VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR ... - … · ii validasi metode analisis penetapan kadar...
Transcript of VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR ... - … · ii validasi metode analisis penetapan kadar...
VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR CAMPURAN
PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DENGAN PERBANDINGAN 7:4
MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET (UV)
APLIKASI METODE DERIVATIF
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Tony Handoyo
NIM : 068114056
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR CAMPURAN
PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DENGAN PERBANDINGAN 7:4
MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET (UV)
APLIKASI METODE DERIVATIF
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Tony Handoyo
NIM : 068114056
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
You are my rock, on You i stand
Safe from the storm that surrounds me
You are my only rock, in You i can
Don’t have to rely on my own strength
(Hillsong London)
Kupersembahkan karyaku ini kepada
Orang yang tak pernah berhenti mengasihi aku
mamiku, ciciku,
dan alm. Papiku
Engkong dan Mak yang banyak mensupport
Almamaterku
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah dan penyertaan yang
telah Dia berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul:
“Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen
dengan Perbandingan 7:4 Menggunakan Metode Spektrofotometri Ultraviolet (UV)
Aplikasi Metode Derivatif” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan dengan
baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Bapak Ipang Djunarko,
M.Sc., Apt. yang telah memperlancar jalannya penelitian.
2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. yang telah bersedia menjadi dosen
pembimbing yang begitu perhatian dalam memberikan bimbingan dan juga
banyak masukan selama proses pembuatan skripsi ini.
3. Bapak Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan
banyak kritik dan saran yang sangat berarti bagi penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Ibu Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan banyak kritik dan saran yang sangat berarti bagi penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Tim dosen fakultas farmasi Universitas Sanata Dharma, untuk semua ilmu yang
telah diajarkan kepada saya.
viii
6. Penolong kecilku, Citra Dewi Ariani, terima kasih atas tiap pertolongan yang
sadar atau tidak sadar banyak sekali membantuku.
7. Rekan seperjuanganku Andreas Wilasto Anggit “Boim”, terima kasih buat setiap
proses skripsi ini yang kita lalui.
8. Teman-teman satu bimbingan, Pungki, Micell, Angel, Yoki, dan Aang, terima
kasih buat supportnya.
9. Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Ottok, Pak Timbul ,dan bapak-ibu
karyawan yang telah membantu saya selama proses skripsi ini berlangsung.
10. Teman-teman “Bocah Rolas” buat tawa dan tawa dan tawa lagi yang membuat
semangat itu kembali ada.
11. Teman-teman Squadra viola dari yang tua sampai muda, semoga pertemanan kita
tetap terjalin sampai tua.
12. Teman-teman farmasi yang tidak saya bisa sebut satu persatu, terima kasih buat
segalanya.
13. Dan semua pihak yang tidak bisa saya sebut satu per satu.
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan adanya masukan saran dan kritik
tentang skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
kefarmasian dan bagi semua pembaca.
Penulis
(Tony Handoyo)
x
VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR CAMPURAN
PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DENGAN PERBANDINGAN 7:4
MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET (UV)
APLIKASI METODE DERIVATIF
INTISARI
Parasetamol dan ibuprofen sebagai zat tunggal dapat ditetapkan kadarnya dengan menggunakan spektrofotometri ultraviolet (UV). Namun, jika parasetamol dan ibuprofen dijadikan sebuah campuran dengan perbandingan 7:4, maka akan menghasilkan spektrum normal yang saling overlapping. Hal ini menyebabkan kadar dari masing-masing senyawa sukar ditetapkan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengembangan spektrofotometri uv aplikasi metode derivatif dimana kadar parasetamol dan ibuprofen dapat ditetapkan meskipun dalam bentuk campuran.
Penelitian ini penelitian noneksperimental dengan rancangan deskriptif. Pada penelitian ini, dilakukan dengan membuat spektrum serapan normal dan derivatif masing-masing senyawa, kemudian ditentukan daerah zero crossing kedua senyawa yang dilihat dari spektrum derivatifnya. Spektrum derivatif merupakan plot dA/dλ terhadap λ. Untuk menentukan kevalidan metode, digunakan parameter seperti, akurasi, presisi, linearitas, dan spesifisitas.
Hasil penilitian didapatkan panjang gelombang zero crossing untuk parasetamol di 261,5 nm dan ibuprofen di 227 nm. Nilai koefisien korelasi (r) dari kurva baku parasetamol sebesar -0,9996 sedangkan ibuprofen sebesar –0,9979. Rentang nilai recovery dari parasetamol adalah 99,14-100,86% sedangkan untuk ibuprofen adalah 97,98-103,53%. Nilai CV dari parasetamol sebesar 0,575% dan untuk nilai CV dari ibuprofen sebesar 0,995%. Maka dapat disimpulkan metode ini memiliki akurasi, presisi, linearitas, dan spesifisitas yang baik.
Kata kunci : parasetamol, ibuprofen, spektrum serapan derivatif
xi
VALIDATION OF QUANTITATIVE ANALYSIS FROM PARACETAMOL
AND IBUPROFEN COMBINE WITH 7:4 RATIO USING
SPECTROPHOTOMETRY ULTRAVIOLET (UV) THE
APPLICATION DERIVATIVE OF METHODS
Abstract
Paracetamol and ibuprofen as a single substance can be set levels by using ultraviolet (UV). However, if paracetamol and ibuprofen are used as a mixture with a ratio of 7:4, it will produce the normal spectrum are overlapping each other. This causes the concentration of each compound is difficult to determine. Therefore, in this research is to develop methods of application of derivative UV spectrophotometry where the concentration of paracetamol and ibuprofen may be set even in mixture.
This research is descriptive research design noneksperimental. In this study, done by making the normal and derivative absorption spectra of each compound, later determined the second zero crossing is seen from the spectrum of compound derivatives. Derivative spectrum is a plot of dA / dλ for λ. To determine the validity of the method, used parameters such as accuracy, precision, linearity, and specificity.
Research results obtained zero crossing wavelengths of 261.5 nm for paracetamol and ibuprofen at 227 nm respectively. Correlation coefficient (r) of standard curves for paracetamol ibuprofen while registration -0.9979 -0.9996. The range of recovery values were 99.14-100.86%, whereas paracetamol to ibuprofen is 97.98-103.53%. CV values of 0575% of paracetamol and ibuprofen for the value of CV of 0995%. So we can conclude this method has an accuracy, precision, linearity, and good specificity.
Keywords: paracetamol, ibuprofen, a derivative absorption spectrum
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING. ................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................................vi
PRAKATA ............................................................................................................ vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... ix
INTISARI ............................................................................................................... x
ABSTRACT............................................................. ................................................ xi
DAFTAR ISI.............................................................................. ........................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN. .................................................................................... xvii
BAB I. PENGANTAR ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
1. Permasalahan .................................................................................. 3
2. Keaslian Penelitian ......................................................................... 3
3. Manfaat Penelitian .......................................................................... 3
B. Tujuan Penelitian ................................................................................... 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA...................................................................... 5
A. Parasetamol ........................................................................................... 5
xiii
B. Ibuprofen .............................................................................................. 6
C.Spektrofotometri Ultraviolet (UV) ......................................................... 6
D. Metode Derivatif Zero crossing .......................................................... 11
E. Validasi Metode ................................................................................... 13
1. Spesifisitas ................................................................................... 13
2. Linearitas ..................................................................................... 14
3. Akurasi ......................................................................................... 14
4. Presisi ............................................................................................ 14
5. LOD dan LOQ ............................................................................ 15
F. Landasan Teori ................................................................................... 16
G. Hipotesis ............................................................................................. 17
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 18
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ......................................................... 18
B. Variabel .............................................................................................. 18
C. Definisi Operasional ........................................................................... 18
D. Bahan Penelitian ................................................................................ 19
E. Alat yang Digunakan .......................................................................... 19
F. Tata Cara Penelitian ............................................................................ 19
1. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol ........................................ 19
2. Pembuatan Larutan Baku Ibuprofen ............................................ 20
3. Penentuan Spektrum Masing-masing Senyawa ........................... 20
4. Penentuan Panjang Gelombang Zero Crossing ........................... 20
5. Pembuatan Kurva Baku ............................................................... 21
xiv
6. Penetapan Kadar Parasetamol dan Ibuprofen dalam Campuran ... 21
G. Analisis Hasil ..................................................................................... 22
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 24
A. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol dan Ibuprofen ....................... 24
B. Penentuan Spektrum Senyawa ........................................................... 25
C. Penentuan Panjang Gelombang Zero Crossing .................................. 29
D. Pembuatan Kurva Baku ..................................................................... 31
E. Penetapan Kadar Sampel .................................................................... 33
F. Analisis Parameter Validasi ................................................................ 37
1. Spesifisitas .................................................................................... 37
2. Linearitas ..................................................................................... 38
3. Akurasi ......................................................................................... 39
4. Presisi ........................................................................................... 39
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 40
A. Kesimpulan ........................................................................................ 40
B. Saran ................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41
LAMPIRAN .......................................................................................................... 43
BIOGRAFI PENULIS ......................................................................................... 57
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kriteria Rentang Recovery yang dapat diterima ...................................... 14
Tabel II. Kriteria KV yang dapat diterima ........................................................... 15
Tabel III. Parameter Validasi Metode .................................................................. 16
Tabel IV. Data Kurva Baku Parasetamol ............................................................ 32
Tabel V. Data Kurva Baku Ibuprofen ................................................................. 32
Tabel VI. Data Parasetamol dan Ibuprofen dalam Campuran .............................. 37
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Rumus Bangun Parasetamol ................................................................ 5
Gambar 2. Rumus Bangun Ibuprofen .................................................................... 6
Gambar 3. Diagram Tingkat Energi Elektronik .................................................... 8
Gambar 4. Gugus Kromofor dan Auksokrom pada Parasetamol ........................ 26
Gambar 5. Gugus Kromofor pada Ibuprofen....................................................... 26
Gambar 6. Spektrum Serapan Normal Ibuprofen ................................................. 27
Gambar 7. Spektrum Serapan Normal Parasetamol ............................................. 27
Gambar 8. Spektrum Serapan normal Ibuprofen dan Parasetamol ...................... 28
Gambar 9. Spektrum Derivatif Pertama dari Parasetamol dan Ibuprofen ............ 30
Gambar 10. Spektrum Derivatif Kedua dari Ibuprofen dan Parasetamol ............. 31
Gambar 11. Spektrum Normal Senyawa Campuran ........................................... 33
Gambar 12. Spektrum Gabungan Sampel dan Baku pada Serapan Normal ....... 34
Gambar 13. Spektrum Gabungan Sampel dan Baku pada Derivate Pertama ...... 36
Gambar 14. Spektrum Gabungan Sampel dan Baku pada Derivate Kedua ........ 36
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sertifikat Bahan .............................................................................. 43
Lampiran 2. Sertifikat Bahan .............................................................................. 44
Lampiran 3. Data Penimbangan Bahan ............................................................... 45
Lampiran 4. Contoh Perhitungan Kadar Larutan Baku Parasetamol .................. 46
Lampiran 5. Contoh Perhitungan Kadar Larutan Baku Ibuprofen ...................... 48
Lampiran 6. Contoh Perhitungan Derivatif ......................................................... 50
Lampiran 7. Data Perhitungan Kadar Parasetamol dan Ibuprofen ....................... 54
Lampiran 8. Perhitungan Recovery ...................................................................... 55
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Penelitian
Obat-obat yang beredar di pasaran pada saat ini, tersedia dengan berbagai
bentuk sediaan antara lain berupa tablet, kaplet, kapsul, dan larutan. Beberapa
produk obat yang beredar di pasaran tersebut ada yang mengandung satu macam
zat aktif tapi ada juga yang mengandung lebih dari satu macam zat aktif. Tujuan
dipakainya lebih dari satu macam zat aktif diharapkan antar zat aktif saling
mendukung untuk memberikan efek terapetik yang lebih baik. Salah satu contoh
obat yang memiliki dua macam zat aktif sekaligus adalah tablet obat analgesik-
antipiretik yang mengandung parasetamol dan ibuprofen dengan komposisi
parasetamol (350 mg) dan ibuprofen (200 mg). Dari segi efek terapetik sediaan
obat dengan dua macam zat aktif akan lebih menguntungkan. Tetapi dari segi
penetapan kadarnya justru akan lebih susah dikarenakan zat aktif yang diteliti
tidak hanya satu. Padahal untuk menjamin kualitas obat perlu diketahui
kesesuaian komposisi dari kandungan-kandungan yang ada di dalam obat.
Komposisi yang ada di dalam obat harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku
misalnya ketentuan dari farmakope. Oleh karena itu diperlukan sebuah metode
penetapan kadar yang dapat menetapkan beberapa macam zat aktif sekaligus.
Parasetamol dan ibuprofen dapat ditetapkan dengan menggunakan
metode spektrofotometri ultraviolet (UV) (Anonim, 1995). Spektrofotometri UV
memiliki kekurangan dimana metode ini lebih cocok utuk menetapkan kadar
2
senyawa tunggal. Namun telah dikembangkan analisis spektrofotometri
multikomponen yaitu spektrofotometri UV derivatif. Pada metode
spektrofotometri UV derivatif, spektrum didapatkan dengan membuat kurva
hubungan antara derivatif serapan (dnA/dλn) terhadap panjang gelombang (λ). Hal
ini dimaksudkan supaya mendapatkan spektrum yang lebih tajam dari spektrum
normalnya, sehingga diharapkan ditemukan panjang gelombang yang nilai
absorbansinya spesifik untuk satu analit saja dan nilai absorbansi analit lainnya
bernilai nol, atau biasa disebut panjang gelombang zero crossing. Dengan
pengembangan metode spektrofotmetri UV ini, maka penetapan kadar campuran
parasetamol dan ibuprofen dapat ditetapkan secara bersamaan dan lebih cepat.
Metode ini belum pernah digunakan untuk penetapan kadar parasetamol
dan ibuprofen maka diperlukan validasi metode terlebih dahulu sebelum
dilakukan penetapan kadar untuk sediaan tablet yang mengandung parasetamol
dan ibuprofen.
Validasi metode bertujuan untuk mengetahui apakah metode yang
digunakan untuk penetapan kadar parasetamol dan ibuprofen dalam tablet ini
sahih atau valid dilihat dari parameter-parameter tertentu. Parameter yang
digunakan untuk menentukan validitas dari metode penetapan kadar ini adalah
akurasi, presisi, spesifisitas dan linearitas. Parameter tersebut merupakan syarat
parameter analisis yang harus dipenuhi untuk prosedur analisis kategori I.
Kategori I mencakup prosedur analisis kuantitatif, untuk menetapkan kadar
komponen utama bahan obat atau zat aktif dalam sediaan farmasi (Anonim, 2007).
3
1. Permasalahan
Apakah penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dengan
perbandingan 7:4 menggunakan metode spektrofotometri UV aplikasi metode
derivatif memenuhi parameter akurasi, presisi, spesifisitas, dan linearitas yang
baik ?
2. Keaslian Penelitian
Sebelum penulis, sudah ada beberapa peneliti yang menetapkan kadar
campuran parasetamol dan ibuprofen. Penelitian yang telah ada mengenai
penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen antara lain Optimasi
Pemisahan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dengan Metode Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik (Prabowo, 2010), Validasi Metode Penetapan
Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dengan Perbandingan 7:4
Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik (Micell,
2010), Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dalam Tablet
Merk ”X” dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase terbalik
(Kumalasari, 2010), Validasi Metode Penetapan Kadar Campuran Parasetamol
dan Ibuprofen secara Spektrofotometri UV dengan Metode Panjang Gelombang
Berganda (Andrianto, 2010), dan Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan
Ibuprofen dalam Tablet merk ”X” secara Spektrofotometri UV dengan Aplikasi
Metode Panjang Gelombang Berganda (Setiawan, 2010).
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang kefarmasian tentang metode
4
spektrofotometri UV aplikasi metode derivatif, secara khusus terhadap campuran
paraseramol dan ibuprofen.
b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
metode yang praktis dan valid untuk menetapkan kadar campuran parasetamol
dan ibuprofen dengan metode spektofotometri ultraviolet dengan aplikasi metode
derivatif.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akurasi, presisi, linearitas, dan
spesifisitas dari metode penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen
dengan perbandingan 7:4 menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet
dengan aplikasi metode derivatif.
5
BAB II
PENELAAH PUSTAKA
A. Parasetamol
Sinonim dari parasetamol adalah asetaminofen; p-Hidroksiasetanilida; p-
asetamidofenol; N-asetil-p-aminofenol; C6H9NO2, dengan berat molekul 151,16
g/mol (Anonim, 1995). Rumus bangun dari parasetamol adalah sebagai berikut
Gambar 1. Rumus Bangun Parasetamol (Anonim, 1995)
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian: serbuk hablur, putih,
tidak berbau, rasa sedikit pahit. Kelarutan: larut dalam air mendidih dan dalam
natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol. Parasetamol yang terlarut
memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 243 nm (Anonim, 1995).
Parasetamol adalah N-(4-hidroksifenil) asetamida dan merupakan agen
analgesik maupun antipiretik. Parasetamol efektif dalam mengobati sakit kepala,
neuralgia dan sakit pada otot dan persendian (Battu and Reddy, 2009).
6
B. Ibuprofen
Sinonim lain dari ibuprofen adalah 2-(p-isobutilfenil) asam propionat,
C13H18O2, dengan berat molekul 206,28 g/mol. Rumus bangun dari ibuprofen
sebagai berikut:
Gambar 2. Rumus Bangun Ibuprofen (Anonim,1995)
Ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari
103,0% C13H18O2, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemeriaan: serbuk hablur, putih
hingga hampir putih, berbau khas lemah. Kelarutan: praktis tidak larut dalam air,
sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan dalam
kloroform, sukar larut dalam etil asetat. Ibuprofen terlarut memiliki serapan
maksimum pada panjang gelombang 221 nm (Anonim, 1995).
Ibuprofen mempunyai berat molekul 206 g/mol. Ibuprofen termasuk
NSAID (non-steroidal anti inflammantory drug), biasa digunakan untuk gejala
arthritis, primary dysmenorrheal, demam dan sebagai analgesik (Battu and Reddy,
2009).
C. Spektrofotometri Ultraviolet (UV)
Spektrofotometri UV merupakan suatu teknik analisis spektroskopi yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik (190-380 nm) dengan instrumen
spektrofotometer. Hasil interaksi molekul yang dianalisis dengan radiasi
7
elektromagnetik dapat digambarkan oleh suatu grafik yang menghubungkan
banyaknya radiasi elektromagnetik yang diserap dengan panjang gelombangnya,
yang disebut dengan spektrum absorpsi (Mulja dan Suharman, 1995).
Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis fisiko-kimia yang
mengamati interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Setiap
spesies molekul mempunyai keadaan energi yang unik dan keadaan terendah
elektron disebut ground state. Apabila pada molekul tersebut dikenakan foton
yang sesuai dengan perbedaan energi elektron dari keadaan ground state ke
tingkat energi yang lebih tinggi dari suatu radiasi elektromagnetik, maka akan
terjadi absorbsi energi. Tingkat energi yang lebih tinggi ini dikenal sebagai orbital
elekron antibonding. Energi yang dibutuhkan tersebut sesuai dengan pesamaan:
E = h. υ = (1)
Keterangan: E = tenaga foton dalam erg υ = frekuensi radiasi elektromagnetik dalam hertz h = tetapan planck (6.624 X 10-34 J/det) λ = panjang gelombang (cm) c = tetapan cahaya (3.1010 cm/s)
(Christian, 2004)
Karena elektron dalam molekul memiliki tenaga yang tak sama, maka
tenaga yang diserap dalam proses eksitasi dapat mengakibatkan terjadinya satu
atau lebih transisi tergantung pada jenis elektron yang terlihat (Sastrohamidjojo,
2001).
Ada empat tipe transisi elektronik yang mungkin terjadi σ→σ*, n→σ*,
n→π*, dan π→π*. Diagram tingkat energi elektron pada tingkat dasar dan
keadaan tereksitasi ditunjukkan pada gambar.
8
σ* Anti bonding
π* Anti bonding
E n Non bonding
π Bonding
σ Bonding Gambar 3. Diagram tingkat energi elektronik (Mulja dan Suharman, 1995)
Eksitasi elektron (σ→σ*) memberikan energi yang terbesar dan terjadi
pada daerah ultraviolet jauh yang diberikan oleh ikatan tunggal, sebagai contoh
pada alkana. Sedangkan eksitasi elektron (π→π*) diberikan oleh ikatan rangkap
dua dan tiga (alkena dan alkuna) juga terjadi pada daerah ultraviolet jauh. Transisi
ini menunjukkan pergeseran merah (batokromik) dengan adanya substitusi gugus-
gugus yang memberi atau menarik elektron. Pada gugus karbonil (dimetil keton
dan asetaldehid) akan terjadi eksitasi elektron (n→ σ*) yang terjadi pada daerah
ultraviolet jauh. Eksitasi elektron (n→ σ*) ditunjukkan oleh senyawa jenuh yang
mengandung heteroatom (oksigen, nitrogen, belerang, atau halogen) memiliki
elektron-elektron tak berikatan dan menunjukkan jalur serapan yang disebabkan
oleh transisi elektron-elektron dari orbital tak berikatan heteroatom ke orbital anti
ikatan σ* (Sastrohamidjojo, 2001). Di samping itu gugus karbonil juga
memberikan eksitasi elektron (n→π*) menunjukkan pergeseran biru (hipsokromik)
yang terjadi pada panjang gelombang 280-290 nm, tetapi eksitasi elektron (n→π*)
adalah forbidden transition karena memberikan harga εmaks kurang dari 1000,
yaitu εmaks = 12-16 (Mulja dan Suharman, 1995).
9
Gugus atom yang mengabsorpsi radiasi UV-Vis disebut sebagai
kromofor (Mulja dan Suharman, 1995). Kromofor menyatakan gugus tak jenuh
kovalen yang dapat menyerap radiasi dalam daerah-daerah ultraviolet dan terlihat.
Senyawa yang mengandung kromofor disebut dengan kromogen. Auksokrom
adalah heteroatom yang langsung terikat pada kromofor, misal: -OCH3, -Cl, -OH,
dan –NH2 dan memberikan transisi (n→σ*). Auksokrom tidak mengabsorpsi
radiasi tetapi jika terdapat dalam molekul, auksokrom dapat meningkatkan
absorpsi kromofor atau merubah panjang gelombang absorpsi jika terikat dengan
kromofor. Auksokrom mempunyai elektron n yang akan berinteraksi dengan
elektron π pada kromofor. Perubahan spektra dapat dikelompokkan menjadi:
a. Bathocromic shift, panjang gelombang absorpsi maksimum berubah ke
panjang gelombang yang lebih panjang. Pergeseran ini juga disebut
pergeseran merah.
b. Hipsochromic shift, panjang gelombang absorpsi maksimum berubah ke
panjang gelombang yang lebih pendek. Pergeseran ini juga disebut pergeseran
biru.
c. Hyperchromis, peningkatan daya serap molar (ε).
d. Hypochromism, penurunan daya serap molar (ε).
(Christian, 2004)
Analisis dengan spektrofotometri UV-Vis selalu melibatkan pembacaan
absorban radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang
diteruskan. Keduanya dikenal sebagai absorban (A) tanpa satuan dan transmittan
(T) dengan satuan %T.
10
T = = 10 -ε.b.c (2)
Keterangan : It = Intensitas radiasi yang ditransmisikan I0 = Intensitas radiasi mula-mula ε = daya serap molar b = tebal kuvet c = konsentrasi larutan dalam (Molar) Intensitas dari suatu berkas radiasi akan berkurang sehubungan dengan jarak yang
ditempuhnya melalui medium penyerap. Intensitas tersebut akan berkurang
sehubungan dengan kadar molekul atau ion yang terserap dalam medium tersebut.
Kedua faktor tersebut menentukan proporsi dari kejadian total energi yang timbul.
Penurunan daya radiasi monokromatis yang melalui medium penyerap yang
homogen dinyatakan secara kuantitatif oleh hukum Lambert-Beer (Anonim,
1995).
A = log10 ( )= ε.b.c (3)
Keterangan : A = absorbansi ε = daya serap b = tebal kuvet c = konsentrasi sampel (Molar)
Harga ε didefinisikan sebagai daya serap molar atau koefisien ekstingsi
molar. Harga ε adalah karakteristik untuk molekul atau ion penyerap dalam
pelarut tertentu, pada panjang gelombang tertentu dan tidak bergantung pada
konsentrasi dan panjang gelombang lintasan radiasi (Sastrohamidjojo, 2001).
Harga ε dapat diganti dengan a yang disebut sebagai daya serap, bila konsentrasi
larutan dalam gram/liter hubungan ε dan a adalah sebagai berikut:
ε = a M (4)
Di mana M adalah berat molekul larutan (Silverstein, 1991). Harga ε bergantung
pada luas penampang senyawa yang terkena radiasi (A) dan probabilitas
11
terjadinya transisi energi yang diserap (P). Hubungan ε dan variabel tersebut
adalah sebagai berikut:
ε = 8,7 x 1019 PA (5)
Keterangan: P = probabilitas terjadinya transisi energi yang diserap A = luas penampang senyawa yang terkena radiasi
Nilai harga P adalah 0,1 sampai 1 yang menunjukkan kekuatan pita absorbansi
akibat transisi elektronik yang diperbolehkan dengan memberikan nilai ε > 104 .
Sedangkan untuk harga ε < 103 atau harga P< 0,01 forbidden transition. Secara
umum dapat dikatakan bahwa harga sangat mempengaruhi puncak spektrum suatu
zat. Rincian harga ε terhadap puncak spektrum adalah sebagai berikut:
1-10: sangat lemah; 10-102: lemah; 102 -103: sedang; 103-104: kuat; 104-105:
sangat kuat (Mulja dan Suharman, 1995).
Untuk pelaksanaan teknik analisis spektroskopi dipakai instrumen
sebagai pengukur dan perekam sinyal hasil interaksi molekul dengan radiasi
elektromagnetik (Mulja dan Suharman, 1995).
D. Metode derivatif zero crossing
Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap
spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan tampak (Connor, 1982). Pada
metode derivatif, plot A vs λ, ini ditrasformasikan menjadi plot dA/d λ vs λ untuk
derivatif pertama, dan d2A/d λ2 vs λ untuk derivatif kedua (Willard et al.,1988).
Dalam spektra derivatif, spektra mudah untuk dideteksi dan diukur. Bentuk
spektra yang karakteristik ini mampu membedakan antara spektra yang sangat
mirip dengan sebuah spektrogram.
12
Derivat pertama atau yang lebih tinggi dari transmitan atau serapan,
seringkali dimaksudkan untuk mendapatkan spektra yang lebih spesifik yang tidak
diperoleh dengan spektra biasa. Dengan alasan ini, penggunaan spektra derivatif
dapat meningkatkan sensitivitas deteksi pada bentuk spektra minor dan
mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh tumpang tindih pita spektra analit
yang terganggu spesies lain dalam sampel (Aberasturi et al., 2001; Skoog, 1985).
Lebih jauh, spektra ini dapat digunakan untuk analisis kuantitatif, untuk mengukur
konsentrasi dari analit yang mempunyai konsentrasi tersembunyi, misalnya
bertumpang tindih dengan puncak analit lain dalam sampel (Willard et al., 1988).
Untuk analisis kuantitatif, jika serapan sesuai hukum Lambert-Beer maka derivatif
pada panjang gelombang tertentu terkait dengan persamaan:
b c (6)
Dimana: A = serapan pada panjang gelombang tertentu �
= serapan jenis pada panjang gelombang tertentu b = tebal lapisan penyerap c = kadar zat terlarut yang menyerap
(Anonim, 1995) Panjang gelombang maksimum suatu senyawa akan menjadi panjang
gelombang zero crossing pada spektrum derivatif pertama, panjang gelombang
tersebut tidak mempunyai serapan atau dA/dλ = 0. Pada prinsipnya, tinggi puncak
(dnA/dλn ) proporsional terhadap konsentrasi analit. Hal inilah yang menjadi dasar
analisis kuantitatif pada spektrofotometri derivatif (Aberasturi et al., 2001).
Analisis kuantitatif campuran yang mengandung lebih dari satu
komponen (A dan B) dan mereka tidak saling tergantung maka amplitudo
derivatif campuran (M) adalah aditif, menurut persamaan:
13
(7)
Nilai absolut spektrum derivatif salah satu senyawa dapat diukur jika
senyawa lain bernilai nol. Teknik analisis ini disebut teknik zero crossing yaitu
pengukuran amplitudo spektrum pada titik zero crossing. Titik zero crossing
adalah titik dimana salah satu komponen bernilai nol sehingga pengukuran
komponen tidak terpengaruh senyawa lain. Panjang gelombang yang mempunyai
titik zero crossing disebut panjang gelombang zero crossing. Kurva baku dibuat
pada panjang gelombang zero crossing ini (Aberastuari et al., 2001)
E. Validasi Metode
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,
2004). Untuk itu diperlukan suatu pedoman mengenai kesahihan metode analisis
yang didukung oleh parameter-parameter yaitu spesifisitas, linearitas, akurasi,
presisi, LOD dan LOQ.
1. Spesifisitas
Spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur
zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang
mungkin ada dalam matriks sampel. Spesifisitas metode ditentukan dengan
membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai,
senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil
analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi (Harmita, 2004).
14
2. Linearitas
Linearitas merupakan kemampuan suatu metode (pada rentang tertentu)
untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan
konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel (Anonim, 2007). Persyaratan data
linearitas yang bisa diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) > 0,99 atau
r2 ≥ 0,997 (Chan et al, 2004). Hubungan linier yang baik ditunjukkan dengan nilai
r =1 atau r = -1 tergantung arah garis (Harmita, 2004).
3. Akurasi
Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan
sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita,
2004).
Tabel I. Kriteria rentang recovery yang dapat diterima
Analit pada matriks sampel (%)
Rentang recovery yang diperoleh
100 > 10 > 1 > 0,1 0,01 0,001 0,0001 (1 ppm) 0,00001 (100 ppb) 0,000001 (10 ppb) 0,0000001 (1 ppb)
98-102 % 98-102 % 97-103 % 95-105 % 90-107 % 90-107 % 80-110 % 80-110 % 60-115 % 40-120 %
4. Presisi
Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang
15
diambil dari campuran yang homogen. Presisi biasanya dinyatakan dalam
koefisien variasi (KV) atau persen Relative Standard Deviation (RSD) (Harmita,
2004).
Tabel II. Kriteria KV yang dapat diterima
Kadar Analit KV (%) ≥ 1 % 0,1 % 1 ppm 1 ppb
2,5 5 16 32
5. LOD (limit of detection) dan LOQ (limit of quantitation)
LOD adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi
dan masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. LOQ
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria akurasi dan presisi. LOD dan LOQ dapat dihitung secara statistik melalui
garis regresi linier dari kurva kalibrasi (Harmita, 2004).
Menurut The United States Pharmacopeia 30 The National Formulary
28 tahun 2007, metode/prosedur analisis dapat dibedakan menjadi 4 kategori,
yaitu:
a. Kategori I. Mencakup prosedur analisis kuantitatif, untuk menetapkan
kadar komponen utama bahan obat atau zat aktif dalam sediaan farmasi.
b. Kategori II. Mencakup prosedur analisis kualitatif dan kuantitatif yang
digunakan untuk menganalisis impurities ataupun degradation compounds dalam
sediaan farmasi.
16
c. Kategori III. Mencakup prosedur analisis yang digunakan untuk
menentukan karakteristik penampilan suatu sediaan farmasi, misalnya disolusi
dan pelepasan obat.
d. Kategori IV (tes identifikasi).
Tabel III. Parameter analisis yang harus dipenuhi untuk syarat validasi metode (Anonim, 2007)
Parameter analisis
Kategori I
Kategori II Kategori
III Kategori
IV Kuantitatif Batas Tes
Akurasi Presisi Spesifisitas LOD LOQ Linieritas Range
Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya
Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya
* Tidak Ya Ya Tidak Tidak *
* Ya * * * * *
Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
* = Mungkin diperlukan (tergantung sifat spesifik tes)
F. Landasan Teori
Parasetamol merupakan obat antipiretik- analgesik yang diindikasikan
untuk menyembuhkan demam dan nyeri. Ibuprofen merupakan obat antiinflamasi
(NSAID) dan obat analgesik yang diindikasikan untuk meredakan demam dan
gejala arhtritis (Anonim, 1995).
Parasetamol mempunyai panjang gelombang serapan maksimum 243 nm
dan Ibuprofen mempunyai panjang gelombang serapan maksimum 221 nm
(Anonim, 1995). Parasetamol dan ibuprofen memiliki satu inti benzene aromatis
dan gugus substituen dalam struktur molekulnya yang memberikan serapan pada
panjang gelombang daerah ultraviolet, dan spektrum serapan kedua senyawa
tersebut saling tumpang tindih. Sehingga, sulit dilakukan penetapan kadar
17
campuran parasetamol dan ibuprofen dengan spektrofotometri UV tanpa melalui
pemisahan terlebih dahulu. Oleh karena itu, perlu pengembangan metode
spektrofotometri untuk analisis multikomponen, salah satu contohnya adalah
dengan menggunakan aplikasi metode derivatif. Aplikasi metode derivatif, akan
mengubah penampilan spektrum normal menjadi spektrum derivatifnya. Spektrum
derivatif ini akan memperuncing puncak-puncak spektrum yang normal untuk
masing-masing senyawa.
Validasi metode merupakan ukuran pembuktian bahwa metode yang
digunakan memenuhi akurasi, presisi, linearitas, dan spesifisitas yang memenuhi
persyaratan untuk penggunaannya sehingga data yang diperoleh dapat dipercaya.
G. Hipotesis
Metode spektrofotometri UV aplikasi derivatif memenuhi parameter
akurasi, presisi, linearitas, dan spesifisitas yang baik untuk penetapan kadar
campuran parasetamol dan ibuprofen sehingga data yang diperoleh dapat
dipercaya.
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat noneksperimental deskriptif karena
tidak adanya perlakuan terhadap subjek uji.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah panjang gelombang yang digunakan
(variable continuous).
2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar parasetamol dan
ibuprofen yang digunakan untuk analisis hasil validasi (variable continuous)
3. Variabel pengacau terkendali adalah pelarut yang digunakan
C. Definisi Operasional
1. Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektra
pada spektrofotometri metode spektrofotometri UV aplikasi metode derivatif
ultraviolet dan tampak (Connors, 1982) dengan mentransformasikan plot A vs
λ, menjadi dA/dλ vs λ, untuk derivatif pertama, dan d2A/dλ2 vs λ, untuk
derivatif kedua.
2. Panjang gelombang zero-crossing adalah panjang gelombang yang
mempunyai nilai spektrum nol pada spektrum derivatif.
3. Kadar parasetamol dan ibuprofen dinyatakan dalam satuan mg/100ml .
19
4. Parameter validasi yang digunakan adalah akurasi, presisi, spesifisitas dan
linearitas.
5. Campuran parasetamol dan ibuprofen adalah campuran antara parasetamol
dan ibuprofen dengan perbandingan (7:4).
6. Nilai serapan derivatif adalah nilai serapan normal yang diderivatif (dnA/dλn).
D. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu baku
parasetamol working standar (No. COA 0920032), ibuprofen mutu working
standar (No.COA 50909135) dari PT. KONIMEX, dan pelarut yang digunakan
adalah metanol pro analisis.
E. Alat yang Digunakan
Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer
(OPTIMA SP3000F), neraca analitik (SARTORIUS), pipet gondok, pipet tetes,
pipet volume, labu takar, beker glass, pengaduk, sendok, gelas ukur, pipet tetes,
corong, flakon, kuvet, dan oven.
F. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol
Lebih kurang 10 mg parasetamol ditimbang seksama dan dilarutkan
dalam metanol hingga 10,0 ml. Kemudian 2,5 ml larutan tersebut diencerkan
dengan aquadest hingga 25,0 ml. Setelah itu, dibuat larutan dengan seri kadar 1;
20
1,5; 2; 2,5; 3; 3,5 mg/100ml, yakni dengan mengencerkan 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5 ml
dalam aquadest hingga 10,0 ml.
2. Pembuatan Larutan Baku Ibuprofen
Lebih kurang 10 mg ibuprofen ditimbang seksama dan dilarutkan dalam
metanol hingga 10,0 ml. Kemudian 2,5 ml larutan tersebut diencerkan dengan
aquadest hingga 25,0 ml. Setelah itu, dibuat larutan dengan seri kadar 1,5; 2; 2,5;
3; 3,5; 4 mg/100ml, yakni dengan mengencerkan 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4 ml dalam
metanol hingga 10,0 ml.
3. Penentuan Spektrum Masing-masing Senyawa
Dari seri kadar yang telah diperoleh pada penetapan rentang kadar
parasetamol-ibuprofen, masing-masing diambil salah satu konsentrasi
(parasetamol konsentrasi 3,5 mg/100ml dan ibuprofen konsentrasi 2 mg/100ml)
dan dilakukan pengukuran absorbansi kedua larutan pada rentang panjang
gelombang 220-280 nm, sehingga dapat diketahui absorbansi dari parasetamol
konsentrasi 3,5 mg/100ml dan ibuprofen konsentrasi 2 mg/100ml pada berbagai
panjang gelombang.
4. Penentuan Panjang Gelombang Zero-crossing
Spektrum serapan pada serapan normal dari parasetamol konsentrasi 3,5
mg/100ml dan ibuprofen konsentrasi 2 mg/100ml dibuat spektrum derivatif
pertama dan kedua dengan interval panjang gelombang optimal sebesar 1 nm.
Dari spektrum derivatif tersebut dapat ditentukan panjang gelombang zero
crossing masing-masing senyawa.
21
5. Pembuatan Kurva Baku
Masing-masing larutan baku parasetamol dan ibuprofen yang telah dibuat,
diukur nilai serapan derivatifnya pada panjang gelombang zero crossing masing-
masing senyawa tersebut. Kemudian dibuat kurva baku antara nilai serapan
derivatif terhadap seri konsentrasi larutan baku senyawa pada panjang gelombang
pengukuran masing-masing senyawa.
6. Penetapan Kadar Parasetamol dan Ibuprofen dalam Campuran
a. Pembuatan sampel parasetamol. Ditimbang sebanyak lebih kurang
seksama 10 mg parasetamol dan dilarutkan dalam metanol hingga 10,0 ml.
Kemudian diambil 2,5 ml dan diencerkan dengan aquadest hingga 25,0 ml
(larutan intermediet parasetamol).
b. Pembuatan sampel ibuprofen. Ditimbang sebanyak lebih kurang
seksama 10 mg ibuprofen dan dilarutkan dalam metanol hingga 10,0 ml.
Kemudian diambil 2,5 ml dan diencerkan dengan aquadest hingga 25 ml (larutan
intermediet ibuprofen).
c. Pembuatan larutan campuran parasetamol dan ibuprofen. Dari larutan
intermediet parasetamol diambil 3,5 ml dan dari larutan intermediet ibuprofen
diambil 2 ml kemudian diencerkan sampai 10 ml.
d. Penetapan kadar sampel campuran parasetamol dan ibuprofen. Larutan
campuran parasetamol dan ibuprofen diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 220-280 nm, kemudian dibuat spektrum serapan derivatif dari
spektrum serapan normal tersebut pada rentang gelombang 220-280 nm. Nilai
22
serapan derivatif dari masing-masing senyawa dibaca pada panjang gelombang
zero crossing yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian dilakukan penetapan
kadar masing-masing senyawa dalam campuran dengan memasukkan nilai
serapan derivatif campuran parasetamol dan ibuprofen ke persamaan kurva baku
masing-masing senyawa.
G. Analisis Hasil
Kesahihan dari metode yang digunakan dalam penetapan kadar
parasetamol dan ibuprofen dalam campuran secara KCKT fase terbalik dapat
ditentukan berdasarkan parameter berikut :
a. Akurasi
Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang
ditambahkan. Recovery dihitung dari kadar yang terukur pada kurva baku
dibandingkan dengan kadar yang diketahui dikalikan 100%.
Recovery =
b. Presisi
Presisi diukur sebagai simpangan baku relatif (koefisien variansi).
c. Linearitas
Linearitas dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) pada analisis regresi linear.
Y = bX + a
23
d. Spesifisitas
Spesifisitas suatu metode dilihat dari kemampuannya yang hanya mengukur
zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain
yang mungkin ada dalam matriks sampel.
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol dan Ibuprofen
Larutan baku parasetamol dan ibuprofen dibuat dengan menggunakan
pelarut metanol. Metanol dipilih menjadi pelarut parasetamol dan ibuprofen
karena parasetamol dan ibuprofen larut dalam metanol. Selain itu, metanol dapat
digunakan untuk pelarut untuk metode spektrofotometri UV karena metanol
mempunyai serapan pada panjang gelombang di bawah 210 nm, sehingga metanol
tidak mengganggu spektrum absorbansi parasetamol dan ibuprofen pada 220-280
nm. Metanol yang digunakan untuk penelitian ini adalah metanol pro analisis,
dikarenakan metode spektrofotometri membutuhkan kemurnian yang tinggi.
Parasetamol dan ibuprofen dibuat larutan bakunya dengan 6 seri kadar.
Larutan baku untuk parasetamol dibuat dengan konsentrasi 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0;
dan 3,5 mg/100ml. Sedangkan untuk larutan baku ibuprofen dibuat dengan
konsentrasi 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; dan 4 mg/100ml. Agar mendapatkan nilai
serapan derivatif yang nyata, maka rentang seri kadar dari larutan baku dibuat
lebar. Nilai serapan derivatif (dnA/dλn) tergantung pada beda absorbansi (dA) dan
nilai beda panjang gelombang dλ tetap. dA sendiri, dipengaruhi oleh konsentrasi
dari senyawa, sehingga untuk mendapatkan perubahan nilai beda absorbansi yang
nyata maka seri kadar larutan baku diperbesar selisihnya.
25
B. Penentuan Spektrum Senyawa
Spektrum serapan normal diambil dari larutan baku parasetamol 3,5
mg/100ml dan larutan baku ibuprofen 2 mg/100ml. Konsentrasi dari parasetamol
dan ibuprofen dibuat seperti itu karena menyesuaikan perbandingan parasetamol
dan ibuprofen pada sampel yang nanti akan diuji, dengan perbandingan
parasetamol dan ibuprofen 7:4. Spektrum serapan normal dibuat antara absorbansi
terhadap panjang gelombang. Pembacaan absorbansi dari senyawa dilakukan pada
panjang gelombang 220-280 nm. Dipilih panjang gelombang 220 nm sebagai
batas bawah pembacaan absorbansi bertujuan untuk menjamin absorbansi dari
kedua senyawa tidak dipengaruhi oleh absorbansi pelarutnya yaitu metanol.
Rentang ini dibuat dengan mempertimbangkan bahwa serapan maksimum dari
parasetamol dan ibuprofen masuk dalam rentang 220-280 nm.
Spektrum serapan parasetamol dan ibuprofen dapat diamati pada panjang
gelombang UV kerena keduanya dapat menyerap radiasi sinar UV. Hal tersebut
dikarenakan adanya kromofor yang menyediakan elektron pada orbital π yang
mudah tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yaitu π* apabila dikenai
radiasi sinar UV yang memiliki energi yang sesuai dengan energi yang
dibutuhkan untuk terjadinya eksitasi. Kromofor dari parasetamol dan ibuprofen
dapat dilihat pada gambar berikut:
26
Gambar 4. Gugus kromofor dan auksokrom pada parasetamol
Gambar 5. Gugus kromofor pada ibuprofen
Keterangan: = kromofor
_ _ _ _ = auksokrom
Parasetamol dan ibuprofen memberikan serapan di daerah UV
dikarenakan kromofor yang dipunyai parasetamol dan ibuprofen tidak cukup
panjang untuk sampai kedaerah visibel (400-700 nm) . Kromofor dari parasetamol
dan ibuprofen didapatkan dari cincin benzene yang memberikan panjang
gelombang maksimum sekitar 210 nm.
Setiap senyawa akan memberikan serapan maksimum pada panjang
gelombang tertentu. Bila serapan maksimum dari analit pada saat penelitian tepat
atau ada dalam batas ± 2 nm dari panjang gelombang teoritis maka analit tersebut
diduga adalah senyawa yang dimaksud. Prinsip inilah yang biasa digunakan untuk
analisis spektrofotometri dengan satu analit.
27
Spektrum serapan normal ibuprofen konsentrasi 2 mg/100ml dan
parasetamol konsentrasi 3,5 mg/100ml dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 6. Spektrum serapan normal ibuprofen konsentrasi 2mg/100ml (λ maks = 223 nm)
Gambar 7. Spektrum serapan normal parasetamol konsentrasi 3,5 mg/100ml (λ
maks = 244 nm)
Spektrum serapan normal dapat digunakan untuk mengetahui serapan
maksimum dari parasetamol dan ibuprofen. Serapan maksimum untuk
parasetamol pada panjang gelombang 244 nm, sedangkan serapan maksimum
ibuprofen pada panjang gelombang 223 nm. Sedangkan secara teoritis, serapan
maksimum untuk ibuprofen pada panjang gelombang 221 nm dengan pelarut
metanol dan air. Sedangkan serapan maksimum untuk parasetamol pada panjang
gelombang 243 nm dengan pelarut metanol dan air (Anonim, 1995).
28
Pergeseran panjang gelombang serapan maksimum untuk ibuprofen
sebesar 2 nm dan parasetamol sebesar 1 nm. pergeseran ini masih memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh farmakope IV, di mana jika ada pergeseran
panjang gelombang serapan maksimum dengan rentang pergeseran ± 2 nm dengan
pelarut yang sama dengan baku pembanding maka panjang gelombang tersebut
dapat digunakan sebagai panjang gelombang serapan maksimum.
Spektrum overlapping dari parasetamol dan ibuprofen dapat dilihat
sebagai berikut:
Gambar 8. Spektrum normal parasetamol 3,5 mg/100ml
dan ibuprofen konsentrasi 2 mg/100ml
Berdasarkan kurva serapan tersebut didapatkan spektrum yang tumpang
tindih secara total. Dengan begitu tidak ada panjang gelombang yang memberikan
spektrum serapan yang spesifik dimana dalam satu panjang gelombang tersebut
hanya ada satu senyawa yang memberikan serapan dan senyawa lain tidak
memberikan serapan sama sekali. Spektrum diambil dari spektrum serapan
parasetamol pada konsentrasi 3,5 mg/100ml dan ibuprofen pada konsentrasi 2
mg/100ml. Penetapan kadar campuran dua senyawa ini sulit dilakukan dengan
29
menggunakan spektrum normal biasa karena tidak ada panjang gelombang yang
spesifik untuk satu senyawa saja. Jika kedua senyawa memberikan serapan pada
panjang gelombang tertentu, maka pengukuran spektrofotometri akan
memberikan harga penjumlahan serapan dari masing-masing senyawa.
Spektrum normal kedua senyawa tumpang tindih secara total maka salah
satu cara yang dapat digunakan untuk menetapkan kadar masing-masing
komponen tersebut adalah dengan menggunakan aplikasi metode derivatif.
C. Penentuan Panjang Gelombang zero crossing
Salah satu cara untuk menetapkan kadar parasetamol dan ibuprofen yang
pada spektrum normalnya mengalami tumpang tindih secara total adalah dengan
menggunakan aplikasi metode derivatif. Spektrum normal dari parasetamol dan
ibuprofen yang normal dibuat mejadi spektrum derivatifnya sampai ditemukan
zero crossing untuk masing-masing senyawa. Pembuatan spektrum derivatif
dengan memplotkan nilai serapan derivatif (dnA/dλn) terhadap panjang
gelombang. Nilai serapan derivatif ditentukan dengan cara membagi delta
absorbansi (ΔA= Aλ2-Aλ1) dengan delta panjang gelombang (Δλ= λ2-λ1). Delta
panjang gelombang yang digunakan adalah 1 nm.
Pengertian panjang gelombang zero crossing adalah panjang gelombang
dimana jika pada analisis multikomponen spektrum derivatifnya digabungkan,
maka satu analit memberikan nilai serapan derivatif maksimum atau minimum
pada suatu panjang gelombang sedangkan analit yang lain tidak memberikan nilai
nilai serapan derivatif atau dengan kata lain spektrum derivatifnya memotong
30
absis sehingga nilainya nol. Panjang gelombang zero crossing inilah yang diambil
sebagai panjang gelombang pengukuran.
Spektrum derivatif pertama dari ibuprofen konsentrasi 2 mg/100ml dan
parasetamol 3,5 mg/100ml :
Gambar 9. Spektrum derivatif pertama dari parasetamol konsentrasi 3.5 mg/100ml dan
ibuprofen konsentrasi 2 mg/100ml
Pada spektrum derivat pertama hanya ditemukan panjang gelombang
zero crossing untuk ibuprofen. Di mana spektrum derivatif pertama dari ibuprofen
memotong absis dan parasetamol memberikan nilai serapan derivatifnya
minimum. Panjang gelombang zero crossing ibuprofen terletak pada panjang
gelombang 246,5 nm, 247,5 nm, 250,5 nm, 253,5 nm, 254,5 nm, 259,5 nm, 260,5
nm, 261,5 nm, 265,5 nm, 266,5 nm, 271,5 nm, dan 279,5 nm. Panjang gelombang
yang dipilih untuk pengukuran adalah pada panjang gelombang 261,5 nm nilai
serapan derivatif parasetamol paling minimum.
Spektrum derivatif kedua dari ibuprofen konsentrasi 2 mg/100ml dan
parasetamol 3,5 mg/100ml:
31
Gambar 10. Spektrum derivatif kedua dari parasetamol 3,5 mg/100ml dan ibuprofen konsentrasi 2 mg/100ml
Pada spektrum derivatif kedua terlihat penajaman puncak. Pada spektrum
derivatif kedua didapatkan panjang gelombang zero crossing untuk parasetamol
dimana terdapat spektrum parasetamol yang memotong absis dan di panjang
gelombang tersebut nilai serapan derivatif dari ibuprofen minimum. Panjang
gelombang zero crossing untuk parasetamol ada pada panjang gelombang 227
nm, 232 nm, 234 nm, 249 nm, 259 nm, 262 nm, 265 nm, dan 279 nm. Panjang
gelombang yang dipilih adalah panjang gelombang 227 nm karena nilai serapan
derivatif dari ibuprofen bernilai paling minimum.
D. Pembuatan Persamaan Kurva baku
Pembuatan persamaan kurva baku dilakukan dengan cara mengukur nilai
serapan derivatif masing-masing senyawa baik parasetamol maupun ibuprofen
pada panjang gelombang zero crossing masing-masing senyawa. Parasetamol
diukur pada panjang gelombang 261,5 nm sedangkan ibuprofen pada panjang
gelombang 227 nm. Nilai serapan derivatif dari tiap seri kadar dimasukkan ke
dalam persamaan regresi linier sehingga diperoleh persamaan kurva baku. Dari
tiga kali replikasi dipilih persamaan kurva baku yang terbaik. Untuk memilih
32
kurva baku terbaik dilihat dari koefisien korelasi (r) yang didapat dari persamaan
regresi. Koefisien korelasi yang mendekati 1 atau -1 (tergantung arah garis)
adalah yang paling baik karena koefisien korelasi menujukkan hubungan linieritas
antara absis (dalam penelitian ini absisnya adalah kadar) dan ordinat (dalam
penelitian ini ordinatnya adalah nilai serapan derivatif). Semakin mendekati 1 atau
-1, maka artinya dengan sedikit perubahan kadar maka nilai serapan derivatifnya
juga akan ikut berubah.
Tabel IV. Data kurva baku parasetamol Kadar
(mg/100ml) Nilai serapan derivatif
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
1 -0.022 -0.023 -0.028
1.5 -0.034 -0.035 -0.038
2 -0.045 -0.05 -0.051
2.5 -0.055 -0.071 -0.063
3 -0.067 -0.09 -0.074
3.5 -0.079 -0.105 -0.084
A 0.0003238 0.014295 -0.00490476
B -0.0225 -0.034057 -0.022857
r -0.9996 -0.9968 -0.9992
Tabel V. Data kurva baku ibuprofen
Kadar (mg/100ml)
Nilai serapan derivatif
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
1.5 -0.014 -0.014 -0.015
2 -0.020 -0.020 -0.021
33
2.5 -0.025 -0.025 -0.029
3 -0.029 -0.029 -0.030
3.5 -0.034 -0.034 -0.036
4 -0.038 -0.041 -0.045
A -0.00058 0.001276 0.00147
B -0.0094857 -0.01 -0.0112
r -0.9979 -0.9970 -0.9853
Maka persamaan kurva baku parasetamol yang dipilih untuk penetapan
kadar campuran parasetamol dan ibuprofen adalah y = -0,0225x + 0,0003238
dengan r = -0,9996 sedangkan kurva baku ibuprofen yang dipakai untuk
penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen adalah y = -0,0094857x -
0,00058 dengan r = -0,9979.
E. Penetapan Kadar Sampel
Konsentrasi parasetamol dan ibuprofen pada sampel dibuat menjadi 3,5
mg/100ml parasetamol dan 2 mg/100ml ibuprofen. Larutan sampel kemudian
diukur pada rentang panjang gelombang 220-280 nm dan dibuat spektrum
normalnya terlebih dahulu. Spektrum normal larutan sampel, ditunjukan pada
gambar berikut:
Gambar 11. Spektrum normal senyawa campuran
34
Spektrum normal sampel menggambarkan dua puncak yang mewakili
serapan maksimum dari kedua komponen sampel yaitu parasetamol dan
ibuprofen. Puncak tersebut berada pada panjang gelombang 228 nm dan 244 nm.
Jika spektrum normal dari larutan sampel dibandingkan dengan spektrum normal
larutan baku parasetamol dan ibuprofen maka akan terlihat bahwa sebenarnya
kedua puncak pada spektrum normal sampel adalah penggambaran serapan
maksimum dari parasetamol dan ibuprofen.
Spektrum overlapping dari parasetamol 3,5 mg/100ml, ibuprofen 2
mg/100ml, dan sampel dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 12. Spektrum gabungan larutan sampel dan baku pada serapan normal
Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada panjang gelombang serapan
maksimum dari larutan baku parasetamol dan ibuprofen mempengaruhi serapan
maksimum pada spektrum normal sampel. Selain itu juga terdapat kenaikan nilai
serapan dari masing-masing senyawa tunggal. Hal ini sesuai dengan pernyataan
bila sistem mengandung dua komponen atau lebih pada panjang gelombang yang
35
sama, maka pengukuran spektrofotometri akan memberikan hasil penjumlahan
dari setiap komponen senyawa (Sastrohamidjojo, 2001). Pada panjang gelombang
serapan maksimum ibuprofen bergeser 5 nm menjadi 228 nm dikarenakan adanya
serapan parasetamol yang menambah nilai absorbansi dari ibuprofen. Sedangkan
pada parasetamol tidak berubah panjang gelombang serapan maksimumnya
dikarenakan nilai absorbansi dari ibuprofen yang seharusnya dijumlahkan dengan
nilai absorbansi dari parasetamol terlalu kecil nilainya dan memang setelah
panjang gelombang 240 nm, absorbansi ibuprofen tidak mengalami penurunan
atau kenaikan secara berarti.
Untuk dapat menetapkan kadar parasetamol dan ibuprofen pada larutan
sampel, maka spektrum normal dari larutan sampel diderivatif sehingga
mengalami penajaman puncak. Pada spektrum derivatif pertama akan didapatkan
panjang gelombang zero crossing di mana parasetamol akan memberikan Nilai
serapan derivatif minimum sedangkan ibuprofen yang memotong absis memiliki
nilai serapan derivatif yang bernilai nol, yaitu pada panjang gelombang 261,5 nm.
Pada spektrum derivatif kedua akan didapatkan panjang gelombang zero crossing
di mana ibuprofen akan memberikan nilai serapan derivatif yang minimum
sedangkan parasetamol yang memotong absis memiliki nilai serapan derivatif
yang bernilai nol pada panjang gelombang 227 nm. Nilai serapan derivatif dari
larutan sampel pada dua panjang gelombang zero crossing kemudian dimasukkan
dalam persamaan kurva baku masing-masing senyawa sebagai fungsi Y.
36
Spektum overlapping dari spektrum derivatif satu dan dua dari
parasetamol konsentrasi 3,5 mg/100ml, ibuprofen konsentrasi 2 mg/100ml, dan
sampel campuran parasetamol dan ibuprofen:
Gambar 13. Spektrum gabungan sampel dan baku pada derivate pertama
Gambar 14. Spektrum gabungan sampel dan baku pada derivate kedua
Kadar terukur dari parasetamol dan ibuprofen dapat dilihat pada tabel.
Kadar didapatkan setelah memasukkan nilai serapan derivatif dari masing-masing
senyawa dalam persamaan kurva baku masing-masing senyawa tunggal. Recovery
didapatkan dengan membagi kadar terukur dengan kadar sebenarnya kemudian
dikali 100% untuk mendapatkan persen recovery.
37
Tabel VI. Data parasetamol dan ibuprofen dalam campuran
Sampel
Ibuprofen Parasetamol
Kadar benar
(mg/100ml)
Kadar terukur
(mg/100ml)
Recovery
Kadar benar
(mg/100ml)
Kadar terukur
(mg/100ml)
Recovery
1 2 2,05 102,5 3,5 3,53 100,86
2 1,96 1,94 98,97 3,43 3,44 100,29
3 2 2,05 102,5 3,5 3,53 100,86
4 1,98 1,94 97,98 3,47 3,44 99,14
5 1,98 2,05 103,53 3,47 3,48 100,29
6 1,98 2,05 97,98 3,47 3,44 99,14
Rerata ± SE 100,58±1,0
4 100,1±0,32
CV kadar terukur 0,995% 0,575%
F. Analisis Parameter Validasi
Parameter-parameter validasi yang digunakan untuk metode penetapan
kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dengan spektrofotometri UV aplikasi
metode derivatif antara lain: spesifisitas, linearitas, akurasi, dan presisi.
1. Spesifisitas
Spesifisitas suatu metode adalah kemampuan metode untuk menetapkan
kadar suatu analit tertentu saja secara cermat dan seksama meskipun ada
komponen lain dalam matriks sampel. Dalam matriks sampel terdapat beberapa
38
komponen yaitu ibuprofen, parasetamol, metanol, dan aquadest. Metanol dan
aquadest digunakan sebagai pelarut. Metanol dan aquadest tidak mengganggu
serapan dari parasetamol dan ibuprofen karena mempunyai panjang gelombang
serapan di bawah 210 nm. Pada spektrum normal, spesifisitas dari parasetamol
dan ibuprofen tidak baik. Pada spektrum normal, spektrum dari parasetamol dan
ibuprofen masing-masing saling tumpang tindih sehingga sulit untuk menentukan
nilai serapan dari masing-masing senyawa. Oleh karena itu, spektrum normal
kedua senyawa tersebut dibuat menjadi spektrum derivatif pertama dan kedua
untuk menentukan titik zero crossing dari masing-masing senyawa. Titik zero
crossing inilah yang menjadi jaminan spesifisitas dari metode ini. Pada masing-
masing titik zero crossing dari senyawa, nilai serapan derivatif dari salah satu
senyawa saja yang terukur dikarenakan senyawa yang lain memiliki nilai serapan
derivatif yang bernilai nol. Parasetamol memiliki titik zero crossing pada panjang
gelombang 227 nm di spektrum derivatif pertama (Gambar. 13), sedangkan
ibuprofen memiliki titik zero crossing pada panjang gelombang 261,5 nm di
spektrum derivatif kedua (Gambar. 14).
2. Linearitas
Linearitas dari suatu metode dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (r)
yang didapatkan dari persamaan kurva baku. Berdasarkan tabel IV, persamaan
kurva baku parasetamol yang digunakan untuk penetapan kadar campuran
parasetamol dan ibuprofen adalah y = -0,0225x + 0,0003238 dengan r = -0,9996.
Sedangkan, berdasarkan tabel V, persamaan kurva baku ibuprofen yang
digunakan untuk penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen adalah y =
39
-0,0094857x – 0,00058 dengan r = -0,9979. Dari hasil yang didapatkan, nilai r
dari kurva baku parasetamol dan ibuprofen bernilai negatif. Hal tersebut
dikarenakan arah garis dari kurva baku parasetamol dan ibuprofen kearah negatif.
Spesifisitas dari kurva baku parasetamol dan ibuprofen memenuhi persyaratan
yang berlaku dimana nilai r yang baik adalah yang mendekati 1 atau -1 sesuai
dengan arah garisnya (Harmita, 2004).
3. Akurasi
Akurasi dari sebuah metode analisis dapat dilihat dari recovery yang
didapatkan. Berdasarkan hasil percobaan yang ditunjukan pada tabel VI, diperoleh
rentang recovery dari parasetamol adalah 99,14-100,86%. Sedangkan rentang
recovery untuk ibuprofen adalah 97,98-103,53%. Hasil yang didapat masih
memenuhi syarat recovery untuk analit dalam sampel besar yaitu 95-105% (Mulja
& Suharman, 1995).
4. Presisi
Presisi dari suatu metode dilihat dari nilai coefficient varians (CV).
Metode ini memiliki presisi yang baik untuk menetapkan kadar parasetamol dan
ibuprofen dalam campuran. Hal ini dapat dilihat dari tabel VI, dimana diperoleh
nilai CV parasetamol sebesar 0,575% dan nilai CV ibuprofen sebesar 0,995%.
Berdasarkan hasil yang didapat, nilai CV yang diperoleh telah memenuhi syarat
presisi yang baik (CV < 2%) (Mulja & Suharman, 2003).
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dengan
perbandingan 7:4 menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet aplikasi
metode derivatif memiliki akurasi, presisi , linearitas, dan spesifisitas yang baik.
B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penetapan kadar
campuran parasetamol dan ibuprofen dengan spektrofotometri UV aplikasi
metode derivatif dalam sediaan obat, misalnya tablet.
41
Daftar Pustaka
Aberasturi, F., Jimenez, A. I., Arias, J. J., 2001, UV-visible First-Derivative Spectrophotometry Applied to an Analysis of a Vitamin Mixture, JchemEd., Vol. 78, no. 6, 793-795
Andrianto, Y. C., 2010, Validasi Metode Penetapan Kadar Campuran Parasetamol
dan Ibuprofen secara Spektrofotometri UV dengan Metode Panjang Gelombang Berganda, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 449, 649, 1009, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2007, The United States Pharmacopeia 30th The National Formulary
25th, United States Pharmacopeal Convention, Inc., New York Battu, P. R., and Reddy, MS, 2009, RP-HPLC Method for Simultaneous
Estimation of Paracetamol and Ibuprofen in Tablets, http ://www.ajrconline.org, diakses tanggal 29 Agustus 2009
Chan, C.C., Lam, H., Lee, Y.C., and Zhang, X., 2004, Analytical Method Validation
and Instrumen Performance Verification, 16, John Wiley & Sons, Inc., U.S.A.
Christian, G.D., 2004, Analytical Chemistry, 6th Ed.,465, Jhon Wiley & Sons, Inc.,
U.S.A. Connors, K.A., 1982, Textbook of PharmaceuticalAnalysis, 3th Ed., 221, Wiley,
New York Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara, Majalah Ilmu
Kefarmasian, Vol.I, No.3, 117-135 Kumalasari, M. A. R., 2010, Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan
Ibuprofen dalam Tablet Merk ”X” dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase terbalik, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Micell, J., 2010, Validasi Metode Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan
Ibuprofen dengan Perbandingan 7:4 Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumenal, 26, Universitas Airlangga
Press, Surabaya
42
Mulja, M., dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Berlaboratorium Yang Bail (Good Laboratory Practice), Majalah Farmasi Airlangga¸Vol III, no.2, 71-76
Prabowo, Y. P., 2010, Optimasi Pemisahan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen
Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Sastrohamidjojo, H., 2001, Spektroskopi, 1-43, Liberty, Yogyakarta Setiawan, A. A., 2010, Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen
dalam Tablet merk ”X” secara Spektrofotometri UV dengan Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Skoog, D. A., 1985, Principles of Instrumenal Analysis, 3rd Ed., 182-215,
Saunders College publishing, Philadelphia Willard, H. H., Merritt, J. R. L., Dean, J. A., dan Settle J. F. A., 1988, Instrumenal
Methods of Analysis, 7th Ed., 148-150, 159-178, Wadsworth Publishing Company, California
43
Lampiran 1. Sertifikat Bahan
Sertifikat parasetamol
44
Lampiran 2. Sertifikat Bahan
Sertifikat ibuprofen
45
Lampiran 3. Data Penimbangan Bahan
Data Penimbangan Bahan
a. Ibuprofen baku
Replikasi 1 : 0,0100 g
Replikasi 2 : 0,0098 g
Replikasi 3 : 0,0099 g
b. Parasetamol baku
Replikasi 1 : 0,0099 g
Replikasi 2 : 0,0099 g
Replikasi 3 : 0,0098 g
c. Data penimbangan sampel
Replikasi Parasetamol (g) Ibuprofen (g)
1 0,0100 0,0100
2 0,0098 0,0098
3 0,0100 0,0100
4 0,0099 0,0099
5 0,0099 0,0099
6 0,0099 0,0099
46
Lampiran 4. Contoh Perhitungan Kadar Larutan Baku Parasetamol
Contoh perhitungan kadar larutan baku parasetamol:
a. Skema pembuatan
Kurang lebih 10 mg parasetamol ditimbang secara seksama
Larutkan dalam 10 ml metanol p.a.
Pipet 2,5 ml
Larutkan dengan aquadest hingga 25 ml
Pipet 1; 1.5; 2; 2.5; 3; dan 3.5 ml
Encerkan dengan aquadest hingga volumenya tepat 10 ml
b. Perhitungan seri kadar parasetamol
Bobot parasetamol hasil penimbangan = 9,9 mg
Kadar parasetamol dalam larutan metanol = 9,9 mg : 10 ml = 0,99 mg/ml
Kadar parasetamol dalam larutan aquadest = C1.V1 =C2.V2
0,99 mg/ml . 2,5 ml = C2 . 25 ml
C2 = 0,099 mg/ml
47
Seri kadar Perhitungan kadar parasetamol
1 x 0,099 mg/ml = 0,0099 mg/ml = 0,99 mg/100ml
2 x 0,099 mg/ml = 0,01485 mg/ml = 1,485 mg/100ml
3 x 0,099 mg/ml = 0,0198 mg/ml = 1,98 mg/100ml
4 x 0,099 mg/ml = 0,02475 mg/ml = 2,475 mg/100ml
5 x 0,099 mg/ml = 0,0297 mg/ml = 2,97 mg/100ml
6 x 0,099 mg/ml = 0,03465 mg/ml = 3,465 mg/100ml
48
Lampiran 5. Contoh Perhitungan Kadar Larutan Baku Ibuprofen
Contoh perhitungan kadar larutan baku ibuprofen:
a. Skema pembuatan Kurang lebih 10 mg ibuprofen ditimbang secara seksama
Larutkan dalam 10 ml metanol p.a.
Pipet 2,5 ml
Larutkan dengan aquadest hingga 25 ml
Pipet 1.5; 2; 2.5; 3; 3.5; dan 4 ml
Encerkan dengan aquadest hingga volumenya tepat 10 ml
b. Perhitungan seri kadar ibuprofen
Bobot ibuprofen hasil penimbangan = 10 mg
Kadar ibuprofen dalam larutan metanol = 10 mg : 10 ml = 1 mg/ml
Kadar ibuprofen dalam larutan aquadest = C1.V1 =C2.V2
1 mg/ml . 2,5 ml = C2 . 25 ml
C2 = 0,1 mg/ml
49
Seri kadar Perhitungan kadar ibuprofen
1 x 0,1 mg/ml = 0,015 mg/ml = 1,5 mg/100ml
2 x 0,1 mg/ml = 0,02 mg/ml = 2 mg/100ml
3 x 0,1 mg/ml = 0,025 mg/ml = 2,5 mg/100ml
4 x 0,1 mg/ml = 0,03 mg/ml = 3 mg/100ml
5 x 0,1 mg/ml = 0,035 mg/ml = 3,5 mg/100ml
6 x 0,1 mg/ml = 0,04 mg/ml = 4 mg/100ml
50
Lampiran 6. Contoh Perhitungan Derivatif Derivatif pertama:
=
λ A λ = dA/dλ
220 0,811 220,5 0,018221 0,829 221,5 0,015222 0,844 222,5 0,007223 0,851 223,5 -0,002224 0,849 224,5 -0,008225 0,841 225,5 -0,015226 0,826 226,5 -0,027227 0,799 227,5 -0,047228 0,752 228,5 -0,066229 0,686 229,5 -0,077230 0,609 230,5 -0,08231 0,529 231,5 -0,079232 0,450 232,5 -0,072233 0,378 233,5 -0,066234 0,312 234,5 -0,059235 0,253 235,5 -0,053236 0,200 236,5 -0,044237 0,156 237,5 -0,036238 0,120 238,5 -0,026239 0,094 239,5 -0,017240 0,077 240,5 -0,012241 0,065 241,5 -0,007242 0,058 242,5 -0,005243 0,053 243,5 -0,003244 0,050 244,5 -0,002245 0,048 245,5 -0,001246 0,047 246,5 0247 0,047 247,5 0248 0,047 248,5 -0,001249 0,046 249,5 0,001250 0,047 250,5 0
51
251 0,047 251,5 0,001252 0,048 252,5 0,001253 0,049 253,5 0254 0,049 254,5 0255 0,049 255,5 0,001256 0,050 256,5 0,001257 0,051 257,5 0,001258 0,052 258,5 0,001259 0,053 259,5 0260 0,053 260,5 0261 0,053 261,5 0262 0,053 262,5 0,001263 0,054 263,5 0,001264 0,055 264,5 0,002265 0,057 265,5 0266 0,057 266,5 0267 0,057 267,5 -0,002268 0,055 268,5 -0,002269 0,053 269,5 -0,003270 0,050 270,5 -0,003271 0,047 271,5 0272 0,047 272,5 0,002273 0,049 273,5 -0,001274 0,048 274,5 -0,006275 0,042 275,5 -0,006276 0,036 276,5 -0,004277 0,032 277,5 -0,002278 0,030 278,5 -0,002279 0,028 279,5 0280 0,028 280,5 -0,028
52
Derivatif kedua:
λ dA/dλ λ = d2A/d2λ
220,5 0,018 221 -0,0030000221,5 0,015 222 -0,0080000222,5 0,007 223 -0,0090000223,5 -0,002 224 -0,0060000224,5 -0,008 225 -0,0070000225,5 -0,015 226 -0,0120000226,5 -0,027 227 -0,0200000227,5 -0,047 228 -0,0190000228,5 -0,066 229 -0,0110000229,5 -0,077 230 -0,0030000230,5 -0,08 231 0,0010000231,5 -0,079 232 0,0070000232,5 -0,072 233 0,0060000233,5 -0,066 234 0,0070000234,5 -0,059 235 0,0060000235,5 -0,053 236 0,0090000236,5 -0,044 237 0,0080000237,5 -0,036 238 0,0100000238,5 -0,026 239 0,0090000239,5 -0,017 240 0,0050000240,5 -0,012 241 0,0050000241,5 -0,007 242 0,0020000242,5 -0,005 243 0,0020000243,5 -0,003 244 0,0010000244,5 -0,002 245 0,0010000245,5 -0,001 246 0,0010000246,5 0 247 0,0000000247,5 0 248 -0,0010000248,5 -0,001 249 0,0020000249,5 0,001 250 -0,0010000250,5 0 251 0,0010000251,5 0,001 252 0,0000000252,5 0,001 253 -0,0010000253,5 0 254 0,0000000254,5 0 255 0,0010000255,5 0,001 256 0,0000000256,5 0,001 257 0,0000000257,5 0,001 258 0,0000000258,5 0,001 259 -0,0010000259,5 0 260 0,0000000260,5 0 261 0,0000000
53
261,5 0 262 0,0010000262,5 0,001 263 0,0000000263,5 0,001 264 0,0010000264,5 0,002 265 -0,0020000265,5 0 266 0,0000000266,5 0 267 -0,0020000267,5 -0,002 268 0,0000000268,5 -0,002 269 -0,0010000269,5 -0,003 270 0,0000000270,5 -0,003 271 0,0030000271,5 0 272 0,0020000272,5 0,002 273 -0,0030000273,5 -0,001 274 -0,0050000274,5 -0,006 275 0,0000000275,5 -0,006 276 0,0020000276,5 -0,004 277 0,0020000277,5 -0,002 278 0,0000000278,5 -0,002 279 0,0020000279,5 0 280 -0,0280000280,5 -0,028 281 0,0280000
54
Lampiran 7. Data Perhitungan Kadar Parasetamol dan Ibuprofen dalam
Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dengan Perbandingan 7 : 4
Data perhitungan kadar parasetamol dan ibuprofen
a. Skema pembuatan Timbang seksama parasetamol dan ibuprofen masing-masing lebih kurang
10 mg
Larutkan parasetamol dan ibuprofen secara terpisah dengan metanol hingga 10 ml
Pipet masing-masing 2,5 ml larutan parasetamol dan larutan ibuprofen
masukkan dalam labu ukur 25 ml secara terpisah antara parasetamol dan ibuprofen
tambahkan aquadest hingga tanda
pipet 3,5 ml larutan parasetamol dan 2 ml larutan ibuprofen, masukkan
dalam satu labu ukur 10 ml
tambahkan aquadest hingga tanda
b. Contoh perhitungan kadar parasetamol dan ibuprofen terukur
Persamaan kurva baku parasetamol; y = -0,0225x + 0,0003238
Persamaan kurva baku ibuprofen; y = -0,0094857x – 0,00058
Nilai serapan derivatif parasetamol (Y) = -0,079 (pada λ = 261,5 nm)
Nilai serapan derivatif ibuprofen (Y) = -0,020 (pada λ = 227 nm)
Kadar terukur parasetamol = (-0,079 – 0,0003238) : -0,0025 = 3,53 mg/100ml
Kadar terukur ibuprofen = (-0,020 + 0,00058) : -0,0094857 = 2,05 mg/100ml
55
Lampiran 8. Perhitungan Recovery
a. Skema pembuatan
Timbang seksama parasetamol dan ibuprofen masing- masing lebih kurang 10 mg
Larutkan parasetamol dan ibuprofen secara terpisah dengan metanol hingga 10 ml
Pipet masing-masing 2,5 ml larutan parasetamol dan larutan ibuprofen
masukkan dalam labu ukur 25 ml secara terpisah antara parasetamol dan ibuprofen
tambahkan aquadest hingga tanda
pipet 3,5 ml larutan parasetamol dan 2 ml larutan ibuprofen, masukkan
dalam satu labu ukur 10 ml
tambahkan aquadest hingga tanda
b. Contoh perhitungan kadar parasetamol dan ibuprofen sebenarnya
Bobot parasetamol hasil penimbangan : 10 mg
Kadar sebenarnya parasetamol dalam campuran parasetamol dan ibuprofen :
3,5 mg/100ml
Kadar terukur parasetamol dalam campuran parasetamol dan ibuprofen : 3,53
mg/100ml
Recovery parasetamol:
(kadar terukur : kadar sebenarnya) x 100% = = 100,86 %
56
Bobot ibuprofen hasil penimbangan : 10 mg
Kadar sebenarnya ibuprofen dalam campuran parasetamol dan ibuprofen : 2
mg/100ml
Kadar terukur ibuprofen dalam campuran parasetamol dan ibuprofen : 2,05
mg/100ml
Recovery ibuprofen:
(kadar terukur : kadar sebenarnya) x 100% = =102,5 %
a. Perhitungan coefficient of variancy (CV)
Contoh perhitungan CV Replikasi Kadar terukur mg/100ml
1 2,05
2 1,94
3 2,05
4 1,94
5 2,05
6 2,05
Rata-rata kadar terukur = 2,01
SD = 0,006
SE = 0,02
CV = 0,995 %
Rata-rata = 2,01 CV = (SE : rata-rata kadar terukur) x 100 % SD = 0,006 CV = 0,995 %
SE = SE=0,02
57
Biografi Penulis
Tony Handoyo lahir di Semarang 16 Juni 1989. Anak
kedua dari bapak alm. Handoyo dan ibu Soewaryati.
Pendidikan TK ditempuh di TK Tunas Rimba Pucak
Wangi, kemudian melanjutkan di SDN 3 Pucak Wangi.
Pendidikan SMP ditempuh di SMP Keluarga Juana dan
lulus tahun 2003, kemudian menamatkan SMA di SMA
Kolese De Britto pada tahun 2006.
Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan studi di Universitas Sanata Dharma Fakultas
Farmasi. Selama kuliah penulis mengikuti beberapa kegiatan fakultas, diantaranya
menjadi seksi dampok TITRASI 2007, ketua umum TITRASI 2009, manajer UKF
sepak bola Fakultas Farmasi 2009, PKM 2008.