Tetes Hidung
-
Upload
ika-chaprianty-pasalli -
Category
Documents
-
view
470 -
download
26
Transcript of Tetes Hidung
Formula I
I. Formula Asli
Tetes Hidung Ipratropium Bromida
II. Rancangan Fomula
Tiap 10 ml tetes hidung mengandung :
Ipratropium Bromida 0,042%
Benzalkonium Klorida 0,01%
Natrium Fosfat 0,128%
Natrium Dihidrogen Fosfat 1,764%
Aqua Pro Injeksi ad 100 %
III. Master Formula
Nama Produk : IPRAMIDA® tetes hidung
Jumlah Produk : 1 botol drop @ 10 ml
Tanggal Formulasi : 5 Maret 2009
Tanggal Produksi : 5 September 2009
No. Registrasi : DKL 0900300443 A1
No. Bets : J 090304
PT. FOUR FARMA Dibuat Oleh : Kelompok IV
Disetujui Oleh: Eka Gusnawati
No. Reg: DKL
0900300443A1
No. Bets:
J 090304
IPRAMIDA® tetes hidung
No Kode bahan Nama bahan Fungsi bahan Perhitungan
1 IP-01 Ipratropium bromida Zat aktif 8,4 mg
2 BK-02 Benzalkonium klorida Pengawet 2 mg
3 NF-03 NaH2PO4 Pendapar 352 mg
4 ND-04 Na2HPO4 Pendapar 25,6 mg
5 API-05 API Pembawa Ad 10 ml
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh/memusnahkan
semua mikroorganisme atau jasad renik yang ada, sehingga jika
ditumbuhkan didalam suatu medium tidak dapat lagi mikroorganisme atau
jasad renik dapat berkembang biak. Sterilisasi harus dapat menumbuhkan
mikroorganisme/jasad renik yang paling tahan panas yaitu spora bakteri.
Dalam kegiatan seharu-hari terutama yang berhubungan dengan industry
dikenal istilah Sterilisasi Komersial yaitu suatu proses untuk membunuh
semua mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan atau
pembusukan produk seperti pada industri makanan, atau produk-produk
Farmasi antara lain obat-obatan, pada kondisi suhu penyimpanan yang
telah ditetapkan. Bahan makanan atau beberapa sediaan Farmasi yang
telah mengalami Sterilisasi Komersial mungkin masih mengandung
sejumlah mikroorganisme yang tahan terhadap proses Sterilisasi yang
ditetapkan, tetapi sudah tidak mampu lagi berkembang pada suhu
penyimpanan normal yang telah ditetapkan produk tersebut. (1; 230)
Sediaan yang banyak beredar diperuntukan bagi pemakaian dalam
hidung yang mengandung zat adrenergik dan digunakan untuk aktivitas
pada mukosa hidung. Kebanyakan sediaan ini dalam bentuk larutan, dan
dipakai sebagai tetes atau semprot hidung, tapi diantaranya ada juga yang
dalam bentuk jeli hidung. (2; 569).
Tetes hidung adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung
dengan cara meneteskan obat dalam rongga hidung, dapat mengandung
zat pensospensi, pendapar, dan pengawet. Cairan pembawa umumnya
digunakan air. Cairan pembawa sedapat mungkin mempunyai pH antara
5,5-7,5, kapasitas dapar sedang. Isotonis atau hamper isotonis. Zat
pensuspensi dapat digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang
cocok, kadar tidak boleh lebih dari 0,01 % b/v. zat pendapar dapat
digunakan digunakan dapar yang cocok dengan pH 6,5 dan dibuat
isotonis menggunakan natrium klorida secukupnya. Zat pengawet
umumnya digunakan benzalkonium klorida 0,01 % b/v sampai 0,1 % b/v.
(3; 10).
Tetes hidung dengan zat aktif ipratropium bromida berkhasiat
bronkodilatasi karena melawan pembentukan CGMP yang menimbulkan
konstriksi. Ipratropium berdaya mengurangi hipersekresi di bronkus yakni
“efek mengeringkan dari obat antikolinergik” (5; e-book). Ipratropium
bromide digunakan secara intranasal untuk pengobatan rhinorrhea pada
rhinitis alergik. Ini yang meredakan rhinorrhea dan bersin bersama dengan
flu (6; e-book). Ipratropium bromida digunakan sebagai spray hidung
0,03% untuk meredakan simptomatik rhinorrhea bersama rhinitis alergik
dan non alergik pada dewasa dan anak-anak 5 tahun atau lebih (7; e-
book).
Ipratropium bromida bekerja dengan cara merelaksasi otot halus
bronkus dan bronkiolus dengan memblok stimulasi induksi asetil kolin dari
guanil cyclase sehingga mereduksi siklik guanosine monophosphat
(CGMP). Ipratropium secara luas menghambat aktivasi antimuskarinik
pada otot halus bronchial diabanding kelenjar secret (7; e-book).
I.2 Maksud dan Tujuan Percoban
I.2.1 Maksud
Mengetahui dan memahami cara pembuatan tetes hidung steril
I.2.2 Tujuan Percobaan
Membuat sediaan tetes hidung ipratropium bromida
I.3 Prinsip percobaan
Pembuatan tetes hidung ipratropium bomida dengan menggunakan
alat dan bahan yang telah disterilkan dengan metode yang sesuai dan
dilakukan sterilisasi akhir dalam pengerjaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.1.1 Definisi Tetes Hidung
1. Scoville : 252
Larutan IV penggunaan pada hidung disebut juga spray atau
collunaria atau tetes hidung. Dapat didefinisikan sebagai cairan atau
larutan berminyak yang dimaksudkan untuk penggunaan topikal
pada daerah nasofaring.
2. FI III : 10
Guttae nasales, tetes hidung adalah obat tetes yang digunakan
untuk hidung dengan cara meneteskan obat ke dalam rongga
hidung. Dapat mengandung zat pensuspensi pendapar dan
pengawet.
3. RPS 18 th : 1526
Larutan nasal adalah biasanya larutan encer ditandai untuk
diberikan ke dalam bagian hidung dalam tetesan atau spray.
4. Dom Martin : 10,
Larutan nasal adalah larutan obat yang dimasukkan ke dalam
hidung dan biasanya merupakan larutan berminyak yang
menghambat pergerakan cilia yang dalam jangka lama dapat
menyebabkan radang/pembengkakan pada paru-paru.
5. Ansel Indonesia : 571
Tetes hidung merupakan sediaan berair yang paling banyak dipakai
pada hidung yang mampat, dibuat isotonik terhadap cairan hidung
(kira-kira ekuivalen dengan 0,9% NaCl).
6. Allen : 233
Larutan nasal adalah larutan yang disiapkan untuk pemberian pada
hidung dalam bentuk drops (tetes hidung) adalah spray. Suspense
nasal adalah sediaan cair yang mengandung bahan-bahan larut
untuk pemberian pada hidung. Gel nasal dan salep adalah sediaan
semipadat yang disiapkan untuk pemberian pada hidung yang dapat
digunakan untuk penggunaan local atau sistemik. Gel umumnya
larutan air.
7. Fornas : 316
Tetes hidung adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung
dengan cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung, dapat
mengandung zat pensuspensi, pendapar, dan pengawet.
8. Formulasi Steril : 114
Obat tetes hidung adalah larutan dalam air atau dalam pembawa
minyak yang digunakan dengan meneteskannya atau
menyemprotkannya ke dalam lubang hidung pada daerah
nasofaring.
Kesimpulan :
Tetes hidung biasa juga disebut spray atau collunaria merupakan
larutan berair atau berminyak yang dimaksudkan untuk penggunaan
topikal atau daerah nasofaring digunakan dengan cara meneteskan obat
ke dalam rongga hidung, dapat mengandung zat pensuspensi, pengawet,
pendapar, obat-obat vasokonstriksi dan antiseptik.
II.1.2 Jenis-jenis Sediaan Hidung
1. DOM King : 157
A. Larutan (spray, tetes hidung, collunaria)
Paling banyak sediaan untuk penggunaan lokal untuk rongga
hidung adalah larutan berair. Meskipun petrolatum cair terang secara
luas digunakan pada masa lalu, larutan minyak jarang digunakan dan
tidak direkomendasikan untuk penggunaan pada hidung. Minyak,
khususnya minyak mineral berbahaya dan telah dibuktikan dapat
menyebabkan pneumonia lipoid atau pneumonia inspirasi-minyak
sehingga aspirasi atau inspirasi dalam beberapa cairan. Mereka selalu
bercampur dengan aksi silia normal dan tidak membebaskan obat
tidak larut secara efisien.
Pembawa untuk larutan hidung sebaiknya:
a. Mempunyai pH dalam rentang 5,5-7,5, lebih dipilih kurang dari 7.
b. Mempunyai kapasitas buffer yang baik.
c. Isotonik atau mendekati isotonik.
d. Tidak mengubah viskositas normal mukus.
e. Dapat bercampur dengan gerakan silia normal dan bahan ionik
sekresi nasal.
f. Dapat bercampur dengan bahan aktif.
g. Cukup stabil untuk menyimpan aktivitas diperpanjang, sepanjang
penggunaan pasien sendiri.
h. Mengandung pengawet untuk menekan pertumbuhan bakteri yang
mungkin ada melalui penetes.
Paling banyak larutan untuk hidung digunakan penetes, atomizer
atau kemasan spray. Botol gelas amber konvensional dengan penetes
obat atas sebaiknya digunakan untuk obat tetes. Pasien seharusnya
diberi tahu untuk menyandarkan punggungnya sementara
memiringkan kepalanya ke belakang. Penetes sebaiknya ditempatkan
tepat masuk dalam nostril dan sejumlah yang diresepkan tetesan
dimasukkan. Setelah pengobatan keduanya, pasien sebaiknya tetap
pada posisi ini 2-4 menit untuk membiarkan obat berpenetrasi ke
dalam sinus. Penetes hendaknya dibilas dengan air hangat dan
dikeringkan dengan tissue sebelum menempatkannya kembali ke botol
penetes.
Kemasan spray plastik tersedia untuk pembuatan resep dengan
instruksi "spray". Pasien sebaiknya diberitahukan untuk menjaga
kepala tetap lurus atau membengkokkan kepala sedikit ke depan.
Ujung nozzle kemudian ditempatkan ke dalam nostril tanpa
penghambatan sempurna. Wadah spray ditekan secara lembut
sementara pasien bernafas perlahan. Nozzle hendaknya dibilas
dengan air dan kemudian dikeringkan dengan tissue sebelum
digunakan.
B. Salep dan Jelly
Antibakteri, pengawet dan salep topikal penyejuk kadang-kadang
digunakan untuk pengobatan inflamasi, kondisi dermatologi dan celah
vestibula hidung. Jelli larut air jarang digunakan untuk pengobatan
vasokontriktor (Jelly efedrin) atau anestesi lokal (jelly Pramoxine)
paling tinggi dalam kanal nasal ketika aksi diperpanjang diinginkan.
Jelli-jelli ini disusun dari tragakan, metil selulosa, dan bahan-bahan
bercampur air. Sediaan basis minyak sebaiknya tidak digunakan dalam
basis umum.
C. Inhalan
Obat-obat atau kombinasi obat yang oleh dengan tekanan uap
tinggi dapat membawa udara dengan segera ke dalam rongga hidung.
Mentol, eukaliptol, dan timol secara luas digunakan dalam inhaler
OTC. Propel Hexedril, vasokonstriktor menguap adalah bahan aktif
yang secara luas digunakan untuk sediaan hidung (Benzedrex inhaler).
Sediaan ini tidak membingungkan dengan inhalasi di mana obat atau
penggunaan larutan obat sebagai nebulizer (kabut) dimaksudkan untuk
mencapai jaringan pernafasan.
D. Inhaler Hidung Bertekanan
Beberapa produk inhaler bertekanan tersedia untuk penggunaan
kortikosteroid untuk membran hidung. Farmasis hendaknya secara
hati-hati menginstruksikan pasien dalam penggunaan sehari bentuk
dosis ini untuk memastikan keefektifan dan kelengkapan. Hidung
sebaiknya menghembuskan untuk membersihkan nostril dan inhaler
dikocok dengan segera sebelum digunakan. Biasanya, inhaler
dimasukkan, kepala dimiringkan ke belakang dan potongan plastik
nasal (nozzle) secara hati-hati dimasukkan ke dalam satu nostril.
Lubang hidung yang satu ditutup menggunakan tekanan jari.
Sementara bernafas perlahan melalui nostril. Canister ditekan ke
bawah secara hati-hati antara jari dan jempol untuk membebaskan
dosis obat. Kemudian pasien hendaknya bernafas melalui mulut.
Prosedur ini diulang untuk lubang hidung lain. Memastikan dengan
mengocok lagi inhaler sebelum digunakan.
2. Scoville : 252
Larutan hidung biasanya digunakan dengan salah satu dari 3 metode.
Metode yang paling umum dengan memasukkan ke dalam lubang
hidung atau beberapa tetes larutan obat menggunakan penetes obat.
Larutan juga dapat diberikan pada hidung dengan bantuan atomizer
atau nebulizer. Biasanya atomizer menghasilkan tetesan yang lebih
kasar digunakan, karena kabut yang lebih halus dihasilkan oleh
nebulizer cenderung berpenetrasi lebih jauh ke dalam saluran
pernapasan daripada yang diinginkan.
3. Allen : 240
a. Aerosol adalah dispersi koloidal dari larutan atau padatan dalam gas.
b. Atomizer adalah alat-alat yang digunakan untuk mendispersikan
larutan dalam spray yang baik.
c. Inhalasi adalah sediaan yang didesain untuk melepaskan obat ke
dalam batang respiratori pada pasien untuk efek lokal dan sistemik.
d. Inhalan adalah obat dengan karakteristik melalui tekanan uap tinggi
dan dibawa melalui aliran udara ke dalam saluran hidung di mana
secara umum akan dikeluarkan efeknya.
e. Insufflasion adalah serbuk yang diberikan menggunakan peniup
serbuk (puffer) atau insuflator.
f. Metered dose inhalants (MDIS) adalah produk peniup-propellant obat
baik dalam bentuk larutan atau suspensi, yang mengandung obat dan
propellant gas yang mencair dengan atau tanpa kosolven.
g. Nebulae atau larutan spray, yang dimaksudkan untuk disemprotkan ke
dalam tenggorokan dan hidung.
h. Nebulizer dulunya dibuat dalam bentuk kecil, atomizer tipe vakum di
dalam ruangan.
i. Vaporizer adalah peralatan elektrik yang memproduksi uap air panas
yang lembab, baik dengan atau tanpa bahan obat untuk inhalasi.
4. Ansel : 571-572
a. Aerosol farmasi adalah bentuk sediaan yang diberi tekanan,
mengandung satu atau lebih bahan aktif yang bila diaktifkan
memancarkan butiran-butiran cairan dan atau bahan-bahan padat
dalam media gas.
b. Inhalasi adalah obat atau larutan yang diberikan lewat nasal atau lewat
alat pernapasan mulut.
c. Inhalan adalah obat atau kombinasi obat yang berdasarkan pada
tekanan uapnya yang tinggi dapat terbawa aleh aliran udara masuk ke
dalam lubang hidung, tempat di mana efek obat terjadi.
d. Penyemprot (spray) dapat didefinisikan sebagai larutan air atau minyak
dalam bentuk tetesan kasar atau sebagai zat padat yang terbagi-bagi
halus.
Kesimpulan :
1. Larutan : spray, collunaria, drops.
2. Semipadat : jelly, salep ; untuk efek lokal, inflamasi dan antibakteri.
3. Inhalan, hingga bronkus.
4. Inhaler bertekanan.
5. nasal dose = larutan pencuci hidung.
6. Nasal tampon = larutan digunakan dengan kapas dan kapas
dimasukkan ke dalam hidung.
II.1.3 Anatomi dan Fisiologi Hidung
1. DOM Martin : 912
Proetz, seorang penulis fisiologi hidung menyatakan bahwa semua
penyakit infeksi pada batang hidung disebabkan oleh satu sumber
yaitu kegagalan menyaring dan membersihkan. Seperti berulang kali ia
tekankan bahwa kelembaban adalah hal penting dalam mekanisme
pertahanan utama hidung yang baik-pergerakan silia yang secara
konstan menarik lapisan mukosa ke belakang ke arah nasofaring.
Bagian besar lubang hidung dilindungi dengan membran mukosa
pernafasan, membran mukosa pernafasan terbatas pada bagian atas
dan bagian tengah turbin dalam septum hidung. Epitelium pada bagian
hidung mengandung sel-sel silia kolumnar di mana diselingi sel goblet.
Bagian terakhir merupakan lubang dan kelenjar mukosa. Lapisan
mukus bergerak terus-menerus menuju ke faring dengan aksi
pemukulan dari silia.
Karakteristik lain dari membran mukosa adalah mempunyai
jaringan kapiler yang sangat banyak dalam epitelium dan di sekitar
kelenjar. Jaringan kapiler ini menghubungkan sistem vena superfisial
pada sistem arteri yang lebih dalam. Vena balik merupakan ruangan
darah superfisial menuju pleksus vena yang lebih dalam dan biasanya
sangatlah besar seperti membentuk sinus yang besar.
Ada tidaknya kontrol netral terlibat dalam pemukulan silia dalam
hidung manusia belum diketahui saat ini. Burn dengan jelas
mengindikasikan bahwa asetilkolin diproduksi lokal dan konsentrasi
lokal kolinesterase telah dideteksi. Konsentrasi inhibitor kolinesterase
yang sangat encer dan mempercepat pergerakan silia. Sementara
konsentrasi yang amat tinggi memperlambatnya. Baik atropin maupun
kurare akan memperlambat pukulan silia. Semua efek ini bersifat
reversibel.
Kelenjar mukosa bersekresi terus-menerus melalui proses
grandular secara aktif, bukan melalui proses pasif, eksudatif atau
transudatif, sebagaimana dipercaya dahulu. Dengan ini
menginjeksikan fluoresensi secara intravena. Ingelsted dan Ivstam
telah menunjukkan bahwa obat fluoresensi ini tidak dapat dideteksi
dalam sekresi hidung normal, meskipun ditransfer dari darah ke dalam
cairan intestinal, saliva dan cairan berair dan air mata. Pasien dengan
rhinitis alergi kronis mengalami hal yang sama, tapi pasien rhinitis atau
sinusitis akut, zat warna tersebut masuk melalui sekresi hidung dengan
mudah seperti eksudasi. Pada demam Hay akut derajat fluoresensi
menyarankan bahwa setelah meningkat baik pada aktivitas eksudasi
glandular. Mukus juga merupakan perlindungan pada mukosa itu
sendiri. Jika larutan histamin ditempatkan dalam hidung tanpa merusak
lapisan mukosa, tidak terjadi fluoresensi. Bagaimanapun jika mukus
dihilangkan fluoresensi ditandai dengan saluran nasal dan mukosa
menjadi banyak. Pemberian parenteral antihistamin telah terbukti
menghambat reaksi inflamasi ini. Lapisan mukosa merupakan lapisan
sekresi yang berlapis-lapis yang melindungi membran mukosa pada
traktus pernafasan bagian atas dan memperluasnya di atas
permukaan saluran hidung, sinus paranasal, trakea, faring, esofagus
dan ke dalam perut. Lapisan mukosa bergerak terus-menerus,
bergerak melalui aksi silia. Arah aliran mukus masuk menuju
nasofaring.
Mukus merupakan sistem mukoprotein yang agak kental,
pseudoplastik. Di bawah kondisi normal benda-benda asing seperti
debu, bakteri, serbuk atau tetesan minyak terperangkap dalam lapisan
dan dikeluarkan dari hidung menuju nasofaring. Komposisi mukus
hidung tidak diketahui secara tepat karena tidak mungkin untuk
mendapatkan sampel yang cocok untuk analisis kimia.
Mukoprotein telah ditemukan mengandung rantai polimer
glukosamin dan atau asam glukoronat sebagai komponen protein.
Ikatan ini dapat berupa ikatan ionik, ekuivalen (ester anhidrida,
hidrogen dan ikatan-ikatan lainnya). Mukus hidung, dikatakan 6 kali
lebih kental dari mukus lambung.
Viskositas sekresi hidung penting untuk keefektifan aksi silia. Bila
terlalu tipis atau terlalu tebal silia tidak mampu untuk menggerakkan
lapisan mukus. Anderson dan Rubin percaya bahwa sedikitnya 20%
kasus hidung gejalanya meningkat karena peningkatan viskositas yang
menyebabkan kekeringan. Banyak hal yang dapat meningkatkan atau
menurunkan produksi mukus di antaranya temperatur, debu dan alergi,
obat (atropin), stimulasi atau depresi dan serangan virus.
2. DOM King : 156
Rongga hidung adalah panjang, sempit, channel tinggi, dibagi
menjadi dua bagian oleh septum hidung. Beberapa rongga terbuka
dalam hidung disebut kolektif paranasal dan termasuk variasi sinus.
Paling banyak rongga hidung ditutupi oleh membran mukosa yang
secara ekstrim kaya akan jaringan kapiler dan mengandung sejumlah
kelenjar mukus. Mukus secara terus-menerus diproduksi dan di sekresi
dan lapisan mukus secara terus-menerus bergerak maju ke faring
dengan aksi pemukulan silia, projeksi rambut kecil menutupi paling
banyak rongga hidung. Proetz, seorang penulis fisiologi hidung
menyatakan bahwa semua penyakit infeksi pada batang hidung
berasal dari satu sumber yaitu kegagalan filter untuk membersihkan
dirinya sendiri. Kelembaban adalah bagian penting dalam mekanisme
pertahanan hidung-silia yang baik, yang secara konstan menarik
lapisan mukosa ke belakang menuju nasofaring.
Mukus merupakan sistem yang kental, psudoplastik, sistem
mukoprotein yang bertindak sebagai pelindung untuk menutupi
mukosa sebaik bahan-bahan yang terperangkap masuk ke dalam
rongga hidung. Di bawah kondisi normal, benda asing seperti debu,
serbuk, bakteri dan tetesan minyak terperangkap dalam lapisan mukus
dan dikeluarkan dari hidung menuju nasofaring dimana ia akan tertelan
atau dikeluarkan.
Aksi silia efektif atau pemukulan silia tergantung pada viskositas
mukus. Banyak simptom yang tidak menyenangkan dalam penyakit
nasal adalah dengan peningkatan viskositas dan dehidrasi sekresi.
Beberapa kondisi dapat meningkatkan atau mengurangi produksi dan
atau viskositas mukus. Di antaranya adalah efek temperatur dan
kelembaban, debu, serbuk, dan alergi lain variasi obat, infeksi bakteri
dan virus.
pH normal sekresi hidung kira-kira 5,5-6,5. pH cenderung lebih
meningkat menuju alkali dengan kondisi tertentu seperti dingin
umumnya, rhinitis, sinusitis dan lain-lain. Sekresi nasal muncul untuk
mempunyai sedikit kapasitas dapar dan terus-menerus penggunaan
sediaan yang mempunyai nilai pH beberapa unit menghilangkan dari
nilai normal yang dapat mengiritasi dan menyebabkan kerusakan
jaringan. Sediaan hidung alkali sebaiknya tidak digunakan untuk
kondisi inflamasi akut ketika hanya membuat keadaan menjadi lebih
baik untuk mentoleransi variasi tonisitas yang relatif besar, larutan
isotonis (0,9% NaCl) tampak dapat bercampur dan tidak mengiritasi
hidung, sementara sangat hipo atau larutan hipertonik dapat
menyebabkan iritasi.
Beberapa obat diabsorpsi secara sistemik melalui vaskuler hidung
setelah pemakaian intranasal dan sistem pembawa nasal semipadat
dipelajari untuk mengontrol pembebasan obat. Bagaimanapun
sejumlah kecil penggunaan intranasal merupakan metode rute
penggunaan yang baik untuk mencapai level darah signifikan dari obat.
Absorpsi obat yang diberikan secara intranasal dapat terjadi dari
jaringan pencernaan setelah mereka dialiri dari rongga hidung.
Untungnya, paling banyak obat digunakan secara intranasal diberikan
dalam jumlah kecil dari dosis, efektif yang biasa atau dirusak oleh
saluran pencernaan. Potensi untuk absorpsi melalui rute ini perlu
dipertimbangkan, bagaimanapun khususnya jika sejumlah besar
larutan digunakan atau diberikan untuk bayi atau anak kecil.
3. Encyclopedia 10th : 153-154
Hidung dibagi menjadi dua rongga hidung yang simetris oleh
septum medium. Tiap rongga terbuka secara anterior ke wajah
sepanjang lubang hidung dan memanjang secara posterior ke
nasofaring. Rongga hidung selanjutnya berbelit dalam lipatan 3 conla
atau turbin (inferior, nudran, superior), dengan demikian memperluas
daerah permukaan epitelium menjadi sekitar 150 cm2 pada manusia.
Dalam rongga, 3 zona fungsional tidak dapat dibedakan. Daerah
vestibular berlokasi dekat dengan lubang hidung. Permukaan ditutupi
dengan epitelium squamos bertingkat di mana membuat kaku pendek
(vierissae) menyaring partikel dalam jumlah besar dari aliran udara
yang masuk. Zona kedua adalah daerah respirasi, ditutupi dengan sel
epitel. Kolumnar pseudostratified dan ditemukan di posterior 2/3 dari
rongga. Yang ketiga adalah daerah olfaktori, berlokasi di rongga paling
atas dan terdiri dari potongan kecil sel kolumnar yang mengandung
reseptor pembau.
Hal utama yang penting untuk absorbsi obat hidung adalah
epitelium respiratori. Seperti telah digambarkan pada gambar 2,
epitalium ini terdiri dari 4 tipe sel : sl kolumnar dengan atau tanpa silia,
mukus yang mengandung sel goblet dan sel basal. Ketebalan
epitelium respiratori adalah sekitar 100 µm. Silia berbentuk seperti
tonjolan jari keluar permukaan sel epitel. Setiap sel silia mempunyai
sekitar 200 silia pada permukaannya dan memukul dengan frekuensi
kira-kira 15 Hz.
Epitelium respiratori dibungkus dengan lapisan mukus, dibagi
dalam yang lebih rendah “sol” lapisan dengan viskositas rendah dan
“gel” lapisan bagian atas. Silia bergerak pada lapisan bawah, di mana
lapisan atas dipindahkan oleh silia. Silia masuk ke dalam lapisan gel
dan dengan aksi pemukulan memindahkan lapisan ke belakang
dengan nasofaring, di mana tertelan. Selama pemulihan kekakuan silia
bergerak ke belakang dengan sendirinya sepanjang lapisan sel.
Partikel terjerat dalam lapisan mukus ditranspor dan dengan
demikian pembersihan efektif dari rongga hidung. Mukus dikirim
dengan aksi sapuan oleh langit ke lambung selama periode melalui
penelanan. Kombinasi aksi lapisan mukus dan silia hidung disebut silia
dan mukosiliari. Ini merupakan kunci mekanisme pertahanan tubuh
melawan bahan berbahaya yang terhirup. Perusakan sistem
diperpanjang dengan waktu kontak mukosa hidung dengan bakteri
yang terperangkap oleh mukus, virus, alergen dan sebagainya
memungkinkan terjadinya infeksi kronik saluran napas.
Kesimpulan :
Bagian besar lubang hidung dilindungi dengan membran hidung atau
pernafasan. Epitelium pada bagian hidung mengandung sel-sel kolumnar
di mana diselingi sel goblet. Bagian terakhir merupakan lubang dan
kelenjar mukosa. Lapisan silia dan membran mukosa dan bergerak terus-
menerus menuju ke faring dengan aksi pemukulan dari silia. Membran
mukosa memiliki jaringan kapiler yang banyak dalam epitelium dan sekitar
kelenjar, jaringan kapiler ini menghubungkan sistem vena superfisial pada
sistem arteri yang lebih dalam.
Pengaruh temperatur terhadap pH mukus :
1. Semakin dingin, pH mukus naik, menjadi lebih alkali.
2. Semakin panas, pH mukus turun, menjari lebih asam.
3. Semakin dingin, mukosa encer.
4. Semakin panas, mukosa kental.
II.1.4 Absorpsi Obat pada Hidung
1. DOM Martin : 915
Terdapat sejumlah kasus di mana absorpsi obat dibutuhkan pada
kondisi saat injeksi parenteral atau pemberian rektal tidak praktis.
Pemberian obat pada pasien yang mual dan muntah memiliki kerugian
nyata yaitu kesulitan menelan obat dan menahan obat dan relatif
lambat. Rute intranasal tampaknya cukup ideal untuk tujuan ini karena
kenyamanan dan kemudahan pemberian.
Tanndorf dan pekerjanya, mempelajari absorpsi hiosin dan atropin
dari mukosa hidung manusia. Mereka menggunakan derajat
penghambatan produksi saliva sebagai tes untuk sejumlah obat yang
diabsorpsi. Penemuan mereka menunjukkan kegunaan pemberian
nasal untuk penggunaan obat. Pentingnya rute pemberian dijelaskan.
Dalam semua kasus produksi saliva secara signifikan berkurang di
bawah level kontrol, diikuti pembalikan menuju level normal. Kapsul
yang diberikan secara oral memberikan respons yang paling lambat,
diikuti oleh penggunaan cairan oral. Penundaan dalam kasus ini
tampaknya tergantung pada waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan
kapsul dan garam alkaloid padat.
Injeksi subkutan memberikan respon yang paling nyata dan cepat,
dan penggunaan pada hidung menempati posisi tengah. Pemberian
hiosin dalam garam normal dengan spray tidak menghasilkan respons
sebaik penggunaan pada tetes hidung. Bagaimanapun, ketika 0,01%
natrium lauril sulfat ditambahkan, pengurangan tegangan permukaan
membiarkan obat berdifusi dengan cepat ke daerah absorpsi, di mana
obat diabsorpsi dengan baik atau sedikit lebih baik daripada tetes
hidung. Bagaimanapun, pemberian jumlah obat yang tepat dengan
penggunaan spray ditemukan agak sulit.
Penelitian tambahan terhadap kelompok yang termasuk pemberian
sublingual, yang ditemukan lebih baik daripada rute nasal maupun
subkutan dan hanya sedikit lebih baik daripada pemberian oral. Tidak
ada komplikasi sekunder yang ditemukan.
Monto dan Rebuck melaporkan penggunaan vitamin B12 dengan
rute nasal. Penulis menemukan bahwa inhalasi kristalin vitamin B12
dalam larutan NaCl dan serbuk laktosa menghasilkan respon klinik
cukup dan respon hematologikal dalam 12 persen pasien anemia yang
kambuh.
Persen Salivasi
Waktu dalam menit setelah pengobatan
2. DOM King : 157
Beberapa obat diabsorbsi secara sistemik melalui vaskular hidung
setelah pemakaianintranasal dan sistem pembawa nasal semipadat
dipelajari untuk mengontrol pembebasan obat. Bagaimanapun,
sejumlah kecil penggunaan intranasal
Absorbsi obat yang diberikan secara intranasal dapat terjadi
dengan jaringan pencernaan setelah mereka dialiri dari rongga hidung.
Untungnya, paling banyak obat digunakan secara intranasal diberikan
dalam jumlah kecil dari dosis, efek yang biasa atau dirusak oleh sel
pencernaan. Potensi untuk absorpsi melalui rute ini perlu
dipertimbangkan, bagaimanapun khususnya jika sejumlah besar
larutan digunakan atau diberikan untuk bayi atau anak kecil.
3. Encyclopedia 10th : 196
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat pada hidung.
1. Lipofilisitas
Banyak laporan diputlikasikan tentang pentingnya lipofilitas obat
dalam pengiriman obat ke dalam hidung.Dengan memnggunakan
model perfusi insitu pada tikus, Hussain et-al [2G] mempelajari
absorpsi di beberapa barbiturat pada nilai pH yangditunjukkanpada
campuran ini dalam bentuk lipofilik non ionisasi. Mereka menemukan
bahwa tingkat absorbsi dari obat ini secara teliti dihubungkan dengan
koefisien partisi oktanol / H2O. Duchateau dan lainnya [27,28],
menyelidiki absorbsihidung dari obat pemblok β adenoreseptor pada
produk yang sehat. Mereka menunjukkan bahwa senyawa lipolitik
alprenololdan propranolol diabsorbsi dengan baik dari mukosa nasal,
yang berbeda dengan obat hipofilik metoprolol. Gibson dan olanoff
melaporkan bahwa absorbsi dari beberapa asam alkanoat (asam
hexanoat, oktanoat dan dekanoat) dan hormon seteroid (hidrokortison,
progesteron dan testosteron) ditingkatkan dengan meningkatnya
koefisien partisi. Absorbsi dari asam alkanoat tergantung dari pH,
dengan absorbsi maksimum ketika nilai pH sama dengan pKa nya,
sebaliknya absorbsi dari steroid tidak bergantung pH.
Studi ini mengindikasikan bahwa untuk molekul obat nonionisasi
yang kecil, membran epitel hidung pada dasarnya adalah sebuah
penghalang transpor lipofilik, dan transpor ini terjadi melalui rute
transeluler. Studi in vitro menunjukan pentingnya lipofilisitas.
Permeabilitas membran ditemukan meningkat seperti kira-kira pada
peningkatan hidrofobisitas dari steroid. Bagaimanapun, transpor
transmukosal dari steroid nampaknya lebih dihubingkan dengan
koefisien partisi jaringan mukosa hidung/H2O dibandingkan koefisien
partisi oktanol/H2O. Penemuan ini menyarankan bahwa transpor dari
molekul obat melalui penghalang membran hidung tidak hanya fungsi
dari lipofilisitas, tapi juga tergantung pada konformasi stereokimia
selama transpor membran.
2. pH lingkungan
pH lingkungan memainkan peranan penting dalam efisiensi dari
absorbsi obat pada hidung. Studi dari sebagian kecil senyawa larut air
seperti asam benzoat, asam salisilat dan asam alkanoat menunjukan
bahwa absorpsinya di hidung tikus terjadi pada tingkat yang paling
besar yakni pada pH dimana senyawa ini terionisasi sebagian,
ditemukan absorpsi yang besar. Ini artinya bahwa lipofilik nonionisasi
membentuk penghalang epitel hidung melalui rute transeluler,
sebaliknya kebanyakan ionisasi hidrofilik membentuk jalan melalui rute
aqueous paraseluler. Sejumlah penulis berspekulasi tentang
kebaradaan pori atau kanal aqueous dalam mukosa hidung yang
melewati permeabilitas obat larut air. Ukuran aqueous pada epitel
hidung tikus telah diperkirakan barada pada range 0,4 – 0,8 µm, dan
jumlah pori sekitar 4 kali lebih banyak dari yang ada di jejenum.
Pengamatan ini mengindikasikan bahwa penghubung epitel hidung
kurang rapat dibandingkan penghalang saluran cerna. Di sisi lain, dari
studi terbaru pada kelinci yakni sifat penghalang dari beberapa
jaringan epitel didasarkan pada konduktansi elektrik dan fluorescein,
ini disimpulkan bahwa mukosa hidung dan saluran cerna menunjukan
kesamaan permeabilitas membran intrinsik, yang mengindikasikan
perbedaan interspecies yang besar dalam fungsi penghalang epitel.
3. Berat molekul
Menggunakan sejumlah senyawa larut air danpenanda
makromolekular seperti polietilen glikol dan fluorescein isothiocyanate
(FITC) , ditanolamin etil (DEAE), dan dekstran DIT-terlabel, dgn range
ukuran 600 hingga 70000 dalton, sebuah hubungan terbalik telah
ditunjukkan antara ukuran molekular dan absorpsi hidung pada tikus
dan kelinci. Ini diilustrasikan pada gambar 4, menunjukan korelasi
terbalik antara berat molekul dan persentase dari dosis yang
diabsorpsi secara nasal pada dekstran DIT (Diodo-L- tyrosine) terlabel
dengan berat molekul 1260 hingga 45500 Dalton. Studi ini mendukung
gagasan bahwa kelarutan dalam air, berat molekul obat yang tinggi
melewati sebagian besar mukosa hidung melalui difusi pasif melalui
pori aqueous (Ex: pertemuan yang sempit atau tight junction).
Mendukung fakta ini diberikan oleh McMartin dkk., yang melihat
hubungan antara nilai yang diterbitkan pada absorpsi nasal dari
varietas yang luas dari peptida dan protein dan fisikokimianya. Korelasi
yang baik yang ada antara ukuran molekul dan tingkat absorpsi nasal,
konsisten terhadap difusi melalui pori intraseluler seperti mekanisme
utama pada transpor peptida dan protein. Data pada transpor aktif
obat-obat peptida melalui endositosisditakutkan, dan hanya tersedia
untuk pilopeptida adrenokortikotropin (ACTH) dan 1,7 asujell kalsitonin.
Baru-baru ini, Hussain dkk., menyarankan bahwa meningkatnya
lipofilisitasdari sejumlah kecil peptida mungkin tidak memiliki efek yang
signifikan pada absorpsi nasal dengan menunjukan nilai yang sama
dari absorpsi dipeptida L-tyrosyl-L-tyrisine dan derivat metil esternya,
meskipun berbeda 160 lipatan pada koefisien partisi oktanol / H2O nya.
100
10
1
0,1
1000 10.000 100.000
Hal ini menarik bahwa laporan sebelumnya pada hubungan antara
berat molekul dan absorpsi nasal dari peptida dan proteinadalah
sangat kontradiksi. Beberapa penulis mengklaim hubungan terbalik
antara ukuran molekular dan bioavailabilitas nasal, sebaliknya bagian
nasal lainnya bahwa hubungan lainnya tidak ada. Rupanya, absorpsi
nasal dari peptida dan protein lebih rumit dikarenakan berbagai harga
dan berbagai bentuk dari molekul. Dengan mengambil perbedaan
interspesies yang luas dalam absorpsi obat nasal juga menjadi
pertimbangan, penulis mengesahkan pendapat bahwa ”ini mungkin
untuk memilih peptida menghasilkan ilustrasi, atau mengacaukan
korelasi lainnya!”
4. Degradasi enzimatik
Sebagai tambahan untuk menjadi penghalang fisik, epitel nasal
juga sebuah penghalang enzimatik pada pemberian obat secara nasal.
Degradasi enzimatik dari xenobiotik dan peptida telah ditinjau secara
luas. Aktivitas xenometabolik pada mukosa nasal telah depelajari pada
banyak spesies termasuk manusia. Enzim mengadakan 2 kerja yakni
oksidatif (Ex : sitokrom p-450, aldehid dehidrogenase, karboksi
esterase, karbonik anhidrase) dan konjugatif (Ex: glukuronil sulfat dan
glutathione transferase). Aktifitas sitokrom P-450 pada daerah olfaktori
di lubang hidung tetap lebih tinggi dibandingkan di hati. Aktifitas
enzimatik memotong peptida dan protein yakni exo- dan
endopeptidase (Ex : aminopeptidase, karboksipeptidase, aktivitas
seperti tripsin, cathepsin), yang ada pada permukaan mukosa hidung
atau dalam sel epitel. Di antara enzim ini, aktivitas aminopeptidase
adalah utama. Seperti pernyataan Sarkar, karakteristik penghalang
enzimatik dari membran mukosa membuat ”sebuah efek semu lintas
pertama”, yang akan menghambat absorbsi obat nasal.
Kesimpulan :
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat pada nasal yakni :
1) Efek obat
a. Ukuran molekul
b. Keseimbangan lipofilik-hidrofilik
c. Degradasi enzimatik dari lubang hidung
2) Efek nasal
a. Permeabilitas membran (perbedaan antara species)
b. pH lingkungan
c. Pembersihan mukosiliar
d. Pilek, rhinitis
3) Efek penghantaran
a. Formulasi (konsentrasi, pH, osmolalitas)
b. Sistem penghantaran (spray, tetes, serbuk)
c. Deposisi atau endapan
d. Efek formulasi pada pembersihan mukosiliar
e. Efek toksik pada fungsi siliar dan membran epitel
II.1.5 Respon Silia Terhadap Obat
1. DOM Martin : 913
Respon cilia terhadap aksi obat dan pengaruh lain yang diteliti oleh
protetz dan lainnya. Hasil dan penelitian ini menyatakan dan beberapa
penemuan yang berhubungan sebagai berikut :
1. Larutan NaCl, cilia kelima dan manusia tetap efektif selama waktu
yang lama pada 0,9% 0 NaCl pada temperatur antara 25°C dan
30°C. Konsentrasi larutan NaCl ditingkatkan, cilia pada darah
spesifik perpindahan berhenti setelah terjadi secara lambat pada
semua daerah lambat. Pada konsentrasi 4 – 4,5%. Semua aktivitas
berhenti jika membran dicuci dengan air suling dan dicelupkan pada
larutan 0,9% NaCl, aktivitas kelihatan menjadi berbeda dari semua
segera kembali dan kenaikan cilia tidak dapat dibedakan. Semua
gerakan berhenti pada konsentrasi 0,2 – 0,3%. Penambahan NaCl
pada beberapa konsentrasi tertentu memperbaiki gerakan. Cilia
menjadi cacat permanen jika mendapatkan larutan hipotonik yang
cukup lama. Tentu saja, efek air suling adalah tentu sama dengan
larutan NaCl yang sangat cair.
2. Kehilangan ion kalsium
Penggunaan tartrat, sitrat, oksalat, dan bahan pengkelat lainnya
untuk Ca atau sulfat dan fosfat gerakan cilia berhenti. Ketika
digunakan pada NaCl fisiologis. Tetesan yang banyak pada mukus
cilia. Transfer kembali ke dalam lingkungan yang normal akan
memperbaiki aksi cilia. Mencoba berulang-ulang untuk penerapan
pada tikus dan kelinci menyebabkan sinositas kronik.
3. Senyawa sukar larut air
Senyawa sukar larut air, ketika obat sulfa populer sebagai obat
hidung. Beberapa ahli mempelajari penggunaan Propilenglycol
sebagai pembawa untuk melarutkan bentuk asam dan sulfa dengan
cara demikian menghilangkan sifat alkali yang kuat pada
sulfonamida masuk Propilen glikol murni sangat hipertonik dan akan
menarik air dari jaringan sekelilingnya, seperti sistem penggunaan
klinik waktu tertentu. Alkaloid pada larutan isotonik digunakan
sampai konsentrasi 10% dengan efek yang lumayan. Protetz
mensimulasi sekresi mukus dengan penggunaan lokal larutan
alkohol (4%) dan gliserin 4% pada garam normal. Ini lebih keruh
pada pasien dengan posisi duduk. Jika larutan ini digunakan dalam
bentuk tetesan dan kepala dimiringkan ke belakang dihasilkan rasa
sakit.
4. Minyak
Digunakan pada membran minyak dengan lap tebal menyebabkan
gangguan pada aksi normal cilia. Tidak cocok sebagai pembawa
karena obat yang dilarutkan dengan minyak dapat diteruskan pada
lapisan mukosa. Minyak juga berbahaya karena dinyatakan langsung
mengakibatkan lipoid pneumania. Oleh karena itu minyak sayur yang
bebas asam lemak kurang berbahaya dan pada minyak hewan atau
minyak mineral. Penggunaan minyak iod adalah medium II tidak
tembus sinar pada sinus bronchi memperliahtkan prosedur yang
aman.
5. Protein perak ringan
Ketika koloidal protein perak digunakan pada mukosa pernafasan.
Gerakan aliran awalnya diperlambat tetapi karena baik dengan
penggunaan larutan air garam hangat edema dan fragmentasi pada
epitelium dilihat setelah kontaknya lama dengan argyrol < 10%, dan
frontal sinus mukosa. (Itu harus diingat bahwa argyrol adalah perak
oxida protein kompleks dan seperti memiliki reaksi alkali muat).
6. Perak dan Zink
Cairan lemak 0,5%, perak nitrat merusak cilia. Hasil yang sama pada
penggunaan zink sulfat.
7. Larutan kokain
Konsentrasi yang lebih kuat dan 2,5%. Kokain melumpuhkan cilia.
Pada konsentrasi yang lebih rendah kokain tidak ada efek lain dari
berkurang dan memutihkan permukaan.
8. Larutan Efedrin
konsentrasi efedrin (0,5 – 1%) pada larutan garam normal tidak
menghasilkan perak pada aksi cilia dan umumnya dapat diikuti
senyawa simpatomimetik sintetik.
9. Kamfer, thymol, eucaliptol, menthol dan unsur eter yang mudah
menguap bahan ini mengakibatkan berkurangnya kecepatan
pergerakan cilia pada penambahan untuk mengganggu efek lain.
10.Antibiotik
Penicilin (garam Natrium) tidak merusak cilia jika digunakan pada
larutan yang mengandung 250 dan 500 unit/ml (pada NaCl isotonik).
Pada konsentrasi 500 unit/ml mengurangi kecepatan gerakan
dengan akhirnya menghentikan aksi. Cara-cara suspensi tyrothinin
(1 : 2000 dan 1 : 5000) secara lengkap menahan gerakan cilia, tidak
diketahui apakah data ini dibawah kondisi isotonik. Screp adalah
garam isotonik pada 1000/unit/ml atau kurang tidak menghambat
atau mengganggu membran mukosa hidung. Bagaimana, fabricant
melaporkan bahwa penggunaan Na atau Ca penisilin (Na) sampai
5000 /ml tidak mempunyai efek pada mukosa pernafasan kelinci.
11.Atropin
Atropin diberikan secara oral menghasilkan pengeringan dan
akhirnya menghentikannya gerakan silia. Penggunaan lokal
mengurangi produksi mukosa.
12.Natrium sulfathiazol
Digunakan 5% larutan cair, Natrium sulfathiazol segera dengan
nyata mempengaruhi gerakan cilia, tetapi alkali kuat dengan pH 8-
10, menyebabkan efek setelah penggunaannya berulang-ulang.
Tidak hanya cilia tetapi juga pada lapisan mukosa hidung yang
mungkin sangat menderita. Garam sulfanamida lain seperti Natrium
Sulfacetamid. Yang mungkin didapar dibawah pH 7 tanpa endapan,
akan memperlihatkan reaksi yang sedikit merusak. Bentuk
sulfonamid bebas asam, dilarutkan dengan Propilenglycol atau
campuran Propilenglycol air adalah sedikit mengiritasi.
13.Benzalkonium Klorida dan larutan kuartener lainnya.
1 : 1000 dan 1 : 2000 larutan cair benzalkonium Clorida dengan air
suling mengakibatkan aksi cilia berhenti. Efek tidak nyata
mengganggu aktivtas cilia. Ketika penggunaan dibuat pada
konsentrasi yang sama dibuat pada larutan garam isotonik. Pada
kedua air garam isotonik . Pada ke-2 air garam kontrol dan 1000
larutan air garam quarternary cilia bergerak aktif selama 1 jam
perendaman dalam larutan. Tidak mengganggu jika dimasukkan
dalam medium isotonik.
14.Larutan Chimerasol
Konsentrasi chimerazol 1 : 1000 lebih besar dapat mengakibatkan
kerusakan permanen pada gerakan cilia setelah 4 menit pemberian.
15.Surfaktan anionik dan annionik
Banyak perbedaan surfaktan anionik, termasuk Natrium lauril sulfat
Natrium dioctil sulfomeanac dan alkil benzen sulfonat. Dites pada
pengeluaran dan membran lengkap, kira-kira 0,01% dapat diterima
tanpa efek 0,05%. Larutan Natrium lauryl sulfat dilaporkan sedikit
panas lebih 200 pasien membutuhkan larutan yang mengandung
0,01% dan dilaporkan sensasi yang tidak signifikan pada pemberian
surfaktan anionik nyata ditolenransi pada konsentrasi yang lebih
tinggi.
2. DOM King : 157
Aksi silia efektif atau permukaan silia tergantung pada viskositas
mucus. Banyak simpton yang tidak menyenangkan dalam penyakit
nasal adalah peningkatan viskositas dan dehidrasi sekresi. Beberapa
kondisi dapat meningkatkan atau mengurangi produksi dan atau
viskositas mukus. Diantaranya adalah efek temperatur dan
kelembaban, debu, serbuk, alergi lain dari variasi obat, dan infeksi
bakteri dan virus.
Bahan Konsentrasi Respon silia/aktivitas
Natrium Klorida
Air destilasi
Minyak
Protein perak
ringan
Perak nitrat
Kokain
Efedrin dalam
0,2-0,3%
0,9%
4,0-4,5%
-
100%
10%
0,5%
2,5%
< 2,5%
0,5-1,0%
Aktivitas silia berhenti, sulit
untuk kembali
Silia tetap aktif
Aktivitas silia berhenti,
mudah kembali
Aktivitas silia berhenti, sulit
untuk kembali
Mempengaruhi gerakan
silia
Aktivitas silia dicegah,
pemulihannya cepat
Penghancuran silia
Paralisis silia
Sedikit efek pada silia
Tidak berefek
0,9% NaCl
Kamfer, timol,
eukaliptol
Mentol
Penisilin dalam
0,9% NaCl
Atropin
Benzalkonium
klorida
Benzalkonium
klorida dalam
0,9% NaCl
0,1 atau lebih
tinggi
< 0,1%
250-500 unit/ml
5000 unit/ml
Pemberian oral
1:1000 - 1:2000
1:1000 - 1:2000
Penurunan aktivitas
Efek dapat diabaikan
Tidak ada
Penurunan aktivitas
Kekeringan dan disertai
berhentinya aksi silia
Penghentian gerakan
Tidak berefek
Kesimpulan :
Respon silia
Bahan Konsentrasi Respon silia/aktivitas
Natrium Klorida
Air destilasi
Minyak
Protein perak
ringan
Perak nitrat
Kokain
0,2-0,3%
0,9%
4,0-4,5%
-
100%
10%
0,5%
2,5%
Aktivitas silia berhenti, sulit
untuk kembali
Silia tetap aktif
Aktivitas silia berhenti,
mudah kembali
Aktivitas silia berhenti, sulit
untuk kembali
Mempengaruhi gerakan
silia
Aktivitas silia dicegah,
pemulihannya cepat
Penghancuran silia
Paralisis silia
Efedrin dalam
0,9% NaCl
Kamfer, timol,
eukaliptol
Mentol
Penisilin dalam
0,9% NaCl
Atropin
Benzalkonium
klorida
Benzalkonium
klorida dalam
0,9% NaCl
Larutan timerosol
Surfaktan anionik
dan kationik
Natrium
sulfathiazol
Alkohol
Alkohol+gliserin
< 2,5%
0,5-1,0%
0,1 atau lebih
tinggi
< 0,1%
250-500 unit/ml
5000 unit/ml
Pemberian oral
1:1000 - 1:2000
1:1000 - 1:2000
1:1000 atau lebih
0,01%
0,05%
5%
1:1000 atau lebih
0,01-0,5%
Kurang dari atau
sama dengan 60%
Sedikit efek pada silia
Tidak berefek
Penurunan aktivitas
Efek dapat diabaikan
Tidak ada
Penurunan aktivitas
Kekeringan dan disertai
berhentinya aksi silia
Penghentian gerakan
Tidak berefek
Mengembalikan
penghentian gerakan
silia,permanent.
Tidak berefek
Menyebabkan basa
membakar
Mempengaruhi gerakan
silia
Tidak berefek pada silia
Menimbulkan rasa sakit
II.1.6 Syarat-Syarat Tetes Hidung
1. DOM Martin : 913
a. Viskositas
Viskositas dari sekresi adalah penting untuk aksi efektif cilia. Jika
cilia bergerak lapisan mukosa. Anderson dan rubin percaya bahwa
kurang lebih 20% dari semua kasus nasal berkembang karena
viskositas ditingkatkan dimana memimpin kekeringan. Pada banyak
kondisi pengurangan atau peningkatan dalam produksi mukosa.
Pada efek temperatur, debu dan alergi, obat-obat seperti atropin,
stimulasi automatik atau depresi dan invasi voral.
b. pH
pH normal dari sekresi mukosa dilaporkan Fabricant dari 5,5 – 6,5.
pH hidung jumlahnya bervariasi. Banyak dilaporkan pH dari sekresi
hidung nilainya lebih alkali. Perbedaan ini disebabkan dari
perbedaan ukuran. In situ, dalam selaput film dalam equilibrium
dimana karbon dioksida dalam dibawah hidung. Di atas kumpulan
dari mukus film, karbon dikosida dimana sampai subsequen
meningkatkan pH. Faktor variasi mempengaruhi pH. Produksi udara
dingin cenderung alkali, panas cenderung asam. Colds, sinusitas
dan alergenik semuanya cenderung alkali.
c. Penyangga
Kapasitas buffer dari sekresi nasal adalah sangat lambat.
Disebabkan dari efek penggunaan obat yang bervariasi. Tidak
adanya penyangga, obat dapat alkali (pH 9,5) pH dapat berubah
selama beberapa jam.
2. Scoville : 253
a. Isotonisitas
Penggunaan larutan ini difokuskan pada pertanyaan tonisitas , ini
telah ditemukan bahwa tiap masing-masing sangat dan larutan
dikonsentrasi dan disebabkan iritasi pada nasal mukosa dimana
tidak isotonis atau pemberian larutan hampir hypertonis.
b. Konsentrasi ion hidrogen
Fabricant menyatakan pH dari sekresi hidung untuk orang dewasa
tidak tetap tetapi variasinya normal dari 5,5 – 6,5, sedangkan pH
hidung untuk anak-anak range dari 5 – 6,7. pH cenderung alkali jika
menderita rhinitis akut. Jika inflamasi akut pH cenderung ke asam.
Larutan dimana cenderung asma lebih efektif dalam pengobatan
dalam infeksi sinus larutan ini diterminand digunakan dari alkali
pengobatan dalam hidung yang sekresinya bersifat alkali, dimana
digunakan dari larutan asam untuk meningkatkan keasaman dari
sekresi. Ini digunakan dari tetes hidung alkali untuk penyakit rhinitis
akut dan rhinosinusitis akut di kontra indikasikan sejak mereka
memiliki sekresi alkali yang abnormal, atau dalam kondisi yang lama.
3. Ansel Indonesia : 571
Preparat berair paling banyak dipakai pada hidung yang mampat,
dibuat isotoni terhadap cairan hidung (kira-kira ekuivalen dengan 0,9%
NaCl), didapar untuk menjaga stabilitas obat, sedang pH normal cairan
hidung diperkirakan sekitar (pH 5,5-pH 6,5) dan distabilkan serta
diawetkan sesuai dengan kebutuhannya. Pengawet antimikroba
digunakan sama dengan yang digunakan dalam pengawetan larutan
obat mata.
4. FI III : 10
Tetes hidung dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar, dan
pengawet.
a. Cairan pembawa umumnya digunakan air, cairan pembawa sedapat
mungkin mempunyai pH antara 5,5-7,5, kapasitas dapar sedang,
isotonis atau hampir isotonis.
b. Zat pensuspensi dapat digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan
lain yang cocok, kadar tidak boleh lebih dari 0,01% b/v.
c. Zat pendapar dapat digunakan dapar yang cocok dengan pH 6,5 dan
dibuat isotonis menggunakan NaCl secukupnya.
d. Zat pengawet umumnya digunakan benzalkonium klorida 0,01%
b/v-0,1% b/v.
5. Formulasi steril : 114-115
Syarat-syarat tetes hidung
a. Viskositas
Penambahan metal selulosa 0,5% untuk mendapatkan viskositas
larutan yang seimbang dengan viskositas mukosa hidung.
b. Isotonis
Iritasi mukosa hidung tidak akan terjadi jika larutan isotonis atau sedikit
hipertonis. Namun, larutan yang sangat encer atau sangat pekat akan
menyebabkan iritasi mukosa hidung. Untuk tonisitas, dapat
ditambahkan NaCl atau dekstrosa.
c. Isohidris
Keasaman (pH) sekresi hidung orang dewasa antara 5,5-6,5,
sedangkan anak antara 5,0-6,7. Rhinitis akut menyebabkan
pergeseran pH kearah basa, sedangkan peradangan akut
menyebabkan pergeseran pH kearah asam. Sebaiknya, digunakan
dapar fosfat pH 6,5.
d. Alat yang diperlukan
1. Pipet tetes biasa = diteteskan / beberapa tetesan ke dalam lubang
hidung
2. Atomizer = disemprotkan dalam bentuk tetesan kasar ke dalam lubang
hidung
3. Nebulaezer = disemprotkan dalam tetesan sangat halus, sehingga
mampu berpenetrasi mencapai paru-paru.
6. RPS 18th : 1526
Larutan hidung dibuat sehingga sama dengan sekresi nasal, sehingga
aksi normal silia dipertahankan. Larutan cairan hidung biasanya
isotonik dan dibuffer lemah untuk dipertahankan pada pH dari 5,5-6,5.
Pada penambahan pengawet antimikrobial, sama seperti yang
digunakan pada sediaan opthalmik, dan bahan penstabil yang cocok,
jika dibutuhkan digunakan dalam formulasi.
Kesimpulan :
Syarat-syarat tetes hidung :
a. Cairan pembawa umumnya digunakan air, cairan pembawa sedapat
mungkin mempunyai pH antara 5,5-7,5, kapasitas dapar sedang,
isotonis atau hampir isotonis.
b. Zat pensuspensi dapat digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan
lain yang cocok, kadar tidak boleh lebih dari 0,01% b/v.
c. Zat pendapar dapat digunakan dapar yang cocok dengan pH 6,5 dan
dibuat isotonis menggunakan NaCl secukupnya.
d. Zat pengawet umumnya digunakan benzalkonium klorida 0,01%
b/v-0,1% b/v.
e. Viskositas
Penambahan metil selulosa 0,5% untuk mendapatkan viskositas
larutan yang seimbang dengan viskositas mukosa hidung.
f. Alat yang diperlukan
1. Pipet tetes biasa = diteteskan / beberapa tetesan ke dalam lubang
hidung
2. Atomizer = disemprotkan dalam bentuk tetesan kasar ke dalam
lubang hidung
3. Nebulaezer = disemprotkan dalam tetesan sangat halus, sehingga
mampu berpenetrasi mencapai paru-paru.
II.1.7 Syarat Pembawa Larutan Hidung
1. Allen : 233
Pembawa untuk larutan nasal sebaiknya mempunyai pH pada range
5,5-7,5 dan kapasitas buffer yang baik ini sebaiknya isotonis, stabil,
tahan lama, dan cocok dengan pergerakan normal silia.
Keseimbangan ionik dari sekresi nasal, sebaik dengan bahan aktifnya.
Ini sebaiknya tidak mengubah viskositas normal mukus.
2. DOM King : 157
Pembawa untuk larutan hidung sebaiknya:
a. Mempunyai pH dalam rentang 5,5-7,5, lebih dipilih kurang dari 7.
b. Mempunyai kapasitas buffer yang baik.
c. Isotonik atau mendekati isotonik.
d. Tidak mengubah viskositas normal mukus.
e. Dapat bercampur dengan gerakan silia normal dan bahan ionik sekresi
nasal.
f. Dapat bercampur dengan bahan aktif.
g. Cukup stabil untuk menyimpan aktivitas diperpanjang, sepanjang
penggunaan pasien sendiri.
h. Mengandung pengawet untuk menekan pertumbuhan bakteri yang
mungkin ada melalui penetes.
3. DOM Martin : 917
Pembawa untuk larutan hidung sebaiknya:
a. Mempunyai pH dalam rentang 5,5-7,5, lebih dipilih kurang dari 7.
b. Mempunyai kapasitas buffer yang baik.
c. Tidak mengubah viskositas normal mukus.
d. Dapat diterima range fisiologis tonisitas.
e. Dapat bercampur dengan gerakan silia normal dan bahan ionik sekresi
nasal.
f. Dapat bercampur dengan sebagian besar obat-obat hidung.
g. Mempunyai stabilitas yang cukup untuk menyimpan aktivitas
diperpanjang, sepanjang penggunaan pasien sendiri.
h. Mengandung pengawet untuk menekan pertumbuhan bakteri yang
mungkin ada melalui penetes.
4. Ansel Indonesia : 571
Sediaant berair paling banyak dipakai pada hidung yang mampat,
dibuat isotonik terhadap cairan hidung (kira-kira ekuivalen dengan
0,9% NaCl), didapar untuk menjaga stabilitas obat, sedang pH normal
cairan hidung diperkirakan sekitar (pH 5,5-6,5) dan distabilkan serta
diawetkan sesuai dengan kebutuhannya.
5. FI III : 10
Cairan pembawa umumnya digunakan air, cairan pembawa sedapat
mungkin mempunyai pH antara 5,5-7,5, kapasitas dapar sedang,
isotonis atau hampir isotonis.
Kesimpulan :
Pembawa untuk larutan hidung sebaiknya:
a. Mempunyai pH dalam rentang 5,5-7,5, lebih dipilih kurang dari 7.
b. Mempunyai kapasitas buffer yang baik.
c. Isotonik atau mendekati isotonik.
d. Dapat diterima range fisiologis tonisitas.
e. Tidak mengubah viskositas normal mukus.
f. Dapat bercampur dengan gerakan silia normal dan bahan ionik
sekresi nasal.
g. Dapat bercampur dengan bahan aktif.
h. Cukup stabil untuk menyimpan aktivitas diperpanjang, sepanjang
penggunaan pasien sendiri.
i. Mengandung pengawet untuk menekan pertumbuhan bakteri yang
mungkin ada melalui penetes.
II.1.8 Pewadahan
1. Textbook of Pharmaceutical : 352
Tetes hidung dibuat dalam jumlah kecil (10 atau 25 ml) dalam botol
gelas berwarna bergalur dengan plastik penyegel dan penetes. Pemilik
spray menyiapkan dalam wadah tipe bertekanan. Penggunaan jangka
waktu lama obat vasokontriktor dalam hidung dapat menyebabkan
kerusakan mukosa hidung.
2. Ansel Indonesia : 571
Kebanyakan larutan untuk pemakaian pada hidung dikemas dalam
botol tetes atau semprot plastik, biasanya berisi 15-30 ml obat. Produk-
produk harus ditentukan stabil dalam wadah yang digunakan dan
ditutup rapat selama waktu tidak dipakai. Pasien harus dinasihati
bahwa bila larutan hilang warnanya atau mengandung bahan yang
mengendap, maka obat itu harus dibuang, tidak boleh dipakai lagi.
Kesimpulan :
Wadah untuk tetes hidung adalah :
1. Botol tetes, dibuat dalam jumlah kecil (10 atau 25 ml) dalam botol
gelas berwarna bergalur dengan plastik penyegel dan penetes
2. Botol semprot plastik, biasanya berisi 15-30 ml obat.
II.1.9 Komposisi Tetes Hidung
1. Allen : 233
Dalam penambahan pada bahan obat aktif, sediaan nasal
mengandung sejumlah bahan tambahan yang mencakup pembawa,
pendapar, pengawet, bahan pengatur tonisitas, bahan penggel, dan
mungkin antioksidan. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses
formulasi harus tidak mengirtasi dan cocok dengan hidung.
a. pH dan pendapar
Sediaan nasal biasanya didapar pada pH stabilitas maksimum untuk
obat-obat yang dikandungnya. Pendapar dimaksudkan untuk
meminimalkan perubahan pH yang mungkin dapat terjadi selama
penyimpanan obat. Perubahan pH ini dapat mempengaruhi kelarutan
dan stabilitas obat. Karena itu, ini penting untukmeminimalkan fluktuasi
ini. Sistem buffer sebaiknya dirancang untuk mengatur pH keseluruhan
juga shelf life produk, tetapi dengan kapasitas buffer yang rendah.
Umumnya, range pH dari 4-8 dipertimbangkan optimum. pH dan
sistem dapar dari dapar fosfat biasanya cocok dengan sebagian besar
obat untuk hidung.
b. Pengaturan tonisitas
Bahan-bahan yang ditujukan untuk mengatur tonisitas dari larutan
hidung adalah NaCl dan dekstrosa. Sebaiknya larutan hipertonis
dihindari. Cairan hidung mempunyai nilai isotonis yang sama dengan
larutan NaCl 0,9%. Jika isotonisitas melewati range yang tepat,
pergerakan silia hidung mungkin lambat atau bahkan berhenti. Range
nilai tonisitas adalah dari 0,6-1,8% NaCl ekuivalen umumnya diterima.
Jika larutan dari bahan obat aktif hipotonik, maka perlu ditambahkan
bahan-bahan untuk mencapai range tonisitas yang tepat.
c. Sterilitas
Sediaan hidung harus steril. Sterilitas paling baik dicapai melalui filtrasi
steril, yang meliputi penggunaan membran filter steril ukuran 0,45μ
adalah 0,2 pore dan menyaringnya ke wadah yang steril. Metode-
metode lain dari pensterilan bahan-bahan mencakup pemanasan
kering, pemanasan dengan uap bertekanan (autoklaf), dan sterilisasi
akhir dengan etilen oksida.
d. Bahan tambahan lain
Karena sebagian besar sediaan hidung disiapkan dalam wadah dosis
ganda, maka harus diawetkan. Pengawet yang digunakan harus cocok
dengan zat aktif dan juga dengan bahan tambahan lain dalam produk.
e. Antioksidan
Antioksidan diperlukan untuk bahan-bahan obat tertentu
f. Kontrol kualitas
Farmasis harus mengikuti standar prosedur kontrol kualitas ini
mencakup pemeriksaan kejernihan (larutan), pH, dan volume/berat.
Sterilitas dapat diuji dengan menempatkan sampel pada piring agar
dan pengujian pertumbuhan mikroba. Jika prosedur ini tidak
memungkinkan produk dapat dikirim ke laboratorium untuk diuji.
g. Pengemasan / penyimpanan / labelisasi
Wadah untuk sediaan nasal mencakup botol drop, botol spray, dan alat
semprot umumnya sediaan ini harus disimpan pada suhu kamar atau
lemari pendingin, mereka sebagian tidak dibekukan. Sediaan ini harus
diberi label “untuk hidung” dan “buang sebelah (tanggal yang tepat)”.
h. Stabilitas
Tanggal penggunaan untuk formula yang mengandung air tidak stabil
dari 14 hari, saat disimpan pada tempat dingin, untuk produk yang
disiapkan untuk bahan-bahan dalam bentuk padat jika cairan tanpa air
menggunakan produk pabrikasi, rekomendasi penggunaanya tidak
lebih lama dari 25%.
2. FI III : 10
Tetes hidung adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung dengan
cara diteteskan pada lubang hidung yang dapat mengandung zat
pensuspensi, pendapar, dan pengawet.
a. Cairan pembawa umumnya digunakan air, cairan pembawa sedapat
mungkin mempunyai pH antara 5,5-7,5, kapasitas dapar sedang,
isotonis atau hampir isotonis. Minyak lemak atau minyak mineral tidak
boleh digunakan sebagai cairan pembawa.
b. Zat pensuspensi dapat digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan
lain yang cocok, kadar tidak boleh lebih dari 0,01% b/v.
c. Zat pendapar dapat digunakan dapar yang cocok dengan pH 6,5 dan
dibuat isotonis menggunakan NaCl secukupnya.
d. Zat pengawet umumnya digunakan benzalkonium klorida 0,01%
b/v-0,1% b/v.
Kesimpulan :
Komposisi tetes hidung
1. Bahan aktif, merupakan bahan yang memberikan efek terapeutik
2. Bahan tambahan :
a. Pembawa, sedapat mungkin mempunyai pH antara 5,5-7,5, kapasitas
dapar sedang, isotonis atau hampir isotonis. Contohnya air
b. Pendapar, dimaksudkan untuk meminimalkan perubahan pH yang
mungkin dapat terjadi selama penyimpanan obat. Contohnya dapar
fosfat.
c. Pengisotonis, dimaksudkan agar pergerakan silia hidung dapat normal.
Contohnya NaCl dan Dekstrosa.
d. Pengawet, digunakan untuk mencegah timbulnya bau tengik dari
bahan-bahan obat tertentu. Contoh Benzalkonium klorida.
e. Surfaktan, digunakan untuk menambah kelarutan zat aktif. Contohnya
gliserol, propilenglikol, dll.
II.1.10 Cara Penggunaan Tetes Hidung
1. DOM King : 157
Pasien seharusnya diberitahu untuk menyandarkan penggungnya
sementara memiringkan kepalanya kebelakang. Penetes sebaiknya
ditempatkan tepat masuk dalam nostril dan sejumlah yang diresepkan
tetesan dimasukkan. Setelah pengobatan, pasien sebaiknya tepat
pada posisi ini 2-4 menit untuk membiarkan obat berpenetrasi ke
dalam sinus. Penetes hendaknya dibilas dengan air hangat dan
dikeringkan dengan tissue sebelum menempatkannya kembali ke
botol penetes.
II.1.11 Contoh Sediaan Tetes Hidung
1. Ansel Indonesia : 571
Nama Pabrik Pabrik
Pembuat
Bahan Aktif Penggunaan / indikasi
Afrin Nasal
Spray & Nose
Schering Oksimetazol Nasal adrenergik/
Drops
Diapid Nasal
Spray
Neo-
Synephrine
Nose Drops
Otrivin Adult
Nasal Spray
& Drops;
Pediatrik
Drops
Privine HCl
Nasal
Solution
Syntocinon
Nasal Spray
Tyzine
Pediatrik
Nose Drops
Sandoz
Winthrop
Geigy
Ciba
Sandoz
Key
HCl (0,05%)
Iopressin
(0,185 mg/ml)
Fenilefrin HCl
(0,125-1,0%)
Ximetazolin
HCl (0,1%;
pediatrik drops
0,05%)
Nafazolin HCl
(0,05% &
0,1%)
Oksitosin (40
unit/ml)
Tetrahidrozolin
HCl (0,05%)
dekongestan.
Antidiuretik : untuk
mengontrol atau
pencegahan
antidiabetes insipidus
karena defisiensi dari
zat endogen hormon
antidiuretik pituitari
posterior.
Nasal adrenergik/
dekongestan
Nasal adrenergik/
dekongestan
Nasal adrenergik/
dekongestan
Hormon oksitosin
sintetik. Digunakan
pada permulaan dari
produksi air susu
Nasal adrenergik/
dekongestan
II.2 Dasar Formulasi
II.2.1 Alasan Formulasi
1. RPS 18th : 1526
Tetes hidung adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung dengan
cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung, dapat mengandung
pensuspensi, pendapar, dan pengawet.
2. MD 35th e-book
Ipratropium bromida digunakan secara intranasal untuk pengobatan
rhinorea pada rhinitis alergik dan nonalergik.
II.2.2 Alasan dibuat 10 ml
1. Textbook : 352
Tetes hidung dibuat dalam jumlah kecil (10-25 ml) dalam botol
gelas berwarna bergalur dengan plastik penyegel dan penetes. Karena
alasan pewadahan diatas makaa dibuat larutan tetes hidung 10 ml dalam
botol drop cokelat.
II.2.3 Alasan Penambahan Bahan
1. Ipratropium bromida
a. Indikasi
1. BNF 54 edisi e-book
Ipratropium berkhasiat bronkodilatasi karena melawan pembentukan
CGMP yang menimbulkan konstriksi. Ipratropium berdaya mengurangi
hipersekresi di bronkus yakni “efek mengeringkan dari obat
antikolinergik”
2. DO ; 517
Kerjanya menghambat sekresi bronkus dan melumpuhkan epitel
penggerak. Yang lebih baik digunakan adalah turunan atropine
kuartener yang diberikan dalam bentuk aerosol bertakaran seperti
ipratropium bromide, zat ini hamper seuruhnya bekerja lokal
3. Fuber ; 47-48
Obat antisekretori : suatu obat kadang diperlukan sebagai antisekretori
guna menghentikan sekresi pada saluran napas atas dan bawah
sebelum dilakukan oprasi. Bermanfaat untuk pengobatan asma dan
penyakit paru obstruktif menahun (PPOM)
4. MD 35th e-book
Ipratropium bromida digunakan secara intranasal untuk pengobatan
rhinorrhea pada rhinitis alergik. Ini yang meredakan rhinorrhea dan
bersin bersama dengan flu
5. AHFS 2004 e-book
Ipratropium bromida digunakan sebagai spray hidung 0,03% untuk
meredakan simptomatik rhinorrhea bersama rhinitis alergik dan non
alergik pada dewasa dan anak-anak 5 tahun atau lebih.
b. Mekanisme Kerja
1. OOP ; 614
Ipratropium bromida melawan pembentukan CGMP yang menimbulkan
kontriksi
2. DO ; 517
Kerja ipratropium bromida menghambat sekresi bronkus dan
melumpuhkan epitel penggerak
3. Fuber ; 45
Obat golongan antimuskarinik bekerja untuk menyumbat reseptor
muskarinik menyebabkan hambatan atau semua fungsi muskarinik
4. MD 35th e-book
Antimuskarinik biasanya menghambat pembersihan mukosiliar dan
menghambat sekresi hidung, mulut, faring dan bronkus.
5. AHFS e-book
Obat merelaksasi otot halus bronkus dan bronkiolus dengan memblok
stimulasi induksi asetilkolin dari guanil cyclase sehingga mereduksi
siklik guanosine monophosphat (CGMP). Ipratropium secara luas
menghambat aktivasi antimuskarinik pada otot halus bronchial
diabanding kelenjar sekret.
c. Efek Samping
1. ISO Farkoterapi ; 481
Efek samping tergolong ringan sakit kepala, opistakris dan hidung
tersumbat.
2. OOP ; 614
Efek sampingnya jarang terjadi dan biasanya berupa mulut kering,
mual, nyeri kepala dan pusing.
3. Fuber ; 49
Efek samping yang sering diobservasi yakni penglihatan kabur,
kebingungan, midriasis, konstipasi dan retensi urin
4. DO ; 517
Kadang-kadang terlihat adanya kekeringan pada mulutsebagai akibat
hambatan sekresi ludah yang disebabkan
d. Dosis
a. OOP ; 614
Inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20 mcg (tiomida)
b. DO; 517
Inhalasi tiap hisapan untuk ipratropium bromide 0,02 mg
c. ISO Farmakoterapi ; 481
Larutan 0,03% diberikan sebanyak 2 semprotan 2-3 kali sehari
d. MD 35th e-book
Sebuah dosis 42 mikrogram diberikan pada setiap nostril dengan spray
hidung 2-3 kali sehari. Dosis ini juga digunakan untuk dewasa dan
anak-anak lebih dari 12 tahun. Di USA digunakan juga untuk anak-
anak 6 tahun ke atas. US membolehkan 84 mikrogram pada setiap
nostril 3-4 kali sehari untuk dewasa, atau 3 kali sehari untuk anak-anak
5-11 tahun
2. Benzalkonium klorida (pengawet)
A. Alasan penggunaan pengawet
a. FI III ; 10
Salah satu komposisi larutan hidung adalah pengawet
b. DOM Martin ; 917
Pembawa mengandung bahan antimikroba untuk menekan
pertumbuhan bakteri yang ada jika penetes obat dibuka.
c. Allen : 243
Beberapa sediaan hidung seharusnya mengandung pengawet untuk
memelihara sterilitas dari bentuk dosis sediaan.
d. Pharmaceutical Practice : 265
Pengawet antimikroba ditambahkan untuk mencegah beberapa
kontaminasi mikroba selama penggunaan dan memelihara sterilitas.
B. Alasan digunakan Benzalkonium klorida
a. Excipient ; 33
Benzalkonium klorida adalah pengawet ammonium kurtener yang aktif
melawan banyak range bakteri, jamur an kapang. Lebih aktif pada
gram positif dari pada gram negatif dan sedikit melawan endospora
bakteri dan bakteri tahan asam
b. DOM Martin ; 917
Penelitian dr. Greenwood, yang melaporkan bahwa benzalkonium
klorida dalam larutan isotonis tidak memiliki efek merussak terhadap
gerakan silia meski pada konsentrasi 1:1000
c. Konsentrasi
1. Excipient;33
0,001%-0,02%
2. RPS 18th;1591
0,004%-0,02%, paling umum 0,01%
3. Parrot;292
0,01%-0,1%
d. DOM Martin : 890
Benzalkonium klorida adalah pengawet yang paling efektif.
e. RPS 18th : 1591
Benzalkonium klorida adalah senyawa ammonium kuartener yang
paling umum digunakan sebagai pengawet. Benzalkonium mempunyai
stabilitas kimia yang sangat baik dan sifat antimikrobial yang sangat
baik.
f. Scoville’s : 254
Benzalkonium klorida tidak melumpuhkan silia.
3. Dapar Fosfat
A. Alasan penggunaan pendapar
a. RPS 18th ; 1589
Pendapar memiliki kemampuan yang potensial untuk memelihara pH
dalam range stabilitas selama durasi waktu paruh produk.
b. Allen : 233
Sediaan nasal biasanya didapar pada pH stabilitas maksimum untuk
obat-obat yang dikandungnya. Pendapar dimaksudkan untuk
meminimalkan perubahan pH yang mungkin dapat terjadi selama
penyimpanan obat. Perubahan pH ini dapat mempengaruhi kelarutan
dan stabilitas obat. Karena itu, ini penting untuk meminimalkan
fluktuasi ini. Sistem buffer ini sebaiknya dirancang untuk mengatur pH
keseluruhan juga lama waktu produksi. Tetapi dengan kapasitas buffer
yang rendah, umumnya range pH 4-8 dipertimbangkan optimum, pH
dan iystem dapar fosfat biasanya cocok dengan sebagian besar obat
untuk hidung.
c. Ensiklopedia : 57
Buffer ditambahkan untuk beberapa alasan :
1. Mempertahankan pH dan memberi kenyamanan pada pasien
2. Mengoptimalkan aktivitas terapeutik bahan aktif
3. Mengoptimalkan kestabilan produk.
d. Ansel ; 548
Dapar digunakan dalam suatu larutan karena :
1. Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien
2. Untuk menjamin kestabilan obat
3. Untuk mengontrol aktivitas terapeutik obat
B. Alasan digunakan dapar fosfat
a. DOM Martin; 917
Dapar fosfat digunakan untuk tetes hidung (pH 6,5) dapat dibuat
sebagai berikut :
NaH2PO4 0,65
Na2HPO4 0,54
NaCl 0,45
Benzalkonium klorida 0,01-0,1%
API ad 100 ml
b. Parrot ; 224
Larutan dapar fosfat adalah larutan yang cenderung mempertahankan
pH ketika asam atau basa ditambahkan. Mekanisme pendapar, jika
basa ditambahkan ke dalam larutan buffer yang mengandung asam
lemah, HA dan garam MA, alkali akan dinetralisasi dengan larutan
asam.
OH- + HA H2O A-
c. Scoville’s ; 228
Obat-obat dari kelompok II (atropine, efedrin, eukatropin, hematropin,
penisilin dan pilokarpin) adalah obat-obat yang memiliki stabilitas
terbesar pada pH 2-3. Tapi, pada range tersebut aktivitas
terapeutiknya sangat minimum. Dengan demikian intuk menyediakan
pembawa yang dapat memberikan stabilitas yang besar dan seimbang
dengan aksi fisiologisnya maka disarankan penggunaan dapar fosfat
dengan menggunakan dapar fosfat dengan pH 6,5 (Hand and Goyan)
menyarankan dapar dengan pH 6,8 tapi untuk grup ini garam-garam
alkaloid lebih stabil dengan pH 6,5. Larutan dibawah ini
direkomendasikan untuk obat-obat grup II yang mempunyai pH 6,5 dan
isotonis dengan 0,9% NaCl.
NaH2PO4 0,560 Gm
Na2HPO4 0,284 Gm
NaCl 0,500 Gm
Benzalkonium klorida 1:100000
API ad 100,0 ml
4. Aqua Pro Injeksi (API)
a. MD 28th e-book
Air untuk injeksi (USP) adalah air murni melalui destilasi atau dengan
osmosa balik, tidak mengandung bahan tambahan, cenderung untuk
digunakan sebagai pelarut pada larutan parenteral yang akan
disterilkan setelah penyiapan sediaan akhir
b. SDF ; 19
Air steril untuk injeksi pada suhu tinggi (ekstrim) akan mencegah reaksi
pirogen dengan cara penghambatan pertumbuhan mokroorganisme
c. Lachman ; 1294
Sejauh ini pembawa yang paling sering digunakan untuk produk steri
adalah air karena air merupakan pembawa untuk semua cairan tubuh
d. MD 35th ; 1644
Air untuk injeksi adalah air destilasi bebas pirogen yang digunakan
untuk membuat larutan injeksi.
II.3 Uraian Bahan
1. Ipratropium Bromida (MD 35th e-book)
Nama resmi : Ipratropium bromida
Nama lain : Ipratropium bromida
RM/BM : C20H30BrNO3.H2O / 430,4
Pemerian : Serbuk kristal putihatau mendekati putih
Kelarutan : Larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol,
dan dalam methyl alkohol
Kegunaan : Zat aktif
Kestabilan : 90% lebih campuran ipratropium terhadap
konsentrasi awal bertahan setelah
penyimpanan 5 hari pada 220C pada ruang
gelap atau 220C paparan cahaya pada
larutan inhalasi
pH : 1 % b/v pHnya 5,0-7,0
Sterilisasi : Autoklaf dan penyaringan
Incomp : Cisaprid, domperidon, dan metoklopramid
Khasiat : Bronkodilatasi
Dosis : Larutan 0,03% diberikan sebanyak 2
semprotan 2-3 kali sehari.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya.
2. Benzalkonium Klorida (Exip:23, RPS 18th:1164, MD 28th:949)
Nama resmi : Benzalkonii chloridum
Nama lain : Benzalkonium klorida
RM/BM : {C6H5CH2(CH3)2R}Cl ; R=alkyl/360,0
Pemerian : Serbuk amorf, kekuningan, gel tebal atau
lempeng gelatin, higroskopis, seperti sabun
bila disentuh, sangat pahit, bau aromatis
Kelarutan : Sangat larut dalam air, alkohol, aseton,
praktis tidak larut dalam eter. Larutannya
berbusa jika dikocok
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung
cahaya, kontak logam, di tempat kering dan
sejuk
Kegunaan : Pengawet
Stabilitas : Larutannya stabil pada range pH dan suhu
yang luas. Larutannya dapat disimpan pada
waktu yang lama pada suhu kamar. Larutan
air yang disimpan pada wadah polivinil
klorida atau poliuretan dapat kehilangan
aktivitas mikrobanya
Incomp : Incomp dengan aliminium, alkali, sabun,
surfaktan anionic, sitrat, kapas fluoresensi,
hydrogen peroksida, iodide, kaolin, lanolin,
nitrat, permanganat, surfaktan nonionic
konsentrasi tinggi, AgNO3, salisilat, protein,
sulfonamide, tartrat, ZnO, ZnSO4, beberapa
campuran karet dan plastik
Sterilitas : Autoklaf atau penyaringan
Konsentrasi : 0,01%
pH : 5 - 8
3. Natrium dihidrogen fosfat (Excipient:496; RPS 18th :821; MD 28th :641)
Nama resmi : Monobasic Sodium Phosphate
Nama Lain : Natrium dihidrogen fosfat, natrium asam
fosfat
RM/BM : NaH2PO4/119,98
Pemerian : Tidak berbau, tidak berwarna atau putih,
anhidratnya berupa serbuk kristal atau granul
putih
Kelarutan : 1 dalam 1 bagian air, praktis tidak larut
dalam alkohol, kloroform dan eter.
Incomp : Incomp dengan bahan-bahan alkali dan
karbonat, larutannya bersifat asam dan
melepaskan CO2 dari karbonat. Hindari
pemberian dengan aluminium Ca atau Mg
dalam bentuk garam karena dapat berikatan
dengan fosfat dan mengganggu
absorpsinya pada saluran pencernaan.
Interaksi antara Ca dan fosfat membentuk
kalsium fosfat yang tidak larut dan
mengendap.
Kestabilan : Stabil secara kimia pada pemanasan 100 0C,
bentuk dihidrat kehilangan seluruh air
kristalisasinya. Pada pemanasan lebih lama
melebur dengan peruraian pada 2050C
membentuk hidrogen pirofosfat (Na2H2P2O7)
dan pada 2500C meninggalkan residu akhir
natrium metafosfat (NaPO3).
pH : Larutan 5% dalam air pH 4,2 – 4,6
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tempat yang
kering dan sejuk.
Kegunaan : Bahan pendapar
Sterilisasi : Autoklaf atau penyaringan
4. Natrium fosfat (Excipient:493; RPS 18th :1782; MD 28th :641)
Nama resmi : Sodium Phosphate
Nama Lain : Natrium fosfat, dibasic sodium fosfat
RM/BM : Na2HPO4/141,96
Pemerian : Kristal putih, tidak berwarna, larutannya
alkali, tidak berbau, berfloresensi, kristal
transparan.
Kelarutan : 1 gram dalam 4 ml air. 1 gram dalam 5 ml
air, praktis. Tidak larut dalam alkohol.
Incomp : Incomp dengan alkaloid antipirin, kloralhidrat,
asetat, pirogalol, resorsinol, striknin, Ca
glukonat.
Kestabilan : Anhidratnya higroskopis. Pada pemanasan
100oC kehilangan air kristalnya. Pada suhu
2400C berubah menjadi pirofosfat (Na4P2O7),
larutan berairnya stabil.
pH : 9,5, larutan 2% dalam air pH 9 - 9,2
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tempat yang
kering dan sejuk.
Kegunaan : Bahan pendapar
Sterilisasi : Otoklaf atau penyaringan
5. Aqua Pro Injeksi (FI III:96, FI IV:112)
Nama resmi : Aqua sterile pro injectionea
Nama lain : Aqua pro injeksi
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, jika disimpan
dalam wadah tertutup kapas berlemak harus
digunakan 3 hari setelah pembuatan
Kegunaan : Pembawa/pelarut
Sterilitasi : Autoklaf
II.3 Perhitungan
a. Perhitungan Dosis
Dosis ipratropium Bromida 21 g /tetes, 2 atau 3x sehari (untuk anak-
anak diatas 6 tahun) 1 ml dianggap 20 tetes.
1 ml = 21 mg /tetes x 20 tetes = 420 mg /ml
= 0,42 mg/ml
= 0,042 % b/u.
Aturan pakai
Anak-anak diatas 6 tahun, 1 tetes tiap lubang hidung 2 atau 3 kali
sehari Dewasa, 2 tetes tiap lubang hidung 2 atau 3 kali sehari.
b. Perhitungan Tonisitas
Ipratropium Biomida : 0,042 %, BM = 412,38, Fd = 2, fa = 1,8
Benzalkonium klorda : 0,01 %, BM = 360, Fd = 2, fa = 1,8
Na2 H PO4 : 0,128 %, BM = 142,14, Fd = 3, fa = 2,4
Na H2 PO4 : 1,764 %, BM = 120,01, Fd = 2, fa = 1,8
NaCl BM = 58,44, Fd = 2, fa = 1,8
a. Rumus Cathelyn
9/100 = .
=
=
= (0,031-0,032) 29,22 = -0,02922 g/100 ml (hipertonis)
b. Rumus Belanda
Syarat untuk nilai fh dan fa:
a. Untuk zat yang terdisosiasi 1
b. Basa-basa dan asam-asamlemah 1,5
c. Basa dan asam kuat serta garamnya 1,8
d. Untuk zat yang membebaskan 3 ion 2,4
e. Untuk zat yang membebaskan 4 ion 3,4
g/100 ml =
=
=
= (0,28-0,28851). 32,467
= -0,2763 g/100 ml
= -0,2763 g/100 ml (hipertonis)
c. Perhitungan Bahan
Dibuat 10 ml, dilebihkan 10 ml = 20 ml
Ipratropium Bromida = 0,0042/100 x 20 ml = 8,4 mg
Benzalkonium klorida = 0,01/100 x 20 ml = 2 mg
Na2 H PO4 = 1,764/100 x 20 ml = 352,8 mg
Na H2 PO4 = 0,128/100 x 20 ml = 25,6 mg
Aqua pro injeksi ad 20 ml.
Pengenceran
Benzalkonium klorida . 50 mg 25 ml
1 ml ( 2 mg)
Ipratropium Bromida . 84 mg 10 m
1 ml (8,4 mg)
Na2 HPO4 . 256 mg 10 ml
1 ml (25,6 mg)
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu
Erlenmeyer, Beker, Gelas Ukur, Corong, Pipet tetes, Pipet skala, Batang
pengaduk, Kaca arloji, Sendok tanduk, Buret, Autoklaf, Oven, Baskom,
Botol drop.
III.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu
kertas timbang, Kertas saring, Kertas pH, Kertas Label, Ipratropium
Bronida, Benzalkonium, Alkohol, Aqua pro Injeksi, Natrium Fosfat, Natrium
dihidrogen Fosfat, Beclometason, HCl 0,1 N, Na Hco3 2 %.
III.2 Cara Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Alat-alat gelas dibebas alkalikan dengan cara direndam dalam larutan
HCl P 0,1 N panas selama 30 menit, kemudian dicuci dengan air
suling.
3. Alat-alat karet dibebas sulfurkan dengan cara direndam dalam larutan
NaHCO3 2 % mengandung Na laurit Sulfat 0,1 % selama 15 menit,
kemuian dibilas dengan air suling.
4. Alat-alat yang digunakan disterilkan dengan metode masing-masing.
5. Bahan-bahan ditimbang sesuai perhitungan.
6. Dilakukan pengenceran ipratropium bromida dengan menggunakan
aqua pro injeksi.
7. Dilakukan pengeceran benzalkonium klorida dan Na2 HPO4.
8. Larutan ipratropium bromida dicampur dengan pengenceran
benzalkonium klorida, dan dihomogenkan.
9. Diukur pHnya.
10.Dibuat campuran dapar Na2HPO4 dan NaH2PO4 dalam wadah lain,
kemudian dicampurkan dalam campuran untuk mempertahankan
pHnya.
11.Dicukupkan volume hingga 20 ml.
12.Dimasukkan dalam wadah botol drop 10 ml melalui buret. (catatan:
Sterilisasi sediaan akhir pada autoklaf 121 0c selama 15 menit).
13.Setelah wadah botol diberi etiket dan dimasukkan dalam kemasan.
Formula II
I. Formula Asli
Tetes Hidung Beclometason dipropionat
II. Rancangan Fomula
Tiap 10 ml tetes hidung mengandung :
Beclometason dipropionat 0,168%
Benzalkonium Klorida 0,01%
Alkohol 7,76%
Natrium Fosfat 0,128%
Natrium Dihidrogen Fosfat 1,764%
Aqua Pro Injeksi ad 100 %
III. Master Formula
Nama Produk : BECLOSON® tetes hidung
Jumlah Produk : 1 botol drop @ 10 ml
Tanggal Formulasi : 5 Maret 2009
Tanggal Produksi : 5 September 2009
No. Registrasi : DKL 0900300443 A1
No. Bets : J 090304
PT. FOUR FARMA Dibuat Oleh : Kelompok IV
Disetujui Oleh: Eka Gusnawati
No. Reg: DKL
0900300443A1
No. Bets:
J 090304
BECLOSON® tetes hidung
No Kode bahan Nama bahan Fungsi bahan Perhitungan
1 IP-01 Beclometason Zat aktif 33,6 mg
2 BK-02 Benzalkonium klorida Pengawet 2 mg
3 AH-03 Alkohol kosolven 1552 mg
4 NF-04 NaH2PO4 Pendapar 352,8 mg
5 ND-05 Na2HPO4 Pendapar 25,6 mg
6 API-06 API Pembawa Ad 10 ml
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh/memusnahkan
semua mikroorganisme atau jasad renik yang ada, sehingga jika
ditumbuhkan didalam suatu medium tidak dapat lagi mikroorganisme atau
jasad renik dapat berkembang biak. Sterilisasi harus dapat menumbuhkan
mikroorganisme/jasad renik yang paling tahan panas yaitu spora bakteri.
Dalam kegiatan seharu-hari terutama yang berhubungan dengan industri
dikenal istilah Sterilisasi Komersial yaitu suatu proses untuk membunuh
semua mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan atau
pembusukan produk seperti pada industri makanan, atau produk-produk
Farmasi antara lain obat-obatan, pada kondisi suhu penyimpanan yang
telah ditetapkan. Bahan makanan atau beberapa sediaan Farmasi yang
telah mengalami Sterilisasi Komersial mungkin masih mengandung
sejumlah mikroorganisme yang tahan terhadap proses Sterilisasi yang
ditetapkan, tetapi sudah tidak mampu lagi berkembang pada suhu
penyimpanan normal yang telah ditetapkan produk tersebut. (1; 230).
Preparat yang banyak beredar diperuntukan bagi pemakaian dalam
hidung mengandung zat adrenergik dan digunakan untuk aktivitas
pemanfaatan pada mukosa hidung. Kebanyakan peparat ini dalam bentuk
larutan, dan dipakai sebagai tetes atau semprot hidung, tapi diantaranya
ada juga yang dalam bentuk jeli hidung. (2; 569).
Tetes hidung adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung
dengan cara meneteskan obat dalam rongga hidung, dapat mengandung
zat pensospensi, pendapar, dan pengawet. Cairan pembawa umumnya
digunakan air. Cairan pembawa sedapat mungkin mempunyai pH antara
5,5-7,5, kapasitas dapar sedang. Isotonis atau hamper isotonis. Zat
pensuspensi dapat digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang
coaaok, kadar tidak boleh lebih dari 0,01 % b/v. zat pendapar dapat
digunakan digunakan dapar yang cocok dengan pH 6,5 dan dibuat
isotonis menggunakan natrium klorida secukupnya. Zat pengawet
umumnya digunakan benzalkonium klorida 0,01 % b/v sampai 0,1 % b/v.
(3; 10).
Tetes hidung dengan zat aktif beklometason dipropionat dalam
bentuk digunakan untuk pengobatan simptomatik pada rhinitis seasonal
atau perennial ketika terapi kovensional dengan antihistamin atau
dekongestan tidak efektif. Secara intranasal, juga digunakan pada
pengaturan polypasis hidung, secara prinsip untuk mencegah kambuhnya
polyp hidung yang diikuti pembersihan dengan pembedahan (7; e-book).
Beklometason dipropionat bekerja secara vasokontriksi, juga berkhasiat
mengurangi atau merintangi terbentuknya cairan peradangan dan udema
setempat (8; 682).
I.2. Maksud Dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud
Mengetahui dan memahami cara pembuatan tetes hidung steril
I.2.2 Tujuan Percobaan
Membuat sediaan tetes hidung beclometason dipropionat
I.3 Prinsip Percobaan
Pembuatan tetes hidung steril beclometason yang dilarutkan dalam
alkohol dengan menggunakan alat dan bahan yang telah disterilkan
dengan metode yang sesuai dan dilakukan sterilisasi akhir dalam
pengerjaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.2 Dasar Formulasi
II.2.1 Alasan Formulasi
1. RPS 18th : 1526
Tetes hidung adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung dengan
cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung, dapat mengandung
pensuspensi, pendapar, dan pengawet.
2. DO : 517
Beklometason dipropionat dibuat dalam bentuk tetes hidung karena
mempunyai keuntungan penggunaan secara lokal, maka efek samping
secara sistemiknya jauh lebih berkurang.
3. AHFS 2004 e-book
Beklometason dipropionat inhalasi aerosol nasal dan larutan suspensi
dan bentuk monohidrat digunakan untuk pengobatan gejala rinitis
musiman atau parental ketika terapi konvensional dengan antihistamin
atau dekongestan tidak efektif.
II.2.2 Alasan dibuat 10 ml
1. Textbook : 352
Tetes hidung dibuat dalam jumlah kecil (10-25 ml) dalam botol gelas
berwarna bergalur dengan plastik penyegel dan penetes. Karena
alasan pewadahan diatas makaa dibuat larutan tetes hidung 10 ml
dalam botol drop cokelat.
II.2.3 Alasan Penggunaan Bahan
1. Beclomatason dipropionat
1. Indikasi
a. OOP ; 614
Profilaksis pada asma
b. A to Z Drug Facts e-book
Inhalasi oral : perawatan pada profilaksis pengobatan asma, pasien
asma membutuhkan kortikosteroid sistemik, dimana pemberian
kortikosteroid inhalasi membantu mengurangi atau menghilangkan
kebutuhan akan kortikosteroid sistemik
c. AHFS e-book
Bentuk aerosol: digunakan untuk pengobatan simptomatik pada rhinitis
seasonal atau perennial ketika terapi kovensional dengan antihistamin
atau dekongestan tidak efektif. Secara intranasal, juga digunakan pada
pengaturan polypasis hidung, secara prinsip untuk mencegah
kambuhnya polyp hidung yang diikuti pembersihan dengan
pembedahan
d. DO ; 517
Profilaksis asma dalam bentuk aerosol bertekanan
e. OOP ; 777
Terhadap asma dan rhinitis alergia dalam bentuk obat semprot hidung
atau aerosol.
2. Mekanisme Kerja
a. BNF 54 e-book
Mengurangi inflamasi saluran nafas dan juga mengurangi edema dan
juga sekresi mucus ke dalam saluran nafas
b. A to Z Drug Facts e-book
Memiliki aksi antiinflamasi pada saluran nafas dan bagian hidung
c. Goodman and Gilman e-book
Efek antiinflamasi meliputi modulasi terhadap produksi sitokin dan
kemakin, penghambatan sintesis eikosanoid, menunjukan adanya
penghambatan akumulasi basofil, eosinofil dan leukosit lainnya dalam
jaringan paru, dan penurunan permeabilitas vascular
d. OOP ; 682
Bekerja vasokontriksi, juga berkhasiat mengurangi atau merintangi
terbentuknya cairan peradangan dan udema setempat
e. DO ; 517
Mengurangi pembengkakan mukosa secara infiltrasi radang
3. Efek Samping
a. BNF 54 e-book
Pada dosis tinggi yang digunakan pada waktu yang lama dapat
menyebabkan suspensi adrenal. Dosis tinggi dari inhalasi
kortikosteroid selalu dihubungkan dengan infeksi saluran nafas ringan,
termasuk pneumonia. Pada pasien yang telah lama menderita
obstruksi paru kronik.
Kerapatan mineral tulang berkurang seiring laju penggunaan jangka
panjang kortikosteroid dosis tinggi, predisposisi pasien menuju
osteoporosis.
Pada anak-anak, agaknya menghambat pertumbuhan. Resiko kecil
terjadi glaucoma pada penggunaan panjang dosis tinggi inhalasi
kortikosteroid, katarak telah dilaporkan, parau dan candidiasis. Pada
mulut atau tenggorokan, reaksi hipersensitasi (termasuk ruam dan
angiodema)
b. A to Z Drug Facts e-book
SSP : Sakit kepala, peka cahaya, agitasi, depresi, gangguan mental
EENT : Pendarahan hidung, bersin, iritasi tenggorokan dan hidung,
rasa terbakar dan tersengat, parau atau disforia, infeksi fungsi pada
hidung, laring, faring
GI : Mulut kering, dyspepsia, mual, muntah
Metabolik : Supresi fungsi hopotalamus-pituitari-adrenal (HPA)
Respiratory : Batuk, mendesah-desah, infiltrasi pulmonary
Lain-lain : reaksi hipersensitifitas meliputi ruam, urtikaria, angiodema,
bronkospasme, edema wajah dan lidah, pruritis, bersin, dispnes, lesi
pembentukan acne, atropi, memar, infeksi Candida atau Aspergillus
secara local, menghambat pertumbuhan anak, pertambahan berat
badan
4. Dosis
a. OOP ; 690
Inhalasi 3-4 dd 2 puff 50 mg (dipropionate), intranasal pada rhinitis 2-
4dd 50 mcg disetiap lubang hidung
d. BNF 54 e-book
Standar dosis inhaler
1. Aerosol inhalasi 200 mikrogram 2 kali sehari atau 100 mikrogram 3-4
kali sehai (pada beberapa kasus 600-800 mikrogram sehari), anak-
anak 50-100 mikrogram 2-4 kali sehari
2. Inhalasi serbuk, 400 mikrogram 2 kali sehari atau 200 mikrogram 3-4
kali sehari. Anak-anak 100 mikrogram 2-4 kali sehari atau 200
mikrogram dua kali sehari
e. A to Z Drug Facts
1. Anak-anak (6-12 tahun), jangan melebihi 10 inhalasi per hari
2. Dewasa dan anak-anak (12 tahun ke atas), jika sebelumnya diberikan
terapi tunggal bronkodilator, mulailah dengan 40 atau 80 mcg bid
(maksimal dosis 320 mcg bid), jika sebelumnya diberikan terapi
inhalasi kortikosteroid, mulailah dengan 40-160 mcg bid (maksimal
dosis 320 mcg bid)
3. Anak-anak (5-11 tahun), jika sebelumnya diberikan terapi tunggal
bronkodilator atau inhalasi kortikosteroid mulailah dengan 40 mcg dua
kali sehari (maksimal dosis 80 mcg bid)
2. Benzalkonium klorida
A. Alasan penggunaan pengawet
c. FI III ; 10
Salah satu komposisi larutan hidung adalah pengawet
d. DOM Martin ; 917
Pembawa mengandung bahan antimikroba untuk menekan
pertumbuhan bakteri yang ada jika penetes obat dibuka.
c. Allen : 243
Beberapa sediaan hidung seharusnya mengandung pengawet untuk
memelihara sterilitas dari bentuk dosis sediaan.
d. Pharmaceutical Practice : 265
Pengawet antimikroba ditambahkan untuk mencegah beberapa
kontaminasi mikroba selama penggunaan dan memelihara sterilitas.
B. Alasan digunakan Benzalkonium klorida
a. Excipient ; 33
Benzalkonium klorida adalah pengawet ammonium kurtener yang aktif
melawan banyak range bakteri, jamur an kapang. Lebih aktif pada
gram positif dari pada gram negatif dan sedikit melawan endospora
bakteri dan bakteri tahan asam
b. DOM Martin ; 917
Penelitian dr. Greenwood, yang melaporkan bahwa benzalkonium
klorida dalam larutan isotonis tidak memiliki efek merussak terhadap
gerakan silia meski pada konsentrasi 1:1000
c. Konsentrasi
1. Excipient;33
0,001%-0,02%
2. RPS 18th;1591
0,004%-0,02%, paling umum 0,01%
3. Parrot;292
0,01%-0,1%
d. DOM Martin : 890
Benzalkonium klorida adalah pengawet yang paling efektif.
e. RPS 18th : 1591
Benzalkonium klorida adalah senyawa ammonium kwartener yang
paling umum digunakan sebagai pengawet. Benzalkonium mempunyai
stabilitas kimia yang sangat baik dan sifat antimicrobial yang sangat
baik.
f. Scoville’s : 254
Benzalkonium klorida tidak melumpuhkan silia.
3. Dapar Fosfat
A. Alasan penggunaan pendapar
a. RPS 18th ; 1589
Pendapar memiliki kemampuan yang potensial untuk memelihara pH
dalam range stabilitas selama durasi waktu paruh produk.
b. Allen : 233
Sediaan nasal biasanya didapar pada pH stabilitas maksimum untuk
obat-obat yang dikandungnya. Pendapar dimaksudkan untuk
meminimalkan perubahan pH yang mungkin dapat terjadi selama
penyimpanan obat. Perubahan pH ini dapat mempengaruhi kelarutan
dan stabilitas obat. Karena itu, ini penting untuk meminimalkan
fluktuasi ini. Sistem buffer ini sebaiknya dirancang untuk mengatur pH
keseluruhan juga lama waktu produksi. Tetapi dengan kapasitas buffer
yang rendah, umumnya range pH 4-8 dipertimbangkan optimum, pH
dan iystem dapar fosfat biasanya cocok dengan sebagian besar obat
untuk hidung.
c. Ensiklopedia : 57
Buffer ditambahkan untuk beberapa alasan :
1. Mempertahankan pH dan memberi kenyamanan pada pasien
2. Mengoptimalkan aktivitas terapeutik bahan aktif
3. Mengoptimalkan kestabilan produk.
d. Ansel ; 548
Dapar digunakan dalam suatu larutan karena :
1. Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien
2. Untuk menjamin kestabilan obat
3. Untuk mengontrol aktivitas terapeutik obat
B. Alasan digunakan dapar fosfat
a. DOM Martin; 917
Dapar fosfat digunakan untuk tetes hidung (pH 6,5) dapat dibuat
sebagai berikut :
NaH2PO4 0,65
Na2HPO4 0,54
NaCl 0,45
Benzalkonium klorida 0,01-0,1%
API ad 100 ml
b. Parrot ; 224
Larutan dapar fosfat adalah larutan yang cenderung mempertahankan
pH ketika asam atau basa ditambahkan. Mekanisme pendapar, jika
basa ditambahkan ke dalam larutan buffer yang mengandung asam
lemah, HA dan garam MA, alkali akan dinetralisasi dengan larutan
asam.
OH- + HA H2O A-
c. Scoville’s ; 228
Obat-oabt dari kelompok II (atropine, efedrin, eukatropin, hematropin,
penisilin dan pilokarpin) adalah obat-obat yang memiliki stabilitas
terbesar pada pH 2-3. Tapi, pada range tersebut aktivitas
terapeutiknya sangat minimum. Dengan demikian intuk menyediakan
pembawa yang dapat memberikan stabilitas yang besar dan seimbang
dengan aksi fisiologisnya maka disarankan penggunaan dapar fosfat
dengan menggunakan dapar fosfat dengan pH 6,5 (Hand and Goyan)
menyarankan dapar dengan pH 6,8 tapi untuk grup ini garam-garam
alkaloid lebih stabil dengan pH 6,5. Larutan dibawah ini
direkomendasikan untuk obat-obat grup II yang mempunyai pH 6,5 dan
isotonis dengan 0,9% NaCl.
NaH2PO4 0,560 Gm
Na2HPO4 0,284 Gm
NaCl 0,500 Gm
Benzalkonium klorida 1:100000
API ad 100,0 ml
4. Aqua Pro Injeksi (API)
a. MD 28th e-book
Air untuk injeksi (USP) adalah air murni melalui destilasi atau dengan
osmosa balik, tidak mengandung bahan tambahan, cenderung untuk
digunakan sebagai pelarut pada larutan parenteral yang akan
disterilkan setelah penyiapan sediaan akhir
b. SDF ; 19
Air steril untuk injeksi pada suhu tinggi (ekstrim) akan mencegah reaksi
pirogen dengan cara penghambatan pertumbuhan mokroorganisme
c. Lachman ; 1294
Sejauh ini pembawa yang paling sering digunakan untuk produk steri
adalah air karena air merupakan pembawa untuk semua cairan tubuh
d. MD 35th ; 1644
Air untuk injeksi adalah air destilasi bebas pirogen yang digunakan
untuk membuat larutan injeksi.
5. Alkohol (kosolven)
a. FI III :
Beklometason tidak larut dalam air dan sukar larut dalam alkohol
sehingga digunakan alkohol sebagai kosolven agar zat aktifnya
mudah larut.
b. Lkk
c. mmk
II.3 Uraian Bahan
1. Beclometason dipropionat (MD 35th e-book, AHFS e-book, RPS
20th :1367)
Nama resmi : Beclometasone dipropionate
Nama lain : Beclomateson dipropionate
RM/BM : C28H37ClO7 / 521,0
Pemerian : Putih atau hampir putih, serbuk kristal,
lindungi dari cahaya
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sukar larut
dalam alkohol, larut dalam aseton
Kegunaan : Zat aktif
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya
Khasiat : Glukokortikoid
Sterilisasi : Autoklaf dan penyaringan
2. Benzalkonium Klorida (Exip:23, RPS 18th:1164, MD 28th:949)
Nama resmi : Benzalkonii chloridum
Nama lain : Benzalkonium klorida
RM/BM : {C6H5CH2(CH3)2R}Cl ; R=alkyl/360,0
Pemerian : Serbuk amorf, kekuningan, gel tebal atau
lempeng gelatin, higroskopis, seperti sabun
bila disentuh, sangat pahit, bau aromatis
Kelarutan : Sangat larut dalam air, alkohol, aseton,
praktis tidak larut dalam eter. Larutannya
berbusa jika dikocok
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung
cahaya, kontak logam, di tempat kering dan
sejuk
Kegunaan : Pengawet
Stabilitas : Larutannya stabil pada range pH dan suhu
yang luas. Larutannya dapat disimpan pada
waktu yang lama pada suhu kamar. Larutan
air yang disimpan pada wadah polivinil
klorida atau poliuretan dapat kehilangan
aktivitas mikrobanya
Incomp : Incomp dengan aliminium, alkali, sabun,
surfaktan anionic, sitrat, kapas fluoresensi,
hydrogen peroksida, iodide, kaolin, lanolin,
nitrat, permanganat, surfaktan nonionic
konsentrasi tinggi, AgNO3, salisilat, protein,
sulfonamide, tartrat, ZnO, ZnSO4, beberapa
campuran karet dan plastik
Sterilitasi : Autoklaf atau penyaringan
Konsentrasi : 0,01%
pH : 5 - 8
3. Natrium dihidrogen fosfat (Excipient:496; RPS 18th :821; MD 28th :641)
Nama resmi : Monobasic Sodium Phosphate
Nama Lain : Natrium dihidrogen fosfat, natrium asam
fosfat
RM/BM : NaH2PO4/119,98
Pemerian : Tidak berbau, tidak berwarna atau putih,
anhidratnya berupa serbuk kristal atau granul
putih
Kelarutan : 1 dalam 1 bagian air, praktis tidak larut
dalam alkohol, kloroform dan eter.
Incomp : Incomp dengan bahan-bahan alkali dan
karbonat, larutannya bersifat asam dan
melepaskan CO2 dari karbonat. Hindari
pemberian dengan aluminium Ca atau Mg
dalam bentuk garam karena dapat berikatan
dengan fosfat dan mengganggu
absorpsinya pada saluran pencernaan.
Interaksi antara Ca dan fosfat membentuk
kalsium fosfat yang tidak larut dan
mengendap.
Kestabilan : Stabil secara kimia pada pemanasan 100 0C,
bentuk dihidrat kehilangan seluruh air
kristalisasinya. Pada pemanasan lebih lama
melebur dengan peruraian pada 2050C
membentuk hidrogen pirofosfat (Na2H2P2O7)
dan pada 2500C meninggalkan residu akhir
natrium metafosfat (NaPO3).
pH : Larutan 5% dalam air pH 4,2 – 4,6
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tempat yang
kering dan sejuk.
Kegunaan : Bahan pendapar
Sterilisasi : Autoklaf atau penyaringan
4. Natrium fosfat (Excipient:493; RPS 18th :1782; MD 28th :641)
Nama resmi : Sodium Phosphate
Nama Lain : Natrium fosfat, dibasic sodium fosfat
RM/BM : Na2HPO4/141,96
Pemerian : Kristal putih, tidak berwarna, larutannya
alkali, tidak berbau, berfloresensi, kristal
transparan.
Kelarutan : 1 gram dalam 4 ml air. 1 gram dalam 5 ml
air, praktis. Tidak larut dalam alkohol.
Incomp : Incomp dengan alkaloid antipirin, kloralhidrat,
asetat, pirogalol, resorsinol, striknin, Ca
glukonat.
Kestabilan : Anhidratnya higroskopis. Pada pemanasan
100oC kehilangan air kristalnya. Pada suhu
2400C berubah menjadi pirofosfat (Na4P2O7),
larutan berairnya stabil.
pH : 9,5, larutan 2% dalam air pH 9 - 9,2
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tempat yang
kering dan sejuk.
Kegunaan : Bahan pendapar
Sterilisasi : Otoklaf atau penyaringan
5. Aqua Pro Injeksi (FI III:96, FI IV:112)
Nama resmi : Aqua sterile pro injectionea
Nama lain : Aqua pro injeksi
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, jika disimpan
dalam wadah tertutup kapas berlemak harus
digunakan 3 hari setelah pembuatan
Kegunaan : Pembawa/pelarut
Sterilitasi : Autoklaf
6. Alkohol (FI III:65)
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain : Etanol, alkohol
RM/BM : C2H6O/46,07
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, mudah
menguap dan mudah bergerak, bau khas,
rasa panas. Mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api. ,
Kegunaan : kosolven
Sterilitasi : Autoklaf
II.3 Perhitungan
a. Perhitungan Dosis
Dosis Beclometason dipropionat 84 mg/tetes, 2 kali sehari
1 ml dianggap 20 tetes
1 ml = 84 mg /tetes x 20 tetes = 1680 mg /ml
= 1,68 mg/ml
= 1,68 % b/u.
Aturan pakai
Anak-anak diatas 6 tahun dan dewasa, 1 tetes tiap lubang hidung 2
kali sehari.
b. Perhitungan Tonisitas
Beclometason dipropionat: 0,168 %, BM = 521,04, Fd = 2, fa = 2,4
Benzalkonium klorda : 0,01 %, BM = 360, Fd = 2, fa = 1,8
Na2 H PO4 : 0,128 %, BM = 142,14, Fd = 3, fa = 2,4
Na H2 PO4 : 1,764 %, BM = 120,01, Fd = 2, fa = 1,8
Alkohol : 4,76 %, BM = 46, Fd = 2, fa = 1,8
NaCl BM = 58,44, Fd = 2, fa = 1,8
1. Rumus Cathelyn
9/100 ml = .
=
= (0,031-0,3705).29,22
= -9,92019 g/100 ml (hipertonik)
2. Rumus Belanda
g/100 ml =
=
=
= (0,28 3,33093. 32,467
= - 99,0545 g/100 ml
= - 99,0545 g/100 ml (hipertonik)
c. Perhitungan Bahan
Dibuat 10 ml, dilebhkan 10 ml = 20 ml
Beclometason dipropionat, = 0,168/100 x 20 ml = 33,6 mg
Benzalkonium klorida, = 0,01/100 x 20 ml = 2 mg
Alcohol = 7,76/100 x 20 ml = 1552 mg
Na2 H PO4 =1,764/100 x 20 ml = 352,8 mg
Na H2 PO4 =0,128/100 x 20 ml = 25,6 mg
Aqua pronjeksi ad 20 ml
Pengenceran
Benzalkonium klorida . 50 mg 25 ml
1 ml
Na2 HPO4 . 256 mg 10 ml
1 ml (25,6 mg)
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu
Erlenmeyer, Beker, Gelas Ukur, Corong, Pipet tetes, Pipet skala, Batang
pengaduk, Kaca arloji, Sendok tanduk, Buret, Autoklaf, Oven, Baskom,
Botol drop.
III.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu
kertas timbang, Kertas saring, Kertas pH, Kertas Label, Ipratropium
Bronida, Benzalkonium, Alkohol, Aqua pro Injeksi, Natrium Fosfat, Natrium
dihidrogen Fosfat, Beclometason, HCl 0,1 N, Na Hco3 2 %.
III.2 Cara Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Alat-alat gelas dibebas alkalikan dengan cara direndam dalam larutan
HCl P 0,1 N panas selama 30 menit, kemudian dicuci dengan air
suling.
3. Alat-alat karet dibebas sulfurkan dengan cara direndam dalam larutan
NaHCO3 2 % mengandung Na laurit Sulfat 0,1 % selama 15 menit,
kemuian dibilas dengan air suling.
4. Alat-alat yang digunakan disterilkan dengan metode masing-masing.
5. Bahan-bahan ditimbang sesuai perhitungan.
6. Dilakukan pengenceran Beklometason dipropionat dengan
menggunakan alkohol.
7.
8. Dilakukan pengecetan benzalkonium klorida dan Na2 H PO4.
9. Larutan Beclometason dalam alkohol dicampur dengan pengenceran
benzalkonium klorida, dan dihomogenkan.
10.Diukur pHnya.
11.Dibuat campuran dapar Na2HPO4 dan NaH2PO4 dalam wadah lain,
kemudian dicampurkan dalam campuran untuk mempertahankan
pHnya.
12.Dicukupkan volume hingga 20 ml.
13.Dimasukkan dalam wadah botol drop 10 ml melalui buret. (catatan:
Sterilisasi sediaan akhir pH autoklaf 121 0c selama 15 menit).
14.Setelah wadah botol diberi etiket dan dimasukkan dalam kemasan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
Data Pengamatan
NAMA PRODUK pH VOLUME KEJERNIHAN
1 DIPRASAL® 9 12 ml JERNIH
2 TEHIPRA® 9 14 ml JERNIH
3 IPRIM® 9 13,5 ml JERNIH
4 IPRATROPIA® 9 12 ml JERNIH
5 NOSPRA® 9 11 ml JERNIH
6 IPRA® 9 13 ml JERNIH
7 VHATRO® 9 10 ml JERNIH
8 IPRA® 9 12 ml JERNIH
IV.2 Pembahasan
Tetes hidung biasa juga disebut spray atau collunaria yang
merupakan larutan berair atau berminyak yang dimaksudkan untuk
penggunaan topikal atau daerah nasofaring, digunakan dengan cara
meneteskan obat kedalam rongga hidung, dapat mengandung zat
pensuspensi, pengawet, pendapar, obat-obat vasokontriksi dan antiseptik.
Mukosa hidung tertutup oleh lapisan epitel respiratoris yang terdiri
dari sel-sel rambut getar dan sel leher. Sel-sel rambut getar ini
mengelurakan lender yang tersebar rata dan melapisi mukosa hidung
dimana debu dan bakteri ditahan dan melekat serta tiap kali dikeluarkan
kearah yang berlawanan dengan jurusan tenggorokan. Gerakan rambut
getar seperti cambuk, dengan demikian bagian yang lebih dalam dari
lapisan bulu getar selalu bersih dan steril. Obat-obat yang digunakan pada
hidung tidak boleh mengerem fungsi rambut getar epitel.
Pada percobaan ini, dibuat sediaan tetes hidung Ipratropium
brimida karena tetes hidung ini diindikasikan untuk pengobatan rhinitis
nonalergik. Ipratropium bromida bersifat antimuskarinik yang bekerja
dengan menghambat pembersihan mukosiliar dan menghambat sekresi
hidung. pH sekresi hidung orang dewasa adalah 5,5-6,5,sedangkan pada
anak-anak adalah 5-6,7. untuk mempertahankan pH sediaan maka
ditambahkan pendapar dan yang digunakan yaitu dapar fosfat.
Sediaan ini dibuat dengan cara, alat dan bahan yang digunakan
disterilkan sesuai dengan metodenya masing-masing, lalu alat gelas
dibebasalkalikan terlebih dahulu dengan cara direndam dalam HCl 0,1 N
panas selama 30 menit lalu dibilas dengan aquadest, hal ini dimaksudkan
untuk menghilangkan kelebihan alkali dari permukaan dalam gelas dan
mencegah terjadinya karamelisasi. Sedangkan alat karet dibebassulfurkan
dengan cara direndam dalam natrium karbonat 2% yang mengandung
natrium lauril sulfat 0,1% selama 15 menit lalu dibilas dengan aquadest,
hal ini dimaksudkan untuk mencegah pengaruh karet terhadap Sistem
Saraf Pusat. Bahan-bahan yang digunakan ditimbang sesuai
perhitungan,lalu ipratropium ,benzalkonium,dan dinatrium hidrogen fosfat
diencerkan terlebih dahulu. Kemudian dibuat dapar fosfat dalam wadah
lain. Dilarutkan ipratropium dan benzalkonium dalam aqua proinjeksi, lalu
diukur pHnya dan dicampurkan larutan dapar fosfat untuk
mempertahankan pHnya. Selanjutnya dicukupkan volumenya hingga 20
ml dan masukkan dalam wadah botol kaca 10 ml, lalu diberi etiket dan
dikemas.
Dari hasil praktikum yang dilakukan, diperoleh sediaan tetes hidung
ipratropium bromida dengan pH 9. Hal ini tidak sesuai dengan literatur di
DOM King, karena sediaan tetes hidung harus memiliki pH antara 5,5-7,5
dan lebih disukai bila pH dibawah 7. Volume larutan yang diperoleh juga
berbeda-beda mulai dari 10 ml sampai 14 ml, volume ini masih masuk
batas sesuai dengan literatur di Textbook, karena tetes hidung dibuat
dalam jumlah kecil yaitu 10 ml sampai 25 ml dalam botol gelas berwarna
bergalur dengan plastik penyegel dan penetes, tetapi wadah yang
digunakan dalam praktikum hanya tepat untuk 10 ml dan sediaan yang
dibuat juga hanya 10 ml. Kejernihan dari sediaan tetes hidung tampak
jernih, karena sebelum dimasukkan dalam wadah, larutan dari semua
anggota kelompok III disatukan dan disaring dengan kertas saring watmen
melalui buret yang telah disterilkan dengan cara didiamkan selama 24 jam
dengan cairan sublimat .
Adapun faktor-faktor kesalahan yang terjadi selama praktikum :
1.Ketidaktepatan dalam mengukur pH sediaan
2.Ketidaktepatan dalam menambah jumlah volume sediaan
3.Ketidaktepatan dalam menimbang bahan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Pengamatan
Data Pengamatan
NO NAMA PRODUK pH VOLUME KEJERNIHAN1 DIBEKLOSAL® 9 13 ml JERNIH2 BECLONAT® 9 14 ml JERNIH3 BECLASON® 9 11,5 ml JERNIH4 DIPROMETASON® 9 13 ml JERNIH5 NOSTASON® 9 11 ml JERNIH6 BETASON® 9 12 ml JERNIH7 VHATRO® 9 10 ml JERNIH8 BECLO® 9 12 ml JERNIH
IV. 2. Pembahasan
Tetes hidung biasa juga disebut spray atau collunaria merupakan
larutan berair atau berminyak yang dimaksudkan untuk penggunaan
topical atau daerah nasofaring, digunakan dengan cara meneteskan obat
kedalam rongga hidung, dapat mengandung zat pensuspensi,
pengawet,pendapar, obat-obat vasokontriksi dan antiseptik.
Mukosa hidung tertutup oleh lapisan epitel respiratoris yang terdiri
dari sel-sel rambut getar dan sel leher. Sel-sel rambut getar ini
mengelurakan lendir yang tersebar rata dan melapisi mukosa hidung
dimana debu dan bakteri ditahan dan melekat serta tiap kali dikeluarkan
kearah yang berlawanan dengan jurusan tenggorokan. Gerakan rambut
getar seperti cambuk, dengan demikian bagian yang lebih dalam dari
lapisan bulu getar selalu bersih dan steril. Obat-obat yang digunakan pada
hidung tidak boleh menghentikan fungsi rambut getar epitel.
Beklometason dibuat dalam bentuk sediaan tetes hidung. Yang
diindikasikan untuk pengobatan profilaksis pada asma. pH sekresi hidung
orang dewasa adalah 5,5-6,5,sedangkan pada anak-anak adalah 5-6,7.
untuk mempertahankan pH sediaan maka ditambahkan pendapar dan
yang digunakan yaitu dapar fosfat.
Sediaan ini dibuat dengan cara, alat dan bahan yang digunakan
disterilkan sesuai dengan metodenya masing-masing, lalu alat gelas
dibebasalkalikan terlebih dahulu dengan cara direndam dalam HCl 0,1 N
panas selama 30 menit lalu dibilas dengan aquadest, hal ini dimaksudkan
untuk menghilangkan kelebihan alkali dari permukaan dalam gelas dan
mencegah terjadinya karamelisasi. Sedangkan alat karet dibebassulfurkan
dengan cara direndam dalam natrium karbonat 2% yang mengandung
natrium lauril sulfat 0,1% selama 15 menit lalu dibilas dengan aquadest,
hal ini dimaksudkan untuk mencegah pengaruh karet terhadap Sistem
Saraf Pusat. Bahan-bahan yang digunakan ditimbang sesuai perhitungan,
lalu benzalkonium,dan dinatrium hidrogen fosfat diencerkan terlebih
dahulu. Kemudian dibuat dapar fosfat dalam wadah lain. Dilarutkan
beklometason dan benzalkonium dalam aqua proinjeksi, lalu diukur pHnya
dan dicampurkan larutan dapar fosfat untuk mempertahankan pHnya.
Selanjutnya dicukupkan volumenya hingga 20 ml dan masukkan dalam
wadah botol kaca 10 ml, lalu diberi etiket dan dikemas.
Dari hasil praktikum yang dilakukan, diperoleh sediaan tetes hidung
beklometason dipropionat dengan pH 9. Hal ini tidak sesuai dengan
literatur di DOM King, karena sediaan tetes hidung harus memiliki pH
antara 5,5-7,5 dan lebih disukai bila pH dibawah 7. Volume larutan yang
diperoleh juga berbeda-beda mulai dari 10 ml sampai 14 ml, volume ini
masih masuk batas sesuai dengan literatur di Textbook, karena tetes
hidung dibuat dalam jumlah kecil yaitu 10 ml sampai 25 ml dalam botol
gelas berwarna bergalur dengan plastik penyegel dan penetes, tetapi
wadah yang digunakan dalam praktikum hanya tepat untuk 10 ml dan
sediaan yang dibuat juga hanya 10 ml. Kejernihan dari sediaan tetes
hidung tampak jernih, karena sebelum dimasukkan dalam wadah, larutan
dari semua anggota kelompok III disatukan dan disaring dengan kertas
saring watmen melalui buret yang telah disterilkan dengan cara didiamkan
selama 24 jam dengan cairan sublimat .
Adapun faktor-faktor kesalahan yang terjadi selama praktikum :
1.Ketidaktepatan dalam mengukur pH sediaan
2.Ketidaktepatan dalam menambah jumlah volume sediaan
3.Ketidaktepatan dalam menimbang bahan
Tabel Sterilisasi
No. Bahan / Alat Metode Pustaka
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Erlenmeyer
Beker
Gelas ukur
Corong
Pipet tetes
Pipet skala
Batang Pengaduk
Kaca arloji
Sendok tanduk
Kertas timbang
Ipratropium bromide
Beklometason
dipropionat
Autoklaf 121o C, 30 menit
Autoklaf 121o C, 30 menit
Autoklaf 121o C, 30 menit
Oven 170o C, 2 jam
Oven 170o C, 2 jam
Autoklaf 121o C 30 menit
Oven 170o C, 2 jam
Oven 170o C, 2 jam
Autoklaf 121o C, 30 menit
Oven 170o C, 2 jam
Oven 170o C, 2 jam
Oven 170o C, 2 jam
Parrot : 286
Parrot : 286
Parrot : 286
Parrot : 286
Parrot : 286
Parrot : 286
Parrot : 286
Parrot : 286
Parrot : 286
Parrot : 286
Parrot : 286
Parrot : 286
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
pH sediaan tetes hidung untuk zat aktif beklometason dipropionat
adalah pH 9. Hal ini tidak sesuai dengan literature DOM King yang
menyatakan bahwa pH sediaan tetes hidung adalah pH 5,5-7,5 dan lebih
disukai pH dibawah 7.
V.2 Saran
Cara membimbingnya sudah baik, kedepannya lebih ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djide Natsir dan Sartini, 2006, Mikrobiologi Dasar, Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Unhas, Makassar.
2. Howard, C. Ansel. 1989. “ Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi ” Edisi IV. UI Press. Jakarta
3. Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta.
4. Ditjen POM, (1995), Farmakope Indonesia, Edisi IV Depkes RI, Jakarta.
5. AMA Drug Evaluation, (1995), Drug Evaluation Annual, 1995, American Medical Association, America.
6. Ganiswara, S.B., (1995), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta.
7. Gennaro, A.R., (1998), Remington's Pharmaceutical Science, 18th Edition, Marck Publishing Co, Easton.
8. Tjay, T.H., (2000), Obat-obat Penting, Edisi V, Depkes RI, Jakarta.
9. Gilman,G.A., (1994), Goodman and Gilman's The Pharmaceutical Basis of Therapeutics, Pergamen Press.
10.Jenkins, G.L., (1969), Scoville's:The Art of Compounding, Burgess Publishing Co, USA.
11.Kibbe,A.H., (1994), Handbook of Pharmaceutical Excipient, The Pharmaceutical Press, London.
12.King, R.E., (1984), Dispensing of Medication, Ninth Edition, Marck Publishing Company, Philadelphia.
13.Lachman, L, et all, (1986), The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, Third Edition, Lea and Febiger, Philadelphia.
14.Martin., (1971), Dispensing of Medication, Marck Publishing Company, Pensilvania.
15.Nuswantari, D., (1998), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
16.Reynolds,J.E.F., (1982), Martindale The Extra Pharmacopeia, 28th Edition, Pharmacetical Press, London.
17.Parfitt,K., (1994), Martindale The Complete Drug Reference, 32nd Edition, Pharmacy Press.
18.Rawling,E.A., (2003), Bentley Textbook of Pharmaceutics, Eight Edition, Bailliere, Tindall, London.
Efek laktagoga buah anggur (Vitis vinifera) yang dibandingkan dengan sari daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap 10 orang
ibu menyusui.
Disusun Oleh :
FITYATUN USMANASHARI LIHAWA
ASNURBAETY DWIYANAANDI ABDUL HARISSORAYYA ULFAH
FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Sampel ekstrak metanol daun sambiloto mengandung suatu zat
antimikroba karena terbentuk zona hambat pada medium GNA (Glukosa
Nutrien Agar).
IV.2 Saran
Hendaknya asisten juga memakai seragam praktikum dan masker
untuk menghindari kontaminasi dengan mikroorganisme.
DAFTAR PUSTAKA
Djide Natsir dan Sartini, 2008, Analisis Mikrobiologi Farmasi, Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Farmasi Unhas, Makassar.
Djide Natsir dan Sartini, 2008, Penuntun Praktikum Analisis Mikrobiologi Farmasi, Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Farmasi Unhas, Makassar.
Dalimartha Setiawan, 2007, Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Kanker, Penebar Swadaya, Jakarta.