UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · telah memberikan bimbingan dan masukan mulai dari awal...
Transcript of UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · telah memberikan bimbingan dan masukan mulai dari awal...
i
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama penulis memanjatkan Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa atas Asung Kerta WaranugrahaNya sehingga disertasi ini dapat
diselesaikan pada waktunya.
Disertasi dengan judul “Suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu
menurunkan kadar serum 8-hydroxy-2-deoxyguanosine, Interleukin-6, meningkatkan
serum superoxide dismutase total, memperbaiki gambaran elektroensefalografi, dan
menurunkan frekuensi kejang anak epilepsi fokal resisten obat” merupakan syarat
untuk menyelesaikan Program Doktor Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana
Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Soetjiningsih, SpA(K), selaku Promotor yang
telah memberikan bimbingan dan saran mulai dari perumusan masalah proporsal
penelitian sampai pada tahap akhir penulisan disertasi ini. Terima kasih yang sebesar-
besarnya disampaikan kepada Prof. DR. dr. I Made Bakta, Sp.PD-KHOM, selaku
Kopromotor I dan Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, Msi, selaku Kopromotor II yang
telah memberikan bimbingan dan masukan mulai dari awal penyusunan proporsal
sampai penulisan disertasi ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika,
Sp.PD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana atas ijin dan kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk menempuh program Doktor ini.
ii
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,
Sp.S(K), Prof. Dr. I Made Budiarsa, M.A., Prof. I Made Sudiana Mahendra , Ph.D
selaku Direktur, Asisten Direktur I dan Asisten Direktur II Program Pascasarjana
Universitas Udayana dan Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Pro dan Dr.dr. I Wayan
Putu Sutirta Yasa, Msi, selaku Ketua dan Ketua sebelumnya Program Studi Doktor
Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah menfasilitasi
penulis dengan baik dalam proses belajar mengajar, sehingga terwujud disertasi ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. I Putu Astawa,
Sp.OT,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, atas ijin dan
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh program Doktor ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Anak Ayu Saraswati, M.Kes
selaku Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar, dr. Bagus Ngurah Putu Arhana,
Sp.A(K) selaku Kepala Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak, atas ijin dan dorongan
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada tim penguji: Prof. dr.
Soetjiningsih, Sp.A(K), Prof. Dr .dr. I Made Bakta, Sp.PD-KHOM, Prof. Dr. Ir. Ida
Bagus Putra Manuaba, M.Phill, , Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, Msi, Dr. dr. I
Made Jawi, M.Kes, Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi, Sp.MK(K), Dr. dr. Bagus
Komang Satriyasa, M.Pro dan Dr. dr. H. Irawan Mangunatmadja, Sp.A(K), yang
telah banyak memberikan koreksi dan masukan disertasi ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada tim peneliti: dr. Kissinger Teguh
Purnama, dr. Daisy Suriadji, dokter residen yang stase di Sub-bagian Neurologi Anak
iii
dan Tumbuh Kemang, Pujiasih AmKB yang bekerja dengan baik dan tim
laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah, serta tim laboratorium Kimia Analitik
Universitas Udayana yang telah membantu mulai pengambilan sampel darah sampai
mendapatkan hasil marker biokimia, dan laboratorium Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Udayana, khususnya Prof. Dr. Ir. I Dewa Made
Suprapta, MS yang sudah membantu menyediakan sirup untuk penelitian.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang mendalam kepada
subjek penelitian dan orangtua subjek atas pengertian dan kerja sama yang baik
sehingga penelitian ini berjalan dengan baik sesuai protokol penelitian.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada para teman sejawat di
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak dan IDAI cabang Bali atas semangat dan
dorongan selama penulis mengikuti program Doktor ini; kepada guru-guru dan teman
sejawat di UKK Neurologi Anak atas dorongan, semangat, dan inspirasinya selama
penulis mengikuti program Doktor ini; kepada teman peserta program Doktor Ilmu
Kedokteran angkatan tahun 2013, para pegawai pada program Pascasarjana dan
Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Universitas Udayana dan pihak lain yang
tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan
selama penulis mengikuti program Doktor ini.
Pada akhirnya penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
mendalam kepada keluarga, kepada orangtua: I Gusti Putu Manderi dan Ni Ketut
Sara, atas segala tuntunan dan pengorbanan yang telah beliau berikan sehingga
penulis bisa meraih cita-cita seperti sekarang ini. Demikian juga kepada mertua I
iv
Gusti Putu Jelantik (alm) dan Jero Sibetan ; kepada istri tercinta Gusti Ayu Aryawati
dan anak-anak tersayang I Gusti Ngurah Agung Jayadhi Widyakusuma, I Gusti
Ngurah Agung Natha Wikananda, dan I Gusti Ngurah Agung Rahadi Aryawangsa,
atas segala pengertian dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
program doktor ini pada waktunya.
Semoga disertasi ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan di
kalangan akademisi dan sebagai pedoman praktis di kalangan masyarakat khususnya
anak-anak yang menderita epilepsi.
Denpasar, 14 November 2016
Penulis
I Gusti Ngurah Made Suwarba
v
ABSTRAK
SUPLEMENTASI EKSTRAK AIR UMBI UBI JALAR UNGU(IPOMOEO BATATAS L) MENURUNKAN KADAR SERUM 8-HYDROXY-2-
DEOXYGUANOSINE, INTERLEUKIN-6, MENINGKATKAN SUPEROXIDE DISMUTASE, MEMPERBAIKI GAMBARAN
ELEKTROENSEFALOGRAFI DAN MENURUNKAN FREKUENSI KEJANG ANAK EPILEPSI FOKAL RESISTEN OBAT
Kejang berulang pada epilepsi fokal resisten obat (EFRO) disebabkan oleh terjadi stres oksidatif dan inflamasi kronis pada otak. Ekstrak air umbi ubi jalar ungu yang terutama mengandung anthosianin, memiliki efek antioksidan, anti inflamasi dan anti kejang. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan bahwa suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu, yang ditambahkan pada terapi obat antiepilepsi standar konvensional, dapat menurunkan kadar serum 8-OHdG, serum IL-6, meningkatkan serum superoxide dismutase total, memperbaiki gambaran EEG dan menurunkan frekuensi kejang pada anak EFRO usia satu sampai lima tahun. Kami melakukan penelitian randomized pre-test and post-test control group design terhadap 76 anak EFRO usia satu sampai lima tahun dengan rincian 38 subjek sebagai kelompok perlakuan yang diberikan terapi tambahan ekstrak air umbi ubi jalar ungu dosis 2 mg/kgbb/hari dan 38 subjek sebagai kontrol yang diberikan sirup tepung kanji (plasebo) dengan bentuk fisik dan warna sama dengan ekstrak air umbi ubi jalar ungu 2 mg/kgbb/hari, selama enam minggu. Obat antiepilepsi standar karbamazepin dan asam valproat tetap diberikan sesuai protokol terapi pada kedua kelompok. Selama penelitian empat subjek drop out, masing-masing satu subjek kelompok perlakuan dan tiga subjek kelompok kontrol, sehinga analisis akhir dilakukan terhadap 72 subjek.
Analisis akhir menggunakan General Linear Model Repeated Measure, kelompok perlakuan mengalami penurunan bermakna kadar serum 8-OHdG sebesar 1,589 pg/ml (IK95%: -1,843;-1,336, p <0,001), serum IL-6 3,229 pg/ml (IK95%: -3,598;-2,861: p <0,001), peningkatan bermakna kadar serum SOD total sebesar 0,222 IU/ml (IK95% 0,099;0,346, p<0,001),perbaikan bermakna gambaran EEG (p <0,001) dan penurunan bermakna frekuensi kejang sebesar 2,291 kali (IK95% -4,370; -0,212, p =0,031) pada akhir minggu ke-4 dan 4,461 kali (IK95% -6,517;-2,405, p <0,001) pada akhir minggu ke-6, lebih besar dibandingkan kontrol.
Kesimpulan:Suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu terbukti bermakna menurunkan kadar serum 8-OHdG, serum IL-6, meningkatkan serum SOD total, memperbaiki gambaran EEG, dan menurunkan frekuensi kejang pada anak EFRO usia satu sampai lima tahun.
Kata kunci: Umbi ubi jalar ungu, EFRO, 8-OHdG, IL-6, SOD, EEG, kejang.
vi
ABSTRACT
SUPPLEMENTATION OF PURPLE SWEET POTATO EXTRACT REDUCED LEVEL OF 8-OHdG, INTERLEUKIN-6, INCREASED SOD,
IMPROVE EEG PICTURE, AND DECREASE SEIZURE FREQUENCY IN CHILDREN WITH DRUG RESISTENT FOCAL EPILEPSY
Repeated seizure in children with drug resistant focal epilepsy (DRFE) is a result from oxidative stress and chronic inflammation in the brain. Water extract of purple sweet potato contains high anthocyanin, has antioxidant and anti-inflammation effect, and gave an anti-seizure effect. Objective of this study was to prove supplementation with water extract purple sweet potato, in combination with standard conventional oral anti epilepsy, reduced serum 8-OHdG, serum IL-6, increased total serum SOD, improved EEG picture, and decrease seizure frequency in children age one until five years DRFE. A randomized pre-test and post-test control group design study was performed on 76 children age one until five years that diagnosed with drug resistant focal epilepsy. Children were randomized into 2 groups, each with 38 children. First group was treated with 2 mg/kg/d of water extract purple sweet potato and second group was given tapioca syrup with physical and color same as the water extract purple sweet potato for six weeks. Oral anti epilepsy standard with carbamazepine and valproic acid was continued during study. During study there were four subjects drop out, one in treatment group and three in control group. Final analysis was performed on 72 subjects.
Analysis was performed using General Linear Model Repeated Measure, treatment group had significant reduced in 8-OHdG serum of 1,589 pg/ml (95% CI: -1.843;-1.336, p <0.001), IL-6 serum 3,229 pg/ml (95% CI: -3.598;-2.861: p <0.001), significant increase of total serum SOD 0.222 IU/ml (95% CI 0.099;0.346, p<0.001), significant improvement in EEG (p <0.001) and significant decrease of seizure frequency as much as 2.291 times (95% CI: -4.370;-0.212, p =0.031) at the end of the 4th week and 4.461 times (95% CI: -6,517;-2.405, p <0.001) at the end of 6th week compared to control.
Conclusion: adjuvant therapy of water extract purple sweet potato significantly reduced 8-OHdG serum, IL-6 serum, increase total serum SOD, improved EEG, and decreased seizure frequency in children age one until five years with DRFE.
Key words: purple sweet potato, DRFE, 8-OHdG, IL-6, SOD, EEG, seizure.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Ucapan Terima Kasih ............................................................................... i
Abstrak .................................................................................................... v
Daftar Isi ................................................................................................... vii
Daftar Tabel ............................................................................................. xii
Daftar Gambar ......................................................................................... xiii
Daftar Singkatan ....................................................................................... xv
Daftar Lampiran ........................................................................................ xviii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 9
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 10
1.3.1 Tujuan umum...................... ................................................. 10
1.3.2 Tujuan khusus ..................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 11
1.4.1 Manfaat akademis................................................................. . 11
1.4.2 Manfaat praktis..................................................................... . 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Epilepsi ....................................................................................... 13
2.2 Patofisiologi Epilepsi atau Epileptogenesis……………………… 15
2.3 Epilepsi Fokal (Parsial) .................................................................. 16
2.4 Diagnosis Epilepsi ……………………………………………….. 18
2.4.1 Anamnesis ........................................................................ 18
2.4.2 Pemeriksaan fisik umum dan neurologi ............................. 19
2.4.3 Pemeriksaan penunjang ..................................................... 20
2.5 Epilepsi Resisten Obat ................................................................... 23
viii
2.5.1 Mekanisme Resisten OAE ................................................... 23
2.5.2 Resistensi OAE dan Inflamasi...................................... ......... 27
2.5.3 Resistensi Obat Antiepilepsi dan Stres Oksidatif.................. 28
2.6 Stress Oksidatif dan Epilepsi ........................................................ 30
2.6.1 Stres oksidatif dan pertahanan antioksidan ........................... 29
2.6.2 Peranan radikal bebas pada epilepsi ..................................... 34
2.6.2.1 Kerusakan sel akibat radikal bebas .......................... 34
2.6.2.1.1 Kerusakan asam nukleat ........................... 34
2.6.2.1.2 Kerusakan lipid ........................................ 35
2.6.2.1.3 Kerusakan protein .................................... 36
2.6.2.2 Radikal bebas sebagai akibat kejang epileptik............. 36
2.6.2.3 Radikal Bebas menyebabkan kejang epileptik ............ 37
2.7 Epilepsi dan Inflamasi ................................................................... 38
2.7.1 Peranan inflamasi pada eksitabilitas otak ............................. 39
2.7.2 Interleukin-6 ......................................................................... 41
2.8 Antioksidan .................................................................................. 45
2.8.1 Antioksidan enzimatik .......................................................... 46
2.8.1.1 Superoksid dismutase (SOD) ...................................... 46
2.8.1.2 Catalase (CAT) ........................................................... 46
2.8.1.3 Glutathion peroksidase (GPx ...................................... 47
2.8.2 Antioksidan non-enzimatik .................................................... 47
2.8.2.1 Vitamin C dan vitamin E .......................................... 48
2.8.2.2 Glutathion (GSH) ..................................................... 48
2.9 Pengobatan Epilepsi Saat Ini........................................................... 48
2.9.1 Pengobatan dengan obat antiepilepsi ..................................... 49
2.9.2 Terapi pembedahan pada epilepsi ......................................... 50
2.9.3 Stimulasi saraf vagus .......................................................... 50
2.9.4 Diet ketogenik..................................................................... 51
2.10 Peranan Antiinflamasi pada Terapi Epilepsi Resisten Obat .............. 52
ix
2.11 Peranan Antioksidan pada Terapi Epilepsi Resisten Obat ................ 52
2.12 Ubijalar Ungu .................................................................................. 54
2.12.1 Flavonoid ......................................................................... 56
2.12.2 Senyawa anthosianin ........................................................ 58
2.12.3 Farmakokinetik anthosianin ............................................... 59
2.12.4 Efek farmakologis anthosianin ........................................... 62
2.12.4.1 Peranan anthosianin mengatasi stres oksidatif ..... 62
2.12.4.2 Peranan anthosianin sebagai antiinflamasi ........... 66
2.12.4.3 Peranan anthosianin sebagai antikejang ............... 67
2.12.5 Asupan dan toksisitas anthosianin ...................................... 69
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir ...................................................................... 72
3.2 Konsep Penelitian ........................................................................ 76
3.3 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 77
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian ................................................................. 78
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 79
4.3 Populasi Penelitian .................................................................... 80
4.4 Randomisasi .............................................................................. 83
4.5 Persetujuan Setelah Penjelasan .................................................. 85
4.6 Variabel Penelitian..................................................................... 86
4.7 Bahan Penelitian ........................................................................ 95
4.8 Instrumen Penelitian .................................................................. 95
4.9 Prosedur Penelitian ................................................................... 96
4.9.1 Alur Penelitian ................................................................... 96
4.9.2 Prosedur Pengambilan Spesimen Darah..................... ......... 100
4.9.3 Prosedur Pemeriksaan Laboratorium............................ ....... 100
4.9.4 Prosedur Pemeriksaan EEG................................................ 108
4.9.5 Prosedur Pemeriksaan CT scan kepala............................... 109
x
4.10 Analisis Data ................................................................... ........... 109
BAB V HASIL PENELITIAN.................................................................. 111
5.1 Proses seleksi, Randomisasi dan Kepatuhan Subjek................ 111
5.2 Karakteristik Subjek Penelitian.................................................. 112
5.3 Efek Terapi Tambahan Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu
Terhadap Kadar Serum 8-OHdG................................................ 114
5.4 Efek Terapi Tambahan Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu
Terhadap Kadar Serum IL-6................................................. ... 116
5.5 Efek Terapi Tambahan Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu
Terhadap Kadar Serum SOD Total.................................... 119
5.6 Efek Terapi Tambahan Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu
Terhadap Gambaran EEG.............................................. 121
5.7 Efek Terapi Tambahan Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu
Terhadap Frekuensi Kejang........................................... 122
5.8 Analisis Multivariat Efek Perlakuan Terhadap Kelima
Variabel Tergantung............................................................. 125
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Efek Terapi Tambahan Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu
Terhadap Status Stres Oksidatif Anak EFRO............................ 128
6.2 Efek Terapi Tambahan Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu
Terhadap Status Inflamasi Anak EFRO................................... 131
6.3 Efek Terapi Tambahan Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu
Terhadap Status Antioksidan Anak EFRO............................. 134
6.4 Efek Terapi Tambahan Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu
Terhadap Gambaran EEG Anak EFRO.................................. 136
6.5 Efek Terapi Tambahan Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu
Terhadap Frekuensi Kejang Anak EFRO................................ 138
6.6 Efek Samping Obat.............................................................. 142
6.7 Temuan Baru Penelitian (Novelty)....................................... 142
xi
6.8 Kelemahan Penelitian......................................................... 144
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan............................................................................ 146
7.2 Saran.................................................................................. 147
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 149
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...........................................................................161
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
2.1 Asupan anthosianin yang dianjurkan .................................................... 70
4.1 Perhitungan besar sampel masing-masing variabel tergantung....... 82
4.2 Hasil randomisasi blok ......................................................................... 85
5.1 Karakteristik Data Dasar Subjek Penelitian........................................... 113
5.2 Analisis kadar serum 8-OHdG sebelum dan sesudah perlakuan....... 115
5.3 Analisis kadar serum IL-6 sebelum dan sesudah perlakuan............. 117
5.4 Analisis kadar total serum SOD sebelum dan sesudah perlakuan.... 120
5.5 Analisis gambaran EEG sebelum dan sesudah perlakuan................ 122
5.6 Analisis frekuensi kejang sebelum dan sesudah perlakuan.............. 123
5.7 Analisis multivariat efek perlakuan terhadap frekuensi kejang........ 126
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Proses terjadi epilepsi berawal dari cedera pada otak ................... 16
2.2 A. Kejang fokal dan B. Kejang umum ......................................... 18
2.3 Skema hipotesis target dan hipotesis transporter obat ................... 25
2.4 Hipotesis jalur inflamasi dalam menyebabkan resistensi OAE.. ... 28
2.5 Ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan ............ 31
2.6 Produksi ROS dan sistem antioksidan dalam sel tubuh................. 33
2.7 Mekanisme inflamasi yang terlibat dalam epileptogenesis ........... 40
2.8 Mekanisme kerja IL-6 di dalam neuron ........................................ 42
2.9 Peranan IL-6 pada cedera otak ..................................................... 43
2.10 Skema hubungan antara cedera otak, kejang, stres oksidatif,
inflamasi dan kematian neuron .................................................... 44
2.11 Tanaman dan umbi ubi jalar ungu .............................................. 56
2.12 Struktur kimia umum flavonoid ................................................. 57
2.13 Klasifikasi polifenol .................................................................. 58
2.14 Struktur kimia umum anthosianin............................................. ... 59
2.15 Mekanisme penyerapan anthosianin..................................... ..... 61
2.16 Mekanisme kerja Flavonoid pada sistem saraf pusat .................. 64
2.17 Mekanisme kerja anthosianin (flavonoid) sebagai antioksidan
dan antiinflamasi ........................................................................ 65
2.18 Mekanisme aksi benzodiazepin dan ikatan anthosianin pada
Benzodiazepin binding site........................................................ ... 68
3.1 Kerangka berpikir penelitian ....................................................... 74
3.2 Konsep penelitian ...................................................................... 76
4.1 Skema rancangan penelitian ........................................................ 79
4.2 Bagan hubungan antar variabel............................................ ......... 87
4.3 Skema alur penelitian ............................................................... 99
xiv
5.1 Profile plot kadar serum 8-OHdG sebelum dan sesudah
Perlakuan............................................................................. 115
5.2 Profile plot kadar serum IL-6 sebelum dan sesudah perlakuan,, 118
5.3 Profile plot kadar serum SOD total sebelum dan sesudah
Perlakuan................................................................................ 120
5.4 Profile plot frekuensi kejang sebelum dan sesudah perlakuan... 124
xv
DAFTAR SINGKATAN
ABC. = ATP-Binding Cassette
ACTH = Adeno Corticotropin Hormone
AP-1 = Activator protein-1
ARE = Antioxidant Response Elemen
Bax = Bcl-2 Asscosiated X protein
Bcl-2 = Antiapoptotic of B-cell lymphoma-2 family
Bcrp = Breast cancer-related protein
BHA = Butil Hidroksi Anilin
BHT = Butil Hidroksi Toluen
CAT = Catalase
CBZ = Carbamazepin
COX-2 = Cyclo Oxigenase-2
COMT = Catechol-O-Methyltransferase
CT scan = Computed Tomography scan
Cu-Zn SOD = Cooper Zinc Superoxide Dismutase
DNA = Deoxyribo Nucleic Acid
EEG = Elektroensefalografi/Elektroensefalogram
Ekstrak UUU = Ekstrak umbi ubijalar ungu
EPSPs = Excitatory Postsynaptic Potentials
ERO = Epilepsi Resisten Obat
EFRO = Epilepsi Fokal Resisten Obat
ERK = Extraceluler signal-Regulated protein Kinase
EURO = Epilepsi Umum Uesisten Obat
GABA = Gamma Amino Butiric Acid
GCL = Glutamate Cysteine Ligase
γGCS = γ-Glutamyl Cysteine Synthetase
xvi
GST = Gluthation transferase
GSTA2 = Glutathion S-Transferase A2
GSH = Gluthatione
GPX = Gluthation Peroxidase
GSSG = Gluthation Disulfide or Oxidized Gluthatione
GR = Gluthation reductase
H2O2 = Hydrogene Peroxide
HDL = High Density Lipoprotein
HO-1 = Hem Oxigenase-1
IPSs = Inhibitory Postsynaptic Potentials
IL-6 = Interleukine-6
IL-1ß = Interleukine-1ß
ILAE = International Leage Againt Epilepsy
JECFA = Joint FAO/WHO Expert committee on Food Additive
JNK = c-Jun N-terminal Kinase
Keap-1 = Kelch-like ECH-associated molecule-1
LDL = Low Density Lipoprotein
MAP = Mitogene-Activated Protein
MnSOD = Manganese Superoxide Dismutase
MAPKs = Mitogen-Activated Protein Kinase
M-CSF = Macrophage Colony Stimulating Factor
MDA = Malondialdehyde
MDR1 = Multi Drug Resistance gene-1-P-Glycoprotein
MPO = Myeloperoxidase
MRI = Magnetic Resonance Imaging
MRP1/MRP2 = Multidrug Resistance-associated Proteins
MnSOD = Manganese Superoxide Dismutase
mRNA = Masenger Ribo Nucleic Acid
MVP = Major Vault Protein
xvii
NADH = Nicotin Amide Adenin Dinucleotide
NADPH = Nicotin Amide Adenin Dinucleotide Phosphate
NF-kB = Nuclear Factor-kappa B
NO = Nitric Oxide
Nrf2 = Nuclear factor-Erythroid 2-related factor-2
NQO1 = NADPH: Quinone Oxidoreductase 1
O2 = Oxygen
O2- = Superoxide anion
OH- = Hydroxyl anio
ONOO = Peroxyntrite anion
OAE = Obat Anti Epilepsi
PGE2 = Prostaglandin E2
PB = Phenobarbital
PHT = Phenitoin
P13 = Phosphoinositide 3
8-OHdG = 8-hydroxydeoxyguanosine
RCT = Randomized Control Trial
RE = Reticulum Endoplasmic
RNA = Ribo Nucleac Acid
ROS = Reactive Oxygen Species
RNS = Reactive Nitrogen Species
RNI = Reactive Nitrogen Intermediate
SDO = Sawar Darah Otak
SOD = Super Oxide Dismutase
SSP = Susunan Saraf Pusat
TGF = Transforming Growth Factor
TNF = Tumor Necrosis Factor
WHO = World Health Organization
VA = Valproat Acid
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran
1. Protokol pengobatan OAE epilepsi anak .............................................. 161
2. Ringkasan keaslian penelitian .............................................................. 162
3. Lembar informasi pasien ............................................................. .......... 163
4. Informed concent ................................................................................. 168
5. Kuisioner penelitian.................................................................... ........... 171
6. Keterangan kelaikan etik........................... ........................................... 175
7. Ijin penelitian.............................................................................. ........... 176
8. Data-data penelitian.................................................................... ........... 177
xix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu masalah utama di bidang neurologi
anak sampai saat ini dan memerlukan pengobatan jangka panjang minimal
dua sampai tiga tahun bahkan seumur hidup. Pengobatan dengan obat
antiepilepsi (OAE) mencapai remisi (“sembuh”) sekitar 60-70%, sedangkan
pengobatan non-farmakologis kurang memuaskan, sehingga 30-40%
mengalami epilepsi resisten obat (ERO). Obat anti epilepsi hanya bersifat
simtomatik, menekan aktivitas kejang tetapi tidak dapat memengaruhi atau
memperbaiki patogenesis dan progresivitasnya. Patomekanisme ERO belum
sepenuhnya dipahami dan sebagian masih merupakan misteri. Epilepsi
resisten obat menimbulkan dampak sangat serius terhadap tumbuh kembang
anak, menurunkan kualitas hidup bahkan menyebabkan kematian.
Insiden dan prevalensi epilepsi hampir sama di semua negara serta
diderita oleh 1-2% populasi di seluruh dunia (Silanpaa dan Schmidt, 2011;
Lorigados dkk., 2013). Penderita epilepsi aktif di seluruh dunia saat ini
diperkirakan 50 juta orang, 40% pada anak dan remaja, 40% dewasa, serta
20% usia lanjut dan sekitar 80% ada di negara berkembang (Berg dkk., 2012;
Hauser dan Nelson, 2013). Prevalensi epilepsi di negara maju berkisar 4-
9/1000 populasi, dengan insiden 25-50/100.000 populasi/tahun, sedangkan di
xx
negara berkembang prevalensi 14-57/1000 populasi, insiden 30-115/100.000
populasi/tahun (Kwan dkk., 2010).
Penelitian epidemiologi tentang epilepsi pada anak di Indonesia belum pernah
dilaporkan sehingga insiden dan prevalensi ERO belum diketahui secara pasti.
Penelitian pada tiga rumah sakit besar di Jakarta, pada bayi dan anak umur
kurang lima tahun, kejadian ERO sebesar 18,2% (Widodo, 2012), sedangkan
di RSUP Sanglah Denpasar ERO umur 1-12 tahun 21,7% (Suwarba dkk.,
2011).
Definisi ERO yang digunakan oleh para ahli sangat beragam dan
masalah ini masih terus diperdebatkan. Berdasarkan kriteria terbaru
International Leage Againts Epilepsy (ILAE) tahun 2009, ERO adalah suatu
kegagalan penggunaan ≥ dua macam OAE yang memiliki toleransi dan
pilihan tepat serta digunakan sesuai jadwal, baik monoterapi atau kombinasi
untuk mencapai fase bebas kejang (Moinuddin dkk., 2010; Kwan dkk., 2011).
Epilepsi resisten obat terjadinya melalui patomekanisme yang
berbeda-beda (Berg dkk., 2012). Beberapa hipotesis mencoba menjelaskan
masalah ini antara lain: “hipotesis target” menyatakan bahwa kegagalan OAE
untuk berefek karena terjadi penurunan sensitivitas reseptor target oleh karena
terjadi perubahan seluler dan molekuler yang diakibatkan oleh beberapa hal
antara lain stres oksidatif dan inflamasi. “Hipotesis transporter obat”
menyatakan bahwa terjadi kegagalan OAE untuk mencapai targetnya dengan
xxi
konsentrasi yang cukup, dimana transportasi obat ini juga dipengaruhi oleh
stres oksidatif dan inflamasi (Viteva, 2014).
Faktor risiko terjadinya ERO yang sudah diidentifikasi antara lain:
faktor risiko klinis, neurofisiologis, neuroimaging, dan genetik (So, 2011).
Faktor risiko klinis seperti sindroma epilepsi, respon awal terhadap OAE,
frekuensi kejang saat awal diagnosis, usia, gambaran elektroensefalogram
(EEG) interiktal, dan adanya penyakit penyerta (Kwan dkk., 2012). Widodo
(2012), di Jakarta, faktor risiko ERO pada anak usia satu sampai lima tahun
adalah jenis kelamin perempuan, onset kejang usia kurang satu tahun,
frekuensi kejang lebih 10 kali setiap bulan, etiologi simtomatik-kriptogenik,
dan abnormalitas gambaran EEG.
Tanda-tanda inflamasi kronik dan ekspresi berlebihan mediator
inflamasi serta sitokin seperti Interleukin-1ß (IL-1ß), Interleukin-6 (IL-6), dan
tumor necrotizing factor (TNF) telah ditemukan pada penderita ERO (Orozco
dkk., 2011). Sitokin-sitokin ini merupakan sitokin terbanyak ditemukan pada
susunan saraf pusat (Vezzani, 2011). Proses inflamasi pada otak menimbulkan
hipereksitasi neuron dan kejang karena terdapat bukti bahwa bentuk aktif IL-
1β, IL-6, TNF, prostaglandin E2 (PGE2), dan kaskade komplemen
menyebabkan neuron mudah tereksitasi. Hal sebaliknya, kejang menimbulkan
peningkatan produksi sitokin-sitokin tersebut sehingga memperberat kejang
serta timbulnya kejang berulang (Rao dkk., 2009; Vezzani dkk., 2012).
xxii
Prednison dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) dengan efek
antiinflamasi telah digunakan sebagai terapi tambahan pada sindroma epilepsi
spasme infantil dan Lenox-Gestaut dengan hasil cukup memuaskan (Stafstorm
dkk., 2011).
Penelitian pada beberapa dekade terakhir menemukan bahwa ada hubungan
antara kejang dengan stres oksidatif, dimana stres oksidatif berperan pada inisiasi dan
progresivitas kejang pada epilepsi. Hubungan antara stres oksidatif dan epilepsi mulai
diteliti pada tahun 1970-an dan penelitian mulai banyak dilakukan setelah tahun
1990-an (Ikonomidou dan Kaindi, 2011; Rodriguez dkk., 2013).
Radikal bebas yang berlebihan bersifat sangat reaktif dan menimbulkan
kerusakan deoxyribo nucleic acid (DNA), lipid, dan protein sel termasuk neuron-
neuron di otak dan DNA merupakan target pertama dan utama kerusakan oksidatif
(Aldy, 2010; Pandey dkk., 2012). Stres oksidatif tidak hanya terjadi akibat kejang,
tetapi sebaliknya juga memberikan kontribusi aktif terhadap terjadinya kejang dan
epileptogenesis (Waldbaum dan Patel, 2010). Otak pada anak lebih rentan terhadap
stres oksidatif sehingga kerusakannya lebih berat dibandingkan orang dewasa
(Ikonomidou dan Kaindi, 2011) dan penelitian terdahulu terutama pada bayi dan anak
mengenai masalah ini masih sangat terbatas (Maio, 2011).
Biomarker kerusakan stres oksidatif terhadap lipid antara lain malondialdehid
(MDA), hidroperoksida, dan isoprostan; terhadap DNA: 8-hdroksi-2-deoksi-guanosin
(8OHdG), 8-hidroksi-guanosin, serta terhadap protein: protein karbonil, valin
hidroperoksida, dan hidroxida (Ercegovac dkk., 2013; Ogunro dkk., 2013). Penelitian
xxiii
pada hewan uji cukup banyak yang membuktikan masalah ini, tetapi masih sedikit
penelitian klinis yang menunjukkan hubungan yang mapan (establish) antara stres
oksidatif dengan kejang, epilepsi atau ERO. Pada tikus yang diinduksi kejang dengan
pilokarpin, ditemukan kerusakan oksidatif berat pada otak (Kunwar dan Priyadarsini,
2011) dan ditemukan kerusakan histopatologis, neurokimia, neurotransmiter, serta
kematian neuron (Freitas, 2012). Tikus model yang diinduksi kejang dengan asam
kainik, ditemukan peningkatan nyata kadar 8-OHdG pada darah (Ogunro dkk., 2013).
Faktor risiko terjadinya ERO antara lain faktor risiko klinis, neuroimaging,
neurofisiologi, dan genetik, sampai saat ini belum banyak dapat dikoreksi, sehingga
upaya lebih diarahkan pada faktor risiko yang dapat dikoreksi seperti stres oksidatif
dan inflamasi. Jenis senyawa yang dapat mempengaruhi atau memperbaiki
patogenesis dan progresivitas epilepsi menjadi sangat dibutuhkan pada pengobatan
epilepsi. Pemberian antioksidan dan atau antiinflamasi merupakan salah satu harapan
dan tantangan baru ke depan yang perlu dikembangkan untuk menurunkan kejadian
dan memperbaiki prognosis anak ERO (Vezzani dkk., 2012; Rodriquez dkk., 2013).
Pemberian antioksidan adenosin pada model tikus dengan epilepsi post
trauma dapat menekan gelombang kejang epileptik dan menurunkan radikal
hidroksil, sedangkan pemberian antioksidan melatonin pada model tikus
dengan epilepsi post trauma dapat menekan gelombang kejang epileptik dan
menurunkan kadar MDA pada jaringan otak (Delanty dan Dichter, 2000).
Kadar antioksidan enzimatik pada lima orang penderita epilepsi mioklonik
progresif lebih rendah dibandingkan orang sehat dan pada seorang wanita 12
xxiv
tahun yang mengalami kejang lama, ditemukan kadar 8-OHdG meningkat
pada darah, cairan otak, dan urin dibandingkan kontrol (Ogunro dkk., 2013).
Penelitian kasus-kontrol 25 penderita epilepsi 18-48 tahun,
menemukan kadar MDA nyata lebih tinggi pada epilepsi dibandingkan
kontrol sehat dan status antioksidan total (SAT), glutathion peroksidase
(GPx), gluthation (GHS), superoksida dismutase (SOD), dan catalase (CAT),
nyata lebih rendah pada epilepsi sebelum diobati dibandingkan kontrol sehat
(Ogunro dkk., 2013). Sebuah studi potong-lintang, 90 penderita epilepsi dan
80 orang sehat umur 10-60 tahun, menemukan kadar MDA nyata lebih tinggi
pada penderita epilepsi dan kadarnya menurun secara nyata setelah diobati
OAE (Pandey dkk., 2012).
Pemberian antioksidan dan antiinflamasi pada penelitian in vitro dan
hewan uji sudah cukup banyak dilakukan, tetapi uji klinis penggunaan
beberapa jenis antioksidan (Delanty dan Dichter, 2000) dan antiinflamasi
(Vezzani dkk., 2012) pada beberapa penyakit memberikan hasil beragam.
Pemberian vitamin E 400 IU/hari sebagai terapi tambahan (adjunct therapy)
pada 12 anak usia 5-18 tahun dengan ERO, ditemukan penurunan frekuensi
kejang lebih dari 60% dibandingkan periode sebelumnya, sedangkan pada
kontrol tidak penunjukkan penurunan frekuensi kejang (Delanty dan Dichter,
2000). Pemberian vitamin E 600 mg/hari pada 17 penderita ERO berbagai tipe
selama satu bulan, nyata menurunkan kadar MDA plasma, menurunkan
xxv
frekuensi kejang, dan menormalkan gambaran EEG pada 11 penderita
(Kovalenko dkk., 1984).
Masyarakat di beberapa negara seperti Brazilia, Iran, India, Jepang, dan
sebagainya secara tradisional sudah sejak lama mempunyai pengetahuan dan
menggunakan beberapa tanaman obat lokal untuk mengobati epilepsi seperti minyak
ekstrak Rosa Damascena, Nigella sativa L, Ginko biloba. Penggunaan kasiat tanaman
itu terbukti menurunkan frekuensi kejang anak ERO (Ekstein dan Schachter, 2010).
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L/Balinese purple sweet potato/sela bojog)
merupakan tanaman lokal yang tumbuh di Bali. Ekstrak air umbi ubi jalar ungu
banyak mengandung anthosianin, salah satu sub-klas flavonoid yang memiliki efek
antioksidan kuat (Suprapta, 2004), antiinflamasi (Shipp dan Abdoel, 2010), dan
antikejang (Jager dan Saaby, 2011). Penggunaan bahan ini pada mencit dengan
aktivitas fisik berat, terjadi kenaikan MDA nyata lebih rendah dibandingkan kontrol
(Jawi dkk., 2008), menurunkan kadar kolesterol dan meningkatkan total antioksidan
kelinci (Jawi dkk., 2011), meningkatkan ekspresi SOD dan menurunkan vascular cell
adhesion molecule-1(VCAM-1) endothel aorta nyata pada kelinci dengan pakan tinggi
kolesterol dibandingkan kontrol (Jawi dkk., 2014), mempertahankan gula darah,
menurunkan MDA, dan meningkatkan antioksidan total nyata pada tikus dengan
pakan tinggi glukosa dibandingkan kontrol (Sutirta-Yasa dkk., 2013).
Anthosianin (E.163), merupakan makanan tambahan (food additive)
yang resmi diakui di Eropa dan telah dievaluasi oleh SCF 1975 dan JECFA
tahun 1982. Bahan ini dinyatakan aman dengan asupan harian rata-rata
xxvi
minimal (Acceptive daily intake = ADI) 2,5 mg/kgbb/hari, dengan rentang
2,7-7,8 mg/kgbb/hari (Aguilar dkk., 2013). Pemberian anthosianin 300
mg/hari ekstrak bilberry pada 118 sukarelawan dewasa sehat selama tiga
minggu, nyata menurunkan kadar sitokin dan kemokin yang diregulasi
nuclear factor-kB (NF-kB)(Karlsen dkk., 2007). Sebanyak 12 orang
sukarelawan sehat tidak merokok, umur 21-31 tahun diberikan anthosianin
ekstrak acai juice dan applesauce, nyata meningkatkan kapasitas antioksidan
plasma 2,3 kali dan 3 kali berturut-turut 12 jam setelah konsumsi tanpa efek
samping dibandingkan kontrol (Mertens-Talcott dkk., 2008). Pemberian
anthosianin ekstrak Montmorency pada delapan orang atlit jalan cepat selama
tujuh hari, nyata menurunkan marker stres oksidatif dan inflamasi
dibandingkan kontrol (Bell dkk., 2014).
Sebuah cross-over design study, 21 anak sehat usia tujuh sampai
sembilan tahun diberikan anthosianin ekstrak blueberry 126,5 mg/hari dan
253 mg/hari, terdapat perbaikan nyata auditory verbal leaning task pada satu,
tiga, lima, dan enam jam setelah konsumsi pada kelompok intervensi
dibandingkan kontrol (Whyte dan Williams, 2012). Sebuah studi intervensi,
93.600 wanita muda, konsumsi anthosianin dosis tinggi 2500 mg/hari dapat
menurunkan risiko infark miokard (Cassidy dkk., 2013). Studi pada 25 pasien
kanker kolorektal, pemberian 0,5-2 gram anthosianin ekstrak bilberry selama
tujuh hari sebelum operasi, menunjukkan penurunan 7% proliferasi jaringan
xxvii
tumor dan penurunan nyata insulin-like growth factor-1 (IGF-1)(Thomasset
dkk., 2009).
Sebuah randomized control trial (RCT), pemberian anthosianin
ekstrak Black Currant 50 mg/hari pada 38 penderita glaukoma sudut terbuka
selama 24 bulan, nyata memperbaiki tekanan darah sistemik, laju nadi,
tekanan intra okuler, sirkulasi darah mata, dan lapang pandang dibandingkan
kontrol (Lucioli, 2012). Pemberian anthosianin ekstrak grape pulp dosis
tinggi selama empat minggu pada 60 penderita nocturnal visual function dan
kelainan refraksi pada kedua mata, 73,3 % mengalami perbaikan gejala dan
hanya satu subjek membaik pada kontrol (Ghosh dan Konishi, 2007).
Penelitian pasca pemasaran memastikan anthosianin aman dikonsumsi (Shipp
dan Abdoel, 2010). Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui
dampak stres oksidatif dan inflamasi serta manfaat antioksidan dan
antiinflamasi pada ERO (Vezzani dkk., 2012; Rodriquez dkk., 2013).
Epilepsi pada anak sebagian besar (>60%) tergolong epilepsi fokal
sehingga epilepsi fokal resisten obat (EFRO) kasusnya juga lebih banyak
dibandingkan epilepsi umum resisten obat (EURO) (Rauchenzauner dan Luef,
2010). Gejala dan tanda epilepsi fokal yang muncul sesuai peranan fungsional
masing-masing lobus otak tersebut (Chabolla dan Cascino, 2005). Epilepsi
fokal resisten obat lebih sulit diobati karena sering ditemukan fokus
xxviii
epileptogenik di otaknya. Fokus epileptogenik umumnya bersifat permanen
dan sulit dikoreksi (Kuzniecky, 2005).
Penelitian mengenai penggunaaan anthosianin pada anak EFRO dengan
subjek yang cukup banyak belum ada publikasi. Peneliti ingin mengetahui efektivitas
suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu yang banyak mengandung anthosianin
(flavonoid) dengan efek antioksidan, antiinflamasi, dan antikejang terhadap
penyembuhan anak EFRO dibandingkan dengan obat standar konvensional saja.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka disusun rumusan
masalah atau pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah suplemetasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu pada anak EFRO
menurunkan kadar serum 8-OHdG lebih besar dibandingkan kontrol?
2. Apakah suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu pada anak EFRO
menurunkan kadar serum IL-6 lebih besar dibandingkan kontrol?
3. Apakah suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu pada anak EFRO
meningkatkan kadar serum SOD lebih besar dibandingkan kontrol?
4. Apakah suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu pada anak EFRO
memperbaiki gambaran EEG lebih baik dibandingkan kontrol?
5. Apakah suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu pada anak EFRO
menurunkan frekuensi kejang lebih besar dibandingkan kontrol?
xxix
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mencari landasan teoritik
mengenai mekanisme kerja anthosianin dalam ekstrak air umbi ubi jalar ungu sebagai
suplementasi untuk menghambat stres oksidatif dan inflamasi serta menekan eksitasi
neuron melalui modulasi reseptor GABA pada anak EFRO sehingga memberikan
remisi (“kesembuhan”) lebih baik dibandingkan terapi standar konvensional saja.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk membuktikan suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu pada anak
EFRO menurunkan kadar serum 8-OHdG lebih besar dibandingkan kontrol.
2. Untuk membuktikan suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu pada anak
EFRO menurunkan kadar serum IL-6 lebih besar dibandingkan kontrol.
3. Untuk membuktikan suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu pada anak
EFRO meningkatkan kadar serum SOD lebih besar dibandingkan kontrol.
4. Untuk membuktikan suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu pada anak
EFRO memperbaiki gambaran EEG lebih baik dibandingkan kontrol.
5. Untuk membuktikan suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu pada anak
EFRO menurunkan frekuensi kejang lebih besar dibandingkan kontrol.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat akademis
xxx
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi ilmiah baru bagi
para akademisi mengenai:
1. Ekstrak air umbi ubi jalar ungu yang mengandung anthosianin (flavonoid),
dapat memengaruhi atau memperbaiki patogenesis dan progresivitas EFRO
pada anak melalui penghambatan stres oksidatif dan inflamasi, serta menekan
eksitasi neuron melalui modulasi reseptor GABA sehingga membantu
memberikan hasil remisi lebih baik dibandingkan dengan terapi standar
konvensional saja.
2. Pengembangan atau saintifikasi obat antiepilepsi berbahan herbal menjadi
obat fitofarmaka.
1.4.2 Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat mengenai:
1. Suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu dapat membantu meningkatkan
angka kesembuhann (remisi) anak EFRO.
2. Suplementasi ekstrak air umbi ubi jalar ungu dapat membantu mencegah anak
epilepsi berkembang menjadi epilepsi resisten obat.
xxxi