Tugas dan kewenangan badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum
Click here to load reader
-
Upload
hany-ayuning-putri -
Category
Documents
-
view
177 -
download
1
Transcript of Tugas dan kewenangan badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum
1
Hany Ayuning Putri, “kewenangan dan Tanggung Jawab Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eksistensi badan hukum didalam ilmu hukum erat kaitannya dengan substansi
penyelenggaraan hukum itu sendiri. Kaitan tersebut terlihat dalam realita hukum
yang menyatakan bahwa badan hukum itu merupakan salah satu dari pendukung hak
dan kewajiban atau yang lebih dikenal dengan subjek hukum.1 Rechtspersoon atau
yang biasa disebut badan hukum merupakan persona ficta atau orang yang
diciptakan oleh hukum sebagai persona. Pandangan demikian dianut oleh Carl von
Savigny, C.W.Opzoomer, A.N.Houwing dan juga Langemeyer. Mereka badan
hukum adalah hanyalah fiksi hukum. Oleh karena itu pendapat ini disebut teori fiktif
atau teori fiksi.2
Beberapa sarjana lain mendekati persoalan badan hukum dari aspek harta
kekayaan yang dipisahkan tersendiri. Pandangan ini disebut teori pemisahan
kekayaan dengan beberapa variasi. Teori van het ambtelijk vermogen diajarkan
oleh Holder dan Binder mengembangkan pandangan bahwa badan hukum adalah
badan yang mempunyai harta yang berdiri sendiri yang dimiliki pengurus harta itu
karena jabatannya sebagai pengurus harta yang bersangkutan. Teori zweck
vermogen / doel vermogens theorie ( Teori Kekayaan bertujuan ) diajarkan oleh
A. Brinz dan F.J. van Heyden mengembangkan pendapat bahwa badan hukum
merupakan badan yang mempunyai hak atas harta kekayaan tertentu yang dibentuk
untuk ytujuan melayai kepentingan tertentu. Adanya tujuan tersebut menentukan 1 R. Soeroso, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 1452 Handri Raharjo, 2009, Hukum Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hlm. 19
1
Hany Ayuning Putri, “kewenangan dan Tanggung Jawab Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum”
bahwa harta kekayaan dimaksud sah untuk diorganisasikan menjadi badan hukum.
Teori propriete collective atau teori kekeyaan bersama yang ditemukan oleh Rudolf
von Jhering dan diajarkan selanjutnya oleh Marcel Planiol, gezammenlijke
vermogens theorie diajarkan oleh P.A. Mollengraff. Menurut Molengraff, badan
hukum hakikatnya merupakan hak dan kewajiban anggotanya secara bersama-sama
di dalamnya terdapat harta kekayaan bersama yang tidak dapat dibagi-bagi. Setiap
anggota tidak hanya menjadi pemilik sebagai pribadi untuk masing-masing
bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak dapat dibagi itu, tetapi juga pemilik
bersama untuk keseluruhan bharta kekayaan, sehingga masing-masing pribadi
anggota adalah pemilik harta kekayaan yang terorganisasikan dalam badan hukum
itu. Teori organ yang diajarkan Otto van Gierke memandang badan hukum sebagai
suatu yang nyata (reliteit) bukan fiksi, pandangan ini diikuti oleh L.C. Polano.
Menurut teori organ badan hukum merupakan suatu hal penting dari konstruksi
yuridis seolah-olah sebagai manusia yang sesuangguhnya dalam lalu lintas hukum
yang juga mempunyai kehendak sendiri yuang dibentuk melalui alat-alat
kelkengkapannya yaitu pengurus dan anggotanya dan sebagainya. Putusan yang
dibuat oleh pengurus adalah kemauan badan hukum. 3
Berdasarkan teori diatas terlihat bahwa, Badan hukum ( Recht Persoon )
memiliki kedudukan yang sedikit lebih istimewa dibandingkan dengan manusia (
Naturlijk Persoon ) sebagai subjek hukum. Dari segi pengaturan, ketentuan
mengenai badan hukum tidak diatur secara tegas dalam KUHPerdata namun ada
beberapa ketentuan tentang perkumpulan di dalam Buku III Pasal 1653 s / d 1655
3 Chaidir Ali, 1999, Badan Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, hlm. 32
1
Hany Ayuning Putri, “kewenangan dan Tanggung Jawab Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum”
KUHPerdata yang sedikit memberikan kepastian mengenai keberadaan badan hukum
ini.4
Berpijak pada ketentuan yang sangat singkat pada KUHPerdata, Subekti
memaparkan pendapatnya yang menyatakan bahwa badan hukum merupakan Suatu
badan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti menerima serta
memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat, dan menggugat dimuka hakim. Menurut
Logemann, Badan Hukum adalah suatu personifikasi yaitu suatu perwujudan/
penjelmaan dari hak dan kewajiban. Sedangkan Salim HS menyatakan bahwa Badan
Hukum merupakan kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta
kekayaan, hak dan kewajiban, serta organisasi. Dari pemaparan mengenai definisi
Badan hukum diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Badan hukum itu terdiri dari
unsur-unsur berupa harta kekayaan yang terpisah dar kekayaan anggotanya, memiliki
tujuan tertentu, punya hak dan kewajiban sendiri, dapat menuntut / dituntut serta
punya organisasi yang teratur yang dapat tercermin dari Anggaran Dasar ( AD ) dan
Anggaran Rumah Tangganya ( ART ).5
Hal fundamental yang perlu digaris bawahi dalam pemaparan diatas adalah
mengenai kedudukan badan hukum dalam melakukan perbuatan yang berkorelasi
dengan statusnya. Perbuatan itu berkaitan dengan titik tolaknya sebagai subjek
hukum yang kerap kali disebut dengan perbuatan hukum. Perbuatan hukum
merupakan setiap perbuatan yang akibanya diatur oleh hukumdan karena akibat itu
perbuatan tersebut dapat dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan perbuatan
itu.
4 Handri Raharjo, Op. cit., hlm. 185 Ibid, hlm. 22
1
Hany Ayuning Putri, “kewenangan dan Tanggung Jawab Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum”
Sehubungan dengan pemaran diatas, terlihat gambaran menarik mengenai
badan hukum, Badan hukum ini terlihat seperti suatu badan yang variatif. Keadaan
yang demikian membuka cakrawala penulis untuk menyuguhkan suatu penjelasan
yang lebih spesifik mengenai kewenangan dan tanggung jawab badan hukum serta
perbuatan hukum yang dilakukannya. Oleh karena itu, untuk memaknai
kedudukannya, penulis akan memberikan pemaparan mengenai Badan Hukum ini
dalam makalah yang berjudul “Kewenangan Dan Tanggung Jawab Badan
Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum”
1.2 Batasan Masalah
Untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam penulisan makalah ini,
maka penulis akan membatasi masalahnya sebagai berikut:
1. Kewewnangan dari Badan Hukum dalam melakukan perbuatan hukum
2. Tanggung jawab badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarakan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan di
analisis dalam penelitian ini meliputi :
1. Bagaimanakah kewenangan dari badan hukum dalam melakukan
perbuatan hukum?
2. Bagaimanakah tanggung jawab badan hukum dalam melakukan perbuatan
hukum?
1
Hany Ayuning Putri, “kewenangan dan Tanggung Jawab Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum”
1.4 Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kewenangan dari badan hukum dalam melakukan
perbuatan hukum.
2. Untuk mengetahui tanggung jawab badan hukum dalam melakukan
perbuatan hukum.
1.5 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan studi kepustakaan.
Penulis membaca buku-buku ataupun kumpulan mata pelajaran yang berkaitan
dengan materi makalah ini, yaitu tentang kewenangan dan tanggung jawab badan
hokum. Selain media cetak yang merupakan salah satu media yang dipakai oleh
penu;is untuk mendapatkan data, penulis juga menggunakan media internet yang
merupakan jendela dunia bagi seluruh umat manusia di dunia.
1
Hany Ayuning Putri, “kewenangan dan Tanggung Jawab Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum”
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kewenangan Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum
Perbuatan hukum kerap kali mejadi perbincangan menarik apabila didalam
beraktifitas, komponen dalam penyelenggaraan hukum itu bersentuhan dengan
substansi dari hukum itu sendiri. Perbuatan hukum merupakan setiap perbuatan yang
akibatnya diatur oleh hukum, dan akibat tersebut merupakan hal yang dikehendaki
oleh setiap orang yang melakukannya. Apabila suatu perbuatan tidak dikehendaki
oleh orang yang melakukannya maka perbuatan tersebut tidak dapat dikualifikasikan
sebagai perbuatan hukum.6
Apabila teropongan pemikiran kita di arahkan pada badan hukum, maka akan
didapatkan penegasan mengenai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum
itu sendiri. Badan hukum dalam berbuat tentunya diwakilkan dengan perantaraan
orang, sebab badan hukum hanya suatu pengertian ( beegrip ), yang bertindak selalu
orang-orang. Menurut Pasal 1654 KUHPerdata, Semua badan hukum ( zedelijke
lichamen ) yang sah sama seperti orang-orang preman / partikelir wenang untuk
melakukan perbuatan perdata. Jadi, dapat disimpulkan bahwa badan-badan hukum
pada umumnya berwenang untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum.
Menurut pasal 1655 KUH Perdata: para pengurus ( bedebestuurder) yang
bertindak untuk badan hukum. Pasal ini menetukan, bahwa: “para pengurus suatu
perkumpulan adalah, sekadar tentang itu tidak telah diatur secara lain dalam surat
pendiriannya, persetujuan-persetujuannya dan reglement-reglementnya, berkuasa
6 R. Soeroso, Op. cit., hlm. 145
1
Hany Ayuning Putri, “kewenangan dan Tanggung Jawab Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum”
untuk bertindak atas nama perkumpulan mengikat perkumpulan kepada orang-orang
pihak ketiga dan sebaliknya, begitu pula bertyindak dimuka hakim, baik sebagai
penggugat mapun sebagai tergugat”. Jadi dapat disimpulkan pula bahwa, para
pengurus dari badan hukum itu berwenang untuk bertindak atas nama ( In naam )
badan itu. Artinya: para wakil dari badan hukum yang berbuat untuk badan itu.
Sekaitan dengan hal diatas, Pitlo membandingkan badan hukum dengan bayi
manusia. Badan hukum bertindak dengan perantaraan pengurusnya, sedang bayi
bertindak dengan perantaraan orang tuanya atau walinya. Jadi dalam melakukan
perbuatan hukum perdata sama, yaitu sama-sama dengan perantaraan wakil. Segala
sifat dari perbuatan si wakil dianggap sifat perbuatan badan hukum sendiri.
Hoge raad dalam suatu arrest menetapkan: perbuatan si wakil dengan segala
sifatnya adalah perbuatan dari badan hukum. Dasar dari kewenangan mewakili itu
ialah karena wakil dari badan hukum ini merupakan orgaan ( alat perlengakapan )
dari badan hukum . Organ menurut pitlo adalah orang-orang atau kelompok orang
yang tugasnya dalam badan hukum itu merupakan essentialia dari organisasi itu.
Tempatnya disebtukan oleh anggaran dasar. Organ yang demikian ialah: pengurus,
direktur, direksi, komisaris, dan dewan komisaris. Karena mereka orgaan,
mempunyai kewenangan mewakili. Disamping hal ini, badan hukum dapat juga
membuat perjanjian last geving, misalnya jika badan hukum itu mewakilkan kepada
orang ketiga yang tugasnya tidak merupakan bagian dari organisasi itu, baik kepada
orang luar maupun orang yang bekerja pada badan itu tetapi tidak jadi organ. 7
Pitlo mengajukan contoh konkret mengenai hal diatas : seseorang yang
menandatangani akte hypotek. Kalau yang melakukan itu organ tidak perlu
7 Chaidir Ali, hlm. 186
1
Hany Ayuning Putri, “kewenangan dan Tanggung Jawab Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum”
menunjukkan akte otentik. Yang menunjukkan kewenangan mewakili. Tetapi orang
yang bukan orgaan jika melakukan perbuatan itu harus menunjukkan surat kuasanya
yang otentik.
Pengurus dari badan hukum yang merupakan organ itu :
a. Boleh mengikatkan badan hukum pada pihak ketiga ( 1655 KUHPerdata )
b. Badan hukum atau pengurusnya dapat melakukan perbuatan-perbuatan seperti
orang biasa ( pasal 1654 UHPerdata )
c. Wakil dari badan hukum biasanya disebut organ
Pada intinya kewenangan dari badan hukum dalam melakukan perbuatan itu
dilakukan atau dijalankan oleh pengurusnya (organ). Perbuatan tersebut haruslah
disetujui oleh yang lebih tinggi dan memberi keuntungan bagi badan hukum itu
sendiri. Hal ini dikarenakan badan hukum tidak mampu menjalankan
kewenangannya secara langsung. Kewenangan dari para pengurus ini dinyatakan
dalam anggaran dasar/ anggaran rumah tangga. Hal inilah yang memberikan batasan
kepada pengurus mengenai besarnya ruang lingkup dari kewenangannnya sendiri.
Contohnya dalam PT, perbuatan hukum dilakukan oleh organ-organ PT yang
memiliki kewenangan yang berbeda-beda satu sama lain, seperti RUPS yang
berwenang melakukan perubahan anggaran dasar (pasal 9 UUPT), Direksi yang
berwenang mewakili perseroan di dalam amupun di luar pengadilan, dan Dewan
Komisaris yang berwenang untuk dapat memberhentikan anggota direksi untuk
sementara dengan menyebutkan alasannya. (pasal 106 ayat 1 UUPT).
2.2 Tanggung Jawab Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum
1
Hany Ayuning Putri, “kewenangan dan Tanggung Jawab Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum”
Ketentuan mengenai tanggung jawab badan hukum dapat dilihat dalam
kutipan pasal 45 KUHD. Dalam pasal ini dinyatakan bahwa :
1. Tanggung jawab para pengurus adalah tak lebih daripada untuk menunaikan
tugas yang diberikan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, menunaikan
tugas karena segala perikatan dari perseorangan dengan diri sendiri tidak
terikat kepada pihak ketiga.
2. Sementara itu, apabila mereka melanggar suatu ketentuan dalam akta, atau
tentang perubahan kemudiab yang diadakannya mengenai syarat-syarat
pendirian, maka atas kerugian yang karenanya telah diderita oleh pihak
ketiga, mereka itupun masin-masing dengan diri sendiri bertanggung jawab
untuk seluruhnya.
Jadi dalam hal organ bertindak diluar wewenangnya, maka Badan hukum
tidak dapat dipertanggung jawabkan atas segala akibatnya, tetapi organlah yang
bertanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga yang dirugikan. Tindakan
organ badan hukum yang melampaui batas-batas yang telah ditentukan tidak menjadi
tanggung jawab badan hukum tetapi menjadi tanggung jawab pribadi organ yang
bertindak melampaui batas itu, terkecuali tindakan itu menguntungkan Badan hukum
atau organ yang lebih tinggi kedudukannya kemudian menyetujiui tindakan itu.
Persetujuan organ yang kedudukannya lebih tinggi ini harus masih dalam batas-batas
kompetensinya.
Hal ini sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam pasal 1656 BW, yang
menyatakan bahwa segala perbuatan untuk mana para pengurusnya tidak berkuasa
melakukannya hanyalah mengikat perkumpulan sekedar perkumpulan itu sungguh-
sungguh telah mendapat manfaat karenanya atau sekedar perbuatan-perbuatan itu
1
Hany Ayuning Putri, “kewenangan dan Tanggung Jawab Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum”
terkemudian telah disetujui secara sah. Ketentuan ini tentunya mempertegas
pemaparan diatas bahwa bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh badan hukum
dipertanggungjawabkan secara tangung renteng.
Perbedaan tanggung jawab badan hukum ini juga terlihat jelas dalam hal
badan hukum yang sudah terdaftar dengan yang belum terdaftar
a. Bagi badan hukum yang sudah resmi namun belum terdaftar sebagai badan
hukum, maka tanggung jawab dilakukan secara tanggung renteng antar
pengurus.
Contoh: Berkaitan dengan permasalahan diatas, maka Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2001 Tentang Yayasan pada Pasal 13 A yaitu Perbuatan hukum yang dilakukan oleh
Pengurus atas nama Yayasan sebelum Yayasan memperoleh status badan hukum
menjadi tanggung jawab Pengurus secara tanggung renteng. Melihat uraian pasal 11
ayat 1 UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 Tentang Yayasan bahwa suatu Yayasan dapat memperoleh status badan
hukum apabila telah memperoleh pengesahan dari Menteri, sebagaimana diatur lebih
lanjut dalam PP Nomor 63 Tahun 2008 tentang Peraturan Pelaksanaan Yayasan,
mengenai masalah belum terdaftarnya Yayasan Anggraini Bhakti pada Kementerian
Hukum dan HAM, yang artinya Yayasan Anggraini Bhakti belum dapat dikatakan
sebagai “Yayasan” karena belum diakui sebagai badan hukum.
1
Hany Ayuning Putri, “kewenangan dan Tanggung Jawab Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum”
b. Bagi badan hukum yang telah terdaftar sebagai badan hukum maka tanggung
jawab pengurus sebesar kewenangannya yang tercantum dalam anggaran
dasar.
1
Hany Ayuning Putri, “kewenangan dan Tanggung Jawab Badan Hukum Dalam Melakukan Perbuatan Hukum”
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pada intinya kewenangan dari badan hukum dalam melakukan perbuatan itu
dilakukan atau dijalankan oleh pengurusnya (organ). Perbuatan tersebut haruslah
disetujui oleh yang lebih tinggi dan memberi keuntungan bagi badan hukum itu
sendiri. Hal ini dikarenakan badan hukum tidak mampu menjalankan
kewenangannya secara langsung. Kewenangan dari para pengurus ini dinyatakan
dalam anggaran dasar/ anggaran rumah tangga. Hal inilah yang memberikan
batasan kepada pengurus mengenai besarnya ruang lingkup dari
kewenangannnya sendiri
2. Jika organ bertindak diluar wewenangnya, maka Badan hukum tidak dapat
dipertanggung jawabkan atas segala akibatnya, tetapi organlah yang bertanggung
jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga yang dirugikan. Bagi badan hukum
yang telah resmi namun belum didaftarkan maka tanggung jawab yang berlaku
disini adalah tanggung jawab renteng. Berbeda halnya dengan tanggung jawab
badan hukum yang yang sudah resmi dan didaftarkan, dimana tanggung jawab
pengurus sesuai dengan perbuatan hukum dan kewenangannya dalam anggaran
dasar/ anggaran rumah tangga.