Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata
-
Upload
praktikum-tpsusu -
Category
Documents
-
view
11 -
download
2
description
Transcript of Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata
Acara III
SUSU FERMENTASI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun oleh :
Nama : Caecilia Eka Putri
NIM : 13.70.0018
Kelompok A1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2016
1
1. TOPIK DAN TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum Susu Fermentasi dilakukan pada hari Rabu, 18 Mei 2016 bersama dengan
praktikum Susu Kental Manis. Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa
Pangan mulai pukul 15.00 bersama asisten dosen Tjan, Ivana Chandra dan Beatrix
Restiani. Susu fermentasi yang dibuat dalam praktikum ini adalah yoghurt, kefir, dan
acidophilus milk. Bahan yang digunakan untuk membuat susu fermentasi adalah susu
skim, susu sapi segar, inokulum yoghurt, kefir, dan acidophilus milk (starter culture),
plain yoghurt (Biokul), dan plain kefir. Tujuan dari praktikum susu fermentasi adalah
untuk mengetahui prinsip pembuatan yoghurt dan kefir dengan tipe inokulum berbeda
yakni menggunakan kultur segar (fresh culture bacteria) dan menggunakan plain yoghurt
serta kefir bening komersial, mengetahui cara kerja pembuatan acidophilus milk,
mengetahui karakteristik yoghurt, kefir, dan acidophilus milk yang dihasilkan dari tipe
inokulum yang berbeda (kekentalan dan derajat keasaman), dan mengetahui perbedaan
karakteristik yoghurt, kefir, dan acidophilus milk.
2
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan pembuatan yoghurt, kefir, dan acidophilus milk dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Yoghurt, Kefir, dan Acidophilus Milk
Kel Jenis Susu Fermentasi Kekentalan Derajat
Keasaman Hasil
A1 Yoghurt dengan inokulum “fresh
culture” + 4,5
A2 Yoghurt dengan inokulum “plain
yoghurt” komersial ++ 4
A3 Kefir dengan inokulum “fresh
culture” ++ 4,5
A4 Kefir dengan inokulum “plain
yoghurt” komersial ++ 5
A5 Acidophilus milk dengan
inokulum “fresh culture” +++ 4
Keterangan:
Hasil : beri tanda centang bila produk berhasil, silang bila gagal
Kekentalan:
+ = encer
++ = kurang kental
+++ = kental
++++ = sangat kental
Pada Tabel 1 dapat diketahui hasil pengamatan susu fermentasi meliputi kekentalan,
derajat keasaman, dan hasil. Dalam praktikum ini, semua kelompok berhasil
menghasilkan produk susu fermentasi berupa yoghurt, kefir, dan acidophilus milk.
Kelompok A1 menghasilkan yoghurt dari inokulum ‘fresh culture’ yang encer dan
memiliki pH 4.5. Kelompok A2 menghasilkan yoghurt dari inokulum ‘plain yoghurt’
komersial yang kurang kental dan memiliki pH 4. Kelompok A3 menghasilkan kefir dari
inokulum ‘fresh culture’ yang kurang kental dan memiliki pH 4.5. Kelompok A4
menghasilkan kefir dari inokulum ‘plain kefir’ komersial yang kurang kental dan
memiliki pH 5. Kelompok A5 menghasilkan acidophilus milk dari inokulum ‘fresh
culture’ yang kental dan memiliki pH 4.5. Penampakan produk susu fermentasi yang
dihasilkan selama praktikum dapat dilihat pada Gambar 1.
3
Gambar 1. Penampakan Yoghurt, Kefir, dan Acidophilus Milk
4
3. PEMBAHASAN
Proses pembuatan yoghurt, kefir, dan acidophilus milk diawali dengan persiapan
inokulum ‘fresh culture bacteria’. Untuk inokulum dari yoghurt dan kefir komersial dapat
langsung digunakan. Untuk yoghurt hal yang harus dilakukan adalah pertama kultur
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp bulgaricus. Untuk kefir
disiapkan kultur Streptococcus lactis, Lactobacillus bulgaricus, dan yeast. Sedangkan
untuk acidophius milk disiapkan kultur Lactobacillus acidophilus. Pertama-tama, kultur
dengan menggunakan media MRS Broth cair lalu diinkubasi selama 48 jam. Endapan
yang dihasilkan dicuci dan dihomogenkan. Kemudian sebanyak 100 ml susu cair
dipanaskan di Erlenmeyer hingga suhu 85oC. Suhu ditunggu hingga turun mencapai
45oC. Hasil panen kultur masing-masing dimasukkan ke dalam susu, lalu diinkubasi pada
suhu 42-44oC hingga curd terbentuk. Kemudian diaduk dengan batang kaca steril sebagai
inokulum untuk membuat susu fermentasi.
Yoghurt merupakan susu pasteurisasi atau susu rendah lemak yang mempunyai
konsistensi seperti custard. Yoghurt dibuat dengan cara mengkoagulasikan susu dengan
2 jenis bakteri asam laktat yakni Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus. Dalam proses pembuatan yoghurt, bisa dilakukan penambahan aroma buah
untuk meningkatkan rasa (Potter & Hotchkiss, 1995). Yoghurt dapat dibuat dari susu sapi,
susu kambing, susu kerbau, dan susu kuda. Selain dari susu hewani, yoghurt juga dapat
dibuat dan dari sari kacang kedelai yang disebut “soygurt” (Astawan & Astawan, 1988).
Yoghurt memiliki tekstur seperti gel, lembut dan memiliki rasa almond segar. Yoghurt
memiliki bakteri yang berada secara alami di susu dan bisa juga ditambahkan kultur murni
dengan perbandingan 1:1. Sebagian besar bakteri spesies Lactobacillus acidophillus dan
Streptococcus lactis masih hidup ketika yoghurt dikonsumsi, namun hal tersebut tidak
membahayakan kesehatan konsumen. Rasa dari yoghurt ditimbulkan oleh senyawa
volatile dari asam asetat, diasetil dan asetaldehid. Yoghurt bisa dilembutkan dengan
stabilizer dan tidak ditambahkan garam (Kosikowski, 1977). Kultur kerja yoghurt terdiri
atas campuran S. thermophillus, L.bulgaricus, dan L. acidophillus (Insyiroh et al., 2014)
5
Setelah dilakukan persiapan inokulum baru dilakukan pembuatan yoghurt. Hal pertama
yang harus dilakukan dalam pembuatan yoghurt yaitu susu skim dan susu cair segar
dipanaskan secara terpisah hingga suhu 85oC selama 2 menit. Sebanyak 110 ml susu skim
dan 115 ml susu sapi segar dicampurkan lalu dimasukkan ke dalam wadah steril, lalu
ditutup dan didinginkan hingga terasa hangat. Sebanyak 10 atau 2 ml kultur starter
ditambahkan ke dalam susu dan diaduk dengan batang pengaduk kaca secara steril,
selanjutnya ditutup. Kemudian diinkubasi pada suhu 42-44oC selama 1 hari tanpa adanya
gangguan maksdunya tidak boleh dibuka dan diaduk hingga konsistensi custard yang
diinginkan tercapai. Gumpalan yang telah terbentuk kemudian diaduk perlahan hingga
kental merata. Selanjutnya diukur kekentalan dan derajat keasaman.
Menurut Buckle et al. 18, pemanasan bertujuan untuk membunuh mikroorganisme
pencemar, menurunkan potensi redoks campuran, dan menciptakan kondisi
menguntungkan untuk perkembangan bakteri yang dimasukkan sebagai inokulum.
Pemanasan menyebabkan denaturasi sifat protein whey dan perubahan casein yang
memberi konsistensi yang baik dan lebih seragam pada produk akhir serta mendenaturasi
enzim penghambat yang menghambat proses fermentasi yoghurt. Potter 18
mengatakan bahwa penambahan inokulum pada suhu 42-44oC bertujuan agar
mikroorganisme kontaminan tidak dapat tumbuh. Penutupan wadah dengan tutup
bertujuan untuk meminimalkan kontaminasi. Winarno 13 mengatakan bahwa
pendinginan dilakukan untuk memperlambat atau mengurangi kecepatan reaksi
metabolisme menjadi setengahnya dan dapat mengawetkan bahan pangan. Pengadukan
dilakukan untuk menghomogenisasi agar larutan dapat tercampur rata.
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus keduanya saling membutuhkan
selama proses fermentasi. Lactobacillus bulgaricus menyediakan asam amino esensial
bagi perkembangan Streptococcus thermophilus. Streptococcus thermophilus
menyediakan asam format dan komponen lainnya bagi pertumbuhan Lactobacillus
bulgaricus. Asam yang terbentuk oleh fermentasi akan mendestabilisasi membran kasein
sehingga menyebabkan koagulasi dari protein susu dan membentuk gel yogurt (Eskin,
1990).
6
Dari hasil pengamatan, kelompok A1 menghasilkan yoghurt dari inokulum ‘fresh culture’
yang encer dan memiliki pH 4.5. Kelompok A2 menghasilkan yoghurt dari inokulum
‘plain yoghurt’ komersial yang kurang kental dan memiliki pH 4. Hal ini tidak sesuai
dengan pernyataan Santoso (1994) bahwa penambahan susu skim dalam pembuatan
yoghurt dapat meningkatkan kekentalan, aroma, keasaman, protein dan mengurangi
aroma langu pada produk akhir. pH yoghurt yang diperoleh selama praktikum sudah
sesuai dengan teori Rahman 12, bahwa yoghurt termasuk golongan produk
fermentasi susu berasam sedang. Reaksi yang terjadi dalam fermentasi yoghurt adalah
perubahan laktosa menjadi asam laktat yang dapat menyebabkan penurunan pH susu.
Kultur starter bakteri asam laktat dalam fermentasi susu diartikan sebagai biakan
mikroorganisme yang diinginkan dan menghasilkan perubahan yang menguntungkan
selama proses fermentasi susu.
Kefir terbuat dari susu sapi, susu kambing dan susu domba. Kefir merupakan produk
campuran fermentasi asam laktat dan fermentasi alkohol. Mikroorganisme utama untuk
fermentasi kefir adalah Streptococcus lactis, Lactobacillus bulgaricus dan yeast
penyebab fermentasi laktosa. Fermentasi bakteri dapat memproduksi asam laktat 0.6-1%
sedangkan yeast dapat memproduksi 0.5-1% alkohol. Organisme yang menggerombol
dan membentuk granula kecil disebut dengan kefir grain. Kefir grain digunakan sebagai
starter culture dalam pembuatan kefir (Pelczar & Reid, 1958). Kefir grain memiliki
warna kekuningan. Kefir grain yang mengalami perubahan warna menjadi putih pada
susu dan mengindikasikan adanya asam laktat dan fermentasi alkohol. Kefir mengandung
0.8% asam laktat,1% etil alkohol, dan karbondioksida (Alcamo, 1993).
Dalam pembuatan kefir, pertama-tama sebanyak 230 ml susu segar yang sudah
dipasteurisasi pada suhu 85-95oC selama 2 menit dimasukan ke dalam wadah kaca ditutup
dan didinginkan. Tujuan pasteurisasi adalah untuk membunuh mikroorganisme
kontaminan serta dapat mendenaturasi enzim penghambat yang menghambat fermentasi.
Setelah dingin ditambahkan 8% starter atau sebanyak 20 ml dan diaduk menggunakan
batang pengaduk kaca. Lalu ditutup dengan tujuan meminimalkan kontaminasi.
Kemudian diinkubasi pada suhu 20-25oC selama 1 hari tanpa gangguan maksudnya tidak
7
boleh dibuka dan diaduk hingga konsistensi custard yang diinginkan tercapai. Kemudian
diambil sebagian untuk dianalisa yaitu pengukuran derajat keasaman dan kekentalan.
Streptococcus sp dan Lactobacillus berperan dalam menghasilkan asam laktat dan
komponen flavor. Kefir mengandung alkohol sebesar 0,5-2,5% yang dihasilkan oleh ragi
atau yeast sehingga memiliki rasa yang asam dan lebih segar. Yeast yang dihasilkan dari
pembuatan kefir menghasilkan CO2 juga menghasilkan alkohol dan soda (Anonim, 2007).
Dari hasil pengamatan, kelompok A3 menghasilkan kefir dari inokulum ‘fresh culture’
yang kurang kental dan memiliki pH 4.5. Kelompok A4 menghasilkan kefir dari
inokulum ‘plain kefir’ komersial yang kurang kental dan memiliki pH 5. Menurut
(Anonim, 2004) terdapat 2 faktor yang mempengaruhi kekentalan dan rasa akhir dari kefir
yaitu waktu dan temperatur. Dimana semakin hangat temperatur kefir akan semakin
mudah terbentuk karena mikroorganisme dapat tumbuh optimum dan dapat melakukan
aktivitas pemecahan laktosa susu dengan cepat. Hasil yang didapat pada kelompok A3
sesuai dengan teori Gaware et al. (2011) bahwa kefir memiliki pH sebesar 4.6, juga sesuai
dengan penelitian Yusriyah & Agustini (2014) yakni pH 4.43. pH rendah memiliki peran
sebagai antibakteri. Semakin tinggi konsentrasi starter yang ditambahkan, maka pH kefir
akan semakin rendah (Agustina et al., 2013)
Acidophilus milk merupakan produk fermentasi asam yang memiliki kandungan asam
sedang. Acidophilus milk tidak mempunyai rasa alkohol (Astawan & Astawan, 1988).
Acidophilus milk terbuat dari susu skim yang difermentasi dengan bakteri Lactobacillus
acidophilus. Acidophilus milk memiliki efek positif bagi pencernaan manusia. Dalam
pembuatan acidophilus milk susu dipanaskan, kemudian diinokulasikan dengan
Lactobacillus acidophilus pada suhu 37oC sekitar 2-5% dari jumlah total susu yang
digunakan. Tujuan dari pemanasan adalah untuk mengurangi kontaminasi
mikroorganisme lain agar pertumbuhan Lactobacillus acidophilus tidak terhambat.
Acidophilus milk memiliki rasa asam karena mengandung asam laktat yang tinggi sekitar
0,6-0,7% bahkan ada yang mencapai 1%. (Axtell, 2008.
8
Proses pembuatan Acidophilus milk diawali dengan memanaskan susu skim hingga suhu
85oC selama 2 menit. Selanjutnya sebanyak 245 ml susu skim dimasukkan ke dalam
wadah kaca, ditutup, dan didinginkan. Selanjutnya 1% kultur starter atau sebanyak ml
kultur ditambahkan dan diaduk dengan batang pengaduk kaca. Selanjutnya ditutup dan
diiinkubasi kembali dengan suhu 37oC selama 1 hari tanpa gangguan dengan maksud
tidak boleh dibuka dan diaduk hingga terbentuk smooth curd. Jika sudah terbentuk
gumpalan diaduk perlahan hingga kental merata. Kemudian diukur derajat keasaman, dan
kekentalan.
Lactobacillus acidophilus adalah probiotik yang banyak digunakan karena aman dan
tidak menimbulkan resiko infeksi. Lactobacillus acidophilus dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella thypimurium yang termasuk bakteri
yang dapat menimbulkan infeksi saluran pencernaan yang dikenal dengan salmonellosis
Antono et al., 2012. Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri yang tergolong
human intestinal implantable. Menurut Ducluzeau (2001) intestinal implantable adalah
kemampuan mikroorganisme untuk ditanam dan tumbuh di dalam saluran pencernaan
manusia dan dapat memberikan efek kesehatan positif. Sebagian besar adalah golongan
bakteri asam laktat yang sering disebut sebagai probiotik. Namun, tidak semua bakteri
dapat tergolong human intestinal implantable karena tidak semua jenis bakteri dapat
bertahan dan menghidrolisis laktosa dalam saluran pencernaan. Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus thermophilus termasuk probiotik dan merupakan bakteri asam laktat
(BAL) tetapi keduanya tidak termasuk intestinal implantable (Kailasapathy, 2000).
Dari hasil pengamatan, kelompok A5 menghasilkan acidophilus milk dari inokulum
‘fresh culture’ yang kental dan memiliki pH 4.5. Hal ini tdak sesuai dengan teori Dewi
2011 yang mengatakan bahwa achidophilus milk memiliki kekentalan 1,13 dpas yang
berarti sangat encer. pH acidophilus milk yang diperoleh sesuai dengan A, Banina (1988)
yang mengatakan bahwa pH acidophilus milk adalah 4,53. Dalam pembuatan susu
fermentasi juga dapat ditambahkan gula. Namun penambahan gula akan menurunkan pH
susu fermentasi (Gianti & Evanuarini, 2011).
9
Susu harus dipasteurisasi bukan disterilisasi karena sterilisasi akan menyebabkan
mikroorganisme sehingga susu menjadi steril, dan memiliki umur simpan yang lebih
panjang. Akan tetapi, susu yang sudah disterilisasi menyebabkan hilangnnya sebagian
besar kandungan nutrisi susu yang dapat menyebabkan kurangnya nutrisi bagi mikroba
untuk melakukan metabolisme. Selain itu susu steril memiliki aroma dan rasa yang jauh
berbeda dibandingkan dengan susu segar (Chirlaque, 2011). Terdapat beberapa cara
untuk melakukan pasteurisasi pada susu. High Temperature Short Time (HTST)
merupakan pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (pada suhu 71,7-75oC
selama 15-16 detik). Low Temperature Long Time (LTLT) merupakan pasteurisasi
dengan suhu rendah dan waktu lama (pada suhu 61oC selama 3 menit). Ultra High
Temperature (UHT) merupakan pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (pada suhu 131oC
selama 0,5 detik). Pemanasan UHT dilakukan di bawah tekanan tinggi untuk
menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya pembakaran susu pada alat pemanas
(Sirait, 1996).
Dalam produk akhir susu fermentasi ditemukan adanya gumpalan-gumpalan susu.
Penggumpalan susu pada produk akhir susu fermentasi disebabkan oleh bakteri
Lactobacillus sp yang menghasilkan enzim untuk mencerna lapisan tipis fosfolipid
disekitar butir lemak. Butir tersebut kemungkinan menyatu dan membentuk gumpalan
yang timbul ke permukaan susu (Handerson, 1971. Selain itu, menurut Rahman (1992)
susu dapat menggumpal karena pada umumnya susu telah ditumbuhi oleh Lactobacillus
dan Streptococcus dimana pada suhu kamar dapat mengubah susu menjadi asam (proses
fermentasi asam secara spontan) yang akan menggumpalkan susu dan mencegah proses
pembusukan susu.
10
4. KESIMPULAN
Yoghurt dibuat dengan cara mengkoagulasikan susu dengan 2 jenis bakteri asam
laktat yakni Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus.
Pemanasan bertujuan untuk membunuh mikroorganisme pencemar, menurunkan
potensi redoks campuran, dan menciptakan kondisi menguntungkan untuk
perkembangan bakteri yang dimasukkan sebagai inokulum.
Dalam pembuatan yoghurt, Lactobacillus bulgaricus menyediakan asam amino
esensial bagi perkembangan Streptococcus thermophilus, sedangkan Streptococcus
thermophilus menyediakan asam format bagi pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus.
Kefir merupakan produk campuran fermentasi asam laktat dan fermentasi alkohol.
Streptococcus sp dan Lactobacillus berperan dalam menghasilkan asam laktat dan
komponen flavor kefir, sedangkan yeast menghasilkan CO2, alkohol, dan soda.
Acidophilus milk terbuat dari susu skim yang difermentasi dengan bakteri
Lactobacillus acidophilus.
Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri yang tergolong human intestinal
implantable, yakni dapat ditanam dan tumbuh di dalam saluran pencernaan manusia
dan dapat memberikan efek kesehatan positif.
Susu harus dipasteurisasi bukan disterilisasi karena sterilisasi mampu menghilangkan
sebagian besar nutrisi susu yang dapat menyebabkan kurangnya nutrisi bagi mikroba
untuk melakukan metabolisme, dan memiliki aroma serta rasa yang jauh berbeda
dibandingkan dengan susu segar.
Penggumpalan susu pada produk akhir susu fermentasi disebabkan oleh bakteri
Lactobacillus sp yang menghasilkan enzim untuk mencerna lapisan tipis fosfolipid
di sekitar butir lemak susu.
Semarang, 25 Mei 2016
Praktikan, Asisten Dosen:
-Tjan, Ivana Chandra
Nama: Caecilia Eka Putri
NIM : 13.70.0018
11
5. DAFTAR PUSTAKA
A, Banina; Vulkasinovic M; Brankovic S; Fira D; Kojic M; dan Topisirovic L. (1988).
Characterization of natural isolate Lactobacillus acidophilus BGRA43 useful
for acidophilus milk production.Faculty of Technology and Metallurgy,
Karnegijeva, Belgrade, Yugoslavia.
Agustina, L. T. Setyawardani, & T. Y. Astuti. (2013). Penggunaan Starter Biji Kefir
dengan Konsentrasi yang Berbeda pada Susu Sapi terhadap pH dan Kadar Asam
Laktat. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1 (1) : 254-259.
Alcamo, I. E. (1993). Fundamentals of Microbiology. Addison-Wesley Publishing
Company, Inc. Canada.
Anonim. (2007). Kefir, Susu Fermentasi dengan Rasa Menyegarkan. Warta Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Vol. 29, No. 2, 2007.
Anonim. (2004). Kefir Is A Cultured, Creamy Product with Amazing Health Atributes.
http://www.kefir.net/index.htm. Diakses pada 25 Mei 2016
Antono, A., Dike, B. P., Sugiyartono & Isnaeni. 2012. Daya Hambat Susu Hasil Fermentasi Lactobacillus acidhopillus terhadap Salmonella thypimurium.
PharmaScientia. Vol.1, No.2.
Astawan, M. W. & Astawan, M. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat
Guna. CV Akademika Pressindo. Jakarta.
Axtell Barrie, Peter Fellows, Linus Gedi, Henry Lubin, Rose Musoke, Peggy Oti-Boateng
dan Rodah Zulu. (2008). Opportunities of food processing, Setting up and
running a small –scale dairy processing business. Edited by Peter Fellows and
Barrie Axtell. Published by CTA Midway Technology Ltd.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, & M. Wooton. (1987). Food Science. UI Press.
Jakarta.
Chirlaque, Raul Alcazar. (2011). Factors Influencing Raw Milk Quality and Dairy
Products. Universidad Politecnica de Valencia, Escuela Politecnica Superior de
Gandia, Licenciado en Ciencias Ambientales. Gandia.
Dewi, Intan, & Ulfah. (2011). Viabilitas Lactobacillus achidophilus pada Susu
Fermentasi yang Diperkaya dengan Tepung Pisang (Musa paradisiaca).
Fakultas Teknologi Pangan. Universitas Brawijaya.
12
Ducluzeau, R. (2001). Yoghurt & Fermented Milks. Syndifrais Publishing director. Paris.
http://cdrf.org/wp-content/uploads/2012/01/Scientific-Letter-5.pdf. Diakses
pada 25 Mei 2016
Eskin, N. A. M. (1990). Biochemistry of Foods 2nd ed. Academic Press, Inc. California.
Gaware, et al. (2011). The Magic of Kefir : A Review. Department of Pharmaceutical
chemistry Pharmacologyonline 1: 376-386.
Gianti, I. & H. Evanuarini. (2011).Pengaruh Penambahan Gula dan Lama Penyimpanan
terhadap Kualitas Fisik Susu Fermentasi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil
Ternak. Vol. 6, No.1.
Handerson, J. L. (1971). The Fluid Milk Industri, 3rd ed. AVI Publishing Co. Inc.
Insyiroh, U., Masykuri, & S. B. M. Abduh. (2014). Nilai pH, Keasaman, Citarasa, dan
Kesukaan Susu Fermentasi dengan Penambahan Ekstrak Buah Nanas. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan.3(3).
Kailasapathy, Kaila dan James Chin. (2000). Survival and therapeutic potential of
probiotic organisms with reference to Lactobacillus acidophilus and
Bifidobacterium spp. Immunology and Cell Biology. 78, 80–88. New South
Wales, Australia.
Kosikowski, F. V. (1977). Cheese and Fermented Foods. F. V. Kosikowski and
Associates. New York.
Pelczar, M.J. & R.D. Reid. (1958). Microbiology. McGraw-Hill Book Company. New
York.
Potter, N. N. & Hotchkiss, J. H. (1995). Food Science Fifth Edition. Chapman & Hall,
Inc. New York.
Potter, N. N. (1987). Food Science. The Avi Publishing Company, Inc . USA.
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta
Santoso, H. B. (1994). Susu dan Yoghurt Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Sirait, C. H. (1996). Pengujian Mutu Susu. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor.
13
Winarno, F. G. (1993). Ilmu Pangan dan Gizi, Teknologi dan Konsumsi. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Yusriyah, N. H. & R. Agustini. (2014). Pengaruh Waktu Fermentasi dan Konsentrasi
Bibit Kefir terhadap Mutu Kefir Susu Sapi. UNESA Journal of Chemistry. Vol.
3 No.2.
14
6. LAMPIRAN
6.1. Abstrak Jurnal
6.2. Laporan Sementara