TEKANAN INTRAOKULER PADA PENDERITA BERAT...
Transcript of TEKANAN INTRAOKULER PADA PENDERITA BERAT...
1
TEKANAN INTRAOKULER PADA PENDERITA BERAT BADAN LEBIH
INTRAOCULAR PRESSURE IN OVERWEIGHT
Risma Indrayanti, Budu, Batari Todja Umar
Bagian Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi : dr. Risma Indrayanti Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar HP. 085242660127 Email : [email protected]
2
Abstrak Berat badan lebih telah diketahui sebagai faktor risiko peningkatan tekanan intraokuler. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan berat badan lebih dengan tekanan intraokuler. Desain penelitian adalah cross sectional dengan jumlah sampel 74 sampel berat badan lebih dan 67 sampel berat badan normal yang dipilih secara consecutive sampling. Data dikumpulkan oleh peneliti yang meliputi tekanan intraokuler (TIO) dan indeks massa tubuh (IMT). Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan berat badan lebih dengan tekanan intraokuler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi berat badan lebih (IMT ≥ 23 kg/m2) sebesar 52 % yang terdiri atas 33.8 % overweight (IMT 23-24.9 kg/m2), 43.2 % obesitas I (IMT 25-29.9 kg/m2), dan 23 % obesitas II (IMT ≥ 30 kg/m2). Nilai rerata TIO penderita berat badan lebih 19.27 ± 2.24 mmHg pada mata kanan dan 19.16 ± 2.20 mmHg pada mata kiri sedangkan nilai rerata kelompok berat badan normal 16.21 ± 2.08 pada mata kanan dan 16.27± 2.09 pada mata kiri. Analisis bivariat menunjukkan kelompok IMT berhubungan bermakna dengan nilai TIO (p= 0.000). Disimpulkan bahwa nilai IMT berhubungan dengan nilai TIO dan nilai TIO lebih tinggi pada penderita berat badan lebih dibandingkan dengan kelompok berat badan normal. Diharapkan kesadaran masyarakat khususnya penderita berat badan lebih dalam memeriksa tekanan intraokuler secara berkala untuk mencegah terjadinya penyakit glaukoma.
Kata kunci : IMT, berat badan lebih, obesitas, TIO, glaukoma
Abstract Overweight has been known as a risk factor for the increase of intraocular pressure. This study aims to analyze the relationship between overweight with the intraocular pressure. The study design was a cross sectional study with 74 overweight samples and 67 samples of normal weight were selected by consecutive sampling. Data collected by researchers include intraocular pressure ( IOP ) and body mass index ( BMI ). Bivariate analysis was used to examine the relationship between overweight with the intraocular pressure . The results showed that the prevalence of overweight (BMI ≥ 23 kg/m2) was 52 % divided by 33.8 % overweight (BMI 23-24.9 kg/m2), 43.2 % obese I(BMI 25-29.9 kg/m2) , and 23 % obese II (BMI ≥ 30 kg/m2). IOP mean value in overweight patients were 19.27 ± 2.24 mm Hg and 19.16 ± 2.20 mm Hg in the right and left eye respectively while the mean value of the normal weight group 16.21 ± 2.08 and 16.27 ± 2.09 in the right and left eye respectively. Bivariate analysis showed significant relationship with BMI group IOP values ( P = 0.000 ). It was concluded that the BMI value associated with IOP values and IOP values were higher in patients with overweight than the normal weight group. It is expected that public awareness especially in overweight patients to examine the intraocular pressure periodically in order to prevent glaucoma.; SARAN
Keywords : BMI , overweight , obesity , IOP , glaucoma
3
PENDAHULUAN
Tekanan intraokuler (TIO) merupakan salah satu pemeriksaan rutin yang dilakukan
untuk menilai penyakit glaukoma. Tekanan intraokuler yang lebih dari 21 mmHg pada satu
atau kedua mata tanpa disertai kerusakan saraf optik dan hilangnya lapangan pandang disebut
sebagai hipertensi okuler. Keadaan ini merupakan faktor resiko terjadinya penyakit
glaukoma. Bentuk glaukoma yang paling sering ditemukan adalah glaukoma primer sudut
terbuka (POAG) yang timbul perlahan serta sering tidak terdeteksi hingga timbul gejala
hilangnya lapangan pandang yang luas dan kondisi ini dapat terjadi pada penderita hipertensi
okuler yang lama. (Vaughan DG, 1996)
Studi prospektif selama 20 tahun terakhir menunjukkan sekitar 0.5 – 1 % pasien
dengan peningkatan TIO akan berkembang menjadi glaukoma dalam kurun waktu 5-10
tahun. Hipertensi okuler memiliki prevalensi 10-15 kali lebih besar dari pada POAG.
(Allingham RR, 2005) Selama periode 5 tahun, beberapa penelitian telah menunjukkan
insidensi glaukoma pada penderita hipertensi okuler sekitar 2,6-3 % pada TIO 21- 25 mmHg,
12-26 % pada TIO 26-30 mmHg, dan sekitar 42 % pada TIO lebih dari 30 mmHg. Pasien
dengan hipertensi okuler memiliki resiko 10 % untuk berkembang menjadi glaukoma dalam
5 tahun. Resiko ini dapat dikurangi dengan mendeteksi secara dini dan mengobati secara
cepat penderita dengan peningkatan TIO. (Marrison JC, 2003)
Berat badan lebih khususnya obesitas merupakan salah satu faktor risiko
meningkatnya TIO. World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2008, di
dunia ada sekitar 35 % orang dewasa di atas 20 tahun mengalami overweight (≥ 25 kg/m2),
sedang sekitar 10 % laki-laki dan 14 % perempuan di dunia menderita obesitas (≥ 30
kg/m2).(WHO, 2013) Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 di Indonesia
menunjukkan bahwa 8.8% orang dewasa berumur diatas 15 tahun kelebihan berat dan 10.3%
gemuk . (Balitbangkes Depkes 2008)
Pengaruh berat badan lebih khususnya obesitas terhadap kesehatan sangat luas dan
efek obesitas terhadap kardiovaskuler dan sistem metabolik telah diketahui dengan baik.
Namun masih sedikit yang mengetahui pengaruh obesitas terhadap mata. Sebelumnya telah
dilaporkan bahwa obesitas berpengaruh terhadap tajam penglihatan seseorang. Beberapa
penyakit mata yang dihubungkan dengan berat badan lebih (obesitas) seperti katarak, age
related maculopathy, retinopati diabetik, dan glaukoma.(Ebeigbe JA, 2011) Hasil penelitian
yang menyatakan adanya hubungan antara obesitas dan glaukoma masih sedikit, walaupun
ada beberapa studi yang membuktikan adanya hubungan positif antara obesitas dengan TIO ,
yang merupakan faktor risiko utama kejadian neuropati optik glaukomatous (GON). (Cheung
4
N, 2007). Penelitian Zafar di Pakistan, menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara
peningkatan indeks massa tubuh (IMT) dengan peningkatan TIO pada orang dewasa. Berat
badan lebih diduga mempunyai efek meningkatkan TIO dengan adanya peningkatan jaringan
adiposa intraorbita dan peningkatan viskositas darah yang berpengaruh terhadap peningkatan
tekanan vena episklera sehingga terjadi kegagalan outflow (aliran keluar) dari humor
akuous. (Helpen DL, 2002).
Sejauh penelusuran kepustakaan yang dilakukan sampai saat ini masih jarang
penelitian yang di Indonesia yang mencari dan meneliti perubahan TIO pada penderita berat
badan lebih. Dengan demikian dibutuhkan suatu kajian untuk melihat pengaruh berat badan
lebih terhadap nilai TIO. Penelitian ini ingin menganalisa hubungan berat badan lebih
terhadap nilai TIO.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RS Pendidikan UNHAS, Makassar. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian observasional dengan pendekatan studi cross-sectional.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah penderita berat badan lebih di Makassar. Sampel penelitian sebanyak
74 orang penderita berat badan lebih dan 67 orang dengan berat badan normal sebagai
kontrol yang dipilih secara consecutive sampling dan telah memenuhi kriteria inklusi, yaitu
menderita berat badan lebih, berumur 15 – 40 tahun, dan bersedia untuk ikut serta dalam
penelitian. Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu penderita yang mempunyai riwayat
glaukoma, menderita hipertensi dan atau diabetes mellitus, dan tidak kooperatif selama
prosedur pemeriksaan
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan menggunakan pre-tested kuesioner.
Berat badan diukur dalam kilogram (Kg). Indeks massa tubuh (IMT) dihitung berdasarkan
rumus : Berat Badan (kg)/Tinggi Badan2(m2). Penderita berat badan lebih lalu dibagi menjadi
tiga kelompok berdasarkan klasifikasi Berat Badan yang diusulkan para ahli khusus IMT
untuk penduduk Asia (IOTF, WHO 2000). Pengukuran TIO diperiksa dengan menggunakan
Tonometer Aplanasi Goldmann. Tinggi badan diukur dalam meter (m). Selain itu dilakukan
pula pemeriksaan segmen posterior bola mata dengan alat funduskopi direct/indirect.
Kemudian dilakukan pemeriksaan viskositas darah pada beberapa sampel yang terpilih.
5
Analisis Data
Data yang diperoleh akan dikelompokkan sesuai dengan tujuan dan jenis data,
kemudian akan dilakukan analisis melalui komputer dengan menggunakan program
Statistical Package for Social Science (SPSS). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Kruskal-wallis test, Mann-whitney test dan Pearson Chi-Square Tests (uji x2) atau
Fisher Exact test. Kruskall-waliis test untuk menilai ada tidaknya perbedaan bermakna nilai
TIO dari ketiga kelompok berat badan lebih. Mann-whitney test untuk menilai ada tidaknya
perbedaan bermakna nilai TIO antara berat badan lebih dan berat badan normal sebagai
kontrol. Pearson Chi-Square Tests (uji x2) atau Fisher Exact test untuk menentukan
kemaknaan hubungan antara klasifikasi pengukuran nilai TIO dengan kelompok IMT.
HASIL
Karakteristik Sampel
Tabel 1 memperlihatkan karakteristik umum sampel yang digunakan pada penelitian
ini. Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 141 sampel, yang terdiri atas
74 penderita dengan berat badan lebih (IMT ≥ 23 kg/m2) dan 67 orang dengan berat badan
normal (IMT : 18 – 22,9 kg/m2).
Nilai Tekanan Intraokuler
Tabel 2 memperlihatkan hasil pemeriksaan nilai TIO mata kanan dan mata kiri dari
ketiga kelompok berat badan lebih. Hasil pemeriksaan memperlihatkan nilai TIO dengan
distribusi yang tidak normal. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskall-wallis test yang
membandingkan nilai TIO antara ketiga kelompok, diperoleh nilai p=0.037 pada mata kanan
dan p=0.202 pada mata kiri. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna
antara nilai TIO pada mata kanan dari ketiga kelompok, yaitu antara kelompok overweight
dan obesitas II (p=0.013). Sedangkan pada mata kiri, menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna antara nilai TIO pada mata kiri dari ketiga kelompok. Gambar 1
menunjukkan perbandingan nilai rerata TIO pada mata kanan dan mata kiri pada kelompok
berat badan lebih dengan kelompok berat badan normal. Terlihat bahwa nilai rerata TIO
kedua mata pada kelompok berat badan lebih lebih tinggi dibandingkan nilai rerata TIO pada
kelompok berat badan normal. Mann-whithney test yang membandingkan nilai TIO antara
kelompok berat badan lebih dan kelompok berat badan normal, diperoleh nilai p=0.000 pada
kedua mata. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara nilai rerata
TIO pada kelompok berat badan lebih dan kelompok berat badan normal.
6
Klasifikasi Pengukuran Nilai TIO
Tabel 3 memperlihatkan perbandingan klasifikasi pengukuran nilai TIO kedua mata
pada kelompok berat badan lebih dengan kelompok berat badan normal . Uji statistik
menggunakan Pearson chi-square terhadap klasifikasi pengukuran nilai TIO memberikan
nilai p=0.002 pada mata kanan dan nilai p=0.014. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara klasifikasi pengukuran nilai TIO antara kelompok berat
badan lebih dan kelompok berat badan normal.
Neuropati Optik Glaukomatous
Tabel 4 memperlihatkan jumlah kejadian glaukoma (neuropati optik glaukomatous)
yang ditemukan pada kelompok penderita berat badan lebih dan kelompok berat badan
normal. Dari hasil pemeriksaan funduskopi ditemukan 1 orang (0.7 %) mengalami kelainan
patologis pada papil saraf optik yaitu pada kelompok berat badan lebih (Obesitas I). Analisis
statistik dilakukan dengan menggunakan Fisher’s Exact Tests untuk menentukan kemaknaan
hubungan antara kejadian neuropati optik glaukomatos dengan kelompok IMT. Dari analisis
tersebut kemudian diperoleh nilai p=1.000(2-sided), p=0.525(1-sided). Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara panjang aksis bola mata dengan
akurasi kekuatan lensa intraokuler.
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, TIO diukur dengan menggunakan tonometer aplanasi Goldmann,
yang merupakan alat gold standar dalam mengukur TIO. Hasil penelitian menemukan nilai
rerata TIO penderita berat badan lebih (IMT ≥ 23 kg/m2) adalah 19.27 ± 2.24 mmHg pada
mata kanan dan 19.16 ± 2.20 mmHg pada mata kiri. Nilai ini lebih tinggi dari nilai TIO pada
kelompok kontrol (IMT 18.5 – 22.9 kg/m2) yaitu 16.21 ± 2.08 mmHg pada mata kanan dan
16.27 ± 2.09 mmHg pada mata kiri. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya di
Yogyakarta, yang menggunakan tonometer Schiotz untuk mengukur TIO, menemukan nilai
rerata TIO lebih tinggi yaitu ± 25 mmHg pada penderita berat badan lebih (IMT ≥ 25
kg/m2). (Purnamasari G, 2009)
Dalam penelitian ini terlihat bahwa semakin tinggi nilai indeks massa tubuh semakin
besar nilai tekanan intraokuler penderita berat badan lebih. Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Zafar , yang melihat hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan
TIO pada orang dewasa. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada korelasi yang kuat
7
antara peningkatan IMT dengan peningkatan nilai TIO, khususnya pada orang dewasa. (Zafar
D, 2010)
Hasil serupa ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Yoshida pada populasi
Asia, khususnya penduduk Jepang yang menilai hubungan gaya hidup (IMT, konsumsi
alkohol, dan merokok) juga menunjukkan hasil yang serupa, dimana faktor-faktor tersebut
secara signifikan mempengaruhi peningkatan nilai TIO. (Yoshida M, 2003).
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mori (2000) yang melihat
hubungan antara obesitas dengan TIO secara cross-sectional dan longitudinal. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara TIO dan obesitas baik
secara cross-sectional maupun secara longitudinal. Obesitas merupakan faktor risiko
independen terhadap peningkatan TIO. (Mori, 2000)
Pengaruh berat badan lebih terhadap peningkatan TIO diduga berhubungan dengan
teori mekanik. Berat badan lebih khususnya obesitas diduga mempunyai efek meningkatkan
TIO dengan peningkatan jaringan adiposa intraorbita, dan meningkatnya viskositas darah,
yang menyebabkan peningkatan tekanan vena episklera , sehingga terjadi kegagalan aliran
keluar dari humor akuous.(Helpern DL, 2002) Peningkatan TIO pada penelitian ini diduga
disebabkan oleh faktor mekanik yaitu adanya peningkatan volume jaringan adiposa
retrobulber (intraorbita) yang meningkatkan tekanan vena episklera. Hal ini telah dibuktitkan
oleh penelitian Stojanov (2012) yang menilai pengaruh volume jaringan adipose retrobulber
terhadap peningkatan TIO. Hasil penelitian tersebut menunjukkan volume jaringan adipose
retrobulber yang lebih besar pada penderita obesitas, dan berbeda secara signifikan dengan
volume jaringan adipose retrobulber pada kelompok berat badan normal (Stojanov O, 2012)
Selain peningkatan jaringan adipose retrobulber, peningkatan viskositas darah diduga
menjadi salah satu teori mekanik yang mempengaruhi peningkatan nilai TIO. Sejumlah
sampel yang memiliki TIO yang cenderung tinggi dipilih untuk melakukan pemeriksaan
viskositas darah dan diperoleh nilai rata-rata viskositas darah 3.4 ± 0.49 Cp. Nilai ini masih
barada dalam batas normal. Hal ini menunjukkan bahwa tidak perbedaan nilai viskositas
darah pada penderita berat badan lebih dan kelompok berat badan normal, sehingga
viskositas darah dapat dianggap tidak berperan dalam mempengaruhi nilai TIO pada
penderita berat badan lebih pada sampel yang kami periksa. Hal ini diduga oleh karena
jumlah sampel yang diperiksa cukup kecil dan sampel yang diperiksa umumnya berumur
<30 tahun, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan nilai viskositas darah
masih kurang.
8
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Rillaert et al, yang membandingkan
viskositas darah pada pasien obesitas dan non-obesitas. Hasil penelitian menunjukkan adanya
viskositas darah yang abnormal pada penderita Obesitas yang mempunyai parameter lipid
normal, diperkirakan meningkat sekitar 15 % pada pasien obesitas. (Rillaert E, 1989).
Selain itu, peningkatan TIO pada penderita berat badan lebih juga diduga disebabkan
oleh adanya hiperleptinemia yang dapat meningkatkan strees oksidatif sistemik. Keadaan ini
memungkinkan terjadinya degenerasi jalinan trabekula yang menyebabkan penebalan dan
sikatriks pada jalinan trabekula sehingga menghambat aliran keluar humor akuous yang
akhirnya dapat meningkatkan TIO pada penderita berat badan lebih. (Sacca SC, 2005)
Penelitian ini menggunakan sampel penelitian yang berumur kurang dari 40 tahun dan
mengeksklusi penderita diabetes dan hipertensi, sehingga tidak ada pengaruh diabetes dan
hipertensi terhadap peningkatan TIO. Hal ini dilakukan untuk mencegah bias dari hasil
penelitian.
Penelitian ini hanya menemukan 1 orang yang menderita glaukoma (neuropati optik
glaukomatous), sehingga dapat disimpulkan bahwa berat badan lebih tidak signifikan
mempengaruhi kejadian glaukoma. Kejadian glaukoma yang ditemukan bukan akibat
peningkatan TIO, sehingga diduga hal ini disebabkan oleh adanya insufisiensi vaskuler pada
papil saraf optik yang kemungkinan dapat disebabkan oleh obesitas, kalainan kardiovaskuler
atau adanya abnormalitas hematologik. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
Tan et al Singapore Malay Eye Study, yang membuktikan bahwa diabetes dan sindrom
metabolik lainnya (dislipidemia, dan IMT) berpengaruh terhadap sedikit peningkatan TIO,
tetapi tidak signifikan sebagai faktor risiko bagi kejadian neuropati optik glaukomatous. (Tan
GS, 2009) Berbeda dengan penelitan di Nigeria yang menemukan adanya korelasi positif
antara nilai IMT dan TIO, yang juga berkorelasi signifikan secara statistik antara IMT dan
Cup to Disc (C/D) ratio. (Ebeigbe JA, 2011).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kami menyimpulkan bahwa tekanan intraokuler lebih tinggi pada penderita berat badan
lebih dibandingkan pada kelompok berat badan normal, semakin besar nilai indeks massa
tubuh, makan semakin tinggi nilai tekanan intraokulernya. Namun, sampel pada penelitian ini
sangat terbatas, sehingga dipandang perlu untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah
sampel yang lebih besar dengan sebaran yang merata pada semua variabel. Selain itu perlu
dilakukan peningkatan kesadaran dari masyarakat khususnya penderita berat badan lebih
9
untuk memeriksakan kesehatan matanya khususnya tekanan intraokuler agar dapat mencegah
terjadinya penyakit glaukoma.
10
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Balitbangkes Depkes RI.
Cheung N. & Wong TY. (2007) Obesity and eye disease. Surv Ophthalmol, 52(2):180-195. Ebeigbe JA. & Omokhua P.(2011) Intraocular pressure and cataract among abese adults in
Benin City. Nigerian Journal of General Practice , 9 (2) diunduh 16 Mei 2012. Available from: URL : HYPERLIYNK http://www.ajol.info/index.php/njgp/article/view/70787/59446
Halpern D.L. & Grosskreutz C.L. (2002) Glaucomatous optic neuropathy: mechanisms of disease. Ophthalmol Clin North Am, 15:61–8.
Marrison J.C., Freddo T.F, & Toris C.B. (2003) Anatomy and physiology of aqueous humor formation, in : Glukoma scince and practice. New York : h. 24-77.
Mori K., Ando F., dkk. (2000). Relationship between intraocular pressure and obesity in japan. International journal of epidemiology, 29 : 661-666.
Purnamasari G. & Jenie I. (2009). Hubungan antara indeks massa tubuh dengan tekanan intraokuler pada subyek normotensif. Mutiara medika ,9 ,;2:95-100.
Rillaerts E. (1989). Blood viscosity in human obesity : Relation to glucose tolerance and insulin status. International Journal of Obesity, 13:739-745.
Saccà S.C., Pascotto A., Camicione P. dkk. (2005) Oxidative DNA damage in the human trabecular meshwork: clinical correlation in patients with primary open-angle glaucoma. Arch Ophthalmol, 123:458–63.
Stojanov O., Stokic E., Sveljo O., & Naumovic N. (2012) Retrobulbar Adipose Tissue And Intraocular Pressure In Obesity .Dept. of Ophthalmology, Health Center“Novi Sad”, Vojvodina, Serbia.
Tan G.S., Wong T.Y., Fong CW., dkk. (2009). Diabetes, Metabolic Abnormalities, and GlaucomaThe Singapore Malay Eye Study. Arch Ophthalmol. 127(10) : 1354-1361.
Vaughan DG, Asbury T, and Riordan-Eva P (1996) . Oftalmologi umum. Ed. 14 (alih bahasa : dr. Jan Tjambong dan dr. Brahm U Pendit, SpKK) . Jakarta : Widya Medika.
World Health Organization (WHO). (2013). Obesity : Sitation and Trend. Geneva : Global Health observatory (GHO)
Yoshida M., Ishikawa M., Kokaze A.,dkk. (2003). Association of life-style with intraocular pressure in middle-aged and older Japanese residents. Jpn J Ophthalmol , 47 :191- 8.
Zafar D., Malik R., Ahmad I., dkk. (2010). Corelation between body mass index with intraocular pressure in adults. Gomal journal of medical sciences, 8(1) : 85-8.
11
Tabel 1 Karakteristik umum sampel penelitian
Tabel 2 Tekanan intraokuler pada penderita berat badan lebih
Kruskal-Wallis test, TIO OD p=0.037 ; TIO OS p = 0.202 Uji Post Hoc TIO OD (Mann-Whitney) : Overweight-Obesitas I (p=0.058), Overweight-Obesitas II (p=0.013), Obesitas I-Obesitas II(p=0.456)
Tabel 3 Perbandingan klasifikasi tekanan intraokuler antara kelompok berat badan
lebih dengan kelompok berat badan normal
KELOMPOK TIO OD TIO OS
Normal N(%)
Tinggi N(%)
Normal N(%)
Tinggi N(%)
Berat Badan Lebih 59 (79.7 %)
15 (20.3 %)
61 (82.4%)
13 (17.6 %)
Berat Badan Normal 65 (97.0 %)
2 (3.0 %)
64 (95.5 %)
3 (4.5 %)
Total 124 (87.9%)
17 (12.1 %)
125 (88.7 %)
16 (11.3 %)
Pearson Chi-square ; TIO OD p=0.002, TIO OS p=0.014
PARAMETER BERAT BADAN LEBIH N (%)
BERAT BADAN NORMAL N (%)
Jumlah Sampel Overweight Obesitas I Obesitas II
74 (52 %) 25 (33.8 %) 32 (43.2 %) 17 (23 %)
67 (48 %)
Jenis Kelamin Laki-laki 22 (29.7 %) 15 (22.4 %) Perempuan 52 (70.3 %) 52 (77.6 %) Kelompok Umur 15 - 20 tahun 61 (82.4 %) 66 (98.5 %) 21 - 30 tahun 11 (14.9 %) 0 (0.0 %) 31 - 40 tahun 2 (2.7 %) 1 (1.5 %) Riwayat Keluarga Glaukoma
Ya 0 (0.0 %) 2 (3.0 %) Tidak 62 (83.8 %) 56 (83.6 %) Tidak Tahu 12 (16.3 %) 9 (13.4 %)
KELOMPOK N TIO OD (mmHg) TIO OS (mmHg)
Mean Standar Deviation Range Median Mean Standar
Deviation Range Median
Overweight 25 18.56 2.27 16 – 25 18.00 18.64 2.14 16 – 25 18.00
Obesitas I 32 19.53 2.29 16 – 25 19.00 19.31 2.22 16 – 26 19.00
Obesitas II 17 19.82 1.94 16 – 24 20.00 19.65 2.21 16 – 24 20.00
Total 74 19.27 2.24 16 – 25 19.00 19.16 2.20 16 – 26 19.00
12
Tabel 4 Perbandingan jumlah kejadian penyakit glaukoma antara kelompok berat
badan lebih dengan berat badan normal
KELOMPOK GLAUKOMA
Tidak N(%)
Ya N(%)
Berat Badan Lebih 73 (98.6 %) 1 (1.4 %)
Berat Badan Normal 67 (100.0 %) 0 (0.0 %)
Total 140 (99.3 %) 1 (0.7 %)
Fisher’s exact test, nilai p=1.000 (2-sided), p=0.525(1-sided)
Gambar 1 Perbandingan nilai rerata tekanan intraokuler kelompok berat
badan lebih terhadap kelompok berat badan normal (Mann-whitney test TOD p= 0.000, TOS p= 0.000)
14.515
15.516
16.517
17.518
18.519
19.5
Berat Badan Lebih
Berat Badan Normal
TOD (mmHg)
TOS (mmHg)