substitusi nukleofilik
-
Upload
fenny-ratnasari-naibaho -
Category
Documents
-
view
37 -
download
2
description
Transcript of substitusi nukleofilik
1
ISI MAKALAH
REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK (SN)
Halogenalkana (juga dikenal sebagai haloalkana atau alkil halida) adalah senyawa-
senyawa yang mengandung sebuah atom halogen (fluor, klor, bromin, atau iodin) yang terikat
dengan satu atau lebih atom karbon pada sebuah rantai. Hal yang menarik tentang senyawa-
senyawa ini adalah ikatan karbon-halogen, dan semua reaksi substitusi nukleofilik
halogenalkana melibatkan pemutusan ikatan ini.
Terkecuali iodin, semua halogen lebih elektronegatif dibanding atom karbon.
Nilai keelektronegatifan (Skala Pauling)
C 2.5 F 4.0
Cl 3.0
Br 2.8
I 2.5
Keelektronegatifan halogen (terkecuali iodin) yang lebih besar dari keelektronegatifan
atom karbon berarti bahwa pasangan elektron dalam ikatan karbon-halogen akan tertarik ke
ujung halogen, sehingga membuat halogen sedikit bermuatan negatif ( -) dan atom karbon
sedikit bermuatan positif ( +) – kecuali untuk ikatan karbon-iodin. Walaupun ikatan karbon-
iodin tidak memiliki dipol permanen, ikatan ini sangat mudah dipolarisasi oleh apapun yang
mendekatinya. Coba anda bayangkan sebuah ion negatif yang mendekati ikatan ini dari sisi
yang berjauhan dengan ujung atom karbon:
Polaritas ikatan karbon-bromin yang cukup kecil akan meningkat dengan efek yang
sama seperti ditunjukkan pada gambar di atas.
2
Perhatikan kekuatan ikatan-ikatan berikut (semua nilai dalam kJ mol-1).
C-H 413 C-F 467
C-Cl 346
C-Br 290
C-I 228
Pada semua reaksi substitusi nukleofilik, ikatan karbon-halogen harus diputus pada
beberapa titik selama reaksi terjadi. Semakin sulit ikatan tersebut diputus, semakin lambat
reaksi yang akan berlangsung. Ikatan karbon-fluorin sangat kuat (lebih kuat dari ikatan C-H)
dan tidak mudah diputus. Ini berarti bahwa ikatan karbon-fluorin memiliki polaritas yang
paling besar, tetapi polaritas ini tidak penting sebab kekuatan ikatan jauh lebih penting dalam
menentukan kereaktifannya. Dengan demikian fluoroalakana sangat tidak reaktif. Pada
halogenalkana yang lain, ikatan menjadi semakin lemah dari klorin ke bromin sampai ke
iodin. Ini berarti bahwa kloroalkana bereaksi paling lambat, bromoalkana bereaksi paling
cepat, dan iodoalkana bereaksi masih lebih cepat lagi.
Laju reaksi: RCl < RBr < RI
Dimana “<” dibaca sebagai “lebih kecil dari” – atau, dalam hal ini, “lebih rendah
dari”, dan R merupakan gugus alkil.
1. Reaksi Substitusi Nukleofilik
Reaksi substitusi merupakan reaksi dimana suatu atom, ion atau gugus disustitusikan
untuk (menggantikan) atom, ion atau gugus lain. Dalam reaksi substitusi alkil halida, halida
disebut sebgagai gugus pergi (leaving group) yang berarti apa saja yang dapat digeser dari
ikatannya dengan suatu atom karbon. Ion halida merupakan gugus pergi yang baik, karena
ion-ion ini meruapakn basa yang sngat lemah. Spesi yang menyerang suatu alkil halida dalam
suatu reaksi substitusi disebut nukleofili (nucleophie, “ pecinta nukleus”), sering
dilambangkan dengan Nu–. Reaksi substitusi nukleofilik etil bromida bereaksi dengan ion
hidroksida menghasilkan etil alkohol dan ion bromida.
HO- + CH3CH2 – Br CH3CH2 –OH + Br-
Etil bromida Etanol
3
Ini khas contoh khas dari reaksi substitusi nukleofilik. Ion Hidroksida bertindak
sebagai nukleofili yang bereaksi dengan substrat (etil bromida) dan menggantikan ion
bromida. Ion bromida dinamakan gugus pergi (leaving group). Dalam reaksi jenis ini, satu
ikatan kovalen terputus, dan satu ikatan kovalen baru terbentuk. Dalam contoh ini, ikatan
karbon-bromin putus dan ikatan karbon oksigen terbentuk. Gugus pergi (bromida)
mengambil kedua elektron dari ikatan-ikatan bromin dan nukleofili (ion hidroksida)
memasok kedua elektron untuk ikatan karbon oksigen yang baru.
Gagasan ini merupakan generalisasi dari persamaan di bawah ini untuk reaksi
substitusi nukleofilik :
Nu: + R : L R : Nu+ + : L- (a)
Nukleofil netral substrat produk gugus pergi
Nu:- + R : L R : Nu + : L- (b)
Nukleofili (anion) substrat produk gugus pergi
Bila nukleofili dan substrat bersifat netral (a), produk akan bermuatan positif. Bila
nukleofili berupa ion negatif dan substratnya netral (b), maka produknya kan netral. Hal ini
berarti pasangan elektron bebas pada nukleofili memasok elektron untuk ikatan kovalen yang
baru. Reaksi ini dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen.nukleofil adalah perekasi
yang dapat memberikan sepasang elektron untuk membuat ikatan kovalen.
Nukleofil adalah sebuah spesies (ion atau molekul) yang tertarik dengan kuat ke
sebuah daerah yang bermuatan positif pada sesuatu yang lain. Nukleofil bisa berupa ion-ion
negatif penuh, atau memiliki muatan yang sangat negatif pada suatu tempat dalam sebuah
molekul. Nukleofil-nukleofil yang umum antara lain ion hidroksida, ion sianida, air dan
amonia.
Perhatikan bahwa masing-masing nukleofil pada gambar di atas mengandung
sekurang-kurangnya satu pasangan elektron bebas, baik pada sebuah atom yang bermuatan
4
negatif penuh, atau pada sebuah atom yang sangat elektronegatif yang membawa muatan -
yang cukup besar.
Nukleofili dapat digolongkan berdasarkan jenis atom yang membentuk ikatan kovalen
baru. Nukleofili yang sering dijumpai adalah oksigen, nitrogen, sulfur, halogen, dan karbon.
Contohnya :
a. Lengkapi persamaan berikut:
:NH3 + CH3CH2CH2Br
Jawab : ammonia adalah nukleofili nitrogen karena kedua reaktan netral, produknya
memiliki muatan positif (muatan formal +1 berada pada nitrogen)
:NH3 + CH3CH2CH2Br CH3CH2CH2 - NH3+ + Br-
b. Rancanglah sintesis propil sianida melalui reaksi substitusi nukleofilik
Jawab : mula-mula, tulislah struktur produk yang dikehendaki.
CH3CH2CH2–C≡N:
Propil sianida
Bila kita menggunakan ion sianida sebagai nukleofili, alkil halida harus
memiliki halogen ( Cl, Br atau I) melekat pada gugus propil. Persamaannya yaitu :
-:C≡N: + CH3CH2CH2Br CH3CH2CH2C≡N: + Br-
Natrium sianida atau kalium sianida dapat digunakan untuk memasok nukleofili.
Reaksi substitusi mempunyai keterbatasan dalam hal struktur gugus R pada
alkil halida. Contohnya reaksi dari alkil halida (halogen terikat pada karbon yang
terhibridisasi sp3). Aril halida dan vinil halida yang halogennya terikat pada karbon
yang terhibridisasi sp2, tidak menjalani jenis reaksi substitusi nukleofilik ini.
Keterbatasan lain sering terjadi bila nukleofilinya berupa anion atau basa atau
keduanya, contohnya :
–CN + CH3CH2CH2Br CH3CH2CH2CH2CN + Br–
Anion halida primer
5
Tetapi,
Contoh lainnya ialah :
Akan tetapi,
2. Mekanisme Substitusi Nukleofilik
Substitusi nukleofilik berlangsung dengan lebih dari satu mekanisme. Mekanisme
yang teramati pada kasus tertentu bergantung pada struktur nukleofili dan alkil halida,
pelarut, suhu reaksi, dan faktor lain. Terdapat dua mekanisme utama substitusi
nukleofilik, yang diberi lambang SN1 dan SN2.
2.1. Mekanisme SN2 ( Substitusi Bimolekuler)
Mekanisme ini berlangsung satu langkah, dinyatakan dengan persamaan:
6
Nukleofili menyerang dari sisi belakang dari ikatan C–L. Pada tahap tertentu
(keadaan transisi), nukleofili dan gugus pergi keduanya terikat secara parsial pada
karbon tempat berlangsungnya reaksi substitusi. Sewaktu gugus pergi keduanya
terikat secara parsial pada karbon tempat berlangsungnya reaksi substitusi.
Sewaktu gugus pergi meninggalkan karbon dengan sepasang elektron bebasnya,
nukleofili memasok sepasang elektron lain pada atom karbon. Angka 2 digunakan
untuk menjelaskan mekanisme ini karena reaksi ini bimolekuler. Artinya dua
molekul, yaitu nukleofil dan substrat, yang terlibat dalam langkah kunci (hanya
satu langkah) dalam mekanisme reaksi ini.
Mekanisme reaksi ini menggunakan sebuah ion sebagai nukleofil, karena akan
lebih mudah.
Contoh bromoetana sebagai sebuah halogenalkana primer sederhana.
Bromoetana memiliki sebuah ikatan polar antara karbon dan bromin. Kita akan
melihat reaksinya dengan menggunakan ion nukleofil yang umum, yang dalam
hal ini kita sebut sebagai Nu-. Nukleofil ini akan memiliki sekurang-kurangnya
satu pasangan elektron bebas. Nu- misalnya bisa berupa OH- atau CN-.
Pasangan elektron bebas pada ion Nu- akan tertarik kuat ke atom karbon +,
dan akan bergerak ke arahnya, dan mulai membentuk sebuah ikatan koordinasi
(kovalen datif). Dalam proses ini, elektron dalam ikatan C-Br akan terdorong
lebih dekat ke arah bromin, sehingga membuatnya semakin negatif. Pergerakan
elektron bebas ini ke arah atom karbon akan terus berlangsung sampai -Nu terikat
kuat dengan atom karbon, dan bromin telah dilepaskan sebagai sebuah ion Br-.
7
Hal-hal yang perlu diperhatikan
Ion Nu- mendekati atom karbon + dari sisi yang jauh dari atom bromin. Atom
bromin yang besar menghalangi serangan dari sisi yang berdekatan dengannya dan,
karena bermuatan -, akan menolak Nu- yang mendekat. Serangan dari belakang ini
penting jika anda ingin memahami mengapa halogenalkana tersier memiliki
mekanisme yang berbeda. Kita akan membahas hal ini selanjutnya di halaman ini.
Jika dicermati, maka harus ada sebuah titik dimana Nu- terikat setengah ke atom
karbon, dan ikatan C-Br terputus setengahnya. Ini disebut sebagai keadaan transisi.
Keadaan ini bukan sebuah intermediet dan tidak bisa diamati terpisah meski hanya
sesaat. Keadaan ini hanyalah titik-tengah dari sebuah serangan oleh satu gugus dan
terlepasya gugus yang lain.
Cara menuliskan mekanisme reaksi yang paling sederhana adalah sebagai berikut:
Secara teknis, reaksi ini disebut sebagai reaksi SN2. S adalah singkatan dari
substitusi, N singkatan untuk nukleofilik, dan dituliskan 2 karena tahap awal dari
reaksi ini melibatkan dua spesies – yaitu bromoetana dan ion Nu-. Dalam beberapa
silabus, reaksi ini biasa hanya disebut substitusi nukleofilik. Di bawah ini
digambarkan keadaan transisi reaksi SN2 untuk memperjelas perbedaan antara garis
putus-putus yang menunjukkan ikatan setengah-jadi dan setengah-putus, dengan
yang menunjukkan ikatan-ikatan yang sebenarnya.
8
Beberapa petunjuk agar mengetahui SN2 :
1. Laju reaksi bergantung pada konsentrasi nukleofili maupun substrat.
Contohnya reaksi ion hidroksida dengan etil bromida. Jika dilipat duakan
konsentrasi nukleofili (HO–), maka reaksi berlangsung dua kali lebih cepat. Hal
yang sama terjadi jika dilipat duakan konsentrasi etil bromida.
2. Setiap penggantian melalui SN2 selalu mengakibatkan inversi konfigurasi.
Contohnya (R)–2–bromobutana direaksikan dengan natrium hidroksida, yang
akan menghasilkan (S)–2–butanol.
3. Reaksi akan paling cepat jika gugus alkil pada substrat berupa metal atau
primer dan paling lambat jika berupa tersier. Alkil halida sekunder bereaksi
dengan laju pertengaha
2.2. Diagram Energi Reaksi SN2
Energi Aktivasi
[Nu....R...X]–Keadaan Transisi
Nu:– + R–XNu–R + X:–
9
Pada diagram energi reaksi SN2 energi potensial yang dibutuhkan untuk mencapai
keadaan transisi membentuk suatu barier energi. Agar alkil halida dan nukleofil bertabrakan
dapat mencapai keadaan transisi diperlukan sejumlah energi yang disebut energi pengaktifan
(energi aktivasi). Laju reaksi kimia ditentukan oleh ∆G, yaitu perbedaan energi antara reaktan
dan tingkat transisi.
Perubahan kondisi reaksi dapat mempengaruhi ∆G dengan 2 cara:
a) Perubahan tingkat energi reaktan
Tingkat energi reaktan yang lebih tinggi akan mempercepat reaksi.
b) Perubahan tingkat energi pada tingkat transisi
Tingkat energi pada senyawa transisi bertambah besar akan memperlambat reaksi (∆G
lebih tinggi).
2.3. Mekanisme SN1 (Substitusi Unimolekuler)
Reaksi substitusi nukleofilik yang laju reaksinya hanya tergantung dari konsentrasi
substrat dan tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil disebut reaksi SN1 atau reaksi
substitusi nukleofilik unimolekuler. Reaksi SN1 terdiri dari dua tahap. Tahap pertama
10
melibatkan ionisasi alkil halida menjadi ion karbonium, berlangsung lambat dan merupakan
tahap penentu reaksi. Tahap ke dua melibatkan serangan yang cepat dari nukleofil pada
karbonium. Contoh dari reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler adalah hidrolisa tersier
butil bromida. Tersier butil halida dan alkil halida tersier lainnya, karena keruahan
strukturnya (rintangan sterik) tidak bereaksi secara SN2. Tetapi bila t-butilbromida
direaksikan dengan suatu nukleofil yang berupa basa yang sangat lemah (seperti H2O atau
CH3CH2OH), memberikan hasil substitusi SN1.
Mekanisme ini berlangsung dua langkah. Pada langkah pertama yang berjalan lambat,
ikatan antara karbon dan gugus pergi putus sewaktu substrat ini berdisosiasi (mengion).
Elektron dari ikatan C–L pergi bersama gugus pergi dan terbentuk karbokation.
Sedangkan pada langkah kedua yang berlangsung cepat, karbokation bergabung dengan
nukleofili menghasilkan produk.
Jika nukleofili berupa molekul netral, contohnya air atau alkohol, lepasnya satu
proton dari oksigen nukleofilik pada langkah ketiga menghasilkan produk akhir.
Angka 1 digunakan untuk menunjukkan mekanisme ini sebab langkah pertama
lajunya yang lambat hanya melibatkan salah satu dari dua rektan, yaitu substrat. Tahap
penentu laju ini tidak melibatkan salah satu dari dua reaktan, yaitu substrat. Tahap penentu
laju reaksi ini tidak melibatkan nukleofili sama sekali. Artinya langkah pertama termasuk
unimolekuler. Reaksi SN1 menyerupai adisi elektrofil pada alkena yaitu reaksi lain yang
memiliki karbokation intermediet.
Beberapa petunjuk agar mengetahui mekanisme SN1
11
1. Laju reaksi tidak bergantung pada konsentrasi nukleofili. Langkah pertama adalah
penentu laju dan nukleofili tidak terlibat dalam langkah ini. Dengan demikian kendala
dalam laju reaksi adalah laju pembentukan karbokation bukan laju reaksinya dengan
nukleofili yang berlangsung secara cepat.
2. Jika karbon pembawa gugus pergi merupakan streogenik, reaksi berlangsung terutama
dengan hilangnya aktivitas optis (artinya dengan rasemisasi). Pada karbokation hanya
tiga gugus yang melekat pada karbon yng bermuatan positif. Maka karbon positif
terhibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Contohnya (R)–3–bromo–3–metilheksana
dengan air menghasilkan alkohol rasemik.
Karbokation intermediet berbentuk planar dan akiral. Gabungan dengan H2O dari
“atas” atau “bawah” sama peluangnya, masing-masing menghasilkan alkohol R dan S
dalam jumlah yang sama.
3. Reaksi paling cepat bila gugus alkil pada substrat keadaan tersier dan paling lambat
bila primer. Hal ini karena reaksi SN1 berlangsung melalui karbokation sehingga
urutan reaktivitasnya sama dengan urutan kestabilan karbokation (30 ˃20 ˃10) artinya
semakin mudah pembentukan karbokation semakin cepat reaksi berlangsung. Maka
reaktivitas SN1 juga sejalan dengan karbokation yang terstabilkan resonansi,
contohnya karbokation alilik. Dan reaktivitas SN1 kurang menyukai aril dan vinil
halida karena karbokation aril dan vinil tidak stabil dan tidak mudah terbentuk.
2.4. Diagram Energi Reaksi SN1
12
Gambar 1.2 Diagram energi untuk reaksi SN1
Perhatikan diagram energi untuk suatu reaksi SN1. Tahap ionisasi secara khas mempunyai
energi aktivasi tinggi, inilah tahap lambat dalam proses keseluruhan. Harus tersedia cukup
energi agar alkil halida tersier mematahkan ikatan sigma C–X dan menghasilkan karbokation
serta ion halida. Karbokation it adalah zat antara (intermediate) dalam reaksi ini, suatu
struktur yang terbentuk dalam reaksi dan bereaksi lebih lanjut menghasilkan produk. Suatu
zat antara bukanlah keadaan transisi. Zat antara mempunyai usia terhingga(finite) sedangkan
keadaan transisi tidak. Pada keadaan transisi, molekul mengalami pematahan ikatan dan
pembentukan ikatan. Energi potensial suatu keadaan transisi merupakan titik puncak dalam
kurva energi. Energi suatu zat antara lebih rendah daripada energi keadaan-keadaan transisi
yang mengapitnya, tetapi energi ini lebih tinggi daripada energi produk-produk akhir. Solven
dapat mempengaruhi laju reaksi. Beberapa solven berinteraksi dengan ion karbonium dan
menstabilkannya. Akibatnya, ∆G akan turun dan reaksi berjalan lebih cepat. Solven, mis: air
dan metanol adalah bagus untuk mensovasi ion karbonium, non polar solvent, seperti
hidrokarbon jelek dalam mensolvasi ion. Alasan pengaruh solven pada reaksi SN1 dan SN2
berbeda. Pada SN2, reaksi berjalan dengan cepat dalam polar aprotik solven, dan berjalan
lebih lambat dalam protik solven, ( energi ground-state dari nukleofil yang menyerang
diturunkan oleh adanya solvasi yang menyebabkan naiknya ∆G). Pada reaksi SN1, reaksi
berjalan baik pada polar protik soven, karena tingkat energi transition-state lebih diturunkan
R–Br
R+ + Br–
R–Nu
Keadaan transisi untuk ionisasi SN1
Kedaan transisi diserang Nukleofili
13
dibanding energi ground-state dari nukleofil. Selain itu tahap penentu kecepatan adalah
pembentukan karbokation.
3. Persaingan Antara SN2 dan SN1
Perbedaan antara SN1 dan SN2
Variabel SN2 SN1
Struktur halida
Primer atau CH3
Sekunder
Tersier
Sering dijumpai
Kadang – kadang
Jarang
Jarang
Kadang – kadang
Sering dijumpai
Stereokimia Inversi Raseminasi
Pelarut Laju dihambat oleh pelarut
protik polar dan meningkat
dengan pelarut aprotik polar
Karena intermediet berupa
ion, lajunya meningkat dalam
pelarut polar
Nukleofili Laju bergantung pada
konsentrasi nukleofili,
mekanisme menyukai
nukleofili yang berupa anion
Laju tidak bergantung pada
konsentrasi nukleofili,
mekanisme cenderung
dengan nukleofili netral
Ada beberapa ketentuan umum yang berguna, yakni :
1. Ion negatif lebih nukleofilik atau pemasok elektron yang lebih baik daripada molekul
netral. Maka HO- ˃HOH; RS-˃RSH;RO-˃ROH
2. Unsur yang berada di bagian bawah tabel berkala cenderung lebih nukleofilik dari
pada unsur yang terletak di bagian atas pada golongan yang sama, maka
HS-˃HO-;I-˃Br-˃Cl-˃F- (dalam pelarut protik)
3. Unsur dalam periode yang sama pada tabel berkala cenderung kurang nukleofilik jika
unsur tersebut semakin elektronegatif (artinya semakin kuat mengikat elektron pada
dirinya).
Contohnya :
a. Mekanisme manakah SN2 atau SN1 yang terjadi menurut anda?
(CH3)3CBr + CH3OH (CH3)3COCH3 + HBr
Jawab :
14
SN1, karena substrat berupa alkil halida tersier. Juga, methanol ialah nukleofili
netral netral yang lemah, dan jika digunakan sebagai pelarut reaksi bersifat agak
polar maka reaksi menyukai ioninasasi
b. Mekanisme manakah SN2 atau SN1 yang anda perkirakan untuk reaksi ini?
CH3CH2–I + NaOCH3 CH3CH2–OCH3 + NaI
Jawab:
SN2, karena substratnya berupa halida primer dan metoksida (CH3CO-) adalah
anion yaitu nukleofili yang agak kuat.
4. Soal-Soal Latihan
a. Tuliskan persamaan reaksi untuk tahap-tahap dalam reaksi SN1 dari 2 kloro-2-
metilbutana dengan metanol.
b. Gambarkan reaksi dari (R)-2- bromooktana dengan OH- , substitusi jenis apakah yang
terjadi?
c. Gambarkanlah diagram energi reaksi untuk reaksi CH3CH2 CH2Br dengan natrium
sianida. Apa produk yang diharapkan dari reaksi tersebut?
d. Gambarkanlah diagram energi reaksi untuk reaksi (CH3)3C–Cl dengan CH3–OH. Apa
produk yang diharapkan dari reaksi tersebut?
15
DAFTAR PUSTAKA
Ahluwalia . K., dan Parashar .R.K., (2007), Organic Reaction Mechanism, Third
Edition, Narosa Publishing House, New Delhi
Fessenden & Fessenden., (1986), Kimia Organik Edisi Ketiga, Jakarta, Erlangga.
Hart .H., (1983), Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat, Edisi Keenam, Jakarta,
Erlangga
Hart .H., (1983), Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat, Edisi Kesebelas, Jakarta,
Erlangga