WORD Psikologi Sosial Agresi (Mercubuana 20120
description
Transcript of WORD Psikologi Sosial Agresi (Mercubuana 20120
PSIKOLOGI SOSIAL
AGRESI
Bernardus Andi W (46112010035)
Dewi Puji Astuti (46112010056)
Rina Herlina (46112010064)
Syifa Rahmah (46112010087)
Fakultas Psikologi
Universitas Mercu Buana
Jakarta 2013
Pendahuluan
Pada masa kini kita sering kali mendengar bahkan melihat tindak kekerasan
yang terjadi dalam lingkungan sekitar kita. Tidak jarang pula pada lingkungan
keluarga yang seharusnya menjadi contoh teladan bagi putra-putrinya baik itu
secara sadar atau tidak, sekarang justru berbalik mencelakai. Hai ini dapat kita lihat
makin maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga dan juga penyiksaan
terhadap anak-anak.
Terkadang kita dapat menyaksikan perilaku sadistic di lingkungan tetangga
atau teman dekat sekalipun. Sangat disayangkan di lingkungan kita tidak lagi
tercipta rasa aman. Hal ini dapat memicu konflik sosial, seperti tidak akan percaya
kepada setiap orang di sekitar kita, kita juga akan selalu cenderung waspada. Hal itu
bagus, tetapi terlalu curiga terhadap orang lain juga akan menimbulkan efek yang
tidak baik. Jika di biarkan akan mencapai taraf yang lebih parah, seperti paranoid
yang berlebihan. Selain itu baik perilaku atau korban tetap akan dirugikan. Si pelaku
akan mendapatkan hukuman, sedangkan korbannya akan meninggal. Atas
pertimbangan itulah kami akan membahas mengenai Agresi.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agresi
perbuatan agresif adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan
maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain (Myers,1996).
Moore Fine (Kartono, 2000) mengatakan agresif adalah tingkah laku
kekerasan secara fisik atau verbal terhadap orang lain atau objek lain.
Mayor ( Sarwono 2002 : 297) mengemukakan bahwa perilaku agresif adalah
perilaku fisik atau lisan yang sengaja dengan maksud untuk menyakiti atau
merugikan orang lain.
Murray (Chaplin, 2004) mengatakan bahwa agresif adalah kebutuhan untuk
menyerang, memperkosa atau melukai orang lain, untuk meremehkan, merugikan,
mengganggu, membahayakan, merusak, menjahati, mengejek, mencemooh, atau
menuduh secara jahat, menghukum berat atau melakukan tindakan sadistis lainnya.
Agresi adalah segala bentuk perilaku yang disengaja terhadap makhluk lain
dengan tujuan untuk melukainya dan pihak yang dilukai tersebut berusaha untuk
menghindarinya. Dari definisi tersebut terdapat empat masalah penting dalam
agresi. Pertama, agresi merupakan perilaku. Kedua, ada unsur kesengajaan. Ketiga,
sasarannya adalah makhluk hidup, terutama manusia. Keempat, ada usaha
menghindar pada diri korban (Faturochman, 2006).
Berkowitz (Zamzami, 2007) menjelaskan bahwa agresif merupakan bentuk
perilaku yang dimaksud untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kecenderungan perilaku agresif adalah adanya keinginan untuk melakukan perilaku
negatif, kekerasan guna menyakiti orang lain atau merusak suatu benda yang
dilakukan secara fisik maupun verbal.
B. Tipe-Tipe Agresi
Berkowitz (dalam Koeswara, 1988) membedakan agresi ke dalam dua tipe, yakni :
a. Agresi Instrumental (Instrumental Aggression)
Agresi instrumental adalah agresi yang dilakukan oleh organisme atau individu
sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu.
b. Agresi Benci (Hostile Aggression)
Agresi benci adalah agresi yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan
keinginan untuk melukai atau menyakiti, atau agresi tanpa tujuan selain intuk
menimbulkan efek kerusakan, kesakitan atau kematian pada sasaran atau
korban.
Menurut Moyer (dalam Koeswara,1988) tipe-tipe agresi, yaitu :
a. Agresi Predatori / Pemangsa
Agresi yang dibangkitkan oleh kehadiran objek alamiah (mangsa). Biasanya
terdapat pada organisme atau spesies hewan yang menjadikan hewan dari
spesies lain sebagai mangsanya.
b. Agresi antar jantan
Agresi yang secara tipikal dibangkitkan oleh kehadiran sesame jantan pada
suatu spesies.
c. Agresi ketakutan
Agresi yang dibangkitkan oleh tertutupnya kesempatan untuk menghindar dari
ancaman.
d. Agresi tersinggung
Agresi yang dibangkitkan oleh perasaan tersinggung atau kemarahan, respon
menyerang muncul terhadap stimulus yang luas (tanpa memilih sasaran), baik
berupa objek-objek hidup maupun objek-objek mati.
e. Agresi Pertahanan
Agresi yang dilakukan oleh organisme dalam rangka mempertahankan daerah
kekuasaannya dari ancaman atau gangguan spesiesnya sendiri. Agresi
pertahanan ini disebut juga agresi teritorial.
f. Agresi Materal
Agresi yang spesifik pada spesies atau organisme betina (induk) yang dilakukan
dalam upaya melindungi anak-anaknya dari berbagai ancaman.
g. Agresi Instrumental
Agresi yang dipelajari, diperkuat (reinforced) dan dilakukan untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu
C. Teori-Teori Agresi
Sarwono, (2002) teori agresi terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu:
1. Teori Bawaan
Teori Bawaan atau Bakat ini terjadi atas teori Psikoanalisa dan teori Biologi.
- Teori Naluri : Freud dalam teori Psikoanalisis klasiknya mengemukakan
bahwa agresi adalah satu dari dua naluri dasar manusia. Naluri agresi ini
merupakan pasangan dari naluri eros dan tanatos. Naluri seks berfungsi
untuk melanjutkan keturunan sedangkan naluri agresi berfungsi
mempertahankan jenis. Kedua naluri tersebut berada dalam alam
ketidaksadaran, khususnya pada bagian dari kepribadian yang disebut Id
yang pada prinsipnya selalu ingin agar kemauannya dituruti (Prinsip
Kesenangan) dan terletak padabagian lain dari kepribadianlain yang
dinamakan Superego yang mewakili norma-norma yang ada dalam
masyarakat dan Ego yang berhadapan dengan kenyataan.
- Teori Biologi : menjelaskan perilaku agresi, baik dari proses faal
maupun teori genetika atau ilmu keturunan. Proses faal adalah proses
tertentu yang terjadi otak dan susunan saraf pusat.
2. Teori Lingkungan
Perilaku Agresi merupakan reaksi terhadap peristiwa atau stimulus yang
terjadi di lingkungan.
- Teori Frustrasi agresi klasik : agresi dipicu oleh frustrasi. Frustrasi
adalah hambatan terhadap suatu pencapaian tujuan. Berdasarkan teori
tersebut agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustrasi.
- Teori Frustrasi agresi baru : frustrasi menimbulkan kemarahan dan
emosi, kondisi marah tersebut memicu agresi. Marah timbul jika sumber
frustrasi dinilai mempunyai alternative perilaku lain daripada yang
menimbulkan frustrasi itu.
- Teori Belajar Sosial : lebih memperhatikan faktor tarikan dari luar.
Bandura menekankan kenyataan bahwa perilaku agresif, berbuat yang
berbahaya, perilaku yang tidak pasti dapat dikatakan sebagai hasil bentuk
dari pelajaran perilaku sosial. Bandura menerapkan agresi dapat dipelajari
dan dapat terbentuk pada individu-individu hanya dengan meniru atau
mencontoh agresi yang dilakukan orang lain atau model yang diamatinya,
walaupun hanya sepintas tanpa penguatan.
3. Teori Kognitif
Memusatkan proses yang terjadi pada kesadaran dalam membuat
penggolongan (kategorisasi), pemberian sifat-sifat (atribusi), penilaian, dan
pembuatan keputusan.
D. Pengaruh Terhadap Agresi
Agresivitas memiliki dampak sosial yang luas. Agresivitas seseorang bisa
berpengaruh terhadap situasi sosial dilingkungannya. Agresivitas juga bersifat
langsung dan sangat berpengaruh terhadap diri seseorang. Apabila perilaku agresif
tidak segera ditangani dan tidak mendpat perhatian dari orangtua maupun
pendidikannya, maka akan berpeluang besar menjadi yang konsisten (menetap).
Dilingkungan sekolah anak agresif cenderung ditakuti dan dijauhi teman- temannya
dan ini dapat menimbulkan masalah baru karena anak terisolir
dari lingkungan disekitarnya. Perilaku agresif yang dibiarkan begitu saja,pada
saat remaja nanti akan menjadi juvenite deliquence yakni perilaku khas kenakalan
remaja. Dengan demikian, perilaku agresif dari sejak anak berusia dini berpengaruh
pada perkembangan anak- anak selanjutnya.
Agresi yang dilakukan berturut-turut dalam jangka lama, apalagi jika terjadi
pada anak-anak atau sejak masa kanak-kanak, dapat mempunyai dampak pada
perkembangan kepribadian. Misalnya, wanita yang pada masa kanak-kanaknya
mengalami perlakukan fisik dan atau seksual, pada masa dewasanya (18-44 tahun)
akan menjadi depresif, mempunyai harga diri yang rendah, sering menjadi depresi,
mempunyai harga diri yang rendah, sering menjadi korban serangan seksual, terlibat
dalam peyalahgunaan obat, atau mempunyai pacar yang terlibat dalam
penyalahgunaanobat. Demikian pula, walau tidak mengalami agresivitas dalam
jangka lama, pelajar-pelajar wanita di amerika serikat yang pernah mengalami
pelecehan seksual menderita berbagai gangguan, seperti tidak mau sekolah, tidak
mau bicara dikelas, tidak dapat berkonsentrasi di kelas, membolos sekolah, nilai
ulangannya jelek, dan nilai rapornya turun.
Agresi itu pun dapat berlanjut dai generasi ke generasi. Ibu yang agresif
cenderung mempunyai anak yang agresif terhadap anaknya pula
E. Cara Mengurangi Agresi
Agresi bukanlah suatu bentuk perilaku yang tidak dapat dihindari atau tidak
dapt diubah. Sebaliknya karena agresi berasal dari interaksi kompleks berbagai
peristiwa eksternal, kognisi, dan karakteristik pribadi, hal itu dapat dicegah atau
dikurangi. Bahkan kita telah menyebutkan fakta ini berulang kali dalam pembahasan
mengenai intimidasi. Disini kami akan mempertimbangkan beberapa prosedur yang
ketika digunakan secara tepat dapat efektif dalam mengurangi frekuensi atau
intesitas agresi manusia.
1. Hukuman
Pertama- tama kita harus perhatikan bahwa , dilihat secara keseluruhan bukti-
bukti yang ada menunjukkan bahwa hukuman dapat berhasil dalam mencegah
individu untuk terlibat di banyak bentuk perilaku. Namun, dampak seperti ini tidak
pasti dan tidak otomatis. Bila menjadi tidak efektif untuk tujuan ini. Kondisi- kondisi
apa yang harus dipenuhi sehingga hukuman dapat berhasil? Empat hal yang paling
penting: (1) Harus segera, harus mengikuti tindakan agresif secepat mungkin. (2)
Harus pasti, probabilitas bahwa hukuman akan menyertai agresi haruslah sangat
tinggi. (3) Harus kuat, cukup kuat untuk dirasa sangat tidak menyenangkan bagi
penerimanya. Dan (4) Harus dipersepsikan oleh penerimanya sebagai justifikasi
atau layak diterima.
Sayangnya, seperti yang anda dapat lihat, kondisi- kondisi ini sering kali tidak
terdapat dalam system keadilan di banyak Negara. Dalam banyak masyarakat,
pemberian hukuman untuk tindakan agresif ditunda selama berbulan- bulan bahkan
bertahun- tahun; di Amerika serikat, misalnya, terpidana pembunuhan sering
menghabiskan waktu lebih dari sepuluh tahun dalam ancaman humukan mati,
menunggu pelaksanaanya. Sama halnya, banyak [erilaku criminal yang menghindari
penangkapan dan putusan pegadilan, sehingga kepastian diberikan hukuman
adalah rendah. Berat ringannya hukuman itu sendiri bervariasi dari suatu kota, suatu
Negara bagian atau bahkan antara suatu ruang pengadilan dengan lainnya. Melihat
kondisi- kondisi ini, tidak mengejutkan bahwa ancaman hukuman bahkan hukuman
yang paling parah (hukuman mati) sekalipun tampaknya tidak efektif dalam
mencegah kejahatan. Kondisi- kondisi yang dibutuhkan agar hukuman dapat
menjadi efektif tidaklah ada. Hal ini memunculkan pertanyaan menarik: Dapatkah
dibuktikan bahwa hukuman akan efektif sebagai pencegah kejahatan jika digunakan
secara lebih efektif? Kita tidak dapat memastikan, tetapi bukti- bukti yang ada
menunjukkan bahwa hukuman dapat, secara potensial, memunculkan efek- efek
seperti itu jika digunakan sesuai dengan prinsip- prinsip yang digambarkan
sebelumnya. Tetapi sekali lagi, memberlakukan kondisi- kondisi tersebut akan
menimbulkan isu kompleks yang berhubungan dengan belief religious dan etis,
sehingga data ilmiah jelas hanya merupakan salah satu pertimbangannya, dan untuk
alas an tersebut, kita tidak dapat menawarkan polisi yang jelas disini. Melainkan hal
yang merupakan sesuatu yang harus diputuskan oleh orang untuk dirinya masing-
masing.
2. Katarsis
Hipotesis katarsis adalah pandangan bahwa menyediakan suatu kesempatan
pada orang yang sedang marah untuk mengekspresikan impuls- impuls agresi
mereka dalam cara yang relative aman akan mengurangi tendensi mereka untuk
terlibat dalam bentuk agresi yang lebih berbahaya.
Bagaimana dengan ide bahwa melakukan tindakan agresi yang “aman”
mengurangi kecenderungan terjadinya bentuk agresi yang lebih berbahaya? Hasil
penelitian dari isu ini bahkan lebih mematahkan semangat. Agresi terbuka
tampaknya tidak berkurang dengan (1) melihat adegan kekerasan di media.(2)
menyerang objek mati, (3) melakukan agresi verbal terhadap oranglain. Bahkan,
beberapa temuan menyatakan bahwa agresi dapat ditingkatkan oleh aktifitas-
aktifitas ini. Misalhnya, dapat dikurangi dengan cara memukul suatu sasaran pukul.
Dan dalam penelitian yang berhubungan, Bushman (2001) menemukan bahwa
partisispasi penelitian yang memikirkan tentang seseorang yang telah membuat
mereka marah ketika memukul suatu sasaran pukul menjadi lebih marah dan
bertindak lebih agresif daripada partisipan yang memikirkan mengenai kebugaran
fisik ketika memukul sasaran pukul tersebut.
Temuan seperti ini semuanya menyatakan bahwa, berlawanan dengan belief
popular, katarsis bukan merupakan suatu alat yang sangat efektif untuk mengurangi
agresi, berpartipasi dalam bentuk agresi yang aman atau dalam aktivitas keras yang
menguras energy dapat menghasilkan pengurangan keterangsangan untuk
sementara, tetapi perasaan marah dapat segera kembali ketika individu bertemu,
atau hanya memikirkan mengenai orang yang sebelumnnya mengganggu mereka.
Dan perasaan- perasaan seperti ini dapat benar- benar ditingkatkan jika individu
berfikir mengenai orang tersebut ketika sedang terlibat dalam aktivitas katarsis.
Untuk alasan- alasan ini, katarsis menjadi kurang efektif dalam mengurangi agresi
daripada yang sebelumnya dipercaya.
3. Intervensi Kognitif
Apakah anda merasa sulit atau mudah untuk meminta maaf kepada orang
lain? Jika jawaban anda sulit, saya menyarankan anda untuk melatih keterampilan
social yang satu ini, permintaan maaf pengakuan kesalahan- kesalahan yang
meliputi permintaan ampun/maaf seringkali sangat bermanfaat untuk mengurangi
agresi. Jika anda merasa bahwa anda membuat orang lain marah, segeralah
meminta maaf. Masalah yang dapat anda hindari membuat ucapan “saya menyesal”
menjadi sangat berharga. Ketika emosi sedang terangsang, bisa jadi kita
mengadopsi cara berfikir dimana kita memproses informasi secara cepat dan
gegabah. Hal ini kemudian, dapat meningkatkan kemungkinan bahwa kita akan
“kehilangan kendali” pada orang lain termasuk orang lain yang bukan merupakan
penyebab kemarahan kita.
Berdasarkan fakta- fakta ini, maka prosedur apapun yang dapat menolong
kita menghindari atau mengatasi deficit kognitif juga dapat menolong untuk
mengurangi agresi. Salah satu teknik seperti ini adalah preattribution
mengatribusikan tindakan mengganggu yang dilakukan orang lain pada penyebab
yang tidak disengaja sebelum provokasi benar- benar terjadi. Misalnya, sebelum
bertemu seseorang yang menurut anda mengesalkan, anda dapat mengingatkan diri
sendiri bahwa dia tidak bermaksud membuat anda marah. Tingkah lakunya hanya
merupakan hasil dari gaya pribadi yang tidak sepantasnya. Teknik lainnya adalah
mencegah diri anda sendiri (orang lain) dari terhanyut pada kesalahan sebelumnya
baik yang nyata atau diimajinasikan. Anda dapat melakukan ini dengan mengalihkan
perhatian anda dengan cara tertentu : MIsalnya, membaca, menonton program
televise atau film menyerap perhatian, atau mengerjakan puzzle yang rumit.
Aktivitas- aktivitas ini menyediakan suatu periode pendinginan selama amarah
masih dapat terjadi, dan juga menolong untuk menciptakan kembali control kognitif
pada perilaku control yang menolong menahan agresi.
4. Pemaparan terhadap model non agresif : pertahanan yang menular.
Jika pemaparan terhadap tindakan agresif yang dilakukan orang lain di media
atau secara langsung dapat meningkatkan agresi, nampaklah kemungkinan bahwa
pemaparan terhadap perilaku nonagresif menghasilkan dampak yang sebaliknya.
Ketika individu- individu yang telah diprovokasikan diperlihatkan pada gambaran
orang lainyang sedang mendemostrasikan atau mengusahakan pertahanan diri,
tandensi untuk terjadinya agresi berkurang. an ini menunjukkan bahwa mungkin saja
ada gunanya untuk menempatkan model nonagresif yang beursaha menahan diri
dalam berbagai situasi tegang yang potensi untuk menjadi berbahaya. Keberadaan
model nonagresif dapat berfungsi sebagai penyeimbang kekerasan terbuka yang
terjadi.
5. Pelatiahan dalam keterampilan social: belajar untuk memiliki hubungan
baik dengan orang lain.
Salah satu alasan mengapa banyak orang yang telibat dalam tanggapan
agresif adalah karena mereka tidak memiliki keterampilan social dasar. Mereka tidak
mengetahui bagaimana merespons provokasi dari orang lain dalam cara yang akan
menenangkan orang lain ini alih- alih mengganggu mereka. Mereka tidak tahu
bagaimana caranya untuk membuat permintaan atau bagaimana caranya untuk
menolak permintaan orang lain tanpa membuat orang tersebut marah. Orang- orang
yang tidak memiliki keterampilan social dasar tampak terlibat dalam jejerasab
dengan proporsi yang cukup tinggi dibanyak masyarakat, jadi membekali orang-
orang seperti ini dengan keterampilan social yang lebih baik dapat sangat
bermanfaat untuk mengurangi agresi. Kebetulan, prosedur untuk mengajarkan
individu keterampilan seperti ini memang ada dan tidak terlalu kompleks. Contohnya,
baik orang dewasa maupun anak- anak dapat secara cepat memperbaiki
keterampilan social mereka dengan cara melihat orang- orang lain (model social)
melakukan perilaku yang efektif dan tidak efektif. Kemajuan ini dapat diperoleh
hanya melalui beberapa jam pelatihan, jadi hal ini bersifat praktis, hemat serta
berhasil.
6. Respons yang tidak tepat: sulit untuk tetap marah jika anda tersenyum
Bayangkan anda dalam situasi dimana anda merasa diri anda marah dan
kemudian seseorang menceritakan sebuah lelucon yang membuat anda tertawa.
Apakah anda akan tetap marah? Mungkin tidak. Kemungkinan besar bahwa ketika
anda tertawa, anda akan merasa kemarahan anda berkurang. Mengapa? Karena
tertawa dan afek positif yang dibawanya tidak sesuai dengan perasaan marah dan
tindakan agresi. Hal ini merupakan dasar dari pendekatan lain untuk mengurangi
agresi, yang dikenal sebagai teknik respons yang tidak tepat (incompatible response
techniques). Teknik ini menyatakan bahwa agresi akan berkurang jika individu
dipaparkan pada kejadian atau stimulus yang menyebabkan mereka mengalami
keadaan afeksi yang tidak tepat dengan kemarahan atau agresi.
Stimulus atau pengalaman apakah yang dapat menghasilkan keadaan afeksi
yang tidak tepat ini? Temuan memperlihatkan bahwa humor, keterangsangan
seksual ringan, dan perasaan empati pada korban semuanya efektif untuk
menghasilkan efek ini. Tentu saja, teknik ini gagal: mencoba untuk membuat
seseorang tertawa ketika mereka sedang sangat marah dapat memicu dan
membuat mereka tambah marah.tetapi sesegera mungkin dalam proses sebelum
individu menjadi murka usaha untuk mengganti keadaan emosi internal yang
negative, seperti rasa terganggu, dengan yang positif dapat cukup efektif.
Menurut Koeswara (1988), cara atau teknik sebagai langkah-langkah konkret yang
dapat diambil untuk mencegah kemunculan atau berkembangnya tingkah laku agresi
itu adalah : penanaman modal, pengembangan tingkah laku non agresi, dan
pengembangan kemampuan memberikan empati.
a. Penanaman Modal
Penanaman modal merupakan langkah yang paling tepat untuk mencegah
kemunculan tingkah laku agresi. Penanaman moral ini akan berhasil apabila
dilaksanakan secara berkesinambungan dan konsisten sejak usia dini di berbagai
lingkungan dengan melibatkan segenap pihak yang memikul tanggung jawab dalam
proses sosialisasi.
b. Pengembangan Tingkah Laku Non Agresi
Untuk mencegah berkembangnya tingkah laku agresi, yang perlu dilakukan adalah
mengembangkan nilai-nilai yang mendukung perkembangan tingkah laku non
agresi, dan menghapus atau setidaknya mengurangi nilai-nilai yang mendorong
perkembangan tingkah laku agresi.
c. Pengembangan Kemampuan Memberikan Empati
Pencegahan tingkah laku agresi bisa dan perlu menyertakan pengembangan
kemampuan mencintai pada individu-individu. Adapun kemampuan mencintai itu
sendiri dapat berkembang dengan baik apabila individu-individu dilatih dan melatih
diri untuk mampu menempatkan diri dalam dunia batin sesame serta mampu
memahami apa yang dirasakan atau dialami dan diinginkan maupun tidak diinginkan
sesamanya. Pengembangan kemampuan memberikan empati merupakan langkah
yang perlu diambil dalam rangka mencegah berkembangnya tingkah laku agresi.
F. Bentuk – Bentuk Perilaku Agresi
Pendapat Delut (Kisni dan Hudaniyah, 2001) bentuk bentuk perilaku agresif yaitu :
a. Menyerang secara fisik
b. Menyerang dalam kata-kata
c. Mencela orang lain
d. Mengancam melukai orang lain
e. Menyerbu daerah orang lain
f. Main perintah
g. Melanggar hak orang lain
h. Membuat perintah dan meminta yang tidak perlu
i. Bersorak sorak, berteriak atau berbicara keras yang tidak pantas
j. Menyerang tingkah laku yang di benci.
Contoh :
Fisik, Aktif, Langsung Menikam, Memukul, atau Menembak orang
lain
Fisik, Aktif, Tak Langsung Membuat perangkap untuk orang lain,
menyewa seorang pembunuh untuk
membunuh
Fisik, Pasif, Langsung Secara fisik mencegah orang lain memperoleh
tujuan atau tindakan yang diinginkan (seperti
aksi duduk dalam demonstrasi)
Fisik, Pasif, Tak Langsung Menolak melakukan tugas yang seharusnya
Verbal, Aktif, Langsung Menghina orang lain
Verbal, Aktif, Tak Langsung Menyebarkan gossip atau rumor jahat tentang
orang lain
Verbal, Pasif, Langsung Menolak berbicara pada orang lain, Menolak
menjawab pertanyaan, dll.
Verbal, Pasif, Tak Langsung Tidak mau membuat komentar verbal
(misalnya : menolak berbicara ke orang yang
menyerang dirinya bila dia dikeritik secara
tidak feer.
G. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Agresivitas
Menurut David Off terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perilaku remaja siswa-siswi yaitu :
a. Faktor Biologis
Faktor ini merupakan dorongan-dorongan yang berasal dari dalam diri individu. Ada
beberapa faktor biologis yang mempengaruhi Agresi yaitu,
1.) Faktor Gen
Berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak mengatur penelitian yang
di lakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah
amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan lebih mudah
marah dibandingkan dengan betinanya.
2.) Sistem otak yang terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau
mengendalikan agresi.
3.) Kimia Darah
Kimia darah khususnya hormone seks yang sebagian ditentukan faktor
keturunan mempengaruhi perilaku agresi.
b. Faktor Belajar Sosial
Berbeda dengan faktor biologis, faktor belajar sosial ini lebih memperhatikan faktor
tarikan dari luar diri individu.
c. Kesenjangan Generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (GAP) antara generasi anak dan orang
tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan
sering kali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak diyakini
sebagai salah satu penyebab timbulnya prilaku agresi pada anak.
d. Faktor Lingkungan
Prilaku agresi di sebabkan oleh beberapa faktor. Berikut merupakan uraian singkat
mengenai faktor-faktor tersebut :
1.) Kemiskinan
Bila individu yang di besarkan dalam lingkungan kemiskinan maka perilaku
agresi pada dirinya secara alami mengalami peningkatan.
2.) Anonimitas
Kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan kota besar lainnya
menyajikan berbagai suara, cahaya, dan bermacam-macam informasi yang
sangat luar biasa besarnya. Individu secara otomatis cenderung berusaha
untuk beradaptasi dengan melakukan penyesuaian diri terhadap rangsangan
yang berlebihan tersebut. Terlalu banyak rangsangan indra kognitif membuat
dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu individu dengan individu
lain tidak lagi saling mengenal atau mengetahui secara baik. Lebih jauh lagi,
setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri).
Bila individu merasa anonim, ia cenderung berprilaku semaunya sendiri,
karena ia merasa tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang
bersimpati pada individu lain.
3.) Suhu Udara Yang Panas Dan Kesesakan
Suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku
sosial berupa peningkatan agresivitas.
e. Faktor Amarah
Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau
melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut di
salurkan maka terjadilah perilaku agresi.
f. Faktor Frustasi
Terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan,
kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah
satu cara merespon terhadap frustasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari
frustasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang
pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segara terpenuhi tetap9i sulit sekali
tercapai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresif.
g. Proses Pemberian Hukuman Yang Berlebihan
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan
dengan memberikan hukuman yang berlebihan, dapat menimbulkan berbagai
pengaruh yang buruk bagi remaja di sekolah. Pemberian hukuman seperti itu akan
membuat siswa-siswi menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan
membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan
pada akhirnya melampiaskan kemarahan dalam bentuk agresi kepada orang lain.
Sedangkan menurut Sarwono dan Meinarno, (2009) menjelaskan penyebab
timbulnya agresi pada individu, antara lain :
a. Faktor Sosial
Frustasi, terhambatnya atau tercegahnya upaya mencapai tujuan kerap
menjadi penyebab agresi. Ketika individu gagal dalam menyelesaikan ujian dengan
baik, ia akan merasa sedih, marah, bahkan depresi. Dalam keadaan seperti itu,
besar kemungkinan ia akan menjadi frustasi dan mengambil tindakan-tindakan yang
bernuansa agresi, seperti penyerangan terhadap individu lain. Kondisi ini menjadi
mungkin dengan pemikiran bahwa agresi yang dilakukan individu tadi dapat
mengurangi marah yang ia alami (Bushman, Baumeister & Philips, 2001 dalam
Taylor, Peplau & Sears, 2009).
Agresi tidak selalu muncul karena frustasi. Hukuman verbal atau fisik juga
menjadi salah satu penyebab agresi. Contohnya kasus pemukulan 7 siswa terhadap
kepala sekolah yang terjadi di SMK Muhammadiyah 1 Kabupaten Bantul,
Yogyakarta. Pemukulan ini terjadi karena kekecewaan salah seorang siswa yang
tidak naik kelas sehingga siswa tersebut menjadi frustasi (Kompas, 2008). Indvidu
cendrung untuk membalas dengan derajat agresi yang sama atau sedikit lebih tinggi
dari pada yang di terimanya atau balas dendam karena perlakuan yang dilakukan
oleh gurunya tersebut tidak seimbang dengan hasil belajar siswa atau siswi.
Menyepelekan dan merendahkan sebagai ekspresi sikap arogan atau sombong,
predictor yang kuat bagi munculnya agresi.
Kebanyakan hasil penelitian yang terkait dengan konsumsi alkohol
menunjukkan kenaikan agresivitas (Hull & Bond, dalam Taylor, Peplau, Sears 2009;
Gros, 1992; Madianung, 2003 dalam Sarwono, 2002). Contohnya : individu yang
mengkonsumsi alkohol di sekolah membuatnya marah (agresif) saat di tegur oleh
gurunya. Ini terlihat bahwa alkohol meningkatkan perilaku agresif hingga kriminalitas
(Murdock, Pihl & Ross, 1990 dalam Garret 2003).
b. Faktor Personal
Faktor personal ini meliputi :
1.) Pola tingkah laku berdasarkan kepribadian. Individu dengan pola tingkah
laku A cenderung lebih agresif daripada individu dengan pola tingkah laku B.
Tipe A identik dengan karakter terburu-buru, kompetitif, tingkah laku yang di
tunjukan oleh individu denga tipe B adalah bersikap sabar, kooperatif,
nonkompetisi, dan non agresif (Fieldman, 2008). Individu dengan tipe A
cenderung lebih melakukan Hostile Agression (Agresi yang bertujuan melukai
atau menyakiti individu lain). Disisi lain, individu dengan tipe B cenderung
lebih melakukan instrumental Aggression (tingkah laku agresif yang dilakukan
karena ada tujuan utama dan tidak ditunjukkan untuk melakukan atau
menyakiti individu lain.
2.) Narsisme juga menjadi salah satu penyebab timbulnya agresi, dimana ini
sudah di teliti oleh (Gusman dan Baumeter, 1988). Hasilnya individu yang
narsis memiliki tingkat agresifitas lebih tinggi. Hal ini dikarenakan dirinya
merasa terancam jika ada individu lain yang mempertanyakan dirinya, maka
kemudian yang terwujud adalah tingkah laku agresif.
3.) Perbedaan jenis kelamin. Sering di ungkapkan bahwa laki-laki lebih agresif
dari pada perempuan (Haddat & Giassman, 2004, Fieldman 2008).
Penelitian eksperimental yang dilakukan oleh bandura menguatkan premis
tersebut.
c. Kebudayaan
Penyebab timbulnya agresi adalah faktor kebudayaan. Ini diperkuat oleh
pendapat beberapa ahli dari berbagai bidang ilmu seperti antropologi dan psikologi,
seperti Segall, Dasen, Berry dan Porting, (1999); Kottak (2006); Bross (1992);
Price & Krapo (2002) mengenai faktor kebudayaan terhadap agresi. Lingkungan
geografis, seperti pantai atau pesisir, menunjukkan karakter lebih keras daripada
masyarakat yang hidup di pedalaman. Nilai dan norma yang mendasari sikap dan
tingkah laku di masyarakat juga berpengaruh terhadap agresifitas satu kelompok.
d. Situasional
Individu yang berkata cuaca yang cerah juga menbuat api yang cerah,
tampaknya ide itu tidak berlebihan dengan di percayai oleh para pramusaji di
Amerika Serikat. Penelitian terkait dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan
bahwa ketidak nyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk-bentuk
agresi lainnya. Sudah sejak lama kita mendengar individu berkata “kondisi cuaca
yang panas lebih sering memunculkan aksi agresif”. Hal yang paling sering muncul
ketika udara panas adalah timbulnya rasa tidak nyaman yang berujung pada
meningkatnya agresi sosial.
e. Sumberdaya
Individu senantiasaingin memenuhi kebutuhannya. Salah satu pendukung
utama kehidupannya adalah daya dukung alam. Daya dukung alam terhadap
kebutuhan individu tak selamanya mencukupi. Oleh karena itu, di butuhkan upaya
lebih untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Diawali dengan tawar-menawar, jika
tidak tercapai kata sepakat, maka akan terbuka dua kemungkinan besar, pertama,
mencari sumber pemenuhan kebutuhan lain, kedua mengambil paksa dari pihak
yang memilikinya.
f. Media Massa
Kasus yang muncul dari video Ariel yang tersebar ditiru oleh 2 individu yang
bernama Robi (14 tahun) dan Roni (10 tahun) dengan melakukan hal yang serupa
dengan kasus Ariel terhadap individu yang berusia 9 tahun secara paksa. Ini terjadi
setelah individu tersebut menonton video adegan porno tersebut. Oleh karena itu,
ketika melakukan perilaku agresif (penganiayaan) dua individu tersebut mengakui
setelah menonton video tersebut. Pengakuan Robi dan Roni ini merupakan hasil dari
pemeriksaan tim kepolisian Surabaya.
Menurut Ade E. Mardiana, tayangan dari televisi berpotensi besar di imitasi
oleh pemirsanya, Khusus untuk televisi yang merupakan media tontonan dan secara
alami mempunyai kesempatan lebih bagi pemirsanya untuk mengamarti apa yang di
sampaikan secara jelas. Oleh karena itu, kemudian dilakukan penelitian tentang
hubungan kekerasan dan televisi dengan mengajukan hipotesis “mengamati
kekerasan akan meningkatkan agresifitas”. Beberapa penelitian tentang televisi dan
kekerasan lebih banyak dilakukan, baik di luar maupun dalam negeri secara teoritis,
penjelasan dari kajian ini adalah teori belajar sosial.
Menurut Morgan, Weisz, dan Schoplen, 1986. Jenis agresi sebagai berikut :
Tabel Dimensi Agresi
Dimensi Aspek Indikator
1. Agresi
Verbal
Perilaku di saat kita diganggu
individu (orang) lain.
Sikap Kita terhadap orang yang
akan menjadi saingan.
Sikap kita saat emosi kepada
orang lain.
- Agresi verbal (mengumpat, mencerca)
saat kita diganggu orang lain.
- Menghasut Orang lain untuk memusuhi
orang yang menjadi saingan.
- Perilaku agresi (mengomel,
membantah) saat menerima saran &
kritik dari orang yang kita hormati.
- Perilaku agresi (marah, menghina)
dalam situasi emosi kepada orang lain.
2. Agresi Fisik Sikap kita terhadap orang yang
menjadi sumber masalah.
Sikap disaat orang lain
menggangu kita.
Perilaku jahil kepada orang
lain.
Sikap kita terhadap orang yang
di benci.
- Perilaku agresif fisik (memukul,
menampar) saat kita menghadapi
orang yang menjadi sumber masalah.
- Perilaku agresif fisik (memukul,
berkelahi) kepada orang yang
menggangu kita.
- Perilaku kita untuk usil/menggoda
orang lain.
- Perilaku agresif fisik kepada orang
yang kita benci dan penampilan yang di
tunjukkan dari ekspresi.
3. Pengalihan
Terhadap
Objek
Bukan
Manusia
Perilaku agresif terhadap
lingkungan sekitar
Perilaku terhadap lingkungan
saat mengalami suatu
kegagalan atau kesalahan
- Perilaku agresif yang dilakukan
terhadap barang-barang yang ada di
lingkungan.
- Perilaku agresif terhadap makhluk
hidup lain.
- Pengalihan perilaku agresi terhadap
hal-hal yang ada di iingkungan saat
mengalami kegagalan atau kesalahan.
Daftar Pustaka :
Baron. Robert A & Byrne Donn. 2005. Psikologi Sosial/ Edisi Kesepuluh/ Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Faturochman, 2006. Pengantar Psikologi Sosial, Yogyakarta, Pustaka.
Kisni, T. D. dan Hudaniyah. 2001. Psikologi sosial. Jilid 1 Universitas
Muhammadiyah Malang.
Nabila. 2012. Hubungan Antara Pemberian Hukuman Dengan Perilaku Agresif
Siswa-Siswi MTs X. Skripsi Psikologi Universitas Mercubuana
Sarwono,S. W. 2009. Psikologi Sosial, Jakarta: Salemba Humanika.
Sarwono, S. W. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta:Balai Pustaka.
Zamzami, A. 2007. Agresivitas Siswa SMK DKI Jakarta. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, tahun ke – 13, No. 069
Kumpulan Tanya – Jawab
1. Suhu panas adalah pemicu tindakan agresi. Mengapa pada negara dengan iklim
dan suhu panas terbukti tidak semua orang-orang melakukan agresi disana ?
Karena orang-orang yang tinggal di Negara bersuhu panas, sudah terbiasa
dengan iklimnya, sehingga mereka tidak mendapatkan perasaan panas yang
membuat mereka tidak nyaman yang menimbulkan emosional mereka meningkat
tapi kondisi panas yang mereka rasakan adalah sebuah kebiasaan yang tidak
mengganggu mereka. Namun dewasa ini, di Negara panas pun sering terjadi
perubahan suhu dan iklim yang sangat ekstrim, dengan adanya perubahan suhu
seperti itulah yang memungkinkan panas kembali memicu emosional mereka
apabila mereka mulai terbiasa dengan suhu lebih rendah dari biasanya.
2. Sebutkan komponen-komponen agresi ?
Komponen Motorik
Agresi dari perilaku motorik seperti melukai dan menyakiti orang lain secara fisik.
Misalnya dengan menyerang, memukul, menakut-nakuti, merusak, dan berkelahi.
Komponen Afektif
Rasa marah merupakan komponen emosi atau afektif, seperti keterbangkitan
dan kesiapan psikologis untuk bertindak agresif. Misalkan mudah kesal, hilang
kesabaran, tidak mampu mengontrol perasaan marah.
Kompoen Kognitif
Sikap permusuhan merupakan perwakilan dari komponen kognitif seperti
perasaan benci dan curiga pada orang, merasa hidup yang dijalani tidak adil.
3. Sebutkan pengertian Agresi Instrument dan Agresi Hostile ?
Agresi Instrumental (Instrumental Aggression), Agresi instrumental adalah
agresi yang dilakukan oleh organisme atau individu sebagai alat atau cara untuk
mencapai tujuan tertentu.
Agresi Benci (Hostile Aggression), Agresi benci adalah agresi yang dilakukan
semata-mata sebagai pelampiasan keinginan untuk melukai atau menyakiti, atau
agresi tanpa tujuan selain intuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan atau
kematian pada sasaran atau korban.