Tempe

21
Metabolisme Karbohidrat dan Protein pada Proses Pembuatan Tempe Oleh :

Transcript of Tempe

Page 1: Tempe

Metabolisme Karbohidrat dan Protein pada Proses Pembuatan Tempe

Oleh :

LABORATORIUM BIOKIMIA

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER

2013

BAB 1. PENDAHULUAN

Page 2: Tempe

1.1 Latar Belakang

Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau

jenis kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan

Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan

sumber protein nabati. Di Indonesia pembuatan tempe sudah menjadi industri

rakyat (Francis F. J., 2000 dalam Suharyono A. S. dan Susilowati, 2006). Tempe

mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak,

karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe

lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan

kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks

menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990).

Kadar protein dalam tempe 18,3 gram per 100 gram tempe merupakan

alternatif sumber protein nabati, yang kini semakin popular dalam gaya hidup

manusia modern (Santoso, 2006 : 14). Selain sumber protein berkualitas tinggi,

tempe dikenal sebagai sumber serat (dietary fiber) yang baik. Kandungan serat

dalam tempe cukup tinggi, yaitu sekitar 8-10 persen. Serat dalam tempe kedelai

merupakan komponen karbohidrat yang sulit dicerna. Serat dapat menurunkan

kadar kolesterol plasma melalui ikatan intraluminal dalam usus antar serat dengan

kolesterol dan asam empedu, yang akhirnya akan dikeluarkan melalui feses atau

tinja (Siswono, 2003).

Tempe membutuhkan bahan baku kedelai (Sarwono, 2002 : 1). Kedelai

(Glycine max (L) Merril) merupakan salah satu tanaman sumber protein yang

penting di Indonesia. Pada tanaman kedelai terkandung suatu senyawa yang

merupakan senyawa metabolit sekunder, yaitu senyawa isoflavon. Kandungan

isoflavon pada kedelai berkisar 2–4 mg/g kedelai. Senyawa isoflavon ini pada

umumnya berupa senyawa kompleks atau konjugasi dengan senyawa gula melalui

ikatan glukosida. Jenis senyawa isoflavon ini terutama adalah genistin, daidzin,

dan glisitin. Bentuk senyawa demikian ini mempunyai aktivitas fisiologis kecil.

Senyawa ini terdistribusi secara luas pada bagian-bagian tanaman, baik

pada akar, batang, daun, maupun buah, sehingga senyawa ini secara tidak disadari

Page 3: Tempe

juga terikut dalam menu makanan sehari-hari. Bahkan, karena sedemikian luas

distribusinya dalam tanaman maka dikatakan bahwa hampir tidak normal apabila

suatu menu makanan tanpa mengandung senyawa flavonoida/isoflavon ini. Hal

tersebut menunjukkan bahwa senyawa flavonoida tidak membahayakan bagi

tubuh dan bahkan sebaliknya dapat memberikan manfaat pada kesehatan.

Selama proses pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun proses

non-fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama

melalui proses hidrolisa sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang

disebut aglikon yang lebih tinggi aktivitasnya. Senyawa aglikon tersebut adalah

genistein, glisitein, dan daidzein.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas pada praktikum Bioreaksi “Metabolisme

Karbohidrat dan Protein pada Proses Pembuatan Tempe”, ini adalah:

1. Bagaimana proses bioreaksi pada pembuatan tempe?

2. Bagaimana perubahan kadar gula reduksi selama proses pembuatan

tempe?

3. Bagaimana mempelajari karbohidrat dan protein dalam jaringan?

4. Bagaimana mempelajari cara ekstraksi dan isolasi?

5. Bagaimana mengetahui besarnya kandungan protein pada tempe dengan

menggunakan metode Formol?

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai pada acara praktikum “Metabolisme Karbohidrat dan

Protein pada Proses Pembuatan Tempe”, ini adalah:

1. Mempelajari proses bioreaksi pada pembuatan tempe

2. Menentukan perubahan kadar gula reduksi selama proses pembuatan

tempe

3. Mempelajari karbohidrat dan protein dalam jaringan

4. Mempelajari cara ekstraksi dan isolasi

5. Mengetahui besarnya kandungan protein pada tempe dengan

menggunakan metode Formol

Page 4: Tempe

1.4 Manfaat

Melalui pelaksanaan percobaan ini diharapkan praktikan dapat mengetahui

bioreaksi karbohidrat dan protein pada proses pembuatan tempe dengan baik dan

benar sehingga dapat dipergunakan untuk kajian lebih lanjut.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Page 5: Tempe

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kedelai

Kedelai atau Glycine max (L) Merr termasuk familia Leguminoceae.

Menurut Ketaren (1986), secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna,

ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut

dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana kedelai tersebut dibudidayakan. Biji

kedelai tersusun atas tiga komponen utama, yaitu kulit biji, daging (kotiledon),

dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2. Sedangkan komposisi kimia kedelai

adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, 22,2% karbohidrat, 4,3% serat kasar, 4,5%

abu, dan 6,6% air (Snyder and Kwon, 1987). Klasifikasi kedelai adalah sebagai

berikut:

Nama ilimiah : Glycine Max (L) Merril

Species : Mac

Genus : Glycine

Sub family : Papilionoideae

Ordo : Polypeties

Kedelai merupakan sumber gizi yang sangat penting. Menurut Astuti

(2003) dalam Anonim (2009b), komposisi gizi kedelai bervariasi tergantung

varietas yang dikembangkan dan juga warna kulit maupun kotiledonnya.

Kandungan protein dalam kedelai kuning bervariasi antara 31-48% sedangkan

kandungan lemaknya bervariasi antara 11-21%. Antosianin kulit kedelai mampu

menghambat oksidasi LDL kolesterol yang merupakan awal terbentuknya plak

dalam pembuluh darah yang akan memicu berkembangnya penyakit tekanan

darah tinggi dan berkembangnya penyakit jantung koroner.

Kandungan lemak kedelai sebesar 18-20 % sebagian besar terdiri atas

asam lemak (88,10%). Selain itu, terdapat senyawa fosfolipida (9,8%) dan

glikolipida (1,6%) yang merupakan komponen utama membran sel. Kedelai

merupakan sumber asam lemak essensial linoleat dan oleat (Smith and Circle,

1978).

Protein kedelai mengandung 18 asam amino, yaitu 9 jenis asam amino

esensial dan 9 jenis asam amino nonesensial. Asam amino esensial meliputi sistin,

Page 6: Tempe

isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenil alanin, treonin, triptofan dan valin. Asam

amino nonesensial meliputi alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin, asam

aspartat dan asam glutamat. Selain itu, protein kedelai sangat peka terhadap

perlakuan fisik dan kemis, misalnya pemanasan dan perubahan pH dapat

menyebabkan perubahan sifat fisik protein seperti kelarutan, viskositas dan berat

molekul. Perubahan-perubahan pada protein ini memberikan peranan sangat

penting pada pengolahan pangan (Cahyadi, 2006).

Dengan kandungan gizi yang tinggi, terutama protein, menyebabkan

kedelai diminati oleh masyarakat. Protein kedelai mengandung asam amino yang

paling lengkap dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya (Wolf and

Cowan,1971).

Kandungan gizi biji kedelai cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya

mencapai 34% dan aromanya disukai sehingga sangat diminati sebagai bahan

pangan maupun sebagai bahan makan ternak. Sebagai bahan pangan kedelai

banyak dikonsumsi dalam bentuk tempe , tahu, kecap, susu kedelai mentega,

minyak, dan lain- lain. (Departemen Pertanian Republik Indonesia,2005).

2.1.2 Tempe

Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku

kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai cirri- cirri

berwarna putih, tekstur kompak, dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan

adanya miselius jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang

kompak juga disebabkan oleh miselia- miselia jamur yang menghubungkan antara

biji- biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen- komponen dalam

kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi

(Rukmini,2003).

Pada proses pembuatan tempe , pemeraman merupakan bagian terpenting

karena terjadi proses fermentasi. Pada saat pemeraman misselium kapang akan

tumbuh dan mengeluarkan enzim protease, lipase dan amylase ke lingkunga

sekitarnya. Enzim- enzim tersebut akan menguraikan protein, lemak dan amylase

karbohidrat yang terdapat dalam keeping- kepingan biji kedelai menjadi senyawa

Page 7: Tempe

yang lebih sederhana seperti asam amino, asam lemak dan glukosa (Sarwono,

2003:18).

Secara kuantitatif, nilai gizi tempe sedikit lebih rendah daripada nilai gizi

kedelai. Namun secara kualitatif nilai gizi tempe lebih tinggi karena tempe

mempunyai nilai cerna yang lebih baik. Hal ini disebabkan kadar protein yang

larut dalam air akan meningkat akibat aktifitas enzim proteolitik(Widianarko

dkk,2000). Selain itu menurut Suliantri dan Winiati (1990:100) kandungan serat

kasar dan vitamin akan meningkat pula selama fermentasi kecuali vitamin B1 atau

yang lebih dikenal dengan thiamin. Santosa (2006) menyatakan serat [ada tempe

berasal dari missedium kapang yang membentuk suatu masa padat berwarna putih

dan kompak.

Giyarto (2004:6) menyatakan pangan sebagai kebutuhan asasi terpenting

manusia dituntut adanya jaminan keamanannya. Meskipun makanan itu enak,

menarik, nikmat, tinggi nilai gizinya tetapi setelah dikonsumsi menyebabkan

penyakit, praktis makanan tersebut tidak ada nilainya sama sekali. Seperti halnya

tempe mutu tempe menjadi perhatian utama bila tempe ingin dijadikan bahan

mentah hidangan internasional. Hal ini disebabkan karena citra produksi tempe

terlalu tinggi bagi masyarakat yang mengetahui bagaiman tempe- tempe tersebut

dibuat (proses pengupasan kulit dengan cara diinjak- injak) ( Winarno,1995:260-

261).

Kandungan gizi tempe

Tempe merupakan sumber yang baik untuk memenuhi kebutuhan gizi dan

membina kesehatan tubuh karena banyak mengandung asam amino esensial, asam

lemak esensial, vitamin B kompleks dan serat ( Sarwono, 2002:53). Untuk melihat

seberapa jauh kandungan gizi yang masih terdapat dalam tempe, dapat dilihat

pada table:

no Zat gizi jumlah

1 Energy 149,5 kalori

Page 8: Tempe

2 Air 64,0 gram

3 Protein 18,3

4 Lemak 4,0

5 Karbohidrat 12,7

6 Serat 1,4

7 Abu 1,0

8 Kalsium 129,0

9 Besi 10,0

10 Vitamin B1 0,17

11 Vitamin B2 -

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (dalam Santoso, 2006:14)

Komposisi asam amino tempe kedelai (mg/gr nitrogen total)

no Asam amino Jumlah

1 Nitrogen (gr) 8,52

2 Isoleusin 333

3 Leusin 529

4 Lisin 370

5 Metionin 71

6 Sistein 100

7 Fenilalanin 305

8 Treonin 245

9 Triptofan 77

10 Valin 332

11 Arginin 407

12 Histidin 169

13 Alanin 283

14 Asam aspartat 715

15 Asam glutamate 987

16 Glisin 266

17 Prolin 308

18 Serin 271

Page 9: Tempe

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (dalam Santoso, 2006:14)

Fermentasi tempe

Fermentasi merupakan tahap terpenting dalam proses pembuatan tempe.

Menurut hasil penelitian pada tahap fermentasi terjadi penguraian karbohidrat,

lemak, protein dan senyawa- senyawa lain dalam kedelai menjadi molekul-

molekul yang lebih kecil sehingga mudah dimanfaatkan tubuh. Pada proses

fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi aktivitas enzim amilotik, lipolotik, dan

proteolitik yang diproduksi oleh kapang Rhizopus sp. Pada proses pembuatan

tempe, sedikitnya terdapat empat genus Rhizopus yang dapat digunakan.

Rhizopus oligosporus merupakan genus utama, kemudian Rhizopus oryzae

merupakan genus lainnya yang digunakan pada pembuatan tempe di Indonesia

(Karmini, 2003)

Protein

Protein adalah molekul besar dengan berat molekul 5000 sampai puluhan

juta. Protein dibentuk oleh berbagai asam amino yang mengandung unsure

Karbon, Hidrogen, Oksigen melalui ikatan peptide. Beberapa asam amino juga

mengandung fosfor, besi, dan yodium. Protein merupakan kombinasi dari jumlah

dan jenis asam amino yaitu 10 asam amino esensial, dan 10 asam amino non

esensial ( Tejasari, 2005:10)

Menurut Tejasari (2005:46) fungsi utama protein yaitu sebagai zat

pembangun dalam pertumbuhan jaringan. Pertumbuhan dan pemeliharaan

jaringan dimungkinkan bila tersedia susunan asam amino tertentu yang sesuai.

Misalnya, jaringan pada rambut, kuku dan kulit memerlukan banyak asam amino

bersulfur sedangkan urat otot dan jaringan ikat memerlukan protein kolagen.

Protein fibrin dan myosin diperlukan dalam pembentukan otot.

Klasifikasi protein

Berdasarkan asalnya protein dibagi tiga yaitu protein ASI, protein hewani,

dan protein nabati. Asupan gizi protein ASI, protein hewani, dan protein nabati

sangat penting untuk membangun Three Plank Protein Bridge (tiga lapis jembatan

protein) yang sangat berperan mencegah defisiensi protein.

Metabolisme protein

Page 10: Tempe

Metabolisme adalah proses pemecahan zat- zat gizi dalam tubuh untuk

menghasilkan energy atau untuk pembentukan struktur tubuh. Menurut Almatsier

(2003:122) metabolism protein dimulai setelah protein dipecah menjadi asam

amino. Asam amino memiliki siklus TCA (Tri- Carbocylic Acid) bila dibutuhkan

sebagai sumber energy atau berada dalam jumlah berlebih dari yang dibutuhkan

untuk sintesis protein. Mula- mula asam amino akan mengalami deaminase yaitu

melepas gugus amino. Proses ini membutuhkan vitamin B6 dalam bentuk PLP

(Piridoksal Fosfat). Asam amino kemudian dikatabolisme melalui 3 cara yaitu

deaminasi, transaminasi, dan dekarboksiribosa. Kira- kira 10 dari asma amino

yaitu alanin, serin, glisin, metionin, dan triptofan diubah menjadi piruvat.

Asam amino yang diubah menjadi piruvat dapat diubah menjadi glukosa.

Oleh karena itu dinamakn asam amino glukogenik. Asam amino yang diubah

menjadi asetil KoA dapat digunakan untuk memperoleh energy atau diubah

menjadi lemak. Asam amino ini dinamakn ketogenik. Asam amino yang langsung

masuk kedalam siklus TCA (Tri Carbocylic Acid) juga merupakan asam amino

glukogenik karena juga menghasilkan energy atau keluar dari siklus dan diubah

menjadi glukosa. Berbeda dengan lemak, protein merupakan sumber glukosa bila

karbohidrat tidak mencukupi. Seperti halnya lemak dan karbohidrat, bila

berlebihan asam amino akan diubah menjadi lemak. Jadi, protein dalam jumlah

berlebihan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, dapat diubah menjadi

lemak tubuh dan menyebabkan kegemukan (Almatsier, 2003:122).

Kandungan Protein Kedelai setelah diproses menjadi Tempe

Pada umumnya bahan baku dalam pembuatan tempe adalah kacang

kedelai dan produk tersebut dikenal dengan tempe kedelai. Kedelai mentah selain

terasa pahit juga terasa langu (beany flavor) sehingga tidak disukai, hal ini

disebabkan karena adanya enzim-enzim dan senyawa-senyawa seperti

lipoksigenase dapat menyebabkan bau tertentu dalam kedelai sedangkan anti tripsi

dan beberapa zat lainnya. Lipoksigenase dapat menyebabkan bau tertentu dalam

kedelai sedangkan anti tripsi dapat menghambat kerja enzim tripsi dalam

pencernaan. Zat-zat yang dapat menghambat kerja dari enzim tripsi dapat pula

mempersulit pelepasan asam amino dari ikatan-ikatan proteinnya pada waktu

Page 11: Tempe

pencernaan. Zat zat tersebut lebih dikenal dengan SBTT atau soybean trypsin

inhibitor yang dapat dihilangkan pengaruhnya dengan (Suliantri dan Winiati,

1990:94).

Penghilangan aktivitas anti tripsin sangat penting karena mempengaruhi

mutu protein kedelai, makin kecil aktivitas anti tripsin di dalamnya makin tinggi

mutu protein tersebut. Aktivitas anti tripsin dalam kedelai dapat dihilangkan

dengan cara perendaman yang diikuti pemanasan (Koswara, 1995:122). Pada

proses pembuatan tempe aktivitas anti tripsin pasda kedelai akan hilang karena

melalui proses perendaman dan pemanasan. Menurut Sediaoetomo (1998: 122)

kedelai yang dip roses menjadi tempe, nilai gizinya bertambah baik. Daya cerna

bertambah baik karena protein dan lemak dihidrolisa parsial.

Selain itu, selama proses fermentasi kedelai akan mengalami perubahan

fisik maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas enzim proteolitik

kapang akan diuraikan menjadi asam-asam amino, sehingga nitrogen terl;arutnya

akan mengalami peningkatan. Kedelai yang telah difermentasi menjadi tempe

akan lebih mudah dicerna. Selama proses fermentasi karbohidrat dan protein akan

diperoleh oleh kapang menjadi bagian-bagian yang mudah larut, mudah dicerna

dan ternyata bau langu dari kedelai juga akan hilang (Suliantri, 1990: 100).

Menurut Widianarto dkk (2000) secara kuantitatif, nilai gizi tempe sedikit

lebih rendah dari pada nilai gizi kedelai. Namun, secara kualitatif nilai gizi tempe

lebih tinggi karena tempe mempunyai nilai cerna yang lebih baik. Hal ini

disebabkan kadar protein yang larut dalam air akan meningkatkan akibat aktivitas

enzim proteolitik.

2.2 Analisis Kuantitatif Gula Pereduksi Metode Nelson-Somogyi

Metode ini digunakan untuk menentukan kadar glukosa dalam sampel.

Prinsip dasar dari metode ini adalah protein diendapkan dengan ZnSO4 dan

Ba(OH)2. Kupri oksida dioksidasi oleh larutan tembaga alkali dengan membentuk

kupro oksida (CuO), kemudian kupro oksida ini dioksidasi kembali dengan asam

arsen molibdat yang akan membentuk warna biru arsenomolibdat. Sampel yang

Page 12: Tempe

mengandung glukosa ditentukan kadarnya dengan menggunakan sepktroskopi

Uv-Vis pada panjang gelombang 540 nm (Bintang, 2007:95).

2.3 Uji Biuret

Uji ini baik digunakan untuk uji umum terhadap protein, karena uji ini

dapat mendeteksi kehadiran ikatan peptide. Uji biuret didasarkan pada reaksi

antara ion Cu2+ dan ikatan peptide dalam suasana basa. Warna kompleks ungu

menunjukkan adanya protein. Intensitas warna yang dihasilkan merupakan ukuran

jumlah ikatan peptide yang ada dalam protein. Ion Cu2+ dri pereaksi biuret dalam

suasana basa akan beraksi dengan polipeptida/ikatan-ikatan peptide yang

menyusun protein, dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu atau violet.

Reaksi ini positif terhadap 2 buah ikatan peptide atau lebih, tetapi negative untuk

asam amino bebas atau satu ikatan peptide. Protein melarutkan hidroksida

tembaga untuk membentuk kompleks warna. Reaksi pembentukan warna ini dapat

terjadi pada senyawa yang mengandung dua gugus karbonil yang berikatan

dengan nitrogen atau atom karbon, misalnya senyawa biuret (Bintang, 2010 :

100).

2.4 Spektrometri UV-Vis

Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada

pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada

panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi

difraksi dengan detektor fototube. Spektrofotometri melibatkan penggunaan

spektrofotometer. Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk

mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang

tertentu pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari

cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan (Underwood, 1989:

407).

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum

dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas

Page 13: Tempe

cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer

digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut

ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang

gelombang ( Khopkar, 1990 : 215 ).

Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu :

A = log ( Io / It ) = a b c

Keterangan :

Io = Intensitas sinar datang

It = Intensitas sinar yang diteruskan

a = Absorptivitas

b = Panjang sel/kuvet

c = konsentrasi (g/l)

A = Absorban

(Alfa,2009:1).

Hubungan antara medium (b) dengan besarnya penyerapan energi cahaya

dinyatakan oleh Lambert sebagai:

logIoI

=Kb

Sedangkan hubungan antara konsentrasi spesies (c) dengan besarnya

penyerapan Beer, dinyatakan sebagai:

logIoI

=Kc

Sehingga gabungan dari hukum Lambert-Beer adalah

logIoI

=Kbc

A = a.b.c

Page 14: Tempe

Konsentrasi

Ab

sorban

si

Kemiringan = a

Jika hukum Beer diikuti, maka akan terbentuk suatu grafik yang disebut sebagai

kurva kalibrasi.

Kurva kalibrasi dalam metode analisis spektrometri

(Siswoyo dan Asnawati, 2007: 14).