PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP
KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS IV
SDN GROGOL SELATAN 01
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
LAELA MAGHFIROH
NIM. 1113018300024
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 / 1438 H
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
v
ABSTRAK
Laela Maghfiroh (NIM: 1113018300024). Pengaruh Pola Asuh Orangtua
Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Kelas IV SDN Grogol Selatan 01.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola asuh orangtua
terhadap kecerdasan emosional siswa kelas IV SDN Grogol Selatan 01. Metode
penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian
ini berjumlah 160 siswa. Jumlah sampel diambil berdasarkan teknik simple
random sampling yaitu sebanyak 64 siswa. Teknik pengumpulan data
menggunakan skala. Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen, uji normalitas,
uji homogenitas dan uji hipotesis diolah dengan bantuan program IBM Statistic
SPSS 20.0 for windows. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pola
asuh orangtua terhadap kecerdasan emosional siswa. Hal ini dibuktikan dengan
Fhitung variabel pola asuh orangtua dan variabel kecerdasan emosional yaitu 4.094.
Ftabel sebesar 3.15. Terbukti Fhitung lebih besar dari Ftabel. Pola asuh orangtua
memberi sumbangan terhadap kecerdasan emosional sebesar 8.8%, sedangkan
91.2% ditentukan oleh variabel atau faktor lain yang tidak dibahas pada penelitian
ini. Agar kecerdasan emosional siswa berkembang secara optimal, sebaiknya
orangtua menerapkan pola asuh otoritatif.
Kata kunci: Pola Asuh Orangtua, Kecerdasan Emosional Siswa, Sekolah Dasar
vi
ABSTRACT
Laela Maghfiroh (NIM: 1113018300024). The Influence of Parenting Style on
Emotional Intelligence Student Fourth Grade SDN Grogol Selatan 01.
This study aims to determine the influence of parenting style on emotional
intelligence of fourth grade students SDN Grogol Selatan 01. Research method
using quantitative approach. The population in this study amounted to 160
students. The number of samples taken based on simple random sampling
technique is amounted 64 students. Technique of collecting data using scale.
Testing the validity and reliability of the instrument, normality test, homogenity
test and hypothesis test processed by IBM Statistic SPSS 20.0 for windows
program. The results concluded that there is a positive and significant influence
between parenting style to the emotional intelligence of students. It is proved by
Fhitung parenting style variable and emotional intelligence variable that is 4.094.
Ftabel of 3.15. Proven Fhitung bigger than Ftabel. The amount of parenting style
contribution to emotional intelligence is 8.8%, while 91.2% is determined by
variables or other factors not discussed in this study. So that emotional
intelligence of students develop optimally, parents should apply authoritative
parenting.
Keywords: Parenting Style, Student Emotional Intelligence, Primary School
vii
MOTTO
Kejujuran akan membawa pada kebaikan,
dan kebaikan akan berujung pada kesuksesan
(anonim)
PERSEMBAHAN
Teruntuk kedua orangtua saya tercinta yang tiada henti memanjatkan do’a,
motivasi serta dukungan moriil dan materiil serta kasih sayang yang tulus.
~Kholifah & Khaeron~
viii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan limpahan Rahman dan Rahim berupa nikmat sehat
wal afiat, sholawat dan salam tak lupa penulis panjatkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW atas limpahan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga Skripsi
ini dapat terselesaikan dengan judul PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA
TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS IV SDN
GROGOL SELATAN 01.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Tentunya berkat dukungan, bimbingan, saran dan bantuan
yang intens dari berbagai pihak terkaitlah skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih tiada tara kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Khalimi, M.A., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Asep Ediana Latip, M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dra. Eni Rosda Syarbaini, M.Psi., Dosen Penasihat Akademik yang tiada henti
memberikan motivasi.
6. Dr. Fidrayani, M.Pd., M.Si, Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia
meluangkan waktu guna memberikan arahan dan bimbingan yang sangat
membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.
7. Wiyono, S.Pd., M.Si., Kepala SDN Grogol Selatan 01 beserta guru dan staff
jajarannya yang telah bersedia untuk bekerja sama dalam kegiatan penelitian.
8. Seluruh Siswa Kelas IV SDN Grogol Selatan 01, yang telah bersedia
meluangkan waktu guna menjadi partisipan dalam kegiatan penelitian.
ix
9. Segenap Dosen dan staff Karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Kedua Orangtua, Ibu dan Bapak serta kedua adik ku Ulum dan Dani, yang
selalu memberikan doa terbaik.
11. MMG ku, Mia, Maya, Rahim, Fika, Aulia yang selalu memberikan motivasi
dan selalu menghibur disaat raga mulai lelah.
12. Anggar Dewangga yang selalu menyemangati, mendoakan, dan banyak
memberi dukungan nyata.
13. Semua teman-teman PGMI Angkatan 2013 dan orang-orang di sekitar yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Terimakasih atas segala bimbingan dan motivasi nya selama masa
penyususnan, semoga segala kebaikan yang telah diberikan dan menjadi amal
sholeh dan mendapat barokah dari Allah SWT sepanjang skripsi ini memberikan
manfaat untuk pihak yang membutuhkan.
Jakarta, 23 Agustus 2017
Penulis,
Laela Maghfiroh
NIM: 1113018300024
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH .................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ iii
UJI REFERENSI ............................................................................................. iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah ................................................................... 5
D. Perumusan Masalah .................................................................... 5
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................ 5
BAB II KAJIAN TEORITIS ..................................................................... 7
A. Kecerdasan Emosional ................................................................ 7
1. Pengertian Kecerdasan Emosional ......................................... 7
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional .. 14
3. Ciri-ciri Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi 15
4. Karakteristik Perkembangan Emosional Siswa Kelas IV
MI/ SD ................................................................................... 16
B. Pola Asuh Orangtua .................................................................... 21
1. Pengertian Pola Asuh Orangtua ............................................. 21
2. Macam-macam Pola Asuh Orangtua ..................................... 23
xi
3. Pola Asuh yang Ideal Bagi Perkembangan Anak Usia
MI/ SD ................................................................................... 28
C. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................... 30
D. Kerangka Berpikir ...................................................................... 31
E. Hipotesis Penelitian .................................................................... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 33
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 33
1. Tempat Penelitian ................................................................. 33
2. Waktu Penelitian ................................................................... 33
B. Metode Penelitian ....................................................................... 33
C. Variabel Penelitian ...................................................................... 33
1. Kecerdasan Emosional (Y) ................................................... 34
2. Pola Asuh Orangtua (X) ....................................................... 34
D. Populasi dan Sampel ................................................................... 35
1. Populasi................................................................................. 35
2. Sampel .................................................................................. 35
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 36
F. Instrumen Pengumpulan Data ..................................................... 37
G. Uji Coba Instrumen ..................................................................... 42
1. Uji Validitas .......................................................................... 42
2. Uji Reliabilitas ...................................................................... 43
H. Teknik Analisis Data .................................................................. 45
1. Statistik Deskriptif ................................................................ 46
a. Tabel Distribusi Frekuensi .............................................. 46
b. Grafik .............................................................................. 47
c. Klasifikasi Skor Instrumen.............................................. 47
2. Uji Prasyarat Analisis ........................................................... 48
a. Uji Normalitas ................................................................. 48
b. Uji Homogenitas ............................................................. 48
3. Uji Hipotesis ......................................................................... 50
I. Hipotesis Statistik ....................................................................... 51
xii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 52
A. Deskripsi Hasil Penelitian ......................................................... 52
1. Variabel Kecerdasan Emosional (Y) ................................... 55
2. Variabel Pola Asuh Orangtus (X)........................................ 57
B. Uji Prasyarat Analisis ................................................................ 59
1. Uji Normalitas ..................................................................... 59
2. Uji Homogenitas .................................................................. 61
C. Pengujian Hipotesis ................................................................... 61
1. Analisis Varian Satu jalur (One Way Anova) ...................... 61
2. Uji-t...................................................................................... 62
3. Besaran Pengaruh Pola Asuh Orangtua (W2) ...................... 64
D. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................... 64
E. Keterbatasan Penelitian ............................................................. 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 69
A. Kesimpulan ................................................................................ 69
B. Saran .......................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 71
LAMPIRAN .................................................................................................... 73
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Unsur-unsur Kecerdasan Emosi ................................................. 20
Tabel 2.2: Pengaruh “Parenting Style” terhadap Perilaku Anak .............. 27
Tabel 3.1: Arah Pernyataan dan Nilai Skala Sikap .................................... 37
Tabel 3.2: Kisi-kisi Instrumen Kecerdasan Emosional .............................. 39
Tabel 3.3: Kisi-kisi Instrumen Pola Asuh Orangtua .................................. 40
Tabel 3.4: Kisi-kisi Pedoman Observasi Kecerdasan Emosional Siswa ... 41
Tabel 3.5: Daftar Item Kecerdasan Emosional yang Valid ....................... 42
Tabel 3.6: Daftar Item Pola Asuh Orangtua yang Valid ........................... 42
Tabel 3.7: Ringkasan Hasil Uji Validitas ..................................................... 42
Tabel 3.8: Pemetaan Nomor Item Berdasarkan Dimensi .......................... 43
Tabel 3.9: Hasil Uji Reliabilitas Angket Pola Asuh .................................... 44
Tabel 3.10: Hasil Uji Reliabilitas Angket Kecerdasan Emosional ............ 45
Tabel 3.11: Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas ............................................... 45
Tabel 4.1: Agenda Kegiatan Penelitian ........................................................ 52
Tabel 4.2: Analisis Deskriptif ........................................................................ 53
Tabel 4.3: Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional ............................ 54
Tabel 4.4: Kategori Kecerdasan Emosional Siswa ..................................... 55
Tabel 4.5: Pengklasifikasian Responden Pola Asuh ................................... 56
xiv
Tabel 4.6: Hasil Uji Normalitas .................................................................... 58
Tabel 4.7: Hasil Uji Homogenitas ................................................................. 59
Tabel 4.8: Hasil Perhitungan Deskriptif One Way Anova .......................... 60
Tabel 4.9: Hasil Perhitungan Uji One Way Anova ...................................... 60
Tabel 4.10: Hasil Perhitungan Group Statistic ............................................ 61
Tabel 4.11: Hasil Perhitungan Independent sampel t-test ........................... 61
Tabel 4.12: Hasil Perhitungan Group Statistic ............................................ 61
Tabel 4.13: Hasil Perhitungan Independent sampel t-test ........................... 62
Tabel 4.14: Hasil Perhitungan Group Statistic ............................................ 62
Tabel 4.15: Hasil Perhitungan Independent sampel t-test ........................... 62
Tabel 4.16: Hasil Perhitungan Post Hoc Test .............................................. 63
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1: Bagan Kerangka Berpikir ...................................................... 32
Gambar 4.1: Grafik Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional .......... 55
Gambar 4.2: Grafik Kecerdasan Emosional Siswa .................................... 56
Gambar 4.3: Grafik Pola Asuh Orangtua ................................................... 57
Gambar 4.4: Grafik Distribusi Normalitas Kecerdasan Emosional ......... 58
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Catatan Lapangan................................................................ 73
Lampiran 2 : Pedoman Observasi.............................................................. 74
Lampiran 3 : Skala Uji coba Instrumen .................................................... 75
Lampiran 4 : Pengelompokan Item Berdasarkan Dimensi Pola Asuh ... 82
Lampiran 5 : Instrumen Penelitian............................................................ 84
Lampiran 6 : Skor Data Mentah ................................................................ 89
Lampiran 7 : Tabel Pengkategorian Pola Asuh Orangtua ...................... 96
Lampiran 8 : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas .................................... 99
Lampiran 9 : Hasil Analisis Deskriptrif .................................................... 102
Lampiran 10 : Hasil Uji Normalitas ............................................................ 104
Lampiran 11 : Hasil Homogenitas ............................................................... 107
Lampiran 12 : Hasil Analisis One Way Anova ............................................ 110
Lampiran 13 : Hasil Uji-t .............................................................................. 112
Lampiran 14: F tabel ..................................................................................... 113
Lampiran 15: t tabel ...................................................................................... 114
Lampiran 156: Chi Square tabel .................................................................. 115
Lampiran 17: Surat Ijin Modifikasi Angket ............................................... 116
Lampiran 18: Surat Ijin Penelitian .............................................................. 117
xvii
Lampiran 19: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ................. 118
Lampiran 20`: Biodata Penulis ..................................................................... 119
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap orangtua tentu ingin memiliki anak-anak yang cerdas dengan
mendapatkan nilai yang tinggi untuk pelajarannya di sekolah. Namun, hal yang
kurang diperhatikan oleh beberapa orangtua adalah bahwa keberhasilan seseorang
tidak hanya dikarenakan kecerdasan intelektual yang tinggi melainkan juga didukung
oleh kecerdasan-kecerdasan lain yang ada pada diri anak tersebut.
Banyak kalangan peneliti menyayangkan minimnya informasi yang kita peroleh
dari pengujian atas kecerdasan intelektual (IQ). Penelitian atas IQ seseorang tidak
memberikan data akurat tentang kemungkinan berhasil atau gagalnya seseorang
dalam menjalani hidup secara umum. Sejak dulu, IQ dipandang sebagai faktor
terkecil dalam memprediksi keberhasilan sesorang dalam menjalankan pekerjaan
atau profesinya. “Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Hunter & Hunter, jika
dibandingkan dengan faktor-faktor lain yang menentukan keberhasilan seseorang
dalam menjalankan pekerjaan dan profesinya, IQ dinilai hanya memberikan andil tak
lebih dari 25%”.1 Kecerdasan merupakan sifat bawaan yang ada dalam setiap diri
manusia. “Tidak ada anak yang tidak cerdas. Semuanya hanya memerlukan latihan
dan proses belajar yang tidak berhenti pada titik tertentu”.2 Kecerdasan yang ada
dalam diri perlu ditingkatkan dan dikembangkan dengan cara memberikan stimulus
yang bisa didapat dari lingkungan.
Kecerdasan tidak melulu tentang IQ, melainkan ada kecerdasan-kecerdasan lain,
salah satunya adalah kecerdasan emosional (Emotional Intelligence-EI) atau
Emotional Quotient-EQ. Pada hakikatnya kecerdasan emosi (Emotional Intelligence-
EI) atau Emotional Quotient-EQ adalah suatu jenis kecerdasan yang memusatkan
perhatiannya dalam mengenali, memahami, merasakan, mengelola, memotivasi diri
1 Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2006), h. 15-16. 2 Tim Pustaka Familia, Warna-warni Kecerdasan Anak dan Pendampingannya, (Yogyakarta:
Kanisius, 2006), h. 62.
2
sendiri dan orang lain serta dapat mengaplikasikan kemampuannya tersebut dalam
kehidupan pribadi dan sosialnya. Kecerdasan emosi sangat penting bagi kehidupan
seseorang. Tanpa kecerdasan emosi, kemampuan untuk memahami dan mengelola
perasaan-perasaan diri sendiri dan orang lain, menghadapi segala macam tantangan,
termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis, serta kesempatan untuk hidup
bahagia dan sukses menjadi sangat tipis.3
Pada kenyataannya, diketahui bahwa saat ini beberapa anak memiliki
kecerdasan emosi yang rendah atau cenderung mengarah pada emosi yang bersifat
negatif, khususnya pada siswa usia MI/ SD. Kecerdasan emosional pada usia MI/ SD
ini memang umumnya masih belum stabil, hanya saja apabila anak yang sudah
menginjak usia 8 tahun atau lebih seharusnya sudah mulai bisa stabil karena anak
usia ini sudah mulai menyadari perbuatan yang disuka atau yang tidak disuka oleh
anggota masyarakat. Berdasarkan hasil pengamatan pada siswa kelas IV di SDN
Grogol Selatan 01 dari lima kelas IV yang umumnya siswa-siswinya berusia 8 tahun
ke atas, ditemukan fakta bahwa sebagian anak yang menjadi siswa kelas IV di SDN
Grogol Selatan 01 tidak memiliki masalah yang berarti. Namun, ada beberapa siswa
yang bertengkar dengan teman sekelas, siswa yang mudah marah karena tersinggung,
siswa yang suka mengejek teman lainnya, siswa yang sering menangis karena ejekan
temannya, suka mengganggu teman sekelasnya sampai dengan siswa yang sering
membuat kegaduhan dalam kelas, serta ada pula siswa yang justru pendiam dan
kurang bersosialisasi dengan temannya.4 Temuan tersebut kemudian diperkuat
dengan keterangan dari wali kelas tentang pernah ada suatu kejadian siswa kelas IV
yang kedapatan membawa senjata tajam. Tentu sikap negatif siswa yang didapati
dalam kelas tersebut kurang sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Kuebli yang
mengungkapkan bahwa ketika seorang anak sudah memasuki masa kanak-kanak
madya dengan rentang usia 5 - 10 tahun harusnya sudah memiliki beberapa
perubahan penting dalam perkembangan emosinya, salah satunya adalah anak sudah
memiliki peningkatan kemampuan untuk menekan atau menutupi reaksi emosional
yang negatif.
3 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
h. 73. 4 CL 01.
3
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa anak-anak yang berada dalam
rentang usia 8 tahun ke atas yang masih memiliki karakteristik emosi negatif yang
berlebihan dapat diartikan anak tersebut memiliki masalah. Namun, pada akhirnya
dari timbulnya masalah tersebut tak jarang sekolah dianggap tidak mampu menjadi
lembaga yang mampu mendidik anak mereka sebagaimana harapan yang telah
dititipkan kepada sekolah tersebut. Sebaliknya, disisi lain sekolah merasa enggan
dianggap sebagai pihak yang bertanggungjawab hal tersebut karena pendidikan anak
bukan sepenuhnya tugas dan tanggungjawab sekolah tetapi justru merupakan tugas
orangtua di rumah karena waktu mereka lebih banyak di rumah ketimbang di
sekolah. Sikap saling menyalahkan dan melempar tanggungjawab seperti ini hanya
akan membuang energi dan pikiran kita sementara anak terus tumbuh dan
berekembang mengikuti perkembangan zaman.
Banyak faktor yang membuat anak menjadi cerdas atau kurang cerdas secara
emosionalnya. Menurut Goleman ada dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan
emosional, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam
keadaan otak emosional individu itu sendiri, sedangkan faktor eksternal merupakan
faktor yang berasal dari luar individu yang dapat berupa lingkungan pendidikan.5
Lingkungan pendidikan bukan hanya sekolah, melainkan ada lingkungan pendidikan
yang bersifat non formal yakni keluarga. “Keluarga adalah lingkungan pendidikan.
Pendidikan di lingkungan keluarga berlangsung sejak lahir. Bahkan setelah dewasa
pun orangtua masih berhak memberikan nasihatnya kepada anak. Oleh karena itu,
peran orangtua sangat strategis dalam memberikan pendidikan nilai kepada anak”.6
Orangtua adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Sikap dan perilaku
orangtua harus mencerminkan akhlak yang mulia. Oleh karena itu orangtua
dianjurkan untuk mengajarkan sesuatu yang baik-baik saja kepada anak mereka.
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abdur Razzaq Sa’id bin Mansur,
5 Daniel Goleman, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional), (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2016), h. 56-57. 6 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orangtua dan Komunikasi dalam Keluarga, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2014), h. 32-33.
4
Rasulullah saw. bersabda:7 “Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan
didiklah mereka dengan budi pekerti yang baik”.
Menurut Thompson, orangtua adalah pihak yang dapat membantu anak
mengatur emosi, tetapi setiap orangtua tentu memiliki cara yang berbeda dalam
mendidik anaknya. “Perbedaan bagaimana cara mendidik anak juga menjadi salah
satu faktor pembentuk kecerdasan emosi tersebut. Penerimaan dan dukungan
orangtua terhadap emosi anak berhubungan dengan kemampuan seorang anak untuk
mengelola emosi dengan cara yang positif”.8 Jadi, orangtua sangat berperan dalam
pembentukan emosi anak dan yang paling utama adalah pola asuh yang seperti apa
yang sudah atau akan diterapkan oleh orangtua untuk anaknya. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Riza Arisandi dan
Melly Latifah tentang Analisis Persepsi Anak Terhadap Gaya Pengasuhan
Orangtua, Kecerdasan Emosional, Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa, yang
menyatakan bahwa gaya pengasuhan orangtua berhubungan nyata positif dengan
kecerdasan emosional. Ini berarti semakin baik gaya pengasuhan orangtua, maka
semakin baik kecerdasan emosional anak. Orangtua yang menerapkan gaya
pengasuhan pelatih emosi mempengaruhi pengelolaan emosi anak. Kemudian dalam
jurnal penelitian yang berjudul Pola Komunikasi Keluarga dan Perkembangan
Emosi Anak oleh Yuli Setyowati juga menerangkan bahwa penerapan pola
komunikasi keluarga sebagai bentuk interaksi antara orangtua dengana anak maupun
antaranggota keluarga memiliki implikasi terhadap proses perkembangan emosi
anak. Dari hasil penelitian terdahulu tersebut telah terbukti bahwa pola asuh orangtua
memiliki pengaruh terhadap tinggi rendahnya kecerdasan emosional anak.
Beberapa fakta yang disebutkan di atas perlu mendapatkan perhatian. Pola asuh
orangtua menjadi faktor penting dalam pembentukan kecerdasan emosional anak.
Seharusnya anak usia sekolah dasar mendapat perhatian dan pengasuhan yang layak
dari orangtua, sehingga sebaiknya orangtua lebih memahami tentang pengaruh pola
asuh yang diterapkan terhadap kecerdasan emosional anak. Setelah melakukan
pengamatan dari data yang diperoleh, maka peneliti tertarik untuk melakukan
7 Ibid., h. 48.
8 Parke (John W Santrock), Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 159.
5
penelitian dengan judul: “Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kecerdasan
Emosional Siswa Kelas IV SDN Grogol Selatan 01”.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian di atas, maka dapat didefinisikan beberapa masalah yang timbul,
antaralain:
1. Beberapa siswa memiliki sikap emosi yang negatif.
2. Beberapa orangtua kurang memperhatikan kecerdasan emosional anaknya.
3. Kurangnya pemahaman orangtua tentang pentingnya kecerdasan emosional.
4. Kurangnya pemahaman sebagian orang tua siswa mengenai pengaruh pola asuh
terhadap kecerdasan emosional anak.
5. Kurangnya pemahaman orangtua tentang jenis pola asuh bagaimana yang tepat
untuk diberikan kepada anaknya.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada emosi
yang terbentuk pada siswa cenderung negatif yang dapat disebabkan oleh kurangnya
pemahaman sebagian orangtua siswa kelas IV SDN Grogol Selatan 01 mengenai
pengaruh jenis pola asuh yang diterapkan orangtua terhadap kecerdasan emosional
anak.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah, maka rumusan permasalahan yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah pola asuh orangtua berpengaruh positif dan signifikan terhadap kecerdasan
emosional siswa kelas IV SDN Grogol Selatan 01?
6
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
Ada atau tidak pengaruh pola asuh yang diterapkan orangtua terhadap kecerdasan
emosional siswa kelas IV SDN Grogol Selatan 01.
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini disusun dengan harapan dapat memberi kegunaan antara lain:
a. Bagi Guru
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi untuk
mengetahui pengaruh pola asuh orangtua terhadap kecerdasan emosional.
Melalui penelitian ini, guru juga diharapkan lebih dapat memahami emosi
siswanya sehingga dapat memaksimalkan proses pembelajaran yang lebih
bermakna dan permanen.
b. Bagi Orangtua
Penelitian ini diharapkan orangtua dapat menerapkan pola asuh yang
tepat untuk mendidik anak sehingga seorang anak dapat memiliki
kecerdasan emosional yang optimal.
c. Bagi Masyarakat
Sebagai referensi untuk kemudian dapat dikaji kembali keefektifannya lebih
mendalam. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
mengenai pengaruh pola asuh orangtua terhadap kecerdasan emosional anak.
Selain itu, penelitian ini dapat juga digunakan sebagai pijakan bagi
penelitian-penelitian lain mengenai pola asuh maupun kecerdasan emosional
anak.
7
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Sebelum dibahas tentang definisi dari kecerdasan emosional, terlebih dahulu
dijelaskan definisi dari emosi. Dilihat dari perspektif Islam, dalam “Al Quran,
memang tidak menunjuk secara langsung kata emosi. Namun, Al Quran banyak
berbicara tentang prilaku manusia dalam beberapa peristiwa. misalnya kata
“Sya’ura” yang dianggap dekat artinya dengan perasaan”.9 Sedangkan menurut
Goleman, “Akar kata emosi adalah movere, kata kerja Bahasa Latin yang berarti
“menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e-“ untuk memberi arti “bergerak
menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak
dalam emosi”.10
Kemudian pernyataan Goleman tersebut diperjelas kembali oleh
Hamzah B. Uno bahwasanya pengertian emosi adalah “perasaan dan pikiran
khas; suatu keadaan biologis dan psikologis; suatu rentang kecenderungan-
kecenderungan untuk bertindak”.11
Santrock mengatakan bahwa emosi adalah
“perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang sedang berada dalam suatu
keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting oleh perilaku yang mewakili
(mengekspresikan) kenyamanan atau ketidaknyamanan dari keadaan atau
interaksi yang sedang dia alami”.12
Pendapat ahli selanjutnya adalah dari Sarlito
Wirawan Sarwono (dalam Yusuf LN, 2010) yang berpendapat bahwa emosi
merupakan “setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif, baik
pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam)”.13
9 Arifin HM, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniyah Manusia, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1997), h. 69. 10
Daniel Goleman, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional), (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2016), h. 7. 11
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2012), h. 116. 12
John W Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 6. 13
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 115.
8
Berdasarkan pandangan beberapa ahli di atas, maka dapat dilihat bahwa
emosi merupakan dorongan untuk bertindak, emosi juga sebagai suatu keadaan
afektif dimana dialaminya perasaan-perasaan yang dapat mempengaruhi perilaku
yang dapat menggambarkan kondisi nyaman atau tidak nyaman akibat interaksi
yang sedang dialami dengan menunjukkan warna afektif seperti kegembiraan
(joy), sedih, takut, benci, terkejut, jijik, amarah, dan cinta.
Dari berbagai macam tipe emosi yang ada, Lewis (dalam Santrock, 2007)
mengklasifikasikan emosi menjadi dua:
(a) Emosi Primer, muncul pada manusia dan juga binatang. Yang
termasuk emosi primer adalah terkejut (surprise), tertarik (interest), senang
(joy), marah (anger), sedih (sadness), takut (fear), dan jijik (disgust).
Semua emosi ini muncul pada enam bulan pertama; (b) Emosi yang
disadari (self-conscious emotions), emosi yang memerlukan kognisi,
terutama kesadaran diri. Yang termasuk jenis emosi ini adalah empati,
cemburu (jealousy), dan kebingungan (embarrassment) yang muncul pada
1½ tahun pertama (setelah timbulnya kesadaran diri), selain itu ada juga
bangga (pride), malu (shame), dan rasa bersalah (guilt) yang mulai muncul
pada 2½ tahun pertama. Dalam mengembangkan set ke-dua dari emosi
yang disadari ini (biasanya disebut emosi evaluatif yang disadari) anak-
anak memperoleh dan dapat menggunakan standar aturan sosial untuk
mengevaluasi perilaku mereka.14
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa berbeda usia, akan
berbeda pula emosi yang muncul. Maka dapat dikatakan pula bahwa emosi pada
orang dewasa tentu akan berbeda dengan emosi pada anak-anak. Emosi yang
dialami pada anak yang telah menginjak usia 2½ tahun keatas adalah emosi
evaluatif yang disadari. Emosi evaluatif yang disadari ini dikatakan oleh
Santrock sangat dipengaruhi oleh respons orangtua terhadap perilaku anaknya.
Sedangkan emosi primer merupakan tahapan perkembangan emosi paling awal
yang dialami oleh seseorang tanpa memerlukan proses kognisi. Emosi primer ada
sejak lahir atau pada tahun pertama kehidupan dan ekspresi emosinya bersifat
universal.
Kemudian William Damon (dalam B. Uno, 2012) juga mengatakan bahwa
ada dua kelompok emosi, yakni emosi negatif dan emosi positif.
14
John W Santrock, op.cit., h. 11-12.
9
Emosi negatif sifatnya dapat memotivasi anak-anak untuk belajar dan
mempraktikkan perilaku-perilaku prososial, termasuk takut dihukum,
kekhawatiran tidak diterima oleh orang lain, rasa bersalah apabila gagal
memenuhi harapan seseorang, malu apabila ketahuan berbuat sesuatu yang
tidak dapat diterima oleh orang lain. Sementara emosi positif akan
membentuk moral pada anak berupa empati dan apa yang disebut dengan
naluri pengasuhan, yang meliputi kemampuan untuk menyayang.15
Sejalan dengan pendapat tersebut, Lazarus (dalam Mashar, 2011) juga
membedakan kondisi emosi dalam dua kategori, yaitu emosi positif dan emosi
negatif.
Emosi negatif yang berasal dari hubungan yang mengancam atau kondisi
yang menyakitkan, serta emosi positif yang berasal dari suatu kondisi yang
menguntungkan. Reaksi emosi negatif terdiri dari marah, kecemasan, rasa
malu atau bersalah, kesedihan, cemburu, dan jijik. Adapun reaksi emosi
positif terdiri dari kebahagiaan, rasa senang, bangga, cinta, pengharapan,
dan perasaan terharu atau belas kasihan.16
Oleh karena itu, sebagai individu tentu memiliki perberbedaan emosi mana
yang telah atau sedang dikembangkan dalam dirinya, apakah emosi positif atau
negatif. Meskipun seseorang berada dalam rentang usia yang sama, tetapi
perbedaan emosi yang dominan dalam diri seseorang sudah pasti ada, terlebih
pada masa kanak-kanak yang masih sangat tergantung pada situasi dan
lingkungan yang membentuk emosinya. Menurut Mashar, variasi emosi pada
masing-masing anak berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh enam hal: keadaan
fisik anak, reaksi sosial terhadap perilaku emosional, kondisi lingkungan, jumlah
anggota keluarga, cara mendidik anak, dan status sosial ekonomi keluarga.17
Dari pembagian jenis-jenis emosi di atas, dapat diketahui bahwa emosi
memiliki berbagai macam tipe, baik yang disadari atau yang memerlukan proses
kognisi, maupun yang mendasar yang sudah dimiliki manusia sejak lahir.
Beberapa ahli juga mengategorikan emosi menjadi dua, yakni emosi positif dan
emosi negatif. Beragamnya tipe emosi menjadi warna tersediri dalam kehidupan
15
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2012), h. 108. 16
Riana Mashar, Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2011), h. 31. 17
Ibid., hlm. 26-27.
10
sehari-hari seseorang dan dapat menggambarkan karakter dari seseorang. Berikut
penjelasan lebih lengkap mengenai beberapa tipe emosi yang muncul dari bagian
otak emosional antara lain:18
a. Emosi yang digolongkan ke dalam senang dan tidak senang memiliki
rentang (span) yang panjang dalam intensitas. Misalnya, senang
karena puas dengan ekspektasi, sedih karena tidak suka, karena
berkekurangan, takut karena diancam akan ditodong dan sebagainya;
b. Senang (joy), merupakan kebanggaan dan respons cepat yang
berhubungan dengan pencapaian tujuan dan pemenuhan kebutuhan.
Senang ini selalu mengurangi tensi yang menyertai daya dorongan
suatu rangsangan;
c. Sedih (sorrow), lawan dari senang, menjadi melempem, lemah
merespons. Ini disebabkan tidak tercapai apa yang diinginkan,
biasanya diikuti oleh suatu rasa kehilangan atau menjadi tidak
terkontrol;
d. Marah (anger), kejengkelan ketika arah dan tujuan perbuatan dilarang
atau dikecewakan, dan ini biasanya sangat rentan terhadap pengaruh
komulatif (dendam). Masyarakat umumnya lebih mengekspresikan
marah daripada emosi, perasaan takut yang terekspresikan dengan
marah dapat menimbulkan kerusakan atau pembantaian;
e. Takut (fear), merupakan reaksi umum terhadap yang tidak
diharapkan, tidak dikenal, dan rangsangan yang sangat kuat dalam
merusak situasi biasanya. Banyak rasa takut yang dianggap sebagai
bawaan, seperti takut gelap, takut sesuatu yang asing, dan sebagainya.
Rangsangan yang sama bisa menimbulkan marah atau takut dalam
takaran emosi yang sama;
f. Tanggapan mengejutkan (startle response), merupakan reaksi takut
yang khusus terhadap kejadian intern yang tiba-tiba. Orang yang
terkejut reaksinya bisa bermacam-macam dalam waktu bersamaan,
seperti membelalakkan mata, buka mulut, pegang kepala, dan menarik
leher;
g. Cinta (love), melibatkan peran orang lain dan biasanya akan
meningkat apabila orang lain itu membalas cintanya. Dalam beberapa
hal, adanya perasaan cinta biasanya diikuti oleh aktivitas dalam diri/
jeroan yang jelas, seperti meningkatnya denyut jantung/ hati, tekanan
darah, dan respirasi (penguapan/ berkeringat);
h. Benci (hate), berhubungan dengan penyerangan seseorang yang
membencinya, biasanya secara aktif akan cenderung menyerang objek
yang dibencinya. Situasi benci yang mencolok adalah upaya yang
mencoba merusak pola kehidupan seseorang, merusak pandangan
hidupnya, dan mendiskreditkan kepercayaannya. Benci diri sendiri,
cemburu dan kefanatikan adalah bentuk-bentuk lain dari marah;
18
Hamzah B. Uno, op.cit., h. 119.
11
i. Mood, adalah kondisi emosional yang lebih lama daripada emosi itu
sendiri dan biasanya tidak terlalu intens seperti emosi;
j. Temperamen, adalah reaksi emosional yang ajeg (persistent) yang
merupakan karakteristik seseorang.
Pada saat terjadi emosi, akan terjadi aktivitas dalam diri yang meluas dan
dapat mempengaruhi keseluruhan proses dan perilaku yang dapat diamati.
Perilaku emosional tersebut ditentukan oleh adanya pengaruh kompleksnya
masalah yang dihadapi dan keturunan (heredity), serta pengkondisian
(conditioning).19
Kompleksnya masalah yang dihadapi adalah berbagai macam
masalah yang sedang dihadapi oleh seseorang, misalnya saat seorang anak
mendapat nilai ulangan harian yang jelek di sekolah, tentu ini merupakan
masalah yang dihadapi anak karena harapan orangtuanya adalah mendapat nilai
yang bagus. Hal ini memicu munculnya perilaku emosional sedih atau takut pada
anak. Pengaruh lainnya adalah Keturunan (heredity), merupakan sifat bawaan
yang diwariskan dari orangtua kepada anaknya. Apabila orangtua memiliki
perilaku emosional yang dominan negatif, maka kemungkinan besar anak akan
menurunkan perilaku emosional tersebut. Sedangkan pengkodisian
(conditioning) adalah bagaimana situasi dan kondisi dari lingkungan sekitarnya
sebagai stimulus untuk membentuk perilaku emosional.
Setelah diketahui definisi dari emosi dan pengelompokkan jenisnya,
kemudian dijabarkan definisi kecerdasan emosional yang menjadi pokok bahasan
utama dalam penelitian ini. Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan
pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John
Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas
emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas ini
antara lain: (a) empati, (b) mengungkapkan dan memahami perasaan, (c)
mengendalikan amarah, (d) kemandirian, (e) kemampuan menyesuaikan diri, (f)
diskusi, (g) kemampuan memecahkan masalah anatarpribadi, (h) ketekunan, (i)
kesetiakawanan, (j) keramahan, dan (k) sikap hormat.20
Seiring waktu dan
perkembangan zaman, banyak peneliti yang kemudian tertarik dengan kajian
19
Hamzah B. Uno, op.cit., h. 117. 20
Hamzah B. Uno, op.cit., h. 102.
12
kecerdasan emosional yang kemudian menjadi pakar kecerdasan emosional
terkenal.
Mashar menjelaskan bahwa Kecerdasan Emosional adalah kemampuan
untuk mengenali, mengolah dan mengontrol emosi agar anak mampu merespons
secara positif setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi.21
Sedangkan Makmun Mubayidh mengatakan bahwa Kecerdasan Emosional (EQ)
adalah kemampuan untuk menyikapi pengetahuan-pengetahuan emosional dalam
bentuk menerima, memahami dan mengelolanya.22
Goleman (dalam Hartono,
2012: 8) mendefinisikan Kecerdasan Emosional sebagai kecerdasan yang terkait
dengan yang kita temui sehari-hari. Kecerdasan Emosional (EQ) juga
berhubungan dengan kemampuan kita untuk memahami, mengelola emosi kita
sendiri. Jadi, kecerdasan emosional (EQ) adalah sebagai kesanggupan untuk
memperhitungkan atau menyadari situasi tempat kita berada, untuk membaca
emosi orang lain dan emosi kita sendiri, serta untuk bertindak dengan tepat.23
EQ
anak-anak akan meningkat sejalan dengan meningkatnya usia, tetapi tidak
demikian halnya dalam hubungan dengan kebenaran.24
Pada saat kita mendefinisikan kecerdasan emosional, sebenarnya kita
sedang membicarakan potensi kecerdasan emosional yang oleh
cendekiawan muslim kuno disebut “kekuatan”. Artinya, kita sedang
membicarakan potensi kecerdasan. Potensi memerlukan kesempatan untuk
ditampakkan dan dikuatkan secara nyata. Sejak dilahirkan, manusia
mempunyai kemampuan menulis dan membaca dengan kekuatan. Hanya
saja, setelah ia belajar, maka ia benar-benar bisa menulis dan membaca
secara nyata. Misalnya, terkadang kita suka berbicara tentang kecerdasan
bayi yang sedang menyusu, padahal ia sendiri belum bisa menulis,
membaca atau mengikuti ujian kecerdasan. Kecerdasan sang bayi belum
tampak karena ia belum diberikan kesempatan untuk mengembangkan
kecerdasan yang memungkinkan kita untuk menilainya.25
21
Riana Mashar, Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2011), h. 60. 22
Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2006), h. 7. 23
Andreas Hartono, EQ Parenting, Cara Praktis ,Menjadi Orangtua Pelatih Emosi, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 8. 24
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2012), h. 109. 25
Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2006), h. 10.
13
Anak kecil sebenarnya mempunyai potensi kecerdasan emosi yang tinggi.
Hanya saja, potensi ini tidak berkembang dengan baik karena orangtua si anak
mengabaikannya, atau karena pengaruh buruk yang diberikan oleh orang-orang
yang berada disekitar anak. Salah satu ciri orang yang cerdas emosinya adalah
banyaknya kosakata emosi yang dimilikinya. Kemudian, ia bisa menggunakan
kosakata itu untuk menyebut emosi tertentu dengan benar. Selain itu, ia juga
mampu menggunakan kosakata itu dalam berhubungan dengan emosi dirinya
sendiri dan oranglain.26
Seperti yang diungkapkan teori yang terkenal yaitu teori
tabularasa, dimana anak dianggap sebagai kertas putih yang masih kosong maka
anak akan tumbuh tergantung pada goresan apa yang diukir dalam kertas
tersebut. Begitupun kecerdasan emosi dalam diri anak tidak terbentuk begitu saja
melainkan ada campur tangan dari orang-orang yang ada di lingkungan sekitar si
anak tersebut, kemudian kecerdasan emosi tersebut dapat digunakan untuk
memahami emosinya sendiri serta emosi orang lain dalam situasi dan kondisi
tertentu secara tepat.
Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan definisi kecerdasan
emosional merupakan kecakapan individu dalam mengenali, memahami emosi
dirinya sendiri dan membaca emosi orang lain serta kemampuan mengelola
emosi sendiri dengan cara mengontrol emosi negatif dan merespon emosi orang
lain dengan tepat pada situasi yang tepat.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Menurut Goleman ada dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan
emosi yaitu faktor internal dan faktor eksternal:27
a. Faktor internal
Merupakan faktor yang timbul dari dalam individu yang dipengaruhi
oleh keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi
26
Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2006), h. 10. 27
Daniel Goleman, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional), (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2016), h. 56-57.
14
oleh keadaan amigadala, neokorteks, sistem limbic, lobus prefrontal dan
hal lain yang ada pada otak emosional.
b. Faktor eksternal
Merupakan faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi
individu untuk mengubah sikap. Pengaruh luar yang bersifat
individu dapat secara perorangan ataupun kelompok. Pengaruh dari
luar juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara
misalnya media massa maupun media elektronik.
Jika sebelumnya telah disebutkan pula bahwa perilaku emosional
dipengaruhi oleh keturunan (heredity) serta pengkondisian (conditioning)
oleh Lawrence (dalam B. Uno, 2012: 120), maka Atkinson (dalam B. Uno,
2012: 120) lebih lanjut menjelaskan bahwa perkembangan emosi seseorang
dapat disebabkan karena empat hal, yakni keturunan, kematangan,
kesukacitaan serta stimulus dari luar yang menimbulkan reaksi emosional,
maksudnya adalah ketepatan dalam memberikan reaksi, dan tingkah laku
seseorang, merupakan hasil belajar (learning).28
Ini artinya perkembangan
emosional seseorang juga ditentukan oleh sebab-sebab belajar. Belajar
terdiri dari banyak lingkungan yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.
Dalam hal ini lingkungan menjadi stimulus eksternal yang memicu
emosional, salah satunya adalah lingkungan keluarga yang menjadi
lingkungan awal belajar seseorang dijadikan sebagai tempat terbentuknya
ingatan emosional yang pertama dan terkuat, dan disanalah ingatan itu terus
berkembang. Orangtua memiliki sebuah peluang yang luar biasa untuk
mempengaruhi kecerdasan emosional anak-anak mereka dengan menolong
mereka mempelajari tingkah laku yang menghibur diri sejak masa bayi.
“Lingkungan keluarga yang mendukung juga dapat berkontribusi pada
pengembangan sumber daya disposisional yang berhasil mengatur fungsi
emosional dan perilaku seluruh jangka hidup dan mewakili rute tambahan
28
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2012), h. 120.
15
yang melindungi kesehatan mental dan fisik”.29
Oleh karena itu bagaimana
cara orangtua mengasuh anaknya, atau pola asuh orangtua yang diterapkan
selama masa perkembangan dapat dikatakan penting dalam membangun
kecerdasan emosional.
3. Ciri-ciri Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi
Kecerdasan emosional dalam diri seseorang dapat diamati melalui ciri-
ciri yang khas pada tampilan setiap individu. Begitu pun pada anak, kita
dapat melihat apakah anak tersebut memiliki kecerdasan emosional tinggi
atau rendah. Berbagai penelitian dalam bidang psikologi anak telah
membuktikan bahwa anak-anak yang memiliki kecerdasan emosi yang
tinggi adalah anak-anak yang bahagia, percaya diri, populer, dan lebih
sukses di sekolah. Mereka lebih mampu menguasai gejolak emosi, menjalin
hubungan yang manis dengan orang lain, dapat mengelola stres, dan
memiliki kesehatan mental yang baik.30
Sedangkan Lawrence mengatakan
bahwa kecerdasan emosional anak dapat dilihat pada: (a) keuletan, (b)
optimisme, (c) motivasi diri, dan (d) antusisme.31
Dari pendapat tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa memang benar kecerdasan emosional pada
anak dapat diamati melaui beberapa ciri seperti yang disebutkan di atas.
Daniel Goleman juga mengungkapkan bahwa ciri seseorang yang
memiliki kecerdasan emosi tinggi yaitu:32
(a) sosial mantap, (b) mudah
bergaul dan jenaka, (c) tidak mudah takut dan gelisah, (d) berkemampuan
besar untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau permasalahan, (e)
memikul tanggung jawab dan mempunyai pandangan moral, (f) simpatik
dan hangat dalam berhubungan, (g) merasa nyaman dengan dirinya sendiri,
orang lain maupun pergaulannya, dan memandang dirinya secara positif.
29 Rena L. Repetti, Shelley E. Taylor, and Teresa E. Seeman, Risky Families: Family Social
Environments and the Mental Psychological Health of Offspring, (University of California, Los
Angeles: Psychological Bulletin, 2002), vol. 128, No. 2, 330 –366. 30
Riana Mashar, Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2011), h. 60. 31
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2012), hlm 101. 32
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 60-61.
16
Berdasarkan ciri-ciri yang telah dikemukakan, maka diharapkan orang tua
dan guru dapat mengindikasikan kepada anak-anak apakah ciri-ciri tersebut
telihat pada anak atau tidak, sehingga dapat diketahui mana anak yang
memiliki kecerdasan emosi tinggi dan rendah. Kemudian, dari hal tersebut
sebaiknya orang tua dan guru mengoptimalkan pengajaran bagi anak
sehingga terbentuklah kecerdasan emosional yang tinggi pada anak.
4. Karakteristik Perkembangan Emosional Siswa Kelas IV MI/
SD
Menurut Syamsu Yusuf, anak yang telah matang untuk memasuki masa
usia sekolah dasar adalah pada usia 6 atau 7 tahun. Kemudian masa ini
diperinci lagi menjadi dua fase, yaitu masa kelas rendah (kelas I – III) dari
usia 6 atau 7 tahun sampai usia 9 atau 10 tahun, masa kelas tinggi (kelas IV
– VI) kira-kira dari usia 9 atau 10 tahun sampai usia 12 atau 13 tahun. Dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud siswa kelas IV MI/ SD adalah anak yang
berada pada rentang usia 9 atau 10 tahun. Menurut Santrock apabila anak
usia tersebut dikategorikan dalam masa perkembangan emosi, maka siswa
kelas IV MI/ SD masuk dalam kategori masa kanak-kanak madya, karena
menurutnya perkembangan emosi terbagi dalam empat masa, yakni masa
bayi, masa kanak-kanak awal (2 - 4 tahun), masa kanak-kanak madya dan
akhir (5 - 10 tahun), serta masa remaja.
Syamsu Yusuf juga mengatakan karakteristik anak yang sudah
menginjak usia sekolah dasar (6 - 12 tahun) mulai menyadari bahwa
pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh
karena itu, anak mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi
emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan
dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orangtua
dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh.33
Sedangkan
menurut Santrock ciri perkembangan anak pada rentang usia 5 - 10 tahun
33
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 181.
17
antara lain yakni: (a) anak sudah mulai menunjukkan peningkatan kesadaran
dalam mengontrol dan mengatur emosi untuk memenuhi standar sosial, (b)
anak semakin paham tentang emosi kompleks, seperti rasa bangga dan rasa
malu serta anak mulai menyadari ada beberapa emosi berbeda yang dapat
diekspresikan dalam sebuah situasi tertentu, (c) anak semakin mampu
mempertimbangkan kejadian-kejadian yang dapat menyebabkan reaksi
emosi, menekan dan memendam emosi mereka, (d) anak mampu menyusun
strategi untuk mengalihkan emosi.34
Selanjutnya Kuebli menyatakan bahwa seseorang yang berada dalam
perkembangan emosi pada masa kanak-kanak madya dan akhir (5 – 10
tahun) telah menunjukkan beberapa perubahan yang penting, yaitu: (a)
peningkatan kemampuan untuk memahami emosi kompleks, misalnya
kebanggan dan rasa malu. Emosi-emosi ini menjadi lebih terinternalisasi
(self-generated) dan terintegrasi dengan tanggungjawab personal; (b)
peningkatan pemahaman bahwa mungkin saja seseorang mengalami lebih
dari satu emosi dalam situasi tertentu; (c) peningkatan kecenderungan untuk
lebih mempertimbangkan kejadian-kejadian yang menyebabkan reaksi
emosi tertentu; (d) peningkatan kemampuan untuk menekan atau menutupi
reaksi emosional yang negatif; (e) penggunaan strategi personal untuk
mengalihkan perasaan tertentu, seperti mengalihkan atensi atau pikiran
ketika mengalami emosi tertentu.35
Karakteristik selanjutnya diungkapkan oleh Makmun Mubayidh bahwa
anak pada usia antara 9 hingga 10 tahun, perhatiannya pada permainan
imajiner akan berkurang. Ia akan bertambah agresif dalam menekan teman-
temannya. Karena ia mulai mempunyai perasaan bersalah, terkadang ia tidak
membutuhkan oranglain yang menunjukkan benar atau salahnya suatu
perbuatan.36
Pada usia ini anak juga mulai menyadari perbuatan yang tidak
disuka oleh anggota masyarakat dan juga yang disuka oleh masyarakat
34
John W Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 48. 35
Ibid., h. 18. 36
Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2006), h. 66-67.
18
sehingga anak lebih bisa mengendalikan ungkapan emosi yang kurang dapat
diterima. Pada usia 8 tahun ke atas reaksi kemarahan juga sudah mulai
menurun.
Lebih lanjut Eisenberg (dalam Santrock, 2007: 48) mengatakan ada
beberapa trend yang berhubungan dengan pengaturan emosi selama masa
kanak-kanak, diantaranya adalah (a) berasal dari sumber daya eksternal ke
internal. Ketika anak bertambah usia, mereka mulai melakukan pengaturan
mandiri (self regulation) terhadap emosi mereka; (b) strategi kognitif.
Strategi kognitif untuk pengaturan emosi, seperti berpikir positif tentang
suatu situasi, penghindaran kognitif, dan pengalihan atau pemfokusan atensi,
yang berkembang seiring dengan pertambahan usia; (c) rangsangan emosi
(emotional arousal). Seiring dengan kedewasaan, seorang anak akan dapat
mengontrol rangsangan emosinya (misalnya mengontrol rasa marah); (d)
memilih dan mengatur konteks dan hubungan. Seiring dengan bertambahnya
usia, anak akan dapat memilih dan mengatur situasi dan hubungan sosial
sehingga mengurangi emosi negatif; (e) coping terhadap stres. Dengan
bertambahnya usia, anak-anak akan lebih mampu untuk mengembangkan
strategi coping stress yang lebih baik.37
Dari penjabaran karakteristik yang diungkapkan oleh deberapa ahli di
atas merupakan bentuk ideal karakteristik perkembangan emosional anak
usia MI/ SD khususnya pada siswa kelas IV. Hal ini dapat diartikan bahwa
anak usia MI/ SD khususnya pada jenjang kelas IV dalam karakterisktik
perkembangan emosionalnya seharusnya sudah mulai dapat mengontrol
kondisi emosionalnya agar dapat diterima di lingkungan sosialnya dengan
cara mengalihkan dan menutupi reaksi emosional tertentu yang sekiranya
tidak dapat diterima orang lain, reaksi kemarahan juga sudah mulai menurun
dikarenakan pemahaman emosional anak yang sudah lebih tinggi
dibandingkan dengan masa sebelumnya.
Berbicara mengenai karakteristik perkembangan kecerdasan emosional
tentu tidak lepas dari unsur-unsur kecerdasan emosi yang digunakan sebagai
37
John W Santrock, op.cit., h. 9.
19
acuan untuk diturunkan menjadi beberapa indikator berupa karakteristik
perilaku yang dapat diamati secara langsung. Kecerdasan emosional
dikatakan oleh Goleman memiliki unsur-unsur yang terdiri dari lima aspek.
Kemudian aspek tersebut dijabarkan oleh Syamsu Yusuf dalam pemetaan
yang sistematis berdasarkan aspek/ unsur dan ciri-ciri kecerdasan emosi,
yang ditunjukkan dalam tabel 2.1.
Kecerdasan emosi memiliki beberapa aspek yang mempengaruhi
kecerdasan emosi, kemudian aspek tersebut dapat dilihat melalui
karakteristik yang dapat diamati secara langsung. Beberapa karakteristik
perilaku dari masing-masing aspek kecerdasan emosi tersebut diuraikan
pada tabel berikut:38
Tabel 2.1. Unsur-Unsur Kecerdasan Emosi
Aspek Karakteristik Perilaku
1. Kesadaran diri a. Mengenal dan merasakan emosi sendiri b. Memahami penyebab perasaan yang timbul
c. Mengenal pengaruh perasaan
terhadap tindakan
2. Mengelola emosi a. Bersikap toleran terhadap frustasi dan mampu
mengelola amarah secara lebih baik b. Mampu mengungkapkan amarah dengan
tepat tanpa harus berkelahi
c. Dapat mengendalikan perilaku agresif yang
merusak diri sendiri dan orang lain
d. Memiliki perasaan yang positif tentang
diri sendiri, sekolah, dan keluarga
e. Memiliki kemampuan untuk
mengatasi ketegangan jiwa (stress)
f. Dapat mengurangi perasaan kesepian
dan cemas dalam pergaulan
3. Memanfaatkan emosi secara produktif
a. Memiliki rasa tanggung jawab b. Mampu memusatkan perhatian pada
tugas yang dikerjakan
c. Mampu mengendalikan diri dan
tidak bersiafat impulsif
4. Empati a. Mampu menerima sudut pandang orang lain b. Memiliki sikap emosi atau kepekaan
terhadap perasaan orang lain
c. Mampu mendengarkan orang lain
38
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 113-114.
20
5. Membina hubungan a. Memiliki pemahaman dan kemampuan
untuk menganalisis hubungan dengan orang
lain
b. Dapat menyelesaikan konflik dengan orang
lain
c. Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi
d. Memiliki sikap bersahabat atau mudah
bergaul
e. Memiliki sikap tenggangrasa atau pehatian
f. Memperhatikan kepentingan sosial (senang
menolong orang lain) dan dapat hidup selaras
dengan kelompok
g. Bersikap senang berbagi rasa dan bekerja
sama
h. Bersikap demokratis dalam bergaul dengan
orang lain.
Dari kelima aspek tersebut empati dianggap menjadi faktor dalam
semua aspek perilaku, dan itu juga telah dikaitkan dengan ekspresi
emosional anak-anak.39 Empati dalam hal ini diantaranya adalah anak dapat:
suka menolong orang lain, tidak egois, membaca pesan orang lain, baik yang
diutarakan langsung dengan kata-kata maupun tidak.40
Penjabaran
karakteristik di atas dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian terkait
dengan kecerdasan emosional seseorang.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan emosional terdiri dari beberapa aspek yang dapat diamati, aspek
tersebut yaitu kesadaran diri, mengelola emosi, memanfaatkan emosi secara
produktif, empati, dan membina hubungan, jadi seseorang yang memiliki
kecerdasan emosional adalah seseorang yang memiliki kecakapan individu
dalam mengenali, memahami emosi dirinya sendiri dan dapat membaca
emosi orang lain serta kemampuan mengelola emosi sendiri dengan cara
mengontrol emosi negatif dan merespon emosi orang lain dengan tepat pada
situasi yang tepat.
39
Janet Strayer, Simon Fraser University, and William Roberts, Children’s Anger, Emotional
Expressiveness, and Empathy: Relations with Parents’ Empathy, Emotional Expressiveness, and
Parenting Practices, (University College of the Cariboo: Blackwell Publishing, 2004), vol. 13. 40
Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2006), h. 23.
21
B. Pola Asuh Orangtua
1. Pengertian Pola Asuh Orangtua
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Pola adalah corak,
model, sistem, atau cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Ketika pola diberi
arti bentuk/ struktur yang tetap, maka hal itu semakna dengan istilah “kebiasaan”.
Asuh yang berarti mengasuh, satu bentuk kata kerja yang bermakna menjaga,
merawat, mendidik, membimbing, membantu, melatih, dan sebagainya.41
Ketika
mendapat awalan dan akhiran, kata asuh memiliki makna yang berbeda.
Pengasuh berati orang yang mengasuh, wali (orang tua, dan sebagainya).
Pengasuhan berarti proses, perbuatan, cara pengasuhan. Kata asuh mencakup
segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan dan
bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.42
Arti pola yang cocok dan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
model atau kebiasaan. Bagaimana model yang diterapkan sehingga menjadi suatu
hal yang biasa dilakukan dan menjadi kebiasaan. Sedangkan kata asuh yang
dimaksud yakni mendidik. Bagaimana seseorang dalam mendidik. Jadi, pola asuh
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara/ kebiasaan seseorang dalam
melakukan proses pendidikan (mendidik).
Orangtua adalah ayah, ibu kandung, (orang tua-tua) orang yang dianggap tua
(cerdik, pandai, ahli, dan sebagainya); orang-orang yang dihormati (disegani) di
kampung.43
Dalam konteks keluarga, tentu saja orangtua yang dimaksud adalah
ayah dan ibu kandung dengan tugas dan tanggungjawab mendidik anak dalam
keluarga. Jadi, orangtua yang dimaksud disini adalah ayah dan ibu kandung yang
ada dalam satu keluarga yang memiliki tanggungjawab dalam mendidik anak.
Kualitas dan intensitas pola asuh orangtua bervariasi dalam mempengaruhi
sikap dan mengarahkan perilaku anak. Bervariasinya kualitas dan intensitas pola
41
Hasanatul Jannah, Bentuk Pola Asuh Orantgtua Dalam Menanamkan Perilaku Moral Pada
Anak Usia Dini Di Kecamatan Ampek Angkek Vol I No. 1, (Padang: Pesona PAUD, 2012), h. 3. 42
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orangtua dan Komunikasi dalam Keluarga, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2014), h. 50-51. 43
Hasanatul Jannah, loc.cit.
22
asuh itu dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan orangtua, mata pencaharian
hidup, keadaan sosial ekonomi, adat istiadat, suku bangsa dan sebagainya.
Pola asuh orangtua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan
bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan
oleh anak dan bisa memberi efek negatif maupun positif. Orangtua memiliki cara
dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola
tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya.
Pola asuh orangtua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua dan
anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan
pengasuhan. Dalam memberikan kegiatan pengasuhan ini, orangtua akan
memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan
terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku dan kebiasaan orangtua selalu
dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar
atau tidak sadar akan diresapi, kemudian menjadi kebiasaan bagi anak-anaknya.44
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh
orangtua adalah kebiasaan orangtua, yakni ayah dan atau ibu sebagai sebuah
institusi keluarga yang disebut nuclear family baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan melakukan interaksi terhadap anak, yang meliputi kegiatan
seperti memelihara, menjaga dengan cara merawat dan mendidiknya,
membimbing dengan cara membantu, melatih dan sebagainya, serta
mendisplinkan dalam mencapai proses kedewasaan.
2. Macam-macam Pola Asuh Orangtua
Pola asuh orangtua sangat bervariasi. Diana Baumrind membagi macam-
macam pola asuh berdasarkan dua dimensi responsiveness dan demandingness.45
a. Responsiveness atau tanggapan
Dimensi berkenaan dengan sikap orangtua yang menerima, penuh kasih
sayang, memahami, mau mendengarkan, berorientasi pada kebutuhan anak,
44
Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., h. 51-52. 45
Martinez dan Garcia, Impact of Parenting Styles on Adolescents’ Self-Esteem and
Internalization of Values in Spain. The Spanish Journal of Psychology, Vol. 10. No. 2. (Spain:
Departemento de Psicologia, 2007), h. 339.
23
menentramkan dan sering memberikan pujian. Pada keluarga yang
orangtuanya menerima dan tanggap dengan anak-anak, sering terjadi diskusi
terbuka dan sering terjadi proses memberi dan menerima, seperti saling
mengekspresikan kasih sayang dan simpati.
b. Demandingness atau tuntutan
Kasih sayang dari orangtua tidaklah cukup untuk mengarahkan
perkembangan sosial anak secara positif. Kontrol orangtua dibutuhkan untuk
mengembangkan anak agar menjadi individu kompeten, baik secara sosial
maupun intelektual. Ada orangtua yang membuat standar tinggi untuk anak
dan mereka menuntut agar standar tersebut dipenuhi anak (demanding).
Namun ada juga orangtua menuntut sangat sedikit dan jarang sekali
berusaha untuk mempengaruhi tingkah laku anak (undemanding).
Dari kedua dimensi besar tersebut, maka pola pengasuhan menurut
Baumrind terbagi menjadi empat macam yaitu:46
1) Authoritative, yaitu pola pengasuhan dengan orangtua yang tinggi tuntutan
(demandingness) dan tanggapan (responsiveness). Ciri dari pengasuhan
authoritative menurut Baumrind yaitu:47
(1) bersikap hangat namun tegas, (2)
mengatur standar agar dapat melaksanakannya dan memberi harapan yang
konsisten terhadap kebutuhan dan kemampuan anak, (3) memberi
kesempatan anak untuk berkembang otonomi dan mampu mengarahkan diri,
namun anak harus memiliki tanggung jawab terhadap tingkah lakunya, dan
(4) menghadapi anak secara rasional, orientasi pada masalah-masalah
memberi dorongan dalam diskusi keluarga dan menjelaskan disiplin yang
mereka berikan.
2) Indulgent, yaitu pola pengasuhan dengan orang tua yang rendah pada
tuntutan (demandingness) namun tinggi pada tanggapan (responsiveness).
Ciri dari pengasuhan indulgent menurut Baumrind yaitu:48
(1) sangat
menerima anaknya dan lebih pasif dalam persoalan disiplin, (2) sangat sedikit
46
Ibid. 47
Miftahul Jannah, Pola Pengasuhan Orangtua dan Moral Remaja Dalam Islam, Vol 1, No. 1.
(Banda Aceh, 2015), h. 65-66. 48
Ibid.,h. 66.
24
menuntut anak-anaknya, (3) memberi kebebasan kepada anaknya untuk
bertindak tanpa batasan, dan (4) lebih senang menganggap diri mereka
sebagai pusat bagi anak- anaknya, tidak peduli anaknya menganggap atau
tidak.
3) Authoritarian, yaitu pola pengasuhan dengan orang tua yang tinggi
tuntutan (demandingness) namun rendah tanggapan (responsiveness). Ciri
pengasuhan authoritarian menurut Baumrind yaitu:49
(1) memberi nilai
tinggi pada kepatuhan dan dipenuhi permintaannya, (2) cenderung lebih
suka menghukum, bersifat absolut dan penuh disiplin, (3) orang tua meminta
anaknya harus menerima segala sesuatu tanpa pertanyaan, (4) aturan dan
standar yang tetap diberikan oleh orang tua dan (5) mereka tidak mendorong
tingkah laku anak secara bebas dan membatasi anak.
4) Neglectful, yaitu pola pengasuhan dengan orang tua yang rendah dalam
tuntutan (demandingness) maupun tanggapan (responsiveness). Ciri
pengasuhan neglectful sama halnya dengan indeferent (acuh tak acuh) yaitu:
(1) sangat sedikit waktu dan energi saat harus berinteraksi dengan anaknya,
(2) melakukan segala sesuatu untuk anaknya hanya secukupnya, (3) sangat
sedikit mengerti aktivitas dan keberadaan anak, (4) tidak memiliki minat
untuk mengerti pengalaman anaknya di sekolah atau hubungan anak dengan
temannya, (5) jarang bertentangan dengan anak dan jarang
mempertimbangkan opini anak saat orang tua mengambil keputusan, dan (6)
bersifat “berpusat pada orang tua” dalam mengatur rumah tangga, di sekitar
kebutuhan dan minat orang tua.
Syamsu Yusuf menarik kesimpulan dari empat pola asuh yang dikemukakan
Baumrind tersebut menjadi tiga pola asuh yaitu pola asuh authoritarian
(otoriter), permissive (permisif) dan authoritative (otoritatif).50
Menurut
Baumrind, pola asuh authoritarian ini menekankan pada kontrol dan kepatuhan
yang tidak boleh dipertanyakan oleh anak, orangtua berusaha membuat anaknya
melakukan rangkaian standar yang sudah dibuat dan menghukum semena-mena
49
Ibid., h. 67. 50
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006), h. 51.
25
dan dengan paksa jika anak melanggar. Orangtua cenderung terpisah dengan
abak dan kurang hangat daripada orangtua lainnya. Anak mereka cenderung
menarik diri, tidak percaya dan tidak berkomunikasi dengan orangtua. Anak
cenderung tidak senang, menarik diri, dan tidak percaya.51
Kemudian, pola asuh permissive memiliki ciri 1) sikap “acceptance”
tinggi, namun kontrolnya rendah, dan 2) memberi kebebasan kepada anak untuk
menyatakan dorongan/ keinginannya. Berusaha menerima dan mendidik sebaik
mungkin, tetapi cenderung sangat pasif ketika sampai ke masalah penetapan
batas-batas atau menanggapi ketidakpatuhan.52
Jadi pola asuh permisif yaitu
orang tua serba membolehkan anak berbuat apa saja. Orang tua membebaskan
anak untuk berperilaku sesuai dengan keiginannya sendiri. Orang tua memiliki
kehangatan dan menerima apa adanya. Kehangatan, cenderung memanjakan,
dituruti keinginannya. Sedangkan menerima apa adanya akan cenderung
memberikan kebebasan kepada anak untuk berbuat apa saja.
Pola asuh authoritative menekankan pada individualitas anak, tetapi juga
tidak meninggalkan aturan sosial. Orangtua memiliki kepercayaan diri pada
kemampuan mereka untuk mengarahkan anak, tetapi mereka juga menghargai
keputusan, keinginan, opini, dan pribadi anak. Mereka mencintai dan menerima
anak, tapi juga meminta anak berperilaku yang baik dan tegas mengelola standar
yang telah dibuat.53
Pola asuh otoritatif/ demokratis adalah gabungan antara pola
asuh permisif dan otoriter dengan tujuan untuk menyeimbangkan pemikiran,
sikap dan tindakan antara anak dan orang tua.54
Jadi dalam pola asuh ini terdapat
komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak, sehingga dengan pola asuh
otoritatif anak akan menjadi orang yang mau menerima kritik dari orang lain,
mampu menghargai orang lain, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan
mampu bertanggung jawab terhadap kehidupan sosialnya.
51
Diane E Papalia dan Ruth Duskin Feldman, Menyelami Perkembangan Manusia, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2014), h. 294. 52
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2012), hlm 105 53
Ibid. 54
Ibid, h. 208.
26
Dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orangtua kepada
anaknya masing-masing berbeda. Gaya pengasuhan orangtua yang satu dengan
orangtua lainnya memiliki kekhasan masing-masing. Perbedaan bagaimana pola
asuh tersebut dapat dilihat dari masing-masing ciri dari tiga macam pola asuh
yang dijabarkan di atas.
Untuk lebih mempermudah dalam membandingkan bagaimana perbedaan
perilaku anak yang diasuh oleh orangtua yang otoriter, permisif dan otoritatif,
Syamsu Yusuf menjabarkan masing-masing jenis pola asuh orangtua beserta
bagaimana perilakunya terhadap anak serta kemudian bagaimana perilaku anak
yang terbentuk ke dalam tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2. Pengaruh “Parenting Style” terhadap Perilaku Anak.55
Parenting Styles Sikap atau Perilaku
Orang tua Profil Perilaku Anak
1. Authoritarian a. Sikap “acceptance”
rendah, namun
kontrolnya tinggi
b. Suka menghukum
secara fisik
c. Bersikap
mengomando
(mengharuskan/
memerintah anak untuk
untuk melakukan
sesuatu tanpa
kompromi)
d. Bersikap kaku (keras)
e. Cenderung emosi
dan bersikap menolak
a. Mudah tersinggung
b. Penakut
c. Pemurung, tidak bahagia
d. Mudah terpengaruh
e. Mudah stress
f. Tidak mempunyai arah
masa depan yang jelas
g. Tidak bersahabat
2. Permissive a. Sikap “acceptance”
tinggi, namun
kontrolnya rendah
b. Memberi
kebebasan kepada
anak untuk
menyatakan
dorongan/keinginan
nya
a. Bersikap impulsif dan
agresif
b. Suka memberontak
c. Kurang memiliki rasa
percaya diri dan
pengendalian diri
d. Suka mendominasi
e. Tidak jelas arah
hidupnya
f. Prestasi rendah
55
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006), h. 51.
27
3. Authoritative a. Sikap “acceptance”
dan kontrolnya tinggi
b. Bersikap responsif
terhadap kebutuhan
anak
c. Mendorong anak
untuk menyatakan
pendapat atau
pertanyaan
d. Memberikan
penjelasan tentang
dampak perbuatan
yang baik dan yang
buruk
a. Bersikap bersahabat
b. Memiliki rasa percaya
diri
c. Mampu mengendalikan
diri (self control)
d. Bersikap sopan
e. Mau bekerjasama
f. Memiliki rasa ingin tahu
yang tinggi
g. Mempunyai arah/ tujuan
hidup yang jelas
h. Berorientasi terhadap
prestasi
Dari tabel tersebut dapat dengan mudah diamati perbedaan perilaku orangtua
dan perilaku anak dari jenis pola asuh yang berbeda. Dapat disimpulkan bahwa
berbeda jenis pola asuh yang diterapkan oleh orangtua di rumah akan
memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap perilaku anak yang terbentuk.
3. Pola Asuh yang Ideal Bagi Perkembangan Anak Usia MI/ SD
Berdasarkan dampak yang ditimbulkan dari penerapan setiap pola asuh,
maka pola asuh yang ideal bagi perkembangan anak adalah pola asuh otoritatif.
Hart dkk. mengemukakan bahwa pengasuhan otoritatif cocok/ ideal untuk
diterapkan, hal ini dikarenakan:56
a. Orang tua yang otoritatif merupakan keseimbangan yang tepat antara kendali
dan otonomi. Sehingga memberi kesempatan anak untuk membentuk
kemandirian dan memberikan standar, batas, dan panduan yang dibutuhkan
anak.
b. Orang tua yang otoritatif lebih cenderung melibatkan anak dalam
kegiatan memberi dan menerima secara verbal dan memperbolehkan
anak mengutarakan pandangan mereka.
c. Kehangatan dan keterlibatan orang tua yang diberikan oleh orang tua yang
otoritatif membuat anak lebih bisa menerima pengaruh orang tua.
56
John W Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 168.
28
Berdasarkan pemaparan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pola
asuh otoritatif merupakan pola asuh yang memiliki dampak positif yang lebih
besar dibandingkan dampak negatifnya. Pola asuh otoritatif dapat dikatakan
sebagai pola asuh yang ideal bagi perkembangan anak. Oleh karena itu tidak
dibenarkan mendidik, membimbing anak dengan cara paksaan karena hal itu bisa
membuat anak antipati dan bepotensi menuai konflik internal di dalam diri
anak.57
Orangtua harus selalu hadir dalam masa-masa sulit yang dihadapi oleh
anak, karena pada saat itu kehadiran orangtua sangat diperlukan sebagai
konsultan yang siap mendengarkan berbagai keluhan anak, siap membantu dan
membimbing memecahkan tugas anak yang belum diselesaikan. Bila tidak, maka
gagallah orangtua menghantarkan anak kedalam suasana yang jauh dari himpitan
kesulitan, aman dalam damai, damai yang ceria, ceria dalam kedamaian.58
Orangtua wajib memberikan pola asuh yang sesuai bagi perkembangan
emosional anak. Orangtua harus membentuk emosi yang positif terhadap anak-
anaknya dengan berbagai cara karena anak merupakan tanggungjawab dari
orangtua, namun jangan sampai menggunakan kekerasan fisik apabila anak tidak
menuruti perkataan atau aturan yang telah dibuat, cukup dengan teguran yang
dapat mengetuk hati anak, karena otoritatif artinya tegas namun dalam kondisi
tertentu jika diperlukan, tegas bukan menggunakan kekerasan, bebas namun
dengan batas dan tetap menghargai hak-hak dan kewajiban yang ada. Terlebih di
era sekarang anak tidak dibenarkan dididik dengan kekerasan. Selain hal tersebut
akan berdampak pada anak yang memiliki emosi negatif, anak juga memiliki atap
perlindungan tersendiri dari negara yakni Komisi Nasional Perlindungan Anak.
Jadi, pola asuh orangtua adalah cara atau kebiasaan orangtua, yakni ayah dan
atau ibu, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan melakukan
interaksi terhadap anak, yang meliputi kegiatan dimana masing-masing cara
orangtua mendidik anak memiliki gayanya tersendiri. Pola asuh tersebut
dibedakan menjadi menjadi tiga macam; pola asuh otoriter, yakni orangtua yang
memiliki sikap “acceptance” rendah, namun kontrolnya tinggi, suka
57
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orangtua dan Komunikasi dalam Keluarga, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2014), h. 94. 58
Ibid., h. 97.
29
menghukum secara fisik, bersikap mengomando (mengharuskan/ memerintah
anak untuk untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, bersikap kaku (keras)
serta cenderung emosi dan bersikap menolak. Permisif yakni orangtua yang
bersikap “acceptance” tinggi, namun kontrolnya rendah dan memberi
kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan/ keinginannya. Sedangkan
Otoritatif yakni orangtua yang bersikap “acceptance” dan kontrolnya tinggi,
bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk
menyatakan pendapat atau pertanyaan, serta memberikan penjelasan tentang
dampak perbuatan yang baik dan yang buruk. Sikap tersebut dikategorikan
menurut dua dimensi yakni responsiveness dan demandingness.
C. Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa rangkuman hasil penelitian yang relevan terkait dengan pola asuh
orangtua dan kecerdasan emosi anak/ siswa yang menjadi bahan studi pustaka
penulis yakni hasil penelitian yang dilakukan oleh Ike Marlina (2014), Mahasiswi
Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul Pengaruh Pola Asuh Orangtua
terhadap Kecerdasan Emosi Siswa Kelas V SD se-gugus II Kecamatan Umbulharjo
Yogyakarta dengan hasil penelitian menyimpulkan bahwa: terdapat pengaruh yang
positif dan signifikan antara pola asuh otoritatif terhadap kecerdasan emosi. Hal ini
dibuktikan dengan nilai r hitung variabel pola asuh otoritatif dan variabel kecerdasan
emosi yaitu 0,236. r tabel sebesar 0,207. Terbukti r hitung lebih besar dari r tabel.
Besarnya sumbangan pola asuh otoritatif terhadap kecerdasan emosi adalah 5,5%,
sedangkan 94,5% ditentukan oleh variabel atau faktor lain yang tidak dibahas
pada penelitian ini. Jadi, dalam penelitian ini terbukti bahwa jenis pola asuh orangtua
yang bersifat otoritatif berpengaruh positif terhadap kecerdasan emosional siswa.
Hasil penelitian selanjutnya yakni penelitian yang dilakukan oleh Lindha
Pradhipti Oktarina (2010): Hubungan antara Pola Asuh Orangtua dan Kedisiplinan
Belajar dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa Kelas XI SMA Negeri 1
Purwantoro. Dengan hasil: Terdapat hubungan yang positif antara pola asuh
orangtua dan Kedisiplinan Belajar dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa Kelas XI
SMA Negeri 1 Purwantoro. Dengan adanya pola asuh orangtua untuk menjaga,
30
merawat dan membimbing anak yang baik akan membantu anak dalam pencapaian
hasil prestasi belajar yang lebih mudah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik
pola asuh yang diterapkan oleh orangtua terhadap anaknya, maka semakin baik pula
kedisiplinan serta prestasi belajar yang siswa peroleh.
Hasil penelitian yang terbaru terkait dengan pola asuh orangtua yakni dilakukan
Wening Purbaningrum Sugiyanto (2015): Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap
Perilaku Prososial Siswa Kelas V SD Se Gugus II Kecamatan Pengasih Kabupaten
Kulon Progo Tahun Ajaran 2014/ 2015. Dengan hasil: Terdapat pengaruh positif
pola asuh autoritatif terhadap perilaku prososial siswa. Ini berarti semakin kuat
orangtua membimbing anaknya melalui pola asuh autoritatif, maka semakin tinggi
perilaku prososial siswa tersebut.
Penelitian relevan lainnya tentang kecerdasan emosional yang dilakukan oleh
Yusadewa Estu Ramadha dan Muhroji, S.E, M.Si, M.Pd. Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta dengan judul Pengaruh Kecerdasan Emosional dan
Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SD Muhammadiyah 10 Tipes
Surakarta Tahun 2015/ 2016, menunjukkan hasil bahwa: 1) ada pengaruh kecerdasan
emosional terhadap prestasi belajar siswa SD Muhammadiyah 10 Tipes Surakarta
tahun 2015/2016. 2) ada pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa
SD Muhammadiyah 10 Tipes Surakarta tahun 2015/2016. 3) ada pengaruh
kecerdasan emosional dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa
SD Muhammadiyah 10 Tipes Surakarta tahun 2015/2016. Variabel
kecerdasan emosional memberikan sumbangan efektif sebesar 23,6% dan
variabel motivasi belajar sebesar 25,3%. Sehingga total sumbangan efektif yang
diberikan kedua variabel adalah 48,9%, sedangkan 51,1% sisanya dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak diteliti.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan di atas, maka
untuk membuktikan kembali hasil penelitian-penelitian tentang pola asuh orangtua
dan tentang kecerdasan emosional tersebut, peneliti mencoba mencari bagaimana
pengaruhnya di masa sekarang pada sekolah yang ada di lingkungan peneliti.
31
D. Kerangka Berpikir
Pola asuh orangtua merupakan cara atau kebiasaan yang diterapkan oleh
orangtua di rumah dalam membimbing serta mendidik anak. Pola asuh yang
diterapkan oleh orangtua tentu berbeda-beda antara orangtua yang satu dengan
orangtua lainnya. Emosi merupakan perasaan yang timbul sebagai hasil dari interaksi
dengan orang lain.
Bayi yang baru lahir sebagai cikal dari tumbuhnya pribadi seseorang pertama
kali melakukan interaksi dengan kedua orangtua, begitupun ketika bayi itu terus
tumbuh dan berkembang tentu interaksi yang banyak terjadi adalah dengan
orangtuanya di rumah. Maka peran orangtua inilah yang sangat penting dalam
pembentukan karakter seseorang ketika dewasa. Anak cenderung meng-copy apa
yang dilihat di lingkungan sekitarnya dalam kehidupan sehari-hari.
Di era yang modern ini, orang yang memiliki “nilai jual” lebih adalah orang
yang memiliki karakter dan kepribadian serta kecerdasan emosional (EQ) yang baik,
bukan lagi hanya IQ. Semakin cerdas emosional seseorang dapat dikatakan peluang
untuk meraih kesuksesannya semakin besar. Hal ini dikarenakan seseorang akan
lebih cerdas dalam mengenali perasaannya sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup yang lebih baik.
Setiap macam pola asuh yang diterapkan orangtua menjadi faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional anak. Orangtua yang menerapkan pola
asuh yang tepat dapat mengembangkan kecerdasan emosional seorang anak
dengan optimal sehingga dapat memperoleh kesuksesan hidup yang lebih baik.
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir
Kecerdasan
Emosional Siswa
(Y) Pola Asuh Orangtua (X)
32
Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orangtua di
rumah berpengaruh terhadap kecerdasan emosional anak. Berbeda pola asuh, maka
berbeda pula kecerdasan emosional anak yang tebentuk.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan.59
Berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang telah disampaikan di
atas, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pola asuh orangtua terhadap
kecerdasan emosional siswa kelas IV SDN Grogol Selatan 01.
59
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D”, (Bandung: Alfabeta, Cet ke-
1, 2006), h. 71.
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di SDN Grogol Selatan 01 yang berlokasi di
Jalan Raya Kebayoran Lama No. 60, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2016/ 2017. Dimulai
sejak tanggal 17 April sampai 31 Mei 2017.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif, metode yang digunakan
adalah metode ex post facto.
Penelitian ex post facto merupakan penelitian dimana variabel-variabel bebas
telah terjadi ketika peneliti mulai dengan pengamatan variabel terikat dalam
suatu penelitian. Pada penelitian ini, keterikatan antarvariabel bebas dengan
variabel bebas, maupun antarvariabel bebas dengan variabel terikat, sudah
terjadi secara alami, dan peneliti dengan setting tersebut ingin melacak kembali
jika dimungkinkan apa yang menjadi faktor penyebabnya.60
Oleh karena penelitian ex post facto merupakan jenis penelitian dimana variabel
yang diteliti sudah terjadi, maka dalam penelitian ini peneliti tidak memberikan
perlakuan terhadap variabel yang diteliti.
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut hubungan antara satu
variabel dengan variabel yang lain maka macam-macam variabel dalam penelitian
dapat dibedakan menjadi variabel independen dan variabel dependen. Variabel
60
Emzir, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 119.
34
Independen disebut juga variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).
Sedangkan variabel dependen disebut juga variabel terikat merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.61
Dalam
penelitian ini variabel independen atau variabel X nya adalah pola asuh orangtua
berdasarkan persepsi siswa dan variabel dependen atau variabel Y nya adalah
kecerdasan emosional siswa. Berikut definisi operasional dari masing-masing
variabel.
1. Kecerdasan Emosional (Y)
Kecerdasan emosional terdiri dari beberapa aspek yang dapat diamati, aspek
tersebut yaitu kesadaran diri, mengelola emosi, memanfaatkan emosi secara
produktif, empati, dan membina hubungan, jadi seseorang yang memiliki
kecerdasan emosional adalah seseorang yang memiliki kecakapan individu dalam
mengenali, memahami emosi dirinya sendiri dan dapat membaca emosi orang
lain serta kemampuan mengelola emosi sendiri dengan cara mengontrol emosi
negatif dan merespon emosi orang lain dengan tepat pada situasi yang tepat.
2. Pola Asuh Orangtua (X)
Pola asuh dibedakan menjadi menjadi tiga macam; pola asuh otoriter, yakni
orangtua yang memiliki sikap “acceptance” rendah, namun kontrolnya tinggi,
suka menghukum secara fisik, bersikap mengomando (mengharuskan/
memerintah anak untuk untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, bersikap kaku
(keras) serta cenderung emosi dan bersikap menolak. Permisif yakni orangtua
yang bersikap “acceptance” tinggi, namun kontrolnya rendah dan memberi
kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan/ keinginannya. Sedangkan
Otoritatif yakni orangtua yang bersikap “acceptance” dan kontrolnya tinggi,
bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan
pendapat atau pertanyaan, serta memberikan penjelasan tentang dampak
perbuatan yang baik dan yang buruk. Sikap tersebut dikategorikan menurut dua
61
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D”, (Bandung: Alfabeta, Cet ke-1,
2006), h. 43.
35
dimensi yakni responsiveness dan demandingness. Dalam penelitian ini semua
ciri pola asuh orangtua tersebut dilihat berdasarkan persepsi anak.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.62
Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas IV SDN Grogol Selatan 01 yang terdiri dari lima kelas
(IV.1 s.d IV.5) yang berjumlah 160 siswa, dimana masing-masing kelas terdiri
dari 32 siswa.
2. Sampel
“Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut”.63
Dikarenakan jumlah populasi yang cukup banyak, maka
peneliti hanya melakukan penelitian pada beberapa siswa yang sudah diamati
karakteristiknya ketika melakukan observasi, peneliti menggunakan teknik
sampling probability sampling.
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Jenis probability sampling yang digunakan yaitu
simple random sampling. Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan
anggota sampel dan populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota
populasi dianggap homogen.64
E. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu
kualitas instrumen penetilian dan kualitas pengumpulan data. Kualitas instrumen
penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas
62
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D”, (Bandung: Alfabeta, Cet ke-1,
2006), h. 89. 63
Ibid., h. 90. 64
Ibid., h. 91.
36
pengumpulan data berkenaan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data.65
Dalam kegiatan penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
non-tes (bersifat menghimpun) yakni dengan menggunakan kuesioner (angket).
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila
peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan dari responden.66
Untuk memperkuat data yang akan diperoleh, peneliti
juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara observasi. Observasi
adalah suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan
pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.67
Jenis observasi yang
digunakan yakni observasi non-partisipatif, karena peneliti hanya berperan sebagai
pengamat kegiatan dan tidak ikut serta dalam kegiatan. Teknik observasi ini cocok
digunakan karena obyek penelitian bersifat perilaku manusia.
F. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti.
Dengan demikian, jumlah instrumen yang akan digunakan untuk penelitian akan
tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Instrumen-instrumen penelitian sudah
ada yang dibakukan, tetapi masih ada yang harus dibuat peneliti sendiri.68
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa Skala sikap dengan jenis
skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.69
Penetapan skor
instrumen menggunakan empat alternatif jawaban. Responden hanya memberikan
tanda (O) pada jawaban yang tersedia yang sesuai dengan keadaan dirinya. Dalam
65
Ibid. 66
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D”, (Bandung: Alfabeta, Cet ke-1,
2006), h. 158. 67
Nana Syaodih S, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.
220. 68
Sugiyono, op.cit., h.103. 69
Sugiyono, op.cit., h.104.
37
skala likert, terdapat dua jenis pernyataan yaitu pernyataan negatif dan pernyataan
positif yang dapat dipilih oleh responden. Tiap item dibagi ke dalam empat skala
yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS).
Setiap pernyataan positif diberi bobot 4, 3, 2, dan 1. Sedangkan pernyataan negatif
diberi bobot sebaliknya. Untuk lebih memahami pemberian bobot setiap pernyataan,
maka perhatikan tabel di bawah ini
Tabel 3.1. Arah Pernyataan dan Nilai Skala Sikap
Arah pernyataan SS S TS STS
Positif atau menyenangkan 4 3 2 1
Negatif atau tidak menyenangkan 1 2 3 4
Dalam hal ini, peneliti menggunakan dua skala, skala yang pertama yaitu skala
pola asuh orangtua yang mengacu pada penjabaran pengaruh “parenting style”
terhadap perilaku anak menurut Baumrind yang dikutip oleh Syamsu Yusuf (pada Bab
II) dan dengan berdasarkan pada dua dimensi pola asuh yang dikemukakan Baumrind
yaitu demandingness dan responsiveness. Angket pola asuh orangtua yang digunakan
untuk mengambil data ini menggunakan angket yang sudah diuji validitas dan
reliabilitasnya oleh peneliti terdahulu. Skala kedua yaitu skala kecerdasan emosional
yang merupakan modifikasi angket dari peneliti terdahulu dengan menambah atau
mengurangi item yang relevan dengan kondisi siswa dengan mengacu pada penjabaran
Syamsu Yusuf (pada Bab II) yang mengutip pendapat Goleman tentang lima aspek
kecerdasan emosional, kemudian kisi-kisi dibuat berdasarkan penjabaran tersebut.
Untuk instrumen penelitian observasi, peneliti menggunakan lembar observasi dan
catatan lapangan. Lembar pedoman observasi berupa checklist yang berisi indikator ciri
seseorang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi menurut Daniel Goleman.
Instrumen yang sudah dibuat diujicobakan kepada responden yang setara dengan
sampel yang akan diteliti. Setelah diuji cobakan, barulah peneliti melakukan uji
validitas dan reliabilitas untuk mengetahui seberapa layak item yang dapat digunakan
untuk penelitian. Berikut disajikan kisi-kisi dari masing-masing variabel:
38
Tabel 3.2. Kisi-kisi instrumen Kecerdasan Emosional.70
Variabel
Aspek
Indikator Nomor
Item
Jumlah
Item (+) (-)
Kecerdasan
Emosi
Kesadaran
diri
Mengenali kekuatan dan kelemahan diri 20 33, 34 3
Memahami penyebab perasaan yang
timbul
10, 27
2
3
Mengenal pengaruh perasaan terhadap
tindakan
1
22
2
Mengelola
emosi
Lebih mampu mengungkapkan amarah
dengan tepat tanpa berkelahi
17
26
2
Dapat mengendalikan perilaku agresif
yang merusak diri sendiri dan orang lain
18
5
2
Memiliki perasaan yang positif tentang
diri sendiri
3
36
2
Memiliki kemampuan untuk mengatasi
ketegangan jiwa (stress)
39
14
2
Memanfaat -kan emosi
secara Produktif
Memiliki rasa tanggung jawab 9, 13 16 3
Mampu memusatkan perhatian pada
tugas yang dikerjakan
25
7, 38
3
Mampu mengendalikan diri
6
30
2
Empati
Tidak egois
23, 37
24
3
Peka terhadap perasaan orang lain 11 4, 8 3
Mampu mendengarkan orang lain 29 21 2
Membina
hubungan
Dapat menyelesaikan konflik dengan
orang lain
31
12
2
Mudah bergaul dengan teman sebaya 35 19 2
Memiliki sikap tenggangrasa terhadap
orang lain 40 32 2
Memperhatikan kepentingan social 15 28 2
Jumlah Item
40
70
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010), h. 113-114.
39
Tabel 3.3. Kisi-kisi instrumen Pola Asuh Orangtua.71
Subvariabel
Aspek
Indikator
Nomor Item
Jumlah
Item (+) (-)
Otoriter
Sikap “acceptance” rendah,
namun kontrolnya tinggi Orang tua kurang menerima
kemampuan yang dimiliki
anak, tetapi sangat
mengawasi aktivitas anak
1,
36
27
3
Suka menghukum
secara fisik
Orang tua melakukan
kekerasan pada anggota
tubuh saat marah
14,
38
3
3
Bersikap mengomando Orangtua mengharuskan
dan memerintah anak untuk
untuk melakukan sesuatu
tanpa kompromi
9,
17
2, 4
4
Bersikap kaku Bersikap keras kepada anak 32, 7 23 3
Cenderung emosional dan
bersikap menolak.
Orang tua mudah emosi saat
ada hal yang tidak sesuai
dengan keinginannya
42,
5
26,
19 4
Otoritatif
Sikap “acceptance” dan
kontrolnya tinggi
Orang tua sangat menerima
kemampuan anak, dan selalu
mengawasi aktivitas anak
40,
11
6 3
Bersikap responsif terhadap
kebutuhan anak
Orang tua peka terhadap apa
yang dibutuhkan anak, baik
dalam bentuk fisik maupun
psikis
24,
12
35,
25
4
Mendorong anak untuk
menyatakan pendapat atau
pertanyaan
Memupuk keberanian anak
untuk menyatakan apa yang
ada dalam pikirannya
45,
28
10,
41
4
Memberikanpenjelasan
tentang dampak
perbuatan yang baik dan
yang buruk
Menjelaskan akibat
mengenai hal dilakukan
anak
18,
37,
47
8,
33
5
Permisif
Sikap “acceptance” tinggi,
namun kontrolnya rendah
Orang tua sangat menerima
kemampuan anak, namun
tidak disertai pengawasan
yang cukup (cenderung
kurang) terhadap aktivitas
anak
34,
44,
29,
15,
39,
30
6
Memberi kebebasan kepada
anak untuk menyatakan
dorongan/ keinginannya
Orang tua memberikan
kebebasan seluas-luasnya
kepada anak untuk
menyatakan suatu hal sesuai
dengan keinginannya
46,
21, 20,
31, 22
43,
16,
13
8
Jumlah Item 47
71
Syamsu Yusuf LN, op.cit., h. 51.
40
Tabel 3.4 Kisi-kisi Pedoman Observasi Kecerdasan Emosional Siswa
Bentuk Perilaku
Kecerdasan
Emosional
Aspek yang Diamati Ya Tidak
Sosial mantap Tidak menyendiri
Mudah bergaul dan
jenaka
Bermain dengan siapa saja, tidak
membentuk “geng”
Selalu terlihat ceria
Tidak mudah takut dan
gelisah
Berani saat diminta maju ke
depan kelas
Berkemampuan besar
untuk melibatkan diri
dengan orang-orang atau
permasalahan
Mudah bergaul dengan orang
yang baru dikenal
Memikul tanggung jawab
dan mempunyai
pandangan moral
Melaksanakan piket sesuai
jadwal
Simpatik dan hangat
dalam berhubungan
Percakapannya akrab dan hangat
dengan teman
Merasa nyaman dengan
dirinya sendiri, orang lain
maupun pergaulannya,
dan memandang dirinya
secara positif
Tidak mudah menangis karena
ejekan teman
Mengakui kesalahan yang dibuat
Berbicara dengan penuh percaya
diri saat diskusi dalam kelompok
41
G. Uji Coba Instrumen
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data
(mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk
mengukur apa yang seharusnya diukur.72
Jadi, instrumen yang sudah dibuat oleh
peneliti harus diuji untuk menentukan apakah instrumen layak digunakan atau tidak.
Uji coba instrumen yang digunakan adalah uji validitas dan reliabilitas. Reliabilitas
instrumen merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Oleh karena itu
walaupun instrumen yang valid umumnya reliabel, tetapi pengujian reliabilitas
instrumen perlu dilakukan.73
Instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat
mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel.
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu derajat ketepatan instrumen (alat ukur), maksudnya
apakah instrumen yang digunakan betul-betul tepat untuk mengukur apa yang
akan diukur.74
Uji validitas dilakukan dengan cara pengujian validitas tiap butir
dengan menggunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan
skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Rumus yang digunakan yaitu
rumus Korelasi Pearson Product Moment:75
√{ }{ }
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi product moment
N = banyaknya responden
X = skor tiap butir
Y = jumlah skor tiap item
ΣXY = jumlah hasil skor X dan Y
(ΣX) = jumlah skor X
(ΣY) = jumlah skor Y
72
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D”, (Bandung: Alfabeta, Cet ke-1,
2006), h. 135. 73
Ibid., h. 136. 74
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 245. 75
Ibid., h. 206.
42
Hasil uji validitas angket yang diolah dengan bantuan program IBM Statistic
SPSS 20.0 for windows ada pada lampiran. Kemudian hasil uji validitas angket
pola asuh orangtua dan angket kecerdasan emosional siswa disajikan dalam
bentuk ringkasan tabel sebagai berikut.
Tabel 3.5 Daftar Item Kecerdasan Emosional yang Valid
Item No Item Jumlah Item
Item yang gugur 1, 2, 3, 7, 9, 10, 11, 14, 15, 17, 18,
20, 27, 29, 37. 16
Item yang valid dan
reliabel untuk penelitian
4, 5, 6, 8, 12, 13, 16, 19, 21, 22,
23, 24, 26, 28, 30, 31, 32, 33, 34,
35, 36, 38, 39, 40.
24
Tabel 3.6 Daftar Item Pola Asuh Orangtua yang Valid
Item No Item Jumlah Item
Item yang gugur 2, 5, 14, 16, 17, 20, 21, 26, 32, 34,
36, 38, 41, 46, 47. 15
Item yang valid dan
reliabel untuk penelitian
1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,
15, 18, 19, 22, 23, 24, 25, 27, 28,
29, 30, 31, 33, 35, 37, 39, 40, 42,
43, 44, 45.
32
Tabel 3.7 Ringkasan Hasil Uji Validitas Variabel Pola Asuh Orangtua
dan Variabel Kecerdasan Emosional
No Variabel Jumlah Item
Item total Item valid Item gugur
1. Pola Asuh Orangtua (X) 47 32 15
2. Kecerdasan Emosional (Y) 40 24 16
Dari hasil pengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total
(penjumlahan seluruh skor item) diperoleh item valid sebanyak 32 item dari
angket pola asuh orangtua dan item valid sebanyak 24 item dari angket
kecerdasan emosional siswa. Dengan dasar pengambilan keputusan sebagai
berikut, valid apabila r hitung > r tabel, dan tidak valid apabila r hitung < r tabel.76
Kemudian untuk item-item yang sudah valid pada angket pola asuh orangtua
di petakan berdasarkan dimensi pola asuh untuk mengetahui kecenderungan
76
Sugiyono, op.cit., h. 140.
43
jenis pola asuh apa yang diterapkan oleh masing-masing orangtua siswa di
rumah. Berikut disajikan pemetaan nomor item berdasarkan dimensi pola asuh.
Tabel 3.8 Pemetaan Nomor Item Berdasarkan Dimensi Pola Asuh
Dimensi Nomor Item Jumlah
Item
Skor
Maksimal
Skor
Minimal
Responsiveness 2, 3, 4, 6, 9, 10,
12, 14, 15, 16,
17, 20, 21, 23,
24, 25, 30, 31.
18 18 x 4 = 72 18 x 1 = 18
Demandingness 1, 5, 7, 8, 11,
13, 18, 19, 22,
26, 27, 28, 29,
32.
14 14 x 4 = 56 14 x 1 = 14
Jumlah Item 32
Control 1, 7, 11, 12, 14,
16, 17, 20, 22,
26, 27, 28, 29,
30.
14 14 x 4 = 56 14 x 1 = 14
Dari pemetaan nomor item berdasarkan dimensi pola asuh tersebut, kemudian
dapat ditentukan kecenderungan jenis pola asuh orangtua dengan kriteria: apabila
skor responsiveness lebih besar dari skor demandingness dan skor kontrol
rendah, maka pola asuh yang diterapkan adalah pola asuh permisif, apabila skor
responsiveness lebih kecil dari skor demandingness dan skor kontrol tinggi, maka
pola asuh yang diterapkan adalah pola asuh otoriter, namun apabila skor
keduanya yakni responsiveness lebih besar atau sama dengan skor
demandingness dan skor kontrol tinggi, maka pola asuh yang diterapkan adalah
pola asuh otoritatif. Untuk rincian penskoran masing-masing dimensi, ada pada
lampiran.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah derajat konsistensi intrumen yang bersangkutan.
Reliabilitas berkenaan dengan pertanyaan, apakah suatu instrumen dapat
dipercaya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Suatu instrumen dapat
44
dikatakn reliabel jika selalu memberikan hasil yang sama jika diujikan pada
kelompok yang sama pada waktu atau kesempatan yang berbeda.77
Reliabel artinya konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur. Rumus
Cronbach Alpha (bisa disingkat Alpha saja) dipergunakan untuk soal-soal yang
jawabannya bervariasi, skor jawaban siswa per soal bisa bervariasi, seperti soal
uraian dan skala sikap dari likert. Dikarenakan penelitian menggunakan skala
likert dengan rentang skornya 1 sampai 4, maka uji reliabilitasnya menggunakan
rumus Alpha Cronbach.
Rumus Alpha Cronbach adalah:78
rp
Keterangan:
rp = koefisien reliabilitas
b = banyaknya soal atau butir pernyataan
= variansi skor seluruh soal/ butir menurut skor siswa perorangan
= variansi skor soal/ butir tertentu (butir ke-i)
= jumlah variansi skor seluruh soal menurut skor soal tertentu
Berikut ini adalah hasil uji reliabilitas angket pola asuh orangtua dan angket
kecerdasan emosional siswa yang diolah dengan bantuan program IBM Statistic
SPSS 20.0 for windows.
Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas
Angket Pola Asuh Orangtua Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.899 32
77
Zainal, op.cit., h. 248. 78
E.T Ruseffendi, Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-eksakta Lainnya, (Bandung:
Ttarsito, 2010), h. 172.
45
Tabel 3.10 Hasil Uji Reliabilitas
Angket Kecerdasan Emosional Siswa
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.818 24
Dasar pengambilan keputusan uji reliabilitas adalah membandingkan skor
alpha dengan r tabel.79
apabila alpha > r tabel, maka angket dinyatakan reliabel atau konsisten untuk
digunakan sebagai instrumen penelitian.
apabila alpha < r tabel, maka angket dinyatakan tidak reliabel atau tidak
konsisten untuk digunakan sebagai instrumen penelitian.
Dalam output SPSS tersebut diperoleh alpha pada angket pola asuh orangtua
sebesar 0,899 > r tabel dan pada angket kecerdasan emosional siswa sebesar
0,818 > r tabel (r tabel = 0,355 dengan N=31 dan taraf signifikansi 0,05).
Tabel 3.11 Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pola Asuh
Orangtua dan Variabel Kecerdasan Emosional
No Variabel Jumlah Item
Item total Item reliabel
1. Pola Asuh Orangtua (X) 32 32
2. Kecerdasan Emosional (Y) 24 24
Dengan demikian, angket pola asuh orangtua dan angket kecerdasan
emosional siswa dinyatakan layak untuk dijadikan instrumen dalam
penelitian.
H. Teknik Analisis Data
Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel
dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden,
menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab
rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah
79
Saifuddin Azwar, Reliabilitas dan Validitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 75.
46
diajukan.80
Data penelitian yang diperoleh mengenai variabel pola asuh orangtua dan
variabel kecerdasan emosional berupa data interval dari skala likert diolah untuk
mengetahui pola asuh apa yang diterapkan oleh orangtua siswa dan untuk
mengetahui kategori kecerdasan emosional siswa. Analisis data pada penelitian ini
adalah analisis deskripsi dengan menggunakan statistik deskriptif. Untuk mengetahui
hubungan tiap variabel X terhadap Y menggunakan regresi sederhana, pada analisa
kuantitatif dilakukan dengan alat analisis statistik bantuan computer IBM Statistic
SPSS versi 20.0 for windows.
1. Statistik Deskriptif
Statistika deskriptif adalah bagian dari statistika yang membehas cara
pengumpulan dan penyajian data, sehingga mudah untuk dipahami dan
memberikan informasi yang berguna.81
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan bantuan program IBM Statistic SPSS 20.0 for windows untuk
membuat distribusi frekuensi dan untuk penyajian data digunakan tabel dan
grafik.
a. Tabel Distribusi Frekuensi
Data yang telah ditata dalam bentuk distribusi sesuai dengan
frekuensinya dan dimasukkan dalam tabel disebut dengan tabel distribusi.
Bentuk tabel distribusi frekuensi ada dua, yaitu distribusi frekuensi tunggal
dan distribusi frekuensi kelompok atau tergolong. Oleh karena itu distribusi
frekuensi adalah susunan data dalam bentuk tunggal atau kelompok menurut
kelas-kelas tertentu dalam sebuah daftar. Distribusi frekuensi termasuk
dalam statistika deskriptif, karena hanya mendeskripsikan data yang ada
tanpa menarik kesimpulan pada kelompok yang lebih besar.82
Dalam
penelitian ini, distribusi frekuensi yang digunakan adalah distribusi frekuensi
kelompok, dikarenakan jumlah data yang banyak dan data tidak lagi setiap
80
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D”, (Bandung: Alfabeta, Cet ke-1,
2006), h. 164. 81
Budi Susetyo, Statistika Untuk Analisis Data Penelitian, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010),
h. 4. 82
Budi, op.cit., h. 19.
47
skor, melainkan dikelompokkan pada interval tertentu. Untuk menentukan
jumlah kelas interval digunakan rumus Sturgess sebagai berikut.83
k = 1 + 3,3 log n
Keterangan:
k = Jumlah kelas interval
n = Jumlah data/ responden
log = logaritma
b. Grafik
Grafik tidak lain adalah alat penyajian data statistik yang tertuang
dalam bentuk lukisan, baik lukisan garis, gambar maupun lambang. Jadi
dalam penyajian data angka melalui grafik, angka itu dilukiskan dalam
bentuk lukisan garis, gambar atau lambang tertentu; dengan kata lain angka
itu divisualisasikan.84
Grafik memiliki berbagai macam, namun dari
berbagai macam grafik terdapat dua grafik yang dipergunakan dalam
kegiatan analisis ilmiah, yaitu grafik poligon dan grafik histogram. Dalam
penelitian ini yang digunakan adalah grafik histogram.
Grafik histogram adalah grafik berbentuk batang yang digunakan untuk
menggambarkan bentuk distribusi frekuensi. Grafik ini terdiri dari sumbu
mendatar (absis) atau sumbu X yang berisikan skor atau kelas interval dan
sumbu tegak lurus (ordinat) atau sumbu Y yang menyatakan frekuensi.
Btaang yang ditulis pada sumbu datar saling berimpitan satu dengan yang
lainnya dan batas batang berisikan batas-batas skor atau kelas interval.
Frekuensi setiap data (skor atau kelas interval) dilukis sebagai suatu luas di
dalam grafik batang.85
c. Klasifikasi Skor Instrumen
Klasifikasi skor instrumen digunakan untuk membuat pengkategorian
data kecerdasan emosional. Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan
individu ke dalam kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang menurut
83
Budi, op.cit., h. 20. 84
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h.
61. 85
Budi, op.cit., h. 23.
48
suatu kontinum berdasar atribut yang diukur. Bila diinginkan penggolongan
subjek ke dalam tiga kategori diagnosis, maka satuan deviasi standar dibagi
ke dalam tiga bagian, dan terbentuklah rumus berikut. 86
X ≥ µ +1 . σ Kategori Tinggi
µ -1. σ ≤ X < µ +1 . σ Kategori Sedang
µ -1. σ < X Kategori Rendah
Keterangan:
X = skor
µ = mean
σ = standar deviasi
2. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
Sebelum melakukan pengujian hipotesis perlu dilakukan pengujian
model distribusi normal yang diguunakan sebagai sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Ada beberapa cara yang dapat digunakan
untuk pengujian normalitas, diantaranya pengujian Kolmogorov-Smirnov.
Pengujian Kolmogorov-Smirnov menggunakan kecocokan kumulatif sampel
X dengan distribusi probabilitas normal. Distribusi probabilitas pada variabel
tertentu dikumulasikan dan dibandingkan dengan kumulasi sampel. Selisih
dari setiap bagian adalah selisih kumulasi dan selisih yang paling besar
dijadikan patokan pada pengujian hipotesis.87
Jika perhitungan menggunakan
SPSS, maka dasar pengambilan keputusan uji normalitasnya adalah:88
apabila signifikansi > α = 0,05 maka data memiliki distribusi probabilitas
normal
apabila signifikansi < α = 0,05 maka data memiliki distribusi probabilitas
tidak normal.
86
Saifuddin Azwar, Penyusunan Skala Psikologi Edisi II, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h.
147. 87
Budi, op.cit., h. 144-146. 88
Ibid.
49
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varian adalah pengujian terhadap asumsi dalam uji
anava. “Pada dasarnya uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan
bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang
memiliki variansi yang sama”.89
Adapun rumus yang digunakan:
χ2 = (ln10){B-Σ(ni – 1) log Si
2}
dimana ln10 = 2,303
Kelompok yang dibandingkan dinyatakan mempunyai varian yang
homogen apabila χ2
hitung < χ2
tabel pada taraf kesalahan tertentu. Dalam hal ini α
= 0,05. Dikarenakan data yang digunakan sudah diuji normalitas dan datanya
normal, maka uji yang dilakukan adalah Uji Bartlett.
Uji Bartlett adalah untuk melihat apakah variansi-variansi k buah
kelompok peubah bebas yang banyaknya data per kelompok bisa
berbeda dan diambil secara acak dari data populasi masing-masing yang
berdistribusi normal, berbeda atau tidak. Kriteria jika nilai hitung > nilai
tabel maka Ho yang menyatakan varians homogen ditolak, dalam hal
lainnya diterima. Langkah pengujian Bartrlett: 90
a. Menentukan kelompok-kelompok data, dan menghitung varians untuk
tiap kelompok tersebut;
b. Membuat tabel pembantu untuk memudahkan proses perhitungan;
c. Menghitung varians gabungan;
d. Menghitung log dari varians gabungan;
e. Menghitung nilai Bartlett;
f. Menghitung nilai dan titik kritis.
3. Uji Hipotesis
Hipotesis penelitian diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian. Kebenaran dari hipotesis itu harus dibuktikan melalui data
yang terkumpul. Sedangkan secara statistik hipotesis diartikan sebagai
pernyataan mengenai keadaan populasi (parameter) yang akan diuji
kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian (statistik).
Jadi maksudnya adalah taksiran keadaan populasi melalui data sampel. Oleh
karena itu dalam statistik yang diuji adalah hipotesis nol. Oleh karena itu,
89
Anwar Hidayat, Uji Homogenitas, 2017, p. 5, (http:// www.Statiskian.com). 90
E.T Ruseffendi, Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-eksakta Lainnya, (Bandung:
Ttarsito, 2010), h. 297.
50
hipotesis nol adalah pernyataan tidak adanya perbedaan antara parameter dengan
statistik (data sampel). Lawan dari hipotesis nol adalah hipotesis alternatif, yang
menyatakan ada perbedaan antara parameter dan statistik. Hipotesis nol diberi
notasi Ho, dan hipotesis alternatif diberi notasi Ha.91
Untuk menguji hipotesis
dalam penelitian ini dengan menggunakan rumusan perhitungan analisis varian
satu jalur (one way Anova) jika data memenuhi uji prasyarat analisis. Namun jika
data tidak memenuhi asumsi prasyarat, maka dilakukan uji statistik one way
Anova non-parametrik.
Analisis varian adalah prosedur perhitungan yang mencoba analisis varian
dari responden atau hasil perlakuan dari setiap kelompok data dari variabel
independen.92
Dengan demikian, varian digunakan untuk menguji adanya
perbedaan rata-rata di antara sejumlah kelompok data. Penggunaan anava
memiliki persyaratan, yaitu data berdistribusi normal, skala data sekurang-
kurangnya interval, dan variansinya homogen untuk masing-masing populasi
yang independen.93
Adapun langkah-langkah perhitungan one way Anova yaitu:
a. Tentukan k atau banyaknya perlakuan;
b. Tentukan n atau banyaknya sampel;
c. Hitung jumlah kuadrat total dengan rumus:
JKT
d. Hitung jumlah kuadrat perlakuan dengan rumus:
JKA
JKD
e. Menentukan derajat kebebasan (db) masing-masing sumber variansi
db (T) = db (A) = db (D) =
91
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D”, (Bandung: Alfabeta, Cet ke-1,
2006), h. 179. 92
Budi Susetyo, Statistika Untuk Analisis Data Penelitian, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010),
h. 255. 93
Ibid., h. 258.
51
f. Menentukan rata-rata jumlah kuadrat (RJK)
RJK (A) =
dan RJK (D) =
g. Menyusun tabel Anova
Sumber
Varians JK Db RJK F hitung F tabel
Antar JK (A) RJK (A) Fhitung=
α=0,05 α=0,01
Dalam JK (D) RJK (D)
Total JK (T) -
h. Cari harga Fhitung dengan rumus:
Fhitung =
Dasar pengambilan keputusannya adalah jika Fhitung > Ftabel maka Ho
ditolak. Jadi terdapat perbedaan rata-rata parameter antara kelompok-kelompok
yang diuji, sebaliknya untuk Fhitung > Ftabel maka Ho diterima atau tidak terdapat
perbedaan rata-rata parameter dari kelompok-kelompok yang diuji, atau rata-
ratanya sama saja.94
Jika hasil uji menunjukkan Ho gagal ditolak (tidak ada perbedaan), maka uji
lanjut (Post Hoc Test) tidak dilakukan. Sebaliknya jika hasil uji menunjukkan
Ho ditolak (ada perbedaan), maka uji lanjut (Post Hoc Test) harus dilakukan.95
Selanjutnya adalah melihat kelompok mana saja yang berbeda. dengan
pengujian uji-t Dunnet. Akan terlihat kelompok yang menunjukkan adanya
perbedaan rata-rata, kemudian dapat dilihat pola asuh mana yg paling signifikan
perbedaannya terhadap kecerdasan emosional siswa kelas IV SDN Grogol
Selatan. Rumus uji-t Dunnet:96
t ( - ) =
√
94
Kadir, Statistika untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Rosemata Sampurna, 2010), h. 205. 95
Anwar Hidayat, Uji One Way Anova, 2017, p. 6, (http:// www.Statiskian.com). 96
Kadir. loc.cit.
52
I. Hipotesis Statistik
Ho : µ1 = µ2 = µ3 (Tidak terdapat perbedaan yang signifikan kecerdasan
emosional siswa kelas IV SDN Grogol Selatan 01 ditinjau dari pola asuh
otoriter, permisif dan otoritatif)
Ha : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3 (Terdapat perbedaan yang signifikan kecerdasan emosional
siswa kelas IV SDN Grogol Selatsan 01 ditinjau dari pola asuh otoriter,
permisif dan otoritatif)
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian
Berdasarkan teknik sampling yang digunakan, yakni simple random sampling,
maka penelitian dilakukan di SDN Grogol Selatan 01 dan dipilih dua kelas sebagai
sampel penelitian. Penelitian dilakukan sejak tanggal 17 April sampai dengan 31 Mei
2017 dengan agenda kegiatan sebagai berikut.
Tabel 4.1 Agenda Kegiatan Penelitian
No Hari/ tanggal Kegiatan
1. Senin, 17 April 2017 Observasi
2. Rabu, 31 Mei 2017 Penyebaran Angket
Penelitian dilakukan dengan cara melakukan penyebaran angket, dimana masing-
masing siswa mendapat dua angket yang wajib diisi semua butirnya. Angket pertama
yaitu angket skala pola asuh orangtua yang berisi sebanyak 32 item dan angket kedua
yaitu angket skala kecerdasan emosional siswa yang berisi sebanyak 24 item. Berikut
disajikan tabel analisis deskriptif dengan bantuan program IBM Statistic SPSS 20.0
for windows. Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas IV.1 sebanyak 32 siswa dan
kelas IV.2 sebanyak 32 siswa, sehingga jumlah sampel total sebanyak 64 siswa.
Berikut disajikan tabel analisis deskriptif untuk mengetahui nilai minimum dan
maksimum, mean, std. deviasi, tingkat penyebaran (variance), rentang (range),
jumlah skor keseluruhan serta tabel frekuensi kumulatif dari masing-masing variabel.
Tabel 4.2 Analisis deskriptif Descriptive Statistics
N Range Minimum Maximum Sum Mean
Std. Deviation
Variance
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error
Statistic Statistic
Pola Asuh Orangtua
64 21 75 96 5627 87.92 .535 4.277 18.295
Kecerdasan Emosional
64 34 58 92 4928 77.00 .865 6.924 47.937
Valid N (listwise)
64
54
Dari tabel tersebut dapat diketahui deskripsi data kecerdasan emosional memiliki
harga rata-rata (mean) = 77,00, simpangan baku (std. deviation) = 6,924, skor
minimal = 58, skor maksimal = 92, tingkat penyebaran kecerdasan emosional
(variance) = 47,937, rentang (range) = 34, jumlah skor keseluruhan = 4.928.
Sedangkan untuk variabel pola asuh orangtua memiliki harga rata-rata (mean) =
87,92, simpangan baku (std. deviation) = 4,277, skor minimal = 75, skor maksimal =
96, tingkat penyebaran kecerdasan emosional (variance) = 18,295, rentang (range) =
21, jumlah skor keseluruhan = 5.627.
1. Variabel Kecerdasan Emosional
Berdasarkan tabulasi data yang dilakukan, maka distribusi frekuensi
kecenderungan skor variabel kecerdasan emosional dapat digambarkan dengan
tabel distribusi frekuensi yang disajikan dengan jumlah kelas interval yang
dihitung menggunakan rumus Sturges sebagai berikut.
K = 1 + 3,3 log n
n = jumlah responden yaitu 64
Xmin = 58, Xmax = 92
K = 1 + 3,3 log 64
= 1 + 5,96
= 6,96. Sehingga jumlah kelas interval dibulatkan menjadi 7 kelas
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional
Kecerdasan Emosional
No Kelas
Interval
Batas
Nyata
Titik
Tengah Fre-
Kuensi
Kumulasi
Bawah
Kumulasi
Atas
Relatif
(%)
1. 57 – 61 56,5 – 61,5 58,5 1 1 64 1,5625
2. 62 – 66 61,5 – 66,5 63,5 4 5 63 6,25
3. 67 – 71 66,5 – 71,5 68,5 10 15 59 15,625
4. 72 – 76 71,5 – 76,5 73,5 13 28 49 20,3125
5. 77 – 81 76,5 – 81,5 78,5 18 46 36 28,125
6. 82 – 86 81,5 – 86,5 83,5 15 61 18 23,4375
7. 87 – 91 86,5 – 91,5 88,5 2 63 3 3,125
8. 92 – 96 91,5 – 96,5 93,5 1 64 1 1,5625
Jumlah 64 100%
55
Gambar 4.1 Histogram Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional
Skala kecerdasan emosional yang digunakan sebagai instrumen penelitian
untuk memperoleh data kategori keceerdasan emosional berisi sebanyak 24 item
yang sudah terbukti valid dan reliabel. Pengkategorian diperoleh dengan melihat
skor maksimal kecerdasan emosional yaitu 24 x 4 = 96 dan skor minimalnya
yaitu 24 x 1 = 24, maka diperoleh kategori kecerdasan emosional siswa sebagai
berikut.
Tabel 4.4 Kategori Kecerdasan Emosional Siswa
Interval Frekuensi Persentase (%) Kategori
X ≥ 83,924 9 14,06 Tinggi
70,076 ≤ X < 83,924 43 67,19 Sedang
70,076 < X 12 18,75 Rendah
Jumlah 64 Siswa 100%
Dari data hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa tingkat kecerdasan
emosional rata-rata atau sebagian besar siswa kelas IV SDN Grogol Selatan 01
adalah sedang, dikarenakan jumlah persentase siswa yang memiliki kategori
kecerdasan emosional sedang lebih dari 50% dengan ketentuan dari 64 siswa
terdapat 9 siswa yang memiliki kategori kecerdasan emosional tinggi, 43 siswa
memiliki kecerdasan emosional sedang, dan 12 siswa dengan kecerdasan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
58,5 63,5 68,5 73,5 78,5 83,5 88,5 93,5
Fre
kue
nsi
(Y
)
Skor (X)
Histogram Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional
56
emosional rendah. Untuk lebih jelasnya, perhatikan penyajian data dalam bentuk
grafik berikut.
Gambar 4.2 Grafik Histogram Kecerdasan Emosional Siswa
2. Variabel Pola Asuh Orangtua
Dari hasil tabulasi data pola asuh orangtua yang telah dilakukan pemetaan
nomor item berdasarkan dimensi pola asuh, diperoleh hasil kecebderungan pola
asuh orangtua sebagai berikut.
Tabel 4.5 Pengklasifikasian Responden Berdasarkan Pola Asuh
Kriteria Frekuensi Persentase Kategori
R < D kontrol tinggi 38 59,4 Otoriter
R > D kontrol rendah 15 23,4 Permisif
R ≥ D kontrol tinggi 11 17,2 Otoritatif
Jumlah 64 Siswa 100%
Hasilnya kecenderungan pola asuh orangtua yang diterapkan untuk anak-
anaknya mayoritas adalah pola asuh otoriter dengan jumlah siswa sebanyak 38
siswa, kemudian pola asuh permisif diperoleh sebanyak 15 siswa, dan pola asuh
otoritatif hanya terdapat 11 siswa. Berikut disajikan interpretasi datanya.
05
101520253035404550
Tinggi Sedang Rendah
Jum
lah
Sis
wa
Kategori
Kategori Kecerdasan Emosional Siswa
57
Gambar 4.3 Grafik Pola Asuh Orangtua
Kecenderungan jenis pola asuh orangtua diperoleh dengan kriteria: apabila
skor responsiveness lebih besar dari skor demandingness dan skor kontrol
rendah, maka pola asuh yang diterapkan adalah pola asuh permisif, apabila skor
responsiveness lebih kecil dari skor demandingness dan skor kontrol tinggi, maka
pola asuh yang diterapkan adalah pola asuh otoriter, namun apabila skor
keduanya yakni responsiveness lebih besar atau sama dengan skor
demandingness dan skor kontrol tinggi, maka pola asuh yang diterapkan adalah
pola asuh otoritatif. Untuk rincian penskoran masing-masing dimensi, ada pada
lampiran.
B. Uji Prasyarat Analisis
Sebelum melakukan uji analisis varian satu jalur (One Way Anova), agar hasil
penelitian tidak bias atau menimbulkan keragu-raguan, maka terlebih dahulu
dilakukan uji prasyarat.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan bantuan program IBM Statistic SPSS 20.0
for windows menggunakan teknik One-sample Kolmogorov Smirnov, dengan
dasar pengambilan keputusan sebagai berikut: apabila signifikansi > α = 0,05
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Otoriter Permisif Otoritatif
Jum
lah
Sis
wa
Kategori
Kategori Pola Asuh Orangtua
58
maka data memiliki distribusi probabilitas normal, namun apabila signifikansi <
α = 0,05 maka data dikatakan memiliki distribusi probabilitas tidak normal.
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas
Berdasarkan tabel di atas, hasil uji normalitas yang diperoleh yaitu 0,778.
Maka dapat disimpulkan data memiliki distribusi probabilitas normal
dikarenakan nilai signifikansi > α = 0,05.
Gambar 4.4 Grafik P-Plot Distribusi Normalitas
Kecerdasan Emosional
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kecerdasan
Emosional
N 64
Normal Parametersa,b
Mean 77.00
Std. Deviation 6.924
Most Extreme Differences
Absolute .082
Positive .062
Negative -.082
Kolmogorov-Smirnov Z .659
Asymp. Sig. (2-tailed) .778
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
59
Grafik P-Plot menggambarkan perbandingan distribusi frekuensi dengan
distribusi yang telah ditentukan. Titik-titik distribusi berada di sekitar garis lurus,
maka disimpulkan data berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan bantuan program IBM Statistic SPSS
20.0 for windows menggunakan uji homogenitas Bartlett.
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas
Bartlett
Test Results
Box's M 1.428
F Approx. .693
df1 2
df2 4344.333
Sig. .500
Tests null hypothesis of equal
population covariance matrices.
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa data homogen dengan dasar
pengambilan keputusan bahwa data mempunyai varian yang homogen apabila
χ2
hitung < χ2
tabel pada taraf kesalahan α= 0,05. Pada tabel diketahui χ2
hitung = 1,428,
kemudian nilai χ2
tabel (0.05 ; 2) = 5,991, maka χ2
hitung < χ2
tabel (1,428 < 5,991).
Dapat dilihat pula nilai signifikansi diperoleh sebesar 0,500 > 0,05 yang
menunjukan bahwa data homogen.
C. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan teknik analisis varian satu jalur (One Way
Anova) dengan bantuan program IBM Statistic SPSS 20.0 for windows.
1. Analisis Varian Satu Jalur (One Way Anova)
Setelah dilakukan perhitungan dengan bantuan program IBM Statistic SPSS
20.0 for windows, diperoleh hasil uji one way anova berikut.
60
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Deskriptif One Way Anova
Descriptives
Kecerdasan Emosional
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Otoriter 38 77.34 6.914 1.122 75.07 79.61 63 92
permisif 15 73.40 6.833 1.764 69.62 77.18 58 83
Otoritatif 11 80.82 5.036 1.518 77.43 84.20 71 89
Total 64 77.02 6.941 .868 75.28 78.75 58 92
Dari tabel Descriptive nampak bahwa responden yang mendapatkan
kecenderungan pola asuh otoriter memiliki rata-rata kecerdasan emosional
sebesar 77,34, permisif memiliki rata-rata kecerdasan emosional 73,40, otoritatif
memiliki rata-rata kecerdasan emosional 80,82.
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Uji One Way Anova
Dari tabel ANOVA di atas menunjukkan bahwa nilai Fhitung = 4,094. Ftabel
(0,05, 2, 61) = 3,15. Fhitung lebih besar dari pada Ftabel (4,094 > 3,15). Dapat
dilihat pula dari nilai signifikansi yang diperoleh yaitu sebesar 0,021 lebih kecil
dari nilai α yang ditetapkan yakni 0,05, artinya Ho ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa rata-rata kecerdasan emosional dari tiga jenis pola asuh
tersebut terdapat perbedaan rata-rata kecerdasan emosional yang signifikan
berdasarkan ketiga kelompok pola asuh orangtua tersebut.
ANOVA
Kecerdasan Emosional
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 359.195 2 179.598 4.094 .021
Within Groups 2675.789 61 43.865
Total 3034.984 63
61
2. Uji-t
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa terdapat perbedaan rata-rata yang
signifikan untuk kecerdasan emosional siswa berdasarkan tiga kelompok pola
asuh, maka untuk membuktikan seberapa besar perbedaan masing-masing
kelompok dilakukan uji-t Dunnet terhadap kelompok pola asuh orangtua yaitu
otoriter dengan permisif, otoriter dengan otoritatif dan permisif dengan otoritatif.
Berikut hasil uji-t dengan bantuan program IBM Statistic SPSS 20.0 for windows.
a. Uji-t antara Kelompok Otoriter dengan Permisif
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Group Statistic
Group Statistics
Pola Asuh
Orangtua N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Kecerdasan
Emosional
Otoriter 38 77.34 6.914 1.122
permisif 15 73.40 6.833 1.764
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Independent Sample t-test
Dari tabel hasil perhitungan tersebut diperoleh thitung = 0,1876 dan ttabel =
2,008 kesimpulan thitung < dari ttabel maka Ho diterima, artinya tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara kelompok otoriter dengan permisif.
b. Uji-t antara Kelompok Otoriter dengan Otoritatif
Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Group Statistic
Group Statistics
Pola Asuh
Orangtua N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Kecerdasan
Emosional
Otoriter 38 77.34 6.914 1.122
Otoritatif 11 80.82 5.036 1.518
62
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Independent Sample t-test
Dari tabel hasil perhitungan tersebut diperoleh thitung = -1,548 dan ttabel = -
1,678 kesimpulan thitung > dari ttabel maka Ho diterima, artinya tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara kelompok otoriter dengan otoritatif.
c. Uji-t antara Kelompok Permisif dengan Otoritatif
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Group Statistic
Group Statistics
Pola Asuh
Orangtua N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Kecerdasan
Emosional
Permisif 15 73.40 6.833 1.764
Otoritatif 11 80.82 5.036 1.518
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Independent Sample t-test
Dari tabel hasil perhitungan tersebut diperoleh thitung = -3,039 dan ttabel = -
1,711 kesimpulan thitung < dari ttabel maka Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan
yang signifikan antara kelompok permisif dengan otoritatif.
Selanjutnya ditunjukkan hasil uji Post Hoc Test dimana pada dasarnya uji
tersebut digunakan untuk mengetahui pola asuh mana saja yang memiliki
perbedaan kecerdasan emosional dan yang tidak memiliki perbedaan kecerdasan
emosional.
63
Tabel 4. 16 Hasil Perhitungan Post Hoc Test
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Kecerdasan Emosional
(I) Pola Asuh
Orangtua
(J) Pola Asuh
Orangtua
Mean
Differenc
e (I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Bonferro
ni
Otoriter Permisif 3.942 2.020 .167 -1.03 8.91
Otoritatif -3.476 2.268 .391 -9.06 2.11
Permisif Otoriter -3.942 2.020 .167 -8.91 1.03
Otoritatif -7.418* 2.629 .019 -13.89 -.95
Otoritatif Otoriter 3.476 2.268 .391 -2.11 9.06
Permisif 7.418* 2.629 .019 .95 13.89
Games-
Howell
Otoriter Permisif 3.942 2.091 .163 -1.25 9.14
Otoritatif -3.476 1.888 .180 -8.22 1.26
Permisif Otoriter -3.942 2.091 .163 -9.14 1.25
Otoritatif -7.418* 2.328 .011 -13.23 -1.61
Otoritatif Otoriter 3.476 1.888 .180 -1.26 8.22
Permisif 7.418* 2.328 .011 1.61 13.23
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Dalam penelitian ini hasil Post Hoc Test menunjukkan bahwa:
- Kecerdasan emosional pola asuh otoriter dengan pola asuh permisif
mempunyai nilai sig. 0.391 > 0,05 sehingga Ho diterima. Artinya tidak
terdapat perbedaan kecerdasan emosional secara nyata antara pola asuh
otoriter dan pola asuh permisif.
- Kecerdasan emosional pola asuh otoriter dengan pola asuh otoritatif
mempunyai nilai sig. 0.019 > 0,05 sehingga Ho diterima. Artinya tidak
terdapat perbedaan kecerdasan emosional secara nyata antara pola asuh
otoriter dan pola asuh permisif.
- Kecerdasan emosional pola asuh permisif dengan pola asuh otoritatif
mempunyai nilai sig. 0.019 > 0,05 sehingga Ho ditolak. Artinya terdapat
perbedaan kecerdasan emosional secara nyata antara pola asuh permisif dan
otoritatif.
64
3. Besaran Pengaruh Faktor Pola Asuh Orangtua
Besaran pengaruh faktor pola asuh terhadap kecerdasan emosional dihitung
berdasarkan rumus:
W2
= db (Fhitung – 1) / db (Fhitung – 1) + N
Diketahui db = 2, Fhitung = 4,094, N= 64 dengan perhitungan rumus tersebut
diperoleh W2
sebesar 0,088. Artinya bahwa faktor pola asuh dapat menjelaskan
8,8% variansi kecerdasan emosional siswa kelas IV SDN Grogol Selatan 01.
Dengan demikian diperoleh besarnya sumbangan pola asuh orangtua terhadap
kecerdasan emosional siswa adalah 0,088
x 100% = 8,8%. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa varians yang terjadi pada variabel kecerdasan emosional
siswa sebesar 8,8% dapat dijelaskan melaui varians yang terjadi pada variabel
pola asuh orangtua. Atau pengaruh pola asuh orangtua terhadap tinggi rendahnya
kecerdasan emosional siswa sama dengan 8,8%, sedangkan sisanya 91,2%
ditentukan oleh faktor diluar pola asuh orangtua, misalnya tingkat pendidikan
orangtua, lingkungan, dan lain-lain.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Pada hakikatnya kecerdasan emosional terdiri dari beberapa aspek yang dapat
diamati, aspek tersebut yaitu kesadaran diri, mengelola emosi, memanfaatkan emosi
secara produktif, empati, dan membina hubungan, jadi seseorang yang memiliki
kecerdasan emosional adalah seseorang yang memiliki kecakapan individu dalam
mengenali, memahami emosi dirinya sendiri dan dapat membaca emosi orang lain
serta kemampuan mengelola emosi sendiri dengan cara mengontrol emosi negatif
dan merespon emosi orang lain dengan tepat pada situasi yang tepat. Kecerdasan
emosional penting bagi keberhasilan manusia. Menurut Goleman, dalam
kehidupannya, keberhasilan manusia ditentukan oleh kecerdasan rasional dan
kecerdasan emosional, tidak hanya oleh kecerdasan intelektual. Otak emosional sama
terlibatnya dalam pemikiran, seperti halnya keterlibatan otak nalar. Intelektualitas
tak dapat bekerja dengan sebaik-baiknya tanpa kecerdasan emosional.
65
Menurut hasil penelitian, kecerdasan emosional siswa kelas IV di SDN Grogol
Selatan 01 masih terbilang sedang atau mendekati rendah. Berdasarkan data hasil
penelitian yang telah diperoleh maka kecerdasan emosional siswa di SDN Grogol
Selatan 01 dikategorikan kedalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Adapun dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa dari 64 siswa hanya
terdapat 9 siswa yang memiliki kategori kecerdasan emosional tinggi, 43 siswa
memiliki kecerdasan emosional sedang, dan 12 siswa dengan kecerdasan emosional
rendah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil dari observasi yang dilakukan oleh
peneliti sebelum penelitian dilakukan. Observasi dilakukan pada tanggal 17 April
2017 dengan mengamati karakteristik siswa di dalam kelas. Hasilnya menunjukkan
bahwa kecerdasan emosional siswa masih terbilang rendah. Hal ini dibuktikan
dengan adanya siswa masih suka mengganggu temannya saat pelajaran sedang
berlangsung, ada siswa yang suka menyendiri yang menandakan kurangnya
penyesuaian diri, siswa yang suka mengejek temannya, dan siswa yang menangis
karena ejekan temannya.
Dari hasil observasi tersebut, peneliti memilih pola asuh orangtua sebagai
variabel bebasnya. Pola asuh orangtua sendiri dibedakan menjadi menjadi tiga
macam; pola asuh otoriter, yakni orangtua yang memiliki sikap “acceptance”
rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap
mengomando (mengharuskan/ memerintah anak untuk untuk melakukan sesuatu
tanpa kompromi, bersikap kaku (keras) serta cenderung emosi dan bersikap menolak.
Permisif yakni orangtua yang bersikap “acceptance” tinggi, namun kontrolnya
rendah dan memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan/
keinginannya. Sedangkan Otoritatif yakni orangtua yang bersikap “acceptance” dan
kontrolnya tinggi, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak
untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, serta memberikan penjelasan tentang
dampak perbuatan yang baik dan yang buruk. Sikap tersebut dikategorikan menurut
dua dimensi yakni responsiveness dan demandingness. Dalam penelitian ini semua
ciri pola asuh orangtua tersebut dilihat berdasarkan persepsi anak.
66
Dari hasil penelitian, dengan mengkategorikan pola asuh orangtua berdasarkan
dimensi responsiveness dan demandingness pola asuh yang diterapkan orangtua
siswa di rumah yang paling banyak diterapkan adalah pola asuh otoriter dengan
jumlah siswa sebanyak 38 siswa, kemudian pola asuh permisif diperoleh sebanyak
15 siswa, dan pola asuh otoritatif hanya terdapat 11 siswa. Hasil penelitian pola asuh
ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan orangtua yang lebih memilih gaya
pengasuhan otoriter ini beralasan bahwa di era yang serba mudah ini dengan
kecanggihan teknologi yang ada, orangtua lebih memilih pengawasan yang ketat
terhadap anaknya.
Dari macam-macam pola asuh orangtua tersebut memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa anak-anak
yang berasal dari keluarga yang menerapkan keotoriteran dan pengawasan ketat tidak
memperlihatkan pola yang berhasil. Mereka cenderung tidak bahagia, penyendiri,
dan sulit mempercayai orang lain. Sebaliknya, orangtua permisif berusaha menerima
dan mendidik sebaik mungkin, tetapi cenderung sangat pasif ketika sampai ke
masalah penetapan batas-batas atau menanggapi ketidakpatuhan.
Orangtua otoritatif berbeda dengan orangtua otoriter maupun orangtua permisif,
berusaha menyeimbangkan antara batas-batas yang jelas dan lingkungan rumah yang
baik untuk tumbuh. Orangtua otoritatif menghargai kemandirian anak-anaknya,
tetapi menuntut mereka memenuhi standar tanggungjawab yang tinggi kepada
keluarga, teman dan masyarakat. Upaya untuk berprestasi mendapat dorongan dan
pujian. Orangtua otoritatif dianggap mempunyai gaya yang lebih mungkin
menghasilkan anak-anak percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi, dan
disukai banyak orang, yakni anak-anak dengan kecerdasan emosional berderajat
tinggi. Kasih sayang afirmatif berarti menyediakan situasi yang baik bagi
perkembangan emosi anak, dan mendukung melalui cara yang dengan jelas dikenali
oleh anak. Kasih sayang ini berarti melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan
emosi anak. Tetapi dalam penelitian ini hanya satu anak yang mendapatkan pola
asuh ideal.
Dari hasil analisis, menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata yang signifikan
antara kecerdasan emosional siswa yang diasuh dengan kecenderungan pola asuh
67
otoriter, permisif maupun otoritatif. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan pola asuh orangtua terhadap tinggi rendahnya kecerdasan
emosional siswa. Dengan terbuktinya Ha, maka peneliti menyimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pola asuh orangtua terhadap
kecerdasan emosional siswa.
Dari hasil perhitungan diperoleh besarnya sumbangan pola asuh orangtua
terhadap kecerdasan emosional siswa adalah 0,088 x 100% = 8,8%. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa varians yang terjadi pada variabel kecerdasan emosional siswa
sebesar 8,8% dapat dijelaskan melaui varians yang terjadi pada variabel pola asuh
orangtua. Atau pengaruh pola asuh orangtua terhadap tinggi rendahnya kecerdasan
emosional siswa sama dengan 8,8%, sedangkan sisanya 91,2% ditentukan oleh
faktor diluar pola asuh orangtua, misalnya tingkat pendidikan orangtua, lingkungan,
dan lain-lain.
Peran orangtua sebagai pengasuh anak yang utama tidak bisa digantikan oleh
siapapun, bahkan oleh educator di sekolah dan pengasuh pengganti (suster, nanny)
sekalipun. Porsi terbesar pengasuhan anak harus pada orangtua. Karenanya, sesibuk
apapun orangtua bekerja, perlu meluangkan waktu untuk meningkatkan kualitas
hubungan orangtua dengan anak. Orangtua jangan menyerahkan pengasuhan total
pada educator maupun pengasuh pengganti.97
Pola asuh orangtua yang perlu dibangun oleh orangtua untuk anak seusia SD
tidak seperti anak usia PAUD atau TK dengan tingkat kepercayaan yang lebih lemah
dalam perilaku tertentu dan dengan ketatnya tingkat pengawasan yang diberikan
kepada anak disebabkan besarnya ketergantungan anak kepada orangtua.98
Ketika
anak semakin besar, orangtua mulai mengajarkan logika, memberikan nasihat moral,
dan memberikan atau mencabut hak-hak khusus. Ketika anak memasuki masa
sekolah dasar, orangtua menunjukkan kasih sayang fisik yang semakin sedikit. Pola
asuh yang diterapkan orangtua harus memperhatikan pula tingkatan usia anak.
Orangtua harus bersikap fleksibel dan menyesuaikan diri terhadap pekembangan
anak.
97
Ibid, 98
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orangtua dan Komunikasi dalam Keluarga, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2014), h. 93.
68
Pada masa usia SD, terutama untuk kelas-kelas tinggi (IV, V dan VI), orangtua
dapat melakukan dua tindakan penting, yaitu “membentuk bakat tertentu” yang
belum dimiliki anak dan “mengembangkan bakat bawaan” anak yang gejala
gejalanya telah terlihat secara alamiah, sebagai bekal anak di kemudian hari.99
Adanya kecerdasan emosi akan membuat siswa mempunyai kecakapan pribadi
mengenali diri sendiri sehingga dapat mengatasi kesulitan belajar yang dialami.
Kecerdasan emosi juga akan membentuk kemampuan siswa untuk mengelola emosi
(menyalurkan emosi di bidang yang positif) memotivasi untuk giat belajar, tanpa
mengabaikan sikap empati pada orang lain.
E. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini dapat dibuktikan bahwa pola asuh orangtua berpen-garuh
positif dan signifikan terhadap kecerdasan emosional siswa, namun dalam penelitian
ini tentu masih banyak terdapat keterbatasan penulis yang belum dapat
menyempurnakan hasil penelitian ini, diantaranya yaitu: faktor yang dapat
mempengaruhi jawaban responden ketika menjawab angket, seperti kejujuran dan
kondisi anak pada saat itu, serta penelitian hanya dilakukan pada satu sekolah
sehingga tidak dapat digeneralisasikan pada wilayah yang lebih luas.
99
Ibid.
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh tentang pengaruh
pola asuh orangtua terhadap kecerdasan emosional siswa, dapat diambil kesimpulan
bahwa:
Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pola asuh orangtua
terhadap kecerdasan emosional siswa kelas IV SDN Grogol Selatan 01. Nilai Fhitung
pola asuh orangtua dan variabel kecerdasan emosional siswa yaitu sebesar 4,094.
Ftabel (0,05, 2, 61) = 3,15. Fhitung lebih besar dari pada Ftabel (4,094 > 3,15). Dapat
dilihat pula dari nilai signifikansi yang diperoleh yaitu sebesar 0,021 lebih kecil dari
nilai α yang ditetapkan yakni 0,05, artinya Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa rata-rata kecerdasan emosional dari tiga jenis pola asuh tersebut terdapat
perbedaan rata-rata kecerdasan emosional yang signifikan berdasarkan ketiga
kelompok pola asuh orangtua tersebut. Nilai W2
sebesar 0,088. Artinya bahwa faktor
pola asuh dapat menjelaskan 8,8% variansi kecerdasan emosional siswa kelas IV
SDN Grogol Selatan 01. Dengan demikian diperoleh besarnya sumbangan pola asuh
orangtua terhadap kecerdasan emosional siswa adalah 0,088 x 100% = 8,8%. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa pengaruh pola asuh orangtua terhadap tinggi rendahnya
kecerdasan emosional siswa sama dengan 8,8%, sedangkan sisanya 91,2%
ditentukan oleh faktor diluar pola asuh orangtua, misalnya tingkat pendidikan
orangtua, lingkungan, dan lain-lain.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang diberikan adalah sebagai
berikut.
1. Bagi Guru
Guru harus mengetahui untuk kemudian memahami kecerdasan emosional
siswanya. Apakah kecerdasan emosional siswanya itu tergolong tinggi, sedang
70
atau rendah. Hal ini kemudian dapat dijadikan pedoman guru dalam menentukan
metode pengajaran yang tepat di kelas. Sehingga pembelajaran di dalam kelas
berlangsung dengan efektif dan dapat dipahami masing-masing siswa dengan
mudah.
2. Bagi Orangtua
Berdasarkan hasil penelitian, sebaiknya orangtua menerapkan pola asuh
otoritatif. Karena sebagian besar orangtua siswa masih menerapkan pola asuh
otoriter, artinya sebagian besar orangtua siswa hanya memiliki tuntutan yang
besar terhadap anak-anaknya, dengan kata lain pola asuh ini lebih banyak
menuntut (demanding) dibandingkan memberi tanggapan (responsive).
Sedangkan pola asuh yang ideal secara teori kurang diterapkan oleh orangtua
siswa di sekolah ini karena hasil penelitian menunjukkan hanya satu siswa yang
memiliki orangtua yang menerapkan pola asuh otoritatif. Maka orangtua
sebaiknya lebih memberikan tuntutan dan tanggapan yang seimbang terhadap
anaknya agar tercipta kecerdasan emosional yang tinggi pada anak.
71
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011.
Azwar, Saifuddin. Penyusunan Skala Psikologi Edisi II. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2012.
------------------------. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011.
B. Uno, Hamzah. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara. 2012.
Djamarah, Syaiful Bahri. Pola Asuh Orangtua dan Komunikasi dalam Keluarga.
Jakarta: Rineka Cipta. 2014.
Emzir. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta:
Rajawali Pers, 2013.
Goleman, Daniel. Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2005.
----------------------. Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional), Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. 2016.
Hartono, Andreas. EQ Parenting, Cara Praktis ,Menjadi Orangtua Pelatih Emosi.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2012.
Hidayat, Anwar. “ Uji Homogenitas”. www.Statiskian.com. 4 Oktober 2017.
--------------------. “Uji One Way Anova”. www.Statiskian.com. 5 Oktober 2017.
HM, Arifin. Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniyah Manusia. Jakarta:
Bulan Bintang. 1997.
Jannah, Hasanatul. Bentuk Pola Asuh Orantgtua Dalam Menanamkan Perilaku
Moral Pada Anak Usia Dini Di Kecamatan Ampek Angkek Vol I No. 1 (Padang:
Pesona PAUD. 2012.
Jannah, Miftahul. Pola Pengasuhan Orangtua dan Moral Remaja Dalam Islam, Vol
1, No. 1. 2015.
Kadir. Statistika untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Rosemata Sampurna.
2010
Martinez dan Garcia. Impact of Parenting Styles on Adolescents’ Self-Esteem and
Internalization of Values in Spain. The Spanish Journal of Psychology, Vol. 10.
No. 2. Spain: Departemento de Psicologia. 2007.
72
Mashar, Riana. Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. 2011.
Mubayidh, Makmun. Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar. 2006.
Papalia, Diane E dan Ruth Duskin Feldman. Menyelami Perkembangan Manusia.
Jakarta: Salemba Humanika. 2014.
Repetti, Rena L., Shelley E. Taylor, and Teresa E. Seeman. Risky Families: Family
Social Environments and the Mental Psychological Health of Offspring, vol.
128, No. 2, 330 –366. University of California, Los Angeles: Psychological
Bulletin. 2002.
Ruseffendi, E.T. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-eksakta
Lainnya. Bandung: Tarsito. 2010.
Santrock, John W. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. 2007.
Strayer, Janet, Simon Fraser University, and William Roberts. Children’s Anger,
Emotional Expressiveness, and Empathy: Relations with Parents’ Empathy,
Emotional Expressiveness, and Parenting Practices vol. 13. University College
of the Cariboo: Blackwell Publishing. 2004.
Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
2014.
Sugiyono. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D”. Bandung: Alfabeta.
2006.
Susetyo, Budi. Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: PT Refika
Aditama. 2010.
Syaodih S, Nana. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2012.
Tim Pustaka Familia. Warna-warni Kecerdasan Anak dan Pendampingannya.
Yogyakarta: Kanisius. 2006.
Yusuf, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2006.
Scanned by CamScanner
74
Lampiran 2
Pedoman Observasi Kecerdasan Emosional Siswa
PEDOMAN OBSERVASI
Bentuk Perilaku
Kecerdasan
Emosional
Aspek yang Diamati Ya Tidak
Sosial mantap Tidak menyendiri
Mudah bergaul dan
jenaka
Bermain dengan siapa saja, tidak
membentuk “geng”
Selalu terlihat ceria
Tidak mudah takut
dan gelisah
Berani saat diminta maju ke
depan kelas
Berkemampuan besar
untuk melibatkan diri
dengan orang-orang
atau permasalahan
Mudah bergaul dengan orang
yang baru dikenal
Memikul tanggung
jawab dan
mempunyai
pandangan moral
Melaksanakan piket sesuai
jadwal
Simpatik dan hangat
dalam berhubungan
Percakapannya akrab dan hangat
dengan teman
Merasa nyaman
dengan dirinya
sendiri, orang lain
maupun
pergaulannya, dan
memandang dirinya
secara positif
Tidak mudah menangis karena
ejekan teman
Mengakui kesalahan yang dibuat
Berbicara dengan penuh percaya
diri saat diskusi dalam kelompok
Pedoman penskoran: 10 – 30 = Rendah
Jml skor “ya” x 10 40 – 60 = Sedang
1 x 10 = 10 70 – 100 = Tinggi
75
Lampiran 3
Skala Uji Coba Instrumen Kecerdasan Emosional dan Pola Asuh Orangtua
Identitas Diri
Nama : ………………………………….
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Petunjuk Pengisian
1. Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang kalian anggap sesuai
dengan keadaan atau kondisi kalian sehari-hari secara jujur.
2. Penjelasan jawaban dari tiap-tiap pilihan adalah:
STS = Sangat Tidak Sesuai
TS = Tidak Sesuai
S = Sesuai
SS = Sangat Sesuai
3. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban kalian benar apabila sesuai dengan
keadaan kalian yang sesungguhnya.
4. Periksa kembali ya jawaban kalian sebelum diserahkan, jangan sampai ada nomor
yang terlewatkan. Terima kasih atas kesediaannya telah membantu kakak.
Selamat Mengerjakan
SKALA 1 (SKALA KECERDASAN EMOSIONAL)
No. Pernyataan STS TS S SS
1.
Saya merasa percaya diri di kelas karena selalu
mendapat nilai bagus
STS
TS
S
SS
2. Saya sering melamun STS TS S SS
3. Saya mudah memaafkan teman yang
menyinggung perasaan saya
STS
TS
S
SS
4. Saya membenci teman yang menjadi juara kelas STS TS S SS
5.
Saya berteriak sekencangnya saat mendapat
hadiah
STS
TS
S
SS
76
6. Saya bertanya ketika guru mempersilahkan
saya untuk bertanya
STS
TS
S
SS
7.
Saya sulit berkonsentrasi jika ada teman yang
berisik
STS
TS
S
SS
8. Saya cuek jika ada teman saya yang menangis
karena diganggu teman lain
STS
TS
S
SS
9.
Saya menyelesaikan tugas yang diberikan guru
dengan tepat waktu
STS
TS
S
SS
10. Saya menertawakan teman yang melakukan hal
lucu
STS TS S SS
11. Saat ada teman yang menangis maka saya
menenangkannya
STS
TS
S
SS
12. Ketika ada teman yang mengejek saya, maka
saya balas mengejek dengan lebih semangat
STS
TS
S
SS
13. Saya membersihkan lantai kelas yang saya kotori STS TS S SS
14.
Tangan saya sering gemetar apabila diminta
untuk maju ke depan kelas
STS
TS
S
SS
15.
Saya suka menjelaskan pelajaran kepada teman
yang masih belum mengerti
STS
TS
S
SS
16. Saya membiarkan begitu saja lantai kelas yang
telah saya kotori
STS
TS
S
SS
17. Saya mengabaikan teman yang mengejek saya
STS
TS
S
SS
18. Saya sabar mengantri untuk masuk kelas saat
teman lain berebut
STS TS S SS
19. Saya hanya mau berteman dengan teman yang
Pintar
STS
TS
S
SS
20. Saya senang saat mendapat nilai yang tinggi STS TS S SS
21.
Saya mengobrol dengan teman ketika guru sedang
menjelaskan pelajaran
STS
TS
S
SS
22. Saya gugup saat mengerjakan soal di depan kelas
STS
TS
S
SS
77
23. Saya meminjamkan alat tulis kepada teman yang
tidak membawa
STS
TS
S
SS
24. Saya tidak mau membantu menjelaskan kepada
teman yang belum paham pelajaran
STS
TS
S
SS
25. Saya memilih menyelesaikan tugas terlebih
dahulu baru kemudian bermain
STS
TS
S
SS
26. Saya memukul teman yang menghina saya STS TS S SS
27. Saya menangis saat diejek teman STS TS S SS
28.
Saya menyembunyikan penghapus ketika ada
teman yang ingin meminjamnya
STS
TS
S
SS
29.
Saya mendengarkan dengan baik ketika ada
teman yang bercerita
STS
TS
S
SS
30. Saya suka menyela penjelasan guru STS TS S SS
31.
Saya meminta maaf ketika berbuat salah kepada
Teman
STS
TS
S
SS
32.
Saya menertawakan teman yang mendapat
hukuman dari guru
STS
TS
S
SS
33. Saya tiba-tiba ingin tertawa saat sedang belajar
STS
TS
S
SS
34. Saya sering tiba-tiba ingin marah STS TS S SS
35. Saya cepat akrab dengan teman baru STS TS S SS
36.
Saya sering membenci teman sekelas saya tanpa
alas an
STS
TS
S
SS
37. Saya suka mendengarkan pendapat orang lain STS TS S SS
38.
Saya tertarik ingin melihat kegiatan yang ada di
luar kelas saat saya sedang mengikuti pelajaran di
dalam kelas
STS
TS
S
SS
39. Saya selalu percaya diri ketika mengerjakan soal
di depan kelas
STS TS S SS
40. Saya berteman baik dengan teman yang berbeda
agama
STS
TS
S
SS
78
SKALA 2 (SKALA POLA ASUH ORANGTUA)
No. Pernyataan STS TS S SS
1.
Orangtua saya berkata bahwa nilai ulangan saya
tidak boleh turun dengan alasan apapun
STS
TS
S
SS
2.
Orangtua membebaskan saya untuk bermain
dengan semua teman
STS
TS
S
SS
3. Orangtua bertanya kepada saya alasan mengapa
saya mendapat nilai rendah
STS TS S SS
4.
Orangtua tidak melarang saya melakukan
kegiatan bermain apapun
STS
TS
S
SS
5.
Orangtua memarahi saya dengan nada tinggi saat
saya berbuat salah
STS
TS
S
SS
6.
Orangtua bersikap tidak peduli jika ada teman-
teman saya berkunjung ke rumah
STS
TS
S
SS
7.
Ketika saya pulang terlambat maka orangtua
tidak membukakan pintu untuk saya
STS
TS
S
SS
8.
Orangtua tidak peduli saat saya berkelahi
dengan teman
STS
TS
S
SS
9. Orangtua menginginkan saya bergaul hanya
dengan teman tertentu
STS
TS
S
SS
10.
Orangtua membentak saya ketika saya banyak
bertanya
STS
TS
S
SS
11. Orangtua saya akrab dan mengenal teman-teman
saya
STS
TS
S
SS
12.
Orangtua membelikan pensil ketika melihat
pensil saya yang sudah pendek
STS
TS
S
SS
13.
Orangtua mengharuskan saya untuk izin jika
ingin keluar rumah
STS
TS
S
SS
14. Ketika saya melakukan kesalahan yang tidak
disengaja, orangtua langsung mencubit saya
STS
TS
S
SS
15.
Orangtua tahu jadwal pelajaran saya setiap hari
STS
TS
S
SS
79
16.
Orangtua hanya mengizinkan saya makan ketika
sudah selesai mengerjakan tugas
STS
TS
S
SS
17. Orangtua mengatur kegiatan bermain saya
STS
TS
S
SS
18.
Orangtua menjelaskan bahwa kegiatan
ekstrakurikuler juga penting untuk diikuti
STS
TS
S
SS
19.
Orangtua mendukung jenis kegiatan
ekstrakurikuler yang saya pilih
STS
TS
S
SS
20.
Orangtua membiarkan saya menyelesaikan
masalah saya sendiri
STS
TS
S
SS
21. Orangtua membebaskan kepada saya bermain
tanpa mengenal waktu di hari libur
STS
TS
S
SS
22.
Orangtua membebaskan saya untuk memilih
cita-cita yang saya inginkan
STS
TS
S
SS
23. Orangtua mendukung kegiatan yang saya sukai
STS
TS
S
SS
24. Ketika pulang sekolah, orangtua selalu
menanyakan tentang pelajaran saya di sekolah
STS
TS
S
SS
25. Orangtua tetap menyuruh saya berangkat sekolah
meskipun sedang sakit
STS
TS
S
SS
26. Orangtua bertanya dan tertarik dengan hobi saya
STS
TS
S
SS
27.
Saya tidak izin kepada orangtua ketika bermain
ke rumah teman
STS
TS
S
SS
28.
Orangtua bertanya kepada saya tentang berapa
besarnya uang jajan yang cukup
STS
TS
S
SS
29.
Orangtua memperbolehkan saya menonton TV
berjam-jam
STS
TS
S
SS
30. Saya dimarahi orangtua ketika nilai ulangan jelek STS TS S SS
31. Orangtua memperbolehkan saya makan tidak
tepat waktu
STS
TS
S
SS
32. Orangtua selalu curiga terhadap saya
STS
TS
S
SS
80
33.
Orangtua membiarkan saya bangun kesiangan
ketika harus sekolah
STS
TS
S
SS
34. Orangtua tidak tahu ketika saya bolos sekolah STS TS S SS
35.
Ketika saya sakit, orangtua tetap bekerja hingga
larut malam
STS
TS
S
SS
36. Semua kegiatan saya selalu dipantau orangtua STS TS S SS
37.
Orangtua menjelaskan tentang pentingnya
menolong teman
STS
TS
S
SS
38. Saya dijewer orangtua jika saya mendapat nilai
rendah
STS TS S SS
39.
Orangtua selalu mengawasi apapun yang saya
lakukan
STS
TS
S
SS
40.
Orangtua tetap memberikan semangat kepada
saya saat nilai saya rendah
STS
TS
S
SS
41.
Orangtua membelikan sepatu tanpa bertanya
kepada saya warna yang saya sukai
STS
TS
S
SS
42. Orangtua marah saat saya sedang melakukan hobi
saya
STS
TS
S
SS
43. Orangtua membantu saya mengerjakan PR STS TS S SS
44.
Orangtua selalu memaafkan apapun kesalahan
saya
STS
TS
S
SS
45.
Orangtua bertanya kepada saya tentang bekal apa
yang saya inginkan
STS
TS
S
SS
46.
Orangtua membebaskan saya untuk membeli
mainan yang saya mau
STS
TS
S
SS
47. Orangtua berkata kepada saya untuk selalu sabar STS TS S SS
81
Lampiran 4
Pengelompokan Item Berdasarkan Dimensi Pola Asuh
Dimensi Nomor Item
Item
Responsiveness 2
Orang tua diam saja ketika saya berbohong
3 Orang tua memperbolehkan saya tidur pukul 11 malam
4 Orang tua diam saja ketika saya mendapatkan nilai Jelek
6 Orang tua diam saja saat saya berkelahi dengan teman
9 Orang tua mengizinkan saya mengikuti ekstrakurikuler sesuai dengan keinginan dan kemampuan saya
10 Orang tua membelikan pensil ketika melihat pensil saya yang sudah pendek
12 Orang tua tahu jadwal pelajaran saya setiap hari
14 Ketika bekerja, orang tua tetap menanyakan kabar saya
15 Orang tua membebaskan saya untuk memilih cita-cita yang saya inginkan
16 Orang tua mengizinkan saya berteman dengan Siapapun
17 Ketika pulang sekolah, orang tua selalu menanyakan tentang pelajaran saya di sekolah
20 Orang tua mengajak saya berbicara untuk menetapkan besarnya uang jajan saya
21 Orang tua memperbolehkan saya menonton TV berjam-jam
23 Orang tua memperbolehkan saya menyela pendapatnya
24 Orang tua membiarkan saya bangun kesiangan ketika harus sekolah
25 Ketika saya sakit, orang tua tetap bekerja hingga larut Malam
30 Orang tua membantu saya mengerjakan PR
31 Orang tua selalu memaafkan apapun kesalahan saya
Demandingness
1 Apapun alasannya, orang tua berkata bahwa nilai ulangan saya tidak boleh turun
5 Ketika saya pulang terlambat maka orang tua tidak membukakan pintu untuk saya
7 Orang tua sudah mengatur jadwal kegiatan saya sehari- Hari
8 Orang tua membentak saya ketika saya banyak Bertanya
11
Orang tua mengharuskan saya untuk izin jika ingin keluar rumah
13 Orang tua menjelaskan bahwa kewajiban seorang pelajar adalah belajar
82
18 Saya tetap disuruh berangkat sekolah meskipun sedang Sakit
19 Saya tidak izin kepada orang tua ketika bermain ke rumah teman
22 Saya dimarahi ketika nilai ulangan jelek
26 Orang tua menjelaskan tentang pentingnya menolong Teman
27 Orang tua selalu mengawasi apapun yang saya lakukan
28 Orang tua selalu menanyakan alasan ketika saya pulang terlambat
29 Orang tua memarahi saya ketika pulang terlambat
32 Orang tua mengajarkan saya untuk berani berpendapat
83
Lampiran 5
Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian Kecerdasan Emosional
Identitas Diri
Nama : ………………………………….
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Petunjuk Pengisian
5. Lingkari (O) pada salah satu pilihan jawaban yang kalian anggap sesuai dengan
keadaan atau kondisi kalian sehari-hari secara jujur.
6. Penjelasan jawaban dari tiap-tiap pilihan adalah:
STS = Sangat Tidak Sesuai
TS = Tidak Sesuai
S = Sesuai
SS = Sangat Sesuai
7. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban kalian benar apabila sesuai dengan
keadaan kalian yang sesungguhnya.
8. Periksa kembali ya jawaban kalian sebelum diserahkan, jangan sampai ada nomor
yang terlewatkan. Terima kasih atas kesediaannya telah membantu kakak.
Selamat Mengerjakan
SKALA 1 (SKALA KECERDASAN EMOSIONAL)
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya membenci teman yang menjadi juara kelas STS TS S SS
2.
Saya berteriak sekencangnya saat mendapat
hadiah
STS
TS
S
SS
3. Saya bertanya ketika guru mempersilahkan
saya untuk bertanya
STS
TS
S
SS
4. Saya cuek jika ada teman saya yang menangis
karena diganggu teman lain
STS
TS
S
SS
84
5.
Ketika ada teman yang mengejek saya,
maka saya balas mengejek dengan lebih
semangat
STS
TS
S
SS
6. Saya membersihkan lantai kelas yang saya
kotori STS TS S SS
7. Saya membiarkan begitu saja lantai kelas yang
telah saya kotori
STS
TS
S
SS
8. Saya hanya mau berteman dengan teman
yang pintar
STS
TS
S
SS
9.
Saya mengobrol dengan teman ketika guru
sedang menjelaskan pelajaran
STS
TS
S
SS
10. Saya gugup saat mengerjakan soal di depan kelas
STS
TS
S
SS
11. Saya meminjamkan alat tulis kepada teman
yang tidak membawa
STS
TS
S
SS
12. Saya tidak mau membantu menjelaskan kepada
teman yang belum paham pelajaran
STS
TS
S
SS
13. Saya memukul teman yang menghina saya STS TS S SS
14.
Saya menyembunyikan penghapus ketika ada
teman yang ingin meminjamnya
STS
TS
S
SS
15. Saya suka menyela penjelasan guru STS TS S SS
16.
Saya meminta maaf ketika berbuat salah
kepada
Teman
STS
TS
S
SS
17.
Saya menertawakan teman yang mendapat
hukuman dari guru
STS
TS
S
SS
18. Saya tiba-tiba ingin tertawa saat sedang belajar
STS
TS
S
SS
19. Saya sering tiba-tiba ingin marah STS TS S SS
20. Saya cepat akrab dengan teman baru STS TS S SS
21.
Saya sering membenci teman sekelas saya
tanpa alasan
STS
TS
S
SS
22.
Saya tertarik ingin melihat kegiatan yang ada di
luar kelas saat saya sedang mengikuti pelajaran
di dalam kelas
STS
TS
S
SS
85
23. Saya selalu percaya diri ketika mengerjakan soal
di depan kelas STS TS S SS
24. Saya berteman baik dengan teman yang berbeda
agama
STS
TS
S
SS
Terimakasih ya adik-adik atas partisipasinya
86
Instrumen Penelitian Pola Asuh Orangtua
Identitas Diri
Nama : ………………………………….
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Petunjuk Pengisian
1. Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang kalian anggap sesuai
dengan keadaan atau kondisi kalian sehari-hari secara jujur.
2. Penjelasan jawaban dari tiap-tiap pilihan adalah:
STS = Sangat Tidak Sesuai
TS = Tidak Sesuai
S = Sesuai
SS = Sangat Sesuai
3. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban kalian benar apabila sesuai dengan
keadaan kalian yang sesungguhnya.
4. Periksa kembali ya jawaban kalian sebelum diserahkan, jangan sampai ada nomor
yang terlewatkan. Terima kasih atas kesediaannya telah membantu kakak.
Selamat Mengerjakan
SKALA 2 (SKALA POLA ASUH ORANGTUA)
No. Pernyataan STS TS S SS
1.
Orangtua saya berkata bahwa nilai ulangan saya
tidak boleh turun dengan alasan apapun
STS
TS
S
SS
2. Orangtua diam saja ketika saya berbohong STS TS S SS
3. Orangtua memperbolehkan saya tidur pukul 11
malam STS TS S SS
4.
Orangtua diam saja ketika saya mendapatkan
nilai jelek
STS
TS
S
SS
5.
Ketika saya pulang terlambat, maka orangtua
tidak membukakan pintu untuk saya
STS
TS
S
SS
6.
Orangtua diam saja saat saya berkelahi dengan
teman
STS
TS
S
SS
87
7.
Orangtua sudah mengatur jadwal kegiatan saya
sehari-hari
STS
TS
S
SS
8.
Orangtua membentak saya ketika saya banyak
bertanya
STS
TS
S
SS
9.
Orangtua mengijinkan saya mengikuti
ekstrakurikuler sesuai sengan keinginan dan
kemampuan saya
STS
TS
S
SS
10.
Orangtua membelikan pensil ketika melihat
pensil saya yang sudah pendek
STS
TS
S
SS
11. Orangtua mengharuskan saya untuk ijin jika
ingin keluar rumah
STS
TS
S
SS
12. Orangtua tahu jadwal pelajaran saya setiap hari
STS
TS
S
SS
13.
Orangtua menjelaskan bahwa kewajiban
seorang pelajar adalah belajar
STS
TS
S
SS
14.
Ketika bekerja, orangtua tetap menanyakan
kabar saya
STS
TS
S
SS
15.
Orangtua membebaskan saya untuk memilih
cita-cita yang saya inginkan
STS
TS
S
SS
16.
Orangtua mengizinkan saya berteman dengan
siapapun
STS
TS
S
SS
17.
Ketika pulang sekolah, orangtua selalu
menanyakan tentang pelajaran saya di sekolah
STS
TS
S
SS
18.
Saya tetap disuruh berangkat sekolah meskipun
sedang sakit
STS
TS
S
SS
19.
Saya tidak ijin kepada orangtua ketika bermain
ke rumah teman
STS
TS
S
SS
20.
Orangtua mengajak saya berbicara untuk
menetapkan besarnya uang jajan saya
STS
TS
S
SS
21.
Orangtua memperbolehkan saya menonton TV
berjam-jam
STS
TS
S
SS
22. Saya dimarahi ketika nilai ulangan jelek
STS
TS
S
SS
88
23.
Orangtua memperbolehkan saya menyela
pendapatnya
STS
TS
S
SS
24.
Orangtua membiarkan saya bangun kesiangan
ketika harus sekolah
STS
TS
S
SS
25.
Ketika saya sakit, orangtua tetap bekerja hingga
larut malam
STS
TS
S
SS
26.
Orangtua menjelaskan tentang pentingnya
menolong teman
STS
TS
S
SS
27.
Orangtua selalu mengawasi apapun yang saya
lakukan
STS
TS
S
SS
28.
Orangtua selalu menanyakan alasan ketika saya
pulang terlambat
STS
TS
S
SS
29. Orangtua memarahi saya ketika pulang
terlambat
STS
TS
S
SS
30. Orangtua membantu saya mengerjakan PR STS TS S SS
31. Orangtua selalu memaafkan apapun kesalahan
saya STS TS S SS
32. Orangtua selalu mengajarkan saya untuk berani
berpendapat STS TS S SS
Terimakasih ya adik-adik atas partisipasinya
89
Lampiran 6
1. Data mentah hasil penelitian kecerdasan emosional siswa
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Skor
Total
1 4 3 4 3 3 3 3 1 3 3 2 3 4 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 4 71
2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 73
3 4 3 4 3 4 1 4 4 4 4 2 3 4 3 4 4 3 2 4 4 3 1 4 4 80
4 4 3 4 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 4 4 3 3 1 4 3 3 2 3 4 78
5 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 85
6 3 3 3 3 2 2 4 4 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 79
7 4 2 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 2 4 3 4 3 3 4 84
8 4 3 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 4 83
9 4 2 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 89
10 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 70
11 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 2 2 4 3 2 3 78
12 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 2 4 3 3 2 3 3 3 3 4 75
13 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 69
14 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 86
15 3 2 4 4 3 3 4 3 2 2 3 4 1 1 3 3 4 2 2 2 4 1 1 3 64
16 3 3 4 3 4 2 3 3 3 2 2 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 72
17 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 3 2 3 4 4 4 1 4 4 70
90
18 4 3 4 4 2 4 4 4 4 2 4 3 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 86
19 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 70
20 3 2 3 3 4 2 3 2 3 3 1 3 3 4 4 4 3 4 3 4 3 1 3 4 72
21 4 4 2 4 3 2 3 4 4 4 1 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 80
22 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 81
23 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 76
24 3 3 4 3 4 3 4 4 3 2 4 3 2 3 3 4 3 3 2 4 3 3 3 4 77
25 4 1 4 4 1 4 4 4 4 4 4 3 1 4 2 4 2 1 2 4 4 3 4 4 76
26 3 3 4 4 4 4 4 3 3 2 3 4 3 4 3 4 4 4 1 4 4 4 1 4 81
27 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 2 4 3 3 4 4 81
28 4 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 4 4 83
29 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 2 3 4 82
30 4 3 3 3 2 3 3 3 4 3 4 4 3 4 2 3 4 3 3 4 4 3 4 3 79
31 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 80
32 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 2 4 4 3 3 4 4 3 3 2 4 4 4 3 80
33 4 4 4 4 2 3 2 4 4 4 3 3 1 3 4 4 4 3 3 1 1 3 1 2 71
34 3 3 4 3 4 4 3 3 4 4 2 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 4 83
35 4 3 3 2 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 4 3 4 3 4 2 3 3 2 3 77
36 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 92
37 3 2 4 4 2 3 3 3 1 2 4 2 4 3 3 4 3 3 4 2 4 3 3 4 73
91
38 3 2 1 3 2 3 3 3 3 2 3 4 2 2 3 3 1 4 3 3 3 4 2 3 65
39 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 4 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 69
40 3 3 3 3 2 3 4 1 3 2 3 2 2 3 3 3 2 3 2 4 4 2 1 3 64
41 3 3 2 1 1 3 3 3 3 1 4 3 3 3 1 4 3 3 3 2 1 1 2 2 58
42 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 4 2 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 86
43 3 2 2 3 3 3 4 3 3 2 3 3 4 3 3 4 4 4 4 2 4 3 4 4 77
44 4 3 3 4 3 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 1 4 4 82
45 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 70
46 4 3 3 3 1 3 3 3 4 3 3 3 2 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 4 75
47 2 1 2 3 2 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 4 3 2 3 2 3 3 3 4 70
48 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 3 2 4 4 3 89
49 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 73
50 3 3 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 3 3 1 3 3 4 3 3 3 3 4 3 78
51 4 3 1 4 4 3 3 4 3 2 4 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 83
52 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 71
53 3 4 3 3 2 4 4 3 3 3 4 4 3 4 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 83
54 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 4 82
55 3 2 4 4 3 3 4 3 4 2 4 3 2 4 4 4 2 3 4 4 3 2 4 4 79
56 4 3 3 3 3 2 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 81
57 4 3 4 4 3 4 4 3 2 2 3 3 2 3 4 3 3 2 2 3 3 2 3 4 73
92
58 4 2 3 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 4 79
59 3 4 3 3 4 3 1 4 2 3 4 3 4 1 2 2 1 4 2 2 1 2 1 4 63
60 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 76
61 3 4 1 4 2 4 4 4 2 4 4 4 3 3 3 4 3 2 2 2 3 3 4 4 76
62 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 4 86
63 4 2 3 3 4 4 4 3 3 2 2 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 4 4 82
64 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 72
218 185 204 210 189 205 217 206 211 179 213 211 196 206 210 230 208 196 196 206 213 187 203 229 4928
93
2. Data mentah hasil penelitian pola asuh orangtua
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Skor
Total
1 3 3 3 3 2 4 3 3 3 2 2 1 4 1 4 1 2 1 3 2 3 3 3 3 3 4 1 2 2 3 4 4 85
2 4 4 1 4 1 4 4 4 4 4 1 1 4 1 4 3 3 3 3 4 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 91
3 4 3 3 3 2 4 2 3 3 3 1 3 3 2 4 2 3 3 3 4 2 1 4 3 3 4 1 3 3 1 3 4 90
4 3 3 1 3 1 4 3 4 4 4 1 1 3 1 4 2 4 4 3 4 4 1 1 4 4 4 3 1 1 3 4 4 91
5 2 4 3 4 2 4 4 2 4 4 1 2 4 2 4 1 4 3 4 2 1 2 1 4 3 4 1 3 2 3 4 4 92
6 3 2 4 3 1 4 3 4 3 4 2 2 4 2 3 2 4 3 2 1 2 2 1 4 2 4 2 4 3 3 3 4 90
7 3 4 1 2 4 1 3 3 4 4 2 1 4 1 4 1 4 1 4 4 3 1 1 1 1 4 1 4 4 1 4 4 84
8 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 1 1 3 1 3 1 4 3 3 1 1 1 2 3 3 4 2 3 4 2 4 3 87
9 3 4 3 4 1 4 2 3 3 4 2 1 4 1 4 3 3 3 3 4 2 1 2 1 3 4 3 4 2 2 4 4 91
10 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 2 80
11 2 3 3 4 1 4 4 3 4 4 1 1 4 1 4 1 4 3 3 3 2 1 1 4 4 4 1 4 4 2 2 3 89
12 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 1 2 3 2 4 2 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 86
13 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 2 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 85
14 3 3 4 3 2 4 3 3 3 3 1 2 4 2 3 2 3 4 3 3 1 2 2 4 3 1 1 3 3 2 2 4 86
15 3 3 2 4 1 3 1 3 2 3 2 4 3 1 1 2 2 3 3 1 2 4 4 1 3 1 4 1 3 2 1 2 75
16 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 86
17 4 4 3 4 2 4 3 2 4 2 1 3 3 3 3 2 4 4 3 3 2 2 3 3 2 3 4 3 2 2 1 3 91
18 2 3 4 4 1 4 4 4 4 4 1 1 4 1 4 1 4 3 4 1 1 1 1 4 4 4 1 4 4 1 4 4 91
19 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 86
20 3 3 4 3 1 3 3 3 3 3 2 1 4 2 4 1 3 2 3 3 2 4 2 3 3 3 1 3 4 2 4 3 88
21 1 3 3 4 1 4 2 3 4 4 1 1 4 1 4 1 4 4 4 1 1 2 2 4 4 4 3 3 3 3 3 3 89
22 2 4 3 3 2 3 3 3 3 4 1 2 4 2 3 1 3 4 3 2 1 2 2 4 2 4 3 3 3 3 4 3 89
23 3 4 3 4 3 4 2 4 4 4 1 1 3 1 4 1 3 2 4 2 2 4 2 4 4 4 2 3 3 3 4 4 96
24 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 1 2 4 1 4 2 3 3 3 2 1 2 2 3 3 4 2 4 2 2 4 4 88
25 3 4 1 3 3 1 3 3 4 4 1 2 4 1 4 1 3 2 3 4 2 1 3 3 3 4 1 4 4 1 4 4 88
94
26 4 4 3 4 1 3 3 3 4 4 1 2 3 1 3 1 4 1 2 4 3 1 1 4 4 4 1 4 2 1 4 4 88
27 3 3 2 4 2 4 2 3 3 3 1 2 3 2 4 1 3 2 3 3 1 1 1 4 3 4 2 3 3 1 3 4 83
28 2 4 3 4 3 4 3 3 4 3 2 2 3 1 3 2 3 3 4 2 2 2 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 89
29 3 3 4 3 2 4 3 3 3 3 1 2 4 2 3 2 3 4 3 3 1 2 2 4 3 4 1 3 3 2 2 4 89
30 4 4 2 3 1 3 4 2 4 3 1 2 4 2 4 2 4 2 3 4 3 3 2 4 1 3 1 3 4 3 3 2 90
31 3 3 4 4 1 4 3 3 3 4 3 2 4 2 3 1 3 4 3 1 1 3 2 4 2 3 2 3 2 1 2 3 86
32 3 4 4 4 1 4 2 3 3 3 1 1 4 1 4 1 4 3 4 1 1 3 4 4 3 4 3 4 3 2 3 3 92
33 1 3 4 3 1 3 2 3 3 4 4 3 4 1 4 1 3 4 3 1 3 3 1 4 3 1 3 4 2 4 2 1 86
34 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 1 4 2 4 2 3 3 3 2 1 1 2 4 3 4 3 2 4 3 2 2 88
35 4 3 2 4 2 3 2 4 2 2 3 2 3 3 4 2 2 4 2 3 1 1 2 4 4 2 2 3 1 3 3 4 86
36 3 4 3 4 1 4 3 4 4 4 1 1 4 1 4 1 3 3 4 1 2 1 1 4 3 4 3 3 1 1 4 4 88
37 4 4 3 3 2 3 3 3 4 3 2 1 4 2 3 1 3 3 4 3 2 3 1 3 3 3 2 4 3 1 3 4 90
38 3 3 4 2 3 2 2 4 4 2 1 3 3 2 1 2 3 3 1 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 1 2 3 80
39 2 2 1 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 2 3 2 3 3 2 2 3 3 3 82
40 4 4 2 4 1 3 3 3 4 2 2 2 3 1 4 1 4 3 2 2 3 1 1 4 3 3 2 3 3 2 2 3 84
41 3 3 3 3 2 1 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 4 3 2 4 2 2 2 3 2 2 3 3 2 3 2 3 84
42 3 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 2 4 3 4 2 3 2 3 1 1 3 3 4 3 2 3 2 2 2 2 3 91
43 3 4 1 4 2 4 1 3 4 4 3 1 4 1 4 1 4 4 4 1 1 3 1 4 4 4 1 4 1 4 4 4 92
44 3 4 4 3 2 3 4 3 4 4 1 1 4 2 4 1 4 1 1 4 2 1 4 3 3 4 1 4 4 1 3 4 91
45 3 2 3 4 1 3 2 3 3 4 2 3 4 2 4 1 2 3 3 2 2 2 2 3 3 4 2 4 2 1 4 3 86
46 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 2 2 3 4 3 1 4 2 3 2 2 2 2 4 3 4 2 3 4 2 4 3 92
47 4 3 2 3 2 3 2 2 3 4 1 3 4 1 4 1 2 1 3 2 3 1 2 4 3 4 1 2 2 1 4 3 80
48 3 4 4 4 1 4 4 4 4 4 1 1 4 1 4 1 4 4 4 1 1 3 1 4 4 4 2 4 3 2 2 4 95
49 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 82
50 1 3 3 4 2 3 4 4 4 3 2 2 4 2 1 1 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 4 4 86
51 2 3 3 3 1 2 3 4 4 4 1 2 4 1 4 2 4 2 4 2 2 4 2 3 4 4 2 2 1 2 4 4 89
52 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 3 3 83
95
53 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 4 3 4 2 4 4 4 1 2 2 1 4 3 4 2 4 1 1 4 3 96
54 2 3 4 3 3 4 4 3 3 4 2 1 3 1 4 1 3 3 3 2 2 4 2 4 3 4 2 4 2 1 4 4 92
55 1 3 4 3 4 4 2 4 4 4 2 1 4 1 4 2 4 3 4 4 2 3 1 4 3 4 3 4 2 1 3 4 96
56 3 3 2 3 1 4 4 4 4 3 1 2 4 1 4 3 4 2 4 2 1 1 2 4 3 3 2 3 2 2 3 4 88
57 3 4 2 4 2 4 3 3 1 1 2 2 3 2 3 2 4 3 4 3 1 2 1 4 2 4 1 4 4 4 3 3 88
58 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 1 2 4 1 4 2 3 3 4 3 2 2 2 3 4 4 1 1 4 2 2 3 95
59 3 3 2 3 3 1 1 1 3 2 4 1 2 2 2 4 2 1 3 4 3 3 2 1 4 3 4 3 2 2 1 4 79
60 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 88
61 3 4 4 4 1 4 1 4 4 4 1 1 4 1 2 1 4 4 4 1 1 4 1 4 3 4 1 4 2 1 2 4 87
62 2 4 3 3 2 3 4 4 4 3 1 1 4 2 3 1 3 3 4 3 2 2 1 4 4 4 2 3 2 1 3 4 89
63 4 3 4 4 2 4 4 3 3 4 1 2 4 2 4 2 4 3 4 3 2 1 2 4 1 4 1 4 3 1 4 2 93
64 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 90
188 212 185 217 126 212 185 200 217 211 107 116 228 110 220 105 210 182 203 155 122 137 125 216 185 218 127 198 170 131 195 214 5627
96
Lampiran 7
Tabel Pengkategorian Pola Asuh Orangtua
No.
Responden
Skor
Responsiveness
Skor
Demandingness
Skor
Control Hasil Keterangan
1. 1.333333 1.321429 1.071429 R > Dr Permisif
2. 1.416667 1.428571 1.321429 R < Dt Otoriter
3. 1.472222 1.321429 1.214286 R > Dt Otoritatif
4. 1.527778 1.285714 1.142857 R > Dr Permisif
5. 1.5 1.357143 1.178571 R > Dr Permisif
6. 1.361111 1.464286 1.321429 R < Dt Otoriter
7. 1.166667 1.5 1.214286 R < Dt Otoriter
8. 1.277778 1.464286 1.178571 R < Dr Otoriter
9. 1.444444 1.392857 1.25 R > Dt Otoritatif
10. 1.277778 1.214286 1.214286 R > Dt Otoritatif
11. 1.416667 1.357143 1.178571 R > Dr Permisif
12. 1.361111 1.321429 1.178571 R > Dr Permisif
13. 1.305556 1.357143 1.25 R < Dt Otoriter
14. 1.361111 1.321429 1.107143 R > Dr Permisif
15. 1.138889 1.214286 1.107143 R < Dr Otoriter
16. 1.361111 1.321429 1.25 R > Dt Otoritatif
17. 1.444444 1.392857 1.392857 R > Dt Otoritatif
18. 1.388889 1.464286 1.071429 R < Dr Otoriter
19. 1.305556 1.392857 1.321429 R < Dt Otoriter
20. 1.361111 1.392857 1.25 R < Dt Otoriter
21. 1.416667 1.357143 1.071429 R > Dr Permisif
22. 1.361111 1.428571 1.214286 R < Dt Otoriter
23. 1.5 1.5 1.178571 R = Dr Otoritatif
24. 1.333333 1.428571 1.178571 R < Dr Otoriter
25. 1.333333 1.428571 1.178571 R < Dr Otoriter
26. 1.5 1.214286 1.178571 R > Dr Permisif
97
27. 1.305556 1.285714 1.107143 R > Dr Permisif
28. 1.388889 1.392857 1.142857 R < Dr Otoriter
29. 1.361111 1.428571 1.214286 R < Dt Otoriter
30. 1.472222 1.321429 1.428571 R > Dt Otoritatif
31. 1.277778 1.428571 1.142857 R < Dr Otoriter
32. 1.416667 1.464286 1.178571 R < Dr Otoriter
33. 1.388889 1.285714 1.178571 R > Dr Permisif
34. 1.333333 1.428571 1.25 R < Dt Otoriter
35. 1.361111 1.321429 1.178571 R > Dr Permisif
36. 1.361111 1.392857 0.964286 R < Dr Otoriter
37. 1.277778 1.571429 1.25 R < Dt Otoriter
38. 1.222222 1.285714 1.178571 R < Dr Otoriter
39. 1.277778 1.285714 1.214286 R < Dt Otoriter
40. 1.333333 1.285714 1.178571 R > Dr Permisif
41. 1.361111 1.25 1.428571 R > Dt Otoritatif
42. 1.416667 1.428571 1.214286 R < Dt Otoriter
43. 1.416667 1.464286 1.142857 R < Dr Otoriter
44. 1.5 1.321429 1.25 R > Dt Otoritatif
45. 1.333333 1.357143 1.142857 R < Dr Otoriter
46. 1.416667 1.464286 1.392857 R < Dt Otoriter
47. 1.333333 1.142857 0.964286 R > Dr Permisif
48. 1.388889 1.607143 1.214286 R < Dt Otoriter
49. 1.25 1.321429 1.178571 R < Dr Otoriter
50. 1.305556 1.392857 1.107143 R < Dr Otoriter
51. 1.416667 1.357143 1.142857 R > Dr Permisif
52. 1.305556 1.285714 1.214286 R > Dt Otoritatif
53. 1.472222 1.535714 1.25 R < Dt Otoriter
54. 1.361111 1.535714 1.178571 R < Dr Otoriter
55. 1.444444 1.571429 1.214286 R < Dt Otoriter
56. 1.388889 1.357143 1.178571 R > Dr Permisif
98
57. 1.305556 1.464286 1.428571 R < Dt Otoriter
58. 1.472222 1.5 1.214286 R < Dt Otoriter
59. 1.166667 1.321429 1.357143 R < Dt Otoriter
60. 1.361111 1.392857 1.285714 R < Dt Otoriter
61. 1.277778 1.464286 1.035714 R < Dr Otoriter
62. 1.333333 1.464286 1.107143 R < Dr Otoriter
63. 1.472222 1.428571 1.285714 R > Dt Otoritatif
64. 1.388889 1.428571 1.285714 R < Dt Otoriter
Pedoman penskoran pengkategorian pola asuh:
Skor Responsiveness =
Skor Demandingness =
Skor Control =
Kontrol Rendah = < mean
Kontrol Tinggi = ≥ mean
Mean = 1.203683036
Keterangan: t = kontrol tinggi; r = kontrol rendah
99
Lampiran 8
Hasil Uji Validitas dan Reliabitas Instrumen
1. Kecerdasan Emosional
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 31 100.0
Excludeda 0 .0
Total 31 100.0
a. Listwise deletion based on all variables
in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.818 40
Item-Total Statistics
Scale
Mean if
Item
Deleted
Scale
Variance if
Item
Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if
Item
Deleted
Item_1 114.35 118.437 .148 .818
Item_2 114.45 118.656 .109 .820
Item_3 114.65 126.770 -.240 .837
Item_4 113.94 111.862 .556 .805
Item_5 114.32 115.359 .294 .814
Item_6 114.10 118.357 .327 .814
Item_7 115.52 120.191 .047 .822
Item_8 114.23 114.381 .458 .809
Item_9 114.00 118.333 .170 .817
Item_10 114.29 125.280 -.266 .828
Item_11 113.90 119.824 .095 .819
Item_12 114.26 114.198 .489 .809
Item_13 114.10 116.557 .351 .812
Item_14 114.97 116.632 .237 .816
Item_15 114.23 120.181 .082 .819
Item_16 114.10 116.557 .321 .813
Item_17 114.55 116.189 .277 .814
100
Item_18 114.35 120.170 .065 .820
Item_19 114.71 107.413 .626 .800
Item_20 113.84 119.940 .096 .819
Item_21 114.26 111.931 .479 .807
Item_22 114.65 114.970 .338 .812
Item_23 114.32 111.759 .545 .806
Item_24 114.03 115.832 .383 .811
Item_25 114.61 121.112 -.016 .826
Item_26 114.16 110.406 .691 .802
Item_27 115.06 127.129 -.349 .831
Item_28 114.13 112.383 .584 .805
Item_29 114.19 120.961 .066 .818
Item_30 114.26 113.331 .510 .807
Item_31 113.84 114.740 .459 .809
Item_32 114.45 113.256 .442 .809
Item_33 114.35 114.037 .377 .811
Item_34 114.29 113.613 .446 .809
Item_35 114.26 117.065 .352 .813
Item_36 114.32 110.692 .578 .804
Item_37 114.16 118.340 .239 .815
Item_38 114.65 109.437 .529 .804
Item_39 114.10 112.490 .527 .806
Item_40 114.13 114.249 .495 .808
2. Pola Asuh Orangtua
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.899 32
Item-Total Statistics
Scale Mean
if Item
Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlatio
n
Cronbach's
Alpha if
Item Deleted
Item_1 95.88 141.971 .369 .898
Item_3 95.75 142.438 .367 .898
Item_4 95.78 140.229 .494 .896
101
Item_6 95.92 137.826 .643 .893
Item_7 95.99 138.291 .538 .895
Item_8 95.42 142.970 .357 .898
Item_9 95.48 142.114 .528 .895
Item_10 95.52 145.920 .251 .899
Item_11 95.64 140.649 .553 .895
Item_12 95.67 143.224 .287 .900
Item_13 95.78 140.229 .494 .896
Item_15 95.92 141.632 .413 .897
Item_18 95.47 141.447 .381 .898
Item_19 95.86 137.981 .638 .893
Item_22 95.44 143.972 .342 .898
Item_23 95.38 141.851 .484 .896
Item_24 95.64 142.205 .458 .896
Item_25 95.75 138.772 .503 .895
Item_27 95.56 143.750 .341 .898
Item_28 95.23 143.237 .459 .896
Item_29 95.47 142.169 .468 .896
Item_30 95.21 144.082 .459 .897
Item_31 95.38 141.851 .484 .896
Item_33 96.07 139.204 .502 .895
Item_35 95.70 144.297 .294 .899
Item_37 95.62 143.768 .345 .898
Item_39 95.55 140.557 .504 .895
Item_40 95.93 138.565 .584 .894
Item_42 95.42 140.887 .437 .897
Item_43 95.48 142.114 .528 .895
Item_44 95.52 145.920 .251 .899
Item_45 95.64 140.649 .553 .895
102
Lampiran 9
Hasil Analisis Deskriptif
NEW FILE.
DATASET NAME DataSet2 WINDOW=FRONT.
FREQUENCIES VARIABLES=X Y
/STATISTICS=STDDEV VARIANCE RANGE MINIMUM MAXIMUM SEMEAN MEAN
MEDIAN MODE SUM
/BARCHART FREQ
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
[DataSet2]
Statistics
Pola Asuh
Orangtua
Kecerdasan
Emosional
N Valid 64 64
Missing 0 0
Mean 87.92 77.00
Std. Error of Mean .535 .865
Median 88.00 78.00
Mode 86a 70
a
Std. Deviation 4.277 6.924
Variance 18.295 47.937
Range 21 34
Minimum 75 58
Maximum 96 92
Sum 5627 4928
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
Frequency Table
Pola Asuh Orangtua
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
75 1 1.6 1.6 1.6
79 1 1.6 1.6 3.1
80 3 4.7 4.7 7.8
82 2 3.1 3.1 10.9
83 2 3.1 3.1 14.1
84 3 4.7 4.7 18.8
103
85 2 3.1 3.1 21.9
86 9 14.1 14.1 35.9
87 2 3.1 3.1 39.1
88 9 14.1 14.1 53.1
89 7 10.9 10.9 64.1
90 5 7.8 7.8 71.9
91 7 10.9 10.9 82.8
92 5 7.8 7.8 90.6
93 1 1.6 1.6 92.2
95 2 3.1 3.1 95.3
96 3 4.7 4.7 100.0
Total 64 100.0 100.0
Kecerdasan Emosional
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
58 1 1.6 1.6 1.6
63 1 1.6 1.6 3.1
64 2 3.1 3.1 6.3
65 1 1.6 1.6 7.8
69 2 3.1 3.1 10.9
70 5 7.8 7.8 18.8
71 3 4.7 4.7 23.4
72 3 4.7 4.7 28.1
73 4 6.3 6.3 34.4
75 2 3.1 3.1 37.5
76 4 6.3 6.3 43.8
77 3 4.7 4.7 48.4
78 3 4.7 4.7 53.1
79 4 6.3 6.3 59.4
80 4 6.3 6.3 65.6
81 4 6.3 6.3 71.9
82 4 6.3 6.3 78.1
83 5 7.8 7.8 85.9
84 1 1.6 1.6 87.5
104
85 1 1.6 1.6 89.1
86 4 6.3 6.3 95.3
89 2 3.1 3.1 98.4
92 1 1.6 1.6 100.0
Total 64 100.0 100.0
DESCRIPTIVES VARIABLES=X Y
/STATISTICS=MEAN SUM STDDEV VARIANCE RANGE MIN MAX SEMEAN.
Descriptives
[DataSet2]
Descriptive Statistics
N Range Minim
um
Maxim
um
Sum Mean Std.
Deviati
on
Variance
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std.
Error
Statistic Statistic
Pola Asuh
Orangtua 64 21 75 96 5627 87.92 .535 4.277 18.295
Kecerdasan
Emosional 64 34 58 92 4928 77.00 .865 6.924 47.937
Valid N (listwise) 64
105
Lampiran 10
Hasil Uji Normalitas
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
Kecerdasan Emosional *
Pola Asuh Orangtua 64 100.0% 0 0.0% 64 100.0%
Report
Kecerdasan Emosional
Pola Asuh Orangtua Mean N Std. Deviation
75 64.00 1 .
79 63.00 1 .
80 68.33 3 2.887
82 71.00 2 2.828
83 76.00 2 7.071
84 68.67 3 13.614
85 70.00 2 1.414
86 75.44 9 5.388
87 79.50 2 4.950
88 79.00 9 6.124
89 81.86 7 2.545
90 76.60 5 3.782
91 80.57 7 7.161
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pola Asuh
Orangtua
Kecerdasan
Emosional
N 64 64
Normal Parametersa,b
Mean 87.92 77.00
Std. Deviation 4.277 6.924
Most Extreme Differences
Absolute .117 .082
Positive .076 .062
Negative -.117 -.082
Kolmogorov-Smirnov Z .933 .659
Asymp. Sig. (2-tailed) .348 .778
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
106
92 79.80 5 3.962
93 82.00 1 .
95 84.00 2 7.071
96 79.33 3 3.512
Total 77.00 64 6.924
107
Lampiran 11
Hasil Uji Homogenitas
DISCRIMINANT
/GROUPS=Pola_Asuh(1 3)
/VARIABLES=Kecerdasan_Emosional
/ANALYSIS ALL
/PRIORS EQUAL
/STATISTICS=BOXM
/CLASSIFY=NONMISSING POOLED.
Discriminant
Analysis Case Processing Summary
Unweighted Cases N Percent
Valid 64 100.0
Excluded Missing or out-of-range
group codes 0 .0
At least one missing
discriminating variable 0 .0
Both missing or out-of-range
group codes and at least
one missing discriminating
variable
0 .0
Total 0 .0
Total 64 100.0
Group Statistics
Pola Asuh Orangtua
Valid N (listwise)
Unweighted Weighted
Otoriter Kecerdasan Emosional 38 38.000
permisif Kecerdasan Emosional 15 15.000
Otoritatif Kecerdasan Emosional 11 11.000
Total Kecerdasan Emosional 64 64.000
108
Analysis 1 Box's Test of Equality of Covariance Matrices
Log Determinants
Pola Asuh Orangtua Rank
Log
Determinant
Otoriter 1 3.867
Permisif 1 3.843
Otoritatif 1 3.233
Pooled within-groups 1 3.781
The ranks and natural logarithms of determinants
printed are those of the group covariance matrices.
Test Results
Box's M 1.428
F Approx. .693
df1 2
df2 4344.333
Sig. .500
Tests null hypothesis of equal
population covariance matrices.
Summary of Canonical Discriminant Functions
Eigenvalues
Function Eigenvalue % of Variance Cumulative %
Canonical
Correlation
1 .134a 100.0 100.0 .344
a. First 1 canonical discriminant functions were used in the analysis.
Wilks' Lambda
Test of Function(s) Wilks' Lambda Chi-square df Sig.
1 .882 7.684 2 .021
Standardized Canonical
Discriminant Function Coefficients
Function
1
Kecerdasan Emosional 1.000
109
Structure Matrix
Function
1
Kecerdasan Emosional 1.000
Pooled within-groups correlations
between discriminating variables and
standardized canonical discriminant
functions
Variables ordered by absolute size of
correlation within function.
Functions at Group Centroids
Pola Asuh Orangtua
Function
1
Otoriter .049
permisif -.546
Otoritatif .574
Unstandardized canonical
discriminant functions evaluated at
group means
110
Lampiran 12
Hasil Analisis One Way Anova
NEW FILE.
DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.
ONEWAY Kecerdasan_Emosional BY Pola_Asuh
/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=BONFERRONI GH ALPHA(0.05).
Oneway
[DataSet1]
Descriptives
Kecerdasan Emosional
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval
for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Otoriter 38 77.34 6.914 1.122 75.07 79.61 63 92
Permisif 15 73.40 6.833 1.764 69.62 77.18 58 83
Otoritatif 11 80.82 5.036 1.518 77.43 84.20 71 89
Total 64 77.02 6.941 .868 75.28 78.75 58 92
Test of Homogeneity of Variances
Kecerdasan Emosional
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.166 2 61 .318
ANOVA
Kecerdasan Emosional
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 359.195 2 179.598 4.094 .021
Within Groups 2675.789 61 43.865
Total 3034.984 63
111
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Kecerdasan Emosional
(I) Pola Asuh
Orangtua
(J) Pola Asuh
Orangtua
Mean
Differenc
e (I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Bonferro
ni
Otoriter Permisif 3.942 2.020 .167 -1.03 8.91
Otoritatif -3.476 2.268 .391 -9.06 2.11
Permisif Otoriter -3.942 2.020 .167 -8.91 1.03
Otoritatif -7.418* 2.629 .019 -13.89 -.95
Otoritatif Otoriter 3.476 2.268 .391 -2.11 9.06
Permisif 7.418* 2.629 .019 .95 13.89
Games-
Howell
Otoriter Permisif 3.942 2.091 .163 -1.25 9.14
Otoritatif -3.476 1.888 .180 -8.22 1.26
Permisif Otoriter -3.942 2.091 .163 -9.14 1.25
Otoritatif -7.418* 2.328 .011 -13.23 -1.61
Otoritatif Otoriter 3.476 1.888 .180 -1.26 8.22
Permisif 7.418* 2.328 .011 1.61 13.23
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
112
Lampiran 13
Hasil Uji-t
T-Test
Group Statistics
Pola Asuh
Orangtua N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Kecerdasan
Emosional
Otoriter 38 77.34 6.914 1.122
permisif 15 73.40 6.833 1.764
Group Statistics
Pola Asuh
Orangtua N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Kecerdasan
Emosional
Otoriter 38 77.34 6.914 1.122
Otoritatif 11 80.82 5.036 1.518
Group Statistics
Pola Asuh
Orangtua N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Kecerdasan
Emosional
Permisif 15 73.40 6.833 1.764
Otoritatif 11 80.82 5.036 1.518
113
Lampiran 14
F tabel
114
Lampiran 15
t tabel
115
Lampiran 16
Chi-square tabel
116
Lampiran 17
Surat Ijin Modifikasi Angket
117
Lampiran 18
Surat Ijin Penelitian
118
Lampiran 19
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
119
Lampiran 20
Biodata Penulis
Laela Maghfiroh, kelahiran Pekalongan, 31 Mei 1993
menyelesaikan sekolah dasar pada tahun 2006 di MI
Miftahul Huda Sawangan, Depok. Tahun 2009 lulus
dari SMP N 2 Kedungwuni, Pekalongan. Kemudian
pada jenjang menengah atas mengambil konsentrasi/
jurusan IPA di SMA N 1 Kedungwuni, Pekalongan dan
lulus tahun 2012. Melanjutkan studi SI di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta program studi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah tahun 2013.
Sejak awal berstatus mahasiswa baru di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta memilih untuk bergabung pada kegiatan ekstra kampus
yakni Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) berbasis kewirausahaan Koperasi
Mahasiswa (Kopma) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Karena selain menjadi
guru, ada passion lain di seputar bisnis dan keuangan, maka selama menjadi
anggota di Kopma UIN Jakarta aktif mengikuti jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah, pendidikan lanjutan, staffing pengurus hingga dilantik
menjadi pengurus Koperasi Mahasiswa UIN Jakarta Periode 2015 (saat kuliah
semester V) pada posisi Kepala Divisi Keuangan Usaha (ATK dan PUP) di bawah
naungan Kepala Bidang Keuangan Koperasi Mahasiswa UIN Jakarta.
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Top Related