Tugas Referat hipertensi
-
Upload
aghniajolanda -
Category
Documents
-
view
30 -
download
3
description
Transcript of Tugas Referat hipertensi
Tugas Referat
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA
HIPERTENSI
PEMBIMBING:
dr. Zaenudin Khan Sp.JP
DISUSUN OLEH:
Lili Andriani
11 2014 124
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM - CARDIOLOGY
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDAWACANA
Periode 13 Juli 2015 – 26 September 2015
1
Pendahuluan
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada system sirkulasi. Peningkatan
atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh. Tekanan darah
selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler dan
sistem vena, sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap. Jika sirkulasi darah menjadi
tidak memadai lagi, maka terjadilah gangguan pada system transportasi oksigen, karbondioksida,
dan hasil-hasil metabolisme lainnya. Di lain pihak fungsi organ-organ tubuh akan mengalami
ganguan seperti gangguan pada proses pembentukan air seni di dalam ginjal ataupun
pembentukan cairan cerebrospinalis dan lainnya. Terdapat dua macam kelainan tekanan darah
darah, antara lain yang dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau
tekanan darah rendah. Hipertensi telah menjadi penyakit yang menjadi perhatian di banyak
Negara di dunia, karena hipertensi seringkali menjadi penyakit tidak menular nomor satu di
banyak negara.
Tekanan darah tinggi, atau yang sering disebut dengan hipertensi, merupakan salah satu
faktor risiko penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi dan kematian yang cukup tinggi
terutama di negara-negara maju dan di daerah perkotaan di negara berkembang, sepertinya
halnya di Indonesia. Hipertensi disebabkan oleh adanya tekanan darah yang tinggi melebihi
normalnya. Hipertensi dikenal juga sebagai silent killer atau pembunuh terselubung yang tidak
menimbulkan gejala atau asimptomatik seperti penyakit lain. Pada umumnya, sebagian penderita
tidak mengetahui bahwa dirinya menderita tekanan darah tinggi. Oleh sebab itu sering ditemukan
secara kebetulan pada waktu penderita datang ke dokter untuk memeriksa penyakit lain.
Kenaikan tekanan darah tidak atau jarang menimbulkan gejalagejala yang spesifik. Pengaruh
patologik hipertensi sering tidak menunjukkan tanda-tanda selama beberapa tahun setelah terjadi
hipertensi.
2
DEFINISI
Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri.
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Menurut
The Seventh of The Joint national Committee on Prevention, detection, Wvaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi
menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan derajat 2.
Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan
DarahTDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 90
Hipertensi derajat 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau
lebih untuk usia 13 – 50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50
tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih
memastikan keadaan tersebut (WHO, 2001).
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
3
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Hipertensi sistol
terisolasi
≥ 140 Dan < 90
Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi;
mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130 – 139/80 – 89 mmHg dalam sepanjang
hidupnya akan memiliki dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit
kardiovaskular daripada yang tekanan darahnya lebih rendah.
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg merupakan
factor resiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular daripada tekanan darah
diastolic.
Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg, meningkat
dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg
Risiko penyakit kardiovaskular bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari factor
resiko lainnya.1
EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia
lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah, dimana
baik hipertensi sistolok maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolic sering timbul pada
lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah
yang dahulu terus meningkat, dalam decade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola
4
kurva mendatar), dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien
hipertensi.
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara-negara
yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES)
menunjukkan bahwa dari tahun ke 1999 – 2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah
sekitar 29 – 31%, yang berarti terdapat 58 – 65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi
peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988 – 1991. Hipertensi esensial sendiri
merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.1
Angka kejadian hipertensi di Indonesia pada tahun 2005 – 2008 :
5
ETIOLOGI
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya
penyakit lain.
a. Hipertensi Primer / Esensial (90%)
adalah peningkatan curah jantung (volume sekuncup x frekuensi denyut jantung) dan
peningkatan resistensi perifer total (TPR). Dibagi 2 :
Hipertensi Hiperdinamik
Penyebab 1 :
↑ Frekuensi denyut jantung / volume ekstrasel
↓
↑ Aliran balik vena
↓
↑ Volume sekuncup (mekanisme Frank-Starling)
↓
HIPERTENSI
Penyebab 2 :
↑ Aktivitas simpatis (dari SSP) / ↑ respon terhadap katekolamin
↓
↑ Curah jantung
↓
HIPERTENSI
6
Hipertensi Resistensi
Penyebab :
- ↑ Aktivitas simpatis
- ↑ Respon terhadap katekolamin
- ↑ Konsentrasi angiotensin II Vasokonstriksi perifer
- Mekanisme autoregulasi (arteriol)
- Hipertrofi otot vasokonstriktor ↓
- ↑ Viskositas darah (↑ hematokrit) → HIPERTENSI
HIPERTENSI → kerusakan vaskuler → ↑ TPR → HIPERTENSI MENETAP.2,3
b. Hipertensi Sekunder (disebabkan oleh penyakit lain)
Dibagi 3 :
Hipertensi Renal
Stenosis arteri renalis/ penyempitan arteriol & kapiler ginjal
↓
Iskemia ginjal
↓
Pelepasan renin dari ginjal
↓
Renin Tumor yang produksi renin
Angiotensinogen → Angiotensin I
↓ ACE
Angiotensin II (oktapeptida)
Lepaskan aldosteron Vasokontriktor berat
dari korteks adrenal
↓ ↓
Retensi Na & ↑ curah jantung ↑ TPR
↑ Tekanan darah
7
Massa ginjal fungsional ↓
Hipertensi
↓
Hipertensi kronik
↓
Perubahan sekunder (hipertrofi dinding vascular, aterosklerosis)
Hipertensi Hormonal
- Sindrom Adrenogenital
Pembentukan kortisol di korteks adrenal dihambat
↓
Pelepasan hormone adrenokortikotropik (ACTH) tidak dihambat
↓
Prekursor mineralokortikoid aktif kotisol & aldosteron
↓
Retensi Na
↓
↑ Hormon ekstrasel
↓
↑ Curah jantung
↓
HIPERTENSI
- Hiperaldosteronisme (Sindrom Conn)
Tumor korteks adrenal
↓
Lepaskan aldosteron (jumlah besar) tanpa mekanisme pengaturan
↓
Retensi Na di ginjal
↓
↑ Curah jantung
8
↓
HIPERTENSI
- Sindrom Cushing
Pelepasan ACTH tidak adekuat
↓
↑ Konsentrasi glukokortikoid plasma
↑ Efek katekolamin ↑ Kerja mineralokortikoid dari kortisol
↓ ↓
↑ Curah jantung Retensi Na
HIPERTENSI
- Feokromasitoma
Tumor adrenomedula
↓
Katekolamin
↓
↑ Kadar epinefrin tidak terkendali
↓
↑ Curah Jantung
↓
HIPERTENSI
- Pil Kontrasepsi
Retensi Na
↓
↑ Curah jantung
↓
HIPERTENSI
9
Hipertensi Neurogenik
Ensefalitis, edema serebri, pedarahan, tumor otak
↓
Perangsangan sentral kerja jantung berlebih
↓
↑ Tekanan darah
↓
HIPERTENSI2,3
FAKTOR RESIKO
Genetik (♀ > ♂)
Penduduk kota > desa (Hipertensi primer)
Stres psikologis kronis (berubungan dengan pekerjaan / kepribadian)
↑ Perangsangan jantung ↑ Absorpsi ginjal & retensi Na
↑ Volume ekstrasel
↑ Tekanan darah (HIPERTENSI)
* Stress / ketegangan fisik (olahraga) pelepasan adrenalin & nor-adrenalin
vasokontriktif ↑ tekanan darah sementara
Sensitif terhadap garam (Insiden ↑ jika ada riwayat keluarga)
↓
Respon terhadap katekolamin ↑
↓
↑ Curah Jantung
↓
HIPERTENSI
Asupan garam tinggi
10
Ion natrium
Retensi air Perkuat efek noradrenalin
↓ ↓
Volume darah bertambah (hiperviskositas) Vasokonstriksi
↓
Daya tahan pembuluh darah ↑
HIPERTENSI
Konsumsi liquorice
Adalah sejenis gula-gula yang dibuat dari Succus liquiritiae yang mengandung
asam glizirinat dengan khasiat retensi air ↑ Tekanan darah jika dimakan dalam
jumlah besar
Merokok
Nikotin vasokonstriksi ↑ tekanan darah
Pil KB
Mengandung hormon estrogen retensi garam & air ↑ tekanan darah
Hormon pria & kortikosteroid
Menyebabkan retensi air ↑ tekanan darah
Kehamilan
Uterus direnggangkan telalu banyak oleh janin menerima kurang darah
dilepaskan zat yang ↑ tekanan darah.2,3
GEJALA
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada
seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
11
Sakit kepala bagian belakang dan pusing
Kelelahan
Mual, muntah
Dada debar-debar
Sesak nafas, lemas, berkeringat
Gelisah atau cemas, sulit tidur
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung
dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena
terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan
penanganan segera.4
PEMERIKSAAN UNTUK DIAGNOSIS
Pemeriksaan Dasar
Pengukuran tekanan darah yang sesuai standar dilakukan tidak hanya sekali, bila perlu dapat
pada lebih sekali kunjungan.
Syarat standar pengukuran tekanan darah :
Diukur setelah pasien duduk dan istirahat beberapa menit di ruangan yang tenang
Cuff standar yaitu dengan balon 12 – 13 cm lebar dan panjang 35 cm, orang
gemuk atau anak perlu alat yang sesuai dan dipasang setinggi jantung
Tekanan sistolik = suara fase I dan tekanan diastolic = fase V
Pengukuran pertama haarus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan
kelainan pembuluh darah perifer
Harus diukur juga tekanan darah sewaktu berdiri pada manula, pasien DM, atau
keadaan yang sering timbul hipotensi ortostatik
Pemeriksaan Mencari Faktor Resiko
12
Faktor resiko penting untuk menentukan resiko hipertensi dan stratifikasi terhadap kejadian
komplikasi kardiovaskular, yaitu :
1. Resiko untuk stratifikasi
a. Derajat hipertensi
b. Wanita > 65 tahun
c. Laki-laki > 55 tahun
d. Perokok
e. Kolesterol total > 250 mg% (6,5 mmol/L)
f. Diabetes mellitus
g. Riwayat keluarga penyakit kardiovaskular lain
2. Resiko lain yang mempengaruhi prognosis
a. Kolesterol HDL rendah
b. Kolesterol LDL meningkat
c. Mikroalbuminaria pada diabetes mellitus
d. Toleransi glukosa terganggu
e. Obesitas
f. Tidak berolahraga (secondary lifestyle)
g. Fibrinogen meningkat
h. Kelompok resiko tinggi tertentu; sosioekonomi, ras, geografik
3. Kerusakan organ sasaran
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Proteinuria / kreatinin 1,2 – 2,0 mg%
c. Penyempitan a.retina local / umum
d. Tanda aterosklerosis pada a.karotis, a.iliaka, aorta
4. Tanda klinis kelainan dengan penyakit
a. Penyakit serebrovaskular
Stroke iskemik
Perdarahan serebral
TIA
b. Penyakit jantung
Infark miokard
13
Angina pectoris
Revaskularisasi koroner
Gagal jantung kongestif
c. Retinopati hipertensi lanjut
Perdarahan atau eksudat
Edema papil
d. Penyakit ginjal
Nefropati diabetic
GGK (kreatinin > 2 mg %)
e. Penyakit lain
Diseksi aneurisma
Penyakit arteri (simtomatik)3,4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin harus dilakukan seperti :
Tes darah rutin
Hemoglobin dan hematokrit
Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula
Kimia darah untuk kalium (serum), kreatinin (serum), gula darah puasa, total kolesterol
Elektrokardiogram
Ekokardiogram
Radiologi: foto toraks
Sesuai penyakit penyerta
Kolesterol total serum, kolesterol HDL serum, LDL serum, kolesterol trigliserida serum
(puasa)
Asam urat serum
Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin
Ekokardiografi bila diduga KOS (kerusakan organ sasaran), seperti adanya LVH
Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
14
Ultrasonografi ginjal bila diduga adanya kelainan ginjal
Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak
Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :
Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal
ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap factor resiko atau kondisi penyerta lainnya
seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai target terapi
masing-masing kondisi.
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi
nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujian menurunkan
tekanan darah dan mengendalikan factor-faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya.
Terapi nonfarmakologis terdiri dari :
Menghentikan merokok
Menurunkan berat badan berlebih
Menurunkan konsumsi alcohol berlebih
Latihan fisik
Menurunkan asupan garam
Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
Jenis – jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan JNC 7:
Diuretika, terutama jenis Thiazie (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)
Beta Blocker (BB)
15
Calcium Channel Blocker atau Calcium Anatagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1receptor antagonist / blocker (ARB)
Masing – masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan
hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa factor, yaitu :
Faktor sosio ekonomi
Profil factor resiko kardiovaskular
Ada tidaknya kerusakan organ target
Ada tidaknya penyakit penyerta
Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain
Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan
resiko kardiovaskular
Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi menyatakan bahwa
keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan tekanan darah itu sendiri, terlepas dari
jenis atau kelas obat antihipertensi yang digunakan. Tetapi terdapat pula buki – bukti yang
16
menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi tertentu memiliki kelebihan untuk kelompok pasien
tertentu.
Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokan pasien berdasar yang memerlukan
pertimbangan khusus (Special Consederations), yaitu Kelompok Indikasi yang Memaksa
(Compelling Indications), dan Keadaan Khusus lainnya (Special Situations).
Indikasi yang memaksa meliputi :
Gagal jantung
Pasca infark miokardium
Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
Diabetes
Penyakit ginjal kronis
Pencegahan stroke berulang
Keadaan khusus lainnya meliputi :
Populasi minoritas
Obesitas dan sindrom metabolic
Hipertrofi ventrikel kanan
Penyakit arteri perifer
Hipertensi pada usia lanjut
Hipotensi postural
Demensia
Hipertensi pada perempuan
Hipertensi pada anak dan dewasa muda
Hipertensi urgensi dan emergensi
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan darah
tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat
antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan
pemberian sekali sehari. Pilihan memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan
kombinasi tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai
17
dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai
target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke
antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindarkan dengan dosis
rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan
bisaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang semakin
bertambah.5
Indikasi dan Kontraindikasi (KI) Kelas – kelas Utama Obat Antihipertensi menurut ESH
Kelas Obat Indikasi KI Mutlak KI Tidak Mutlak
Diuretika (Thiazide)
Gagal jantung kongestif, usia
lanjut, isolated systolic
hypertension, ras Afrika
Gout Kehamilan
Diuretika (Loop)Insufisiensi ginjal, gagal jantung
kongestif
Diuretika (anti aldosteron)Gagal jantung kongestif, pasca
infark miokardiumGagal ginjal, hiperkalemia
Penyekat β
Angina pectoris, pasca infark
miokardium, gagal jantung
kongestif, kehamilan, takiaritmia
Asma, penyakit paru obstruktif
menahun, A-V block (derajat 2
atau 3)
Penyakit pembuluh darah perifer,
intoleransi glukosa, atlit atau
pasien yang aktif secara fisik
Calcium Antagonist
(dihydopiridine)
Usia lanjut, isolated systolic
hypertension, angina pectoris,
penyakit pembuluh darah perifer,
aterosklerosis karotis, kehamilan
Takiaritmia, gagal jantung
kongestif
Calcium Antagonist (verapamil,
diltiazem)
Angina pectoris, aterosklerosis
karotis, takikardia
supraventrikuler
A-V block (derajat 2 atau 3),
gagal jantung kongestif
Penghambat ACE
Gagal jantung kongestif,
disfungsi ventrikel kiri, pasca
infark miokardium, non-diabetic
nefropati, nefropati DM tipe 1,
proteinuria
Kehamilan, hiperkalemia,
stenosis arteri renalis bilateral
18
Angiotensin II receptor
antagonist (ATI-blocker)
Nefropati DM tipe 2,
mikroalbuminaria diabetic,
proteinuria, hipertrofi ventrikel
kiri, batuk karena ACEI
Kehamilan, hiperkalemia,
stenosis arteri renalis bilateral
α – BlockerHyperplasia prostat (BPH),
hiperlipidemiaHipotensi ortostatik Gagal jantung kongestif
Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan
darah
TDS (mmHg) TDD (mmHg) Perbaikan Pola
Hidup
Terapi Obat Awal
tanpa Indikasi
Memaksa
Terapi Obat awal
dengan Indikasi
Memaksa
Normal < 120 dan < 80 Dianjurkan
Prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 89 Ya Tidak indikasi obat Obat-obatan untuk
indikasi yang
memaksa
Hipertensi derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99 Ya Diuretika jenis
Thiazide untuk
sebagian besar kasus,
dapat
dipertimbangkan
ACEI, ARB, BB,
CCB, atau kombinasi
Obat-obatan untuk
indikasi yang
memaksa obat
antihipertensi lain
(diuretika, ACEI,
ARB, BB, CCB)
sesuai kebutuhan
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100 Ya Kombinasi 2 obat
untuk sebagian besar
kasus umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan ACEI
atau ARB atau BB
atau CCB
KOMPLIKASI
19
a. Stroke
Stroke dapat terjadi perdarahan di otak, atau akiban embolus yang terlepas dari pembuluh
darah non-otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke depat terjadi pada hipertensi kronik
apabila ateri-ateri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga
aliran darah ke daerah-daerah yang dipendarahinya berkurang. Ateri-ateri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah dan kehilangan elastisitas sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya anuerisma.
b. Infak Miokardium
Infak miokardium dapat terjadi apabila ateri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
menyuplai darah yang cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus
yang menghambat aliran darah melalui ateri koroner. Karena hipertensi koronik dan
hipertrifi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi
dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Hipertrofi ventrikel dapat
menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga
terjadi disritmia, hipoksia jantung dan peningkatan pembentukan pembekuan darah.
c. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan yang tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, yaitu glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan
keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang menyebabkan
edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
d. Ensefalopati
Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat
cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini dapat menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler dan mendorong cairan kedalam ruang interstitium di seluruh susunan
saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
e. Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)
20
PROGNOSIS
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi dengan
kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan
darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci
untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah untuk mendeteksi dan mengobati
sebelum kerusakan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Hughes AD, Schachter M. Hypertension and blood vessels. Hughes AD, Schachter M.
Hipertensi dan pembuluh darah. Br Med Bull 1994;50:356-70. Br Med Bull 1994;
50:356-70.
2. Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jakarta: FKUI. 2006.
3. Gareth Beevers. Para patofisiologi hipertensi. British Medical Journal. FindArticles.com.
4. Silvia A. Price, Lorraince M. Wilson. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2003.
5. Ganiswarna, S. G. (2003). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi FK-UI.
22