Titrasi Pengendapan
-
Upload
winpraduani -
Category
Documents
-
view
114 -
download
0
description
Transcript of Titrasi Pengendapan
LAPORAN PERCOBAAN
I. JUDUL PERCOBAAN
Titrasi Pengendapan dan Aplikasinya
II. HARI/ TANGGAL PERCOBAAN
Hari Rabu/ Tanggal 17 Desember 2014
Pukul 11.00 WIB
III. SELESAI PERCOBAAN
Hari Rabu/ Tanggal 17 Desember 2014
Pukul 16.30 WIB
IV. TUJUAN PERCOBAAN
1. Membuat dan menentukan (standarisasi) larutan AgNO3 dengan Larutan
NaCl p.a sebagai baku.
2. Mennetukan kadar Cl- dalam sampel (air laut).
V. TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi pengendapan (titrasi argentometri) merupakan titrasi yang melibatkan
pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titran dan analit. Hal
dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan
pembentukan yang cepat setiap kali ditambahkan pada analit, tidak adanya
interferensi yang mengganggu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati.
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti
perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat
dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan
dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi
indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan
mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat
tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan.
1
Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan
atas :
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan
K2CHO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana
netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat
larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan
perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO7
2- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2OH- ↔ 2AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Sesama larutan dapat diukur dengan natrium bikorbonat atau kalsium
karbonat. Larutan alkalis diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam borat
sebelum dinetralkan dengan kalsium karbonat. Meskipun menurut hasil kali
kelarutan iodida dan tiosianat mungkin untuk ditetapkan kadarnya dengan cara ini.
Namun oleh karena perak lodida maupun tiosanat sangat kuat menyerang kromat,
maka hasilnya tidak memuaskan. Perak juga tidak dapat ditetapkan dengan titrasi
menggunakan NaCl sebagai titran karena endapan perak kromat yang mula-mula
terbentuk sukar bereaksi pada titik akhir. Larutan klorida atau bromida dalam
suasana netral atau agak katalis dititrasi dengan larutan titer perak nitrat
menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis
diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi membentuk endapan
perak kromat yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi.
Sebagai indikator digunakan larutan kromat K2CrO4 0,003M atau 0,005M
yang dengan ion perak akan membentuk endapan coklat merah dalam suasana
netral atau agak alkalis. Kelebihan indikator yang berwarna kuning akan
menganggu warna, ini dapat diatasi dengan melarutkan blanko indikator suatu
titrasi tanpa zat uji dengan penambaan kalsium karbonat sebagai pengganti
endapan AgCl.
2. Model Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br-, dan I- dengan
penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan
titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali
2
setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan
larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana
kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah
dari FeSCN.
3. Motode Fajans (Indikator Absorbsi)
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr,
hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang
digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein
menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga
suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator
yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan
endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar
terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang
dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan
primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan
ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan
sekunder.
(Khopkhar, SM.1990)
PEMBENTUKAN ENDAPAN BERWARNA
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk titrasi
asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan
lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr,
dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator.
Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu
diambil sebagai titik akhir (TE).
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0.
Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4-
hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam
kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi:
2H+ + 2CrO4- ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O72- + 2H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion
perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya
menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut.
3
Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan
pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai
larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam dari
halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau
senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCl + Ag+ → AgCl↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl↓ + K+
KCN + AgCN↓ → K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat
digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN-
tercapai untuk garam kompleks K[Ag(CN)2] karena proper tersebut dikemukakan
pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial
karena garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum.
KOMPOSISI AIR LAUT
Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan
organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan garam-garaman mempengaruhi
sifat fisis air laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana
densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa
sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas.
Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya
hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.
Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%),
natrium (35%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potassium (1%) dan
sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromide, asam borak, strontium, dan
florida. Tiga sumber utama garam-garaman dilaut adalah pelapukan batuan di darat,
gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal di laut dalam.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam
gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur
salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau
komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada
tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika
semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi
titrasi untuk menentukan kandungan korida.
4
INDIKATOR K2CrO4
Indikator K2CrO4 digunakan pada titrasi antara ion halida dan ion perak,
dimana kelebihan ion Ag+ akan bereaksi dengan CrO42-
membentuk perak kromat
yang berwarna merah bata (cara Mohr).
Pada titik ekivalen:
Ekivalen Ag+ = Ekivalen Cl-
REAKSI YANG TERJADI:
AgNO3(s) + H2O(l) AgNO3(aq) + H2O(aq)
NaCl(s) + H2O(l) NaCl(aq) + H2O(aq)
NaCl(aq) + AgNO3(aq) AgCl2(s) + NaNO3(aq)
AgNO3(aq) + NaCl(aq) (air laut) AgCl(s) + NaNO3(aq)
2AgCl(s) + K2CrO4(aq) Ag2CrO4(s) + 2KCl(aq)
VI. ALAT DAN BAHAN
a. ALAT:
- Labu Ukur 100 mL
- Pipet Gondok 10 mL
- Labu Erlenmeyer 250 mL
- Pipet tetes
- Buret
- Statif dan Klem
- Neraca analitik
- Gelas ukur
- Botol semprot
- Spatula
- Gelas kimia
- Corong
- Rol film
- Pro pipet
- Piknometer
b. BAHAN:
5
Serbuk AgNO3
Larutan AgNO3
ditimbang seberat ± 6,5 gram dengan neraca analitikdipindahkan dalam gelas piala 500 mLdilarutkan dengan air sulingdiencerkan sampai volume 500 mLdisimpan dalam botol berwarna
Serbuk NaCl p.a
Larutan NaCl p.a
ditimbang seberat ± 0,0592 gram dengan neraca analitikdipindahkan dalam labu ukur 100 mLdilarutkan dalam air sulingdiencerkan sampai tanda batasdikocok dengan baik agar tercampur sempurna
25 ml Larutan NaCl
dipindahkan dalam labu erlenmeyer 250 mLditambahkan dengan 25 mL air sulingditambahkan 1 mL indikator K2CrO4dititrasi dengan larutan AgNO3
Terdapat endapan merah bata
- Serbuk AgNO3
- Larutan AgNO3
- Serbuk NaCl p.a
- Larutan NaCl p.a
- Indikator K2CrO4
- Air suling (air aquades)
- Sampel (air laut)
VII. ALUR KERJA
1. Pembuatan dan Penentuan (Standarisasi) Larutan AgNO3 ± 0,1 N
A. Pembuatan Larutan AgNO3 ± 0,1 N
B. Penentuan (standarisasi) Larutan AgNO3 ± 0,1 N dengan Larutan NaCl p.a sebagai baku.
6
Sampel (air laut)
dimasukkan dalam piknometer 50 mLdiukur berat jenis sampeldiambil 10 mL sampel dan dipindahkan dalam labu ukur 100 mLdiencerkan sampai tanda batasdikocok dengan baik agar tercampur sempurnapengenceran dilakukan dua kalidiambil 10 mL dan dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mLditambahkan 3 tetes indikator K2CrO4 5%
Terdapat endapan merah bata
titrasi diulangi sebanyak 3 kalidihitung volume AgNO3dihitung kadar Cl- dalam air laut
Kadar Cl dalam sampel
2. Penentuan Kadar Cl- dalam sampel (air laut)
7
VIII. HASIL PENGAMATAN
No Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan / Reaksi Kesimpulan
1. Pembuatan dan Penentuan (Standarisasi) Larutan AgNO3 ± 0,1 N dengan Larutan NaCl p.a sebagai baku.A. Pembuatan Larutan AgNO3 ± 0,1 N
Sebelum:- AgNO3 padat =
serbuk berwarna putih- air suling = larutan tak
berwarna
Sesudah:- AgNO3 + air suling =
larutan tak berwarna
AgNO3(s) + H2O(l) AgNO3(aq) + H2O(aq)
Percobaan tidak dilakukan
8
B. Penentuan (Standarisasi) Larutan AgNO3 ± 0,1 N dengan Larutan NaCl p.a sebagai baku
Sebelum:- NaCl p.a padat =
Kristal putih- air suling = larutan tak
berwarna- larutan NaCl = larutan
tak berwarna- indikator K2CrO4 =
larutan jernih berwarna kuning
- larutan AgNO3 = larutan tak berwarna
Sesudah- NaCl p.a padat + air
suling = larutan tak berwarna (larutan NaCl)
- larutan NaCl + air suling = larutan tak berwarna
- larutan NaCl + air suling + indikator K2CrO4 = larutan berwarna kuning
- larutan NaCl + air suling + indikator K2CrO4 dititrasi dengan larutan AgNO3 = larutan berwarna merah bata dan terdapat endapan
- V1 AgNO3 = 23,5 mL- V2 AgNO3 = 23,7 mL
NaCl(s) + H2O(l) NaCl(aq) + H2O(aq)
NaCl(aq) + AgNO3(aq) AgCl2(s) + NaNO3(aq)
2AgCl(s) + K2CrO4(aq) Ag2CrO4(s) + 2KCl(aq)
NaCl(s) + H2O(l) NaCl(aq) + H2O(aq)
9
2.
Penentuan Kadar Cl- dalam sampel (air laut) - V3 AgNO3 = 23,8 mLSebelum:- larutan AgNO3 =
larutan tak berwarna- sampel (air laut) =
larutan keruh- air suling = larutan tak
berwarna- indikator K2CrO4 5%
= larutan jernih berwarna kuning
- massa piknometer kosong = 25,4628 gram
- massa piknometer isi = 76,6513 gram.
- air laut + aquades = larutan keruh
- air laut + aquades + indikator K2CrO4 5% = larutan berwarna kuning
- air laut + aquades + indikator K2CrO4 5% dititrasi dengan larutan AgNO3 = larutan berwarna merah bata dan terdapat endapan
- V1 AgNO3 = 4,4 mL- V2 AgNO3 = 4,0 mL- V3 AgNO3 = 4,2 mL
NaCl(aq) + AgNO3(aq) AgCl2(s) + NaNO3(aq)
AgNO3(aq) + NaCl(aq) (air laut) AgCl(s) + NaNO3(aq)
2AgCl(s) + K2CrO4(aq) Ag2CrO4(s) + 2KCl(aq)
10
Sampel (air laut)
Terdapat endapan merah bata
- titrasi diulangi sebanyak 3 kali
- dihitung volume AgNO3
- dihitung kadar Cl- dalam air laut
Kadar Cl dalam sampel
11
IX. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
1. Pembuatan dan penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ± 0,1 N.
Pada percobaan pertama yaitu pembuatan dan penentuan (standarisasi)
larutan Na2S2O3 ± 0,1 N. Untuk pembuatan larutan Na2S2O3 ± 0,1 N tidak
dilakukan karena larutan Na2S2O3 ± 0,1 N telah disediakan di laboratorium kimia
analitik. Selanjutnya pada penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ± 0,1 N yang
kami lakukan pertama-tama yaitu menimbang serbuk KIO3 yang berwarna putih
seberat 0,3576 gram dengan menggunakan neraca analitik. Kemudian serbuk
KIO3 tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dengan bantuan corong.
Rol film yang telah digunakan sebagai tempat untuk menimbang KIO3 dan
corong tersebut kami bilas dengan air suling beberapa kali untuk memastikan
bahwa tidak ada serbuk KIO3 yang masih tertinggal di dalam rol film maupun di
corong. Selanjutnya serbuk KIO3 dilarutkan menggunakan air suling jernih tak
berwarna dan diencerkan hingga tanda batas dari labu ukur. Kemudian dikocok
dengan baik agar tercampur sempurna dan dihasilkan larutan standar KIO3 jernih
tak berwarna.
Larutan standar KIO3 yang telah dihasilkan, dipindahkan ke dalam tiga
labu erlenmeyer 250 ml yang masing-masing berisi 25 ml larutan KIO3.
Kemudian pada masing-masing labu erlenmeyer ditambahkan 10 ml larutan KI
20% jernih tak berwarna dan warna larutan tidak berubah. Penambahan larutan
KI 20% ini bertujuan agar jumlah ion I- pada larutan tersebut harus berlebih
supaya semua analit dari serbuk KIO3 dapat berubah seluruhnya menjadi produk.
Selain itu fungsi lainnya supaya dari mol I2 yang terbentuk dapat ditunjukkan dari
mol sampel. Selanjutnya sebanyak 25 ml HCl 4 N jernih tak berwarna
ditambahakan pada setiap labu erlenmeyer dan menghasilkan perubahan warna
menjadi merah kecoklatan. Fungsi penambahan HCl ini bertujuan untuk
memberikan suasana asam. Hal ini dikarenakan larutan KIO3 merupakan sumber
dari sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi. Larutan yang mengandung kalium
iodidat atau kalium iodida tersebut harus berada dalam keasaman yang tinggi,
karena dalam keadaan asam yang tinggi maka jumlah zat reduktor yang
mengalami oksidasi (I2) secara kuantitatif dapat ditentukan. Oleh sebab itu pada
titrasi iodo-iodimetri ini harus ditambahkan dengan asam kuat, seperti HCl dan
H2SO4. Kemudian larutan tersebut dititrasi dengan menggunakan larutan Na2S2O3
12
jernih tak berwarna yang sebelumnya larutan natrium tiosulfat tersebut telah
digunakan untuk membilas buret, pembilasan tersebut dilakukan untuk
memastikan supaya dalam buret tersebut tidak terdapat sisa larutan lain.
Kemudian larutan natrium tiosulfat tersebut dimasukkan ke dalam buret. Larutan
standar KIO3 yang telah ditambahkan dengan larutan KI 20% dan larutan HCl 4
N dan menghasilkan warna merah kecoklatan. Hal ini sesuai dengan persamaan
reaksi yaitu:
IO3-(s) + 6H+
(aq) + 6I- → 3H2O(l) + 3I2(aq)
(berwarna jingga)
Kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 jernih tak berwarna hingga terjadi
perubahan warna menjadi kuning muda. Perubahan warna menjadi kuning muda
tersebut sesuai dengan persamaan reaksi yaitu:
3H2O(l) + 3I2(aq) + 2 S2O32-
(aq) → 6I-(aq) + S4O6
2-(aq)
(kuning muda)
Pada proses titrasi iodometri ini, iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion
tetrationat, hal ini sesuai dengan persamaan reaksi berikut:
I2(aq) + 2S2O32-
(aq) → 2I-(aq) + S4O6
2-(aq)
Setelah berubah warna menjadi kuning muda, larutan tersebut
ditambahkan dengan 2 tetes indikator kanji atau amilum yang keruh. Sehingga
menghasilkan perubahan warna menjadi kuning kecoklatan. Penambahan
indikator kanji harus dilakukan pada akhir titrasi atau mendekati titik akhir titrasi.
Hal ini dikarenakan iod dengan kanji membentuk kompleks yang berwarna biru
yang tidak larut dalam air dingin sehingga dikhawatirkan mengganggu penetapan
titik akhir titrasi bila ditambahkan saat awal titrasi. Selanjutnya larutan tersebut
dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 ± 0,1 N dan merubah warna larutan dari
kuning kecoklatan menjadi jernih tak berwarna. Hal ini sesuai dengan persamaan
reaksi kimia berikut:
Iod-amilum (biru) + Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6 + amilum (tak berwarna)
Titrasi tersebut dilakukan sebanyak tiga kali dengan prosedur percobaan yang
sama.
13
Dari titrasi tersebut didapatkan volume larutan Na2S2O3 yang
dibutuhkan. Pada labu erlenmeyer yang pertama dibutuhkan larutan
Na2S2O3 sebanyak 20 ml, pada labu erlenmeyer yang kedua dibutuhkan larutan
Na2S2O3 sebanyak 19,7 ml. Sedangkan pada labu erlenmeyer ke tiga dibutuhkan
larutan Na2S2O3 sebanyak 19,5 ml. Dari data yang diperoleh tersebut dapat
ditentukan normalitas dari larutan KIO3 sebesar 0,1 N sesuai dengan rumus:
N = n . g
Mr .V
Selanjutnya untuk menghitung normalitas larutan Na2S2O3 pada tiap masing-
masing labu erlenmeyer digunakan rumus:
Sehingga diperoleh normalitas larutan Na2S2O3 pada masing-masing labu
erlenmeyer sebesar:
N1 = 0,125 N
N2 =0,127 N
N3 = 0,128 N
Dan didapatkan normalitas larutan Na2S2O3 rata-rata sebesar 0,127 N. dari hasil
normalitas larutan Na2S2O3 rata-rata tersebut dapat ditentukan molaritas dari
larutan Na2S2O3 dengan menggunakan rumus:
M = Nn
Sehingga didapatkan molaritas larutan Na2S2O3 sebesar 0,127 M.
2. Penentuan kadar Cl2 dalam sampel (larutan pemutih)
Pada percobaan kedua yaitu penentuan kadar Cl2 dalam sampel (larutan
pemutih). Pertama-tama kami menimbang massa piknometer kosong dengan
menggunakan neraca analitik dan didapatkan hasil seberat 25,4315 gram.
Kemudian piknometer tersebut diisi dengan larutan pemutih jernih tak berwarna
sebanyak 50 ml dan ditimbang kembali. Sehingga didapatkan hasil sebebrat
80,5907 gram. Penimbangan piknometer kosong dan piknometer yang diisi
dengan larutan pemutih ini bertujuan untuk menghitung berat jenis dari sampel
(larutan pemutih) yang akan diuji. Dari data tersebut didapatkan massa jenis
sampel (larutan pemutih) sebesar 1,103 gram/ml dan berat sampel (larutan
pemutih) yang akan diuji sebesar 2,206 gram. Selanjutnya larutan pemutih dalam
piknometer tersebut dipindahkan pada masing-masing labu erlenmeyer 250 ml
14
(N.V) KIO3 = (N.V) Na2S2O3
sebanyak 2 ml dan ditambahkan aquades jernih tak berwarna sebanyak 75 ml
untuk setiap labu erlenmeyer. Pada pengenceran larutan pemutih tidak merubah
warna larutan dan sesuai dengan persamaan reaksi berikut:
NaOCl(l) + 2H2O(l) → NaO2(aq) + HCl(aq)
Kemudian pada masing-masing labu erlenmeyer ditambahkan dengan 3 gram
serbuk KI yang berwarna putih. Sehingga larutan berubah warna menjadi orange.
Fungsi dari penambahan serbuk KI ini sebenarnya sama dengan fungsi
penambahan larutan KI 20% pada percobaan pertama yaitu pembuatan dan
penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ± 0,1 N yaitu bertujuan agar jumlah ion
I- pada larutan tersebut harus berlebih supaya semua analit dapat berubah
seluruhnya menjadi produk. Selain itu fungsi lainnya supaya dari mol I2 yang
terbentuk dapat ditunjukkan dari mol sampel. Selanjutnya ditambahkan 8 ml
H2SO4 2 N 1:6 pada setiap labu erlenmeyer. Untuk membuat larutan H2SO4 1:6
yaitu dengan cara mereaksikan 30 ml aquades dengan 5 ml larutan H2SO4 2 N
jernih tak berwarna. Fungsi dari penambahan larutan H2SO4 ini sebenarnya sama
dengan fungsi penambahan larutan HCl pada percobaan pertama yaitu pembuatan
dan penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ± 0,1 N yaitu bertujuan untuk
memberikan suasana asam. Hal ini dikarenakan larutan KIO3 merupakan sumber
dari sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi. Larutan yang mengandung kalium
iodidat atau kalium iodida tersebut harus berada dalam keasaman yang tinggi,
karena dalam keadaan asam yang tinggi maka jumlah zat reduktor yang
mengalami oksidasi (I2) secara kuantitatif dapat ditentukan. Oleh sebab itu pada
titrasi iodo-iodimetri ini harus ditambahkan dengan asam kuat, seperti HCl dan
H2SO4. Setelah ditambahkan dengan larutan H2SO4 maka warna larutan berubah
menjadi merah kecoklatan. Hal ini sesuai dengan persamaan reaksi berikut:
OCl-(aq) + 6H+
(aq) + 6I- → 3H2O(l) + 3I2(aq)
(berwarna jingga)
Kemudian pada masing-masing labu erlenmeyer ditambah 3 tetes larutan
ammonium molibdat yang keruh dan menghasilkan warna larutan merah
kecoklatan. Fungsi penambahan larutan ammonium molibdat bertujuan sebagai
katalis untuk mempercepat reaksi.
Tahap selanjutnya yaitu larutan tersebut dititrasi dengan larutan
Na2S2O3 jernih tak berwarna hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning
15
muda. Perubahan warna menjadi kuning muda tersebut sesuai dengan persamaan
reaksi yaitu:
3H2O(l) + 3I2(aq) + 2 S2O32-
(aq) → 6I-(aq) + S4O6
2-(aq)
(kuning muda)
Pada proses titrasi iodometri ini, iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion
tetrationat, hal ini sesuai dengan persamaan reaksi berikut:
I2(aq) + 2S2O32-
(aq) → 2I-(aq) + S4O6
2-(aq)
Setelah berubah warna menjadi kuning muda, larutan tersebut
ditambahkan dengan 5 ml indikator kanji atau amilum yang keruh pada masing-
masing labu erlenmeyer. Sehingga menghasilkan perubahan warna menjadi ungu
kehitaman. Penambahan indikator kanji harus dilakukan pada akhir titrasi atau
mendekati titik akhir titrasi. Hal ini dikarenakan iod dengan kanji membentuk
kompleks yang berwarna biru yang tidak larut dalam air dingin sehingga
dikhawatirkan mengganggu penetapan titik akhir titrasi bila ditambahkan saat
awal titrasi. Selanjutnya larutan tersebut dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3
± 0,1 N dan merubah warna larutan dari ungu kehitaman menjadi jernih tak
berwarna. Hal ini sesuai dengan persamaan reaksi kimia berikut:
Iod-amilum (biru) + Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6 + amilum (tak berwarna)
Titrasi tersebut dilakukan sebanyak tiga kali dengan prosedur percobaan yang
sama.
Dari titrasi tersebut didapatkan volume larutan Na2S2O3 yang
dibutuhkan. Pada labu erlenmeyer yang pertama dibutuhkan larutan
Na2S2O3 sebanyak 20,5 ml, pada labu erlenmeyer yang kedua dibutuhkan larutan
Na2S2O3 sebanyak 20,2 ml. Sedangkan pada labu erlenmeyer ke tiga dibutuhkan
larutan Na2S2O3 sebanyak 20,3 ml. Dari data tersebut dapat diketahui kadar Cl2
dalam sampel (larutan pemutih) dengan menggunakan rumus:
molek Cl2 = molek Na2S2O3
n .gMr
= n. M. V
Untuk mengetahui kadar Cl2 dengan menggunakan rumus:
16
% Cl2 = massa sampelberat sampel
x 100 %
Sehingga didapatkan kadar Cl2 pada labu erlenmeyer yang pertama sebesar
4,189%, pada labu erlenmeyer yang kedua didapatkan kadar Cl2 sebesar
4,127%. Sedangkan pada labu erlenmeyer yang ketiga didapatkan kadar Cl2
sebesar 4,148%. Sehingga kadar rata-rata Cl2 dalam sampel (larutan pemutih)
sebesar 4,155%.
X. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang dilakukan pada percobaan titrasi oksidimetri (titrasi
iodo-iodimetri) yaitu penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ± 0,1 N dengan Kalium
Iodidat sebagai baku diperoleh V1 = 20 mL; V2 = 19,7 mL; V3 = 19,5 mL. Untuk
menentukan normalitas Na2S2O3 maka harus dicari dulu normalitas KIO3 dengan
menggunakan rumus :
N= gr × EkMr ×V
.
Dari perhitungan didapatkan normalitas KIO3 = 0,1 N. Dari hasil diatas kita
bisa menghitung normalitas Na2S2O3 untuk tiap percobaan, Dan hasilnya adalah
sebagai berikut : N1 = 0,125 N ; N2 = 0,127 N ; N3 = 0,128 N. Maka untuk normalitas
Na2S2O3 rata-rata adalah 0,127 N. Dari normalitas Na2S2O3 rata-rata tersebut kita
dapat menghitung menentukan kadar Cl2 dalam sampel (larutan pemutih) dengan cara
mol ekivalen Cl2 = mol ekivalen Na2S2O3 dengan perhitungan didapatkan nilai kadar
Cl2 dalam sampel (larutan pemutih) sebesar 4,189% ; 4,127% dan 4,148%. Sehingga
didapatkan kadar rata-rata Cl2 dalam sampel (larutan pemutih) sebesar 4,155%.
17
JAWAB PERTANYAAN
A. Titrasi Iodo-Iodimetri
1. Apa perbedaan antara titrasi iodometri dan iodimetri?
Jawab:
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang
bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan mengoksidasi
iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk ditentukan
dengan menggunakan larutan baku natrium tiosulfat.
Oksidator + KI → I2 + 2e-
I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6
Sedangkan iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung
digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan
iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi
kembali dengan menggunakan larutan tiosulfat.
Reduktor + I2 → 2I-
Na2S2O3 + I2 → NaI + Na2S4O6
2. Bagaimana reaksi antara kalium iodat + kalium iodida + asam klorida? Setiap 1
mol kalium iodat sama dengan berapa ekivalen?
Jawab:
Reaksi antara kalium iodat + kalium iodida + asam klorida:
KIO3(aq) + 5KI(aq) + 6HCl(aq) → 3I2(aq) + 6KCl(aq) + 3H2O(l)
1 mol KIO3 = 6e akibatnya BE KIO₃ sama dengan BM
6 . Hal ini dikarenakan
ion iodat mendapatkan lima elektron dalam reaksi dengan iodida, dan untuk
itu berat ekivalennya dalam reaksi ini adalah seperlima dari berat
molekularnya. Namun demikian, reaksi yang terlibat dalam titrasi adalah
reaksi antara iodine dengan tiosulfat. Mengingat 1 mmol iodat menghasilkan
18
3 mmol atau 6 meq iodine, berat ekivalen dari iodat untuk menyelesaikan
proses adalah seperenam dari berat molekularnya.
B. Aplikasi Titrasi Iodo-Iodimetri
1. Jelaskan beberapa kekurangan amilum digunakan sebagai indikator!
Jawab:
Beberapa kekurangan amilum digunakan sebagai indikator dalam proses titrasi
iodo-iodimetri adalah tidak mudah larut dalam air dingin, tidak stabil pada
suspensi dengan air. Karenanya dalam proses pembuatannya harus dibantu
dengan pemanasan.
2. Mengapa pada titrasi iodometri indikator amilum ditambahkan pada saat
mendekati titik ekivalen?
Jawab:
Sebaiknya indikator amilum ditambahkan pada saat titrasi mendekati titik
ekivalen karena amilum dapat membentuk kompleks yang stabil dengan iodin
berwarna biru yang tidak larut dalam air dingin sehingga dikhawatirkan
menggangu penetapan titik akhir titrasi.
3. Mengapa penambahan larutan Na2S2O3 menggunakan aquades yang mendidih?
Jawab:
Pada pembuatan larutan Na2S2O3 harus menggunakan aquades yang mendidih
dikarenakan supaya padatan/serbuk dari Na2S2O3.5H2O tetap berada dalam
keadaan yang steril. Selain itu sifat dari padatan/serbuk Na2S2O3.5H2Otidak stabil
pada jangka waktu yang lama, sehingga diperlukan natrium karbonat atau boraks
sebagai bahan pengawet.
19
DAFTAR PUSTAKA
http://imamsamodra.files.wordpress.com/2008/02/microsoft-word-argentometri.pdf
Annisa.(2009).Iodometri dan Iodimetri
“https://annisanfushie.wordpress.com/2009/07/17/iodometri-dan-iodimetri/”
(online) (diakses pada hari Kamis, tanggal 04 Desember 2014; pukul 12.10 wib)
Basset,J.et.al.(1978).Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis
(ed.4).London:Longman Group Limited
Faturachmi, Ridha.(2013).Titrasi Iodometri
“http://www.slideshare.net/ridhafaturachmi/titrasi-iodometri” (online) (diakses pada
hari Kamis, tanggal 04 Desember 2014; pukul 13.14 wib)
L.Underwood, A.(1993). Analisis Kimia Kualitatif edisi V.Jakarta:Erlangga
Ozan, Selvi.(2012).Titrasi Iodometri dan
Iodimetri.”http://selviozan.wordpress.com/2012/06/06/titrasi-iodometri-dan-
iodimetri/” (online) (diakses pada Jumat, tanggal 05 Desember 2014; pukul 21:52
wib)
Padmaningrum, ReginaTutik.(2012).Titrasi Iodometri
”http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/regina-tutik-padmaningrum-dra-
msi/c8titrasiiodometrireginatutikuny.pdf” (online) (diakses pada hari Kamis, tanggal
04 Desember 2014; pukul 13:21 wib)
Poedjiastoeti,Sri dan Utiya Azizah, dkk.(2014). Panduan Praktikum Kimia Analitik I:
Dasar-dasar Kimia Analitik. Surabaya: FMIPA Unesa
Rizky.(2011).Titrasi Oksidimetri.”http://mel-rizky.blogspot.com/2011/12/titrasi-
oksidimetri.html” (online) (diakses pada hari Kamis, tanggal 04 Desember 2014;
pukul 14:25 wib)
Svehla, S.(1985). Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro
(Jilid I). Jakarta: PT Kalman Media Pusaka
20
PERHITUNGAN TITRASI PENGENDAPAN
A. STANDARISASI LARUTAN AgNO3 ± 0,1 N
Diketahui :
Massa NaCl = 0,0590 gram
Mr. NaCl = 58,5
V. NaCl = 25 mL
V1 AgNO3 = 23,5 mL
V2 AgNO3 = 23,7 mL
V3 AgNO3 = 23,8 mL
Ditanya : M. AgNO3 = ……..?
Jawab :
mol ekivalen NaCl = mol ekivalen AgNO3
V x n x grMr
x 1000100
= V. AgNO3 x N. AgNO3
- Percobaan I
mol ekivalen NaCl = mol ekivalen AgNO3
V x n x grMr
x 1000100
= V. AgNO3 x N. AgNO3
25 x 1 x 0,0590
58,5 x
1000100
= 23,5 x N. AgNO3
0,2521 = 23,5 x N. AgNO3
N. AgNO3 = 0,2521
23,5
N. AgNO3 = 0,0107 N
M = Nn
= 0,0107
1 = 0,0107 M
- Percobaan II
mol ekivalen NaCl = mol ekivalen AgNO3
21
V x n x grMr
x 1000100
= V. AgNO3 x N. AgNO3
25 x 1 x 0,0590
58,5 x
1000100
= 23,7 x N. AgNO3
0,2521 = 23,7 x N. AgNO3
N. AgNO3 = 0,2521
23,7
N. AgNO3 = 0,0106 N
M = Nn
= 0,0106
1 = 0,0106 M
- Percobaan III
mol ekivalen NaCl = mol ekivalen AgNO3
V x n x grMr
x 1000100
= V. AgNO3 x N. AgNO3
25 x 1 x 0,0590
58,5 x
1000100
= 23,8 x N. AgNO3
0,2521 = 23,8 x N. AgNO3
N. AgNO3 = 0,252123 , 8
N. AgNO3 = 0,0106 N
M = Nn
= 0,0106
1 = 0,0106 M
B. PENENTUAN KADAR Cl- DALAM AIR LAUT
22