SUBSTITUSI TEPUNG TAPIOKA DAN KALDU LIMBAH ......Hasil menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh (p
Transcript of SUBSTITUSI TEPUNG TAPIOKA DAN KALDU LIMBAH ......Hasil menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh (p
SUBSTITUSI TEPUNG TAPIOKA DAN KALDU LIMBAH UDANG
TERHADAP FISIKOKIMIA, ORGANOLEPTIK PETIS
SKRIPSI
Diajukan sebagai persyaratan dalam mencapai
Gelar Sarjana S-1 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Disusun Oleh:
Bayu Ardhiyanto Asmoro
D.111.14.0074
PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS SEMARANG
SEMARANG
2019
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Pujisyukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk, rahmat, dan pertolongan-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Skripsi dengan judul “Substitusi
Tepung Tapioka dan Kaldu Limbah Udang Terhadap Fisikokimia,
Organoleptik Petis” tanpa ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
memperoleh gelar sarjana Program Studi S-1 Teknologi Hasil Pertanian,
FakultasTeknologi Pertanian, Universitas Semarang.
Dengan ini penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak akan tersusun
dengan baik tanpa adanya bantuan daripihak pihak yang terkait. Oleh karenaitu,
pada kesempatan ini tidak lupa penulis ucapkanbanyak terimakasih kepada:
1. Ir. Sri Haryati, MSi, dan Ir. Sudjatinah, M.Si, selaku Dosen Pembimbing
yang telah berkenaan memberikan bimbingan, kritik serta masukkan dalam
penulisan dan penyusunan laporan ini.
2. Ir. Elly Yuniarti Sani, Msi, selaku penguji yang telah berkenan memberikan
bimbingan, kritik,serta masukan dalam penulisan laporan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Haslina,M.Si selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Semarang.
4. Ir. Sri Haryati,M.P selaku Ketua Program Studi S-1 Teknologi Hasil
Pertanian Universitas Semarang.
v
5. Kedua orang tua adik tercinta serta Seluruh Keluarga besar saya, yang telah
memberikan dukungan moral maupun material dan juga yang selalu
memberikan semangat.
6. Semua Rekan-rekan FTP 2014 yang sama-sama melaksanakan penelitian dan
Skripsi. Kita S.TP Yesss....
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat mendukung,
membangun dan bermanfaat bagi laporan ini dan bagi dunia ilmu pengetahuan,
sangat di harapkan penulis.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan da pat
menjadi sumber pengetahuan untuk memperluas wawasan baik bagi penulis
sendiri maupun bagi para pembaca.
Semarang, 27 Feruari 2019
Penulis
vi
RINGKASAN
Bayu Ardhiyanto. D.111.14.0074. Substitusi Tepung Tapioka dan Limbah
Udang Terhadap Fisikokimia Organoleptik Petis. Pembimbing: Sri Haryati
dan Sudjatinah
Petis merupakan produk olahan atau awetan yang termasuk dalam kelompok
saus yang menyerupai bubur kental, liat dan elastis, berwarna hitam atau cokelat
tergantung pada jenis bahan yang digunakan serta merupakan produk pangan yang
mempunyai tekstur setengah padat. berwarna coklat kehitaman. Petis biasanya
berbahan dasar kaldu hasil rebusan ikan pindang, kupang, ataupun udang. Pada
umumnya dalam pembuatan petis sering ditambahkan bahan pengisi untuk
mempercepat proses pengentalan. Perbedaan mutu petis dapat disebabkan oleh
perbandingan mutu bahan mentah, bahan pembantu, cara pengolahan, dan bahan
pengisi. Bahan pengisi yang dapat digunakan adalah tepung tapioka. Pada
penelitian ini akan diamati pengaruh taraf penambahan tepung tapioka terhadap
sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak), sifat fisik
(viskositas), dan sifat organoleptic (rasa, warna, aroma, dan tekstur)
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak
Lengkap) dengan satu faktor, dengan variabel pengamatan kimia (kadar air, kadar
protein, kadar lemak, kadar serat kasar) fisik (viskositas) dan organoleptik (warna,
aroma, tekstur, rasa. Perlakuan ysng ditetapkan adalah sebagai berikut : Kaldu
limbah udang 194 g dan Tepung tapioka 6 g (P1); Kaldu limbah udang 188 g dan
Tepung tapioka 12 g (P2); Kaldu limbah udang 182 g dan Tepung Tapioka 18 g
(P3) Kaldu limbah udang 176 g dan Tepung Tapioka 24 g (P4); Kaldu limbah
udang 170 g dan Tepung Tapioka 30 g (P5).
Hasil menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh (p<0,05) terhadap
seluruh variabel pengamatan yaitu sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein,
kadar lemak), sifat fisik (viskositas), dan sifat organoleptic (rasa, warna, aroma,
dan tekstur).
Perlakuan P2 dipilih sebagai perlakuan terbaik karena mendekati syarat
mutu petis udang menurut SNI ( Syarat Nasional Indonesia) dengan parameter
kadar air 46,89 %, kadar abu 1,16 %, kadar protein 20,98 %, kadar lemak 0,65 %,
viskositas 52,05 %, dan uji organoleptik rasa 1,65 ,warna 1,95, tekstur 1,95, dan
aroma 1,55.
Kata Kunci : Tepung Tapioka, Kaldu Limbah Udang, Petis
vii
ABSTRACT
Bayu Ardhiyanto. D.111.14.0074. Tapioca Flour And Shrimp Waste
Substitution On Physicochemichal Organoleptics of Paste. Supervisors : Sri
Haryati dan Sudjatinah
Paste is a processed or preserved product that is included in a group of
sauces that resemble thick, clayy and elastic pulp, black or brown depending on
the type of material used and is a food product that has a half-solid texture.
blackish brown. Petis is usually made from broth produced from boiled fish,
mussels, or shrimp. In general, filling ingredients often add fillers to speed up the
thickening process. The difference in quality of container can be caused by a
comparison of the quality of raw materials, auxiliary materials, processing
methods, and fillers. The filler that can be used is tapioca flour. In this study, the
effect of the rate of addition of tapioca flour on chemical properties (water
content, ash content, protein content, fat content), physical properties (viscosity),
and organoleptic properties (taste, color, aroma and texture) will be observed
This study used a randomized block design (RAL) with physical (viscosity)
and organoleptic (chemical, moisture content, crude content) and organoleptic
(water content, protein content, fat content, taste and taste variables) treatments
as follows: : Shrimp waste broth 194 g and 6 g tapioca flour (P1); Shrimp waste
broth 188 g and tapioca flour 12 g (P2); shrimp waste broth 182 g and Tapioca
flour 18 g (P3) Shrimp waste broth 176 g and Tapioca flour 24 g (P4); shrimp
waste broth 170 g and Tapioca Flour 30 g (P5)
The results showed that the treatment had an effect (p <0.05) on all
observation variables namely chemical properties (moisture content, ash content,
protein content, fat content), physical properties (viscosity), and organoleptic
properties (taste, color, aroma, and texture).
P2 treatment was chosen as the best treatment because it approached the
quality requirements of shrimp paste according to SNI (Indonesian National
Requirements) with parameters of water content of 46.89%, 1.16% ash content,
20.98% protein content, 0.65% fat content, viscosity of 52.05%, and organoleptic
taste test of 1.65, color of 1.95, texture of 1.95, and aroma of 1.55.
Keywords: Tapioca Flour, Shrimp Waste Broth, Paste
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN I ....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN II ..................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Maalah .............................................................................. 2
C. Tujuan .............................................................................................. 3
D. Manfaat ............................................................................................ 3
E. Hipotesis ........................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Limbah Udang .................................................................................. 4
B. Petis .................................................................................................. 5
C. Tepung Tapioka……………… ......................................................... 8
D. Bahan Tambahan Pembuatan Petis……………… ............................ 12
E. Proses Pembuatan Petis Limbah Udang……………… ...................... 11
F. Variabel Pengamatan……………….................................................. 12
ix
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 18
B. Bahan dan Alat Penelitian ................................................................ 18
C Prosedur Penelitian ........................................................................... 19
D. Rancangan Percobaan ....................................................................... 21
E. Variabel Pengamatan ........................................................................ 22
F. Analisis Data .................................................................................... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kadar Air.......................................................................................... 26
B. Kadar Abu ........................................................................................ 29
C. Kadar Protein ................................................................................... 31
F. Viskositas ......................................................................................... 36
G. Organoleptik Warna ......................................................................... 39
H. Analisis Keputusan ........................................................................... 47
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 49
B. Saran ................................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................50
LAMPIRAN PERHITUNGAN ..........................................................................54
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Limbah Udang................................................................................... 6
2. Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 20
3. Grafik Kadar Air Petis Limbah Udang ............................................... 27
4. Grafik Kadar Abu Petis Limbah Udang ............................................. 30
5. Grafik Kadar Protein Petis Limbah Udang ......................................... 32
6. Grafik Kadar Lemak Petis Limbah Udang ......................................... 34
7. Grafik Viskositas Petis Limbah Udang .............................................. 36
8. Grafik Skor Rasa Petis Limbah Udang .............................................. 40
9. Grafik Skor Warna Petis Limbah Udang ............................................ 42
10. Grafik Skor Tekstur Petis Limbah Udang ....................................... 44
11. Grafik Skor Aroma Petis Limbah Udang ......................................... 46
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan Kimia Petis Limbah Udang .............................................. 5
2. Kandungan Gizi Petis ......................................................................... 6
3. Syarat Mutu Petis Udang .................................................................... 7
4. Kandungan Tepung Tapioka per 100 g Bahan .................................... 8
5. Formulasi Petis Limbah Udang ........................................................ 21
6. Skala Organoleptik ........................................................................... 25
7. Pembedaan Komposisi Gizi Tepung Tapioka Dan Limbah Udang .... 26
8. Rerata Hasil Kadar Air Petis Limbah Udang .................................... 27
9. Rerata Hasil Kadar Abu Petis Limbah Udang ................................... 29
10. Rerata Hasil Kadar Protein Petis Limbah Udang............................... 31
11. Rerata Hasil Kadar Lemak Petis Limbah Udang ............................... 34
12. Rerata Hasil Viskositas Petis Limbah Udang .................................... 36
13. Rerata Hasil Skor Rasa Petis Limbah Udang ................................... 39
14. Rerata Hasil Skor Warna Petis Limbah Udang ................................. 41
15. Rerata Hasil Skor Tekstur Petis Limbah Udang ................................ 43
16. Rerata Hasil Skor Aroma Petis Limbah Udang ................................. 45
17. Rekapitulasi Data Analisis Petis Limbah Udang ............................... 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budidaya udang telah berkembang dengan pesat, sehingga merupakan
sektor andalan bagi ekspor non migas (Prasetyo, 2004). Hingga pertengahan tahun
2007 total ekspor udang sebanyak 92,647 ton atau senilai Rp 5,6 miliar (Prasetyo,
2004). Banyaknya produksi udang ini akan menghasilkan limbah yang banyak
juga mengingat hasil samping produksi yang berupa kepala, kulit, ekor dan kaki
adalah sekitar 35% - 50% dari berat awal. Limbah udang yang paling dominan
adalah bagian kepala yakni dapat mencapai 36-49%, sedangkan kulit sebesar 17 -
23%, sisanya adalah bagian ekor, dan kaki (Wardaniati dan Setyaningsih, 2009).
Meningkatnya jumlah limbah udang masih merupakan masalah yang perlu
dicarikan upaya pemanfaatannya. Selain untuk menanggulangi masalah
pencemaran lingkungan, juga dapat memberikan nilai tambah pada usaha
pengolahan udang. Limbah udang yang tidak digunakan dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan petis (Adawyah dan Puspitasari, 2012).
Petis merupakan salah satu makanan tradisional yang berbentuk saus yang
merupakan bahan pangan perangsang yang memberikan rasa dan aroma tambahan
yang khas pada makanan (Cahyarani, 2006). Petis biasanya berbahan dasar kaldu
hasil rebusan ikan pindang, kupang, ataupun udang. Pada umumnya dalam
pembuatan petis sering ditambahkan bahan pengisi untuk mempercepat proses
pengentalan. Perbedaan mutu petis dapat disebabkan oleh perbandingan mutu
bahan mentah, bahan pembantu, cara pengolahan, dan bahan pengisi. Bahan
2
pengisi yang dapat digunakan adalah tepung tapioka. Sampai saat ini, belum
pernah dilakukan penelitian tentang jenis tepung dan konsentrasi tepung yang
dapat memberikan hasil maksimal, terutama pada pembuatan petis limbah udang.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pembuatan petis
limbah udang dengan penambahan tepung tapioka sehingga produk yang
dihasilkan memiliki nilai tambah dari segi kualitas dan nilai ekonomisnya. Taraf
penambahan tepung tapioka pada petis adalah 5 g (P1); 10 g (P2); 15 g (P3); 20 g
(P4); dan 25 g (P5) dari 100 g bahan pengisi. Taraf penambahan tepung tapioka
pada penelitian ini ditentukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Isnaeni
dkk (2014) yang menambahkan 10% tepung tapioka dalam pembuatan petis
limbah bandeng serta penelitian Fajrita dkk (2016) yang menambahkan 2% - 8%
tepung tapioka dari 100 g bahan pengisi. Pada penelitian ini akan diamati
pengaruh taraf penambahan tepung tapioka terhadap sifat kimia (kadar air, kadar
abu, kadar protein, kadar lemak), sifat fisik (viskositas), dan sifat organoleptic
(rasa, warna, aroma, dan tekstur).
B. Rumusan Masalah
Apakah substitusi tepung tapioka berpengaruh terhadap sifat kimia (kadar
air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak), sifat fisik (viskositas), dan sifat
organoleptic (rasa, warna, aroma, dan tekstur) petis limbah udang.
3
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung tapioka petis limbah udang
terhadap sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak), sifat
fisik (viskositas), dan sifat organoleptic (rasa, warna, aroma, dan tekstur).
2. Untuk mengetahui perlakuan substitusi tepung tapioka terbaik pada petis
limbah udang.
D. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada
masyarakat pada umumnya dan para pembaca pada umumnya tentang pengaruh
substitusi tepung tapioka terhadap petis limbah udang terhadap sifat kimia (kadar
air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak), sifat fisik (viskositas), dan sifat
organoleptic (rasa, warna, aroma, dan tekstur).
E. Hipotesis
Diduga substitusi tepung tapioka terhadap berpengaruh terhadap sifat
kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak,), sifat fisik (viskositas),
dan sifat organoleptic (rasa, warna, aroma, dan tekstur). Panduan perumusan
hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H0 : Tidak ada pengaruh perlakuan terhadap seluruh variabel yang diamati
H1 : Ada pengaruh perlakuan terhadap seluruh variabel yang diamati
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Limbah Udang
Pengolahan produksi udang berdasarkan Wanasuria (1990), melaporkan
bahwa tidak seluruh komoditi udang diekspor dalam bentuk udang segar,
sebahagian besar diekspor dalam bentuk olahan, yaitu diolah untuk membuang
kepala, kulit, kaki, dan ekor udang. Ketiga macam produk tersebut menyebabkan
terdapat bagian-bagian udang yang terbuang seperti kepala, ekor dan kulitnya.
Bagian tersebut merupakan limbah industri pengolahan udang beku yang disebut
limbah udang (Abun 2009).
Limbah udang yang digunakan berasal dari udang muara (Macrobrachium
equidens), udang ini pada umumnya bisa didapat dengan bebas di sungai atau kali.
Limbah udang muara sangat potensial dijadikan sumber protein hewani karena
ketersediaannya cukup banyak dan mengandung zat-zat gizi yang tinggi, terutama
protein dan mineralnya (Khempaka dkk, 2006). Limbah udang ditampilkan pada
Gambar 1
Gambar 1. Limbah Udang
Sumber : Badan Sistem Informasi Untag (2018)
5
Bagian kepala, kulit, ekor, dan kaki udang yang dianggap limbah masih
memiliki unsur gizi. Kulit udang mengandung protein (25%-40%), kitin (15%-
20%) dan kalsium karbonat (45%-50%) (Marganof, 2003 dalam Wahono dkk,
2007). Kepala udang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi juga
mengandung unsur Glisin yang menyebabkan rasa manis dan gurih pada udang.
Kandungan kimia limbah udang ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Kimia Limbah Udang
Unsur Kandungan (%)
Air 78,51
Protein 12,28 - 34,9
Lemak 1,27 - 19,4
Kalsium 26,7
Kitin 18,1
`Sumber : Hartanto (2015)
B. Petis
Petis adalah olahan yang biasanya terbuat dari pindang, kupang, atau
udang yang di panasi hingga mencair menjadi kental seperti saus yang lebih
padat. Petis merupakan produk olahan atau awetan yang termasuk dalam
kelompok saus yang menyerupai bubur kental, liat dan elastis, berwarna hitam
atau cokelat tergantung pada jenis bahan yang digunakan serta merupakan produk
pangan yang mempunyai tekstur setengah padat berwarna coklat kehitaman dan
memiliki rasa manis (Isnaeni dkk, 2014) petis merupakan makanan tradisional
yang yang berbentuk saus yang merupakan bahan pangan perangsang yang
memberikan rasa aroma tambahan yang khas pada makanan (Cahyarani 2006) .
Secara umum, kandungan gizi petis per 100 g bahan ditampilkan pada Tabel 2
6
Tabel 2. Kandungan Gizi Petis
Unsur Gizi Kandungan
Energi (g) 220
Air (g) 39
Protein (g) 15
Lemak (g) 0,1
Karbohidrat (g) 40
Kalsium (mg) 37
Fosfor (mg) 36
Besi (mg) 2,8
Sumber : Suprapti (2011)
Petis umumnya terbuat dari hasil rebusan kepala ikan atau kepala udang.
Dari berbagai petis yang terjual dipasaran, secara keseluruhan hanya dapat dibagi
menjadi dua golongan, yaitu petis yang pembuatannya berasal dari sari udang
pada waktu pengolahan ebi, atau dapat pula sari ikan (Adawyah, 2011).
Kaldu merupakan bahan baku utama dari petis. Kaldu diperoleh dari hasil
perebusan bahan baku, karena pada proses perebusan tersebut terjadi pengkerutan
serat dari bahan makanan yang menyebabkan cairan dari bahan makanan akan
keluar. Cairan yang keluar akan membawa ekstrak yang mengandung air, vitamin,
garam yang larut dalam air serta peptida rantai pendek asam amino (Winarso,
2003 dalam Malini, 2014).
Menurut Rahmawati (2013) ada dua jenis petis yaitu petis udang dan petis
ikan. Petis udang ini dibuat dari kaldu udang, bukan dari udang utuh. Kaldu yang
terkumpul dimasak dalam waktu yang lama hingga mulai pekat baru kemudian
ditambahkan gula merah, garam dan beberapa bumbu lain sesuai selera. Petis ikan
ini tidak jauh berbedah dengan petis udang, perbedaannya terdapat pada bahan
bakunya. Petis ikan terbuat dari kaldu ikan yang dimasak hingga pekat, biasanya
kaldu yang digunakan adalah kaldu dari pembuatan pindang ikan karena
7
kandungan garam yang tinggi pada proses pemindangan maka petis ikan rasanya
lebih asin dibandingkan dengan petis udang (Prianto, 2008). Syarat mutu petis
udang menurut SNI ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat Mutu Petis Udang
Jenis Uji Persayaratan
Kenampakan Coklat kehitaman, agak
cemerlang
Bau Harum, khas udang
Rasa Rasa udang dominan, manis dan
asin cukup
Konsistensi Rasa udang dominan, manis dan
asin cukup
Konsistensi Sangat kental, homogen, lembut
Kadar Air (%) 30 -50
Kadar Abu (%) Maks. 1
Kadar Garam (%) Maks. 5
Kadar Protein (%) Min. 15
Angka Lempeng Total
(koloni/g)
Maks. 5.0 x 103
Sumber : SNI No 1-2718-2013
Rasa pada petis berasal dari dua komponen utama yaitu dari peptida dan
asam amino yang terdapat pada ekstrak ikan atau udang serta dari komponen
bumbu yang digunakan. Petis yang beredar dipasar memiliki mutu beragam.
Mutu petis tergantung pada bahan baku yang digunakan. Biasanya pada
pembuatan petis ditambahkan bahan pengisi berupa pati-patian seperti tepung
terigu, tepung tapioka, tepung beras maupun air tajin. Penambahan bahan pengisi
dimaksudkan untuk memberi nilai tambah dari segi kuantitas dan nilai jualnya,
Selain itu penambahan pati dapat mempercepat proses pengentalan pada petis
(Isnaeni dkk, 2014)
8
C. Tepung Tapioka
Tepung tapioka, tepung singkong, tepung kanji, atau aci adalah tepung
yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon atau dalam bahasa indonesia disebut
singkong. Tapioka memiliki sifat- sifat yang serupa dengan sagu, sehingga
kegunaan keduanya dapat dipertukarkan. Tepung ini sering digunakan untuk
bahan baku pembuatan makanan, bahan perekat, bahan pengental dan bahan
pengisi.
Tepung tapioka merupakan salah satu bahan penunjang dalam pembuatan
petis limbah udang. Tepung tapioka yang disebut juga pati ubi kayu (Manihot
utilissima) merupakan granula dari karbohidrat, berwarna putih tidak mempunyai
rasa manis, dan tidak berbau. Tepung tapioka diperoleh dari hasil ekstraksi umbi
ketela pohon melalui proses pengupasan, pencucian, penggilingan, pemerasan,
penyaringan dan pengeringan. Kandungan tepung tapioka per 100 g Bahan
ditampilkan pada Tabel 4
Tabel 4. Kandungan Nutrisi pada Tepung Tapioka per 100 g Bahan
Komponen Kandungan
Energi 362 kkal
Air 13,20 g
Karbohidrat 86,53 g
Protein 0,13 g
Lemak 0,04 g
Abu 0,09 g
Sumber : Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi DIY (2012)
Tepung tapioka pada petis berperan sebagai bahan pengikat sekaligus
bahan pengisi. Bahan pengikat merupakan bahan yang ditambahkan dalam
pembuatan petis yang mempunyai kemampuan mengikat air dan mengemulsi
lemak.
9
Bahan pengisi yang ditambahkan ke dalam pembuatan petis adalah
biasanya berupa tepung-tepungan yang mempunyai kandungan pati yang tinggi,
namun kandungan protein rendah. Bahan pengisi mernpunyai kemampuan
mengikat sejumlah besar air namun kemampuan emulsifikasinya rendah
(Aberle dkk., 2001).
D. Bahan Tambahan Pembuatan Petis
1. Gula Pasir
Pada proses pemasakan, gula pasir/sukrosa mengalami perubahan, mula
mula mencair dengan adanya pemanasan suhu tinggi yang melebihi titik lebur
sukrosa kemudian membentuk karamel yang teksturnya liat dan agak keras. Pada
pembuatan petis gula memiliki peran yang penting yaitu dapat menurunkan Aw
dibawah 0,9 sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan menghambat
pertumbuhan kapang. Gula digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila
dipakai dengan tujuan menghambat pertumbuhan bakteri (Susanto dan
Widyaningtyas, 2004).
2. Garam
Dalam petis kandungan garam yang disyaratkan dalam SNI petis udang
adalah 5%. Menurut Soeparno (2007), garam merupakan bahan terpenting dalam
curing, berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat
meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2%, sejumlah bakteri
terhainbat pertumbuhannya Wilson dkk, (1981) menjelaskan bahwa larutan garam
mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat air.
10
3. Tinta Cumi
Tinta cumi-cumi telah banyak dikenal dalam dunia kuliner manca negara.
Tinta cumi-cumi ini mengandung butir-butir melanin atau pigmen hitam. Di
Indonesia pemanfaatan limbah tinta cumi-cumi belum banyak, tetapi di Jepang
tinta cumi-cumi sudah dimanfaatkan sebagai pengawet dan meningkatkan flavor
pada cumi asin (Astawan dan Astawan, 2010).
Tinta cumi-cumi mempunyai nilai gizi yang cukup baik terutama
kandungan protein dan asam amino. Tinta cumi-cumi mengandung protein
sebesar 10,88% yang terdiri atas asam amino esensial dan non esensial.
Melanoprotein tinta cumi-cumi mengandung asam amino esensial yang dominan
berupa lisin, leusin, arginin dan fenilalanin. Melanoprotein mengandung 10 - 15%
protein, sehingga menjadi salah satu sumber protein yang baik karena sama
baiknya dengan kandungan protein padadagingnya (Agusandi, dkk., 2013)
4. Air
Bahan pangan terdiri dari bahan kering ditambah sejumlah air. Air dalam
bahan pangan merupakan bagian seutuhnya dari bahan pangan itu sendiri. Air
merupakan komponen penting dalam bahan dan produk pangan karena dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa. Pada petis kandingan air yang
disyaratkan adalah 60%, Air pada petis berfungsi sebagai media pendispersi, dan
membentuk emulsi pada petis. Air pada petis berfungsi membentuk tekstur
dengan membentuk ikatam hidrat dengan molekul protein yang terdapat pada
limbah udang dan karboidrat yang terdapar pada tepung tapioka. Air yang
11
digunakan dalam proses pembuatan petis adalah air matang yang jernih tidak
berbau dan berasa (Buckle dkk, 2009).
E. Proses Pembuatan Petis Limbah Udang
Tahapan pengolahan petis garis besar secara menurut Kanoni (1985)
adalah sebagai berikut
1. Pencucian
Pencucian limbah udang. Pembersihan limbah udang (kaki, kepala, kulit,
Dicuci dengan hati-hati menggunakan air mengalir hingga bersih. Hal ini karena
limbah udang terutama kepala udang terdapat sistem pencernaan. Limbah udang
yang telah dicuci kemudian ditambah air dengan perbandingan tertentu, kemudian
dilakukan proses pemanasan dengan cara direbus
2. Pemanasan
Proses pemanasan dimaksudkan untuk membunuh/mematikan mikrobia
yang terdapat di dalam air, selain itu proses pemanasan akan mengurangi kadar air
sehingga petis menjadi kental. Proses perebusan petis pada umumnya dilakukan
selama 3-6 jam. Proses perebusan betujuan untuk mengambil sari atau kaldu dari
limbah udang. Proses perebusan dilakukan dengan pengadukan, hal ini
dimaksudkan untuk mempercepat proses pengentalan dalam proses pemanasan
dilakukan penambahan bumbu. Bumbu yang biasa ditambahkan adalah bawang
putih, bawang putih, cabai dan merica. Penambahan bumbu dimaksudkan agar
menambah citarasa petis penambahan bumbu dilakukan sambil terus dilakukan
pengadukan. Setelah bumbu tercapur dilakukan penambahan sumber pati sebagai
bahan pengental (thickener), karena sumber pati dapat menstabilkan,
12
memekatkan, atau mengentalkan produk hingga tingkat kekentalan yang
diinginkan. Sumber pati juga juga berfungsi sebagai bahan pengikat. Bahan
pengikat mempunyai kemampuan untuk mengikat sejumlah besar air. Oleh karena
itu sumber pati berpengaruh terhadap tekstur petis yang dihasilkan. Sumber pati
yang biasa ditambahkan adalah tepung, terutama tepung tapioka. Penambahan
sumber pati dilakukan bersamaan dengan pengadukan, kemudian dilakukan
penambahan garam. Perebusan dilakukan sampai adonan mengental, yang
ditandai dengan pengadukan yang terasa berat atau apabila dijatuhkan dari sendok
pengaduk, cairan tidak meluncur tetapi menetes (tetes demi tetes).
5. Pendinginan
Setelah adonan mencapai kekentalan yang diinginkan, adonan diangkat
untuk didinginkan, sambil terus dilakukan pengadukan. Proses pendinginan
dilakukan pada suhu ruang (± 27oC).
F. Variabel Pengamatan
1. Kadar Air
Kadar air pada pangan dapat mempengaruhi daya tahan pangan terhadap
serangan mikroba (Winarno 2004) pada petis kadar air menjadi sesuatu yang
harus diperhatikan. Hal ini karena petis dikategorikan sebagai makanan semi
basah yang\ memiliki kadar air sekitar 10 – 40%. Proses penguapan air
(pemekatan) pada bahan baku menyebabkan penuruna kadar air di dalam produk.
Proses tersebut menjadi metode yang banyak digunakan dan sederhana untuk
diterapkan pada bahan pangan cair mengingat sifat air yang mudah menguap saat
dipanaskan.Pengukuran kadar air dalam petis dilakukan dengan metode
13
gravimetric yaitu membandingkan berat sampel basah dengan berat sampel yang
telah dikeringkan dan dinyatakan dalam %. Syarat mutu kandungan air pada petis
udang dalam SNI 01 – 2718-2013 adalah minimal 30% dan maksimal 50%.
2. Kadar Abu
Kadar abu merupakan jumlah kandungan bahan-bahan anorganik berupa
Kadar abu merupakan jumlah kandungan bahan-bahan anorganik berupa. Kadar
abu dari petis terutama berasal dari limbah udang diperoleh apabila air telah
diuapkan.
Prinsip penetapan kadar abu adalah mengabukan pada suhu 5250 - 5500C
yang sebelumnya telah dipanaskan sampai tidak berasap. Kadar abu total adalah
bagian dari analisis proksimat yang bertujuan untuk mengevalusi nilai gizi suatu
produk/bahan pangan terutama total mineral. Kadar abu dari suatu bahan
menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Bahan pangan
terdiri dari 96% bahan organic dan air, sedangkan sisa nya merupakan unsur-
unsur mineral, unsur - unsur tersebut juga dikenal sebagai zat organik
(Apriyantono, 1988). Syarat mutu kandungan abu pada petis udang dalam SNI 01
– 2718-2013 adalah maksimal 1%.
3. Kadar Protein
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain
polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk
hidup. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Protein
merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini
berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan
14
pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan
ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan
terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2004).
Kadar protein dalam penelitian ini ditetapkan menggunakan metode
Kjedahl. Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organic
dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. (Winarno,
2004). Kadar protein pada petis diperoleh dari limbah udang dan tinta cumi.
Syarat mutu kandungan protein pada petis udang dalam SNI 01 – 2718-2013
adalah minimal 15%
4. Kadar Lemak
Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh
bersifat padat. Lemak merupakan senyawa organic yang terdapt di alam serta
tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organic non-polar seperti dietil eter,
kloroform, benzene, hexane dan hidrokarbon lainnya. (Apriantono, 1988). Lemak
memberikan cita rasa dan memperbaiki tekstur pada bahan makanan juga sebagai
sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K. Lemak merupakan suatu
senyawa biomolekul yang larut pada senyawa organik tertentu dan tidak larut
dalam air (Winarno, 2004). Kadar lemak pada petis diperoleh dari bahan bahan
penyusunnya terutama dari tepung tapioka dan limbah udang. Penentuan kadar
lemak pada petis limbah udang dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet.
Pada prinsipnya metode soxhlet ini menggunakan sampel lemak kering yang
diekstraksi secara terus menerus dalam pelarut dengan jumlah yang konstan.
15
Syarat mutu kandungan lemak tidak ditetapkan dalam SNI 01 – 2718-2013
tentang petis udang.
5. Viskositas
Viskositas adalah suatu kuantitas yang menjelaskan kemampuan suatu
fluida untuk mengalir (Elert 2005). Viskositas digunakan dalam perhitungan
parameter momentumdan energi serta digunakan juga di dalam industri sebagai
kontrol kualitas dari beberapa produk. Penambahan tepung tapioka pada
pembuatan petis bandeng selain ditujukan pembuatan produk makanan seperti
saus pasta, minuman bersoda, makanan olahan dari susu maupun telur serta jus
buah (Ibarz and Barbosa-Cánovas 2010). Penambahan tepung tapioka bertujuan
untuk mempersingkat durasi pemasakan, namun juga dimaksudkan untuk
meningkatkan viskositas petis yang dihasilkan. Perubahan viskositas dapat terjadi
karena adanya proses pemanasan, pendinginan, pemekatan, dan berbagai proses
pendukung lainnya (Fellows 2000).
6. Uji Organnoleptik
Uji organoleptik adalah suatu pengujiaan terhadap sifat karakteristik bahan
pangan dengan menggunakan indera manusia termasuk indera penglihatan,
pembau, perasa dan pendengar (Kartika dkk,1998). Tujuannya adalah mengetahui
perbedaan kualitas organoleptik petis dengan indikator rasa, warna, aroma, dan
tekstur.
Uji mutu hedonik diuji untuk menentukan formulasi terbaik berdasarkan
kesukaan atau kemauan panelis dalam menilai suatu produk. Uji organoleptic
mutu hedonik rasa adalah uji yang melibatkan indra pengecap, dalam hal
kepekaan rasa, maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah
16
dan rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah dan rasa
pahit pada bagian belakang lidah, mutu hedonik rasa juga dipengaruhi oleh indra
pembau, yang akan membentuk kesan flavor atau citarasa pada makanan (Kartika
dkk,1998).
a. Uji Mutu Hedonik Warna
Uji mutu hedonik warna melibatkan indra penglihatan yang berhubungan
dengan kilap. Kesan warna yang ditimbulkan oleh otak berdasarkan interpretasi
dari tiga warna primer yaitu warna merah, hijau, dan biru yang bercampur dengan
proporsi tertentu pada suatu benda yang diamati.
b. Uji Mutu Hedonik Aroma
Uji mutu hedonik aroma dilakukan menggunakan indra pembau Kepekaan
pembauan diperlukan dalam jumlah yang lebih rendah daripada indera
pengecap/lidah. Dalam proses perangsangan bau, hanya dibutuhkan sedikit
molekul gas untuk merangsang timbulnya bau atau aroma (Moehyi, 1992)
Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang
mudah menguap. Aroma yang dikeluarkan setiap makanan berbeda-beda. Selain
itu, cara memasak yang berbeda akan menimbulkan aroma yang berbeda pula
(Moehyi 1992). Senyawa aroma adalah senyawa kimia yang memiliki aroma atau
bau. Sebuah senyawa kimia memiliki aroma atau bau ketika dua kondisi terpenuhi
yaitu senyawa tersebut bersifat volatil, sehingga mudah mencapai sistem
penciuman di bagian atas hidung, dan konsentrasi cukup untuk dapat berinteraksi
dengan satu atau lebih reseptor penciuman.
17
c. Uji Mutu Hedonik Tekstur
Uji mutu hedonik tekstur pada petis dilakukan dengan menggunakan
perasaan mulut (mouthfeel). Uji mutu hedonik tekstur termasuk dalam kategori
kinestetik. Menurut Agusman (2003) mouthfeel didefinisikan sebagai atribut
tekstur dari suatu makanan atau minuman yang bertanggung jawab untuk
diperolehnya karakteristik sensasi taktil pada permukaan mukosa mulut.
Sedangkan Kartika dkk (1998) mendefinisikan mouthfeel sebagai karakter
kinestetik dari suatu makanan atau minuman yang dapat dirasakan di dalam mulut
dan mampu menstimulasi saraf-saraf sensori pada mulut dan lidah selain “pupil
pencecap” (taste buds).
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan diadakan pada Bulan November – Desember di
Laboratorium Rekayasa Pangan. dan Laboratorium Kimia Pangan Universitas
Semarang
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Oven, Desikator, Botol Timbang, Glass Beaker, Labu Kjedahl, Viscometer
Brookfield, alat penyuling, Erlenmeyer 300 ml, Erlenmeyer 500 ml, labu ukur 50
ml , labu ukur 100 ml, Buret 25 ml, Buret 50 ml, Beaker glass 250 ml, beaker
glass 500 ml, pipet takar 10 ml.pipet gondok 20 ml, corong, pemanas listrik,
timbangan analitik, timbangan digital, panci perebus, pisau, sendok, baskom.
2. Bahan
Limbah udang yang diperoleh dari Pasar Satrio Wibowo Semarang, gula
pasir merk gulaku, air, garam, H2SO4, HCl, aquades.
C. Prosedur Penelitian
a. Mempersiapkan alat dan bahan
b. Mencuci bersih 6 kg udang dengan air yang mengalir
c. Menyiangi udang dari limbah kepala dan ekor udang
d. Mencuci bersih limbah udang dengan air yang mengalir
19
e. Membagi empat setiap sampel dengan berat masing masing 425 g untuk setiap
ulangan
f. Menimbang limbah udang dan bahan-bahan tambahan yang dibutuhkan sesuai
dengan Tabel 5.
g. Merebus limbah udang bersama air dalam panci selama ± 15 menit hingga
100oC
h. Menyaring air kaldu limbah udang dan menimbang kaldu limbah udang sesuai
dengan Tabel 5.
i. Melakukan proses pengentalan yang disertai dengan pengadukan selama ± 30
menit pada ± 85oC, dalam proses pengentalan ditambahkan secara berurutan
garam, tinta cumi, gula pasir, dan tepung tapioka sesuai dengan Tabel 5.,
sembari terus dilakukan pengadukan.
j. Mendinginkan adonan petis yang telah mengental
1. Petis limbah udang kemudian dianalisis sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar
protein, kadar lemak, kadar serat kasar), sifat fisik (viskositas), dan sifat
organoleptic (rasa, warna, aroma, dan tekstur). Diagram alir penelitian
ditampilkan pada Gambar 2.
20
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
Sumber : Cahyarani, 2006 dengan modifikasi
Udang
(10 kg)
Perebusan
(± 15 menit; ± 100oC)
(
Ditambahkan
berurutan
1. Garam
2. Tinta Cumi
3. Gula Pasir
4. Tepung Tapioka
6g (P1), 12g (P2),
18g (P3), 24g
(P4), 30g (P5)
Limbah Udang (kepala,
dan kulit)
(2550 g)
Penyaringan
(
Pencucian
Penyiangan
Kaldu Limbah Udang
194g (P1), 188g (P2),
182g (P3), 176g (P4),
170g (P5)
Pengentalam
(± 30 menit; ± 85oC)
(
Air
Limbah cair
Daging Udang
Limbah padat
Dianalisis :
sifat kimia (kadar air,
kadar abu, kadar protein,
kadar lemak, sifat fisik
(viskositas), dan sifat
organoleptic (rasa, warna,
aroma, dan tekstur)
Petis Limbah Udang
(± 500
g)
±±
Air
(1000 ml)
21
D. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak
Lengkap) dengan satu faktor yaitu substitusi tepung tapioka dan limbah udang,
terdiri dari 5 perlakuan dan 5 kali ulangan. Parameter pengamatan yang dilakukan
pada subtitusi tepung tapioka pada petis limbah udang berupa parameter kimia
(kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak) fisik (viskositas) dan
organoleptik (warna, aroma, tekstur, rasa) dilakukan dengan jumlah panelis 25
orang. Perlakuan ditentukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Isnaeni
dkk (2014), Fajrita dkk (2016), serta Sari dan Kusnadi (2015). Perlakuan ysng
ditetapkan adalah sebagai berikut :
P1 : Kaldu limbah udang 194 g dan Tepung tapioka 6 g
P2 : Kaldu limbah udang 188 g dan Tepung tapioka 12 g
P3 : Kaldu limbah udang 182 g dan Tepung Tapioka 18 g
P4 : Kaldu limbah udang 176 g dan Tepung Tapioka 24 g
P5 : Kaldu limbah udang 170 g dan Tepung Tapioka 30 g
Tabel 5. Formulasi Petis Limbah Udang
Bahan Dasar P1 P2 P3 P4 P5
Kaldu Limbah
Udang
194 g 188 g 182 g 176 g 170 g
Tepung Tapioka 6 g 12 g 18 g 24 g 30 g
Gula Pasir 30 g 30 g 30 g 30 g 30 g
Garam 6 g 6 g 6 g 6 g 6 g
Tinta Cumi 40 ml 40 ml 40 ml 40 ml 40 ml
Sumber : Isnaeni dkk (2014), Fajrita dkk (2016), serta Sari dan Kusnadi (2015).
22
E. Variabel Pengamatan
a) Kadar Air (Cara Uji Makanan-minuman, SNI 01-2891-1992)
1. Timbang dengan sekasama 1 - 2 g contoh pada sebuah botol timbang yang
sudah diketahui bobotnya.
2. Keringkan pada oven suhu 105°C selama 3 jam
3. Dinginkan dalam eksikator.
4. Timbang, ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap.
5. Rumus menghitung kadar air adalah sebagai berikut
% Kadar Air = \
b) Kadar Abu (Cara Uji Makanan-minuman, SNI 01-2891-1992)
1. Bahan ditimbang sebanyak 2 - 3 gram lalu dimasukkan kedalam cawan
porselein yang telah diketahui bobotnya.
2. Arangkan di atas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik pada suhu
maksimum 550°C sampai abunya berwarna keputihan.
3. Dinginkan dalam eksikator, lalu timbang sampai bobot konstan.
4. Rumus mencari kadar abu adalah sebagai berikut
% Kadar abu =
c) Kadar Protein (Cara Uji Makanan-minuman, SNI 01-2891-1992)
1. Timbang seksama 0,50 gram contoh, masukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml.
2. Tambahkan 2 gram campuran selein dan 25 ml H2SO4 pekat.
3. Panaskan di atas pemanas listrik samapai mendidih dan larutan menjadi jernih (
sekitar 2 jam).
23
4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml,
tepatkan sampaikan tanda garis.
5. Pipet 3 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan 5 ml
NaOH 30 % dan beberapa indikator PP.
6. Sulingkan selama ± 10 menit , sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam
borat 2 % yang telah dicampur indikator
7. Titar hasil sulingan dengan larutan HCL 0.1 N.
8. Kerjakan penetapan blanko.
9. Rumus menghitung kadar protein adalah sebagai berikut
Kadar protein =
d) Kadar Lemak (Cara Uji Makanan-minuman, SNI 01-2891-1992)
1. Timbang seksama 1-2 gram contoh ke dalam gelas piala 250 ml.
2. Tambahkan 30 ml HCL 25 % dan 20 ml Akuadest dan beberapa butir batu
didih.
3. Tutup gelas piala dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit mendidih.
4. Saring dalam keadaan panas dan cuci dengan air panas hingga tidak bereaksi
asam lagi.
5. Keringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100-105 °C.
6. Masukkan ke dalam selongsong ( paper thimble) dan ekstrak dengan pelarut
heksana atau pelarut lemak lainnya 2-3 jam pada suhu lebih kurang 80°C.
7. Sulingkan larutan heksana atau pelarut lainnya dan keringkan ekstrak lemak
pada suhu 105 °C.
24
8. Dinginkan dan timbang sampai tercapai bobot tetap/konstan.
9. Rumus menghitung kadar lemak adalah sebagai berikut
Kadar Lemak =
e) Viskositas (Syahputra, 2011)
1. Dimasukkan 200 g sampel selai dalam gelas piala 250 ml
2. Spindel Viskometer Brooke bernomor paling besar (4) dicelupkan dalam
sampel dan diatur ketinggian viskometer hingga tanda tercelup, berturut-turut
hingga spindel bernomer kecil (1).
3. Pengukuran dilakukan dengan menekan tombol “ON”
4. Angka yang ditunjukkan oleh jarum dibaca secara tepat
5. Viskositas dihitung dengan persamaan
Viskositas (cP) = Skala yang terbaca x faktor konversi
f) Uji Organoleptik
Sifat organoleptik dilakukan menggunakan metode mutu hedonik. Sifat
organoleptic yang diamati meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur. Langkah
penilaian uji organoleptic mutu hedonik yaitu pertama menerima bahan,
mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali
bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat organolnoeptik (rasa,
warna, aroma, dan tekstur) produk tersebut (Winarno, 2004). Ketiga sifat
organoleptik tersebut diuji oleh 25 panelis agak terlatih, yaitu mahasiswa FTP
USM yang telah menerima mata kuliah uji indrawi. Kriteria penilaian ditampilkan
pada Tabel 6.
25
Tabel 6. Kriteria Penilaian Uji Organoleptik
Skor Kriteria Penilaian
Rasa Warna Tekstur Aroma
1 Sangat Tidak
Gurih – Tidak
Gurih
Sangat Tidak
Gelap –
Tidak Gelap
Sangat Tidak
Kental – Tudak
Kental
Tidak Amis – Sangat
Tidak Amis
2 Tidak Gurih –
Agaka Gurih
Tidak Gelap
– Agak
Gelap
Tidak Kental –
Agak Kental
Agak Amis – Tidak
Amis
3 Agak Gurih –
Gurih
Agak Gelap
– Gelap
Agak Kental –
Kental
Amis – Agak Amis
4 Gurih – Sangat
Gurih
Gelap –
Sangat Gelap
Tidak Kental –
Agak Kental
Sangat Amis – Amis
5 Sangat Gurih –
Sangat Amat
Gurih
Sangat Gelap
– Sangat
Amat Gelap
Sangat Tidak
Kental – Tudak
Kental
Sangat Amat Amis –
Sangat Amis
Sumber : Kartika dkk 1988 dengan modifikasi
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji analisis ragam ANOVA
(Analysis of Variance) metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) Jika terdapat
pengaruh nyata maka akan dilakukan Uji lanjut Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf 5% menggunakan kriteria pengujian sebagai berikut : F hitung
< F tabel H0 diterima H1 ditolak; F hitung ≥ F tabel H1 diterima H0 ditolak.
(Steel and Torrie, 1995).
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan pemanfaatan kulit limbah udang dalam
pembuatan petis dengan subtitusi tepung tapioka sebagai bahan pengental. Petis
limbah udang yang dihasilkan kemudian dianalisis kadar air, kadar abu, kadar
protein, kadar lemak, viskositas, dan organoleptik (rasa, warna, aroma, tekstur).
Berikut tabel pembedaan komposisi gizi tepung tapioka dan limbah udang.
Tabel 7. Pembedaan Komposisi Gizi Tepung Tapioka Dan Limbah Udang
Kandungan Gizi Tepung Tapioka Limbah Udang
Kadar Air (%) 13,20 78,51
Kadar Protein (%) 0,13 12,28 – 34,9
Kadar Lemak (%) 0,04 1,27 – 19,4
Sumber : data primer (2019)
A. Kadar Air
Hasil penelitian menunjukan, pada uji ANOVA menyatakan bahwa
perbedaan subtitusi tepung tapioka yang diberikan pada petis limbah udang
memberikan pengaruh nyata (F hitung ≥ F tabel), terhadap nilai kadar air. Setelah
dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji DMRT taraf 5% diperoleh hasil
yang dapat dilihat pada tabel 8.
27
Tabel 8. Rerata Hasil Kadar Air Petis Limbah Udang
Perlakuan Rerata Kadar Air (%)
P1 51.05e ± 0,04
P2 46.89c ± 0,08
P3 44.98d ± 0,08
P4 39.84b ± 0,010
P5 38.07a ± 0,41 Ket : Angka yang diikuti oleh superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang
sama menunjukkan beda nyata (p<0.05)
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai kadar air terendah pada P5
yakni 38,07 % sedangkan nilai tertinggi pada P1 yakni 51,05 %. Kadar air yang
dapat diukur dan dinyatakan dalam presentase kadar air adalah air bebas air ini
terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori- pori yang
terdapat pada bahan. Kandungan air pada suatu produk pangan dipengaruhi oleh
bahan-bahan penyusunnya, Grafik kadar air dilihat pada Gambar 3. Perhitungan
selengkapnya pada lampiran
Gambar 3. Grafik Kadar Air Petis Limbah Udang
Gambat 3 menunjukkan nilai perlakuan P1 mempunyai kadar air tertinggi
(51.05%), kemudian diikuti berturut-turut P2 (46.89%), P3 (44.98%), dan P3
(39.8477%). Perlakuan P5 mempunyai kadar air terendah (38.07%). Semakin
28
tinggi substitusi penggunaan tepung tapioka pada petis limbah udang maka
semakin menurun nilai kadar airnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (2004) yang menyatakan bahwa
apabila pati dimasukkan dalam air panas. maka pati akan menyerap air dan
membengkak (gelatinisasi), hal ini dikarenakan jumlah gugus hidroksil dalam
molekul pati sangat besar. Adanya pemanasan membuat air yang awalnya berada
di dalam granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, menjadi
berada di dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak lagi sehingga secara
langsung sangat mempengaruhi kadar air produk. Kandungan protein pada limbah
udang dan tepung tapioka juga mempengaruhi kadar air yang terukur dalam
produk.
Lebih lanjut Fakhruddin (2009) menyatakan bahwa adanya interaksi antara
pati, protein dan air, menyebabkan air tidak dapat lepas secara sempurna atau
menguap selama pemasakan interaksi tersebut akibat pengikatan antara gugus
aktif pada protein dengan gugus aktif yang ada dalam pati. Kadar air petis yang
dihasilkan pada penelitian ini sedikit lebih tinggi dari yang disyaratkan dalam SNI
No 1-2718-2013 yang mensyaratkan kadar air petis adalah sekitar 30 – 50% hal
ini diduga karena petis dalam penelitian ini menggunakan tinta cumi dan bukan
gula jawa seperti pada petis konvensional pada umumnya. Nilai kadar air pada P1
meningkat hingga 51,05 %, hal ini dikarenakan penambahan tepung tapioka lebih
sedikit dibandingkan dengan tinta cumi. Kadar air yang tinggi ini tidak sesuai
dengan syarat SNI yang hanya sekitar 30 – 50 %. Menurut Agusandi dan Lestari
(2013) kadar air tinta cumi-cumi rata-rata adalah 78,46%.
29
B. Kadar Abu
Kadar abu merupakan campuran dari komponen organic atau mineral yang
terdapat dari suatu bahan pangan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
pada uji ANOVA menyatakan bahwa perbedaan subtitusi tepung tapioka yang
diberikan pada petis limbah udang memberikan pengaruh nyata (F hitung ≥ F
tabel)., terhadap nilai kadar abu. Setelah dilakukan uji lanjut dengan
menggunakan uji DMRT taraf 5% diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rerata Hasil Kadar Abu Petis Limbah Udang
Berdasarkan Tabel 9, perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3,
P4, dan P5; Perlakuan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P3, P4, dan P5;
Perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P4, dan P5; Perlakuan P4
berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3, tetapi tidak berbeda nyata dengan P5.
Perlakuan P5 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3, tetapi tidak berbeda
nyata dengan P4. Grafik kadar abu dapat dilihat pada Gambar 4. Perhitungan
selengkapnya pada lampiran.
Perlakuan Rerata Kadar Abu (%)
P1 0.96a % ± 0,03
P2 1.16b % ± 0,03
P3 1.30c % ± 0,00
P4 1.48d % ± 0,00
P5 1.49d % ± 0,00 Ket : Angka yang diikuti oleh superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan beda nyata (p<0.05)
30
Gambar 4. Grafik Kadar Abu Petis Limbah Udang
Berdasarkan Gambar 4. perlakuan P5 mempunyai kadar abu tertinggi
(1.49%), lalu berturut turut P4 (1.48%), P3 (1.30%), dan P2 (1.16%). P1
mempunyai kadar abu terendah dengan (0.96%). Semakin meningkat substitusi
penggunaan tepung tapioka semakin meningkat kadar abu dalam petis limbah
udang. Hal ini karena tapioka mengandung kadar abu. kadar abu dalam tepung
tapioka adalah 0.09%, Kadar abu pada petis limbah udang juga dipengaruhi oleh
kaldu limbah udang yang mengandung banyak mineral yaitu kalsium (26,7%) dan
zat mineral berupa kitin 18,1%. Kadar abu yang dihasilkan petis limbah udang
dalam penelitian ini sedikit melebihi dari yang disyaratkan dalam SNI No 1-2718-
2013. Hal ini karena tinta cumi yang digunakan sebagai bahan baku petis limbah
udang berkonstribusi terhadap kadar abu yang terukur. Tinta cumi mengandung
kadar abu sebesar 2,74% (Mukholik, 1995).
31
C. Kadar Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh,
karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat
pembangun dan pengatur. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada uji
ANOVA menyatakan bahwa perbedaan subtitusi tepung tapioka yang diberikan
pada petis limbah udang memberikan pengaruh nyata (F hitung ≥ F tabel),
terhadap nilai kadar protein. Setelah dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji
DMRT taraf 5% diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rerata Hasil Kadar Protein Petis Limbah Udang
Perlakuan Rerata Kadar Protein (%)
P1 20.80ab ± 0,09
P2 20.98d ± 0,01
P3 20.73a ± 0,08
P4 20.95cd ± 0,04
P5 20.88bc ± 0,05 KKet : Angka yang diikuti oleh superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan beda nyata (p<0.05)
Berdasarkan Tabel 10, perlakuan P1 berbeda nyata dengan P2 dan P4 tetapi
tidak berbeda nyata dengan P3 dan P5; Perlakuan P2 berbeda nyata dengan P1 P3,
dan P5 namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4; P3 berbeda nyata dengan
P2, P4, dan P5. Perlakuan P4 berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P3 tetapi
tidak berbeda nyata dengan P2 dan P5. Perlakuan P5 berbeda nyata dengan P1,
P2, dan P3. Grafik kadar protein ditampilkan pada Gambar 5.
32
Gambar 5. Grafik Kadar Protein Petis Limbah Udang
Berdasarkan Gambar 5. P2 mempunyai kadar protein tertinggi (20,98%),
kemudian berturut-turut P4 (20.95%), P5 (20.88%), dan P3 (20.73%). P1
mempunyai kadar protein terendah (20.88%). Substitusi penggunaan tepung
tapioka yang semakin meningkat cenderung meningkatkan kadar protein. Hal ini
karena tapioka mengandung 0,13% protein. Kadar protein petis limbah udang
dalam penelitian ini telah memenuhi SNI No 1-2718-2013 yaitu min. 15%. Hal ini
karena tinta cumi yang digunakan turut berkontribusi dalam kadar protein yang
dihasilkan. Mukholik (1995) melaporkan bahwa dalam tinta cumi-cumi
terkandung 10,88% protein. Tinta cumi merupakan sumber protein yang bagus
karena tinta cumi mengandung 14 jenis asam amino terdiri dari asam amino non
essensial yaitu asam glutamat, alanin, asam aspartat, glisina, serina, dan tirosina,
sedangkan kandungan asam amino essensial yaitu lisina, isoleusina, valina,
arginina, treonina, histidina, metionina, fenilalanina dan leusina.
Asam amino non esensial yang tertinggi pada hidrolisis protein tinta cumi-
cumi yaitu asam glutamat dan alanin dengan nilai 0,35% dan 0,30%, sedangkan
33
asam mino essensial tertinggi yaitu fenilalanina dan leusina dengan nilai 0,23%
dan 0,21% (Kurniawan dan Hanggita, 2012). Hal ini sesuai dengan Almatsier
(2006), yang menyatakan bahwa mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi
asam amino yang dikandungnya, Semua protein hewani merupakan protein yang
baik karena memiliki asam amino yang lebih lengkap dibandingkan dengan
protein nabati (Almatsier, 2006).
Naik-turunnya kadar protein pada pestis limbah udang diduga disebabkan
oleh adanya proses pengolahan pada bahan baku. Proses pengolahan, terutama
yang melibatkan suhu tinggi, membuat struktur matriks-duuble helix protein
menjadi tidak stabil. Menurut Chayati (2010), kebanyakan protein pangan
terdenaturasi jika dipanasakan pada suhu yang moderat (60-90oC) selama satu jam
atau kurang. Denaturasi adalah perubahan struktur protein dimana pada keadaan
terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak
lagi memiliki struktur sekunder, tersier dan quarterner. Akan tetapi, belum terjadi
pemutusan ikatan peptida pada kondisi terdenaturasi penuh ini. Denaturasi protein
yang berlebihan dapat menyebabkan ketidak-larutan protein yang dapat
mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein.
D. Kadar Lemak
Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh
yang bersifat padat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada uji
ANOVA menyatakan bahwa perbedaan subtitusi tepung tapioka yang diberikan
pada petis limbah udang memberikan pengaruh nyata (F hitung > F tabel),
34
terhadap nilai kadar lemak. Setelah dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji
DMRT taraf 5% diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rerata Hasil Kadar Lemak Petis Limbah Udang
Perlakuan Rerata Kadar Lemak (%)
P1 0.70d ± 0.05
P2 0.65d ±0.02
P3 0.59c ± 0,004
P4 0.50b ±0,007
P5 0.43a ±0,01 Ket : Angka yang diikuti oleh superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan beda nyata (p<0.05)
Berdasarkan Tabel 11, perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P3,
P4, dan P5 tetapi tidak berbeda nyata dengan P2; Perlakuan P2 berbeda nyata
dengan perlakuan P3, P4 dan P5 namun tidak berbeda nyata dengan P1; Perlakuan
P3 berbeda nyata dengan P1, P2, P4, dan P5; Perlakuan P4 berbeda nyata dengan
P1, P2, P3, dan P5. Perlakuan P5 berbeda nyata dengan P1, P2, P3, dan P4.
Diagram kadar lemak ditampilkan pada Gambar 6. Perhitungan selengkapnya
pada lampiran
Gambar 6. Grafik Kadar Lemak Petis Limbah Udang
35
Menurut penelitian telah dilakukan oleh suprapti (2011). Kandungan lemak
yang terdapat pada petis yaitu 0,1 %. Berdasarkan Gambar 6. perlakuan P1
mempunyai kadar lemak tertinggi (0.70%), lalu berturut-turut P2 (0.65%), P3
(0.59%), dan P4 (0.50%). P5 mempunyai kadar lemak terendah (0.43%). Lemak
merupakan komponen makro dalam tubuh yang terdiri atas komponen asam
lemak trigliserida. Komponen lemak dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat
pembangun bagi tubuh.
Semakin meningkat penggunaan substitusi tepung tapioka semakin menurun
kadar lemak petis limbah udang. Hal ini diduga karena kandungan lemak yang
terkandung dalam bahan mengalami penurunan diakibatkan karena kandungan
lemak pada tepung tapioka berkisar 0,04 %. Semakin tinggi, diakibatkan karena
subtitusi dari tepung tapioka yang lebih rendah dibandingkan dengan kaldu
limbah udang yang ditambahkan dalam pembuatan petis. Kaldu limbah udang
mengandung 1,27% - 19,4% lemak, dan tinta cumi 0,2% lemak (Badan
Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi DIY, 2012; Hartanto, 2015; Gonzales
dkk, 2010).
Kandungan lemak pada tepung tapioka yang tidak banyak tersebut akan
membuat kandungan lemak terukur pada petis limbah udang menjadi menurun
jika ditingkatkan substitusinya. Lebih lanjut menurut Chayati (2010), proses
pemanasan dapat menurunkan kadar lemak bahan pangan. Demikian juga dengan
asam lemaknya, baik esensial maupun non esensial. Kadar lemak yang rendah
pada umumnya menurunkan pula viskositas suatu produk. Menurunnya viskositas
diakibatkan dari proses pemanasan, viskositas lemak berkurang sehingga lebih
36
memudahkan lemak keluar mengalir dari matriks sel - sel bahan, apabila lemak
keluar dari matriks sel bahan maka lemak akan mudah teridentifikasi perhitungan
kadar lemak (Indarti, 2008).
E. Viskositas
Viskositas adalah suatu kuantitas yang menjelaskan kemampuan suatu
fluida yang mengalir. Viskositas digunakan dalam perhitungan parameter
momentum dan energi serta dugunakan juga didalam industry sebagai kontrol
kulaitas dari beberapa produk.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada uji ANOVA menyatakan
bahwa perbedaan subtitusi tepung tapioka yang diberikan pada petis limbah udang
memberikan pengaruh nyata (F hitung ≥ F tabel), terhadap nilai viskositas. Setelah
dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji DMRT taraf 5% diperoleh hasil
yang dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12, Rerata Hasil Viskositas Petis Limbah Udang
Perlakuan Rerata Kadar Viskositas (Cp)
P1 39.26a ± 0,04
P2 52.05b ± 0,71
P3 79.51c ± 1,15
P4 109.41d ± 1,08
P5 149.76e ± 0,69 Ket : Angka yang diikuti oleh superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan beda nyata (p<0.05)
Berdasarkan Tabel 12, perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2,
P3, P4, dan P5; Perlakuan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P3, P4, dan P5;
Perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P4, dan P5; Perlakuan P4
berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3, tetapi tidak berbeda nyata dengan P5.
Perlakuan P5 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3, tetapi tidak berbeda
37
nyata dengan P4. Grafik viskositas dapat dilihat pada Gambar 7. perhitungan
lengkap pada lampiran
Gambar 7. Viskositas Petis Limbah Udang
Berdasarkan Gambar 7, perlakuan P5 mempunyai nilai viskositas tertinggi
(39.26 Cp), lalu berturut turut P4 (109.41 Cp), P3 (79.51 Cp), dan P2 (52.05 Cp).
Perlakuan P1 mempunyai nilai viskositas terendah (39.26 Cp). Viskositas
merupakan salah satu atribut tekstur pangan yang menitik beratkan pada sifat
adhesiveness bahan. Nilai viskositas diperoleh dari banyaknya air yang
terperangkap dalam molekul pati yang dapat menyebabkan pembentukan matriks-
matriks air-pati, sehingga membentuk nilai viskositas.
Semakin meningkat substitusi tepung tapioka semakin meningkat nilai
viskositas. Hal ini karena semakin banyak tepung tapioka yang ditambahkan
semakin banyak molekul air yang dapat diikat sehingga matriks air-pati semakin
banyak terbentuk dan meningkatkan nilai viskositas.Molekul pati terdiri atas
amilosa dan amilopektin. Kedua molekul tersebut tersusun oleh beberapa unit
38
glukosa yang saling berikatan dan sangat menentukan tekstur pada produk
pangan.
Tepung tapioka terdiri dari 17% amilosa dan 83% amilopektin. Molekul pati
yang berperan penting dalam nilai viskositas petis adalah amilosa. Molekul
amilosa yang lurus dan tidak bercabang memungkinkan ikatan antar molekul
hydrogen (air) yang “kompak” dan akan membentuk tekstur yang padat
sedangkan molekul amilopektin yang bercabang dan memiliki kristalinitas tinggi
lebih berperan terhadap kerenyahan dan sifat mekar suatu produk (Pratiwi dkk,
2015; Purwosari dan Afifah, 2016; Supriyadi, 2012).
Hal ini sesuai dengan Lin dkk (2012) yang mengemukakan bahwa
viskositas akhir berkorelasi positif secara signifikan dengan kandungan amilosa
padatepung. Semakin tinggi kandungan amilosa tepung, maka semakin tinggi
viskositas akhirnya. Lebih lanjut Lin dkk (2012) menyatakan bahwa viskositas
akhir merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk
membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan serta
ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama pengadukan. Molekul
linier dan kuatnya asosiasi antar molekul amilosa menjaga integritas granula dan
menjadi lebih tahan terhadap pemanasan dan pengadukan atau gaya mekanis yang
diberikan.
F. Organoleptik
1. Rasa
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada uji ANOVA menyatakan
bahwa perbedaan subtitusi tepung tapioka yang diberikan pada petis limbah udang
39
memberikan pengaruh nyata (F hitung ≥ F tabel), terhadap nilai organoleptik rasa.
Setelah dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji DMRT taraf 5% diperoleh
hasil yang dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rerata Hasil Skor Rasa Petis Limbah Udang
Perlakuan Skor Rasa Kriteria
P1 2.00a ± 0.51 Sangat Tidak Kental – Tudak Kental
P2 2.00a ± 0.74 Tidak Gurih – Agak Gurih
P3 3.00b ± 0.72 Agak Gurih – Gurih
P4 5.00c ± 0.60 Sangat Gurih – Sangat Amat Gurih
P5 4.00c ± 0.76 Gurih – Sangat Gurih Ket : Angka yang diikuti oleh superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan beda nyata (p<0.05)
Berdasarkan Tabel 13, perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P3,
P4, dan P5 namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2; Perlakuan P2
berbeda nyata dengan perlakuan P3, P4, dan P5 namun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan P1; Perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P4,
dan P5; Perlakuan P4 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, dan P3 namun
tidak berbeda nyata dengan perlakuan P5. Perlakuan P5 berbeda nyata dengan
perlakuan P1, P2, dan P3 namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4. Grafik
organoleptik rasa petis limbah udang dapat dilihat pada Gambar 8. Perhitungan
selengkapnya pada lampiran
40
Gambar 8. Grafik Skor Rasa Petis Limbah Udang
Berdasarkan Gambar 8. perlakuan P4 mempunyai skor rasa tertinggi (5,00)
kemudian berturut-turut, P5 (4.00), P3 (3,00) , dan P2 (2,00). P1 mempunyai skor
rasa terendah (1,00).
Perlakuan P4 mempunyai skor rasa tertinggi, hal ini diduga karena
penambahan tepung tapioka pada P5 telah mengurangi rasa gurih pada petis
limbah udang. Rasa gurih pada petis limbah udang berasal dari dua komponen
utama, yaitu peptida dan asam amino yang terdapat pada kaldu limbah udang dan
tinta cumi (Belitz dan Grosch, 1999). Ditambahkan oleh Harjono dkk (2000), rasa
suatu bahan pangan terbentuk dari komponen yang menyusun bahan tersebut,
sekaligus perlakuan dan atau pengolahan pada produk.
Proses perebusan (pengolahan suhu tinggi) dapat memutuskan ikatan-ikatan
peptida pada kaldu limbah udang dan tinta cumi sehingga menghasilkan senyawa
yang dapat merangsang syaraf sensoris untuk mendefinisikan rasa yang dihasilkan
(Chayati, 2010).
41
2. Warna
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada uji ANOVA menyatakan
bahwa perbedaan subtitusi tepung tapioka yang diberikan pada petis limbah udang
memberikan pengaruh nyata (F hitung ≥ F tabel), terhadap nilai organoleptik
warna. Setelah dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji DMRT taraf 5%
diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Rerata Hasil Skor Warna Petis Limbah Udang
Perlakuan Skor Warna Kriteria
P1 1a ± 0.50 Sangat Gelap – Sangat Amat Gelap
P2 2b ± 0.68 Gelap – Sangat Gelap
P3 3c ± 0.41 Agak Gelap – Gelap
P4 4d ± 0.48 Tidak Gelap – Agak Gelap
P5 5c± 0.48 Sangat Tidak Gelap – Tidak Gelap Ket : Angka yang diikuti oleh superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (p<0.05)
Berdasarkan Tabel 14, perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2,
P3, P4, dan P5; Perlakuan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P3, P4, dan P5;
Perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P4,tetapi tidak berbeda
nyata dengan P5; Perlakuan P4 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3, dan
P5. Perlakuan P5 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P4, tetapi tidak berbeda
nyata dengan P3. Grafik organoleptik warna dapat dilihat pada Gambar 9.
Perhitungan selengkapnya pada lampiran
42
Gambar 9. Skor Warna Petis Limbah Udang
Berdasarkan Gambar 9. perlakuan P5 mempunyai nilai skor warna tertinggi
(4.65) kemudian berturut-turut P4 (4.35), P3 (3.20 dan P2 (1.95). Perlakuan P1
mempunyai nilai skor warna terendah (1.40)
Nilai skor organoleptik warna diperoleh berdasarkan preferensi panelis
dimana panelis dapat memilih kriteria yang menurut mereka sesuai dengan warna
petis limbah udang yang dihasilkan berdasarkan pengamatan indra penglihatan
masing-masing panelis. Uji organoleptik bersifat subjektif.
Semakin bertambah substitusi penggunaan tepung tapioka semakin tinggi
penilaian panelis terhadap warna. Hal ini karena penambahan substitusi tepung
tapioka menghasilkan produk petis limbah udang yang semakin cerah. Hal ini
sesuai dengan pendapat Winarno (2008) yang menyatakan bahwa tapioka yang
tergelatinisasi akan menghasilkan gel yang berwarna putih agak bening. Pati pada
tapioka tergelatinisasasi pada suhu 62 – 70oC, sehingga apabila tapioka direbus
bersama bahan lain dalam pengolahan petis, proses gelatinisasi akan terjadi. Lebih
lanjut, Belitz dan Grosch (1999) menyatakan bahwa pati yang merupakan
43
komponen utama tepung tapioka adalah berwarna putih sehingga bila
ditambahkan dalam suatu adonan akan menyebabkan produk yang dihasilkan
menjadi berwarna lebih putih.
3. Tekstur
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada uji ANOVA menyatakan
bahwa perbedaan subtitusi tepung tapioka yang diberikan pada petis limbah udang
memberikan pengaruh nyata (F hitung ≥ F tabel), terhadap nilai organoleptik
tekstur. Setelah dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji DMRT taraf 5%
diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 15..
Tabel 15. Rerata Hasil Skor Tekstur Petis Limbah Udang
Perlakuan Skor Tekstur Kriteria
P1 1,00a ± 0.58 Sangat Tidak Kental – Tidak Kental
P2 2.00b ± 0.68 Tidak Kental - Agak Kental
P3 3.00c ± 0.67 Agak Kental – Kental
P4 4.00d ± 0.68 Kental – Sangat Kental
P5 5.00d ± 0.47 Sangat Kental – Sangat Amat Kental Ket : Angka yang diikuti oleh superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (p<0.05)
Berdasarkan Tabel 14, perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2,
P3, P4, dan P5; Perlakuan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P3, P4, dam P5.
Perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P4, dan P5. Perlakuan P4
berbeda nyata dengan P1, P2, dab P3 namun tidak P5. Perlakuan P5 berbeda nyata
dengan P1, P2, dan P3 namun tidak P4. Grafik organoleptik tekstur petis limbah
udang ditampilkan pada Gambar 10
44
Gambar 10. Grafik Skor Tekstur Petis Limbah Udang
Berdasarkan Gambar 10. Perlakuan P5 mempunyai skor warna tertinggi
(5.00) kemudian berturut turut P4 (4.00), P3 (3.00), dan P2 (2.00). Perlakuan P1
mempunyai nilai skor tekstur terendah (1.00).
Nilai skor tekstur dihasilkan melalui mouthfeel, yaitu kerjasama antara
dinding-dinding mulut, syarat lidah, serta gigi dalam mendefinisikan kriteria
tekstur yang dirasakan pada petis limbah udang. Tekstur petis sangat ditentukan
oleh kandungan pati pada petis. Komponen pati yaitu amilosa memiliki
kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen Semakin banyak amilosa pada pati
akan membatasi pengembangan granula dan mempertahankan integritas granula.
Semakin tinggi kadar amilosa maka semakin kuat ikatan intramolekulnya. Seperti
pada umumnya polimer linear, amilosa mampu membentuk film dan serat (fibers)
dengan kekuatan mekanik yang tinggi.
Pengembangan granula pati juga sangat dipengaruhi oleh kandungan protein
yang dikandung dalam kaldu limbah udang serta tinta cumi. Protein mengelilingi
granula pati (amilosa), membatasi pengembangan granula, dan sifat kohesinya
45
menghambat keluarnya material dari dalam granula selama proses gelatinisasi.
Protein melekat pada permukaan granula pati dan mengisi ruang diantara granula
pati sehingga “membangun” tekstur petis (Charles dkk, 2007)
Meilgaard (2000) melanjutkan bahwa komposisi kandunga amilosa dan
amilopektin yang bervariasi dalam produk pangan akab membentuk profil tekstur
yang khas, selain itu menurut Meilgaard (2000) pula, cara pemasakan bahan
makanan dapat mempengaruhi kualitas tekstur makanan yang dihasilkan.
4. Aroma
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada uji ANOVA menyatakan
bahwa perbedaan subtitusi tepung tapioka yang diberikan pada petis limbah udang
memberikan pengaruh nyata (F hitung ≥ F tabel), terhadap nilai organoleptik
aroma. Setelah dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji DMRT taraf 5%
diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 16
Tabel 16. Rerata Hasil Skor Aroma Petis Limbah Udang
Perlakuan Skor Aroma Kriteria
P1 1.00a ± 0.51 Sangat Amat Amis – Sangat Amis
P2 2.00a ± 0.51 Sangat Amis – Amis
P3 3.00b± 0.58 Amis – Agak Amis
P4 4.00c ± 0.44 Agak Amis – Tidak Amis
P5 4.00c ± 0.44 Tidak Amis – Sangat Tidak Amis Ket : Angka yang diikuti oleh superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan beda nyata (p<0.05)
Berdasarkan Tabel 15, perlakuan P1 berbeda nyata dengan P3, P4, dan P5
namun tidak berbeda nyata dengan P2. Perlakuan P2 berbeda nyata dengan P3,
P4, dan P5 namun tidak berbeda nyata dengan P1. Perlakuan P3 berbeda nyata
dengan perlakuan P1, P2, P4, dan P5. Perlakuan P4 berbeda nyata dengan P1, P2,
dan P3 namun tidak berbeda nyata dengan P5. Perlakuan P5 berbeda nyata dengan
46
P1, P2, dan P3 namun tidak berbeda nyata dengan P4. Grafik skor aroma petis
limbah udang ditampilkan pada Gambar 11.
Gambar 11. Skor Aroma Petis Limbah Udang
Berdasarkan Gambar 11. Perlakuan P4 dan P5 mempunyai skor aroma
tertinggi (3.75) kemudian berturut-turut P3 (3.35) dan P2 (1.55). P1 mempunyai
nilai skor tekstur terendah (1.45).
Aroma dihasilkan oleh rangsangan bau yang diterima oleh sel olfaktori
hidung dan diteruskan ke otak untuk didefinisikan sebagai suatu aroma tertentu.
Komponen protein-lemak menentukan aroma akhir yang dihasilkan pada produk
pangan. Hal ini dibenarkan oleh Winarno (2008), bahan makanan yang
memberikan aroma umumnya bahan yang mudah menguap (volatil) seperti
alkohol, alhedid, keton dan lakton ester.
Chayati (2010) menyebutkan bahwa pengolahan suhu tinggi akan memecah
komponen-komponen lemak sehingga memproduksi senyaea volatil seperti
aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat berpengaruh terhadap
pembentukan flavor. Aroma dapat juga ditimbulkan akibat kandungan komponen
47
pati pada bahan. Seperti yang dikemukakan oleh Stephen (1995) bahwa pati
adalah komponen yang diisolasi dari tanaman sehingga bau yang berhubungan
dengan sumber tanaman sering masih terbawa serta dalam pati.
G. Analisis Keputusan
Produk pangan yang berkualitas baik harus memiliki nilai gizi yang baik
serta penilaian sensori yang dapat diterima oleh panelis. Mutu suatu bahan pangan
dapat diketahui berdasarkan sifat kimia, fisik dan organoleptik. Pembuatan petis
limbah udang menggunakan bahan pengisi berupa tepung tapioka yang berfungsi
sebagai bahan pengental dapat memiliki nilai tambah dan segi kualitas dan nilai
ekonomisnya.
Pada masing – masing data tersebut direkapuntuk menentukan perlakuan
terbaik dari parameter kimia, fisik serta organoleptik terhadap tingkat kesukaan
berdasarkan nilai rata – rata terbaik. Rekapitulasi data ditampilkan pada Tabel 17.
Tabel 17. Rekapitulasi Data Analisis Petis Limbah Udang
Parameter uji Perlakuan
SNI P1 P2 P3 P4 P5
Kadar air (%) 51,05e 46,89c 44,98d 39,84b 38,07a 30 – 50%
Kadar abu
(%) 0,96a 1,16b 1,30c 1,48d 1,49d Maks. 1
Kadar protein
(%) 20,80ab 20,98d 20,73a 20,98cd 20,88bc Min. 15
Kadar lemak
(%) 0,70d 0,65d 0,59c 0,50b 0,43a Min. 1
Viskositas 39,26a 52,05b 79,51c 109,41d 149,76e -
Organoleptik
- Rasa
- Warna
- Tekstur
- Aroma
1,55a
1,40a
1,35a
1,45a
1,65a
1,95b
1,95b
1,55a
3,00b
3,20c
2,85c
3,35b
4,55c
4,35d
4,30d
3,75c
4,20c
4,65e
4,60d
3,75c
Normal
Normal
Normal
Normal
48
Berdasarkan Tabel 17, perlakuan P2 dipilih sebagai perlakuan terbaik
karena merupakan variabel yang paling memenuhi persyaratan SNI (Standart
Nasional Indonesia) dengan konsentrasi kaldu limbah udang 188 g dan tepung
tapioka 12 g. Perlakuan P2 untuk parameter kadar air 46,89 %, kadar abu 1,16 %,
kadar protein 20,98 %, kadar lemak 0,65 %, viskositas 52,05 %, dan uji
organoleptik rasa 1,65 ,warna 1,95, tekstur 1,95, dan aroma 1,55.
49
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulam dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Perlakuan substitusi tepung tapioka dan limbah udang berpengaruh nyata
(p<0,05) terhadap seluruh variabel pengamatan yaitu sifat kimia (kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak,), sifat fisik (viskositas), dan sifat
organoleptic (rasa, warna, aroma, dan tekstur).
2. Perlakuan P2 dipilih sebagai perlakuan terbaik karena mendekati syarat mutu
petis udang menurut SNI ( Syarat Nasional Indonesia) berupa parameter kadar
air 46,89 %, kadar abu 1,16 %, kadar protein 20,98 %, kadar lemak 0,65 %,
viskositas 52,05 %, dan uji organoleptik rasa 1,65 ,warna 1,95, tekstur 1,95,
dan aroma 1,55.
B. Saran
Petis perlakuan terbaik (P2) yang dihasilkan pada penelitian ini dapat
diaplikasikan sebagai bumbu tambahan atau saus pada produk pangan komersial
kedepannya.
50
DAFTAR PUSTAKA
Abun. 2009. Pengolahan limbah udang windu secarakimiawi dengan naoh dan
h2so4 terhadapprotein dan mineral terlarut. Makalah Ilmiah. Universitas
Padjajaran, Bandung.
Aberle, H.B., Forrest, J.C., E. D. Hendrick., M. D. Judge dan R.A. Merkel. 2001.
Principle of Meat Science. 4th edit. Kenda/ Hunt Publishing. Iowa.
Adawyah, R. 2011. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi Aksara,
Jakarta.
Adawyah, R dan F. Puspitasari. 2012. Pemberian ekstrak limbah kepala udang
sebagai sumber protein pelengkap unsur gizi pada proses pengolaha
kerupuk. Jurnal Fish Scintiae. Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarmasin.
Agusandi, S. A., dan Lestari, S.D., 2013. Pengaruh penambahan tintacumi-cumi
(loligo sp) terhadap kualitas dan penerimaan sensoris mi basah. Skripsi.
Universitas Sriwijaya, Palembang.
Agusman. 2013. Pengujian Organoleptik. Teknologi Pangan Universitas
Muhammadiyah Semarang. Semarang.
Almatsier, Y. 2006. Prinsip Dasar Ilmu dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Apriyantono , A.1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Astawan, M.W., dan Astawan, M. 2006. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani
Tepat Guna. Akademika Pressindo, Jakarta.
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi DIY. 2012. Data Kandungan
Gizi Bahan Pangan dan Olahan, Yogyakarta.
Belitz, H.D. and Grosch, W. 1999. Food Chemistry. Springer-Verlag, Berlin.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton. 2009. Ilmu Pangan. UI-
Press, Jakarta.
Cahyarani, C.H. 2006. Perbedaan jumlah coliform pada petis ikan kemasan dan
bukan kemasan yang beredar di pasar baru kamal Madura. Skripsi.
Universitas Airlangga, Surabaya.
51
Charles A.L, T.C Huang, P.Y Lai, C.C Chen, Y.H Chang. 2007. Study of wheat
flour-cassava starch composite mix and the function of cassava mucilage in
Chinese noodles. J. Food Hydrocol.
Chayati, I. 2010. Buku Ajar Pengujian Bahan Pangan. Universitas Negeri
Yogyakarta, Yogyakarta.
Fajrita, I., Junianto, Srianti. 2016. Tingkat kesukaan petis dari cairan hasil
pemindangan bandeng dengan penambahan tepung tapioka yang berbeda.
Jurnal Perikanan Kelautan. Universitas Padjajaran, Bandung
Fellow, A.P. 2000. Food Procession Technology, Principles andPractise.2nded.
Woodread.Pub.Lim. Cambridge. England.
Harjono, Zubaidah, E. dan Aryani, F.N., 2000. Pengaruh proporsi tepung beras
ketan dengan tepung tapioka dan penambahan telur terhadap sifat fisik dan
organoleptik kue semprong. Jurnal Makanan Tradisional Indonesia.
Hartanto, Y. 2015. Karakteristik rheology petis berbasis kepala dan kulit udang.
Laporan Penelitian. Universitas Katolik Parahyangan. Bandung.
Isnaeni, A.N., F. Swastawati, L. Rianingsih. 2014. Pengaruh penambahan tepung
yang berbeda terhadap kualitas produk petis dari cairan sisa pengukusan
bandeng (Chanos chanos Forsk) presto. Jurnal Pengolahan dan
Bioteknologi Hasil Pertanian. Universitas Diponegoro, Semarang.
Kartika, B., Pudji, H., Wahyu, S. 1998. Pedoman Uji Indrawi Bahan Pangan.
UGM Press. Yogyakarta.
Kanoni, S. 1985. Petis daging sebagai protein hewani. Skripsi. Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Khempaka, S., C. Chitsatchaping dan W. Molee. 2011. Effect of chitin and
protein constituents in shrimp head meal on growth performance, nutrient
digestibility, intestinal microbial populations, volatile fatty acids, and
ammonia production in broilers. J. Appl. Poult. Res.
Kurniawan, S.L. dan R.J Hanggita. 2012. hidrolisis protein tinta cumi-cumi
(Loligo sp) dengan enzim papain. Jurnal Fishtech
Lin, J., Harinder Singh, Yi Ting Chang, Yung Ho Chang. 2012. Factor analysis of
the functional properties of rice flours from mutant genotypes. Food Chem
Malini, D.R., 2014. Kualitas kimia petis daging kerbau dengan penambahan
bakteri Streptococcus thermophiles dan Lactobacillus bulgaricus pada
konsentrasi berbeda. Skripsi. Universitas Islam Negeri Suska Riau.
52
Meilgaard, M., Civille G.V., Carr B.T. 2000. Sensory Evaluation Techniques.
Boca Raton. CRC Press, Florida.
Moehyi, S.,1993, Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga, Bhatara,
Jakarta.
Mukholik. 1995. Pengaruh tinta cumi-cumi dan suhu perebusan terhadap air
rebusan cumi-cumi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Prasetyo, K. 2004. Khitosan, Pengendali Rayap Ramah Lingkungan. Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.
Pratiwi, F., A. Susilo, M.C. Padaga. 2015. Penggunaan tepung beras dan gula
merah pada pembuatan petis daging. Jurnal Ilmu dan Teknologi Olahan
Hasil Ternak. Universitas Brawijaya, Malang.
Prianto, A. Identifikasi bakteri gram positif pada petis udang yang dijual di pasar
peterongan semarang. Skripsi. Universitas Muhammadiyah, Semarang.
Purwosari, A., C.A.N Afifah. 2016. Pengaruh penggunaan jenis dan jumlah
bahan pengisi terhadap hasil jadi sosis ikan gabus (Channa striata). E-
Jurnal Boga Edisi Yudisium. Universiats Negeri Surabaya, Surabaya.
Rahmawati, D. Analisis mikroba pada petis berdasarkan perbedaan bahan dasar.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah, Malang.
Sari, V.R., J. Kusnadi. 2015. Pembuatan petis instan (kajian jenis dan proporsi
bahan pengisi). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Universitas Brawijaya,
Malang
.
[SNI]. Standar Nasional Indonesia. 2013. SNI No 1-2718-2013: Syarat Mutu
Petis Udang. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
[SNI]. Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan
dan Minuman. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Soeparno. 2007. Pengolahan Hasil Ternak. Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta.
Stephen, A.M. 1995. Food Polysaccharides and Their Applications. Marcel
Dekker. Inc, New York
Susanto, H dan D. Widyaningtyas. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Pangan dan
Gizi.Akademika. Yogyakarta.
Suprapti, L. 2011. Teknologi Tepat Guna Membuat Petis. Kanisius, Jakarta.
53
Supriadi, D. 2015. Studi pengaruh rasio amilosa-amilopektin dan kadar air
terhadap kerenyahan dan kekerasan model produk gorengan. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor
Wahono, S.K., C.D. Poeloengasih, Hernawan, H. Suharto, M. Kismurtono. 2007.
Optimasi waktu proses produksi kitin dari kulit kepala udang. Seminar
Nasional Fundamental Dan Aplikasi Teknik Kimia 2007. Institut
Teknologi Surabaya, Surabaya.
Wardaniati, R. A dan Setyaningsih S. 2009. Pembuatan Chitosan dari KulitUdang
dan Aplikasinya untuk Pengawetan Bakso. Skripsi. Universitas Diponegoro,
Semarang.
Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Wilson, N. R. P., E. J. Dett, R. B. Hughes, and C. R. V. Jones. 1981. Meat and
Meat Product. Applied Science Publishers, New Jersey
54
LAMPIRAN PERHITUNGAN
KADAR AIR
Descriptives
Kadar_Air
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
P1 5 51,050200 ,0497981 ,0222704 50,988368 51,112032 50,9730 51,1073
P2 5 46,892300 ,0816456 ,0365130 46,790924 46,993676 46,7987 47,0189
P3 5 44,986640 ,0858105 ,0383756 44,880092 45,093188 44,8883 45,1197
P4 5 39,847660 ,1056454 ,0472461 39,716484 39,978836 39,7266 40,0115
P5 5 38,079220 ,4100113 ,1833626 37,570124 38,588316 37,6093 38,7150
Total 25 44,171204 4,8164607 ,9632921 42,183067 46,159341 37,6093 51,1073
Test of Homogeneity of Variances
Kadar_Air
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3,598 4 20 ,023
ANOVA
Kadar_Air
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas Kuadrat Tengah F P
Perlakian 555,976 4 138,994 3549,758 ,000
Galad ,783 20 ,039
Total 556,759 24
55
Kadar_Air
Duncana
Perlakuan N
Taraf= 0.05
A b c d E
P5 5 38,079220
P4 5 39,847660
P3 5 44,986640
P2 5 46,892300
P1 5 51,050200
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
KADAR ABU
Descriptives
Kadar_Abu
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
P1 5 ,969020 ,0333426 ,0149113 ,927620 1,010420 ,9173 1,0072
P2 5 1,162960 ,0339645 ,0151894 1,120787 1,205133 1,1103 1,2019
P3 5 1,305020 ,0044110 ,0019727 1,299543 1,310497 1,2982 1,3101
P4 5 1,488600 ,0074836 ,0033468 1,479308 1,497892 1,4800 1,5002
P5 5 1,496380 ,0023059 ,0010312 1,493517 1,499243 1,4928 1,4990
Total 25 1,284396 ,2057240 ,0411448 1,199477 1,369315 ,9173 1,5002
Test of Homogeneity of Variances
Kadar_Abu
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3,452 4 20 ,027
56
ANOVA
Kadar_Abu
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas Kuadrat Tengah F P
Perlakuan 1,006 4 ,252 536,185 ,000
Galad ,009 20 ,000
Total 1,016 24
Kadar_Abu
Duncana
Perlakuan N
Taraf= 0.05
A b c d
P1 5 ,969020
P2 5 1,162960
P3 5 1,305020
P4 5 1,488600
P5 5 1,496380
Sig. 1,000 1,000 1,000 ,576
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
57
KADAR PROTEIN
ANOVA
Kadar_Protein
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas Kuadrat Tengah F P.
Perlakuan ,221 4 ,055 11,869 ,000
Galad ,093 20 ,005
Total ,315 24
Descriptives
Kadar_Protein
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
P1 5 20,800240 ,0996737 ,0445754 20,676479 20,924001 20,6860 20,9548
P2 5 20,988240 ,0124154 ,0055524 20,972824 21,003656 20,9740 21,0075
P3 5 20,735300 ,0891798 ,0398824 20,624569 20,846031 20,5970 20,8375
P4 5 20,954400 ,0453484 ,0202804 20,898093 21,010707 20,8841 21,0064
P5 5 20,883260 ,0566598 ,0253390 20,812908 20,953612 20,7954 20,9482
Total 25 20,872288 ,1144837 ,0228967 20,825031 20,919545 20,5970 21,0075
Test of Homogeneity of Variances
Kadar_Protein
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1,681 4 20 ,194
58
Kadar_Protein
Duncana
Perlakuan N
Taraf = 0.05%
A b c d
P3 5 20,735300
P1 5 20,800240 20,800240
P5 5 20,883260 20,883260
P4 5 20,954400 20,954400
P2 5 20,988240
Sig. ,148 ,069 ,115 ,442
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
KADAR LEMAK
Descriptives
Kadar_Lemak
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
P1 5 ,703480 ,0597729 ,0267312 ,629262 ,777698 ,6108 ,7720
P2 5 ,659900 ,0259988 ,0116270 ,627618 ,692182 ,6301 ,7002
P3 5 ,594340 ,0044094 ,0019720 ,588865 ,599815 ,5893 ,6012
P4 5 ,507360 ,0079034 ,0035345 ,497547 ,517173 ,4983 ,5196
P5 5 ,436860 ,0162044 ,0072468 ,416740 ,456980 ,4183 ,4620
Total 25 ,580388 ,1033566 ,0206713 ,537724 ,623052 ,4183 ,7720
Test of Homogeneity of Variances
Kadar_Lemak
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3,436 4 20 ,027
59
ANOVA
Kadar_Lemak
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas Kuadrat Tengah F P.
Perlakuan ,238 4 ,060 64,772 ,000
Galad ,018 20 ,001
Total ,256 24
Kadar_Lemak
Duncana
Perlakuan N
Taraf= 0.05
a b c d E
P5 5 ,436860
P4 5 ,507360
P3 5 ,594340
P2 5 ,659900
P1 5 ,703480
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
60
VISKOSITAS (Cp)
Descriptives
Viskositas_cp
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
P1 5 39,262000 ,0408656 ,0182757 39,211259 39,312741 39,2000 39,3100
P2 5 52,054000 ,7119551 ,3183960 51,169991 52,938009 50,9500 52,8700
P3 5 79,514000 1,1569270 ,5173935 78,077485 80,950515 77,7200 80,8400
P4 5 109,410000 1,0896789 ,4873192 108,056985 110,763015 107,7200 110,6600
P5 5 149,760000 ,6902174 ,3086746 148,902982 150,617018 148,9700 150,8300
Total 25 86,000000 40,8121053 8,1624211 69,153591 102,846409 39,2000 150,8300
ANOVA
Viskositas_cp
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas Kuadrat Tengah F P
Perlakuan 39961,027 4 9990,257 14227,771 ,000
Galad 14,043 20 ,702
Total 39975,071 24
Test of Homogeneity of Variances
Viskositas_cp
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1,785 4 20 ,171
61
Viskositas_cp
Duncana
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
a b c d E
P1 5 39,262000
P2 5 52,054000
P3 5 79,514000
P4 5 109,410000
P5 5 149,760000
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
ORGANOLEPTIK RASA
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Orleprasa
Perlakuan Panelis Skor Rasa Std. Deviasi N
P1 1 1.0000 . 1
2 1.0000 . 1
3 1.0000 . 1
4 1.0000 . 1
5 2.0000 . 1
6 2.0000 . 1
7 1.0000 . 1
8 2.0000 . 1
9 1.0000 . 1
10 2.0000 . 1
11 1.0000 . 1
12 2.0000 . 1
13 2.0000 . 1
14 2.0000 . 1
15 2.0000 . 1
16 2.0000 . 1
17 2.0000 . 1
18 1.0000 . 1
19 1.0000 . 1
20 2.0000 . 1
Rerata 1.5500 .51042 20
P2 1 2.0000 . 1
2 2.0000 . 1
3 3.0000 . 1
62
4 2.0000 . 1
5 1.0000 . 1
6 1.0000 . 1
7 2.0000 . 1
8 1.0000 . 1
9 2.0000 . 1
10 1.0000 . 1
11 2.0000 . 1
12 3.0000 . 1
13 1.0000 . 1
14 1.0000 . 1
15 1.0000 . 1
16 1.0000 . 1
17 1.0000 . 1
18 2.0000 . 1
19 3.0000 . 1
20 1.0000 . 1
Rerata 1.6500 .74516 20
P3 1 3.0000 . 1
2 3.0000 . 1
3 4.0000 . 1
4 3.0000 . 1
5 3.0000 . 1
6 3.0000 . 1
7 3.0000 . 1
8 3.0000 . 1
9 5.0000 . 1
10 3.0000 . 1
11 3.0000 . 1
12 1.0000 . 1
13 3.0000 . 1
14 3.0000 . 1
15 3.0000 . 1
16 3.0000 . 1
17 3.0000 . 1
18 3.0000 . 1
19 2.0000 . 1
20 3.0000 . 1
Rerata 3.0000 .72548 20
P4 1 5.0000 . 1
2 5.0000 . 1
3 5.0000 . 1
4 4.0000 . 1
5 5.0000 . 1
6 5.0000 . 1
7 4.0000 . 1
8 4.0000 . 1
9 3.0000 . 1
63
10 5.0000 . 1
11 4.0000 . 1
12 5.0000 . 1
13 4.0000 . 1
14 5.0000 . 1
15 4.0000 . 1
16 5.0000 . 1
17 5.0000 . 1
18 4.0000 . 1
19 5.0000 . 1
20 5.0000 . 1
Rerata 4.5500 .60481 20
P5 1 4.0000 . 1
2 4.0000 . 1
3 2.0000 . 1
4 5.0000 . 1
5 4.0000 . 1
6 4.0000 . 1
7 5.0000 . 1
8 5.0000 . 1
9 4.0000 . 1
10 4.0000 . 1
11 5.0000 . 1
12 4.0000 . 1
13 5.0000 . 1
14 3.0000 . 1
15 5.0000 . 1
16 4.0000 . 1
17 4.0000 . 1
18 5.0000 . 1
19 4.0000 . 1
20 4.0000 . 1
Rerata 4.2000 .76777 20
ANOVA
Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F P
Perlakuan 155.340 4 38.835 67.912 .000
Panelis .190 19 .010
Galad 43.460 76 .572
Total 198.990 99
UJI LANJUT DMRT
Organoleptik rasa
Duncan
Perlakua
n N
Notasi
a B c
64
P1 20 1.5500
P2 20 1.6500
P3 20 3.0000
P5 20 4.2000
P4 20 4.5500
Sig. .677 1.000 .147
ORGANOLEPTIK WARNA
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Orlepwarna
Perlakuan Panelis Skor Warna Std. Deviasi N
P1 1 2.0000 . 1
2 2.0000 . 1
3 2.0000 . 1
4 1.0000 . 1
5 1.0000 . 1
6 1.0000 . 1
7 1.0000 . 1
8 2.0000 . 1
9 2.0000 . 1
10 2.0000 . 1
11 2.0000 . 1
12 2.0000 . 1
13 1.0000 . 1
14 1.0000 . 1
15 1.0000 . 1
16 1.0000 . 1
17 1.0000 . 1
18 1.0000 . 1
19 1.0000 . 1
20 1.0000 . 1
Rerata 1.4000 .50262 20
P2 1 2.0000 . 1
2 3.0000 . 1
3 1.0000 . 1
4 2.0000 . 1
5 2.0000 . 1
6 3.0000 . 1
7 2.0000 . 1
8 3.0000 . 1
9 1.0000 . 1
10 1.0000 . 1
11 1.0000 . 1
12 1.0000 . 1
13 3.0000 . 1
65
14 2.0000 . 1
15 2.0000 . 1
16 2.0000 . 1
17 2.0000 . 1
18 2.0000 . 1
19 2.0000 . 1
20 2.0000 . 1
Rerata 1.9500 .68633 20
P3 1 3.0000 . 1
2 3.0000 . 1
3 3.0000 . 1
4 3.0000 . 1
5 3.0000 . 1
6 4.0000 . 1
7 4.0000 . 1
8 4.0000 . 1
9 3.0000 . 1
10 3.0000 . 1
11 3.0000 . 1
12 3.0000 . 1
13 3.0000 . 1
14 3.0000 . 1
15 3.0000 . 1
16 4.0000 . 1
17 3.0000 . 1
18 3.0000 . 1
19 3.0000 . 1
20 3.0000 . 1
Rerata 3.2000 .41039 20
P4 1 4.0000 . 1
2 4.0000 . 1
3 4.0000 . 1
4 4.0000 . 1
5 5.0000 . 1
6 4.0000 . 1
7 5.0000 . 1
8 4.0000 . 1
9 5.0000 . 1
10 4.0000 . 1
11 5.0000 . 1
12 4.0000 . 1
13 5.0000 . 1
14 4.0000 . 1
15 4.0000 . 1
16 4.0000 . 1
17 5.0000 . 1
18 4.0000 . 1
19 5.0000 . 1
66
20 4.0000 . 1
Rerata 4.3500 .48936 20
P5 1 5.0000 . 1
2 5.0000 . 1
3 5.0000 . 1
4 5.0000 . 1
5 4.0000 . 1
6 5.0000 . 1
7 4.0000 . 1
8 5.0000 . 1
9 4.0000 . 1
10 5.0000 . 1
11 4.0000 . 1
12 5.0000 . 1
13 4.0000 . 1
14 5.0000 . 1
15 5.0000 . 1
16 5.0000 . 1
17 4.0000 . 1
18 5.0000 . 1
19 4.0000 . 1
20 5.0000 . 1
Rerata 4.6500 .48936 20
ANOVA
Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas Kuadrat Tengah F P
Perlakuan 163.740 4 40.935 134.912 .000
Panelis 2.990 19 .157
Galad 23.060 76 .303
Total 189.790 99
UJI LANJUT DMRT
Organoleptik Warna
Duncan
Perlakuan N
Notasi
a B c d
P1 20 1.4000
P2 20 1.9500
P3 20 3.2000
P4 20 4.3500
P5 20 4.6500
Sig. 1.000 1.000 1.000 .089
67
Lampiran 8
ANOVA ORGANOLEPTIK TEKSTUR
Descriptive Statistics
Perlakuan Panelis Skor Tekstur Std. Deviasi N
P1 1 1.0000 . 1
2 1.0000 . 1
3 1.0000 . 1
4 1.0000 . 1
5 1.0000 . 1
6 1.0000 . 1
7 1.0000 . 1
8 1.0000 . 1
9 1.0000 . 1
10 1.0000 . 1
11 1.0000 . 1
12 1.0000 . 1
13 2.0000 . 1
14 2.0000 . 1
15 3.0000 . 1
16 2.0000 . 1
17 1.0000 . 1
18 2.0000 . 1
19 1.0000 . 1
20 2.0000 . 1
Rerata 1.3500 .58714 20
P2 1 2.0000 . 1
2 2.0000 . 1
3 2.0000 . 1
4 2.0000 . 1
5 2.0000 . 1
6 2.0000 . 1
7 3.0000 . 1
8 3.0000 . 1
9 3.0000 . 1
10 2.0000 . 1
11 2.0000 . 1
12 2.0000 . 1
13 1.0000 . 1
14 1.0000 . 1
15 1.0000 . 1
16 1.0000 . 1
17 2.0000 . 1
18 3.0000 . 1
19 2.0000 . 1
68
20 1.0000 . 1
Rerata 1.9500 .68633 20
P3 1 3.0000 . 1
2 4.0000 . 1
3 3.0000 . 1
4 4.0000 . 1
5 3.0000 . 1
6 3.0000 . 1
7 2.0000 . 1
8 2.0000 . 1
9 2.0000 . 1
10 3.0000 . 1
11 3.0000 . 1
12 3.0000 . 1
13 3.0000 . 1
14 3.0000 . 1
15 3.0000 . 1
16 3.0000 . 1
17 3.0000 . 1
18 1.0000 . 1
19 3.0000 . 1
20 3.0000 . 1
Rerata 2.8500 .67082 20
P4 1 5.0000 . 1
2 3.0000 . 1
3 5.0000 . 1
4 3.0000 . 1
5 5.0000 . 1
6 4.0000 . 1
7 4.0000 . 1
8 5.0000 . 1
9 5.0000 . 1
10 5.0000 . 1
11 5.0000 . 1
12 5.0000 . 1
13 5.0000 . 1
14 5.0000 . 1
15 4.0000 . 1
16 5.0000 . 1
17 5.0000 . 1
18 4.0000 . 1
19 5.0000 . 1
20 5.0000 . 1
Rerata 4.6000 .68056 20
P5 1 4.0000 . 1
2 5.0000 . 1
3 4.0000 . 1
4 5.0000 . 1
69
5 4.0000 . 1
6 5.0000 . 1
7 5.0000 . 1
8 4.0000 . 1
9 4.0000 . 1
10 4.0000 . 1
11 4.0000 . 1
12 4.0000 . 1
13 4.0000 . 1
14 4.0000 . 1
15 5.0000 . 1
16 4.0000 . 1
17 4.0000 . 1
18 5.0000 . 1
19 4.0000 . 1
20 4.0000 . 1
Rerata 4.3000 .47016 20
ANOVA
Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F P.
Perlakuan 161.940 4 40.485 83.474 .000
Panelis .190 19 .010
Galad 36.860 76 .485
Rerata 198.990 99
UJI LANJUT DMRT
Organoleptik Tekstur
Duncan
Perlakuan N
Notasi
a B c d
P1 20 1.3500
P2 20 1.9500
P3 20 2.8500
P5 20 4.3000
P4 20 4.6000
Sig. 1.000 1.000 1.000 .177
70
Lampiran 9.
ANOVA ORGANOLEPTIK AROMA
Descriptive Statistics
Perlakuan Panelis Skor Aroma Std. Deviation N
P1 1 2.0000 . 1
2 2.0000 . 1
3 2.0000 . 1
4 1.0000 . 1
5 1.0000 . 1
6 1.0000 . 1
7 2.0000 . 1
8 1.0000 . 1
9 2.0000 . 1
10 1.0000 . 1
11 2.0000 . 1
12 1.0000 . 1
13 2.0000 . 1
14 1.0000 . 1
15 2.0000 . 1
16 1.0000 . 1
17 2.0000 . 1
18 1.0000 . 1
19 1.0000 . 1
20 1.0000 . 1
Rerata 1.4500 .51042 20
P2 1 1.0000 . 1
2 1.0000 . 1
3 1.0000 . 1
4 2.0000 . 1
5 2.0000 . 1
6 2.0000 . 1
7 1.0000 . 1
8 2.0000 . 1
9 1.0000 . 1
10 2.0000 . 1
11 1.0000 . 1
12 2.0000 . 1
13 1.0000 . 1
14 2.0000 . 1
15 1.0000 . 1
16 2.0000 . 1
17 1.0000 . 1
18 2.0000 . 1
19 2.0000 . 1
71
20 2.0000 . 1
Rerata 1.5500 .51042 20
P3 1 3.0000 . 1
2 3.0000 . 1
3 3.0000 . 1
4 3.0000 . 1
5 4.0000 . 1
6 3.0000 . 1
7 3.0000 . 1
8 3.0000 . 1
9 4.0000 . 1
10 5.0000 . 1
11 4.0000 . 1
12 3.0000 . 1
13 3.0000 . 1
14 3.0000 . 1
15 4.0000 . 1
16 3.0000 . 1
17 3.0000 . 1
18 3.0000 . 1
19 3.0000 . 1
20 4.0000 . 1
Rerata 3.3500 .58714 20
P4 1 4.0000 . 1
2 4.0000 . 1
3 4.0000 . 1
4 4.0000 . 1
5 3.0000 . 1
6 4.0000 . 1
7 4.0000 . 1
8 4.0000 . 1
9 3.0000 . 1
10 4.0000 . 1
11 3.0000 . 1
12 4.0000 . 1
13 4.0000 . 1
14 4.0000 . 1
15 3.0000 . 1
16 4.0000 . 1
17 4.0000 . 1
18 4.0000 . 1
19 4.0000 . 1
20 3.0000 . 1
Rerata 3.7500 .44426 20
P5 1 4.0000 . 1
2 4.0000 . 1
3 4.0000 . 1
4 4.0000 . 1
72
5 3.0000 . 1
6 4.0000 . 1
7 4.0000 . 1
8 4.0000 . 1
9 3.0000 . 1
10 4.0000 . 1
11 3.0000 . 1
12 4.0000 . 1
13 4.0000 . 1
14 4.0000 . 1
15 3.0000 . 1
16 4.0000 . 1
17 4.0000 . 1
18 4.0000 . 1
19 4.0000 . 1
20 3.0000 . 1
Rerata 3.7500 .44426 20
ANOVA
Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F P
Perlakuan 109.760 4 27.440 93.770 .000
Panelis 1.710 19 .090
Galad 22.240 76 .293
Total 133.710 99
UJI LANJUT DMRT
Orlganoleptik Aroma
Duncan
Perlakuan N
Notasi
a b C
P1 20 1.4500
P2 20 1.5500
P3 20 3.3500
P4 20 3.7500
P5 20 3.7500
Sig. .561 1.000 1.000
73
DOKUMENTASI
74
LEMBAR KONSULTASI
75
76