Tafsir alaraf 55

13
3 Surat Al-A’raf ayat 54 Yaitu surat yang menunjukkan akidah tentang Tuhan dan fenomena alam semesta. Surat Al-A’raf ayat 54 berbunyi : س م ش ل وا ا ث ي ث ح ه ب طل ي هار لن ل ا ثل ل ا ي ش غ ي رش لع ي ا عل وى( ت س م ا ث ام ي0 ا( ة( ب س ي ف رض0 والأ( وات م ش ل ا( ق ل خ ى ه الذ ل م ال ك ي ن@ رB ا له رت الC ارك ث( ت ر م0 والأ( ق ل خ لأ له ا ل0 ره ا م0 ا ي( رات خ س م وم جP ن ل ر وا م( ق ل وا( @ ن مي ل عا ل ا54 ) Penjelasan Menurut Sayyid Quthb makna surat al-A’raf ayat 54 yaitu:12 Akidah tauhid Islam tidak meninggalkan satu pun lapangan bagi manusia untuk merenungkan zat Allah Yang Maha Suci dan bagaimana ia berbuat, maka, Allah itu Maha Suci, tidak ada lapangan bagi manusia untuk menggambarkan dan melukiskan zat Allah. Adapun enam hari saat Allah menciptakan langit dan bumi, juga merupakan perkara ghaib yang tidak ada seorang makhlukpun menyaksikannya. Allah telah menciptakan alam semesta ini dengan segala kebesaran-Nya, yang menguasai alam ini mengaturnya dengan perintah-Nya, mengendalikannya dengan kekuasaan-Nya. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dalam putaran yang abadi ini yaitu putaran malam mengikuti siang dalam peredaran planet ini. Dia menciptakan matahari, bulan dan bintang, yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pencipta, Pelindung, Pengendali dan Pengatur. Dia adalah Tuhan kalian yang memelihara kalian dengan manhaj-Nya, mempersatukan kalian dengan peraturan- Nya, membuat syariat bagi kalian dengan izin-Nya dan memutuskan perkara kalian dengan hukum-Nya. Dialah yang berhak menciptakan dan memerintah. Inilah persoalan yang menjadi sasaran pemaparan ini yaitu persoalan uluhiah, rububiyah dan hakimiyah, serta manunggalnya Allah SWT. Pada semuanya ini ia juga merupakan persoalan ubudiyah manusia di dalam syariat hidup mereka. Maka, ini pulalah tema yang dihadapkan konteks surat ini yang tercermin dalam masalah pakaian sebagaimana yang dihadapi surat Al-An’am dalam masalah binatang ternak, tanaman,nazar-nazar dan syiar-syiar.

description

Islamic

Transcript of Tafsir alaraf 55

Page 1: Tafsir alaraf 55

3 Surat Al-A’raf ayat 54

Yaitu surat yang menunjukkan akidah tentang Tuhan dan fenomena alam semesta.

Surat Al-A’raf ayat 54 berbunyi :

العرش على استوى ثم أيام ستة في واألرض السموات خلق الذي الله ربكم إنله أال بأمره مسخرات والنجوم والقمر والشمس حثيثا يطلبه النهار الليل يغشي

رب الله تبارك واألمر (54العالمين )      الخلق

Penjelasan Menurut Sayyid Quthb makna surat al-A’raf ayat

54 yaitu:12 Akidah tauhid Islam tidak meninggalkan satu pun lapangan bagi manusia untuk merenungkan zat Allah Yang Maha Suci dan bagaimana ia berbuat, maka, Allah itu Maha Suci, tidak ada lapangan bagi manusia untuk menggambarkan dan melukiskan zat Allah.

Adapun enam hari saat Allah menciptakan langit dan bumi, juga merupakan perkara ghaib yang tidak ada seorang makhlukpun menyaksikannya. Allah telah menciptakan alam semesta ini dengan segala kebesaran-Nya, yang menguasai alam ini mengaturnya dengan perintah-Nya, mengendalikannya dengan kekuasaan-Nya. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dalam putaran yang abadi ini yaitu putaran malam mengikuti siang dalam peredaran planet ini.

Dia menciptakan matahari, bulan dan bintang, yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pencipta, Pelindung, Pengendali dan Pengatur. Dia adalah Tuhan kalian yang memelihara kalian dengan manhaj-Nya, mempersatukan kalian dengan peraturan-Nya, membuat syariat bagi kalian dengan izin-Nya dan memutuskan perkara kalian dengan hukum-Nya. Dialah yang berhak menciptakan dan memerintah.

Inilah persoalan yang menjadi sasaran pemaparan ini yaitu persoalan uluhiah, rububiyah dan hakimiyah, serta manunggalnya Allah SWT. Pada semuanya ini ia juga merupakan persoalan ubudiyah manusia di dalam syariat hidup mereka. Maka, ini pulalah tema yang dihadapkan konteks surat ini yang tercermin dalam masalah pakaian sebagaimana yang dihadapi surat Al-An’am dalam masalah binatang ternak, tanaman,nazar-nazar dan syiar-syiar.

Menurut Thahir Ibnu Asyur makna surat al-A’raf ayat 54 yaitu:13 Bahwa hubungan surat ini sangat serasi. Ia memulai dengan

menyebut al-Qur’an, perintah mengikutinya serta larangan mendekati apa yang bertentanngan dengannya. Selain itu juga memperingatkan ttentang apa yang menimpa umat-umat yang dahulu, yang enggan mengakui keesaan Allah serta mendurhakai rasul-rasul mereka . Setelah itu semua kumpulan ayat ini menjelaskan tentang tauhid beserta bukti kebenarannya dan mengajak untuk tunduk dan patuh kepadanNya.

Page 2: Tafsir alaraf 55

Menurut Al-Biqa’i makna surat al-A’raf ayat 54 yaitu: Bahwa tema pokok yang berkisar pada uraian al-Qur’an tentang

tauhid, Nubullah (kenabian), hari kemudian, dan pengetahuan. Ayat ini juga menegaskan bahwa sesungguhnya Tuhan Pemelihara dan Pembimbing, serta yang menciptakan kamu dari tiada dan akan membangkitkan kamu ialah Allah Yang Maha Esa yang telah mneciptakan semua langit dan bumi yakni alam raya dalam enam hari (enam masa).

Informasi tentang penciptaan alam dalam enam hari mengisyaratkan tentang qudrat, dan ilmu, serta hikmah Allah swt .

Kemudian Dia bersemayam di atas Arsy. Dia berkuasa dan mengatur segala yang diciptakan-Nya, sehingga berfungsi sebagaiman ynag ia kehendaki yaitu Dia menutupkan malam dengan kegelapannya kepada siang ataupun sebaliknya dan silih berganti dan diciptakan-Nya pula matahari, bulan dan bintang masing-masig tunduk kepada perintah-Nya, yakni alah menetapkan hukkum yang berlaku atasnnya dan benda-benda itu tidak dapat mengelak dari hokum-hukum yang ditetapkan Allah itu.

العرش على استوى :yaitu ثمIstawa makna dasarnya bersemayam dialihkan ke makna majazi yaitu berkuasa. Sehingga penggalan ayat ini menegaskan tentang kekuasaan Allah SWT dalam mengatur dan mengendalikan alam raya, tetapi hal tersebut sesuai dengan kebesaran dan kesucian-Nya dari segala sifat kekurangan atau kemakhlukkan.Kata Tsumma menggambarkan betapa jauh tingkat penguasaan ‘Arsy, dibanding dengan penciptaan langit dan bumi. :yaitu مسخراتTerambil dari kata sakhkhara yang berarti ancaman, pengajaran atau pengaturan tanpa meminta imbalan dari yang dittundukkan untuknya. Ini berarti, alam raya dan segala isinya ditundukkan allah SWT untuk dimanfaatkan oleh manusia, jika demikian bukan manusia yang menundukkannya, sehingga manusia tidak boleh annnngkkuh terhadap alam akan tetapi harus bersahabat denngannnnya ssambil mensyukuri nikmat Tuhan denagn jalan mengikuti semua tuntunanNya, baik yang berkaitan dengan alam, maupun diri manusia sendiri. :yaitu تباركBerasal dari kata baraka yang berarti menetap dan mantap. Dan dapat dipahami dalam arti kebajikan yang banyak. Allah adalah  wujud yang tak berubah, selalu ada dan menetap lagi banyak kebajikannya.Dari penjelasan ini terlihat,  bahwa ketika kata itu dinisbahkan kepada Allah dapat dipahami dalam arti sangat menonjol kebajikan yang disandanng dan dinampakan olehNya. Itu semua terhampar jelas dialam raya ini.

Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuny makna surat al-A’raf ayat 54 yaitu:14 Di dalam ayat ini Alah menyebutkan beberapa dalil dan bukti

tentang keEsaanNya:

Page 3: Tafsir alaraf 55

1. Penciptaan langit tujuh tingkatan, yang merupakan bukti penciptaan dan kemukjizatan

2. Arsy ar-Rahman yang tidak dapat dicakup oleh langit dan bumi, yang tak dapat dibayangkan oleh hayalan karena besarnya.

3. Bintang, matahari, rembulan, dan berbagai planet, yang semua ada di bawah kekuasaan Allah.

Tujuan pemaparan ayat ini adalah jangan menjadikan kita lupa untuk

berhenti beberapa saat di depan pemandangan yang indah, hidup, bergerak

dan memberikan isyarat/kesan yang mengagumkan.

Istawa Dalam Tafsir Ibnu Katsir

Tulisan ini kami persembahkan buat mereka yang tiap

minggu Dauroh   kajian Tafsir Ibnu Katsir , tapi pemahaman mereka justru

berbeda dengan kajian-kajian mereka, parah nya penyakit Tasybih yang

sudah mendarah daging dalam keras nya hati mereka, membuat mereka

sulit menerima fakta kebenaran nya, dan membuat mereka tidak bisa

menyadari bahaya besar yang sedang menjerat akidah mereka, hendak nya

tulisan ini menjadi semangat baru bagi mereka agar kembali membuka

kembali kajian mereka dan semoga tulisan ini menjadi pertimbangan dalam

kajian ulangan nanti nya. Kesalahan mereka dalam memahami hakikat

Manhaj Salaf telah menjadikan mereka sebagai fitnah agama ini, sebagai

bukti mari lihat Tafsir Ibnu Katsir tentang “Istawa” atau tentang bab

Mutasyabihat umum nya, dan bagaimanahakikat Manhaj Salaf versi Ibnu

Katsir akan kita pahami di sini. Lihat kitab Tafsir Ibnu Katsir -Surat al-A’raf

– ayat 54 sebagai berikut :

تعالى: قوله وأما

{ pمqى ثrوrت sى اسrلrع tش sرrعsليس جدا، كثيرة مقاالت المقام هذا في فللناس { ال

واألوزاع مالك، الصالح: مذهبالسلف المقام هذا في يqسلك وإنما بسطها، موضع هذا

وغير راهويه بن وإسحاق حنبل، بن وأحمد والشافعي، سعد، بن والثوري،والليث ي،

تشب وال تكييف غير من جاءت كما إمرارها وهو قديماوحديثا، المسلمين أئمة من هم،

يشب ال الله فإن الله، عن منفي المشبهين أذهان إلى المتبادر والظاهر تعطيل. وال يه

ثsلtهt لrيsسr و } خلقه، من ههشيء tمrء� ك sي rش rو qهrو qيع tم pالس qير tصrبsكما األمر بل { ال

-: البخاري شيخ الخزاعي حماد بن نqعrيsم منهم- األئمة قال

جحد  كفر، فقد بخلقه شبهالله من" فقد نفسه به الله وصف ما ومن

وردت ما تعالى لله أثبت فمن تشبيه، رسوله وال نفسه به الله وصف فيما وليس كفر".

Page 4: Tafsir alaraf 55

 ونفى تعالى، الله بجالل يليق الذي الوجه على الصحيحة، واألخبار الصريحة اآليات به

سلك  النقائص، تعالى الله عن الهدى. سبيل فقد

Barkata Ibnu Katsir dalam Tafsirnya :

“Adapun firman Allah taala { ش� �ع�ر� ال ع�ل�ى �و�ى ت اس� �م� maka bagi manusia pada { ث

tempat ini pernyataan yang banyak sekali, di sini tidak mengupas semua

nya, di sini hanya menempuh Madzhab Salafus Sholih yaitu imam Malik,

dan al-Auza’i, dan Al-tsuri, al-laits bin sa’ad dan imam Syafi’i dan imam

Ahmad dan Ishaq bin rahawaih dan selain mereka dari ulama-ulama islam

masa lalu dan masa sekarang, dan Madzhab Salaf adalah memperlakukan

ayat tersebut sebagaimana datang nya, dengan tanpa takyif (memerincikan

kaifiyat nya) dan tanpa tasybih (menyerupakan dengan makhluk) dan tanpa

ta’thil (meniadakan)  dan makna dhohir (lughat) yang terbayang dalam hati

seseorang, itu tidak ada pada Allah, karena sesungguhnya Allah tidak

serupa dengan sesuatupun dari makhluk-Nya, dan [tidak ada sesuatupun

yang serupa dengan Allah, dan Dia maha mendengar lagi maha melihat. QS

Asy-Syura ayat 11], bahkan masalahnya adalah sebagaimana berkata para

ulama diantaranya adalah Nu’aim bin Hammad al-Khuza’i, guru al-Bukhari,

ia berkata : “Barang siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya,

maka sungguh ia telah kafir, dan barang siapa yang mengingkari  sifat yang

Allah sifatkan (sebutkan) kepada diri-Nya, maka sungguh ia telah kafir”.

Dan tidak ada penyerupaan (Tasybih) pada sifat yang disifatkan/disebutkan

oleh Allah dan Rasul kepada diri-Nya, maka barang siapa yang menetapkan

bagi Allah taala akan sesuatu yang telah datang ayat yang shorih (ayat

Muhkam) dan Hadits yang shohih, dengan cara yang layak dengan

keagungan Allah taala, dan meniadakan segala kekurangan dari Allah taala,

maka sungguh ia telah menempuh jalan yang terpetunjuk”.[Tafsir Ibnu

Katsir -Surat al-A’raf – ayat 54]

Perhatikan   scan   kitab   di   bawah   :

Page 6: Tafsir alaraf 55

Mari kita pahami uraian Ibnu Katsir tentang “Istawa” di atas pelan-pelan :

ليس جدا، كثيرة مقاالت المقام هذا في فللناس

واألوزا مالك، الصالح: السلف مذهب المقام هذا في يqسلك وإنما بسطها، موضع هذا

وغير راهويه بن وإسحاق حنبل، بن وأحمد والشافعي، سعد، بن عي،والثوري،والليث

وحديثا قديما المسلمين أئمة من هم،

“maka bagi manusia pada tempat ini pernyataan yang banyak sekali, di sini

tidak mengupas semua nya, di sini hanya menempuh Madzhab Salafus

Sholih yaitu imam Malik, dan al-Auza’i, dan Al-tsuri, al-laits bin sa’ad dan

Page 7: Tafsir alaraf 55

imam Syafi’i dan imam Ahmad dan Ishaq bin rahawaih dan selain mereka

dari ulama-ulama islam masa lalu dan masa sekarang”

Maksudnya : pada ayat-ayat Mutasyabihat seperti ayat tersebut ada banyak

pendapat manusia, dan di sini Ibnu Katsir tidak membahas semua nya,

hanya membahas bagaimana pendapat   kebanyakan ulama Salaf  saja seperti

imam Malik, dan al-Auza’i, dan Al-tsuri, al-laits bin sa’ad dan imam Syafi’i

dan imam Ahmad dan Ishaq bin rahawaih dan selain mereka dari ulama-

ulama islam, dari sini nantinya kita pahami mana Manhaj Salaf / Madzhab

Salaf sebenarnya, agar tidak tertipu dengan tipu daya Salafi Wahabi yang

juga mengaku bermanhaj Salaf.

 

أذ إلى المتبادر والظاهر تعطيل. وال تشبيه وال تكييف غير من جاءت كما إمرارها وهو

الله عن منفي المشبهين هان

“dan Madzhab Salaf adalah memperlakukan ayat tersebut sebagaimana

datang nya, dengan tanpa takyif (memerincikan kaifiyat nya) dan tanpa

tasybih (menyerupakan dengan makhluk) dan tanpa ta’thil (meniadakan) 

dan makna dhohir (lughat) yang terbayang dalam hati seseorang, itu tidak

ada pada Allah”

Maksudnya : Menurut Ibnu Katsir, Manhaj Salaf adalah memberlakukan

ayat-ayat Mutasyabihat sebagaimana datang nya dari Al-Quran, artinya para

ulama Salaf ketika membahas atau membicarakan atau menulis ayat

tersebut, selalu menggunakan kata yang datang dalam Al-Quran tanpa

menggunakan kata lain, baik dengan Tafsirnya atau Ta’wilnya atau bahkan

terjemahannya, atau biasa disebut dengan metode Tafwidh makna, dan

tanpa menguraikan kaifiyatnya, artinya tanpa membicarakan apakah itu

sifat dzat atau sifat fi’il, apakah itu sifat atau ta’alluq-nya atau lain nya, dan

tanpa Tasybih artinya menyerupakan atau memberi makna yang terdapat

penyerupaan di situ, dan tidak meniadakan nya karena keadaan nya yang

tidak diketahui makna nya, artinya bukan berarti ketika tidak diketahui

makna nya, otomatis telah mengingkari sifat Allah, karena

telah menetapkan sifat Allah dengan kata yang datang dari Al-Quran,

sedangkan makna atau terjemahan yang dipahami oleh seseorang, makna

tersebut tidak ada pada Allah, artinya sebuah makna yang otomatis

dipahami ketika disebutkan sebuah kalimat, maka makna tersebut bukan

maksud dari ayat Mutasyabihat, karena makna tersebut tidak boleh ada

Page 8: Tafsir alaraf 55

pada Allah, kerena dengan menyebutkan makna tersebut kepada Allah,

otomatis ia telah melakukan penyerupaan Allah dengan makhluk, Ibnu

Katsir di atas menyebut dengan sebutan“Musyabbihin” kepada orang yang

memahami makna dhohirnya, ini artinya menyebutkan makna dhohir

kepada Allah otomatis telah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya,

inilah poin penting yang harus diperhatikan oleh para Salafi Wahabi, bahwa

para ulama Salaf dan Khalaf sepakat bahwa makna terjemahan dhohiriyah

dalam bab Mutasyabihat tidak layak dengan keagungan Allah, dan

menjadikan orang nya sebagai orang yang telah menyerupakan Allah

dengan makhluk.inilah metode kebanyakan dari ulama Salaf, dan nampak

jelas perbedaan   manhaj Salaf dengan manhaj Salafi Wahabi .

 

ثsلtهt لrيsسr و } خلقه، من شيء يشبهه ال الله فإن tمrء� ك sي rش rو qهrو qيع tم pالس qير tصrبsال }

“karena sesungguhnya Allah tidak serupa dengan sesuatupun dari makhluk-

Nya, dan [tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, dan Dia maha

mendengar lagi maha melihat. QS Asy-Syura ayat 11]”

Maksudnya : kenapa makna dhohirnya tidak boleh, karena Allah tidak

serupa sedikit pun dengan makhluk-Nya sebagaimana disebutkan dalam

surat asy-Syura ayat 11, dan ketika makna dhohirnya terdapat sedikit

keserupaan, maka makna dhohir tersebut tidak boleh pada Allah.

 

الله - -: " شبه من البخاري شيخ الخزاعي حماد بن نqعrيsم منهم األئمة قال كما األمر بل

" كفر فقد نفسه به الله وصف ما جحد ومن كفر، فقد بخلقه

“bahkan masalahnya adalah sebagaimana berkata para ulama diantaranya

adalah Nu’aim bin Hammad al-Khuza’i, guru al-Bukhari, ia berkata :

“Barang siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, maka

sungguh ia telah kafir, dan barang siapa yang mengingkari  sifat yang Allah

sifatkan (sebutkan) kepada diri-Nya, maka sungguh ia telah kafir”.

Maksudnya : Bukan saja masalah nya sebatas tidak boleh, bahkan orang

tersebut dapat menjadi kafir dengan sebab ini, sebagaimana berkata para

ulama diantaranya adalah Nu’aim bin Hammad al-Khuza’i, guru al-Bukhari,

ia berkata : “Barang siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya,

maka sungguh ia telah kafir, dan barang siapa yang mengingkari  sifat yang

Allah sifatkan (sebutkan) kepada diri-Nya, maka sungguh ia telah kafir”.

Page 9: Tafsir alaraf 55

artinya termasuk dalam orang dihukumi kafir adalah orang yang beriman

dengan makna dhohir, karena sudah dijelaskan di atas bahwa dalam makna

dhohir sudah terkandung Tasybih, dan tidak termasuk dalam mengingkari

sifat Allah adalah orang yang mengingkari makna dhohir,

karena alasan tersebut juga. Maka dapat dipastikan bahwa beriman dengan

makna dhohir dalam masalah ini adalah akidah yang salah, bukan akidah

Ahlus Sunnah Waljama’ah, bahkan bukan Manhaj Salaf, sekalipun tentang

hukum kafir orang nya terdapat perbedaan pendapat ulama, karena

kemungkinan dimaafkan bagi orang awam, mengingat ini adalah masalah

yang sulit, na’uzubillah.

 

تشبيه رسوله وال نفسه به الله وصف فيما وليس

“Dan tidak ada penyerupaan (Tasybih) pada sifat yang disifatkan/disebutkan

oleh Allah dan Rasul kepada diri-Nya”

Maksudnya : Tidak ada Tasybih pada kata-kata yang datang dalam Al-Quran

dan hadits tentang sifat Allah, bukan pada makna nya, sementara pada

makna nya tergantung bagaimana memaknainya, sekaligus ini alasan

kenapa tidak boleh mengimani makna dhohiriyah, karena semua sifat yang

Allah sebutkan dalam Al-Quran dan Rasul sebutkan dalam Hadits untuk

sifat Allah, tidak ada satupun yang ada Tasybih (penyerupaan), maka makna

dhohir tersebut dapat dipastikan bukan sifat Allah, karena pada nya

terdapat keserupaan.

 

 الذي الوجه على الصحيحة، واألخبار الصريحة اآليات به وردت ما تعالى لله أثبت فمن

سلك  النقائص، تعالى الله عن ونفى تعالى، الله بجالل يليق الهدى. سبيل فقد

“maka barang siapa yang menetapkan bagi Allah taala akan sesuatu yang

telah datang ayat yang shorih (ayat Muhkam) dan Hadits yang shohih,

dengan cara yang layak dengan keagungan Allah taala, dan meniadakan

segala kekurangan dari Allah taala, maka sungguh ia telah menempuh jalan

yang terpetunjuk”.

Maksudnya : Kesimpulan dari uraian di atas, siapa yang menetapkan bagi

Allah akan sifat-sifat yang datang dalam ayat-ayat yang shorih yakni ayat-

ayat yang Muhkam, bukan malah yakin dengan makna tasybih dalam ayat

Mutasyabihat, dan yang datang dalam hadits-hadits yang shohih, dengan

Page 10: Tafsir alaraf 55

metode yang layak dengan keagungan Allah, bukan malah dengan metode

yang identik dengan makhluk, dan meniadakan pada Allah segala bentuk

kekurangan dari pada sifat-sifat makhluk atau keserupaan dengan makhluk,

maka ia telah menempuh jalan yang terpetunjuk yaitu bertauhid dengan

tauhid yang benar.

Wallahu a’lam

A.      Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 55 dan 1951.        Surat Al-A’raf ayat 55

 Artinya: Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah

tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.(QS. 7:55).

Ayat ini mengandung adab-adab dalam berdoa kepada Allah. Berdoa adalah suatu munajat antara seorang hamba dengan Tuhannya untuk menyampaikan suatu permintaan agar Allah dapat mengabulkannya. Maka berdoa kepada Allah hendaklah dengan sepenuh kerendahan hati, dengan betul-betul khusyuk dan berserah diri. Kemudian berdoa itu disampaikan dengan suara lunak dan lembut yang keluar dari hati sanubari yang bersih. Berdoa dengan suara yang keras menghilangkan kekhusyukan dan mungkin menjurus kepada ria dan pengaruh-pengaruh lainnya dan dapat mengakibatkan doa itu tidak dikabulkan Allah. Tidak perlulah doa itu dengan suara yang keras, sebab Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.

Page 11: Tafsir alaraf 55

Diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asyari r.a. dia berkata: Ketika kami bersama-sama Rasulullah saw. dalam perjalanan, terdengarlah orang-orang membaca takbir dengan suara yang keras. Maka Rasulullah bersabda:

Artinya: Sayangilah dirimu jangan bersuara keras karena kamu tidak menyeru kepada yang pekak dan yang jauh. Sesungguhnya kamu menyeru Allah Yang Maha Mendengar lagi Dekat dan Dia selalu beserta kamu.  (H.R Bukhari dan Muslim dari Abu Musa Al 'Asy'ari)

Bersuara keras dalam berdoa bisa mengganggu orang, lebih-lebih orang yang sedang beribadat, baik dalam masjid atau di tempat-tempat ibadat yang lain, kecuali yang dibolehkan dengan suara keras, seperti talbiyah dalam musim haji dan membaca takbir pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Allah swt. memuji Nabi Zakaria a.s. yang berdoa dengan suara lembut.

Bersuara keras dan berlebih-lebihan dalam berdoa termasuk melampaui batas Allah tidak menyukainya. Termasuk juga melampaui batas dalam berdoa, meminta sesuatu yang mustahil adanya menurut syara' atau pun akal, seperti seseorang meminta supaya dia menjadi kaya, tetapi tidak mau berusaha atau seseorang menginginkan agar dosanya diampuni tetapi dia masih terus bergelimang berbuat dosa dan lain-lainnya. Berdoa seperti itu, namanya ingin merubah sunnatullah yang mustahil terjadinya.