TK Bronkiektasis
-
Upload
widariniharuno -
Category
Documents
-
view
57 -
download
3
description
Transcript of TK Bronkiektasis
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Pasien Nama : Ny.N
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : Nguter wonogiri
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal pemeriksaan : 23 Februari 2015
No. Register : 056xxx
II. ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis dan alloanamnesis.
A. Keluhan Utama
Batuk berdahak
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli BBKPM Surakarta , dengan keluhan batuk
berdahak sejak tiga hari yang lalu dengan dahak yang sulit dikeluarkan
namun saat bisa dikeluarkan dahak berwarna putih dan kuning kental,
tidak ada darah. batuk hampir dirasakan saat beraktifitas dan batuk
berkurang saat istirahat. pasien juga mengeluhakn sesak napas yang
hilang timbul terutama dirasakan saat batuk. Pasien tidak mengeluhkan
badan lemas, pilek (-). Nyeri dada setelah batuk (-), nyeri perut setelah
batuk (-), perut sebah (+), muntah (-), tidak disertai demam dan keringat
malam nyeri kepala (+), BAB/BAK (dbn), nafsu makan (dbn).
1
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat penyakit serupa : diakui 3 tahun yang lalu
2. Riwayat asma : disangkal
3. Riwayat pengobatan OAT : diakui 10 tahun yang lalu selama 6
bulan dan dinyatakan sembuh
4. Riwayat hipertensi : disangkal
5. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
6. Riwayat penyakit paru : disangkal
7. Riwayat penyakit jantung : disangkal
8. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
9. Riwayat penyakit liver : disangkal
10. Riwayat alergi : disangkal
11. Riwayat mondok : (+) penyakit serupa
C. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat penyakit serupa : disangkal
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
4. Riwayat asma : disangkal
5. Riwayat penyakit TB paru : disangkal
6. Riwayat penyakit jantung : disangkal
7. Riwayat penyakit liver : disangkal
8. Riwayat alergi : disangkal
D. Riwayat Pribadi
1. Merokok : disangkal
2. Kontak penderita TB : disangkal
3. Konsumsi alkohol : disangkal
4. Konsumsi obat bebas : disangkal
5. Konsumsi kopi : disangkal
2
III. PEMERIKSAAN FISIK
IV. Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, E4 V5M6
Berat badan : 35 kg
Vital sign
Tekanan darah : 140/70 mmHg(duduk, pada lengan kanan)
Nadi : 80 x/menit (isi dan tegangan cukup), irama
reguler
Respiratory rate : 24 x/menit tipe thorakoabdominal
Suhu : 36 0C per aksiler
A. Kulit
Ikterik (-), petekie (-), purpura (-), hiperpigmentasi(-), turgor cukup,
kulit kering(-), hiperemis (-).
B. Kepala
Bentuk mesosefal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka (-)
C. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), injeksi konjungtiva (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor diameter 4 mm/4 mm,
reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-),mata cekung (-/-)
D. Hidung
Napas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
E. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
F. Mulut
Sianosis (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-), kering (-), papil lidah atrofi
(-), mukosa pucat(-), lidah tifoid (-), luka pada tengah bibir (-), luka
pada sudut bibir (-), karies gigi (-)
3
G. Leher
Retraksi supra sternal (-), deviasi trakea (-), peningkatan JVP R0,
pembesaran kelenjar limfe (-/-)
H. Thorak
1. Paru
- Inspeksi :
Kelainan bentuk (-), simetris (+/+), pelebaran vena superfisial
(-), spider nevi (-), ketinggalan gerak (-/-), retraksi otot bantu
pernapasan (-)
- Palpasi :
Ketinggalan gerak
Depan Belakang
- - - -
- - - -
- - - -
Fremitus
Depan Belakang
n n N N
n n N N
n n N N
- Perkusi :
Depan Belakang
S S S S
S S S S
S S S S
S: Sonor
R: Redup
4
- Auskultasi :
Suara dasar vesikuler
Depan Belakang
+ + + +
+ + + +
+ + + +
Suara tambahan: wheezing (-/-), ronkhi basah kasar (+/+)
2. Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- Palpasi :iktus kordis tidak kuat angkat
- Perkusi : (batas jantung)
Batas kiri jantung
Atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Bawah : SIC V linea midclavicula sinistra
Batas kanan jantun g
Atas :SIC II linea parasternalis dextra
Bawah :SIC IV linea parasternalis dextra
Kesan : batas jantung tidak melebar
- Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, reguler, murmur (-)
I. Abdomen
- Inspeksi : dinding abdomen sejajar dengan dinding dada,
distended(-),venektasi(-)
- Auskultasi : peristaltik normal
- Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-), hepatomegali
(-), splenomegali (-)
- Palpasi : hepar dan lien tidak teraba membesar, defans
muskuler (-), nyeri tekan (-)
5
J. Ekstremitas
- Superior : clubbing finger(-/-), palmar eritema (-/-), pitting edema
(-/-),akral hangat (+/+)
- Inferior : clubbing finger(-/-), pitting edema (-/-), akral hangat (+/+)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium (26 April 2012)
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
Lekosit 9,4 10^3/µl 3.8-10.6HB 9,6 L g/dl 13.2-17.3Trombosit 294 H 10^3/ µl 150-450LED 107/146
B. PemeriksaanRadiologi
Pemeriksaan foto thorak (15 september 2014)
6
Hasil pada foto thorak
Nama Ny.N (51 tahun) foto thorak PA didapatkan :
Thorax: PA , erect, simetris,inspirasi dan kondisi cukup, Hasil
Pulmo : corakan vaskuler kasar, infiltrat di basal paru kiri
Diafragma kiri mendatar
Terdapat gambaran honey comb appearance
Cor: CTR < 0.5
Kesan: TB paru lesi luas aktif dengan pleuritis dextra
VI. RESUME/ DAFTAR MASALAH (yang ditemukan positif)
A. Anamnesis
Seorang perempuan usia 51 tahun dengan keluhan:
keluhan batuk berdahak sejak tiga hari yang lalu dengan dahak
yang sulit dikeluarkan namun saat bisa dikeluarkan dahak berwarna
putih dan kuning kental, tidak ada darah. batuk hampir dirasakan
saat beraktifitas dan batuk berkurang saat istirahat. pasien juga
mengeluhakn sesak napas yang hilang timbul terutama dirasakan
saat batuk. nyeri kepala dan mual (+), BAB/BAK (dbn), nafsu
makan (dbn). Pasien memiliki riwayat penyakit serupa 3 tahun yang
lalu dan riwayat pengobatan OAT 10 tahun yang lalu selama 6
bulan sampai dinyatakan sembuh
B. Pemeriksaan Penunjang
- Foto thorak :
Thorax: PA , erect, simetris,inspirasi dan kondisi cukup, Hasil
Pulmo : corakan vaskuler kasar, infiltrat di basal paru kiri
Diafragma kiri mendatar
Terdapat gambaran honey comb appearance
Cor: CTR < 0.5
Kesan: TB paru lesi luas aktif dengan pleuritis dextra
7
Pemeriksaan Laboratorium
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
Lekosit 9,4 10^3/µl 3.8-10.6
HB 9,6 L g/dl 13.2-17.3
Trombosit 294 H 10^3/ µl 150-450
LED 107/146
VII. POMR (Problem Oriented Medical Record)
AssesmentPlanning Diagnosis
Planning Terapi Planning Monitoring
Bronkiektasis
Bekas TB
-Darah lengkap
-Spirometri
-Kimia darah
-Pemeriksaan
sputum BTA
- Kultur sputum
microorganisme
dan resistensi
- EKG
- Synbicord turbuhales
1-0-1
-N- acetylsystein 2x1
- lansoprazole 2x1
- Sucralfat syr 3x1
-Klinis
-Vital sign
-DL
VIII. PROGNOSIS
ad Sanam : Dubia ad bonam
ad Vitam : Dubia ad bonam
ad Fungsionam: Dubia ad malam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Bronkiektasis merupakan dilatasi abnormal dari bronkus dan bronkiolus
oleh karena siklus infeksi dan inflamasi yang berulang (O’Donnel, 2008).
Bronkiektasis ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus
lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten, atau ireversibel.
Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam
dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot polos bronkus,
tulang rawan, dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena
umumnya adalah bronkus kecil, sedangkan bronkus besar umumnya jarang
(Rahmatullah, 2009).
B. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan bahwa 110.00 orang penduduk di Amerika Serikat saat ini
dirawat dengan bronkiektasis non-kistik fibrosis. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Weyker et al, prevalensi di Amerika Serikat 4,2 per 100.000
orang berusia 18 – 34 tahun dan 272 per 100.000 orang di antara penduduk
berusia >75 tahun. Peningkatan ini prevalensi ini berkesinambungan dengan
semakin meluasnya penggunaan high resolution chest CT (HRCT). Ditambah
lagi, ada peningkatan jumlah pasien dengan infeksi paru Nontuberculosis
mycobacterium (NTM) yang didiagnosis juga menderita bronkiektasis. Di luar
Amerika Utara, bronkiektasis merupkan masalah klinis yang umum dijumpai,
tapi prevalensi di dunia belum diketahui. Secara mendunia, kelompok
demografis tertentu diketahui memiliki risiko yang meningkat untuk
perkembangan bronkiektasis, termasuk individu yang memiliki akses buruk ke
pelayanan kesehatan atau adanya infeksi paru yang tinggi pada anak
(O’Donnel, 2008).
9
C. ETIOLOGI
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang belum jelas (Rahmatullah, 2009).
Bahkan dengan uji dan pemeriksaan terkini secara klinis, laboratorium, dan
patologi, hingga 50-80% kasus bronkiektasis penyebabnya tidak diketahui.
Terdapat faktor multipel yang dipengaruhi oleh genetik, anatomis, dan
sistemik yang menyebabkan bronkiektasis (O’Donnel, 2008). Pada
kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital
maupun didapat.
1. Kelainan kongenital
Bronkiektasis timbul sejak masih dalam kandungan. Faktor yang berperan
adalah genetik dan perkembangan fetus.
2. Kelainan didapat
Pada kelainan yang didapat, bronkiektasis bisa timbul karena infeksi dan
obstruksi bronkus (Rahmatullah, 2009).
Banyak penyebab yang menjadi etiologi maupun faktor predisposisi
terjadinya bronkiektasis, antara lain:
1. Infeksi primer (bakteri, jamur dan virus)
Bronkiektasis mungkin sebagai sequel dari nekrosis setelah infeksi
akibat pengobatan yang buruk atau tidak diobati sama sekali. Infeksi
dapat disebabkan oleh kuman tipikal seperti Klebsiela, Staphilococcus
aureus, Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumonia, measles,
pertusis, influenza, herpes simplex dan beberapa tipe adenovirus. Pada
anak respiratory syncytial virus dapat menyebabkan bronkiektasis.
Bronkiektasis juga bisa juga disebabkan oleh Mycobacterium avium
complex (MAC) yang terjadi pada penderita HIV dan imunokompromis.
2. Obstruksi bronkus
Tumor endobronkial, benda asing atau stenosis bronkus karena
penekanan akibat kelenjar getah bening leher yang membesar dapat
menyebabkan bronkiektasis. Sindrom lobus tengah kanan merupakan
bentuk spesifik obstruksi bronkus yang akhirnya akan menyebabkan
bronkiektasis karena angulasi abnormal lobus tersebut. Timbulnya
10
obstruksi bronkus dan infeksi kronik merupakan faktor predisposisi
terbentuknya bronkiektasis.
3. Fibrosis kistik
Ini merupakan penyakit autosomal resesif dengan kelainan utama
pada paru dengan gambaran umum bronkiektasis. Bronkiektasis
berhubungan dengan fibrosis kistik terjadi secara sekunder karena
terkumpulnya mukus pada jalan napas bagian atas dan terjadinya infeksi
kronis.
4. Sindroma Young
Gambaran klinis sama denga fibrosis kistik. Sindrom ini ditemukan
bronkiektasis disertai sinusitis dan azoospermia, sering terjadi pada pria
usia pertengahan.
5. Aspergilosis bronkopulmoner alergi
Merupakan reaksi hipersensitiviti terhadap inhalan antigen
Aspergilus dengan gambaran bronkospasme, bronkiektasis dan reaksi
imunologi oleh spesies Aspergilus. Dikatakan aspergilus
bronkopulmoner alergi adalah apabila pada penderita tersebut ditemukan
batuk produktif dan juga memiliki riwayat asma yang tidak respons
dengan terapi konvensional.
6. Keadaan imunodefisiensi
Imunodefisiensi dapat terjadi secara congenital maupun didapat.
Imunodefisiensi ini melibatkan gangguan gangguan fungsi limfosit B.
penderita dengan hipogammaglobulinemia biasanya muncul saat anak
dengan riwayat sinusitis atau infeksi paru berulang. Penderita
HIV/AIDS merupakan implikasi terjadinya bronkiektasis dan
digambarkan dengan timbulnya percepatan kerusakan bronkus karena
infeksi berulang.
11
7. Defek anatomi kongenital
Sekuester bronkopulmoner, sindroma Williams-Campbell
(defisiensi congenital kartilago), Sindrom Mounier-Kuhn
(tracheobronkomegali), Sindrome Swyer-Jamer (unilateral hyperlucent
lung) dan sindrom yellow-nail mempermudah timbulnya bronkiektasis.
8. Merokok
Bagaimana merokok dapat menyebabkan terjadinya bronkiektasis
masih belum jelas namun demikian asap rokok dan infeksi berulang
dapat mempercepat kerusakan dinding bronkus.
D. PATOGENESIS
Patogenesis bronkiektasis tergantung faktor penyebabnya. Apabila
bronkiektasis timbul kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat
hubungannya dengan faktor genetik serta faktor pertumbuhan dan
perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis yang didapat,
patogenesisnya yang diduga melalaui beberapa mekanisme. Ada beberapa
faktor yang diduga ikut berperan, antara lain faktor obstruksi bronkus, faktor
injeksi pada bronkus atau paru, faktor adanya beberapa penyakit tertentu
seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary eosinophilia dan faktor intrinsik
dalam bronkus atau paru. Pada infeksi, infeksi yang mendahului bronkiektasis
adalah infeksi bakterial, yaitu mikroorganisme penyebab pneumonia atau
bronkitis yang mendahuluinya. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi
bronkiektasis, sedangkan infeksi virus tidak dapat. Boleh jadi bahwa
pneumonia atau bronkitis yang mendahului bronkiektasis tadi didahului oleh
infeksi virus.
Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi
(daerah bronkiektasis). Secara praktis apabila sputum pasaien bronkiektasis
bersifat mukoid dan putih jerinih, menandakan tidak atau belum ada infeksi
sekunder. Sebaliknya apabila sputum pasien yang semula berwarna putih
jernih kemudian berubah warnyanya menjadi kuning atau kehijauan atau
12
berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder. Untuk menentukan jenis
kumannya bisa dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Sputum berbau busuk
menandakan adanya infeksi sekunder oleh kuman anaerob (Rahmatullah,
2009).
E. PATOFISIOLOGI
Bronkiektasis adalah dilatasi abnormal bronkus, pada daerah proksimal
bronkus (diameter > 2 mm) disertai destruksi komponen otot dan jaringan
elastik dinding bronkus yang dapat terjadi secara kongenital ataupun didapat
karena sebab infeksi kronik saluran napas. Bronkiektasis kongenital terjadi
pada bayi dan anak sebagai akibat kegagalan pembentukan cabang-cabang
bronkus. Kerusakan komponen otot dan jaringan elastik dinding bronkus
merupakan respon tubuh terhadap infeksi berupa proses inflamasi yang
melibatkan sitokin, oksida nitrit dan neutrofil protease sehingga terjadi
kerusakan pada jaringan alveolar peribronkial dan selanjutnya terjadi fibrosis
peribronkial. Akhirnya terjadi kerusakan dinding bronkus dan inflamasi
transmural sehingga terjadi dilatasi abnormal bronkus. Pada keadaan ini
biasanya ditemukan gangguan pembersihan sekresi (mucous clearance) pada
bronkus dan cabang-cabangnya. Kegagalan proses pembersihan sekresi
menyebabkan kolonisasi kuman dan timbul infeksi oleh kuman pathogen yang
ikut berperan dalam pembentukan mucus yang purulen pada penderita
bronkiektasis (Subagyo, 2013).
Bronkiektasis lebih sering ditemukan di paru kiri daripada kanan, mungkin
karena diameter bronkus utama kiri lebih kecil daripada kanan. Kelainan lebih
sering ditemukan di lobus bawah khususnya segmen basal. Lynne Reyd
membagi bronkiektasis menjadi 3 bentuk berdasarkan pelebaran bronkus dan
derajat obstruksi, sebagai berikut:
1. Bentuk silindrik (tubular)
Seringkali dihubungkan dengan kerusakan parenkim paru, terdapat
penambahan diameter bronkus yang bersifat regular, lumen distal bronkus
tidak begitu melebar.
13
2. Bentuk varikosa (fusiform)
Pelebaran bronkus lebih lebar dari bentuk silindrik dan bersifat irregular.
Gambaran garis irregular dan distal bronkus yang mengembang adalah
gambaran khas pada bentuk varikosa.
3. Bentuk sakuler (kistik)
Dilatasi bronkus sangat progresif menuju ke perifer bronkus. Pelebaran
bronkus ini terlihat sebagai balon, kelainan ini biasanya terjadi pada
bronkus besar, pada bronkus generasi ke 4. Bentuk ini juga terdapat pada
bronkiektasis kongenital (Subagyo, 2013).
F. GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala yang timbul tergantung dari beratnya penyakit,
penyebaran, lokasi, ada tidaknya komplikasi dan penyakit yang mendasarinya.
Gejala pada bronkiektasis dapat disebabkan karena bronkiektasis -nya saja atau
karena penyakit dasarnya. Gejala akibat bronkiektasis -nya saja dapat berupa
batuk kronik, dahak purulen, panas, lemah dan berat badan menurun (Subagyo,
2013).
Dari anamnesis, akan didapatkan adanya batuk kronik disertai produksi
sputum, adanya hemoptisis, sesak napas, demam berulang dan pneumonia
berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit
yang berat dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan
(Rahmatullah, 2009).
Pada penderita bronkiektasis sering ditemukan batuk dengan banyak dahak
bersifat purulen terutama terjadi setelah istirahat lama terlentang yaitu pada
pagi hari. Secara makroskopik dapat dijumpai sputum 3 lapis yaitu lapisan
busa, lapisan purulen (hijau, kuning) dan lapisan mukoid. Dapat juga dijumpai
bronkiektasis yang kering tidak banyak dahak, hal ini tergantung pada lokasi
bronkiektasis, misalnya pada tempat yang alirannya baik. Dengan mengitung
volume dahak/24 jam dapat ditentukan berat ringannya penyakkit. Ellis dkk
mengelompokkan BE menjadi bronkiektasis ringan (volume dahak <10
ml/hari), bronkiektasis sedang (10-150 ml/hari) dan bronkiektasis berat (>150
14
ml/hari). Batuk darah jarang terjadi pada BE kering, lebih banyak terjadi pada
bronkiektasis dewasa (Subagyo, 2013).
Batuk dan produksi sputum mukopurulen selama beberapa bulan sampai
tahun merupakan gambaran yang spesifik. Gejala yang kurang spesifik adalah
dispneu, nyeri dada pleuritik, mengi, batuk darah, demam, lemah dan
kehilangan berat badan bronkiektasis “kering” manifestasinya adalah batuk
darah secara episodic dengan sedikit atau tanpa sputum dan biasanya
merupakan gejala sisa tuberculosis dan ditemukan pada lobus atas paru.
Penderita mungkin secara episodik terkena bronkitis atau infeksi paru sehingga
terjadi eksaserbasi dalam bentuk BE dan sering memerlukan antibiotik. Infeksi
bakterial akut biasanya terjadi karena peningkatan produksi sputum,
peningkatan kekentalan sputum dan tidak jarang menghasilkan sputum yang
berbau (Danusantoso, 2012).
G. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik kadang tidak dijumpai kelainan. Kelainan yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik tergantung pada luas, derajat dan ada
tidaknya obstruksi saluran napas (Ringel, 2012). Dari pemeriksaan fisik,
mungkin didapatkan pasien batuk dengan sputum, sesak napas, demam, atau
batuk darah. Dari pemeriksaan kepala leher, bisa didapatkan pasien
mengalami sianosis dispnea.
Pada thorax, apabila bagian paru yang diserang amat luas dan
kelainannya berat dapat menimbulkan kelainan berikut: terjadi retraksi
dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah paru yang terkena serta
dapat terjadi pergeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena.
Kelainan paru yang timbul tergantung beratnya serta tempat
kelainan bronkiektasis terjadi dan kelainannya apakah fokal atau difus. Pada
pemeriksaan fisis paru, kelainannya harus dicari pada tempat-tempat
predisposisi. Pada bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah yang jelas
pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke
waktu atau ronkhi basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase
postural dan timbul lagi di waktu yang lain. Bila terdapat komplikasi
15
Pneumonia akan ditemukan kelainan fisik sesuai dengan Pneumonia.
Wheezing sering ditemukan bila terjadi obstruksi bronkus.
Pada kasus yang berat dan lanjut, dari pemeriksaan jantung akan
didapatkan tanda-tanda Cor Pulmonale maupun gagal jantung kanan.Pada
ekstremitas akan didapatkan sianosis, jari tabuh, dan manifestasi klinis
komplikasi bronkiektasis (Rahmatullah, 2009).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada umumnya, hasil pemeriksaan laboratorium untuk bronkiektasis tidak
has. Dari pemeriksaan darah lengkap, pada keadaan lanjut dan sudah mulai
ada insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya
ringan gambaran darahnya normal. Sering ditemukan anemia yang
menunjukkan adanya infeksi kronik atau ditemukan leukosistosis yang
menunjukkan adanya infeksi supuratif.
Permeriksaan sputum dengan pengecatan langsung dapat dilakukan untuk
menentukan kuman apa yang terdapat dalam sputum. Pemeriksaan kultur
sputum dan uji sensitivitas terhadap antibiotik perlu dilakukan, apabila ada
kecurigaan adanya infeksi sekunder. Perlu dicurigai adanya infeksi sekunder
apabila terdapat perubahan warna sputum.
Gambaran radiologi khas untuk bronkiektasis biasanya menunjukkan
kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon
(honeycomb appearance) pada daerah yang terkena. Gambaran seperti ini
hanya ditemukan pada 13% kasus. Kadang-kadang gambaran radiologis paru
pada bronkiektasis menunjukkan adanya bercak-bercak pneumonia, fibrosis
atau kolaps (ateletaksis), bahkan kadang-kadang gambaran seperti pada paru
normal (pada 7% kasus). Gambaran bronkiektasis akan jelas pada bronkogram
(Rahmatullah, 2009)
Diagnosis bronkiektasis baru ditegakkan bila telah ditemukan adanya
dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan
bronkografi, melihat bronkogram yang didapatkan dari CT scan. Bronkografi
tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap pasien bronkiektasis karena terikat oleh
16
adanya indikasi, kontraindikasi, syarat-syarat kapan melakukannya dan
sebagainya (Rahmatullah, 2009).
I. PENATALAKSANAAN
Dasar terapi termasuk identifikasi eksaserbasi akut dan pemberian
antibiotik, penekanan beban mikroba, terapi pada penyakit dasar, menurunkan
respons inflamasi, mengupayakan higiene bronkial, mengontrol perdarahan
bronkial, dan upaya bedah untuk membuang segmen yang mengalami
kerusakan berat (Danusantoso, 2012).
1. Eksaserbasi akut atau Bronkitis
Identifikasi eksaserbasi pada kasus bronkiektasis lebih rumit
dibandingkan dengan kasus PPOK. Pada PPOK, perburukan keadaan sesak
dan peningkatan volume dan purulensi sputum sering digunakan sebagai
kriteria identifikasi eksaserbasi. Pada pasien dengan bronkiektasis kronis,
sputum telah purulen. Studi yang dilakukan oleh O’Donnel et all (2008),
pasien yang memiliki 4 dari gejala berikut didefinisikan mengalami
eksaserbasi akut:
• Peningkatan jumlah sputum
• Peningkatan sesak
• Peningkatan batuk
• Suhu > 38.00C
• Peningkatan mengi
• Malaise, lemah, lesu, atau penurunan exercise tolerance
• Penurunan fungsi paru
• Perubahan rontgen toraks dgn infiltrat baru
• Perubahan suara napas
Terapi antibiotik dini untuk kasus yang diduga merupakan suatu
eksaserbasi mungkin akan membatasi lingkaran setan yang terjadi.
Antibiotik yang menjadi pilihan utama adalah fluorokuinolon seperti
levofloxacin atau ciprofloxacin. Durasi terapi minimal 7 – 10 hari. Kultur
sputum dan uji sensitivitas diindikasikan untuk pasien yang tidak berespon
17
pada antibiotik inisial atau diketahui berasal dari mikroorganisme yang
telah resisten (Danusantoso, 2012).
Pilihan antibiotik harus berdaraskan kultur sputum terbaru. Jika
hasilnya negatif atau tidak dapat dilakukan, terapi menggunakan
amoxicillin clavulanat atau doxycycline direkomendasikan. Lama terapi
harus diperpanjang menjadi minimal 10 hari. Follow up dini (dalam 4 hari)
diperlukan untuk memantau respon pengobatan. Sebagian besar pasien
akan membaik dalam waktu 7 hari, meskipun dapat mencapai waktu 4
minggu untuk kembali pada keadaan basal (Maguire, 2012).
2. Kebersihan Bronkopulmoner
Meningkatkan eliminasi sekret pada pasien dengan bronkiektasis
adalah tindakan yang menguntungkan. Pengontrolan batuk, drainase
postural, fisioterapi dada, dan melonggrkan serta menipiskan sekresi,
pemberian bronkodilator dan kortikosteroid inhalasi menjadi bagian dari
terapi perawatan dan terapi untuk eksaserbasi akut.
3. Bedah
Peran pembedahan untuk bronkiektasis telah menurun tapi tidak
menghilang.Tujuan pembedahan termasuk menghilangkna tumor yang
menyumbat atau sisa benda asing; eliminasi segmen atau lobus yang
paling rusak dan diduga berkontribusi untuk terjadinya eksaserbasi akut,
meningkatkan sekresi mukus dan plugl eliminasi area yang berperan
dalam perdarahan yang tidak terkontrol, dan penghilangan paru yang rusak
yang diduga merupakan tempat persembunyian organisme seperti MDR
TB atau M. avium complex.
4. Hemoptisis
Hemoptisis yang mengancam jiwa (lebih dari 600 cc/hari) dapat
terjadi pada pasien dengan bronkiektasis dan membutuhkan tatalaksana
yang agresif dan terkoordinasi. Setelah jalan napas dilindungi dengan
pasien miring pada sisi dimana perdarahan diduga terjadi atau dengan
intubasi endotrakeal, bronkoskopi, atau CT scan dada dapat membantu
menentukan lobus mana yang mengalami perdarahan. Pembedahan masih
18
mungkin dibutuhkan untuk mereseksi area yang diduga mengalami
perdarahan (Danusantoso, 2012)
Secara umum, semua pasien yang diduga menderita bronkiektasis
harus dirujuk ke spesialis. Indikasi MRS untuk pasien dengan
bronkiektasis eksaserbasi akut (Maguire, 2012)
- Demam >38oC
- Hipotensi (Tekanan Darah sistolik <90mmHg atau Tekanan darah
diastolik <60mmHg)
- Pernapasan > 30 kali/menit
- Kebutuhan akan ventilasi noninvasif (NIV)/ICU sebelumnya
- Gagal membaik setelah 7 hari terapi oral
- Hipoksia (onset baru, saturasi oksigen <93% pada udara ruangan)
- Kebingungan
- Penyakit berat (prediksi FEV1 <40%)
- Keterbatasan dukungan sosial atau kesulitan untuk melakukan
follow up
- Ketidakmampuan merawat diri sendiri
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi dibagi menjadi kelainan di paru dandi luar paru.
1. Kelainan pada paru :
– pneumonia
– empiema
2. Kelainan di luar paru :
– abses otak
– sinusitis
19
F. PROGNOSIS
Sekitar 10% orang dewasa dengan bronkiektasis non Cystic Fibrosis akan
meninggal dalam 5 – 8 tahun setelah didiagnosis pada lebih dari separuh
kasus. Faktor yang berhubungan dengan prognosis buruk adalah merokok,
organisme gram negatif (terutama E.coli dan P. Aeruginosa) dan aspergillus
pada kultur sputum, dan nilai FEV1 dan FVC yang lebih buruk (Maguire,
2012)
Bronkiektasis secara independen berhubungan dengan peningkatan
kematian pada pasien dengan PPOK sedang-berat berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Spanyol (Dunford, 2013).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Keistinen et all, penyakit
penyebab merupakan penyebab kematian utama pada pasien dengan
bronkiektasis dan PPOK. Penyakit jantung merupakan penyebab kematian
utama pada pasien bronkiektasis dengan asma (Ringel, 2012).
20
BAB III
KESIMPULAN
1. Bronkiektasis merupakan dilatasi abnormal dari bronkus dan bronkiolus oleh
karena siklus infeksi dan inflamasi yang berulang
2. kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.
3. Tanda dan gejala yang timbul tergantung dari beratnya penyakit, penyebaran,
lokasi, ada tidaknya komplikasi dan penyakit yang mendasarinya.
4. Dasar terapi termasuk identifikasi eksaserbasi akut dan pemberian antibiotik,
penekanan beban mikroba, terapi pada penyakit dasar, menurunkan respons
inflamasi, mengupayakan higiene bronkial, mengontrol perdarahan bronkial,
dan upaya bedah untuk membuang segmen yang mengalami kerusakan berat
21
DAFTAR PUSTAKA
Danusantoso, Halim.,2012. Bronkiektasis dalam Buku saku ilmu penyakit paru.
Jakarta : EGC.
Dunford, Nathaniel. 2013. Bronchiectasis increases mortality risk in moderate-
tosevere COPD. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine.
[Online] Diakses 10 Mei 2013. Dari: http://www.thoracic.org
Maguire, Graeme . 2012. Bronchiectasis – a guide for primary care. Reprinted
from Australian Family Physician Vol. 41, No. 11, november 2012. Hal 842-
850. [Online] Diakses 10 Mei 2013. Dari: http://racgp.org.au
O’Donnel, Anne. 2008. Bronchiectasis. Chest Journal. Chest. 2008; 134(4):815-
823. do i:10.1378/chest.08-0776. October 2008, Vo l 134, No . 4 [Online]
Diakses 10 Mei 2013. Dari http://journal.publications.chestnet.org/
Rahmatullah, Pasiyan. 2009. Bronkiektasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Ringel, Edward., 2012. Bronkiektasis dalam Buku Saku Hitam Kedokteran Paru.
Jakarta: Indeks
Wibisono MJ dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010. Departemen Ilmu
Penyakit Paru FK Unair: Surabaya.
22
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
PEREMPUAN USIA 51 TAHUN DENGAN BRONKIEKTASIS
DAN BEKAS TB PARU
Pembimbing:
dr. Niwan Tristanto Martikna, Sp.P
Oleh:
Anjar Widarini J500100098
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU
BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
23