BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. S
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Karyawan
Pendidikan : SMA
Status : Belum menikah
Alamat : Jakarta Timur
No. RM : 28.5508
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pasien mengeluh tidak datang haid sejak 4 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dengan keluhan tidak haid 4 bulan yang lalu, siklus haid sebelumnya teratur.
Karena keluhan ini, pasien sudah melakukan tes pack kehamilan tanggal 7/10/2012,
hasil negatif. Pasien mengaku tidak pernah melakukan hubungan intim. HTA 5/6/2012.
Pusing (-), demam (-), nyeri pinggang (-), mual (-), muntah (-), keputihan (-).
Riwayat Menstruasi :
Menarche usia 12 tahun, siklus tidak teratur tiap bulan 35 hari lebih, sejak 4 bulan
terakhir mulai tidak teratur, lama 5-7 hari, keluhan saat haid (-) Ganti pembalut 2x/hari
Riwayat Penyakit Dahulu :
HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-), Peny. Jantung (-), Peny. Paru (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-), Peny. Jantung (-), Peny. Paru (-), keluhan serupa
dalam keluarga (-).
Page | 1
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital : TD : 120/80 mmHg, N : 84x/mnt, RR : 18x/mnt, S : 36,6°C
BB/TB : 84 Kg, penurunan BB sejak 1 bln terakhir
Status Generalisata :
Kepala : deformitas (-), normocephal
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
THT : otorhea -/-, rinorhea -/-
Leher : retraksi (-), thyroid dalam batas normal, KGB
Dada : Simetris statis-dinamis, retraksi (-)
Jantung : BJ I&II (N), murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, BU(+) N, massa (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT<2”, oedema (-), varises (-)
Status Ginekologi :
pasien menolak dilakukan pemeriksaan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG
Kedua uterus retrofleksi ukuran 5 x 2.4 x 2.9
Kelainan uterus tidak tampak (hanya cenderung lebih kecil dari batas normal)
Kedua ovarium dalam batas normal bentuknya, ukuran cenderung lebih kecil dari
ukuran normal.
Kesan : Genitalia interna cenderung hipotrofi
Saran : terapi hormonal (maintenace), penurunan berat badan.
V. RESUME
Pasien Nn.S Berusia 22 tahun datang ke poliklinik kebidanan Rumah Sakit
Persahabatan dengan keluhan tidak datang haid sejak 4 bulan yang lalu. Pasien berstatus
belum menikah dan pasien sudah melakukan tes pack kehamilan tanggal 7/10/2012,
hasil negatif. Pasien mengaku tidak pernah melakukan hubungan intim. HTA 5/6/2012.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada pasien ini kelebihan berat badan. Pemeriksaan
Ginekologi tidak dilakukan. Dari gambaran USG didapatkan kesan ovarium kanan dan
kiri serta uterus mengalami hipotrofi.
Page | 2
VI. DIAGNOSIS
Amenorhea Sekunder e.c hipotrofi genitalia interna
VII. PENATALAKSANAAN
Anjuran penurunan berat badan, diharapkan turun 10% dari BB awal. Dengan :
- Olah raga teratur
- Latihan puasa dan pengaturan pola makan
Klomifen sitrat 50 mg per hari selama 5 hari
Uji Laboratorium : FSH, LH, HDL, TGA, GDP.
Page | 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. LATAR BELAKANG
Amenorea ialah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut.
Lazim diadakan pembagian antara amenorea primer dan amenorea sekunder. Amenorea
primer terjadi pada seorang wanita berumur 18 tahun ke atas tidak pernah dapat haid; sedang
pada amenorea sekunder penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi.
Amenorea sekunder ditandai dengan tidak adanya menstruasi selama 3 siklus (pada kasus
oligomenorea <jumlah darah menstruasi sedikit>), atau 6 siklus setelah sebelumnya
mendapatkan siklus menstruasi biasa.1
Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit
untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik. Adanya
amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam
kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit
infeksi, dan lain-lain.1
2.2. FISIOLOGI MENSTRUASI
Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan
(deskuamasi) endometrium. Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi, yang
memegang peranan penting adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
(hypothalamic-pituitary-ovarium axis). Menurut teori neurohumoral yang dianut sekarang,
hipotalamus mengawasi sekresi hormon gonadotropin oleh adenohipofisis melalui sekresi
neurohormon yang disalurkan ke sel-sel adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus.
Hipotalamus menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) karena dapat merangsang pelepasan Lutenizing Hormone (LH)
dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis.1,4
Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase dan
satu saat, yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal. Perubahan-perubahan kadar
hormon sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara
hormon steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif
terhadap FSH, sedangkan terhadap LH, estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika
kadarnya rendah, dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi. Tempat utama umpan balik
terhadap hormon gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus.4
Page | 4
Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikular dini, beberapa folikel berkembang
oleh pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH ini disebabkan oleh regresi korpus
luteum, sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel, produksi
estrogen meningkat, dan ini menekan produksi FSH; folikel yang akan berovulasi melindungi
dirinya sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia.4,5
Pada waktu ini LH juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu
pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat pada fase folikel akhir
ketika FSH mulai menurun, menunjukkan bahwa folikel yang telah masak itu bertambah
peka terhadap FSH. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma jelas
meninggi. Estrogen pada mulanya meninggi secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat
mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan dengan
lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus, mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH
yang meninggi itu menetap kira-kira 24 jam dan menurun pada fase luteal.5
Mekanisme turunnya LH tersebut belum jelas. Dalam beberapa jam setelah LH
meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan LH itu menurun.
Menurunnya estrogen mungkin disebabkan oleh perubahan morfologik pada folikel. Mungkin
pula menurunnya LH itu disebabkan oleh umpan balik negatif yang pendek dari LH terhadap
hipotalamus. Lonjakan LH yang cukup saja tidak menjamin terjadinya ovulasi; folikel
hendaknya pada tingkat yang matang, agar ia dapat dirangsang untuk berovulasi.5
Pecahnya folikel terjadi 16 – 24 jam setelah lonjakan LH. Pada manusia biasanya hanya
satu folikel yang matang. Mekanisme terjadinya ovulasi agaknya bukan oleh karena
meningkatnya tekanan dalam folikel, tetapi oleh perubahan-perubahan degeneratif kolagen
pada dinding folikel, sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga prostaglandin F2 memegang
peranan dalam peristiwa itu.5
Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulose membesar, membentuk vakuola dan
bertumpuk pigmen kuning (lutein); folikel menjadi korpus luteum. Vaskularisasi dalam
lapisan granulosa juga bertambah dan mencapai puncaknya pada 8–9 hari setelah ovulasi.
Luteinized granulose cell dalam korpus luteum itu membuat progesteron banyak, dan
luteinized theca cell membuat pula estrogen yang banyak, sehingga kedua hormon itu
meningkat tinggi pada fase luteal. Mulai 10–12 hari setelah ovulasi, korpus luteum
mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan berkurangnya kapiler-kapiler dan diikuti
oleh menurunnya sekresi progesteron dan estrogen. Masa hidup korpus luteum pada manusia
tidak bergantung pada hormon gonadotropin, dan sekali terbentuk ia berfungsi sendiri
Page | 5
(autonom). Namun, akhir-akhir ini diketahui untuk berfungsinya korpus luteum, diperlukan
sedikit LH terus-menerus. 5,6 Steroidegenesis pada ovarium tidak mungkin tanpa LH.
Mekanisme degenerasi korpus luteum jika tidak terjadi kehamilan belum diketahui. Empat
belas hari sesudah ovulasi, terjadi haid. Pada siklus haid normal umumnya terjadi variasi
dalam panjangnya siklus disebabkan oleh variasi dalam fase folikular.
Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya rangsangan dari
Human Chorionic Gonadothropin (HCG), yang dibuat oleh sinsisiotrofoblas. Rangsangan
ini dimulai pada puncak perkembangan korpus luteum (8 hari pasca ovulasi), waktu yang
tepat untuk mencegah terjadinya regresi luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus
luteum hingga 9–10 minggu kehamilan. Kemudian, fungsi itu diambil alih oleh plasenta.
Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya rangsangan dari
Human Chorionic Gonadothropin (HCG), yang dibuat oleh sinsisiotrofoblas. Rangsangan
ini dimulai pada puncak perkembangan korpus luteum (8 hari pasca ovulasi), waktu yang
tepat untuk mencegah terjadinya regresi luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus
luteum hingga 9–10 minggu kehamilan. Kemudian, fungsi itu diambil alih oleh plasenta.6
2.3. ETIOLOGI
Prinsip dasar fisiologi fungsi menstruasi memungkinkan dibuatnya suatu sistem yang
memisahkan dalam beberapa kompartemen dimana menstruasi yang normal tergantung. Hal
ini berguna untuk memakai evaluasi diagnostik yang memilah penyebab amenorea dalam 4
kompartemen, yaitu:
- Kompartemen I : kelainan terletak pada organ target uterus atau outflow tract
- Kompartemen II : kelainan pada ovarium.
- Kompartemen III : kelainan pada pituitari anterior
- Kompartemen IV : kelainan pada sistem syaraf pusat (hipotalamus).1,9
Page | 6
Gambar 2. Etiologi Kompartemen pada Amenore
Amenorea primer dan amenorea sekunder masing-masing mempunyai sebab-sebab
sendiri; pada amenorea primer kelainan gonad memegang peranan penting. Akan tetapi,
banyak sebab ditemukan pada kedua jenis amenorea; oleh karena itu, klasifikasi di bawah ini
mencakup sebab-sebab pada amenorea primer dan amenorea sekunder.
1. Gangguan organik pusat
Sebab organik : tumor, radang, destruksi.
2. Gangguan kejiwaan
a. Syok emosional;
b. Psikosis;
c. Anoreksia nervosa;
d. Pseudosiesis.
3. Gangguan poros hipotalamus-hipofisis
a. Sindrom amenorea-galaktorea;
b. Sindrom Stein-Leventhal;
c. Amenorea hipotalamik.
4. Gangguan hipofisis
a. Sindrom Sheehan dan penyakit Simmonds;
Page | 7
b. Tumor ;
1) Adenoma basofil (penyakit Cushing);
2) Adenoma asidofil (akromegali, gigantisme);
3) Adenoma kromofob (sindrom Forbes-Albright).
5. Gangguan gonad
a. Kelainan kongenital
1) Disgenesis ovarii (sindrom Turner);
2) Sindrom testicular feminization;
b. Menopause prematur;
c. The insensitive ovary;
d. Penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang, dan sebagainya;
e. Tumor sel-granulosa, sel-teka, sel-hilus, adrenal, arenoblastoma.
6. Gangguan glandula suprarenalis
a. Sindrom adrenogenital;
b. Sindrom Cushing;
c. Penyakit Addison.
7. Gangguan glandula tiroidea
Hipotiroidea, hipertiroidea, kretinisme.
8. Gangguan pankreas
Diabetes mellitus.
9. Gangguan uterus, vagina
a. Aplasia dan hipoplasia uteri;
b. Sindrom Asherman;
c. Endometritis tuberkulosa;
d. Histerektomi;
e. Aplasia vaginae.
10. Penyakit-penyakit umum
a. Penyakit umum;
b. Gangguan gizi;
c. Obesitas.
Untuk keperluan diagnostik sebab-sebab amenorea dapat digolongkan menurut
kopartemen badan yang ikut berperan dalam terjadinya proses haid, dan yang menjadi tempat
dari kelainan yang menyebabkan amenorea.1,2
Page | 8
2.4. DIAGNOSIS
Dilihat dari etiologi yang mendasari terjadinya amenorea yang begitu luas, maka
dibutuhkan anamnesa yang cermat dan pemeriksaan yang beraneka ragam, rumit, dan mahal.
Seperti pemeriksaan hormon meliputi LH, FSH, estrogen dan lain-lain.1
2.4.1. Anamnesis
Anamnesis yang akurat berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan sejak
kanak-kanak, termasuk tinggi, berat badan dan usia saat pertama kali mengalami
pertumbuhan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan.1,4
Dapatkan pula informasi anggota keluarga yang lain (ibu dan saudara wanita)
mengenai usia mereka pada saat menstruasi pertama, karena biasanya antara ibu dan anak-
anaknya pertama kali mendapatkan menstruasi hanya berselang 1 tahun. Informasi tentang
banyaknya perdarahan, lama menstruasi, dan periode menstruasi terakhir juga perlu untuk
ditanyakan.
Riwayat penyakit kronis yang pernah diderita, trauma, operasi, dan pengobatan juga
penting untuk ditanyakan. Kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, penggunaan
narkoba, olahraga, diet, situasi di rumah dan sekolah, dan kelainan psikisnya juga penting
untuk ditanyakan. Gejala-gejala klinis yang lain seperti gejala vasomotor, panas badan,
galactorrhea, nyeri kepala, lemah badan, pendengaran berkurang, perubahan pada penglihatan
juga harus ditanyakan.3,4
2.4.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, yang pertama kali diperiksa adalah tanda vital, termasuk
tinggi badan, berat badan dan perkembangan seksual. Pemeriksaan fisik yang lain adalah
sebagai berikut :
a). Keadaan umum :
Anoreksia-cacheksia, bradikardi, hipotensi, dan hipotermi.
Tumor hipofise-perubahan pada funduskopi, gangguan lapang pandang, dan
tanda-tanda saraf kranial.
Sindroma polikistik ovarium-jerawat, akantosis, dan obesitas.
Inflammatory bowel disease-Fisura, skin tags, adanya darah pada pemeriksaan
rektal.
Gonadal dysgenesis (sindroma Turner)- webbed neck, lambatnya perkembangan
payudara.9
b). Keadaan payudara
Page | 9
Galactorrhea-palpasi payudara.
Terlambatnya pubertas- diikuti oleh rambut kemaluan yang jarang.
Gonadal dysgenesis (sindroma Turner)- tidak berkembangnya payudara dengan
normalnya pertumbuhan rambut kemaluan.1,2
c). Keadaan rambut kemaluan dan genitalia eksternal
Hiperandrogenisme- distribusi rambut kemaluan dan adanya rambut di wajah.
Sindroma insensitifitas androgen- Tidak ada atau jarangnya rambut ketiak dan
kemaluan dengan perkembangan payudara.
Terlambatnya pubertas- tidak disertai dengan perkembangan payudara.
Tumor adrenal atau ovarium- clitoromegali, virilisasi.
Massa pelvis- kehamilan, massa ovarium, dan genital anomali.1
d). Keadaan vagina
Imperforasi himen- menggembung atau edema pada vagina eksternal.
Agenesis (Sindroma Rokitansky-Hauser)- menyempitnya vagina tanpa uterus dan
rambut kemaluan normal.
Sindroma insensitifitas androgen- menyempitnya vagina tanpa uterus dan tidak
adanya rambut kemaluan.1
c). Uterus : Bila uterus membesar, kehamilan bisa diperhitungkan.
d). Cervix : Periksa lubang vagina, estrogen bereaksi dengan mukosa vagina dan sekresi
mukus.
Adanya mukus adalah tanda bahwa estradiol sedang diproduksi oleh ovarium. Kekurangan
mukus dan keringnya vagina adalah tanda bahwa tidak adanya estradiol yang sedang
diproduksi.1
2.4.3. Pemeriksaan Penunjang
Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik, banyak kasus
amenorea dapat diketahui penyebabnya. Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran
yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
sebagai berikut :1,4
a. Pemeriksaan foto Roentgen dari thoraks terhadap tuberkulosis pulmonum, dan dari sella
tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella tersebut.
b. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat dibuktikan
berkat pengaruhnya.
Page | 10
c. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapang pandang jika ada
kemungkinan tumor hipofisis.
d. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk mengetahui adanya
endometritis tuberkulosa.
e. Pemeriksaan metabolisme basal, atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3 dan T4 untuk
mengetahui fungsi glandula tiroidea.
Pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan fasilitas khusus :
a. Laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri yang berat,
aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium polikistik (Sindrom Stein-
Leventhal) dan sebagainya.
b. Pemeriksaan kromatin seks untuk mengetahui apakah penderita secara genetik seorang
wanita. Akan tetapi, kromatin seks positif belum berarti bahwa penderita yang
bersangkutan seorang wanita yang genetik normal oleh karena kromatin seks positif
dijumpai pula pda gambaran kromosom 44 XXY, 44 XXX, atau gambaran mosaik seperti
XX/XO, XXXY atau XXYY.
c. Pembuatan kariogram dengan pembiakan sel-sel guna mempelajari hal-hal mengenai
kromosom, antara lain apabila fenotip tidak sesuai dengan genotip.
d. Pemeriksaan kadar hormon
Di atas sudah disebut pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.
Selain itu, pemeriksaan-pemeriksaan kadar FSH, LH, estrogen, prolaktin, dan 17-
ketosteroid mempunyai arti yang penting. Pada defisiensi fungsi hipofisis misalnya kadar
FSH rendah, sedang pada defisiensi ovarium umumnya kadar FSH tinggi dan kadar
estrogen rendah. Pada hiperfungsi glandula suprarenalis kadar 17-ketosteroid
meningkat.1,2
Dapat pula diagnosis diferensial dari amenorea didekati dengan melakukan tes-tes yang
dinamakan tes fungsional.
1. Diberikan sebagai langkah pertama kepada penderita 100 mg progesteron (dalam minyak)
intramuskulus. Jika sesudah 2-7 hari terjadi perdarahan (withdrawal bleeding), ini berarti
bahwa dalam tubuh ada estrogen endogen. Dapat diambil kesimpulan bahwa poros
hipotalamus-hipofisis-ovarium masih berfungsi, meskipun minimal. Pada penderita ini
tidak adanya galaktorea, dan adanya kadar prolaktin normal, menyingkirkan
kemungkinan adanya tumor hipofisis. Jika ditemukan kadar prolaktin tinggi, perlu
dipikirkan tumor hipofisis. Foto Roentgen biasa atau politomografi dari sella tursika dapat
Page | 11
membantu untuk mengetahui ada tidaknya tumor itu. Jika tidak terjadi perdarahan, ada 2
kemungkinan :
(a) Uterus tidak bereaksi;
(b) Tidak terdapat pembuatan estrogen.
2. Untuk membedakan antara kemungkinan ini, sebagai langkah ke-2, diberikan kepada
penderita 2,5 mg conjugated estrogen (Premarin, Oestrofeminal) tiap hari untuk 21 hari,
ditambah dengan 10 mg Asetas medroksiprogesteron sehari untuk 5 hari terakhir.
Jika tidak timbul perdarahan dalam 2 minggu setelah berhentinya pemberian obat, dapat
disimpulkan bahwa uterus tidak berfungsi lagi (misalnya pada adhesi intra uterin yang
luas seperti sindrom Asherman).
3. Jika timbul perdarahan, dapat dilakukan Langkah ke-3. Langkah ini terdiri atas
pemeriksaan kadar FSH dengan jalan radioimmuno-assay.
a. Jika kadar FSH lebih tinggi dari 40 MIU/ml, sebab amenorea ialah gangguan fungsi
ovarium (angka normal berkisar antara 5-25 MIU/ml misalnya pada menopause
prematur).
b. Jika kadar FSH rendah, maka sebab amenorea ialah gangguan fungsi hipofisis atau
alat-alat lebih atas.
Dengan pemeriksaan foto Roentgen dari sella tursika dapat ditentukan ada tidaknya
tumor hipofisis.1,2
2.5. PENATALAKSANAAN1,2,4
Tiap penderita harus diobati sesuai dengan sebabnya amenorea. Di bawah ini hanya
ditemukan pandangan umum mengenai penanganan amenorea tanpa sebab yang khas.
Amenorea sendiri tidak selalu memerlukan terapi. Misalnya, seorang wanita berumur lebih
dari 40 tahun dengan amenorea tanpa sebab yang mengkhawatirkan tidak memerlukan
pengobatan. Penderita-penderita dalam kategori ini yang memerlukan terapi ialah wanita-
wanita muda yang mengeluh tentang infertilitas, atau yang sangat terganggu oleh tidak
datangnya haid.
Dalam rangka terapi umum dilakukan tindakan memperbaiki keadaan kesehatan,
termasuk perbaikan gizi, kehidupan dalam lingkungan yang sehat dan tenang, dan
sebagainya. Pengurangan berat badan pada wanita dengan obesitas tidak jarang mempunyai
pengaruh baik terhadap amenorea dan oligomenorea. Pemberian tiroid tidak banyak gunanya,
kecuali jika ada hipotiroidi. Demikian pula pemberian kortikosteroid hanya bermanfaat pada
amenorea berdasarkan gangguan fungsi glandula suprarenalis (penyakit Addison laten).
Page | 12
Pemberian estrogen bersama denga progesteron dapat menimbulkan perdarahan secara
siklis. Akan tetapi, perdarahan ini bersifat withdrawal bleeding, bukan haid yang didahului
oleh ovulasi. Tetapi ini ada maknanya pada hipoplasia uteri, dan kadang-kadang walalupun
jarang dapat menimbulkan mekanisme siklus haid lagi pada gangguan yang ringan.
Terapi yang penting bila pemeriksaan ginekologi tidak ada kelainan yang mencolok
yang dapat menyebabkan ovulasi. Dalam hal ini ada 2 cara, yang satu ialah pemberian
hormon gonadotropin yang berasal dari hipofisis, dan yang lain pemberian klomifen.
BAB III
PEMBAHASAN
Page | 13
Pada pasien Nn. S 22 tahun ini datang dengan gejala amenorea. Pasien mengaku
tidak mendapat haid selama 4 bulan terakhir. Dari riwayat sebelumya pasien sering
mengeluh siklus haidnya tidak teratur sejak awal menarche, siklus haid sekitar 35 hari lebih
dengan lama haid 5-7 hari. Pasien menyangkal adanya rasa sangat nyeri saat haid.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien ini mengalami kelebihan berat badan. Dari
pemeriksaan penunjang USG didapatkan kesan hipotrofi pada genitalia interna
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat diambil
kesimpulan bahwa pada pasien ini terdapat amenorea sekunder dengan hipotrofi interna
kemungkinan disebabkan oleh gangguan hormonal. Dikatakan amenorea sekunder karena
berdasarkan definisi bahwa amenorea sekunder terjadi pada seorang wanita yang pernah
mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat haid lagi. Berbeda dengan amenorea primer,
penyebab amenorea sekunder biasanya timbul akibat gangguan gizi, gangguan metabolisme,
tumor, penyakit infeksi dan lain-lain. Sedangkan amenorea primer diawali akibat kelainan-
kelainan kongenital dan kelainan genetik. Disini jelas bahwa pada pasien tidak ditemukan
gejala-gejala kelainan genetik ataupun kongenital, sehingga jelas bahwa pada pasien ini
mengalami amenorea sekunder.
Hipotrofi Genitalia interna ini bisa disebabkan berbagai hal antara lain ketidak
seimbangan antara hormonal salah satunya dapat disebabkan gangguan hipotalamus-pituitari-
axis. Untuk itu penatalaksanaan pada pasien ini adalah program penurunan berat badan dan
terapi hormonal. Program penurunan berat badan bagi pasien dengan Indeks Masa Tubuh
(IMT) antara 27-30 kg/m2 merupakan hal yang sangat penting bagi pasien ini. Pengurangan
kalori antara 300-500 kalori per hari dapat menurunkan berat badan sebanyak 10% dalam 6
bulan.
Terapi lain adalah memperbaiki ovulasi yaitu menggunakan obat-obat induksi ovulasi.
Obat yang paling sering digunakan adalah klomifen sitrat. Jika terdapat kegagalan klomifen
sulfat maka perlu diperhatikan kemungkinan adanya resistensi insulin. Terapi kombinasi
antara klomifen sitrat dengan obat yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin seperti
meformin dilaporkan mampu memperbaiki kemampuan ovulasi.11
BAB V
KESIMPULAN
Page | 14
Amenorea merupakan suatu keadaan tidak adanya haid sedikitnya 3 bulan berturut-
turut. Amenorea dibedakan menjadi amenorea primer dan amenorea sekunder. Pembagian ini
berdasarkan batasan telah dapat haid atau belum dikatakan amenorea pimer jika belum
pernah mendapai, sedangkan dikatakan amenorea sekunder jika sudah pernah mendapat haid
namun kemudian tidak dapat lagi.
Secara garis besar, etiologi dari amenorea primer dan amenorea sekunder dapat
dibedakan yaitu amenorea primer mempunyai etiologi yang berat dan lebih sulit yaitu
kelainan kongenital dan kelainan genetik. Sedangkan amenorea sekunder disebabkan oleh
pola hidup yang tidak seimbang, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor,
penyakit infeksi dan lain-lain.
Dalam kasus ini, pasien memenuhi kriteria diagnostik amenorea sekunder dengan
pertimbangan sebagai berikut :
Pasien sudah pernah haid sebelumnya, tetapi saat ini pasien tidak mendapat haid.
Dari faktor etiologi, tidak ditemukan adanya kelainan genetik ataupun kelainan
kongenital. Yang tampak jelas adalah kelainan-kelainan yang berhubungan dengan pola
hidup tidak seimbang. Pada pasien ini didapatkan kelainan berat badan,yang
menunjukkan salah satu etiologi dari amenorea sekunder ini. Selain itu, dari pemeriksaan
USG didapatkan kesan ukuran uterus dan ovarium yang cenderung lebih kecil dari ukuran
normal. Kelainan ukuran ovarium dan uterus ini dapat disebabkan oleh gangguan
hormonal.
Tatalaksana dari amenorea sekunder terutama pada gangguan hormonal ini adalah
pengaturan pola hidup yang seimbang, diantaranya penurunan berat badan dengan diet atau
olah raga teratur, diharapkan terjadi penurunan resistensi insulin yang dapat menyebabkan
gangguan ovulasi. Dapat juga diberikan obat-obat induksi ovulasi, yang paling terkenal untuk
pengobatan polikistik ovarium ini adalah klomifen sitrat.
DAFTAR PUSTAKA
Page | 15
1. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008: 203-223
2. Cunningham, McDonald, Gant. Obstetri Williams. Jakarta. EGC. 2005
3. http://www.klikdokter.com/kesehatankewanitaan/read/2010/07/05/4/amenorea Dikases
tanggal 17 Juli 2011.
4. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008: 203-223
5. Ilmu Kebidanan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. EGC. 20
6. Baziad, Ali. Endokrinologi Ginekologi. FKUI. Jakarta. 2008
7. Rebar RW, Connolly HV. Clinical features of young women with hypergonadotropic
amenorrhea. Fertil Steril 1990, 53: 804-810
8. Scherzer WJ, McClamrock H. Amenorrhea. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA.
Novak’s gynecology. 12th edition. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 820-832.
Diunduh dari : http://www.klik dokter.com/amenoreatatalaksana diakses tanggal 18 Juli
2011.
9. Brewer JI, Decosta EJ. Textbook of Gynecology. 4th edition. Baltimore: Williams &
Wilkins, 1967: 101-136. Diunduh dari : http://www.forumotionkesehatan.com diakses
tanggal 16 Juli 2011.
10. Yen SSC. Chronic anovulation caused by peripheral endocrine disorders. In: Yen SSC,
Jaffe RB. Reproductive Endocrinology. 3rd edition. Philadelphia: WB Saunders
Company, 1991: 577-673. Diunduh dari : http://www.kesehatanwanitadewasa.com
Diakses tanggal 16 Juli 2011.
11. Andon Hestiantoro, dr. SpOG, KFER. Divisi Imunoendokrinologi Reproduksi.
Departemen Obstetri dan Ginekologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2010. Diunduh dari : http://www.botefilia.com/index.php/archives/2010. diakses
tanggal 18 Juli 2011.
Page | 16
Top Related