TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI - … · Web viewRp. 450 pada tahud 1977/78. Penggunaan bantuan...

92
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Transcript of TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI - … · Web viewRp. 450 pada tahud 1977/78. Penggunaan bantuan...

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

B A B XI

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

A. TENAGA KERJA 1. Pendahuluan

Keadaan ketenaga kerjaan di Indonesia ditandai oleh adanya beberapa masalah pokok yang bersifat struktural. Pertama, adanya pertumbuhan penduduk yang pesat telah menimbulkan kelebihan tenaga kerja secara umum. Kegiatan pembangunan perlu ditingkat-kan untuk dapat menyerap pertambahan angkatan kerja baru mau-pun untuk meningkatkan produktivitas angkatan kerja yang telah bekerja. Kedua, adanya kekurang seimbangan di dalam susunan umur angkatan kerja Indonesia dengan relatif besarnya golongan umur muda di dalam struktur angkatan kerja, akan mempersulit usaha-usaha penyaluran tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja muda. Ketiga, adanya kekurang seimbangan di dalam penyebaran tenaga kerja di antara pulau-pulau di Indonesia dengan akibat pemanfaatan tenaga kerja maupun sumber-sumber alam menjadi kurang optimal. Keempat, adanya kekurang seimbangan di antara jenis tenaga kerja terdidik yang diperlukan untuk mengisi lapangan kerja yang terbuka dalam pembngunan dengan jenis jenis tenaga kerja yang dihasilkan oleh sistim pendidikan, hal mana menimbul-kan gejala Pengangguran di kalangan tenaga terdidik. Kelima, pasat tenaga kerja belum mampu menyalurkan tenaga kerja secara efisien dan efektif dengan akibat banyak tenaga kerja yang belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan pembangunan.

Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara mengenai perluasan lapangan kerja ditetapkan, bahwa pemecahan terhadap masalah ini berarti memperluas lapisan masyarakat yang secara produktif ikut serta dalam pembangunan dan pada akhirnya juga mengendung arti makin meluasnya lapisan masyarakat yang ikut mengambil tanggung jawab dalam pembangunan.

719

Sesuai dengan ketetapan tersebut, maka dalam Repelita II telah dirumuskan tiga bentuk kebijaksanaan untuk mengatasi masalah-masalah ketenaga kerjaan. Pertama, kebijaksanaan-kebijaksanaan umum, baik di bidang ekonomi maupun sosial. Di bidang ekonomi, umpamanya kebijaksanaan fiskal, moneter dan lain-lain selalu diarahkan untuk memperluas kesempatan kerja.

Di bidang sosial, umpamanya kebijaksanaan di bidang pendidik- an, kesehatan dan keluarga berrencana selalu diaraahkan untuk, meningkatkan mutu tenaga kerja baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Pelaksanaan program keluarga berencana juga ditujukan untuk mengurangi pertumbuhan angkatan kerja. Kedua, kebijaksanaan pembangunan diberbagai sektor pembangunan diarahkan untuk mengatasi masalah-masalah kesempatan kerja. Kebijaksanaan disektor pertanian, umpamanya diarahkan untuk me-ngatasi masalah selengah pengangguran melalui usaha usaha peningkatan produktivitas tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian. Ketiga, kebijaksanaan-kebijaksanaan khusus yang ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah ketenaga kerjaan jangka pendek.

Kebijaksanaan-kebijaksanaan khusus di bidang ketenaga kerjaan yang telah dilakukan selama ini pada dasarnya ditujukan untuk mencapai sasaran-sasaran berikut :a. Perluasan kesempatan kerja secara langsung dalam

rangka mengu- rangi pengangguran dan meayerap pertambahan angkatan kerja di daerah pedesaan. Usaha-usaha ini diwujudkan dalam bentuk Program Pembangunan Desa.

b. Peningkatan pembinaan dari penggunaan tenaga

kerja secara lebih efektif dalam proses pembangunan melalui Program Pembinaan dan Penggunaan Tenaga Kerja

c. Peningkatan ketrampilan tenaga kerja yang diwujudkan dalam bentuk usaha-usaha Program Pendidikan Tenaga Kerja.

d. Peningkatan hubungan kerja yang lebih aerasi yang dilaksana-kan melalui usaha-usaha Program Pembinaan Hubungan dan Per-lindungan Tenaga Kerja.

720

2. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan

a. Pembangunan DesaRendahnya tingkat produktivitas dan tingginya

tingkat pengangguran, khususnya di luar musim sibuk merupakan masalah ketenaga kerjaan yang penting di daerah pedesaan. Dalam hubungan ini maka dilaksanakan usaha-usaha khusus untuk penanggulangannya, yang ditujukan untuk memperluas kesempatan, kerja, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan pendapatan. Usaha-usaha ini diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan pembangunan yang antara lain ter-diri dari proyek padat karya gaya baru, pengembangan usaha non pertanian, pengembangan kredit desa, program bantuan pembangun-an daerah tingkat dua, proyek reboisasi dan penghijauan dan lain-lain.

1) Proyek Padat Karya Gaya Baru

Masalah pengangguran dan setengah pengangguran merupakan masalah-masalah mendesak di daerah-daerah pedesaan yang relatif miskin dan padat penduduknya. Oleh karena itu di daerah-daerah ini dilaksanakan Proyek Padat Karya Gaya Baru. Melalui kegiatan ini tenaga pengangguran dan setengah pengangguran dimanfaatkan dalam usaha peningkatan sarana ekonomi pedesaan seperti pemba-ngunan atau perbaikan jalan desa, saluran tertier, terasering, reboi-sasi dan penghijauan. Para pekerja diberi imbalan berupa uang yang jumlahnya tidak jauh berbeda dengan upah minimum bagi peker-jaan biasa yang berlaku setempat.

Dalam Repelita II dikemukakan bahwa jumlah kecamatan yang akan diikut sertakan dalam proyek ini

setidak-tidaknya 775 kecamatan. Dalam pelaksanaan Proyek Padat Karya Gaya Baru jumlah kecamatan yang ikut serta terus meningkat dan telah melampaui sasa-ran Repelita II. Selama empat tahun Repelita II jumlah kecamatan yang ikut serta adalah 1.294 kecamatan, seperti terlihat pada Tabel XI - 1.

721

TABEL XI - 1JUMLAH KECAMATAN DAN PENGERAHAN TENAGA KERJA

DALAM RANGKA PROYEK PADAT KARYA GAYA BARU,1972/73 - 1977/78

Tahun JumlahKecamatan

Pengerahan Tenaga Kerja Per Hari (orang)

1972/73 53 *) 160.0001973/74 63 *) 73.0001974/75 100 56.0001975/76 138 62.0001976/77 541 273.569**)1977/78 515 200.972***)

*) Jumlah kabupaten/kotamadya (Padat . Karya Gaya Lama).

**) Termasuk 214.638 orang dalam mangka penanggulangan akibat bencana alam. Angka disempurnakan.

***) Angka s/d Desember 1977, termasuk tenaga kerja yang diserap dalam rangka penanggulangan ak ibat bencana a lam keker ingan.

Jumlah tenaga kerja yang diserap setiap hari selama 3 - 9 bulan dalam kegiatan proyek Padat Karya Gaya Baru setiap tahun-nya juga meningkat. Dalam tahun 1974/75 tenaga kerja yang dikerahkan adalah rata-rata 56.000 orang per harinya dan pada tahun 1977/78 diperkirakan akan mencapai tidak kurang dari 200.972 orang per hari selama 3 - 9 bulan (lihat Tabel XI - 1). Demikian pula hasil-hasil fisik yang dicapai selama Repelita II terus mening-kat seperti tertera pada Tabel XI - 2.

722

TABEL XI - 2

HASIL-HASIL FISIK PROYEK PADAT KARYA GAYA BARU,

1972/73 - 1977/78

Kegiata fisik Satuan

1972/73

1973/74

1974/75 1975/76

1976/77

1977/781)

Perbaikan/pem-buatan jalandesa 700 102 415 713 1.108 2.448 3)

Pembuatan danperbaikan salu-ran pengairantertier 2.358 1.150 492 497 1.388 1.670 4)

Penghijauan,terraseringdan lain-lain km

7.027 1.470 1.358 1.196 3.431 2)

870

1) Angka s/d Desember 1977.2) Termasuk 2.525 ha dalam rangka menanggulangi akibat

bencana alamkekeringan dan lahar dingin.

3) Termasuk 860,9 km dalam rangka menanggulangi akibat bencana alamkekeringan.

4) Termasuk 1.301 km dalam rangka menanggulangi akibat bencana alamkekeringan.

723

GRAFIK XI – 1PENGERAHAN TENAGA KERDJA DALAM RANGKA

PROYEK PADAT KARYA GAYA BARU,1972/73 – 1977/78

724

GRAFIK XI – 2JUMLAH KESEMPATAN KERJA DAPAT DICIPTAKAN

DALAM PROGRAM INPRES KABUPATEN/KOTAMADYA,1972/73 – 1977/78

(dalam ribuan)

725

Dari Tabel XI - 2 di atas terlihat bahwa sejak tahun 1976/77 kegiatan Proyek Padat Karya Gaya Baru juga diarahkan pada penanggulangan akibat bencana alam dengan melaksanakan perbaikan, pengaturan dan pemeliharaan tata air seperti perbaikan saluran peng- airan tertier dan terrasering. Hasil-hasil yang dicapai antara lain berupa kelancaran pengairan, pengamanan sawah. dari bahaya banjir dan pencegahan erosi dan tanah longsor.

2) Pengembangan usaha-usaha Non PertanianUsaha-usaha di bidang non-pertanian di daerah

pedesaan selama Pelita II terus dikembangkan dan ditingkatkan antara lain melalui peningkatan ketrampilan tenaga kerja usia muda di bidang-bidang perbengkelan, las, pertukangan kayu, bengkel sepeda motor, montir radio, fotografi dan kesejahteraan keluarga. Selama 1973/74 - 1977/78 telah diberikan alat perlengkapan pendidikan berupa alat praktek kejuruan sebanyak 287 set, alat praktek pendidikan kesejahteraan keluarga (PKK) 287 set dan alat-alat penyuluhan 112 set.

Selain bantuan berupa peningkatan ketrampilan bagi masyarakat desa juga diberi bantuan permodalan yang diarahkan kepada pemu- garan/pembangunan rumah masyarakat di pedesaan. Selama 1973/74 - 1977/78 telah dibangun dan dipugar sebanyak 2.568 rumah yang meliputi daerah-daerah pedesaan di 24 propinsi. Bantuan dana pe-mugaran/pembangunan rumah tersebut kemudian dikembangkan lagi melalui tenaga-tenaga pembimbing sosial masyarakat desa yang masing-masing meneruskannya lagi kepada anggota masyarakat desa

yang me-merlukan.

3) Pengembangan Kredit DesaMasalah permodalan sangat mempengeruhi

perluasan kesempatan kerja di sektor kegiatan pengusaha-pengusaha kecil, khususnya di pedesaan.

Untuk mendorong kegiatan pengusaha lemah dan perluasan, ke- sempatan kerja di pedesaan, selama tahun 1973/74 1977/78 telah diberikan bantuan modal yang berkisar antara Rp. 10.000 sampai

726

Rp. 25.000 dan maksimum Rp. 100.000 untuk tiap nasabah. Baik jumlah kredit maupun jumlah nasabah ternyata setiap tahunnya terus meningkat. Pada bulan Maret 1975 jumlah nasabah berjumlah. 61.824 orang dan pada bulan Juni 1977 telah meningkat menjadi 214.617 nasabah dengan menyalurkan kredit mini sebesar Rp. 8.467 juta.

Selain itu Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) terus dikembangkan dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas serta perluasan kesempatan kerja. Per-syaratan dan prosedar untuk memperoleh kredit tersebut cukup sederhana dan mudah. Realisasi KIK yang pada akhir tahun 1974/75 berjumlah Rp. 15,5 milyar telah meningkat menjadi Rp. 50,5 milyar pada akhir Desember 1977 yang diberikan kepada 39.737 nasabah. Demikian pula realisasi KMKP naik dengan pesat.

Pada akhir tahun 1974/75 tercatat realisasi kredit sebesar Rp. 13,6 milyar dan sampai pada akhir Desember tahun 1977/78 telah mencapai Rp. 61,8 milyar dengan 322.391 nasabah. Peningkatan KIK dan KMKP antara lain, disebabkan adanya penyederhanaan pro-sedur dan penyempurnaan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya.

Sejak tahun anggaran 1976/77 telah juga dilaksanakan pemberian bantuan keuangan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan pedagang-pedagang,kecil yang tinggal di pedesaan dalam bentuk Kredit Candak Kulak (KCK). Pemberian KCK ini dilakukan dengan syarat yang sangat lunak dan dengan prosedur yang sangat sederhana, dengan maksud untuk melindungi pedagang kecil dari lintah darat.

Jumlah pinjaman per nasabah berkisar antara

Rp. 2.000 sampai pada Rp. 15.000 dengan suku bunga 12% setahun. Sampai akhir Nopember 1977 telah disalurkan KCK sebesar Rp. 750 juta kepada 1.500 BUUD/KUD untuk dipinjamkan kepada para nasabah.

4) Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat IIBantuan Pembangunan Daerah Tingkat II

merupakan salah satu program khusus dalam rangka memperluas kesempatan kerja di daerah-daerah diseluruh Indonesia. Bantuan diberikan kepada Daerah Tingkat II dan didasarkan kepada jumlah penduduk. Jumlah bantuan per jiwa setiap tahun meningkat dari Rp. 200 pada tahun 1972/73 menjadi

727

Rp. 450 pada tahud 1977/78. Penggunaan bantuan tersebut diarahkan pada pembangunan prasarana fisik misalnya jalan, jembatan, pasar, saluran pengairan, ataupun pengawetan tanah dan pengendalian banjir. Proyek-proyek yang dipilih sedemikian rupa sehingga dapat menciptakan sebanyak mungkin kesempatan kerja dengan memanfaatkan bahan-bahan bangunan setempat. Dalam rangka ini kesempatan kerja secara langsung dapat terciptakan sewaktu pelaksanaan konstruksi fisik, sedang secara tidak langsung melalui pemanfaatan tenaga kerja dan bahan bangunan setempat serta melalui peningkatan kegiatan ekonomi setelah prasarana fisik selesai dikerjakan.

Tabel XI - 3 memperlihatkan kesempatan kerja yang telah diciptakan dalam 100 hari kerja sejak tahun 1972/73 sampai pada tahun 1977/78. Menurunnya jumlah kesempatan kerja sejak tahun 1976/77 disebabkan antara lain oleh karena kenaikan upah yang dibayarkan kepada para pekerja. Dalam tahun 1974/75 upah rata-rata bagi pekerja tidak terdidik adalah Rp. 304 per hari, sedangkan pada tahun 1977/78 meningkat menjadi Rp. 465 per hari.

TABEL XI - 3JUMLAH KESEMPATAN KERJA YANG DAPAT DICIPTAKAN DALAM PROGRAM INPRES KABUPATEN/KOTAMADYA,

1972/73 - 1977/78

TahunJumlah KesempatanKerja yang Tercipta

(dalam 100 hari kerja)

1972/73 435.6171973/74 533.737

1974/75 905.1301975/76 1.004.8711976/77 824.3981977/78 771.255 *)

*) Angka sampai dengan Dessember 1977.

728

5) Reboisasi dan PenghijauanSalah satu usaba lainnya untuk memperluas

kesempatan kerja ialah melalui proyek reboisasi dan penghijauan. Sejak tahun 1976/77 status proyek ini, telah ditingkatkan menjadi proyek Inpres. Selain diarahkan untuk memperluas kesempatan kerja, proyek juga bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan potensi produksi tanah dan air serta kelestarian hutan.

Sejak tahun 1972/73 sampai dengan tahun 1977/78 luas areal yang selesai direboisasi dan dihijaukan diperkirakan masing-masing berjumlah 584.101 ha dan 1.368.066 ha. Untuk melaksanakan ke-giatan tersebut kesempatan kerja yang diciptakan dalam “100 hari kerja” selalu meningkat setiap tahun.

Jumlah kesempatan kerja yang tercipta dalam “100 hari kerja” meningkat dari 11.779,6 dalam tahun 1972/73 menjadi 14.449,7 da-lam tahun 1973/74 dan 15.727,6 dalam tahun 1974/75. Kemudian terus meningkat sehingga menjadi 68.131,9 dalam tahun 1977/78, atau kurang lebih menjadi enam kali lipat dibandingkan dengan 1972/73 (Lihat Tabel XI - 4).

b. Pembinaan dan Penggunaan Tenaga KerjaPembinaan dan penggunaan tenaga kerja yang

dilaksanakan da-lam Repelita II merupakan tindak lanjut dan peningkatan kegiatan yang telah ditempuh selama Pelita I. Usaha tersebut meliputi pengerahan Tenaga Kerja Sukarela BUTSI, kuliah kerja nyata, pemanfaatan anggota ABRI, pembinaan pengusaha lemah, pembatasan tenaga asing, informasi pasar kerja dan antar kerja serta perencanaan tenaga kerja.

1) Tenaga Kerja Sukarela BUTSI

Dalam rangka pemanfaatan dan penyediaan tenaga kerja terdidik untuk membantu dan mendorong pembangunan di pedesaan, pengerahan dan penempatan tenaga kerja sukarela (TKS) yang telah di-mulai sejak Pelita I terus ditingkatkan selama 1973/74 - 1977/78. Dengan pengalaman kerja di desa dan dengan melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan pembangunan para TKS (yang terdiri dari sarjana/sarjana muda) akan lebih matang dalam menghayati masa-

729

Reboisasi Penghijauan

Tahun Luas ( ha )

Hari Kerja(100 hari

kerja)

Luas Hari Kerja

Jumlah hari kerja (ha ) (100 hari kerja) (100

hari kerja)

1972/73

36.650 5.739,7 1.070.855

6.039,9 11.779,61973/7

453.402 8.397,7 104.50

05.852,0 14.449,7

1974/75

45.582 7.338,7 149.802

8.388,9 15.727,61975/7

683.858 13.501,1 70.623 3.954,9 17.456,0

1976/77

169.518 26.165,7 302.597

16.945,5 43.111,2

1977/78

203.091 x)

32.703,8 632.689xx)

35.428,1 68.131,9

TABEL XI - 4

PERENCANAAN REBOISASI, PENGHIJAUAN DANKESEMPATAN KERJA,

1972/73 – 1977/78x) Rencana areal yang akan direboisasi xx) Rencana areal yang akan dihijaukan.

730

GRAFIK XI - 3PELAKSANAAN REBOISASI, PENGHIJAUAN DAN KESEMPATAN KERJA,

1972/73 - 1977/78

731

lah-masalah pembangunan, khususnya masalah-masalah pembangunan di pedesaan.

Bidang-bidang kegiatan TKS-BUTSI meliputi :a) pemerintahan desa dengan membantu perbaikan

administrasi dan tata kerja pemerintahan, membuat daftar milik desa dan menyempurnakan pembukuan IPEDA;

b)pendidikan/latihan dengan membantu memberikan pelajaran di SD Desa membantu memberikan latihan pada kursus-kursus pendidikan kesejahteraan keluarga (PKK) scperti sulam menyu-lam, masak memasak dan jahit menjahit;

c) kesehatan, gizi dan keluarga berencana dengan memberi contoh makanan yang bergizi, memberikan penyuluhan keluarga beren-cana dan sebagainya;

d)pembangunan prasarana dengan membantu pembangunan/reha-bilitasi irigasi, jalan desa, rumah ibadah dan lain-lain;

e) meningkatkan produksi dengan memperluas dan mengintensifkan penanaman cengkeh, appel dan palawija.Sejak tahun 1972/73 sampai pada Oktober 1977

jumlah TKSBUTSI yang telah dikerahkan di pedesaan tertera pada Tabel XI - 5. Sampai pada tahun 1974/75 jumlah TKS-BUTSI yang dikerahkan selalu meningkat setiap tahun, namun mulai tahun 1975/76 terjadi pe-nurunan.

TABEL XI - 5PENGERAHAN TENAGA KERJA SUKARELA BUTSI,

1972/73 - 1977/78

Tahun Jumlah Pengerahan (arang)

1972/73 2951973/74 2001974/75 1.4801975/76 1.2791976/77 1.020

1977/78 591 x)x) Angka sampai dengan Oktober 1977.

732

Menurunnya jumlah TKS yang dikerahkan mungkin disebabkan semakin terbukanya kesempatan kerja di instansi pemerintahan dan swasta. Selain itu pengerahan TKS-BUTSI selalu berdasarkan kesu-karelaan. Sementara itu sejak tahun 1976/77 telah dilaksanakan langkah-langkah peningkatan program TKS-BUTSI. Langkah-langkah ini menyangkut bidang latihan yang ditujukan kepada peningkatan ke-trampilan TKS agar mereka dapat lebih bermanfaat, baik sewaktu melaksanakan tugas-tugas kesukarelaan maupun setelah keluar dari TKS BUTSI nantinya. Peningkatan pada bidang-bidang lain akan te-rus dilaksanakan sehingga minat memasuki TKS-BUTSI diharapkan dapat ditingkatkan.

2) Kuliah Kerja NyataSelama periode tahun 1973/74 - 1977/78,

pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang merupakan kegiatan intra kurikuler perguruan tinggi terus ditingkatkan. Dalam rangka ini para mahasiswa yang akan menyelesaikan pendidikannya diberi tugas lapangan, khususnya di pedesaan. Mereka ditugaskan secara kelompok-kelompok antar disiplin ilmu pengetahuan sehingga merupakan satu kesatuan dalam usaha meningkatkan pembangunan, khususnya pembangunan pedesaan. Selain itu kegiatan KKN juga memberikan pengalaman dan ketrampilan bagi mahasiswa untuk menerapkan pengetahuan mereka di lapangan.

Dengan demikian KKN telah diarahkan kepada dua sasaran. Pertama, pemanfaatan tenaga mahasiswa sebagai kader pembangunan di masa datang dalam merencanakan dan melaksanakan proyek-proyek pembangunan di pedasaan. Kedua, mematangkan diri mahasiswa dalam berpikir dan bertindak dalam proses pembangunan. Sejak tahun 1974/75 sampai 1977/78 telah ditugaskan sejumlah

12.665 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri.

3) Pemanfaatan Anggota ABRIPara anggota ABRI/POLRI yang memasuki Masa

PersiapanPensiun (MPP) namun masih memiliki potensi serta ingin aktif ber-partisipasi dalam pembangunan diberi kesempatan untuk menambah

733

GRAFIK XI – 4PENGERAHAN TENAGA KERJA SUKARELA BUTSI,

1972/73 – 1977/78

734

ketrampilan di Pusat-pusat Latihan Kejuruan (PLK) Industri atau Pertanian. Jumlah !anggota ABRI/POLRI yang dilatih di PLKI dan PLKP setiap tahunnya meningkat. Selain itu dalam rangka menunjang pembangunan daerah transmigrasi anggota ABRI/POLRI yang memasuki MPP telah pula diikut sertakan. Sejak tahun 1973/74 sampai tahun 1977/78 telah ditransmigrasikan sebanyak 2.271 kepala ke-luarga.

4) Pembatasan Penggunaan Tenaga Asing

Dalam rangka pembatasan tenaga asing dan pemanfaatan tenaga kerja Indonesia telah diterbitkan Keppres No. 23 tahun 1974, dengan mana diadakan tiga jenis pembatasan bagi tenaga kerja asing penda-tang. Pertama, tertutup karena telah tersedianya tenaga kerja Indonesia. Kedua, adalah jenis jabatan yang terbuka selama waktu tertentu karena belum tersedianya tenaga Indonesia. Jenis jabatan tersebut memerlukan keahlian. Sementara itu bagi perusahaan yang mengerjakan tenaga asing tersebut diwajibkan melatih tenaga Indonesia yang pada waktunya akan menggantikan tenaga asing. Ketiga, adalah jenis ja-batan yang terbuka untuk sementara waktu, khususnya jenis jabatan yang bersifat khusus, misalnya manager keuangan perusahaan.

Sejak diterbitkannya Keppres No. 23 tahun 1974 telah dikeluarkan peraturan pelaksanaannya yang meliputi enam sub-sektor seperti tertera pada Tabel XI - 6.

Selain itu sedang disusun peraturan pelaksanaan pembatasan te- naga kerja asing pendatang untuk sub-sektor-sub-sektor : industri logam dan mesin, industri

735

kimia, aneka industri dan kerajinan, perhubungan udara, perhubungan laut, perikanan, perkebunan, peternakan, tanaman pangan dan pengawasan makanan dan obat-obatan. Sejalan dengan pembatasan tenaga asing dan pemanfaatan tenaga kerja Indonesia telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 1977 tentang pengakhiran kegiatan usaha asing dalam bidang perdagangan, yaitu kegiatan jual beli barang atau jasa yang dilakukan secara terus menerus. Kegiatan perdagangan Perusahaan Asing dan Domestik

TABEL XI – 6PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAAN TENAGA KERJAWARGA NEGARA ASING PENDATANG MENURUT SUB-SEKTOR

Asing yang bergerak di bidang produksi dibatasi pada impor mesinmesin suku cadang (spareparts), bahan baku/penolong guna pema-kaian dalam proses produksi sendiri, ekspor hasil produksi, penjualan hasil produksi kepada perusahaan lain sebagai barang modal/suku cadang. Di luar kegiatan-kegiatan ini perusahaan asing dan domestik asing tidak diijinkan untuk beroperasi. Dengan demikian kesempatan kerja makin terbuka bagi tenaga kerja Indonesia di bidang perda-gangan.

5) Informasi tenaga kerja dan Antar KerjaUntuk meningkatkan mobilitas tenaga kerja, baik

antar jabatan maupun antar daerah telah dikumpulkan dan disebar luaskan infor-masi mengenai penawaran dan permintaan tenaga kerja. Sejak tahun

736

1972/73 sampai Oktober 1977 jumlah tenaga kerja yang mendaftarkan dan yang ditempatkan adalah berturut-turut 1.142.478 orang dan 292.794 orang (Iihat Tabel XI-7).

Terkecuali untuk tahun 1973/74, baik permintaan maupun penempatan tenaga kerja selalu meningkat setiap tahun sampai pada tahun 1975/76. Namun dalam tahun 1976/77 dan sampai pada Oktober 1977 baik permintaan maupun penempatan tenaga kerja menurun.

Penurunan jumlah tenaga kerja yang diminta dan ditempatkan dalam tahun-tahun terakhir ini disebabkan banyak perusahaan-perusahaan dan pencari kerja berhubungan secara langsung. Perusahaan langsung mencari pekerja di sekitar perusahaan atau melalui iklan di surat-surat kabar dan pencari kerja juga langsung menghubungi perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja, sehingga angka "penghapusan" menjadi cukup besar.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk perusahaan-perusahaan di luar pulau Jawa, sejak tahun 1972/73 sampai pada bulan Oktober 1977 telah disalurkan sejumlah 56.461 orang yaitu dalam rangka Antar Kerja Antar Daerah. Umumnya tenaga kerja tersebut bekerja di perkebunan, kehutanan, industri bangunan dan pertambangan.

Selain itu juga telah disalurkan sebanyak 14.493 orang tenaga kerja kerja negeri dalam rangka Antar Kerja Antar Negara. Banyak

TABEL XI – 7JUMLAH PENDAFTARAN, PERMINTAAN, DAN PENDAPATAN

TENAGA KERJA, 1972/73 – 1977/78

x) Angka sampai dengan Oktober 1977

737

GRAFIK XI – 5PENDAFTARAN, PERMINTAAN DAN PENEMPATAN

TENAGA KERJA SETEMPAT1972/73 – 1977/78

(dalam ribuan)

738

di antara mereka bekerja di bidang pelayaran dan pertambangan. Akhir-akhir ini banyak pula yang dipekerjakan di industri bangunan di negara-negara Timur Tengah.

Jumlah yang relatif besar dalam rangka penyaluran melalui antar kerja adalah Antar Kerja Lokal.

Kegiatan Antar Kerja Lokal merupakan tindak lanjut atas, informasi pasar kerja yang disebar-luaskan kepada masyarakat setempat oleh kantor-kantor Pembinaan dan Penggunaan Tenaga Kerja. Tenaga Kerja yang melamar di kantor-kantor tersebut diseleksi dan diuji sesuai dengan persyaratan yang dimintakan oleh instansi atau perusa- haan setempat yang membutuhkan tenaga. Kemudian tenaga kerja yang memenuhi persyaratan disalurkan ke instansi-instansi atau peru- sahaan-perusahaan lokal yang membutuhkan. Sejak tahun 1972/73 sampai pada Oktober 107 telah disalurkan sebanyak 292.794 orang dalam rangka AKL seperti tertera pada Tabel XI-8.

6) Perencanaan Tenaga Kerja

Dalam program pembinaan dan penggunaan tenaga kerja termasuk usaha perencanaan tenaga kerja. Di samping aspek sektor, maka perencanaan tenaga kerja selama pelaksanaan tahun 1973/74-1977/78 juga menekankan aspek daerah. Dalam hubungan ini telah berhasil disusun pedoman pelaksanaan, tata kerja serta bentuk organisasi perencanaan tenaga kerja di daerah. Dalam tahun 1976/77 organisasi yang berbentuk Team Perencanaan Tenaga Kerja Daerah (PTKD) telah disempurnakan Anggota team terdiri dari-wakil-wakil instansi antara lain dari perguruan tinggi, Pembinaan

dan penggunaan Tenaga Kerja dan diketuai oleh wakil dari Bappeda setempat. Tata kerja. team juga telah disempurnakan.c. Pendidikan Tenaga Kerja

Tingginya pertumbuhan angkatan kerja usia muda mengakibatkan menonjolnya kebutuhan pendidikan dan latihan agar mereka da-pat mengisi kesempatan kerja yang ditimbulkan oleh kegiatan pem-

739

TABEL XI - 8JUMLAH TENAGA KERJA YANG DISALURKAN

DALAM RANGKA AKAD, AKAN, DAN AKL, 1972/73 - 1977/78

TAHUN AKAD AKAN AKL JUMLAH

1972/73 1.771 2.020 33.996 37.7871973/74 6.654 1.362 35.029 43.0451974/75 8.693 1.252 63.116 73.0631975/76 14.373 1.923 82,312 98.6081976/77 14.555 2.994 +) 63.842 81.3911977/78 10.413 4.942 14.499 29.854

Jumlah 56.461 14.493 292.794 363.748

AKAD = Antar Kerja Antar DaerahAKAN = Antar Kerja Antar NegaraAKL = Antar Kerja Lokal +) Angka yang disempurnakan ++) Angka s/d Oktober 1977.

bangunan. Selain itu pendidikan dan latihan juga diarahkan untuk meningkatkan ketrampilan angkatan kerja yang sudah bekerja.

Untuk mencapai sasaran tersebut selama tahun 1973/74-1977/78 telah dilaksanakan rehabilitasi dan perluasan pusat-pusat latihan kejuruan yang ada, pembangunan pusat latihan kerja baru dan pem-binaan kursus kursus swasta. Untuk menunjang kegiatan latihan juga telah dilaksanakan-penyempurnaan klasifikasi pekerjaan, uraian dan syarat pekerjaan.

740

GRAFIK XI - 6JUMLAH TENAGA KERJA YANG AKAN DISALURKAN

DALAM RANGKA AKAD DAN AKAN,1972/73 - 1977/78

741

1) Latihan Tenaga Kerja.Kegiatan pembangunan memerhtkan tenaga kerja

yang memiliki kecakapan dan ketrampilan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja cakap dan trampil tersebut, langkah-langkah yang diambil dalam tahun 1973/74-1977/78 adalah melanjutkan rehabilitasi pusatpusat latihan kerja (PLK) yang ada dan membangun PLK-PLK baru. Untuk menambah kapasitas latihan telah direhabilitasi dan diperluas semua PLK Industri dan PLK Pertanian yang ada di Jawa sehingga daya tampungnya telah meningkat dari 236 orang per-shift menjadi 700 orang per-shift.

Selain itu telah selesai dibangun PLKI di Medan dan Ujung Pandang dengan daya tampung masing-masing 120 orang per-shift. PLK - Khusus Las di Jakarta sudah mendekati penyelesaian pembangunan fisiknya dan dalam tahun 1978 sudah mulai melaksanakan latihan. PLK Kehutanan di Samarinda dan 17 buah PLK baru/Home base Mobile Training UNIT (MTU) yang terrsebar di beberapa daerah terus dilanjutkan pembangunannya.

Jumlah tenaga kerja yang telah dilatih selama tahun 1972/73 sampai dengan Oktober 1977 dapat dilihat pada Tabel XI-9.

Untuk memenuhi kebutuhan instruktur sejak: tahun 1973/74 telah berhasil dididik 300 orang instruktur baru dan ditatar 129 orang instruktur serta 10 orang mendapatkan pendidikan tambahan diluar negeri. Dalam rangka mengisi kebutuhan instruktur untuk PLK-PLK baru akan dilatih 300 orang calon instruktur dalam tahun 1978.

2)Pembinaan Kursus SwastaDalam rangka memanfaatkan semaksiml ah

mungkin fasilitas la- tihan yang ada, kursus-kursus swasta sebagai bagian dari pendidikan nasional terus ditingkatkan kemampuannya.

Pembinaan yang telah dilaksanakan mencakup pembakuan kurikulum dan silabi, latihan dan penataran para instruktur serta penyempurnaan sarana latihan. Sampai dengan Oktober 1977 telah

742

TABEL XI - 9JUMLAH TENAGA KERJA YANG TELAH DILATIH

DI BERBAGAI PUSAT IATIHAN KERJA,1972/73 - 1977/78

Pusat Latihan 1972/73 1973/74 1974/75

1975/76 1976/77

1977/78

Industri 7.040 7.855 9.763 10.327 12.797

6.398

Pertanian 1.540 1.551 1.699 2.456 816Manajemen 1.411 1.105 1.805 2.088 1.790 297Mobile Training UnLt (LITU)

1.277 2.715 3.230 3.373 1.029

J u m l a h 11.268 13.266 16.497

18.244 23.404

8.540

+) Angka s/d Oktober 1977

ditatar 147 orang instruktur kursus swasta, masing-masing 50 orang di Jawa Barat, 50 orang di Jawa Tengah dan 47 orang di Timur.

Bidang-bidang kursus swasta yang telah berhasil dibakukan meliputi kejuruan otomotif/diesel, pesawat penerima/radio/televisi dan administrasi perkantoran.

3) Penyempurnaan Klasifikasi Pekerjaan, Uraian Pekerjaan dan Syarat-syarat Pekerjaan.

Usaha penyempurnaan klasifikasi pekerjaan. melalui analisa berbagai jenis jabatan yang dirintis sejak awal Pelita II terus dilaksana-kan dan ditingkatkan. Kegiatan ditekankan di sektor-sektor yang ba-nyak mempekerjakan, tenaga kerja asing pendatang.

Dalam rangka kegiatan tersebut telah dianalisa 4.762 jabatan. Seri uraian jabatan yang telah

berhasil disusun meliputi industri

743

744

industri kehutanan (logging), bangunan, perhotelan, tekstil, kayu dan pembuatan barang-barang dari kayu, tembakau, aneka bahan makanan, logam, dasar, aneka kimia pembuatan kertas dan percetakan.d. Pembinaan Hubungan dan Perlindungan Tenaga

KerjaTerbatasnya kesempatan kerja dan belum

berfungsinya pasar kerja dengan baik merupakan salah satu sebab lemahnya kedudukan buruh di pasar tenaga kerja. Justru karena itu dalam tahun 1973/74 1977/78 telah diusahakan peningkatan pembinaan hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang antara lain meliputi perbaikan per- aturan pengupahan, kesehatan dan keselamatan kerja, hubungan kerja dan perjanjian kerja bersama serta jaminan sosial buruh.

1) Perbaikan peraturan dan pelaksanaan pengupahanDi bidang pengupahan usaha diarahkan kepada

sasaran agar upah terendah disesuaikan dengan kebutuhan pokok minimum masing-masing sektor. Dalam rangka perbaikan peraturan-peraturan pelaksa-naan pengupahan, sejak tahun 1974/75 telah dikumpulkan data pengupahan dari berbagai sektor dan daerah. Bersamaan dengan pengolahan dan analisa data yang telah dikumpulkan, dewan-dewan pengupahan pusat dan daerah turut memberikan pertimbangan kepada pemerintah dalam merumuskan kebijaksanaan pengaturan pengupahan.

Dewasa ini telah ditetapkan upah minimum di beberapa daerah untuk beberapa sektor. Daerah-daerah Sumatera Utara, Jambi dan Jawa Tengah telah menetapkan upah minimum secara regional. Se-puluh daerah lainnya yaitu Sumatera Barat, Sumatera

Selatan, Lam-pung, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan/Tenggara, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat telah menetapkan upah minimum secara sektoral/sub-sektoral.

2) Kesehatan dan Keselamatan KerjaKegiatan dalam bidang perlindungan kesehatan

dan keselamatan kerja selama tahun 1973/74 - 1977/78 ditujukan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mengurangi kecelakaan kerja, baik dari risiko pelaksanaan pekerjaan (professional risk), maupun terhadap bahaya pencemaran lingkungan (enviromental hazards).

745

Dalam rangka kegiatan tersebut pengawasan terhadap norma-norma keselamatan dari kesehatan kerja ditingkatkan, misalnya pengamatan dan pengawasan terhadap keracunan, pengaruh radiasi, penggunaan bahan kimia. Selain itu setiap tahun telah diberikan tambahan ketrampilan bagi tenaga dokter-dokter perusahaan di bidang hygiene perusahaan. Dalam usaha untuk merumuskan kebijaksanaan perlindungan terhadap bahaya lingkungan di laboratorium hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (hyperkes) sedang diadakan pengujian mengenai kebisingan, tekanan panas, nilai ambang batas kimia, pestisida dan alat perlindungan diri.

3) Hubungan KerjaUsaha pembinaan hubungan Cerja mencakup

peningkatan daya guna organisasi buruh dan pengusaha serta badan kerjasama buruhpengusaha (bi-partite) dan badan kerja sama buruh-pengusaha-pemerintah (tri-partite). Dalam hubungan ini Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) yang telah terbentuk dalam tahun 1973 terus dibantu untuk mengembangkan dirinya. Sampai pada akhir 1976 telah ter- bentuk Dewan Pimpinan Daerah di 26 propinsi, Dewan Pimpinan Cabang di 276 Kabupaten/Kotamadya 21 Pimpinan Pusat Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP), 144 Pimpinan Daerah SBLP, 247 Pimpinan Cabang SBLP dan 8.081 Basis SBLP. Demikian pula organisasi Permusyawaratan Urusan Sosial Ekonomi Pengusaha Indonesia/ Kamar Dagang Indonesia (PUSPI/KADIN) juga giat melengkapi perangkat organisasinya sampai ke daerah-daerah dan Cabang-cabang.

Dalam rangka meningkatkan dan memperluas tri-partite telah terbentuk Sekretariat Bersama Tri- Partite di 17 daerah/propinsi : Aceh, Sumatera Utara,

Sumatera Barat Riau, Jambi Lampung, Sumatera Selatan, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Bali dan Maluku.

Selain itu melalui prosedur tri-partite telah dihasilkan peraturan pendaftaran organisasi buruh, pemungutan iuran bagii serikat-serikat buruh melalui pengusaha (check off). Juga hasil-hasil keputusan Pa- nitya Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan Daerah (P4P/

746

P4D) yang anggotanya terdiri dari tri-partite telah dihimpun dan akan disusun untuk dijadikan pedoman dalam meningkatkan efisiensi kerja lembaga P4P dan P4D.4) Perjanjian Perburuhan.

Untuk memelihara ketenangan dan menjamin kepastian hak dan kewajiban buruh dan pengusaha sesuai dengan Undang-undang No. 21 tahun 1954, maka usaha untuk menyempurnakan dan memperluas perjanjian kerja bersama (PKB) selama tahun 1973/74 - 1977/78 terus ditingkatkan. Perkembangan sejak tahun 1973/74 menunjukkan kecenderungan meningkat baik jumlah PKB, maupun jumlah per-usahaan yang dicakup PKB seperti tertera pada Tabel XI-10. Dalam tahun 1974/75 terdapat 22 PKB yang terdaftar yang meliputi 64 perusahaan. Dalam tahun 1977/78 jumlah PKB meningkat menjadi 154 yang meliputi 1.300 perusahaan. Untuk memperluas jumlah PKB telah diberikan pengetahuan mengenai cara-cara dan isi pembuatan PKB. Bagi setiap perusahaan yang belum ada PKB-nya dan mem-punyai buruh 50 orang atau lebih sejak tahun 1976 diwajibkan untuk mengeluarkan peraturan perusahaan. Peraturan tersebut dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan dan memuat antara lain mengenai waktu kerja, cuti, istirahat. Kira-kira 92% dari 4.000 perusahaan yang diharuskan telah mengeluarkan peraturan perusahaannya ma-sing-masing.

TABEL XI – 10PERJANJIAN KERJA BERSAMA, 1973/74 – 1977/78

*)Angka s/d Oktober 1977

747

GRAFIK XI – 8PERJANJIAN KERJA BERSAMA,

1973/74 – 1977/78

748

747

5) Jaminan SosialDalam rangka memelihara-ketenangan kerja dan

meningkatkan produktivitas, usaha-usaha kearah perbaikan jaminan sosial buruh selama tahun 1973/74 - 1977/78 terus ditingkatkan. Sejak tahun 1974/75 telah dikutnpulkan data dari perusahaan-perusahaan mengenai jaminan sakit dan kecelakaan di sembilan daerah. Selain itu, diadakan juga pendaftaran peserta asuransi tenaga kerja dan perhi- tungan asuransi. Tindak lanjut jaminan sosial buruh kemudian dilak-sanakan oleh Yayasan Dana Jaminan Sosial yang sampai akhir tahun 1977 telah memiliki 6.000 perusahaan peserta dengan mencakup 304.000 jiwa.

Untuk lebih meningkatkan penyelenggaraan jaminan sosial buruh, telah dikeluarkan P.P. No. 33 tahun 1977 dan P.P. 34 tahun 1977 masing-masing mengenai asuransi sosial tenaga kerja dan pendirian PERUM Asuransi Sosial Tenaga Kerja (PERUM ASTEK). Sejak 1 Januari 1978 personil, kekayaan,dan tanggung jawab Yayasan Dana Jaminan Sosial yang berhubungan dengan asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK) dialihkan kepada Perum ASTEK. Kebijaksanaan umum dan pengawasan atas Perum ASTEK dilakukan oleh Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi dengan dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari pemerintah pengusaha buruh (tri-partite).

Program ASTEK sementara dibatasi pada-asuransi kecelakaan kerja dan tabungan hari tua yang dikaitkan dengan asuransi kematian. Peserta ASTEK terdiri dari para karyawan perusahaan swasta, baik nasional maupun asing, PERUM, PERSERO, dan Perusahaan-perusahaan Negara yang didirikan dengan undang-undang, antara lain Pertamina, bank-bank milik negara serta seluruh tenaga kerja yang dipekerjakan pada perusahaan-perusahaan tersebut

Pada tahap permulaan perusahaan-perusahaan yang diwajibkan ikut serta dalam ASTEK ialah

perusahaann yang mengerjakan tenaga kerja tidak kurang dari 100 orang dan atau perusahaan yang mem- bayar upah untuk seluruh karyawannya paling sedikit Rp. 5 juta sebulan. Pada waktunya perusahaan-perusahaan yang lebih kecilakan diikut sertakan dalam program ini sesuai dengan peningkatan ke-mampuan.

6) Keluarga Berencana di Perusahaan-perusahaanMelalui pendekatan tri-partite dalam tahun 1977

delah mulai dirintis penggalakan keluarga berencana dalam rangka kegiatan hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (hyperkes) di perusahaan-perusahaan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan meliputi kunjungan-per-usahaan, informasi motivasi, pelayanan medis keluarga berencana dan latihan-latihan.

Dalam tahun 1977 telah dikunjungi sejumlah 350 perusahaan yang tersebar di daerah-daerah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali-Nusatenggara. Dari bulan Januari sampai dengan Desember 1977 telah tercatat 10.687 akseptor baru di perusahaan-perusahaan.

Selain itu telah diadakan latihan bidang keluarga berencana yang pesertanya terdiri dari 27 manager perusahaan, 30 pimpinan buruh, 55 dokter perusahaan dan 30 para medis selama tahun 1977.

Selanjutnya telah mulai dirintis pengadaan fasilitas penitipan anak di perusahaan-perusahaan.

B. TRANSMIGRASI

1. PendahuluanSalah satu masalah yang dihadapi di dalam

pembangunan Indo- nesia adalah keadaan penyebaran

749

penduduk dan tenaga kerja yang tidak seimbang secara geografis. Pulau Jawa, Bali, dan Lombok yang merupakan sebagian kecil dari luass wilayah Indonesia menampung sebagian besar dari penduduk dan angkatan kerja yang ada. Penyebaran penduduk dan tenaga kerja yang tidak seimbang ini mengakibatkan kurang optimalnya pemanfaatan sumber-sumber yang ada, baik tenaga ketja maupun sumber-sumber alam.

Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara telah ditetapkan, bahwa transmigrasi, termasuk transmigrasi lokal, harus digerakkan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh secara terarah dan dikaitkan dengan kegiatan pembangunan daerah. Di samping transmigrasi yang langsung digerakkan oleh Pemerintah, maka transmi-

750

grasi spontan akan lebih terdorong dengan makin meluasnya pem- bangunan dan kegiatan ekonomi di luar Jawa.

Dengan demikian maka program transmigrasi mempunyai fungsi ganda. Pertama, merupakan usaha perluasan kesempatan kerja bagi para petani kecil yang tidak mempunyai tanah atau mempu- nyai tanah amat sempit, yang sekaligus dikaitkan dengan usaha per-luasan areal tanaman pangan dan ekspor. Dalam hubungan ini pro-gram transmigrasi, diharapkan dapat mendorong pembangunan dae-rah melalui peningkatan produksi di daerah dan terciptanya pusat-pusat pengembangan di daerah-daerah yang langka penduduknya. Selanjutnya program transmigrasi juga merupakan wahana untuk memperkokoh ketahanan dan keamanan nasional dan meningkatkan pembinaan kesatuan bangsa.

2. Kebijaksanaan transmigrasi dalam Pelita II. Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan pokok

transmigrasi, selalu diusahakan perbaikan-perbaikan agar terdapat peningkatan kwantitas dan kwalitas penyelenggaraannya, baik di daerah asal maupun di daerah penerima.

Di daerah penerima, kebijaksanaan diarahkan agar persiapan- persiapan yang dilaksanakan sebelum transmigran ditempatkan cukup memadai. Untuk itu diusahakan supaya tersedia sarana-sara-na yang secara minimum harus ada agar daerah .pesempatan dapat berkembang terus. Sarana-sarana ini antara lain terdiri atas jalan penghubung, jalan poros dan jalan desa, sarana sosial sepertir fa-silitas pendidikan, pusat kesehatan masyarakat, gedung-gedung per-temuan, sumber penyediaan air dan lain sebagainya. Berbagai fasi litas yang disediakan bagi para transmigran juga dapat dimanfaat-kan oleh penduduk setempat.

Kepada setiap keluarga transmigran disediakan

tanah garapan berupa sawah dan atau ladangs Untuk setiap, KK transmigran di daerah kering disediakan tahah seluas 4 - 5 ha, sedang di daerah yang ada ir igasi disediakan tanah seluas 2 ha. Dari jumlah itu 1 har(¾ ha untuk ditanami dan ¼ ha untuk pekarangan) diper- siapkan terlebih dahulu sehingga bilamana transmigran sampai di

751

daerah penempatan, tanah untuk pertanian sudah dapat ditanami dalam waktu yang tidak terlalu lama. Bagi setiap KK juga disedia-kan rumah dan jaminan hidup untuk lebih kurang sembilan bulan jaminan hidup tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup-nya selama petani transmigran belum dapat menghasilkan sendiri bahan pokok kebutuhan sehari-hari terutama pangan. Selanjutnya langkah-langkah pembinaan dilaksanakan secara kontinu selama lima tahun. Setelah akhir masa tersebut diharapkan daerah itu akan dapat berkembang terus tanpa memerlukan bantuan khusus.

Di daerah asal, kebijaksanaan diarahkan kepada daerah-daerah yang padat penduduknya, khususnya daerah-daerah yang mempunyai kepadatan penduduk lebih dari 1.000 orang per km2, daerah bencana alam dan daerah kritis lainnya yang memerlukan penghijauan. Prioritas juga diberikan kepada daerah yang akan tergenang air sebagai akibat adanya pembangunan dam. Di daerah-daerah asal tersebut diadhkan penerangan-penerangan, baik secara langsung maupun melalui media massa. Tujuan penerangan ini ialah agar para calon transmigran mendapat gambaran yang jelas mengenai masalah-masalah yang akan dihadapi di tempat yang baru serta hak dan kewajiban mereka sebagai transmigran. Mereka yang mendaftarkan diri menjadi calon-calon transmigran diperiksa dan diseleksi identitas dan kesehatannya. Pelayanan kesehatan bagi calon-calon yang terpilih dilakukan baik sebelum transmigran meninggalkan daerah asal maupun selama dalam perjalanan. Selama dalam per jalanan menuju daerah penempatan, selain pelayanan kesehatan, para transmigran serta keluarganya diberikan puls perlengkapan dan kebutuhan pokok lainnya.

3. Pelaksanaan Kegiatan TransmigrasiTabel-tabel XI - 11, XI - 12, XI - 13 dan Tabel XI -

14 mencerminkan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan di bidang transmigrasi selama empat tahun pertama Repelita II. Pada Tabel XI - 11 terlihat bahwa sasaran yang telah ditetapkan untuk tahun 1973/74 sebanyak 15.887 KK aelah berhasil dilampaui dengan mencapai 21.313 KK atau sekitar 134,1%. Selanjutnya dari sasaran-

752

sasaran tahun 1974/75 dan tahun 1975/76, yang masing-masing se- banyak 11.000 KK dan 8.100 KK, telah berhasil dicapai berturut-turut 8.934 KK atau 81,2% dan 2 949 KK atau 36,4%.

Untuk tahun 1976/77 telah berhasil diberangkatkan sebanyak 16.697 KK atau kurang lebih 120,0% dari sasaran tahun yang ber-

TABEL XI - 11RENCANA, DAN-REALISASI PENEMPATAN TRANSMIGRASI,

1972/73 - 1977/78

Tahun Rencana Relisasi % RealisasiKK terpadaprencana KK

KK Jiwa KK Jiwa

1912/73 9.300 46.500 11.314 52.018 121.51973/74 15.887 79.433 21.333 97.171 134,11974/75 11.000 55.000 3.934 36.706 81,21975/76 8.100 40.500 2.949 12.109 36,41976/77 13.910 69.550 16.697 75.575 120,01977/78 21.090 105.450 8.112+) 36.742 38,5 +)+) Angka s/d Desember 1977

sangkutan yaitu sejumlah 13.910 KK. Realisasi yang lebih besar ini dibandingkan dengan sasaran yang ada untuk tahun tersebut adalah merupakan hasil pemindahan transmigran dari sisa sasaran tahun- tahun sebelumnya, yaitu masing-masing 2.066, KK sisa sasaran tahun 1974/75 dan 5.151 KK sisa sasaran tahun 1975/76. Sedangkan dari sasaran tahun 1976/77 baru dapat diselesaikan 9.480 KK atau se-kitar 68,2%.

Dalam tahun 1977/78 telah dapat dilaksanakan penempatan se- jumlah 8.112 KK dari sasaran tahun bersangkutan sebanyak 21.090 KK. Hal ini berarti bahwa untuk tahun 1977/78 palaksanaan penem-patan mencapai sekitar 38,5%.

753

820112-(48)

GRAFIK XI – 9RENCANA DAN REALISASI PENEMPATAN TRANSMIGRASI,

1972/73 – 1977/78

754

Secara keseluruhan, dari sasaran tahunan yang telah: ditetapkan selama empat tahun Repelita II yaitu 54.100 KK telah berhasil dilaksanakan sebanyak 36.692 KK atau sekitar 69,0%. Sedangkan untuk periode 5 tahun terakhir dengan sasaran 69.987 KK telah berhasil ditransmigrasikan 58.005 KK atau lebih kurang 82,0%.

Bilamana telali diketahui bahwa suatu daerah benar-benar sesuai untuk dijadikan lokasi transmigrasi, diadakan perencanaan yang le-bih terperinci memgenai tata ruang, pembangunan prasarana, pemba- ngunan fasilitas pendidikan, kesehatan dan sebagainya di samping rencana pembaayaan pengembangan lembaga-lembaga seperti BUUD/ KUD dan rencana pemasaran hasil-hasil produksi daerah tersebut. Kegiatan-kegiatan pembangunan-secara fisik seperti pembangunan ja- lan penghubung, pembangunan gedung sekolah, pusat kesehatan masyarakat, gudang, rumah transmigran dan lain-lain barulah dapat dilaksanakan setelah perencanaan selesai. Perencanaan dan kegiatan konstruksi sekurang-kurangnya membutuhkan waktu 1½ tahun. Dengan demikian persiapan-persiapan dibidang perencanaan dan kon- struksi membutuhkan waktu 2½ tahun. Baru setelah itu daerah yang bersangkutan dapat ditempati. Oleh karena lamanya waktu yang di- butuhkan untuk mempersiapkan daerah penerima, maka pencapaian sasaran tahunan pelaksanaan transmigrasi selalu mengalami keterlam-batan.

Kegiatan persiapan fisik dan pemindahan para transmigran di- dahului oleh kegiatan penelitian dan survey baik di daerah penerima maupun di daerah asal. Di daerah penerima survey dan penerimaan ditujukan untuk mengetahui sejauh mana suatu daerah sesuai untuk dijadikan lokasi pemukiman transmigrani yang dapat berkembang. Selanjutnya juga diadakan perencanaan lokasi serta pembangunan prasarana dan sarana fisik pemukiman.

Selama etnpat tahun pertama Repelita II, program survey iden-tifikasi calon lokasi dilaksanakan untuk areal seluas 13 349.900 ha. Pelaksanaan survey pada tahun 1973/74 dan tahun 1974/75 masingmasing 13.500 ha dan 33:600 ha per 1.000 KK, sedang pada tahun 1975/76 melonjak menjadi 76.543 ha per 1.000 KK. Pada tahun

755

1976/77 pelaksanaan survey menurun menjadi 23.724 ha dan kemu- dian pada tahun 1977/78 direncanakan naik lagi menjadi 43.267 ha untuk setiap 1.000 KK. Survey yang dilaksanakan itu antara lain men-cakup masalah aspek-aspek hukum agraria, potensinya dalam pem- bangunan daerah, penerimaan rakyat setempat terhadap transmigran, kondisi kesehatan, kesanggupan tanah, kebutuhan prasarana, dan lain lain. Biasanya pelaksanaan survey membutuhkan waktu setahun, Lihat Tabel XI - 12.

Perkembangan hasil-hasil persiapan secara fisik di daerah penerima selama empat tahun pertama Repelita II dapat diikuti dari Tabel XI 12. Dari Tabel ini nampak bahwa untuk aetiap 1.000 KK, prasarana jalan yang dibangun, poliklinik, sekolah dan rumah ibadah yang didirikan, serta lembaga BUUD/KUD yang dikembangkan telah meningkat selama Repelita II.

TABEL XI - 12PDRSIAPAN FISIK KWANTITATIP DI DAERAH PENERIMA

UNTUK SETIAP 1.000 KK, 1972/73 - 1977/78

TahunSurvey tanah

(ha)

Jalan

(km)

Poliklinik sekolah BUUD/KUUD Rumah

(unit) (unit) (unit) (unit)1972/73 5.670 6 1 1 - -1973/74 13.500 2 1 1 0,5 0,001

1974/75 33.600 49 2 2 0,7 2,251975/76 76.543 110 2,2 2 1,2 2,5

1976/77 23.724 100 2,2 2 1,5 2,51977/78 +)

43.267 88,9

2,7 6,7 3,9 4,6

+) Angka sementara

756

GRAFIK XI – 10PERSIAPAN FISIK KWANTITATIF DI DAERAH PENERIMA

UNTUK SETIAP 1.000 KK,1972/73 – 1977/78

757

(sambungan grafik XI – 10)

758

Pembangunan jalan telah meningkat dari 2.km per 1.000 KK pada tahun 1973/74 menjadi 49 km per 1.000 KK pada tahun 1974/75, 110 km pada tahun 1975/76, 100 km pada tahun 1976/77 dan 88,9 km per 1.000 KK pada tahun 1977/78. Penyediaan poliklinik telah meningkat dari 1 unit per 1.000 KK pada tahun 1973/74 menjadi 2 unit pada tahun 1974/75, 2,2 unit pada tahun 1975/76 dan tahun 1976/77, dan kemudian 2,7 unit per 1.000 KK pada tahun 1977/78. Pendirian sekolah, pada tahun 1973/74 yang hanya 1 unit per 1.000 KK, meningkat menjadi 2 unit pada tahun 1974/75, tahun 1975/76 dan tahun 1976/77, untuk kemudian melonjak menjadi 6,7 unit per 1.000 KK pada tahun 1977/78. Demikian juga halnya dengan pendirian rumah ibadah dan pengembangan BUUD/KUD.

Hasil usaha pembinaan di bidang produksi juga memperlihatkan kecenderungan meningkat selama empat tahun Repelita II. Pening- katan-peningkatan di bidang produksi tersebut antara lain meliputi produksi padi, palawija dan tanaman keras di daerah pasang surut dan daerah non pasang surut. Produksi padi didaerah non pasang surut pada tahun 1973/74 adalah 0,96 ton/ha, sedangkan untuk ta- hun 1974/75, tahun 1975/76 dan tahun 1976/77 masing-masing ada- lah 1,15 ton/ha, 1,50 ton/ha dan 1,95 ton/ha. Pada tahun 1977/78 melonjak menjadi 2,88 ton/ha. Di daerah pasang surut dari tahun 1973/74 sampai dengan tahun 1977/78 masing-masing adalah 1,10 ton/ha 1,30 ton/ha, 1,80 ton/ha, 1,92 ton/ha dan 1,75 ton/ha. Produksi singkong juga memperlihatkan kecenderungan meningkatyaitu, 4,50 ton/ha, 5,50 ton/ha 7,00 ton/ha, 7,30 ton/ha, dan 13,62 toh/ha untuk tahun 1973/74 sampai pada tahun 1977/78. Penye- diaan tanaman keras dari tahun 1973/74 sampai pada tahun 1977/78 masing-masing 10 bt/ha, 20 bt/ha, 25 bt/ha, 38 bt/ha, dan 38 bt/ha. Lihat Tabel XI - 13.

Pembinaan dan pengembangan daerah tnansmigrasi

tidak terbatas pada hasil usaha dari pada budi daya tanaman-tanaman saja, tetapi juga pada peternakan. Perkembangan populasi ternak seperti sapi, kerbau dan unggas menunjukkan kenaikan yang berarti selama empat tahun pertama Repelita II. Dalam Tabe1 XI - 14 terlihat bahwa ternak besar (sapi dan kerbau) untuk setiap 100 KK dari tahun 1973/

759

TABEL XI-13TINGKAT PRODUKSI BEBERAPA KOMODITI HASIL PERTANIAN,

1973/74 – 1977/78

Macam Komoditi 1973/74

1974/75 1975/76 1976/77

1977/78 +)

1. Padi (ton/ha)a. Non Pasang Surut 0,96 1,15 1,50 1,95 2,08b. Pasang Surut 1,10 1,50 1,50 1,92 1,75

2. Palawija

a. Singkong 4,50 5,50 7,00 7,30 13,62

3. Tanaman Keras 10,00 20,00 25,00 38,00 38,00+) Angka s/d Oktober 1977

TABEL XI - 14PERKEMBANGAN POPULASI TERNAK DAERAH TRANSMIGRASI

TIAP 100 KK, 1973/74 - 1977/78

*) Angka s/d Oktober 1977

74 sampai pada tahun 1977/78 masing-masing adalah 1 ekor, 8 ekor, 12 ekor, 17 ekor dan 18 ekor. Sedangkan ternak unggas (ayam dan itik), untuk setiap 100 KK dari tahun 1973/74 sampai pada tahun 1977/78 adalah 315 ekor, 368 ekor, 482 ekor, 498 ekor dan 237 ekor.

760

GRAFIK XI – 11PERKEMBANGAN TERNAK DAERAH TRANSMIGRASI TIAP 100 KK,

1973/74 – 1977/78

761

Kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk meningkatkan intensitas dan kwalitas persiapan dan pembinaan daerah transmigrasi, sebagaimana yang diutarakan di atas, adalah dalam rangka menjadikan daerah transmigrasi sebagai daerah yang akan dapat berkembang secara te-rus menerus dan dengan demikian memberikan sumbangan kepada pembangunan daerah secara lebih berarti. Hal imi juga berarti akan lebih mendorong terlaksananya perpindahan penduduk secara spontan dari daerah-daerah padat penduduk ke daerah-daerah penerima transmigrasi. Bagi lokasi lokasi tertentu, transmigrasi spontan dapat diperkirakan telah mencapai sekitar 17% dari jumlah transmigran yang seluruhnya dibiayai oleh Pemerintah.

Selain dari perpindahan penduduk dari Jawa, Bali dan Lombok ke daerahdaerah lain, maka selama empat tahun Repelita II juga sudah dilaksanakan transmigrasi lokal. Jumlah transmigrasi lokal masih terbatas. Usaha usaha transmigrasi lokal akan ditingkatkan secara lebih berarti dalam tahun terakhir Repelita II.

4. Peningkatan Kegiatan KoordinasiUsaha-usaha koordinasi dalam kegiatan

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian terus ditingkatkan, baik vertikal inaupun horizontal. Hal ini dilaksanakan agar proses penyelenggaraan transmigrasi dapat terlaksana secara lebih lancar dan lebih baik. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam tahun 1974 telah dikeluarkan Keputusan Presiden No. 29 mengenai pembentukan Badan Pengembangan Pembangunan Daerah Transmigrasi di Pusat, Badan Pembina Pemba- ngunan Daerah Transmigrasi di setiap Propinsi penerima dan pengirim serta Badan Pelaksana Pembangunan Daerah Transmigrasi di Kabupaten. Di tingkat pusat, badan-tersebut diketuai oleh Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi di tingkat propinsi

diketuai oleh Gubernur, dan di tingkat kabupaten diketuai oleh Bupati. Pada saat ini, organisasi badan ini sudah seluruhnya diberntuk baik di daerah-daerah penerima maupun di daerah-daerah pengirim transmi-grasi.

Adanya Badan Pengembangan di Pusat, Badan.Pembina di Propinsi, dan Badan Pelaksana di Kabupaten, telah memungkinkan pe-

762

ningkatan koordinasi dalam penyelenggaraan tsansmigrssi. Sementara itu, tata kerja dan prosedur kerja terus ditingkatkan agar badan-badan tersebut mampu melaksanakan fungsi koordinasinya secara lebih efektip. Dalam hubungan ini, telah dibentuk Direktorat Penyiapan Tanah Pemukiman Transmigrasi di bawah Direktorat Jendoral Bina Marga, Departemen PUTL. Direktorat ini bertugas untuk.melaksanakan pembukaan tanah dan konstruksi jalan di daerah.transmigrasi Masalah pengukuran pemetaap dan penyelesaian status tanah telah diserahkan penanganannya kepada Direktorat Jenderal Agraria, Departemen Dalam Negeri, sedangkan masalah pembinaan usaha tani di daerah transmigrasi dilaksanakan oleh Departemen Pertanian. Adanya pembagian kerga yang lebih serasi diharapkan akan dapat mening- katkan pelaksanaan transmigrasi.

763