Tempe
-
Upload
agita-raka -
Category
Documents
-
view
73 -
download
7
Transcript of Tempe
Metabolisme Karbohidrat dan Protein pada Proses Pembuatan Tempe
Oleh :
LABORATORIUM BIOKIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2013
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau
jenis kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan
Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan
sumber protein nabati. Di Indonesia pembuatan tempe sudah menjadi industri
rakyat (Francis F. J., 2000 dalam Suharyono A. S. dan Susilowati, 2006). Tempe
mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak,
karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe
lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan
kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks
menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990).
Kadar protein dalam tempe 18,3 gram per 100 gram tempe merupakan
alternatif sumber protein nabati, yang kini semakin popular dalam gaya hidup
manusia modern (Santoso, 2006 : 14). Selain sumber protein berkualitas tinggi,
tempe dikenal sebagai sumber serat (dietary fiber) yang baik. Kandungan serat
dalam tempe cukup tinggi, yaitu sekitar 8-10 persen. Serat dalam tempe kedelai
merupakan komponen karbohidrat yang sulit dicerna. Serat dapat menurunkan
kadar kolesterol plasma melalui ikatan intraluminal dalam usus antar serat dengan
kolesterol dan asam empedu, yang akhirnya akan dikeluarkan melalui feses atau
tinja (Siswono, 2003).
Tempe membutuhkan bahan baku kedelai (Sarwono, 2002 : 1). Kedelai
(Glycine max (L) Merril) merupakan salah satu tanaman sumber protein yang
penting di Indonesia. Pada tanaman kedelai terkandung suatu senyawa yang
merupakan senyawa metabolit sekunder, yaitu senyawa isoflavon. Kandungan
isoflavon pada kedelai berkisar 2–4 mg/g kedelai. Senyawa isoflavon ini pada
umumnya berupa senyawa kompleks atau konjugasi dengan senyawa gula melalui
ikatan glukosida. Jenis senyawa isoflavon ini terutama adalah genistin, daidzin,
dan glisitin. Bentuk senyawa demikian ini mempunyai aktivitas fisiologis kecil.
Senyawa ini terdistribusi secara luas pada bagian-bagian tanaman, baik
pada akar, batang, daun, maupun buah, sehingga senyawa ini secara tidak disadari
juga terikut dalam menu makanan sehari-hari. Bahkan, karena sedemikian luas
distribusinya dalam tanaman maka dikatakan bahwa hampir tidak normal apabila
suatu menu makanan tanpa mengandung senyawa flavonoida/isoflavon ini. Hal
tersebut menunjukkan bahwa senyawa flavonoida tidak membahayakan bagi
tubuh dan bahkan sebaliknya dapat memberikan manfaat pada kesehatan.
Selama proses pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun proses
non-fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama
melalui proses hidrolisa sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang
disebut aglikon yang lebih tinggi aktivitasnya. Senyawa aglikon tersebut adalah
genistein, glisitein, dan daidzein.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada praktikum Bioreaksi “Metabolisme
Karbohidrat dan Protein pada Proses Pembuatan Tempe”, ini adalah:
1. Bagaimana proses bioreaksi pada pembuatan tempe?
2. Bagaimana perubahan kadar gula reduksi selama proses pembuatan
tempe?
3. Bagaimana mempelajari karbohidrat dan protein dalam jaringan?
4. Bagaimana mempelajari cara ekstraksi dan isolasi?
5. Bagaimana mengetahui besarnya kandungan protein pada tempe dengan
menggunakan metode Formol?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada acara praktikum “Metabolisme Karbohidrat dan
Protein pada Proses Pembuatan Tempe”, ini adalah:
1. Mempelajari proses bioreaksi pada pembuatan tempe
2. Menentukan perubahan kadar gula reduksi selama proses pembuatan
tempe
3. Mempelajari karbohidrat dan protein dalam jaringan
4. Mempelajari cara ekstraksi dan isolasi
5. Mengetahui besarnya kandungan protein pada tempe dengan
menggunakan metode Formol
1.4 Manfaat
Melalui pelaksanaan percobaan ini diharapkan praktikan dapat mengetahui
bioreaksi karbohidrat dan protein pada proses pembuatan tempe dengan baik dan
benar sehingga dapat dipergunakan untuk kajian lebih lanjut.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kedelai
Kedelai atau Glycine max (L) Merr termasuk familia Leguminoceae.
Menurut Ketaren (1986), secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna,
ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut
dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana kedelai tersebut dibudidayakan. Biji
kedelai tersusun atas tiga komponen utama, yaitu kulit biji, daging (kotiledon),
dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2. Sedangkan komposisi kimia kedelai
adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, 22,2% karbohidrat, 4,3% serat kasar, 4,5%
abu, dan 6,6% air (Snyder and Kwon, 1987). Klasifikasi kedelai adalah sebagai
berikut:
Nama ilimiah : Glycine Max (L) Merril
Species : Mac
Genus : Glycine
Sub family : Papilionoideae
Ordo : Polypeties
Kedelai merupakan sumber gizi yang sangat penting. Menurut Astuti
(2003) dalam Anonim (2009b), komposisi gizi kedelai bervariasi tergantung
varietas yang dikembangkan dan juga warna kulit maupun kotiledonnya.
Kandungan protein dalam kedelai kuning bervariasi antara 31-48% sedangkan
kandungan lemaknya bervariasi antara 11-21%. Antosianin kulit kedelai mampu
menghambat oksidasi LDL kolesterol yang merupakan awal terbentuknya plak
dalam pembuluh darah yang akan memicu berkembangnya penyakit tekanan
darah tinggi dan berkembangnya penyakit jantung koroner.
Kandungan lemak kedelai sebesar 18-20 % sebagian besar terdiri atas
asam lemak (88,10%). Selain itu, terdapat senyawa fosfolipida (9,8%) dan
glikolipida (1,6%) yang merupakan komponen utama membran sel. Kedelai
merupakan sumber asam lemak essensial linoleat dan oleat (Smith and Circle,
1978).
Protein kedelai mengandung 18 asam amino, yaitu 9 jenis asam amino
esensial dan 9 jenis asam amino nonesensial. Asam amino esensial meliputi sistin,
isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenil alanin, treonin, triptofan dan valin. Asam
amino nonesensial meliputi alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin, asam
aspartat dan asam glutamat. Selain itu, protein kedelai sangat peka terhadap
perlakuan fisik dan kemis, misalnya pemanasan dan perubahan pH dapat
menyebabkan perubahan sifat fisik protein seperti kelarutan, viskositas dan berat
molekul. Perubahan-perubahan pada protein ini memberikan peranan sangat
penting pada pengolahan pangan (Cahyadi, 2006).
Dengan kandungan gizi yang tinggi, terutama protein, menyebabkan
kedelai diminati oleh masyarakat. Protein kedelai mengandung asam amino yang
paling lengkap dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya (Wolf and
Cowan,1971).
Kandungan gizi biji kedelai cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya
mencapai 34% dan aromanya disukai sehingga sangat diminati sebagai bahan
pangan maupun sebagai bahan makan ternak. Sebagai bahan pangan kedelai
banyak dikonsumsi dalam bentuk tempe , tahu, kecap, susu kedelai mentega,
minyak, dan lain- lain. (Departemen Pertanian Republik Indonesia,2005).
2.1.2 Tempe
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku
kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai cirri- cirri
berwarna putih, tekstur kompak, dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan
adanya miselius jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang
kompak juga disebabkan oleh miselia- miselia jamur yang menghubungkan antara
biji- biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen- komponen dalam
kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi
(Rukmini,2003).
Pada proses pembuatan tempe , pemeraman merupakan bagian terpenting
karena terjadi proses fermentasi. Pada saat pemeraman misselium kapang akan
tumbuh dan mengeluarkan enzim protease, lipase dan amylase ke lingkunga
sekitarnya. Enzim- enzim tersebut akan menguraikan protein, lemak dan amylase
karbohidrat yang terdapat dalam keeping- kepingan biji kedelai menjadi senyawa
yang lebih sederhana seperti asam amino, asam lemak dan glukosa (Sarwono,
2003:18).
Secara kuantitatif, nilai gizi tempe sedikit lebih rendah daripada nilai gizi
kedelai. Namun secara kualitatif nilai gizi tempe lebih tinggi karena tempe
mempunyai nilai cerna yang lebih baik. Hal ini disebabkan kadar protein yang
larut dalam air akan meningkat akibat aktifitas enzim proteolitik(Widianarko
dkk,2000). Selain itu menurut Suliantri dan Winiati (1990:100) kandungan serat
kasar dan vitamin akan meningkat pula selama fermentasi kecuali vitamin B1 atau
yang lebih dikenal dengan thiamin. Santosa (2006) menyatakan serat [ada tempe
berasal dari missedium kapang yang membentuk suatu masa padat berwarna putih
dan kompak.
Giyarto (2004:6) menyatakan pangan sebagai kebutuhan asasi terpenting
manusia dituntut adanya jaminan keamanannya. Meskipun makanan itu enak,
menarik, nikmat, tinggi nilai gizinya tetapi setelah dikonsumsi menyebabkan
penyakit, praktis makanan tersebut tidak ada nilainya sama sekali. Seperti halnya
tempe mutu tempe menjadi perhatian utama bila tempe ingin dijadikan bahan
mentah hidangan internasional. Hal ini disebabkan karena citra produksi tempe
terlalu tinggi bagi masyarakat yang mengetahui bagaiman tempe- tempe tersebut
dibuat (proses pengupasan kulit dengan cara diinjak- injak) ( Winarno,1995:260-
261).
Kandungan gizi tempe
Tempe merupakan sumber yang baik untuk memenuhi kebutuhan gizi dan
membina kesehatan tubuh karena banyak mengandung asam amino esensial, asam
lemak esensial, vitamin B kompleks dan serat ( Sarwono, 2002:53). Untuk melihat
seberapa jauh kandungan gizi yang masih terdapat dalam tempe, dapat dilihat
pada table:
no Zat gizi jumlah
1 Energy 149,5 kalori
2 Air 64,0 gram
3 Protein 18,3
4 Lemak 4,0
5 Karbohidrat 12,7
6 Serat 1,4
7 Abu 1,0
8 Kalsium 129,0
9 Besi 10,0
10 Vitamin B1 0,17
11 Vitamin B2 -
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (dalam Santoso, 2006:14)
Komposisi asam amino tempe kedelai (mg/gr nitrogen total)
no Asam amino Jumlah
1 Nitrogen (gr) 8,52
2 Isoleusin 333
3 Leusin 529
4 Lisin 370
5 Metionin 71
6 Sistein 100
7 Fenilalanin 305
8 Treonin 245
9 Triptofan 77
10 Valin 332
11 Arginin 407
12 Histidin 169
13 Alanin 283
14 Asam aspartat 715
15 Asam glutamate 987
16 Glisin 266
17 Prolin 308
18 Serin 271
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (dalam Santoso, 2006:14)
Fermentasi tempe
Fermentasi merupakan tahap terpenting dalam proses pembuatan tempe.
Menurut hasil penelitian pada tahap fermentasi terjadi penguraian karbohidrat,
lemak, protein dan senyawa- senyawa lain dalam kedelai menjadi molekul-
molekul yang lebih kecil sehingga mudah dimanfaatkan tubuh. Pada proses
fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi aktivitas enzim amilotik, lipolotik, dan
proteolitik yang diproduksi oleh kapang Rhizopus sp. Pada proses pembuatan
tempe, sedikitnya terdapat empat genus Rhizopus yang dapat digunakan.
Rhizopus oligosporus merupakan genus utama, kemudian Rhizopus oryzae
merupakan genus lainnya yang digunakan pada pembuatan tempe di Indonesia
(Karmini, 2003)
Protein
Protein adalah molekul besar dengan berat molekul 5000 sampai puluhan
juta. Protein dibentuk oleh berbagai asam amino yang mengandung unsure
Karbon, Hidrogen, Oksigen melalui ikatan peptide. Beberapa asam amino juga
mengandung fosfor, besi, dan yodium. Protein merupakan kombinasi dari jumlah
dan jenis asam amino yaitu 10 asam amino esensial, dan 10 asam amino non
esensial ( Tejasari, 2005:10)
Menurut Tejasari (2005:46) fungsi utama protein yaitu sebagai zat
pembangun dalam pertumbuhan jaringan. Pertumbuhan dan pemeliharaan
jaringan dimungkinkan bila tersedia susunan asam amino tertentu yang sesuai.
Misalnya, jaringan pada rambut, kuku dan kulit memerlukan banyak asam amino
bersulfur sedangkan urat otot dan jaringan ikat memerlukan protein kolagen.
Protein fibrin dan myosin diperlukan dalam pembentukan otot.
Klasifikasi protein
Berdasarkan asalnya protein dibagi tiga yaitu protein ASI, protein hewani,
dan protein nabati. Asupan gizi protein ASI, protein hewani, dan protein nabati
sangat penting untuk membangun Three Plank Protein Bridge (tiga lapis jembatan
protein) yang sangat berperan mencegah defisiensi protein.
Metabolisme protein
Metabolisme adalah proses pemecahan zat- zat gizi dalam tubuh untuk
menghasilkan energy atau untuk pembentukan struktur tubuh. Menurut Almatsier
(2003:122) metabolism protein dimulai setelah protein dipecah menjadi asam
amino. Asam amino memiliki siklus TCA (Tri- Carbocylic Acid) bila dibutuhkan
sebagai sumber energy atau berada dalam jumlah berlebih dari yang dibutuhkan
untuk sintesis protein. Mula- mula asam amino akan mengalami deaminase yaitu
melepas gugus amino. Proses ini membutuhkan vitamin B6 dalam bentuk PLP
(Piridoksal Fosfat). Asam amino kemudian dikatabolisme melalui 3 cara yaitu
deaminasi, transaminasi, dan dekarboksiribosa. Kira- kira 10 dari asma amino
yaitu alanin, serin, glisin, metionin, dan triptofan diubah menjadi piruvat.
Asam amino yang diubah menjadi piruvat dapat diubah menjadi glukosa.
Oleh karena itu dinamakn asam amino glukogenik. Asam amino yang diubah
menjadi asetil KoA dapat digunakan untuk memperoleh energy atau diubah
menjadi lemak. Asam amino ini dinamakn ketogenik. Asam amino yang langsung
masuk kedalam siklus TCA (Tri Carbocylic Acid) juga merupakan asam amino
glukogenik karena juga menghasilkan energy atau keluar dari siklus dan diubah
menjadi glukosa. Berbeda dengan lemak, protein merupakan sumber glukosa bila
karbohidrat tidak mencukupi. Seperti halnya lemak dan karbohidrat, bila
berlebihan asam amino akan diubah menjadi lemak. Jadi, protein dalam jumlah
berlebihan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, dapat diubah menjadi
lemak tubuh dan menyebabkan kegemukan (Almatsier, 2003:122).
Kandungan Protein Kedelai setelah diproses menjadi Tempe
Pada umumnya bahan baku dalam pembuatan tempe adalah kacang
kedelai dan produk tersebut dikenal dengan tempe kedelai. Kedelai mentah selain
terasa pahit juga terasa langu (beany flavor) sehingga tidak disukai, hal ini
disebabkan karena adanya enzim-enzim dan senyawa-senyawa seperti
lipoksigenase dapat menyebabkan bau tertentu dalam kedelai sedangkan anti tripsi
dan beberapa zat lainnya. Lipoksigenase dapat menyebabkan bau tertentu dalam
kedelai sedangkan anti tripsi dapat menghambat kerja enzim tripsi dalam
pencernaan. Zat-zat yang dapat menghambat kerja dari enzim tripsi dapat pula
mempersulit pelepasan asam amino dari ikatan-ikatan proteinnya pada waktu
pencernaan. Zat zat tersebut lebih dikenal dengan SBTT atau soybean trypsin
inhibitor yang dapat dihilangkan pengaruhnya dengan (Suliantri dan Winiati,
1990:94).
Penghilangan aktivitas anti tripsin sangat penting karena mempengaruhi
mutu protein kedelai, makin kecil aktivitas anti tripsin di dalamnya makin tinggi
mutu protein tersebut. Aktivitas anti tripsin dalam kedelai dapat dihilangkan
dengan cara perendaman yang diikuti pemanasan (Koswara, 1995:122). Pada
proses pembuatan tempe aktivitas anti tripsin pasda kedelai akan hilang karena
melalui proses perendaman dan pemanasan. Menurut Sediaoetomo (1998: 122)
kedelai yang dip roses menjadi tempe, nilai gizinya bertambah baik. Daya cerna
bertambah baik karena protein dan lemak dihidrolisa parsial.
Selain itu, selama proses fermentasi kedelai akan mengalami perubahan
fisik maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas enzim proteolitik
kapang akan diuraikan menjadi asam-asam amino, sehingga nitrogen terl;arutnya
akan mengalami peningkatan. Kedelai yang telah difermentasi menjadi tempe
akan lebih mudah dicerna. Selama proses fermentasi karbohidrat dan protein akan
diperoleh oleh kapang menjadi bagian-bagian yang mudah larut, mudah dicerna
dan ternyata bau langu dari kedelai juga akan hilang (Suliantri, 1990: 100).
Menurut Widianarto dkk (2000) secara kuantitatif, nilai gizi tempe sedikit
lebih rendah dari pada nilai gizi kedelai. Namun, secara kualitatif nilai gizi tempe
lebih tinggi karena tempe mempunyai nilai cerna yang lebih baik. Hal ini
disebabkan kadar protein yang larut dalam air akan meningkatkan akibat aktivitas
enzim proteolitik.
2.2 Analisis Kuantitatif Gula Pereduksi Metode Nelson-Somogyi
Metode ini digunakan untuk menentukan kadar glukosa dalam sampel.
Prinsip dasar dari metode ini adalah protein diendapkan dengan ZnSO4 dan
Ba(OH)2. Kupri oksida dioksidasi oleh larutan tembaga alkali dengan membentuk
kupro oksida (CuO), kemudian kupro oksida ini dioksidasi kembali dengan asam
arsen molibdat yang akan membentuk warna biru arsenomolibdat. Sampel yang
mengandung glukosa ditentukan kadarnya dengan menggunakan sepktroskopi
Uv-Vis pada panjang gelombang 540 nm (Bintang, 2007:95).
2.3 Uji Biuret
Uji ini baik digunakan untuk uji umum terhadap protein, karena uji ini
dapat mendeteksi kehadiran ikatan peptide. Uji biuret didasarkan pada reaksi
antara ion Cu2+ dan ikatan peptide dalam suasana basa. Warna kompleks ungu
menunjukkan adanya protein. Intensitas warna yang dihasilkan merupakan ukuran
jumlah ikatan peptide yang ada dalam protein. Ion Cu2+ dri pereaksi biuret dalam
suasana basa akan beraksi dengan polipeptida/ikatan-ikatan peptide yang
menyusun protein, dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu atau violet.
Reaksi ini positif terhadap 2 buah ikatan peptide atau lebih, tetapi negative untuk
asam amino bebas atau satu ikatan peptide. Protein melarutkan hidroksida
tembaga untuk membentuk kompleks warna. Reaksi pembentukan warna ini dapat
terjadi pada senyawa yang mengandung dua gugus karbonil yang berikatan
dengan nitrogen atau atom karbon, misalnya senyawa biuret (Bintang, 2010 :
100).
2.4 Spektrometri UV-Vis
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi
difraksi dengan detektor fototube. Spektrofotometri melibatkan penggunaan
spektrofotometer. Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang
tertentu pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari
cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan (Underwood, 1989:
407).
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang ( Khopkar, 1990 : 215 ).
Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu :
A = log ( Io / It ) = a b c
Keterangan :
Io = Intensitas sinar datang
It = Intensitas sinar yang diteruskan
a = Absorptivitas
b = Panjang sel/kuvet
c = konsentrasi (g/l)
A = Absorban
(Alfa,2009:1).
Hubungan antara medium (b) dengan besarnya penyerapan energi cahaya
dinyatakan oleh Lambert sebagai:
logIoI
=Kb
Sedangkan hubungan antara konsentrasi spesies (c) dengan besarnya
penyerapan Beer, dinyatakan sebagai:
logIoI
=Kc
Sehingga gabungan dari hukum Lambert-Beer adalah
logIoI
=Kbc
A = a.b.c
Konsentrasi
Ab
sorban
si
Kemiringan = a
Jika hukum Beer diikuti, maka akan terbentuk suatu grafik yang disebut sebagai
kurva kalibrasi.
Kurva kalibrasi dalam metode analisis spektrometri
(Siswoyo dan Asnawati, 2007: 14).