SURAT KONTRAK PENELITIAN - simakip.uhamka.ac.id
Transcript of SURAT KONTRAK PENELITIAN - simakip.uhamka.ac.id
1
2
SURAT KONTRAK PENELITIAN
3
4
5
RINGKASAN
Mahasiswa merupakan calon intelektual yang nantinya akan menjadi
bahagian masyarakat yang akan bekerja dan beraktivitas sesuai dalam
bidang keahliannya masing- masing. Mereka. Namun ketika kuliah
banyak masalah yang dihadapi seperti beradaptasi dengan
penyelesaian tugas salah satunya Mereka mengalami kendala dan
kesulitan untuk bangkit dan bertahan dengan segala beban dari
berbagai macam bentuk tugas yang diterima atau dikenal dengan
resiliensi akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan resiliensi akademik antara mahasiswa laki-laki dan
perempuan di UHAMKA yang di analisis melalui rash model.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif komparatif, sampel
dalam penelitian ini berjumlah 333 mahasiswa yang terdiri dari 255
perempuan dan 78 laki-laki yang diperoleh dengan metode
convinience sampling. Instrumen yang di gunakan adalah ARS-30
(The 30 item Academic Resilience Scale), Teknik analisis data adalah
uji independent t-test dengan bantuan aplikasi SPSS serta
dikombinasikan dengan stacking model rasch yang telah di uji. Hasil
penelitian ini menunjukann nilai sig. 2 Talled sebesar 0,94> 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara tingkat resiliensi mahasiswa laki-laki dan mahasiswa
perempuan. Selanjutnya secara partial resiliensi laki-laki dan perempuan
sama-sama berada pada kategori sedang.
Kata Kunci resiliensi akademik, analisis rash, gender
6
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ………………………………………………. 1
SURAT KONTRAK PENELITIAN ……………………………….. 2
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………….. 4
RINGKASAN ………………………………………………………… 5
DAFTAR ISI ………………………………………………………….. 6
IDENTITAS USULAN PENELITIAN …………………….………… 8
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………….
B. Rumusan Masalah ………………………………………..
C. Tujuan Penelitian …………………………………………
D. Urgensi Penelitian ………………………………………..
9
12
12
12
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
1. Resiliensi
a. Definisi Resiliensi ……………………..…………
b. Fungsi Resiliensi …………………………………
c. Faktor Resiliensi ………………………………….
d. Komponen Resiliensi ……………………………..
2. Resiliensi Akademik …………………………………..
3. Aspek Resiliensi Akademik …………………………..
4. Dimensi Resiliensi Akademik …………………………
5. Faktor Resiliensi Akademik …………………………...
14
14
16
18
20
27
29
30
31
BAB 3. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian ……………………………...................
B. Metode Pengumpulan Data ………………………………
C. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………..
D. Teknik Analisis Statistik …………………………………
E. Alur Penelitian ……………………………………………
33
33
35
35
36
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian …………………………………………..
B. Pembahasan …………………………………………….
37
38
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………… 42
7
BAB 6 LUARAN YANG DICAPAI ………………………………… 43
BAB 7 RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI
HILIRISASI ………………………………………………….
46
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 47
LAMPIRAN (bukti luaran yang didapatkan)
- Artikel ilmiah (draft, status submission atau reprint)
- HKI, publikasi dan produk penelitian lainnya
8
IDENTITAS PENELITIAN
1. Judul Penelitian : ANALISIS TINGKAT RESILIENSI AKADEMIK
MAHASISWA UHAMKA
2. Tim Penelitian :
No.
Nama Peneliti Fakultas/Program
Studi
Alokasi Waktu
1. Fatma Nofriza,
S.Pd,. M.Si.
FKIP/ Bimbingan dan
Konseling
30 jam/ Minggu
2. Chandra Dewi S.,
M.Pd
FKIP/ Bimbingan dan
Konseling
30 jam/ Minggu
1. 3. Tempat dan Subjek Penelitian:
a. Tempat penelitian dilakukan di UHAMKA Jakarta
b. Subjek penelitian adalah mahasiswa semester V dan VII
2. 4. Masa Pelaksanaan
Mulai Bulan: Februari Tahun. 2019
Selesai Bulan: Agustus Tahun. 2020
5. Biaya Penelitian : Rp. 11.000.000,-
6. Luaran Penelitian
1. Jurnal terakreditasi
2. Proceeding
9
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahasiswa merupakan calon intelektual muda yang akan banyak
berperan ditengah masyarakat. Berbagai harapan yang dititipkan kepada
mahasiswa sebagai pembawa pembaharuan dan penerus generasi atau pelanjut
estafet nantinya. Perubahan dan perkembangan zaman yang begitu pesat
menuntut pula kesiapan mahasiswa dalam menjalani perannya dimasyarakat..
Hal ini sejalan dengan KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia) yang sudah dimulai sejak tahun 2016 melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 8 tahun 2012 yang menuntut lembaga pendidikan tinggi dalam hal
memmbuat kebijakan kurikulum menyandingkan atau link and macth antara
pembelajaran yang dilakukan dikampus sejalan dengan permintaan
masyarakat. Berbagai latihan dan tugas yang diberikan mahasiswa menuntut
kemandirian, ketrampilan sesuai dengan bidang keahliannya. Mahasiswa S1
yang berada pada kategori di level 6 (enam) atau lulusan S1 tidak hanya
memahami teori tetapi sudah memiliki bekal lapangan dengan dunia kerja
yang akan di masuki nantinya.
UHAMKA sebagai salah satu institusi yang mempersiapkan calon
intelektual lulusan sarjana S1 sudah seyogyanya memberikan banyak latihan
melalui berbagai macam kegiatan dalam proses pembelajaran agar memiliki
karakter yang tangguh dalam menghadapi kondisi masyarakat yang semakin
beragam. Salah satu ketangguhan yang dimaksud diistilahkan dengan
resiliensi. Secara umum resiliensi menurut Reivich, Shatte (2002) dan
Kaplan, Assor dan Roth (2003) adalah kemampuan untuk bertahan dan
beradaptasi dalam kondisi yang tidak menentu atau sedang menghadapi
banyak stressor.
Para mahasiswa yang sedang menjalankan studinya di perguruan tinggi
dalam berbagai program studi atau jurusan juga mengalami kesulitan dan
berbagai tantangan. Mahasiswa sering mengalami kesulitan dan tantangan
yang harus dihadapinya selama masa kuliah. Menurut Gunarsa (1995)
10
mahasiswa memiliki kesulitan dan tantangan tersendiri dalam hidup, ketika
individu masuk dalam dunia kuliah pasti dihadapkan dengan berbagai
persoalan, mulai dari perbedaan sifat pendidikan Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan Perguruan Tinggi, perbedaan hubungan sosial, pemilihan bidang
studi atau jurusan, dan masalah ekonomi, masalah budaya, dan masalah
lainnya. Berbagai persoalan tersebut menuntut mahasiswa untuk memiliki
resiliensi akademik agar mampu mengatasi dan menghadapi berbagai
persoalan untuk bisa menuntaskan pendidikan dengan baik.
Mahasiswa menjelang masa akhir atau pada tingkat akhir berada pada
fase dewasa dini, fase ini merupakan fase yang memerlukan banyak
penyesuaian dalam menghadapi berbagai tuntutan dan harapan baru. Beragam
tuntutan yang dihadapi mahasiswa salah satunya tuntutan akademis dan sosial.
Misra dan Castillo (2004) menemukan berbagai tuntutan akademis pada
mahasiswa antara lain, tuntutan keluarga untuk berprestasi secara akademis,
mengerjakan tugas kuliah, kompetisi dengan teman untuk mendapatkan
penilaian yang baik. Selain adanya tuntutan akademis, mahasiswa juga
dihadapkan dengan tuntutan dalam hubungan sosial, yaitu menjalin hubungan
yang baik dengan teman kuliah, kerjasama dalam sebuah kelompok, mengikuti
kegiatan organisasi mahasiswa, serta menemukan pasangan yang potensial
(Ross, Niebling, dan Heckert, 1999).
Berbagai tuntutan dan tantangan yang dialami mahasiswa tidak dapat
dihindarkan terutama bagi mahasiswa menjelang tingkat akhir yang mulai dan
sedang mengerjakan skripsi. Pengerjaan proposal menjadi prasyarat akan
menempuh tahap berikutnya yaitu suatu karya ilmiah yang sering disebut
dengan Skripsi yang merupakan syarat wajib kelulusan mahasiswa dalam
meraih gelar sarjana.
Selain itu kesulitan lain yang dialami mahasiswa menjelang tingkat
akhir juga berasal dalam dirinya yaitu rasa jenuh, kecewa dengan dosen yang
sulit ditemui, malas, motivasi yang rendah. Banyak dari mereka yang
mengalami berbagai kesulitan dalam mengerjakan tugas akademik dan juga
skripsi. Kesulitan yang sering dialami mahasiswa tingkat akhir yaitu, mencari
11
masalah yang sesuai dengan judul, sulit dalam menyusun latar belakang,
menentukan sampel dan alat ukur yang digunakan, batas waktu dalam
penelitian, proses revisi yang berlangsung lama, dosen pembimbing yang
sibuk dan sulit ditemui, dan lain-lain. Kesulitan yang dihadapi lainnya adalah
penyelesaian tugas-tugas akhir yang semakin banyak dan berat karena dituntut
terampil dan kreatif. Jika mahasiswa tidak bisa menghadapi atau beradaptasi
pada kesulitan yang dialami selama mengerjakan tugas akademik atau skripsi,
maka mahasiswa akan mudah mengalami sres, frustasi dan kehilangan
motivasi (Cahyani & Akmal, 2017).
Mahasiswa dengan ketahanan yang tinggi mampu bertahan
menghadapi kondisi sulit dan terus berusaha menyelesaikan semua tugas dan
tanggung jawabnya baik sebagai mahasiswa yang menjalani peran dalam
organisasi kampus atau luar kampus, atau hanya berkuliah saja. Ketahanan
yang dimaksud erat kaitannya dengan istilah psikologi yaitu Resiliensi
Akademik. Mahasiswa diharapkan memiliki ketahanan dalam tantangan
akademik dengan memiliki resiliensi akademik (Gizir, 2004). Resiliensi
akademik ini sangat penting dimiliki oleh mahasiswa terutama mahasiswa
yang menjelang tingkat akhir terutama yang sedang mengerjakan skripsi.
Resiliensi akademik merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan,
bangkit, dan menyesuaikan diri dengan kondisi sulit dan penuh tekanan dalam
bidang akademik (Panundra dan Endang, 2016).
Penelitian ini menfokuskan pada ketangguhan dan kemampuan
mahasiswa untuk mampu bertahan dan beradaptasi dalam menyelesaikan
tugas akademik yang dikenal dengan istilah resiliensi akademik (Martin dan
Marsh, 2003). Pemberian tugas kepada mahasiswa pada setiap program studi
maupun fakultas sangat beragam. Hal ini tentu sesuai dengan karakteristik,
visi, misi yang ingin dicapai oleh masing masing program studi maupun
fakultas. Mahasiswa dalam kondisi yang demikian merasakan pengalaman
yang berbeda – beda. Sebahagian mahasiswa di program studi tertentu
merasakan tugas yang diberikan sangat sulit, namun di program studi yang
12
sama merasakan ada sebahagian mahasiswa menyampaikan bahwa tidak ada
yang sulit dan semuanya bisa di atasi.
B. Rumusan Masalah
1. Mahasiswa datang ke kampus hanya untuk kuliah saja tetapi banyak yang
menunda tugas-tugas akademik
2. Kesulitan yang sering dialami mahasiswa tingkat akhir yaitu, mencari
referensi dengan masalah yang diteliti.
3. Mahasiswa menjelang tingkat akhir juga berasal dalam dirinya yaitu rasa
jenuh, kecewa dengan dosen yang sulit ditemui, malas, motivasi yang rendah.
4. Mahasiswa mulai sulit beradaptasi dengan penyelesaian beban tugas
akademik yang menjadi tanggungjawab
5. Banyak kesulitan dan hambatan yang dialami mahasiswa tingkat akhir dalam
pengerjaan skripsi
6. Resiliensi akademik sangat penting untuk dimiliki mahasiswa tingkat akhir
7. Mahasiswa tingkat akhir membutuhkan resiliensi akademik dalam pengerjaan
skripsi
8. Mahasiswa tingkat akhir perlu meningkatkan resiliensi akademik.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat resiliensi akademik
mahasiswa UHAMKA berdasarkan fakultas, jenis kelamin, suku etnis dan status
tempat tinggal. Selanjutnya secara teoritis menambah wawasan dan pengetahuan
dalam literasi tentang resiliensi di jaman revolusi teknologi 4.0.
D. Manfaat Penelitian
Urgensi yang mendorong perlu adanya penelitian ini untuk melihat pada dua
aspek sebagai berikut:
1. Manfaat Secara Teoritis
Penelitian dilakukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam
literasi tentang resiliensi yang dilakukan di jaman revolusi teknologi 4.0.
Resiliensi merupakan penelitian yang banyak dikaji oleh kelompok psikologi
13
positif dan sangat bermanfaat untuk pengembangan teori –teori psikologi
positif ke depannya
2. Manfaat Secara Praksis
Secara praksis, penelitian ini hadir dikarenakan perlunya dikembangkan
instrumen yang terkait resiliensi khususnya resiliensi akademik. Hal ini
dapat dijadikan pengembangan alat ukur dalam bidang Bimbingan dan
Konseling khususnya untuk keberlanjutan pada penelitian-penelitian
berikutnya.
14
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
1. Resiliensi
a. Definisi Resiliensi
Pada era ini resiliensi menjadi kemampuan psikologis yang penting
dan harus dimiliki individu di berbagai usia. Resiliensi dalam berbagai
kajian dipandang sebagai kekuatan dasar yang menjadi pondasi berbagai
karakter positif dalam diri seseorang. Resiliensi dikembangkan oleh
Garmezy (1950an-1990an), Masten (1989), dan Ungar (2000an-sekarang).
Ketiga tokoh tersebut menjadi rujukan studi-studi resiliensi berikutnya
dalam lingkup yang lebih luas.
Secara umum, resiliensi ditandai sejumlah karakteristik, yaitu:
adanya kemampuan dalam menghadapi kesulitan, ketangguhan, dalam
menghadapi stress ataupun bangkit dari trauma yang dialami (Masten dan
Coatsworth, 1998 dalam Kalil 2003). Individu yang memiliki resiliensi
dalam menghadapi permasalahan, karakteristik yang muncul yaitu suatu
keyakinan bahwa dirinya mampu untuk pulih kembali dan bangkit dari
suatu keadaan yang membuatnya trauma.
Resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan dari
suatu keterpurukan yang dialami, serta mampu mengatasi berbagai macam
gangguan yang membuat tertekan, sehingga dalam menjalani kehidupan
dengan pengalaman yang tertekan dapat meyesuaikan keadaan tersebut
dengan baik. Hal ini dapat diperkuat menurut teori Reivich & Shatte
(2002) dalam bukunya “The Resilience Factor” Resiliensi adalah “The
15
ability to persevere and adapt when thing go awry”. Artinya resiliensi
merupakan suatu kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi ketika
terdapat suatu hal yang kacau. Individu mampu bertahan jika dihadapkan
pada suatu keadaan yang membuatnya sulit untuk bangkit dan mengatasi
kesulitan tersebut dengan baik.
Selanjutnya Al Siebert (2005) resiliensi adalah kemampuan untuk
mengatasi dengan baik perubahan hidup pada level yang tinggi, menjaga
kesehatan di bawah kondisi penuh tekanan, bangkit dari keterpurukan,
mengatasi kemalangan, merubah cara hidup ketika cara yang lama dirasa
tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada, dan menghadapi permasalahan
tanpa melakukan kekerasan. Merujuk pendapat Al Siebert diatas dapat
dijelaskan bahwa resiliensi dapat menghasilkan cara hidup yang baik
sesuai dengan kondisi atau keadaan yang ada, sehingga keterpurukan dan
tekanan yang dihadapi dapat diatasi tanpa adanya kekerasan yang
dilakukan.
Pada saat individu dihadapkan dengan keadaan yang tertekan,
diharapkan individu tersebut dapat memiliki resiliensi yang baik, agar
mampu menyesuaikan diri dengan keadaan tertekan dan mampu
membentuk perilaku yang positif dalam keadaan tersebut. Hal ini sejalan
dengan pendapat Rinaldi (2010) "Resiliensi adalah keberhasilan
menyesuaikan diri terhadap tekanan yang terjadi. Penyesuaian diri
menggambarkan kapasitas untuk membangun hasil positif dalam peristiwa
kehidupan yang penuh tekanan."
16
Individu yang resiliensi tetap merasakan berbagai emosi negatif
atas kejadian traumatik yang dialami. Mereka tetap merasakan marah,
sedih, kecewa, bahkan mungkin cemas, khawatir, dan takut, sebagaimana
yang dirasakan oranglain pada umumnya. Hanya saja, individu resilien
memiliki cara untuk segera memulihkan kondisi psikologisnya, lalu
bergerak bangkit dari keterpurukan. Hal ini sejalan dengan pendapat
(Grotbreg, 1999) menyatakan bahwa resiliensi merupakan kemampuan
untuk bertahan dan beradaptasi, serta kemampuan manusia untuk
menghadapi dan memecahkan masalah setelah mengalami kesengsaraan.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa resiliensi
merupakan kapasitas atau kemampuan individu dalam menghadapi suatu
kondisi sulit, tertekan, bahkan kesengsaraan untuk tetap bangkit dan
bertahan dari suatu kondisi tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu
perilaku yang positif dan berusaha menyesuaikan dengan keadaan yang
ada.
b. Fungsi Resiliensi
Resiliensi dapat melatih seorang individu untuk berpikir lebih logis
mengenai kualitas diri dan dapat mengatasi berbagai trauma dengan cara
yang sehat serta produktif (Reivich dan Shatte, 2002). Dalam menghadapi
berbagai persoalan resiliensi mampu memberikan keterampilan dalam diri,
keterampilan tersebut menjadi suatu kegunaan dasar resiliensi. Reivich dan
Shatte (2002) mengemukakan bahwa resiliensi memiliki empat fungsi
dasar dalam kehidupan, yaitu :
17
1) Mengatasi (Overcoming)
Setiap individu pernah mengalami kesulitan-kesulitan masa lalu
maupun masa sekarang. Kesulitan yang dialami berupa suatu masalah
atau tantangan yang terjadi dalam bidang pribadi, sosial, karir, dan
belajar. Resiliensi sangat penting untuk dimiliki setiap individu agar
dapat mengatasi berbagai masalah atau tantangan yang dialaminya.
Individu yang resilien dapat memaknai setiap masalah yang datang
dengan sebuah pembelajaran atau pengalaman bagi diri pribadi agar
mampu bertanggung jawab untuk menjadi lebih baik.
2) Melalui (Steering Through)
Berbagai tantangan dalam kehidupan yang semakin beragam
menuntut untuk bisa dilalui agar mampu mencapai suatu keberhasilan
yang diharapkan. Resiliensi merupakan salah satu kemampuan untuk
bisa melalui berbagai masalah dan tantangan yang datang dalam
kehidupan sehari-hari. Seorang individu memiliki resiliensi yang baik
tidak akan mudah untuk menyerah melainkan menghadapi dan melalui
masalah yang dihadapinya sehari-hari dengan sebuah keyakinan untuk
mencapai produktivitas dan kualitas diri.
3) Bangkit Kembali (Bouncing Back)
Dalam menghadapi suatu kondisi yang sulit bahkan membuat trauma,
seorang resilien mampu pulih dan bangkit kembali dari keterpurukan
serta mampu menemukan cara positif dalam mengatasi kesulitan
hidup yang sedemikian berat.
18
4) Pencapaian (Reaching Out)
Kemampuan individu dalam menghadapai suatu masalah dan
tantangan tidak hanya dilihat dari kebahagiaan yang didapat,
melainkan sebuah pencapaian keberhasilan yang diharapkan untuk
masa depan. Resiliensi mengarahkan individu untuk mencapai
keberhasilan dengan mengoptimalkan kualitas diri yang memaknai
berbagai masalah dan tantangan sebagai suatu pembelajaran atau
pengalaman untuk tujuan baru dalam hidup. Pencapaian tujuan hidup
dengan kemampuan dalam bersikap terbuka terhadap berbagai
pengalaman baru.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa resiliensi memiliki
fungsi dalam menghadapi suatu persoalan yaitu dengan mengatasi,
melalui, bangkit kembali, dan pencapaian. Sehingga individu yang
resilien mampu melakukan fungsi tersebut ketika menghadapi
barbagai masalah.
c. Faktor Resiliensi
Resiliensi terbentuk dari interaksi yang signifikan antara faktor
resiko dengan faktor protektif (Windle1999, dalam Kalil 2003). Menurut
Rutter (1999) resiliensi digunakan seseorang dengan ketahanan yang
relatif terhadap suatu pengalaman resiko psikososial. Sedangkan faktor
protektif (personal, keluarga, jejaring keamanan institusional) dalam
resiliensi memungkinkan seseorang untuk bertahan terhadap tekanan hidup
(Kaplan, Turner, Norman, dan Stillson, 1996, dalam VanBreda 2001,
19
dalam Hendriani 2018). Oleh karena itu, resiliensi tidak terlepas dari
faktor resiko dan faktor protektif, sehingga individu yang mampu
menyesuaikan diri terhadap suatu konflik memiliki faktor protektif yang
kuat. Faktor resiliensi dijelaskan sebagai berikut :
1) Faktor Resiko
Faktor Resiko merupakan variabel yang memunculkan masalah pada
perilaku sebagai respon yang dihasilkan dari stres (Luthar, 1999,
dalam Kalil, 2003). Menurut Ruttter (1999) faktor resiko merupakan
problematika yang dialami seseorang yang mengarah pada kondisi
patologis yang berasal dari pengalaman yang mempengaruhi mental.
Stres atau pengalaman psikososial tersebut muncul karena adanya
stressor. Stressor merupakan sumber datangnya stres.
Pada dasarnya stressor berbeda dengan faktor resiko. Stressor
merupakan suatu hal menyebabkan munculnya stres, sedangkan faktor
resiko suatu hal yang mempengaruhi ketahanan seseorang terhadap
stres yang berasal dari stressor (Stress Causes and Risk Factors,
2011). Jika seseorang mudah mengalami stres, maka perilaku atau
respon yang dimunculkan berupa problematik yang membuat semakin
tertekan karena tidak bisa menyesuaikan diri terhadap stres.
2) Faktor Protektif
Faktor Protektif merupakan suatu hal yang menberikan pengaruh
positif bagi individu, sehingga mampu bertahan dan beradaptasi
dengan baik terhadap suatu permasalahan. Hal ini diuraikan dalam
20
tulisan oleh Kalil, (2003) dan Luthar (2003) bahwa faktor protektif
merupakan hal potensial yang digunakan sebagai alat untuk
merencanakan pencegahan dan penanggulangan berbagai hambatan,
persoalan, dan konflik dengan cara yang positif. Tulisaan tersebut
tercantum bahwa Germezy (1991) telah mengidentifikasi beberapa
kategori dari faktor protektif, yaitu :
a) berbagai atribut yang dimiliki individu seperti tempramen yang
baik, pandangan positif terhadap diri sendiri dengan intelegensi;
b) kualitas keluarga, antara lain kehangatan, keterliatan dan harapan
keluarga; serta
c) keberadaan dan pemanfaatan sistem pendukung eksternal diluar
kelurga.
Dengan demikian faktor protektif berasal dari diri individu,
keluarga maupun lingkungan sosial. Individu yang resilien tidak
semestinya lari atau menghindari faktor resiko, melainkan harus
bisa menerima dan menghadapi kondisi tersebut dengan faktor
protektif agar dapat beradaptasi dengan baik pada suatu
permasalahan yang dialami individu.
d. Komponen Resiliensi
Resiliensi sebagai kemampuan manusia untuk menghadapi,
mengatasi, menjadi kuat ketika menghadapi rintangan dan hambatan
(Gotberg, 1999). Komponen resiliensi disebut oleh Gotberg dengan istilah
sumber, menurutnya ada tiga sumber resiliensi individu, yaitu: I have, I
21
am, dan I can. Ketiganya saling berkaitan untuk menentukan seorang
individu yang resilien. Berikuta rincian detil dari ketiga sumber itu.
1) I Have
I have merupakan sumber resiliensi yang menghubungkan pada
besarnya dukungan sosial yang diperoleh dari lingkungan sekitar yang
dapat dimaknai oleh individu sebagai suatu kepercayaan terhadap
lingkungannya. Sumber I have memiliki beberapa kualitas yang dapat
menjadi penentu bagi pembentukan resiliensi, yaitu:
Hubungan yang dilandasi dengan kepercayaan (trust)
Struktur dan peraturan yang ada dalam keluarga atau
lingkungan rumah
Model-model peran
Dorongan seseorang untuk mandiri (otonomi)
Akses terhadap fasilitas seperti layanan kesehatan,
pendidikan, keamanan, dan kesejahteraan.
2) I am
I am adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan konsep pribadi
dalam diri individu. Sumber ini mencakup pada kekuatan diri dengan
memotivasi dirinya sendiri sehingga menjadi individu yang
berkualitas dengan perasaan, sikap, dan keyakinan pribadi yang
positif. Beberapa kualitas pribadi yang memengaruhi I am dalam
membentuk resiliensi adalah:
22
Penilaian personal bahwa diri memperoleh kasih saying dan
disukai oleh banyak orang
Memiliki empati, kepedulian dan cinta terhada orang lain
Mampu merasa bangga dengan diri sendiri
Memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri dan dapat
menerima konsekuensi atas segala tindakannya
Optimis, percaya diri dan memiliki harapan akan masa
depan
3) I Can
I can adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan usaha yang
dilakukan oleh seseorang dalam memecahkan masalah menuju
keberhasilan dengan kekuatan diri sendiri. I can berisi penilaian atas
kemampuan diri yang mencakup kemampuan menyelesaikan persoalan,
keterampilan, sosial dan interpersonal. Sumber resiliensi ini terdiri dari:
Kemampuan dalam berkomunikasi
Problem solving atau pemecahan masalah
Kemampuan mengelola perasaan, emosi, dan implush-
implush
Kemampuan mengukur temramen sendiri dan orang
lain
Kemampuan menjalin hubungan yang penuh
kepercayaan.
23
Gotberg (1999) meyakini bahwa terdapat lima faktor yang menjadi
kekuatan individu untuk berdaya ketika dihadapkan dengan tekanan yang
membuat perasaan tidak berdaya. Lima faktor tersebut menjadi dasar
bangunan (building blocks) resiliensi, yaitu Trust, autonomy, initiative,
industry, dan identity. Kelimanya berkaitan dengan lima tahapan pertama
perkembangan psikososial Erikson. Tahapan individu sejak lahir hingga
akhir usia remaja tersebut merupakan masa-masa membangun fondasi
yang penting untuk menumbuhkan resiliens dalam diri individu.
Setiap bagian dari faktor/building blocks merupakan dasar
pembangunan dari masing-masing komponen/sumber resiliensi.
Kepercayaan (trust) yang baik pada sekitar akan menguakan komponen I
have, karena individu akan meyakini bahwa ia memilki banyak sumber
dukungan manakala memerlukan bantuan di saat-saat berhadapan dengan
situasi sulit. Otonomi dan identitas menjadi dasar tumbuhnya I am, yang
merepresentasikan pemahaman yang baik atas diri sendiri. Sementara
inisiatif dan industry adalah dua dasar yang membangun I can, yaitu
keyakinan pada kemampuan diri dalam mengatasi berbagai masalah.
Berbeda dengan Grotberg (1999), Reivich dan Shatte
mengemukakan bahwa komponen dari Resiliensi dengan sebutan faktor
dari resiliensi. Faktor resiliensi terdapat tujuh, meliputi :
1) Regulasi Emosi (Emotion Regulation)
Regulasi Emosi merupakan kemampuan untuk tetap tenang dalam
keadaan penuh tekanan. Individu yang resilien memiliki keterampilan
24
untuk mengelola dan mengontrol emosi. Namun individu yang kurang
mampu mengontrol emosi cenderung akan mengalami kesulitan dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kemampuan regulasi emosi
yang baik akan menghasilkan kemampuan dalam menjalin hubungan
interpersonal, serta dapat berkontribusi dengan mudah saat berinteraksi
dengan orang lain maupun berbagai kondisi lingkungan. Ekspresi
positif yang dihasilkan oleh regulasi emosi merupakan bagian dari
resiliensi.
2) Pengendalian Implus (Implush Control)
Pengendalian implus merupakan kemampuan yang dimiliki individu
dalam mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, dan tekanan
yang muncul dari dalam diri. Individu yang memiliki pengendalian
implus yang tinggi dapat mencegah terjadinya kesalahan pemikiran,
sehingga tepat dalam merespon permasalahan. Selain itu individu yang
memiliki pengendalian implus tinggi, cenderung memiliki regulasi
emosi yang tinggi. Sebaliknya individu yang memiliki pengendalian
implus rendah akan cepat mengalami perubahan emosi ketika
dihadapakan dengan suatu permasalahan, sehingga regulasi emosi yang
dimiliki rendah. Pengendalian implus ini sangat berkaitan dengan
kemampuan regulasi emosi yang dimiliki individu.
3) Optimis (optimism)
Individu yang memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu dapat berubah
menjadi lebih baik akan menjadi individu yang resilien. Mereka yang
25
resilien memiliki sifat optimis. Segala kehidupan yang akan dihadapi
individu yang memiliki sifat optimis akan terkontrol dengan baik arah
kehidupannya. Sebaliknya sifat tidak memiliki rasa optimis yaitu
pesimis yang cenderung tidak sehat baik fisik maupun psikisnya.
Individu yang pesimis tidak produktif dan cenderung mengalami
depresi.
4) Analisis Kausal (Causal Analysis)
Analisis kausal merupakan kemampuan individu untuk
mengidentifikasi secara akurat penyebab dari suatu permasalahan yang
sedang dihadapi. Individu yang resilien memiliki analisis kausal yang
baik, dimana mereka tidak akan menyalahkan orang lain atas kesalahan
yang telah dibuat melainkan akan diidentifikasi segala yang
memnyebabkan munculnya masalah. Individu akan berfokus pada
pemecahan masalah, sehingga dapat mengatasi permasalahan yang ada.
Sebaliknya, individu yang tidak mampu mengidentifikasi penyebab dari
permasalahan secara akurat, maka individu cenderung dapat membuat
kesalahn yang sama.
5) Empati (Empathy)
Empati merupakan kemampuan individu dalam membaca orang lain
yang berkaitan pada kondisi emosional dan psikologis orang tersebut.
Individu memiliki kemahiran dalam menginterpretasikan bahasa-bahasa
nonverbal orang lain, seperti bahasa tubuh, ekspresi wajah, intonasi
suara, dan mampu memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan orang
26
lain. Individu yang empati cenderung memiliki kehidupan social yang
positif, sehingga dalam hal ini menunjukkan bahwa individu yang
resilien. Sebaliknya, ketidakmampuan dalam berempati akan
berdampak pada kesulitan dalam menjalin hubungan social.
6) Efikasi Diri (Self Efficacy
Efikasi diri menggambarkan seorang individu yang memiliki keyakinan
bahwa ia dapat memecahkan masalah yang dialaminya dan keyakinan
diri terhadap kemampuan untuk mencapai kesuksesan. Efikasi diri
merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai resiliensi. Individu
yang resilien dengan keyakinan diri akan mampu mencari penyelesaian
masalah yang tepat dari permasalahan yang ada, serta tidak mudah
menyerah terhadap berbagai kesulitan dalam mencapai kesuksesan.
7) Reaching Out
Reaching Out merupakan kemampuan individu dalam mencapai
keberhasilan. Individu memiliki kemampuan untuk meraih aspek
positif dari kehidupan setelah tekanan yang menimpa. Resiliensi
merupakan sumber untuk mencapai reacing out¸ karena resiliensi
memungkinkan untuk meningkatkan aspek-aspek positif dalam
kehidupan. Banyak individu yang tidak memiliki reacing out, hal ini
dikarenakan adanya kecenderungan sejak kecil untuk lebih banyak
belajar mengindari kegagalan dan situasi yang memalukan disbanding
berlatih untuk menghadapinya.
27
Berdasarkan uraian diatas, komponen resiliensi memiliki penjelasan
yang berbeda berdasarkan ahlinya. Grotberg menyebutkan bahwa
komponen resiliensi merupakan sumber resiliensi, sedangkan Revich
and Shatte menyebutkan komponen resiliensi sebagai faktor resiliensi.
2. Resiliensi Akademik
a. Definisi Resiliensi Akademik
Resiliensi akademik merupakan kemampuan yang dimiliki individu dalam
merespon kesulitan yang dihadapinya, sebagai perilaku adaptif yang
berhasil dan menunjukkan kualitas pribadi dan terus berkembang melebihi
harapan selama masa sulit (Gillingan, 2007).
Menurut Martin dan Marsh (2003) resiliensi akademik adalah
kemampuan untuk menghadapi kejatuhan (setback), stress atau tekanan
secara efektif pada setting pendidikan. Dalam dunia pendidikan resiliensi
akademik dianggap sebagai proses belajar, dimana sebuah peroses dinamis
yang mencerminkan kekuatan dan ketangguhan seseorang untuk bangkit
dari pengalaman emosional negatif, saat menghadapi situasi sulit yang
menekan dalam aktivitas belajar yang dilakukan.
Menurut Rirkin dan Hoopman (dalam Henderson dan Milstein,
2003) menjelaskan bahwa resiliensi akademik merupakan kapasitas
seseorang untuk bangkit, pulih, dan berhasil beradaptasi dalam kesulitan,
dan mengembangkan kompetensi sosial, akademik dan keterampilan untuk
terlepas dari stress yang dihadapinya. Resiliensi akademik
menggambarkan siswa atau mahasiswa mengatasi berbagai pengalaman
28
negatif atau tantangan yang sedemikian besar, menekan dan menghambat
selama proses belajar, hingga mereka mampu beradaptasi dan
melaksanakan setiap tuntutan akademik dengan baik (Hendriani, 2016).
Definisi lain mengenai resiliensi akademik merupakan istilah yang
menunjukkan ketangguhan seseorang dalam menghadapi berbagai tugas
akademik dalam pendidikan (Corsini, 2002). Hal ini menggambarkan
seorang siswa atau mahasiswa yang resilien tidak mudah putus asa dalam
menghadapi berbagai kesulitan akademik. Ia akan memiliki rasa percaya
diri dalam menghadapi kesulitan dan mampu menemukan jalan keluar atas
kesulitan yang dihadapinya.
Karakter siswa atau mahasiswa yang resilien secara akademik
memiliki kompetensi sosial, memiliki life skills seperti mampu
memecahkan masalah, mampu berpikir kritis, dan mampu untuk
mengambil inisiatif selama proses belajar (Benard, 1991).
Menurut Henderson dan Milstein (2003) menyatakan bahwa siswa
atau mahasiswa yang resilien secara akademik memiliki kapasitas yang
berbeda pada setiap siswa dan semakin meningkat ataupun menurun
seiring berjalannya waktu. Selain itu siswa yang resilien menunjukkan
pengelolaan positif terhadap berbagai kondisi yang mendatangkan
tekanan, sehingga kemudian menyelesaikan studi dengan hasil yang baik
(Fuerth 2008, Boatman, 2014).
Resiliensi akademik dianggap sebagai kekuatan atau aset, kualitas,
karakteristik yang dimiliki sorang siswa serta suatu proses yang dapat
29
menguntungkan dan berdampak positif pada aspek kinerja, pencapaian,
kesehatan dan kesejahteraan mahasiswa (Cassidy, 2015).
Resiliensi akademik terjadi ketika mahasiswa menggunakan
kekuatan internal maupun eksternal untuk mengatasi berbagai
pengalaman negatif, menekan, dan menghambat selama proses belajar,
sehingga mereka mampu beradaptasi dan melaksanakan setiap tuntutan
akademik dengan baik (Morales, 2010, dan Howell, 2011 dalam Boatman,
2014).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Resiliensi akademik
merupakan kemampuan siswa atau mahasiswa untuk bertahan dan
mengatasi dari berbagai macam kesulitan dan tuntutan akademik yang
dihadapi dengan cara adaptif dan mampu memecahkan masalah serta
mampu inisiatif selama proses belajar.
3. Aspek Resiliensi Akademik
Menurut Cassidy (2015) terdapat 3 aspek pembentuk dalam resiliensi
akademik yaitu : a) perseverance, b) reflecting and adaptive help-seeking, dan
c) negative affect and emotional response.
a. Perseverance (ketekunan)
Perseverance merupakan ketekunan seorang individu selama proses belajar.
Hal ini menggambarkan mahasiswa yang bekerja keras, tidak mudah
menyerah, fokus pada proses dan tujuan, dan memiliki kegigihan dalam
menghadapi kesulitan.
b. Reflecting and adaptive help-seeking (mencari bantuan adaptif)
30
Individu miliki cara-cara yang adaptif dalam mengatasi berbagai
tuntutan akademik, sehingga dapat merefleksikan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya untuk membantu individu lain yang
menunjukkan perilaku adaptif tersebut.
c. Negative affect and emotional response (pengaruh negative dan respon
emosional)
Berbagai persoalan yang dihadapi individu memunculkan respon yang
dimiliki individu. Respon individu yang dimuculkan sebagai bentuk
dari adaptasi dalam menghadapi persoalan, sehingga menggambarkan
kecemasan, emosi negatif, optimism, dan penerimaan yang negatif yang
dimiliki individu selama hidup. Individu yang resilien mampu
merealisasikan berbagai emosi negatif dalam dirinya sebagai bentuk
respon dengan menyesuaikan diri dalam menghadapi persoalan.
4. Dimensi Resiliensi Akademik
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Martin & Marsh (2003)
menemukan bahwa dimensi resiliensi akademik terdiri dari confidence,
control, composure, dan commitment.
a. Confidence (self-belief)
Confidence atau self-belief merupakan keyakinan yang dimiliki oleh
seorang siswa pada kemampuan diri sendiri dalam memahami dan
melakukan proses belajar dengan baik, dalam menghadapi tantangan
yang harus dihadapi, dan melakukan yang terbaik sesuai dengan
kemampuan mereka.
31
b. Control (a sanse of control)
Kemampuan siswa saat mereka yakin dapat melakukan suatu pekerjaan
dengan baik. Dimensi ini tampak dari kemampuan siswa untuk
mengelola dan mengendalikan berbagai tantangan yang datang dalam
proses belajar.
c. Composure (anxiety)
Terdapat dua bagian dalam Composure yaitu perasaan cemas dan
khawatir. Perasaan cemas merupakan perasaan yang dialami siswa ketika
mereka memikirkan tugas sekolah, pekerjaan rumah, atau ujian.
Sedangkan perasaan khawatir merupakan rasa takut siswa saat mereka
tidak melakukan tugas sekolah, pekerjaan rumah atau ujian sekolah
dengan baik.
d. Commitment (persistence)
Kemampuan siswa untuk terus berusaha menyelesaikan jawaban dalam
memahami suatu masalah meskipun masalah tersebut sulit dan penuh
tantangan.
5. Faktor Resiliensi Akademik
Hasil penelitian Rojas (2015) menyatakan bahwa terdapat 2 faktor utama
yang mempengaruhi resiliensi akademik yaitu faktor resiko dan faktor protektif
(faktor pelindung). Faktor resiko berkaitan dengan konflik keluarga, status
ekonomi yang rendah, kurangnya dukungan social, dan kurangnya
keterampilan orangtua dalam menerapkan pola asuh anak. Sedangkan faktor
32
protektif berkaitan dengan tingkat stress keluarga, harapan yang tinggi, tingkat
intelegensi, lingkungan yang aman, dan memiliki komunikasi yang baik.
Selain itu Rojas (2015) menjelaskan bahwa faktor-faktor individual yang
mendorong individu untuk memiliki resiliensi akademik yaitu tingginya
optimisme, memiliki empati, self-esteem, harga diri, control diri, memiliki
tujuan dan misi yang jelas dalam penetapan akadmik, motivasi dan mempuan
dalam problem-solving yang baik. Sementara itu dukungan sosial berupa
bimbingan dan dukungan keluarga memiliki kontribusi besar yang memperkuat
resiliensi akademik siswa-siswa beresiko.
33
BAB 3. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif
komparatif untuk mengetahui tingkatan dari resiliensi mahasiswa UHAMKA
dan melihat perbedaan resiliensi berdasarkan dari gender.
B. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan skala dalam bentuk instrument non tes yang
dibuat dalam bentuk Google form. dan disebar melalui media elektronik.
Penelitian ini menggunakan kuisioner dengan model skala Likert untuk
mengukur dan menganalisis tingkat resiliensi akademik mahasiswa
UHAMKA. Tim menyusun kolom-kolom isian melalui Google form.
Skala Resiliensi Akademik ini diadopsi dan diadaptasi dari instrument
the academic resilience scale (ARS-30) oleh Cassidy (2016) terdiri dari 30
item, yang diunduh dari Frontiers in Psychology merupakan website yang
mempublikasikan jurnal internasional dengan Original Research. Adaptasi
dilakukan oleh peneliti dengan cara menerjemahkan setiap item ke dalam
bahasa Indonesia. Item-item tersebut disesuaikan dengan kondisi dan budaya
akademik di Indonesia. Penyebaran angket dilakukan dengan media elektronik
yaitu dengan menggunakan googleform, agar mudah diakses dan cepat
diperoleh data penelitian.
Skala pengukuran resiliensi akademik ini mencakup 3 aspek resiliensi
akademik yaitu perseverance (ketekunan), reflecting and adaptive help-seeking
(mencari bantuan adaptif), dan negative affect and emotional response
(pengaruh negative dan respon emosional). Aspek-aspek tersebut menjadi kisi-
kisi dalam penelitian ini yang disajikan pada tabel 3.4.
Skala ini menggunakan skala likert, penskoran diubah yang semula 1
sampai dengan 5 menjadi 1 sampai dengan 4 untuk memudahkan responden
dalam menjawab dan memilih jawaban penyataan. Dimana masing-masing
pernyataan memiliki 4 alternatif jawaban yang terdiri atas pernyataan positif
34
(favourable) dan pernyataan negative (unfavourable). untuk mengetahui
tingkat resiliensi akademik yang dimiliki responden. Alternatif jawaban
tersebut diantaranya Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan
Sangat Tidak Sesuai (STS). Skor dalam masing-masing jawaban berbeda,
dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut.
Tabel 4.1
Skor dan Pilihan Jawaban Kuisioner
No Alternatif Jawaban Positif
(+)
Negatif
(-)
1 Sangat Sesuai (SS) 4 1
2 Sesuai (S) 3 2
3 Tidak Sesuai (TS) 2 3
4 Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
Tabel 4.2
Kisi-kisi Skala Resiliensi Akademik
Indikator Sub Indikator (+) (-) Jml
Perseverance
(ketekunan)
Mudah Menyerah dan
menyalahkan oranglain
17 3,1 3
Berusaha melakukan yang
terbaik
5, 9, 8, 16, 30 15 6
Mampu memotivasi diri 2, 4, 11, 13, 10 5
reflecting and
adaptive help-
seeking
(mencari
bantuan adaptif)
Berusaha memotivasi diri
dengan meminta bantuan
18, 20, 25,
21, 26,
5
Mampu mencari cara yang
berbeda untuk memotivasi
diri
27, 22, 24, 29 4
negative affect
and emotional
response
(pengaruh
negative dan
respon
emosional).
Menghindari hal negative
dalam mengelola emosi
23, 7, 19
3
Mampu merealisasikan
emosi yang sedang dialami
6, 14, 12,
28
4
35
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa semester V dan VII tahun
akademik 2019/2020 dari delapan Fakultas UHAMKA yang tersebar
dalam 30 program studi, berjumlah 900 mahasiswa yang tersebar disemua
fakultas.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian berjumlah 333 mahasiswa yang terdiri dari .255
perempuan dan 78 laki –laki Teknik pengambilan dengan simple random
sampling pada mahasiswa semester V dan semester VII tahun akademik
2019/2020.
D. Teknik Analisis Statistik
Salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam penelitian kuantitatif
ialah analisis data. Analisis data merupakan kegiatan yang yang dilakukan
setelah data dari seluruh responden atau sumber dan lain terkumpul. Data
dikumpulkan dengan melalui instrument ARS-30 (The 30 item Academic
Resilience Scale) dengan menggunakan 4 alternatif jawaban model skala
likert.Teknik analisis data yang digunakan adalah uji independent t-test
dengan bantuan aplikasi SPSS serta dikombinasikan dengan stacking model
rasch yang telah di uji
Analisa yang dilakukan, pertama melihat data penunjang resiliensi yang
akan memperlihatkan siapa jati diri mahasiswa tersebut, analisis kedua
dengan melihat tingkatan resiliensi hasil olahan data dari setiap mahasiswa
yang dilihat pada setiap fakultas dan program studi masing-masing, analisa
ketiga adalah menggunakan uji hipotesis statistik dan hasilnya dianalisa
melihat bagaimana kaitan data penunjang dengan tingkat resilensi akademik
mahasiswa UHAMKA pada semester V dan VII pada tahun akademik
2019/2020.
36
E. Alur Penelitian
Berdasarkan teknik analisis statistik di atas bagan alur penelitian dibuat
sebagai berikut.
Data Resiliensi Akademik
Hasil Penelitian Ha, diterima H0, ditolak
Angket
Populasi Mahasiswa Semester V dan VII UHAMKA Tahun 2019/2020
Sampel Mahasiswa Semester V dan VII UHAMKA Tahun 2019/2020
Pengolahan Data
Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian
37
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil analisis RASCH model menunjukan bahwa skor reliabilitas
person adalah 0.82, sementara skor reliabilitas berdasarkan nilai alpha
Cronbach (KR-20) adalah 0.85, menandakan bahwa interaksi antara person
dan item sangat bagus(Sumintono & Widhiarso, 2015). Disamping itu nilai
sensitifitas pada pola jawaban person +1,07 logit (INFIT MNSQ) dan nilai
sensitifitas secara keseluruhan +1.01 logit (OUTFIT MNSQ) menunjukan
bahwa masih berada pada rentang ideal (+0.5>MNSQ<+1.5) ((Bond & Fox,
2015). Selanjutnya analisis pemodelan RASCH juga menemukan bahwa
dapat dilihat skor reliabilitas item adalah 0.99, hal ini menunjukan bahwa
kualitas item-item yang digunakan dalam pengukuran adalah sangat bagus
sekali. Disamping itu nilai sensitifitas pola jawaban person +0.96 logit
(INFIT MNSQ) dan nilai sensitifitas pola jawaban item secara keseluruhan
+1.01 logit (OUTFIT MNSQ) menunjukan bahwa masih berada pada rentang
ideal. Hal ini menunjukkan item-item memiliki kualitas yang baik untuk
pengukuran yang telah dilakukan .Selanjutnya tentang hasil ini dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 1.< Kategori Resiliensi Akademik >
Kategori Skor Frekuens
i/
Respond
en
Persenta
se %
Rendah 32 < 54 127 38,13%
Sedang 54 < 76 200 60%
Tinggi 76 < 99 6 1,8%
38
38%
60%
2%
RESILIENSI
RENDAH SEDANG TINGGI
Gambar 1.< Kategori Resiliensi Akademik >
Gambar 2.< Data Deskriptif >
B. Pembahasan
Berdasarkan pada tabel 1 serta gambar 1 dan 2, menunjukan bahwa tingkat
resiliensi mahasiswa uhamka berada pada kategori sedang dengan persentase
60%, dengan skor mean untuk resiliensi adalah 57,17, skor minimal adalah 32
dan skor maksimal sebesar 99.Sejalan penelitian yang dilakukan oleh (Amelia,
2014) menyatakan bahwa tingkat resiliensi mahasiswa berada pada tingak
sedang dengan persentase 89,07 %.Hal ini berarti menandakan bahwa kondisi
mahasiswa UHAMKA belum memiliki resiliensi akademik yang tinggi yang
menandakan bahwa kemampuan untuk bertahan dalam situasi yg sulit dalam
39
hidupnya serta mampu beradaptasi dengan keadaan tertentu dan mampu
bangkit dari keterpurukan untuk menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya masih
sedang.
Tabel 2. < Hasil Independent Sampel T-test Resiliensi Akademik berdasarkan Jenis Kelamin >
Nilai Lavene
Test
T-test
F Sig. Sig. (2-
tailed)
Resiliensi
Akademik
1.709 .192 .094
Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa nilai sig pada levene’s test for
equality of variances adalah 0,192 > 0,05 maka dapat diartikan bahwa varians
data antara laki-laki dan perempuan adalah homogeny atau sama. Sedangkan
untuk hasil uji beda bisa dilihat dari nilai sig.2 (2 tailled) sebesar 0,94> 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara tingkat resiliensi mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan.
Sejalan dengan penelitian (Sunarti, Islamia, Rochimah, & Ulfa, 2018)
menyatakan tidak ada perbedaan resiliensi, terlihat dari hasil yang
menunjukan (p=0,067; p>0,05), hasil serupa didapatkan dari penelitian yang
dilakukan oleh (Sandani et al., 2015) yang menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan resiliensi antara laki-laki dan perempuan dengan hasil menunjukan
p=0,76 (p<0,05), Penelitian lain yang dilakukan oleh (Ebrahimi,
Keykhosrovani, Dehghani, & Javdan, 2019; Purnomo, 2014) tidak
menunjukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Tetapi hal ini bertolak
belakang dengan penelitian (Erdogan et al., 2015) mengungkapkan bahwa laki-laki
menunjukan resiliensi lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, berbeda pula
dengan penelitian yang dilakukan di Kenya, menemukan perbedaan resiliensi
berdasarkan jenis kelamin, dimana perempuan yang memiliki tingkat resiliensi lebih
tinggi, hal ini dikarenakan perempuan lebih cenderung tangguh secara akademis
dibandingkan dengan laki-laki dan juga perempuan cenderung lebih banyak kesulitan
ditempat bekerja serta perempuan memiliki komunikasi yang bagus, empati yang
40
tinggi dan mampu mencari bantuan dan menemukan aspirasi(Isaacs, 2014; Nyambura
Mwangi & Ireri, 2017; Sun & Stewart, 2007). Menurut (Holaday & McPhearson,
1997) ada tiga faktor yang mempengaruhi resiliensi yaitu, psychological resources
termasuk didalamnya adalah locus of control internal, social support dan cognitive
skills. Melihat penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa jenis kelamin tidak termasuk
kedalam faktor yang mempengaruhi resiliensi pada seseorang. Jenis kelamin
merupakan pembagian dua jenis kemain manusia yang ditentukan secara biologis dan
berkaitan dengan alat reproduksi dan berkaitan dengan fisik (Purnomo, 2014).
Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan, baik laki-laki maupun perempuan
berada pada kategori sedang, hal tersebut menurut peneliti dikarenakan responden
penelitian yang masih terbatas karena jenis kelamin perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini menunjukan bahwa resiliensi tidak hanya
dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin tetapi berdasarkan faktor-faktor lainnya.
Selain itu , diduga bahwa mahasiswa UHAMKA tidak terlalu banyak menglami
berbagai macam kesulitan, Karena menurut (Rutter, 2012) bahwa pengalaman yang
negative dimiliki seseorang mungkin mampu memilki efek yang menguatkan
terhadap kesulitan dikemudian hari. Hal seerupa disampaikan pada penelitian The
Center for the Study of Social Policy mengatakan bahwa beberapa pengalaman dalam
hal mengelola stress, hal tersebut termasuk belajar dari kegagalan, serta penting untuk
perkembangan.Peneliti memperjelas dengan melihat hasil mahasiswa dalam
memberikan jawaban terhadap instrument disampaikan pada gambar dibawah 3.
Gambar 3.< Variabel Maps Perbedaan Resiliensi >
41
Gambar 4.< Kemampuan Menjawab Instrumen >
Pada gambar 4 menunjukan bahwa resiliensi mahasiswa perempuan dan
mahasiswa laki-laki pada rentan yang sama dalam memberikan jawaban pada 30
item, walaupun terlihat garis merah cenderung lebih tinggi dibandingkan garis
biru dalam menjawab 30 item yang telah diberikan tetapi secara keseluruhan baik
laki-laki dan perempuan berada pada tingkatan yang sama. Peneliti memperjelas
dengan melihat bagaimana sampel memberikan jawaban terhadap instrument yang
sudah diberikan sesuai dengan kondisi mahasiswa serta bagaimana sampel
memberikan jawaban terhadap instrument yang sudah diberikan. Hal ini
menandakan mahasiswa perempuan dalam menjawab instrument memiliki nilai
lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki dan dilihat dari jumlah
mahasiswa perempuan lebih banyak dibandingkan mahasiswa laki-laki sehingga
mempengaruhi hasil dalam menjawab kemampuan instrument.
42
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa tingkat resiliensi mahasiswa UHAMKA berada pada kategori
sedang, serta tidak terdapat perbedaan resiliensi antara laki-laki dan perempuan,
karena berdasarkan hasil temuan bahwa laki-laki maupun perempuan berada pada
keadaan resiliensi yang sedang karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
muncul dari dalam dan luar diri mahasiswa baik mahasiswa laki-laki maupun
perempuan, faktor itu seperti kedewasaan diri, dukungan sosial dan control diri
serta faktor lain yang tidak terungkap dalam penelitian ini. Resiliensi tidak hanya
dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin saja tetapi faktor-faktor yang lainnya.
Namun peneliti memiliki keterbatasan dalam penelitian, peneliti hanya
mendapatkan sampel mahasiswa laki-laki yang sedikit dibandingkan mahasiswa
perempuan, hal tersebut membuat peneliti tidak dapat menganalisa secara
mendalam tentang aspek lain tersebut.
43
BAB 6 LUARAN YANG DICAPAI
Luaran yang dicapai berisi Identitas luaran penelitian yang dicapai oleh peneliti
sesuai dengan skema penelitian yang dipilih.
Jurnal
IDENTITAS JURNAL
1 Nama Jurnal Stkip-andi-matappa
2 Website Jurnal https://journal.stkip-andi-
matappa.ac.id/index.php/jurkam/author/submission/
667
3 Status Makalah Accept setelah direvisi beberapakali untuk terbit
bulan Agustus ( Shinta 3).
4 Jenis Jurnal Jurnal Konseling
5 Tanggal Submit
44
6 Bukti Screenshot submit
45
Pemakalah di seminar
IDENTITAS SEMINAR
1 Nama Jurnal -
2 Website Jurnal -
3 Status Makalah -
4 Jenis Prosiding -
4 Tanggal Submit -
5 Bukti Screenshot submit -
46
BAB 7 RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI.
Penelitian resiliensi merupakan bahan kajian psikologi postif yang banyak
diteliti oleh para peneliti saat ini. Sehingga resiliensi awal dari penelitian –
penelitian selanjutnya dalam melihat kaitannya dengan variabel lainnya seperti,
happiness, forgivness, kecerdasan emosional dan sebagainya. Begitu juga yang
terkait dengan data demografi. Banyak hal yang perlu dikaji termasuk masalah
urutan kelahiran, latar belakang budaya , tingkat pendidikan, dan sebagainya.
Peneliti akan meninjau kaitan resiliensi dengan psikologi positiflainnya dan
masalah demografi yang belum dikaji dalam penelitian ini.
47
DAFTAR PUSTAKA
Fujikawa dkk. (2018). Disiplin Dikaitkan Dengan Keterlibatan Bullying Tanpa
Pengasuhan Yang Hangat Di Masa Remaja. Journal of Adolescence 68
(2018) 207-216. Departemen Neuropsychiatry, Sekolah Pascasarjana
Kedokteran, Universitas Tokyo, 7-3-1, Hongo, Bunkyo-ku, Tokyo 113-
8655, Jepang.
Gunarsa, Singgih & Gunarsa, Yulia Singgih. (2003). Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja, Cet ke-10. Jakarta : Gunung Mulia.
Hadi, Sutrisno. 2015. Metodologi Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hoskins, Donna Hancock. (2014). Konsekuensi Pengasuhan Remaja. Societies.
ISSN 2075-4698. Society 2014, 4, 506-531; doi: 10.3390/soc4030506.
www.mdpi.com/journal/society. Bridgewater College, 402 East Colleg
Street, Box 176, Bridgewater. VA 22812. AS.
Hurlock, Elizabeth. (1978). Perkembangan Anak Jilid 2, Edisi Keenam. Jakarta :
Erlangga.
----------. (1999). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga.
Lukman, A. (2013). Manajemen Masalah Disipliner di Sekolah Menengah:
Jalingo Metropolis di Fokus College Of Education, Nigeria Global Journal
of HUMAN SOCIAL SCIENCE Linguistics & Education Volume 13 Edisi
14 Versi 1.0 Tahun 2013 Jenis: Double Blind Peer diulas Jurnal Penelitian
Internasional Penerbit: Global Journals Inc. (AS) Online ISSN: 2249-460x
& Print ISSN: 0975-587X.
Mar’at, Samsunuwiyati. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Noor, Juliansyah. (2012). Metodologi Penelitian : Skirpsi, Tesis, Disertasi, dan
Karya Ilmiah. Jakarta : Kencana.
Riduwan. (2009). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan
Penelitian Pemula. Bandung: Alfabeta.
Sangadji, Etta Mamang & Sopiah. (2010). Metode Penelitian- Pendekatan Praktis
dalam Penelitian. Yogyakarta : Andi.
Santrock, Jhon W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja, edisi 6. Jakarta :
Erlangga.
48
Shapiro, Lawrence. (2001). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Slameto. (1992). Belajar dan Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Suharsono. (2009). Melejitkan IQ, EQ, SQ. Jakarta : Ummah Publishing.
Susanti. Werdiningsih, Febriana. Sujiyanti. (2009). Mencetak Anak Juara: Belajar
dari Pengalaman 50 Anak Juara. Jogjakarta : Katahati.
Tariq Farzana Bibi, dkk. (2013). Kontribusi Gaya Pengasuhan Dalam Domain
Kehidupan Anka-anak. IOSR Jurnal Humaniora dan Ilmu Sosial (IOSR-
JHSS). Volume 12, edisi 2 (Mei-Juni 2013), PP 91-95 e-ISSN:2279-0837,
p-ISSN: 2279-0845.www.Losrjournals.Org. Hazara University, KPK,
Pakistan.
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tridhonanto, Al & Beranda Agency. (2009). Melejitkan Kecerdasan Emosi (EQ)
buah hati. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Tu’u, Tulus. (2004). Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa, Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Wibisono, Abdul Fattah. dkk. (2012). Tanya-Jawab Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan, Cet. Ke-3. Jakarta : UHAMKA Press.
Yusuf, Syamsu. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung :
Rosda Karya.
Zakeri, H., Bahram J. & Maryam R. (2010). Parenting Styles and Resilience.
Procedia Social and Behavioral Sciences, 5, 1067-1070.
Zinnatul Borak, dkk. (2016). Dampak Gaya Orang Tua pada Prestasi Akademik
Anak. Jurnal Ilmu Sosial & Penelitian Humaniora. Versi JSSHR 42. Volume
2. Edisi 2. 2016. Departemen Pendidikan dan Konseling Psikologi,
Universitas Dhaka-1000, Bangladesh.
49
Amelia, S. (2014). Gambaran Ketangguhan Diri (Resiliensi) Pada Mahasiswa Tahun
Pertama Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Jorn FK, 1(2), 1–9.
Andrew, J. M., & Herbert, W. M. (2013). Academic Resilience and the Four Cs:
Confidence, Control, Composure, and Commitment. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Bond, T., & Fox, C. (2015). Applying the Rasch Model, Fundamentals Measurement in the Human Science (edisi ke-3). New York: Routledge.
Cassidy, S. (2015). Resilience building in students: The role of academic self-efficacy.
Frontiers in Psychology, 6(NOV), 1–14. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2015.01781
Ebrahimi, A., Keykhosrovani, M., Dehghani, M., & Javdan, M. (2019). Investigating the Relationship between Resiliency, Spiritual Intelligence and Mental Health of a
group of undergraduate Students. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Erdogan, E., Ozdogan, O., & Erdogan, M. (2015). University Students’ Resilience Level:
The Effect of Gender and Faculty. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 186,
1262–1267. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.04.047
Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. (2008). Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Keluarga.
Jakarta: Gunung Mulia.
Holaday, M., & McPhearson, R. W. (1997). Resilience and severe burns. Journal of
Counseling and Development, 75(5), 346–356. https://doi.org/10.1002/j.1556-6676.1997.tb02350.x
Isaacs, A. (2014). Gender Differences in Resilience of Academic Deans. Journal of
Research in Education, 24(1), 112–119.
Jono, A. A. (2016). Studi Implementasi Kurikulum Berbasis KKNI pada Program Studi
Pendidikan Bahasa Inggris Di LPTK Se-Kota Bengkulu. Manhaj, 4(1), 57–68.
Kholidah, E., & Alsa, a. (2012). Berpikir Positif untuk Menurunkan Stres Psikologis.
Jurnal Psikologi, 39(1), 67–75. Retrieved from http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/180
Mir’atannisa, M., Rusmana, N., & Budiman, N. (2019). Kemampuan Adaptasi Positif
Melalui Resiliensi. Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research, 3(2), 70–76. Retrieved from
http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling
Nyambura Mwangi, C., & Ireri, A. M. (2017). Gender Differences in Academic Resilience and Academic Achievement among Secondary School Students in
Kiambu County, Kenya. Psychology and Behavioral Science International Journal,
5(5), 1–7. https://doi.org/10.19080/pbsij.2017.05.555673
Patnani, M. (2013). Upaya Meningkatkan Kemampuan Problem Solving pada mahasiswa. Jurnal Psikogenesis, 1(2), 185–198.
Purnomo, N. ayu shafitri. (2014). Resiliensi pada pasien stroke ringan ditinjau dari jenis
kelamin. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 02(02), 241–262.
Ruswahyuningsih, M. C., & Afiatin, T. (2015). Resiliensi pada Remaja Jawa. Resiliensi
Pada Remaja Jawa, 1(2). https://doi.org/10.22146/gamajop.7347
50
Rutter, M. (2012). Resilience as a dynamic concept. Development and Psychopathology,
24(2), 335–344. https://doi.org/10.1017/S0954579412000028
Sandani, A. P., Elvira, I. A., Susilaningrum, R., Solihati, Y. M., Profesi, M., Fakultas, P.,
… Merapi, G. (2015). KELAMIN DAN BIG FIVE PERSONALITY PADA KORBAN PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010. 1–16.
Sumintono, B., & Widhiarso, W. (2015). Aplikasi Pemodelan Rasch pada Assessment
Pendidikan. Bandung: Trim Komunikata.
Sun, J., & Stewart, D. (2007). Age and Gender Effects on Resilience in Children and
Adolescents. International Journal of Mental Health Promotion, 9(4), 16–25.
https://doi.org/10.1080/14623730.2007.9721845
Sunarti, E., Islamia, I., Rochimah, N., & Ulfa, M. (2018). Resiliensi Remaja: Perbedaan Berdasarkan Wilayah, Kemiskinan, Jenis Kelamin, dan Jenis Sekolah. Jurnal Ilmu
Keluarga Dan Konsumen, 11(2), 157–168.
https://doi.org/10.24156/jikk.2018.11.2.157
Tunliu, S. K., Aipipidely, D., & Ratu, F. (2019). Dukungan Sosial Keluarga Terhadap
Resiliensi Pada Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kupang Sarlina.
Journal of Health and Behavioral Science, 1(2), 68–82.
Utami, C. T., & Helmi, A. F. (2017). Self-Efficacy dan Resiliensi: Sebuah Tinjauan
Meta-Analisis. Buletin Psikologi, 25(1), 54–65.
https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.18419
51
LAMPIRAN ( artikel revisi dan siap terbit bulan agustus)
52
53
54
55
56
57
58
59
60