Teratogen Dan Medikasi Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fetus
-
Upload
fujimeister -
Category
Documents
-
view
1.084 -
download
2
Transcript of Teratogen Dan Medikasi Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fetus
Teratogen dan Medikasi yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fetus
Pendahuluan
Teratogen berasal dari bahasa yunani, teratos yang berarti monster. Karena penurunan
kata ini menunjukkan adanya cacat yang nyata maka teratogen paling tepat didefinisikan sebagai
suatu zat yang menimbulkan kelainan struktural. Teratogen adalah setiap agen baik kimia, virus,
agen lingkungan, faktor fisik dan obat-obatan yang mempengaruhi pertumbuhan embrio atau
fetus sehingga terjadi perubahan permanen dari bentuk dan fungsi dari fetus. Karena kelainan
struktural saat lahir sering langsung dikenali , keterkaitan hal tersebut dengan suatu zat tertentu
sering mudah diperkirakan. Namun sebagian kelainan kongenital belum muncul sampai beberapa
waktu kemudian. Dalam teratologi dikenal dua istilah yaitu hadegen dan trofogen. Hadegen yaitu
zat yang mengganggu pematangan dan fungsi normal suatu organ. Trofogen adalah zat yang
mengganggu pertumbuhan. Hadegen dan trofogen umumnya mempengaruhi proses-proses yang
terjadi setelah organogenesis atau bahkan setelah lahir.1
Teratogen yang saat ini diketahui antara lain adalah zat kimia, virus, agen lingkungan,
faktor fisik, dan obat. Wanita sering mengkonsumsi obat selama hamil. Dalam sebuah studi
terhadap hampir 9000 pasien prenatal di Michigan oleh Piper dkk melaporkan bahwa setip
wanita rata-rata menerima 3,1 persen resep untuk obat selain vitamin. Obat-obat yang sering
digunakan antara lain antiemetik, antasid, antihistamin, analgesik, antimikroba, antihipertensi,
obat penenang , hipnotik dan diuretik. Cukup banyak wanita hamil yang juga menggunakan
obat-obatan terlarang selama masa kehamilan mereka. Sebuah studi oleh Vega dkk pada tahun
1993 mendapatkan bahwa 5,2 persen dari 29.494 wanita yang datang melahirkan di 202 rumah
sakit di California pernah menggunakan satu atau lebih obat terlarang termasuk amfetamin,
barbiturat, benzodiazepin, kokain dan opiat. Sebanyak 6,7 persen lainnya mengkonsumsi alkohol
dan 8,8 persen merokok sebelum melahirkan. 1
Embriologi
Kehamilan berlangsung selama 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir dan
dibagi dalam trimester. Trimester pertama dihitung mulai dari minggu 1 sampai minggu 12.
Trimester kedua dihitung mulai dari usia kehamilan 13-28 minggu dan Trimester ketiga dimulai
pada usia kehamilan 29-40 minggu.2
Akhir periode mudigah dan awal periode janin ditentukan secara tegas oleh sebagian
besar ahli embriologi terjadi 8 minggu setelah fertilisasi, atau 10 minggu setelah awitan
menstruasi terakhir. Periode ini dikenal juga sebagai periode fetal. Periode ini ditandai dengan
maturasi jaringan dan organ serta pertumbuhan badan yang cepat. Panjang fetus biasanya diukur
dengan menggunakan CRL (Crown Rump Length) yaitu jarak dari vertex ke bokong. Pada saat
ini, mudigah-janin memiliki panjang hampir 4 cm. Sebagian besar perkembangan paru belum
terjadi, tetapi beberapa struktur tubuh utama sudah terbentuk setelah waktu ini. Perkembangan
selama periode gestasi janin terdiri dari pertumbuhan dan pematangan struktur-struktur yang
telah terbentuk pada masa mudigah.3
Gambar 1 . Dikutip dari 4
Gestasi 4 Minggu. Pada masa ini otak dan sumsum tulang mulai terbentuk. Organ jantung
juga mulai terbentuk. Cikal bakal lengan dan kaki juga mulai terbentuk. 2
Gestasi 8 Minggu. Semua mayor organ struktur badan luar sudah terbentuk.denyut jantung bayi
memompa dengan ritmik yang regular. Lengan dan kaki tumbuh bertambah panjang dan mulai
terbentuk jari-jari tangan dan kaki. Organ seks mulai terbentuk, mata sudah bergerak ke depan dan
kelopak mata terbentuk. Umbilicus sudah terlihat jelas. 2
Gestasi 12 Minggu. Pada akhir minggu ke-12 kehamilan, saat uterus biasanya teraba tepat di atas
simfisis pubis, maka panjang ubun-ubun-bokong (crown-rump length) janin adalah 6 sampai 7
cm . Pusat-pusat osifikasi telah tampak pada sebagian besar tulang janin, dan jari tangan dan kaki
telah mulai berdiferensiasi. Kulit dan kuku telah tumbuh dan disana-sini muncul bakal rambut;
genitalia eksterna telah mulai memperlihatkan tanda-tanda definitif jenis kelamin pria atau
wanita. Janin mulai melakukan gerakan spontankarena saraf dan otot mulai dapat melakukan
koordinasi yang baik. Kelopak mata tertutup untuk melindungi perkembangan mata. 2,3
Gestasi 16 Minggu. Pada akhir minggu ke-16, panjang ubun-ubun—bokong telah mencapai 12
cm dan beratnya 110 g. Jenis kelamin telah dapat ditentukan dengan tepat oleh pemeriksa yang
berpengalaman melalui inspeksi genitalia eksterna pada minggu ke-14. 3,4
Gestasi 20 Minggu . Akhir minggu ke-20 merupakan titik pertengahan kehamilan sesuai
perkiraan dari awal menstruasi terakhir. Berat janin sekarang telah lebih sedikit dari 300 g, dan
berat mulai meningkat secara linier. Kulit janin mulai kurang transparan, lanugo halus
menutupi seluruh tubuhnya, dan mulai tumbuh beberapa rambut kepala. 3,4
Gestasi 24 Minggu. Pada akhir minggu ke-24, janin memiliki berat sekitar 630 g. Kulit
memperlihatkan keriput yang khas, dan mulai terjadi penimbunan lemak. Kepala masih relatif
cukup besar; bulu mata dan alis biasanya sudah dapat dikenali. Periode kanalikular
perkembangan paru, yaitu saat bronkus dan bronkiolus membesar dan duktus alveolaris
terbentuk, sudah hampir selesai. Janin yang lahir pada periode ini akan berusaha bernapas,
tetapi sebagian besar akan meninggal karena sakus terminalis—yang dibutuhkan untuk
pertukaran gas—belum terbentuk. 3,4
Gestasi 28 Minggu. Pada akhir minggu ke-28, panjang ubun-ubun—bokong adalah sekitar 25
cm dan berat janin sekitar 1100 g. Kulit tipis, merah, dan ditutupi oleh verniks kaseosa. Membran
pupil baru lenyap dari mata. Bayi yang lahir pada waktu ini dapat menggerakkan
ekstremitasnya dengan cukup energik dan menangis lemah. Bayi normal yang lahir pada usia
ini memiliki kemungkinan 90 persen untuk bertahan hidup. 3,4
Gestasi 32 Minggu. Pada akhir minggu ke-32 gestasi, janin memiliki panjang ubun-ubun-
bokong sekitar 28 cm dan berat sekitar 1800 g. Permukaan kulit masih merah dan berkeriput.
Tanpa adanya keadaan penyulit, bayi yang lahir pada periode ini biasanya akan bertahan hidup. 3,4
Gestasi 36 Minggu. Pada akhir minggu ke-36 gestasi, rata-rata panjang ubun-ubun-bokong
janin adalah 32 cm dan berat sekitar 2500 g. Karena pengendapan lemak subkutis, tubuh
menjadi lebih bulat, dan gambaran keriput di wajah yang sebelumnya ada telah menghilang.
Bayi yang lahir pada waktu ini memiliki kemungkinan yang sangat baik untuk bertahan hidup
dengan perawatan yang benar. 3,4
Gestasi 40 Minggu. Aterm dicapai pada minggu ke-40 dari awitan menstruasi terakhir. Pada
waktu ini, janin sudah berkembang sempurna, dengan gambaran khas neonatus yang akan
dijelaskan berikut ini. Rata-rata panjang ubun-ubun—bokong janin aterm adalah sekitar 36 cm, dan
berat sekitar 3400 g, dengan variasi yang akan dibahas kemudian. 3,4
Gambar 2 : Dikutip dari 4
Evaluasi Teratogen Potensial
Cacat lahir pada seorang anak yang pada masa pranatal terpajan obat, zat kimia, atau
bahan lingkungan tertentu biasanya menimbulkan kecurigaan bahwa zat tersebut adalah suatu
teratogen. Sebelum dugaan tersebut dibuktikan, ada sejumlah kriteria tertentu yang harus
terpenuhi antara lain:1
Cacat harus Dicirikan Secara Lengkap
Hal ini sebaiknya dilakukan oleh ahli genetik atau ahli dismorfologi. Berbagai faktor
genetik dan lingkungan dapat sering menimbulkan kelainan yang sama. Sebagai contoh,
walaupun sumbing bibir dan langit-langit dikaitkan dengan pajanan hidantoin antenatal, terdapat
juga lebih dari 300 kausa genetik lain. Cacat yang identik namun etiologinya berbeda-beda
disebut fenokopi (phenocopies) . Secara umum, hubungan sebab akibat yang paling mudah
dibuktikan adalah apabila pajanan suatu obat yang jarang digunakan menimbulkan suatu cacat
yang juga jarang dijumpai, apabila paling tidak sudah tiga kasus terbukti, dan apabila cacat yang
terjadi relatif parah. Sebagai contoh, tidak sulit dibuktikan bahwa isotretinoin adalah suatu
teratogen karena hanya sedikit wanita hamil yang menggunakannya, dan salah satu kecacatan
yang disebabkan yaitu agenesis telinga adalah kelainan yang jarang dan berat. 1
Zat Harus Melewati Plasenta.
Obat atau bahan kimia harus melewati plasenta dalam jumlah memadai untuk secara
langsung mempengaruhi perkembangan janin, atau mengubah metabolisme ibu atau plasenta dan
menimbulkan efek tidak langsung pada janin. Penyaluran melalui plasenta bergantung pada
pengikatan protein dan penyimpanan metabolisme ibu, ukuran molekul, muatan listrik, dan
kelarutan dalam lemak. Selain itu, jaringan plasenta mengandung serangkaian enzim, termasuk
sitokrom P-450, yang mungkin memetabolisme zat yang menyerang, dan pada trimester pertama
memiliki membran yang relatif tebal sehingga memperlambat difusi. Persyaratan ini
tergambarkan oleh analog-analog vitamin A. Isotretinoin yang diberikan untuk akne kistik mudah
melewati plasenta dan menimbulkan cacat janin yang berat, sedangkan bentuk topikalnya, tretinoin,
tidak diserap dalam jumlah memadai sehingga tampaknya tidak berefek pada janin. 1
Pajanan Harus Terjadi Selama Periode Kritis Perkembangan.
Gestasi dibagi menjadi periode-periode berikut:
1. Periode praimplantasi, 2 minggu sejak pembuahan sampai implantasi
2. Periode mudigah, dari minggu kedua sampai kedelapan
3. Periode janin, dari minggu kesembilan sampai aterm
Sindrom-sindrom akibat pajanan obat diberi nama yang sesuai—efek mayor yang terjadi dalam 8
minggu pertama menyebabkan suatu embriopati; setelah usia gestasi 8 minggu, fetopati. 1
Periode praimplantasi juga disebut sebagai periode "tuntas atau gagal" (all or none). Zigot
mengalami pembelahan dan sel-sel membelah menjadi massa sel dalam dan luar. Cedera
yang merusak sejumlah besar sel biasanya menyebabkan kematian mudigah. Apabila hanya
beberapa sel yang cedera, biasanya terjadi kompensasi sehingga perkembangan berlanjut
secara normal . Beberapa studi pada hewan percobaan telah menguji konsep ini dengan
memperlihatkan bahwa suatu cedera yang melenyapkan sejumlah sel di massa sel dalam (inner
cell mass) dapat menyebabkan berkurangnya panjang atau besar tubuh yang tergantung
dosis. 1
Periode mudigah adalah yang paling kritis dalam kaitannya dengan malformasi
struktural karena pada masa ini terjadi organogenesis. Sebagai contoh, jantung mengalami
perkembangan struktur yang pesat antara minggu ke-3,5 sampai 6, dan sudah terbentuk
lengkap pada minggu kedelapan. Obat-obat yang menyebabkan malformasi jantung hanya
menimbulkan efek apabila dikonsumsi selama periode ini. Karena itu, apabila pada seorang wa-
nita yang mengonsumsi suatu teratogen jantung didiagnosis hamil pada minggu ke-10,
penghentian obat tidak akan bermanfaat. 1
Sepanjang periode janin, proses pematangan yang penting untuk perkembangan fungsi
berlanjut, tetapi janin tetap rentan. Sebagai contoh, sepanjang kehamilan otak tetap rentan terhadap
pengaruh lingkungan, misalnya pajanan alkohol. Perubahan aliran darah jantung selama periode
janin dapat menyebabkan kecacatan, misalnya hipoplasia jantung kiri atau koartasio aorta.
Setiap zat yang mengurangi volume cairan amnion 1antara minggu ke-20 sampai 25 dapat
menyebabkan hipoplasia paru.
Sebab dan Akibat Harus Logis Secara Biologis
Setelah mempertimbangkan farmakologi obat serta metabolisme ibu dan janin,
apakah zat yang dicurigai secara biologis dapat menimbulkan kecacatan yang bersangkutan.
Karena baik cacat lahir maupun pajanan obat dan lingkungan adalah hal yang sering terjadi,
dapat saja suatu pajanan dan suatu cacat berkaitan secara temporal tetapi tidak secara kausatif.
Sebagai contoh, wanita hamil sering mengutarakan kekhawatiran mengenai konsumsi
makanan atau minuman yang mengandung aspartam (Nutraszveet). Namun, aspartam
dimetabolisasi menjadi asam aspartat, yang tidak menembus plasenta; fenilalanin, yang
dimetabolisasi secara normal; dan metanol, yang dihasilkan dalam kadar yang lebih
rendah daripada yang dijumpai pada jus buah dalam jumlah yang sama. 1
Studi Epidemiologi Harus Konsisten
Temuan berulang kelainan khas yang berkaitan dengan kemungkinan pajanan
lingkungan seyogyanya menimbulkan kecurigaan. Kelainan-kelainan tersebut mencakup
kematian janin, hambatan pertumbuhan janin, kelainan struktural, dan perubahan fungsi
neurologis. Dengan demikian, salah satu kriteria penting untuk rnembuktikan teratogenisitas
adalah bahwa dua studi epidemiologis atau lebih yang berkualitas tinggi melaporkan
temuan yang sama. 1
Teratogen yang Dicurigai Menyebabkan Kecacatan Pada Hewan.
Apabila menyebabkan cacat lahir pada hewan percobaan, suatu teratogen yang
dicurigai mungkin membahayakan janin manusia. Semakin banyak spesies hewan yang
mengalami efek suatu obat, terutama apabila percobaan dilakukan juga pada primata
submanusia, semakin besar kemungkinan obat tersebut berefek pada manusia. Namun, obat-
obat yang sedang dalam pengembangan sering diujikan ke hewan pada dosis yang sama
dengan dosis toksik bagi manusia, sehingga hasil pada janin sulit diinterpretasi. Selain itu,
spesies hewan yang berbeda sering memberi respons yang berlainan terhadap obat yang
sama. Mengandalkan data hewan semata bukanlah suatu tindakan yang tepat, seperti
diilustrasikan oleh talidomid. Obat ini adalah salah satu teratogen paling poten yang pernah
diresepkan, tetapi efek teratogenik ini tidak cepat diketahui karena obat ini tidak berefek
pada mencit dan tikus percobaan. Sebaliknya, kortikosteroid tidak dianjurkan diberikan pada
wanita hamil karena obat ini menyebabkan bibir sumbing pada hewan pengerat, walaupun
tidak terdapat bukti bahwa obat ini menimbulkan malformasi struktural pada manusia. 1
Prinsip Teratologi. Yaitu faktor yang menentukan kemampuan suatu agen untuk menghasilkan
anomali atau kelainan kongenital. Prinsip teratologi antara lain: 5
1. Kemampuan terhadap terjadinya teratogenesis sangat bergantung pada genotip dari hasil
konsepsi dan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
2. Kemampuan dari suatu agen teratogen sangat bergantung pada waktu pemaparan dengan
stadium perkembangan janin.
3. Manifestasi dari perkembangan yang abnormal sangat bergantung pada dosis dan lamanya
waktu terpapar dengan agen teratogenik.
4. Teratogen bekerja dengan cara spesifik pada sel dan jaringan yang tumbuh dan berkembang
untuk menyebabkan perubahan pada embriogenesis.
5. Manifestasi dari perkembangan abnormal sebagai akibat dari agen teratogen antara lain
meninggal, malformasi, retardasi pertumbuhan, dan gangguan fungsional. 5
Kriteria untuk Membuktikan Teratogenisitas pada Manusia
1. Terbukti adanya pajanan suatu zat pada masa kritis perkembangan pranatal—dari resep obat,
rekam medis, tanggal.
2. Temuan yang konsisten berdasarkan dua atau lebih studi epidemiologis berkualitas tinggi:
a. Pengendalian faktor-faktor perancu
b. Jumlah memadai
c. Eksklusi faktor bias positif dan negatif
d. Studi prospektif, apabila mungkin
e. Risiko relatif enam atau lebih .
3. Penjelasan klinis yang cermat mengenai kasus—cacat atau sindrom spesifik, apabila ada, sangat
membantu.
4. Pajanan lingkungan yang jarang terjadi yang menyebabkan cacat yang juga jarang. dijumpai.
Mungkin tiga atau lebih kasus—contoh: antikoagulan oral dan hipoplasia hidung, metimazol
dan cacat kulit kepala, serta blok jantung dan reumatisme ibu.
5. Teratogenisitas pada hewan percobaan penting tetapi tidak esensial.
6. Keterkaitan harus masuk akal secara biologis.
7. Pembuktian dalam suatu sistem eksperimen bahwa zat bekerja pada keadaan yang tidak berubah.
Informasi yang penting untuk pencegahan.
Catatan: Nomor 1, 2, dan 3 atau 1, 3, dan 4 adalah kriteria esensial. Nomor 5, 6 dan 7 bermanfaat
tetapi tidak esensial. 1
Mekanisme Genetik dan Fisiologis Teratogenitas
Teratogen kemungkinan bekerja dengan cara mengganggu proses-proses patogenetik
spesifik yang menyebabkan kematian sel, perubahan pertumbuhan jaringan, kelainan
diferensiasi sel, atau gangguan terhadap perkembangan normal. Mekanisme bagaimana
sebagian besar teratogen ini mengganggu proses-proses tersebut tidak diketahui. Untuk
beberapa zat, mekanisme yang diperkirakan diperoleh dari pengamatan klinis dan riset
pada hewan. Sebagian teratogen mengganggu satu atau lebih proses di atas, dan kombinasi
beberapa obat dapat saling menguatkan. Dua mekanisme teratogenesis yang sudah
dipastikan adalah gangguan metabolisme asam folat dan pembentukan zat antara oksidatif. 1
Gangguan Metabolisme Asam Folat.
Beberapa kelainan kongenital, termasuk defek tabung saraf, cacat jantung, serta sumbing
bibir dan langit-langit diperkirakan disebabkan oleh gangguan pada jalur metabolisme asam
folat. Asam folat adalah zat esensial untuk pembentukan metionin, yang merupakan suatu
kofaktor dalam sintesis RNA dan DNA, dan diperlukan untuk sintesis protein, lemak, dan
mielin. Hidantoin, karbamazepin, asam valproat, dan fenobarbital semuanya mengganggu
penyerapan folat atau bekerja sebagai antagonis . Mungkin terdapat hubungan antara
penurunan kadar folat prakonsepsi pada wanita epilepsi dan malformasi janin Suplementasi
folat perikonsepsi mengurangi malformasi pada anak yang terpajan terapi antikonvulsan
ibu. 1
Zat Antara Oksidatif.
Hidantoin, karbamazepin, dan fenobarbital dimetabolisasi oleh mikrosom menjadi
berbagai epoksida dan oksida. Zat-zat antara oksidatif ini mengalami detoksifikasi oleh
epoksida hidrolase sitoplasma. Janin membentuk oksida-oksida dari obat antikonvulsan, tetapi
karena aktivitas epoksida hidrolase janin lemah terjadi penimbunan zat-zat antara oksidatif di
jaringan janin. Berbagai radikal oksida bebas ini memiliki efek karsinogenik, mutagenik, dan
toksik lainnya . Efek-efek ini bergantung pada dosis dan meningkat pada terapi multiobat.
Kerusakan akibat zat-zat antara toksik mungkin sering terjadi pada pemberian teratogen lain. 1
Karena sering menyebabkan induksi proses-proses fisiologis abnormal di berbagai sel
atau jaringan, teratogen sering menyebabkan banyak efek. Sebaliknya, berbagai obat yang
mengganggu proses patofisiologis yang sama dapat menimbulkan fenotipe yang serupa.
Sindrom hidantoin janin menggambarkan konsep ini . Pemajanan dapat menyebabkan berbagai
kombinasi gangguan pertumbuhan, defisiensi mental , kelainan kraniofasial, hipoplasia
falang distal, dan puting payudara yang terpisah jauh. Fenotipe ini juga terjadi akibat pa-
janan karbamazepin pranatal, dan serupa dengan sindrom alkohol janin (fetal alcohol
syndrome). 1
Efek Penyakit Ibu.
Interaksi penyakit ibu dan susunan gene tik ibu dan janin akan menentukan beberapa efek
obat. Sebagai contoh, wanita pecandu alkohol sering mengalami kekurangan gizi dan
menyalahgunakan obat lain. Janin yang terpajan ke berbagai pengaruh yang merugikan ini
berisiko lebih tinggi mengalami malformasi daripada mereka yang hanya terpajan alkohol.
Faktor hereditas dan sosioekonomi tampaknya mempengaruhi berkembangnya cacat lahir
pada keturunan wanita epilepsi. Bahkan wanita epilepsi yang tidak diobati memperlihatkan
peningkatan risiko memiliki janin yang cacat . 1
Komposisi Genetik Janin.
Mungkin banyak kelainan yang sekarang digolongkan sebagai kelainan multifaktorial
disebabkan oleh interaksi lingkungan dan beberapa gen yang mengalami perubahan. Sebagai
contoh, janin yang terpajan hidantoin lebih besar kemungkinannya mengalami kelainan apabila
janin tersebut bersifat homozigot untuk suatu mutasi gen yang menyebabkan rendahnya kadar
epoksida hidrolase. Contoh lain adalah adanya laporan keterkaitan antara merokok dan
sumbing palatum saja, tetapi hal ini hanya dijumpai pada individu dengan suatu
polimorfisme di gen untuk transforming growth factor alfa 1 yang jarang. Resiko
sumbing pada individu dengan alel ini meningkat dua sampai tujuh kali lipat. 1
Gen Homeobox.
Gen-gen tertentu ditemukan di semua manusia dan menyebabkan kerentanan yang sama
terhadap zat-zat spesifik. Sebagai contoh, semua vertebrata memiliki kelompok-kelompok
gen yang highly conserved (sangat dilestarikan) yang berbagi suatu regio homologi yang
sama dan disebut gen homeobox. Gen-gen regulatorik ini mengode protein-protein inti sel
yang berfungsi sebagai faktor transkripsi untuk mengendalikan ekspresi gen-gen lain yang
penting untuk perkembangan . Gen-gen ini penting untuk menetapkan identitas posisional
berbagai struktur di sepanjang sumbu tubuh dari daerah brakialis sampai koksigeus. Susunan
gen-gen ini di sepanjang kromosom sesuai dengan susunan bagian-bagian tubuh yang
dikendalikan oleh gen-gen tersebut, dan urutan aktivasinya. Gen-gen di ujung 3'
mengendalikan regio kranial dan diekpresikan sebelum gen-gen di ujung 5', yang
mengendalikan regio kaudal . Selama embriogenesis normal, berbagai retinoid, misalnya
vitamin A, mengaktifkan sebagian dari gen-gen tersebut yang penting untuk pertumbuhan
normal dan diferensiasi jaringan. Teratogen poten, asam retinoat, dapat mengaktifkan gen-gen
ini secara prematur sehingga terjadi kekacauan ekspresi gen pada tahap-tahap sensitif
perkembangan . Mekanisme ini dilaporkan berkaitan dengan kelainan di otak belakang dan
bakal ekstremitas. Asam valproat mungkin cenderung mengaktifkan sebuah gen homeobox
dekat ujung 5' yang mengendalikan pembentukan pola sumbu rangka. Hal ini sesuai dengan
pengamatan klinis bahwa sebagian besar defek tabung saraf akibat asam valproat terletak di
daerah lumbosakral. 1
Pajanan Ayah.
Terpajannya ayah ke obat atau pengaruh lingkungan mungkin meningkatkan risiko
kelainan pada janin . Beberapa mekanisme diperkirakan berperan. Salah satunya adalah
induksi suatu mutasi gen atau kelainan kromosom di sperma. Karena proses pematangan
sel-sel germinativum menjadi spermatogonia fungsional memerlukan waktu 64 hari, pajanan
obat pada setiap saat selama 2 bulan sebelum konsepsi dapat menyebabkan mutasi. Kemung-
kinan kedua adalah obat di cairan seminalis dapat terpajan ke janin saat koitus. Ketiga, sel
germinativum pria yang terpajan obat atau agen lingkungan dapat mengubah cetakan genom
(genomic imprinting) atau menyebabkan perubahan lain pada ekspresi gen. 1
Sejumlah penelitian menunjang hipotesis-hipotesis di atas. Etil alkohol, siklofosfamid,
timbal, dan opiat tertentu dilaporkan menyebabkan peningkatan risiko kelainan perilaku
pada keturunan dari tikus jantan yang terpajan zat-zat tersebut . Pada manusia, terpajannya
ayah ke air raksa, timbal, pelarut, pestisida, gas anestetik, atau hidrokarbon di lingkungan
dilaporkan berkaitan dengan kematian janin dini walaupun datanya belum pasti . Anak-
anak dari pria yang bekerja di industri tekstil atau seni dilaporkan mengalami peningkatan risiko
lahir mati, lahir pre-term, dan hambatan pertumbuhan. Pekerjaan lain yang mungkin
meningkatkan risiko adalah pembersih kantor, tukang kayu, petugas pemadam kebakaran,
pegawai percetakan, dan pelukis . Belum ada laporan terjadinya kelainan pada anak dari ayah
yang menggunakan obat terapeutik atau terlarang, terpajan radiasi atom. 1
Teratogen yang diketahui
Jumlah obat atau pengobatan yang diduga kuat atau terbukti merupakan teratogen
manusia masih sedikit . Obat yang baru atau jarang digunakan harus dianggap memiliki potensi
teratogenik, dan hanya diberikan pada kehamilan apabila manfaatnya melebihi semua risiko
teoretis.
Klasifikasi golongan obat berdasarkan FDA ( Food and Drugs Administration ) yaitu: 6
Kategori A
Studi-studi terkontrol pada manusia membuktikan tidak ada risiko bagi janin. Hanya
sedikit obat yang termasuk kategori A, contohnya adalah asam folat dan levothyroxine.
Kategori B
Studi-studi hewan tidak menuniukkan adanya risko pada janin, tetapi belum ada studi
pada manusia; atau pada hewan terbukti ada efek yang merugikan, tetapi tidak pada studi-studi
yang terkontrol dengan baik pada manusia. Beberapa golongan obat yang sering digunakan
misalnya ampisilin, ondasentron, metformin.
Kategori C
Tidak terdapat studi yang memadai, baik pada hewan maupun manusia, atau terdapat efek
yang merugikan pada janin dalam percobaan hewan tetapi belum ada data pada manusia.
Banyak obat/pengobatan yang sering dikonsumsi selama kehamilan termasuk dalam golongan
ini. Contohnya flukonazole, albuterol.
Kategori
Terdapat bukti adanya risiko bagi janin, tetapi manfaat diperkirakan melebihi resiko-
resiko tersebut. Karbamazepin dan fenitoin merupakan contohnya.
Kategori X
Risiko pada janin sudah jelas terbukti lebih besar daripada manfaatnya. Salah satu contoh
adalah obat jerawat isotretinoin, yang dapat menyebabkan kelainan susunan saraf pusat , wajah dan
kardiovaskular.
Alkohol.
Etil alkohol adalah salah satu teratogen yang paling poten. Hampir 70 persen
orang Amerika minum alkohol dalam pergaulan. Selama kehamilan, pemakaian alkohol
bervariasi sesuai populasi, tetapi prevalensinya dilaporkan 1 sampai 2 persen. Efek
penyalahgunaan alkohol pada janin telah diketahui paling tidak sejak tahun 1800-an, dan
akibat dari pajanan antenatal pertama kali dilaporkan di sebuah jurnal kedokteran pada
tahun 1900 oleh Sullivan. Pada tahun 1968, Lemoine dkk. melaporkan spektrum luas
cacat janin terkait alkohol yang memuncak menjadi apa yang sekarang dikenal sebagai sindrom
alkohol janin (fetal alcohol syndrome). Di Amerika Serikat, alkohol adalah salah satu kausa
retardasi mental yang paling sering ditemukan, suatu tragedi yang seharusnya dapat
dihindari. Anak yang terkena biasanya mengalami hiperaktivitas dan iritabilitas persisten pada
tahun-tahun pertama. Hal ini diikuti oleh terlambatnya perkembangan, defisiensi pertumbuhan,
retardasi mental dengan derajat bervariasi. Cacat jantung dan sendi bawaan sering dijumpai.
Anak yang terkena biasanya diketahui karena mengalami kegagalan tumbuh-kembang dan
iritabilitas persisten pada tahun-tahun awal kehidupannya.1
Dosis Pajanan.
Dosis ambang yang aman untuk pemakaian alkohol selama kehamilan belum pernah
diketahui. Wanita yang berisiko paling tinggi memiliki anak yang cacat adalah mereka yang
secara kronis mengonsumsi alkohol dalam jumlah besar dan mereka yang melakukan pesta
minuman keras ( mabuk-mabukan ). Walaupun sebagian studi menunjukkan bahwa cedera
janin dapat terjadi akibat konsumsi hanya 1 sampai 2 gelas perhari. Jacobzon dkk
melaporkan bahwa ambang untuk terjadinya efek adalah 0,5 oz alkohol perhari. Selanjutnya
jacobzon juga melaporkan bahwa 80 persen dari janin yang mengalami gangguan fungisonal
lahir dari wanita yang minum lebih dari lima gelas tiap kali minum yang dilakukan selama
beberapa kali seminggu. Wanita pecandu alkohol yang minum delapan gelas atau lebih setiap
hari selama kehamilannya memiliki resiko 30 sampai 50 persen melahirkan anak dengan
semua gambaran sindrom alkohol. 1
Sindrom alkohol janin tidak dapat didiagnosis sebelum lahir. Walaupun cacat jantung dan
sumbing bibir dapat didiagnosis secara ultrasonografis, kegagalan mendeteksi cacat organ
mayor tidak menyingkirkan adanya efek alkohol yang lain pada janin. 1
Walaupun terdapat data-data di atas, konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit pun tetap
tidak dianjurkan selama kehamilan. Selain adanya variasi individual dalam "dosis ambang",
juga terdapat efek dari usia ibu, pajanan obat dan lingkungan yang lain, serta penyulit
kehamilan. Namun, data-data diatas dapat digunakan untuk menenangkan wanita yang secara
tidak sengaja memajankan janin mereka ke alkohol dalam jumlah sedikit. 1
Pengobatan dengan Antikonvulsan.
Telah dipastikan bahwa wanita epilepsi memiliki peningkatan risiko mengalami
malformasi janin bahkan tanpa terpajan pengobatan antikonvulsan. Cacat yang paling sering
dilaporkan, tanpa memandang apakah ibu mendapat obat atau tidak, adalah sumbing oro-
fasial dan penyakit jantung kongenital . Sumbing terjadi hampir 10 kali lebih sering di-
banding pada populasi umum. 1
Keterkaitan kelainan wajah minor dengan pajanan obat pertama kali dilaporkan oleh
Meadow (1968). Sejak itu, sebagian besar studi mendukung pandangan bahwa pemakaian
obat antikonvulsan berbanding lurus dengan penyimpangan pada janin, dengan peningkatan
risiko yang setara dengan jumlah obat. Malformasi lebih sering pada konsentrasi
antikonvulsan dalam serum yang tinggi, dan politerapi menimbulkan risiko lebih besar
daripada monoterapi . Sebuah studi kolaboratif di Jepang melaporkan bahwa angka malformasi
janin adalah 1,9 persen apabila ibu epileptik tidak mengkonsumsi antikonvulsan selama
kehamilan, 5,5 persen apabila mengkonsumsi dua obat, 11 persen apabila mengonsumsi tiga
obat, dan 23 persen apabila empat obat . Karena perlunya terapi obat, kadar serum yang tinggi,
dan medikasi multipel juga mencerminkan keparahan penyakit pada ibu, mungkin saja
peningkatan risiko tersebut sebagian berkaitan dengan epilepsi itu sendiri. 1
Fenitoin.
Hanson dan Smith (1975) merupakan penulis pertama yang melaporkan bahwa
antikonvulsan yang sering diresepkan ini menyebabkan cacat kraniofasialis, kelainan
ekstremitas, dan defisiensi mental . Hanson dkk. (1976) memperkirakan bahwa 7 sampai 10
persen bayi yang terpajan cukup memperlihatkan gambaran sindrom hidantoin janin (fetal
hydantoin syndrome) ini sehingga dapat dikenali sejak masa bayi, sementara sepertiganya
memperlihatkan kelainan kraniofasialis dan jari minor. Kelly (1984) memastikan perkiraan
ini, dan Scolnik dkk. (1994) juga melaporkan menurunnya skor intelligence quotient (IQ)
global pada anak yang terpajan fenitoin dibandingkan dengan kontrol. Teratogenisitas sa-
ngat dipengaruhi oleh susunan genetik janin; ketidakmampuan menghasilkan epoksida
hidrolase dalam kadar normal meningkatkan risiko seperti telah dibahas di atas. 1
Karbamazepin.
Antikonvulsan yang sering diresepkan ini selama bertahun-tahun dianggap merupakan
obat pilihan pada kehamilan. Potensi teratogenik karbamazepin masih belum jelas. Karena
obat ini dimetabolisasi melalui jalur oksida, terdapat kemungkinan akumulasi zat-zat antara
yang toksik dan perubahan fenotipe pada orang yang rentan dengan defisiensi enzim
tertentu. 1
Asam Valproat.
Janin yang terpajan obat ini pada trimester pertama memiliki risiko 1 sampai 2 persen
untuk mengalami spina bifida. Karena cacat ini hampir selalu terletak di daerah
lumbosakral, besar kemungkinan bahwa obat ini bekerja secara langsung pada sebuah gen
homeobox yang mengendalikan perkembangan struktur kaudal . Asam valproat juga
dilaporkan menyebabkan beberapa kelainan wajah minor . Malformasi jantung dan sumbing
mulut yang dilaporkan mungkin berkaitan dengan epilepsi itu sendiri . 1
Senyawa Warfarin.
Obat-obat golongan ini memiliki berat molekul rendah, mudah menembus plasenta,
dan dapat menyebabkan efek yang signifikan pada janin serta bersifat teratogenik. Hall dkk
(1980) memperkirakan bahwa seperenam dari janin yang terpajan akan lahir cacat, dan
seperenam lainnya akan mengalami abortus atau lahir mati. 1
Cacat yang berbeda dengan dua etiologi yang berbeda terjadi akibat pajanan selama dua
periode perkembangan yang berlainan. Apabila pajanan terjadi antara minggu keenam dan
kesembilan, janin berisiko mengalami embriopati warfarin yang ditandai oleh hipoplasia
hidung serta epifisis femur danvertebra yang berbintik-bintik. Diragukan bahwa embriopati
ini terjadi akibat perdarahan janin, karena faktor-faktor pembekuan vitamin K tidak
dijumpai dalam mudigah dalam usia ini. Diperkirakan bahwa turunan-turunan ini
menimbulkan efek teratogenik melalui inhibisi pascatranslasi terhadap karboksilasi protein-
protein pembekuan . Protein-protein ini disebut osteokalsin karena perannya dalam pengen-
dalian kalsifikasi mudigah, dan defisiensi protein-protein ini dapat menimbulkan banyak
gambaran embriopati warfarin. Sindrom ini adalah suatu fenokopi dari kondrodisplasia pungtata,
yaitu sekelompok penyakit genetik yang diperkirakan disebabkan oleh kelainan herediter pada
osteokalsin. 1
Selama trimester kedua dan ketiga, cacat yang disebabkan terpajannya janin ke
warfarin kemungkinan besar terjadi akibat perdarahan yang kemudian menyebabkan
disharmoni pertumbuhan dan cacat akibat pembentukan jaringan parut di sejumlah organ .
Cacat dapat ekstensif di regio tertentu dan mencakup displasia susunan saraf pusat garis
tengah dorsal misalnya agenesis korpus kalosum, malformasi Dandy-Walker, dan atrofi
serebelum garis tengah; displasia garis tengah ventral misalnya mikroftalmia, atrofi optikus,
dan kebutaan; serta pelambatan perkembangan dan retardasi mental . 1
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor ( ACE Inhibitor)
Banyak laporan yang mengaitkan obat-obat antihipertensi ini dengan cacat janin. Obat
yang paling sering dikaitkan adalah enalapril, walaupun kaptopril dan lisinopril diperkirakan
juga terlibat. Belum pernah dilaporkan adanya malformasi strutural dari pajanan trimester
pertama, walaupun hewan yang diberi dosis setara dengan yang digunakan pada manusia
memperlihatkan peningkatan insidensi kematian janin (fetotoksisitas). Umumnya terjadi
hambatan pertumbuhan awitan lambat dan oligohidramnion, diikuti oleh anuria dan hipotensi
neonatus yang berat dan berkepanjangan. Konsekuensi paling berat adalah disgenesis tubulus
ginjal, yang menyebabkan oligohidramnion awitan dini, hipoplasia pam dan kontraktur
ekstremitas, serta kematian perinatal. Hipokalvaria-hipoplasia tulang tengkorak membranosa-
diduga kuat berkaitan dengan pajanan ACEI. Pemendekan ekstremitas relatif juga pernah
dilaporkan . Semua kelainan ini diperkirakan disebabkan oleh hipotensi dan hipoperfusi janin
berkepanjangan yang menyebabkan iskemia ginjal, disgenesis tubulus ginjal, dan kemudian
anuria. Oligohidramnion yang terjadi menghambat perkembangan normal paru dan
menyebabkan kontraktur ekstremitas. Penurunan perfusi juga menyebabkan hambatan
pertumbuhan. Hipotensi juga menjelaskan gangguan perkembangan kalvarium karena
struktur ini terbentuk dari tulang membranosa yang memerlukan vaskularitas yang luas dan
tegangan oksigen yang tinggi untuk pertumbuhannya. Karena terjadi selama periode janin,
maka perubahan-perubahan ini disebut fetopati inhibitor ACE. 1
Retinoid.
Golongan retinoid, khususnya vitamin A, adalah zat esensial untuk pertumbuhan
normal, diferensiasi jaringan, reproduksi, dan penglihatan. Seperti telah dibahas, retinoid di-
percaya mengaktifkan empat kelompok (cluster) gen homeobox selama embriogenesis .
Defisiensi vitamin A adalah suatu masalah kesehatan di seluruh dunia namun di Amerika
Serikat hal ini jarang dijumpai. 1
Vitamin A.
Terdapat dua bentuk vitamin A di alam. Beta-karoten adalah prekursor provitamin A.
Zat ini ditemukan dalam buah dan sayur serta belum pernah dibuktikan menyebabkan cacat
lahir . Retinol adalah vitamin A bentuk jadi (preformed). Banyak makanan mengandung
vitamin A, tetapi hanya hati hewan yang dibesarkan di di Eropa dan hati beruang kutub yang
mengandung dosis toksik. Kadar yang terdapat di hati hewan yang tersedia di pasaran di
Amerika Serikat tidak berbahaya. Demikian juga, dosis vitamin A 5000 IV yang terdapat di
banyak vitamin pranatal tidaklah berbahaya. 1
Belum jelas apakah vitamin A dosis tinggi bersifat teratogenik. Beberapa laporan
kasus dan penelitian kecil mengaitkan dosis tinggi dengan kelainan kongenital. Laporan-
laporan ini mengkhawatirkan suplemen vitamin A, dan secara umum terhambat oleh jumlah
sampel yang kecil, konsumsi harian yang tidak diketahui, dan tidak adanya pola yang jelas
dalam sedikit cacat yang teramati. 1
Isotretionin. Beberapa isomer memperlihatkan aktivitas biologis vitamin A, dan
karena merangsang diferensiasi sel epitel, zat-zat ini terutama digunakan untuk kelainan kulit.
Isotretinoin adalah asam 13-cis-retinoat dan sangat efektif untuk mengobati akne kistik. Obat
ini juga dianggap salah satu teratogen paling poten jika sering digunakan. Pajanan pada
trimester pertama menyebabkan tingginya angka kematian janin dan malformasi pada janin
yang bertahan hidup dengan frekuensi stera yang dijumpai pada pemakaian talidomid. Kelainan
yang pernah dilaporkan hanya pada pemakaian trimester pertama. Rata-rata waktu paruh di
dalam serum adalah 12 jam, dan kelainan tidak meningkat pada wanita yang menghentikan
terapi sebelum konsepsi. 1
Malformasi yang khas biasanya mengenai kranium dan wajah, jantung, susunan saraf
pusat, dan timus. Malformasi kraniofasial yang paling berkaitan dengan isotretinoin adalah
mikrotia atau anotia bilateral tetapi sering asimetris, yang sering disertai agenesis atau stenosis
kanalis aurikularis ekstema. Cacat lain mencakup gangguan perkembangan tulang wajah
dan tengkorak serta sumbing palatum. Cacat jantung tersering adalah konotrunkal (batang
arteri berbentuk kerucut), dan hidrosefalus adalah cacat susunan saraf pusat tersering.
Kelainan timus mencakup aplasia, hipoplasia, atau malposisi. 1
Dai dkk melaporkan tidak terdapat dosis atau periode pajanan trimester pertama
yang aman. insidensi tidak dipengaruhi oleh lama pajanan, dan sepertiga wanita yang
menggunakan obat ini selama kurang dari 1 minggu melahirkan anak yang cacat. 1
Walaupun sejak diperkenalkan isotretinoin dimasukkan dalam kategori X, dan paling
tidak sudah terjadi tiga kali penggantian kemasan untuk menekankan risiko reproduktif, terus
dilaporkan terjadinya pemajanan. Dalam laporan yang disebutkan di atas, hampir 30 persen
wanita sudah hamil sebelum mereka memulai pengobatan, dan 65 persen mengandung
selagi mengonsumsi obat ini karena pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat. Sekarang
banyak klinik yang mengharuskan uji kehamilan sebelum pemberian obat dan penggunaan
metode pengendalian kehamilan yang 'bebas-kesalahan' (mistake-proof) seperti Norplant
sebelum terapi dimulai. 1
Etretinat.
Retinoid oral ini digunakan untuk mengobati psoriasis. Obat ini dilaporkan berkaitan
dengan kelainan berat yang serupa dengan yang dijumpai pada pemakaian isotretinoin.
Namun, berbeda dengan isotretinoin, kelainan dapat dijumpai bahkan apabila konsepsi terjadi
setelah terapi dihentikan. Etretinat bersifat lipofilik dan memiliki waktu paruh 120 hari. Obat ini
dapat dideteksi dalam serum hampir 3 tahun setelah pemberiannya dihentikan . Tidak diketahui
berapa lama efek teratogenik menetap, tetapi pernah dilaporkan terjadinya malformasi
sampai 51 minggu setelah penghentian obat . Apabila mungkin, wanita yang belum habis
masa suburnya jangan menggunakan obat ini. Apabila etretinat tidak dapat dihindarkan,
Geiger dkk menyarankan bahwa wanita yang bersangkutan menunggu paling sedikit 2
tahun setelah pengobatan selesai sebelum mulai mengandung. 1
Tretionin.
Ini adalah asam all-trans-retinoat dan diresepkan untuk mengobati akne vulgaris. Obat
ini tersedia hanya dalam bentuk gel topikal. Kulit memetabolisasi sebagian besar obat
tanpa absorpsi yang nyata. Jick dkk. tidak mendapatkan adanya peningkatan kelainan
kongenital pada 212 bayi yang lahir dari wanita yang menggunakan tretinoin selama
awal kehamilan mereka. 1
Hormon.
Androgen.
Salah satu contoh efek pajanan dini androgen adalah hiperplasia adrenal kongenital resesif
otosom. Kelenjar adrenal janin biasanya mulai berfungsi pada gestasi 12 minggu, tetapi
karena defisiensi enzim tertentu, kelenjar tidak mampu menghidroksilasi prekursor-
prekursor kortisol. Terjadi penimbunan zat antara androgenik sehingga genitalia eksterna
perempuan mengalami maskulinisasi dan menghasilkan pertumbuhan genitalia laki-laki
yang abnormal . Pajanan androgen secara dini juga dapat menyebabkan orientasi yang lebih
maskulin disertai ketertarikan homoseks yang lebih besar dan/atau heteroseks yang melemah,
serta meningkatnya identitas jenis kelamin laki-laki. Terpajannya ibu ke androgen dapat
memicu terjadinya efek janin yang serupa; namun, berbeda dengan hiperplasia adrenal
kongenital, maskulinisasi tidak berlanjut setelah lahir. 1
Testoteron dan Steroid Anabolik.
Pajanan androgen pada wanita usia subur terutama terjadi akibat pemakaian steroid
anabolik oleh atlet yang ingin meningkatkan lean body mass (Massa tubuh nonlemak) dan
kekuatan otot. Obat paling efektif adalah testosteron sintetik, yang dikonsumsi dalam dosis
10 sampai 40 kali lebih besar daripada yang digunakan untuk terapi. Hal ini menyebabkan
virilisasi yang ekstrim dan ireversibel, disfungsi hati, serta gangguan suasana hati dan libido
pada wanita. Terpajannya janin perempuan menyebabkan virilisasi dengan derajat bervariasi,
termasuk fusi labioskrotal setelah pajanan trimester pertama dan pembesaran klitoris
pada pajanan yang terjadi lebih belakangan. Pematangan perempuan normal akan terjadi
saat pubertas, walaupun mungkin diperlukan koreksi bedah untuk cacat genitalnya. 1
Progestin Androgen.
Obat-obat ini saat ini digunakan sebagai kontrasepsi. Pajanan antenatal ke
medroksiprogesteron asetat, suatu kontrasepsi depo intramuskular, dilaporkan menyebabkan
virilisasi janin perempuan dan peningkatan cacat jantung dalam jumlah terbatas.
Noretindron, suatu kontrasepsi khusus progesteron, diperkirakan menyebabkan
maskulinisasi janin perempuan pada 1 persen pajanan. 1
Danokrin.
Turunan etiniltestosteron ini memiliki aktivitas androgenik lemah yang menghambat
sumbu hipofisis-ovarium. Zat ini terutama diresepkan untuk endometriosis tetapi juga
digunakan untuk mengobati purpura trombositopenik imun, nyeri kepala migren, sindrom
prahaid, dan beberapa penyakit payudara. Efek dari turunan ini menyebabkan janin
perempuan yang terpajan mengalami virilisasi. Dijumpai pola klitoromegali, fusi labia, dan
malformasi sinus urogenital yang terkait dosis, yang sebagian besar memerlukan koreksi
bedah. 1
Estrogen. Dari banyak senyawa, sebagian besar zat estrogenik tidak mempengaruhi
perkembangan janin.
Dietilstilbestrol (DES).
Sejak tahun 1940 sampai 1971, antara 2 sampai 10 juta wanita hamil mengkonsumsi DES
untuk "menguatkan" kehamilan risiko tinggi . Obat ini kemudian dibuktikan tidak
menghasilkan efek bermanfaat, dan pemakaiannya untuk tujuan ini ditinggalkan karena dapat
menyebabkan adenokarsinoma vagina. Selain itu, apabila dikonsumsi sebelum minggu ke-
18, obat ini mempengaruhi perkembangan normal struktur reproduksi perempuan dan laki-
laki. Karenanya, DES bersifat karsinogen sekaligus teratogen. 1
Keganasan tidak berkaitan dengan dosis dan tidak terdapat hubungan antara lokasi
tumor dan saat pajanan terjadi. Karena alasan ini dan karena risiko absolutnya rendah,
sebagian orang menggolongkan DES sebagai karsinogen inkomplet. 1
DES menimbulkan kelainan struktur dan fungsi. Salah satunya adalah interupsi
perkembangan normal vagina. Pada usia gestasi 18 minggu, epitel kolumnar kuboid yang
berasal dari duktus Mulleri dan melapisi vagina seharusnya diganti oleh epitel skuamosa
yang berasal dari sinus urogenitalis. DES mengganggu transisi ini pada hampir separuh dari
janin perempuan yang terpajan, menyebabkan eversio serviks (ektropion) yang berlebihan dan
epitel kelenjar vagina ektopik (adenosis). The Diethylstilbestrol Adenosis (DESAD) Project
memperlihatkan bahwa lesi-lesi ini memiliki potensi menjadi ganas, karena wanita yang
terpajan DES memperlihatkan peningkatan dua kali lipat angka neoplasia intraepitel serviks
dan vagina. 1
Terjadi kelainan struktur serviks atau vagina pada seperempat perempuan yang terpajan .
Hampir dua pertiga menderita kelainan uterus dan mekanisme embriologisnya tidak diketahui.
Kelainan yang tersering dilaporkan adalah hipoplasia rongga uterus berbentuk huruf T;
pembentukan kerah, tudung, atau septa dan kepala serviks; dan "layunya" tuba Fallopii para
wanita yang terpajan ini memperlihatkan peningkatan risiko gangguan hasil kehamilan
akibat malformasi uterus, penurunan ketebalan endometrium, dan penurunan perfusi uterus.
Pria yang terpajan memperlihatkan fungsi seksual dan kesuburan yang normal, tetapi berisiko
mengalami kista epididimis, mikropenis, kriptorkidismus, dan hipoplasia testis. 1
Obat Antineoplastik. Melalui mekanisme kerjanya, banyak obat antikanker yang secara
intuitif akan dianggap bersifat teratogenik atau karsinogenik. 1
Siklofosfamid.
Zat pengalkil ini menimbulkan kerusakan kimiawi pada jaringan janin yang sedang
berkembang, menyebabkan kematian sel dan perubahan DNA yang dapat diturunkan pada sel
yang bertahan hidup. Cacat yang paling sering dilaporkan adalah tidak terbentuknya atau
hipoplasia jari tangan dan kaki. Cacat ini diperkirakan terjadi akibat nekrosis tunas
ekstremitas dan kerusakan DNA pada sel-sel yang bertahan hidup. Cacat lain mencakup
sumbing langit-langit, arteri koroner tunggal, anus imperforata, dan hambatan pertumbuhan janin
disertai mikrosefali. Zat pengalkil seyogyanya dihindari selama awal kehamilan apabila
mungkin, tetapi dapat diberikan pada trimester kedua dan ketiga. 1
Metotreksat /Aminopterin.
Kedua obat yang berkaitan erat ini menimbulkan pola kelainan yang jarang tapi
sangat mirip. Potensi teratogenik timbul akibat perubahan pada metabolisme asam folat yang
penting untuk replikasi sel. Metotreksat sering diresepkan untuk kehamilan ektopik, dan untuk
psoriasis serta beberapa penyakit jaringan ikat. Gambaran utama sindrom
metotreksat/aminopterin janin adalah hambatan pertumbuhan, kegagalan osifikasi kalvarium,
kraniosinostosis, hipoplasia tonjolan supraorbita, telinga yang kecil, terpuntir, dan terletak
posterior, mikrognatia; dan kelainan ekstremitas yang berat. Diperlukan dosis 10 mg per
minggu untuk menimbulkan kelainan. Dosis ini terlampaui selama terapi standar untuk
kehamilan ektopik atau abortus elektif. Kehamilan yang terus berlanjut setelah pemberian
metotreksat memerlukan tindak lanjut segera. 1
ANTIMIKROBA
Tetrasiklin.
Obat golongan ini, termasuk doksisiklin dan minosiklin, dapat menyebabkan diskolo-
rasi kuning-coklat pada gigi susu atau mengendap di tulang-tulang panjang janin. Tetrasiklin
menyebabkan perlemakan hati akut pada wanita hamil dengan insufisiensi ginjal. Salah satu
pemakaiannya yang dapat diterima adalah terapi sifilis maternal pada ibu yang alergi
penisilin dan tidak dapat menjalani desensitisasi karena tidak praktis. 1
Aminoglikosida.
Pemberian kepada ibu hamil menyebabkan peningkatan bermakna kadar obat ini di
dalam janin . Streptomisin menyebabkan kerusakan saraf kranialis VIII pada janin apabila
diberikan untuk jangka panjang. Risiko ototoksisitas pada pemberian semua aminoglikosida
adalah sekitar 1 sampai 2 persen. 1
Sulfonamid.
Walaupun obat golongan ini mudah melewati plasenta, kadarnya di dalam darah janin
lebih rendah daripada kadar di ibu. Obat ini bersaing dengan bilirubin memperebutkan
tempat pengikatan, dan dapat menyebabkan hiperbilirubinemia apabila digunakan
menjelang persalinan pada bayi prematur. Belum ada penelitian yang mengkaji kemungkinan
keterkaitan obat-obat sulfa dengan kelainan kongenital. Trimetoprim digunakan bersama
dengan suatu sulfonamid, dan karena merupakan antagonis folat, beberapa penulis
menganjurkan agar pemberian obat ini dilakukan dengan hati-hati; namun, kelainan
kongenital tidak dilaporkan meningkat. 1
Griseovulvin.
Fungisida oral ini digunakan untuk mengobati infeksi jamur di kulit, kuku, dan kulit
kepala. Penelitian-penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan kelainan susunan saraf
pusat dan tulang rangka. 1
Ribavirin.
Obat antivirus ini diberikan melalui inhalasi aerosol untuk mengobati infeksi virus
saluran napas pada bayi dan anak. Wanita hamil mungkin terpajan obat selagi bekerja di
ruang perawatan anak intensif. Berdasarkan penelitian pada hewan, obat ini memiliki
potensi teratogenik yang bermakna. Obat ini secara konsisten menyebabkan hidrosefalus dan
kelainan ekstremitas pada model hewan pengerat. 1
Tembakau.
Asap rokok mengandung sejumlah teratogen potensial, termasuk nikotin,
kontinin, sianida, tiosianat, karbon monoksida, kadmium, timbal, dan berbagai
hidrokarbon. Selain bersifat fetotoksik, banyak dari zat ini juga memiliki efek vasoaktif
atau mengurangi kadar oksigen. Efek merokok pada reproduksi yang paling baik didoku-
mentasikan adalah hambatan pertumbuhan janin. Merokok menimbulkan efek pada
pertumbuhan janin yang secara langsung berkaitan dengan dosis. Bayi dari ibu yang merokok
rata-rata beratnya lebih ringan 200 g daripada mereka yang lahir dari ibu bukan perokok, dan
merokok dalam jumlah banyak menyebabkan penurunan berat badan yang lebih parah. Risiko
berat lahir rendah meningkat dua kali lipat, dan risiko bayi kecil untuk masa kehamilannya
meningkat 2,5 kali lipat. Wanita yang berhenti merokok pada awal kehamilan umumnya
memiliki bayi yang berat lahirnya normal. Merokok juga menyebabkan peningkatan ringan
insidensi subfertilitas, abortus spontan, plasenta previa dan solusio plasenta, serta pelahiran
preterm. 1
Merokok dilaporkan menyebabkan sumbing bibir dan langit-langit, tetapi hanya pada
individu yang heterozigot atau homozigot untuk gen yang memiliki transforming growth
factor-a. 1
Kokain.
Alkaloid ini berasal dari daun suatu pohon di Amerika Selatan, Erythroxylon coca.
Kokain adalah anestetik topikal dan vasokonstriktor lokal yang sangat efektif, dan melalui
kerja simpatomimetik via dopamin, zat ini juga dapat merangsang susunan saraf pusat.
Kokain saat ini merupakan salah satu obat yang paling banyak disalahgunakan di Amerika
Serikat.
Banyak gangguan janin akibat pemakaian kokain disebabkan oleh efek vasokonstriktif
dan hipertensifnya. Walaupun banyak efek merugikan yang telah dilaporkan, yang paling
sering ditemukan adalah solusio plasenta. Pemakaian kokain menyebabkan peningkatan
empat kali lipat kejadian solusio plasenta. Pemakaian kokain juga dilaporkan menyebabkan
infark miokardium, aritmia, ruptur aorta, stroke, kejang, iskemia usus, hipertermia, dan
kematian mendadak. 1
Risiko kerusakan pembuluh darah pada mudigah, janin, atau plasenta paling tinggi
pada trimester pertama, dan mungkin menjadi penyebab meningkatnya insidensi lahir mati.
Telah dilaporkan sejumlah kelainan kongenital terkait kokain yang disebabkan oleh
gangguan vaskular. Kelainan-kelainan tersebut mencakup cacat tengkorak, aplasia kutis,
porensefalus, atresia ileum, kelainan jantung, dan infark visera. 1
Talidomid.
Ini adalah obat ansiolitik dan sedatif yang terkenal sebagai teratogen manusia. Obat ini
menyebabkan malformasi pada sekitar 20 persen kehamilan yang terpajan, terutama
terbatas pada struktur-struktur yang berasal dari lapisan mesoderm seperti ekstremitas,
telinga, sistem kardiovaskular, dan otot usus. Berbagai cacat reduksi ekstremitas dilaporkan
disebabkan oleh talidomid, dengan ekstremitas atas yang biasanya terkena lebih parah. Cacat
tulang dapat berkisar dari kelainan bentuk atau ukuran sampai tidak adanya secara total
satu tulang atau segmen ekstremitas. 1
Talidomid tersedia sejak tahun 1956 sampai 1960 sebelum teratogenisitasnya, serta
beberapa prinsip teratologis, dibuktikan. Sebelumnya, plasenta diperkirakan merupakan suatu
sawar sempurna yang tidak dapat ditembus oleh zat-zat toksik kecuali apabila diberikan
dalam dosis yang sedemikian tinggi sehingga ibu meninggal. Variabilitas yang ekstrim dalam
kerentanan spesies terhadap obat dan zat kimia juga belum dipahami. Talidomid tidak
menyebabkan kecacatan pada mencit dan tikus percobaan sehingga dianggap aman bagi
manusia. Pengalaman talidomid ini juga membuktikan hubungan yang sangat erat antara waktu
pajanan dan keberadaan serta jenis cacat yang terjadi. 1
Baru-baru ini, talidomid kembali tersedia di Amerika Serikat. Obat ini digunakan
untuk lupus eritematosus kutaneus yang refrakter, penyakit graft-versus-host kronik pada
transplantasi sumsum tulang, dan kusta. Wanita usia reproduksi yang mendapat talidomid
memerlukan metode keluarga berencana yang sempurna karena anak yang terkena talidomid
terus dilahirkan di negara-negara yang menyediakan obat ini, walaupun sudah terdapat
peringatan yang memadai. 1
OBAT YANG SERING DIGUNAKAN PADA KEHAMILAN
Infeksi. Sejumlah infeksi virus, bakteri, jamur, dan parasit sering dijumpai pada kehamilan.
Hampir semua obat antimikroba dan kemoterapi mudah menembus plasenta. 1
Obat antibakteri. Sebagai satu kelompok, penisilin mungkin merupakan antimikroba yang
paling aman penggunaannya selama kehamilan. Golongan ini mencakup obat dengan
aktivitas spektrum yang luas misalnya piperasilin dan mezlosilin, serta yang dikombinasikan
dengan inhibitor B-laktamase, asam klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam. 1
Eritromisin adalah suatu makrolid yang sering diberikan kepada pasien yang alergi
terhadap penisilin, terutama untuk pneumonia yang didapat dari lingkungan. Janin dari ibu
yang mengidap sifilis tidak selalu dapat diterapi secara efektif dengan eritromisin
karena hanyaedikit dari obat ini yang dapat mencapai janin . Azitromisin telah terbukti
efektif untuk mengobati pneumonia yang didapat dari lingkungan dan untuk terapi
servisitis klamidia. Obat ini digolongkan dalam kategori B. 1
Terdapat banyak sefalosporin oral dan parenteral. Apabila diberikan selama
kehamilan, semua obat ini menembus plasenta, walaupun waktu paruhnya mungkin lebih
singkat selama kehamilan karena meningkatnya clearens ginjal. Golongan obat ini tidak
terlalu menimbulkan efek samping pada janin dan sebagai satu kelompok obat-obat ini digo-
longkan dalam kategori B. 1
Aztreonam adalah suatu monobaktam yang terutama digunakan sebagai alternatif
bagi aminoglikosida. Obat ini tidak menyebabkan toksisitas ginjal atau telinga, dan
walaupun belum ada penelitian terkontrol pada manusia, obat ini tidak bersifat teratogenik bagi
hewan pengerat. 1
Klindamisin mudah melewati plasenta dan kadarnya di dalam darah janin mungkin
cukup tinggi. Belum ada studi mengenai potensi efek merugikan pada mudigah-janin dari
pemakaian obat ini selama kehamilan, walaupun pengalaman klinis mengisyaratkan bahwa
obat ini relatif aman. 1
Kloramfenikol mudah menembus plasenta dan menyebabkan kadar yang cukup
signifikan di dalam darah janin. Pada bayi yang terpajan antimikroba ini pada awal
kehamilan, tidak dijumpai peningkatan kelainan kongenital . Sindrom bayi abu-abu (gray baby
syndrome), yang bermanifestasi sebagai sianosis, kolaps vaskular, dan kematian, pernah
dilaporkan terjadi pada pemberian kioramfenikol dosis tinggi pada neonatus preterm. 1
Nitrofurantoin sering digunakan untuk infeksi saluran kemih selama kehamilan.
Nitrofurantoin dilaporkan menyebabkan anemia hemolitik pada wanita dengan defisiensi
glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Obat ini diberikan atas indikasi bakteriuria asimtomatik,
belum pernah dijumpai anemia hemolitik baik pada ibu maupun janinnya. 1
Vankomisin terutama digunakan untuk profilaksis endokarditis bakterialis pada
pasien yang alergi penisilin atau sebagai obat pilihan. Walaupun belum ada studi
reproduktif pada manusia, vankomisin menyebabkan nefrotoksisitas dan ototoksisitas pada
wanita hamil dan secara teoretis hal ini dapat terjadi pada mudigah atau janin . 1
Obat golongan kuinolon—siprofloksasin, norfloksasin, ofloksasin, dan enoksasin—
sangat bermanfaat untuk mengobati infeksi saluran kemih. Tidak ada efek teratogenik yang
dijumpai pada percobaan-percobaan hewan. Oleh produsennya, fluorokuinolon dilaporkan
menyebabkan artropati ireversibel pada anjing imatur dan tidak dianjurkan selama keharnilan
kecuali untuk infeksi yang resisten. 1
Obat Antijamur. Kandidiasis vagina sering terjadi selama kehamilan. Tiga obat yang sering
digunakan dalam penanganannya adalah klotrimazol, mikonazol, dan nistatin. Flukonazol
dan itrakonazol adalah obat antijamur kategori C yang sering digunakan pada pasien
imunokompromais. Pada manusia, belum ada studi tentang pemakaian butokonazol selama
awal kehamilan; namun, pada hewan pengerat obat ini tidak bersifat teratogenik. 1
Obat Antivirus. Pengalaman dengan pemakaian obat antivirus selama kehamilan masih
terbatas. Terdapat banyak alasan untuk khawatir karena obat-obat ini menghambat
replikasi virus di dalam sel pejamu melalui kerja pada substrat RNA atau DNA. Obat-obat
ini banyak mendapat penekanan akibat terjadinya epidemi infeksi virus imunodefisiensi
manusia (human immunodeficiency virus, HIV) yang dimulai pada tahun 1980-an. 1
Zidovudin, dahulu disebut azidotimidin atau AZT, adalah suatu analog timidin
yang menurunkan sintesis DNA melalui inhibisi terhadap reverse transcriptase. Obat ini secara
spesifik digunakan untuk mengobati infeksi HIV. Obat ini pernah digunakan untuk
memperlambat awitan penyakit klinis pada individu seropositif asimtomatik dan sebagai
profilaksis setelah pajanan HIV secara tidak sengaja. Obat ini terbukti dapat menembus plasenta.
Cacat lahir tidak meningkat pada pemberian zidovudin trimester pertama. 1
Zalsitabin (ddC), didanosin (ddI), stavudin (d4T), dan lamivudin (3TC) serupa
dengan zidovudin. Obat-obat ini adalah analog nukleosida yang menghambat reverse
transcriptase. Berbagai analog nukleosida ini dikombinasi dengan inhibitor protease dan
diberikan bersama dengan zidovudin karena terapi kombinasi secara dramatis menurunkan
titer virus dan memulihkan penyulit-penyulit akibat HIV. Walaupun saat ini
direkomendasikan untuk digunakan pada wanita hamil, efektivitas obat-obat ini dalam
mencegah penularan vertikal tidak diketahui. Meski hanya terdapat sedikit informasi
mengenai pemakaian selama kehamilan, laporan-laporan dari produsen menunjukkan bahwa
obat-obat ini tidak menyebabkan malformasi pada hewan, dan belum ada laporan mengenai
cacat terkait pada janin manusia. 1
Asiklovir dan gansiklovir adalah analog nukleosida purin yang efektif untuk mengobati
infeksi herpes primer dan mungkin infeksi varisela. Asiklovir yang diberikan secara topikal
tidak banyak diserap ke dalam tubuh. 1
Amantadin digunakan untuk mencegah atau memodifikasi infeksi influenza. Obat ini
belum pernah diteliti pada kehamilan manusia, tetapi bersifat embriotoksik dan teratogenik
pada hewan dalam dosis tinggi. 1
Oseltamivir, suatu inhibitor neuraminidase virus, digunakan untuk mengobati
influenza. Belum ada data mengenai keamanannya pada manusia. Pada hewan, dosis yang
menghasilkan kadar dalam darah 50 sampai 100 kali lebih tinggi daripada kadar terapeutik
menyebabkan toksisitas pada ibu dan malformasi tulang minor. 1
Interferon adalah sekelompok protein dan glikoprotein dengan aktivitas antivirus,
antineoplastik, dan imunomodulasi. Interferon-a sudah disetujui untuk mengobati leukemia
hairy cell, dan efektif untuk beberapa infeksi virus. Interferon beta 1b dan gamma lb juga
digunakan sebagai terapi. Interferon memiliki potensi toksisitas yang sangat rendah
sehingga cukup aman untuk digunakan. 1
Obat Antiparasit. Infeksi parasit selama kehamilan cukup sering terjadi, biasanya
asimtomatik, dan secara umum belum perlu diterapi sampai setelah persalinan. Metronidazol
adalah suatu nitroimidazol yang efektif untuk mengobati trikomoniasis vaginalis dan
vaginosis bakterialis. Walaupun obat ini bersifat karsinogenik pada hewan pengerat dan
mutagenik pada bakteri tertentu, tidak dijumpai peningkatan kelainan kongenital pada lebih
dari 1700 janin yang terpajan metronidazol selama trimester pertama. Obat ini digolongkan
sebagai kategori B dan dianjurkan oleh Centers for Disease Control and Prevention untuk
mengobati trikomoniasis pada kehamilan. 1
Klorokuin adalah antimalaria lini pertama yang bermanfaat. Obat ini juga digunakan
dalam dosis yang jauh lebih rendah untuk kemoprofilaksis terhadap malaria pada wanita
hamil yang harus bepergian atau tinggal di negara-negara endemik malaria. Meflokuin
digunakan untuk malaria falsiparum yang resisten klorokuin. Semakin banyak bukti yang
menyatakan bahwa obat ini aman. Kina dan kuinidin merupakan terapi untuk wanita sakit
berat oleh malaria yang resisten klorokuin. Malformasi terutama mengenai susunan saraf
pusat, pendengaran, ekstremitas, dan struktur urogenital dilaporkan selama tahun 1930-an
saat kina dalam dosis tinggi digunakan untuk memicu abortus. Pada dosis terapeutik belum
pernah dilaporkan terjadinya kecacatan. Obat ini seyogyanya dihindari selama kehamilan,
tetapi jangan ditunda bagi wanita yang sakit berat atas alasan kekhawatiran pada janin. 1
Mebendazol efektif untuk mengobati berbagai infeksi cacing, termasuk enterobiasis
(cacing kremi), trikuriasis (cacing cambuk), askariasis (cacing gelang), dan unsinariasis
(cacing tambang). Obat ini bersifat teratogenik pada hewan yang mendapat dosis beberapa
kali lipat dosis untuk orang dewasa. Tiabendazol adalah antihelmintik serupa yang
terutama digunakan untuk mengobati strongiloidiasis, trikinosis, dan cutaneous larval migrans
Obat ini juga digunakan sebagai terapi lini kedua untuk infeksi cacing kremi, cacing
cambuk, cacing gelang, dan cacing tambang. Obat ini belum pernah dilaporkan bersifat
teratogenik pada hewan, tetapi studi pada manusia masih terbatas. Pirantel pamoat terutama
digunakan untuk mengobati askariasis dan enterobiasis. Belum ada laporan cacat lahir
yang disebabkan oleh obat ini pada hewan, namun belum pernah dilakukan studi pada
manusia. 1
Penyakit Kardiovaskular.
Gagal Jantung dan Aritmia. Glikosida jantung diresepkan untuk gagal jantung, fibrilasi
atau flutter atrium, dan takikardia supraventrikel lainnya. Digoksin adalah preparat yang
paling sering digunakan, dan walaupun mudah melewati plasenta, belum ada bukti yang
meyakinkan bahwa obat ini menimbulkan efek merugikan pada janin. Obat-obat antiaritmia
pernah diberikan kepada ibu hamil dan secara langsung ke janin sebagai upaya untuk
mengendalikan takikardia janin . 1
Kuinidin, yang sudah dibahas dalam pengobatan malaria, sering digunakan untuk
mengobati takikardia supraventrikel dan beberapa aritmia ventrikel. Obat ini mudah melewati
plasenta, dan pernah diberikan kepada ibu untuk mengobati takikardia supraventrikel pada
janinnya. Tidak ada studi epidemiologis tentang kelainan kongenital setelah pemakaian obat
ini selama trimester pertama, tetapi obat ini relatif aman selama fase kehamilan selanjutnya.
Sejumlah obat penyekat beta adrenergik digunakan untuk mengobati takikardia
supraventrikel dan ventrikel, serta hipertensi kronik dan hipertiroidisme. Propanolol telah
digunakan secara luas pada kehamilan selama beberapa dekade dan tidak bersifat
teratogenik . 1
Beberapa obat antiaritmia di antaranya adalah disopiramid, amiodaron, adenosin,
bretilium, diltiazem, anestetik lokal (prokainamid, lidokain, dan tokainid), serta antagonis
kalsium (nifedipin dan verapamil). Semua obat ini melewati plasenta, dan banyak yang
sudah digunakan untuk mengobati aritmia janin tanpa efek merugikan. Amiodaron secara
struktural serupa dengan tiroksin tetapi mudah menembus plasenta pada kadar 10 sampai 30
persen dari kadar serum ibu.Walaupun sebagian besar janin yang terpajan tidak
memperlihatkan kelainan terkait obat, pemakaian amiodaron pada kehamilan sebaiknya
dihindari. 1
Obat Hipertensi . Hidralazin sering digunakan untuk mengobati hipertensi pada wanita pada
paruh akhir kehamilan tanpa menimbulkan efek merugikan yang nyata pada janin. Pada
manusia, belum ada studi tentang pemakaian natrium nitroprusid pada kehamilan; namun, obat
ini mudah menembus plasenta. Secara teoretis, pemakaian obat ini dapat menyebabkan pe-
nimbunan sianida di hati janin. Klonidin adalah suatu penyekat alfa adrenergik yang
digunakan untuk mengobati hipertensi pada wanita hamil tanpa menyebabkan efek
merugikan yang jelas pada janin. 1
Sejumlah obat penyekat beta adrenergik digunakan terutama untuk mengobati hipertensi
kronik. Obat-obat ini mencakup propranolol, labetalol, atenolol, metoprolol, nadolol, dan
timolol. Beberapa juga digunakan untuk terapi kronik angina pektoris, beberapa aritmia
jantung, dan hipertiroidisme. Masih sedikit informasi yang ada tentang keamanan pemakaian
obat ini pada awal kehamilan; namun, semakin banyak laporan yang menyatakan bahwa di
Inggris obat ini tidak menimbulkan efek merugikan apabila diberikan kepada wanita hamil. 1
Antagonis saluran kalsium juga sering digunakan untuk mengobati hipertensi kronik.
Verapamil digunakan untuk mengobati hipertensi, angina, dan takikardia supraventrikel.
Walaupun sering digunakan untuk mengobati hipertensi pada wanita hamil tanpa
menimbulkan efek merugikan yang jelas, obat ini mungkin menurunkan aliran darah uterus.
Pemakaian pada trimester pertama dikaitkan dengan cacat ekstremitas. Walaupun sebab dan
akibat belum terbukti, banyak proses embrionik yang bergantung pada kalsium dan secara
teoritis dapat dihambat oleh penghambat saluran kalsium . Verapamil juga dilaporkan
berkaitan dengan depresi dan henti jantung janin apabila digunakan secara transplasenta dalam
kombinasi dengan digoksin untuk mengobati takikardia supraventrikel janin. Apakah
nifedipin mempunyai efek merugikan serupa masih belum jelas sampai saat ini. 1
Diuretik. Obat-obat ini diresepkan selama kehamilan kepada sejumlah wanita dengan
hipertensi kronik, dan juga diberikan secara akut atau kronis untuk mengobati edema paru.
Tidak dijumpai peningkatan kelainan kongenital pada wanita yang mendapat klorotiazid
pada trimester pertama. Demikian juga, pemakaian hidroklorotiazid selama awal kehamilan
dilaporkan tidak menvebabkan peningkatan kongenital. Tiazid dilaporkan menyebabkan
trombositopenia, perdarahan, dan gangguan elektrolit apabila diberikan menjelang
pelahiran. 1
Asetazolamid adalah suatu inhibitor anhidrase karbonat yang digunakan sebagai
diuretik serta untuk mengobati glaukoma dan epilepsi. Walaupun obat ini secara konsisten
dilaporkan menyebabkan suatu jenis kelainan ekstremitas aneh pada hewan pengerat, cacat
serupa tidak dapat ditimbulkan pada primata dan belum pernah dilaporkan terjadi pada
manusia. Spironolakton adalah diuretik hemat kalium yang sering digunakan namun belum
diteliti secara luas pada kehamilan manusia. Obat ini menyebabkan feminisasi pada janin
tikus jantan dan penundaan pematangan seksual pada janin tikus betina, tetapi efek-efek ini
belum pernah dijumpai pada manusia. 1
Asam etakrinat dan furosemid adalah diuretik loop yang biasanya tidak digunakan
dalam jangka panjang selama kehamilan. Furosemid menembus plasenta dan meningkatkan
produksi urin janin. Terdapat beberapa bukti bahwa obat ini merangsang ginjal
menyintesis prostaglandin E2, yang meningkatkan insidensi duktus arteriosus paten pada
bayi preterm. Belum pernah dilaporkan efek merugikan pada janin pada pemakaian akut. Asam
etakrinat memiliki efek ototoksik in vitro, tetapi hanya satu laporan yang mengaitkannya
dengan ototoksisitas in vivo. 1
Antikoagulan. Trombosis vena dalam atau emboli paru diperkirakan menjadi penyulit
pada sekitar 1 per 2500 kehamilan. Turunan kumarin menyebabkan cacat mudigah-janin dan
sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan. Heparin adalah antikoagulan pilihan. Heparin
tak terfraksionasi (unfractionated) adalah sekelompok molekul besar (BM 4000 sampai 30.000)
yang sangat polar dan tidak menembus plasenta serta tidak menyebabkan kelainan
kongenital. Obat ini dapat diberikan secara intravena, baik terus menerus atau sekali-
sekali, atau melalui injeksi subkutan. Pemakaian obat ini secara jangka panjang dapat
menyebabkan osteopenia, osteoporosis, dan trombositopenia pada ibu. Heparin yang lebih
baru dengan berat molekul rendah (4000 sampai 6000), misalnya enoksaparin, telah
digunakan sebagai antikoagulan. 1
Obat trombolitik telah digunakan selama kehamilan. Contoh dari obat golongan ini
adalah streptokinase, urokinase, dan tissue plasminogen activator (t-PA, aktivator
plasminogen jaringan). Urokinase normalnya diproduksi oleh ovarium dan sitotrofoblas, dan
laporan-laporan kasus mengisyaratkan bahwa obat ini dapat digunakan dengan aman pada
kehamilan. Dalam dua laporan yang mencakup 166 kehamilan, streptokinase tidak
menyebabkan efek merugikan pada janin. Dari sedikit laporan mengenai pemakaian tissue
plasminogen activator selama kehamilan, semuanya tidak memperlihatkan adanya risiko
teratogenik. 1
Asma. Sebagian besar obat untuk asma tampaknya dapat digunakan dengan aman
pada kehamilan. Untuk asma akut, epinefrin dan terbutalin dapat diberikan secara subkutan
karena hanya sedikit bukti bahwa keduanya menimbulkan kelainan pada janin.
Metaproterenol dan albuterol adalah obat inhalan yang pemberiannya dilakukan sendiri oleh
pasien. Hanya tersedia sedikit informasi tentang kemungkinan teratogenisitas obat-obat ini
setelah pemakaian pada trimester pertama. 1
Kromolin menghambat pelepasan histamin oleh sel mast dan diberikan dalam jangka
panjang sebagai profilaksis asma. Belum ada studi pada wanita hamil, juga belum ada
laporan tentang kelainan kongenital setelah pemakaian pada trimester pertama. 1
Kortikosteroid inhalan, termasuk beklometason dan triamsinolon asetonid, sekarang
sering digunakan untuk asma. Prednison oral dapat diberikan sebagai paket sesuai dosis (dose
pack) atau metilprednisolon diberikan secara intravena. Serupa dengan kortikosteroid lain,
beklometason dilaporkan menyebabkan resorpsi janin serta sumbing bibir dan langita-langit
pada mencit dan kelinci. Triamsinolon adalah teratogen yang lebih poten pada hewan
daripada hidrokortison atau kortison, tetapi belum pernah dilaporkan menyebabkan kelainan
pada janin manusia . 1
Epilepsi. Obat-obat antikonvulsan yang paling sering digunakan bersifat teratogenik
Fenobarbital sering digunakan secara kombinasi dengan obat-obat antikonvulsan lainnya. Efek
fenobarbital pada perkembangan janin tersamar oleh pemberian bersama dengan hidantoin dan
meningkatnya risiko kelainan oleh epilepsi itu sendiri. 1
Etosuksimid dan metsuksimid adalah antikonvulsan suksinimid yang digunakan untuk
epilepsi petit mal. Belum ada studi reproduksi manusia atau malformasi yang semata-mata
disebabkan oleh salah satu dari obat ini. Keduanya diklasifikasikan sebagai obat kategori C. 1
Antikonvulsan yang lebih baru adalah felbamat, gabapentin, lamotrigin, okskarbazepin,
tiagabin, topiramat, dan vigabatrin. Informasi mengenai keamanan obat-obat ini pada kehamilan
masih terbatas, karena baru sedikit kehamilan terpajan yang telah dilaporkan. Berdasarkan
apa yang diketahui tentang kemungkinan mekanisme teratogen pada berbagai obat
antikonvulsan tradisional, beberapa dari obat baru ini mungkin sebenarnya lebih aman
bagi janin. Sebagai contoh, tidak ada dari obat-obat ini yang memiliki efek antifolat; tak
satupun kecuali tiagabin yang menyebabkan terbentuknya metabolit oksida; dan sebagian besar
tidak atau sedikit berefek pada sistem sitokrom p450. Apakah obat-obat ini sama manjurnya
dengan obat-obat lama dalam penatalaksanaan epilepsi pada kehamilan masih perlu
dibuktikan. 1
Kelainan Jiwa . Obat-obat yang digunakan untuk mengobati kelainan jiwa, antara lain
adalah sedativa, hipnotika, obat penenang, antidepresan, dan antipsikotik. 1
Benzodiazepin. Obat penenang minor ini mungkin diperlukan bagi wanita yang menderita
gangguan cemas yang parah dan mengganggu atau yang psikotik dan agresif atau agitatif.
Diazepam adalah obat yang paling luas digunakan dan dilaporkan menyebabkan peningkatan
risiko sumbing palatum dan malformasi ekstremitas pada hewan pengerat. Demikian juga
lorazepam dan midazolam belum pernah dilaporkan menyebabkan kelainan pada janin selain
sedasi sementara saat lahir. Alprazolam sering digunakan untuk gangguan panik.
Dibandingkan dengan benzodiazepin yang lain, obat ini muncul belakangan sehingga
data-data yang ada belum konklusif. Neonatus yang terpajan harus diawasi untuk
mendeteksi tanda-tanda hipotonia. 1
Obat Antidepresan. Antidepresan yang tersering digunakan adalah selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRI, inhibitor selektif penyerapnn ulang serotonin). Senyawa yang lebih lama,
fluoksetin dan sertralin, belum pernah dilaporkan menyebabkan cacat lahir pada hewan
atau manusia. Karena memiliki sedikit efek samping dibandingkan dengan antidepresan
lain, obat-obat ini merupakan pilihan terapeutik yang baik bagi wanita hamil yang
memerlukan. 1
Sejumlah malformasi, terutama yang mengenai ekstremitas, pernah dilaporkan
disebabkan oleh pemakaian antidepresan trisiklik pada trimester pertama namun obat-obat ini
kecil kemungkinannya untuk menjadi teratogen kuat . 1
Garam-garam litium, terutama litium karbonat, digunakan untuk mengobati gangguan
jiwa afektif. Litium dianggap sebagai teratogen karena pada beberapa penelitian dapat
menyebabkan kelainan kardiovaskular kongenital yang serius seperti anomali Ebstein yang
jarang dijumpai. 1
Obat Antipsikotik . Banyak dari obat ini adalah golongan fenotiazin, yang telah digunakan
selama kehamilan untuk mengobati gangguan psikotik dan hiperemesis, walaupun sebagian
besar informasi keamanannya berasal dari pemakaian obat-obat ini sebagai antiemetik.
Sebagian besar informasi berkaitan dengan klorpromazin, dan studi terbesar tentang obat ini
dan golongan fenotiazin lain dari Collaborative Perinatal Project melaporkan tidak adanya
peningkatan risiko malformasi janin setelah pajanan pranatal. Apabila digunakan untuk
hiperemesis, obat-obat ini dikonsumsi secara intermiten dalam dosis rendah, dan keamanan
obat-obat ini umumnya sulit dinilai apabila dikonsumsi dalam dosis tinggi terus menerus untuk
terapi antipsikotik. Bayi yang lahir dari ibu dengan penyakit jiwa tertentu, misalnya
skizofrenia, secara tersendiri berisiko lebih besar mengalami malformasi. Juga, wanita yang
terkena sering mendapat sejumlah obat lain serta teratogen-teratogen yang sudah terbukti,
misalnya alkohol. Karena sudah digunakan secara luas tanpa menimbulkan efek serius
pada janin, potensi teratogenik obat antipsikotik dianggap minimal. 1
ANALGESIK
Salisilat dan Asetaminofen. Salisilat adalah inhibitor prostaglandin yang kuat, secara teoretis
timbul kekhawatiran bahwa pajanan antenatal mungkin dapat menyebabkan penutupan dini
duktus arteriosus disertai kelainan jantung dan paru. Walaupun efek ingesti aspirin dosis
tinggi jangka panjang pada janin tidak diketahui, belum dilaporkan adanya efek merugikan
pada pemakaian dosis rendah. Asetaminofen dilaporkan tidak mengakibatkan peningkatan
risiko kelainan janin. Toksisitas hati dapat terjadi akibat ibu mengalami kelebihan dosis
asetaminofen. 1
Obat Antiinflamasi non steroid (OAINS) lainnya. Terdapat beragam obat antiinflamasi
nonsteroid yang memiliki efek analgesik, tetapi ibuprofen, naproksen, dan ketoprofen adalah
yang paling sering digunakan. Indometasin juga pernah digunakan sebagai obat tokolitik.
Obat-obat ini tidak dianggap teratogenik tetapi mungkin menimbulkan efek reversibel pada
janin apabila digunakan pada trimester ketiga. Indometasin dan inhibitor prostaglandin
lainnya menyebabkan konstriksi duktus arteriosus janin yang kemudian menyebabkan
menetapnva sirkulasi janin (hipertensi pulmonal) pada neonatus. Obat ini juga
menyebabkan penurunan produksi urin dan mengurangi volume cairan amnion setelah
pemberian jangka panjang karena itu, obat ini digunakan untuk mengobati hidramnion.
Sebagian besar penelitian memperlihatkan bahwa efek-efek ini bersifat reversibel selama
tidak diberikan setelah usia gestasi 34 minggu. 1
Terdapat laporan-laporan kasus yang mengaitkan indometasin dengan kelainan lain
pada janin, misalnya perdarahan intraventrikel, displasia bronkopulmonal, dan
enterokolitis nekrotikans. Bavi berisiko paling tinggi apabila kelahiran terjadi dalam
48 jam setelah pemberian obat. Penelitian-penelitian Doppler pada neonatus
mengisyaratkan bahwa masalah-masalah ini mungkin disebabkan oleh hipotensi dan
menurunnya aliran darah di dalam pembuluh yang mendarahi usus dan otak. 1
Analgesik Narkotik. Golongan opioid yang sering digunakan antara lain adalah meperidin
dan morfin. Seperti narkotika lainnya, ingesti kronik oleh ibu dapat menyebabkan sindrom
putus obat pada neonatus (neonatal withdrawal syndrome). Kodein, propoksifen, oksikodon, dan
hidrokodon belum terbukti menvebabkan kelainan kongenital. Butorfanol dilaporkan
menyebabkan depresi pernapasan neonatus dan putus obat. 1
Gejala-gejala putus obat pada neonatus yang terpajan sering dijumpai. Tremor,
iritabilitas, bersin, muntah, demam, diare, dan kadang-kadang kejang, diamati pada 40 sampai
80 persen bayi yang lahir dari wanita pecandu heroin. Walaupun dapat berdurasi lama,
gejala-gejala ini biasanya berlangsung kurang dari 10 hari. Gangguan fungsi pernapasan
selama tidur sering menetap setelah gejala putus obat selesai, dan mungkin merupakan
faktor yang berperan meningkatkan insidensi sindrom kematian bayi mendadak (sudden infant
death syndrome) yang dijumpai pada para bayi terpajan. 1
ANALGESIA DAN ANESTESIA LOKAL
Anastesia Umum. Semua obat anestetik umum sedikit banyak menembus plasenta; dan
sebagian analgesik lokal berpotensi diserap secara sistemik. Walaupun analisis untung-rugi
selama pembedahan darurat pada kehamilan biasanya jelas mendukung tindakan
pembedahan, sebaiknya pasien diberi penyuluhan mengenai semua kemungkinan risiko
pada janin. Tidak ada satu pun obat anestetik yang sekarang digunakan terbukti bersifat
teratogen, dan pajanan selama kehamilan umumnya singkat dan tidak dalam kadar toksik.
Namun, data yang mendukung konsep ini masih belum lengkap. Kita sulit membedakan
dengan jelas kelainan pada janin akibat pajanan anestetik dari sekuele penyakit yang
menyebabkan dilakukannya pembedahan. Faktor-faktor lain yang merancukan adalah
hipotensi, hipoksia, gangguan metabolik, dan interaksi berbagai obat pada ibu. Karena
tampaknya mengganggu homeostasis kardiovaskular janin pada hewan (janin domba),
halotan tidak dianjurkan untuk bedah janin. 1
Tiopental juga tidak meningkatkan angka malformasi pada hewan pengerat yang
mendapat dosis tiga kali lipat daripada dosis lazim. Walaupun belum diteliti dalam studi skala
besar, ketamin, metoheksital, tiamilal, etomidat, alfaksalon, natrium oksilat, dan tialbarbiton
belum pernah dilaporkan menyebabkan malformasi janin apabila digunakan pada wanita
hamil. Dua pelumpuh otot yang paling sering digunakan, kurare dan suksinilkolin, belum
pemah dilaporkan menyebabkan efek teratogenik pada manusia. 1
Berbagai obat inhalan digunakan untuk anestesia umum, tetapi yang paling sering
digunakan adalah nitrose oksida. Frekuensi malformasi tidak meningkat pada anak dari ibu
yang terpajan nitrose oksida selama 4 bulan pertama kehamilan. Zat berhalogen
(halogenated agents) sering digunakan sebagai suplemen nitrose oksida. Halotan dilaporkan
bersifat teratogenik pada beberapa studi hewan, tetapi tidak pada yang lain Pajanan isofluran
dan enfluran jangka panjang pada mudigah tikus dan kelinci dalam dosis yang menyebabkan
toksisitas ibu, menyebabkan gangguan perkembangan, tetapi efek serupa belum pemah
dijumpai pada manusia. 1
Anastesi Lokal. Berbagai obat anestetik lokal mungkin digunakan untuk analgesia spinal
atau epidural. Frekuensi malformasi pada anak yang terpajan zat anestetik "-kain"
termasuk lidokain tidak lebih besar daripada yang diperkirakan dalam populasi umum.
Kekhawatiran utama terhadap obat golongan ini adalah kemungkinan terjadinya
hipertermia atau bradikardia janin, yang keduanya dapat fatal bagi janin tetapi mungkin
tidak menyebabkan kelainan struktural. 1
Antiemetik. Bendectin, suatu kombinasi doksilamin dan piridoksin, tidak lagi tersedia di
Amerika Serikat karena sering mendapat tuntutan hukum seperti telah dibahas Berbagai
antiemetik lain yang digunakan selama kehamilan adalah golongan piperazin (meklizin,
siklizin) dan fenotiazin (klorpromazin, proklorperazin, prometazin). Efek teratogenik
metoklopramid belum pernah dijumpai pada berbagai jenis hewan percobaan, dan belum
pernah dilaporkan adanya efek merugikan pada manusia. Tidak terdapat bukti bahwa
antiemetik meningkatkan risiko kelainan kongenital. 1
Ondansetron hidroklorida digunakan terutama untuk mual akibat kemoterapi kanker.
Belum pernah dilakukan studi besar tentang pemakaian obat ini pada manusia. Obat ini
diberikan melalui infus intravena dan terutama bermanfaat pada wanita hamil dengan
hiperemesis yang refrakter terhadap obat lain. Antiemetik ini sering dicadangkan untuk
pemakaian setelah usia gestasi 12 minggu. 1
Obat imunosupresif. Imunosupresan diberikan terutama untuk mengobati penyakit autoimun
dan untuk pemeliharaan transplantasi organ. Kortikosteroid seperti prednison dan
deksametason merupakan jenis yang paling sering digunakan. 1
Azatioprin terutama digunakan untuk mencegah penolakan transplan organ atau
untuk mengobati penyakit peradangan usus (inflammatory bowel disease). Walaupun
teratogenik pada hewan, sebagian besar peneliti mendapatkan bahwa obat ini aman untuk
digunakan pada kehamilan manusia. Kelainan hematologis neonatus, termasuk pansitopenia
yang fatal, pernah dilaporkan terjadi akibat pemberian obat ini kepada ibu hamil. 1
Siklosporin adalah suatu antibiotik yang digunakan sebagai imunosupresan untuk
mencegah penolakan organ cangkokan. Obat ini banyak digunakan untuk alograf hati dan
jantung, dan baru-baru ini juga digunakan untuk transplantasi ginjal. Siklosporin
menimbulkan toksisitas yang cukup bermakna pada ibu hamil, terutama nefrotoksisitas.
Belum ada laporan epidemiologis skala besar tentang pemakaiannya pada kehamilan, tetapi
obat ini tampaknya aman bagi janin. Selain itu, manfaatnya tampaknya melebihi semua
risiko teoretis. 1
Siklofosfamid, yang sering diresepkan untuk supresi imunologis setelah transplantasi
organ atau untuk lupus eritematosus sistemik, diperkirakan merupakan teratogen. 1
Hormon. Sejumlah hormon bersifat teratogenik. Temuan-temuan awal dari Collaborative
Perinatal Project mengindikasikan bahwa kontrasepsi oral dosis tinggi meningkatkan
risiko cacat kardiovaskular dan reduksi ekstremitas. Namun, analisis selanjutnva tidak
memperlihatkan adanya perbedaan apabila dibandingkan dengan wanita kontrol. Pada
tahun 1988, Food and Drug Administration menyetujui penghapusan label dalam kemasan
dalam yang memperingatkan kemungkinan cacat lahir. 1
Gonadotropin-releasing hormone agonists (GnRH) digunakan untuk mengobati
infertilitas serta kelainan ginekologis lain. Hanya tersedia sedikit informasi mengenai
pemakaian obat ini selama kehamilan. 1
Obat Alami (HERBAL). Risiko atau keamanan berbagai obat herbal sulit diperkirakan
karena obat-obat ini tidak diatur seperti obat resep atau tanpa resep. Jenis bahan dan
kuantitas semua ramuan sering tidak diketahui. Hampir tidak ada studi tentang potensi
teratogenik obat-obat ini pada hewan dan manusia, dan pengetahuan tentang penyulit pada
dasarnya terbatas pada toksisitas akut. Karena keamanan berbagai obat herbal selama
kehamilan tidak mungkin dinilai, wanita hamil seyogyanya diberi tahu untuk menghindari
bahan-bahan ini. Beberapa obat memang mengandung bahan farmasi yang secara teoretis
dapat menimbulkan kelainan pada janin. Echinaceae, yang dipercaya memiliki sifat
antiinflamasi, menyebabkan fragmentasi sperma tupai pada konsentrasi tinggi. Black cohosh,
yang digunakan untuk mempercepat persalinan dan mengobati gejala pramenstruasi,
mengandung suatu bahan kimia yang bekerja seperti estrogen. Bawang putih dan willow
barks memiliki sifat antikoagulan yang dapat memperkuat efek obat antikoagulan.
Gingko, yang digembar-gemborkan sebagai obat untuk membantu daya ingat dan kejernihan
berpikir, tampaknya dapat mengganggu efek obat penghambat MAO dan memiliki sifat
antikoagulan. Licorice murni mengandung glycyrrhizin, yang memiliki efek hipertensif
dan deplesi kalium. Valerian memperkuat efek obat-obat tidur. Ginseng, yang dikonsumsi
untuk meningkatkan energi, mengganggu obat penghambat MAO. Produk-produk kedelai
mengandung fitoestrogen. 1
Obat herbal tertentu digunakan sebagai abortifasien, misalnya blue dan black
cohosh yang tampaknya secara langsung merangsang otot uterus. Pennyroyal pernah
digunakan sebagai abortifasien, dan tampaknya bekerja dengan cara mengiritasi kandung
kemih dan uterus serta menyebabkan kontraksi uterus yang kuat. Obat ini juga dapat
merusak hati serta menyebabkan gagal ginjal dan koagulasi intravaskular diseminata, dan
dilaporkan menyebabkan kematian ibu hamil. 1
Zat Spesifik. Mariyuana atau hashish bahan aktifnya adalah delta 9-tetra-hidrokanabinol
(THC) yang dalam dosis tinggi bersifat teratogenik bagi hewan; namun, belum ada bukti
bahwa mariyuana menyebabkan kelainan pada manusia. 1
Amfetamin adalah zat simpatomimetik yang digunakan sebagai perangsang susunan
saraf pusat, anorektik, dan untuk mengobati narkolepsi. Berbagai amfetamin bersifat
teratogenik bagi mencit dan kelinci, menimbulkan sumbing langitan, eksenfalus, dan cacat
mata apabila diberikan dalam dosis yang sangat tinggi. 1
Metilamfetamin, yang dikenal sebagai speed, ice, crank, dan crystal meth, adalah obat
terlarang yang menyebabkan cacat pada mencit, tikus, dan kelinci, tetapi belum pernah
dilaporkan menyebabkan cacat pada manusia. 1
Metadon adalah suatu narkotik opiat sintetik yang secara struktural mirip dengan
propoksifen. Pemakaiarmya secara medis terutama adalah sebagai terapi rumatan untuk
kecanduan heroin. Dalam dosis besar, metadon menyebabkan eksenfalus dan cacat susunan
saraf pusat pada tikus. Gejala putus obat akibat metadon lebih parah daripada akibat heroin
dan lebih berkepanjangan (sampai 3 minggu), karena waktu paruh metadon yang jauh lebih
lama. 1
Amida asam lisergat (lysergic acid amides), yang secara klasik dikenal sebagai
lysergic acid diethylamide (LSD), adalah golongan alkaloid amin yang diperoleh hanya
melalui sintesis kimiawi. Tidak terdapat bukti bahwa obat ini bersifat teratogen bagi
manusia. Beberapa peneliti mendapatkan peningkatan frekuensi kerusakan kromosom pada sel
somatik ibu yang menggunakan LSD serta janinnya yang terpajan pranatal. 1
Fensiklidin (phencyclidine, PCP), yang dikenal sebagai angel dust, tidak lagi diproduksi
secara legal, walaupun secara ilegal zat ini masih digunakan. Gejala lucut neonatus yang
ditandai oleh tremor, mudah terkejut, dan iritabilitas dijumpai pada lebih dari separuh bayi
yang terpajan. 1