sosial dalam
seluruh umat manusia. Kata Mandiri mengandung makna
bahwa desa mencapai kondisi kehidupan yang kreatif, inovatif,
produktif dan partisipatif sehingga mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri. Kata Pertanian mengandung makna
bahwa sektor pangan adalah hal utama dalam perekonomian,
sehingga tidak akan terjadi rawan pangan di Desa
Gondowangi.
Pewujudan cita cita desa oleh pemerintah desa
Gondowangi dilakukan secara bertahap karena tidak serta
merta cita cita itu bisa terwujud untuk mensejahterakan
15 masyarakat. Diperlukan langkah langkah yang harus di
rencanakan sebagai jalan menuju desa Gondowangi yang lebih
sejahtera. Langkah langkjah tersebut telah di rancang oleh
pemerintah desa untuk dijadikan pedoman langkah yang
diambil dalam mewujudkan impian desa. Langkah tersebut
terangkum dalam misi pemerintah desa yang berupaya
mensejahterakan masyarakatnya.
Misi jangka pendek yang diperhitungkan dalam
jangka waktu tiga bulanan mencakup; pelayanan publik untuk
melayani masyarakat desa internal maupun orang lain,
keterbukaan informasi jadwal kerja perangkat desa,
peningkatan kualitas kerja perangkat, penyebaran informasi
administratif desa yang berhubungan dengan kebutuhan
masyaarakat, penyuluhan tentang pelayanan publik yang
berkualitas, pembuatan dan pengurusan akta tanah atau PPAT
di tingkat desa tanpa uang administrasi (gratis) untuk 100 hari,
rekonsolidasi potensi desa sebagai dasar pembangunan fisik
maupun non fisik, Pengembangan program kepemudaan,
kebudayaan dan seni.
Misi jangka menengah yang diperhitungkan dalam
jangka waktu satu tahunan mencakup; mempertahankan
pelayanan public yang sudah baik, perapihan RPJM Desa
untuk patokan pembangunan desa, pengembangan potensi
desa, pengelolaan fasilitas dan masyarakat desa, pembuatan
website desa.
16
Misi jangka panjang yang diperhitungkan dalam
jangka waktu lima tahunan mencakup: pelaksanaan RPJM
Desa yang sudah berjalan, perapihan tampilan desa agar selalu
menarik, pengembangan kebudayaan dan seni desa,
meningkatkan kesehatan masyarakat dengan menjalin
kerjasama dengan universitas yang ada di kota Malang,
meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan membangun
pemikiran pendidikan dasar 12 tahun, pengembangan potensi
bisnis desa sebagai kekuatan ekonomi nasional, meningkatkan
dan mengelola Pendapatan Asli Desa, mewujudkan
pemerintahan yang baik dan bersih melalui pelaksanaan
Otonomi Daerah.
2.2 Keadaan Sosial Desa Gondowangi
Adanya perubahan dinamika politik dan sistem politik
di Indonesia yang lebih demokratis, memberikan pengaruh
kepada masyarakat untuk menerapkan suatu mekanisme
politik yang dipandang lebih demokratis. Dalam konteks
politik lokal Desa Gondowangi, hal ini tergambar dalam
pemilihan kepala desa dan pemilihan-pemilihan lain (pilleg,
pilpres, pilkada, dan pilgub) yang juga melibatkan warga
masyarakat desa secara umum.
Khusus untuk pemilihan kepala desa Gondowangi,
sebagaimana tradisi kepala desa di Jawa, biasanya para peserta
(kandidat) nya adalah mereka yang secara trah memiliki
17 hubungan dengan elit kepala desa yang lama. Hal ini tidak
terlepas dari anggapan masyarakat banyak di desa-desa bahwa
jabatan kepala desa adalah jabatan garis tangan keluarga-
keluarga tersebut. Fenomena inilah yang biasa disebut pulung
–dalam tradisi jawa- bagi keluarga-keluarga tersebut..
Jabatan kepala desa merupakan jabatan yang tidak
serta merta dapat diwariskan kepada anak cucu. Mereka dipilh
karena kecerdasan, etos kerja, kejujuran dan kedekatannya
dengan warga desa. Kepala desa bisa diganti sebelum masa
jabatannya habis, jika ia melanggar peraturan maupun norma-
norma yang berlaku. Begitu pula ia bisa diganti jika ia
berhalangan tetap. Karena demikian, maka setiap orang yang
memiliki dan memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan
dalam perundangan dan peraturan yang berlaku, bisa
mengajukan diri untuk mendaftar menjadi kandidat kepala
desa. Fenomena ini juga terjadi pada pemilihan desa
Gondowangi pada tahun 2007. Pada pilihan kepala desa ini
partisipasi masyarakat sangat tinggi, yakni hampir 95%.
Tercatat ada tuju kandidat kepala desa pada waktu itu yang
mengikuti pemilihan kepala desa. Pilihan kepala Desa bagi
warga masyarakat Desa Gondowangi seperti acara perayaan
desa..
Pada bulan Juli dan Nopember 2008 ini masyarakat
juga dilibatkan dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur putaran
I dan II secara langsung. Walaupun tingkat partisipasinya lebih
18 rendah dari pada pilihan kepala Desa, namun hampir 70%
daftar pemilih tetap, memberikan hak pilihnya. Hal ini adalah
proggres demokrasi yang cukup signifikan di desa
Gondowangi.
Setelah proses-proses politik selesai, situasi desa
kembali berjalan normal. Hiruk pikuk warga dalam pesta
demokrasi desa berakhir dengan kembalinya kehidupan
sebagaimana awal mulanya. Masyarakat tidak terus menerus
terjebak dalam sekat-sekat kelompok pilihannya. Hal ini
ditandai dengan kehidupan yang penuh tolong menolong
maupun gotong royong.
Walaupun pola kepemimpinan ada di Kepala Desa
namun mekanisme pengambilan keputusan selalu ada
pelibatan masyarakat baik lewat lembaga resmi desa seperti
Badan Perwakilan Desa maupun lewat masyarakat langsung.
Dengan demikian terlihat bahwa pola kepemimpinan di
Wilayah Desa Gondowangi mengedepankan pola
kepemimpinan yang demokratis.
Berdasarkan deskripsi beberapa fakta di atas, dapat
dipahami bahwa Desa Gondowangi mempunyai dinamika
politik lokal yang bagus. Hal ini terlihat baik dari segi pola
kepemimpinan, mekanisme pemilihan kepemimpinan, sampai
dengan partisipasi masyarakat dalam menerapkan sistem
politik demokratis ke dalam kehidupan politik lokal. Tetapi
terhadap minat politik daerah dan nasional terlihat masih
19 kurang antusias. Hal ini dapat dimengerti dikarenakan
dinamika politik nasional dalam kehidupan keseharian
masyarakat Desa Gondowangi kurang mempunyai greget,
terutama yang berkaitan dengan permasalahan, kebutuhan dan
kepentingan masyarakat secara langsung..
Berkaitan dengan letaknya yang berada diperbatasan
Jawa Timur dan Jawa Tengah suasana budaya masyarakat
Jawa sangat terasa di Desa Gondowangi. Dalam hal kegiatan
agama Islam misalnya, suasananya sangat dipengaruhi oleh
aspek budaya dan sosial Jawa. Hal ini tergambar dari
dipakainya kalender Jawa/ Islam, masih adanya budaya
nyadran, slametan, tahlilan, mithoni, dan lainnya, yang
semuanya merefleksikan sisi-sisi akulturasi budaya Islam dan
Jawa.
Semakin terbukanya masyarakat terhadap arus
informasi, hal-hal lama akan mulai mendapat respon dan tafsir
balik dari masyarakat. Hal ini menandai babak baru dinamika
sosial dan budaya, sekaligus tantangan baru bersama
masyarakat Desa Gondowangi. Dalam rangka merespon tradisi
lama ini telah mewabah dan menjamur kelembagaan sosial,
politik, agama, dan budaya di Desa Gondowangi. Tentunya hal
ini membutuhkan kearifan tersendiri, sebab walaupun secara
budaya berlembaga dan berorganisasi adalah baik tetapi secara
sosiologis ia akan beresiko menghadirkan kerawanan dan
konflik sosial.
20
Berdasarkan data Administrasi Pemerintahan Desa
tahun 2009, jumlah penduduk Desa Gondowangi adalah 6.804
jiwa, dengan rincian 3.434 laki-laki dan 3.370 perempuan.
Jumlah penduduk demikian ini tergabung dalam 1.500 KK.
Agar dapat mendeskripsikan dengan lebih lengkap tentang
informasi keadaan kependudukan di Desa Gondowangi maka
perlu diidentifikasi jumlah penduduk dengan menitikberatkan
pada klasifikasi usia. Berikut penjelasan tabel berdasarkan hal
tersebut.
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
No. Uraian Jumlah
1 Kependudukan
A. Jumlah Penduduk (Jiwa) 7889
B. Jumlah KK 1548
C. Jumlah laki-laki
a. 0 – 15 tahun 1064
b. 16 – 55 tahun 1796
c. Diatas 55 tahun 1282
D. Jumlah perempuan
a. 0 – 15 tahun 1111
b. 16 – 55 tahun 1784
c. Diatas 55 tahun 852
2 Kesejahteraan Sosial
A. Jumlah KK Prasejahtera 456
B. Jumlah KK Sejahtera 635
C. Jumlah KK Kaya 181
D. Jumlah KK Sedang 107
E. Jumlah KK Miskin 261
21
No. Uraian Jumlah
3 Tingkat Pendidikan
A. Tidak tamat SD
B. SD 3994
C. SLTP 1475
D. SLTA 959
E. Diploma/Sarjana
134
4 Mata Pencaharian
A. Buruh Tani 776
B. Petani 1371
C. Peternak
D. Pedagang 74
E. Tukang Kayu 147
F. Tukang Batu 148
G. Penjahit 5
H. PNS 198
I. Pensiunan 42
J. TNI/Polri 23
K. Perangkat Desa 12
L. Pengrajin 8
M.Industri kecil
N. Buruh Industri
O. Lain-lain 38
5 Agama
A. Islam 5796
B. Kristen 76
C. Protestan
D. Katolik
E. Hindu 568
F. Budha
22 Berdasarkan tabel tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Kependudukan.
Jumlah usia produktif lebih banyak dibanding dengan
usia anak-anak dan lansia. Perbandingan usia anak-
anak, produktif, dan lansia adalah sebagai berikut:
21% : 61% : 18%. Dari 2084 jumlah penduduk yang
berada pada kategori usia produktif laki-laki dan
perempuan jumlahnya hampir sama / seimbang.
2. Kesejahteraan
Jumlah KK Sedang mendominasi yaitu 29,2 % dari
total KK, KK pra sejahtera 24 %, KK sejahtera 17,9
% KK Kaya 16,3 %. dan KK Miskin 12,5 %. Dengan
banyaknya KK prasejahtera inilah maka Desa
Gondowangi termasuk dalam DESA TERTINGGAL
3. Tingkat Pendidikan
Kesadaran tentang pentingnya pendidikan terutama
pendidikan 9 tahun baru terjadi beberapa tahun ini
sehingga jumlah lulusan SD dan SLTP mendominasi
peringkat Pertama.
4. Mata Pencaharian
Mayoritas mata pencaharian penduduk adalah petani
dan buruh tani. hal ini disebabkan karena sudah turun
temurun sejak dulu bahwa masyarakat adalah petani
dan juga minimnya tingkat pendidikan menyebabkan
masyarakat tidak punya keahlian lain dan akhirnya
23
tidak punya pilihan lain selain menjadi buruh tani dan
buruh Pabrik.
5. Agama
Mayoritas warga masyarakat Desa Gondowangi
adalah Muslim (islam)
2.3 Budaya Desa Gondowangi
2.3.1 Wayang Krucil
Wayang krucil adalah kesenian khas Ngawi, Jawa
Timur dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih
sering disebut dengan Wayang Krucil. Wayang ini dalam
perkembangannya menggunakan bahan kayu pipih (dua
dimensi) yang kemudian dikenal sebagai Wayang Klithik.
Di daerah Jawa Tengah wayang krucil memiliki
bentuk yang mirip dengan wayang gedog. Tokoh-tokohnya
memakai dodot rapekan, berkeris, dan menggunakan tutup
kepala tekes (kipas). Sedangkan, di Jawa Timur tokoh-
tokohnya banyak yang menyerupai wayang kulit purwa , raja-
rajanya bermahkota dan memakai praba. Di Jawa Tengah,
tokoh-tokoh rajanya bergelung Keling atau Garuda Mungkur
saja.
Cerita yang dipakai dalam wayang krucil umumnya
mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan di Pajajaran hingga
zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Namun, tidak menutup
kemungkinan wayang krucil memakai cerita wayang purwa
24 dan wayang menak, bahkan dari babad tanah jawa sekalipun.
Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan
wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama
playon bangomati (srepegan). Namun, ada kalanya wayang
krucil menggunakan gendhing-gendhing besar.
2.3.2 Kuda Lumping
Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan
adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok
prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan
kuda yang terbuat dari bambu atau bahan lainnya yang di
anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda, dengan dihiasi
rambut tiruan dari tali plastik atau ijuk aren atau sejenisnya
yang di gelung atau di kepang, sehingga kesenian ini pada
masyarakat jawa sering disebut sebagai jaran kepang.
Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain
beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya
menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa
penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi
kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi
memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut
atau berguling-guling di duri salak. Jaran Kepang merupakan
bagian dari pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal
dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum
Jawa yang menetap di Sumatera Utara dan di beberapa daerah
25 di luar Indonesia seperti di Malaysia, Suriname, Hongkong,
Jepang dan bahkan Amerika Serikat.Tidak satupun catatan
sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya
riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Konon, tari kuda lumping adalah tari kesurupan. Ada
pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping
menggambarkan kisah seorang pasukan pemuda cantik
bergelar Jathil penunggang kuda putih berambut emas, berekor
emas, serta memiliki sayap emas yang membantu pertempuran
kerajaan bantarangin melawan pasukan penunggang babi
hutan dari kerajaan lodaya pada serial legenda reyog abad ke
8.
Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda
lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek
kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini
terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif,
melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya
seekor kuda di tengah peperangan.
Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga
menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan
supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca,
menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di
atas pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini
merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu
26 berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan
aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan
Belanda. Pada pementasanya, tari kuda lumping menggunakan
kaca,beling,batu,dan jimat. Para penari kuda lumping sangat
gila.
Semua keunikan budaya itu telah dilestarikan oleh
bapak Suhari dengan membentuk paguyuban kesenian kuda
lumping jaran kepang bernama “JATI KUSUMO” di Desa
Gondowangi Kecamatan Wagir Kabupaten Malang, Jawa
Timur, didukung oleh tiga sesepuh supranatural bapak
Tamprono, Bapak Sarto dan bapak Untung.
Tari ini biasanya ditampilkan pada ajang-ajang
tertentu, seperti menyambut tamu kehormatan, dan sebagai
ucapan syukur, atas hajat yang dikabulkan oleh Yang Maha
Kuasa, hajatan sunatan, pernikahan, ulang tahun, hari raya
agama, HUT RI atau acara wisuda SD,SMP maupun SMA.
Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian
tradisional kuda lumping ini seringkali juga mengandung
unsur ritual. Karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya
seorang pawang hujan atau sesepuh supranatural akan
melakukan ritual, dengan berbagai macam sesaji dan mantra
khusus, untuk mempertahankan cuaca agar tetap cerah
mengingat pertunjukan biasanya dilakukan di lapangan
terbuka, pertunjukan berjalan lancar tidak ada gangguan, dan
mendoakan semua penonton dan pemain selamat.
27 2.3.2 Keadaan Ekonomi Desa Gondowangi
Berdasarkan data yang masuk tanaman palawija
seperti kedelai, kacang tanah, kacang panjang, jagung, dan ubi
kayu, ubi jalar, serta tanaman buah seperti mangga, pepaya,
melon dan pisang juga mampu menjadi sumber pemasukan
(income) yang cukup handal bagi penduduk desa ini. Untuk
tanaman perkebunan, jenis tanaman tebu merupakan tanaman
handalan. Kondisi alam yang demikian ini telah mengantarkan
sektor pertanian secara umum menjadi penyumbang Produk
Domestik Desa Bruto (PDDB) terbesar yaitu Rp
10.511.860.000 atau hampir 45% dari Produk Domestik Desa
Bruto (PDDB) Desa yang secara total mencapai Rp.
22.607.605.000.
Pada rentang waktu yang cukup panjang tersebut
pembangunan yang sudah dilakukan oleh kepala desa mulai
berdirinya desa Gondowangi ini dapat kita rasakan
manfaatnva, seperti pembangunan jalan dan jembatan sebagai
sarana perhubungan fisik dapat meningkatkan ekonomi
masyarakat, serta berbagai sarana dan prasarana umum
lainnya.
Rendahnya kualitas pendidikan di Desa Gondowangi,
tidak terlepas dari terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan
yang ada, di samping tentu masalah ekonomi dan pandangan
hidup masyarakat. Sarana pendidikan di Desa Gondowangi
baru tersedia di level pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SMP),
28 sementara akses ke pendidikan menengah ke atas berada di
tempat lain yang relatif jauh..
Sebenarnya ada solusi yang bisa menjadi alternatif
bagi persoalan rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) di
Desa Gondowangi yaitu melalui pelatihan dan kursus. Namun
sarana atau lembaga ini ternyata juga belum tersedia dengan
baik di Desa Gondowangi. Bahkan beberapa lembaga binbel
dan pelatihan yang pernah ada malah gulung tikar. Mungkin
dorongnan dari pemerintah dan masyarakat lemah. Inilah yang
menjadi pekerjaan dasar pemerintahan Desa Gondowangi
sekarang ini.
29
BAB III
POTENSI WISATA DESA GONDOWANGI
3.1 Wilayah dan Asal Usul Sejarah Desa Gondowangi
Desa Gondowangi memiliki 5 Pedukuhan yaitu
Dukuh Gedangan, Dukuh Dawuhan, Dukuh Rekesan, Dukuh
Wiloso, Dan Dukuh Pohbener. Cerita asal-usul Desa
Gondowangi memiliki berbagai versi. Ada beberapa cerita
menarik yang masing-masing cerita memiliki keunikan
tersendiri. Menurut keterangan dari salah seorang penduduk
setempat (Bapak Kamituo) desa Gondowangi, pada jaman
dahulu masih banyak di tumbuhi pohon liar dan banyak hutan
yang lebat. Desa gondowangi berasal dari kata “Gondo” yang
artinya bau, dan “wangi” yang berarti harum. Jadi dapat
digabungkan menjadi Desa yang memiliki bau yang harum.
Pemberian nama desa ini berdasarkan sesuatu yang
selalu dapat dilihat dan dirasakan oleh mesyarakat, yaitu selalu
berhasilnya setiap kegiatan yang direncanakan desa baik
kegiatan kernasyarakatan maupun kegiatan pembangunan
sarana dan prasarana serta pembangunan kelembagaan yang
ada di desa (perangkat desa). Desa Gondowangi merupakan
desa yang terletak di sebelah barat Kota Malang. Dengan
topografi berupa daratan dan perbukitan serta terletak dalam,
ketinggian 450 m dari pennukaan laut. Curah hujan rata-
rata/tahun ± 3/40 Mm/T’h dengan suhu rata – rata 240C – 290C
30 sedangkan luas daratan ± 418 Ha, sehingga mengakibatkan
desa ini berhawa sejuk dan cukup dingin. Berikut ini
merupakan keterangan Desa Gonodowangi Kecamatan Wagir:
Tabel 3.1 Batas Wialayah
Utara Desa Sido Rahayu
Timur Desa Parangargo
Selatan Desa Mendalan Wangi
Barat Desa Suko Dadi, Desa Pandan Rejo,
Desa Sumber Suko
Pada tabel 3.1 dijelaskan bahwa wilayah Gondowangi
sebelah barat adalah Desa Suko Dadi, desa Pandan Rejo dan
Desa Sumber Suko. Sedangkan wilayah selatan berbatasan
dengan Desa Mandalan Wangi. Sebelah timur berbatasan
dengan desa Parangargo. Selain itu disebelah utara berbatasan
dengan Desa Sido Rahayu.
Tabel 3.2 Orbitasi Desa
Jarak Tempuh ke Ibukota Kecamatan 1 km 15 menit
Jarak Tempuh ke Ibukota Kabupaten 10 km 45 menit
Jarak Tempuh ke Ibukota Propinsi 110 km 3 jam
Pada tabel 3.2 dijelaskan jarak tempuh dari ibukota
ataupun ibukota Propinsi apabila ingin mengunjungi Desa
Gondowangi. Misalnya pada tabel tersebut dijelaskan jarak
tempuh dari desa Gondowangi ke Ibukota Propinsi menempuh
jarak 110 km dengan waktu tempuh sekitar 3 jam.
31
Berbeda dengan apa yang disampaikan bapak
Sekretaris Desa, menurut beliau desa Gondowangi memiliki
cerita yang berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Bapak
Kamituo. Cerita asal usul Desa Gondowangi ini dimulai ketika
zaman masyarakat Indonesia masih dijajah oleh bangsa
Belanda. Pada waktu itu di daerah Desa Gondowangi ini ada
seorang Ibu atau yang sekarang dikenal dengan Mbah Dilem,
yang membuka hutan untuk mendirikan peradaban baru yaitu
di wilayah Desa Gondowangi ini.
Mbah Dilem yang membuka hutan masih berada
pada masa pemerintahan kerajaan Mahwopati yang berkaitan
erat dengan cerita Angling Darmo (tokoh pahlawan pada masa
itu). Pada saat babat alas (membuka hutan) mbah Dilem
menanam sejumlah pohon “Pisang” yang hasilnya akan
dipersembahkan pada Raja Mahwopati tersebut, karena itulah
di wilayah ini disebut sebagai Desa “Gedhangan”. Nama desa
tersebut berasal dari buah pisang yang ditanam oleh mbah
Dilern untuk dipersernbahkan kepada Raja Mahwopati.
Pada masa itu juga belum ada yang namanya alat
kecantikan atau kosmetik untuk merias wanita. Mbah Dilem
sendiri sebagai seorang wanita juga memiliki kebiasaan berias,
mencuci, mandi supaya bersih dan wangi serta kegiatan
perawatan kecantikan yang lain. Pada masa itu Mbah Dilem
dipercaya menggunakan alat kecantikan atau pengharum tubuh
dari daun yang namanya “Dilem”. Karena daun ini
32 menimbulkan bau yang harum maka desa yang didirikan oleh
Mbah Dilern ini disebut “Desa Gondowangi ” yang artinya
memiliki bau yang harum. Jadi nama Desa Gondowangi
tersebut berasal dari tanarnan yang dipersembahkan kepada
Raja dan bau harum daun dilem yang digunakan oleh pendiri
Desa (Mbah Dilem).
Mbah Dilem juga memiliki saudara laki-laki yang
bernama Raden Wilosobo. Setelah melakukan babat alas di
wilayah Desa Gondowangi kemudian Mbah Dilern menyuruh
saudara laki-lakinya untuk membuka lahan baru dengan
melakukan babat dusun kearah selatan desa, yaitu yang
sekarang daerah tersebut bernama Dukuh Wiloso. Asal kata
Desa Wiloso adalah berasal dari nama saudara laki-laki Mbah
Dilem yang membabat alas di wilayah selatan, yaitu Raden
Wilosobo. Sedangkan yang sekarang dinamakan Dukuh
Pohbener, berasal dari sebutan warga masyarakat atas pohon
mangga yang ditanam di daerah tersebut. Mangga yang
ditanam tersebut hasilnya kemudian dipersembahkan kepada
Raja Mahwopati. Dan persembahan tersebut adalah mangga
yang benar-benar pilihan atau orang desa setempat pada waktu
itu menyebutnya Poh Bener Poh Leres yang artinya benar –
benar mangga.
Demikian juga tentang nama dukuh Rekesan berasal
dari sebutan-sebutan masyarakat setempat akan sesuatu yang
diangap tidak biasa atau terkenal di kalangan masyarakat. Pada
33 masa itu ada yang namanya darting atau lebih dikenal sebagai
seorang yang bertani tetapi tidak pernah pulang kerumahnya.
karena itu kemudian wilayah petani ini dilaporkan kepada
pemerintah untuk dijadikan desa, yang kemudian dinamakan
Dukuh Rekesan. Sedangkan wilayah Dukuh Dawuhan
namanya didasarkan dari adanya pembagian pembagian air di
wilayah tersebut.
Penduduk Desa Gondowangi sendiri terdiri dari anak
cucu dap Mbah Dilem dan para dari pendatang yang masuk
kewilayah Desa Gondowangi ini. Akan tetapi jumlah warga
pendatang tidak cukup banyak hanya sebagian saja. Penduduk
Desa Gondowangi juga memiliki kebiasaan atau ritual-ritual
yang dulu pernah dilaksanakan dan tetap ada hingga sekarang,
tapi namanya yang berbeda. Penduduk melakukan slametan
Desa untuk menghindari penyakit yang akan menggangu
tanaman pertanian yang dimiliki. Pada jaman dahulu disebut
Petilasan kalo sekarang disebut sebagai kegiatan Bersih Desa.
Berikut ini adalah letak desa wisata di Desa Gondowangi,
Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, secara administratif:
34
Gambar 1. Peta Lokasi Desa Wisata Desa Gondowangi
35 3.2 Kondisi Sosial di Desa Gondowangi
Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk
yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan. Apabila pada bulan Maret 2013 yang
dikategorikan penduduk miskin yaitu yang pengeluaran biaya
hidup per bulan tidak lebih dari Rp 271.626,- per orang,
dibandingkan pada bulan Maret 2014 biaya hidup penduduk
miskin harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 302.735,- per
orang per bulan. Bahkan, berdasarkan angka Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) keluarga
miskin di Indonesia lebih tinggi lagi, atau mendekati lebih dari
separuh jumlah keluarga di Indonesia. Angka- angka ini
mengindikasikan bahwa program-program penanggulangan
kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi masalah
kemiskinan di Indonesia. Walaupun perhatian pemerintah
terhadap pengentasan kemiskinan sejak 1997 (masa krisis)
sangat besar dan bersemangat, dan tidak pernah berhenti
mencari solusi pengentasan kemiskinan.
Padahal para pakar ekonomi dan pakar kemiskinan
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan
masyarakat yang tinggi pada akhirnya akan mengurangi
penduduk miskin. Berikut ini merupakan tabel 3.3
menunjukkan profil penduduk Desa Gonodwangi tahun 2015:
36
Tabel 3.3 Profil Penduduk Desa Gondowangi
Profil Penduduk Total (Jiwa)
Jumlah Penduduk 8202
Penduduk Perempuan 4057
Penduduk Laki-laki 4145
Penduduk beragama Islam 7807
Penduduk beragama Hindu 227
Penduduk beragama Kristen 168
Penduduk belum kawin 3474
Penduduk kawin 4159
Penduduk Cerai 569
Sarjana 102
Diploma 32
SMA/SMK 959
SMP 1475
SD 3994
TK/ Belum Sekolah 795
Tapi kenyataan di desa Gondowangi bertolak
belakang, kontradiktif, karena jumlah penduduk miskin tidak
pernah beranjak dari kisaran 11-12% dari penduduk Desa
Gondowangi, padahal indek pertumbuhan ekonomi nasional
antara 5-6%, bahkan Jawa Timur lebih tinggi lagi indek
pertumbuhan ekonominya, sehingga Gubernur Jatim berani
mematok UMR tertinggi se Indonesia.
Bila diamati di desa Gondowangi, pada dasarnya ada
dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan
program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama,
37 program- program penanggulangan kemiskinan selama ini
cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial
untuk orang miskin. Misalnya, antara lain, berupa beras untuk
rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk
orang miskin, BLT Bantuan Langsung Tunai.
Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan
pengentasan kemiskinan di desa Gondowangi karena sifat
bantuan diberikan secara tunai dalam bentuk uang, bukan
dalam bentuk pemberdayaan, misalnya memberikan
keterampilan produksi (benda/jasa yang laku di pasar),
membantu penyediaan bahan produksi, membantu
memasarkan produksi, membantu kelancaran (kelangsungan)
produksi.
Selama ini bantuan tersebut justru menimbulkan
ketergantungan, menimbulkan masalah/gejolak lain di
masyarakat penerima/tidak menerima bantuan tunai. Program-
program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan
pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku
masyarakat miskin, bahkan dapat dipolitisir untuk kepentingan
Pilkada, Pilkades, serta rawan dikorupsi. Sehingga semakin
lambatnya pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Program bantuan untuk orang miskin di desa
Gondowangi disarankan lebih difokuskan untuk
menumbuhkan budaya ekonomi produktif, ekonomi kreatif,
38 dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk dari
sumbangan pemerintah secara permanen.
3.4 Pembangunan Wisata di Desa Gondowangi
Desa Gondowangi mempunyai potensi untuk menuju
pembangunan desa mandiri atau sebutan yang umum sebagai
desa pengaktualisasian urban village sebagai bagian dari
pembangunan yang intensif yang tengah dilakukan di pusat
kota. Mengingat infrastruktur di desa Gondowangi untuk
menuju desa mandiri berorientasi city center selangkah lagi
dapat terwujud, apabila ADD desa Gondowangi benar-benar
seperti yang diatur dalam Undang-Undang Desa.
Desa Gondowangi telah menjalin kerjasama dengan
Perusahaan dari Belanda NAVAZA dalam bidang
penanggulangan air minum warga yang hygienis, bekerjasama
dengan perusasahaan Pariwisata Singapura untuk
mengirimkan wisatawan ke Desa Gondowangi dan telah
dilakukan kerjasama itu dengan menghadirkan wisatawan
singapura sebanyak 200 orang ke Desa Gondowangi dengan
obyek wisata pendidikan berupa Pusat Pengolahan tebu
menjadi Gula Hitam. Data wisatawan Singapura tersebut
tercantum pada laman web pemerintah daerah Desa
Gonodwangi.
Memang, imbas dari gerakan “kembali ke pusat kota”,
selain harus fokus pada klaster konsentrasi di wilayah kotanya,
39 juga seharusnya memikirkan sistem kewilayahan secara lebih
besar (makro). Dalam konteks ini, konsep urban village
menjadi sangat relevan. Desa Gondowangi dengan konsep
pembangunan urban village akan menjadi penyaring atau
bahkan solusi bagi wilayah-wilayah peri-urban, sub-urban,
atau bahkan desa-desa yang telah telanjur mempunyai
kecenderungan berkembang dengan sifat kekotaannya.
Infrastruktur atau jejaring dengan orientasi hemat energi
(transportasi publik, perjalanan) yang langsung
menghubungkan dengan kota atau hirarki kewilayahan yang
lebih tinggi menjadi kuncinya. Tentu saja kontrol pada jejaring
menjadi vital untuk menghindari pembangunan model pita di
sepanjang jalur ini. Dengan konsep yang terintegrasi dengan
pembangunan wilayah secara lebih luas, rasanya desa
Gondowangi atau lingkungan sekitar kota di Indonesia pun
akan mampu mewujudkannya. Minimal, mengangkat konsep
ini menjadi wacana yang bisa didiskusikan bersama.
3.5 Pengaruh Permasalahan Sosial Terhadap
Pembangunan Wisata Di Desa Gondowangi
Masalah utama di suatu wilayah seperti pengangguran,
kemiskinan dan berbagai macam ketimpangan masih belum
dapat diatasi. Kemiskinan yang seringkali dianggap sebagai
akibat dari kebodohan dan kemalasan, sebenarnya juga
merupakan sebab dari kebodohan karena tidak mampu
40 mengikuti pendidikan dan oleh karenanya juga menjadi sebab
dari pengangguran karena tidak memenuhi syarat, akibat dari
tidak berpendidikan. Dengan demikian masalah kemiskinan,
dan pengangguran merupakan suatu lingkaran yang saling
terhubung dan saling menjadi sebab akibat.
Hubungan ketiga hal tersebut serupa dengan hubungan
atau keterkaitan antara pembangunan wisata dengan
kemiskinan dan pengangguran. Disatu sisi pembangunan
wisata akan berpengaruh pada penanggulangan masalah sosial
kemiskinan dan pengangguran. Namun di sisi lain
permasalahan sosial tersebut dapat saja menjadi faktor
penghambat pembangunan wisata di suatu wilayah.
Telah dijelaskan bahwa jumlah penduduk miskin di
desa Gondowangi berkisar antara 11-12% dari total jumlah
penduduk. Jumlah penduduk miskin tersebut tentunya sangat
mempengaruhi pembangunan wisata khususnya dalam aspek
penyerapan tenaga kerja untuk sektor pariwisata. Penduduk
miskin umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah,
dengan tingkat pendidikan tersebut penyerapan tenaga kerja
tidak bias maksimal. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
sumber daya manusia di desa Gondowangi tidak berpotensi
untuk di manfaatkan dalam penyerapan tenaga kerja di bidang
pariwisata.
Tidak potensialnya masyarakat desa gondowangi
dalam penyerapan sumber daya manusia untuk pariwisata
41 tersebut menimbulkan masalah sosial yang lain. Masalah
sosial tersebut berupa pengangguran. Jadi dalam hal ini
kemiskinan dan pengangguran terlihat saling terkait dalam
mempengaruhi pengembangan wisata. Oleh karena itu, untuk
mencipatakan pembangunan wisata di desa Gondowangi yang
maksimal perlu adanya upaya pengentasan kemiskinan dan
pengangguran. Pengentasan tersebut dapat diwujudkan dengan
adanya pemberdayaan masyarakat.
Pada kenyataannya pemberdayaan di desa
Gondowangi, Kecamatan Wagir telah dilakukan, misalnya
seperti pengaktifan kelembagaan desa, kedua peningkatan
peran serta masyarakat dengan kegiatan pelaksanaan kerja
bakti, perlombaan desa, musrenbang desa serta pembangunan
fisik, ketiga peningkatan ekonomi produktif dengan kegiatan
pemberian pelatihan manajemen pengelolaan badan usaha
desa, pelatihan pembuatan kue tradisional dan pelatihan
border, akan tetapi dalam pelaksanakaan upaya Pemberdayaan
masyarakat, pemerintah desa Gondowangi mengalami
kendala-kendala diantaranya partisipasi masyarakat yang
kurang, budaya malas serta kurangnya fasilitas yang tersedia
dalam mendukung kegiatan pemberdayaan
3.6 Gambaran Budaya Wayang Krucil
Meski sarat nilai-nilai budaya yang tinggi, tak banyak
orang yang peduli. Wayang Krucil kini hampir punah.
42 Kesenian Wayang Krucil memang tak sepopuler Wayang
Kulit ataupun Wayang Golek yang sering dipentaskan
masyarakat. Di wilayah Malang, seni tradisi ini pernah
mengalami masa keemasan di tahun 60’an. Setara dengan
Topeng Malangan (dari Pakisaji) dan Wayang Kulit (Purwa).
Wayang Krucil tak sekadar benda pementasan seni, namun
juga mempunyai nilai-nilai budaya yang tinggi. Sekaligus
berperan sebagai media hiburan rakyat yang sarat dengan
muatan sejarah, aspek moral dan etika.
Wayang Krucil adalah kesenian khas berbahan kulit
dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan
Wayang Krucil. Wayang ini dalam perkembangannya
menggunakan bahan kayu pipih (dua dimensi) yang kemudian
dikenal sebagai Wayang Klithik. Tokoh-tokoh wayangnya
banyak yang menyerupai wayang kulit purwa, raja-rajanya
bermahkota dan memakai praba.
Tradisi pergelaran Wayang Krucil dilakukan satu kali
dalam setahun ketika hari Raya Idul Fitri. Pagelaran Wayang
Kurcil di Malang diadakan di dusun Wiloso, desa
Gondowangi, Kecamatan Wagir, Malang. Warga desa tersebut
percaya, apabila tidak dilakukan pergelaran pada bulan Syawal
tahun Jawa, bisa terjadi bencana. Adanya kepercayaan itu
membuat mereka bergotong royong serta sukarela selalu
menggelar seni tradisi yang sudah langka tersebut. Wayang
Krucil Malangan, sebagaimana wayang krucil lainnya,
43 memiliki bentuk dua dimensi. Tidak seperti wayang kulit,
Wayang Krucil dibuat dari bahan kayu pule, tebalnya sekitar 2
cm. Di daerah lain ada yang terbuat dari kayu sengon.
Pertunjukan wayang Kurcil tidak memerlukan kelir (layar)
untuk menciptakan bayangan. Oleh karena itu sering pula
disebut sebagai kelir kaca. Artinya pertunjukan tembus
pandang antara penonton yang bertempat di depan maupun di
belakang dalang.
Di seluruh kabupaten Malang pertunjukan ini hanya
tersisa di desa Gondowangi ini saja, dalang dan perangkatnya
seperti sinden dan alat musik juga didatangkan dari desa
Gondowangi. Disebut wayang krucil Malangan karena
menggunakan gending-gending gaya Malangan menurut
kepercayaan konon wayang ini pertama kali diciptakan oleh
Pangeran Pekik, adipati Surabaya, dari bahan kulit dan
berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan wayang
krucil. Munculnya Wayang Menak yang terbuat dari kayu,
membuat Sunan Pakubuwana II kemudian menciptakan
Wayang Klithik yang terbuat dari kayu yang pipih (dua
dimensi). Tangan wayang ini dibuat dari kulit yang ditatah.
Berbeda dengan wayang lainnya, wayang klithik memiliki
gagang yang terbuat dari kayu. Apabila pentas menimbulkan
bunyi “klithik, klithik” yang diyakini sebagai asal mula istilah
penyebutan wayang klithik atau sekarang lebih dikenal dengan
wayang Krucil.
44
Wayang Krucil Malangan merupakan warisan
leluluhur yang usianya mencapai ratusan tahun dan diwariskan
secara turun-temurun. Seluruh perangkat wayangnya masih
asli, yang selama ini tersimpan di kotaknya dan hanya bisa
dibuka pada bulan Syawal tahun Jawa saja. Dalam satu kotak
wayang, tercatat ada sekitar 70 tokoh Wayang Krucil
Malangan, tidak memiliki duplikasi. Bahkan, nuansa magis
masih menyertai benda-benda itu. Ada ritual yang dipercaya
untuk menjaga kelestarian Wayang Krucil Malangan, salah
satunya, harus berpuasa pada hari-hari tertentu dan
memberikan sesajian di sekitar kotak wayang.
Di Desa Gondowangi, Wayang Krucil dianggap
sebagai bagian dari keberadaan desa, perawatannya
berlangsung turun-temurun. Keberadaannya sudah sebagai
benda pusaka yang dianggap sakral oleh masyarakat sekitar.
Pementasan dalam upacara Syawalan (setiap minggu awal
bulan Syawal) setahun sekali adalah hal wajib. Kesakralannya
terwujud dalam upacara pergelaran yang harus disertai sesajen
khusus, dan dibacakan mantra oleh Mbah Yem, selaku pemilik
turun temurun. Selama ini perangkat wayang ditempatkan di
rumah Mbah Saniyem, 85 tahun, yang merupakan generasi
ketujuh sebagai ahli waris dari Wayang Krucil Malangan.
Sisi cerita, Wayang Krucil mengambil beberapa
sumber, diantaranya cerita yang berkaitan dengan Kerajaan
Kediri. Seperti kisah Panji Semirang Panji Asmara Bangun,
45 Candra Kirana, atau cerita sempalan seperti Lakon Lembu
Amiluhur Krido. Cerita rakyat tentang perlawanan kepada
Belanda juga diangkat. Dapat pula cerita lain seputar
Walisongo dan pendirian Kerajaan Islam Demak. Bahkan ada
juga cerita dari Serat Menak yang diadaptasi dari Persia yang
berkaitan dengan perkembangan agama Islam. Namun, untuk
penamaan tokohnya sudah diadaptasi. Sang Dalang juga bisa
mengambil sumber cerita sendiri yang dikenal sebagai Lakon
Carangan.
Pementasan atau Gebyak Wayang Malangan
dimainkan sedikitnya 15 orang, yang terdiri dari 1 dalang, 2
sinden, dan 12 wiyogo atau pemain gamelan pengiring
pertunjukan. Pelaku seni tradisi atau Dalang Wayang Krucil
asal Desa Gondowangi kini tinggal satu orang, yaitu Bapak
Jain. Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi
pertunjukan wayang ini amat sederhana, berlaras slendro
berjumlah lima macam, yakni : kendang, saron, ketuk, kenong,
kempul (barang), gong suwukan dan berirama playon
bangomati (srepegan). Ada kalanya wayang klithik
menggunakan gending-gending besar.
Jumlah lagu/gending yang dipergunakan untuk
mengiringi tidak banyak dan kurang variasinya sehingga
sangat senada. Gamelannya boleh dikatakan sama dengna
irama Jatilan atau kuda lumping. Apalagi bila terjadi adegan
perang, sangat monoton dengan iringan gending srepegan.
46 Pada setiap adegan yang dinamakan jejeran, Ki dalang
mengiringinya dengan tembang macapat seperti Dandanggula,
Sinom, pangkur, Asmaradana dan sebagainya. Tembang ini
berperan sebagai suluk dalam wayang kulit dengan
penambahan candra wayang untuk setiap tokoh-tokoh wayang
yang sedang dilakonkannya. Sewaktu talu sebagai persiapan
memasuki fase pagelaran wayang yang sesungguhnya dipakai
gending Undur-undur.
3.7 Upaya Pelestarian Wayang Krucil
Upaya melestarikannya sudah dilakukan dengan
berbagai cara. Salah satunya adalah menggelar pementasan
tidak hanya setahun sekali, melainkan pentas untuk
memeriahkan kegiatan bersih desa, hari ulang tahun
Kabupaten Malang, atau pementasan di even tahunan seperti
“Malang Tempo Doeloe”. Danis Setyo Nugroho, Kepala Desa
Gondowangi, adalah salah satu koordinator pelestari wayang
krucil tersebut, bersama warga Dusun Wiloso bertanggung
jawab untuk melestarikan dan menjaga warisan leluhur
tersebut. Karena itu, beliau terus berusaha bagaimana caranya
wayang krucil banyak dikenal masyarakat, minimal di Wagir
sendiri. ”Jika hanya saat gebyak, berarti hanya satu kali
pementasan, nantinya membuat generasi selanjutnya tidak
tahu,” ungkapnya. Menurut Danis, wayang krucil awalnya
adalah wayang dakwah keliling. Ceritanya mengenai sejarah
47 Islam, mulai dari cerita para wali, Damar Wulan,
Minakjinggo, Kebolembung, serta cerita Panji. Selain sebagai
misi syiar agama, pembawa wayang krucil yang ada di Dusun
Wiloso juga mencari saudaranya. ”Awalnya ngamen dan
sambil mencari keluarganya, yang ada di sini (Gondowangi).
Kemudian menikah dengan orang sini,” ungkap pria berusia
29 tahun ini.
Asal usul wayang krucil di desa ini, berawal dari
Mbah Taram, warga Desa Putat, Tanggulangin, Kabupaten
Sidoarjo. Mbah Taram kemudian mempunyai anak bernama
Kandrim, Tayik, dan Sarpi. Wayang kemudian diturunkan ke
Kandrim. Sementara dari Kandrim sendiri mempunyai anak
bernama Ngarimun, Rusman, Tani, Rantiman. Wayang
diwariskan kepada Ngarimun yang telah menikah dengan
Saniyem. Sekarang ini wayang ada di Saniyem (Mbah Yem).
Saniyem mempunyai anak Gunari, Supomo, Sutik, Jumik,
Suprat, dan Nario. Sehingga saat ini yang meneruskan adalah
Gunari dan saudaranya, serta dibantu oleh keturunan dari
Tayik, yaitu Abu Hasan dan menantu Mbah Saniyem, yaitu
Drais Kartono.
Diperkirakan, wayang krucil Malangan ini sudah ada
di Desa Gondowangi sekitar tahun 1910. Karena saking
lamanya, wayang saat ini sudah ada yang patah karena faktor
usia, dan kadang untuk pertarungan wayang. Upaya untuk
membuat penggantinya tidak mudah karena wayang ini terbuat
48 dari kayu pule yang saat ini sudah susah dicari. Namun
pihaknya ingin sekali membuat duplikat wayang untuk latihan
dan regenerasi.
Wayang Krucil dibuat dari Kayu Pule atau Mentaos
berbentuk pipih. Kayu pule atau Mentaos memiliki serat halus,
kalau dibuat wayang hasilnya bagus. Namun, kayu ini
sekarang susah didapat. Dahulu pernah membuat wayang dari
kertas karton untuk latihan. Namun mudah rusak. Harapan
Kepala Desa Gondowangi jika ada yang duplikat, nantinya
selain untuk latihan, juga untuk pertunjukan. Supaya wayang
yang asli disimpan dan untuk acara gebyak. Namun, tidak
menuntut kemungkinan jika orang atau yang ingin pertunjukan
mengeluarkan wayang yang asli. Hingga saat ini pun. Kepala
Desa dan warga selalu mengakomodasi pertunjukan wayang
krucil. Baik pengumpulan dana untuk acara gebyak, serta
acara yang mempopulerkan wayang krucil. Wayang ini sudah
pernah dipentaskan di acara Malang Tempoe Doeloe tahun
2011, 2012, dan 2013, serta menjadi hiburan saat Pekan
Budaya Kabupaten Malang 2014.
Desa Gondowangi merupakan desa yang berpotensi
sebagai desa wisata. Topografi berupa daratan dan perbukitan
dan berada pada ketinggian 450 meter diatas permukaan laut
sehingga mengakibatkan desa ini berhawa sejuk dan cukup
dingin yang berpotensi sebagai desa wisata. Selain itu adanya
Wayang Krucil yang masih dilestarikan oleh penduduk
49 setempat menjadikan Wayang Krucil sebagai ikon desa
sehingga menjadikan Desa Gondowangi sebagai desa wisata
yang berorientasi pada budaya. Melihat kondisi social
ekonomi penduduk yang kebanyakan bermata pencarian
petani, bekerja di pabrik rokok dan bangunan menjadikan
masyrakaWayang Krucil warisan leluhur sendiri. Bahkan
orang luar desalah yang memahami wayang Krucil itu sendiri
dan beberapa perangkat desa yang ingin melestarikannya.
Oleh karena itu perlu adnya pelatihan dan pengenalan kepada
generasi muda khususnya di Desa Gondowangi untuk
memahami seluk beluk Wayang Krucil itu sendiri dengan
memberikan dimuatan local sekolah atau bimbingan latihan
setiap minggunya di sanggar. Sehingga Wayang Krucil tetap
lestari di generasi muda khususnya pemuda Desa Gondowangi
sendiri.
50
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut maka dapat
di buat beberapa kesimpulan sebagai berikut: Desa
Gondowangi merupakan desa wisata yang memiliki 5
Pedukuhan yaitu Dukuh Gedangan, Dukuh Dawuhan, Dukuh
Rekesan, Dukuh Wiloso, Dan Dukuh Pohbener. Desa
Gondowangi merupakan desa yang terletak di sebelah barat
Kota Malang. Dengan topografi berupa daratan dan perbukitan
serta terletak dalam, ketinggian 450 m dari pennukaan laut.
Curah hujan rata-rata/tahun ± 3/40 Mm/T’h dengan suhu rata –
rata 240C – 290C sedangkan luas daratan ± 418 Ha, sehingga
mengakibatkan desa ini berhawa sejuk dan cukup dingin.
Bila diamati di desa Gondowangi, pada dasarnya ada
dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan
program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama,
program- program penanggulangan kemiskinan selama ini
cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial
untuk orang miskin. Tapi kenyataan di desa Gondowangi
bertolak belakang, kontradiktif, karena jumlah penduduk
miskin tidak pernah beranjak dari kisaran 11-12% dari
penduduk Desa Gondowangi.
51
Desa Gondowangi mempunyai potensi untuk menuju
pembangunan desa mandiri atau sebutan yang umum sebagai
desa pengaktualisasian urban village. Desa Gondowangi telah
melakukan kerjasama dengan menghadirkan wisatawan
singapura sebanyak 200 orang ke Desa Gondowangi dengan
obyek wisata edukasi berupa pusat pengolahan tebu menjadi
gula hitam.
Pemberdayaan di desa Gondowangi dilakukan dengan
pengaktifan kelembagaan desa, peningkatan peran serta
masyarakat dengan kegiatan pelaksanaan kerja bakti,
perlombaan desa, musrenbang desa serta pembangunan fisik,
peningkatan ekonomi produktif dengan kegiatan pemberian
pelatihan manajemen pengelolaan badan usaha desa, pelatihan
pembuatan kue tradisional dan pelatihan border.
4.2. Saran
Pemerintah Desa Gondowangi Kabupaten Malang
selaku pemerintah daerah setempat dapat melakukan arahan
pengembangan yang strategis guna meningkatkan jumlah
kunjungan wisata di desa Gondowangi. Arahan pengembangan
objek wisata ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan
program-program penanggulangan kemiskinan selama ini
cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial
untuk orang miskin.
52
Menjadikan Desa Gondowangi sebagai salah satu desa
dengan sebutan urban village yang memiliki potensi untuk
menuju pembangunan desa mandiri atau sebutan yang umum
sebagai desa pengaktualisasian.
Pemberdayaan di desa Gondowangi dilakukan dengan
pengaktifan kelembagaan desa, peningkatan peran serta
masyarakat dengan kegiatan pelaksanaan kerja bakti,
perlombaan desa, musrenbang desa serta pembangunan fisik,
peningkatan ekonomi produktif dengan kegiatan pemberian
pelatihan manajemen pengelolaan badan usaha desa, pelatihan
pembuatan kue tradisional dan pelatihan border.
53
DAFTAR RUJUKAN
Aditya Media. Tjondronegoro, S. M. P., Soejono, I. & Hardjono, J. (1996). Indonemiskinesia. Dalam M.G. Quilibria (Editor), Rural poverty in developing Asia. Part 2: Indonesia, Republic of Korea, Philippines and Thailand. Manila: Published by Asian Development Bank
Budi Badrudin, 2000, Pariwisata Indonesia Menuju World Class Tourism,. Jurnal Akuntansi dan Manajemen.
Pratiwi, Prita Indah. 2010. Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata Dan Penyusunan Alternatif Program
Wisata Di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Sastrayuda, Gumelar S. 2010 Strategi Pengembangan Dan Pengelolaan Resort And Leisure. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia
Sayogyo (1978). Lapisan masyarakat yang paling lemah di pedesaan Jawa. Prisma No.3, LP3ES,3-14.
Suhardianto, H. (1999). Jawa Barat: Desa Adat. Dalam Mubyarto (Editor), Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Laporan kaji tindak program IDT, Yogyakarta: Penerbit
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1990 Tentang Kepariwisataan. Jakarta, Kementerian Negara Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Van Oostenbrugge, J. A. E, van Densen, W. L. T. & Machiels, M. A. M. (2004). How the uncertain outcomes assosiated with aquatic and land resource use affect livelihood strategies in coastal communities in the
Central Moluccas, Indonesia. Agricultural Systems 82:57-91
54
LAMPIRAN TABEL
PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes)
DESA GONDOWANGI KECAMATAN WAGIR KABUPATEN MALANG TAHUN 2008 – 2013
N0 BIDANG /
KEGIATAN VOL LOKASI
TAHUN SUMBER BIAYA INDIKATOR
2009 2010 2011 2012 2013 APBD APBDes Lainnya
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
I PENGEMBANGAN WILAYAH
1.1 Pekerjaan Umum
1.1.1
Plengsengan
irigasi kali
wadung
750 m² Dsn. Wiloso
√ √
Penahan
terjadinya
longsor
1.1.2 Jalan rabat beton ke TPS
Gedangan
200 m Dsn. Gedangan rt
12-13 √ √
Tersedianya jalan ke TPS
1.1.3 Penyemiran
jalan
2.5x2000m Dsn.
Pohbener √
1.1.4
Drainase
jalan raya
Gondowangi
100 m Dsn.
Gedangan
timur √
√ Tersedianya
jalan yang
baik
FORMAT 7
55
1.1.5
Jalan rabat
beton
380 m² Dsn.
Gedangan
RT
13,7,5,4,2
√
√ Tersedianya
jalan
lingkungan
yang baik
1.1.6
Plengsengan irigasi kali
dem
100 m Dsn. Rekesan
√
Tersedianya jalan
lingkungan
yang baik
1.1.7 Irigasi Dsn.
Gedangan √
1.1.8
Penyemiran
aspal jalan
Dsn. Wiloso
√ √
Terhubungnya
jalan transportasi
menjadi lebih
mudah
1.1.9
Poliklinik
desa
1 unit Dsn. Wiloso
√
√ Penahan
terjadinya
longsor di area sawah
1.1.10
Penyemiran jalan dusun
1300 m² Dsn. Pohbener
√
Tersedianya jalan yang
baik dan
memadai
1.1.11
Penyemiran
jalan
1000 m² Dsn.
Wiloso-gedangan
√
Tersedianya
jalan yang baik
56
1.1.12
Pengaspalan
jalan dan
plengsengan
1200 m² Dsn.wilioso-
pohbener
√
√ Jalan menuju
ciawitali akan
lebih cepat
dan lebih mudah
1.1.13
Saluran
irigasi
70x0.30 Dsn. Wiloso
√
√ Jembatan
menjadi lebih
baik
Pavingisasi
jalan
kampung
2x750 m Dsn. Wiloso
√ √
Irigasi Dsn.
Gedangan √ √
Irigasi Dsn. Wiloso √ √
Penyemiran
jalan
1100x3 m Dsn.
Gedangan √
Penyemiran jalan
2000x3 m Dsn. Dauhan-
rekesan √
Pelengsengan 178x30 Dsn.
Rekesan √
Pipanisasi 1800x4` Dsn.
Gedangan √
Jembatan 12x6 Dsn.
Gedangan √
PPIP Gondowangi √
57
Drainase 500m Dsn.
Gedangan-
Rekesan √
Penyangga
talang sungai
1 tiang Dsn.
Gedangan √
Pipanisasi air
bersih
Dsn
Pohbener √
Aspal
kemitraan
Dsn. Wiloso √
Aspal propinsi
Dsn. Gedangan
√
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1.2 Sarana Pendidikan
1.2.1 Pembangunan gedung TK 8x12 Dsn. Wiloso √ √
Peningkatan kualitas
belajar anak usia dini
1.2.2
Paket perpus SDN 2
Gondowangi
Dsn. Wiloso √ √
Tersedianya fasilitas
belajar yang memadai
58
1.2.3
Renovasi SD Negeri 3
Gondowangi
7 lokal Dsn. Gedangan
rt 16 √
√ Tersedianya fasilitas
pendidikan yang memadai
1.2.4
Gedung TK 7x12 Dsn. Wiloso √ √
Peningkatan kualitas
belajar anak usia dini
1.2.5
Perpustakaan SDN 3
Gondowangi
SDN 3
Gondowangi √ √
Tersedianya fasilitas
belajar yang memadai
1.2.6
Tersedianya sarana
pendidikan untuk anak
1.3 Sarana Keagamaan
1.3.1
Tersedianya sarana ibadah
yang memadai
1.3.2
Tersedianya sarana ibadah
yang memadai
1.3.3
Tersedianya sarana ibadah
yang memadai
59
1.3.4
Tersedianya sarana ibadah
yang memadai
1.3.5
Tersedianya sarana ibadah
yang memadai
1.3.6
Tersedianya sarana ibadah
yang memadai
1.4 Sarana Pemerintah
1.4.1
Renov balai desa 225m² Dsn. Gedangan
√ √
Terhubungnya jalan
transportasi menjadi lebih
mudah
1.4.2 Pembangunan kantor desa Dsn. Gedangan
√ √ Tersedianya sarana Balai
warga
1.4.3
Tersedianya sarana Balai
warga
1.4.4
Tersedianya sarana pos
kamling yang baik
60
1.4.5
Batas – batas wilayah dusun
menjadi lebih jelas
1.4.6
Sarana kantor desa menjadi
lebih lengkap
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1.5 Bidang Olahraga
1.5.1
Tersedianya lapang sepak bola
yang memadai
1.5.2
Lapang sepak bola desa
menjadi lebih baik
1.5.3
Lapang bola volley yang
refresentatif
1.5.4 Sarana olah raga lebih lengkap
61
1.6 Sumber daya Air
1.6.1
Sanitasi lingkungan menjadi
lebih baik
1.6.2
Ketersediaan air bersih akan
lebih terjamin
1.6.3
Ketersediaan air bersih akan
lebih terjamin
1.7 Bidang Penerangan
1.7.1
KK miskin dapat menikmati
penerangan
1.7.2
Pengadaan PJU di 3
Titik
6 Unit 1 Dusun √ √
Mengurangi kejahatan &
kecelakaan
II BIDANG SOSIAL BUDAYA
2.1 Bidang Pendidikan
62
2.1.1
Pengadaan Alat
kesenian Modern
(Band)
1
paket
Desa
2.1.2
Pengadaan alat
kesenian Tradisional
(Gamelan Jaipongan)
1
paket
Desa
2.1.3
Bantuan Beasiswa 1
paket
2 SD
2.1.4
Pengadaan
Perpustakaan Desa
1
Paket
Desa
2.2 Bidang Kesehatan
2.2.1
2.2.2
2.2.3
2.2.4
2.3 Bidang Pariwisata
63
2.3.1
2.3.2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
2.4 Bidang Pemerintahan
2.4.1
Pelatihan
Peningkatan
Kapasitas SDM
perangkat Desa
1
Paket
Desa
Kualitas sdm perangkat desa
menjadi lebih baik
2.4.2 Penguatan dana
kelembagaan PKK
1
Paket
Desa
Kegiatan PKK akan lebih aktif
2.4.3
Pengalokasian dana
kesejahteraan
pemerintah Desa
1
paket
Desa
Perangkat Desa akan lebih
sejahtera dan meningkatkan
semangat kerja
2.4.4 Pelatihan petugas
keamanan
(LINMAS)
1
paket
Desa
Petugas keamanan desa lebih
terlatih
64
2.5
2.5.1 Bantuan sembako
bagi KK miskin
1
Paket
Ds.
Gondowangi
Mengurangi angka kemiskinan
2.5.2 Pembangunan rumah
tidak layak huni
1
paket
3 Dusun
Meningkatkan taraf hidup KK
miskin
2.5.3 Bantuan sosial untuk
anak idiot
5
orang
3 Dusun
Mengurangi beban KK miskin
2.6
2.6.1
Bantuan
kesejahteraan Guru
ngaji
6 rang 3 Dusun
Meningkatkan kualitas guru
ngaji
2.6.2
Pengadaan Fasilitas
di TPQ
1
paket
3 Dusun
Sarana TPQ menjadi lebih
lengkap
III BIDANG EKONOMI
3.1 Bidang Pertanian
65
3.1.1
Pembuatan bangunan
untuk pengolahan
jagung
1
paket
Tersedianya sarana
pengolahan jagung
3.1.3
Peningkatan
kapasitas Lumbung
pangan
1
paket
Meningkatkan ketahanan
pangan di Desa
3.1.4
Pengadaan bantuan
dana untuk
pengadaan Hand
Traktor
1
paket
Meningkatkan kualitas hasil
pertanian
3.1.5
Pengadaan Alsintan pasca panen
1
paket
Menekan biaya produksi pasca
panen
3.1.6
Pengadaan sarana
pengendalian hama terpadu
1
Paket
Meningkatkan kualitas hasi
panen
3.1.7
Bantuan Pupuk
bersubsisdi 1
paket
Menekan biaya produksi
pertanian
3.1.8
Pengadaan Program Bantuan benih
unggul
1
Paket
Meningkatkan kualitas hasi
panen
66
3.1.9
Pengadaan Program
SLPTT
1
Paket
Meningkatkan kualitas SDM
petani
3.1.10
Pelatihan SDM
pengurus Gapoktan
dan Kelompok Tani
1
paket
Meningkatkan kualitas SDM
pengurus gapoktan dan
Kelompok tani
3.1.11
Pengadaan alat
produksi hasil
Pertanian
1
Paket
Menekan biaya produksi Pasca
panen
3.1.12
Pembuatan Embung
di lahan – lahan
pertanian
2
paket
Memenuhi kebutuhan air bagi
pertanian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
3.1.13
Bantuan alsintan
pompa air
1
Paket 3 dusun
Memenuhi kabutuhan air di
musim kemarau
3.1.14
Pembuatan alat
pengolah limbah
pertanian
1
paket Dsn. Sampora
Mengolah limbah menjadi
lebih bermanfaat
67
3.1.15
Pengadaan pelatihan
tentang tata cara
bertani dengan baik
1
paket Desa
Peningkatan kualitas SDM
Petani
3.2 Bidang Peternakan / Perikanan
3.2.1
Bantuan peternakan
Domba di Tiga
Dusun
3
Paket
Pengembangan potensi
peternakan Domba
3.2.2
Bantuan
pengembangan
ternak sapi potong
3
paket
Pengembangan potensi
peternakan sapi
3.2.3 Bantuan
pengembangan
ternak ikan nila
1
paket
Pengembangan potensi
peternakan Domba
3.3 Bidang Perdagangan / Koperasi / Industri
3.3.1 Bantuan modal untuk
kelompok usaha kecil
dan pedagang keliling
1
Paket
Meningkatkan ekonomi
pedagang kecil
68
3.3.2 Bantuan permodalan
untuk menampung
hasil panen para
petani
1
paket
Menjaga harga hasil pertanian
pasca panen
3.3.3 Pelatihan pertukangan dan
bantuan alat – alat
pertukangan
1
paket
Mengembangkan industri
pertukangan
3.3.4 Permodalan Usaha
KWT 1
paket
Meningkatkan permodalan
KWT
3.4 Bidang Kehutanan
3.4.1 Pengadaan program rehabilitasi lahan
kritis
3
paket
Penghijauan dilahan kritis
3.4.2
Bantuan Program
peternakan lebah madu.
1
paket
Pengembangan budidaya lebah
madu
69
PRIORITASI MASALAH BIDANG PENGEMBANGAN WILAYAH
NO MASALAH
KRITERIA
PENILAIAN JUMLAH
SKORE
RANKIN
G
1 2 3 4 5 6 7
I. PENGEMBANGAN WILAYAH
1.1 Pekerjaan Umum
1.1.1 Pekarangan tepi sungai Wiloso-Pohbener Longsor di Dusun Wiloso
100 100 100 300 1
1.1.2 Belum ada jalan ke Pemakaman Dusun Wiloso (500 m) 80 75 75 230 4
1.1.3 Belum ada jalan uasaha tani ke blok Rekesan-Wiloso (500 m) 80 80 80 240 3
1.1.4 Jalan masih tanah di lingkungan Dusun Gedangan kalau
hujan becek 100 100 100 300 1
1.1.5 Jalan gang rusak di lingkungan Dusun Gedangan, Wiloso, Pohbener (2500 m)
100 100 100 300 1
1.1.6 Jalan gang rusak terkikis air di lingkungan RW 1,2,3 Dusun Gedangan (300 m)
100 100 100 300 1
1.1.7 Belum ada jalan yang menghubungkan antara blok Rekesan
dan dusun Wiloso 70 80 70 220 5
1.1.8 Belum ada jalan yang menghubungkan antara blok sungai
akhir ke RT.04 Dusun Gedangan 70 80 70 220 5
1.1.9 Sawah di blok Wiloso terkikis aliran sungai Sekunder 90 90 80 260 2
1.1.10 Jalan Rekesan Rusak berat 100 100 100 300 1
1.1.11 Jalan di lingkungan dusun Gedangan Wiloso rusak terkikis 5
70
air pada musim hujan
1.1.12 Belum ada jalan yang menghubungkan antara Blok ampelan
ke dusun Gedangan 80 80 80 240 3
1.1.13 Jembatan Dauhan - Rekesan rusak berat 70 80 70 220 5
1.1.14 Belum ada jalan antara Dauhan – Jemunang (Desa sebelah) 70 80 70 220 5
1.2 Sarana Pendidikan
1.2.1 Pembangunan Lembaga Bimbingan Belajar 70 80 70 220 5
1.2.2 Pembangunan sarana pendidikan anak usia dini di Dusun-
dusun Desa Gondowangi (PAUD) 80 75 75 230 4
1.2.3 Perehaban Bangunan TPQ di Dusun – dusun 80 80 80 240 3
1.2.4 Perehaban Bangunan sekolah di SD Gedangan dan SD
Wiloso 70 80 70 220 5
1.2.5 Pembangunan sarana pendidikan anak usia dini di Dusun-
dusun 90 90 80 260 2
1.2.6 Belum adanya sarana pendidikan anak usia dini di Dusun Ciawitali
80 75 75 230 4
1.3 Sarana Keagamaan
1.3.1 Kurangnya kesejahteraan Guru agama desa 100 100 100 300 1
1.3.2 Fasilitas di keagamaan masih belum memadai 80 80 80 240 3
1.3.3 Fasilitasi pendidikan keagamaan dan karakter 80 80 80 240 3
1.3.4 Pembenahan sejumlah mushola dan masjid 100 60 100 260 2
1.3.5 Pembenahan fasilitas pendidikan agama 80 80 80 240 3
1.3.6 Kurangnya kesejahteraan Guru agama desa 80 80 80 240 3
1.4 Sarana Pemerintah
1.4.1 Pembangunan Balai Dusun di dusun Gedangan (stimulan) 80 80 80 240 3
71
1.4.2 Pembangunan Balai Dusun di dusun Wiloso (stimulan) 90 90 80 260 2
1.4.3 Pembangunan Balai dusun Pohbener dan Dauhan-Rekesan
(stimulan) 80 75 75 230 4
1.4.4 Pembangunan Pos Ronda di tiap RW Rusak 70 80 70 220 5
1.4.5 Pembangunan tugu batas dusun di Desa Gondowangi 80 75 75 230 4
1.4.6 Pengadaan Sarana prasarana di Desa 100 100 100 300 1
1.5 Bidang Olahraga
1.5.1 Pembenahan lapang sepak bola di Desa Gondowangi 80 80 80 240 3
1.5.2 Fasilitas pelatihan olah raga Desa Gondowangi 90 90 80 260 2
1.5.3 Pembenahan Lapang bola volley 90 90 80 260 2
1.5.4 Pengadaan sarana olah raga. 100 100 100 300 1
1.6 Sumber daya Air
1.6.1 Pembangunan IPAL Komunal di tiap RW 80 75 75 230 4
1.6.2 Pengembangan sarana air bersih di Desa Gondowangi 80 75 75 230 4
1.6.3 Peningkatan kapasitas pengelola sarana air bersih di Desa
Gondowangi 70 80 70 220 5
1.7 Bidang Penerangan
1.7.1 Pengadaan Program Listrik gakin 100 100 100 300 1
1.7.2 Pengadaan PJU di 3 Titik 90 90 80 260 2
II BIDANG SOSIAL BUDAYA
2.1 Bidang Pendidikan
2.1.1 Pengadaan Alat kesenian Modern (Band) 80 80 80 240 3
2.1.2 Pengadaan alat kesenian Tradisional (Gamelan Jaipongan) 90 90 80 260 2
2.1.3 Bantuan Beasiswa 100 100 100 300 1
2.1.4 Pengadaan Perpustakaan Desa 80 80 80 240 3
72
2.2 Bidang Kesehatan
2.2.1 Bantuan kesejahteraan Kader Posyandu 90 90 80 260 2
2.2.2 Bantuan PMT Balita 100 100 100 300 1
2.2.3 Penyuluhan kesadaran Masyarakat tentang pentingnya
Kesehatan 80 80 80 240 3
2.2.4 Pembangunan Posyandu di setiap Dusun 80 80 80 240 3
2.3 Bidang Pariwisata
2.3.1
Manajemen pariwisata alam terpadu 100 100 100 300 1
2.3.2
Manajemen pariwisata event 90 90 80 260 2
2.4 Bidang Pemerintahan
2.4.1 Pelatihan Peningkatan Kapasitas SDM perangkat Desa 90 90 80 260 2
2.4.2 Penguatan dana kelembagaan PKK 80 80 80 240 3
2.4.3 Pengalokasian dana kesejahteraan pemerintah Desa 90 90 80 260 2
2.4.4 Pelatihan petugas keamanan (LINMAS) 80 80 80 240 3
2.4.5 Pengajuan Program Redistribusi tanah Negara eks.
Perkebunan (Sampora, BJA dan Gelembreng). 100 100 100 300 1
2.5 Bidang Sosial
2.5.1 Bantuan bagi KK miskin 90 90 80 260 2
2.5.2 Pembangunan rumah tidak layak huni 90 90 80 260 2
2.5.3 Bantuan sosial untuk anak idiot 70 80 70 220 5
2.6 Bidang Keagamaan
2.6.1 Bantuan kesejahteraan Guru ngaji, pasraman dan sekolah
minggu 90 90 80 260 2
73
2.6.2 Pengadaan Fasilitas di TPQ 80 75 75 230 4
III BIDANG EKONOMI
3.1 Bidang Pertanian
3.1.1 Pembuatan bangunan untuk pengolahan jagung 80 80 80 240 3
3.1.2 Pengadaan bengkel UPJA 80 75 75 230 4
3.1.3 Peningkatan kapasitas lumbung pangan 100 100 100 300 1
3.1.4 Pengadaan bantuan dana untuk pengadaan Hand Traktor 70 80 70 220 5
3.1.5 Pengadaan Alsintan pasca panen 70 80 70 220 5
3.1.6 Pengadaan sarana pengendalian hama terpadu 90 90 80 260 2
3.1.7 Bantuan Pupuk bersubsisdi 100 100 100 300 1
3.1.8 Pengadaan Program Bantuan benih unggul 80 80 80 240 3
3.1.9 Pengadaan Program SLPTT 80 75 75 230 4
3.1.10 Pelatihan SDM pengurus Gapoktan dan Kelompok Tani 90 90 80 260 2
3.1.11 Pengadaan alat produksi hasil Pertanian 80 80 80 240 3
3.1.12 Pembuatan Embung di lahan – lahan pertanian 80 75 75 230 4
3.1.13 Bantuan alsintan pompa air 90 90 80 260 2
3.1.14 Pembuatan alat pengolah limbah pertanian 80 75 75 230 4
3.1.15 Pengadaan pelatihan tentang tata cara bertani dengan baik 80 80 80 240 3
3.1.16 Pembuatan rumah APO 70 80 70 220 5
3.2 Bidang Peternakan / Perikanan
3.2.1 Bantuan peternakan Domba di Tiga Dusun 90 90 80 260 2
3.2.2 Bantuan pengembangan ternak sapi potong 100 100 100 300 1
3.2.3 Bantuan pengembangan ternak ikan nila 90 90 80 260 2
3.3 Bidang Perdagangan / Koperasi / Industri
3.3.1 Bantuan modal untuk kelompok usaha kecil dan pedagang 80 80 80 240 3
74
keliling
3.3.2 Bantuan permodalan untuk menampung hasil panen para
petani 80 75 75 230 4
3.3.3 Pelatihan pertukangan dan bantuan alat – alat pertukangan 80 75 75 230 4
3.3.4 Permodalan Usaha KWT 70 80 70 220 5
3.4 Bidang Kehutanan
3.4.1 Pengadaan program rehabilitasi lahan kritis 90 90 80 260 2
3.4.2 Bantuan Program peternakan lebah madu. 90 90 80 260 2
75
LAMPIRAN DOKUMENTASI LAPANGAN
76
LAMPIRAN DOKUMENTASI LAPANGAN
77
LAMPIRAN DOKUMENTASI LAPANGAN
78 LAMPIRAN DOKUMENTASI LAPANGAN
79 LAMPIRAN DOKUMENTASI LAPANGAN
80 LAMPIRAN DOKUMENTASI LAPANGAN
Top Related