Terapi Schizofrenia Pada Kehamilan

download Terapi Schizofrenia Pada Kehamilan

of 27

description

medical

Transcript of Terapi Schizofrenia Pada Kehamilan

Terapi Antipsikosis skizofrenia pada Kehamilan

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPerbedaan signifikan jenis kelamin ada pada gejala, karakteristik, dan respon pengobatan skizofrenia. Meskipun skizofrenia secara sederhana memiliki perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Puncak onset skizofrenia lebih lambat pada wanita, terjadi usia25-35 tahun dan pada lelaki pada usia 15-25 tahun. Kira-kira 90% pasien dalam pengobatan skizofrenia usia 15-55 tahun. Perempuan dengan Skizofrenia dapat dan bisa menjalani kehamilannya. Namun, pada skizofrenia yang tak terkontrol dapat membahayakan, baik terhadap ibu maupun janin. Lagipula, pada beberapa wanita, kehamilan dapat menimbulkan gejala skizofrenia meningkat. Pada skizofrenia angka kesuburan (fertility rate)relatif lebih rendah dari wanita pada umumnya. Wanita dengan skizofrenia bisa hamil karena mereka aktif secara seksual, memiliki pengetahuan yang kurang tentang kontrasepsi dan seks yang tidak terproteksi.Namun, pasien skizofrenia memiliki resiko yang tinggi terhadap kehamilan yang tidak direncanakan atau diinginkan, lebih sering tidak menikah dan dengan dukungan dukungan sosial yang terbatas.1.2 Batasan MasalahReferat ini membahas skizofrenia pada kehamilan serta pengobatan skizofrenia pada kehamilan1.3 Tujuan penulisanTujuan penulisan referat ini adalah: Memahami terapi skizofrenia pada kehamilan.1.4 Metode PenulisanPenulisan dari referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada beberapa literatur.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 SkizofreniaSkizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Gangguan skizofrenik umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh afek yang tidak wajar (inappropiate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap dipertahankan, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Pikiran, perasaan, dan perbuatan yang paling utama sering terasa atau diketahui oleh atau terbagi rasa dengan orang lain, dan waham-waham dapat timbul, yang menjelaskan bahwa kekuatan alami dan supernatural sedang bekerja mempengaruhi pikiran dan perbuatan penderita dengan cara-cara yang sering tidak masuk akal atau bizarre. Individu mungkin mengganggap dirinya sebagai pusat segala-galanya yang terjadi. Halusinasi, terutama auditorik, lazim dijumpai dan mungkin memberi komentar tentang prilaku dan pikiran individu itu. Persepsi sering terganggu, dan kebingungan juga lazim dijumpai pada awal penyakit dan sering mengakibatkan keyakinan bahwa situasi sehari-hari itu benar memiliki makna khusus, biasanya bernada seram atau mengancam, yang ditujukan secara khas pada individu tersebut. Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya beberapa individu penderita skizofrenia mempunyai kerentanan genetik herediter. Penelitian Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal walau pun belum ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima untuk skizofrenia.Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik lainnya. Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis pasti untuk gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil berdasarkan sebagian pada :1. Tanda dan gejala yang ada2. Rriwayat psikiatri3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan dan putus obat akut.Penyebab skizofrenia dapat diuraikan sebagai berikut :1.Model Diatesis-stresSuatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan lingkungan yang merupakan model diatesis. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) ada kemungkinan lingkungan akan menimbulkan stres. Pada model diatesis-stres yang paling umum maka diatesis atau stres dapat berupa biologis atau lingkungan atau keduanya. Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (sebagai contohnya, situasi keluarga yang penuh ketegangan atau kematian orang terdekat).Dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial, dan trauma.2.Faktor NeurobiologiPenelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu dengan munculnya simptom skizofrenia.Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial. 3. Faktor BiologiKomplikasi kelahiranBayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.

InfeksiPerubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.Hipotesis DopaminDopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.Hipotesis SerotoninRumusan yang paling sederhana dari hipotesis dopamin untuk skizofrenia menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut timbul dari dua pengamatan. Pertama, Clozapine, dinyatakan mempunyai khasiat dan potensi anti psikotik serta berhubungan dengan kemampuannya untuk bertidak sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe 2 (D2). Kedua, obat-obatan yang meningkatkan dopaminergik, yang paling jelas adalah amfetamin, yang merupakan salah satu psikotomimetik.Hipotesis tersebut memiliki dua masalah. Pertama, antagonis dopamin efektif dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien yang teragitasi berat, tidak tergantung pada diagnosis. Dengan demikian tidak mungkin menyimpulkan bahwa terjadi hiperaktivitas dopaminergik. Sebagai contohnya antagonis dopamin digunakan juga untuk mengobati mania akut. Kedua, beberapa data elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan obat anti psikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien ini mungkin melibatkan keadaan hipodominergik. Struktur OtakDaerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel terlihat melebar, penurunanmassaabu abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.GenetikaPara ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%. 4Beberapa faktor resiko skizofrenia yaitu:1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga 2. Perilaku premorbid : kecurigaan, eksentrik, penarikan diri, dan/atau impulsivitas 3. Stress lingkungan 4. Kelahiran pada musim dingin5. Status sosial ekonomi yang rendahBerikut ini merupakan pedoman diagnostik untuk skizofrenia :Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):a. - Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda.- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.(b) - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar.- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.(c) Halusinasi auditorik:- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara).- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh.(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:(e) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang.(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;(h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika; Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed atitude), dan penarikan diri secara sosial.Berikut ialah klasifikasi skiforenia berdasarkan PPDGJ III:F20.0 Skizofrenia Paranoid Pedoman diagnostik : Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Sebagai tambahan : a. Suara halusinasi yang mengancam pasien atau member perintah atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendegung, bunyi ketawa.b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tapi kurang menonjol.c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan, dipengaruhi, passivity dan keyakinan yang dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata atau tidak menonjol.

F20.1 Skizofrenia HebrefenikPedoman diagnostik : Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Diagnosis hebrefrenia untuk pertama kalinya hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (15-25 tahun) Kepribadian premorbid menunjukkkan cirri khas :pemalu dan senang menyendiri, namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut memang benar bertahan : a. Perilaku tidak bertanggungjawab dan tidak dapat diramalkan, serta mannerisme, kecenderungan menyendiri dan perilaku hampa tujuan dan hampa perasaan. b. Afek pasien yang dangkal dan tidak wajar, sering disertai cekikikan atau perasaan puas diri, senyum sendiri atau sikap tinggi hati, tertawa menyeringai, mannerisme, mengibuli secara bersendau gurau, keluhan hipokondriakal dan ungkapan kata yang diulang. c. Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta inkoheren. Gangguan afektif, dorongan kehendak serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. F20.2 Skizofrenia KatatonikPedoman diagnostik : Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Satu atau lebih dari perilaku tersebuta. Stupor atau mutismb. Gaduh gelisahc. Menampilkan posisi tubuh tertentud. Negativism e. Rigiditasf. Fleksibilitas cereag. Gejala lain seperti : command automatisme dan pengulangan kata atau kalimat Pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. F20.3 Skizofrenia tak terinciPedoman diagnostik : Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Tidak memenuhi kriteria diagnosis paranoid, katatonik, hebefrenik, residual dan depresi pasca skizofrenia. F20.4 Depresi pasca skizofreniaPedoman diagnostik : Ditegakkan hanya kalau : a. Telah menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir inib. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap adac. Gejala depresif menonjol dan mengganggu dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia,diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai (F20.0-F20.3)F20.5 Skizofrenia residual Pedoman diagnostik : Syarat : a. Gejala negatif skizofrenia seperti perlambatan psikomotor, aktivitas menurun, afek tumpul, sikap pasif, ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang burukb. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampauc. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi minimal dan timbul sindrom negatif dari skizofeniad. Tidak terdapat dementia atau gangguan otak organik lainnya, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut. F20.6 Skizofrenia simpleksPedoman diagnostik : Diagnosis susah dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progesif dari : a. Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain dari episode psikotikb. Perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup dan penarikan diri dari sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia subtipe lainnya. F20.8 Skizofrenia lainnyaF20.9 Skizofrenia YTT

2.2 Kondisi kejiwaan dalam kehamilanTrimester I Cemas ,takut,panic,gusar, benci pada suami, menolak kehamilan, mengidam.Trimester II Kehamilan nyata, adaptasi dengan kenyataan : perut bertambah besar dan terasa gerakan janin. Trimester III Timbul gejolak baru menghadapi persalinan, Perasaan bertanggung jawab Golongan ibu yang mungkin merasa takut Ibu yang mempunyai riwayat/pengalaman buruk pada persalinan yang lalu Multipara agak berumur Primigravida yang mendengar tentang pengalaman ngeri dan menakutkan dari orang lain.Gangguan jiwa yang dapat terjadi pada kehamilan antara lain :1. Gangguan afektif pada kehamilan 2. Gangguan bipolar3. Skizofrenia4. Gangguan cemas menyeluruh 5. Gangguan panik6. Gangguan obsesif konvulsif

Penyebab: - Internal Perubahan tubuh dan hormonal ibu hamil.- Eksternal 1. Kehamilan tak diinginkan 2. Kehamilan berisiko 3. Jarak kehamilan yang terlalu dekat 4. Riwayat keguguran 5. Riw. Obstetri buruk 2.3 FertilitasAngka kesuburan pada wanita dengan skizofrenia rendah (30-80%) dibandingkan pada wanita dengan penyakit psikiatri lainnya dan penyakit umumnya. Walaupun demikian, wanita dengan skizofrenia bisa hamil karena mereka aktif secara seksual, memiliki pengetahuan yang kurang tentang kontrasepsi dan seks yang tidak terproteksi.2.4 Gambaran Klinik Skizofrenia selama KehamilanEfek kehamilan pada beratnya gejala dan perkembangan skizofrenia tidak dipelajari dengan baik, tetapi data yang tersedia mengindikasikan bahwa kehamilan dihubungkan dengan gejala yang memburuk. Pada satu studi, 9 dari 99 wanita dengan psikosis endogen memiliki gangguan mental selama kehamilan dan persalinan. Kehamilan pada 88 wanita dengan psikosis nonorganik memiliki kegelisahan dan kecemasan. 2.5 Komplikasi PerinatalPrenatal care pada wanita dengan skizofrenia dan penyakit mental kronik lainnya, biasanya tidak adekuat. Wanita dengan skizofrenia memiliki angka komplikasi yang tinggi selama kehamilan dan persalinan, serta dapat menyebabkan kematian bayi. Penelitian belum menemukan hubungan antara skizofrenia dengan komplikasi perinatal. Ketidakpatuhan pada prenatal care merupakan faktor penting dan dihubungkan dengan gelandangan, pengangguran, kehamilan yang tidak direncanakan, dan psikosis. Gejala yang berhubungan dengan skizofrenia dapat mengganggu kemampuan wanita untuk memahami kehamilannya.Prognosis baik Prognosis buruk

Onset lambat Onset muda

Faktor pencetus yang jelasTidak ada faktor pencetus

Onset akut Onset tidak jelas

Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan yang baik Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan yang buruk

Gejala gangguan mood Perilaku menarik diri

Menikah Tidak menikah/cerai

Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia

Sistem pendukung yang baik Sistem pendukung yang buruk

Gejala positif Gejala negatifTidak ada tanda dan gejala neurologisRiwayat trauma perinatalTidak ada remisi dalam 3 tahunBanyak relapsRiwayat penyerangan

2.6 Manajemen Kehamilan Pada Perempuan dengan SkizofreniaPerencanaan keluarga harus didiskusikan dengan seluruh pasien yang masih dalam kondisi subur. Adanya potensi penolakan, klinisi seharusnya lebih waspada untuk kemungkinan kehamilan yang tidak diharapkan. Jika pasien perempuan dengan skizofrenia menjadi hamil, penting untuk menentukan kemampuannya untuk mengurus dirinya sendiri, faktor resiko seperti merokok, penyalahgunaan zat, akses prenatal care dan kemampuannya untuk mengurus anaknya. Penyerahan kepada petugas prenatal, pekerja sosial, dan pengobatan oleh psikiatriharus dilakukan. Penggunaan obat-obat anti psikosis pada perempuan hamil harus diawasi dengan ketat. Pada umumnya penggunaan obat-obat anti psikosis selama kehamilan memiliki resiko potensi yang merugikan terhadap janin serta perburukan gejala psikosis. Resiko farmakoterapi anti psikosis secara umum antara lain:1. hendaya fungsi2. masa perawatan di rumah sakit yang lebih lama3. kecenderungan untuk bunuh diri dan kekerasan4. kehilangan pekerjaaan dan dukungan sosial5. juga mempengaruhi terhadap kehamilan antara lain, malnutrisi, prematur, abortus, fetal abuse atau neonaticide, serta penolakan prenatal care.2.7 AntipsikosisSkizofrenia diterapi dengan antipsikosis. Berdasarkan rumus kimianya, obat-obat antipsikotik dibagi menjadi golongan fenotiazin, misalnya chlorpromazine dan golongan nonfenotiazin cotontohnya haloperidol. Golongan fenotiazin sering disebut juga obat-obat berpotensi rendah (low potency) dan golongan non fenotiazin disevut obat berpotensi tinggi (high potency) karena hanya memerlukan dosis kecil untuk memperoleh efek yang setara dengan chlorpromazine 100mg. sedangkan berdasarkan mekanisme kerjanya obat antipsikotik dibagi menjadi dua, yaitu dopamine receptor antagonist (DRA)/ antipsikosis generasi 1 (APG 1) dan serotonin-dopamine receptor antagonist (SDA) antipsikosis generasi 2 (APG 2). Gold standard untuk pengobatan skizofrenia adalah APG-II.Farmakokinetik. Metabolisme obat-obat antipsikotik secara farmakokinetik dipengaruhi oleh beberapa hal, anatara lain pemakaian bersama enzym inducer seperti carbamazepin, phenytoin, ethambutol, barbiturate. Kombinasi dengan obat-obatan tersebut akan mempercepat pemecahan antipsikotik sehingga diperlukan dosis yang lebih tinggi. Clearance inhibitors seperti SSRI, TCA, beta blockers akan menghambat obat-obat antipsikotik sehingga perlu dipertimbangkan dosis pemberiannya bila diberikan bersama-sama. Kondisi stress, hipoalbumin karena malnutrisi atau gagal ginjal atau gagal hati dapat mempengaruhi ikatan protein obat-obat antipsikotik tersebut.Farmakodinamik. Obat-obat antipsikotik terutama bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin dan serotonin di otak, dengan target untuk menurunkan gejala-gejala psikotik seperti halusinasi, waham dan lain-lain. Sistem dopamin yang terlibat yaitu sistem nigrostriatal, sistem mesolimbokortikal, dan sistem tuberoinfundibular. Bila hambatan pada nigrostriatal berlebihan maka akan terjadi gangguan aktivitas motorik, sedang pada sistem mesolimbokortikal mempengaruhi fungsi kognitif. Dan fungsi endokrin terganggu apabila sistem tuberoinfundibuler terhambat berlebihan.Efek samping. Efek samping dapat dikelompokkan menjadi efeksamping neurologis dan nonneurologis. Efek samping neurologis akaut berupa akatisia, distonia akut, dan parkinsonism (acute extrapyramiddal syndrome). Dapat juga terjadi efek samping akut berupa sindrom neuroleptik maligna yang merupakan kondisi emergensi. Pada kondisi kronis dapat dilihat kemungkinan terjadinya tardive dyskinesiasawar uri (placental barrier) terdiri dari satu lapis sel epitel vili dan satu lapis sel endotel kapiler dari fetus, jadi mirip sawar saluran cerna. Karena itu obat yang dapat diabsorbsi melalui pemberian oral juga dapat masuk ke fetus melalui sawar uri. Pgp pada sawar uri, seperti halnya pada sawar darah otak, juga berfungsi untuk menunjang fungsi sawar untuk melindungi fetus dari obat yang efeknya merugikan2.8 Keamanan Antipsikosis pada KehamilanTidak ada obat antipsikosis yang merupakan kontraindikasi dalam kehamilan, walaupun demikian, obat dengan resiko defek pada kelahiran, prematuritas atau komplikasi neonatal harus dihindari jika terdapat obat alternatif lainnya sebagai substitusiWanita hamil dan menyusui merupakan kriteria ekslusi pada clinical trials, baru akhir-akhir ini wanita dengan usia produktif dapat dipartisipasi dalam penelitian ini. Sehingga terdapat kesenjangan pengetahuan terhadap efek obat antipsikosis terhadap perkembangan fetus dan neonatus. aturan utamanya ialah hindari memberikan obat terhadap ibu hamil (terutama trimester pertama) dan ibu menyusui, kecuali jika penyakit mental yang diidap parah. Dan ditentukan apakah efek terapi lebih besar daripada efek samping yang mungkin diterima fetus maupun neonatus. pasien dapat memilih untuk meneruskan terapi, karena pasien tidak menginginkan rekurensi. Jika pasien bersama dengan psikiater dan dokter kandungan memutuskan untuk meneruskan terapi psikofarmaka selama kehamilan, dosis harus dikalibrasi sesuai dengan perubahan fisiologis setiap trimester. Walaupun tidak ada antidepresan yang dikaitkan dengan kematian dalam kandungan dan kecacatan yang fatal, namun selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) dan tricyclic antidepressants (TCAs) dapat menyebabkan transient perinatal syndrome. Mood stabilizers dapat menyebabkan peningkatan resiko teratogenik seperti kelainan jantung dan defek neural tube, tetapi wanita dengan penyakit bipolar memiliki resiko relaps yang tinggi jika tanpa terapi rumatan. Lithium dapat meningkatkan resiko ebsteins anomalyBeberapa peneliti menyarankan bagi semua wanita usia produktif yang diterapi dengan antipsikosis untuk mengkonsumsi suplemen folat. Pemberian obat antipsikosis pada atau mendekati saat persalinan dapat menyebabkan bayi over sedasi saat persalinan. Sehingga memerlukan respiratoir. Dapat juga menyebab bayi ketergantungan obat, yang memerlukan detoksifikasi dan terapi withdrawal syndrome. Neonatal withdrawal syndrome dan hipertensi pulmonar berhubungan dengan pemberian SSRI pada trimester ketiga. Semua obat psikiatri diseksresikan melalui asi sehingga ibu tidak dianjurkan untuk menyusuiNama obat antipsikosisKategori keamanan pada kehamilan

HaloperidolC

ChlorpromazinC

RisperidonC

OlanzapineC

ClozapineB

quetiapineC

aripiprazolC

kategori a: studi berpembanding menunjukkan tidak ada resiko. Studi berpembanding yang cukup pada wanita hamil menunjukkan tidak adanya resiko terhadap fetus pada trimester kehamilan pertama, kedua maupun ketigakategori b: tidak ada bukti resiko pada manusia. Studi berpembanding yang cukup pada wanita hamil menunjukkan tidak adanya peningkatan risiko kelainan fetus meskipun ditemukan adanya kelainan pada hewan. Atau tidak ada studi yang cukup pada manusia, sedangkan studi pada hewan menunjukkan tidak ada risiko terhadap fetus. Efek merugikan pada fetus kemungkinan kecil, tetapi tetap adakategori C: risiko tidak dapat disingkirkan. Studi berpembanding yang cukup pada manusia tidak ada, dan pada hewan juga tidak ada atau telah menunjukkan adanya resiko pada fetus. Ada kemungkinan terjadi efek merugikan pada fetus jika obat diberikan selama kehamilan. Tetapi potensial keuntungannya melebihi potensi risikonyakategori D: bukti risikonya positif. Studi pada manusia, atau data penelitian atau data pasca pemasaran menunjukkan adanya risiko terhadap fetus. Meskipun demikian, potensial keuntungan dari penggunaan obat melebihi potensial resikonya. Misalnya obat demikian mungkin dapat diterima jika diperlukan untuk situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif.Kategori X: kontraindikasi pada kehamilan. Studi pada hewan atau manusia, atau laporan penelitian atau laporan pasca pemanasaran, telah menunjukkan bukti positif adanya kelaianan atau risiko pada fetus yang jelas melebihi keuntunggannya pada pasien2.9 Antipsikosis yang sering digunakan2.9.1 HaloperidolHaloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberikan fenotiazin. Reaksi ekstrapiramidal timbul pada 80% pasien yang diobati dengan haloperidol.Farmakodinamik: struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin, tetapi butirofenon memperlihatkan banyak sifat fenotiazin. Pada orag normal, efek haloperidol mirip fenotiazin piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase manik depresif dan skizofrenia. Efek fenotiazin piperazin dan butirofenon berbeda secara kuantitatif karena butirofenon selain menghambat efek dopamin juga meningkatkan turn over ratenya.Susunan saraf pusat: haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami eksitasi. Efek haloperidol terhadap EEG memperlambat dan menghambat jumlah gelombang teta. Haloperidol juga menurunkan ambang rangsang konvulsi.haloperidol menghambat sistem dopamin dan hipotalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan oleh apomorfinSistem saraf otonom: efek SSO haloperidol lebih kecil dibanding dengan AP lain. Namun haloperidol dapat menyebabkan pandangan kabur. Obat ini menghambat aktivasi reseptor alfa adrenergik yang disebabkan oleh amin simpatomimetik.Sistem kardiovaskuler dan respirasi: obat ini menyebabkan hipotensi dan takikardiaEfek endokrin: obat ini menyebabkan galaktoreaFarmakokinetik: haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma tercapai dalam waktu 2-6jam sejak menelan obat, menetap sampai 72jam dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan diekskresikan melalui empedu. Ekskresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari setelah pemberian dosis tunggal.Efek samping dan intoksikasi: haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insidensi yang tinggi, terutama pada pasien usia muda. Pengobatan dengan haloperidol harus dimulai dengan hati-hati. Dapat terjadi depresi akibat reversi keadaan mania atau sebagai efek samping yang sebenarnya. Perubahan hematologik ringan dan selintas dapat terjadi, tetapi hanya leukopenia dan agranulositosis sering dilaporkan. Frekuensi kejadian ikterus akibat haloperidol rendah. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil. Penelitian retrospektif menunjukkan tidak adanya hubungan antara malformasi janin dan dalam eksposur rahim sebagai haloperidol yang diberikan untuk mengobati gejala psikotik pada ibu. Godet dan Marie-Cardine mempelajari 199 anak yang lahir dari ibu dengan skizofrenia yang terkena obat antipsikotik terlihat 2,5% dari anak-anak memiliki kelainan.Indikasi: indikasi utama haloperidol adalah untuk psikosisSediaan: obat ini tersedia dalam bentuk tablet 0,5 dan 1,5mg. Selain itu juga tersedia dalam bentuk sirup 5mg/100ml dan ampul 5mg/dl

2.9.2 KlorpromazinKlorpromazin (CPZ) adalah 1-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin. Susunan saraf pusat: CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama dapat timbul toleransi terhadap efek sedasi.CPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsang listrik maupun rangsang oleh obat. Semua derivat fenotiazin mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek ekstrapiramidal). .Neurologik: pada dosis berlebihan semua derivat fenotiazin dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Dikenal 6 gejala sindrom neurologik yang karakteristik dari obat ini. Empat diantaranya biasa terjadi sewaktu obat diminum, yaitu distonia akut, akatisia, parkinsonisme, dan sindrom neuroleptic malignant. Dua sindrom yang lain terjadi setelah pengobatan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, berupa tremor perioral dan diskinesia tardifOtot rangka. CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot rangka yang berada dalam keadaan spastik.Efek endokrin. Pada wanita dapat terjadi amenorea, galaktorea, dan peningkatan libido, sedangkan pada pria dilaporkan terjadi penurunan libido dan ginekomastia.Kardiovaskuler: hipotensi ortostatik dan peningkatan denyut nadi saat istirahatbiasanya terjadi. Tekanan arteri rata-rata, resistensi perifer, curah jantung menurun dan frekuensi denyut janutng meningkat. Efek ini diperkirakan karena efek otonom.Farmakokinetik. Kebanyakan antipsikosis diabsorbsi sempurna. Bioavailabilitas klorpromazin berkisar 25-35%. Volume distribusi besar (7L/kg). Metabolit klorpromazin ditemukan di urin sampai beberapa minggu setelah pemberian obat terakhir.Efek samping. Batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup aman. Gejala idiosinkrasi mungkin timbul, berupa ikterus, dermatitis dan leukopenia. Reaksi ini disertasi eosinofilia dalam darah perifer.Sediaan. Cpz tersedia dalam bentuk tablet 25mg dan 100mg. Selain itu juga tersedia dalam bentuk larutan suntik 25mg/ml/ larutan CPZ berubah warna menjadi merah jambu oleh pengaruh cahaya.2.9.3 KlozapinMerupakan antipsikosis atipikal pertama dengan potensi lemah. Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, klozapin menunjukkan efek dopaminergik yang lemah tetapi dapat mempengaruhi sistem mesolimbik-mesokortikal. Klozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif maupun yang negatif. Efek yang bermanfaat terlihat dalam 2 minggu,diikuti perbaikan secara bertahap. Obat ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter terhadap obat standar. Juga cocok terhadap pasien yang menunjukkan efek samping extrapiramidal berat akibat penggunaan obat antipsikosis tipikal. Namun karena klozapin memiliki risiko timbulnya agranulositosis yang lebih tinggi, maka penggunaannya dibatasi hanya pada pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang lain.Efek samping dan intoksikasi: agranulositosis merupakan efek samping utama yang ditimbulkan pada pengobatan dengan klozapin.pada pasien yang mendapat klozapin selama 4 minggu atau lebih risiko terjadinya kira-kira 1 sampai 2 %. Gejala ini timbul paling sering 6-18 minggu setelah pemberian obat. Pengobatan dengan obat ini tidak boleh melebihi 6 minggu kecuali bila terlihat adanya perbaikan. Efek samping lain yang dapat terjadi antara lain hipertermia, takikardia, sedasi, pusing kepala dan hipersalivasi.Farmakokinetik: klozapin diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral. Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian obat. Klozapin secara ekstensif diikat protein plasma (>95%), obat ini dimetabolisme hampir sempurna sebelum diekskresikan lewat urin dan tinja, dengan waktu paruh rata-rata 11,8jam.Sediaan: klozapin tersedia dalam bentuk tablet 25mg dan 100mgBeberapa tindak lanjut studi klinis tentang ibu hamil dengan gangguan psikotik yang dirawat dengan clozapine. Di review Dev dan Krupp melaporkan pada 61 anak yang lahir dari 59 perempuan yang menerima pengobatan clozapine selama kehamilan. 51 dari anak-anak yang sehat, 5 memiliki cacat bawaan dan 5 memiliki sindrom perinatal. Layanan Pharmacovigilance Novartis telah melaporkan hampir 200 kasus malformasi dengan akibat penggunaan clozapine2.9.4 OlanzapinFarmakodinamik: olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin, struktur kimianya mirip dengan klozapin. Olanzapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2,D3,D4, dan D5), reseptor serotonin (5HT-2), muskarinik, histamin (H1) dan reseptor alfa 1Farmakokinetik: Olanzapin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral, dengan kadar plasma tercapai setelah 4-6jam pemberian. Metabolisme di hepar oleh enzim CYP 2D6, dan dieksresikan lewat urinIndikasi: Indikasi utama penggunaan olanzapin ialah untuk mengatasi gejala positif maupun negatif skizofrenia dan sebagai antimania. Obat ini juga menunjukkan efektivitas pada pasien depresi dengan gejala psikotikEfek samping: meskipun strukturnya mirip dengan klozapin, olanzapin tidak menyebabkan agranulositosis. Olanzapin dapat ditolenransi dengan baik dengan efek samping ekstrapiramidal terutama tardive diskinesia yang minimal. Efek samping yang sering dilaporkan adalah peningkatan berat badan dan gangguan metabolik, yaitu intoleransi glukosa, hiperglikemia, dan hiperlipidemiaSediaan: olanzapin tersedia dalam bentuk tablet 5mg, 10mg, dan vial 10mg

Data dari registri kasus eksposur olanzapine selama kehamilan telah dilaporkan oleh Goldstein et dari 23 kehamilan dengan penggunaan olanzapine prospektif dipastikan ada tambahan 11 kasus retrospektif. seperti terjadi aborsi spontan sebanyak 13%, lahir mati 5%, dan prematur 5%. . 2.9.5 RisperidonFarmakodinamik: risperidone yang merupakan derivat dari beksizoksazol mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT-2) dan afinitas menengah terhadap reseptor dopamine (D2), alfa 1 dan alfa 2 adrenergik dan reseptor histamin. Aktivitas antipsikosis diperkirakan melalui hambatan reseptor serotonin dan dopamin.Farmakokinetik: bioavailabilitas oral sekitar 70%, volume distribusi 1-2 L/kg. Di plasma risperidon terikat dengan albumin dan alfa 1 glikoprotein. Ikatan protein plasma sekitar 90%. Risperidon secara ekstensif di metabolisme di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi metabolitnya 9-hidroksirisperidon. Risperidon dan metabolitnya dieliminasi lewat urin dan sebagian kecil lewat feces.Indikasi: Indikasi risperidon adalah untuk skizofrenia gejala positif maupun negatif. Disamping itu diindikasikan pula untuk gangguan bipolar, depresi dengan ciri psikosis, dan Tourette syndrome.Efek samping: secara umum risperidon dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dilaporkan adalah insomnia, agitasi, ansietas, somnolen, mual, muntah, peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia dan reaksi ekstrapiramidal terutama tardiv diskinesia. Efek samping ekstrapiramidal umumnya lebih ringan dibanding antipsikosis tipikal.Sediaan: risperidon tersedia dalam bentuk tablet 1mg, 2mg dan 3 mg, sirup dan injeksi (long lasting injection) 50mg/ml

2.9.6 QuetiapinFarmakodinamik: obat ini memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2), serotonin (5HT-2) dan bersifat agonis parsial terhadapt reseptor serotonin 5HT1A yang diperkirakan mendasari efektivitas obat ini untuk gejala positif maupun negatif skizofreniaFarmakokinetik:absorbsinya cepat setelah pemberian oral, kadar plasma maksimal tercapai setelah 1-2 jam pemberian. Ikatan protein sekitar 83%. Metabolismenya lewat hati oleh enzim CYP 3A4. Ekskresi sebagian besar lewat urin dan sebagian kecil lewat feces.Indikasi: Quetiapin diindikasikan untuk gejala positif maupun negatif skizofrenia. Obat ini juga dilaporkan meningkatkan kemampuan kognitif pasien skizofrenia seperti perhatian, kemamouan berpikir, bicara dan kemampuan mengingat membaik. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan apakah manfaat klinisnya berarti. Disamping itu obat ini juga diindikasikan untuk gangguan depresi dan mania.Efek samping: efek samping yang umum adalah sakit kepala, somnolen, dizziness. Seperti antipsikosis pada umumnya, quetiapin juga memiliki efek samping peningkatan berat badan, gangguan metabolik dan hiperprolaktinemia, sedangkan efek samping ekstrapiramidalnya minimal.

BAB IIIKESIMPULAN

Sekitar 1 % penduduk dunia memiliki risiko terkena skizofrenia pada suatu waktu dalam hidupnya. Diagnosis dibuat berdasarkan gejala yang terdapat selama kurun waktu 1 bulan atau lebih (kriteria PPDGJ III). Terdapat korelasi yang minim antara penggunaan antipsikosis selama kehamilan dan malformasi kongenital. Meskipun demikian penggunaan antipsikosis selama kehamilan sebaiknya dihindari, khususnya trimester pertama, kecuali jika keuntungannya melebihi kerugiannya. Jika pasien, psikiater, dokter kandungan memutuskan untuk meneruskan terapi psikofarmaka selama kehamilan, dosis perlu dikalibrasi sesuai dengan perubahan fisiologi setiap trimester.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha Periode 4 November-7 Desember 201327